CA COLON

57
KARSINOMA KOLOREKTAL DISUSUN OLEH Wilda 03011309 RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI KEPANITRAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE SEPTEMBER 2015 – NOVEMBER 2015 1

description

ca colon

Transcript of CA COLON

Page 1: CA COLON

KARSINOMA KOLOREKTAL

DISUSUN OLEH

Wilda

03011309

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

KEPANITRAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE SEPTEMBER 2015 – NOVEMBER 2015

1

Page 2: CA COLON

BAB I

PENDAHULUAN

Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum

tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian

keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga

kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat.1

Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka

kematiannya.2 Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus

kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki

peringkat ketiga dari semua kasus kanker.3 Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari

berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati

angka 1,8 per 100.000 penduduk.4

Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang

ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk,

terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan

Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di

Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita;

banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan

pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang

ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang

berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon

rektosigmoid.2

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.3 Keluhan

pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari

lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic

anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat

berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.2

Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak

98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan

sarkoma (0,3%).1

2

Page 3: CA COLON

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Epidemiologi

Di dunia, kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan

mortalitas.1,5 Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan

tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 % pria penderita kanker terkena kanker kolorektal,

sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita kanker.1

Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru;

sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel. Di

Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada

pria dan wanita pada tingkat insidensi dan mortalitas.2

Didapatkan suatu hubungan yaitu

- Terdapat perbedaan insiden pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang meningkat

seiring dengan usia

- Meningkatnya insiden kanker kolorektal seiring dengan kepadatan penduduk

- Rendahnya insiden pada pria yang belum pernah menikah dibandingkan dengan pria

lainnya.

Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Namun,

hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah Sakit. Dewasa ini

kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data

yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan

salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita.6

3

Page 4: CA COLON

Gambar 2.3 Insiden Kanker di Indonesia

II.2 Etiologi

Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan lingkungan :

Sindroma kanker familial

Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan kolorektal.

Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal disebabkan oleh faktor ini.

Tabel 2.1 Sindroma kanker familial7

TABLE 2-1 Hereditary Colorectal Cancer (CRC) SyndromesSyndrome % of

total CRC burden

Genetic basis

Phenotype Extracolonic manifestations

Treatment Notes

Familial adenomatous polyposis (FAP)

<1% Mutasi pada gen suppressor tumor APC (5q21)

<100 adenomatous polyp; near 100% with CRC by age 40 yr

CHRPE, osteomas, epidermal cysts, periampullary neoplasms

TPC with end-ileostomy or IPAA or TAC with IRA and

Variants include Turcot (CNS tumors) and Gardener (desmoids) syndromes

4

Page 5: CA COLON

lifelong surveillance

Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC)

5%–7%

Defective mismatch repair: MSH2 and MLH1 (90%), MSH6 (10%)

Polyps sedikit, predominantly right-sided CRC, 80% lifetime risk of CRC

At risk for uterine, ovarian, small intestinal, pancreatic malignancies

Genetic counseling; consider prophylactic resections, including TAH/BSO

High microsatellite instability (MSI-H) tumors, better prognosis than sporadic CRC

Peutz-Jeghers (PJS)

<1% Kehilangan tumor suppressor gene LKB1/STK11 (19p13)

Hamartomas throughout GI tract

Mucocutaneous pigmentation, risk for pancreatic cancer

Surveillance EGD and colonoscopy q3 yr; resect polyps >1.5 cm

Majority present with SBO due to intussuscepting polyp

Familial juvenile polyposis (FJP)

<1% Mutasi SMAD4/DPC (18q21)

Hamartomas throughout GI tract; >3 juvenile polyps; 15% with CRC by age 35 yr

Gastric, duodenal and pancreatic neoplasms; pulmonary AVMs

Genetic counseling; consider prophylactic TAC with IRA for diffuse disease

Presents with rectal bleeding or diarrhea

AVM, arteriovenous malformation; CHRPE, congenital hypertrophy of retinal pigmented epithelium; CNS, central nervous system; EGD, esophagogastroduodenoscopy; GI, gastrointestinal; IPAA, ileal pouch-anal anastomosis; IRA, ileal-rectal anastomosis; TAC, total abdominal colectomy; TAH/BSO, total abdominal hysterectomy and bilateral salpingo-oophorectomy; TPC, total proctocolectomy.

Kasus sporadik

Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari seluruh keganasan

kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat diidentifikasi, namun

kekerabatan tingkat pertamadari pasien kanker kolorektal memiliki peningkatan

resiko 3-9 x untuk dapat terkena kanker.

Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi lemak

jenuh meningkatkan resiko. Memperbanyak makan serat menurunkan resiko ini untuk

individu dengan diet tinggi lemak. Studi epidemiologik juga memperlihatkan bahwa

orang dari negara bukan industri lebih sedikit terkena resiko ini.7

5

Page 6: CA COLON

II.3 Faktor Resiko

II.3.1 Polip

Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker

itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia

sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari displasia menuju transformasi

maligna dan invasif kanker . Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal

deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan

peningkatan displasia dan invasif karsinoma.8

Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel yaitu

proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen gatekeeper.

Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan pembelahan sel. TSG

menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis (kematian sel yang terprogram).

Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen, karena berfungsi melakukan kontrol negatif

pada pertumbuhan sel. Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein

dengan berat molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA,

menginduksi reparasi DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik

dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini

karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker.

Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan melalui

siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi proto-onkogen, TSG, dan gen

gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah

satu tidak berfungsi dengan baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan

penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya kanker

dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan

menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat

gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi

ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga kelompok gen ini akan

menyebabkan kelainan siklus sel akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering

terjadi pada manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang

tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai.

Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non neoplastik. Non

neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk polip non neoplastik yaitu polip

6

Page 7: CA COLON

hiperplastik, mukous retention polip, hamartoma (juvenile polip), limfoid aggregate dan

inflamatory polip.7

Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi maligna; dan

berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan

villous adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous, dimana 75%-85%

tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous adenoma dibawah 5%.8

Gambar 2.4 Adenomatous Polip

Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen dari

adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa invasif karsinoma

pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma berkorelasi dengan besarnya polip,

tingkat displasia, dan umur. Polip yang diameternya lebih besar dari 1 cm, berdisplasia berat

dan secara histologi tergolong sebagai villous adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi

untuk menjadi kanker kolorektal. Polip yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan

dengan meningkatnya timbulnya kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-4

kali lipat jika polip lebih besar dari 1 cm, dan 5-7 kali lipat pada pasien yang mempunyai

multipel polip. Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi malignansi tergantung beratnya derajat

displasia.8

7

Page 8: CA COLON

Gambar 2.5 Polip Neoplastik

Keterangan : (A) tubular adenoma, (B) villous adenoma, (C) tubulovillous adenoma, (D)

karsinoma pada tangkai tubular adenoma, (E) karsinoma invasif yang muncul dari sebuah

villous adenoma.

II.3.2 Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

II.3.2.1 Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon, sekitar 1%

dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan kanker pada

pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan

keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun,

8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk

seseorang dengan risiko tinggi dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan

mengunakan kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada

pasien dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan berdasarkan

asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya invasif kanker. Diagnosis

dari displasia mempunyai masalah tersendiri pada pengumpulan sampling spesimen dan

variasi perbedaan pendapat antara para ahli patologi anatomi.5

8

Page 9: CA COLON

II.3.2.2 Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk menderita

kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis.8

Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar 20%.

Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada

tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat pada tempat strikturoplasty

menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal harus dilakukan pada saat melakukan

strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma

meningkat pada fistula kronik pasien dengan crohn’s disease.5

 

II.3.3 Faktor Genetik

II.3.3.1 Riwayat Keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker

kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai

kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih

tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal

pada keluarganya.6

II.3.3.2 Herediter Kanker Kolorektal

Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju mukosa

kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan adenokarsinoma yang besar

berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa dari

sindrom kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat

pada adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari

seluruh kanker kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon

dan adenoma yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama dari

sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini,

dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme yang

berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal

cancer (HNPCC).7

FAP

Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang berlokasi pada

kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor gen dapat menggiring kepada

kemungkinan pembentukan kanker kolorektal pada umur 40 sampai 50 tahun.2 Pada FAP

9

Page 10: CA COLON

yang telah berlangsung cukup lama, didapatkan polip yang sangat banyak untuk dapat

dilakukannya kolonoskopi polipektomi yang aman dan adekuat. Ketika hal ini terjadi,

direkomendasikan untuk melakukan prophylactic subtotal colectomy diikuti dengan

endoskopi pada bagian yang tersisa. Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda kecuali

terdapat terlalu banyak polip yang dapat ditangani dengan aman. Prosedur pembedahan

elektif harus sedapat mungkin dihindari ketika memungkinkan. Screening untuk polip harus

dimulai pada saat usia muda. Pasien dengan FAP yang diberi 400 mg celecoxib, dua kali

sehari selama enam bulan mengurangi rata rata jumlah polip sebesar 28%. Tumor lain yang

mungkin muncul pada sindrom FAP adalah karsinoma papillary thyroid, sarcoma,

hepatoblastomas, pancreatic carcinomas, dan medulloblastomas otak. Varian dari FAP

termasuk gardner’s syndrom dan turcot’s syndrom.7

HNPCC

Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan II. Generasi

multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada umur yang muda (±45

tahun), dengan predominan lokasi kanker pada kolon kanan. Abnormalitas genetik ini

terdapat pada mekanisme mismatch repair yang bertanggung jawab pada defek eksisi dari

abnormal repeating sequences dari DNA, yang dikenal sebagai mikrosatellite (mikrosatellite

instability). Retensi dari squences ini mengakibatkan ekspresi dari phenotype mutator, yang

dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+ phenotype), dimana

predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang memiliki multitude dari malignansi primer.

Pasien dengan HNPCC mungkin juga memiliki adenoma sebaceous, carcinoma sebaceous,

dan multipel keratocanthoma, Termasuk kanker dari endometrium, ovarium, kandung kemih,

ureter, lambung dan traktus biliaris. Jika dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal,

tumor pada HNPCC seringkali poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan signet-

cell, reaksi yang mirip crohn’s (nodul lymphoid, germinal centers, yang berlokasi pada

perifer inflitrasi kanker kolorektal), kehadiran infiltrasi lymphocytes diantara tumor.

Karsinogenesis yang terakselerasi muncul pada HNPCC, pada keadaan ini adenoma kolon

yang berukuran kecil dapat menjadi karsinoma dalam 2-3 tahun, bila dibandingkan dengan

proses pada rata-rata kanker kolorektal yang membutuhkan waktu 8-10 tahun. Ketika kriteria

amsterdam digunakan untuk menentukan proporsi dari kanker kolorektal yang dikarenakan

HNPCC, estimasi keakurasiannya sekitar 1-6 %.

Pasien dengan HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita kanker

kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening harus dimulai pada umur 20 tahun

atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota keluarga yang pertama kali terdiagnosa kanker

10

Page 11: CA COLON

kolorektal yang berhubungan HNPCC. Angka rata-rata pasien dengan HNPCC yang

didiagnosa menderita kanker kolorektal pada umur 44 tahun, dibandingkan dengan pasien

kontrol yang menderita kanker kolorektal pada umur 68 tahun. Prognosis dari pasien HNPCC

terlihat lebih baik daripada pasien dengan sporadic kanker kolon. Dari penelitian

menunjukkan bahwa pasien dengan HNPCC kurang mendapat manfaat dari adjuvant

kemoterapi berdasarkan kombinasi fluorourasil daripada pasien tanpa kelainan ini.7

II.3.4 Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat

berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian,

meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan

kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan

resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk

asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya

adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi

insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada

sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi

dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut

dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi

berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara

experimental. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya

fungsi pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah

akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal,

karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan

lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat

meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat

dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b) agen anti-

inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang

berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal,

dapat menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.8

II.3.5 Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk

memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan merokok lebih

11

Page 12: CA COLON

dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang

berukuran besar. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan meningkatnya

risiko kanker kolorektal.

Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan

asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan

energi telah menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas

fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang berhubungan

dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang

berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa

penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.8

II.3.6 Usia

Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan wanita adalah

61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali (2158 per 100.000

orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per

tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn). Peningkatan

resiko kanker kolorektal meningkat sesuai dengan usia.7

Menurut WHO, faktor resiko kanker kolorektal :5

1. Berusia > 50 tahun

2. Sindroma adenomatous popilposis ( familial, hamartomatous poliposis dan Peutz jagers

sindrom)

3. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga

4. Inflamatory bowel disease

5. Riwayat menderita kanker kolorektal

6. Riwayat menderita polip kolrektal

II.4 Patofisiologi

Penyebab dari kanker kolorektal masih terus diselidiki. Mutasi dapat menyebabkan

aktivasi dari onkogen (k-ras) dan atau inaktivasi dari gen supresi tumor ( APC, DCC

deleted in colorectal carcinoma, p53). Karsinoma kolorektal merupakan perkembangan dari

polip adenomatosa dengan akumulasi dari mutasi ini.

12

Page 13: CA COLON

Gambar 2.6 Perkembangan menuju karsinoma8

Defek pada gen APC yang merupakan pertama kali dideskripsikan pada pasien

dengan FAP. Dengan meneliti dari populasi ini, maka karakteristik mutasi dari gen APC

dapat diidentifikasi. Mereka sekarang diketahui ada dalam 80% kasus sporadik kanker

kolorektal. Gen APC merupakan gen supresi tumor. Mutasi pada setiap alel diperlukan untuk

pembentukan polip. Mayoritas dari mutasi ialah prematur stop kodon yang menghasilkan

truncated APC protein. Inaktivasi APC sendiri tidak menghasilkan karsinoma. Akan tetapi,

mutasi ini menyebabkan akumulasi kerusakan genetik yang menghasilkan keganasan.

Tambahan mutasi pada jalur ini ialah aktivasi onkogen K-ras dan hilangnya gen supresi

tumor DCC dan p53.

K-ras diklasifikasikan sebagai proto onkogen karena mutasi 1 alel siklus sel. Gen K-

ras menghasilkan produk G protein yang akan menyebabkan transduksi signal intraceluler.

Ketika aktif, K-ras berikatan dengan guanosine triphosphate (GTP) yang dihidrolisis menjadi

guanosis diphosphate (GDP) kemudian menginaktivasi G protein. Mutasi K-ras

menyebabkan ketidakmampuan dalam hidrolisis GTP yang menyebabkan G protein aktiv

secara permanen. Hal ini yang menyebabkan pemecahan sel yang tidak terkontrol.

DCC ialah gen supresi tumor dan kehilangan semua alelnya diperlukan untuk

degenerasi keganasan, mutasi DCC terjadi pada lebih dari 70% kasus karsinoma kolorektal

dan memiliki prognosis negatif. Gen supresi tumor p-53 sudah banyak dikarakteristikan

dalam banyak keganasan. Protein p53 penting untuk menginisiasi apoptosis dalam sel pada

kerusakan genetik yang tidak dapat diperbaiki. Mutasi p53 diperlihatkan dalam 75% kasus.

13

Page 14: CA COLON

Gambar 2.7 Perubahan genetik dan gambaran klinis9

Jalur genetik

Terdapat 2 jalur utama dalam inisasi dan progesi dari tumor yaitu jalur LOH dan jalur

replication error (RER). Jalur LOH dikarakteristikan dengan delesi pada kromosom dan

tumor aneuploidi. 80% dari karsinoma kolorektal merupakan mutasi dari jalur LOH, sisanya

merupakan mutasi jalur RER yang dikarakteristikan dengan kesalahan pasangan sewaktu

replikasi DNA. Beberapa gen sudah diidentifikasi sebagai sesuatu yang penting dalam

mengenali dan memperbaiki kesalahan replikasi. Kesalahan pencocokan gen yaitu include

hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6/GTBP. Mutasi satu dari beberapa gen ini

merupakan predisposisi dalam mutasi sel yang dapat terjadi pada proto onkogen ataupun gen

supresi tumor.

Jalur RER berhubungan dengan instabilitasi mikrosatelit. Tumor dengan instabilitas

mikrosateliti memiliki karakteristik yang berbeda dari jalur LOH. Tumor ini lebih banyak

14

Page 15: CA COLON

terdapaat pada bagian kanan dan memiliki prognosis yang lebih baik. Tumor yang berasal

dari LOH terjadi pada kolon distal dan berprognosis lebih buruk.6

Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel

usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak

jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari

tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati).

Neoplasma primer adenokarsinoma

Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :

1. Tipe polipoid atau vegetatif yang tumbuh menonjol kedalam lumen usus, berbentuk

kembang kol dan ditemukan terutama di daerah sekum dan kolon asendens.

2. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi,

terutama ditemukan di daerah kolon desendens, sigmoid dan rektum.

3. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum.

Pada tahap lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak

maligna.6

II.5 Histologi

Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun 1998-2001

di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal. Didapatkan gambaran

histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma

lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma.

Proporsi dari epidermoid carcinoma, mucinous carcinoma dan carcinoid tumor banyak

diketemukan pada wanita. Secara keseluruhan, didapatkan suatu pola hubungan antara tipe

histopatologis, derajat differensiasi dan stadium dari kanker kolorektal. Adenocarcinoma

sering ditemukan dengan derajat differensiasi sedang dan belum bermetastase pada saat

terdiagnosa, signet ring cell carcinoma banyak ditemukan dengan derajat differensiasi buruk

dan telah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan

sarcoma yang sering dengan derajat differensiasi buruk dan belum bermetastase pada saat

terdiagnosa, sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki derajat differensiasi dan sering

sudah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa.

Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker Dharmais (RSKD)

didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering dijumpai adalah adenocarcinoma

[diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78 (38,80%), buruk 45 (22,39%)], dan yang jarang

15

Page 16: CA COLON

adalah musinosum 19 (9,45%) dan signet ring cell carcinoma 11 (5,47%). Berbagai varian

gambaran histopatologi kanker kolorektal berdasarkan klasifikasi World Health Organization:

- Mucinous adenocarcinoma

- Signet ring cell adenocarcinoma

- Adenoskuamous carcinoma

- Squamous carcinoma

- Choriocarcionma

- Medullary carcinoma10

II. 6 Manifestasi klinis

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai

darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan

(caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri

mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,

kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker

kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal

berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.

Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal

ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum

terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak

tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh

ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan

penyakit gastrointestinal dan kandung empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan

berkemih.

Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses

ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang

menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi BAB.

Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses dapat diliputi atau tercampur

dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar mukus bersamaan dengan gumpalan

darah atau feses.

Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan

seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien

16

Page 17: CA COLON

dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker

tetap harus dipikirkan.

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika

ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya

adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini

adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan

penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau

buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat

terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan

menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal

ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika

urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria.

Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan

hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

Gambar 2.8 Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi sebanyak 73% dapat dideteksi

dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi (data unit endoskopi, Divisi Departemen Ilmu

penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta 2005)

Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma kolorektal

Kolon kanan :

- Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia

- Tes darah samar pada feses

- Gejala dispepsia

- Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten

17

Page 18: CA COLON

- Teraba massa abdominal

Kolon kiri :

- Gangguan pola buang air besar

- Darah makro pada feses

- Gejala obstruksi

Rektum :

- Pendarahan per rektal

- Gangguan pola buang air

- Adanya sensasi tidak lampias

- Teraba tumor intrarectal5

Tabel 2.2 Gambaran klinis karsinoma kolorektal

KOLON KANAN KOLON KIRI REKTUM

ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis

NYERI Karena penyusupan Obstruksi Obstruksi

DEFEKASI Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus menerus

OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu

DARAH PADA

FESES

Samar Samar/makroskopik Makroskopik

FESES Normal/diare berkala Normal Perubahan bentuk

DISPEPSIA Sering Jarang Jarang

ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat

MEMBURUKNYA

KEADAAN UMUM

Hampir selalu Lambat Lambat

Staging tumor menurut TNM

Prognosis dari pasien dari pasien kanker kolorektal berhubungan dengan dalamnya

penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau metastasis

jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang awalnya

diperhatikan oleh Dukes.

Dan diaplikasi dalam metode klasifikasi TNM dalam hal ini, T menunjukkan

kedalaman penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M ada

tidaknya metastase jauh.

18

Page 19: CA COLON

Lesi superfisial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau kelenjar getah bening

(KGB) dianggap sebagai stadium A (T1N0M0). Bila tumor yang masuk lebih dalam namun

tidak menyebar ke KGB dikelompokkan sebagai stadium B1 (T2N0M0). Bila tumor terbatas

sampai lapisan muskularis disebut stadium B2 (T3N0M0). Bila tumor menginfiltrasi serosa

dan KGB disebut stadium C (TXN1M0), bila terdapat status anak sebar di hati, paru, atau

tulang mempertegas stadium D (TXNXM1). Bila status metastasis belum dapat dipastikan

maka sulit menentukan stadium. Oleh karena itu, pemeriksaan mikroskopik terhadap

spesimen bedah sangat penting dalam menentukan stadium. Umumnya rekurensi kanker

kolorektal terjadi dalam 4 tahun setelah pembedahan sehingga harapan hidup rata-rata 5

tahun dapat menjadi indikator kesembuhan. Indikator buruknya prognosis prognosis kanker

kolorektal setelah menjalani operasi.

Kanker kolorektal umumnya menyebar ke kelenjar getah bening regional atau ke hati

melalui sirkulasi vena portal. Hati merupakan organ yang paling sering mendapat anak sebar

kelenjar getah bening. Sepertiga kasus kanker kolorektal yang rekuren disertai metastase ke

hati dan duapertiga pasien kanker kolorektal ditemukan metastase ke hati pada waktu

meninggal. Kanker kolorektal jarang bermetastasis ke paru. KGB superklavikula tulang atau

otak tanpa ditemukan anak sebar di hati terlebih dahulu. Pengecualian terjadi bilamana tumor

dapat terletak di distal rektum, sel tumor dapat menyebar melalui pleksus vena paravertebra

kemudian dapat mencapai paru atau KGB superklavikula tanpa melalui sistem vena porta.

Rata-rata harapan hidup setelah ditemukan metastase berkisar 6 – 9 bulan (hepatomegali dan

gangguan pada hati) atau 20-30 bulan (nodul kecil di hati yang ditandai oleh peningkatan

CEA dan gambaran CT-scan).

T – Tumor primer

Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai

T0: Tidak ada tumor primer

Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial

T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa

T2: Invasi tumor di lapisan otot propria

T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke perikolik

yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektal

T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau peritoneum

viseral.

19

Page 20: CA COLON

Gambar 2.9 Gambaran kedalaman tumor

N – Kelenjar limfe regional

Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai

N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional

N1: Metastase di 1 – 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal

N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau perirektal

N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan atau pada

kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli bedah).

M – Metastase jauh

Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0: Tidak ada metastase jauh

M1: Terdapat metastase jauh6

Tabel 2.3. Stadium dan Prognosis Kanker Kolorektal6,7

Stadium Deskripsi histopatologis

Bertahan 5 tahun (%)Dukes TNM Derajat

A T1N0M0 I Kanker terbatas pada

mukosa/submukosa

>90

B1 T2N0M0 I Kanker mencapai muskularis

85

B1 T3N0M0 II Kanker cenderung masuk atau

melewati lapisan serosa

70-80

C TxN1M0 III Metastasis 35-65D TxNxM1 IV 5

20

Page 21: CA COLON

II.7 Metastasis

Carcinoma colorectal mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus

dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral ke jaringan dan organ visceral

lainnya. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya

seperti ureter, vesica urinaria, uterus, vagina, atau prostat. 1

Keterkaitan nodus limfatikus regional merupakan bentuk yang paling sering pada

penyebaran carcinoma colorectal dan biasanya mendahului metastasis jauh atau

menyebabkan carcinomatosis. Penyebaraan ke nodus limfatikus meningkat dengan

pertambahan ukuran tumor, diferensiasi histologis yang buruk, invasi limfovaskular dan

kedalaman invasi. 2

Pada carcinoma colon, penyebaran limfatik biasanya mengikuti aliran vena besar dari

segmen colon yang terkait. Penyebaran limfatik dari rectum mengikuti 2 jalur. Pada rectum

bagian atas, pengaliran ascendens sepanjang pembuluh rectalis superior ke kelenjar

mesenterica inferior. Pada rectum bagian bawah, pengaliran limfatik terjadi sepanjang

pembuluh rectalis media. Penyebaran sepanjang pembuluh rectalis inferior ke kelenjar iliaca

interna atau inguinal jarang terjadi kecuali jika tumor mengenai canalis analis atau aliran

limfatik proximal diblok oleh tumor. 1,2

Tempat yang paling sering terkena pada metastasis jauh carcinoma colorectal adalah

hepar. Metastasis ini timbul dari penyebaran hematogen melalui system vena portal. Seperti

pada penyebaran ke nodus limfatikus, risiko metastasis ke hepar meningkat dengan

peningkatan ukuran tumor dan grade tumor, namun tumor yang kecil pun dapat menyebabkan

metastasis jauh. Paru-paru juga merupakan tempat penyebaran hematogen carcinoma

colorectal, namun jarang terjadi. Penyebaran ke peritoneal mengakibatkan carcinomatosis

(metastasis peritoneal difus) dengan atau tanpa ascites.1,2

II.8 Pemeriksaan

Pemeriksaan penyaring pada kanker kolorektal (CRC):

Tabel 2.3 Screening pada tiap resiko5

Resiko Prosedur Onset Frekuensi

Resiko rendah

21

Page 22: CA COLON

- Asimptomatik

- Tidak ada kerabat

tingkat 1 yang kena

Tes darah samar

(TSD), fleksibel

sigmoidoskopi (FS)

Kolonoskopi, barium

enema dan

proctosigmoidoscopy

50

50

TDS tiap tahun

FS tiap 5 tahun

Tiap 5-10 tahun

Resiko menengah

- CRC pada kerabat

tingkat 1,usia <

55th atau > 2

keluarga tingkat

pertama terkena

- CRC pada keluarga

tingkat pertama,

usia > 55 th

- Riwayat polip

kolorektal besar >

1cm atau multipel

- Riwayat CRC

setelah reseksi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

40 atau 10 tahun

sebelum kasus CRC

termuda

50 atau 10 tahun

sebelum kasus CRC

termuda

1 tahun setelah

polipektomi

1 tahun setelah

reseksi

Setiap 5 tahun

Setiap 5 – 10 tahun

Jika rekuren, tiap

tahun. Jika tidak, tiap

5 tahun

Jika normal 3 th,

bila tetap normal tiap

5 tahun. Jika

abnormal, tiap 5

tahun

Resiko tinggi

- FAP

- HNPCC

- IBD

FS, pemeriksaan

genetik

Kolonoskopi,

pemeriksaan genetik

Kolonoskopi

12-14 tahun

( pubertas)

21-40 tahun

40 tahun

8-15 tahun

Tiap 2 tahun

Tiap 2 tahun

Tiap tahun

Tiap 2 tahun

Tes darah samar

Pada suatu studi kontrol pada universitas di Minnesota, didapatkan kesimpulan bahwa

tes darah samar sebagai tes penyaring dapat mengurangi mortalitas CRC sebanyak 33% dan

metastasis sebanyak 50%. Tetapi tes darah samar tidak selalu sensitif dan terlewat sampai

22

Page 23: CA COLON

50% kasus. Spesifitas pemeriksaan ini rendah, 90% pasien dengan tes ini positif tidak

memiliki CRC. Tes ini baru signifikan bila dilakukan kolonoskopi setelahh tes darah samar

positif. Jadi, tes darah samar dilakukan dan direkomendasikan bagi pasien asimptomatik.

Rigid Proctoscopy

Proctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan kolon sigmoid.

Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan biasanya terdapat cahaya diatasnya.

Panjangnya sekitar 15cm. Proctoscope dilubrikasi dan dimasukan ke dalam rektum,

kemudian obturator disingkirkan dan terlihat bagian interior dari rektum. Prosedur ini biasa

digunakan untuk menginspeksi hemoroid atau polip rektum.

Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko kematian pada kanker

rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi walaupun resiko kematian kanker kolon

tidak dipengaruhi. Akan tetapi, dikarenakan adanya limitasi jangkauan,maka proctoskopi ini

hanya sedikit dicantumkan dalam program skrining modern ini.

Gambar 2.10 Proctoscopy

Flexible Sigmoidoscopy

Skrining dengan fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun menyebabkan penurunan

mortalitas CRC dan mengidentifikasi individu resiko tinggi dengan adenoma. Pada pasien

dengan polip, kanker atau lainnya pada fleksibek sigmoidoskopi maka memerlukan

kolonoskopi.

Colonoscopy

Kolonoskopi sekarang ini merupakan metode yang akurat dan paling baik digunakan

dalam pemeriksaan usus besar. Prosedur ini sangat sensitif dalam mendeteksi polip kecil

sekalipun dan dapat dilakukan biopsi, polipektomi, mengontrol pendarahan dan dilatasi

23

Page 24: CA COLON

striktur. Akan tetapi, pemeriksaan ini memerlukan persiapan usus dan menyebabkan

ketidaknyamanan karena memerlukan sedasi. Kolonoskopi dilakukan dengan bantuan

endoskopi. Komplikasi utama setelah kolonoskopi ialah perforasi dan pendarahan, namun

sangat kecil.

Gambar 2.11 Kolonoskopi dan sigmoidoskopi

Barium enema kontras

Kontras barium enema juga sensitif dalam mendeteksi polip > 1cm yaitu sekitar 90%.

Akan tetapi, tidak ada studi yang membuktikan efikasinya dalam skrining populasi besar.

Akurasi paling tinggi pada kolon proksimal, akan tetapi dapat juga digunakan pada kolon

sigmoid bila ada divertikulosis signifikan. Untuk alasan ini, maka barium enema

dikombinasikan dengan fleksibel sigmoidoskopi sebagai skrining. Kerugian pada metode ini

ialah memerlukan persiapan pada usus. Kolonoskopi juga dilakukan bila ditemukan lesi.

CT Colonografi

Kemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak invasif tetapi

akurasi tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT helik dan rekonstruksi 3 dimensi

untuk menggabarkan kolon intraluminal. Pasien membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi

dengan udara lalu dilakukan CT. Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdetteksi lesi.6

CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah “Virtual Colonography”

merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical (multi- slice) CT Scan yang dapat

menghasilkan gambaran interior kolon dalam dua atau tiga dimensi. CTC memiliki radiasi

exposure yang rendah dan tidak invasif, tapi tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi.

24

Page 25: CA COLON

Persiapan pemeriksaan CTC hampir sama dengan kolonoskopi yaitu membersihkan usus

besar dengan bahan laksan, ditambah memasukkan udara ke dalam kolon melalui kateter

rektal. Pemeriksaan dilakukan pada posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan

sedasi. Penelitian meta- analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan spesifisitas

yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88% dan 95%. Penelitian lainnya

CTC dengan 4-detector-row scanners menghasilkan sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas

90%-98% untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya

perforasi dan dilaporkan hanya 1/22.000 pemeriksaan.8

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal, mengidentifikasi

emtastase dan mendeteksi sistem organ lain yang turut berperan dalam pengobatan. Area

supraclavicula harus dipalpasi untuk memeriksa adanya kelenjar yang mengalami

metastase. Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya bekas

operasi, penonjolan massa, kontur usus yang mungkin dapat terlihat ( darm kontur, darm

steifung). Palpasi dilakukan untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau

nyeri tekan pada abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter, mobilitas atau

melekat pada jaringan, konsistensi, batas jelas atau tidak. Perkusi normal pada abdomen

ialah timpani. Bila terdapat masssa maka perubahan suara menjadi redup. Pada

auskultasi didengarkan bising usus.

Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan massa yang rata, keras, oval atau melingkar

dengan depresi pada sentral. Bila meluas, harus ditentukan ukuran dan derajat perlekatan

jaringan. Pada pemeriksaan RT, maka dapat didapatkan darah pada sarung tangan.5,7

Pemeriksaan penunjang

Keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda seperti: anemia

mikrositik, hematoskezia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan defekasi. Oleh sebab

itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau radiologi. Temuan darah samar di

feses memperkuat dugaan neoplasia namun bila tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma.

Laboratorium

Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan hasil

normal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah urinalisis, hitung leukosit dan hemoglobin.

Pemeriksaan lain yang dapat diperiksa sesuai dengan indikasinya ialah protein serum,

25

Page 26: CA COLON

kalsium, bilirubin, alkali fosfatase dan kreatinin. Pendarahan intermitten dan polip besar

dapat dideteksi melalui darah sama feses atau defesiensi Fe.

Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan kolorektal ialah

carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein yang ditemukan pada sel

membran banyak jaringan tubuh termasuk CRC. Beberapa antigen masuk ke dalam sirkulasi

dan dideteksi dengan radioimunnoassay serum. CEA dapat terdeteksi di berbagai cairan

tubuh, urin dan feses. Peningkatan serum CEA tidak spesifik berhubungan dengan kanker

kolorektal. Kadar CEA tinggi pada 70% pasien dengan kanker usus besar. CEA tidak dapat

digunakan sebagai prosedur screening tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.5

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip kolon

dengan spesifitas 85%. Terdapat gambaran pasase kontras, jenis bagian rektosigmoid sering

sulit untuk divisualisasi meskipun bila dibaca oleh ahli radiologi senior. Oleh karena itu,

pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan.

Bilamana ada lesi yang mencurigakan, pemeriksaan kolonoskopi diperlukan untuk

biopsi. Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda merupakan alternatif lain untuk

kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tidak bisa mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema

barium cukup efektif untuk memeriksa bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau

dengan pemeriksaan kolonoskopi.

Persiapan dan pemeriksaan barium enema

Persiapan:

Penderita diberi makan bubur kecap 1 hari sebelumnya

10 -12 jam sebelum pemeriksaan penderita diberi Laxans

Segera setelah akan diperiksa diberi Laxans

Kontras yang dipakai yaitu Barium sulfat.

Bubur barium 1:4, 1:5, 1:6.

Gambaran normal:

Pasase lancar (gambaran haustre)

Refluks kontras ke dalam ileum

Post evakuasi: feather like appereance

26

Page 27: CA COLON

Gambar 2.12. Barium enema normal

Gambaran radiologis karsinoma kolon:

Gangguan pasase kontras

Jenis ekstraluminar: pendorongan lumen

Jenis intraluminar: mukosa kasar + filling defect

Karsinoma kolon kiri : filling defek, biasanya 2-6 cm dengan konfigurasi apple core.

Karsinoma kolon kanan : konstriksi atau massa intrluminal5

Gambar 2.13 karsinoma anular kolon sigmoid

Gambaran radiologis polip:

Khas pada post evakuasi terdapat gambaran radiolusen yang berbentuk multipel

27

Page 28: CA COLON

Gambar 2.14. gambaran polip pada barium enema Gambar 2.15. peduncaled polyp

Gambaran radiologis karsinoma rektum:

Gambaran pasase kontras

Tergantung jenisnya:

- Pendorongan : kelainan bentuk dan anatomis

- Filling defect : mukosa tidak rata

Diagnosis

Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda.

Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian

diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.

Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan tekanan ureter

kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk metastasis.

II. 9 Tatalaksana

Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan drainase

regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan walaupun telah terjadi

metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah metastase. Tujuan terapi karsinoma

kolon ialah mengeluarkan tumor dan suplai limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari

pembuluh darah yang mengaliri bagian kanker tersebut. Organ atau jaringan penyokong

seperti omentum nyga harus direseksi en blok dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak dapat

diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis dilakukan diawali dengan irigasi

usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin yang diharapkan sel tumor dalam

lumen dapat tercuci atau dihancurkan.

Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang kuat terhadap

CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma ( field defect) dan harus

dilkukan subtotal atau total kolektomi. Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker

secara bersamaan. Metachronous tumor ( reseksi baru pada pasien yang telah direseksi

sebelumnya) juga diterapi serupa.

Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan laparotomi,

maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman. Selanjutkan dilakukan

28

Page 29: CA COLON

anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi, maka dilakukan prosedur paliatif dan

membutuhkan proksimal stoma atau bypass.

Stage 0 ( Tis, N0,M0)

Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade dysplasia tidak memiliki resiko

metastasis nodus limfatikus. Akan tetapi, high grade dysplasia meningkatkan resiko

karsinoma invasif. Karena alasan ini, maka polip dieksisi lengkap dan batasnya harus bebas

dari displasia.polip bertangkai harus dilepaskan secara komplit secara endoskopi. Pada pasien

iini, diikuti dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa polip tidak rekuren dan tidak

terbentuk karsinoma invasif. Apabila polip tidak dapat diangkat se`luruhnya, maka dilakukan

reseksi segmental.

Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0)

Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan metastasis ke

kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening berdasarkan kedalaman invasi

polip. Pada invasi limfovaskular, histologi diferensiasi buruk dapat dilkakukan segmental

kolektomi.

Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0)

Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan dengan operasi reseksi.

Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium 1 dapat berkembang rekurensi lokal atau

jauh dan kemoterapi tidak meningkatkan survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan

reseksi komplit stadium 2 dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini, kemoterapi ajuvan

disarankan untuk beberapa pasien ( pasien muda dan resiko tinggi).

Stage III: Lymph Node Metastasis (T any , N1, M0)

Pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening merupakan resiko yang tinggi

terhadap rekurensi. Oleh karena itu, direkomendasikan ajuvan kemoterapi rutin pada pasien

ini. Regimen yang digunakan ialah 5- Flourouracil dengan levamisole atau leukovorin

emngurangi rekurensi dan meningkatkan angka ketahanan hidup. Agen kemoterapi yang baru

ialah as capecitabine, irinotecan, oxaliplatin, angiogenesis inhibitors, dan immunotherapy.

Stage IV: Distant Metastasis (T any , N any , M1)

29

Page 30: CA COLON

Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan penyakit sistemik, sebanyak

15% akan bermetastase ke hati. Pada stadium ini, sebanyak 20% potensial reseksi untuk

sembuh. Angka survival pada pasien reseksi ini menignkat bila dibandingkan dengan pasien

yang tidak direseksi. Semua pasien membutuhkan kemoterapi ajuvan. Pasien yang

tidakdioperasi difokuskan untuk paliatif terapi. Terapi paliatif yang digunakan ialah stenting

untuk lesi obstruksi kolon kiri.

Reseksi kolorektal

Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk neoplasma ( jinak dan ganas),

inflamatori bowel disease dan kasus lain.

Reseksi

Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi aliran darah pada bagian

kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. Reseksi kurativ dari CRC dicapai

dengan ligasi PD mesenterika proksimal dan pembersihan kelenjar getah bening

mesenterika secara radikal. Pada reseksi proses benign, tidak diperlukan reseksi

mesenterika dan omentum dapat tetap dipertahankan.

Emergensi reseksi

Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan hemoragi. Pada keadaan

ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan

atau proksimal tranversal, anastomsosi oleocolonic dapat dilakukan.

Reseksi laparoskopik

Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi nyeri post operasi

dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar secara laparoskopik

membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding operasi secara terbuka.

30

Page 31: CA COLON

Gambar 2.16 Gambar reseksi kolon berdasarkan tumor primer5

Anastomosis

Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segemen usus. Teknik yang digunakan dapat berupa

handsewn atau stapled.

Jenis anastomosis :

1. End to end

Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini terutama

dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat digunakan dalam kolostomi atau anastomosis

usus kecil.

2. End to side

Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik ini dilakukan

pada obstruksi kronik.

3. Side to end

Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian distalnya.

4. Side to side

Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah atau segmens

usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.

31

Page 32: CA COLON

Gambar 2. 17 Anastomosis

Colostomy

Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi dibanding dengan loop

kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon. Defek pada dinding abdomen dibuat dan

akhir dari kolon dimobilisasi melalui lubang itu. Usus bagian distal yang dikeluarkan melalui

dinding abdomen sebagai mucus fistula atau di dalam abdomen sebagai hartmann’s pouch.

Penutupan kolostomi membutuhkan laparotomi. Stoma didiseksi dari dinding abdomen dan

odentifikasi usus distal, kemudian dilakukan anastomosis end to end.

Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi dikarenakan

terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi kolostomi lebih sedikit beresiko.6

Gambar 2.18 Kolostomi

32

End to end End to side

Side to side

Page 33: CA COLON

Sistemik kemoterapi

Tulang punggung regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5- Flourouracil sebagai

terapi ajuvan maupun metastase. Dahulu, dinyatakan pendapat bahwa regimen kombonasi

menyediakan peningkatan efikasi dan angka harapan hidup pasien. Selain 5-Florourasil,

terdapat capecitabine dan tegafur yang digunakan sebagai monoterapi atau kombonasi dengan

oxalipatin dan irinotecan.

Regimen untuk ajuvan kemoterapi :

5-Fluorouracil + leucovorin

o 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu

o Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan sebelum

5-FU

o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu

LV5FU2 (de Gramont regimen)

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous

infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum

5-fluorouracil

o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX4)

o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous

infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum

5-fluorouracil

o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Regimen untuk metastasis :

Irinotecan + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFIRI regimen)

o Irinotecan: 180 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus pada hari 1, diikuti dengan 2400 mg/m2

IV continuous infusion untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

33

Page 34: CA COLON

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX6)

o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus on day 1, diikuti dengan 2400 mg/m2 IV

continuous infusion untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (mFOLFOX7)

o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 3000 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Capecitabine + oxaliplatin (XELOX)

o Capecitabine: 850-1000 mg/m2 PO terbagi 2 dosis pada hari 1-14

o Oxaliplatin: 100-130 mg/m2 IV pada hari 1

o Mengulang siklus setiap 21 hari

FOLFOX4 + bevacizumab

o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2 IV continuous

infusion pada hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Bevacizumab: 10 mg/kg IV setiap 2 minggu

o Mengulang siklus setiap 2 minggu11

Agen biologis

Bevacizumab ( Avastin) merupakan obat antiangiogenesis pertama yang

diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan antibodi monoklonal untuk

vascular endothelial growth factor (VEGF) dan meningkatkan survival bila ditambahkan pada

kemoterapi. Agen biologis lain yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor

receptor ( EGFR). Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan sebagai

34

Page 35: CA COLON

monoterapi atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker kolorektal yang refrakter

dengan 5-FU dan oxalipatin. Panitumumab adalah antibodi monoklonal human dan

diindikasikan untuk monoterapi bila kombinasi gagal. Lini pertama untuk kanker metastasis

ialah bevacizumab dan kemoterapi ( oxiliplatin dan irinotecan).

Terapi radiasi

Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker rektum, tetapi

terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan maupun metastatik,

hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang atau otak.11

II.10 Penyebaran tumor

Penyebaran tumor dapat terjadi melalui:

a. Penyebaran langsung

Karsinoma tumbuh secara melingkari usus sebelum terdiagnosa, khususnya bagi

kolon kiri yang memiliki kaliber lebih kecil dibanding dengan kanan. Membutuhkan waktu 1

tahun bagi tumor untuk melingkari ¾ bagian usus. Lesi menyebar secara radial dan

berpenetrasi ke lapisan luar dinding usus dan dapat mengenai struktur di dekatnya seperti

hati, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halis, pankreas, limpa, kandung kemih,

vagina, ginjal, ureter dan dinding abdomen. Kanker rektum dapat menginvasi dinding vagina,

kandung kemih, prostat atau sakrum.

b. Metastasis hematogen

Invasi melalui pembuluh darah dapat menyebabkan tumor terbawa melalui sistem

vena porta yang menyebabkan metastasi ke hepar. Embolisasi dapat terjadi melalui vena

lumbal atau vertebral ke paru. Kanker rektum menyebar melalui vena hipogastrik.

Penyebaran ke ovarium terutama melalui hematogen yaitu terlihat pada 10.3% pasien wanita

dengankanker kolorektal. Untuk mencegah metastase melalui hematogen sewaktu operasi

dilakukan manipulasi minimal dengan ligasi pembuluh darah.

c. Metastasis kelenjar getah bening regional

Ini merupakan tipe penyebaran yang paling umum. Kanker rektum bermetastase

proksimal melalui kelenjar getah bening mesorectalm iliac dan mesenterika inferior. Serta

bermetastase secara radial sepanjang dinding pelvis. Kelenjar getah bening harus diangkat

sewaktu operasi.

d. Metastasis transperitoneal

35

Page 36: CA COLON

Terjadi sewaktu tumor berektensi melalui lapisan serosa dan memasuki kavitas

peritoenal, memproduksi lokal implant carcinomatosis.

e. Metastasis intraluminal

Sel ganas dari lapisan tumor dapat tersapu sepanjang usus melalui isi feses.5

II.11 Prognosis

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh, yaitu klasifikasi penyebaran

tumor dan tingkat keganasan sel tumor.

Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan

hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan

penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu persen. Bila disertai differensiasi

sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.

II.12 Follow up

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan setiap 3-6 bulan pada 3 tahun pertama dan setiap 6 bulan

pada tahun keempat dan kelima. Akan tetapi hal ini tidak mutlak dan berdasarkan kondisi

individu dan faktor resiko yang dimiliki oleh pasien.

2. Pemeriksaan carcinoembryonic antigen (CEA)

Pemeriksaan ini masih menjadi kontroversial tetapi berguna walaupun ada

kekurangannya. Kadar CEA serum diperiksa setiap 3 bulan pada pasien selama 3 tahun dan

setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Pemeriksaan ini berguna untuk menilai

kekambuhan pada pasien.

3. CT scan

CT scan dada dan abdomen dilakukan setiap tahun untuk minimal 3 tahun pertama

setelah reseksi tumor primer.

4. Kolonoskopi

Kolonoskopi wajib dilakukan pada semua pasien untuk mendokumentasi tidak adanya

tumor tambahan atau polip. Kolonoskopi dilakukan setelah operasi / 3-6 bulan kemudian dan

36

Page 37: CA COLON

kemudian tiap tahun sampai 3 tahun kemudian. Bila normal, diulang setiap 5 tahun. Bila

tidak tersedia sarana kolonoskopi, maka dapat dilakukan barium enema dan sigmoidoskopi.

5. Colok dubur/ proctoskopi/ sigmoidoskopi

Diperuntukkan pasien yang mengalami kanker rektal. Pemeriksaan dilakukan pada

bulan ketiga, keenam, setahun dan tahun kedua.

37

Page 38: CA COLON

BAB III

KESIMPULAN

Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian kedua setelah keganasan di

paru-paru di USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan 150.000 kasus baru dan 60.000

diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal. Tingginya angka kematian tersebut

menyebabkan berbagai upaya untuk menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi

dini atau skrining terhadap kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari

modalitas skrining yang dimaksud adalah radiologic imaging: Flexible Sigmoidoscopy (FS),

Colonoscopy, Double Contrast Barium Enema dan CT Colonography (CTC). Pemilihan

modalitas skrining tersebut tergantung pada kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko

dan keuntungan modalitas terhadap pasien, serta kemampuan operator. Penanganan

karsinoma kolorektal membutuhkan kecermatan pemeriksaan preoperatif untuk dapat

memutuskan modalitas terapi baik pembedahan, kemoterapi maupun radioterapi. Penanganan

postoperatif dan follow-up sangat tergantung pada pemeriksaan dan penanganan yang dapat

dilakukan sebelumnya. Hal ini sangat ditentukan oleh staging karsinoma, yang salah satunya

dapat ditentukan oleh imaging seperti ultrasonografi, CT Scan, maupun MRI. Pada

prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik prognosisnya karena

penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.

38

Page 39: CA COLON

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and anus. In

Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill. P 1057-70.

2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum. Dalam

Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53.

3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabiston’s Textbook

of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P 1443-65.

4. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingots’s Abdominal operation.

10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300

5. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingots’s Abdominal operation. 10th

edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99

6. Wikipedia. 2007. Cancer colorectal. http://www.wikipedia.org .

7. Mayoclinic. 2006. Colon cancer.

http://health.yahoo.com/topic/other/other/article/mayoclinic/

8. GE.2007. Carcinoma colorectal http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/

9. Barish ,M.A. Rocha, T.C. 2007. Role of virtual colonoscopy in screening for colorectal

cancer. http://www.cancernews.com/data/Article/284.asp

10. Marijata, 2006. Pengantar Dasar Bedah klinis. Unit Pelayanan Kampus, FK UGM.

11. De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

39

Page 40: CA COLON

40