Gangguan Jiwa Pada Remaja

download Gangguan Jiwa Pada Remaja

of 23

Transcript of Gangguan Jiwa Pada Remaja

MAKALAH GANGGUAN JIWA ANAK-ANAK DAN REMAJA

Oleh : Kusriani dwi arini 010701062

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN 2009

BAB I PENDAHULUAN

Saat ini ada perubahan paradigma penanganan gangguan jiwa, dari perawatan di rumah sakit jiwa menjadi perawatan berbasis masyarakat. Dalam penanganan gangguan jiwa, obat bukan segala-galanya, namun diperlukan pula konseling.psikoterapi serta rehabiliasi. berbagai riset menunjukkan bahwa faktor penyebab gangguan jiwa sangat kompleks, meliputi faktor fisik, psikologis, dan sosial. Bagi Indonesia, hal ini perlu dipikirkan mengingat pengobatan gangguan jiwa sering harus seumur hidup, serta menggunakan obat yang relatif mahal. Di pihak lain, tidak ada asuransi yang menanggung biayanya. Dalam laporan diuraikan pula upaya pemecahan masalah, serta 10 rekomendasi kebijakan kesehatan mental. Laporan dilengkapi data statistik mengenai angka kematian, beban penyakit dalam bentuk hilangnya hari produktif, angka harapan hidup sehat, serta pelbagai tabel prevalensi penyakit dan efektivitas penanganan. Selain itu, pemahaman masyarakat mengenai masalah kesehatan jiwa masih rendah. Masih ada stigma terhadap gangguan jiwa, serta adanya rasa malu untuk mencari pertolongan. Masyarakat mengidentifikasikan gangguan jiwa hanya dengan psikotik atau gila. Banyak yang belum tahu bahwa kecemasan dan depresi termasuk gangguan mental dan perlu perawatan.

Saat ini diperkirakan ada 450 juta penderita gangguan jiwa di seluruh dunia. Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995 didapatkan prevalensi gangguan jiwa 264 per 1.000 anggota rumah tangga. Rinciannya, psikosis tiga per 1.000, demensia (pikun) empat per 1.000, retardasi mental lima per 1.000, gangguan mental emosional pada anak dan remaja (4-15 tahun) 104 per 1.000, gangguan mental emosional pada dewasa (di atas15 tahun) 140 per 1.000, dan gangguan jiwa lain lima per 1.000. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia yang juga Direktur Rumah Sakit Jiwa Lawang, Jawa Timur, dr Pandu Setiawan SpKJ mengungkapkan, saat ini hanya ada 430 dokter spesialis kedokteran jiwa/psikiater untuk lebih dari 200 juta penduduk, atau satu psikiater untuk 500.000 penduduk. Jumlah ini sangat kurang, dan penyebarannya tidak merata karena menumpuk di Jawa. Di sisi lain, kemampuan institusi pendidikan dokter jiwa untuk mencetak dokter baru menurun akibat pensiunnya tenaga pengajar serta kebijakan zero growth pegawai negeri. Masa lalu yang buruk dalam hubungan anak dan orang tua sungguh mempengaruhi perilaku anak saat remaja maupun dewasa. Orang tua yang mempunyai hubungan buruk dengan anaknya justru berpotensi menjerumuskan anak ke dunia hitam. Lebih khusus lagi itu terjadi bila komunikasi orangtua dan remaja amat kurang. Ini menjadi salah satu penyebab kenakalan remaja, penyimpangan seksual, penyalahgunaan obat terlarang, putus sekolah,

pemberontakan, dan usaha bunuh diri. Perkataan dan perlakuan orangtua yang menyebabkan anak merasa terdesak, disalahkan, diadili sebelum waktunya,

diganggu, dicurigai, diremehkan, dikata-katai, diperintah, diejek, diancam, dicela, dikhotbah, direndahkan, dan dicemoohkan, sedapat mungkin diminimalkan. Seringkali orangtua merasa bahwa apa yang dikomunikasikannya kepada anak sudah baik dan benar. Cara orangtua yang bernada memberi hukuman kepada anaknya hanya akan mengajarkan rasa takut dan memendam kebencian. Keadaan ini akan menciptakan jarak emosional, sehingga kontrol orangtua pada anak pun semakin kurang, papar Ratep. Seni percakapan yang penuh kasih sayang maupun seni pendengaran yang sensitif, mutlak diperlukan agar orangtua tak kehilangan anaknya yang terjerumus dalam kenakalan remaja. Orangtua tidak bisa berkomunikasi dengan anak, begitu juga anak tidak bisa berkomunikasi dengan orangtua. Karena tidak ada komunikasi yang sesungguhnya, maka tidak ada komunikasi yang berarti. Kondisi seperti inilah yang sering terjadi, dan patut dicegah orangtua, tandasnya. Orangtua harus memahami kepribadian anak dan selalu menghargai anak sebagai seorang individu dengan perasaannya sendiri. Kalau sudah paham pribadi anak, pancing dia untuk menceritakan masalahnya. Selalu dengarkan dengan penuh perasaan tanpa mengadilinya..

Berbagi perasaan dengan orangtua, membuat anak merasa terdorong untuk memikirkan pemecahan masalah yang dihadapinya. Orang tua tidak lantas memaksakan wewenangnya sebagai orang tua untuk melakukan suatu apapun. Sebaiknya, orang tua membantu anaknya untuk menggunakan wawasannya dalam pemecahan masalahnya sendiri. Dengan cara ini, orang tua membantu anak tumbuh dewasa menjadi seseorang yang bertanggung jawab yang dapat mengandalkan dirinya. Jika anak menemui masalah, orangtua jangan sekali-kali

menuntut bahwa anaknya akan otomatis patuh menerima saran orangtua secara sepihak. Bekerjasama dengan saling mengemukakan pendapat merupakan cara yang tepat dalam pemecahan permasalahan. Bila si anak dan orangtua sama-sama berkepala dingin, dan bersedia untuk kompromi, harga diri masing-masing tidak akan merasa terancam. Si anak tidak akn menentang orangtua dengan melakukan suatu hal sesuai kehendaknya sendiri. Keterjerumusan anak ke hal-hal yang negatif, sesungguhnya bukan kesalahan anak semata. Dari sisi orang tua juga harus berbenah diri, sudah baikkah jalinan komunikasi dengan anak selama ini.

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Gangguan jiwa pada anak-anak merupakan hal yang banyak terjadi, yang umumnya tidak terdiagnosis dan pengobatannya kurang adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi pada 15% sampai 22% anak-anak dan remaja, namun yang mendapatkan pengobatan jumlahnya kurang dari 20% (Keys, 1998). Gangguan hiperaktivitas-defisit perhatian (ADHD/ Attention DeficitHyperactivity Disorder) adalah gangguan kesehatan jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-anak, dimana insidensinya diperkirakan antara 6% sampai 9%. Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau terganggunya fungsi adaptasi (Townsend, 1999). Dasar untuk memahami gangguan yang terjadi pada bayi, anak-anak, dan remaja adalah dengan menggunakan teori perkembangan. Penyimpangan dari norma-norma perkembangan merupakan tanda bahaya penting adanya suatu masalah. Gangguan spesifik dengan awitan pada masa kanak-kanak meliputi retardasi mental, gangguan perkembangan, gangguan perkembangan,

gangguan eliminasi, gangguan perilaku disruptif, dan gangguan ansietas. Gangguan yang terjadi pada anak-anak dan juga terjadi pada masa dewasa

adalah gangguan mood dan gangguan psikotik. Gejala-gejala gangguan jiwa pada anak-anak atau remaja berbeda dengan orang dewasa yang mengalami gangguan serupa. B. Jenis gangguan jiwa anak-anak 1. Gangguan perkembangan pervasif.

Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama: perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi. a. Retardasi mental. Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan substandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja. b. Autisme Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam komunikasi, dan respon yang aneh terhadap lingkungan (mis., tergantung pada benda mati dan gerakan tubuh yang berulang-ulang

seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukulmukulkan kepala) c. Gangguan perkembangan spesifik Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca, aritmetika, bahasa, dan artikulasi verbal. 2. a. Defisit perhatian dan gangguan perilaku disruptif Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Dicirikan dengan tingkat gangguan perhatian, impulsivitas, dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan. Menurut DSM IV, ADHD pasti terjadi di sedikitnya dua tempat (mis., di sekolah dan di rumah) dan terjadi sebelum usia 7 tahun (DSM IV, 1994). b. Gangguan perilaku

Dicirikan dengan perilaku berulang, disruptif, dan kesengajaan untuk tidak patuh, termasuk melanggar norma dan peraturan sosial. Sebagian besar nak-anak dengan gangguan ini mengalami penyalahgunaan zat atau gangguan kepribadian antisosial setelah berusia 18 tahun. Contoh perilaku pada anak-anak dengan gangguan ini meliputi mencuri, berbohong, menggertak, melarikan diri, membolos, menyalahgunakan zat, melakukan pembakaran, bentuk vandalisme yang lain, jahat terhadap binatang, dan serangan fisik terhadap orang lain.

c.

Gangguan penyimpangan oposisi

Gangguan ini merupakan bentuk gangguan perilaku yang lebih ringan, meliputi perilaku yang kurang ekstrim. Perilaku dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan perilaku. Perilaku dalam gangguan ini menunjukkan sikap menentang, seperti berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang rendah terhadap frustasi, dan menggunakan minuman keras, zat terlarang, atau keduanya). 3. Gangguan ansietas sering terjadi pada masa kanak-kanak atau

remaja dan berlanjut ke masa dewasa. a. Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dan fobia banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan gejala yang sama dengan yang terlihat pada orang dewasa. b. Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa kanakkanak yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat dengannya. Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke sekolah, keluhan somatik, ansietas berat terhadap perpisahan dan khawatir tentang adanya bahaya pada orang-orang yang mengasuhnya. 4. a. Skizofrenia Skizofrenia anak-anak jarang terjadi dan sulit didiagnosis. Gejala-

gejalanya dapat menyerupai gangguan pervasif, seperti autisme. Walaupun penelitian tentang skizofrenia anak-anak sangat sedikit, namun telah dijumpai perilaku yang khas (Antai-Otong, 1995b), seperti

beberapa gangguan kognitif dan perilaku, menarik diri secara sosial, dan komunikasi. b. Skizofrenia pada remaja merupakan hal yang umum dan

insidensinya selama masa remaja akhir sangat tinggi. Gejala-gejalanya mirip dengan skizofrenia dewasa. Gejala awalnya meliputi perubahan ekstrim dalam perilaku sehari-hari, isolasi sosial, sikap yang aneh, penurunan nilai-nilai akademik, dan mengekspresikan perilaku yang tidak disadarinya. 5. a. Gangguan mood Gangguan ini jarang terjadi pada masa anak-anak dan remaja

dibanding pada orang dewasa (Keltner,1999). Prevalensi pada anakanak dan remaja berkisar antara 1% sampai 5% untuk gangguan depresi. Eksistensi gangguan bipolar (jenis manik) pada anak-anak masih kontroversial. Prevalensi penyakit bipolar pada remaja diperkirakan 1%. Gejala depresi pada anak-anak sama dengan yang diobservasi pada orang dewasa. b. Bunuh diri

Adanya gangguan mood merupakan faktor resiko yang serius untuk bunuh diri. Bunuh diri adalah penyebab kematian utama ketiga pada individu berusia 15 sampai 24 tahun. Tanda-tanda bahaya untuk bunuh diri pada remaja meliputi menarik diri secara tiba-tiba, berperilaku keras atau sangat memberontak, menyalahgunakan obat atau alkohol, secara tidak biasanya mengabaikan penampilan diri, kualitas tugas-

tugas sekolah menurun, membolos, melarikan diri, keletihan berlebihan dan keluhan somatik, respon yang buruk terhadap pujian, ancaman bunuh diri yang terang-terangan secara verbal, dan membuang bendabenda yang didapat sebagai hadiah (Newman, 1999). 6. a. Gangguan penyalahgunaan zat. Gangguan ini banyak terjadi ; diperkirakan 32% remaja menderita

gangguan penyalahgunaan zat (Johnson, 1997). Angka penggunaan alkohol atau zat terlarang lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding perempuan. Risiko terbesar mengalami gangguan ini terjadi pada mereka yang berusia antara 15 sampai 24 tahun. Pada remaja, perubahan penggunaan zat menjadi ketergantungan zat terjadi lebih cepat; misalnya, pada remaja penggunaan zat dapat berkembang menjadi ketergantungan zat dalam waktu 2 tahun sedangkan pada orang dewasa membutuhkan waktu antara 15 sampai 20 tahun. b. Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lainnya merupakan hal

yag banyak terjadi, termasuk gangguan mood, gangguan ansietas, dan gangguan perilaku disruptif. c. Tanda bahaya penyalahgunaan zat pada remaja, diantaranya adalah

penurunan fungsi sosial dan akademik, perubahan dari fungsi sebelumnya, seperti perilaku menjadi agresif atau menarik diri dari interaksi keluarga, perubahan kepribadian dan toleransi yang rendah terhadap frustasi, berhubungan dengan remaja lain yang juga

menggunakan penggunaan zat.

zat,

menyembunyikan

atau

berbohong

tentang

C. Etiologi Gangguan Psikiatrik pada Anak-anak dan Remaja Tidak ada penyebab tunggal dalam gangguan mental pada anak-anak dan remaja. Berbagai situasi, termasuk faktor psikobiologik, dinamika keluarga, dan faktor lingkungan berkombinasi secara kompleks. 1. a. Faktor-faktor psikobiologik Riwayat genetika keluarga, seperti retardasi mental, autisme,

skizofrenia kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan ansietas. b. Abnormalitas struktur otak. Penelitian menemukan adanya

abnormalitas struktur otak dan perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan ADHD. c. Pengaruh pranatal, seperti infeksi maternal, kurangnya perawata

pranatal, dan ibu yang menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan abnormalitas perkembangan saraf yang berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan dengan

berkurangnya suplai oksigen pada janin sangat signifikan dalam terjadinya retardasi mental dan gangguan perkembangan saraf lainnya. d. Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan

koping bagi anak. 2. Dinamika keluarga

a.

Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa

kanak-kanak awal, perkembangan otaknya kurang adekuat (terutama otak kiri). Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori, kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998). b. Disfungsi sistem keluarga (mis., kurangnya sifat pengasuhan,

komunikasi yang buruk, kurangnya batasan antar generasi, dan perasaan terjebak) disertai dengan keterampilan koping yang tidak adekuat antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua. 3. a. Faktor lingkungan Kemiskinan.

Perawatan pranatal yang tidak adekuat, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan perkembangan normal anak. b. Tunawisma.

Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit ringan kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis

diantara anak tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol (Townsend, 1999).

c.

Budaya keluarga.

Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah psikologik.

D. Penatalaksanaan Gangguan Psikiatrik pada Anak-anak dan Remaja 1. Perawatan berbasis komunitas saat ini lebih banyak terdapat pada

managed care. a. Pencegahan primer melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah perawatan pranatal awal, program intervensi dini bagi orang tua dengan faktor resiko yang sudah diketahui dalam membesarkan anak, dan mengidentifikasi anak-anak yang berisiko untuk memberikan dukungan dan pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini. b. Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan

jiwa komunitas, layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan konseling teman sebaya. c. Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan program pendidikan khusus untuk anakanak yang tidak mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu anak dalam mengembangkan metode koping yang lebih adaptif. d. Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga penting untuk membantu keluarga mendapatkan keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat meningkatkan fungsi semua anggota keluarga. 2. Pengobatan berbasis rumah sakit a. Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasana diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif yang kurang restriktif, atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain. b. Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang menderita penyakit jiwa.

c. Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif masi menjadi kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat (timeout), penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk mencegah memburuknya perilaku. 3. Farmakoterapi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi

Medikasi

psikotropik digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki efek samping yang beragam. a. Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja memengaruhi jumlah dosis, respon klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik. b. Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat memengaruhi hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang tidak konsisten, terutama dengan antidepresan trisiklik.

E. Proses Keperawatan Gangguan Psikiatrik pada Anak-anak dan Remaja 1. a. Pengkajian Kaji kembali riwayat klien untuk adanya jhal-hal yang

mencetuskan stressor atau data yang signifikan, antara lain riwayat keluarga, peristiwa-peristiwa hidup yang menimbulkan stres, hasil pemeriksaan kesehatan jiwa, riwayat masalah fisik dan psikologis serta pengobatannya.

b.

Catat pola pertumbuhan dan perkembangan anak dan bandingkan

dengan alat standar, seperti The Developmental Screening Test dan versi yang sudah direvisi (Wong, 1997). c. Catat bukti pencapaian tugas perkembangan yang sesuai bagi anak

atau remaja. d. Lakukan pemeriksaan fisik pada anak atau remaja, catat data

normal atau abnormal. e. Kaji respon perilaku yang dapat mengindikasikan gangguan pada

anak-anak atau remaja. Pastikan untuk mengkaji interaksi langsung, observasi permainan, dan interaksi dengan keluarga dan teman sebaya. f. g. h. 2. a. b. 3. a. Identifikasi bukti gangguan kognitif. Observasi adanya bukti-bukti gangguan mood. Kaji kelebihan dan kelemahan sistem keluarga. Diagnosis keperawatan Analisis Tetapkan diagnosis keperawatan bagi klien dan keluarga Perencanaan dan identifikasi hasil Bekerjasama dengan klien dan keluarga dalam menetapkan tujuan

yang realistis b. Tetapkan kriteria hasil yang diinginkan untuk klien, keluarga, atau

keduanya. 4. Implementasi a. Implementasi umum

1) 2) 3) 4)

Bentuk rasa saling percaya Dengarkan secara aktif, tunjukkan perhatian dan dukungan Tingkatkan komunikasi yang jelas, jujur, dan langsung Tempatkan diri sebagai pihak yang netral, jangan memihak

orang tua atau anak 5) Dukung kelebihan klien dan keluarga

Gunakan model kognitif untuk menjelaskan hubungan antara pikiran, perasaan, dan perilaku 6) 7) 8) Berpartisipasi dalam rencana pengobatan di unit rawat inap Perkuat secara positif perilaku yang dapat diterima Berpartisipasi dalam terapi bermain, biarkan anak

mengekspresikan dirinya melalui permainan imajinatif 9) Bekerjasama dengan keluarga klien, sekolah, dan tim

kesehatan jiwa 10) Anjurkan digunakannya kelompok pendukung masyarakat

bagi klien dan keluarga 11) Anjurkan pada keluarga tentang cara menjaga kesehatan

emosi anak melalui penyuluhan klien dan keluarga Penyuluhan keluarga dengan anak atau remaja yang menderita gangguan mental dapat dilakukan dengan memberikan informasi umum tentang gangguan tersebut, ajarkan pada orangtua tentang cara menjaga kesejahteraan emosi anak, dan beritahu orangtua tentang kelompok

pendukung komunitas yang tersedia untuk masalah spesifik yang dialami anak atau keluarga.

b. Untuk anak atau remaja dengan gangguan perkembangan pervasif 1) Ciptakan lingkungan yang aman, dan bantu orangtua untuk

melakukannya juga di rumah 2) Bantu orangtua mengurangi perasaan bersalah dan

menyalahkan atas apa yang mereka alami 3) Pertahankan konsistensi pengasuh anak di rumah sakit,

sekolah, dan rumah 4) Bantu orangtua dan saudara kandung anak dalam

mengidentifikasi dan mendiskusikan perasaannya, berbagai hal dan masalah yang berkaitan dengan tinggal bersama anak yang menderita gangguan serius 5) Alihkan perhatian anak bila ansietasnya meningkat dan

perilakunya 6) Berikan benda-benda yang dikenal anak

c. Untuk anak atau remaja dengan ADHD 1) Berikan medikasi stimulan di pagi hari guna

memaksimalkan efektivitasnya untuk kegiatan di siang hari 2) Bantu keluarga menggunakan manipulasi lingkungan untuk

mengurangi stimulus guna mengendalikan perilaku

3)

Bantu keluarga menyusun jadwal yang tetap untuk makan,

tidur, bermain, dan mengerjakan tugas sekolah 4) Bekerjasama dengan sekolah, keluarga, dan tim kesehatan

jiwa untuk memastikan penempatan ruang kelas yang sesuai d. Untuk anak atau remaja dengan gangguan perilaku atau gangguan penyimpangan oposisi 1) Buat batasan-batasan yang tegas, jelas, dan konsisten

tentang konsekuensi atas perilaku yang tidak dapat diterima 2) Bantu orangtua menentukan dan mempertahankan batasan

yang telah ditetapkan 3) 4) Berikan umpan balik positif atas perilaku yang baik Dorong klien mengekspresikan kemarahannya dengan

sikap verbal yang tepat 5) Gunakan latihan fisik dan aktivitas untuk membantu anak

menyalurkan kelebihan energi yang muncul karena peningkatan ansietas atau kemarahan 6) Catat tanda-tanda perburukan perilaku dan dan lakukan

intervensi segera e. Untuk anak atau remaja dengan gangguan ansietas 1) Pertahankan sikap tenang bila klien dan orangtua

mengalami peningkatan ansietas 2) ansietas Ajarkan pada klien tindakan koping untuk mengatasi

3)

Gunakan strategi kognitif dalam mendiskusikan tentang

ketakutan-ketakutan yang dirasakan klien, dengan mengemukakan realitas yang ada 4) Bantu klien segera kembali ke sekolah dengan dukungan

dari keluarga, bila terjadi ansietas akibat perpisahan f. Untuk anak atau remaja dengan gangguan mood

Ajarkan pada klien dan keluarganya tentang gangguan mood, penyebab, gejala, dan pengobatannya 1) 2) Fokuskan pada tindakan meningkatkan harga diri Gunakan tindakan kognitif dalam mengatasi perasaan dan

pikiran negatif 3) 4) Pertahankan sikap yang penuh harapan Gunakan tindakan kewaspadaan terhadap bunuh diri bagi

klien yang berisiko melakukannya g. Untuk anak atau remaja dengan gangguan penyalahgunaan zat 1) Ajarkan pada klien dan keluarganya tentang zat-zat tersebut

dan dampaknya terhadap kesejahteraan fisik dan psikologis 2) Anjurkan klien dan keluarganya untuk menghadiri

kelompok swadaya, misalkan alcoholic anonymous 3) Perkuat sikap penuh harapan bahwa klien dapat mencapai

dan mempertahankan keadaan bersih tanpa penyalahgunaan 4) Ajarkan tindakan koping untuk mengatasi perasaan dan

situasi yang tidak nyaman

5.

Evaluasi hasil

Perawat menggunakan kriteria hasil berikut ini untuk menentukan efektivitas intervensi keperawatan yang dilakukan. a. Klien dan keluarganya menunjukkan perbaikan keterampilan koping b. Klien mengendalikan perilaku impulsifnya c. Klien menunjukkan stabilitas mood yang normal d. Klien berpartisipasi dalam program penyuluhan sesuai kemampuan Klien dan keluarganya berpartisipasi dalam program pengobatan dan menerima rujukan komunitas e. klien berinteraksi secara sosial dengan kelompok teman sebaya

DAFTAR PUSTAKA Isaac, Ann. 2004. Panduan Belajar : Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. Jakarta: EGC. http://nutrisijiwa.blogspot.com/2008/04/gangguan-psikiatri-anak-dan-remaja.html. http://www.sekolahindonesia.com/sidev/NewDetailArtikel.asp? iid_artikel=13&cTipe_artikel=3 Sulis Styawan, 2007. Remaja dan perilaku menyimpang. FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (uny). PT Antar Surya Jaya Surabaya. 2007