makalah blok 28
-
Upload
novi-ayu-putri -
Category
Documents
-
view
112 -
download
1
description
Transcript of makalah blok 28
Sick Building SyndromeNovi Ayu Putri
102011422
C6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sick Building Syndrome adalah sekumpulan gejala yang dialami oleh penghuni
gedung atau bangunan dimana di dalamnya terjadi gangguan sirkulasi udara, yang
dihubungkan dengan waktu yang dihabiskan di dalam gedung tersebut, tetapi tidak terdapat
penyakit atau penyebab khusus yang dapat diidentifikasi. Sick building syndrome bukan
penyakit tunggal yang dapat didiagnosis segera pada pekerja di dalam gedung. Asma, rinitis
dan konjungtivitis alergi adalah penyakit alergi yang mempunyai gejala sama dengan SBS.
Sakit kepala dan lethargy merupakan gejala nonspesifik yang dapat terjadi pada sebagian
besar penyakit dan dapat berkaitan dengan pajanan okupasi. Pengenalan gejala, pemeriksaan
fisik serta laboratorium bila tersedia merupakan langkah awal dalam mendiagnosis dan
penatalaksanaan SBS bertujuan untuk menyingkirkan kondisi lain yang mempunyai gejala
sama.
Kehidupan modern di kota-kota besar negara kita menuntut tersedianya prasarana yang
memadai. Salah satu di antaranya adalah gedung-gedung kantor yang megah yang dilengkapi
dengan sistem AC sentral. Gedung-gedung seperti ini biasanya dibuat tertutup dan
mempunyai sirkulasi udara sendiri. Udara luar yang masuk ke dalam sistim ventilasi gedung
akan berkurang bahkan mencapai titik nol, hanya udara resirkulasi yang digunakan untuk
bernapas. Gedung yang baik dengan sarana yang memadai tentu menjadi tempat yang amat
nyaman untuk bekerja, dan karena itu dapat pula meningkatkan produktifitas kerja karyawan.
Tetapi, di pihak lain, kita perlu mengenal kemungkinan adanya gangguan kesehatan pada
gedung-gedung seperti itu yang pada akhirnya justru akan menurunkan produktifitas kerja
karyawannya yang bekerja di dalam gedung-gedung itu. Para ahli di beberapa negara mulai
banyak menulis tentang adanya gedung-gedung pencakar langit yang "sakit", dan
menimbulkan sindrom gedung sakit.1
1
Sindrom gedung sakit adalah kumpulan gejala akibat adanya gedung yang "sakit",
artinya terdapat gangguan pada sirkulasi udara di dalam gedung itu. Adanya gangguan
itulah yang menyebabkan gedung tersebut dikatakan "sakit", sehingga timbul sindrom ini
yang memang terjadi karena para penderitanya menggunakan suatu gedung yang sedang
"sakit". Hal tersebut menyebabkan buruknya kualitas udara dalam ruangan (indoor air
quality atau IAQ) dan terdapat banyak radikal bebas bersumber dari asap rokok, ozon
dari mesin fotokopi dan printer, perabotan, cat serta bahan pembersih.1
Sick building syndrome (SBS) atau sindrom gedung sakit dikenal sejak tahun 1970.
Kedokteran okupasi tahun 1980 memperkenalkan konsep SBS sebagai masalah
kesehatan akibat lingkungan kerja berhubungan dengan polusi udara, IAQ dan buruknya
ventilasi gedung perkantoran. World Health Organization (WHO) tahun 1984
melaporkan 30% gedung baru di seluruh dunia memberikan keluhan pada pekerjanya
dihubungkan dengan IAQ. Istilah ini kemudian digunakan secara luas dan kini telah
tercatat berbagai laporan tentang sindrom ini dari berbagai Negara Eropa, Amerika dan
bahkan dari negara tetangga kita Singapura.1
Sick building syndrome terjadi akibat kurang baiknya rancangan, pengoperasian dan
pemeliharaan gedung. Gejala-gejala yang timbul memang berhubungan dengan tidak
sehatnya udara di dalam gedung. Keluhan yang ditemui pada sindrom ini antara lain
dapat berupa batuk-batuk kering, sesak, sakit kepala, iritasi di mata, hidung dan
tenggorok, kulit yang kering dan gatal, lethargy, fatique, mual, dan lain-lain. Keluhan-
keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu, tidak terlalu hebat, tetapi
cukup terasa mengganggu dan yang penting amat berpengaruh terhadap produktifitas
kerja seseorang. Gejala tersebut akan berkurang atau hilang bila pekerja tidak berada di
dalam gedung, hal tersebut dapat terjadi pada satu atau dapat tersebar di seluruh lokasi
gedung.2,3
Sindrom gedung sakit baru dapat dipertimbangkan bila lebih dari 20%, atau bahkan
sampai 50%, pengguna suatu gedung mempunyai keluhan-keluhan seperti di atas. Kalau
hanya dua atau tiga orang maka mereka mungkin sedang kena flu biasa.2
PEMBAHASAN
Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi
1. Diagnosa klinis
a. Anamnesis penyakit
2
Menanyakan sejak kapan gejala muncul
Apakah sakit semakin membaik ataupun memberat
Adakah keluhan tambahan
Apakah mempunyai sakit menahun
Menanyakan apakah seorang perokok dan sejak kapan merokok
Menanyakan riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
Menanyakan adakah keluhan yang dialami seperti batuk berdarah, dahak
banyak.1
b. Anamnesis riwayat pekerjaan
Berapakah lama waktu kerja dalam sehari
Sudah berapa lama bekerja sekarang
Riwayat pekerjaan sebelumnya
Alat kerja, bahan kerja, proses kerja
Barang yang diproduksikan/dihasilkan
Kemungkinan pajanan yang dialami
APD (Alat Pelindung Diri) yang dipakai
Hubungan gejala dan waktu kerja
Adakah pekerja lain ada yang mengalami hal sama1
c. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital: suhu, denyut nadi, tekanan darah, frekuensi
nafas
Keadaan umum
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dahak dengan pewarnaan DFA (direct fluorescent antibody)
menunjukkan adanya Legionella.1
2. Pajanan yang Dialami
a. Pajanan fisik
Kemajuan pembangunan industri di Indonesia diikuti dengan pemanfaatan dan
penerapan berbagai tingkat kemanjuan teknologi. Kemajuan perkembangan teknologi
mempunyai dampak, yaitu dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah produk
3
yang berkualitas dan memenuhi kebutuhan, sedangkan dampak negatifnya kerusakan
lingkungan dan gangguan kesehatan.2
Pajanan bahaya potensial faktor fisik:
Pendingin udara (kaitannya dengan suhu dan kelembaban ruangan). Secara umum,
pengkondisian udara (air conditioning) dilakukan dengan mengkondisikan udara dari
luar bisa dipanaskan (untuk heating mode seperti di negeri-negeri dingin) atau
didinginkan (untuk cooling mode seperti halnya di Indonesia) sehingga udara yang
disemburkan ke dalam ruangan mencapai kondisi set-point (temperature dan
kelembaban) yang diinginkan. Pendingin udara diklasifikasikan menjadi pendingin
udara local dan central. Pendingin udara local yaitu pendingin udara yang umum
dipakai di rumah-rumah atau beberapa ruangan kantor (biasanya ruang pejabat
structural, namun sekarang hampir seluruh ruang baik ruang staf maupun umum
sudah dipasang pendingin udara/AC), sedangkan pendingin udara sentral adalah
pendingin udara yang dikendalikan di satu tempat tersendiri oleh operator khusus,
biasanya hotel-hotel, tempat perbelanjaan, dan gedung perkantoran yang berskala
besar. Kedua pendingin udara ini berpotensi dalam menyebarkan berbagai virus dan
bakteri. Idealnya, filter mesin AC dibersihkan dan dibubuhi disinfektan setidaknya 3-
4 kali dalam setahun. Jika tidak AC menjadi lokasi ideal bagi perkembangbiakan
rombongan bakteri. Kawanan Chlamidia sp, Escherichia sp, Legionella sp, akan
bersarang dengan nyaman di sela filter AC yang berair dan lembab. Ketika udara AC
menyembur ke seluruh sudut ruangan, saat itu pula koloni kuman menyusup ke
saluran pernapasan, terhirup melalui mulut, hidung atau masuk lewat lubang telinga.
Bagi orang sehat dengan stamina prima, masuknya kuman tak mendatangkan
masalah. Lain soal jika korban yang dijambangi kuman adalah mereka yang daya
tahan tubuhnya sedang buruk. Dhermatopagoides pteronnyssinus dan
Dhermatopagoides farina adalah tungau debu rumah yang sering ditemukan pada
gedung lemaba yang menyebabkan sensitisasi alergi.1
Debu di dalam ruang kerja. Debu merupakan partikel-partikel zat padat, disebabkan
oleh kekuatan-kekuatan mekanis atau alami seperti pengolahan, penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari bahan baik organik
maupun non-organik. Sumber alamiah partikulat atmosfir adalah debu yang
memasuki atmosfir karena terbawa oleh angin. Oleh karena itu, debu bisa terdapat
dimana saja, misalnya untuk indoor, penumpukan barang-barang bekas yang
4
menimbulkan debu. Karena ukurannya yang kecil, debu dapat terhirup dan tersangkut
di dalam paru sehingga dapat mengganggu aktivitas pernapasan manusia.1
Karpet yang tidak dirawat. Partikel debu yang dibawa oleh manusia dari luar ruangan,
pestisida yang disemprotkan ke ruangan akan menempel pada karpet. Selain itu ada
juga kutu debu yang biasanya tinggal diantara sela-sela karpet, mengkonsumsi
partikel-partikel kulit mati yang diproduksi oleh manusia setiap harinya Juga alas
karpet serta perekat yang digunakan untuk merekatkan karpet tersebut acap kali
mengeluarkan senyawa-senyawa organik yang mudah menguap. Sebagian besar orang
pernah merasakan bau kuat yang menyengat dari karpet yang baru dipasang. Bila
karpet tidak terawat, jarang dibersihkan dan dijemur, maka pertikel debu, dan
pencemar lain yang menempel di karpet akan ikut masuk ke dalam sistem pernafasan
manusia sehingga dapat mengganggu kesehatan.1
b. Pajanan Biologik
Polusi biologi disebabkan oleh kutu debu, jamur, bakteri, serbuk sari tanaman, dan
organisme lain. Terutama, perkantoran modern yang biasanya menggunakan
pendingin tanpa ventilasi alami. Pekerja dapat berisiko mengidap penyakit,
diantaranya:3
Humidifier fever yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh organisme yang
menyebabkan sakit pada saluran pernafasan dan alergi. Organisme ini
biasanya terdapat dan hidup pada air yang terdapat di sistem pendingin.
Legionnaire disease penyakit ini juga berhubungan dengan system pendingin
dalam ruang namun disebabkan oleh spesifik bakteri terutama bakteri
legionella pneumophila. Penyakit ini terutama akan lebih berbahaya pada
pekerja dengan usia lanjut. Reaksi legionella memang sering tidak disertai
gejala mencolok bahkan seperti flu biasa. Paling-paling hanya demam,
menggigil, pusing, batuk berdahak, badan lemas, tulang ngilu dan selera
makan lenyap.2,3
c. Pajanan kimia
Penggunaan pewangi ruangan merupakan salah satu penyebab polusi dalam
ruang karena pewangi ruangan tersebut akan memaparkan bermacam bahan yang
serba kimiawi. Ada yang bisa menyebabkan alergi, pusing, hingga mual. Dilaporkan
bahwa 95% bahan kimia dalam pewangi adalah senyawa sintesis yang berasal dari
petrokimia, termasuk turunan benzene, aldehida dan banyak toksin serta agen
pembuat peka lain. Pajanan yang berulang-ulang akan memicu peningkatan
5
sensitivitas dan reaksi yang semakin kuat. Sensitivitas ke beragam bahan lain. Bahan-
bahan ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, termasuk reaksi alergi,
masalah pernapasan dan sensitivitas.pada pajanan berulang, bahan-bahan tersebut
dapat meyebabkan keadaan yang lebih serius, misalnya cacat lahir, gangguan saraf
pusat, dan kanker. Selain itu, juga penyemprot nyamuk, rokok, mesin fotokopi yang
mengeluarkan ozon, penggunaan berbagai desinfektan, hingga tanaman hidup yang
tidak pernah dikeluarkan dari ruangan. Tanaman yang jarang dikeluarkan dari
ruangan juga kurang baik karena pada malam hari tanaman mengeluarkan
karbondioksida dan mengkonsumsi oksigen. Terlebih jika tanaman tersebut berada di
dalam ruangan kantor yang jarang dibuka ventilasi udara segarnya. Selain itu juga
banyak materi bangunan modern, seperti cat diding yang masih baru diaplikasikan,
papan partikel (particle board), papan fiber (fiber board), dan berbagai macam
perabotan plastik yang mengeluarkan gas organik dalam jangka tahunan.1,2
d. Ergonomi
Dengan posisi kerja yang tidak nyaman atau posisi yang salah dapat mengakibatkan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yaitu low back pain.1
e. Pajanan Psikososial
Stress psikis, monoton kerja, tuntutan pekerjaan, hubungan sesama sejawat, mass
psychogenic illness dan lain-lain.1
3. Hubungan Pajanan Dengan Penyakit
Pendingin udara (air conditioning) AC yang jarang dibersihkan serta ventilasi
udara yang kurang menjadi lokasi ideal bagi perkembangbiakan rombongan bakteri.
Kawanan Chlamidia sp, Escherichia sp, Legionella sp, akan bersarang dengan
nyaman di sela filter AC yang berair dan lembab. Ketika udara AC menyembur ke
seluruh sudut ruangan, saat itu pula koloni kuman menyusup ke saluran pernapasan,
terhirup melalui mulut, hidung atau masuk lewat lubang kuping.4
Debu di dalam ruang kerja Sumber alamiah partikulat atmosfir adalah debu yang
memasuk atmosfir karena terbawa oleh angin. misalnya untuk indoor, penumpukan
barang-barang bekas yang menimbulkan debu. Karena ukurannya yang kecil, debu
dapat terhirup dan tersangkut di dalam paru sehingga dapat mengganggu aktivitas
pernapasan manusia.4
Karpet yang tidak dirawat Bila karpet tidak terawat, jarang dibersihkan dan
dijemur, partikel debu yang dibawa oleh manusia dari luar ruangan, pestisida yang
6
disemprotkan ke ruangan akan menempel pada karpet. Selain itu ada juga kutu debu
yang biasanya tinggal diantara sela-sela karpet, mengkonsumsi partikel-partikel kulit
mati yang diproduksi oleh manusia setiap harinya. Sebagian iritasi pada Sick Building
Syndrome disebabkan oleh alergen yang terdapat pada karpet, seperti tungau atau
kapang. Juga alas karpet serta perekat yang digunakan untuk merekatkan karpet yang
ikut masuk ke dalam sistem pernafasan manusia sehingga dapat mengganggu
kesehatan.4
Pajanan biologi seperti kutu debu, jamur, bakteri, serbuk sari tanaman, dan organisme
lain Humidifier fever yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh organisme yang
menyebabkan sakit pada saluran pernafasan dan alergi. Organisme ini biasanya
terdapat dan hidup pada air yang terdapat di sistem pendingin. Legionnaire disease
penyakit ini juga berhubungan dengan system pendingin dalam ruang namun
disebabkan oleh spesifik bakteri terutama bakteri legionella pneumophila. Penyakit
ini terutama akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut. Reaksi legionella
memang sering tidak disertai gejala mencolok bahkan seperti flu biasa. Paling-paling
hanya demam, menggigil, pusing, batuk berdahak, badan lemas, tulang ngilu dan
selera makan lenyap.4
Pajanan kimia. Penggunaan pewangi ruangan merupakan salah satu penyebab polusi
dalam ruang karena pewangi ruangan tersebut akan memaparkan bermacam bahan
yang serba kimiawi. Ada yang bisa menyebabkan alergi, pusing, hingga mual.
Dilaporkan bahwa 95% bahan kimia dalam pewangi adalah senyawa sintesis yang
berasal dari petrokimia, termasuk turunan benzene, aldehida. Pajanan yang berulang-
ulang akan memicu peningkatan sensitivitas dan reaksi yang semakin kuat. Bahan-
bahan ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, termasuk reaksi alergi,
masalah pernapasan dan sensitivitas.pada pajanan berulang, Selain itu, juga
penyemprot nyamuk, rokok, mesin fotokopi yang mengeluarkan ozon, penggunaan
berbagai desinfektan, hingga tanaman hidup yang tidak pernah dikeluarkan dari
ruangan. Tanaman yang jarang dikeluarkan dari ruangan juga kurang baik karena
pada malam hari tanaman mengeluarkan karbondioksida dan mengkonsumsi oksigen.
Terlebih jika tanaman tersebut berada di dalam ruangan kantor yang jarang dibuka
ventilasi udara segarnya. Selain itu juga banyak materi bangunan modern, seperti cat
dinding yang masih baru diaplikasikan, papan partikel (particle board), papan fiber
(fiber board), dan berbagai macam perabotan plastik yang mengeluarkan gas organik
dalam jangka tahunan.4
7
Pajanan Ergonomi. Posisi duduk statis saat bekerja, leher menunduk, gerakan repetatif
pada kedua tangan.
Pajanan Psikososial. Stress psikis, monoton kerja, tuntutan pekerjaan, dan lain-lain.4
4. Jumlah pajanan
Pasien mendapat pajanan yang besar karena jam bekerja yang lama yaitu 8 jam setiap
hari selama lima tahun di gedung tersebut.
5. Faktor individu
Apakah pasien ada riwayat atopi/alergi?
Apakah adanya riwayat pajanan serupa sebelumnya sehingga resikonya meningkat?
Apakah ada riwayat penyakit dalam keluarga yang mengakibatkan penderita lebih
rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami?
Higiene perorangan.5
6. Faktor Lain Diluar Pekerjaan
Apakah ada faktor pajanan lain yang dapat menyebabkan penyakit?
Perlu adanya anamnesis lebih lanjut mengenai apakah ada kebiasaan merokok,
pajanan dirumah 5
7. Diagnosis Okupasi
Dari 6 langkah diagnosis diatas, maka diagnosis penyakit diatas adalah penyakit akibat
hubungan kerja atau lebih spesifik penyakit Sick Building Syndrome.
Diagnosa Kerja
Sick building syndrome
Sick Building Syndrome adalah sekumpulan gejala yang dialami oleh penghuni
gedung atau bangunan dimana di dalamnya terjadi gangguan sirkulasi udara, yang
dihubungkan dengan waktu yang dihabiskan di dalam gedung tersebut, tetapi tidak terdapat
penyakit atau penyebab khusus yang dapat diidentifikasi.
Terdapat dua komponen diagnosis SBS, pertama apakah gejala terjadi pada satu atau
beberapa pekerja dalam gedung yang sama dan kedua adalah gejala muncul saat berada di
dalam gedung dan menghilang bila berada di luar gedung. Sick building syndrome bukan
8
penyakit tunggal yang dapat didiagnosis segera pada pekerja di dalam gedung. Asma, rinitis
dan konjungtivitis alergi adalah penyakit alergi yang mempunyai gejala sama dengan SBS.
Sakit kepala dan lethargy merupakan gejala nonspesifik yang dapat terjadi pada sebagian
besar penyakit dan dapat berkaitan dengan pajanan okupasi. Pengenalan gejala, pemeriksaan
fisik serta laboratorium bila tersedia merupakan langkah awal dalam mendiagnosis dan
penatalaksanaan SBS bertujuan untuk menyingkirkan kondisi lain yang mempunyai gejala
sama.3
Pekerja dengan SBS lebih sensitf terhadap stimuli dibandingkan dengan pekerja tanpa
SBS. Keluhan wheezing dan atau dada tertekan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
peakflow meter atau spirometri sebelum dan sesudah kerja. Jika hasil pemeriksaan tidak
ditemukan kelainan maka tidak terdapat penyakit. Waktu saat timbulnya penyakit merupakan
salah satu faktor penting pada SBS. Beberapa metode dapat digunakan untuk membantu
dalam mendiagnosis SBS.3
Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor penyebab SBS. Stres akibat
lingkungan kerja mekanismenya belum jelas diketahui, diduga karena tidak ada
keseimbangan antara kebutuhan dengan kemampuan. Stres merupakan gabungan antara
beban kerja di kantor dengan lingkungan sosial dan faktor ini dapat memberikan fenomena
fisiologis maupun psikologis. Kuantitas kerja dapat menghambat kenyamanan bekerja dan
berperan pada iritasi mukosa dan keluhan umum lainnya. Hal ini merupakan indikator tidak
langsung akibat stres kerja.3
Kelainan Gejala
Iritasi membran mukosa Iritasi mata, hidung, dan
tenggorokan
Gejala neurologis Nyeri kepala
Kelelahan
Sulit konsentrasi
Cepat marah
Gejala menyerupai asma Dada terasa tertekan
Wheezing
Gangguan kulit Kulit kering
Iritasi kulit
Gejala gastrointestinal Diare
9
Tabel 1. Gejala dan tanda SBS3
Patofisiologi
Terdapat 3 hipotesis untuk menjelaskan gejala SBS antara lain hipotesis kimia bahwa
volatile organic compounds (VOCs) yang berasal dari perabot, karpet, cat serta debu, karbon
monoksida atau formalehid yang terkandung dalam pewangi ruangan dapat menginduksi
respons reseptor iritasi terutama pada mata dan hidung. Iritasi saluran napas menyebabkan
asma dan rinitis melalui interaksi radikal bebas sehingga terjadi pengeluaran histamin,
degradasi sel mast dan pengeluaran mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi.
Pergerakan silia menjadi lambat sehingga tidak dapat membersihkan saluran napas,
peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar, rusaknya sel pembunuh
bakteri di saluran napas, membengkaknya saluran napas dan merangsang pertumbuhan sel.
Akibatnya terjadi kesulitan bernapas, sehingga bakteri atau mikroorganisme lain tidak dapat
dikeluarkan dan memudahkan terjadinya infeksi saluran napas.6
Hipotesis ke dua adalah hipotesis bioaerosol; penelitian cross sectional menunjukkan bahwa
individu yang mempunyai riwayat atopi akan memberikan reaksi terhadap VOCs konsentrasi
rendah dibandingkan individu tanpa atopi. Hipotesis ke tiga ialah faktor pejamu, yaitu
kerentanan individu akan mempengaruhi timbulnya gejala.6 Stres karena pekerjaan dan faktor
fisikososial juga mempengaruhi timbulnya gejala SBS. Building related illness (BRI)
berbeda dengan SBS, adalah suatu penyakit yang dapat didiagnosis dan diketahui
penyebabnya berkaitan dengan kontaminasi udara dalam gedung.6
Diagnosa Banding
Legionnaire
Suatu bentuk pneumonia yang lebih severe di mana inflamasi paru terjadi karena
infeksi oleh bakteri Legionella, antaranya Legionella pneumophila. Penyebaran
secara aerosol/air-borne, tidak diinfeksi dengan kontak perorangan. Gejala dapat
timbul 2- 14 hari setelah exposure terhadap bakteri.2
Antara gejala legionnaire: cephalgia, myalgia, dingin, demam, batuk,
fatigue, nafsu makan menurun, confusion, sesak nafas, dan gangguan GIT seperti
nausea dan vomitus.2
Bukan saja menginfeksi paru, tetapi pada kasus lebih serius dapat menyebar
ke jantung. Bentuk lebih mild dari legionnaire adalah Pontiac fever yang dapat
sembuh sendiri tanpa tatalaksana. Paling umum, Penyakit bangunan wabah hasil
10
dari aerosol yang terkontaminasi, biasanya disebarkan dalam sistem ventilasi dari
menara pendingin, kondensor yang menguapkan, dan sistem pendingin udara.
Sumber lain dari aerosol termasuk air mancur hias,dan bak pusaran air panas.
Spesies Legionella dapat kultur sampai 40% dalam menara pendingin, meskipun
infeksi yang berasal dari paparan aerosol dilaporkan jarang. Bakteri Legionella
berkembang dalam sistem air dipertahankan pada suhu hangat antara sekitar 26,7
° C (80 ° F) dan 48,9 ° C (120 ° F). Pembersihan dan perawatan sumber-sumber
potensial sangat penting dalam mencegah wabah Legionnaires’s disease.2,5
Penatalaksanaan
a. Medika mentosa
Pengobatan dilakukan berdasarkan simptom:
Decongestan: membantu melancarkan pernafasan dan pengeluaran
mucus atau lendir dari hidung.
Dextromethorpan atau ambroxol: membantu mengeluarkan dahak
atau mengencerkan dahak.
Paracetamol, ibuprofen, aspirin: demam, sakit kepala dan nyeri
seluruh badan.
Antibiotik erythromycin: untuk penyakit seperti Legionnaire.5,7
b. Non-medika mentosa
1. Menghilangkan sumber kontaminasi penyebab SBS, misalnya dengan
pembersihan AC secara berkala
2. Jangan merokok, karena dapat memperberat penyakit
3. Menghilangkan sumber polutan. Jika suatu gedung telah dinyatakan telah
terkena SBS, maka perlu dilakukan pemeriksaan menyeluruh untuk mencari
sumber polutan yang dominan. Setelah sumber tersebut ditemukan, maka
langkah selanjutnya adalah menghilangkan sumber polutan tersebut.
4. Meningkatkan laju pertukaran udara. Ini dapat dilakukan dengan melakukan
modifikasi terhadap sistem ventilasi yang telah ada disesuaikan dengan standar
baku yang telah ada.
5. Membersihakan udara yang disirkulasikan di dalam gedung. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan filter yang dapat menyaring udara, meskipun
sangat terbatas.
11
6. Menjaga temperature dan kelembapan ruangan dalam rentang dimana
kontaminasi biologis susah bertahan hidup. Biasanya dalam temperature 70oF
dan kelembapan 40-60%.
7. Jendela sedapat mungkin dibuka untuk membantu proses pertukaran udara
dalam dan udara luar.
Pencegahan
Edukasi tentang penyakit SBS
Upaya agar udara luar yang segar dapat masuk ke dalam gedung secara baik dan
terdistribusi secara merata ke semua bagian didalam suatu gedung. Dalam hal
ini perlu diperhatikan agar lubang tempat masuknya udara luar tidak berdekatan
dengan sumber-sumber pencemar di luar gedung agar bahan pencemar tidak
terhisap masuk ke dalam gedung. Ventilasi dan sirkulasinya udara dalam gedung
diatur sedemikian rupa agar semua orang yang bekerja merasa segar, nyaman
dan sehat, jumlah supply udara segar sesuai dengan kebutuhan jumlah orang
didalam ruangan, demikian pula harus diperhatikan jumlah supply udara segar
yang cukup apabila ada penambahan-penambahan karyawan baru dalam jumlah
yang signifikan.
Perlu pula diperhatikan pemilihan bahan-bahan bangunan dan bahan pembersih
ruangan yang tidak akan mencemari lingkungan udara di dalam gedung dan
lebih ramah lingkungan (green washing,non toxic, natural, ecological friendly).
Penambahan batas-batas ruangan dan penambahan jumlah orang yang bekerja
dalam satu ruangan hendaknya dilakukan setelah memperhitungkan agar setiap
bagian ruangan dan setiap individu mendapat ventilasi udara yang memadai.
Keluar gedung saat istirahat untuk menghirup udara segar.
Alokasikan ruangan khas untuk merokok dan buat jalur ventilasi untuk asap
buangannya demikian sehingga tidak bercampur dengan sirkulasi udara segar
menuju ruangan lainnya.
Segera laporkan apabila terlihat gejala-gejala sick building syndrome.
12
PENUTUP
Kesimpulan
Penyakit sick building syndrome(SBS) biasanya timbul pada lokasi atau tempat kerja
sehari-hari yang kurang sehat. Kehidupan masyarakat yang modern dan dikelilingi dengan
perangkat teknologi bisa berdampak buruk bagi tubuh, salah satunya adalah penyakitnya
SBS. SBS adalah istilah yang menyatakan bahwa gedung-gedung industri, perkantoran,
perdagangan, dan rumah tinggal yang menimbulkan dampak penyakit. SBS sangat mungkin
menurunkan produktivitas. Berbagai penyakit itu muncul disebabkan polutan dari berbagai
perangkat dan peralatan di dalam ruangan gedung, kantor, dan rumah. Polutan yang
mencemari ruangan kerja itu seperti asap rokok, ozone yang berasal dari mesin fotokopi dan
printer, kuman dan bakteri yang berasal dari karpet. Sedangkan di rumah tangga seperti
furnitur rumah tangga, pembersih cat, vacum cleaner, debu, dan karbon monoksida. Memang
penyakit yang ditimbulkan lewat oleh SBS tersebut tidak seketika terjadi. Namun, jika terus-
menerus terkena dampak tersebut bisa memicu munculnya berbagai penyakit dalam tubuh
seperti kanker, TBC, dan flu.
13
Jadi, yang perlu dibenahi adalah rumah atau lingkungan tempat kerja. Caranya misalnya
dengan memberikan ruang sanitasi udara yang cukup, begitu juga untuk pancaran sinar
matahari, arena polutan itu bisa mati karena pengaruh sinar matahari.
Daftar Pustaka
1. Utami ET. Hubungan antara kualitas udara pada ruangan ber-AC sentral dan sick
building sindrome. Jateng-DIY. Tesis DIY:UNNES:2005.
2. Jaakkola K, Jaakkola MS. Sick building syndrome. In: Hendrik DJ, Burge PS,
Beckett WS, Churg A, editors. Occupational disorder of the lung: recognation
management and prevention. 5th ed. London: WB Saunders;2002. Page 241-55.
3. Aditama TY, Andarini SL. Sick building syndrome. Jakarta: Med J Indones; 2002.
Page 124-31.
4. Winarti M, Basuki B, Hamid A. Air movement, gender and risk of sick building
syndrome headache among employees in Jakarta office. Med J Indones 2003. Page
171-2.
5. Fischman ML. Current Occupational & Environmental Medicine. Ed. 4. New York :
Mc Graw Hill ; 2007. Page 718-719.
14
6. Hodgson M. Indoor environmental exposure and symptoms. Environ Health
Perspect 2002. Page 663-7.
7. Saijo y, Kishi R, Seta F, Katakura Y, Urashima Y, Hatakayama A, et al. Symptoms
in relation to chemicals and dampness in newly built dwellings. Int Arch Occup
Environ Health 2004. Page 461-70.
15