Laporan Tutorial Blok 8 Ske 1

42
BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Penyakit infeksi merupakan satu kumpulan jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, infeksi parasit (Rampengan, 1997). Gejala dan manifestasi klinis yang ditimbulkan antar penyakit terkadang memiliki banyak kemiripan, bahkan ada yang gejalanya asimtomatik. Sehingga dibutuhkan sekali kemampuan anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratorium sehingga tidak salah mendiagnosis dan tepat dalam penatalaksanaannya. Untuk memahami berbagai penyakit akibat infeksi, berikut contoh skenario: Seorang perempuan 53 tahun datang ke poliklinik penyakit dalam dengan keluhan demam sejak 1 minggu. Pada anamnesa didapatkan keterangan bahwa demam muncul terutama pada sore hari hingga malam hari, keluhan ini akan bertambah jika melakukan aktivitas. Keluhan lain adalah mual, muntah, badan lemas, dan konstipasi. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan febris remiten dengan suhu 38,5 o C, nadi 92x/menit (bradikardi relative), sklera ikterik, pemeriksaan abdomen didapatkan hepatomegali. Hasil data laboratorium menunjukkan : Hb 12 g/dL, leukosit 3.400/mm 3 , trombosit 200.000/mm 3 , Tubex TF 4, tetes darah 1

description

Infeksi tropis

Transcript of Laporan Tutorial Blok 8 Ske 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Penyakit infeksi merupakan satu kumpulan jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, infeksi parasit (Rampengan, 1997). Gejala dan manifestasi klinis yang ditimbulkan antar penyakit terkadang memiliki banyak kemiripan, bahkan ada yang gejalanya asimtomatik. Sehingga dibutuhkan sekali kemampuan anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratorium sehingga tidak salah mendiagnosis dan tepat dalam penatalaksanaannya. Untuk memahami berbagai penyakit akibat infeksi, berikut contoh skenario:

Seorang perempuan 53 tahun datang ke poliklinik penyakit dalam dengan keluhan demam sejak 1 minggu. Pada anamnesa didapatkan keterangan bahwa demam muncul terutama pada sore hari hingga malam hari, keluhan ini akan bertambah jika melakukan aktivitas. Keluhan lain adalah mual, muntah, badan lemas, dan konstipasi.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan febris remiten dengan suhu 38,5oC, nadi 92x/menit (bradikardi relative), sklera ikterik, pemeriksaan abdomen didapatkan hepatomegali.Hasil data laboratorium menunjukkan : Hb 12 g/dL, leukosit 3.400/mm3, trombosit 200.000/mm3, Tubex TF 4, tetes darah tebal/tipis malaria negative 3x, HbsAg nonreaktif, Anti HCV nonreaktif, SGOT 90 IU, SGPT 82 IU, Bilirubin indirek 3,2 mg/dL, Bilirubin total 8,5 mg/dL, IgM leptospira negative, IgM/IgG anti Dengue negative.

Penderita sebelumnya telah rawat inap di Puskesmas dengan diberikan obat antipiretik dan antibiotic amoxicillin. Bagaimana assessment anda pada penderita ini? B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan infeksi dan penyakit infeksi?2. Bagaimana klasifikasi, epidemiologi, gejala dan mekanisme dari infeksi dan penyakit infeksi?3. Bagaimana fisiologi hepar dan mekanisme pembentukan bilirubin direct/indirect?4. Apa saja macam-macam demam? Bagaimana mekanismenya?5. Apa alasan dokter memberikan obat antipiretik dan antibiotik? Bagaimana klasifikasi dan mekanisme kerja obat tersebut?6. Mengapa bisa terjadi resistensi antibiotik? Bagaimana pemeriksaannya?7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pada pasien terkait skenario di atas?8. Bagaimana assessment dokter pada pasien terkait skenario?C. Tujuan

1. Mengetahui definisi, klasifikasi, epidemiologi, gejala, serta mekanisme dari infeksi dan penyakit infeksi.2. Mengetahui fisiologi hepar dan pembentukan bilirubin pada hepar.3. Mengetahui klasifikasi demam serta mekanismenya.4. Mengetahui klasifikasi dan mekanisme kerja obat antipiretik dan antibiotik.5. Mengetahui penyebab resistensi antibiotik dan pemeriksaannya.6. Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium pada pasien.7. Mampu memberikan assessment yang tepat pada pasien.D. Manfaat

1. Sebagai sarana pelaporan hasil kegiatan diskusi tutorial yang telah berlangsung dalam dua sesi pertemuan.

2. Sebagai sarana untuk mengetahui penyakit-penyakit tropis dan infeksi, khususnya penyakit zoonosis akibat infeksi bakteri.E. Klarifikasi Istilah

Antibiotika, adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman dengan toksisitas bagi manusia relatif kecil. (Obat-obat penting, 2007)

Antipiretik, adalah zat-zat kimia yang dapat menurunkan demam.

(sumber)

Bradikardi relatif, adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti dengan peningkatan frekuensi nadi. (Dorland, 2010)Demam, adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. (Dinarello & Gelfand, 2005)

HbsAg merupakan singkatan dari Hepatitis B surface Antigen, yaitu suatu antigen dari bagian luar/ permukaan virus Hepatitis B. Indikasi pemerikasaan HbsAg adalah apabila di curigai adanya infeksi pada liver seorang pasien, selain itu hal ini dilakukan untuk evaluasi hasil pengobatan terhadap pasien yang terinfeksi virus Hepatitis.Antigen ini merupakan pertanda/ marker adanya suatu infeksi dari virus Hepatitis B. Hasil yang posistif/ reaksi menunjukkan adanya infeksi virus Hepatitis B, baik akut maupun kronis. (tmedika)Tes Anti HCV (Hepatitis C Virus) adalah pemeriksaan darah untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap virus hepatitis C. Jika hasilnya anti HCV non reaktif berarti tidak ditemukan adanya antibodi untuk HCV berarti tidak terdiagnosis Hepatitis C. (Buku Ajar IPD, 2006)Infeksi, adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit. (Potter and Perry, 2005)Konstipasi, adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna yang tercermin dari 3 aspek: berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja yang lebih keras dan pada palpasi abdomen teraba massa tinja (skibala) dengan atau tidak disertai enkopresis (kecepirit). Konstipasi merupakan manifestasi berbagai kelainan atau sebagai akibat sekunder pengobatan. (Kalbemed, 2013)

Leptospirosis, adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. (Buku Ajar IPD, 2006)

Leptospira, adalah yang menyebabkan leptospirosis (bermanifestasi sebagai meningitis limfositik, hepatitis, nefritis yang muncul secara bersamaan maupun terpisah. (Dorland, 2010)

Malaria, adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. (sumber)

Mual, adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah medula yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah, dan mual dapat disebabkan oleh (1) impuls iritatif yang datang dari traktus gastrointestinal, (2) impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion sickness, atau (3) impuls dari korteks serebri untuk mencetuskan muntah. (Guyton, 2008)

Muntah, adalah suatu cara traktus gastrointestinal untuk membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang atau bahkan terlalu terangsang. Distensi atau iritasi yang berlebihan dari duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang kuat untuk muntah. (Guyton, 2008)SGOT/SGPT, adalah piruvat serum aminotransferase, enzim dalam serum dan jaringan tubuh yang mengkatalisis transfer gugus asam amino dari l-alanin menjadi 2-ketoglutarat atau sebaliknya, sehingga memungkinkan nitrogen untuk dibuang atau dimasukkan ke dalam senyawa lain, digunakan untuk mengukur fungsi hati. Juga disebut SGPT, ALT, transaminase glutamat-piruvat, GPT. (Medical Dictionary, 2007)

Tes Tubex TF, adalah tes untuk mendeteksi secara spesifik adanya antibodi Ig M terhadap antigen. (Buku Ajar IPD, 2006)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. INFEKSIInfeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter and Perry, 2005). Sedangkan menurut Smelzer dan Brenda (2002), infeksi adalah beberapa penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan organisme patogenik dalam tubuh

Tipe mikroorganisme penyebab infeksi dibagi menjadi empat kategori, yaitu :

1. Bakteri

Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies bakteri dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan dapat hidup didalam tubuhnya. Bakteri bisa masuk antaralain melalui udara, tanah, air, makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya.

2. Virus

Virus terutama berisi asam nukleat karenanya harus masuk dalam sel hidup untuk diproduksi

3. Parasit

Parasit hidup dalam organisme hidup lainnya, termasuk kelompok patasit adalah protozoa, cacing, dan antropoda.

4. Fungi

Fungi terdiri dari jamur dan ragi. Jamur sebenarnya adalah sayuran primitif. Jamur hidup di udara, di dalam tanah, pada tanaman dan air. Beberapa hidup di dalam tubuh manusia. Hanya sekitar setengah dari semua jenis jamur merupakan jamur yang merugikan.Beberapa jamur bereproduksi melalui spora kecil di udara. Kita dapat menghirup spora atau spora tersebut dapat menempel pada kita. Akibatnya, sering terjadi infeksi jamur pada paru-paru atau pada kulit. Jika sistem kekebalan tubuh lemah, akan lebih mudah untuk terinfeksi jamur. (National Institute of Allergy and Infectious Diseases, 2001)

Banyak hewan, termasuk hewan ternak, binatang pengerat, dan unggas, secara alami terinfeksi dengan berbagai salmonella dan mengandung bakteri di dalam jaringan seperti dalam daging, ekskresi, atau telur. Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonela. Seperti :

1. Air, Dimana kontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yang luas.

2. Susu dan produk susu lainnya, kontaminasi dengan pasteurisasi yang tidak adekuat atau penanganan yang salah dapat menimbulkan kontaminasi.

3. Kerang, khususnya dari air yang terkontaminasi.

4. Telur, khususnya dari unggas yang terkontaminsasi atau terinfeksi saat pemrosesan.

5. Daging dan produk daging, dari hewan yang terinfeksi atau kontaminsasi oleh feses melalui hewan pengerat atau yang lainnya.

6. Obat-obatan misal mariyuana dan lainnya

7. Hewan piaraan (Mikrobiologi kedokteran, Brooks. FKUI)

Mekanisme secara singkat infeksi bakteri dalam tubuh yaitu begitu masuk ke dalam tubuh, bakteri harus menempel pada sel pejamu, biasanya epitel. Setelah menempati tempat infeksi primer, bakteri-bakteri tadi akan memperbanyak diri dan menyebar secara langsung ke aliran darah melalui jaringan ata sistem limfatik. Infeksi ini disebut bakteremia dan dapat bersifat sementara atau presisten. Bakteremia memungkinkan bakteri menyebar luas dalam tubuh dan mencapai jaringan yang cocok untuk multiplikasinya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat virulensi bakteri, yaitu:

1. Faktor perlekatan :

Ketika masuk ke dalam tubuh pejamu, bakteri harus melekat pada sel-sel permukaan jaringan.

Beberapa faktor yang mempunyai peranan penting dalam perlekatan bakteri yaitu : hidrofobisitas, dan muatan ion di permukaan, pengikatan molekul pada bakteri (Ligand), interaksi reseptor sel pejamu.

Permukaan bakteri dan sel pejamu seringkali bermuatan negatif sehingga menimbulkan gaya elektrostatik repulsif (tolak menolak). Gaya tersebut dapat diatasi oleh sifat hidrofobik dan interaksi yang lebih spesifik antara bakteri dan sel pejamu.

Bakteri juga mempunyai molekul permukaan spesifik yang berinteraksi dengan sel-sel pejamu. Banyak bakteri memiliki fiili (misal beberapa strain E. Coli) bagian tambahan seperti rambut yang membentang dari permukaan sel bakteri dan membantu memperantarai perlekatan bakteri ke permukaan sel pejamu. Contoh lainnya yaitu Streptokokus grup A yang mempunyai fimbria dimana mengandung asam lipoteiokat, protein F, dan M yang membantu perlekatannya pada sel-sel epitel bukal.

2. Invasi Sel dan Jaringan Pejamu

Invasi adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan masuknya bakteri ke dalam sel pejamu, yang menunjukkan peran aktif organisme dan peran pasif sel pejamu.

Pada banyak infeksi, bakteri menghasilkan faktor virulensi yang mempengaruhi sel pejamu, sehingga dapat menelan bakteri. Dalam hal ini barulah sel-sel pejamu berperan aktif.

3. Toksin

Toksin yang dihasilkan oleh bakteri secara umum digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu eksotoksin dan endotoksin.

B. THERMOREGULASIBiasanya manusia berada di lingkungan yang suhunya lebih dingin daripada tubuh mereka, sehingga ia harus terus-menerus menghasilkan panas secara internal untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Pembentukan panas akhirnya bergantung pada oksidasi bahan bakar metabolik yang berasal dari makanan.

Suhu tubuh normal secara tradisional dianggap berada pada 37 derajat celcius. Namun, sebenarnya tidak ada suhu tubuh normal karena suhu bervariasi dari organ ke organ. Dari sudut pandang termoregulatorik, tubuh dapat dinggap sebagai suatu inti di tengah dengan lapisan pembungkus di sebelah luar. Suhu di inti bagian dalam, yang terdiri dari organ-organ abdomen, toraks, sistem saraf pusat, serta otot rangka, umumnya relatif konstan.

Suhu inti internal inilah yang dianggap sebagai suhu tubuh dan menjadi subjek pengaturan ketat untuk mempertahankan kestabilannya. Suhu inti merupakan pencerminan kandungan panas total tubuh. Untuk mempertahankan kandungan panas total yang konstan sehingga suhu inti stabil, pemasukan panas ke tubuh harus seimbang dengan pengeluaran panas tubuh. Pemasukan panas (termogenesis) terjadi melalui penambahan panas dari lingkungan eksternal dan produksi panas internal dan merupakan sumber utama panas tubuh. Panas ini penting untuk mempertahankan suhu inti.

Pada kenyataannya produksi panas yang dihasilkan lebih banyak daripada yang diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh pada tingkat normal, sehingga kelebihan panas harus dieliminasi dari tubuh. Pengeluaran panas (termolisis) terjadi melalui pengurangan panas dari permukaan tubuh yang terpajan ke lingkungan eksternal

Jika suhu inti mulai turun, produksi panas ditingkatkan dan kehilangan panas diminimalkan, sehingga suhu normal dapat dipulihkan. Sebaliknya, jika suhu mulai meningkat di atas normal, hal tersebut dapat dikoreksi dengan meningkatkan pengurangan panas, sementara produksi panas juka dikurangi.

Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran panas sering dipengaruhi oleh (1) perubahan produksi panas internal untuk tujuan-tujuan yang tidak berkaitan dengan pengaturan suhu tubuh, terutama olahraga, yang akan meingkatkan produksi panas. (2) perubahan suhu lingkungan eksternal yang memengaruhi tingkat penambahan atau pengurangan panas antara tubuh dengan lingkungannya. Untuk mempertahankan suhu tubuh dalam batas-batas yang sempit walaupun terjadi perubahan produksi panas metabolik dan perubahan suhu lingkungan, harus terjadi penyesuaian-penyesuaian kompensatorik dalam mekanisme penambahan dan pengurangan panas. (Sheerwood, 2001)C. MERTABOLISME BILLIRUBIN

Bilirubin adalah anion organik yang berwarna oranye dan berasal dari heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi, 80% heme berasal dari perombakan eritrosit, sisanya dari heme non eritrosit seperti mioglobin, sitokrom, katalase, dan peroksidase serta hasil sistem eritropoetik yang tidak efektif. Oleh enzim hemoksigenase, heme diubah menjadi biliverdin yang kemudian diubah lagi menjadi bilirubin atas pengaruh enzim bilirubin reduktase.

Proses tersebut berlangsung di dalam jaringan sistem retikuloendotelial. Bilirubin yang masuk ke dalam darah akan diikat oleh albumin dan dibawa ke hati. Bilirubin mempunai daya larut yang tinggi terhadap lemak dan kecil terhadap air, sehingga pada reaksi van den Bergh, zat ini harus dilarutkan dulu dalam akselertor (metanol atau etanol) sehingga disebut bilirubin indirek. Zat ini sangat toksik, terutama untuk otak. Pengikatan dengan albumin merupakan upaya tubuh untuk menyingkirkan bilirubin indirek dari tubuh dengan segera. Daya ikat albumin-bilirubin (kapasitas ikat total) berkisar 25 mg/dl. Bilirubin ndirek mudah memasuki hepatosit berkat adanya protein akseptor sitoplasmik Y dan Z hepatosit. Di dalam hepatosit blirubin akan diikat asam glukoronat yang berasal dari asam uridin difosfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Hasil gabungan ini larut dalam air sehingga disebut bilirubin direk ataubilirubin terikat (conjugated bilirubin). Selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga berbentuk ikatan monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Bilirubin konjugasi dikeluarkan melalui proses yang tergantung dari energi ke dalam sistem bilier. Bilirubin yang diekskresikan ke dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin. Enzim glukoronil transferase diinduksi oleh fenobarbital. Fenobarbital juga menambah protein akseptor Y. Bilirubin direk dikeluarkan melalui mwmbran kanalikuli ke saluran empedu.

Bilirubin direk ditampung dalam kantong empedu yang kemudian dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan. Di dalam saluran ini bilirubin direk akan direduksi oleh bakteri menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen akan diserap usus, masuk ke dalam darah dan selanjutnya akan dikeluarkan oleh ginjal bersma urine. Bilirubin direk sebagian besar diserap oleh ileum terminal secara akti, sebagian kecil yang tidak diserap masuk ke dalam kolon, dirusak oleh bakteri usus menjadi bilirubin indirek. Sebagian dari bilirubin ini diserap secara pasif oleh kolon. Melalui vena porta bilirubin ini memasuki hati dan dikeluarkan lagi ke dalam sistem bilier/ sirkulasi enterohepatik. (Hassan, 1985)

Penumpukan bilirubin dalam aliran darah menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Kadar billrubin serum akan menumpuk kalau produksinya dan heme melampaui metabolisme dan ekskresinya. Ketidakseimbangan antara produksi dan ekresi dapat terjadi akibat pelepasan prekursor bilirubin secara berlebihan ke dalam aliran darah atau akibat proses fisologi yang mengganggu amibilan (uptake) hepar, metabolisme ataupun ekskresi metabolit. Secara klinis, hiperbilirubinemia terlihat sebagai gejala kuning atau ikiterus. yaitu pigmentasi kuning pada kulit dan sklera. Ikterus biasanya baru dapal dilihat kalau kadar bilirubin serum melebihi 34 hingga 43 AnnoUL (2.0 hingga 2,5 mgldL) atau sckitar dua kali batas atas kisaran normal. Jaringan sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif untuk menunjukkan hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh. (Harrison's Principles of Internal Medicine)D. DEMAM

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature 38,0C atau oral temperature 37,5C atau axillary temperature 37,2C (Kaneshiro & Zieve, 2010).Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5C yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2005).

Adapun tipe-tipe demam yang sering dijumpai antara lain:

a. Demam septik

: Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.

b. Demam hektik

: Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi hari

c. Demam remiten

: Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal

d. Demam intermiten

: Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.

e. Demam Kontinyu

: Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak berbeda lebih dari satu derajat.

f. Demam Siklik

: Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

E. ANTIBIOTIK

a. Mekanisme Kerja

Antibiotik menghambat mikroba melalui mekanisme yang berbeda yaitu:

1.Mengganggu metabolisme sel mikroba;

Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba ialah sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.

2.Menghambat sintesis dinding sel mikroba;

Antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis meliputi penisilin, sepalosporin, sikloserin, vankomisin, ristosetin dan basitrasin. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan.

3. Mengganggu permeabilitas membran sel mikroba;

Obat yang termasuk dalam kelompok yang mengganggu permeabilitas membran sel mikroba ialah polimiksin, golongan polien serta berbagaiantimikroba kemoterapeutik umpamanya antiseptic surface active agents. Polimiksin sebagai senyawa ammonium-kauterner dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba.

4.Menghambat sintesis protein sel mikroba

Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba ialah golongan aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein untuk kehidupannya. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara. Streptomisin berikatan dengan komponen 30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik aminoglikosid dan lainnya yaitu gentamisin, kanamisin dan neomisin memiliki mekanisme kerja yang sama namun potensinya berbeda.

5. menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba.

Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba termasuk rifampisin dan kuinolon. Rifampisin adalah salah satu derivat rifamisin, berikatan dengan enzim polymerase-RNA sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral sehingga bisa muat dalam sel kuman yang kecil (Gunawan, Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth, 2007).

b. Golongan Antibiotik

Menurut Stephens (2011), walaupun terdapat hampir 100 antibiotik namun mayoritasnya terdiri dari beberapa golongan. Golongan-golongan tersebut adalah :

1. Golongan penisilin.

Penisilin merupakan antara antibiotik yang paling efektif dan paling kurang toksik. Penisilin mengganggu reaksi transpeptidasi sintesis dinding sel bakteri. Golongan penisilin dapat terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu :

Penisilin natural yaitu yang didapat dari jamur Penicillium chrysogenum. Yang termasuk di sini adalah penisilin G dan penisilin V.

Penisilin antistafilokokus, termasuk di sini adalah metisilin, oksasilin dan nafsilin. Penggunaan hanya untuk terapi infeksi disebabkan penicillinaseproducing staphylococci.

Penisilin dengan spektrum luas yaitu ampisilin dan amoksisilin. Ampisilin dan amoksisilin mempunyai spektrum yang hampir sama dengan penisilin G tetapi lebih efektif terhadap basil gram negatif.

Penisilin antipseudomonas yaitu termasuk karbenisilin, tikarsilin dan piperasilin. Ia dipanggil begitu karena aktivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa (Harvey, Champe, 2009).

2. Golongan sefalosporin.

Golongan ini hampir sama dengan penisilin oleh karena mempunyai cincin beta laktam. Secara umum aktif terhadap kuman gram positif dan gram negatif, tetapi spektrum anti kuman dari masing-masing antibiotik sangat beragam, terbagi menjadi 3 kelompok, yakni : Generasi pertama bertindak sebagai subtitut penisilin G. Termasuk di sini misalnya sefalotin, sefaleksin, sefazolin, sefradin. Generasi pertama kurang aktif terhadap kuman gram negatif.

Generasi kedua agak kurang aktif terhadap kuman gram positif tetapi lebih aktif terhadap kuman gram negatif, termasuk di sini misalnya sefamandol dan sefaklor.

Generasi ketiga lebih aktif lagi terhadap kuman gram negatif, termasuk Enterobacteriaceae dan kadang-kadang peudomonas. Termasuk di sini adalah sefoksitin (termasuk suatu antibiotik sefamisin), sefotaksim dan moksalatam.

Generasi keempat adalah terdiri dari cefepime. Cefepime mempunyai spektrum antibakteri yang luas yaitu aktif terhadap streptococci dan staphylococci (Harvey, Champe, 2009).

3. Golongan tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat bakteriostatik yang menghambat sintesis protein. Golongan ini aktif terhadap banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Tetrasiklin merupakan obat pilihan bagi infeksi Mycoplasma pneumonia, chlamydiae dan rickettsiae. Tetrasiklin diabsorpsi di usus halus dan berikatan dengan serum protein. Tetrasiklin didistribusi ke jaringan dan cairan tubuh yang kemudian diekskresi melalui urin dan empedu (Katzung, 2007).

4. Golongan aminoglikosida

Aminoglikosida termasuk streptomisin, neomisin, kanamisin dan gentamisin. Golongan ini digunakan untuk bakteri gram negatif enterik. Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein yang ireversibel (Katzung, 2007).

5. Golongan makrolida

Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal spektrum antikuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Antara obat dalam golongan ini adalah eritromisin. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif (Katzung, 2007).

6. Golongan sulfonamida dan trimetropim

Sulfonamida menghambat bakteri gram positif dan gram negatif. Trimetropim menghambat asam dihidrofolik reduktase bakteri. Kombinasi sulfamektoksazol dan trimetoprim untuk infeksi saluran kencing, salmonelosis dan prostatitis (Katzung, 2007).

7. Golongan flurokuinolon

Flurokuinolon merupakan golongan antibiotik yang terbaru. Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah ciprofloksasin (emedicineheath, 2011).

c. Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik adalah kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu antibiotik melalui tiga mekanisme yaitu obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba, inaktivasi obat dan mikroba mengubah tempat ikatan antibiotik (Gunawan, Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth, 2007).

Menurut National Institute of Allergy and Infectious Disease (2011), penyebab terjadinya resistensi antibiotik adalah mutasi genetik dan transfer genetika mikroba, sehingga menjadi lebih kebal terhadap antibiotik; penggunaan antibiotik yang tidak sesuai jangka terapi yang dianjurkan yaitu kurang dari lima hari; diagnosis yang kurang tepat sehingga antibiotik yang diberikan kurang tepat; meningkatnya penggunaan antibiotik di rumah sakit dan kecenderungan antibiotik yang dibeli bebas atau tanpa resep dokter.

F. ANTIPIRETIK (PARASETAMOL)

a. Antipiretik

Obat antipiretik dikelompokkan dalam 4 golongan, yaitu paraaminofenol (parasetamol), derivate asam propionate (ibuprofen dan naproksen), salisilat (aspirin dan salisilamid), dan asam asetik (indometasin). (IDAI, 2002)

b. Antipiretik Steroid

Steroid memiliki efek antipiretik, pasien yang mendapat pengobatan steroid jangka panjang akan mengalami penurunan demam dalam respon terhadap infeksi, seperti sepsis. Umumnya penekanan demam berlangsung sampai 3 hari setelah penghentian steroid. Efek antipiretik disebabkan pengurangan produksi interleukin-1 oleh makrofag (menyebabkan terhambatnya respon fase akut proses infeksi yang sedang berjalan), supresi aktivitaslimfosit dan repon inflamasi lokal dan menghambat pelepasan prostaglandin. (IDAI, 2002)

c. Parasetamol

Definisi

Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit aktif darif enasetin dengan efeka ntipiretik dan analgesic lemah (Wilmana&Gan, 2007).

Nama lain parasetamol antara lain :

Acetaminofen

APAP

Paracetamolo

Paracetanol (University of Alberta, 2009)

Farmakokinetik

Parasetamol diabsorpsi dengan cepat dan hampir sempurna dalam saluran cerna. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak dalam 30 sampai 60 menit, waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Indeks terapi parasetamol berada antara 5-20 m/ ml. Parasetamol sedikit terikat dengan protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat, yang secara farmakologi tidak aktif (Katzung, 1997).

Kurang dari 5 % parasetamol diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Parasetamol mengalami metabolisme menghasilkan suatu metabolit minot tetapi sangat aktif dan penting pada dosis besar yaitu NAPQI karena toksik terhadap hati dan ginjal. Pada jumlah toksik atau adanya penyakit hati, waktu paruhnya meningkat menjaddi dua kali lipat atau lenih Katzung, 1997).

Farmakodinamik

Parasetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Meskipun efek analgesik dan antipiretiknya setara dengan aspirin, parasetamol berbeda karena efek antiinflamasinya hampir tidak ada. Parasetamol dapat digunakan untuk pasien yang dikontraindikasikan menggunakan aspirin (pasien ulser lambung) untuk pebggunaan analgesik atau antipiretiknya. Katzung 1997).

Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang, bagaimana mekanismenya belum diketahui secara pasti. Parasetamol mengurangi produksi protaglandin yaitu senyawa proinflamasi, tetapi parasetamol tidak mempunyai sifat antiinflamasi seperti halnya aspirin. Sebagai antipiretik, parasetamol bekerja mengembalikan suhu tubuh dalam keadaan demam menjadi normal dengan menghambat produksi prostaglandin di susunan saraf pusat. (Anonim, 2008)

Indikasi

Indikasi parasetamol digunakan sebagai:

Antipiretik / menurunkan panas, misal setelah imunisasi atau influenza

Analgesik / mengurangi rasa sakit, misal sakit kepala, sakit gigi, dan nyeri (ISFI, 2008).

Kontra indikasi

Parasetamol kontra indikasi untuk diberikan kepada:

Penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat

Penderita yang hipersensitif terhadap parasetamol (ISFI, 2008).

Efek samping

Pemberian parasetamol yang berlebihan akan menyebabkan hepatotoksik dann efropatianalgesik (Wilmana&Gan, 2007). Dosis tinggi dari parasetamol akan menyebabkan saturasi dari glutation sehingga terjadi penimbunan N-acetylp-benzoquinone. N-acetyl-p-benzoquinone akan berinteraksi dengan sitoskleton sel hati yang kemudian akan membuat sel menjadi melepuh dan akhirnya sel hati tersebut akan mati (Moore et al., 1985).

Kematian sel dalam jumlah besar ini akan menyebabkan nekrosis hati. Pemberian parasetamol maksimal dalam satu hari adalah 4 g (University of Alberta, 2009). Pemberian parasetamol sebanyak 15 g dapat menyebabkan hepatotoksik yang parah dengan nekrosis sentrilobular, dan terkadang bersamaan dengan nekrosis tubular ginjal akut (Frust& Ulrich, 2007).

Gejala awal keracunan parasetamol adalah anoreksia, mual, dan muntah. Untuk mengatasi keracunan parasetamol dapat diberikan N-asetilsistein (prekursorglutation) (Wilmana&Gan, 2007).

Dosis dan sediaan

Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg-1 g per kali dengan maksimum 4g hari. Anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, maksimum 1,2 g/hari. Anak 1-6 tahun: 60-120 mg/kali dan bayi dibawah 1 tahun: 60 mg/kali (Wilmana&Gan, 2007). Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/5ml. Selain itu parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan (Wilmana&Gan, 2007).

d. Mekanisme Kerja Antipiretik

Antipiretik bekerja secar sentral menurunkan pusat pengatur suhu di hipotamus secara difusi dari plasma ke susunan saraf pusat. Keadaan ini tercapai dengan menghambat siklooksigenase, enzim yang berperan saat sintesis prostaglandin. Meski beberapa jenis prostaglandin dapat menginduksi demam, PGE2 merupakan mediator demam yang terpenting. Penurunan pusat suhu akan diikuti oleh respons fisiologi, termasuk penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah ke kulit serta ppeningkatan pelepasan panas melalui kulit dengan radiasi, konveksi, konduksi, da evaporasi. Sebagian besar obat antipiretik dan obat anti-inflamasi non-steroid menghambat efek PGE2 pada reseptor nyeri , permeabilitas kapiler dan sirkulasi, migrasi leukosit, sehingga mengurangi tanda klasik inflamasi. Prostaglandin juga mengakibatkan bronkodilatasi dan mempunyai efek penting pada saluran cerna dan medulla adrenal. Oleh karena itu, efek samping biasanya berupa spasme bronkus, perdarahan saluran cerna, dan penurunan fungsi ginjal. Antipiretik tidak mengurangi suhu tubuh sampai normal, tidak mengurangi lama episode demam, atau mempengaruhi suhu normal tubuh. Efektivitas dalam menurunkan demam tergantung pada derajat demam (makin tinggi suhu, makin besar penurunannnya. , daya absorpsi, dan dosis antipiretik. (IDAI, 2002)

G. INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAANUji Serologi Tes Tubex TF adalah tes untuk mendeteksi secara spesifik adanya antibodi Ig M terhadap antigen.

Baku rujukan tes Tubex TF

HasilInterpretasi

2Negatif

3Borderline (ulangi analisis)

4Positif lemah

6-10Positif

Tes Anti HCV adalah pemeriksaan darah untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap virus hepatitis C.

Baku Rujukan

NilaiInterpretasi

< 0,8Non reaktif

0,8 - < 1,0Borderline

> 1Reaktif

BilirubrinKadar normal bilirubrin direct0,1 0,3 mg/dl

Kadar normal bilirubrin indirect0,2 0,8 mg/dL

Kadar normal bilirubrin total0,3 1 mg/ dL

Patofisiologi (aku bingung ini ditaroh mana ???)Proses infeksi dari penyakit tifoid diawali dengan masuknya kuman Salmonella typhosa ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman yang telah tercemar kuman Salmonella typhosa. Setelah sampai di lambung, sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Imunologi humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagosistosis salmonella oleh makrofag. Imunologi seluler berfungsi untuk membunuh salmonella intraseluler (Darmowandowo, 2006). Sebagian kuman yang masih bertahan hidup melintasi sawar lambung dan menembus usus halus kemudian ditangkap oleh mononuklear dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi, setelah mengalami multiplikasi di usus halus. Melalui saluran limfe mesenterik kuman masuk aliran darah sistemik, terjadi bakteremia I (Depkes, 2006).

Kuman Salmonella typhosa dan endotoksinnya merupakkan kompleks lipopolisakarida yang dianggap berperan penting pada patogenesis demam tifoid yang merangsang sintese pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang, selanjutnya membawa zat pirogen ke dalam peredaran darah, hal ini dapat mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Dari peningkatan suhu tubuh akan terjadi dehidrasi karena adanya penguapan suhu tubuh dan apabila terus berlanjut maka dapat terjadi resiko devisit volime cairan. Di samping itu, endotoksinnya merupakan stimulator yang kuat untuk memproduksi sitokin oleh sel-sel makrofag dan sel leukosit di jaringan yang meradang. Sitokin ini merupakan mediator-mediator untk timbulnya demam dan gejala toksemia proinflamatory. Oleh karena Salmonella typhosa bersifat intraseluler maka hampir semua bagian tubuh dapat terserang dan kadang-kadang pada jaringan yang terinvasi dapat timbul fokal-fokal infeksi. (Depkes, 2006)

Kuman selanjutnya masuk ke retikulo endotelial sistem (RES) dari hati dan limpa Fase ini dianggap masa inkubasi (7-14 hari). Kemudian dari jaringan ini kuman dilepas ke sirkulasi sistemik (bakteremia II). Melalui duktus thoracitus kuman menuju retikulo endotelial sistem (RES), hati, limpa dan kandung empedu. Di tempat ini, kuman difagosit oleh RES. Kuman yang tidak terfagosit akan berkembang biak dan menyebabkan organ-organ tersebut membesar disertai nyeri perabaan. Selain itu, penyebab lain hati dan limpa membesar adalah terdapat infiltrasi sel-sel limfosit dan sel mononuklear lainnya serta nekrosis fokal (Depkes, 2006). Organ-organ yang membesar (hati dan limpa) dapat mendesak lambung sehingga menimbulkan mual dan muntah.

Sementara itu, Salmonella typhosa yang mengadakan miltiplikasi pada usu halus mengakibatkan inflamasi pada daerah setempat yang dapat mempengaruhi mekanisme kerja usus dan mengiritasi mukosa usus sehingga dapat terjadi dua kemungkinan. Apabila terjaddi gangguan absorpsi pada usu dan peristaltik usus menurun makan akan terjaddi konstipasi, apabila terjadi peningkatan peristaltik asus akan terjadi diare.

Apabila peristaltik usus meningkat terjadi pergerakan isi usus lebih cepat diruang usus terisi udara yang berakibat pada lambung sehingga terjadi peningkatan asam lambung. Hal ini juga dapat mengakibatkan mual, muntah, dan anoreksia yang berdampak pada penurunan nafsu makan, maka pasien menjadi lemas dan aktivitas menurun.BAB III

PEMBAHASAN

Pada skenario 1 ini, kita dihadapkan oleh suatu kasus yang berhubungan dengan infeksi akibat penyakit zoonosis, yaitu suatu penyakit/ infeksi yang secara alamiah ditularkan dari binatang (sebagai vektor dari mikroorganisme/parasit) ke manusia. Analisis ditegakkan dari kondisi pasien, keluhan pasien, hasil pemeriksaan fisik dan darah, dan juga riwayat pekerjaan dan tempat tinggal.

Pada dasarnya, terdapat banyak kemiripan gejala antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, di mana gejala-gelaja tersebut juga diderita oleh pasien. Seperti misalnya kenaikan SGOT dan SGPT yang disertai hepatomegali menunjukan terdapatnya gangguan pada hepar. Sklera ikterik pada pasien diduga terjadi akibat adanya parasit dalam eritrosit yang menyebabkan terjadinya peningkatan hemolisis eritrosit yang kemudian menimbulkan peningkatan kadar bilirubin yang terekskresi pada bagian sensitif, seperti sklera mata dan bagian bawah lidah.

Pada skenario, kemungkinan-kemungkinan penyakit yang diderita oleh pasien juga disebabkan oleh riwayat pekerjaan dan ekonominya, Diagnosis banding adalah demam tifoid yang memiliki masa inkubasi 2 minggu dimana minggu pertama ditandai dengan demam pada sore hari dan malam hari (febris remiten), adanya nyeri kepala, mialgia, anoreksia, mual, muntah, diare, batuk dan epistaksis. Minggu kedua ditandai dengan demam tinggi terus-menerus. Diagnosis banding anthrax tidak diperlukan mengingat pasien telah mengalami demam selama 7 hari, sedangkan penderita anthrax akan meninggal dalam 2 hari apabila penyakit tidak segera ditangani. Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis dengan tikus sebagai hospes reservoar yang dapat ditularkan pada manusia melalui kontak langsung dengan air, tanah, dan lumpur yang terkontaminasi oleh air kemih binatang yang terinfeksi oleh bakteri Leptospira interrogans dapat melalui mulut, selaput mata, dan mukosa hidung yang rusak. Berdasarkan riwayat pekerjaan sebagai pembersih selokan dan tinggal di dekat peternakan ayam dan sapi, maka diduga pasien terkena penyakit leptospirosis.

Pada skenario disebutkan bahwa akan dilakukan pemeriksaan serologi untuk marker berbagai agen infeksi, karena kita belum mengetahui secara pasti sesungguhnya penyakit apa yang diderita pasien. Bahkan bisa saja sebenarnya pasien menderita lebih dari satu penyakit. Maka dari itu untuk berbagai kemungkinan yang ada, harus tetap diperiksa agar dapat diketahui penyakitnya yang sesungguhnya sehingga bisa memilih terapi yang tepat. Untuk menentukan terapi yang paling tepat untuk pasien, diperlukan diagnosis yang pasti yang didapat dari pemeriksaan serologis, kultur bakteri, maupun uji lainnya sehingga bisa ditemukan agen penyebab infeksi. Namun selama menunggu hasil pemeriksaan untuk diagnosa yang pasti, pasien perlu diberikan antibiotik sehingga dapat menghambat proses infeksi di dalam tubuh pasien itu sendiri. Namun, sejatinya dalam terapi farmakologi terdapat beberapa kemungkinan yang mengurangi efektivitasnya, salah satunya adalah karena adanya resistensi terhadap antibiotik yang diberikan, dimana penyebab terjadinya resistensi antibiotik adalah mutasi genetik dan transfer genetika mikroba, sehingga menjadi lebih kebal terhadap antibiotik; penggunaan antibiotik yang tidak sesuai jangka terapi yang dianjurkan yaitu kurang dari lima hari; diagnosis yang kurang tepat sehingga antibiotik yang diberikan kurang tepat; meningkatnya penggunaan antibiotik di rumah sakit dan kecenderungan antibiotik yang dibeli bebas atau tanpa resep dokter. Atau karena kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu antibiotik melalui tiga mekanisme yaitu obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba, inaktivasi obat dan mikroba mengubah tempat ikatan antibiotik.BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan1. Dalam skenario ini, pasien kemungkinan besar mengalami penyakit infeksi bakteri. Adapun diagnosis sementaranya adalah demam tifoid karena berkaitan dengan gejala klinis dan hasil pemeriksaan Lab (terutama Tubex TF).

2. Untuk menentukan terapi yang paling sesuai untuk pasien, diperlukan penyebab yang pasti dari penyakit tersebut sehingga dapat diberikan penetalaksanaan yang tepat.B. Saran

1. Dalam mendiagnosis suatu penyakit infeksi, diperlukan pemahaman yang mendasar mengenai infeksi dan penyakit infeksi serta berbagai mekanisme yang ada di dalamnya.2. Dalam mendiagnosis suatu penyakit infeksi, diperlukan suatu uji serologis, kultur, maupun pemeriksaan Lab lainnya yang dapat membuktikan adanya suatu agen infeksi.

DAFTAR PUSTAKABrooks, Geo F. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. Jakarta: EGC

Harijanto, Paul N. 2009. Malaria. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: InternapublishingHarrison's Principles of Internal Medicine 17th edition. New. York. The McGraw-Hill Companies, IncJusuf, Hadi. 2009. Antraks. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: Internapublishing

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia Edisi 2. Jakarta: EGC

Nelwan, R.H.H. 2009. Demam : Tipe dan Pendekatan. dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: Internapublishing

Pohari, Herdiman T. 2009. Toksoplasmosis. dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: InternaPublishingSoedoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Widodo, Djoko. 2009. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: Internapublishing

Zein, Umar. 2009. Leptospirosis. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: Internapublishing

_______. http://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/diagnosis.html_______. http://www.infeksi.com/articles.php?lng=en&pg=37_______.http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=13

9