CA Colon- Lydia

48
MAKALAH PRESENTASI KASUS KARSINOMA KOLON Disusun oleh : Lydia Amaliya 107103001630 Pembimbing : dr. Taslim Poniman, SpB(K)BD Kepaniteraan Klinik Bedah RSUP Fatmawati Program Studi Pendidikan Dokter 1

description

ca colon

Transcript of CA Colon- Lydia

MAKALAH PRESENTASI KASUSKARSINOMA KOLON

Disusun oleh :Lydia Amaliya107103001630Pembimbing :dr. Taslim Poniman, SpB(K)BDKepaniteraan Klinik Bedah RSUP Fatmawati

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2012

KATA PENGANTARSegala puji hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan yang begitu besar. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dengan kasih sayangnya yang tiada pernah pudar. Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul Karsinoma kolon.Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Taslim Poniman, SpB(K)BD selaku pembimbing yang telah sabar dalam membimbing dan selalu memacu saya untuk segera menyelesaikan presentasi kasus ini. Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang tiada henti-hentinya memberikan kasih sayang dan doa yang tulus.

Jakarta, Juni 2012

Lydia AmaliyaDAFTAR ISIKATA PENGANTAR

............................................................. 2

DAFTAR ISI

............................................................. 3

BAB 1 PENDAHULUAN

............................................................. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

............................................................. 52.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI............................................................. 5

2.2 DEFINISI

............................................................. 102.3 EPIDEMIOLOGI

............................................................. 102.4 ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO............................................................ 112.5 PATOGENESIS

............................................................. 122.6 DIAGNOSIS

............................................................. 142.7 STADIUM

............................................................. 182.8 PENATALAKSANAAN

............................................................. 222.9 PROGNOSIS

............................................................. 23BAB 3 ILUSTRASI KASUS

............................................................. 26BAB 4 ANALISA KASUS

............................................................. 33BAB 4 KESIMPULAN

............................................................. 36DAFTAR PUSTAKA

............................................................. 37BAB I

PENDAHULUANKeganasan kolorektal merupakan keganasan terbanyak diantara seluruh keganasan pada traktus gastrointestinal. Lebih dari 150.000 kasus baru dilaporkan terjadi di Amerika Serikat dan lebih dari 52.000 orang akan meninggal setiap tahunnya meskipun kanker kolorektal menempati urutan kedua penyebab tersering kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Insidensinya sama baik pada wanita maupun pria. Angka kematian dari kanker rektal telah meningkat selama 20 tahun terakhir. Dengan adanya diagnosa dini melalui skrining akan sangat menurunkan insidensi terjadinya kanker dan menurunkan angka kematian akibat kanker ini.(1)Meskipun keberhasilan pengobatan adjuvant akhir-akhir ini berkembang secara cepat dan sangat maju, akan tetapi hanya sedikit saja yang meningkatkan harapan hidup pasien. Kunci utama keberhasilan penanganan keganasan kolorektal adalah ditemukannya karsinoma dalam stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan secara bedah kuratif. Namun sayang sebagian besar penderita di Indonesia datang dalam stadium lanjut sehingga angka survival rendah, terlepas dari terapi yang diberikan. Penderita datang ke rumah sakit sering dalam stadium lanjut karena tidak jelasnya gejala awal dan tidak menganggap penting gejala dini yang terjadi. Terapi bedah paling efektif bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir. Bila sudah terjadi metastasis, prognosis menjadi buruk, karena pilihan terapi mungkin hanya paliatif saja.(2)BAB II

TINJAUAN PUSTAKAANATOMI(3,4)Kolon terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon descendens, kolon sigmoideum, rektum serta anus. Mukosa kolon terdiri dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet, pada lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli. Lapisan serosa membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang disebut appendices epiploicae. Didalam mukosa dan submukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang d isebut haustra coli, yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak haustra in vivo dapat berpindah pindah atau menghilang.

Gambar 1. Anatomi kolonSecara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai rectum berasal dari usus belakang. Kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari caecum hingga canalis ani. Diameter kolon lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Kolon terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus.

Caecum merupakan kantong yang terletak di bagian proksimal kolon dengan diameter rata rata 7,5 cm dan panjang 10 cm. Caecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya caecum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium, terdapat perlekatan ke fossa iliaca di sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plica caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus retrocaecalis.

Colon ascenden memanjang dari caecum ke fossa iliaca kanan sampai ke sebelah kanan abdomen. Panjangnya 15 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan, dan di bawah hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatica (fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan colon transversum.

Colon transversum merupakan bagian kolon yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas karena tergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya sekitar 45 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis. Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di region umbilicalis.

Colon descenden panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.

Colon sigmoid panjangnya bervariasi antara 15-50 cm (rata rata 38cm), sangat bebas bergerak dan berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi rectum di depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli, dan terletak 15 cm di atas anus. Colon sigmoideum tergantung oleh mesocolon sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile).Rectum merupakan lanjutan dari kolon, yaitu colon sigmoid dengan panjang sekitar 15 cm. Rectum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral. Rectum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rectum terletak di rongga pelvic dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflectum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rectum ke dunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.

Caecum, kolon asendens, dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika media. Kolon transversum bagian kiri, kolon desendens, kolon sigmoid, dan sebagian rektum diperdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior.

Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri colica sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir menuju ke Lnn. ileocolica, Lnn. colica dextra, Lnn. colica media, Lnn. colica sinistra dan Lnn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus intestinalis.

Gambar 2. Pembuluh darah arteri yang memperdarahi kolonPembuluh darah kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan melalui v.mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum, dan melalui v.mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Keduanya bermuara kedalam vena porta, tetapi v.mesenterika inferior melalui v.lienalis. aliran vena dari menuju ke v.kava inferior. Karena itu anak sebar yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan diparu, sedangkan yang berasal dari kolon dapat ditemukan di hati. Aliran limf kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limf terdapat pada muskularis mukosa. Jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis mukosa kemungkinan belum ada metastasis.

Gambar 3. Pembuluh darah vena yang memperdarahi kolon Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n.vagus. Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula mula pada epigastrium atau diatas pusat. Nyeri pada appendisitis akut mula mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang terasa mula mula di hipogastrium atau dibawah pusat. FISIOLOGI(4)Fungsi kolon adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit, sekresi mukus, serta menyimpan feses, dan mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses. Udara ditelan sewaktu makan, minum atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 didalamnya diserap di usus sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas didalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di jalan cerna yang menimbulkan flatulensi.DEFINISI(5)

Karsinoma Kolorektal adalah istilah yang diberikan kepada karsinoma yang berkembang pada kolon atau rektum. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastrointesinal. Lebih jelasnya kolon berada dibagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm diatas anus. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran gastrointestinal dimana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna.EPIDEMIOLOGI(1)

Keganasan kolorektal merupakan keganasan terbanyak diantara seluruh keganasan pada traktus gastrointestinal. Lebih dari 150.000 kasus baru dilaporkan terjadi di Amerika Serikat dan lebih dari 52.000 orang akan meninggal setiap tahunnya meskipun kanker kolorektal menempati urutan kedua penyebab tersering kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Insidensinya sama baik pada wanita maupun pria. Angka kematian dari kanker rektal telah meningkat selama 20 tahun terakhir. Dengan adanya diagnosa dini melalui skrining akan sangat menurunkan insidensi terjadinya kanker dan menurunkan angka kematian akibat kanker ini.

Gambar 4. Angka kejadian kasus baru karsinoma kolorektal

Gambar 5. Angka kejadian estimasi kematian karsinoma kolorektalDistribusi anatomi kanker kolorektal

Gambar 6 : Daerah yang paling sering terkena karsinoma kolon

ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO(6) Secara umum kanker selalu dihubungkan dengan: bahan bahan kimia, bahan bahan radioaktif, dan virus. Umumnya kanker kolon terjadi dihubungkan dengan faktor genetik dan lingkungan. Serta dihubungkan juga dengan faktor predisposisi diet rendah serat, kenaikan berat badan dan intake alkohol.Faktor risiko kanker kolon

1. Kanker kolorektal sporadik (88-94%)

Usia tua

Jenis kelamin laki-laki

Cholecystectomy

Ureterocolic anastomosis

Faktor hormonal : nulliparitas, usia tua kehamilan pertama, menopause dini

Faktor lingkungan

Diet tinggi daging, lemak dan rendah serat, folat dan kalsium

Gaya hidup

Obesitas

Diabetes mellitus

Merokok

Riwayat terpajan radiasi

Intake tinggi alkohol

Riwayat tumor sporadik

Riwayat polip kolorektal

Riwayat kanker kolorektal (risiko 1,5-3% terkena kanker untuk yang kedua kalinya dalam waktu 5 tahun)

Riwayat endometriosis, kanker payudara dan kanker ovarium

Riwayat kanker kolorektal dalam keluarga (20%)

2. Kanker kolorektal pada Inflamatory bowel disease (1-2%)

Kolitis ulseratif

Colitis crohns3. Kanker kolorektal herediter (5-10%)

Sindrom poliposis : Familial adenomatous polyposis (FAP), sindrom gardner, sindrom turcot, attenuated adenomatous polyposis coli, sindrom flat adenoma, hereditery non-polyposis colorectal cancer (HNPCC), sindrom hamartoma poliposis (sindrom peutz-jeghers, sindrom juvenil poliposis, sindrom cowden).

PATOGENESIS(3,7)

Gambar 7. Karsinogenesis kanker kolorektal (Sabiston, 2007). Ket: APC, adenomatous polyposis coli. DCC, deleted in colorectal carcinoma; HNPCC, hereditary nonpolyposis colorectal cancer; MMR, mismatch repair. Tumor suppressor gen (DCC, p53, APC)Histopatologi perkembangan karsinoma kolorektal

Gambar 8: Perkembangan karsinoma kolorektalSecara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :

Tipe Polipoid atau Vegetatif

Tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol ditemukan terutama di sekum dan kolon ascenden. Tipe ini merupakan pertumbuhan yang berasal dari papiloma simpel atau adenoma.

Tipe Skirous (Scirrhous)

Mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon ascenden, sigmoid dan rektum. Disini terjadi reaksi fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang keras serta melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk membentuk napkin ring.

Tipe Ulseratif

Terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.

Gambar 9 : Gambaran anatomis karsinoma kolorektalDIAGNOSIS(1)Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk colok dubur, dan pemeriksaan penunjang lainnya:

AnamnesisAnamnesis meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi, riwayat kanker dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium, uretero sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak). Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi.Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang menyempit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar. Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang, mahogany, dan kadang merah kehitaman. Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada colorektal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar. Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah metastasis jauh ke hepar.

Gambar 10. Gejala karsinoma kolorektalKolon kananKolon kiriRektum

Anemia dan kelemahan

Darah samar di feses

Dyspepsia

Perasaan kurang enak di perut kanan bawah

Massa perut kanan bawah

Foto Rontgen perut khas

Temuan kolonoskopiPerubahan pola defekasi

Darah di feses

Gejala dan tanda obstruksi

Foto Rontgen khas

Penemuan kolonoskopiPerdarahan rectum

Darah di feses

Perubahan pola defekasi

Pasca defekasi, perasaan tidak puas atau rasa penuh

Penemuan tumor pada colok dubur

Penemuan tumor pada rektosigmoidoskopi

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan colok duburPemeriksaan colok dubur atau rectal toucher dipakai untuk menilai tonus dari muskulus sfingter ani, ampula rektum, mukosa dan massa. Tonus sfingter ani dinilai kuat atau lemah, ampula rektumnya kolaps atau tidak dan isinya, mukosa dinilai permukaannya apakah kasar, licin atau berbenjol benjol, dan dinilai apakah teraba massa, lokasinya, batasnya dan permukaannya. Kemudian dinilai juga apakah terdapat perdarahan.

Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah pertama, keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum. Kedua, mobilitas tumor untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran yang diukur dari ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas atau fiksasi lesi. Pemeriksaan Penunjang

Barium Enema

Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan Single contras procedure (barium saja) atau Double contras procedure (udara dan barium). Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail. Akan tetapi barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari 1 cm). DCBE memiliki spesifisitas untuk adenoma yang besar 96% dengan nilai prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk mendeteksi polips di Rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada DCBE 1/25.000 sedangkan pada Single Contras Barium Enema (SCBE) 1/10.000.

Gambar 11. Barium enema double contras

Endoskopi

Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena 3% dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai polip premaligna.

Proktosigmoidoskopi

Pemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25 cm dari linea dentata, tapi akut angulasi dari rektosigmoid junction akan dapat menghalangi masuknya instrumen. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 20-25% dari kanker kolon. Rigid proctosigmoidoskopi aman dan efektif untuk digunakan sebagai evaluasi seseorang dengan risiko rendah dibawah usia 40 tahun jika digunakan bersama sama dengan occult blood test.

Kolonoskopi

Prosedur dengan menggunakan tabung fleksibel yang panjang dengan tujuan memeriksa seluruh bagian rectum dan usus besar. Colonoscopy umumnya dianggap lebih akurat daripada barium enema, terutama dalam mendeteksi polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus besar, maka biasanya diangkat dengan menggunakan colonoscope dan dikirim ke ahli patologi untuk kemudian diperiksa jenis kankernya.Tingkat sensitivitas colonoscopy dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip colorectal adalah 95%. Namun tingkat kualitas dan kesempurnaan prosedur pemeriksaannya sangat tergantung pada persiapan colon, sedasi, dan kompetensi operator. Colonoskopi memiliki resiko dan komplikasi yang lebih besar dibandingkan FS. Angka kejadian perforasi pada skrining karsinoma colorectal antara 3-61/10.000 pemeriksaan, dan angka kejadian perdarahan sebesar 2-3/1.000 pemeriksaan.

Gambar 12. Pemeriksaan kolonoskopi Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Biopsi biasanya dilakukan dengan endoskopi. Carcinoembrionik Antigen (CEA) Screening

CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan. Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena sel tumor yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA.

Tes Occult Blood

Terdapat berbagai masalah yang perlu dicermati dalam menggunakan tes occult blood untuk screening, karena semua sumber perdarahan akan menghasilkan hasil positif. Kanker mungkin hanya akan berdarah secara intermitten atau tidak berdarah sama sekali, dan akan menghasilkan tes yang false negatif. Proses pengolahan, manipulasi diet, aspirin, jumlah tes, interval tes adalah faktor yang akan mempengaruhi keakuratan dari tes occult blood tersebut. Efek langsung dari tes occult blood dalam menurunkan mortalitas dari berbagai sebab masih belum jelas dan efikasi dari tes ini sebagai screening kanker kolorektal masih memerlukan evaluasi lebih lanjut. CT scan

CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai 55%. CT scan memegang peranan p enting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening >1 cm pada 75% pasien. Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.

MRI

MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar.STADIUM(1,8)Stadium dari karsinoma kolorektal merupakan salah satu faktor yang penting untuk menentukan prognosis. Dukes tahun 1932 mengembangkan klasifikasi yang dipakai sampai sekarang. Di samping itu AJCC dan UICC juga menetapkan klasifikasi berdasarkan TNM system. Untuk menentukan apakah suatu tindakan bersifat kuratif atau paliatif biasa digunakan Dukes staging atau Astler-Coller modification staging.

1. Klasifikasi Dukes

A : Tumor terbatas pada dinding mukosa

B : Tumor menginvasi menembus dinding mukosa

C : Keterlibatan kelenjar limfe lokal dan regional

D : Metastase Jauh

2. Klasifikasi Dukes modifikasi Astler Coller. Membagi karsinoma kolorektal berdasarkan gambaran histologis, sebagai berikut :

A : Tumor hanya pada lapisan mukosa.

B1 : Tumor sampai lapisan muskularis propria

B2 : Tumor menginvasi menembus lapisan muscularis propria

C1 : Tumor B1 dan ditemukan anak sebar pada kelenjar getah bening

C2 : Tumor B2 dan di temukan anak sebar pada kelenjar getah bening

D : Metastasis jauh

3. Stadium berdasarkan sistem TNM (American Joint Committee of Cancer)

pT-Tumor Primer (T)

pTx : Tumor primer tidak dapat dinilai

pTo : Tidak ada tumor primer yangdapat ditemukan

pTis : Karsinoma in situ (mukosa), intra epitel atau ditemukan sebatas lapisan mukosa saja.

pT1 : Tumor menginvasi submukosa.

pT2 : Tumor menginvasi lapisan muskularis propria.

pT3 : Tumor menembus muskularis propria hingga lapisan serosa atau jaringan perikolika/perirektal belum mencapai peritoneum.

pT4 : Tumor menginvasi organ atau struktur di sekitarnya atau menginvasi sampai peritoneum visceral.

pN-Kelenjar limfe regional (N)

pNx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai.

pNo : Tidak ada metastasis ke kelenjar regional.

pN1 : Ditemukan metastasis ke 1 3 kelenjar getah bening regional.

pN2 : Ditemukan metastasis ke 4 atau lebih kelenjar getah bening.

pN3 : Metastasis ke kelenjar limfe sepanjang percabangan vaskuler.

p-M Metastasis jauh (M)

pMx : Metastasis tidak dapat dinilai.

pMo : Tidak ada metastasis jauh.

pM1 : Ditemukan metastasis jauh.

Gambar 13. Staging karsinoma kolorektalMetastasisKarsinoma kolorektal menyebar secara :

1. Langsung

Pertumbuhan karsinoma secara sirkumferensial dapat menyebar ke daerah sekitarnya dan dapat mengenai permukaan usus sebelum diagnosis dilakukan. Secara longitudinal tumor akan keluar menembus submukosa dan menginvasi jaringan intramural tetapi jaraknya jarang melebihi 2 cm dari asal tumor kecuali jika ada penyebaran ke aliran limfe. Lesi akan memberikan presentasi keluar dinding usus dan selanjutnya akan terjadi kontak dengan jaringan / struktur sekitar misalnya hati, kurvatura mayor dari lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, vesika urinaria, vagina, ginjal, ureter dan juga dinding abdomen. Karsinoma rektum dapat menginvasi ke dinding vagina, vesika urinaria, prostat atau sakrum, dan hal ini dapat menyebar sepanjang otot levator.

2. Metastase hematogen

Tumor dapat menginvasi vena mensenterika inferior dan berjalan melalui aliran vena porta dan bermetastase ke hepar. Embolisasi dapat terjadi melalui vena vena lumbal dan vertebra, ke paru paru atau tempat tempat lain. Invasi vena terjadi 15-50% kasus, tapi tidak selalu menyebabkan metastasis jauh. Usaha yang perlu dilakukan adalah mencegah terjadinya metastasis hematogen selama operasi dengan manipulasi minimal dari tumor.3. Metastase limfogen

Penyebaran karsinoma kolorektal paling sering melalui limfe. Biasanya terjadi penyebaran secara langsung ke proksimal mengikuti vena hemoroidalis superior ke vena mesenterika inferior apabila terjadi kanker rektum, tetapi dapat juga terjadi penyebaran secara langsung ke kaudal jika terjadi obstruksi dari kelenjer limfe yang retrograd.4. Metastasis transperitoneal

Umumnya jarang terjadi pada karsinoma rektum. Pada kasus ini tumor menembus serosa masuk rongga peritoneum kemudian cairan serous masuk rongga peritoneum sehingga menimbulkan implant lokal atau karsinomatosis abdominal. Kantong rektovesikal atau rektourin biasanya terkena pada beberapa pasien dan pada pemeriksaan colok dubur, metastase ini dapat dirasakan sekeras papan. Metastase tumor ini dapat juga ke ovarium.PENATALAKSANAAN(8)Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan operatif. Tujuan utama tindakan operatif ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.

Kemoterapi yang menunjukkan efektivitas sebagai terapi adjuvant pada kanker kolon juga bermanfaat sebagai adjuvant pada kanker rectal. Kombinasi neoadjuvant (preoperasi) radiasi (4500-5040 cGy) dengan 5-FU/leucovorin (dan ditambah yang baru oxaliplatin) dapat mengurangi ukuran massa (down-staging) dan juga dapat mengeradikasi tumor secara komplit pada 25% kasus.

Gambar 14. Penatalaksanaan karsinoma kolon

Sebelum melakukan tindakan operasi harus terlebih dahulu dinilai keadaan umum dan toleransi operasi serta ekstensi dan penyebaran tumor. Terapi standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah : Pembedahan

Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun jauh. Penatalaksanaan objektif dari karsinoma kolon adalah dengan membuang tumor primer bersama dengan suplai limfovaskularnya. Pada tumor sekum ataupun ascendens, dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatica dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor kolon descendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada rectum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rectum sepertiga tengah dilakukan amputasi rectum melalui reseksi abdominoperineal Quenu Miles. Anus turut dikeluarkan.

Hemikolektomi kanan

Hemikolektomi kanan extended

Hemikolektomi kiri

Reseksi kolon transversum

Reseksi kolon sigmoid

PROGNOSIS KARSINOMA KOLOREKTAL (1)

HNPCC (Herediter Nonpolyposis Cancer Colorectal)

Operasi pengangkatan seluruh kolon adalah satu-satunya cara pasti untuk mencegah kanker kolon. Penghapusan organ sebelum kanker terjadi disebut profilaksis. Kolektomi profilaksis (pengangkatan kolon) masih kontroversial dan harus didiskusikan dengan dokter ahli dalam merawat pasien dengan HNPCC. Jika polip ditemukan paling sering dapat diangkat melalui colonoscopy. Kadang-kadang, operasi mungkin disarankan jika polip besar atau sebagai profilaksis sekali polip terdeteksi. Jika ditemukan kanker kolorektal, maka dilakukan pembedahan untuk mengangkat semua yg terkena kanker. Ada berbagai tekhnik operasi. Tergantung pada keahlian dari ahli bedah, salah satu operasi berikut dapat dilakukan melalui beberapa hole di abdomen yang disebut laparoskopi atau melalui insisi midline di abdomen yang disebut laparotomi.

Total kolektomi dan anastamosis ileorectal (IRA)

Selama operasi, ahli bedah mengangkat kolon pasien dengan jarak 5 inci dari rektum. Usus kecil, atau ileum, kemudian dianastomosis dengan rektum proksimal. Setelah itu, pasien memiliki fungsi usus normal.

Kolektomi dengan kantong ileoanal (proctocolectomy Restorative)

Prosedur bedah berhasil pada pasien tertentu. Ahli bedah mengangkat kolon dan rektum, meninggalkan lubang anus dan otot-otot sfingter anus. Kemudian dibuat ileostomi. Setelah operasi pertama sembuh, ileostomi ditutup, untuk memulihkan fungsi usus.

Proctocolectomy dan ileostomy

Prosedur ini direkomendasikan untuk pasien dengan kanker rektum atau yang tidak dapat dilakukan operasi lainnya. Kolon dan rektum diangkat, dan dibuat ileostomi permanen. Pasien kemudian memakai bag ileostomy untuk menampung feses yang dikeluarkan tubuh melalui ileostomy tersebut. Lima tahun kelangsungan hidup di antara pasien dengan kanker kolorektal nonpolyposis (HNPCC) diperkirakan mencapai sekitar 60%, dibandingkan dengan 40-50% untuk kasus-kasus sporadis. Kolorektal tumor yang positif MSI (microsatellite instability) memiliki ciri khas, termasuk kecenderungan untuk muncul dalam proksimal usus, Lymphocytic infiltrate dan sangat sulit dibedakan dari penampilan mucinous atau cincinnya. Peneliti telah menemukan positif MSI pada tumor dikaitkan dengan peningkatan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik. Bila dibandingkan berdasarkan pada tahap, pasien dengan kanker kolorektal dari keluarga dengan sejarah HNPCC memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan kanker kolorektal dalam populasi umum, yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor kekebalan atau imunitas. Contoh penelitian pada tikus menunjukkan bahwa tikus dengan kanker kolon telah menunjukkan bahwa tumor tersebut mempengaruhi respon imun host dengan mengubah reseptor sel T host. Namun, respon sel T cacat diamati hanya pada hewan dengan tumor lama, yang menyiratkan bahwa pertumbuhan tumor cepat, seperti yang terlihat di HNPCC yang dapat mempertahankan respon imun. Kanker kolon yang terjadi pada pasien dengan HNPCC yang diyakini berasal dari adenomas; Namun, adenomatous polip yang mungkin memiliki riwayat perkembangan singkat pasca-karsinoma dibandingkan dengan populasi umum. Dengan demikian, untuk dikenal MLH1 atau MSH2 germline mutasi pembawa, dianjurkan kolonoskopi rutin setiap 1-2 tahun dimulai pada usia 20-25 tahun atau 5 tahun sebelum diagnosis pertama kanker kolorektal dalam keluarga. Setelah usia 35-40 tahun, kolonoskopi harus dilakukan setiap tahun. Kanker rektumLesi pada rektum sebaiknya dibedakan dan tidak disatukan dengan kanker kolon karena adanya perbedaan dalam pola kelainan lokal dan strategi penanganannya. Tindakan operasi bagi kanker yang letaknya di rektum membutuhkan beberapa pertimbangan khusus. Dimana dikenal istilah Rule of Third.

Lesi pada bagian atas ( > 12 cm di atas anus) dilakukan tindakan reseksi sepanjang abdominal dengan anastomosis antara kolon sisi kiri dengan rektum yang tersisa (Low anterior resection).

Lesi pada bagian tengah (7 12 cm di atas anus) dilakukan reseksi low anterior dengan menggunakan alat stapling sirkuler pada anastomosisnya.

Lesi pada bagian bawah ( < 7 cm), dipertimbangkan beberapa pilihan antara lain :

Reseksi rektum, anus dan spinkter ani dengan mengkombinasi pendekatan abdominal dan perineal yang disertai dengan kolostomi (reseksi abdominoperineal, disebut juga prosedur Miles).

Reseksi rektum distal dengan menggunakan pendekatan transanal, reseksi dilakukan pada rektum proksimal dengan pendekatan abdominal, atau anastomosis antara kolon dengan distal rektum melalui anus.

Eksisi lokal dan radioterapi kontak dapat digunakan sebagai pilihan terapi terutama bagi kanker rektum yang memiliki peluang metastase kecil, contohnya : lesi superfisial, bergerak bebas pada pemeriksaan digital, tumor differensiasi baik, tumor yang terbatas pada dinding rektal, terdeteksi dengan ultrasound endorektal, tidak terabanya pembesaran kelenjar limfe rektorektal.BAB IIIILUSTRASI KASUSI. IDENTITAS PASIEN

Nama

:Tn. ME

No RM

: 1152268

Usia

: 56 tahun

Jenis kelamin: Laki laki

Alamat

: Jl. Sawangan Baru No.23 DepokPekerjaan

: Wiraswasta Status

: Kawin

Pendidikan

: SLTAII. ANAMNESIS

Anamnesis didapatkan berdasarkan alloanamnesis dan data rekam medik.

Keluhan utama:

BAB berdarah sejak 3 bulan SMRS Riwayat penyakit sekarang :

Tn.ME, 56 tahun datang tanggal 1 Juni 2012 ke IGD RSF dengan keluhan buang air besar berdarah sejak 3 bulan SMRS. BAB mencret disertai darah yang berwarna merah segar. Pasien BAB berdarah kurang lebih 3x dalam seminggu, setiap BAB sebanyak gelas aqua. Sejak 2 hari SMRS, pasien mengeluh frekuensi BAB semakin sering dan semakin banyak, setiap kali BAB sebanyak gelas. BAB hitam seperti aspal disangkal. Pasien juga muntah sebanyak 1x, berisi makanan, tidak terdapat darah. Selain itu, pasien juga merasakan adanya benjolan pada daerah perut kiri atas, benjolan awalnya sebesar telur puyuh namun semakin membesar. Perut pasien menjadi kembung dan terasa begah, tidak terasa nyeri, badan terasa lemas dan cepat lelah. Flatus (+). Setelah timbul keluhan, pasien berobat ke klinik 24 jam dan hanya diberikan obat penghilang nyeri dan obat untuk asam lambung, kamudian pasien berobat ke rumah sakit terdekat namun tidak ada kejelasan tentang penyakitnya. Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun sejak beberapa bulan terakhir. Berat badan pasien turun lebih kurang 10 kg dalm 3 bulan. Pasien akhir-akhir ini sering mengeluh sesak nafas jika sedang beraktivitas, namun membaik jika pasien istirahat. Nyeri dada disangkal, keluar benjolan dari anus saat mengedan (-).Riwayat demam (-), Riwayat batuk lama (-). Buang air kecil jernih, tidak nyeri. Riwayat penggunaan narkoba suntik disangkal. Riwayat seks bebas dan tato disangkal, riwayat tranfusi darah sebelumnya (-). Pasien tidak pernah mengalami ini sebelumnya. Riwayat penyakit dahulu : Pasien menyangkal adanya riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, asma, dan alergi obat-obatan. Riwayat operasi : Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama di keluarga pasien, pasien menyangkal adanya riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, asma, dan alegi dikeluarga pasien. Riwayat tumor ataupun keganasan juga disangkal oleh pasien. Riwayat sosial : Pasien seorang perokok sejak SMA, kurang lebih 2 bungkus sehari. Pasien mengaku jarang mengkonsumsi sayur-sayuran dam buah-buahan. III. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 18 Juni 2012

Status generalisKeadaan Umum/Kesadaran: tampak sakit sedang/kompos mentis

Tekanan darah

: 100/80 mmHg

Nadi

: 92x/menit

Suhu

: 37,2C

RR

: 24x/menit

Kepala:Bentuk normal, rambut berwarna putih hitam, terdistribusi merata, dan tidak mudah dicabut.

Mata:Bentuk normal, kedudukan kedua bola mata simetris, palpebra superior dan inferior tidak oedema, pupil bulat isokor, CA +/+, SI -/-.

Hidung:Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, secret -/-.

Telinga: Bentuk normal, serumen -/-

Mulut:Bentuk normal, bibir agak kering, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1.

Leher: Bentuk normal, trakea di tengah, KGB tidak teraba membesar.

Thorax

Paru :I : bentuk normal, dada tampak simetris statis dan dinamis, retraksi (-)

P : vocal fremitus kanan kiri sama kuat

P : sonor pada kedua lapang paru

A : suara nafas vesikuler, ronchi +/+, wheezing -/-

Jantung : I : ictus cordis tak tampak

P : ictus cordis teraba di ICS VI midclavicula sinistra

P : pinggang jantung : ICS II parasternal sinistra

batas kanan : ICS V parasternal dekstra

batas kiri

: ICS VI midclavicula sinistra

A : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :I : tampak massa pada abdomen kiri atasP : teraba massa pada abdomen kiri atas, ukuran 20x30x10 cm, konsistensi keras, terfiksir, NT (-)P : timpani

A : bising usus meningkatEkstremitas : Bentuk normal, oedema -/- dan akral hangat +/+Rectal Touche:TSA baik, ampula tidak kolaps, teraba massa sirkumferensial, konsistensi keras, terfiksir, nyeri tekan (+) seluruh arah

Sarung tangan: feses (+), darah (+)

.IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada tanggal 13 Juni 2012 telah dilakukan pemeriksaan CT Scan Abdomen, potongan aksial tebal irisan 5 mm dengan dan tanpa aplikasi kontras media, hasil sbb:

Kesan: Hepatomegali dengan multiple nodul inhomogen dengan batas lobulated di kedua lobus DD/HCC, Metastasis

Massa rectosigmoid dd/ inflamasi rectosigmoid

Curiga colitis

Pembesaran KGB paraaorta dan parailiaka kanan dan kiri

Asites dan efusi fleura bilateral

Tak tampak massa gaster

Splenomegali ringan

Kista simple ginjal kanan

Pemeriksaan Foto Toraks

Kesan : cor dalam batas normal

Pulmo tampak multiple nodul berbagai ukuran di kedua paru sesuai gambaran metastase paru.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan01/06/1203/06/1204/06/1213/0612

HEMATOLOGI

Hb6,79,910,310,3

Ht21313232

Leukosit18,91919,613,9

Trombosit264290223369

VER82,379,080,183,9

HER25,724,926,027,0

Fungsi ginjal

Ureum darah 62

Creatinin darah2,4

Fungsi hati

SGOT44

SGPT 9

Elektrolit

Natrium132

Kalium2,71

Klorida99

Hemo stasis

PT19,2

Kontrol PT13,1

APTT45,4

Kontrol APTT31,5

V. RESUME

Tn.ME, 56 tahun datang tanggal 1 Juni 2012 ke IGD RSF dengan keluhan buang air besar berdarah sejak 3 bulan SMRS. BAB mencret disertai darah yang berwarna merah segar. Pasien BAB berdarah kurang lebih 3x dalam seminggu, setiap BAB sebanyak gelas aqua. Sejak 2 hari SMRS, pasien mengeluh frekuensi BAB semakin sering dan semakin banyak, setiap kali BAB sebanyak gelas. BAB hitam seperti aspal disangkal. Muntah (+) 1x, berisi makanan. Selain itu, pasien juga merasakan adanya benjolan pada daerah perut kiri bawah, benjolan awalnya sebesar telur puyuh namun semakin membesar. Perut pasien menjadi kembung dan terasa begah, nyeri (-), badan terasa lemas dan cepat lelah. Flatus (+). nafsu makan menurun, berat badan pasien turun lebih kurang 10 kg dalm 3 bulan. Pasien akhir-akhir ini sering mengeluh sesak nafas jika sedang beraktivitas, namun membaik jika pasien istirahat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat, abdomen teraba massa pada abdomen kiri atas, ukuran 20x30x10 cm, konsistensi keras, terfiksir, NT (-). Pada pemeriksaan CT scan pada 13 juni 2012( pemeriksaan CT-Scan terdapat massa rektosigmoid dan metastasis hepar, pemeriksaan rontgen toraks kesan metastasis paru.VI. DIAGNOSIS KERJA

Tumor rektosigmoid T4N1M1 metastasis hepar dan paruVII. PENATALAKSANAANPerbaiki keadaan umum:

Transfusi PRC target 10 mg/dL

Transamin 3x500 mg/iv

Vit K 3x10 mg/iv Vit C 1x1 g/iv

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam

: dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malamBAB IVANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, Tn.ME , 56 tahun datang dengan keluhan buang air besar berdarah sejak 3 bulan SMRS. BAB mencret disertai darah yang berwarna merah segar, benjolan pada perut, nafsu makan dan berat badan menurun. Dari literatur disebutkan bahwa karsinoma kolorektal bermanifestasi dengan adanya perubahan pola kebiasaan defekasi baik berupa diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar), penurunan berat badan. Nafsu makan yang menurun dan berat badan yang menurun Hal ini menunjukkan adanya suatu imunokompromais yang dapat disebabkan oleh suatu infeksi (colitis ulseratif, HIV/AIDS) ataupun keganasan (karsinoma kolorektal).

Faktor predisposisi (riwayat kanker dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, uretero sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak). Faktor risiko yang ada pada kasus ini adalah kebiasaan konsumsi makanan rendah serat, namun sering konsumsi makanan berlemak dan berpengawet. Sedangkan faktor risiko individu dan riwayat penyakit keluarga tidak diketahui.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan hemodinamik stabil, pada abdomen abdomen teraba massa pada abdomen kiri atas, ukuran 20x30x10 cm, konsistensi keras, terfiksir, NT (-).

Pada Laboratorium terdapat kesan anemia normositik normokrom. Pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan CEA. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling umum digunakan. CEA dapat meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma colorectal. Namun CEA bukan merupakan tes skrining yang efektif untuk keganasan.

Pemeriksaan CT-Scan dengan interpretasi: Hepatomegali dengan multiple nodul inhomogen dengan batas lobulated di kedua lobus DD/HCC, metastasis massa rectosigmoid dd/ inflamasi rectosigmoid, curiga colitis, pembesaran kgb paraaorta dan parailiaka kanan dan kiri, asites dan efusi fleura bilateral, tak tampak massa gaster, splenomegali ringan.

Berdasarkan data-data di atas, pasien ini dikategorikan ke dalam tumor kolon stage IV (Dukes D) yaitu tumor sudah metastasis jauh. Penatalaksanaan tumor pada kasus ini dilakukan adalah tindakan operatif. Yang kemudian akan dilanjutkan dengan kemoterapi. Pada pasien terlebih dahulu dilakukan perbaikan keadaan umum.BAB VKESIMPULAN Sebagian besar kasus kanker kolon merupakan kasus sporadik Gejala klinik karsinoma kolorektal tergantung dari lokasi tumor. Kanker cecum dan kolon asenden biasanya tidak memberikan gejala obstruksi, sedangkan kanker rekto sigmoid dapat menyumbat lumen atau berdarah

Gold Standar kanker kolorektal dengan kolonoskopi dan diagnosis pasti dengan pemeriksaan histopatologi.

Stadium kanker kolorektal sebagai prediktor penting kesembuhan dan angka bertahan hidup pasien.

Pada karsinoma colon, teknik pembedahan yang dipilih tergantung letaknya. DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, F. Charles, Anderson, Dana K, et al. Schwartzs Principles of Surgery. Ed 8th. 20042. Karnadihardja W. Panduan Klinis Nasional Pengelolaasn Karsinoma kolorektal. Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal. 20043. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of Surgery. Ed 18th. Elsevier Inc. 20074. Sjamsuhidajat-de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC. 20105. Pezzoli A, Metarese V, Rubini M, et al. Colorectal cancer screening: Result of a 5-year program in asymptomatic subject at increased risk. Digestive and Liver Disease. 20076. Durondi S, Banerjea A. Colorectal cancer: early diagnosing and predisposing causes. Surgery 2006: 24; 131-1367. Way LW, Doherty GM. Current Surgical Diagnosis & Treatment. Edisi ke 11. International Edition. The McGraw-Hill Company. 2003. Halaman 716 25.

8. Bruce D. Greenwald, MD. Carcinoma colon. Associate Professor of Medicine. University of Maryland21