Stigma pada gangguan jiwa

41
STIGMA PADA GANGGUAN JIWA Dan bagaimana menghadapinya Oleh Bagus Utomo – [email protected] Twitter @bagus Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia

Transcript of Stigma pada gangguan jiwa

Page 1: Stigma pada gangguan jiwa

STIGMA PADA GANGGUAN JIWA

Dan bagaimana menghadapinyaOleh

Bagus Utomo – [email protected] @bagus

Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia

Page 2: Stigma pada gangguan jiwa

APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN

STIGMA?

Page 3: Stigma pada gangguan jiwa

STIGMA = STEREOTYPE NEGATIF

• Secara harfiah berarti cap, stempel, label negative

Page 4: Stigma pada gangguan jiwa
Page 5: Stigma pada gangguan jiwa
Page 6: Stigma pada gangguan jiwa

Stigma terjadi karena: • Persepsi negative yang beredar di masyarakat selama bertahun-tahun,

bahkan berabad-abad, termasuk dalam film-flm bahwa orang dengan gangguan jiwa sangat berbahaya sehingga harus dikucilkan.

• Adanya garis batas yang tegas antara orang “NORMAL” dan “Orang Dengan Gangguan Jiwa”. Padahal pengalaman kejiwaan, termasuk juga gangguan jiwa adalah pengalaman yang umum dialami siapapun. Tidak ada orang normal. Semua pernah mengalami masalah kesehatan jiwa, namun kekuatan setiap orang berbeda, strategi mengelola masalah yang baik, berat ringan masalah yg dihadapi setiap orang juga bervariasi, adanya dukungan sosial dan faktor-faktor lain yang membuat orang tersebut cukup beruntung terhindar dari masalah kesehatan jiwa yang berat.

Page 7: Stigma pada gangguan jiwa

PERASAAN YG TIMBUL AKIBAT STIGMA• Malu (shame) respon adaptifnya merahasiakan atau penarikan diri• Rasa bersalah dan saling menyalahkan (blame)• Keputusasaan (hopelessness)• Tertekan (distress)• Terbentuknya citra yang buruk di berbagai media (misrepresentation in the media)• Enggan mencari pertolongan atau menerima bantuan yang dibutuhkan• Isolasi, pengucilan, terpinggirkan secara sosial• Memandang pengobatan di layanan kesehatan dengan penuh rasa curiga dan takut

Page 8: Stigma pada gangguan jiwa

PUBLIC/SOCIAL STIGMA & SELF STIGMA

Page 9: Stigma pada gangguan jiwa
Page 10: Stigma pada gangguan jiwa

SELF STIGMA

• Selama bertahun-tahun sudah berkembang citra buruk di masyarakat tentang gangguan jiwa

• Nilai-nilai tersebut terinternalisasi dalam diri kita semua, seluruh anggota masyarakat

• Ketika kita atau anggota keluarga kita mengalami gangguan jiwa, kita akan mulai mengasihani diri dan melekatkan label stigma pada diri dan keluarga kita

• Dan menambah penyangkalan pada diri dan keluarga bahwa mengalami masalah kesehatan jiwa adalah bagian dari kehidupan manusia yang wajar seperti mengalami penyakit fisik lainnya.

• Self stigma kadang jauh lebih sulit diatasi daripada gejala gangguan jiwanya sendiri

Page 11: Stigma pada gangguan jiwa
Page 12: Stigma pada gangguan jiwa

BEBERAPA MACAM STIGMA NEGATIF TERHADAP MASALAH KESEHATAN JIWA

•  Kurang kegiatan promosi dan pencegahan. Kurang tersedianya informasi tentang kesehatan jiwa yg ramah dan mudah dipahami oleh orang awam. Sehingga deteksi dini tidak dapat segera dilakukan.

• Enggan berkonsultasi ke profesional kesehatan jiwa karena takut dianggap gila. Dan sebaliknya, mengolok2 orang yang berkonsultasi ke psikolog, psikiater dan perawat jiwa sebagai orang gila.

• Kurangnya pengetahuan orang sekitar baik keluarga, teman, mitra kerja, pasangan dll soal gangguan jiwa yg dialami salah satu anggota keluarganya.

• Menganggap semua Orang Dengan Gangguan Jiwa tidak mampu sama sekali memutuskan segala keputusan penting dalam hidupnya sehingga pengambilan keputusan sebaiknya dilakukan oleh keluarga atau orang lain

Page 13: Stigma pada gangguan jiwa

• Orang di sekitar pasien malah menyarankan pengobatan alternatif, tidak segera merujuk ke layanan kesehatan. Menakut-nakuti pasien yang berobat ke psikiater bahwa nanti dikasih obat yang nanti membuat kecanduan dan merusak ginjal atau hati.• Kurangnya peluang kursus, sekolah, kuliah, kerja, aktifitas sosial

lain. Kredit mikro atau pinjaman lunak. Atau mendapatkan perumahan murah/gratis buat Orang Dengan Gangguan Jiwa • Bullying, kekerasan fisik atau pelecehan verbal atau seksual.• Asuransi kesehatan masih tidak menjamin secara memadai

perawatan dan obat gangguan jiwa

Page 14: Stigma pada gangguan jiwa

• Keyakinan bahwa seseorang yang mengalami masalah gangguan jiwa tidak akan bisa sukses, tidak bisa membaik, atau tidak bisa pulih kembali.• Tidak tersedianya layanan kesehatan jiwa di Layanan kesehatan

yang diselenggarakan oleh pemerintah. Serta akses geografis yang masih sangat sulit dicapai oleh pasien dan keluarga.• Penyusunan anggaran di kementerian Kesehatan, sosial, yang

belum berpihak pada konsumen kesehatan jiwa.• Penyusunan daftar obat yg dicover BPJS yang tidak berpihak

pada kepentingan pasien. Pasien sangat mungkin mengalami efek samping yang menyiksa/tidak nyaman, padahal sebagian besar pasien gangguan jiwa berat perlu mengkonsumsi obat seumur hidup.

Page 15: Stigma pada gangguan jiwa

•  Perlakuan diskriminatif dan merendahkan martabat Orang dengan Gangguan Jiwa dan keluarganya oleh petugas kesehatan atau layanan publik lainnya.• Tidak adanya pelatihan penanganan gawat darurat kesehatan

jiwa bagi petugas keamanan sehingga terjadinya kekerasan tanpa mendahulukan penanganan persuasif.• Keengganan pemerintah daerah menyediakan perumahan atau

panti buat Orang Dengan Gangguan Jiwa yang terlantar di jalan dan tidak memiliki keluarga, atau bila karena sejumlah alasan yang kuat keluarga tidak mampu lagi merawat. Melakukan pembiaran pemasungan dan keterlantaran(homelessnes) adalah kejahatan pembiaran atau crime by omission.

Page 16: Stigma pada gangguan jiwa

• Membebaskan pasien pasung tanpa memberikan dukungan jaminan kesehatan, obat2an, dukungan sosial, peluang kerja dan finansial bagi keluarga pasien yg tidak mampu. • Doktrin petugas kesehatan dan sosial yang serba

mengembalikan ODGJ ke keluarga dengan semena2 tanpa mempertimbangkan kondisi pasien dan pemenuhan hak keluarga. Pemerintah yang nggak hadir dalam meringankan derita keluarga ODGJ, kok keluarga yang dihukum.• Membuat Panti, Pesantren gangguan jiwa, Penampungan ODGJ

atau gelandangan psikotik namun menolak bekerjasama dengan puskesmas, RSUD, RS atau RSJ atau menolak pengobatan medis.

Page 17: Stigma pada gangguan jiwa

• Membuat buku, film komersial atau dokumenter mengenai pengalaman Orang Dengan Gangguan Jiwa tanpa melakukan riset memadai dan mengidentikkan ODGJ dengan pelaku kriminal/kekerasan.• Melekatkan label diagnosis sembarangan pada diri

sendiri atau orang lain.• Menggunakan kata gila untuk menyebut Orang Dengan

Gangguan Jiwa.

Page 18: Stigma pada gangguan jiwa

• Tidak tersedianya ambulans gawat darurat yang siap membantu menjemput pasien gangguan jiwa yang mengalami kekambuhan.• Mengabaikan hak pilih dan dipilih ODGJ dan

keluarganya.• Pandangan yg menyatakan bahwa semua ODGJ tidak

mampu bertanggungjawab secara hukum tanpa melalui proses observasi dan verifikasi oleh pakar terkait.• Lambatnya pembuatan regulasi pendukung Undang-

undang Kesehatan Jiwa dan kurang dilibatkannya konsumen kesehatan jiwa dalam proses tersebut.

Page 19: Stigma pada gangguan jiwa

6 TIPS MENGHADAPI STIGMA

• Jangan terlalu diambil hati, jangan Baper (terlalu dibawa perasaan)

Masyarakat seperti itu karena tidak tau. Berbesar hati dan maaafkan. Lebih baik kita fokus untuk maju dan terus berkarya.

• Ceritakan kisahmu. Perjuanganmu menghadapi gangguan jiwa dapat menimbulkan simpati bagi yang mendengarkan. Bergabunglah di organisasi pendukung kesehatan jiwa, berikan testimoni/kesaksian dan bicara terbuka pada masyarakat luas. Katakan baa gangguan jiwa bisa dialami oleh siapapun.

Page 20: Stigma pada gangguan jiwa

• Berpegang pada fakta ilmiah. Penelitian oleh para ilmuwan mengungkapkan fakta yang sangat gamblang soal aspek biologi psikologi sosial dan spiritual timbulnya masalah kesehatan jiwa. Penelitian ilmiah tidak pernah berhenti dan siap menerima fakta2 baru yang lebih valid. Tidak berdasarkan asumsi2 pribadi saja, atau "konon".

• Bicaralah soal faktor genetika. Ada peran genetika dalam munculnya gangguan jiwa. Ketika kita bergabung dalam organisasi pendukung kesehatan jiwa dan bertemu dengan banyak keluarga lain, kita akan menemukan fakta bahwa faktor genetika memang berperan.

Page 21: Stigma pada gangguan jiwa

•Ungkapkan fakta statistik. Banyak sekali data statistik prevalensi gangguan jiwa dan lain-lain yang akan membuka mata banyak orang tentang masalah kesehatan jiwa.

•Gangguan jiwa dan bencana. Masyarakat umum biasanya akan lebih mudah memahami soal gangguan jiwa bila diberikan penjelasan dan contoh tentang gangguan stress pasca trauma. Bagaimana seseorang yang stress setelah kecelakaan, peperangan atau setelah menjadi korban bencana alam yang berskala besar, Dalam kondisi itu siapapun dapat mengalami gangguan jiwa. Tidak peduli seberapa kuat orang itu.

Page 22: Stigma pada gangguan jiwa

SARAN LAIN

Page 23: Stigma pada gangguan jiwa

• Segera berkonsultasi ke layanan kesehatan terdekatMeski kamu masih enggan mengakui bahwa kamu membutuhkan perawatan. Jangan biarkan rsa takut dengan datang ke layanan kesehatan. Perawatan di rumah sakit dapat memberikan perasaan lega dengan mulai mengenali apa yang menyebabkan kondisimu dan mulai mengendalikan gejala dapat membantumu kembali ke dunia kerja dan kehidupanmu yang dulu.

• Jangan biarkan stigma menimbulkan sikap meragukan diri sendiri dan rasa maluStigma tidak hanya datang dari orang lain dapat juga datang dari diri kita sendiri. Karena sebelum mengalami gangguan jiwa kamu telah mengadopsi nilai dari masyarakat yang menstigma, maka ketika kamu mengalami gangguan jiwa kamu dapat salah memahami bahwa kondisimu adalah suatu pertanda kelemahan pribadi . Atau sebaliknya, kamu terus merasa mampu mengendalikan kondisi tersebut dan tidak mau berobat atau berkonsultasi dengan professional kesehatan jiwa. Carilah layanan bimbingan konseling, edukasi diri dengan pengetahuan yang direkomendasi oleh professional kesehatan jiwa dan berjejaring dengan sesame Orang Dengan Gangguan Jiwa yang telah pulih agar dapat membantumu membangkitkan rasa percaya diri dan mengatasi keyakinanmu yang selama ini cenderung mengasihani dan menghakimi diri sendiri.

Page 24: Stigma pada gangguan jiwa

• Hindari mengisolasi diriBila kamu mengalami gangguan jiwa, kamu mungkin sungkan bercerita pada orang lain tentang ituit. Padahal keluargamu, teman, tetangga atau masyarakat di tempat kamu tinggal dapat memberikan dukungan bila mereka tau kondisimu. Carilah orang yang menurutmu dapat kamu percayai dan dapat mengerti kondisimu.

• Jangan identikkan dirimu dengan penyakitmuKamu bukanlah diagnose penyakit. Jadi jangan bilang “saya Bipolar”, tapi katakan “saya mengalami gangguan bipolar." Daripada menyebt dirimu “saya skizofren," katakan “saya mengalami skizofrenia."

• Bergabung dengan kelompok dukungan (support group)Saat ini mulai tumbuh sejumlah kelompok dukungan di internet yang membantu menghapus stigma dengan memberikan edukasi pada Orang Dengan Gangguan Jiwa, keluarganya dan masyarakat umum. Dinas kesehatan setempat, layanan kesehatan seperti pusksmas dan kementerian di tingkat pusat seperti kementerian kesehatan kementerian sosial, juga melakukan upaya penghapusan stigma, rehabilitasi dan pemberdayaan Orang Dengan Gangguan Jiwa.

Page 25: Stigma pada gangguan jiwa

• Bila masih sekolah atau kuliah carilah bantuan pada guru BK atau layanan kesehatan di kampusBila anakmu mengalami masalah kesehatan jiwa yang dapat membantu proses belajar mengajar, carilah program yang dapat membantumu. Diskriminasi terhadap pelajar atau mahasiswa yang mengalami gangguan jiwa adalah perbuatan melanggar hukum, para pendidik khususnya, di tingkat dasar dan menengah sangat dibutuhkan dalam membantu mereka. Berceritalah pada guru, guru Bimbingan Konseling , dosen atau pembimbing akademis, tata usaha apakah ada hal-hal yang dapat membantu memudahkan proses belajarmu. Bila guru tidak mengetahui disabilitas yang dialami muridnya, itu dapat mengakibatkan diskriminasi, dan kendala proses belajar dan nilai yang buruk.

• Lawan stigmaUngkapkan pendapat kita dengan mengirimkan surat kepada editor media berita di internet. Atau datanglah pada kegiatan kampanye terbuka tentang kesadaran kesehatan jiwa yang diselenggarakan oleh kelompok pendukung di daerahmu. Berani berbagi kisah kesaksian bangkit dari gangguan jiwa.

Page 26: Stigma pada gangguan jiwa

SEJUMLAH STATISTIC DAN DIAGRAM

Page 27: Stigma pada gangguan jiwa

KRIMINAL ATAU KORBAN?

Page 28: Stigma pada gangguan jiwa
Page 29: Stigma pada gangguan jiwa
Page 30: Stigma pada gangguan jiwa
Page 31: Stigma pada gangguan jiwa
Page 32: Stigma pada gangguan jiwa
Page 33: Stigma pada gangguan jiwa
Page 34: Stigma pada gangguan jiwa
Page 35: Stigma pada gangguan jiwa
Page 36: Stigma pada gangguan jiwa
Page 37: Stigma pada gangguan jiwa
Page 38: Stigma pada gangguan jiwa
Page 39: Stigma pada gangguan jiwa
Page 40: Stigma pada gangguan jiwa

TERIMA KASIH

Page 41: Stigma pada gangguan jiwa

KEPUSTAKAAN

• http://apt.rcpsych.org/content/6/1/65• http://

www.mayoclinic.org/diseases-conditions/mental-illness/in-depth/mental-health/art-20046477

• http://www.mentalhealth.wa.gov.au/mental_illness_and_health/mh_stigma.aspx• http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1489832/• http://www.thebiline.com/news/2015/11/20/students-provide-perspectives-on-mental-

health-issues-stigmas-awareness/

• http://metro.co.uk/2014/02/06/time-to-talk-day-shaking-off-the-stigma-of-mental-health-4265834/

• http://www.slideshare.net/asareor/stigma-and-mental-illness-38276409