case KDK
-
Upload
sylvia-pertiwi -
Category
Documents
-
view
33 -
download
5
Transcript of case KDK
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : Anak RV
Umur / Tanggal Lahir : 2 tahun / 14 Juni 2010
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 10,6kg
Tinggi Badan : 86 cm
Agama : Islam
Alamat : Jl. Lomba Jaya I no. 642 RT 26 RW 07 Ilir Timur I
Sumatera Selatan
Kebangsaan : Indonesia
MRS : 8 Juli 2012
B. ANAMNESA
(alloanamnesis dengan ibu penderita, 11 Juli 2012)
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Demam Tinggi
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 12 jam SMRS penderita mulai demam tinggi, timbul mendadak terus
menerus. Kejang (-), mual muntah (-), nyeri persendian dan pegal2 (-), batuk (-),
pilek (-), BAB dan BAK (+) biasa, penderita belum dibawa berobat.
6 jam SMRS tiba-tiba kejang umum tonik klonik ± 5 menit, demam (+) post
iktal penderita sadar, namun penderita belum dibawa berobat hanya diberi
penurun panas dan demam berkurang. 1 jam SMRS penderita kembali kejang
umum tonik klonik ± 5 menit, demam (+) post iktal penderita sadar. Penderita
kemudian diabwa ke IGD RSMH.
1
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya (+) pada umur 1 tahun, kejang umum tonik
klonik. Lama ± 5 menit, frekuensi 1x, postiktal penderita sadar.
Riwayat trauma sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat kejang dalam keluarga (+), saudara kandung penderita pernah
mengalami kejang demam.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Cukup bulan
Partus : Spontan
Ditolong oleh : Dokter
Tanggal : 14 Juni 2010
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
Keadaan saat lahir : Langsung menangis
Riwayat Makan
ASI : 0 - 1 bulan
Susu formula : 3 bln - sekarang
Bubur susu : 4 - 8 bula
bubur tim : 8 - 9 bulan
nasi tim : 9 – 12 bulan
Nasi : 12 bulan – sekarang
Riwayat Perkembangan
Tengkurap : 3 bulan
2
Duduk : 5 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 11 bulan
Kesan : Perkembangan motorik dalam batas normal
Riwayat Imunisasi
BCG : 1 kali, scar + (pada lengan kanan)
DPT : 3 kali
Polio : 3 kali
Hepatitis B : 3 kali
Campak : 1 kali
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 11 Juli 2012
Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 120 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 32 x/menit
Suhu : 37,1 °c
Berat Badan : 10,6 kg
Tinggi Badan : 86 cm
Lingkar Kepala : 46 cm
Status Gizi: BB/U : 10,6/13 x 100% = 81,5%
TB/U : 86/86 x 100% = 100%
BB/TB : 10,6/13 x 100% = 81,5%
Z scores: antara -2 SD dan -1SD
Kesan : Gizi baik
Keadaan Spesifik
3
Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris, UUB membonjol (-)
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Cekung (-), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya +/+,
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-).
Telinga : Sekret (-).
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (+), Tonsil hiperemis T3-T3
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.
Thorak
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi -/-
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Auskultasi : HR: 120 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus normal
Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-)
Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-),
capillary refill < 2 detik.
4
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi motorik
Pemeriksaan Tungkai
Kanan
Tungkai
Kiri
Lengan
Kanan
Lengan
Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflek fisiologis + normal + normal + normal + normal
Reflek patologis - - - -
Fungsi sensorik : Dalam batas normal
Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal
GRM : Kaku kuduk tidak ada
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah
Hb : 11,4 g/dl
Ht : 33 vol%
Eritrosit : 4.320.000
Leukosit : 17.300/mm3
LED : 40 mm/jam
Trombosit : 371.000/mm3
Hitung jenis : 0/3/1/73/16/9
Kimia Klinik
BSS : 104mg/dl
Natrium : 140 mmol/l
Kalium : 4,6 mmol/l
Kalsium : 10,6 mmol/l
5
E. DIAGNOSA BANDING
Kejang Demam Komplek + Faringitis Akut
Epilepsi + Faringitis Akut
Meningitis + Faringitis Akut
F. DIAGNOSA KERJA
Kejang Demam Kompleks + Faringitis Akut
G. PENATALAKSANAAN
Stesolid sirup 3 x 1,5 cth
Parasetamol sirup 4 x 1 cth
Eritromisin 3 x 1 cth
H. RENCANA PEMERIKSAAN
Lumbal pungsi
EEG
CT Scan Kepala
I. PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
J. FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
6-9-2007 S: Keluhan : demam menurun
kejang 2 kali, tonik klonik, lama ± 5 menit
O: Keadaan Umum
Sens: cm
6
7-9-2007
TD : 90/50 mmHg RR : 40 x/menit
N : 104 x/menit T : 37,8 oc
Keadaan spesifik
Kepala : NCH (-), faring hiperemis (+)
Leher : t.a.k
Thorak : simetris, retraksi (-), c/p dbn
Abdomen : datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas : t.a.k
Status neurologikus
Fungsi motorik : dbn
Fungsi sensorik : dbn
Fungsi nervi craniales : dbn
GRM : (-)
A: kejang demam komplek + faringitis akut + KEP II
P: stesolid sirup 3 x 1,5 cth
parasetamol sirup 4 x 1 cth
eritromisin sirup 3 x 1 cth
diet 830 kalori 12,5 gr protein
S: Keluhan : Demam
O: Keadaan Umum
Sens: cm
TD : 90/60 mmHg RR : 36 x/menit
N : 128 x/menit T : 36,8 oc
Keadaan spesifik : stqa
Status neurologikus : stqa
Hasil pemeriksaan lumbal pun gsi :
Warna : jernih
Pancaran : normal
7
8-9-2007
Pandy : (-)
Sel : 2 sel/ml
Glukosa : 50 mg/dl
Protein : 22 mg/dl
Pewarnaan gram : tidak ditemukan kuman
Hasil pemeriksaan EEG Normal EEG
A: kejang demam komplek dengan perbaikan
+ faringitis akut + KEP II
P : stesolid sirup 3 x 1,5 cth
parasetamol sirup 4 x 1 cth
eritromisin 3 x 1 cth
diet 830 kalori 12,5 gr protein
S: Keluhan : demam
O: Keadaan Umum
Sens: cm
TD : 90/60 mmHg RR : 36 x/menit
N : 128 x/menit T : 36,8 oc
Keadaan spesifik : stqa
Status neurologikus : stqa
A: kejang demam komplek dengan perbaikan
+ faringitis akut + KEP II
P: stesolid sirup 3 x 1,5 cth
parasetamol sirup 4 x 1 cth
eritromisin 3 x 1 cth
diet 830 kalori 12,5 gr protein
BAB II
8
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas 38 oc) yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranium. Menurut
Consensus Statement on Febrile seizures (1980), kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranium
atau penyebab tertentu.
B. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam sekitar 2-4% di Amerika Serikat, Amerika selatan, dan
Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. 20% kasus merupakan kejang demam
kompleks. Pada umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23
bulan). Menurut Millichap (1968), hampir 3% anak berumur dibawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering pada laki-laki daripada
perempuan.
C. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko utama kejang demam adalah demam, sedangkan faktor resiko
lainnya antara lain adanya riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
sekandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam
perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih, dan sekitar 9% anak mengalami 3 kali rejurensi atau lebih.
Resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah
demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam,
dan riwayat keluarga epilepsi.
D. ETIOLOGI
9
Sampai saat ini belum diketahui, namun diduga kepekaan terhadap bangkitan
kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak
sempurna. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih.
E. PATOFISIOLOGI
Sel atau organ otak untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya memerlukan
energi yang didapat dari metabolisme. Sedangkan bahan baku metabolisme adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi sehingga dapat digunakan sebagai energi otak.
Sel dikelilingi oleh membran sel, dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dengan mudah dilalui oleh ion kalium dan sulit dilalui ion natrium dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida. Akibatnya kosentrasi kalium dalam sel neuron
tinggi dan kosentrasi natrium rendah, sedangkan diluar sel neuron terjadi hal
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan kosentrasi ion di dalam dan luar sel maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K-ATPase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat dirubah oleh adanya perubahan kosentrasi ion di ruang ekstraseluler, ransangan
yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari
sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu tubuh 1 oc akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, berbeda
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Sehingga kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
menyebabkan perubahan keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi,
mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan
bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang.
10
F. MANIFESTASI KLINIS
11
Pada umumnya kejang demam berlangsung singkat berupa serangan kejang
klonik atau tonik-klonik bilateral. Bentuk kejang lainnya juga dapat terjadi seperti
mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan
berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Kejang
demam dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kejang demam Sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana
merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.
Kejang Demam Kompleks
Kejang yang berlangsung lama, lebih dari 15 menit. Kejang berbentuk fokal atau
parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. Kejang dapat
berulang atau lebih 1 kali dalam 24 jam.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dilakukan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan
cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis
terutama pada pasien yang kejang demam pertama kali. Pada bayi-bayi kecil
seringkali gejala meningtis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada
bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk bayi yang berumur kurang
dari 18 bulan. Pemeriksaan EEG tidak dianjurkan pada pasien kejang demam
sederhana. Pencitraan seperti foto X-ray kepala, CT-scan atau MRI jarang sekali
dikerjakan kecuali ada indikasi seperti kelainan neurologik fokal yang menetap,
paresis nervus VI, dan papiedema.
H. DIAGNOSA BANDING
12
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis karena penyebab kejang dapat didalam atau diluar susunan
saraf pusat (otak). Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis.
I. PENATALAKSANAAN
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, antara lain:
1. Pengobatan fase akut
Pada saat kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan. Jalan napas dibebaskan agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan tanda
vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu
tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian
antipiretik.
Kejang dihentikan dengan pemberian diazepam IV atai intrarectal. Dosis
diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis
maksimal 20 mg. Dosis diazepam intrarectal 5 mg (BB<10 kg) atau 10 mg
(BB>10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian.
Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB IV
perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin bilas dengan NaCl
fisiologis karena fenitoin mengiritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital
diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1
tahun 50 mg dan 1 tahun keatas 75 mg IM. Empat jam kemudian diberikan dosis
rumat, untuk 2 hari pertama diberikan 8-10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, untuk
hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Selama
keadaan belum membaik, pengobatan diberikan melalui suntikan, namun setelah
keadaan membaik diberikan secara oral.
Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 408
mg/kgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
2. Mencari dan mengobati penyebab
13
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis terutama pada pasien yang kejang demam pertama kali.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
a) Profilaksis Intermiten
Diazepam oral 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis saat pasien demam.
Diazepam dapat diberikan intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg)
atau 10 mg (BB>10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu tubuh lebih dari
38,5oc.
b) Profilaksis Rumatan
Diberikan antikonvulsan terus menerus selama 1-2 tahun bebas kejang dan
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis dapat menggunakan
fenobarbital 4-5 mg.kgBB/hari dalam 2 dosis atau asam valproat 15-40
mg/kgBB/hari. Indikasi pemberian profilaksis rumatan antara lain:
Kejang lama > 15 menit
Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
Kejang fokal
Pengobatan ini dipertimbangkan bila:
- kejang berulang ≥ 2 kali dalam 24 jam
- kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan
- kejang demam ≥ 4 kali dalam 1 tahun
J. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50%,
umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Resiko untuk mendapat epilepsi rendah.
BAB III
14
ANALISA KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun datang dengan keluhan utama kejang serta
keluhan tambahan demam tinggi. Dari anamnesa didapatkan ± 4 hari sebelum MRS,
ibu penderita mengeluh penderita mengalami demam tinggi, terus menerus, penderita
dibawa berobat ke puskesmas dan diberi obat penurun panas dan antibiotik, demam
penderita turun tapi kemudian naik lagi. Muntah ada dengan frekuensi 1 kali kurang
lebih setengah gelas, isi apa yang dimakan dan diminum. ± 4 jam SMRS, ibu
penderita mengeluh penderita kejang. Kejang untuk pertama kali. Kejang diawali dari
tangan kiri dan kemudian seluruh tubuh, kejang tonik klonik, lamanya kurang lebih
20 menit. Setelah kejang ibu penderita mengaku penderita tetap sadar. Demam ada,
penderita dibawa berobat dan langsung dirujuk ke RSMH. Dalam perjalanan
penderita mengalami kejang lagi untuk yang kedua kalinya. Kejang terjadi selama
kurang lebih 20 menit, tonik klonik dan setelah kejang penderita tetap sadar.
Penderita lalu dirawat di bagian anak RSMH. Dari riwayat penyakit dahulu penderita
tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, namun didapatkan riwayat
didalam keluarga yaitu ayah penderita yang pernah mangalami penyakit yang sama.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, nadi 110 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup,
pernapasan 40 x/menit, dan suhu 38,5 °c. Pada keadaan spesifik didapatkan dalam
batas normal.
Status gizi pasien berdasarkan pemeriksaan antropometri tergolong dalam KEP II
(BB/TB 78,5%). Dari hasil pemeriksaan laboratoris didapatkan adanya leukositosis
(Leukosit 13.400/mm3) yang berarti adanya infeksi yang dapat menimbulkan demam.
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan laboratoris maka pasien ini di
diagnosa sebagai ejang demam komplek + faringitis akut + KEP II dan ditatalaksana
dengan pemberian terapi intermiten yaitu stesolid sirup 3 x 1,5 cth, parasetamol sirup
3 x 1 cth, eritromisin 3 x 1 cth, dan diet 830 kalori. 12,5 gr protein untuk
mengkoreksi status gizi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FK UI.
2. Staf Pengajar IKA FK UI. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid Kedua.
Jakarta: Bagian IKA FK UI.
3. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ed
Wahab AS. Edisi 15 Volume 3. Jakarta: EGC.
4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. 2006. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Cetakan Kedua. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI
16