GANGGUAN JIWA

86
Konsep Dasar Skizofrenia Paranoid dan Waham Kebesaran Pengertian Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk (Kaplan dan Sadock, 1997). Gejalanya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu primer yang meliputi perubahan proses pikir, gangguan emosi, kemauan, dan otisme. Sedangkan gejala sekunder meliputi waham, halusinasi, gejala katatonik. Gejala sekunder merupakan manifestasi untuk menyesuaikan diri terhadap gangguan primer. Skizofrenia dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu simplex, hebefrenik, katatonik, paranoid, tak terinci, residual (Maslim, 2000). Dari beberapa jenis skizofrenia diatas, terdapat skizofrenia paranoid. Jenis ini ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi, dan tidak ada perilaku pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham kebesaran atau waham kejar, jalannya penyakit agak konstan (Kaplan dan Sadock, 1998). Pikiran melayang (Flight of ideas) lebih sering terdapat pada mania, pada skizofrenia lebih sering inkoherensi (Maramis, 1998). Kriteria waktunya berdasarkan pada teori Townsend (1998), yang

Transcript of GANGGUAN JIWA

Page 1: GANGGUAN JIWA

Konsep Dasar Skizofrenia Paranoid dan Waham Kebesaran

Pengertian

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang

mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri

buruk (Kaplan dan Sadock, 1997). Gejalanya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu

primer yang meliputi perubahan proses pikir, gangguan emosi, kemauan, dan

otisme. Sedangkan gejala sekunder meliputi waham, halusinasi, gejala katatonik.

Gejala sekunder merupakan manifestasi untuk menyesuaikan diri terhadap

gangguan primer. Skizofrenia dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu simplex,

hebefrenik, katatonik, paranoid, tak terinci, residual (Maslim, 2000). Dari

beberapa jenis skizofrenia diatas, terdapat skizofrenia paranoid. Jenis ini ditandai

oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi, dan

tidak ada perilaku pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik

skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham kebesaran atau

waham kejar, jalannya penyakit agak konstan (Kaplan dan Sadock, 1998).

Pikiran melayang (Flight of ideas) lebih sering terdapat pada mania, pada

skizofrenia lebih sering inkoherensi (Maramis, 1998). Kriteria waktunya

berdasarkan pada teori Townsend (1998), yang mengatakan kondisi klien jiwa

sulit diramalkan, karena setiap saat dapat berubah.

Waham menurut Maramis (1998), Keliat (1998) dan Ramdi (2000) menyatakan

bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai

dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang

kebudayaannya, keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat

diubah-ubah. Mayer-Gross dalam Maramis (1998) membagi waham dalam 2

kelompok, yaitu primer dan sekunder. Waham primer timbul secara tidak logis,

tanpa penyebab dari luar. Sedangkan waham sekunder biasanya logis

kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara untuk menerangkan gejala-

gejala skizofrenia lain, waham dinamakan menurut isinya, salah satunya adalah

waham kebesaran

Page 2: GANGGUAN JIWA

Waham kebesaran adalah waham peningkatan kemampuan, kekuatan,

pengetahuan, identitas, atau hubungan khusus dengan dewa atau orang terkenal

(Kaplan dan Sadock, 1997). Pendapat ini juga didukung oleh Kusuma (1997)

yang menyatakan bahwa derajat waham kebesaran dapat terentang pembesar-

besaran yang ringan sampai karakteristik sesungguhnya dari waham kebesaran

psikotik. Isi waham umpamanya pasien telah melakukan penemuan yang penting

atau memiliki bakat yang tidak diketahui atau kesehatan yang sangat baik.

Etiologi

Predeposisi

Biologi

Skizofrenia paranoid disebabkan kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada

diensefalon/ oleh perubahan-perubahan post mortem/ merupakan artefak pada

waktu membuat sediaan. Gangguan endokrin juga berpengaruh, pada teori ini

dihubungkan dengan timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu

kehamilan atau puerperium dan waktu klimaterium. Begitu juga dengan

gangguan metabolisme, hal ini dikarenakan pada orang yang mengalami

skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat, ujung ekstremitas sianosis, nafsu

makan berkurang dan berat badan menurun. Teori ini didukung oleh Adolf

Meyer yang menyatakan bahwa suatu konstitusi yang inferior/ penyakit badaniah

dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia paranoid (Maramis, 1998).

Menurut Schebel (1991) dalam Townsend (1998) juga mengatakan bahwa

skizofrenia merupakan kecacatan sejak lahir, terjadi kekacauan dari sel-sel

piramidal dalam otak, dimana sel-sel otak tersusun rapi pada orang normal.

Gangguan neurologis yang mempengaruhi sistem limbik dan ganglia basalis

sering berhubungan dengan kejadian waham. Waham oleh karena gangguan

neurologis yang tidak disertai dengan gangguan kecerdasan, cenderung memiliki

waham yang kompleks. Sedangkan waham yang disertai dengan gangguan

kecerdasan sering kali berupa waham sederhana (kaplan dan Sadock, 1997).

Page 3: GANGGUAN JIWA

Psikologis

Menurut Carpenito (1998), klien dengan waham memproyeksikan perasaan

dasarnya dengan mencurigai. Pada klien dengan waham kebesaran terdapat

perasaan yang tidak adekuat serta tidak berharga. Pertama kali mengingkari

perasaannya sendiri, kemudian memproyeksikan perasaannya kepada lingkungan

dan akhirnya harus menjelaskan kepada orang lain. Apa yang seseorang pikirkan

tentang suatu kejadian mempengaruhi perasaan dan perilakunya. Beberapa

perubahan dalam berpikir, perasaan atau perilaku akan mengakibatkan perubahan

yang lain. Dampak dari perubahan itu salah satunya adalah halusinasi,dapat

muncul dalam pikiran seseorang karena secara nyata mendengar, melihat,

merasa, atau mengecap fenomena itu, sesuai dengan waktu, kepercayaan yang

irrasional menghasilkan ketidakpuasan yang ironis, menjadi karakter yang

"Wajib" dan "Harus.

Genetik

Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini dibuktikan

dengan penelitian pada keluarga-keluarga yang menderita skizofrenia dan

terutama anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri sebesar 0,9 -

1,8%, saudara kandung 7 - 15%, anak dengan salah satu orang tua yang

mengalami skizofrenia 7 - 16%, bila kedua orang tua mengalami skizofrenia 40 -

68%, kembar dua telur (heterozygot) 2-15%, kembar satu telur (monozygot) 61-

86% (Maramis, 1998).

Presipitasi

c.          

Faktor ini dapat bersumber dari internal maupun eksternal.

Stresor sosiokultural

Page 4: GANGGUAN JIWA

Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan

gangguan psikotik lainnya (Stuart, 1998)

Stresor psikologis

Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan berdosa, penghukuman

diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-dambaan atau

harapan yang tidak kunjung sampai, merupakan sumber dari waham. Waham

dapat berkembang jika terjadi nafsu kemurkaan yang hebat, hinaan dan sakit hati

yang mendalam (Kartono, 1981).

Proses terjadinya waham

Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego

spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan

mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi

formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan,

ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan

ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan

untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi

digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat diterima

didalam dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas, telah

dihipotesiskan menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi, waham kebesaran dan

superioritas. Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia

yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka

yang terluka. Waham kebesaran merupakan regresi perasaan maha kuasa dari

anak-anak, dimana perasaan akan kekuatan yang tidak dapat disangkal dan

dihilangkan (Kaplan dan Sadock, 1997).

Cameron, dalam Kaplan dan Sadock, (1997) menggambarkan 7 situasi yang

memungkinkan perkembangan waham, yaitu : peningkatan harapan, untuk

mendapat terapi sadistik, situasi yang meningkatkan ketidakpercayaan dan

kecurigaan, isolasi sosial, situasi yang meningkatkan kecemburuan, situasi yang

Page 5: GANGGUAN JIWA

memungkinkan menurunnya harga diri (harga diri rendah), situasi yang

menyebabkan seseorang melihat kecacatan dirinya pada orang lain, situasi yang

meningkatkan kemungkinan untuk perenungan tentang arti dan motivasi terhadap

sesuatu.

Gejala- gejala waham

Jenis skizofrenia paranoid mempunyai gejala yang khas yaitu waham primer,

disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi (Maramis, 1998).

Menurut Kaplan dan Sadock (1997), kondisi klien yang mengalami waham

adalah:

Status mental

Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat

normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.

Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.

Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga.

Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang

peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan

orang yang terkenal.

Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan

adanya kualitas depresi ringan.

Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/

menetap, kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada

beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.

Sensori dan kognisi

Page 6: GANGGUAN JIWA

Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali

yang memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat dan situasi.

Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh).

Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang

jelek.

Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan

dirinya. Keputusan terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan

kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa

sekarang dan yang direncanakan.

Tipe-tipe waham

Menurut kaplan dan sadock (1997), tipe-tipe waham antara lain:

Tipe Eritomatik: klien dicintai mati-matian oleh orang lain,

biasanya orang yang sangat terkenal, seperti artis, pejabat, atau

atasanya. Klien biasanya hidup terisolasi, menarik diri, hidup

sendirian dan bekerja dalam pekerjaan yang sederhana.

Tipe kebesaran (magalomania):yaitu keyakinan bahwa seseorang

memiliki bakat, kemampuan, wawasan yang luar biasa, tetapi

tidak dapat diketahui.

Waham cemburu, yaitu misalnya cemburu terhadap pasanganya.

Tipe ini jarang ditemukan (0,2%) dari pasien psikiatrik. Onset

sering mendadak, dan hilang setelah perpisahan/ kematian

pasangan. Tipe ini menyebapkan penyiksaan hebat dan fisik yang

bermakna terhadap pasangan, dan kemungkinan dapat membunuh

pasangan, oleh karena delusinya.

Waham kejar : keyakinan merasa dirinya dikejar-kejar, diikuti

oleh orang lain. Tipe ini paling sering ditemukan pada gangguan

Page 7: GANGGUAN JIWA

jiwa. Dapat berbentuk sederhana, ataupun terperinci, dan biasanya

berupa tema yang berhubungan difitnah secara kejam, diusik,

dihalang-halangi, diracuni, atau dihalangi dalam mengejar tujuan

jangka panjang.

Waham tipe somatik atau psikosis hipokondrial

monosimptomatik. Perbedaan dengan hipokondrial adalah pada

derajat keyakinan yang dimiliki klien. Menetapnya waham

somatik yang tidak kacau tanpa adanya gejala psikotik lainya

menyatakan gangguan delosional/ waham tipe somatik.

Tahap-tahap halusinasi

Menurut Townsend (1998) tahap dari halusinasi antara lain :

Comforting (secara umum halusinasi bersifat menyenangkan)

Karakteristik : orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti

ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan

pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas; individu mengetahui bahwa

pikiran yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya dapat

diatasi (nonpsikotik).

Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,

menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara,gerakan mata yang cepat,

respon verbal yang lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.

Condemning (secara umum halusinasi menjijikan)

Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan, orang

yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk

menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa

malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain

(nonpsikotik).

Page 8: GANGGUAN JIWA

Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan

ansietas misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan

kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin

kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas.

Controling (pengalaman sensori menjadi penguasa)

Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman

halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat

berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman

sensori tersebut berakhir (psikotik).

Perilaku pasien yang teramati : lebih cenderung mengikuti petunjuk yang

diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya, kesulitan dalam berhubungan

dengan orang lain,rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik

dan ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti

petunjuk.

Conquering (secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait

dengan jumlah pasien yang masuk adalah delusi).

Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak

mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari

apabila tidak ada intervensi terapeutik (psikotik).

Perilaku pasien yang teramati : perilaku menyerang atau teror seperti panik,

sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, kegiatan fisik

merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau kataton,

tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

Penatalaksanaan

Farmakoterapi

Page 9: GANGGUAN JIWA

Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan

skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998), Kaplan dan Sadock (1998)

antara lain :

Anti Psikotik

Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :

Chlorpromazine

Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala

emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian dapat

ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.

Trifluoperazine

Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis

awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.

Haloperidol

Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. Dosis

awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg.

Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham.

Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat

antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan

obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain

harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering adalah

ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter

dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu

penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.

Anti parkinson

Page 10: GANGGUAN JIWA

Triheksipenydil (Artane)

Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi

ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari

Difehidamin

Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari

Anti Depresan

Amitriptylin

Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis :

75-300 mg/hari.

Imipramin

Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal :

25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.

Anti Ansietas

Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform,

kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-

gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:

Fenobarbital         : 16-320 mg/hari

Meprobamat        : 200-2400 mg/hari

Klordiazepoksida    : 15-100 mg/hari

Psikoterapi

Page 11: GANGGUAN JIWA

Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.

Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh

mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus

membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat

perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang

kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat

meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak

semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa

keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan

mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan

wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.

Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan

harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan

berkata : "Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, "tanpa

menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan

klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan

terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan

inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan

perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah

ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.

Terapi Keluarga

Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai

sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam

membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.

Diagnosa Medis

Penentuannya mengikuti diagnosa multiaksila yang terdiri dari 5 aksis

Aksis I    : gangguan klinis

Page 12: GANGGUAN JIWA

Aksis II    : gangguan kepribadian

Aksis III    : kondisi medik umum

Aksis IV    : Masalah Psikososial dan lingkungan

Aksis V    : penilaian peran dan fungsi 1 tahun terakhir

Tujuan dari diagnosa multiaksila

Mencakup informasi yang komprehensif (gangguan jiwa, kondisi medik umum,

masalah psikososial, dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga dapat

membantu dalam

Perencanaan terapi

Meramalkan "Outcame" atau prognosis

Format yang mudah dan sistematik, sehingga dapat membantu dalam :

Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis

Menangkap kompleksitas situasi klinis

Menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosa klinis yang sama.

Memacu penggunaan "Model Bio-Psiko-Sosial"dalam klinis, pendidikan dan

penelitian (PPDGJ-III, 2002)

__________ Information from ESET Smart Security, version of virus signature

database 4436 (20090918) __________

The message was checked by ESET Smart Security.

Page 13: GANGGUAN JIWA

EPISODE MANIA DENGAN GEJALA PSIKOTIK

I. PENDAHULUAN

Episode mania merupakan suatu episode meningkatnya afek seseorang yang jelas, abnormal, menetap, ekspansif, dan iritabel. Gejala mania meliputi cara berbicara yang cepat, berpikir cepat, kebutuhan tidur berkurang, perasaan senang atau bahagia , dan peningkatan minat pada suatu tujuan. Selain itu, tampak sifat mudah marah, mengamuk, sensitive, hiperaktif, dan waham kebesaran.1

Penderita biasanya merasa senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung, senang bertengkar atau memusuhi secara terang-terangan. Yang khas adalah bahwa penderita yakin dirinya baik-baik saja. Kurangnya pengertian akan keadaannya sendiri disertai dengan aktivitas yang sangat luar biasa, bisa menyebabkan penderita tidak sabar, mengacau, suka mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan lekas marah dan menyerang. 2

Perhatian penderita mudah teralihkan dan selalu berpindah-pindah dari satu tema ke tema lainnya. Penderita memiliki keyakinan yang salah mengenai kekayaan, kekuasaan, keahlian dan kecerdasan seseorang; dan kadang menganggap dirinya adalah Tuhan. Penderita yakin bahwa dirinya sedang dibantu atau dihukum oleh orang lain; atau memiliki halusinasi, yaitu mendengar dan melihat benda-benda yang sesungguhnya tidak ada.2

Penderita tidak henti-hentinya mengikuti berbagai kegiatan (misalnya usaha dagang yang beresiko, judi atau perilaku seksual yang berbahaya), tanpa memikirkan bahaya sosial yang mungkin terjadi.

Pada kasus yang berat, aktivitas fisik dan mental penderita sangat hiruk pikuk. Pada keadaan ini diperlukan penanganan segera, karena penderita bisa meninggal akibat kelelahan fisik yang luar biasa. 2

II. ETIOLOGI

Kelainan fisik yang bisa menyebabkan mania:2

1. Efek samping obat-obatan

- Amfetamin

- Obat anti-depresi

- Bromokriptin

Page 14: GANGGUAN JIWA

- Kokain

- Kortikosteroid

- Levodopa

- Metilfenidat

2. Infeksi

¥ AIDS

¥ Ensefalitis

¥ Influenza

¥ Sifilis (stadium lanjut)

3. Kelainan hormonal

- Hipertiroidisme

4. Penyakit jaringan ikat

- Lupus eritematosus sistemik

5. Kelainan neurologis

Ø Tumor otak

Ø Cedera kepala

Ø Korea Huntington

Ø Sklerosis multipel

Ø Stroke

Ø Korea Sydenham

Ø Epilepsi lobus temporalis

III. EPIDEMIOLOGI

Mania merupakan suatu gangguan afektif dengan persentasi 12 % dari seluruh gangguan afektif. Onset rata-rata umur pada pasien dewasa dengsn mania adalah 55 tahun dengan perbandingan jumlah pria dan wanita 2 : 1. Prevalensi timbulnya mania

Page 15: GANGGUAN JIWA

sekitar 0,1% pertahun.3

IV. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinik yang dapat tampak pada pasien mania :4

¥ Tampilan umum : bersemangat , banyak bicara , melawak, hiperaktif, dan memperlihatkan gejala psikotik.

¥ Alam perasaan : Mudah tersinggung, tidak mudah frustasi, mudah marah dan menyerang, emosinya tidak stabil, bisa cepat berubah dan gembira ke depresi dalam beberapa saat.

¥ Cara bicara : Bicaranya sukar dipotong, volume keras, loncatan gagasan (flight of ideas),asosiasi menjadi longgar, konsentrasi berkurang, bisa inkoheren dan neologisme sehingga sukar dibedakan dengan pasien skizofrenia.

¥ Gangguan persepsi :75% pasien mania mengalami waham, biasanya berhubungan dengan kekayaan, kemampuan yang luar biasa, kekuatan atau kehebatan yang luar biasa. Kadang ada waham dan halusinasi yang kacau dan tidak serasi.

¥ Gangguan pikiran : Pikiran pasien terisi dengan rasa percaya diri yang berlebihan, merasa hebat. Mereka mudah teralihkan perhatiannya, sangat produktif dan tidak terkendalikan.

¥ Gangguan sensorium dan fungsi kognitif : Ada sedikit gangguan pada fungsi sensorium dan kognitif, terkadang jawaban tidak sesuai pertanyaan meskipun tidak ada gangguan tidak ada gangguan orientasi dan daya ingat.

¥ Gangguan pengendalian diri : Sekitar 75% pasien mania suka mengancam dan menyerang. Mereka sukar mengendalikan diri untuk tidak melakukan hal-hal merugikan kalau tersinggung atau marah.

¥ Reliabilitas : Pasien mania sering berbohong ketika memberikan informasi, Karena berdusta dan menipu adalah biasa bagi mereka.

V. DIAGNOSIS

Berdasarkan tabel Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi 3 yang direvisi (DSM-III-R), kriteria diagnostik episode mania adalah sebagai berikut :

a. Suatu masa yang berbatas jelas dengan afek yang abnormal,menetap, ekspansif, dan iritabel.

b. Saat terjadinya gangguan afek,sedikitnya ada 3 dari gejala di bawah ini ( 4 bila afeknya hanya iritabel ) dan cukup dirasakan oleh lingkungannya.

Page 16: GANGGUAN JIWA

i. Harga diri yang dibesarkan atau grandiosis

ii. Kebutuhan tidur berkurang

iii. Suka bicara lebih dari biasanya dan ada dorongan untuk bicara terus

iv. Loncat pikir atau ia merasa alur pikirnya seperti berpacu.

v. Mudah teralihkan perhatiannya

vi. Bertambahnya kegiatan yang bertujuan atau agitasi psikomotor.

vii. Ikut serta secara berlebih pada kegiatan yang menggembirakan yang beresiko tinggi untuk mengakibatkan penderitaan.

c. Gangguan afek yang cukup gawat menyebabkan gangguan yang nyata dalam fungsi kerja, kegiatan social, atau hubungan dengan orang lain, atau membutuhkan perawatan inap demi mencegah menciderai diri atau orang lain.

d. Pada saat tiada gangguan afek yang menonjol, tak ada halusinasi atau waham selama 2 minggu.

e. Tidak bertumpang tindih pada skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tak ditentukan.

f. Tak dapat dibuktikan bahwa factor organic menyebabkan atau mempertahankan gangguan itu.5

Setelah menegakkan diagnosa suatu episode mania, maka harus dibedakan antara hipomania, episode mania dengan tanpa gejala psikotik, dan episode mania dengan gejala psikotik.

Dari ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders: Diagnostic Criteria for Research, disebutkan pedoman diagnostic episode mania dengan gejala psikotik :5

A. Suasana perasaan meningkat dengan jelas, ekspansif, atau iritabel, dan abnormal bagi pribadi yang bersangkutan. Perubahan suasana perasaan harus nyata dan menetap sekurangnya selama 1 minggu( kecuali jika cukup berat dan membutuhkan perawatan rumah sakit).

B. Setidaknya ada 3 tanda yang harus menyertai ( 4 bila afeknya hanya iritabel ) :

1. Peningkatan aktivitas atau kegelisahan fisik.

2. Suka bicara ( ada dorongan untuk bicara terus )

Page 17: GANGGUAN JIWA

3. flight of ideas atau alur pikirnya seperti berpacu.

4. hilangnya larangan sosial normal, menyebabkan perilaku yang tidak sesuai kepada keadaan

5. kebutuhan tidur berkurang

6. meningkatnya harga diri atau grandiositas

7. distraktibilitas atau perubahan terus-menerus dalam aktivitas dan rencana.

8. Perilaku sembrono atau membabibuta dengan resiko yang tidak diketahui

9. Kecerobohan seksual.

C. Episode tidak dihubungkan dengan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organic lain.

D. Episode tidak bertumpang tindih dengan kriteria skizofrenia atau gangguan skizoafektif tipe mania.

E. Waham atau halusinasi muncul.

Dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ( PPDGJ ) III, pedoman diagnosis untuk Mania dengan Gangguan Psikotik :6

· Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (Mania tanpa gejala psikotik )

· Harga diri yang membubung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham kebesaran ( delusion of grandeur ), iritabilitas, dan kecurigaan menjadi waham kejar ( delusion of persecution ). Waham dan halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek tersebut(mood congruent).

VI. DIAGNOSIS BANDING

a. Skizofrenia (F20.-)

Skizofrenia dapat diawali dengan gangguan emosi dan afek sehingga memberikan gambaran yang hamper mirip dengan episode mania. Kepribadian seorang dengan gangguan mania hangat dan mudah bersahabat, sedangkan pada seorang dengan skizofrenia biasanya pendiam, jauh dari pergaulan, dan menutup diri.7

b. Skizofrenia tipe manic (F25.0)

Pada skizofrenia tipe mania terjadi ketidaksesuaian gejala afek dengan waham dan halusinasi (mood incongruent) sangat menonjol.

Page 18: GANGGUAN JIWA

VII. PENATALAKSANAAN

1. Secara umum

Penderita perlu dirawat di rumah sakit karena biasanya tidak mempunyai pandangan dan kesadaran terhadap dirinya, sehingga dapat membahayakan kesehatan fisiknya seperti kurang memperhatikan kebersihan diri, tidak mau makan, tidak tidur berhari-hari,membuang banyak uang atau menghabiskan miliknya yang sudah secara rutin secara tidak bertanggungjawab.7

2. Terapi kimiawi

a. Obat yang dapat diberikan ada beberapa senyawa :

- Senyawa phenothiazine

o Promazine (prazine/verophen) 100 – 600 mg/hari

o Chlorpromazine(Largaktil / Megaphen / Propaphenin , Thorazine) 75 – 500 mg/hari

o Levomepromazine(Nozinan/Neurocil) 75 – 300 mg/hari

o Thioridazine (Melleril) 75 – 500 mg/hari

o Trifluoperazine (Stelazine) 3 – 30 mg/hari

- Senyawa alkaloid Rauwolfla

o Reserpine (Serpasil) 3 – 9 mg/hari

- Senyawa butyrophenone

o Haloperidol (Haldol/Serenace/ Vesalium) 3 – 5 mg/hari

3. Terapi elektrolit

Lithium Carbonat dapat diberikan dalam jumlah 1 gr/hari, umumnya dalam bentuk tablet.7

4. Psikososial

o terapi keluarga

o terapi interpersonal

Page 19: GANGGUAN JIWA

o terapi tingkah laku

o therapeutic community

o kurangi jumlah dan berat stressor

VIII. PROGNOSIS

Rata-rata durasi episode mania adalah sekitar 2 bulan. Dengan 95% sembuh sempurna. Dhingra & Rabins (1991) mengamati pasien usia lanjur dengan mania selama 5 – 7 tahun dan menemukan 34% pasien meninggal. Selama pengamatan, 32% pasien mengalami penurunan fungsi kognitif yang diukur dengan Mini Mental State Examination dengan skor kurang dari 24. 72% pasien mengalami bebas dari gejala dan 80% dapat hidup independent. 8

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan,Harold I., Benjamin J.Sadock. alih bahasa Wicaksana M Roan. 2000. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta :2. Anonim. Mania. Available on http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?id=&iddtl=263&idktg=5&idobat=&UID=20080207100615125.162.244.122. Diakses tanggal 6 Februari 2008.3. Shulman,Ken. Mania. Available on http://www.rcpsych.ac.uk/pdf/semOAP_ch8.pdf. Diakses tanggal 6 Februari 2008.4. Widya, Surya. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Afektif. 27 Oktober 2007. Diakses 6 Februari 20085. Sadock, Benjamin James, Virgina Alcott Sadock. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York : Lippincott Williams & Wilkins6. Maslim,Rusdi. 2001.Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta : PT Nuh Jaya. p617. Roan,Wicaksana Martin.1979.Ilmu Kedokteran Jiwa Psychiatry. Jakarta8. Gelder,Michael, Dennis Gath, Richard Mayou. Oxford Textbook of Psychiatry 2nd edition. Oxford : Oxford University Press9. Kumar & Clark. Clinical Medicine 5th ed. New York. Elsevier Press10. Ingram,I.M.,G.C. Timbury, R.M. Mowbray. Editor Peter Anugrah.2002. Catatan Kuliah Psikiatri edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

MANIA TANPA GEJALA PSIKOTIK

Page 20: GANGGUAN JIWA

I. PENDAHULUAN

Episode mania merupakan bagian dari gangguan suasana perasaan atau gangguan afektif/ “Mood” dimana kelainan fundamental dari kelompok ini berupa perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan afek ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.(1)Mania merupakan status mental abnormal yang ditandai dengan euforia, disinhibisi sosial, aliran pikiran yang cepat, susah tidur, berbicara terus menerus, mudah mengambil resiko dan bersifat iritabilitas.(2,3)

Gangguan afektif dibedakan menurut episode tunggal atau multipel, tingkat keparahan gejala (mania dengan gejala psikotik mania tanpa gejala psikotik hipomania, dan depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik hingga berat dengan gejala psikotik), dan menurut dengan atau tanpa gejala somatik.(1)Mania tanpa gejala psikotik termasuk dalam episode mania, ditandai dengan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai dengan peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan. Kategori ini hanya untuk satu episode manik tunggal (yang pertama). Termasuk dalam kelompok ini hipomania, mania tanpa gejala psikotik, dan mania dengan gejala psikotik. Jika ada episode afektif (depresi, manik, atau hipomanik) sebelum atau sesudahnya, maka termasuk gangguan afektif bipolar (F31).(1,4)

II. EPIDEMIOLOGISerangan pertama bisa muncul pada usia 15 dan 30 tahun, tetapi bisa muncul pada berbagai usia dari masa kanak-kanak hingga dekade 7 atau 8. Prevalensi terjadinya mania 0,1% terjadi di atas usia 65 tahun, 1,4% dapat terjadi dalam kelompok usia 18-44 tahun. Mania dapat terjadi pada usia tua (rata-rata 55 tahun) dengan perbadingan antara perempuan dan laki-laki 2:1.(2)

III. ETIOLOGIDasar umum untuk gangguan ini tidak ketahui. Penyebabnya merupakan interaksi antara faktor biologis, faktor genetik dan faktor psikososial. Bukan hanya tidak mungkin untuk menyingkirkan faktor psikososial, namun faktor nongenetik

Page 21: GANGGUAN JIWA

mungkin memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan ini pada sekurangnya beberapa pasien.(4)Genetika. Pola penurunan genetika terjadi melalui mekanisme yang kompleks. Penelitian kembar menunjukkan angka kesamaan sebesar 70% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot. Insiden dalam masyarakat umum sebesar 1% dan dalam keluarga tingkat pertama 10-15%. Jenis transmisinya kemungkinan poligenik, mengarah ke berbagai tingkat predisposisi. Penyakit bipolar dan unipolar bersifat menurun.(4,5)Biokimia. Biokimia dari kelainan afektif tetap tidak diketahui, walaupun dua hipotesis tentang senyawa amina menghasilkan banyak penyelidikan selama bertahun-tahun. Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa setidaknya beberapa penyakit mania mungkin berhubungan dengan kelebihan katekolamin di dalam otak. Hipotesis indolamina juga membuat pernyataan serupa untuk 5 hydroxytriptamin (5HT). Metabolit utamanya asam 5-hydroxyindoleacetic acid (5 HIAA). Kelainan metabolit amin biogenik seperti 5-hydroxyindoleacetic acid (5 HIAA), homovanillic acid (HVA), 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG) dalam darah, urin, dan cairan cerebrospinal dilaporkan ditemukan pada pasien.(4,5)Terjadinya mania secara biologi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Terdapat hipotesis yang menjelaskan bahwa jumlah neurotransmitter serotonin di lobus temporal mungkin sangat tinggi sehingga terjadi mania. Dopamin, norepinephrine, glutamate dan GABA juga mengambil peranan yang penting. Lobus temporal berperan dalam berbicara, belajar, membaca, asosiasi huruf berisi amygdala, yang merupakan pusat emosional di otak. Bagian kiri amygdala lebih aktif pada wanita yang mania dan korteks orbitofrontal merupakan bagian yang kurang aktif (2005).(3)Psikososial. Hal ini berhubungan dengan psikis (kejiwaan) dan keadaan lingkungan sosial seorang penderita mania. Kepribadian premorbid biasanya menunjukkan adanya gangguan afek yang ringan selama hidupnya. Keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian atau personalitas penderita mania biasanya berperilaku lebih riang, energitik, dan lebih ramah dari rata-rata. Penelitian terbaru menemukan bahwa penderita gangguan bipolar afektif yang menggunakan obat-obatan maupun alkohol, memiliki onset yang lebih awal dan penyakit yang lebih parah daripada yang tidak menggunakannya. Para pengguna obat-obatan dan alkohol tersebut lebih bersifat iritabel dengan mood/perasaan yang mudah berubah serta lebih resisten terhadap pengobatan dan lebih cenderung untuk dirawat inap di rumah sakit. Meskipun terdapat perdebatan dalam perbandingan penggunaan obat-obatan dan alkohol dan terjadinya gangguan afektif, tetapi secara umum insidens terjadinya gangguan ini pada pengguna

Page 22: GANGGUAN JIWA

alkohol beberapa kali lebih banyak daripada populasi lain yang tidak menggunakannya (sekitar 6%-9%).(5,13)

IV. GEJALA KLINISEpisode maniaBiasanya paling sedikit berlangsung selama satu minggu hampir setiap hari, afeknya meningkat, lebih gembira, mudah tersinggung (iritabel) atau membumbung tinggi (ekspresif) dan terdapat hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala berupa: penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Tampilan umum : Bersemangat, banyak bicara, melawak, hiperaktif. Ada kalanya mereka memperlihatkan gejala psikotik dan bingung sehingga perlu difiksasi dan diberikan suntikan antipsikotik. Alam perasaan, emosi : Perasaannya hiperthym, mudah tersinggung, tidak mudah frustrasi, mudah marah dan menyerang. Emosinya tidak stabil, bisa cepat berubah dan gembira ke depresi dalam beberapa menit saja. Cara bicara: Bicaranya sukar dipotong, bombastis, volumenya keras, bermain dengan kata-kata, bercanda, berpantun, dan tidak relevan. Selanjutnya bisa terjadi loncat gagasan, asosiasi menjadi longgar, konsentrasi berkurang, bisa inkoheren sehingga sukar dibedakan dengan pasien skizofrenia. Gangguan persepsi:75 % pasien mania mengalami waham, yang biasanya berhubungan dengan kekayaan, kemampuan yang luar biasa, kekuatan atau kehebatan yang luar biasa. Kadang-kadang ada waham dan halusinasi yang kacau dan tidak serasi. Gangguan pikiran:Pikiran pasien terisi dengan rasa percaya diri yang berlebihan, merasa hebat. Mereka mudah teralihkan perhatiannya, sangat produktif dan tidak terkendalikan. Gangguan sensorium dan fungsi kognitif:Ada sedikit gangguan pada fungsi sensorium dan kognitif, terkadang jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan meskipun tidak ada gangguan orientasi dan daya ingat. Gangguan pengendalian diri:Sekitar 75 % pasien mania suka mengancam dan menyerang. Ada juga yang melakukan homicide dan suicide. Mereka sukar menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan kalau sedang tersinggung atau marah. Tilikan:Pada umumnya pasien mania mengalami gangguan tilikan. Mereka

Page 23: GANGGUAN JIWA

mudah melanggar hukum, pelanggaran dibidang seksual dan keuangan, kadang-kadang mereka menyebabkan kebangkrutan ekonomi keluarga. Reliabilitas:Pasien mania sering berbohong ketika memberikan informasi, karena berdusta dan menipu adalah biasa untuk mereka. (1,3,4,6,7,8)

V. DIAGNOSISBerdasarkan pedoman diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III), mania tanpa gejala psikotik:• Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan.• Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas yang berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ ”grandiose ideas” dan terlalu optimistik.• Ditambah dengan paling sedikit 4 gejala berikut ini : peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau seksual), atau ketidak-tenangan fisik lebih banyak berbicara dari lazimnya atau adanya dorongan untuk berbicara terus menerus lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa pikirannya sedang berlomba (mania dengan gejala psikotik) rasa harga diri yang melambung tinggi (grandiositas, yang dapat bertaraf sampai waham/delusi) berkurangnya kebutuhan tidur mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik kepada stimulus luar yang tidak penting atau yang tak berarti keterlibatan berlebih dalam aktivitas-aktivitas yang mengandung kemungkinan resiko tinggi dengan akibat yang merugikan apabila tidak diperhitungkan secara bijaksana, misalnya berbelanja berlebihan, tingkah laku seksual secara terbuka, penanaman modal secara bodoh, mengemudi kendaraan (mengebut) secara tidak bertangguang jawab dan tanpa perhitungan.(1,9,10,11)

Kriteria ICD–10 untuk episode mania(World Health Organization, 1992)Tanpa gejala psikotik:1. Elevasi mood atau perasaan dan iritabilitas2. Peningkatan energi dan overaktivitas3. Berbicara terus menerus4. Jangka waktu tidur menjadi pendek5. Disinhibisi sosial6. Perhatiannya mudah teralih

Page 24: GANGGUAN JIWA

7. Grandiositas8. Gemar menghambur-hamburkan uang atau hidup foya-foya9. Agresif.(2)

VI. DIAGNOSIS BANDING• Intoksikasi alkohol• Hiperkinesia pada kanak-kanak• Tiroitoxikosa. (12)

VII. PENATALAKSAAN1. Secara umumPenderita perlu dirawat di dalam rumah sakit karena biasanya tidak mempunyai pandangan dan kesadaran terhadap dirinya, sehingga dapat membahayakan kesehatan fisiknya seperti kurang memperhatikan kebersihan diri, tidak mau makan, tidak tidur berhari-hari, membuang banyak uang atau menghabiskan miliknya yang memang sudah rutin dilakukan, sehingga perlu diawasi.

2. Terapi kimiawiObat AntimaniaObat antimania mempunyai beberapa sinonim, antara lain mood modulators, mood stabilizer, dan antimanik. Obat acuan untuk antimania adalah Lithium Carbonate. Penggolongan:a. Mania Akut : Haloperidol. Carbamazepine, Valproic Acid, Divalproex Nab. Profilaksis Mania: Lithium Carbonate

Obat yang dapat menenangkan perlu diberikan untuk mengurangi aktivitas penderita yang melelahkan dan agar dapat menahan penderita untuk tetap tinggal di rumah. Obat yang dapat diberikan: senyawa fenotiazine: promazine (100-600mg/hari), Chlorpromazine (75-500mg/hari, trifluoperazine (3-30mg/hari), perphenazine (8-30mg/hari),dll senyawa alkaloid: reserpine (3-9mg/hari) senyawa butyrophenone: Haloperidol (3-5mg/hari). Untuk kasus akut haloperidol menjadi drug of choice dan dapat mengendalikan perilaku. Pada kasus yang sangat berat dapat diberikan 5-10 mg secara intramuskular dan dapat diulang 2-4 jam sampai dosis total mencapai 30 mg. selanjutnya sama dengan kasus ringan dilanjutkan dengan 5-10 mg peroral tiga kali sehari.

3. Terapi elektrolitSenyawa litium karbonat: Litium karbonat (400-1200mg/hari), dapat digunakan sebagai profilaksis mania dengan beberapa serangan dalam interval 2 tahun atau kurang. Litium juga efektif

Page 25: GANGGUAN JIWA

untuk mania akut, tetapi hanya setelah diberi terapi lain selama seminggu. Menggabungkan obat ini dengan haloperidol nampaknya agak berbahaya. Jika terapi litium gagal setelah dicoba selama paling kurang setahun, maka dapat diberikan suntikan depot flupentiksol dekanoat untuk pofilaksis.(5,12)

4. Terapi Psikososial• terapi keluarga• terapi interpersonal• terapi tingkah laku• therapeutic community• kurangi jumlah dan berat stressor.(3)

VII. PROGNOSIS4% mania dapat berulang, intervalnya tidak teratur dan tidak dapat diramalkan, tetapi dengan peningkatan jumlah serangan, maka waktu interval cenderung berkurang. Prognosis diperkirakan baik bila episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik, dan tinggal di RS dalam waktu yang singkat. Gambaran prognostik yang memuaskan dan indikator respon yang baik terhadap terapi fisik mencakup gejala endogen yang khas, misalnya mulainya mendadak, kepribadian premorbidnya stabil tanpa sifat neurotik dan sebaliknya gambaran prognostik menjadi buruk jika ada depersonalisasi, sifat bawaan histeri dan gejala atipik lainnya. Gangguan ini cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan mengalami kekambuhan 90% berulang dalam 10 tahun. (4,5,10)

VIII. KESIMPULANEpisode mania merupakan bagian dari gangguan suasana perasaan atau gangguan afektif/ “Mood” dimana kelainan fundamental dari kelompok gangguan afektif ini berupa perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Serangan pertama bisa muncul pada usia 15 dan 30 tahun, tetapi bisa muncul pada berbagai usia dari masa kanak-kanak hingga dekade 7 atau 8.Dasar umum untuk gangguan ini tidak ketahui. Penyebabnya merupakan interaksi antara faktor biologis, faktor genetik dan faktor psikososial. Bukan hanya tidak mungkin untuk menyingkirkan faktor psikososial, namun faktor nongenetik mungkin memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan ini pada sekurangnya beberapa pasienBiasanya paling sedikit berlangsung selama satu minggu hampir setiap hari, afeknya meningkat, lebih gembira, mudah tersinggung (iritabel) atau membumbung tinggi (ekspresif) dan terdapat

Page 26: GANGGUAN JIWA

hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutinMania tanpa gejala psikotik harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan dan terdapat perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas yang berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ ”grandiose ideas” dan terlalu optimistik.

Page 27: GANGGUAN JIWA
Page 28: GANGGUAN JIWA

sendiri merupakan obat yang efektif. pada kasus berat, hampir selalu perlu ditambahclonazepam ataulorazepam dan kadang ditambah antipsikosis juga. Setelah mania dapat teratasi, antipsikosis boleh dihentikan dan lithium digunakan bersamaan dengan benzodiazepine untuk pemeliharaan. Pada fase depresif gangguan bipolar,lithium sering dikombinasi dengan antidepresan.8,12 Efek Samping •

Efek neurologis: tremor, koreoatetosis, hiperaktivitas motorik, ataksia, disartria dan afasia. •

Efek pada fungsi tiroid: dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid tapi efeknya reversibel dan

nonprogresif. Beberapa pasien mengalami pembesaran kelenjar gondok dan gejala-gejala

hipotiroidisme. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengukuran kadar TSH serum setiap 6-12 bulan.

Efek pada ginjal: polidipsi dan poliuri sering ditemukan namun bersifat reversibel. Beberapa

literatur menerangkan bahwa terapi lithium jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi ginjal

termasuk nefritis interstitial kronis dan glomerulopati perubahan minimal dengan sindrom

nefrotik. Penurunan laju filtrasi glomerulus telah ditemukan tapi tidak ada contoh mengenai

azotemia maupun gagal ginjal. Tes fungsi ginjal harus dilakukan secara periodik untuk

mendeteksi perubahan-perubahan pada ginjal.

Page 29: GANGGUAN JIWA

Edema: Hal ini mungkin terkait dengan efeklithium pada retensi natrium. Peningkatan berat

badan pada pasien diduga karena edema namun pada 30% pasien tidak mengalami peningkatan

berat badan.

Efek pada jantung: Ionlithium dapat menekan pada nodus sinus sehingga sindrom bradikardi

dan takikardi merupakan kontraindikasi penggunaanlithium.

Efek pada kehamilan dan menyusui: Laporan terdahulu menyatakan peningkatan frekuensi

kelainan jantung pada bayi dengan ibu yang mengkonsumsilithium terutama anomali Ebstein.

Namun data terbaru menyebutkan resiko efek teratogenik relatif rendah.

39 Lithium didapatkan pada air susu dengan kadar sepertiga sampai

setengah dari kadar serum. Toksisitas pada bayi dimanifestasikan dengan letargi, sianosis, reflek

moro dan reflek hisap berkurang dan hepatomegali.

Efek lainnya: Telah dilaporkan efek erupsi jerawat dan folikulitis pada penggunaanlithium. Leukositosis selama pengobatan dengan lithium selalu ada yang merefleksikan efek langsung pada leukopoiesis.8 Preparat yang Tersedia Lithium carbonate (generik, Eskalith)

Oral: 150; 300; 600 mg kapsul, 300 mg tablet, 8 meq/5 mL sirup, 300; 450

mg tablet sustained release

300 mg lithium carbonate setara dengan 8,12 meq Li

Dosis: 250-500 mg/hari

ASAM VALPROAT (VALPROIC ACID;VALPRO ATE)

Obat ini merupakan suatu agen untuk epilepsi dan telah terbukti memiliki efek

antimania.Valproate manjur untuk pasien-pasien yang gagal memberikan respon terhadaplithium.

Page 30: GANGGUAN JIWA

Secara keseluruhan,valroate menunjukkan keberhasilan yang setara denganlithium pada awal

minggu pengobatan. Kombinasivalproate dengan obat-obatan psikotropik lainnya mungkin dapat

digunakan dalam pengelolaan fase kedua pada penyakit bipolar yang umumnya dapat ditoleransi

dengan baik.

Valproatetelah diakui sebagai pengobatan lini pertama untuk mania. Banyak dokter tidak setuju untuk menggabungkanvalproate dengan lithium pada pasien yang respon terhadap salah satu agen.8 Preparat yang Tersedia Valproic acid (generik, Depakene) Oral: 250 mg kapsul, 250 mg/5 mL sirup Dosis: 3 x 250 mg/hari CARBAMAZEPINE 40 Carbamazepine telah dianggap sebagai alternatif yang pantas untuk lithiumjika lithium kurang optimal. Obat ini dapat digunakan untuk mengobati mania akut dan juga untuk terapi profilaksis. Efek sampingcarbamazepine pada umumnya tidak lebih besar dari lithium dan kadang bahkan lebih rendah. Carbamazepine dapat digunakan

sendiri atau pada pasien yang refrakter dapat dikombinasi denganlithium. Cara

kerjacarbamazepine tidak jelas, tetapi dapat mengurangi sensitisasi otak terhadap perubahan

mood. Mekanisme tersebut mungkin serupa dengan efek antikonvulsinya. Meskipun efek

diskrasia darah menonjol pada penggunaannya sebagai antikonvulsi, namun tidak menjadi

masalah besar pada penggunaanya sebagai penstabil mood.8

Preparat yang Tersedia Carbamazepine (generic, Tegretol) Oral: 200 mg tablet; 100 mg tablet kunyah, 100 mg/5 mL suspensi, 100; 200; 400 mg tablet extended-release, 200; 300 mg kapsul Dosis: 400-600 mg/hari 2.8. PROGNOSIS

Banyak penelitian mengenai perjalanan penyakit dan prognosis gangguan suasana

perasaan (mood [afektif]) memberikan kesimpulan bahwa penyakit ini memiliki perjalanan yang

panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan.

Prognosa baik apabila: •

Episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik •

Perawatan di rumah sakit hanya singkat, tidak lebih dari sekali perawatan

Page 31: GANGGUAN JIWA

Selama masa remaja memuliki riwayat persahabatan yang erat dan baik •

pasien mempunyai hubungan psikososial yang baik dan kokoh •

Fungsi keluarga yang stabil dan baik •

Tidak ada gangguan psikiatri komorbid •

Tidak ada gangguan kepribadian.5 41 Prognosa buruk apabila:

Adanya penyerta gangguan distimik •

Penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lainnya •

Gejala gangguan kecemasan •

Riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya. •

Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu dibandingkan perempuan.2

Gangguan depersif berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini

cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung mengalami relaps. Pasien dengan

gangguan bipolar memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan

depresif berat. Sepertiga dari semua pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan bukti-

bukti penurunan sosial yang bermakna.2

Page 32: GANGGUAN JIWA

Prognosa buruk apabila: •

Adanya penyerta gangguan distimik •

Penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lainnya •

Gejala gangguan kecemasan •

Riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya. •

Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu dibandingkan perempuan.2

Gangguan depersif berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini

cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung mengalami relaps. Pasien dengan

gangguan bipolar memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan

depresif berat. Sepertiga dari semua pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan bukti-

bukti penurunan sosial yang bermakna.2

Page 33: GANGGUAN JIWA

Rabu, 07 April 2010

GANGGUAN KEPRIBADIAN (PERSONALITY DISORDER)

Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit mental di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi. Ada banyak jenis spesifik gangguan kepribadian. Secara umum, memiliki gangguan kepribadian berarti memiliki kaku dan berpotensi merusak diri sendiri atau merendahkan diri-pola berpikir dan berperilaku tidak peduli pada situasinya. Hal ini menyebabkan stress dalam hidup atau gangguan dari kemampuan untuk beraktivitas rutin di tempat kerja, sekolah atau situasi sosial lain.

Gangguan-gangguan dalam kategori ini bersumber dari perkembangan kepribadian yang tidak masak dan menyimpang. Kerena mengalami proses perkembangan yang tidak semestinya, individu-individu tertentu memiliki cara

Page 34: GANGGUAN JIWA

pandang, cara pikir dan berhubungan dengan dunia sekelilingnya secara maladaptif. Akibatnya, mereka tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan dalam kasus-kasus tertentu mereka menjadi menderita.

Dalam beberapa kasus, kemungkinan penderita tidak menyadari bahwa mereka memiliki gangguan kepribadian karena cara berpikir dan berperilaku tampak alami bagi si penderita, dan penderita mungkin menyalahkan orang lain atas keadaannya.

Kepribadian adalah kombinasi dari pikiran, emosi dan perilaku yang membuat seseorang unik, berbeda satu sama lain. Ini cara melihat, memahami dan berhubungan dengan dunia luar, dan juga bagaimana seseorang melihat diri sendiri. Bentuk kepribadian selama masa kanak-kanak, dibentuk melalui interaksi dari dua faktor:

Warisan kecenderungan atau gen. Ini adalah aspek kepribadian yang diturunkan kepada seseorag dari oleh orang tua, seperti rasa malu atau pandangan terhadap kebahagiaan. Hal ini kadang-kadang disebut temperamen bersifat "alami" dan merupakan bagian dari pola asuh dan "konflik".

Lingkungan, atau situasi kehidupan. Lingkungan tempat seseorang dibesarkan, hubungan dengan anggota keluarga dan orang lain juga turut berpengaruh dalam pembentukan kepribadian. Ini mencakup beberapa hal seperti jenis pola pengasuhan yang dialami seseorangapakah itu dengan penuh cinta atau kekerasan.

Gangguan kepribadian dianggap disebabkan oleh kombinasi genetik dan pengaruh lingkungan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa memiliki kerentanan genetik untuk mengembangkan sebuah gangguan kepribadian dan situasi kehidupan dapat memicu perkembangan gangguan kepribadian.

Ada tiga kelompok gangguan utama dalam kategori ini, yaitu gangguan kepribadian, kepribadian antisosial, dan perilaku kriminal.

GANGGUAN KEPRIBADIAN

Penderita jenis gangguan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Hubungan pribadinya dengan orang lain terganggu, dalam arti sikap dan perilakunya cenderung merugikan orang lain.

Page 35: GANGGUAN JIWA

Memandang bahwa kesulitannya disebabkan oleh nasib buruk atau perbuatan jahat orang lain. Dengan kata lain, penderita gangguan ini tidak pernah merasa bersalah.

tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap orang lain: bersikap manipulatif atau senang mengakali, mementingkan diri sendiri, tidak punya rasa bersalah, dan tidak mengenal rasa sesal bila mencalakakan orang lain.

Celakanya, orang ini tidak pernah dapat melepaskan diri dari pola tingkah lakunya yang maladaptif itu.

Selalu menghindari tanggung jawab atas masalah-masalah yang mereka timbulkan.

Selain itu, gangguan ini lebih merupakan gangguan terhadapa nama baik si penderita (disorders of reputation). Artinya, masalahnya lebih berupa akibat tidak menyenangkan dari tindakan sipenderitan terhadap orang lain, bukan berupa penderitaan yang harus ditanggung oleh yang bersangkutan, seperti misalnya pada kasus neurosis. Dalam kasus neurosis, yang menderita dan merasa tidak bahagia adalah penderita itu sendiri. Sebaliknya dalam gangguan kepribadian ini yang menjadi korban perbuatan tidak bertanggung jawab dari si penderita. Penderita sendiri hanya mengalami reputasi yang buruk, yang bagi penderita gangguan ini sama sekali bukan soal.

Beberapa jenis gangguan kepribadian yang cukup menonjol adalah kepribadian paranoid-skizoid-skizotipe, kepribadian histrionik-narcisistik-antisosial, dan kepribadian aviodan-tergantung-kompulsif-agresif pasif.

Kepribadian Paranoid, Skizoid, dan Skizotipe

Penderita ketiga jenis gangguan ini berperilaku eksentrik, ditambah beberapa kekhususan sebagai berikut:

Kepribadian Paranoid memiliki ciri-ciri tambahan: serba curiga; hipersensitif atau sangat perasa; rigid atau kaku; mudah iri; sangat egois; argumentatif atau suka menentang; suka menyalahkan orang lain; suka menuduh orang lain jahat.

Kepribadian Skizoid memiliki ciri-ciri khas: tidak mampu dan menghindari menjalin hunbungan sosial; terkesan dingin dan tidak akrab atau tidak ramah; tidak terampil bergaul dan suka menyendiri.

Kepribadian Skizotipe memiliki ciri-cri khas: suka menyendiri; suka menghindari oang lain; egosentrik; dihantui oleh pikiran-pikiran autistik, yaitu pikiran-pikiran yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain selain oleh dirinya sendiri, dan takhayul-takhayul; dan amat perasa.

Gangguan Kepribadian Historik, Narcisistik, dan Antisosial

Page 36: GANGGUAN JIWA

Penderita ketiga jenis gangguan ini memiliki ciri umum berperilaku dramatik atau penuh aksi serba menonjolkan diri, emosional, dan eratik atau aneh-aneh, di samping beberapa ciri khusus sebagai berikut:

Kepribadian Histrionik: tidak matang; emosinya labil; haus akan hal-hal yang serba menggairahkan (excitement); senang mendramatisasi diri secara berlebihan untuk mencari perhatian; penyesuaian seksual dan hubungan pribadinya kacau; tergantung, tak berdaya, dan mudah ditipu; egois, congkak, sangat haus akan pengukuhan orang lain; sangat reaktif; dangkal atau picik, dan tudal tulus.

Kepribadian Narcisistik: merasa diri penting dan haus akan perhatian dari orang lain; selalu menuntut perhatian dan perlakuan istimewa dari orang lain; sangat peka pada pandangan orang lain terhadap dirinya (harga dirinya rapuh); bersikap exploitatif: memikirkan kepentingannya sendir, mangabaikan hak dan perasaan orang lain.

Kepribadian Antisosial: selalu melanggar hak orang lain lewat perilaku agresif, antisosial, dan tanpa rasa sesal; tidak sedikit diantara penderita cukup cerdas dan pandai menampilkna diri secara meyakinkan untuk menjadi penipu ulung.

Gangguan Kepribadian Avoidan, Tergantung, Kompulsif, dan Agrasif Pasif

Penderita dalam kategori ini memiliki ciri umum diliputi kecemasan dan rasa takut, sehingga kadang-kadang susah dibedakan dari penderita neurosis, ditambah ciri-ciri khusus sebagai berikut:

Kepribadian Avoidan tau menghindar: sangat peka terhadap penolakan atau hinaan orang lain; cenderung mudah mempersepsikan olok-olokan atau pelecehan yang belum tentu benar; pergaulan sempit dan segan emnjalin pergaulau; takut bergaul dengan orang lain disebabkan takut untuk dikritik atau ditolak, kendati sering merasa butuh afeksi dari orang lain dan merasa sepi; merasa sedih karena tidak punya teman, dan ketidakmampuan bergaul tersebut menjadi sumber kesusahan dan penyebab harga dirinya yang rendah.

Kepribadian Tergantung: sangat tergantung pada orang lain dan merasa tidak berdaya, kendati sesungguhnya tidak demikian; dapat berfungsi baik sepanjang tidak dituntut melakukan sesuatu seorang diri.

Kepribadian Kompulsif: memiliki perhatian yang berlebihan pada aturan-atiran, ketertiban, efisiensi, dan pada pekerjaan; menginginkan semua orang bekerja seperti dirinya; tidak mampu mengungkapkan sikap dan perasaan hangat; perilakunya serba terhambat, sangat perasa, namun juga sangat rajin; kepribadiannya kaku; sulit untuk bersantai; sangat memperhatikan hal kecil-kecil; dan sangat sulit membagi waktu.

Page 37: GANGGUAN JIWA

Kepribadian Agresif-pasif. Simtom ini sesungguhnya merupakan sikap bermusuhan yang diungkapkan lewat cara-cara yang bersifat tidak langsung dan bukan melalui kekerasan. Sebagai contoh, untuk mengungkapkan kebenciannya pada majikan yang lalim, seorang pembantu sengaja senang menangguhkan atau menghambat-hambat pelaksanaan pekerjaan, bersikap keras kepala, sengaja bekerja tidak efisien, dan sebagainya. Beberapa ciri khasnya adalah: tidak suka patuh pada tuntutan orang lain; benci pada figur otoritas, tetapi takut menyatakan atau mengungkapkannya (tidak asertif).

Gangguan-gangguan ini diduga dapat disebabkan oleh faktor bawaan (masih hipotesis); faktor psikososial, seperti pola hubungan keluarga yang patogenik; dan faktor sosiokultural, seperti munculnya sistem nilai dan pola perilaku tertentu yang jauh berbeda dari yang lazim berlaku di masyarakat akibat kondisi kemiskinan. Misalnya, dalam bentuk standar yang sangat longgar tentang kejujuran, tanggung jawab sosial, dan sebagainya.

Penderita aneka jenis gangguan ini biasanya sulit ditangani untuk ditolong. Mereka harus dipaksa. Usaha memberikan pertolongan biasanya lebih efektif bila dilakukan dalam lingkungan tertentu yang membatasi runga gerak penderita, misalnya di penjara atau pusat rehabilitasi lainnya. Penanganan di luar jarang berhasil.

GANGGUAN KEPRIBADIAN MENURUT DSM-IV-TR Kelompok A (odd/eccentric cluster)

Terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan schizotypal. Individu dalam kelompok ini menampilkan perilaku yang aneh dan eksentrik.

Kelompok B (dramatic/erratic cluster)

Terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, borderline, histrionic, dan narcissistic. Individu dalam kelompok ini menampilkan perilaku yang dramatik atau berlebih-lebihan, emosional dan eratik (tidak menentu atau aneh).

Kelompok C (anxious/fearful cluster)

Page 38: GANGGUAN JIWA

Terdiri dari gangguan kepribadian avoidant, dependent, dan obsessive- compulsive. Individu dalam kelompok ini menampilkan perilaku cemas dan ketakutan.

KELOMPOK A (ODD/ECCENTRIC CLUSTER)

Paranoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Paranoid)

Individu yang mengalami gangguan kepribadian paranoid biasanya ditandai dengan adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan yang kuat terhadap orang lain. Mereka juga diliputi keraguan yang tidak beralasan terhadap kesetiaan orang lain atau bahwa orang lain tersebut dapat dipercaya.

Orang-orang yang mengalami gangguan ini merasa dirinya diperlakukan secara salah dan dieksploitasi oleh orang lain sehingga berperilaku selalu waspada terhadap orang lain.

Mereka sering kali kasar dan mudah marah terhadap apa yang mereka anggap sebagai penghinaan. Individu semacam ini enggan mempercayai orang lain dan cenderung menyalahkan mereka serta menyimpan dendam meskipun bila ia sendiri juga salah. Mereka sangat pencemburu dan tanpa alasan dapat mempertanyakan kesetiaan pasangannya.

Individu dengan gangguan ini tidak mampu terlibat secara emosional dan menjaga jarak dengan orang lain, mereka tidak hangat. Gangguan kepribadian paranoid paling banyak terjadi pada kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Gangguan ini banyak dialami bersamaan dengan gangguan kepribadian schizotipal, borderline, dan avoidant. Prevalensi pada gangguan ini adalah berkisar 2 persen dari populasi pada umumnya.

Gangguan paranoid memiliki perbedaan diagnosis dengan skizofrenia, karena pada gangguan paranoid tidak muncul simtom halusinasi dan delusi. Perbedaannya dengan gangguan borderline adalah gangguan paranoid lebih sulit untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan perbedaannya dengan gangguan antisosial adalah paranoid tidak memiliki sejarah antisosial.

Page 39: GANGGUAN JIWA

Perbedaannya dengan schizoid adalah gangguan ini tidak memiliki ide-ide paranoid atau tidak memiliki kecurigaan.

Schizoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Skizoid)

Individu yang mengalami gangguan ini tidak menginginkan atau menikmati hubungan sosial dan biasanya tidak memiliki teman akrab. Mereka tampak tumpul, datar, dan menyendiri serta tidak memiliki perasaan yang hangat dan tulus terhadap orang lain. Mereka jarang memiliki emosi kuat, tidak tertarik pada hubungan seks, serta bersikap masa bodoh terhadap pujian, kritik, dan perasaan orang lain. Individu yang mengalami gangguan ini adalah seorang penyendiri dan menyukai kegiatan yang dilakukan sendirian.

Individu dengan gangguan kepribadian skizoid menampilkan perilaku menarik diri, mereka merasa tidak nyaman bila berinteraksi dengan orang lain, cenderung introvert. Mereka terlihat sebagai individu yang eksentrik, terkucil, dingin, dan penyendiri. Dalam kesehariannya, individu lebih menyenangi kegiatan yang tidak melibatkan orang lain dan berhasil pada bidang-bidang yang tidak melibatkan orang lain. Prevalensi gangguan skizoid diperkirakan 7,5 persen dari populasi. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan diperkirakan 2 : 1 untuk laki-laki.

Schizotypal Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Skizotipal)

Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal biasanya memiliki kepercayaan yang aneh. Mereka memiliki pemikiran yang ajaib/aneh (magical), ide-ide yang ganjil, ilusi, dan derealisasi yang mereka tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Individu dengan gangguan ini memiliki masalah dalam berpikir dan berkomunikasi. Dalam pembicaraan, mereka dapat menggunakan kata-kata dengan cara yang tidak umum dan tidak jelas sehingga hanya diri mereka saja yang mengerti artinya.

Dari perilaku dan penampilan, mereka juga tampak eksentrik. Sebagai contoh, mereka berbicara kapada diri sendiri dan memakai pakaian yang kotor serta kusut. Ciri yang umum terjadi adalah ideas of reference (keyakinan bahwa berbagai kejadian memiliki makna khusus dan tidak biasa bagi orang yang bersangkutan), kecurigaan, dan pikiran paranoid. Mereka pun memiliki kemampuan yang rendah dalam berinteraksi dengan orang lain

Page 40: GANGGUAN JIWA

dan kadang kala bertingkah laku aneh sehingga akhirnya mereka sering kali terkucil dan tidak memiliki banyak teman.

Prevelensi gangguan ini diperkirakan kurang dari 1 persen. Gangguan kepribadian skizotipal lebih banyak muncul pada keluarga yang memiliki penderita skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal adalah titik awal dari skizofrenia. Walaupun sama-sama muncul simtom halusinasi, namun perbedaan gangguan ini dengan gangguan skizofrenia adalah halusinasi pada skizotipal biasanya berlangsung dalam waktu singkat.

Etiologi Kelompok A

Berbagai studi tentang keluarga memberikan beberapa bukti bahwa gangguan kepribadian kelompok A berhubungan dengan skizofrenia. Pada gangguan skizotipal, pasien mengalami kelemahan kognitif dan kurangnya fungsi neuropsikologis yang sama dengan terjadinya skizofrenia. Selain itu, pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal memiliki rongga otak yang lebih besar dan lebih sedikit bagian abu-abu di lobus temporalis.

KELOMPOK B (DRAMATIC/ERRATIC CLUSTER)

Borderline Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Ambang)

Disebut dengan kepribadian ambang (borderline) karena berada di perbatasan antara gangguan neurotik dan skizofrenia. Ciri-ciri utama gangguan ini adalah impulsivitas dan ketidakstabilan dalam hubungan dengan orang lain dan memiliki mood yang selalu berubah-ubah. Contohnya, sikap dan perasaan terhadap orang lain dapat berubah-ubah secara signifikan dan aneh dalam kurun waktu yang singkat. Individu yang mengalami gangguan borderline memiliki karakter argumentatif, mudah tersinggung, sarkastik, cepat menyerang, dan secara keseluruhan sangat sulit untuk hidup bersama mereka.

Perilaku mereka yang tidak dapat diprediksi dan impulsif, boros, aktivitas seksual yang tidak pandang bulu, penyalahgunaan zat, dan makan berlebihan, berpotensi merusak diri sendiri. Mereka tidak tahan berada dalam kesendirian, memiliki rasa takut diabaikan, dan menuntut perhatian.

Page 41: GANGGUAN JIWA

Mudah mengalami perasaan depresi dan perasaan hampa yang kronis, mereka sering kali mencoba bunuh diri.

Gangguan kepribadian borderline bermula pada masa remaja atau dewasa awal, dengan prevelensi sekitar 1 persen, dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.

Etilogi Gangguan Kepribadian Borderline

Penyebab terjadinya gangguan kepribadian borderline antara lain dapat dijelaskan oleh kedua pandangan berikut:

Faktor biologis

Faktor-faktor biologis antara lain disebabkan oleh faktor genetis. Gangguan kepribadian borderline dialami oleh lebih dari satu anggota dalam satu keluarga. Beberapa data menunjukkan adanya kelemahan fungsi lobus frontalis, yang sering diduga berperan dalam perilaku impulsif. Individu dengan gangguan borderline mengalami peningkatan aktivasi amigdala, suatu struktur dalam otak yang dianggap sangat penting dalam pengaturan emosi.

Object Relations TheoryTeori ini merupakan teori dari psikoanalisa yang memfokuskan diri

pada bagaimana cara anak mengintroyeksikan nilai-nilai dan gambaran yang berhubungan dengan orang-orang yang dianggap penting dalam hidupnya, misalnya orang tua. Dengan kata lain, fokus dari teori ini adalah cara anak mengidentifikasikan diri dengan orang lain di mana ia memiliki emotional attachment yang kuat dengan orang tersebut. Orang-orang yang diintroyeksikan tersebut menjadi bagian dari ego si anak pada masa dewasa, tetapi dapat menimbulkan konflik dengan harapan, tujuan, dan ideal-idealnya. Teori ini beranggapan bahwa individu bereaksi terhadap dunia melalui perspektif dari orang-orang penting dalam hidupnya pada masa lalu, terutama orang tua atau caregiver. Terkadang perspektif tersebut berlawanan harapan dan minat dari individu yang bersangkutan. Otto Kernberg, salah seorang tokoh dalam teori ini menyatakan bahwa pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa kanak-kanak, misalnya mempunyai orang tua yang memberikan cinta dan perhatian secara tidak

Page 42: GANGGUAN JIWA

konsisten (menghargai prestasi anak, tetapi tidak dapat memberikan dukungan emosional dan kehangatan), dapat menyebabkan anak mengembangkan insecure egos (bentuk umum dari gangguan kepribadian borderline).

Individu dengan gangguan kepribadian borderline sering kali mengembangkan mekanisme defense yang disebut splitting, yaitu mendikotomikan objek menjadi semuanya baik atau semuanya buruk dan tidak dapat mengintegrasikan aspek positif dan negatif orang lain atau diri menjadi suatu keutuhan. Hal itu menimbulkan kesulitan yang ekstrem dalam meregulasi emosi karena individu borderline melihat dunia, termasuk dirinya sendiri, dalam dikotomi hitam-putih. Bagaimanapun juga, defense ini melindungi ego yang lemah dari kecemasan yang tidak dapat ditoleransi.

Beberapa hasil penelitian juga mendukung teori ini. Individu yang mengalami gangguan kepribadian borderline menyatakan kurangnya kasih sayang dari ibu. Mereka memandang keluarga mereka tidak ekspresif secara emosional, tidak memiliki kedekatan emosional, dan sering terjadi konflik dalam keluarga. Selain itu, mereka biasanya juga mengalami kekerasan seksual dan fisik serta sering mengalami perpisahan dengan orang tua pada masa kanak-kanak.

Bagaimanapun juga, hasil-hasil penelitian tersebut masih belum dapat menyatakan secara jelas apakah pengalaman-pengalaman itu memang hanya dialami oleh mereka dengan gangguan kepribadian borderline saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu yang mengalami gangguan kepribadian borderline mempunyai pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan. Namun belum jelas apakah pengalaman tersebut bersifat spesifik bagi gangguan ini.Linehan’s Diathesis-Stress Theory

Menurut teori ini, gangguan kepribadian borderline berkembang ketika individu dengan diatesis biologis (kemungkinan genetis) di mana ia mengalami kesulitan untuk mengontrol emosi, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang salah (invalidating). Dalam teori ini, diatesis biologis disebut sebagai emotional dysregulation. Sedangkan invalidating experience adalah pengalaman di mana keinginan dan perasaan individu diabaikan dan tidak dihormati; usaha individu untuk mengkomunikasikan perasaannya tidak dipedulikan atau bahkan diberi hukuman. Salah satu contoh ekstremnya adalah kekerasan pada anak, baik secara seksual maupun nonseksual.

Page 43: GANGGUAN JIWA

Dengan kata lain, emotional dysregulation saling berinteraksi dengan invalidate experience anak yang sedang berkembang. Hal itulah yang kemudian memicu perkembangan kepribadian borderline.

Histrionic Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Histrionik)

Gangguan kepribadian histrionik sebelumnya dikenal disebut kepribadian histerikal, ditegakkan bagi orang-orang yang selalu dramatis dan mencari perhatian. Mereka sering kali menggunakan ciri-ciri penampilan fisik yang dapat menarik perhatian orang kepada dirinya, misalnya pakaian yang mencolok, tata rias, atau warna rambut. Mereka berpusat pada diri sendiri, terlalu mempedulikan daya tarik fisik mereka, dan merasa tidak nyaman bila tidak menjadi pusat perhatian. Mereka dapat sangat provokatif dan tidak senonoh secara seksual tanpa mempedulikan kepantasan serta mudah dipengaruhi orang lain.

Diagnosis ini memiliki prevelensi sekitar 2 persen dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Gangguan kepribadian histrionik lebih banyak terjadi pada mereka yang mengalami perpisahan atau perceraian, dan hal ini diasosiasikan dengan depresi dan kesehatan fisik yang buruk. Gangguan ini sering muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian borderline.

Etiologi Gangguan Kepribadian HistrionikGangguan ini dijelaskan berdasarkan pendekatan psikoanalisa.

Perilaku emosional dan ketidaksenonohan secara seksual didorong oleh ketidaksenonohan orang tua, terutama ayah terhadap anak perempuannya. Kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian dipandang sebagai cara untuk mempertahankan diri dari perasaan yang sebenarnya yaitu self-esteem yang rendah.

Narcissistic Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Narsistik)

Individu dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki pandangan berlebihan mengenai keunikan dan kemampuan mereka. Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan berharap mendapatkan perlakuan yang khusus pula. Oleh sebab itu, mereka sulit menerima kritik dari orang lain. Hubungan interpersonal mereka terhambat karena kurangnya empati, perasaan iri, dan arogansi, dan memanfaatkan/menghendaki orang lain melakukan sesuatu yang istimewa untuk mereka tanpa perlu dibalas. Individu pada gangguan ini

Page 44: GANGGUAN JIWA

sangat sensitif terhadap kritik dan takut akan kegagalan. Terkadang mereka mencari sosok lain yang dapat mengidealkan karena mereka kecewa terhadap diri sendiri, tetapi mereka biasanya tidak mengizinkan siapa pun untuk benar-benar berhubungan dekat dengan mereka.

Hubungan personal mereka sedikit dan dangkal; ketika orang lain menjatuhkan harapan mereka yang tidak realistis, mereka akan marah dan menolak. Prevelensi gangguan ini kurang dari 1 persen.

Etiologi Gangguan Kepribadian NarsistikPenyebab gangguan kepribadian narsistik dapat dipandang dari segi

psikoanalisa. Orang yang mengalami gangguan ini dari luar tampak memiliki perasaan yang luar biasa akan pentingnya dirinya. Namun dipandang dari psikoanalisa, karakteristik tersbut merupakan topeng bagi self-esteem yang rapuh.

Menurut Heinz Kohut, self muncul pada awal kehidupan sebagai struktur bipolar dengan immature grandiosity pada satu sisi dan overidealisasi yang bersifat dependen di sisi lain. Kegagalan mengembangkan self-esteem yang sehat terjadi bila orang tua tidak merespons dengan baik kompetensi yang ditunjukkan oleh anak-anaknya. Dengan demikian, anak tidak bernilai bagi harga diri mereka sendiri, tetapi bernilai sebagai alat untuk meningkatkan self-esteem orang tua.Antisocial Personality Disorder and Psychopathy (Gangguan Kepribadian Antisosial dan Psikopati)

Orang dewasa yang mengalami gangguan antisosial menunjukkan perilaku tidak bertanggung jawab dan antisosial dengan bekerja secara tidak konsisten, melanggar hukum, mudah tersinggung, agresif secara fisik, tidak mau membayar hutang, sembrono, ceroboh, dan sebagainya. Mereka impulsif dan tidak mampu membuat rencana ke depan. Mereka sedikit atau bahkan tidak merasa menyesal atas berbagai tindakan buruk yang mereka lakukan. Gangguan ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan lebih banyak terjadi di kalangan anak muda daripada dewasa yang lebih tua. Gangguan ini lebih umum terjadi pada orang dengan status sosioekonomi rendah.

Sementara itu, salah satu karakteristik psychopathy adalah kemiskinan emosi, baik positif maupun negatif. Orang-orang psychopathy tidak memiliki rasa malu, bahkan perasaan mereka yang tampak positif terhadap orang lain hanyalah sebuah kepura-puraan. Penampilan psikopat menawan dan

Page 45: GANGGUAN JIWA

memanipulasi orang lain untuk memperoleh keuntungan pribadi. Kadar kecemasan yang rendah membuat psikopat tidak mungkin belajar dari kesalahannya. Kurangnya emosi positif mendorong mereka berperilaku secara tidak bertanggung jawab dan berperilaku kejam terhadap orang lain.

Etiologi Gangguan Kepribadian Antisosial dan PsychopathyPenyebab gangguan ini berkaitan dengan peran keluarga. Kurangnya

afeksi dan penolakan berat orang tua merupakan penyebab utama perilaku psychopathy. Selain itu, juga disebabkan oleh tidak konsistennya orang tua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain. Orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh kehilangan orang tua. Di samping itu, ayah dari penderita psikopat kemungkinan memiliki perilaku antisosial. Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk juga dapat menyebabkan gangguan ini.

KELOMPOK C (ANXIOUS/FEARFUL CLUSTER)Seperti yang telah disebutkan, kelompok ini terbagi menjadi tiga

gangguan kepribadian, yaitu:Avoidant personality disorder, yaitu gangguan pada individu yang memiliki

ketakutan dalam situasi sosial.Dependent personality disorder, yaitu gangguan pada individu yang kurang

percaya diri dan sangat bergantung pada orang lain.Obsessive-compulsive personality disorder, yaitu gangguan pada individu

yang mempunyai gaya hidup yang perfeksionis.Berikut ini akan dijelaskan secara lebih rinci tentang ketiga gangguan

kepribadian tersebut.

Avoidant Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Menghindar)

Individu dengan gangguan ini adalah individu yang memiliki ketakutan yang besar akan kemungkinan adanya kritik, penolakan atau ketidaksetujuan, sehingga merasa enggan untuk menjalin hubungan, kecuali ia yakin bahwa ia akan diterima. Individu tersebut bahkan terkadang menghindari pekerjaan yang banyak memerlukan kontak interpersonal. Dalam situasi sosial, ia sangat mengendalikan diri (kaku) karena sangat amat takut mengatakan sesuatu

Page 46: GANGGUAN JIWA

yang bodoh atau dipermalukan atau tanda-tanda lain dari kecemasan. Ia merasa yakin bahwa dirinya tidak kompeten dan inferior, serta tidak berani mengambil risiko atau mencoba hal-hal baru.

Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dari avoidant personality disorder adalah sebagai berikut:

Penghindaran terhadap kontak interpersonal karena takut kritik dan penolakan.

Ketidakmampuan untuk terlibat dengan orang lain kecuali ia merasa yakin akan disukai atau diterima.

Kekakuan dalam hubungan yang intim karena takut dipermalukan atau dicemooh.

Perhatian yang berlebihan terhadap kritik atau penolakan.Perasaan tidak mampu.Perasaan inferior.Keengganan yang ekstrem untuk mencoba hal-hal baru karena takut

dipermalukan.

Prevalensi dari gangguan ini sekitar 5 persen dan sering muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian dependen dan borderline. Avoidant personality disorder juga sering bercampur dengan diagnosis Axis I depresi dan generalized social phobia. Gangguan ini memiliki gejala yang serupa dengan generalized social phobia, tetapi gangguan ini sebenarnya merupakan jenis generalized social phobia yang lebih kronik.

Baik avoidant personality disorder atau social phobia berhubungan dengan gejala yang muncul di Jepang, yang disebut dengan taijin kyoufu. ”Taijin” berarti interpersonal dan ”kyoufu” berarti takut. Seperti pada avoidant personality disorder dan social phobia, individu yang mengalami taijin kyoufu sangat sensitif dan menghindari kontak interpersonal. Namun, hal yang ditakuti berbeda dengan hal-hal yang umumnya ditakuti pada diagnosis DSM. Individu dengan taijin kyoufu cenderung cemas atau malu tentang bagaimana ia mempengaruhi atau tampak di depan orang lain, misalnya takut bahwa mereka tampak jelek atau bau.

Dependent Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Dependen)

Page 47: GANGGUAN JIWA

Ciri utama dari gangguan kepribadian dependen adalah kurangnya rasa percaya diri dan otonomi. Individu dengan gangguan kepribadian ini memandang dirinya lemah dan orang lain lebih kuat. Ia juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk diperhatikan atau dijaga oleh orang lain yang sering kali menyebabkan munculnya perasaan tidak nyaman ketika sendirian. Ia mengesampingkan kebutuhannya sendiri untuk meyakinkan bahwa ia tidak merusak hubungan yang telah terjalin dengan orang lain. Ketika hubungan dekat berakhir, individu yang mengalami gangguan ini segera berusaha menjalin hubungan lain untuk menggantikan hubungan yang telah berakhir tersebut.

Kriteria dalam DSM pada umumnya mendeskripsikan individu yang mengalami gangguan kepribadian dependen sebagai orang yang sangat pasif, misalnya memiliki kesulitan dalam memulai sesuatu atau mengerjakan sesuatu sendiri, tidak mampu menolak, dan meminta orang lain mengambil keputusan untuk dirinya. Bagaimanapun juga, penelitian mengindikasikan bahwa sifat-sifat pasif tersebut tidak mencegah individu melakukan hal-hal penting untuk menjaga hubungan dekat, misalnya menjadi sangat penurut dan pasif, tetapi dapat juga mengambil langkah aktif untuk menjaga hubungan.

Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria gangguan kepribadian dependen yaitu sebagai berikut:

Kesulitan dalam mengambil keputusan tanpa nasihat dan dukungan yang berlebihan dari orang lain.

Kebutuhan terhadap orang lain untuk memikul tanggung jawab dalam hidupnya.

Kesulitan dalam mengatakan atau melakukan penolakan terhadap orang lain karena takut kehilangan dukungan dari orang lain.

Kesulitan dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu sendiri karena kurang percaya diri.

Melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan baginya sebagai cara untuk memperoleh penerimaan dan dukungan dari orang lain.

Perasaan tidak berdaya ketika sendiri karena kurang percaya pada kemampuan diri dalam menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Page 48: GANGGUAN JIWA

Segera mencari hubungan baru ketika hubungan yang sedang terjalin telah berakhir.

Sangat ketakutan untuk mengurus atau menjaga diri sendiri.

Prevalensi dari gangguan ini adalah sekitar 1,5 persen, lebih banyak ditemukan di India dan Jepang. Hal itu kemungkinan dikarenakan lingkungan di kedua negara tersebut yang memicu perilaku dependen. Gangguan kepribadian ini muncul lebih banyak pada wanita daripada pria, kemungkinan karena perbedaan pengalaman sosialisasi pada masa kanak-kanak antara wanita dan pria. Gangguan kepribadian dependen sering kali muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian borderline, skizoid, histrionik, skizotipal, dan avoidant, sama seperti diagnosis Axis I gangguan bipolar, depresi, gangguan kecemasan, dan bulimia.

Obsessive-Compulsive Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif)

Individu dengan obsessive-compulsive personality bersifat perfeksionis, sangat memperhatikan detail, aturan, jadwal, dan sebagainya. Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif sangat memperhatikan detail sehingga kadang ia tidak dapat menyelesaikan hal yang dikerjakannya. Ia lebih berorientasi pada pekerjaan daripada bersantai-santai dan sangat sulit mengambil keputusan karena takut membuat kesalahan. Selain itu, ia juga sangat sulit mengalokasikan waktu karena terlalu memfokuskan diri pada hal-hal yang tidak seharusnya. Biasanya ia memiliki hubungan interpersonal yang kurang baik karena keras kepala dan meminta segala sesuatu dilakukan sesuai dengan keinginannya. Istilah yang umum digunakan sebagai julukan bagi individu seperti itu adalah “control freak”. Individu dengan gangguan kepribadian ini pada umumnya bersifat serius, kaku, formal dan tidak fleksibel, terutama berkaitan dengan isu-isu moral. Ia tidak mampu membuang objek yang tidak berguna, walaupun objek tersebut tidak bernilai. Di samping itu, ia juga pelit atau kikir.

Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dependent personality disorder yaitu sebagai berikut:

Sangat perhatian terhadap aturan dan detail secara berlebihan sehingga poin penting dari aktivitas hilang.

Page 49: GANGGUAN JIWA

Perfeksionisme yang ekstrem pada tingkat di mana pekerjaan jarang terselesaikan.

Ketaatan yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga mengesampingkan waktu senggang dan persahabatan.

Kekakuan dalam hal moral.Kesulitan dalam membuang barang-barang yang tidak berguna.Tidak ingin mendelegasikan pekerjaan kecuali orang lain megacu pada satu

standar yang sama dengannya.Kikir atau pelit.Kaku dan keras kepala.

Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif agak berbeda dengan gangguan obsesif kompulsif. Pada gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, tidak terdapat obsesi dan kompulsi seperti pada gangguan obsesif-kompulsif. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif paling sering muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian avoidant dan memiliki prevalensi sekitar 2 persen.

Etiologi Kelompok C

Tidak banyak data yang menjelaskan penyebab dari gangguan kepribadian kelompok anxoius/fearful. Salah satu penyebab yang memungkinkan adalah hubungan antara orang tua dan anak. Sebagai contoh, gangguan kepribadian dependen disebabkan oleh pola asuh yang overprotektif dan authoritarian, sehingga menghambat berkembangnya self-efficacy.

Di samping itu, gangguan kepribadian dependen juga dapat disebabkan oleh masalah attachment. Pada masa kanak-kanak, anak mengembangkan attachment terhadap orang dewasa dan menggunakan orang dewasa tersebut sebagai dasar yang aman untuk mengeksplorasi dan mengejar tujuan lain. Perpisahan dari orang dewasa dapat menimbulkan kemarahan dan distress. Seiring dengan proses perkembangan, anak tersebut kemudian menjadi tidak terlalu dependen pada figur attachment. Pada attachment yang tidak normal, perilaku yang dapat dilihat pada individu yang mengalami gangguan kepribadian dependen merefleksikan kegagalan dalam proses perkembangan yang biasanya, yang muncul dari gangguan pada

Page 50: GANGGUAN JIWA

hubungan awal antara orang tua dan anak yang disebabkan oleh kematian, pengabaian, penolakan, atau pengasuhan yang overprotektif.

Individu yang mengalami gangguan ini menggunakan berbagai cara untuk menjaga hubungan dengan orang tua atau orang lain, misalnya dengan selalu menuruti mereka. Sedangkan gangguan kepribadian avoidant kemungkinan merefleksikan pengaruh lingkungan, di mana anak diajarkan untuk takut pada orang dan situasi yang pada umumnya dianggap tidak berbahaya. Misalnya ayah atau ibu memiliki ketakutan yang sama, yang kemudian diturunkan pada anak melalui modeling. Kenyataan bahwa gangguan ini terjadi di keluarga, dapat mengindikasikan adanya peran faktor genetik.

Freud berpendapat bahwa obsessive-compulsive personality traits disebabkan oleh fiksasi pada tahap awal dari perkembangan psikoseksual. Sedangkan teori psikodinamik kontemporer menjelaskan bahwa gangguan kepribadian obsesif-kompulsif disebabkan oleh ketakutan akan hilangnya kontrol yang diatasi dengan overkompensasi. Sebagai contoh, seorang pria workaholic yang kompulsif kemungkinan takut bahwa hidupnya akan hancur jika ia bersantai-santai dan bersenang-senang.

TERAPI UNTUK GANGGUAN KEPRIBADIAN

Terapi psikodinamik bertujuan untuk mengubah pandangan individu saat ini tentang masalah-masalah pada masa kanak-kanak yang diasumsikan menjadi penyebab dari gangguan kepribadian, misalnya terapis membimbing individu yang mengalami gangguan kepribadian obsesif-kompulsif pada kenyataan bahwa pencarian kasih sayang dari orang tua pada masa kanak-kanak dengan cara menjadi sempurna tidak perlu dilakukan pada masa dewasa. Ia tidak harus menjadi sempurna untuk memperoleh penerimaan dari orang lain, sehingga ia berani mengambil risiko dan membuat kesalahan.

Terapis behavioral dan kognitif lebih menekankan perhatian pada faktor situasi daripada sifat. Terapis behavioral dan kognitif cenderung menganalisa masalah individu yang merefleksikan gangguan kepribadian. Sebagai contoh, individu yang didiagnosa memiliki kepribadian paranoid atau

Page 51: GANGGUAN JIWA

avoidant bersifat sangat sensitif terhadap kritik. Sensitivitas tersebut dapat dikurangi dengan behavioral rehearsal (social skills training), systematic desentizitation, atau rational-emotive behavior therapy. Contoh lain dapat dilihat pada individu dengan kepribadian paranoid yang bersifat hostile dan argumentatif ketika menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap orang lain.

Dalam hal ini, terapis behavior dapat membantu individu paranoid belajar untuk mengutarakan ketidaksetujuan dalam cara yang lebih baik. Bagi mereka dengan kepribadian avoidant, social-skills training dalam suatu kelompok dapat membantu mereka untuk lebih asertif terhadap orang lain.

Pada terapi kognitif, gangguan dianalisa dalam hubungannya dengan logical errors dan dysfunctional schemata. Misalnya, pada terapi kognitif bagi individu yang mengalami gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, pertama-tama dibantu untuk menerima konsep bahwa perasaan dan tingkah laku merupakan fungsi dari pikiran. Kesalahan berpikir (errors in logic) kemudian dieksplorasi, misalnya saat individu menyimpulkan bahwa ia tidak mampu melakukan semua hal dengan benar hanya karena kegagalan dalam satu hal saja (melakukan overgeneralisasi). Selain itu, terapis juga mencari asumsi atau skema dysfunctional yang mungkin mendasari pikiran dan perasaan individu tersebut, misalnya keyakinan individu bahwa setiap keputusan harus selalu benar.

Terapi Untuk Kepribadian Ambang (Borderline Personality)

Pada individu dengan kepribadian borderline, rasa percaya sulit diciptakan dan dijaga, sehingga mempengaruhi huubungan terapeutik. Individu cenderung mengidealkan dan menjelek-jelekkan terapis, meminta perhatian khusus pada satu waktu, memohon pengertian dan dukungan, tetapi tidak mau membahas topik-topik tertentu. Apabila tingkah laku individu sudah tidak dapat dikendalikan atau ketika ancaman bunuh diri tidak dapat diatasi lagi, maka sering kali individu tersebut perlu dirawat di rumah sakit.

Pada farmakoterapi bagi individu berkepribadian borderline, diberikan beberapa macam obat. Umumnya obat-obatan yang diberikan tersebut

Page 52: GANGGUAN JIWA

merupakan antidepresan dan antipsikotik. Berikut ini terdapat dua jenis terapi bagi individu yang berkepribadian borderline.

Object-Relations Psychoterapy

Terapi yang dilakukan bertujuan untuk memperkuat ego yang lemah, sehingga individu tidak lagi melakukan dikotomi. Selain itu, individu juga diberi saran konkret untuk bertingkah laku adaptif dan merawat individu di rumah sakit jika tingkah lakunya membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Dialectical Behavior Therapy (DBT)

DBT merupakan pendekatan yang mengkombinasikan client-centered empathy dan penerimaan dengan menyelesaikan masalah secara kognitif-behavioral dan social-skills training. DBT mempunyai tiga tujuan utama, yaitu:

Mengajari individu untuk mengatur dan mengendalikan tingkah laku dan emosi yang ekstrem.

Mengajari individu untuk menoleransi perasaan distress.Mengajari individu belajar untuk mempercayai pikiran dan emosinya sendiri.

Istilah ”dialectic” mengacu pada sikap yang berlawanan, yaitu di mana terapis harus menerima individu borderline apa adanya sekaligus membantu individu tersebut untuk berubah. Istilah ”dialectic” juga mengacu pada kenyataan bahwa individu borderline tidak perlu membagi dunia secara dikotomi, tetapi dapat mencapai suatu sintetsis. Dengan kata lain, salah satu tujuan DBT adalah mengajari individu untuk memandang dunia secara dialektik, suatu pemahaman bahwa hidup terus berubah dan suatu hal tidak semuanya buruk atau semuanya baik.

Sedangkan aspek kognitif-behavioral dari DBT, baik yang dilakukan secara individual atau dalam kelompok, terdiri dari membantu individu belajar menyelesaikan masalah, membantu untuk memperoleh penyelesaian masalah yang lebih efektif dan dapat diterima secara sosial dan mengendalikan emosi, meningkatkan kemampuan interpersonal, dan mengendalikan amarah dan kecemasan.

Terapi Untuk Psychopathy

Page 53: GANGGUAN JIWA

Kebanyakan ahli menyatakan bahwa membantu individu dengan kepribadian psychopathy untuk berubah merupakan hal yang sia-sia. Hal tersebut dikarenakan individu tidak dapat dan tidak termotivasi untuk membina hubungan yang jujur dan menumbuhkan kepercayaan pada terapis. Namun, pendapat tersebut ternyata tidak sesuai dengan hasil-hasil penelitian tentang psikopat.

Hasil penelitian membuktikan bahwa psikoterapi psikoanalitik sangat membantu dalam beberapa hal, seperti hubungan interpersonal yang lebih baik, peningkatan kapasitas dalam perasaan menyesal dan empati, mengurangi kebiasaan berbohong, terbebas dari masa percobaan, dan bertahan pada satu pekerjaan. Efek yang serupa juga dapat dilihat pada beberapa penelitian yang menggunakan teknik kognitif-behavioral. Semakin muda individu, maka semakin baik efek yang dihasilkan dari terapi.

Banyak penderita psychopathy yang dipenjara karena melakukan tindak kriminal. Namun sayangnya, sesuai dengan pendapat para kriminolog, sistem yang diterapkan di penjara lebih menyerupai sekolah kriminal daripada tempat di mana para psychopath dan pelaku tindak kriminal direhabilitasi. Bagaimanapun juga, terdapat bukti bahwa psikopat biasanya mulai hidup lebih baik di usia dewasa madya (40-an). Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh perubahan biologis, insight terhadap self-defeating (mengalahkan diri sendiri), atau merasa lelah dan tidak dapat melanjutkan hidup yang penuh dengan tipuan, bahkan kekerasan.

REFERENSI

Davidson, Gerald C., John M. Neale, & Ann M. Kring. (2004). Abnormal Psychology (9th edition). US: John Wiley & Sons, Inc.

Supratiknya, A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius

Page 54: GANGGUAN JIWA

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Pada pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada fluida cerebrospinal. Skizofrenia bisa mengenai siapa saja.

Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia

Page 55: GANGGUAN JIWA

remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.

Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan dengan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara gangguan parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.

Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh dunia. Skizofrenia terjadi pada pria dan wanita dengan frekuensi yang sama. Gejala-gejala awal biasanya terjadi pada masa remaja atau awal dua puluhan. Pria sering mengalami awitan yang lebih awal daripada wanita.

Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:

Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)· Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau

minum, dsb) Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-

minta, dsb)Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)·Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)

Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita

Page 56: GANGGUAN JIWA

perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

Gangguan Jiwa Afektif

Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:

Gangguan Afektif tipe Depresif --- Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan hidup atau seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama mengalami penderitaan.Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan, pada umur 40 – 50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia pertengahan tersebut prosentase wanita lebih banyak dari laki-laki, akan tetapi diatas umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang. Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang berarti fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif lagi, walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis sebenarnya selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu kesehatannya.

Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah: sedih, sukar tidur, sulit berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu sehingga kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tempat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa takut, dsb.

Gangguan Afektif tipe Manik --- Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu

Page 57: GANGGUAN JIWA

ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti.

Neurosis --- Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi. Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:

Neurosis cemas dan panicNeurosis obsesif kompulsifNeurosis fobikNeurosis histerik (konversi)Gangguan somatoform

Faktor resiko penyakit ini termasuk:

Riwayat skizofrenia dalam keluargaPerilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik,

penarikan diri, dan/atau impulsivitas.Stress lingkunganKelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif

yang sangat kecil.Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah

karena dideritanya gangguan ini

Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetic herediter. Kemungkinan menderita gangguan ini meningkat dengan adanya kedekatan genetic dengan, dan beratnya penyakit, probandnya. Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan

Page 58: GANGGUAN JIWA

pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.

Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada:

Tanda dan gejala yang adaRriwayat psikiatriSetelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti

keracunan dan putus obat akut.

Gejala - Gejala

Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.

Secara umum, gejala-gejala yang muncul pada penderita skizofrenia adalah sebagai berikut:

muncul delusi dan halusinasi. Delusi adalah keyakinan/pemikiran yang salah dan tidak sesuai kenyataan, namun tetap dipertahankan sekalipun dihadapkan pada cukup banyak bukti mengenai pemikirannya yang salah tersebut. Delusi yang biasanya muncul adalah bahwa penderita skizofrenia meyakini dirinya adalah Tuhan, dewa, nabi, atau orang besar dan penting. Sementara halusinasi adalah persepsi panca indera yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya penderita tampak berbicara sendiri tetapi ia mempersepsikan ada orang lain yang sedang ia ajak berbicara.

Page 59: GANGGUAN JIWA

kehilangan energi dan minat untuk menjalani aktivitas sehari-hari, bersenang-senang, maupun aktivitas seksual, berbicara hanya sedikit, gagal menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain, tidak mampu memikirkan konsekuensi dari tindakannya, menampilkan ekspresi emosi yang datar, atau bahkan ekspresi emosi yang tidak sesuai konteks (misalkan tiba-tiba tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang jelas).

menampilkan perilaku tidak terorganisir, misalnya menampilkan pose tubuh yang aneh, pembicaraan yang tidak tertata dengan baik (bicara melompat-lompat dari satu topik ke topik yang lain atau 'tidak nyambung').

Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:

Gejala-gejala Positif

Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain.

Gejala-gejala Negatif

Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/ mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).

Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.

Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa,

Page 60: GANGGUAN JIWA

pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren.

Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.

Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.

Terapi Penyakit Skizofrenia

Pemberian obat-obatan

Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas obat penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah dibanding dengan neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika menguntungkan beberapa penderita skizofrenia.

Pendekatan Psikologi

Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi perasaan-

Page 61: GANGGUAN JIWA

perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi bawah sadar.

Tujuannya adalah:

Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu

penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak

berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.

Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita. Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.

Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.

Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan keuntungan bagi individu skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat kemajuan. Terapi individual menguntungkan bila dipusatkan pada penatalaksanaan stress atau mempertinggi kemampuan social spesifik, serta bila berlangsung dalam konteks hubungan terapeutik yang ditandai dengan empati, rasa hormat positif, dan ikhlas. Pemahaman yang empatis terhadap kebingungan penderita, ketakutan-ketakutannya, dan demoralisasinya amat penting dilakukan.

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang parah dan sulit ditangani. Penderita skizofrenia tidak dapat disembuhkan secara total, dalam arti halusinasi dan delusi tidak dapat hilang total, karena tanpa pengobatan yang terus-menerus dan dukungan dari lingkungan, maka gejala-gejala skizofrenia dapat kembali muncul saat individu berada dalam tekanan atau mengalami stres. Intervensi sejak dini merupakan hal yang sangat penting dan bermanfaat dalam penanganan skizofrenia demi mencegah perkembangan gangguan ke arah yang semakin parah. Penanganan gangguan skizofrenia membutuhkan berbagai pendekatan selain dengan obat-obatan, tetapi juga dengan terapi-terapi baik terapi individu, kelompok (difokuskan pada keterampilan sosial, penyelesaian masalah, perubahan pemikiran, dan keterampilan persiapan memasuki dunia kerja), maupun keluarga.

Dalam terapi keluarga, diberikan informasi dan edukasi mengenai skizofrenia dan pengobatannya, selain itu terapi juga diarahkan untuk menghindarkan sikap saling menyalahkan dalam keluarga, meningkatkan komunikasi dan keterampilan pemecahan masalah dalam keluarga,

Page 62: GANGGUAN JIWA

mendorong penderita dan keluarga untuk mengembangkan kontak sosial, dan meningkatkan motivasi penderita skizofrenia dan keluarganya.

Prognosis Penyakit Skizofrenia

Fase residual sering mengikuti remisi gejala psikotik yang tampil penuh, terutama selama tahun-tahun awal gangguan ini. Gejala dan tanda selama fase ini mirip dengan gejala dan tanda pada fase prodromal; gejala-gejala psikotik ringan menetap pada sekitar separuh penderita. Penyembuhan total yang berlangsung sekurang-kurangnya tiga tahun terjadi pada 10% pasien, sedangkan perbaikan yang bermakna terjadi pada sekitar dua per tiga kasus. Banyak penderita skizofrenia mengalami eksaserbasi intermitten, terutama sebagai respon terhadap situasi lingkungan yang penuh stress. Pria biasanya mengalami perjalanan gangguan yang lebih berat dibanding wanita. Sepuluh persen penderita skizofrenia meninggal karena bunuh diri.

Prognosis baik berhubungan dengan tidak adanya gangguan perilaku prodromal, pencetus lingkungan yang jelas, awitan mendadak, awitan pada usia pertengahan, adanya konfusi, riwayat untuk gangguan afek, dan system dukungan yang tidak kritis dan tidak terlalu intrusive. Skizofrenia Tipe I tidak selalu mempunyai prognosis yang lebih baik disbanding Skizofrenia Tipe II. Sekitar 70% penderita skizofrenia yang berada dalam remisi mengalami relaps dalam satu tahun. Untuk itu, terapi selamanya diwajibkan pada kebanyakan kasus.