Jiwa Gangguan Somatoform

22
No. ID dan Nama Peserta : dr. Okkie Mharga Sentana No. ID dan Nama Wahana : RSUD Kota Surakarta Topik: Psikiatri Tanggal (kasus) : 14 Februari 2014 Nama Pasien : Nn. D No. RM : 02.83.02 Tanggal Presentasi: 14 Februari 2014 Nama Pendamping: dr. Muhammad Fikri Tempat Presentasi: RSUD Kota Surakarta Objektif presentasi: Keilmuan Diagnosis Ketrampilan Manajeman Penyegara n Masalah Tinjauan Pustaka Istimewa Neonatu s Bayi A nak Rema ja Dewasa La nsia Bumil Deskripsi: Pasien perempuan, 24 th, dengan keluhan nyeri kepala hebat dirasakan didaerah tengkuk. Nyeri kepala dirasakan memberat hingga pasien tidak bisa tidur dan gelisah. Pasien merasakan perut sebah, mual, tidak muntah, tidak demam, dan tidak ada tanda-tanda kelumpuhan. Sebelumnya, menurut pengakuan keluarga, pasien pernah memeriksakan diri ke Poli Saraf RSDM karena keluhan tersebut sejak 5 hari yang lalu namun oleh dokter dinyatakan hasil pemeriksaan tidak terdapat kelainan. Lima tahun yang lalu, pasien juga pernah dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi dan oleh dokter dinyatakan tidak ada kelainan. Kemudian dari catatan obat yang diberikan dokter yang memeriksa di RSDM pasien mendapat obat

description

portofolio

Transcript of Jiwa Gangguan Somatoform

No. ID dan Nama Peserta : dr. Okkie Mharga Sentana

No. ID dan Nama Wahana : RSUD Kota Surakarta

Topik: Psikiatri

Tanggal (kasus) : 14 Februari 2014

Nama Pasien : Nn. D No. RM : 02.83.02

Tanggal Presentasi: 14 Februari 2014Nama Pendamping: dr. Muhammad Fikri

Tempat Presentasi: RSUD Kota Surakarta

Objektif presentasi:

( Keilmuan ( Diagnosis Ketrampilan

Manajeman Penyegaran

Masalah( Tinjauan Pustaka( Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa( Lansia Bumil

Deskripsi:

Pasien perempuan, 24 th, dengan keluhan nyeri kepala hebat dirasakan didaerah tengkuk. Nyeri kepala dirasakan memberat hingga pasien tidak bisa tidur dan gelisah. Pasien merasakan perut sebah, mual, tidak muntah, tidak demam, dan tidak ada tanda-tanda kelumpuhan. Sebelumnya, menurut pengakuan keluarga, pasien pernah memeriksakan diri ke Poli Saraf RSDM karena keluhan tersebut sejak 5 hari yang lalu namun oleh dokter dinyatakan hasil pemeriksaan tidak terdapat kelainan. Lima tahun yang lalu, pasien juga pernah dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi dan oleh dokter dinyatakan tidak ada kelainan. Kemudian dari catatan obat yang diberikan dokter yang memeriksa di RSDM pasien mendapat obat Fluoxetin, Na diclofenac, dan B-Plex.

Tujuan : Untuk mengetahui penegakan diagnosis gangguan somatoform. Untuk mengetahui klasifikasi gangguan somatoform.

Untuk mengetahui penanganan pasien dengan gangguan somatoform.

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus( Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi( Email Pos

Data Pasien:Nama: Nn. DNomor Registrasi: 02.83.02

Nama klinik: IGD RSUD Kota SurakartaTelp: -Terdaftar sejak: -

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ gambaran klinis: Gangguan Somatisasi/ Pasien perempuan, 24 th, datang ke IGD RSUD Kota Surakarta dengan keluhan nyeri kepala hebat dirasakan didaerah tengkuk. Keluhan nyeri kepala tersebut dirasakan hilang timbul sudah sejak lama. Nyeri kepala dirasakan memberat hingga pasien tidak bisa tidur dan gelisah. Pasien merasakan perut sebah, mual, tidak muntah, tidak demam, dan tidak ada tanda-tanda kelumpuhan. BAB dan BAK normal. Sebelumnya, menurut pengakuan keluarga, pasien pernah memeriksakan diri ke Poli Saraf RSDM karena keluhan tersebut sejak 5 hari yang lalu namun oleh dokter dinyatakan hasil pemeriksaan tidak terdapat kelainan. Lima tahun yang lalu, pasien juga pernah dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi dan oleh dokter dinyatakan tidak ada kelainan. Kemudian dari catatan obat yang diberikan dokter yang memeriksa di RSDM pasien mendapat obat Fluoxetin, Na diclofenac, dan B-Plex.

2. Riwayat Pengobatan:

Sebelumnya sudah berobat di Poli Saraf RSDM namun keluhan tidak berkurang.

3. Riwayat kesehatan/ penyakit:

Riwayat sakit serupa : Sudah dirasakan sejak 5 tahun yang lalu.Riwayat tekanan darah tinggi : disangkalRiwayat kencing manis : disangkalRiwayat mondok : disangkal

Riwayat konsumsi alkohol : disangkal

Riwayat konsumsi obat psikotropik : disangkal

4. Riwayat keluarga : tidak ada keluarga yang sakit serupa

5. Riwayat pekerjaan : saat ini pasien masih aktif bekerja

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik: pasien tinggal bersama suami. Menurut pengakuan ibunya, pasien sedang ada permasalahan di kantornya akhir akhir ini. Kesan ekonomi: baik

7. Pemeriksaan Status Mental

a. Gambaran umum

Penampilan : pasien adalah seorang perempuan 47 tahun. Berpenampilan sesuai umur, perawatan diri baik.

Psikomotor: pasien tampak gelisah saat diajak bicara, agitasiSikap terhadap pemeriksa: kooperatif.

b. Alam Perasaan (Gangguan mood dan afek)Mood : cemasAfek : Afek serasiKesesuaian : serasi

c. Gangguan persepsi:

Halusinasi dan Ilusi: Tidak adaDepersonalisasi : tidak ada

Derealisasi : tidak ada

d. Proses pikir

Bentuk pikir : realistikArus pikir : koheren

Isi pikir : (-)

e. Kesadaran dan KognisiOrientasi: Orang : baik, pasien dapat mengenali dokter dan perawat

Tempat : baik, pasien mengetahui sedang barada di rumah sakit jiwa. Waktu : baik, pasien tahu diperiksa pada siang hari

Daya Ingat: baik

Konsentrasi dan perhatian: tidak mudah dialihkan

Kemampuan abstrak: pasien tidak dapat mengartikan peribahasa yang ditanyakan

Kemampuan menolong diri sendiri: baik, pasien dapat makan, minum, mandi dan tidur sendiri

Tilikan : derajat IVTaraf dapat dipercaya : secara keseluruhan informasi yang diutarakan pasien kurang dapat dipercaya

8. Pemeriksaan fisik:

a. Status generalis:

Kesan umum:

Kesadaran umum : baik

Kesadaran: kompos mentis

b. Tanda vital:

Tensi : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit

Nadi : 88 x/menit T : 36,4C

c. Keadaan Tubuh

Kepala : Mesocepal

Kulit : Pucat (-), sianosis (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-), pupil isokor, sclera ikterik (-)

Hidung : secret (-/-)

Telinga : Discharge (-/-)

Mulut : Kering (+), sianosis (-), ulkus (+)

Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)

Thorak : dinding toraks< dinding perut, nyeri tekan (-)Paru : simetris, retraksi (-), SDV (+/+), ST (-/-)

Jantung : BJ I/II intensitas normal, bising (-)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, thympani Ekstremitas : Akral dingin (-), oedem (-)

d. Pemeriksaan fisik tambahan :Meningeal Sign :

Kaku kuduk (-), Brudzinsky I (-), Brudzinsky II (-), Kernig Sign (-)

Daftar Pustaka:Kaplan, B.J., Sadock, V.A. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry :

Behavioral. Jakarta: 2007.Maharatih, G.A. Psikiatri Komprehensif. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2010.

Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III. Jakarta: 1998.

Tomb, D.A. Buku Saku Psikiatri. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2004.

Hasil Pembelajaran:

Penegakan diagnosis gangguan somatoform.

Mengetahui klasifikasi gangguan somatoform.

Mengetahui penanganan pasien dengan gangguan somatoform.

SOAP

Subjektif

Pasien perempuan, 47 th, datang ke IGD RSUD Kota Surakarta dengan keluhan nyeri kepala hebat dirasakan didaerah tengkuk. Keluhan nyeri kepala tersebut dirasakan hilang timbul sudah sejak lama. Nyeri kepala dirasakan memberat hingga pasien tidak bisa tidur dan gelisah. Pasien merasakan perut sebah, mual, tidak muntah, tidak demam, dan tidak ada tanda-tanda kelumpuhan. BAB dan BAK normal. Sebelumnya, menurut pengakuan keluarga, pasien pernah memeriksakan diri ke Poli Saraf RSDM karena keluhan tersebut sejak 5 hari yang lalu namun oleh dokter dinyatakan hasil pemeriksaan tidak terdapat kelainan. Lima tahun yang lalu, pasien juga pernah dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi dan oleh dokter dinyatakan tidak ada kelainan. Kemudian dari catatan obat yang diberikan dokter yang memeriksa di RSDM pasien mendapat obat Fluoxetin, Na diclofenac, dan B-Plex.Objektif

Kesan umum:

Keadaan umum : baik

Kesadaran : composmentis

Tanda vital:

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit, regular, simetris kanan dan kiri, isi dan tegangan cukup

RR : 20 x/menit

T : 36,4C Meningeal Sign :

Kaku kuduk (-), Brudzinsky I (-), Brudzinsky II (-), Kernig Sign (-)Assessment

Aksis I :

Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan nyeri kepala dan perut sebah disertai rasa mual. Kelainan tersebut sudah diderita sekitar 5 tahun. Sebelumnya pasien juga sudah memeriksakan diri ke dokter spesialis penyakit syaraf dan disebutkan dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan kelainan, namun pasien masih merasa keluhan-keluhan tersebut tidak berkurang. Lima tahun yang lalu pasien juga pernah dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi tetapi tidak ada kelainan. Obat yang diberikan oleh dokter dari RSDM tersebut salah satunya adalah fluoxetine. Menurut pengakuan keluarga, pasien masih aktif bekerja dan akhir-akhir ini memang sedang ada masalah dalam pekerjaannya. Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan di IGD RSUD Kota Surakarta tidak menunjukkan hasil adanya kelainan organik seperti meningitis, TIA, stroke, atau hipertensi.Berdasarkan data-data tersebut di atas, maka sesuai kriteria PPDGJ III, untuk aksis I, maka pada pasien memenuhi kriteria diagnosis gangguan somatoform yang dalam hal ini lebih kepada gangguan nyeri somatoform menetap (F45.4). Aksis II : Tidak ada diagnosisAksis III : CephalgiaAksis IV : Tidak ada diagnosisAksis V : GAF 70-61, beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik. Plan:

1. Terapi yang diberikan: O2 2 lpm Inj.Ketorolac 1 amp iv Inj. Diazepam 10mg iv Melanjutkan terapi yang diberikan dari RSDM (Fluoxetin, Na diclofenac, B-plex)

2. Konsul psikiatri

Gangguan SomatoformGangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) dimana tidak ditemukan penjelasan medis yang adekuat.Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medic, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negative dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan Antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi. Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan penyebab keluhan-keluhannya menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua belah pihak.

Etiologi

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan.Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut:

a. Faktor-faktor Biologis

b. Faktor Lingkungan Sosial

c. Faktor Perilaku

d. Faktor Emosi dan Kognitif

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya. Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.Klasifikasi dan Diagnosis

Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :

F.45.0 gangguan somatisasi

F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci

F.45.2 gangguan hipokondriasis

F.45.3 disfungsi otonomik somatoform

F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap

F.45.5 gangguan somatoform lainnya

F.45.6 gangguan somayoform YTT

DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh. Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis.

F. 45.0 Gangguan Somatisasi

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi

Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:

Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun

Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.

Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

atau:

Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun

Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,

4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)

2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

Salah satu (1) atau (2):

Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas

2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Anti anxietas dan antidepressan

Prognosis

Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.

F.45.1 Gangguan Somatoform Tak Terperinci

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang tak terperinci

Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi

Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.

atau :

Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan gastrointestinal atau saluran kemih)

Salah satu (1) atau (2)

Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).

Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura)

Tatalaksana Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas

2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Anti anxietas dan antidepressant (kalau perlu)

Prognosis

Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala yang lebih dominan.

F.45.2 Gangguan Hipokondriasis

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:

Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)

Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya

Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis:

Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.

Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat.

Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).

Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.

Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

4. Therapi kognitif-behaviour

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi2. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/ hari) dibandingkan dengan obat lain.Prognosis

10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset yang berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.

F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform

Kriteria diagnostik yang diperlukan :

Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang sifatnya menetap dan mengganggu

Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas)

Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan maupun penjelasan dari dokter

Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud

Kriteria ke 5, ditambahkan :

F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular

F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas

F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah

F.45.33 = Sistem Pernapasan

F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria

F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya

F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri

Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis

Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannya nyeri.

Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).

Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tatalaksana

Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata

2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu

3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul

5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial

1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitif-behavioural

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik

1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas

2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan pada opioid4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID5. Pertimbangkan akupunkturPrognosis :

Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan, cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

F.45.8 Gangguan Somatoform Lainnya

Pedoman Diagnostik :

Keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada bagian tubuh/sistem tertentu

Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan

Termasuk didalamnya, pruritus psikogenik, globus histericus(perasaan ada benjolan di kerongkongan>>>disfagia) dan dismenore psikogenik