pneumonia dan kdk

41
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BRONKOPNEUMONIA A.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirologi Sistem Respirologi dibagi 2 bagian, yaitu: traktus respitorius bagian atas yang terdiri dari hidung, nasofaring, sinus, dan laring. Kedua traktus respitorius bawah yang terdiri dari trachea, bronchus, bronchioles dan alveoli. 8 Trakea Trakea adalah tabung terbuka berdiameter 2,5 cm dan panjang 10-12 cm yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda (hurup C), dengan bagian terbuka mengarah ke posterior (oesofagus ). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia yang hanya dapat bergerak kearah luar dan sel golbet yang menghasilkan mucus bersama-sama berfungsi menyapu partikel yang berhasil lolos dari saringan 5

Transcript of pneumonia dan kdk

Page 1: pneumonia dan kdk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BRONKOPNEUMONIA

A.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirologi

Sistem Respirologi dibagi 2 bagian, yaitu: traktus respitorius bagian atas

yang terdiri dari hidung, nasofaring, sinus, dan laring. Kedua traktus respitorius

bawah yang terdiri dari trachea, bronchus, bronchioles dan alveoli.8

Trakea

Trakea adalah tabung terbuka berdiameter 2,5 cm dan panjang 10-12 cm

yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk

seperti tapal kuda (hurup C), dengan bagian terbuka mengarah ke posterior

(oesofagus ). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang

disebut sel bersilia yang hanya dapat bergerak kearah luar dan sel golbet yang

menghasilkan mucus bersama-sama berfungsi menyapu partikel yang berhasil

lolos dari saringan hidung, kearah farins untuk kemudian ditelan atau diludahkan

atau dibatukkan. Potongan melintang trakea khas berbentuk huruf D.8

Bronchus

Trakea bercabang menjadi bronchus utama (primer) kiri dan kanan.

Bronchus kanan bercabang menjadi bronchus (sekunder) lobus atas dan bawah.

Setiap bronchus lobaris bercabang lagi menjadi bronchus tersier (segmental).

Setelah 9-12 generasi percabangan, ukuran saluran telah mengecil sampai

diameter 1 mm. Saluran ini disebut bronchiolus yang turut menyusun lobus paru.

Bronchiolus memasuki lobulus pada bagian puncaknya, bercabang- cabang lagi

5

Page 2: pneumonia dan kdk

membentuk 4-7 bronchiolus terminalis yang masing-masing bercabang lagi

menjadi 2 bronchiolus respitorius, bagian ini bercabang lagi lebih dari 3 kali

duktus alveolaris yang lebih lanjut masih dapat bercabang 2 sebelum menjadi

sakus alveolaris dan alveoli. Pertukaran gas berlangsung mulai dari bronchiolus

respiratorius sampai alveoli. 8

Paru-paru

Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spon dan berisi udara

terletak dalam rongga dada. Paru kanan memiliki tiga lobus (lobus dextra

superior, lobus dextra media, lobus dextra inferior) dan paru kiri memiliki dua

lobus (lobus sinistra superior dan lobus sinistra inferior). Setiap paru memiliki

sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama sebuah permukaan

diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas diafragma sebuah permukaan

mediastinal (medial) yang terpisah dan paru lain oleh mediastinum dan

permukaan kosta terletak diatas kerangka iga. Permukaan mediastinal memiliki

hilus, bronchial dan paru. 8

Pleura

Pleura adalah sebuah membran yang membungkus setiap paru.

Pleura parietal melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma, midiastinum).

Pleura visceral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal dibagian

bawah paru. Rongga pleura (ruang intrapleura) adalah ruang potensial antara

pleura parietal dan visceral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan

ini disekresi oleh sel-sel pleura sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa

melakukan friksi. Tekanan cairan (tekanan intrapleura) agak negatif di

6

Page 3: pneumonia dan kdk

bandingkan tekanan atmosfir. Hanya satu lapisan membran yaitu membrane

alveoli-kapiler memisahkan oksigen dihirup melalui hidung dan mulut pada waktu

bernapas, oksigen masuk melalui trachea dan pipa bronchial ke alveoli dan

berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonalis. Oksigen dari darah

menembus membran ini dan diambil oleh sel-sel darah merah dan dibawa ke

jantung yang kemudian dipompakan melalui arteri keseluruh bagian tubuh. Darah

meninggalkan paru- paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini

kadar sel darah merah 95 % oksigen jenuh. 8

A.2 Definisi Bronchopneumonia

Bronchopneumonia merupakan inflamasi yang sering terjadi pada paru,

sering disebut dengan pneumonia bronchial atau pneumonia lobular. Inflamasi

dapat terjadi dari bronkus, bronkiolus dan menyebar secara ireguler pada

peribronchiolar alveoli and alveolar duct. Hasilnya inflamasi dapat berubah

menjadi konsolidasi yang terlokalisir pada bronkiolus dan sekitar alveoli paru.1,6

A.3 Epidemiologi Bronkopneumonia

Penelitian di Rumah Sakit Norwegia (2011) dengan sampel anak yang

berusia kurang dari 16 tahun per 10.000 populasi pada tahun 2003 hingga 2005

didapatkan angka insidensi sebesar 14,7 pada anak yang berusia 0-16 tahun, 32,8

pada usian 0-5 tahun dan 42,1 pada usia 0-2 tahun. Pada penelitian PRIDE

(Paediatric Respiratory Infection in Germany) dari 2386 anak, didapatkan 114

7

Page 4: pneumonia dan kdk

mengalami pneumonia. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari

4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur.4

A.4 Etiologi Bronkopneumonia

Faktor Infeksi

1. Bakteri

a. Pneumococcus, penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa disebabkan

oleh penumokokus 1 – 8 (pada anak – anak tipe 14, 1, 6, 9). Insiden meningkat

pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.

b. Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti

morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti pertusis,

pneumonia oleh pneumokokus.9

2. Virus

Virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus sitomegalik. 9

3. Aspirasi

Makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah) dan cairan amnion, benda

asing. 9

4. Pneumonia Hipostatik

Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang

sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur

yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang

tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang.

Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat

panjang seperti tifoid harus diubah – ubah posisi tidurnya. 9

8

Page 5: pneumonia dan kdk

5. Jamur

H. Capsulatum. Candida albikans, Blastomycetes dermatitis,

Koksidiomikosis, Aspergilosis dan Aktinimikosis. 9

6. Sindrom Loeffler

Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes. 9

Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk

pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali,

sehingga pembagian etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis. 9

o Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus(RSV).

o Pada bayi :

Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.

Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium

tuberculosa, B. pertusis.

o Pada anak-anak :

Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

o Pada anak besar – dewasa muda :

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis. 9

Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi : 9

9

Page 6: pneumonia dan kdk

1. Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung

( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

2. Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,

termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan

seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau

pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang

menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.

Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling

merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan. Selain faktor di atas, daya tahan

tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem

imun pada penderita – penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon

imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor

predisposisi terjadinya penyakit ini.

A.5 Patofisiologi Bronkopneumonia

Pada keadaan sehat setiap individu, mikroorganisme patogen yang masuk

ke dalam mencapai bronkhiolus atau paru-paru dikeluarkan melalui beberapa

mekanisme pertahanan diri seperti refleks batuk dan apa bila lolos dari mekanisme

pertahanan tersebut, maka mikroorganisme akan dihadang oleh sistem imun.

Respon ini diperankan oleh limfosit yang melibatkan sel-sel darah putih lainnya

10

Page 7: pneumonia dan kdk

misalnya makrofag, neutrofil dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses

peradangan berlangsung.2

Pada individu yang rentan terhadap penyakit, mikroorganisme patogen

yang masuk kedalam tubuh berusaha memperbanyak diri dan mengeluarkan toxin

dan endotoxin yang bersifat merusak sehingga reaksi antigen-antibodi dan

endotoxin yang dilepaskan oleh beberapa mikro organisme merusak membran

mukosa parenkrim paru dan membentuk bercak-bercak infiltrat yang

menyebabkan kegagalan pertukaran gas. Pasien akan mengalami kesukaran

bernapas sehingga pernapasan akan menjadi cepat, adanya tarikan dinding dada

kedalam, pernapasan cuping hidung, suara napas stridor akibat penumpukan

sekret di bronkhus dan karena suplai oksigen kejaringan kurang akan

menyebabkan sianosis. 2

Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara

percikan (droplet). Pneumococcus umumnya mencapai alveoli lewat percikan

mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.

Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi

primer : 2

1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi

pada orofaring.

2. Inhalasi aerosol yang infeksius.

3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal.

Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang

menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang

11

Page 8: pneumonia dan kdk

terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi

mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Mekanisme daya tahan traktus

respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari

: 2

1. Susunan anatomis rongga hidung

2. Jaringan limfoid di nasofaring

3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret

lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut

4. Refleks batuk

5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi

6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional

7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A

8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja

sebagai anti mikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui

jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan

jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu

proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu: 2

a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia

ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah

12

Page 9: pneumonia dan kdk

pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup

histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur

komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium

sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang

harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam

darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari

reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung

sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

13

Page 10: pneumonia dan kdk

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7 – 12 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

A.6 Gejala Klinis Bronkopneumonia

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian

atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C dan

mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Tanda-tanda klinis utama dari

bronkopneumonia merupakan manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas

berupa demam tinggi, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang,

keluhan gastrointestinal. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk,

takipnu, dispnea, napas cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih, dan

sianosis. Yang paling khas dari bronkopneumonia adalah gambaran radiologis

berupa bercak konsolidasi yang menyebar di daerah bronkiolus atau sekitar

alveolus.1

A.7 Penegakkan Diagnosis Bronkopneumonia

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang sesuai dengan gejala

dan tanda yang diuraikan sebelumnya dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan

penunjang.1,9

· Pemeriksaan fisik

14

Page 11: pneumonia dan kdk

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah

yang terkena. Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan

mulut, retraksi sela iga. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya

kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus

sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin

pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi

terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa

pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.9

· Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium 9

1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3

dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan

dengan infeksi virus atau mycoplasma.

2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

3. Peningkatan LED.

4. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain

kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat

swab).

5. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik

Pemeriksaan Rontgen Toraks 9

Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau

beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti

15

Page 12: pneumonia dan kdk

pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke

arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,

karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan

kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan

pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman

tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan : 7

1. Pneumonia sangat berat :

→ Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus

dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

2. Pneumonia berat :

→ Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka

anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

3. Pneumonia :

→ Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

- > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

- > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

- > 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun

4. Bukan Pneumonia :

→ Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat

dan tidak perlu diberi antibiotika.

16

Page 13: pneumonia dan kdk

A.7 Penatalaksanaan Bronkopneumonia

Indikasi rawat inap pada bronkopneumonia :7

- Penderita tampak toksik

- Umur kurang dari 6 bulan

- Distres pernapasan berat

- Hipoksemia (saturasi okosigen kurang dari 92-94% pada kondisi

ruangan)

- Dehidrasi atau muntah

- Terdapat efusi pleura atau abses paru

- Kondisi imunokompromais

- Ketidakmampuan orang tua untuk merawat

- Didapatkan penyakit penyerta lain, misalnya penyakit jantung bawaan

- Pasien membutuhkan pemberian antiboitika secara parental

Pada penderita yang dirawat, penatalaksanaan dibagi atas, penatalaksanaan

umum dan pengobatan kausal.7

A. Penatalaksanaan Umum 7

- Pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker

- Pemberian cairan, yang adekuat. Cairan rumatan diberikan

mengandung gula dan eliktrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai bert

badan dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak berat dapat

dipusakan, sesak berkurang, asupan oral dapt diberikan.

- Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi misal

hipoglikemia, metabolic asidosis

17

Page 14: pneumonia dan kdk

- Mengatasi penyakit pernyerta seperti kejang demam dan diare

B. Pengobatan causal 7

Golongan betalaktam (penilisin, sefalosporin, karbapenem dan

monobaktam) merupakan jeni – jenis antibiotika yang sudah dikenal cukup

luas. Biasanya digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan oleh

bakteri sperti Streptococcus pneumoniae influenza dam Staphylococcus

aureus. Pada kasus yang berat diberikan golongan sefaloporin sebagai

pilihan, terutama apabila penyebabanya belum diketahui. Sedangkan pada

kasus yang ringan sedang, dipilih golongan penisilin.

Pada keadaaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung

bawaan, gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid

jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus

segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan

antibiotik : sefalosporin generasi 3.

Tabel 1. Pilihan penggunaan antibiotika pada pneumonia 7

UmurDugaan Kuman

Penyebab

Pilihan antibiotik

Rawat inap Rawat jalan

< 3

bln

- Enterobacteriace

(Escherichia

Colli,Klebsiella,

Enterobacter)

- Streptococcus

pneumoniae

- Streptococcus grroup

B

- Kloksasilin iv dan

aminoglikosida

(gentamisin, netromisin,

amikasin) iv/im atau

- Ampisilin iv dan

aminoglikosida atau

- Sefalosporin gen 3 iv

(cefotaxim, ceftriaxon,

-

18

Page 15: pneumonia dan kdk

- Staphylococcus aureus

- Clamydia trachomatis

cefttazidim) atau

- Meropenem iv dan

aminoglikosida iv/im

3 bln-

5 thn

- Streptococcus

pneumoniae

- Staphylococcus

aureus

- Haemophyllus

influenzae

- Ampisilin iv dan

kloramfenikol iv atau

- Ampisilin dan Kloksasilin iv

atau

- Sefalosporin gen 3 iv

(sefotaksim, seftriakson,

seftazidim,cefuroksim)

atau

- Meropenem iv dan

aminoglikosida iv/im

- Amoksisilin

atau

- Kloksasilin atau

- Amoksilin asam

klavulanik atau

- Eritromisin atau

- Klaritromisin

atau

- Azitromisin

atau

- Sefalosporin

oral (sefixim,

sefaklor)

> 5

thn

- Streptococcus

pneumoniae

- Mycoplasma

pneumoniae

- Clamydia

pneumoniae

- Ampisilin iv atau

- Eritromisin po atau

- Klaritromisin po atau

- Azitromisin po atau

- Kotrimoksasol po atau

- Sefalosporin gen 3 iv

- Amoksilin atau

- Eritromisin po

atau

- Klaritromisin po

atau

- Azitromisin po

atau

- Kotrimoksasol po

atau

- Sefalosporin

oral

(sefixim,sefaklo)

A.8 Pencegahan Bronkopneumonia

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak

dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat

menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat

19

Page 16: pneumonia dan kdk

dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai

penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan

teratur, menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dan lain-

lain. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan

terinfeksi antara lain: vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. Influenza, vaksinasi

varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah.9

A.8 Komplikasi Bronkopneumonia

Dengan antibiotik, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi

yang dapat dijumpai : Empiema dan OMA. Komplikasi lain ialah seperti

Meningitis, Perikarditis, Osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.9

A.9 Prognosis Bronkopneumonia

Dengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat

diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi

protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, angka

kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan

sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan bervariasi dengan lamanya

sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang

memadai serta adanya penyakit yang menyertai. 9

B. KEJANG DEMAM KOMPLEKS

20

Page 17: pneumonia dan kdk

B.1 Definisi KDK

Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts

Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis) adalah kejang yang

disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,5oC tanpa adanya infeksi susunan

saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa

riwayat kejang sebelumnya. Kejang demam biasa terjadi pada anak dengan usia

antara 6 bulan hingga 5 tahun. 10,11

Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk

penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat

perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,

tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran

rekaman otak, dan lainnya.12

Studi epidemiologi membagi kejang demam menjadi 3 bagian yaitu:

kejang demam sederhana, kejang demam kompleks, dan kejang demam berulang (

Baumann, 2001). Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama

dari 15 menit, fokal atau multiple (lebih dari 1 kali kejang per episode demam). 12

B.2 Faktor Risiko KDK

Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain

adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari

mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,

perubahan keseimbangan caira dan elektrolit.13

21

Page 18: pneumonia dan kdk

Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1) riwayat kejang

demam dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperatur tubuh saat

kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan (4)

lamanya demam. Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah

(1) adanya gangguan perkembangan neurologis; (2) kejang demam kompleks; (3)

riwayat epilepsi dalam keluarga; dan (4) lamanya demam.10

B.3 Etiologi KDK

Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang

menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling

sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis

media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran

kemih.12

B.4 Patofisiologi KDK

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak

diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk

metabolisme otak yang terpenting adala glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi

dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke

otak melalui sitem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang

melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.9

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam

adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran

22

Page 19: pneumonia dan kdk

sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit

dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).

Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,

sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis

dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial

yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan

potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang

terdapat pada permukaan sel. 9

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya: 9

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran

listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu

tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron

dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium

melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.9

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke

seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang

disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang

23

Page 20: pneumonia dan kdk

kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang

anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang

kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak

dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih.

Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam

lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam

penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

9

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya

dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama

(lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan

oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi

arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin

meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak

meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya

kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. 9

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan

hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus

temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat

menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang

24

Page 21: pneumonia dan kdk

spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan

anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.9

B.5 Manifestasi Klinis KDK

Kejang Demam Kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri

berikut ini:7

1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau

kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.

Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial

satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang

adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak

sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang

demam.10

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya

berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang

menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode

mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15

menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang

memerlukan pengamatan menyeluruh.9

25

Page 22: pneumonia dan kdk

Serangan kejang demam berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik

bilateral dan dapatjuga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai

kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan,

atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Setelah kejang berhenti anak tidak

memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit,

anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti

hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jamsampai

beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang

menetap.9

B.6 Diagnosa KDK

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis

kejang demam antara lain: 9,13

1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis

ke arah kejang demam, seperti:

- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum

dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab demam diluar susunan

saraf pusat.

- Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti genetik,

menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan kejang pertama

disertai suhu dibawah 39° C.

- Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang adalah

usia < 15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang demam dalam

26

Page 23: pneumonia dan kdk

keluarga, kejang segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal,

riwayat demam yang sering, kejang demam pertama berupa kejang demam

akompleks.

2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:

- Suhu tubuh mencapai 39°C.

- Kejang lama > 15 menit

- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa

hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa

gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta,

relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai

nilai prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering

menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk

menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari.

B.8 Penatalaksanaan KDK

Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu:10

1. Pengobatan fase akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang

semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan kepalanya apabila

muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi

27

Page 24: pneumonia dan kdk

terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksiegen, kalau

perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital sperti kesadaran, suhu, tekanan

darah, pernapasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan

kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama

dengan pemberian secara intravena atau intrarektal. 10

2. Mencari dan Mengobati Penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.

Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada

kasus yang dicurigai meningitis atau apabila kejang demam berlangsung lama.

Pada bayi kecil sering mengalami meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal

harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 12 bulan, dan dianjurkan pada

pasien berumur 12-18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan utuk

mencari penyebab. 10

3. Pengobatan Profilaksis

Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang

merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila

kejang demam berlangsung lama dan mengakibatkan kerusakan otak yang

menetap (cacat). 10

Ada 3 upaya yang dapat dilakukan: 10

- Profilaksis intermitten, pada waktu demam.

- Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari

- Mengatasi segera bila terjadi kejang.

28

Page 25: pneumonia dan kdk

Profilaksis intermitten

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan

ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam

pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak.

Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik kerena penyerapannya lebih

cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk

pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan

berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5°C atau lebih.

Diazepam dapat pula diberikan sacara oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/ hari

dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah

ataksia, mengantuk, dan hipotonia. 10

Profilaksis terus- menerus dengan antikonvulasan tiap hari

Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dengan kadar darah sebesar 16

mgug/ml dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah

berulanggnya kejang demam. Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis

kejang demam adalah asam valproat yang sama atau bahkan lebih baik

dibandingkan efek fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efek samping

hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg BB/hari. Profilaksis terus

menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat

menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di

kemudian hari. 10

29

Page 26: pneumonia dan kdk

Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria yang

dapat dipakai untuk pemberian terapi rumat. Profilaksis tiap hari dapat diberi pada

keadaan berikut: 10

1. Bila terdapat kelainan perkembangan neurologi (misalnya cerebral palsy,

retardasi mental, mikrosefali).

2. Bila kejang demam berlangsung lama dari 15 menit, bersifat fokal, atau diikuti

kelainan neurologis sepintas atau menetap.

3. Terdapat riwayat kejang-tanpa-demam yang bersifat genetik pada orang tua

atau saudara kandung.

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang , hindarilah rasa

panik dan lakukanlah langkah-langkah pertolongan sebagai berikut: 10

1. Telungkupkan dan palingkan wajah ke samping

2. Ganjal perut dengan bantal agar tidak tersedak

3. Lepaskan seluruh pakaian dan basahi tubuhnya dengan air dingin. Langkah ini

diperlukan untuk membantu menurunkan suhu badanya.

4. Bila anak balita muntah, bersihkan mulutnya dengan jari.

5. Walupun anak telah pulih kondisinya, sebaiknya tetap dibawa ke dokter agar

dapat ditangani lebih lanjut.

30