blok 7 2015 makalah

28
Mekanisme Sistem Pernafasan Puput Sari Lestari 102013059 Kelompok F5 [email protected] Universitas Kristen KridaWacana Fakultas Kedokteran Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731 Pendahuluan Respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O 2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus-menerus CO 2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan ke atmosfer. Sistem pernapasan berperan dalam homeostasis dengan mempertukarkan O 2 dan CO 2 antara atmosfer dan darah. Darah mengangkut O 2 dan CO 2 antara sistem pernapasan dan jaringan. Fungsi utama respirasi (pernapasan) adalah memperoleh O 2 untuk digunakan sel tubuh dan untuk mengeluarkan CO 2 yang diproduksi oleh sel. 1 Pertukaran gas dari udara ke paru, diperantarai oleh saluran pernapasan yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu saluran pernapasan bagian atas atau jalan napas dan saluran pernapasan bagian bawah.

description

makalah blok 7 2015

Transcript of blok 7 2015 makalah

Page 1: blok 7 2015 makalah

Mekanisme Sistem Pernafasan

Puput Sari Lestari102013059

Kelompok [email protected]

Universitas Kristen KridaWacana

Fakultas Kedokteran Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021)

563-1731

Pendahuluan

Respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O2 dari atmosfer

ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus-menerus CO2

yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan ke atmosfer. Sistem pernapasan berperan

dalam homeostasis dengan mempertukarkan O2 dan CO2 antara atmosfer dan darah. Darah

mengangkut O2 dan CO2 antara sistem pernapasan dan jaringan. Fungsi utama respirasi

(pernapasan) adalah memperoleh O2 untuk digunakan sel tubuh dan untuk mengeluarkan CO2

yang diproduksi oleh sel.1 Pertukaran gas dari udara ke paru, diperantarai oleh saluran

pernapasan yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu saluran pernapasan bagian atas atau jalan

napas dan saluran pernapasan bagian bawah.

Berdasarkan skenario yang didapat, yaitu mengenai seorang anak dengan keluhan

batuk, serak dan sakit saat menelan, maka pada makalah ini akan dibahas mengenai struktur

sistem respiratorius bagian konduksi serta mekanisme pernapasan.

Pembahasan

Struktur – Makroskopis

Sistem respiratorius dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian konduksi dan bagian

respirasi. Bagian konduksi adalah saluran nafas yang menghantarkan udara dari luar ke

dalam paru untuk respirasi. Sedangkan bagian respirasi adalah saluran nafas di dalam paru

tempat berlangsungnya respirasi atau pertukaran gas. Bagian konduksi sistem pernafasan

Page 2: blok 7 2015 makalah

terdiri atas rongga hidung, faring, laring, trakea, bronki ekstrapulmonal dan intrapulmonal

dengan diameter yang semakin kecil dan berakhir pada bronkioli terminalis.2

Struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama

(principal structure), dan struktur pelengkap (accessory structure).

Yang termasuk struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara pernapasan.

Saluran udara pernapasan dibagi menjadi dua, yaitu: A.) saluran udara pernapasan bagian atas

(upper respiratory tract)—jalan napas. Yang disebut sebagai jalan napas adalah (1) nares,

hidung bagian luar (external nose), (2) hidung bagian dalam (internal nose), (3) sinus

paranasal, (4) faring, (5) laring. Yang merupakan cakupan bidang Telinga Hidung

Tenggorokan (THT) dan tidak dibahas di dalam pulmonologi tetapi dapat saja terkait jika

membicarakan respirologi. B.) saluran udara pernapasan bagian bawah (lower respiratory

tract) atau saluran napas yang mencangkup trakea, bronki dan bronkioli (keduanya dibahas

dalam pulmonologi). Batas saluran udara pernapasan bagian atas dan saluran udara

pernapasan bagian bawah adalah pinggir bawah kartilago krikoidea. Saluran udara

pernapasan bagian bawah dimulai dari ujung trakea (pinggir bawah kartilago krikoidea)

sampai bronkiolus terminalis.

Struktur Sistem Respiratorius Bagian Konduksi

1. Hidung (Nasal) dan Rongga hidung (kavum nasi)

Hidung eksternal, berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini

tersusun dari kerangka kerja tulang, kartilago hialin, dan jaringan fibroareolar.

- Septum nasal, sepertiga anterior rongga hidung, membagi hidung menjadi sisi

kiri dan sisi kanan rongga nasal. Bagian anterior dari septum adalah kartilago.

Ostium nasalis interna merupakan bagian yang paling sempit di rongga hidung.

Udara yang dihirup melalui ostium ini mendapat tahanan lima puluh persen lebih

tinggi dibandingkan jika dihirup melalui mulut.

- Nares (nostril) eksternal, dibatasi oleh kartilago nasal. Kartilago nasal lateral

terletak di bawah jembatan hidung. Ala besar dan ala kecil kartilago nasal

mengelilingi nostril.

- Tulang hidung, tulang ini membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi

hidung. Vomer dan lempeng perpendicular tulang etmoid membentuk bagian

posterior septum nasal. Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk

dari tulang maksila dan palatinum. Langit-langit rongga nasal pada sisi medial

terbentuk dari lempeng kribriform tulang ethmoid, pada sisi anterior dari tulang

Page 3: blok 7 2015 makalah

frontal dan nasal, dan pada sisi posterior dari tulang sphenoid. Terdapat juga

konka superior, medial, dan inferior yang menonjol pada sisi medial dinding

lateral rongga nasal. Dibawahnya ada meatus superior, medial, dan inferior yang

merupakan jalan udara rongga nasal.

- Sinus paranasalis, terdiri dari empat pasang, yaitu frontal, ethmoid, maksilar, dan

sphenoid. Sinus ini berupa kantong tertutup yang dilapisi membran mukosa. Sinus

ini berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan

tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang

masuk serta memproduksi mukus, menambah resonansi suara, dan mengubah

ukuran dan bentuk wajah setelah pubertas.

Membran mukosa nasal, kulit pada bagian eksternal permukaan hidung yang

mengandung folikel rambut, keringat, dan kelenjar sebasea, merentang sampai

vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit di bagian dalam ini mengandung rambut

(vibrissae) yang berfungsi untuk menyaring partikel udara yang terhisap. Fungsi

membran mukosa nasal secara umum adalah untuk menyaring partikel kecil,

penghangatan, dan pelembaban udara yang masuk.

Gambar 1. Struktur anatomi nasal

2. Faring, berbentuk tabung muskular yang merentang dari bagian dasar tulang

tengkorak sampai esofagus. Palatum molle membagi faring menjadi dua bagian,

yaitu regio nasofaring dan regio orofaring. Faring terdiri dari tiga regio, yaitu:

Page 4: blok 7 2015 makalah

Gambar 2. Struktur anatomi faring

Nasofaring, merupakan bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga

nasal melalui dua naris internal (koana), terdapat jaringan limfoid yang membentuk

lingkaran; adenoid termasuk di dalamnya. Dua tuba eustachius (auditorik)

menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk

menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.

Orofaring, dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu

perpanjangan palatum keras tulang. Perbatasan rongga mulut dengan orofaring

terdapat tonsil.

Laringofaring, faring ini mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan

gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.

3. Laring (kotak suara), penghubung faring dengan trakea. Laring merupakan tabung

pendek berbentuk seperti kotak triangular, yang terdiri atas tiga kartilago berpasangan

dan tiga kartilago tidak berpasangan (berfungsi sebagai penopang), pita suara, otot

dan ligamentum; semuanya bekerja sama untuk menjaga agar jalan napas terbuka

selama bernapas dan menutup ketika sedang menelan.

Kartilago berpasangan

- Kartilago tiroid (jakun), terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Pada laki-laki

ukurannya lebih besar dan lebih menonjol akibat hormon yang disekresi saat

pubertas.

- Kartilago krikoid, cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di

bawah kartilago tiroid.

Page 5: blok 7 2015 makalah

- Epiglotis, katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago

tiroid. Saat menelan, epiglottis secara otomatis menutupi mulut laring untuk

mencegah masuknya makanan dan cairan.

Gambar 3. Struktur anatomi laring

Kartilago tidak berpasangan

- Kartilago aritenoid, terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago

ini melekat pada pita suara sejati.

- Kartilago kornikulata, melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.

- Kartilago kuneiform, berupa batang-batang kecil yang membantu menopang

jaringan lunak.

4. Trakea (pipa udara) dan bronkus, tuba yang terletak di atas permukaan anterior

esofagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks keenam sampai

area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus, yaitu bronkus

dekstra dan bronkus sinistra. Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus.

Bronkiolus dibedakan menjadi dua, yaitu bronkiolus terminalis dan brinkiolus

respiratorik. Bronkiolus bercabang lagi menjadi alveolus.3 Trakea dan bronkus besar

adalah tabung yang cukup kaku tak berotot yang dikelilingi oleh serangkaian cincin

tulang rawan yang mencegah saluran ini menyempit. Bronkiolus yang lebih kecil

tidak memiliki tulang rawan. Dinding saluran ini mengandung otot polos yang disarafi

oleh sistem saraf otonom dan peka terhadap hormon dan bahan kimia lokal tertentu.

Faktor-faktor ini mengatur jumlah udara yang mengalir dari atmosfer ke setiap

kelompok alveolus, dengan mengubah derajat kontraksi otot bronkiolus sehingga

mengubah kaliber saluran terminal.1

Page 6: blok 7 2015 makalah

Struktur – Mikroskopis

Pada dasarnya dinding saluran napas terdiri atas tunika mukosa, lamina propria,

tunika muskularis, dan kerangka tulang rawan. Makin kecil saluran napas itu, makin tipis

dindingnya. Hanya sampai bronkus, kerangka tulang rawan terlihat, namun sampai yang kecil

pun masih dilengkapi dengan otot polos dan epitel bersilia dan sel goblet. Sel goblet berguna

untuk mensekresi mucus pada saluran pernapasan. Saluran udara yang paling kecil tidak lagi

mengandung sel goblet. Hanya alveolus paru yang dilapisi epitel selapis gepeng.4

Bagian konduksi sistem pernafasan ditunjang oleh tulang rawan hialin. Trakea

dilingkari oleh cincin-cincin tulang rawan hialin berbentuk C. Setelah bercabang menjadi

bronki yang kemudian memasuki paru, cincin hialin diganti oleh lempeng-lempeng tulang

rawan hialin. Saat diameter bronkiolus mengecil, semua lempeng hialin menghilang dari

saluran pernafasan bagian konduksi. Bagian konduksi saluran nafas yang terkecil adalah

bronkiolus terminalis.5

Mukosa trakea dilapisi oleh epitel bertingkat silindris bersilia bersel goblet. Dalam

lamina propria terdapat kelenjar campur. Bagian trachea yang mengandung tulang rawan

disebut pars kertilaginea trachea. Celah pada huruf C ini ditutup oleh jaringan ikat dengan

kerangka jaringan otot polos. Bagian ini disebut pars membranasea trachea. Di sekeliling

trachea, meliputi bagian luar trachea baik pars kartilaginea maupun pars membranasea

terdapat selubung jaringan ikat jarang yang disebut tunika adventisia.

Bronkus intrapulmonal memiliki mukosa saluran napas yang tidak rata, berkelok-

kelok dan dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia bersel goblet. Dalam lamina propria

terdapat berkas otot polos yang tersusun melingkar. Di bawah lapisan otot polos dapat

ditemukan penggalan tulang hialin. Di antara penggalan tulang rawan tersebut, di bawah

berkas otot polos, terlihat kelenjar campur. Permukaan luar dindingnya yaitu tunika

adventisia merupakan jaringan ikat jarang.

Mukosa pada bronkiolus juga sering tampak bergelombang. Pada bronkiolus yang

besar, epitelnya selapis torak bersilia bersel goblet. Sementara pada bronkiolus yang kecil,

epitelnya lebih rendah, epitel selapis kubis tak bersilia. Perubahan jenis epitel itu terjadi

berangsur-angsur, semakin ke arah distal, dari bronkiolus besar ke bronkiolus kecil, epitel

makin rendah, terlihat epitel tak bersilia. Sel goblet makin jarang, sampai akhirnya tak

ditemukan lagi pada daerah yang epitelnya selapis kubis tak bersilia. Dalam lamina propria

tidak lagi terdapat kelenjar maupun penggalan tulang rawan. Berkas serat otot polos pun

semakin ke distal semakin tipis, sehingga sulit dikenali. Bronkiolus yang paling kecil akan

Page 7: blok 7 2015 makalah

menyalurkan udara ke dalam suatu lobulus disebut bronkiolus terminalis yang menyalurkan

udara pernapasan ke asinus, yaitu suatu unit struktural paru.4

Pada bronkioli terminalis juga terdapat sel kuboid tanpa silia yang disebut sel clara.5

Bronkiolus terminalis hanya dapat dipelajari pada bronkiolus yang terpotong memanjang

karena pendeknya saluran ini.4

Bagian superior atau atap rongga hidung mengandung epitel yang yang sangat khusus

untuk mendeteksi dan meneruskan bebauan. Epitel ini adalah epitel olfaktoris yang terdiri

atas tiga jenis sel, yaitu sel penyokong (sustentakular), sel basal, dan sel olfaktoris. Sel

olfaktoris adalah neuron bipolar sensoris yang berakhir pada permukaan epitel olfaktori

sebagai bulbus olfaktoris kecil. Di dalam jaringan ikat di bawah epitel olfaktoris terdapat N.

olfaktoris (gabungan akson tak bermielin dan akson reseptor lain pada lamina propria) dan

kelenjar olfaktoris. Sel olfaktorius terletak diantara sel basal dan sel penyokong. Sel

sustentakuler atau sel penyokong merupakan sel silindris dengan inti lonjong dan ada granula

kuning kecoklatan pada sitoplasmanya. Sel basa berbentuk segitiga dengan inti lonjong,

merupakan sel cadangan yang membentuk sel penyokong dan menjadi sel olfaktorius.

Gambar 4. Epitel olfaktorius

Mukosa olfaktoris terdapat pada permukaan konka superior, yaitu salah satu sekat

bertulang dalam rongga hidung. Epitel respirasi di dalam rongga hidung adalah epitel

bertingkat semu silindris bersilia dan bersel goblet. Epitel olfaktoris dikhususkan untuk

menerima rangsang tbau yang terdiri dari epitel bertingkat semu silindris tinggi tanpa sel

goblet. Epitel olfaktorius terdapat di atap rongga hidung, pada kedua sisi septum, dan di

dalam konka nasal superior. Di bawah lamina propia terdapat kelenjar Bowman yang

menghasilkan sekret serosa, berbeda dengan sekret campur mukosa dan serosa yang

dihasilkan kelenjar di bagian lain rongga hidung.

Faring adalah ruangan di belakang kavum nasi, yang menghubungkan traktus

digestivus dan traktus respiratorius. Yang termasuk bagian dari faring adalah nasofaring,

Page 8: blok 7 2015 makalah

orofaring, dan laringofaring. Nasofaring tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel

goblet. Orofaring terdiri dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk, sedangkan pada

laringofaring epitelnya bervariasi, sebagian besar epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.

Laring terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali ujung plika

vokalis berlapis gepeng. Dindingnya tersusun dari tulang rawan hialin, tulang rawan elastis,

jaringan ikat, otot bercorak, dan kelenjar campur.5

Epiglotis adalah bagian superior laring, terjulur ke atas dari dinding anterior laring

berupa lembaran pipih. Tulang yang membentuk kerangka epiglotis adalah sepotong tulang

rawan elastin yang terletak di tengah. Permukaan lingual (anterior) dilapisi epitel berlapis

gepeng tanpa lapisan tanduk. Lamina propia dibawahnya menyatu dengan perikondrium

tulang rawan epiglotis. Sedangkan pada permukaan posterior yang menghadap ke arah laring

(permukaan laryngeal) terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Dalam lamina

propria kedua permukaan tersebut tedapat kelenjar campir. 4,5

Mekanisme Pernapasan

Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan

rendah, yaitu menuruni gradien tekanan. Maka hal ini yang menyebabkan udara mengalir

masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas. Terdapat 3 tekanan yang berperan penting

dalam ventilasi:

a. Tekanan atmosfer (barometrik): Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di

atmosfer udara pada benda di permukaan bumi. 760 mmHg adalah tekanan pada

ketinggian permukaan laut.

b. Tekanan intra-alveolus (tekanan intraparu): Tekanan di dalam alveolus. Udara

dengan cepat mengalir menuruni gradien tekanannya setiap tekanan intra-alveolus

berbeda dari tekanan atmosfer, udara akan terus mengalir hingga tekanan seimbang

(ekuilibrium).

c. Tekanan intrapleura: Tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini juga dikenal

sebagai tekanan intrathoraks yaitu tekanan yang ditimbulkan di luar paru di dalam

rongga thoraks. Tekanan intrapleura ini biasanya lebih rendah daripada tekanan

atmosfer yaitu ±756 mmHg saat istirahat.

Rongga thoraks lebih besar daripada paru yang tidak teregang karena dinding thoraks

tumbuh lebih cepat daripada paru sewaktu perkembangan. Terdapat 2 gaya yang berguna

untuk menahan dinding thoraks dan paru saling berdekatan, juga meregangkan paru untuk

mengisi rongga thoraks yang lebih besar, yaitu

Page 9: blok 7 2015 makalah

1. Daya kohesif cairan intrapleura

Molekul air dalam cairan intrapleura menahan tarikan yang memisahkan mereka

karena molekul ini bersifat polar dan saling tarik. Daya rekat yang terbentuk di cairan

intrapleura cenderung menahan kedua permukaan pleura menyatu. Karena itu, cairan

intrapleura dapat dianggap sebagai “lem” antara bagian dalam dinding thoraks dan

paru.

2. Gradien tekanan transmural (trans: melintasi, mural: dinding)

Tekanan intra-alveolus lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga tekanan yang

menekan dinding paru lebih besar daripada tekanan yang mendorong ke dalam.

Perbedaan netto tekanan ke arah luar ini disebut gradien tekanan transmural yang

mendorong paru keluar, meregangkan sehingga paru selalu dipaksa mengembang

untuk mengisi rongga thoraks.

Tekanan intrapleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer karena baik dinding

thoraks maupun paru tidak berada pada posisi alaminya ketika keduanya saling menempel,

maka keduanya secara terus-menerus berusaha untuk kembali ke posisi awal mereka. Paru

yang teregang memiliki kecenderungan tertarik ke dalam menjauhi dinding thoraks

sedangkan dinding thoraks yang tertekan cenderung bergerak keluar menjauhi paru. Namun

gradien tekanan transmural dan daya rekat cairan intrapleura mencegah kedua struktur ini

saling menjauh kecuali untuk jarak yang sangat kecil. Penurunan kecil tekanan intrapleura di

bawah tekanan atmosfer juga disebabkan oleh pengembangan ruang vakum kecil yang tidak

ditempati oleh cairan intrapleura yang berada di rongga pleura.

Tekanan intra-alveolus dapat diubah dengan mengubah volume paru. Oleh karena itu,

ekspansi paru tidak disebabkan oleh udara masuk ke dalam paru, tetapi karena turunnya

tekanan intra-alveolus. Hukum Boyle mengatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan yang

ditimbulkan oleh suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas. Maka saat volume gas

dalam paru meningkat, tekanan yang ditimbulkan oleh gas akan menurun.

Perubahan volume paru disebabkan secara tidak langsung oleh aktivitas otot

pernapasan. Otot-otot tersebut mengubah volume rongga thoraks, sehingga ada perubahan

yang terjadi pada volume paru karena dinding thoraks dan dinding paru berhubungan melalui

daya rekan cairan intrapleura dan gradien tekanan transmural.1

Inspirasi & Ekspirasi

Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak

ada udara yang mengalir, dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot

Page 10: blok 7 2015 makalah

inspirasi utama-otot yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang-

adalah diafragma dan otot interkostal eksternal. Inspirasi merupaan proses aktif. Kontraksi

otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal. Otot inspirasi utama adalah

diafragma, suatu lembaran otot rangka yang membentuk lantai rongga thoraks dan disarafi

oleh saraf frenikus. Diafragma dalam keadaan melemas berbentuk kubah yang menonjol ke

atas ke dalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi (pada stimulasi oleh saraf frenikus),

diafragma turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan meningkatkan ukuran

vertikal (atas ke bawah). Dinding abdomen, jika melemas, menonjol keluar sewaktu inspirasi

karena diafragma yang turun akan menekan isi abdomen ke bawah dan ke depan. 75%

pembesaran rongga thoraks dilakukan oleh kontraksi diafragma.

Dua set otot interkostal terletak antara iga-iga (inter artinya "di antara"; kosta artinya

"iga"). Otot intercostal eksternal terletak di atas otot interkostal internal. Kontraksi

interkostal eksternal, yang serat-seratnya berjalan ke dan depan antara dua iga yang

berdekatan, memperbesar rongga toraks dalam dimensi lateral (sisi ke sisi) dan

anteroposterior (depan ke belakang). Ketika berkontraksi, interkostal eksternal mengangkat

iga dan selanjutnya sternum ke atas dan ke depan, memperbesar bagian atas rongga thoraks.

Saraf interkostal mengaktifkan otot-otot interkostal ini.1

Pada saat kelahiran, jaringan paru dikembangkan sehingga teregang, dan pada akhir

ekspirasi tenang, kecenderungan daya rekoil jaringan paru untuk menjauhi dinding dada

diimbangi oleh daya rekoil dinding dada ke arah yang berlawanan. Apabila dinding dada

dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang

menyerupai bentuk gentong (barrel shaped).6

Selama pernapasan tenang, ekspirasi normalnya merupakan suatu proses pasif, karena

dicapai oleh recoil elastik paru ketika otot-otot inspirasi melemas, tanpa memerlukan

kontraksi otot atau pengeluran energi. Namun, pada awal ekspirasi, masih terdapat kontraksi

ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan

memperlambat ekspirasi. Sebaliknya, inspirasi selalu aktif karena ditimbulkan hanya oleh

kontraksi otot inspirasi dengan menggunakan energi. Ekspirasi dapat menjadi aktif untuk

mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih cepat daripada yang dicapai selama

pernapasan tenang, misalnya sewaktu pernapasan dalam ketika olahraga. Tekanan intra-

alveolus harus lebih ditingkatkan di atas tekanan atmosfer daripada yang dicapai oleh

relaksasi biasa otot inspirasi dan recoil elastik paru. Untuk menghasilkan ekspirasi paksa

atau aktif tersebut, otot-otot ekspirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi volume

rongga thoraks dan paru. Otot ekspirasi yang paling penting adalah otot dinding abdomen.

Page 11: blok 7 2015 makalah

Sewaktu otot abdomen berkontraksi terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen yang

menimbulkan gaya ke atas pada diafragma, mendorongnya semakin ke atas ke dalam rongga

thoraks daripada posisi lemasnya sehingga ukuran vertikal rongga thoraks menjadi semakin

kecil. Otot ekspirasi lain adalah otot interkostal internal, yang kontraksinya menarik iga

turun dan masuk, mendatarkan dinding dada dan semakin mengurangi ukuran rongga thoraks.

Hal ini berlawanan dengan otot interkostal eksternal.

Sewaktu kontraksi aktif otot ekspirasi semakin mengurangi volume rongga thoraks,

volume paru juga menjadi semakin berkurang karena paru tidak harus teregang lebih banyak

untuk mengisi rongga thoraks yang lebih kecil. Sementara tekanan intra-alveolus lebih

meningkat sewaktu udara di paru tertampung di dalam volume yang lebih kecil. Perbedaan

antara tekanan intra-alveolus dan atmosfer kini menjadi lebih besar daripada ketika ekspirasi

pasif sehingga lebih banyak udara keluar menuruni gradient tekanan sebelum tercapai

keseimbangan.1

Pada awal inspirasi, terjadi kontraksi otot-otot abductor laring (m. cricoarytaenoideus

posterior) yang akan memisahkan pita usara dan membuka glottis. Selama menelan atau

sewaktu tersedak, secara refleks terjadi kontraksi otot-otot tersebut yang menutup glottis dan

mencegah aspirasi makanan, cairan atau bahan muntah ke dalam paru. Otot laring dipersarafi

oleh n.vagus.

Secara umum, otot polos pada dinding bronkus membantu pernapasan. Selama

inspirasi bronkus akan dilatasi, sebaliknya selama ekspirasi erjadi konstriksi bronkus. Dilatasi

disebabkan oleh rangsan simpatis dan konstriksi oleh rangsang parasimpatis.

Volume Paru

Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap inspirasi (atau jumlah udara yang

keluar dari paru setiap ekspirasi) dinamakan volume alun napas (tidal volume/TV). Jumlah

udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi biasa

disebut volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume/IRV). Jumlah udara yang

dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekpsirasi, setelah

ekspirasi biasa disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), dan

udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume residu

(residual volume/RV). Ruang di dalam saluran napas yang berisi udara yang tidak ikut serta

dalam proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi

pernapasan / ruang rugi anatomik. Sementara ruang rugi alveolus adalah udara yang

berada dalam alveolus namun tidak ikut serta dalam pertukaran gas.

Page 12: blok 7 2015 makalah

Gambar 5. Grafik volume paru

Pengukuran kapasitas vital, yaitu jumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari

paru setelah inspirasi maksimal, sering kali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru.

Nilai tersebut bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot

pernapasan serta beberapa aspek fungsi pernapasan lain. Pada keadaan normal, jumlah udara

yang diinspirasikan selama satu menit (ventilasi paru, volume respirasi semenit) sekitar 6

L (500 ml/napas x 12 napas/ menit). Ventilasi volunter maksimal (Maximal Voluntary

Ventilation/MW), atau yang dahulu disebut kapasitas pernapasan maksimum (Maximal

Breathing Capasity), adalah volume gas terbesar yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan

selama 1 menit secara volunter. Pada keadaan normal, MW berkisar antara 125-170 L/menit.6

Kapasitas residual fungsional (functional residual capacity/FRC) adalah volume udara di

paru pada akhir ekspirasi pasif normal, sekitar 2200 ml. Kapasitas paru total (total lung

capacity/TLC) adalah volume udara maksimal yang dapat ditampung oleh paru, sekitar 5700

ml.1

Pertukaran oksigen

Bernapas secara kontinyu memasok O2 segar untuk diserap oleh darah dan mengeluakan CO2

dari darah. Darah bekerja sebagai sistem transpor untuk O2 dan CO2 antara paru dan

jaringan, dengan sel jaringan mengekstraksi O2 dari darah dan mengeliminasi CO2 ke

dalamnya. Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung secara

difusi pasif sederhana O2 dan CO2 menuruni gradien tekanan parsial (perbedaan tekanan

parsial antara darah kapiler dan struktur sekitar).

Tekanan parsial adalah tekanan yang ditimbulkan secara independent oleh masing-

masing gas dalam suatu campuran gas. Semakin besar tekanan parsial suatu gas dalam cairan,

semakin banyak gas tersebut larut. Pertukaran oksigen dan CO2 menembus kapiler paru dan

kapiler sistemik akibat gradient tekanan parsial. Pertukaran ini membentuk suatu sirkulasi

Page 13: blok 7 2015 makalah

pernapasan. Sirkulasi ini diawali dengan inspirasi, masuknya O2 dari udara atmosfer ke dalam

alveolus, menuruni gradien tekanannya. PO2 alveolus tetap relatif tinggi dan PCO2 alveolus

relatif tetap rendah karena sebagian dari udara alveolus ditukar dengan udara atmosfer baru

setiap kali bernapas. Sebaliknya, darah vena sistemik yang masuk ke paru relatif rendah

dalam O2 dan tinggi dalam CO2 karena telah menyerahkan O2 dan menyerap CO2 di tingkat

kapiler sistemik. Hal ini menciptakan gradien tekanan parsial antara udara alveolus dan darah

kapiler paru yang memicu difusi pasif O2 ke dalam darah dan CO2 keluar darah sampai

tekanan parsial darah dan alveolus setara. Karena itu darah yang meninggalkan paru relatif

mengandung O2 tinggi dan CO2 rendah. Darah ini disalurkan ke jaringan dengan kandungan

gas darah yang sama ketika darah tersebut meninggalkan paru.

Tekanan parsial O2 relatif rendah dan CO2 relatif tinggi di sel jaringan yang

mengonsumsi O2 dan memproduksi CO2. Akibatnya, gradien tekanan parsial untuk

pertukaran gas di tingkat jaringan mendorong perpindahan pasif O2 keluar darah menuju sel

untuk menunjang kebutuhan metabolik sel-sel tersebut dan juga mendorong pemindahan

secara simultan CO2 ke dalam darah. Setelah mengalami keseimbangan dengan sel-sel

jaringan, darah yang meninggalkan jaringan relatif mengandung O2 rendah dan CO2 yang

tinggi. Darah ini kemudian kembali ke paru untuk kembali diisi oleh O2 dan dikeluarkan CO2

nya. Selain gradien tekanan parsial, kecepatan difusi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Luas permukaan

Semakin luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas, maka semakin tinggi juga

laju difusi gas. Dalam keadaan istirahat, sebagian dari kapiler paru biasanya tertutup,

karena tekanan sirkulasi paru yang rendah, tidak dapat menjadga semua kapiler tetap

terbuka. Selama olahraga, saat tekanan darah paru meningkat karena bertambahnya curah

jantung, banyak dari kapiler paru yang semula tertutup mejadi terbuka. Hal ini

meningkatkan luas permukaan darah yang tersedia untuk pertukaran. Pada emfisema, luas

permukaan berkurang karena banyak dinding alveolus yang lenyap.

2. Ketebalan sawar

Dengan bertambahnya ketebalan, kecepatan pemindahan gas berkurang karena gas

memerlukan waktu lebih lama untuk berdifusi menembus ketebalan yang lebih besar.

3. Koefisien difusi

Kecepatan pemindahan gas berbanding lurus dengan koefisien difusi, suatu konstanta

yang berkaitan dengan kelarutan gas tertentu dalam jaringan pari dan dengan berat

molekulnya. Koefisien difusi untuk CO2 adalah 20 kali O2 karena CO2 jauh lebih mudah

larut dalam jaringan tubuh dibandingan dengan O2. Maka kecepatan difusi CO2

Page 14: blok 7 2015 makalah

menembus membran pernapasan 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan O2 pada

gradien tekanan parsial yang sama. Namun hal ini menjadikan kecepatan difusi O2 dan

CO2 seimbang, karena gradien tekanan parsial O2 jauh lebih besar dibandingan dengan

CO2.1

Transport oksigen

Oksigen yang diserap oleh darah di paru harus diangkut ke jaringan untuk digunakan oleh sel.

Sebaliknya, CO2 yang diproduksi di tingkat sel harus diangkut ke paru untuk dikeluarkan.

Oksigen terdapat dalam darah dalam dua bentuk:

1. Larut secara fisik

Sangat sedikit O2 yang larut secara fisik dalam cairan plasma karena O2 kurang larut

dalam cairan tubuh. Semakin tinggi Po2, semakin banyak O2 yang larut. Hanya 1,5%

O2 dalam darah yang larut, sisa 98,5%nya diangkut dalam ikatan dengan Hb. O2 yang

berikatan dengan Hb tidak ikut membentuk Po2 darah.

2. Larut secara kimiawi

Hemoglobin adalah suatu molekul protein yang mengandung besi (Fe2+) dan terdapat

pada eritrosit. Ketika tidak berikatan dengan O2, Hb disebut sebagai hemoglobin

tereduksi / deoksihemoglobin (Hb). Ketika berikatan dengan O2 maka disebut

oksihemoglobin (HbO2). Hemoglobin terdiri dari heme dan globin. Pada seorang

dewasa normal, sebagian globin mengandung dua rantai polipeptida α dan dua rantai

ß. Setiap globin mengandung 4 heme. Gugus heme berikatan dengan residu histidin

dari polipeptida melalui Fe2+. Jadi 1 gugus heme mengikat 1 Fe2+. Fe2+ berikatan

dengan koordinasi dengan 6 buah ligan (penyumbang elektron pada atom pusat) dan

satu tempat kosong Fe2+ diisi oleh molekul O2. Fe2+ dapat berikatan dengan O2 melalui

ikatan yang longgar dan revesibel dengan O2. Maka 1 hemoglobin dapat mengikat 4

O2. Reaksinya: Hb + O2 ↔ Hb(O2)4

Hemoglobin dianggap jenuh ketika semua Hb yang ada membawa oksigen secara

maksimal. Persen saturasi hemoglobin (%Hb) adalah suatu ukuran seberapa banyak Hb

yang ada berikatan dengan oksigen. Faktor terpenting yang menentukan % saturasi Hb adalah

Po2 darah, yang berkaitan dengan konsentrasi O2 yang secara fisik larut dalam darah. Sesuai

dengan hukum aksi massa, ketika Po2 darah meningkat, seperti pada kapiler paru, reaksi

bergerak ke arah sisi kanan persamaan, meningkatkan pembentukan Hb(O2).

Kurva disosiasi oksiHb adalah kurva yang menggambarkan hubungan persentase

saturasi kemampuan pengangkutan O2 dan Po2. Pengikatan O2 oleh gugus heme pertama pada

Page 15: blok 7 2015 makalah

satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O2, dan oksigenasi

gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dst, sehingga afinitas Hb terhadap

molekul O2 keempat berlipat kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.

Terdapat tiga keadaan penting yang mempengaruhi kurva disosiasi oksiHb: pH, suhu

dan kadar 2,3-difosfogliserat (DPG; 2,3-DPG). Peningkatan suhu atau penurunan pH

menggeser kurva ke kanan. Kurva yang ke kanan menujukkan turunnya afinitas oksiHb dan

peningkatan disosiasi oksiHb, dibutuhkan Po2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat

mengikat sejumlah tertentu O2. Sebaliknya, penurunan suhu atau peningkatan pH menggeser

kurva ke kiri, dan dibutuhkan Po2 yang lebih rendah untuk mengikat sejumlah tertentu O2.

Berkurangnya afinitas hemoglobin terhadap O2 saat pH darah menurun dikenal sebagai efek

Bohr dan hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa hemoglobin terdeoksigenasi

(deoksihemoglobin) lebih aktif mengikat H+ dibandingkan oksihemoglobin. Peningkatan

kandungan CO2 darah akan menurunkan pH darah, sehingga bila Pco2 meningkat, kurva

bergeser ke kanan dan P50 meningkat. Sementara 2,3 DPG akan menurunkan afinitas Hb

terhadap O2.

Gambar 6. Kurva disosiasi oksiHbKelarutan CO2 dalam darah sekitar 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2. CO2

yang berdifusi ke dalam eritrosit secara cepat dihidrasi menjadi H2CO3, karena adanya enzim

anhidrase karbonat. H2CO3 akan berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3- , selanjutnya H+

dibuffer, terutama oleh hemoglobin menjadi HHb, sementara HCO3- memasuki plasma dan

Cl- masuk menggantikan HCO3- yang keluar. Hal ini disebut pergeseran klorida. Sejumlah

CO2 dalam eritrosit akan bereaksi dengan gugus amino dari protein, terutama hemoglobin,

membentuk senyawa karbamino. Oleh karena hemoglobin terdeoksigenasi lebih banyak

mengikat H+ dibandingkan oksihemoglobin serta lebih mudah membentuk senyawa

karbamino, terikatnya oksigen pada hemoglobin akan menurunkan afinitasnya terhadap CO2

(efek Haldane). Sebagai akibatnya, darah vena lebih banyak mengandung CO2

dibandingkan darah arteri.6

Page 16: blok 7 2015 makalah

Pengaturan pernapasan

Otot pernapasan merupakan otot rangka yang perlu dirangsang melalui persarafan agar dapat

berkontrasi. Pola pernapasan spontan berirama diatur oleh pusat kontrol pernapasan di batang

otak. Pusat pengaturan pernapasan volunter terletak di korteks serebri yang impulsnya

disalurkan melalui traktus kortikospinalis ke motor neuron saraf pernapasan.

Pusat pernapasan secara otonom terdiri atas 3 bagian:

a. Pusat respirasi

Terletak pada formatio retikularis medula oblongata. Pusat respirasi terdiri atas 2

kelompok neuron, yaitu kelompok respiratorik dorsal dan kelompok respiratorik ventral.

Kelompok dorsal terdiri dari neuron inspiratorik yang sinyalnya ditujukan untuk otot

inspirasi. Kelompok ventral terdiri dari neuron inspiratorik untuk memacu aktivitas inspirasi

dengan memberikan sinyal bagi otot inspirasi tambahan, dan neuron ekspiratorik untuk

mengaktifkan otot ekspirasi. Kerja kelompok ventral dikontrol oleh kelompok dorsal. Neuron

ekspiratorik juga dapat menghambat kerja dari neuron inspiratorik kelompok dorsal.

b. Pusat apneustik

Terletak pada pons bagian bawah, berfungsi untuk mencegah neuron inspiratorik

dipadamkan, sehingga dorongan inspirasi meningkat.

c. Pusat pneumotaksik

Terletak pada pons bagian atas, berfungsi untuk mengirim impuls ke kelompok dorsal

yang memadamkan neuron inspiratorik sehingga durasi inspirasi dibatasi.1

Kesimpulan

Mekanisme pernapasan terdiri dari transport O2 dan CO2 melalui proses difusi. Sistem

pernapasan pun dibagi secara makro dan mikro yang meliputi jalannya pernapasan dari

hidung sampai akhirnya ke paru-paru. Pada saluran napas, terdapat otot-otot rangka pada

saluran pernapasan yang dipersarafi oleh pusat pernapasan di kortex cerebri dan batang otak.

Pertukaran gas pada paru dan kapiler sistemik terjadi berdasarkan perbedaan gradien parsial.

Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan jaringan terjadi secara fisika dan kimia,

diseimbangkan oleh sistem buffer. Mekanisme dan fungsi pernapasan yang terganggu dapat

menyebabkan gangguan pernapasan.

Page 17: blok 7 2015 makalah

Daftar Pustaka

1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Yesdelita N, Pendit BU, editor. Edisi

ke 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. h.496, 502-7, 524-42.

2. Eroschenko VP. Atlas histologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC; 2003. h.231-46.

3. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009, h.5-20.

4. Gunawijaya FA, Kartawiguna E. Histologi. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2007.

h.160-6.

5. Bloom, Fowcett. Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta: EGC, 2002: 629-48.

6. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Widjajakusumah MD, Irawati D,Siagian M,

Moeloek D, Pendit BU,editor. Edisi ke 20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2003. p.621-54.

Page 18: blok 7 2015 makalah