Laporan Tutorial Ske 1 Blok Emergency

59

Click here to load reader

description

Gawat darurat endokrinologi, ketoasidosis diabetikum, hiperglikemia, hiperglikemi hiperosmolar non ketotik, emergency, insulin

Transcript of Laporan Tutorial Ske 1 Blok Emergency

BAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangSKENARIOKenapa Saya Tiba-Tiba Tidak Sadar?

Seorang laki-laki berusia 68 tahun diantar oleh anak perempuannya yang serumah dengannya ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit tipe D karena tidak sadar. Dari alloanamnesis didapatkan informasi 5 jam sebelum masuk rumah sakit pasien diketahui tidak sadar. Bisa dibangunkan tetapi kemudian tidur lagi dan diajak bicara tidak menyambung. Dari keterangan anaknya, sejak 3 hari penderita panas mual disertai muntah, sering kencing, nyeri pinggang dan urin berwarna keruh. Penderita hanya makan dan minum sedikit selama 3 hari terakhir. Ada riwayat Diabetes Mellitus dan Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dengan riwayat terapi insulin rapid 6-6-4 dan Captopril 3x25mg, diketahui penderita jarang kontrol dan tidak suntik insulin 2 hari sebelumnya.Pada pemeriksaan fisik didapatkan : sakit berat, somnolen, GCS E3V4M5, tekanan darah 80/40 mmHg, suhu 38C, laju pernafasan 32 kali per menit, nadi 128 kali/menit, lemah. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan rhonki di kedua lapang paru. Refleks fisiologis dalam batas normal, refleks patologis (-). Pemeriksaan laboratorium : Hb 13g%, leukosit 25.000/mm3, GDS 600 mg/dL, ureum 60 mg/dL, kreatinin 1,0 mg/dL, kalium 4,5 mmol/L. Pemeriksaan urin rutin dan gas darah masih menunggu hasil. Setelah dijelaskan dan mendapatkan persetujuan keluarga dengan menandatangi informed consent, diberikan infus Ringer Laktat 2 jalur, tetesan cepat dan bolus insulin 0,1 unit/kgBB.

Tujuan Pembelajaran1. Mengetahui mekanisme penurunan kesadaran pada pasien dengan komplikasi akut diabetes melitus2. Mengetahui patofisiologi terjadinya keluhan pada pasien di skenario3. Mengetahui jenis kegawatdaruratan karena penyakit diabetes mellitus 4. Mengetahui tujuan dari pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk pasien di skenario5. Mengetahui pengertian koma diabetikum6. Mengetahui tatalaksana, komplikasi dan prognosis untuk pasien sesuai scenario

BAB IISEVEN JUMPS

Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario 1. Rumah Sakit tipe D: Rumah Sakit yang hanya mampu memberikan pelayanan kesehatan kedokteran umum dan kedokteran gigi, menerima rujukan dari puskesmas dan bersifat transisi.2. Insulin rapid: preparat insulin dengan onset kerja dari 0,5 1,5 jam setelah pemberian dan efek puncak sekitar 2 hingga 4 jam setelah penyuntikan3. Informed consent: izin yang diberikan atas kemauan sendiri oleh seseorang atau walinya untuk keikutsertaannya dalam suatu penelitian atau penyelidikan, atau untuk dilakukannya suatu tindakana medis, setelah mendapat penjelasan mengenai tujuan, metode, prosedur, manfaat, dan resiko tindakan tersebut.4. Ringer Laktat: larutan steril berisi kalsium klorida, kalium klorida, nattrium klorida, dan natrium laktat dalam air untuk suntikan, diberikan sebagai pelengkap elektrolit dan carian melalui infus intravena.

Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan1. Bagaimanakah mekanisme penurunan kesadaran pada pasien ?2. Mengapa pasien mual, muntah, sering kencing, nyeri pinggang, urin berwarna keruh?3. Bagaimana hubungan riwayat diabetes mellitus dan hipertensi dengan gejala makan dan minum sedikit?4. Apa sajakah diagnosis banding yang dapat diambil dan memenuhi kriteria kegawatdaruratan pada pasien dengan diabetes mellitus di skenario?5. Mengapa dilakukan pemeriksaan gas darah dan urin rutin? 6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium?7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pasien?8. Apakah yang dimaksud dengan koma diabetikum?9. Apakah pasien perlu dirujuk? Jika iya, kemankah pasien harus dirujuk?10. Dengan cara apakah informed consent seharusnya didapatkan dari pasien dengan kondisi seperti pada skenario?11. Bagaimana hubungan 5 jam sebelum masuk rumah sakit dengan tatalaksana dan prognosis pada pasien?12. Bagaimanakah jumlah leukosit pada pasien dengan diabetes mellitus?

Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)1. Bagaimanakah mekanisme penurunan kesadaran pada pasien ?Hiperglikemia terjadi karena berkurangnya penyerapan glukosa oleh sel, disertai peningkatan pengeluaran glukosa oleh hepar. Karena proses-proses glikogenolisis dan glukoneogenesis yang mengasilkan glukosa berlangsung tanpa kendali karena tidak adanya insulin maka pengeluaran glukosa oleh hepar meningkat. Karena banyak sel tubuh yang tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, maka terjadi kelebihan glukosa ekstrasel bersamaan dengan defisiensi glukosa intrasel yang kronis. Meskipun otak mendapat nutrisi yang adekuat pada diabetes mellitus karena tidak membutuhkan insulin untuk menyerap glukosa, namun konsekuensi lebih lanjut pada diabetes pada akhirnya akan menyebabkan disfungsi otak.Ketika kadar glukosa darah melebihi ambang batas kemampuan sel tubulus ginjal untuk melakukan reabsorpsi, maka akan timbul glukosuria. Glukosa di urin menimbulkan efek osmotic yang menarik air dari jaringan sekitar, menimbulkan dieresis osmotic yang ditandai oleh poliuria. Jumlah yang besar dari cairan yang keluar menyebabkan terjadinya dehidrasi, yang selanjutnya menyebabkan gagal sirkulasi perifer karena berkurangnya volume darah. Apabila kegagalan sirkulasi tidak diperbaiki, dapat timbul penurunan kesadaran dan kematian karena berkurangnya aliran darah ke otak. Selain itu dapat juga terjadi gagal ginjal sekunder karena kurangnya tekanan filtrasi. Lebih lanjut, sel-sel kehilangan air sewaktu tubuh mengalami dehidrasi. Sel sel otak sangat peka terhadap penciutan sehingga dapat terjadi malfungsi system saraf. Gejala khas lain pada diabetes adalah polidipsia, yang sebenarnya adalah mekanisme kompensasi untuk melawan dehidrasi.

2. Mengapa pasien mual, muntah, sering kencing, nyeri pinggang, urin berwarna keruh?Mual dan muntahSalah satu komplikasi dari diabetes mellitus adalah gastroparesis diabetika. Gejala gastroparesis diabetika adalah mual, muntah, nyeri abdomen, rasa cepat kenyang, rasa tidak enak di perut bagian atas, rasa terbakar di dada (heart burn), regurgitasi asam, sendawa, halitosis dan penurunan berat badan. Keadaan hiperglikemia merupakan factor penting yang menyebabkan terjadinya gastroparesis. Fischer dkk menunjukkan bahwa hiperglikemia post prandial pada penderita diabetes menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas mioelektrik lambung, pengurangan aktivitas motorik antrum dan keterlambatan pengosongan lambung. (Sutadi, 2003).

Terjadinya keterlambatan pengosongan lambung liquid maupun solid pada penderita diabetes berkaitan dengan terjadinya penurunan aktivitas motorik lambung proksimal, penurunan kativitas motorik lambung distal berupa hipomotilitas antrum post prandial, terjadinya peningkatan aktifitas motorik pylorus serta terganggunya koordinasi dari motilitas antropyloroduodenal. Hal tersebut disebabkan karena neuropati diabetikum yang ditandai dengan adanya penurunan densitas serabut myelinated vagus dan degenerasi serabut unmyelinated. (Sutadi, 2003).

Sering kencingPada penderita diabetes mellitus, kadar glukosa dalam darah meningkat, disebut keadaan hiperglikemia. Salah satu efek dari hiperglikemia adalah peningkatan ambang batas (threshold) ginjal untuk melakukan reabsorbsi sehingga terjadi glukosuria. Selanjutnya, glukosuria akan menginduksi diuresis osmotik sehingga terjadi poliuria. (Kumar et.al., 2007).

Nyeri pinggang dan urin keruhSalah satu komplikasi vaskular jangka panjang diabetes mellitus adalah terjadinya nefropati diabetik. Komplikasi ini terjadi akibat adanya mekanisme pembentukan AGEs (Advanced Glycation End Products), yaitu proses perlekatan glukosa ke gugus amino bebas pada protein tanpa bantuan enzim. Mekanisme ini menyebabkan penebalan membran basal glomerulus ginjal dan menjadi bocor.

Defisiensi insulin pada diabetes mellitus menyebabkan ginjal bekarja hiperfungsi sehingga ginjal menjadi hipertrofi dan terjadi peningkatan tekanan intra kapiler glomerulus yang menyebabkan terjadinya glomeruloskerosis. Glomerulosklerosis menyebabkan gagalnya fungsi filtrasi ginjal sehingga urin menjadi keruh. Glomerulosklerosis progresif juga menyebabkan terjadinya gagal ginjal yang ditandai dengan adanya nyeri pada pinggang. (Dewi, 2012).

3. Bagaimana hubungan riwayat diabetes mellitus dan hipertensi dengan gejala makan dan minum sedikit?Riwayat sedikit makan dan minum akan mengakibatkan peningkatan kadar hormone kontrainsulin yakni glukagon dalam darah sehingga menyebabkan penurunan sekresi insulin. Selain itu adanya tanda - tanda infeksi , dilihat dari jumlah leukosit pasien yang lebih dari normal, memacu tubuh untuk lebih aktif melakukan metabolisme sehingga kebutuhan insulin sebagai transporter glukosa ke sel tubuh juga ikut meningkat. (Mansjoer et al., 2000).Pada pasien dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol dan penggunaan insulin yang tidak sesuai aturan dapat mengalami gejala sering kencing yang disebabkan karena adanya mekanisme diuresis osmotik. Pasien yang mengalami diuresis osmotik gagal untuk mereabsorpsi air sehingga berimbas pada bertambahnya jumlah urin. Apabila output yang banyak tidak diimbangi oleh input yang seimbang pula maka pasien dapat mengalami dehidrasi sehingga menyebabkan penurunan volume sistemik. Akibatnya terjadi penurunan perfusi darah pada organ vital, terutama pada otak yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

4. Apa sajakah diagnosis banding yang dapat diambil dan memenuhi kriteria kegawatdaruratan pada pasien dengan diabetes mellitus di skenario?Dari kadar gula darah sewaktu pasien yang tinggi , onset yang cepat, serta terdapat riwayat penggunaan insulin pasien yang tidak teratur maka pasien dapat didiagnosis sementara menderita komplikasi diabetes mellitus akut dengan tipe hiperglikemia yang dibagi lagi menjadi dua yakni Diabetic ketoacidosis (DKA) dan hiperglikemi hiperosmolar non ketotik.

Diabetic Ketoacidosis (DKA)DKA merupakan salah satu komplikasi akut pada diabetes mellitus yang bersifat kegawatdaruratan. Biasanya terjadi lebih dari 24 jam. Gejala yang menonjol dari sering ditemukan pada pasien dengan DKA adalah mual dan muntah. Selain itu pada pasien DKA dapat ditemukan rasa sakit pada bagian abdomen dapat berlanjut menjadi berat dan dapat merupakan salah satu gejala pada pankreatitis atau ruptured viscus. Berikut merupakan manifestasi klinik dari DKA yang diambil dari Longo, Dan L. dkk.

Patofisiologi terjadinya DKA

DKA bukan merupakan satu-satunya komplikasi akut yang bersifat kegawatdaruratan dari diabetes mellitus. Terdapat juga HHS (Hyperglycemic Hyperosmolar State). Kedua komplikasi tersebut mirip, berikut ini adalah tabel perbedaan DKA dan Hiperosmolar Hiperglikemi non ketotik yang diambil dari Harrisons Principles of Internal Medicine 18th Edition oleh Longo, Dan L. dkk. 2012.

Tatalaksana pasien DKA membutuhkan kontrol yang intensif dan penanganan yang adekuat. Berikut ini merupakan tahapan penanganan pasien dengan DKA yang mengacu pada American Diabetes Association. Pastikan bahwa hasil laboratorium menunjukkan peningkatan glukosa dalam plasma, keton dalam serum positif, dan pasien alami asidosis metabolic Segera rujuk ke rumah sakit dengan intensive care bila diperlukan untuk monitoring teratur atau Ph 140/90 mmHg) 4. Riwayat keluarga DM 5. Riwayat kehamilan dengan 6. BB lahir bayi > 4000 gram 7. Riwayat DM pada kehamilan 8. Dislipidemia (HDL250 mg/dl) 9. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa 10. Terganggu)

MANIFESTASI KLINIKTanda dan gejala umum pada klien dengan HHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun, nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur, banyak kencing, mudah lelah.Gejala-gejala meliputi :1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.2. Poliuria selama 1 - 3 hari sebelum gejala klinis timbul.3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.7. Hipernatremia.8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).10. Kerusakan fungsi ginjal.11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.12. Kadar CO2 normal.13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.14. Kalium serum biasanya normal.15. Tidak ada ketonemia.16. Asidosis ringan

PATOFISIOLOGISindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan.Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium, sodium dan phospat.Akibat kekurangan insulin makaglukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagiaKegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.

KOMPLIKASI1. Koma.2. Gagal jantung.3. .Gagal ginjal.4. Gangguan hati.

PENATALAKSANAAN MEDISPengobatan:1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan menggunakan cairan NACL bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik normal diguyur 1000 ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia.Gklukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.2. InsulinPada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetic.3. KaliumKalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan4. Hindari infeksi sekunderHati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter

5. Mengapa dilakukan pemeriksaan gas darah dan urin rutin? Analisa gas darah diperlukan untuk mengevaluasi pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam darah ,status asam basa, serta anion gap pasien. Hasil status asam basa serta anion gap pasien dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis pasien dan monitoring keberhasilan tatalaksana pasien. Pemeriksaan urin rutin dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mikroorganisme penyebab infeksi pada saluran kemih (UTI). Hal ini dikarenakan faktor pencetus tersering DKA dan HHNK yang ditemukan adalah infeksi yang bersumber dari saluran kemih.

6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium?Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin dalam batas normal yang menandakan pasien tidak mengalami anemia. Jumlah leukosit pasien berada di atas batas normal yaitu 25.000/mm3 . kenaikan jumlah leukosit dapat terjadi ketika di dalam tubuh pasien terdapat infeksi akut (infeksi saluran kemih, pneumonia, pielonefritis, dll). Pasien yang mempunyai riwayat diabetes mellitus mempunyai kadar gula darah sewaktu yang sangat tinggi yaitu 600 mg/dl. Kadar gula darah sewaktu yang tinggi ini sudah memasuki batas hiperglikemi di mana kemungkinan untuk terjadi komplikasi akut yang bersifat emergency dapat terjadi. Pasien pada skenario diduga mengalami penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum yaitu 60mg/dl (N: 5-25 mg/dl). Walaupun kadar kreatinin pasien dalam batas normal yang menandakan fungsi ginjal masih baik , usia pasien yang sudah memasuki lanjut membuat kadar creatinin menjadi tidak akurat lagi untuk dijadikan patokan fungsi ginjal. Kadar kalium pasien masih dalam batas normal. Kalium merupakan elektrolit tubuh yang terdapat di dalam cairan vaskuler dan dikeluarkan melalui urin sebanyak 90%. Peningkatan kadar kalium menandakan adanya gangguan ginjal, penggunaan obat terutama sefalosporin.

7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pasien?Dari pemeriksaan fisik pasien didapatkan penurunan kesadaran dari compos mentis menjadi somnolen dengan GCS E3V4M5, yang berarti pasien baru membuka mata ketika mendengar respon suara, disorientasi tempat dan waktu, serta kesadaran baru muncul ketika diberi rangsang nyeri. Tekanan darah yang turun hingga 80/40 padahal pasien ada riwayat hipertensi menandakan telah terjadi hipotensi yang bisa mengarah ke syok. Diastolik yang sangat rendah hingga dibawah 65, dapat menyebabkan penurunan pengisian coroner yang dapat menimbulkan iskemia pada endokardium. Beberapa penyebab dari sangat rendahnya nilai diastolic pada pasien yaitu karena penggunaan obat antihipertensi, kondisi kekakuan vaskuler, gula darah yang tinggi sehingga sangat mudah terjadi oklusi vaskuler dan atherosclerosis. Pada pasien juga didapatkan peningkatan suhu menjadi 38oC, laju pernafasan 32x/menit, dan nadi teraba 128x/menit dengan kekuatan lemah. Peningkatan suhu yang ditunjang dengan hasil peningkatan kadar leukosit dalam darah dapat menunjukkan adanya infeksi pada pasien. Peningkatan denyut nadi bisa dikarenakan kondisi infeksinya yang mengharuskan tubuh untuk memberikan suplai darah lebih untuk daerah yang terinfeksi ataupun sebagai mekanisme kompensasi untuk mencukupi suplai darah di bagian-bagian tubuh yang lain karena perburukan perfusi jaringan serta kekurangan cairan tubuh. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada region thorax, tidak didapatkan rhonki pada kedua lapang paru, dan hasil dari pemeriksaan fisik neurologis terkait gangguan pada lower maupun upper motor neuron tidak ditemukan karena pada pemeriksaan reflex bronkiektasis, maupun edema paru.

Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III

Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran

1. Apakah yang dimaksud dengan koma diabetikum?2. Apakah pasien perlu dirujuk? Jika iya, kemankah pasien harus dirujuk?3. Dengan cara apakah informed consent seharusnya didapatkan dari pasien dengan kondisi seperti pada skenario?4. Bagaimana hubungan 5 jam sebelum masuk rumah sakit dengan tatalaksana dan prognosis pada pasien?5. Bagaimanakah jumlah leukosit pada pasien dengan diabetes mellitus?

Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru

Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh

1. Apakah yang dimaksud dengan koma diabetikum?Koma diabetikum merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada diabetes mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol.keadaan ini merupakan komplikasi diabetes yang mengancam jiwa yang menyebabkan ketidaksadaran. Koma diabetes adalah koma pada pasien DM akibat kadar gula darahyang melebihi 600 mg/dl (Tjokroprawiro, 2006). Koma diabetikum merupakan komplikasi akut dari Hipoglikemia, Koma lakto-asidosis, ketoasidosis diabetikum, dan koma diabetic hiperosmolar non ketotik. Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan risiko diabetes koma tidak peduli apa pun jenis diabetes yang miliki, termasuk: Masalah pada Insulin. Jika ada masalah pada pompa insulin, maka harus memeriksa gula darah dengan berkala, dan salah satu alasan untuk ini adalah bahwa suatu ketegaran dalam tabung pompa insulin dapat menghentikan semua pengiriman insulin.Kurangnya insulin cepat dapat menyebabkan ketoasidosis diabetes jika memiliki diabetes tipe 1. Suatu penyakit, trauma atau operasi. Ketika sakit atau terluka, kadar gula darah cenderung naik, kadang-kadang secara dramatis. Hal ini dapat menyebabkan ketoasidosis diabetes jika memiliki diabetes tipe 1 dan tidak meningkatkan asupan insulin untuk mengimbanginya. Kondisi medis lainnya, seperti gagal jantung kongestif atau penyakit ginjal, dapat meningkatkan risiko sindrom hiperosmolar diabetes. Pengelolaan diabetes yang buruk. Jika tidak memonitor gula darah dengan benar, atau mengambil obat sesuai petunjuk, akan tidak hanya memiliki tinggi risiko jangka panjang terkena komplikasi tetapi juga memiliki risiko yang lebih tinggi dari koma diabetes. Deliberately skipping insulin. Kadang-kadang penderita diabetes yang juga memiliki gangguan makan memilih untuk tidak menggunakan insulin mereka sebagai diarahkan dengan harapan menurunkan berat badan. Ini adalah praktek, yang berbahaya yang mengancam jiwa yang meningkatkan risiko diabetes koma. Minum alkohol. Alkohol memiliki efek yang tak terduga pada gula darah , kadang-kadang menjatuhkan kadar gula darah selama satu atau dua hari setelah alkohol tersebut dikonsumsi. Hal ini dapat meningkatkan resiko dari koma diabetes yang disebabkan oleh hipoglikemia. Illegal drug use. Obatan ilegal, seperti kokain dan ekstasi, dapat meningkatkan risiko berat kadar gula darah tinggi, serta resiko diabetes koma. 2. Apakah pasien perlu dirujuk? Jika iya, kemanakah pasien harus dirujuk?Klasifikasi Rumah sakit bedasarkan Undang-Undang no 340/MENKES/PER/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit pasal 4 dan 5, membagi rumah sakit menjadi 5 tipe, yaitu tipe A, B, C, D dan E, yang ditetapkan berdasarkan pelayanan, sumber daya manusia, persalatan, sarana dan prasarana, dan administrasi dan manajemen.

Kasus pada skenario menyatakan bahwa pasien ditangani kedaruratan medisnya di rumah sakit tipe D. Berdasarkan undang-undang yang sama, kriteria Rumah sakit Tipe D memiliki kemampuan pelayanan medik sebagai berikut : Pelayanan medik umum. Pelayanan medik umum terdiri dari pelayaan medik dasar, pelayanan medik gigi dan mulut, dan pelayanan kesehatan ibu dan anak/keluarga berencana. Pelayanan gawat darurat. Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (dua puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar Pelayanan medik spesialis dasar. Pelayanan medik spesialis dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4 (empat) jenis pelayanan spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi. Pelayanan spesialis penunjang medik yaitu laboratorium dan radiologi. Pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan keperawatan dan kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. Pelayanan penunjang kinik, pelayanan penunjang klinik terdiri dari perawatan high care unit, pelayanan darah, gizi, farmasi, sterilisasi instrumen dan rekam medik Dan pelayanan penunjang non klinik pelayanan penunjang non klinik terdiri dari pelayanan laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulance, komunikasi, kamar jenazah, pemadam kebakaran, pengelolaan gas medik dan penampungan air bersih

Sedangkan rumah sakit tipe C memiliki kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C sebagaimana dimaksud meliputi Pelayanan medik umum, pelayanan medik umum terdiri dari pelayanan medik dasar, pelayanan medik gigi Mulut dan pelayanan kesehatan ibu anak /keluarga berencana. Pelayanan gawat darurat. pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (dua puluh) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar. Empat pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan medik spesialis dasar terdiri dari pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi. Pelayanan spesialis penunjang medik. Pelayanan spesialis penunjang medik terdiri dari pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik. Pelayanan medik spesialis gigi mulut, pelayanan medik spesialis gigi mulut minimal 1 (satu) pelayanan. Pelayanan keperawatan dan kebidanan. Pelayanan keperawatan dan kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. Pelayanan penunjang klinik. Pelayanan penunjang klinik terdiri dari perawatan intensif, pelayanan darah, gizi, farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik Pelayanan Penunjang Non Klinik.Sehingga kami dapat menyimpulkan bahwa, jika Rumah sakit pada skenario memiliki pelayanan medik spesialis penyakit dalam, pasien tidak perlu dirujuk. Akan tetapi jika rumah sakit tipe D pada kasus tidak memiliki pelayanan spesialis penyakit dalam, pasien dapat dirujuk ke rumah sakit tipe C.

3. Dengan cara apakah informed consent seharusnya didapatkan dari pasien dengan kondisi seperti pada skenario?Menurut PERMENKES no 585/menkes/per/IX/1989, Informed consent adalah persetujun yang diberikan oleh pasien atau keluarga atas dasar penjelasan tindakan medis yang akan dilakukan teradap pasien tersebut. Persetujuan atas dasar informasi tersebut merupakan alat yang digunakan untuk menentukan nasib pasien sendiri yang berfungsi dalam sistem pelayanan kesehatan.

Menurut sumber lain, informed consent dibagi menjadi beberapa macam menurut pemberiannya, expressed consent dan implied consent. Expressed consent berarti persetujuan yang diberikan secara tertulis atau lisan. Pemberian informed consent secara lisan dilakukan untuk tindakan medis yang berisiko tidak besar, sedangkan informed consent yang tertulis diberikan untuk tindakan medis dengan risiko besar seperti tindakan bedah. Implied consent adalah informed consent yang diberikan ketika pasien tidak sadar dan tidak ada wali pasien yang dapat menyetujui tindakan, akan tetapi pasien atau wali pasien dianggap akan memberikan persetujuan tersebut. Sedangkan pada kasus kegawatdaruratan, informed consent dilakukan dengan cara presumed consent, yaitu pasien diberi tindakan medis berupa pertolongan penyelamatan nyawa, setelah pasien sadar dapat segala kronologi dan tindakan medis yang diberikan yang terlah dicatat petugas diberikan kepada pasien. Pemberian presumed consent ini terdapat syarat dan ketentuan antara lain : Pasien datang dengan keadaan tidak sadarkan diri dan dalam keadaan gawat darurat dan harus segera ditolong. Pasien tidak sadar kan diri, dan tidak ada atau tidak cukup waktu untuk meminta persetujuan dari keluarga pasien Pertolongan dilakukan untuk tujuan live saving

4. Bagaimana hubungan 5 jam sebelum masuk rumah sakit dengan tatalaksana dan prognosis pada pasien?Terapi cairan Pasien dewasa (>20 tahun) Terapi cairan awal ditujukan kepada ekspansi cairan intravskular dan ekstravaskular serta perbaikan perfusi ginjal. Pada keadaan tanpa gangguan kardiak, salin isotonik (0,9%) dapat diberikan dengan laju 15-20 ml/kgBB/jam atau lebih selama satu jam pertama (total 1 sampai 1,5 liter cairan pada dewasa rata-rata). Pemlihan cairan pengganti selanjutnya bergantung kepada status hidrasi, kadar elektrolit serum dan keluaran urin. Secara umum NaCl 0,45% dengan laju 4 sampai 14 ml/kgBB/jam mencukupi apabila kadar natrium serum terkoreksi normal atau meningkat. Salin isotonik dengan laju yang sama dapat diberikan apabila kadar natrium serum terkoreksi rendah.

Setelah fungsi ginjal telah terjaga dengan baik, cairan infus harus ditambahkan 20-30 mEq/L kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai keadaan pasien stabil dan dapat menerima suplementasi oral. Kemajuan yang baik untuk terapi pergantian cairan dinilai dengan pemantauan parameter hemodinamik (perbaikan tekanan darah), pengukuran masukan/keluaran cairan dan pemeriksaan klinis. Pergantian cairan harus memperbaiki defisit perkiraan dalam waktu 24 jam pertama. Perubahan osmolalitas serum akibat terapi tidak boleh melebihi 3 mOsm/kg H2O/jam. Pada pasien dengan gangguan ginjal atau jantung, pemantauan osmolalitas serum dan penilaian rutin status jantung, ginjal serta mental harus dilakukan bersamaan dengan resusitasi cairan untuk menghindari overloading iatrogenik.

Farmakoterapi Insulin Kecuali episode KAD ringan, insulin regular dengan infus intravena kontinu merupakan pilihan terapi. Pada pasien dewasa, setelah hipokalemia (K+ 7,0 memperbaiki aktivitas insulin dapat menghambat lipolisis dan menghilangkan ketoasidosis tanpa perlu tambahan bikarbonat. Penelitian acak terkontrol gagal menunjukkan apakah pemberian bikarbonat pada pasien KAD dengan pH 6,9-7,0 memberikan perbaikan atau perburukan. Sedangkan untuk pasien KAD dengan pH