makalah KDK 3
-
Author
fandiar-nur-isdiaty-wirjodisoemo -
Category
Documents
-
view
182 -
download
8
Embed Size (px)
description
Transcript of makalah KDK 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perawat sebagai penyedia pelayanan keperawatan dan kesehatan selalu berusaha untuk memberikan pelayanaannya dengan baik kepada setiap klien yang membutuhkan. Diperlukan pemahaman yang mendalam oleh setiap perawat agar proses keperawatan yang diberikan bermanfaat, tepat guna, dan efektif. Tidak hanya pemahaman saja tetapi sangat diperlukan kegiatan berfikir kritis dalam setiap tindak keperawatan, termasuk dalam proses diagnosa keperawatan. Dalam makalah yang berjudul Berfikir Kritis dan Diagnosa Keperawatan kami hanya membahas pengambilan keputusan klinis, konsep berfikir kritis, metode berfikir kritis, proses keperawatan sebagai kerangka kerja praktik keperawatan, definisi diagnosa keperawatan, berfikir kritis dalam perumusan diagnosa keperawatan, pernyataan diagnosa keperawatan, sumber kesalahan dalam diagnosis keperawatan, dan kelebihan serta kekurangan diagnosa keperawatan.
1.2. Rumusan Masalah Dalam makalah ini perlu diketahui lebih mendalam mengenai pengertian berfikir kritis dan diagnosa keperawatan menurut beberapa para ahli, metode dan konsep berfikir kritis, serta diagnosa keperawatan.
1.3. Tujuan Penulisan Dengan mempelajari bahasan materi dalam makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian, konsep dan metode berfikir kritis, pengertian diagnosa keperawatan, dan pernyataan diagnosa keperawatan, serta mampu mengaplikasikan berfikir kritis dalam setiap tindak keperawatan.
1.4. Metode Penulisan Metode penulisan yang kami pergunakan adalah Telusur Pustaka, yaitu mengadakan tinjauan kepustakaan guna memperoleh bahan yang berhubungan dengan judul makalah ini. Kami juga menggunakan internet sebagai sarana pengkayaan materi.
BAB II PEMBAHASAN2.1. Konsep Berpikir Kritis dan Pengambilan Keputusan dalam Keperawatan Peran seorang perawat adalah membantu klien untuk meningkatkan kesehatannya. Seorang perawat harus mempunyai pemikiran yang kritis terhadap berbagai masalah yang dihadapi. Perawat diharapkan untuk mampu menyelesaikan masalah klien dengan menghubungkan proses analisis dengan permasalahannya. Proses analisis ini yang dimaksud dengan berpikir kritis. Berpikir kritis membuat kita dapat mengambil keputusan secara tepat (Fontaine, 2003). Berpikir kritis adalah proses secara aktif dan cakap, dalam mengonsepkan, menerapkan, menganalisa, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari, atau diambil dari observasi, pengalaman, refleksi, alasan, atau komunikasi, sebagai panduan untuk meyakinkan dan bertindak. (Scriven & Paul, n.d.) 2.1.1. Pengambilan Keputusan Klinis dalam Praktik Keperawatan Ketika seorang perawat diberi tanggung jawab untuk membantu klien dalam memenuhi atau meningkatkan kesehatannya, perawat harus mampu untuk berpikir secara kritis dalam upaya memecahkan masalah dan menemukan jalan keluar yang terbaik untuk kebutuhan klien. Berpikir kritis adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk mendefinisikan masalah, mengasumsikan, merumuskan dan memilih hipotesis, menyimpulkan, serta mengambil keputusan (Watson dan Glaser, 1964 dalam Creasia dan Parker, 2007). Sepanjang waktu, keahlian perawat berkembang sejalan dengan perawat merawat banyak klien, menguji dan memperbaikipendekatan keperawatan, belajar dari keberhasilan dan kegagalan, dan selalu menerapkan pengetahuan baru yang sesuai dengan kebutuhanklien. Kemampuan untuk berpikir secara kritis, menerapkan pengetahuan dan pengalaman, pemecahan masalah, dan membuat keputusan adalah inti dari praktik keperawatan ( Potter dan Perry, 2005). Meskipun perawat tidak membuat diagnosa medis, perawat mencari tanda dan gejala yang diantisipasi yang merupakan hal umum untuk mendiagnosis dalam membantu membuat kesimpulan klinis tentang kemajuan klien. Tujuan secara umum pembuatan keputusan klinis ini adalah peredaan atau resolusi masalah klien. Proses pembuatan keputusan klinis untuk memilih
pendekatan terbaik bagi klien didasarkan pada prioritas masalah dan kondisi klien. Perawat membuat keputusan klinis sepanjang waktu dalam upaya untuk memperbaiki kesehatan klien. 2.1.2. Kompetensi Berpikir Kritis Berpikir mencakup beberapa hal yaitu membuat pendapat, membuat keputusan, menarik kesimpulan, dan merefleksikan (Gordon, 1995 dalam Potter dan Perry, 2005). Ketika perawat mengarahkan berpikir kea rah pemahaman dan menemukan jalan keluar dari masalah kesehatan klien, prosesnya menjadi bertujuan dan berorientasi pada tujuan. Dalam kaitannya dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Kataoka dan Saylor, 1994 dalam Potter dan Perry, 2005). Kompetensi berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis mencakup pertimbangan diagnostic, kesimpulan klinis, dan pembuatan keputusan klinis. Kompetensi berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat untuk membuat penilaian keperawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi yaitu berpikir kritis umum, berpikir kritis spesifik dalam situsi klinis, dan berpikir spesifik dalam keperawatan. Proses berpikir kritis umum mencakup metode ilmiah, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan. Pemecahan masalah mencakup mendapatkan informasi ketika terdapat kesenjangan antara apa yang sedang terjadi dan apa yang seharusnya terjadi. Dalam pembuatan keputusan, individu memilih tindakan untuk memenuhi tujuan. Untuk membuat keputusan, seseorang harus mengkaji semua pilihan, menimbang setiap pilihan tersebut terhadap serangkaian criteria, dan kemudian membuat pilihan akhir (Potter dan Perry, 2005). Ketika dihadapkan pada suatu keputusan, penting sekali untuk mengidentifikasai mengapa keputusan diperlukan. Kriteria untuk pembuatan keputusan harus ditegakkan sehingga pilihan yang tepat dapat dibuat. Kriteria harus mencakup hal berikut: Pertama, apa yang akan dicapai? Kedua, apa yang akan dicapai selanjutnya? Ketiga, apa yang harus dihindari? Sejalan dengan perawat mempertimbangkan kriteria, terjadi tingkat pengurutan prioritas. Perawat membuat prioritas dengan mengaitkannya pada situasi spesifik klien. Agar perawat mampu mengatasi berbagai masalah kelompok klien yang ada, pembuatan keputusan berkelanjutan sanagt penting. Selain itu, manajemen waktu merupakan bagian dari
pembuatan keputusan dan memastikan bahwa waktu perawat digunakan dengan baik dan bahwa perawat cukup tanggap terhadap kebutuhan klien.
2.1.3. Model-model Berpikir Kritis Kataoka-Yahiro dan Saylor (1994) telah mengembangkan suatu model tentang berpikir kritis untuk penilaian keperawatan. Model tersebut dirancang untuk mengetengahkan penilaian keperawatan dalam peran klinis, manajerial, kepemimpinan, dan pendidikan. Model tersebut terbagi menjadi 2 bagian yaitu komponen berpikir kritis dan tingkat berpikir kritis. Komponen berpikir kritis terdiri dari: (1) dasar pengetahuan khusus, (2) pengalaman, (3) kompetensi, (4) sikap dan (5) standar. Tingkat berpikir kritis terbagi menjadi tiga yaitu (1) tingkat dasar, (2) kompleks, dan (3) komitmen. Dasar pengetahuan khusus perawat mencakup informasi dan teori dari ilmu pengetahuan alam, humaniora, dan keperawatan yang diperlukan untuk memikirkan masalah keperawatan. Informasi tersebut memberikan data yang digunakan dalam berbagai proses berpikir kritis. Pengalaman, perawat bukan hanya mengandalkan buku ajar sebagai landasan kerja yang penting, melainkan juga pengalaman yang didapatkan dari klien-klien sebelumnya. Pengalaman merupakan pelajaran terbaik yang harus dipelajari perawat. Kompetensi, terbagi menjadi tiga yaitu berpikir kritis umum, spesifik dalam situasi klinis, dan spesifik dalam keperawatan. Berpikir kritis umum mencakup metode ilmiah, pemecahan masalah, dan pembuatan keputusan. Berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis mencakup pertimbangan diagnostic, kesimpulan klinis, dan pembuatan keputusan klinis, sedangkan berpikir kritis bersifat khusus unruk keperawatan mencakup semua tentang proses keperawatan yang akan dibahas lebih khusus selanjutnya. Sikap dalam berpikir kritis meliputi : percaya diri, mandiri, keterbukaan, tanggung gugat, berani dalam mengambil resiko, disiplin, ketekunan, kreativitas, rasa ingin tahu, integritas, dan kerendahan hati. Sikap-sikap tersebut adalah nilai yang yang ditunjukan keberhasilannya oleh pemikir kritis.
Standar untuk berpikir kritis terbagi menjadi dua yaitu standar intelektual dan standar professional. Standar intelektual seperti jelas, tepat, spesifik, akurat, relevan, masuk akal, konsisten, logis, mendalam, luas, komplet, signifikan, adekuat dan terbuka. Standar professional mengacu pada kriteria etis untuk penilaian keperawatan, kriteria untuk evaluasi, dan tanggung jawab profesional. Pada tingkat dasar, perawat harus berpikir untuk menjadi konkret dan didasarkan pada serangkaian peraturan atau prinsip. Hal ini merupakan langkah awal dalam perkembangan kemampuan mempertimbangkan (Kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994) Pada tingkat kompleks, seseorang mampu mengenali keragaman dari pandangan dan persepsi individu secara kontinu. Pengalaman membantu individu untuk menganalisis masalah secara lebih mandiri dan sistematis. Pada tingkat komitmen, perawat memilih tindakan atau keyakinan berdasarkan alternative yang diidentifikasi pada tingkat berpikir yang kompleks. dari alternative lainnya. Perawat mampu mengantisipasi kebutuhan untuk membuat pilihan yang kritis setelah menganalisis keuntungan
2.1.4. Proses Keperawatan sebagai Kerangka Kerja Praktik Keperawatan Proses keperawatan menurut Yura dan Wals (1983) adalah suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawata dalam mencapai atau mempertahankan keadaan bio-psikososio-spiritual yang optimal melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan, penentuan rencana keperawatan, implementasi tindakan keperawatan, serta evaluasi. Sedangkan menurut Carol V. A., proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis untuk mengkaji respons manusia terhadap masalah kesehatan dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan mengatasi masalah tersebut. Jadi, proses keperawatan merupakan suatu metode yang digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan sebagai kerangka berpikir ilmiah untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawab keperawatan secara mandiri. Proses keperawtan merupakan alat untuk menjamin terlaksananya paktik keperawatn yang sistematis dan ilmiah dalam rangka memenuhi kebutuhan klien untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan bio-psiko-sosio-spiritual yang optimal melalui tahapan yang ada. Tujuan utama proses keperawatan adalah membantu perawat menangani klien secara komprehensif dengan dilandasi alas an ilmiah, keterampilan teknis, dan keterampilan interpersonal. Proses keperawatan memberikan kerangka yang sistematik dimana perawat mencari informasi, berespons terhadap petunjuk klinik, mengidentifikasi dan berespons terhadap isu yang mempengaruhi kesehatan pasien. Kerangka kerja poses keperawatan mencakup langkah berikut: (1) pengkajian, (2) diagnosa keperawatan, (3) perencanaan, (4) implementasi, dan (5) evaluasi. Pertama, pengkajian bertujuan untuk mengumpulkan, memperjelas, dan
mengomuniksikan data tentang klien sehingga terbentuk dasar data. Tahap ini terdiri dari: mengumpulkan riwayat kesehatan keperawatan, melakukan pemeriksaan fisik, mengumpulkan data laboratorium, memvalidasi data, mengelompokan data, dan mencatatkan data. Kedua, diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan, untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Tahap ini terdiri dari: menganalisis dan menginterprestasi data, mengidentifikasi masalah klien, merumuskan diagnosa keperawatan, dan mendokumentasikannya. Ketiga, perencanaan bertujuan untuk mengidentifikasi tujuan klien, menentukan prioritas asuhan, menentukan hasil yang diperkirakan, merancang strategi keperawatan, dan mencapai tujuan keperawatan. Langkah ini mencakup tahapan dalam mendegelasikan tindakan, menuliskan rencana asuhan keperawatan, dan mengonsulkan. Keempat, implementasi bertujuan untuk melengkapi tindakan keperawatan yang diperlukan untuk menyelesaikan rencana asuhan. melakukan tindakan keperawatan. Kelima, evaluasi bertujuan untuk menentukan seberapa jauh tujuan asuhan telah dicapai. Langkah ini mencakup tahapan dalam membandingkan respons klien dengan criteria, menganalisis alasan untuk hasil dan konklusi, dan memodifikasi rencana asuhan. Langkah ini mencakup tahapan dalam mengkaji kembali klien, menelaah dan memodifikasi rencana perawatan yang sudah ada, dan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pentingnya kemampuan perawat untuk berpikir kritis dalam proses keperawatan. Proses keperawatan inilah yang nantinya menjadi standar untuk praktik keperawatan professional.
2.2.
Perumusan Diagnosa Keperawatan 2.2.1. Definisi Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan setelah tahap
Assesment (pengkajian). Istilah diagnosa keperawatan diperkenalkan pertama kali oleh V. Fry yang menguraikan langkah yang diperlukan dalam mengembangkan rencana asuhan keperawatan. Beberapa ahli mempunyai pendapat sendiri dalam mendefinisikan diagnosa keperawatan. Shoemaker,1984, mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai keputusan klinis mengenai individu, keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan data dan analisis cermat dan sistematis, memberikan dasar pembuatan ketentuan-ketentuan untuk terapi yang pasti di mana perawat bertanggung jawab. Sedangkan Carpenito, 1988, mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai suatu pernyataan yang menguraikan respons manusiawi dari individu atau kelompok di mana perawat dapat secara legal mengidentifikasi di mana perawat dapat memiinta suatu intervensi yang pasti untuk memelihara keadaan kesehatan, untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah perubahan. Pada bulan Maret 1990, pada konferensi ke-9 dari North American Nursing Diagnosis Association (NANDA), sebuah organisasi yang berwenang terhadap perumusan diagnose keperawatan, menyetujui definisi diagnose keperawatan sebagai keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah kesehatan/proses kehidupan yang actual atau potensial. Diagnosa keperawatan ini 1990). 1. Format Pernyataan Diagnostik Dalam penulisan pernyataan diagnosa, ada beberapa format yang dapat dipakai sebagai acuan dalam merumuskan suatu diagnosa klien, antara lain format PES, format SOAPIE, dan catatan fokus. a. Format PES memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. (NANDA,
Gordon mengidentifikasi format ini untuk mencatat tanda-tanda dan gejala dari sebuah diagnosa. PES dapat diideentifikasi sebagai P ( problem/need), E (etiology), dan S (sign/symptom). Problem adalah nama atau label diagnosa yang diidentifikasi dari daftar NANDA, yang menunjukkan suatu masalah yang berkenaan dengan perhatian pasien/orang terdekat dan perawat, yang memerlukan intervensi atau penanganan keperawatan. Etiology adalah penyebab atau faktor kontribusi yang bertanggung jawab terhadap adanya masalah kebutuhan pasien yang spesifik dan dicurigai dari respons yang telah diidentifikasi dari pengkajian (data dasar pasien). Etiologi dinyatakan dengan kata yang berhubungan dengan. Signs/symptom adalah manifestasi/petunjuk yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan dan menunjukkan adanya tanda/gejala yang dialami oleh pasien. Tanda dan gejala ini dinyatakan dinyatakan sebagai ditandai dengan dan diikuti sejumlah data subjektif dan objektif. Akan tetapi, tanda/gejala ini tidak disertakan dalam diagnosa potensial atau risiko karena masalah belum terjadi secara nyata. b. Format SOAPIE Format SOAPIE merupakan metoda sistematis untuk mencatat beberapa peristiwa. Singkatan SOAPIE ini terdiri antara lain S (data subjektif), O (data objektif), A (analisis atau diagnosa), P (perencanaan), I (implementasi), dan E (evaluasi). Apabila perawat menggunakan format SOAPIE, catatan awal diagnosa akan menggambarkan tanda-tanda dan gejala, sehingga perawat tidak perlu memakai metoda PES pada dokumentasi selanjutnya. Berikut adalah contoh format SOAPIE yang baru ditetapkan: S : :Saya takut sesuatu yang mengerikan akan terjadi. O : Tidak dapat diterapkan A : Ketakutan yang berhubungan dengan kemungkinan efek negatif karena pemeriksaan mielogram yang telah dijadwalkan. P : Rujuk ke rencana perawatan c. Catatan fokus
Catatan fokus memakai singkatan DAR, yaitu Data, Aksi/tindakan, dan Respons, untuk mencatat data. Berikut merupakan contohnya: Fokus: Ketakutan yang berhubungan dengan kemungkinan efek negatif karena mielogram terjadwal. D : Klien menyatakan Saya takut sesuatu yang mengerikan akan terjadi. A : Perencanaan perawatan awal R : Tidak dapat diterapkan 2. Tipe pernyataan diagnostik Dalam menjelaskan status kesehatan dari klien atau kelompok, pernyataan diagnosa dapat mempunyai satu, dua, atau tiga bagian. Pernyataan bagian pertama hanya berisi label diagnostik dan diagnosa keperawatan sindrom. Pernyataan bagian kedua berisi label atau faktor penunjang yang dapat menunjang perubahan status kesehatan seseorang. Berikut adalah tipe-tipe pernyataan diagnostik: Pernyataan satu bagian: Potensial terhadap Peningkatan Menjadi Orang Potensial tehadap Peningkatan Nutrisi Sindrom Disuse Sindrom Trauma Perkosaan Pernyataan Dua Bagian Risiko tehadap Cedera yang berhubungan dengan kurang kesadaran pada bahaya. Kerusakan Integritas kulit yang berhubungan dengan emobilitas jangka panjang karena fraktur pelvis. Pernyataan Tiga Bagian Kerusakan Integritas Kulit yang berhubungan dengan imobilitas jang panjang sekunder terhadap fraktur pelvis, yang dibuktikan dengan adanya lesi sacral sepanjang 2 cm. Dalam merumuskan diagnosa, seorang perawat hendaknya menggunakan diagnosa keperawatan, dan bukan diagnosa medis. Diagnosa media adalah diagnosa yang mencerminkan perubahan struktur atau fungsi organ/sistem, dibuktikan dengan pemeriksaan diagnostik medis, seperti diabetes mellitus, gagal jantung, hepatitis, kanker, dan lain-lain. Sedangkan diagnosa
keperawatan adalah diagnosa yang menunjukkan respons manusia terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Berikut adalah tabel perbedaan antara diagnosa medis dengan diagnosa keperawatan. Hal Sifat Diagnosa Medis Tidak berubah Diagnosa Keperawatan Berubah karena perubahan pemulihan Tujuan Untuk mengidentifikasi pasien dan Untuk situasi/perspektif rencan
mengarahkan
merancang rencana pengobatan asuhan untk membantu klien dan untuk menyembuhkan penyakit keluarganya atau proses patologis beradaptasi terhadap penyakit mereka dan untuk menghilangkan masalah Sasaran Untuk meresepkan pengobatan perawatan kesehatan Untuk mengembangkan suatu rencana asuhan yang bersifat individual 3. Tahap-tahap identifikasi masalah Ada enam tahap yang terlibat dalam identifikasi masalah yang terdiri dari aktivitas penetuan diagnosa. Hasilnya adalah pernyataan diagnosa pasien yang mengidentifikasi masalah pasien. Enam tahap tersebut antara lain: a. Tahap merasakan masalah Data ditinjau untuk mengidentifikasi masalah/kebuthan pasien yang dapat digambarkan dengan label diagnosa keperawatan. b. Tahap proses penapisan Pada tahap ini, seorang perawat membandingkan dan membedakan hubungan di antara data dan faktor yang diidentifikasi ke dalam kategori-kategori yang berdasakan pada pemahaman tentang ilmu biologi, ilmu fisika, dan ilmu perilaku. c. Tahap mensintesis data Tahap ini, seorang perawat harus mampu memberikan gambaran yang komprehesif tentang pasien dalam hubungannya dengan status kesehatan masa lalu, sekarang, dan
yang akan dating berdasarkan data yang dikumpulkan oleh anggota tim perawatan kesehatan lainnya. Hal inilah yang disebut sebagai mensintesis data. d. Tahap mengevaluasi hipotesis Maksudnya adalah meninjau diagnosa keperawatan dan definisi dari NANDA. Kemudian bandingkan etiologi yang telah dikaji dengan faktor yang berhubungan dari NANDA. e. Tahap membuat daftar masalah/kebutuhan pasien Berdasarkan data yang diperoleh dari tahap 3 dan 4, label diagnose keperawatan yang akurat digabung dengan etiologi dan tanda/gejala, jika ada, untuk menyelesaikan pernyataan diagnosa pasien. f. Tahap mengevaluasi ulang daftar masalah Pada tahap ini, seorang perawat mengevaluasi daftar masalah yang telah didapat pada tahap kelima. 2.2.2. Berfikir Kritis dalam Perumusan Diagnosa Keperawatan Dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan, seorang perawatdituntut untuk mempunyai kemampuan/kecakapan untuk berpikir kritis. Berpikir kritis adalah proses secara aktif dan cakap, dalam mengonsepkan, menerapkan, menganalisa, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari, atau diambil dari observasi, pengalaman, refleksi, alasan, atau komunikasi, sebagai panduan untuk meyakinkan dan bertindak. (Scriven & Paul, n.d.) Penggunaannya dalam perumusan diagnose keperawatan adalah penting. Ketika asuhan keperawatan meluas ke dalam berbagai lingkungan perawatan kesehatan, makin banyak aspek berpikir kritis diperlukan dalam pertimbangan dan penilaian diagnostic (Gordon,1994). Proses diagnostik ini memadukan ketrampilan berpikir kritis dalam langkah pembuatan keputusan yang digunakan perawat untuk mengembangkan pernyataan diagnostik (Carnevali et al, 1984; Carnevali & Thomas, 1993). Kemampuan berpikir kritis ini mencakup kemampuan analisis dan sintesis perawat. Analisis sebagai pemisahan menjadi beberapa komponen/bagian, sedangkan sintesis merupakan penggabungan bagian-bagian menjadi satu.
2.2.3. Pernyataan Diagnosa Dalam sebuah proses keperawatan sangat diperlukan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien serta pengembangan yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan. Diagnosa keperawatan berupa pernyataan diagnosa keperawatan. Pernyataan diagnosa keperawatan mencakup format diagnosa keperawatan, perumusan diagnosa keperawatan, data pengkajian dan pernyataan diagnostik. Format diagnosa keperawatan didapat dari proses diagnostik. Diagnosa keperawatan dinyatakan dalam format dua bagian yang disetujui oleh NANDA ( North American Nursing Diagnosis Association) yaitu label diagnostic dan pernyataan faktor yang berhubungan (McLane, 1987). Label diagnostik adalah kategori yang disetujui oleh NANDA, sedangkan faktor yang berhubungan adalah kondisi atau etiologi yang mempengaruhi respon aktual atau potensial klien, yang dapat diubah oleh intervensi keperawatan. Format ini membantu perawat dalam mengindividualisasikan diagnosa keperawatan klien dan memberikan arahan untuk pemilihan intervensi yang sesuai untuk seorang klien atau kelompok klien. Intervensi keperawatan diarahkan kepada mengubah atau menyembuhkan etiologi atau format yang berhubungan (McCloskey & Bulechek, 1992). Perumusan diagnosa keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan klien. Sama seperti format diagnosa keperawatan, perumusan diagnosa keperawatan dinyatakn dalam dua bagian yaitu label diagnostik dan faktor yang berhubungan. Bedanya, label diagnostik disini adalah masalah yaitu respon aktual atau potensial klien terhadap penyakit. Sedangkan faktor yang berhubungan adalah kondisi etiologis atau penunjang lainnya yang mempengaruhi respon klien (Carpenito, 1995). Jika masalah kesehatan telah diatasi, tidak ada diagnosa keperawatan. Ketika status fisiologis dan emosional klien berubah, masalah kesehatan masih dapat relevan, tetapi etiologinya tidak mungkin berubah. Oleh karenanya perawat harus memodifikasi diagnosa keperawatan dengan mengubah etiologi. Jika timbul masalah baru, perawat harus mengembangkan diagnosa keperawatan baru yang mencerminkan perubahan dalam status dan kebutuhan klien. Modifikasi diagnosa keperawatan terjadi secara terus menerus sesuai dengan
perubahan tingkat asuhan keperawatan dan tingkatan kesejahteraan, perubahan ini dicerminkan dalam pernyataan diagnosa keperawatan. Data pengkajian dan pernyataan diagnostic harus mendukung label diagnostik dan faktor yang berhubungan harus mendukung etiologi. Dengan pengumpulan data yang tepat akan membantu untuk mengidentivikasikan aktivitas pengkajian yang menghasilkan jenis data spesifik. 2.2.4. Sumber Kesalahan dalam Diagnosa Keperawatan Dalam proses diagnostik tidak lepas dari kesalahan. Di dalam buku fundamental keperawatan Potter Perry, proses diagnostik perawat mengandalkan empat bidang yaitu pengkajian dasar data, menganalisis dan mengintrepetasikan data, pengelompokkan data dan identifikasi masalah klien. Masing-masing dari kempat bidang ini adalah sumber potensial kesalahan diagnostik. Kesalahan dalam pengumpulan data ini terjadi selama proses pengkajian. Hal ini bisa berupa data yang dikumpulkan tidak lengkap, dikurangi atau salah interpretasi. Untuk menghindari kesalahan pengumpulan data sebaiknya sebelum pengkajian, perawat secara kritis menelaah tingkat kenyamanannya dan kompetensinya denga ketrampilan wawancara dan pengkajian fisik. Perawat juga harus menentukan keakuratan data yang dikumpulkan, selain itu ketika pengembangan ketrampilan kajian, perawat harus memeriksi kelengkapan data. Dan yang terakhir, gunakan pendekatan terorganisasi untuk pengkajian sehingga kesalahan dalam pengumpulan data akan berkurang. Kesalahan dalam interpretasi dan analisis data bisa dihindari jika perawat menelaah data untuk memvalidasi bahwa data subjektif telah didukung oleh temuan fisik objektif jika diperlukan. Perawat juga mungkin menelaah literatur yang mendukung untuk memastikan dasar pengetahuan yang adekuat utnutk membentuk diagnosa keperawatan yang tepat. Yang terakhir perawat mulai mengidentifikasi dan mengorganisasi pola pengkajian yang relevan untuk mendukung adanya masalah klien. Kesalahan dalam pengelompokkan data terjadi jika data dikelompokkan secara prematur, tidak tepat, atau tidak sama sekali (Gordon, 1994). Penghentian prematur pengelompokkan data terjadi ketika perawat membuat diagnosa keperawatan sebelum semua data dikelompokkan. Tipe kesalahan yang terakhir yang dapat terjadi adalah cara pernyataan diagnosa keperawatan. Terdapat beberapa pedoman umum untuk mengurangi kesalahan pernyataan diagnostik
diantaranya pernyataan harus dibuat dalam kata-kata yang sesuai, ringkas, dan bahasa yang tepat, yang mencakup penggunaan terminologi yang tepat yang mencerminkan respon klien terhadap penyakit atau kondisi. Kemungkinan kesalahan dalam memilih diagnosa keperawatan dalam buku karya Marilynn E. Doenges bisa terjadi karena mengabaikan petunjuk, membuat diagnosa dari data dasar yang tidak memadai, memberikan stereotip. Sedangkan kesalahan umum dalam membuat dan menulis pernyataan diagnosa pasien bisa berupa pernyataan diagnosa medis bukan diagnosa keperawatan, menghubungkan masalah dengan situasi yang tidak dapat diubah, mengacaukan etiologi atau gejala masalah, menggunakan prosedur selain dari respon manusia, kurangnya spesifik pernyataan diagnosa, menggabungkan dua diagnosa keperawatan, dan menghubungkan diagnosa yang satu dengan diagnosa lainnya, membuat asumsi, dan menulis pernyataan yang tidak bijaksana secara hukum. Sejalan dengan tercapainya keahlian dalam proses diagnostik, kemungkinan dari kesalahan juga akan berkurang, dan perawat mampu untuk mengembangkan diagnosa yang didasarkan pada kebutuhan keperawatan aktual atau potensial klien. Kesalahan dalam proses diagnostik mengakibatkan pengembangan suatu rencana asuhan keperawatan yang tidak sesuai. Dari penjabaran di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan menggunakan
ketrampilan penentuan diagnosa, tinjau dan analisis data dasar untuk mengidentifikasi petunjuk yang berupa tanda atau gejala yang menunjukkan adanya masalah yang dapat digambarkan dengan label diagnosa keperawatan disertai faktor pendukungnya. Dan banyak sumber yang bisa menyebabkan terjadinya kesalahan dalam diagnosa keperawatan, karena itu dalam membuat diagnosa sangat dibutuhkan ketelitian dan kecermatan. 2.2.5. Kelebihan dan Kekurangan Diagnosis Keperawatan Sebelum kita membahas tentang kelebihan dan diagnosis keperawatan kita perlu mempelajari tentang diagnosis keperawatan, namun hanya secara umum saja. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten yang mengatasinya. (Carlslon et al; Carpenito, 1995).
Sedangkan penggunaan diagnosis keperawatan adalah suatu mekanisme untuk mengidentifikasi domain keperawatan. Diagnosa keperawatan yang dirumuskan memberikan arahan untuk proses pencernaan dan pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang yang diinginkan. 2.2.5.1. Kelebihan dari Diagnosis Keperawatan Diagnosa keperawatan sangat menguntungkan baik bagi perawat maupun bagi klien. Diagnosa keperawatan memfasilitasi komunikasi diantara perawat tentang tingkat kesejahteraan klien klien dan membantu dalam perencanaan pemulangan. Diagnosa keperawatan memfasilitasi komunikasi dalam beberapa cara, yaitu daftar awal diagnosa keperawatan yang merupakan suatiu rujukan yang mudah didapat untuk kebutuhan perawatan klien saat ini. Diagnosa keperawatan juga membantu memprioritaskan kebutuhan klien. Diagnosa keperawatan juga digunakan untuk pencatatan dalam catatan perkembangan, menuliskan rujukan dan memberikan transisi perawatan yang efektif dari suatu unit ke unit lainnya, dari suatu klinik ke klinik lainnya, atau dari rumah sakit ke komunitas. Perencanaan pemulangan adalah set keputusan dan aktivitas yang dirancang untuk memberikan kontinuitas dan koordinasi terhadap asuhan keperawatan. Perencanaan pemulangan penting ketika klien dipulangkan dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya atau dari rumah sakit ke lembaga komunitas. Dalam perencanaan pemulangan, diagnosa keperawatan merupakan mekanisme dan menegaskan perawatan yang masih diperlukan klien. (Carpenito, 1995; Gordon, 1994). Diagnosa keperawatan dapat juga berfungsi sebagai fokus untuk perbaikan kualitas (Gordon, 1994). Perbaikan kualitas adalah proses pemantauan dan evaluasi dan hasil dalam pelayanan kesehatan dan bisnis lainnya untuk mengidebtifikasi kesempatan untuk perbaikan. Diagnosa keperawatan adalah metoda mengidentifikasi fokus dari aktivitas keperawatan. Ketika berfokus pada diagnosa keperawatan, penelaah dapat menentukan apakah asuhan keperawatan telah tepat dan diberikan sesuai dengan standar praktik. Manfaat diagnosa keperawatan bagi profesi juga penting bagi klien dan keluarga. Komunikasi yang lebih baik diantara profesional perawatan kesehatan membantu menghilangkan masalah potensial dalam memberikan perawatan dan mempertahankan fokus pada pemenuhan tujuan perawatan kesehatan klien. Sama halnya dengan pertimbangan akhir untuk perbaikan dan
telaah dari sejawat adalah untuk memastikan bahwa perawatan yang berkualitas tinggi diberikan pada klien dan keluarganya. Selanjutnya klien mendapat manfaat dari asuhan keperawatan yang bersifat individual yang dihasilkan dari penetapan tujuan yang sesuai, pemilihan prioritas yang tepat, pemilah intervensi yang tepat, dan penetapan kriteria hasil. (Patricia A. Potter, 2005). 2.2.5.2. Kekurangan dari Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan juga memiliki katerbatasan, dan praktisi harus menyadari tentang keberadaannya. Karena evolusi kontinu tentang istilah diagnosa keperawatan, bahasa yang digunakan kadang bertele-tele dan mengandung istilah selingkuh. Hal ini mungkin membatasi penggunaan diagnosa keperawatan hanya pada profesional keperawatan dan mengakibatkan kebingungan diantara anggota tim perawatan kesehatan lain. (Seahill, 1991; Carpenito, 1995) Adapun kekurangan daiagnosa dalam keperawatan menurut Carpentio dan Lynda Juall a. Diagnosa keperawatan tidak diperlukan oleh perawat praktisi, perawat anestesi, san perawat kebidanan b. Diagnosa keperawatan tidak sensitif secara budaya c. Diagnosa keperawatan tidak etis d. Diagnosa keperawatan dapat melanggar kerahasiaan Dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan akan memperbaiki komunikasi diantara perawat dan profesional kesehatan lainnya. Namun, diagnosa keperawatan juga memiliki keterbatasan yaitu tentang istilah dan penggunaan diagnosa keperawatan, bahasa yang digunakan kadang bertele-tele yang mungkin dapat membatasi penggunaan diagnosa keperawatan.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan Seorang perawat harus mempunyai pemikiran yang kritis terhadap berbagai masalah yang dihadapi. Perawat diharapkan untuk mampu menyelesaikan masalah klien dengan menghubungkan proses analisis dengan permasalahannya. Proses analisis ini yang dimaksud dengan berpikir kritis. Berpikir kritis membuat kita dapat mengambil keputusan secara tepat. Dalam proses keperawatan, ada 6 tahap yang dilakukan oleh seorang perawat, salah satunya yaitu dengan mendiagnosa pasien. Tahap ini merupakan tahap kedua dalam proses keperawatan, menurut NANDA diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah kesehatan/proses kehidupan yang actual atau potensial. Diagnosa keperawatan ini tertuang dalam pernyataan diagnostik yang telah diatur oleh NANDA. Dalam penyusunannya perawat ,dituntut untuk mampu berpikir kritis mengenai keadaan klien, sehingga nantinya seoorang perawat dapat secara tepat memngambil tindakan yang semestinya dalam upaya memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
3.2. Saran Dengan mempelajari makalah ini, kita sebagai calon perawat diharapkan mampu berpikir kritis dalam pemberian asuhan keperawatan nanti. Dimana kemampuan berpikir kritis ini dibutuhkan dalam setiap tahap-tahap proses keperawatan salah satunya mendiagnosis klien.
DAFTAR PUSTAKA Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC. Carlson, JH et al. (1991). Nursing Diagnosis: a Case-Study Approach. Philadelphia: WB Lippincott. Carpentio, dan Juall, L. (1995). Nursing Diagnoses: Application to clinical Practice. (Ed. 6). Philadelphia: WB Lippincott. Carpenito, L. J. (1998). Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinis second edition. (Terj. Tim Penerjemah PSIK UNPAD). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Creasia dan Parker. (2007). Conceptual Foundations: The Bridge to Professional Nursing Practice - 4th Ed. St.Louis: Mosby Elsevier. Doenges, M. E. (1995). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. (Terj. I Made Kariasa). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Fontaine, K. (2003). Mental Health Nursing - 5th Ed. New Jersey: Pearson Education. Gordon, M. (1994). Nursing Diagnoses: Process and Application. (Ed. 3). St Louis: Mosby. Kozier, B, dkk. (1997). Professional Nursing Practice: Concepts and Perspective. California: Addison Wesley Longman McCloskey, J. C dan Bulechek, G. M. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC), ed. 2. St. Louise: Mosby. McLane, A. M. (1987). Classification of Nursing Diagnoses: Proceedings from the seventh Conference (NANDA). St. Louise: Mosby. Potter, P. A dan Perry, A. G. (2005). Fundamental of Nursing: Concept, Process and Practise fourth edition. (terj. Yasmin Asih dkk). Jakarta: EGC Rosdahl, C. B. (1999). Basic Nursing. (Ed. Ke-7). Philadelphia: Lippincott Company. Rubenfold, M. G, dan Kozier, B. K. (1998). Critical Thinking in Nursing: An Interactive Approach. America: J.B Lippincott Company