BLOK 28 Ske A

21
Dokter Keluarga Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan primer yang komprehensif, kontinyu, menutamakan pencegahan, koordinatif, mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dilandasi keterampilan dan keilmuan yang mapan. Pelayanan Dokter Keluarga melibatkan Dokter Keluarga (DK) sebagai penyaring di tingkat primer, dokter Spesialis (DSp) di tingkat pelayanan sekunder, rumah sakit rujukan, dan pihak pendana yang kesemuanya bekerja sama dibawah naungan peraturan dan perundangan. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya. Tugas Dokter Keluarga: 1) Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan, 2)Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat, 3)Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit, 4) Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya, 5) Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi, 6) Menangani penyakit akut dan kronik, 7) Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar

description

KNUJ.

Transcript of BLOK 28 Ske A

Page 1: BLOK 28 Ske A

Dokter Keluarga

Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan

primer yang komprehensif, kontinyu, menutamakan pencegahan, koordinatif,

mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dilandasi keterampilan dan

keilmuan yang mapan. Pelayanan Dokter Keluarga melibatkan Dokter Keluarga (DK)

sebagai penyaring di tingkat primer, dokter Spesialis (DSp) di tingkat pelayanan

sekunder, rumah sakit rujukan, dan pihak pendana yang kesemuanya bekerja sama

dibawah naungan peraturan dan perundangan. Pelayanan diberikan kepada semua

pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.

Tugas Dokter Keluarga:

1) Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna

penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan, 2)Mendiagnosis secara cepat

dan memberikan terapi secara cepat dan tepat, 3)Memberikan pelayanan kedokteran

secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit, 4) Memberikan pelayanan

kedokteran kepada individu dan keluarganya, 5) Membina keluarga pasien untuk

berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit,

pengobatan dan rehabilitasi, 6) Menangani penyakit akut dan kronik, 7) Melakukan

tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS, 8) Tetap bertanggung-jawab

atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di RS, 9)Memantau pasien

yang telah dirujuk atau di konsultasikan, 10) Bertindak sebagai mitra, penasihat dan

konsultan bagi pasiennya, 11) Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk

kepentingan pasien, 12) Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi

standar, 13) Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum

dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus.

Wewenang Dokter Keluarga:

1) Menyelenggarakan Rekam Medis yang memenuhi standar, 2) Melaksanakan

pendidikan kesehatan bagi masyarakat, 3) Melaksanakan tindak pencegahan

penyakit, 4) Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer, 5)Mengatasi

keadaan gawat darurat pada tingkat awal, 6) Melakukan tindak prabedah, beda minor,

Page 2: BLOK 28 Ske A

rawat pascabedah di unit pelayanan primer, 7)Melakukan perawatan

sementara, 8) Menerbitkan surat keterangan medis, 9)Memberikan masukan untuk

keperluan pasien rawat inap, 10) Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan

khusus.

Kompetensi Dokter Keluarga:

Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada seorang

lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah yang perlu

dilatihkan melalui program perlatihan ini. Yang dicantumkan disini hanyalah

kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besar. Rincian

memgenai kompetensi ini, yang dijabarkan dalam bentuk tujuan pelatihan, akan

tercantum dibawah judul setiap modul pelatihan yang terpisah dalam berkas tersendiri

karena akan lebih sering disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi

kedokteran.

a) Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran

keluarga, b) Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam

pelayanan kedokteran keluarga, c) Menguasai ketrampilan berkomunikasi,

menyelenggarakan hubungan profesional dokter- pasien untuk :

(a) Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan

perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga, (b)Secara efektif

memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana menyelesaikan masalah

kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta

pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga, (c) Dapat bekerjasama secara

profesional secara harmonis dalam satu tim pada penyelenggaraan pelayanan

kedokteran/kesehatan.

A. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks.

a) Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan potensi

yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan.

Page 3: BLOK 28 Ske A

masalahnya, b) Menyelenggarakan pelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai

dengan standar yang ditetapkan.

B. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual.

C. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan kesehatan

termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM).

Klinik dokter Keluarga ( KDK )

a) Merupakan klinik yang menyelenggarakan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga

(SPDK), b) Sebaiknya mudah dicapai dengan kendaraan umum. (terletak di tempat

strategis), c) Mempunyai bangunan yang memadai, d)Dilengkapi dengan saraba

komunikasi, e) Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan

DK, f) Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis telah lulus

perlatihan khusus pembantu KDK, g) Dapat berbentuk praktek mandiri (solo) atau

berkelompok. h) Mempunyai izin yang berorientasi wilayah, i) Menyelenggarakan

pelayanan yang sifatnya paripurna, holistik, terpadu, dan

berkesinambungan, j) Melayani semua jenis penyakit dan golongan

umur, k) Mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik ybs.

Sistem Pelayanan Dokter Keluarga ( SPDK )

Untuk menunjang tugas dan wewenang nya diperlukan Sistem Pelayanan Dokter

Keluarga yang terdiri atas komponen :

a) Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik Dokter Keluarga

(KDK), b) Dokter Spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik

Dokter Spesialis (KDSp), c) Rumah sakit rujukan, d)Asuransi kesehatan/ Sistem

Pembiayaan, e) Seperangkat peraturan penunjang.

Dalam sistem ini kontak pertama pasien dengan dokter akan terjadi di KDK yang

selanjutnya akan menentukan dan mengkoordinasikan keperluan pelayanan sekunder

jika dipandang perlu sesuai dengan SOP standar yang disepakati. Pasca pelayanan

sekunder, pasien segera dirujuk balik ke KDK untuk pemantauan lebih lanjut. Tata

selenggarapelayanan seperti ini akan diperkuat oleh ketentuan yang diberlakukan dalam

skema JPKM/asuransi.

Page 4: BLOK 28 Ske A

JPKM

Untuk efisiensi pembiayaan dan menjaga mutu pelayanan dokter keluarga, ditetapkan

JPKM. JPKM merupakan sistem pemeliharaan kesehatan menyeluruh yang terjamin

mutunya dengan pembiayaan praupaya . uraian tentang JPKM mencakup sbb :

a) Latar belakang (masalah pelayanan dan pembiayaan kesehatan) JPKM dirumuskan

sebagai upaya dirumuskan sebagai upaya Indonesia untuk mengatasi ancaman terhadap

akses pelayanan kesehatan akibat kenaikan biaya kesehatan yang juga mengacam

penurunan mutunya. Setelah bertahun-tahun terhadap pelbagai bentuk pemeliharaan

kesehatan mancanegara, disadari bahwa pembayaran tunai langsung dari kocek

konsumen atau pembayaran melalui pihak ketiga terhadap tagihan pemberi pelayanan

kesehatan telah mendorong kenaikan biaya kesehatan . karena itu, dalam sitem JPKM

dirumuskan keterlibatan masyarakat untuk membiayai kesehatan dengan iuran dimuka,

keterlibatan pihak ketiga sebagai badan penyelenggara yang bertanggungjawab

mengelola iuran secara efisien, keterlibatan sarana pelayanan kesehatan untuk

melaksanakan layanan bermutu namun ekonomis (cost- effrctive) dengan pembayaran

Pra-upaya, dan keterlibatan pemerintah sebagai badan pembina yang mengarahkan

hubungan saling menguntungkan antar para pelaku JPKM tersebut. Dengan demikian,

JPKM yang dalam UU No .23/1992 dinyatakan sebagai �suatu cara penyelenggaraan

pemeliharaan kesehatan yang paripurna, berdasarkan asas usaha bersama dan

kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin, serta dengan

pembiayaan yang dilaksanakan secara pra- upaya�, pada hakekatnya adalah sistem

pemeliharaan kesehatan yang memadu kan penataan subsistem pelayanan dengan

subsistem pembiayaan kesehatan. Tujuannya adalah meningkatkan taraf kesehatan

masyarakat dengan menjaga mutu pelayanan dan mengendalikan biaya pelayanan

sehingga tidak menghambat akses masyarakat.b) Beberapa bentuk pembiayaan

pemeliharaan kesehatan (tunai-langsung atau fee for service, asuransi ganti-rugi,

asuransi dengan taguhan provider, pelayanan kesehatan terkendali (managed care).

Dalam JPKM pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh pelbagai sarana dan/atau

penyelenggara Pemeluharaan Kesehatan atau pemberi Pelayanaan Kesehatan (PPK)

yang dikontrak oleh Bapel serta dibayar secara pra-upaya. Dengan pembayaran secara

pra-upaya, ppk didorong untuk merencanakan pelayanan kesehatan berdasarkan profil

Page 5: BLOK 28 Ske A

peserta dan efesiensi (cost- effectiveness), Hal ini akan mendorong penerapan standar

pelayanan dan upaya jaga mutu yang akan memelihara dan meningkatkan taraf

kesehatan peserta. c) JPKM sebagai bentuk pelayanan kesehatan terkendali di

Indonesia (pengertian, para pelaku, tujuh jurus, program pengembangan : visi-misi-

strategi-swot-tujuan-kegiatan-hasil-arah pengembangan selanjutnya). d) Peran dokter

keluarga dalam JPKM(pelayanan tingkat pertama yang bermutu sebagai ujung tombak

JPKM, health-resource-alocator terpecaya bagi keluarga).

Perbedaan Antara Dokter dan Dokter Keluarga

Perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki sistem apapun yang sudah berjalan

hampir selalu – pada awalnya – mendatangkan “kerancuan”. Demikian pula perubahan

dalam pendidikan kedokteran dasar dan sistem pelayanan kesehatan. Penulis mencoba

mengemukaan wacana ini dalam upaya membantu menjernihkan kerancuan yang ada

yang menyangkut pengertian tentang definisi, kompetensi, dan kewenangan dokter

layanan primer.

A. Dokter

“Dokter” dalam wacana ini diberi tanda kutip karena merupakan istilah bukan sebutan

umum. Gelar “Dokter” diberikan kepada:

1. Lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI I dan II dan

sebelumnya.

2. Lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI

IIIsebelum   menjalani program internsip. Mereka memperoleh gelar “Dokter” karena

sudah mampu melaksanakan tugas sebagai dokter layanan primer akan tetapi “belum

mahir”   melaksanakannya sehingga masih memerlukan “proses pemahiran” dalam

program internsip. “Dokter” seperti itu telah mendapat “Sertifikat Kompetensi” dari

KDI. Sertifikat kompetensi ini bersifat sementara dan hanya digunakan untuk

mendaftarkan diri ke KKI agar memperoleh “Surat Tanda Registrasi” (STR) sementara

yang diperlukan untuk dapat “praktik atas nama sendiri di bawah seliaan (supervisi) –

dokter senior yang bersertifikat sebagai penyelia – di klinik tempatnya menjalani

Page 6: BLOK 28 Ske A

internsip”. Dengan kata lain STR itu hanya berlaku sementara sepanjang masa internsip

dan hanya di klinik tertentu (terakreditasi) tempatnya menjalani program internsip. Jika

tempat internsip itu terdiri atas sejumlah klinik layanan primer, maka STR itu hanya

berlaku di klinik-klinik tersebut. “Dokter” seperti ini belum boleh menyelengarakan

praktik mandiri sebagai penyelenggara layanan kesehatan primer.

3. Lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI

IIIsetelah   menjalani program internsip. Mereka tetap menggunakan gelar “Dokter”

karena tingkat kemampuannya sama dengan mereka yang belum menjalani internsip.

Bedanya mereka diangap “telah mahir”   menggunakan kemampuannya itu karena telah

menjalani internsip. Untuk itu mereka memperoleh “Sertifikat Kompetensi” dari KDI –

yang berlaku sampai dengan saat registrasi ulang berikutnya – sebagai penyelengara

layanan kesehatan primer karena diangggap “sudah mahir” melaksanakannya. Serifikat

Kompetensi itulah yang memungkinkan mereka mendaftar ke Konsil Kedokteran

Indonesia untuk legalitas praktik mandirinya sebagai dokter layanan primer. Proses

pemahiran melalui program internship ini sangat penting untuk menjamin mutu

layanannya.

Jadi, “Dokter” adalah predikat akademik-profesional yang diberikan kepada mereka

yang telah menyelesaikan pendidikan di institusi pendidikan kedokteran dasar. Bagi

mereka yang dididik menggunakan KIPDI I dan II dan sebelumnya, belum

diwajibkan untuk menjalani internsip, karena kepaniteraan yang cukup panjang selama

pendidikan dianggap cukup memadai. Oleh karena itu setelah lulus sebagai “dokter”,

langsung diberi wewenang untuk menjalankan praktik kedokteran mandiri yang

menangani masalah kesehatan tingkat primer tanpa memandang jenis penyakit,

golongan usia, organologi, ataupun jenis kelamin pasien yang dihadapinya.

Dari cakupan layannya yang luas itu lahirlah sebutan “Dokter Umum” yang

menjalankan “Praktik Umum” yang selama ini dikenal masyarakat. Perlu ditekankan di

sini, sebenarnya kedua sebutan itu diciptakan atau diberikan oleh masyarakat dan bukan

oleh institusi pendidikan kedokteran dasar. Kedua istilah tadi diperlukan untuk

membedakannya dengan dokter spesialis yang praktiknya dibatasi oleh jenis penyakit,

golongan usia, jenis kelamin, dan jenis organ. Hal itu diperjelas oleh kenyataan bahwa

Page 7: BLOK 28 Ske A

dalam ijazah yang diperoleh dari intitusi pendidikan kedokteran dasar gelarnya adalah

“Dokter”. Semua institusai pendidikan kedokteran dasar sepakat bahwa “Dokter”

tersebut (yang lulus dari institusi pendidikan kedokteran dasar menggunakan KIPDI I

dan II dan sebelumnya) dianggap belum mampu menerapkan pendekatan kedokteran

keluarga karena pendidikannya yang “community oriented”, menerapkan paradigma

sakit (disease oriented), dan menganggap pasien sebagai “kumpulan organ”. Selain itu

harus diakui bahwa selama ini kompetensi “dokter” belum terformulasikan dengan jelas

dan sebagai konsekuensinya batasan “layanan primer” yang menjadi wewenangnya juga

belum jelas. Walaupun demikian, secara tersirat sudah tampak pada “Tanggung Jawab

Dokter di Indonesia” dan TIU dan TPK yang tercantum dalam KIPDI I dan II.

“Dokter” juga merupakan gelar akademik-professional yang diberikan kepada para

lulusan institusi pendidikan yang menggunakan KIPDI III sebelum dan setelah

menjalani internsip selama paling kurang 1 tahun. “Dokter” lulusan KIPDI III (baru

lulus sekitar tahun 2010) mempunyai wewenang yang sama dengan “dokter”

pendahulunya yaitu sebagai penyelenggara layanan kesehatan tingkat pertama (primer),

tanpa memandang jenis penyakit, golongan usia, 2

organologi, ataupun jenis kelamin pasien yang dihadapinya. Pembedanya adalah bahwa

“Dokter” cetakan KIPDI III ini sekaligus telah mampu menerapkan prinsip-prinsip

kedokteran keluarga dalam praktiknya. Kemampuan itu diperoleh selama pendidikan

dokter di institusi pendidikan kedokteran dasar. Hal itu dimungkinkan karena proses

pendidikannya yang “competency based” dan “family medicine based” yang

memandang individu seutuhnya sebagai bagian integral dari keluarga, komunitas, dan

lingkungannya.

Berbeda dengan KIPDI I dan II, dalam KIPDI III jelas tercantum kompetensi yang

harus dicapai selama pendidikan yang meliputi tujuh area kompetensi atau kompetensi

utama yaitu:

1. Keterampilan komunikasi efektif.

2. Keterampilan klinik dasar.

Page 8: BLOK 28 Ske A

3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan

epidemiologi dalam praktik kedokteran keluarga.

4. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada indivivu, keluarga ataupun

masyarakat denga cara yang komprehensif, holistik, bersinambung, terkoordinasi dan

bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer.

5.Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi.

6. Mawas diri dan mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat.

7. Menjunjung tinggi etika, moral dan profesionalisme dalam praktik.

Ketujuh area kompetensi itu sebenarnya adalah “kemampuan dasar” seorang “dokter”

yang menurut WFME (World Federation for Medical Education) disebut “basic medical

doctor”. Untuk menjamin pencapaian ketujuh area kompetesi itu

diperlukan kepaniteraan (untuk mencapai kompetensi sebagai dokter layanan primer

yang menerapkan pendekatan kedokteran keluarga) daninternsip (untuk pemahiran

kompetensi yang telah diperolehnya). Agar lebih menjamin kemampuan dan kemahiran

tadi, maka kepaniteraan dan internsip sebaiknya atau seharusnya diselenggarakan di

tempat layanan primer yang menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga yang

terdiri atas:

1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif

2. Pelayanan yang kontinu

3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan

4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif

5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya

6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan

tempat tinggalnya

7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika, moral. dan hukum

8. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu

Page 9: BLOK 28 Ske A

9. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan

Jika diperhatikan, penguasaan ketujuh arena kompetensi tadi akan menjamin

kemampuan dokter menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga karena pada

dasanya prinsip-prinsip kedokteran keluarga dapat diterapkan secara sempurna jika

ketujuh area kompetensi tadi tercapai.

Perlu ditekankan di sini bahwa penerapan prinsip-prinsip kedokteran keluarga bukan

hanya menjadi tanggung jawab “dokter” dan atau “Dokter Keluarga” saja melainkan

juga menjadi tanggung jawab setiap dokter di semua tingkat layanan, primer, sekunder,

dan tersier. Hanya saja “dokter” dan atau “Dokter Keluarga” bertanggung jawab

menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga di layanan

primer sedangkan dokter spesialis di layanan sekunder dan tersier dalam Sistem

Kesehatan Nasional. Jika hal itu disadari maka “Sistem Pelayanan Dokter Keluarga” –

akan dijelaskan kemudian – akan dapat terlaksana secara baik.

Jadi, secara akademik-profesional, yang dimaksud dengan “Dokter” (lulusan KIPDI-3)

adalah lulusan institusi pendidikan kedokteran dasar yang belummenjalani program

internsip – sehingga belum berwenang menyelenggarakan layanan kesehatan tingkat

primer dengan pendekatan kedokteran keluarga secara mandiri – dan yang

telah   menyelesaikan program internsip dan memperoleh surat tanda registrasi dari

Konsil Kedokteran Indonesia – sehingga berwenang menyelenggarakan layanan

kesehatan tingkat primer dengan pendekatan kedokteran keluarga secara mandiri.

Secara operasional “dokter” dapat didefinisikan sebagai berikut:

“Dokter” adalah tenaga kesehatan (dokter) tempat kontak pertama pasien dengan

dokternya untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi – tanpa

memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin – sedini dan

sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi

serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip

pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional,

hukum, etika dan moral”. Layanan yang diselenggarakannya sebatas kompetensi dasar

kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar. 3

Page 10: BLOK 28 Ske A

B. Dokter Keluarga

Dalam wacana berkut yang dimaksud dengan “dokter” adalah lulusan pendidikan

kedokteran dasar yang menggunakan KIPDI I, II, dan III dan sebelumnya.

Harus disadari layanan kesehatan tingkat primer bukan layanan kesehatan yang

sederhana seperti anggapan banyak orang selama ini. Kenyataannya masalah kesehatan

yang dihadapi di layanan primer sangat kompleks dan luas serta membutuhkan

pemahaman dasar ilmu kedokteran dan ilmu sosial yang luas dan dalam, seperti yang

disyaratkan dalam tujuh area kompetensi yang harus dicapai. Penyakit atau masalah

yang dihadapi masih belum spesifik sehingga penguasaan ketujuh area kompetensi

sangat diperlukan. Sebagai konsekuensi kekhususan masalah yang dihadapi itu, maka

telah diterbitkan buku ICPC (International Classification of Primary Care) yang lebih

berorientasi pada “keluhan yang membawa pasien ke dokter”. Buku ini berbeda dengan

ICD (International Classification of Diseases) yang lebih cocok untuk keperluan

layanan sekunder yang lebih mendasarkan klasifikasinya pada penyakit atau diagnosis.

Karena kekhususan dan kekompleksan masalah yang dihadapi oleh dokter layanan

primer, diperlukan perluasan dan pendalaman ilmu dan keterampilan “dokter” (layanan

primer). Harus disadari bahwa pendidikan kedokteran dasar tidak memungkinkan

– karena keterbatasan waktu studi   – pencetakan “dokter” yang menguasai ilmu

dan keterampilan dokter layanan primer yang lebih luas dan dalam. Oleh karena

itu “dokter” harus mengikuti pendidikan tambahan atau lanjutan khusus agar

mempunyai kemampuan sebagai dokter layanan primer yang memadai untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat akan layanan primer yang bermutu tinggi. Untuk membedakan

dokter layanan primer yang disebut “dokter” yang baru selesai menjalani internsip

dengan “dokter” yang telah menjalani pendidikan khusus, diperlukan predikat yang

berbeda yaitu “Dokter Keluarga”.

Dengan demikian “Dokter Keluarga” - disingkat DK – secara akademik-profesional

didefinisikan sebagai “dokter” yang memperoleh pendidikan lanjutan khusus untuk

menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga dengan cakupan ilmu dan

keterampilan yang lebih luas dan dalam sebagai DokterLayanan Kesehatan Tingkat

Primer.

Page 11: BLOK 28 Ske A

Untuk keperluan operasional DK dapat didefinisikan sebagai “tenaga kesehatan (dokter)

tempat kontak pertama pasien dokternya untuk menyelesaikan semua masalah

kesehatan yang dihadapi – tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia,

dan jenis kelamin – sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna,

bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan

lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta

menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral”. Layanan yang

diselenggarakannya sebatas kompetensi dasar kedokteran ditambah dengan kompetensi

dokter layanan primer yang diperoleh dalam pendidikan lanjutan khusus.

Definisi di atas persis sama dengan definisi “Dokter” namun demikian “batas

kewenangan DK lebih luas” karena DK telah menjalani pendidikan lanjutan khusus.

Pascapendidikan lanjutan khusus itu, “Dokter” ybs memperoleh sertifikat kompetensi

sebagai “Dokter Keluarga” yang diterbitkan oleh Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga

untuk mendaftar ke Konsil Kedokteran Indonesia untuk legalitas praktiknya.

• Pendidikan lanjutan khusus maksudnya: Pendidikan lanjutan yang dirancang khusus

untuk mencapai tingkat kompetensi tertentu yang lebih tinggi sebagai dokter layanan

primer, yang dapat diperoleh melalui Pendidikan Kedokteran Bersinambung/

Pengembangan Profesional Bersinambung (PKB/PPB atau CME/CPD) yang terstruktur.

Setelah mencapai “angka kredit tertentu” mereka berhak menyandang gelar “Dokter

Keluarga” dan berwenang sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer

dengan wewenang yang lebih luas.

• Yang dimaksud dengan Pelayanan Kesehatan Tingkat Primer adalah penyelengaraan

Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tempat kontak pertama pasien dengan dokter untuk

menyelesaikan masalah kesehatan secara dini, optimal, paripurna, dan menyeluruh.

Pelayanan kesehatan tingkat primer diselenggarakan oleh 3 kelompok dokter layanan

primer yang diuraikan berikut ini.

Dalam kurun waktu 5 tahun mendatang, kita akan mempunyai atau akan menghadapi 3

kelompok dokter yang semuanya adalah dokter layanan primer yaitu:

1. “Dokter” lulusan KIPDI 1 dan 2 dan sebelumnya

Page 12: BLOK 28 Ske A

2. “Dokter” lulusan KIPDI 3 pasca-internsip

3. “Dokter Keluarga”

Untuk memudahkan maka semua dokter kelompok-1 akan diberi gelar Diploma Dokter

Keluarga yang disingkat DDK setelah menjalani program konversi yang

diselenggarakan oleh “Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia” bersama

“Kolegium Dokter Indonesia”. Kelompok-2 disebut “Dokter” dan kelompok-3 disebut

“Dokter Keluarga”.

Daftar Pustaka:

1.       Ali, Bahjuri Pungkas, dkk. (2005). Kajian kebijakan perencanaan tenaga kesehatan. Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat: Bappenas

2.       Alisjahbana, Armida S. (2010). Laporan pencapaian tujuan pembangunan milenium Indonesia 2010. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas

3.       Anonim. Tingkat pertumbuhan penduduk. Diambil tanggal 17 November 2015, darihttp://www.google.com/publicdata?ds=wb - wdi&met=sp_pop_grow&idim=country:IDN&dl=id&hl=id&q=pertumbuhan+penduduk+indonesia

4.       Anonim. The relationship between nurse to population ratio and population density: a pilot study  in a rural/frontier state. 2007. Diambil pada tanggal 17 November 2015 dari http://goliath.ecnext.com/coms2/gi_0199-7472046/The-relationship-between-nurse-to.html

5.       Anonim. (2003). Indikator Indonesia sehat 2010 dan pedoman penetapan indikator provinsi sehat dan kabupaten/ kota sehat. Jakarta: Departemen Kesehatan

Page 13: BLOK 28 Ske A

TUTORIAL BLOK 27 SKENARIO A

“DOKTER VS DOKTER LAYANAN PRIMER”

LEARNING ISSUE

Disusun oleh:

Timotius Wira Yudha

04121401065

Pendidikan Dokter Kelas Palembang 2012

Tutor: dr. Erial Bahar, M.Sc.

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

2015