Learning Issue Ske a Blok 26

30
TUGAS INDIVIDU LEARNING ISSUE SKENARIO A BLOK 26 DISUSUN OLEH : Nama : Rafenia Nayani NIM : 04121401024 Kelas : PDU NON Reguler 2012 Tutor : dr. Yan Effendi Hasjim, DAHK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PENDIDIKAN DOKTER UMUM

description

malaria

Transcript of Learning Issue Ske a Blok 26

Page 1: Learning Issue Ske a Blok 26

TUGAS INDIVIDU LEARNING ISSUE

SKENARIO A BLOK 26

DISUSUN OLEH :

Nama : Rafenia Nayani

NIM : 04121401024

Kelas : PDU NON Reguler 2012

Tutor : dr. Yan Effendi Hasjim, DAHK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

2015

Page 2: Learning Issue Ske a Blok 26

MALARIA

1. Definisi Malaria

Malaria adalah salah satu penyakit menular yang bersifat akut maupun kronis.

Terdiri dari kata mal dan area yang berarti udara yang busuk, diambil dari kondisi yang

terjadi yaitu suatu penyakit yang banyak diderita masyarakat yang tinggal di sekitar

rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk (Gandahusada dkk,1998). Penyakit malaria

merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit malaria, suatu protozoa darah genus

plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk anopheles betina yang terinfeksi

(Nugroho,2000).

2. Gejala Klinis Malaria

Gejala klinis malaria merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosis

malaria. Manifestasi klinis malaria sangat khas dengan adanya serangan demam yang

intermitten, anemia dan splenomegali. Penyakit ini cenderung untuk beralih dari

demam akut ke keadaan menahun. Selama stadium akut terdapat masa demam yang

intermitten. Sedangkan pada infeksi oleh plasmodium vivax, panas bersifat ireguler,

kadang-kadang remiten atau intermiten. Dalam stadium menahun berikutnya terdapat

masa laten yang diselingi kambuh beberapa kali. Kambuhnya penyakit ini sangat

mirip dengan serangan pertama. Sementara itu rekrudensi sering terjadi pada infeksi

yang disebabkan plasmodium malariae ( Harijanto,2010).

Demam yang terjadi pada penderita berhubungan dengan proses skizogoni

(pecahnya merozoit/skizon). Berat ringannya pun tergantung pada jenis plasmodium

yang menyebabkan infeksi. Di Indonesia sampai saat ini terdapat empat macam

plasmodium penyebab infeksi malaria yaitu :

a. Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang

menimbulkan demam tiap 24-48 jam,

b. Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana yang

menimbulkan demam tiap hari ke 3

c. Plasmodium malariae penyebab malaria kuartana yang

menimbulkan demam tiap hari ke 4

Page 3: Learning Issue Ske a Blok 26

d. Plasmodium ovale penyebab malaria ovale, memberikan

infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa pengobatan (Harijanto,

2010).

Selain itu, pada infeksi malaria terdapat gejala klasik malaria akut yang sering di sebut

Trias Malaria, secara berurutan :

a. Periode dingin.

Stadium ini mulai dengan menggigil, kulit dingin dan kering. Gigi gemeretak dan

penderita biasanya menutup tubuhnya dengan selimut yang tersedia. Nadi cepat

tetapi lemah. Bibir dan jari pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Stadium ini

berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. diikuti meningkatnya temperatur.

b. Periode demam

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Suhu

badan dapat meningkat sampai 40°C atau lebih. Muka merah, kulit kering dan terasa

sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, nadi cepat, respirasi meningkat, muntah-

muntah dan dapat terjadi syok (tekanan darah turun) bahkan sampai terjadi kejang

(pada anak). Stadium ini berlangsung lebih lama dari periode dingin, antara 2

sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya sison darah yang telah matang dan

masuknya merozoit ke dalam aliran darah.

c. Periode Berkeringat.

Pada periode ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya

basah. Temperatur turun dan penderita merasa capek dan biasanya dapat tidur

nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain,

stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan di

atas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan

umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika.

Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofosoit dan sison).

Untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal

sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh

tersebut.

3. Diagnosis malaria

Page 4: Learning Issue Ske a Blok 26

Diagnosis malaria umumnya didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk

anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) dalam darah

penderita. Manifestasi klinis demam malaria seringkali tidak khas dan menyerupai

penyakit infeksi lain seperti demam dengue dan demam tifoid, sehingga sulit dilakukan

diagnosa dengan mengandalkan pengamatan secara klinis saja, namun perlu dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis malaria sedini mungkin.

Pemeriksaan mikroskopis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar di peroleh nilai

diagnostik yang tinggi yaitu dengan sensivitas dan spesifitas yang tinggi. Syarat-syarat

tersebut meliputi:

a. Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir peroide demam

memasuki periode berkeringat karena pada periode ini jumlah trofozoit mencapai

jumlah maksimal dalam sirkulasi.

b. Volume darah yang diambil sebagai sampel cukup untuk sediaan darah tipis ( 1 –

1,5 mikroliter) dan sediaan darah tebal (3-4 mikroliter)

c. Kualitas preparat harus baik agar terjamin kualitas identifikasi spesies

plasmodium dengan tepat (Purwaningsih, 2000).

4. Epidemiologi Malaria

Penularan malaria banyak terjadi pada kebanyakan daerah tropis dan sub tropis,

terutama terdapat pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit dalam

darahnya sehingga menjadikan nyamuk anopheles terinfeksi dan menularkan pada

orang yang sehat. Walaupun Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan Israel

sekarang bebas malaria lokal, wabah setempat dapat terjadi melalui infeksi nyamuk

lokal oleh wisatawan yang datang dari daerah endemis (Nelson, 2000).

Daerah yang sejak semula bebas malaria adalah Pasifik Tengah dan Selatan

(Hawai dan Selandia Baru). Ini terjadi karena di daerah tersebut malaria tidak dapat

berlangsung dalam tubuh nyamuk anopheles (Anophelism without malaria) karena

kondisi iklim/temperatur yang tidak sesuai (Sutanto dkk, 2008).

Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (Rusia) dan 32°LS (Argentina)

dengan ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut

(Laut mati) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax

Page 5: Learning Issue Ske a Blok 26

mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin,

subtropik sampai ke daerah tropik. Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di

Afrika di bagian yang beriklim tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat

(Rampengan, 2010). Di Asia Tenggara negara-negara yang termasuk wilayah endemi

malaria adalah : Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal,

Srilanka dan Thailand.

Di Indonesia penyakit malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat

endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian

sampai 1800 meter di atas permukaan laut. Penduduk yang paling berisiko terkena

malaria adalah anak balita, wanita hamil dan penduduk non imun yang mengunjungi

daerah endemik malaria. Angka API di pulau Jawa dan Bali pada tahun 2000 ialah

0,81 per 1000 penduduk turun menjadi 0,15 per 1000 penduduk pada tahun 2004.

Sedangkan di luar Jawa-Bali angka AMI tetap tinggi yaitu 31,09 per 1000 penduduk

pada tahun 2000, turun menjadi 20,57 per 1000 penduduk tahun 2004. Spesies yang

terbanyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax,

Plasmodium malaria banyak dijumpai di Indonesia bagian Timur sedangkan

Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian dan Nusa Tenggara Timur (Rampengan,

2010).

5. Siklus Hidup Parasit Malaria

a. Siklus Aseksual Dalam Tubuh Manusia

1) Siklus di luar sel darah merah

Siklus di luar sel darah merah (eksoeritrositer) berlangsung dalam hati.

Stadium ini dimulai saat nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan

memasukan sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam darah

manusia. Beberapa menit kemudian (0,5-1 jam) sporozoit tiba di hati dan

menginfeksi hati. Di hati sporozoit mengalami reproduksi aseksual

(skizogoni) atau proses pemisahan dan menghasilkan parasit anak

(merozoit) yang kemudian akan di keluarkan dari sel hati. Pada plasmodium

vivax dan plasmodium ovale ditemukan dalam bentuk laten dalam hati yang

disebut hipnosoit, yang merupakan suatu fase hidup parasit malaria yang

Page 6: Learning Issue Ske a Blok 26

nantinya dapat menyebabkan kumat/kambuh/rekurensi (long term relapse).

P.vivax dapat kambuh berkali-kali sampai jangka waktu 3-4 tahun

sedangkan P. Ovale sampai bertahun-tahun jika tidak di obati dengan baik.

2) Siklus dalam sel darah merah

Siklus dalam darah dimulai dengan keluarnya merozoit dari skizon matang

di hati ke sirkulasi. Siklus dalam sel darah merah (eritrositer) ini terbagi

menjadi siklus sisogoni yang menimbulkan demam dan siklus gametogoni

yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan bagi nyamuk

(Depkes RI,1999).

b. Siklus Seksual Dalam Tubuh Nyamuk

Gametosit matang dalam darah penderita yang terhisap oleh nyamuk akan

mengalami pematangan menjadi gamet (gametogenesis) sedangkan parasit

malaria yang berbentuk trofozoit, skizon, merozoit dicerna dalam lambung

nyamuk. Mikro gametosit membelah menjadi 4-8 mikro gamet (gamet jantan)

dan makro gametosit mengalami kematangan menjadi makro gamet (gamet

betina). Kemudian pembuahan terjadi antara mikro gamet dan makro gamet yang

disebut zigot. Pada mulanya berbentuk bulat kemudian berubah menjadi

memanjang dan dapat bergerak dan disebut ookinet. Ookinet menembus dinding

lambung dan menjadi bentuk bulat disebut ookista. Ookista makin lama makin

besar dan di dalamnya intinya membelah-belah dan masing-masing inti diliputi

protoplasma dan mempunyai bentuk memanjang (10-15 mikron) di sebut

sporozoit. Ookista akan pecah dan ribuan sporozoit akan dibebaskan dalam

rongga nyamuk yang kemudian akan mencapai kelenjar liur. Nyamuk anopheles

betina menjadi siap menularkan penyakit malaria. Prinsip pemberantasan malaria

antara lain didasarkan pada siklus ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk

lebih pendek dari masa inkubasi ekstrinsik sehingga siklus sporogoni (karena

menghasilkan sporozoit) tidak dapat berlangsung (Gandahusada,1998). Berikut

gambar siklus hidup parasit malaria dalam tubuh nyamuk dan manusia (Tetriana,

2007):

Page 7: Learning Issue Ske a Blok 26

Gambar 2.1 Siklus Hidup Parasit Malaria

6. Cara Penularan

a. Penularan secara alamiah (natural infection) terjadi pada nyamuk anopheles.

b. Penularan tidak alamiah

1) Malaria bawaan (kongenital), terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena

ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau plasenta.

2) Secara Mekanik, penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum

suntik yang tidak steril. Penularan lewat jarum suntik juga banyak terjadi

pada pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.

Malaria lewat transfusi hanya menghasilkan siklus eritrositer karena tidak

melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga dapat di obati dengan

mudah

3) Secara Oral, cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam

(P.gallinasium), burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi) yang

akhir-akhir ini dilaporkan menginfeksi manusia (Rampengan, 2010).

1. Penilaian Situasi Malaria

Page 8: Learning Issue Ske a Blok 26

Surveilans epidemiologi terhadap penyakit dapat menentukan penilaian situasi

suatu penyakit, di antaranya malaria. Pengamatan yang terus menerus atas distribusi

dan kecenderungan penyakit malaria melalui pengumpulan data yang sistematis

sangat diperlukan untuk penentuan penanggulangan yang terbaik dan tepat sasaran.

Untuk pengamatan rutin malaria beberapa parameter yang digunakan seperti di

bawah ini :

a. Annual Parasite Incidence (API) yaitu jumlah sediaan darah yang positif dari

sejumlah sediaan darah yang diperiksa per tahun, biasanya dinyatakan dalam

per 1000 penduduk. Angka ini dipakai untuk wilayah Jawa dan Bali.

b. Annual Malaria Incidence (AMI) yaitu jumlah malaria klinis tanpa

pemeriksaan laboratorium per tahun dibandingkan dengan jumlah penduduk.

Angka ini dinyatakan dalam per 1000 penduduk dan dipakai untuk wilayah

luar Jawa dan Bali yang belum semunya dapat dilakukan pemeriksaan

laboratorium akibat keterbatan sumber daya.

c. Parasite Rate (PR) adalah persentase penduduk yang darahya mengandung

parasit malaria pada saat tertentu. Kelompok umur yang dicakup biasanya yang

berusia 2-9 tahun dan 0 -1 tahun. PR pada golongan 0 -1 disebut Infant

Parasite Rate (IPR) yang bermakna adanya transmisi lokal.

d. Spleen Rate (SR), merupakan persentase orang dengan pembesaran limfa

dalam masyarakat. Angka limfa ini merupakan petunjuk bahwa suatu daaerah

endemis malaria.

e. Slide Positive Rate (SPR), adalah persentase sediaan darah yang positif pada

kegiatan penemuan kasus, dilakukan secara aktif maupun pasif dibandingkan

dengan seluruh sediaan darah yang di periksa.

2. Pemberantasan Malaria

Setiap upaya pemberantasan malaria yang dilakukan bertujuan untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian sedemikian rupa sehingga penyakit ini

tidak lagi merupakan masalah kesehatan. Hal mendasar yang dilakukan untuk

pemberantasan penyakit ini adalah dengan memutuskan mata rantai daur hidup

parasit dalam tubuh manusia serta memusnahkan nyamuknya.

Page 9: Learning Issue Ske a Blok 26

Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian malaria

ialah:

a. Menghindari/mengurangi gigitan nyamuk anopheles dengan pemakaian

kelambu, repelen dan obat nyamuk.

b. Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan insektisida

c. Membunuh jentik baik secara kimiawi (larvasida ) maupun secara biologik

(ikan pemakan jentik, tumbuhan, penggunaan bacillus thurigiensis).

d. Mengurangi tempat perindukan (source reduction) dengan modifikasi dan

manipulasi lingkungan. Modifikasi dilakukan seperti menimbun tempat-tempat

tergenang atau mengeringkannya sedangkan manipulasi merupakan upaya

mengubah keadaan lingkungan sedemikian rupa sehingga tidak cocok untuk

perkembangan vektor.

e. Mengobati penderita malaria.

f. Pemberian pengobatan pada penderita.

Pemberian profilaksis, terutama bagi mereka yang akan bepergian ke tempat –

tempat yang endemis malaria

3. Pengobatan Malaria

Pengobatan malaria didasarkan pada ada tidaknya parasit malaria dan

seharusnya tidak hanya didasarkan pada gejala klinis. Sebaliknya pada banyak

individu yang imun (tinggal di daerah endemik) ditemukan parasit malaria dalam

darahnya namun tidak ditemukan gejala malaria seperti demam. Pada keadaan ini

seharusnya diberikan pengobatan untuk mencegah transmisi dan kemungkinan

menjadi malaria berat, terutama pada anak-anak dan orang dewasa non imun,

malaria dapat berkembang cepat menjadi keadaan yang buruk. Kegagalan pada

pengobatan malaria ringan dapat menyebabkan terjadinya malaria berat, meluasnya

malaria karena transmisi infeksi, menyebabkan infeksi berulang dan bahkan

timbulnya resistensi

Tujuan pengobatan secara umum adalah untuk mengurangi kesakitan,

mencegah kematian, menyembuhkan penderita dan mengurangi kerugian akibat

sakit. Selain itu upaya pengobatan mempunyai peranan penting yaitu mencegah

Page 10: Learning Issue Ske a Blok 26

kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari seorang yang menderita malaria

kepada orang-orang sehat lainnya.

Pengobatan malaria yang tidak tepat dapat menyebab resistensi, sehingga

menyebabkan meluasnya malaria dan meningkatnya morbiditas. Untuk itu WHO

telah merekomendasikan pengobatan malaria secara global dengan penggunaan

regimen obat ACT (Artemisin Combination Therapy) dan telah disetujui oleh

Depkes RI sejak tahun 2004 sebagai obat lini I diseluruh Indonesia. Pengobatan

dengan ACT harus disertai dengan kepastian ditemukannya parasit malaria secara

mikroskopik atau sekurang-kurangnya dengan pemeriksaan RDT (Rapid Diagnostic

Test). Pengobatan ACT yang direkomendasikan meliputi :

1. Kombinasi artemeter + lumefantrin (AL)

2. Kombinasi artesunate + amodikuin

3. Kombinasi artesunate + meflokuin

4. Kombinasi artesunate + sulfadoksin – pirimetamin

Berikut ini adalah penatalaksanaan malaria ringan/tanpa komplikasi berdasarkan

konsensus Departemen Kesehatan, rekomendasi Tim ahli Malaria Depkes RI serta

pedoman WHO tahun 2006 :

1. Pengobatan Malaria P. falciparum

Lini I : Artesunate + Amodikuin (1 tablet artesunate 50 mg dan 1 tablet

amodikuin 200 mg. Dosis artesunate ialah 4 mg/kg BB/hari selama 3 hari dan

dosis amodiakuin ialah 10 mg/kg BB/hari selama 3 hari.

Tabel 2.1. Pengobatan Lini I, Plasmodium Falciparum berdasarkan Usia

Hari Jenis Obat Jumlah tablet menurut kelompok umur

Dosis Tunggal 0-1

bulan

2-11

bulan

1-4

tahun

5-9

tahun

10-14

tahun

> 15

tahun

1 Artesunate 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

Primakuin - - 3/4 1 1/2 2 2-3

2 Artesunate 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

Page 11: Learning Issue Ske a Blok 26

3 Artesunate 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

Pada kasus-kasus dengan kegagalan artesunate+amodiakuin maka Kombinasi

artemeter-lumefantrin (AL) dapat di pakai sebagai obat pilihan pertama

2. Pengobatan Malaria oleh P. vivax/ovale/malariae

Tabel 2.2 Pengobatan Lini I malaria vivaks dan malaria ovale

Hari Jenis Obat Jumlah tablet menurut kelompok umur

Dosis Tunggal 0-1

bulan

2-11

bulan

1-4

tahun

5-9

tahun

10-14

tahun

> 15

tahun

1 Artesunate 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1

2 Artesunate 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1

3 Artesunate 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1

4-14 Primakuin - - 1/4 1/2 3/4 1

Jika terjadi kegagalan pengobatan lini I maka dapat digunakan kombinasi

dihidroartemisin+piperakuin atau artemeter-lumefantrin atau artesunate +

meflokuin (Harijanto, 2010)

Page 12: Learning Issue Ske a Blok 26

DEMAM

I. DEFINISI

Menurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara

abnormal.

Febris/ demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkardian yang normal sebagai

akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior

(Isselbacher, 1999).

Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 380 C atau lebih.Adajuga

yang yang mengambil batasan lebih dari 37,80C.Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari

400C disebut demam tinggi (hiperpireksia)(Julia, 2000).

Demam adalah kenaikan suhu tubuh karena adanya perubahan pusat termoregulasi

hipotalamus (Berhman, 1999). Seseorang mengalami demam bila suhu tubuhnya diatas

37,8ºC (suhu oral atau aksila) atau suhu rektal (Donna L. Wong, 2003).

Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain :

1. Demam septic

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun

kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil

dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal

dinamakan juga demam hektik.

2. Demam remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal.

Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar

perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

3. Demam intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila

demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua

hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

Page 13: Learning Issue Ske a Blok 26

4. Demam kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat

demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

5. Demam siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa

periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan

suhu seperti semula.

Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu

misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan

demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti :

abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak

dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari

para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu

penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya.

Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial.

B. ETIOLOGI

Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat berhubungan

dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain.

(Julia, 2000).Menurut Guyton (1990) demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak

sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit

bakteri, tumor otak atau dehidrasi.

Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan

atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral

(misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis

penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien,

pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi

pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat dan holistik.

Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama

demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai demam.

Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam

Page 14: Learning Issue Ske a Blok 26

terus menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum

didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan

menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.

C. PATOFISIOLOGI

Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi ada peningkatan

suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai peningkatan set

point(Julia, 2000).Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak

terhadap infeksi atau zatasing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat

asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya

pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen

endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh

mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non

infeksi).Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat

pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus

pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan

produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh

dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar

keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan

pengeluaran panas.Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini

akanmerangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk

memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam

amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh. (Sinarty,

2003).

Sedangkan sifat-sifat demam dapatberupa menggigil atau krisis/flush.

Menggigil.Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat normal ke nilai

yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat dari kerusakan jaringan,zat pirogen atau

dehidrasi. Suhu tubuh biasanya memerlukan beberapa jam untuk mencapai suhu

baru.Krisis/flush.Bila faktor yang menyebabkan suhu tinggi dengan mendadak

disingkirkan, termostat hipotalamus dengan mendadak berada pada nilai rendah, mungkin

malahan kembali ke tingkat normal.(Guyton, 1999).

Page 15: Learning Issue Ske a Blok 26

D. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala demam antara lain :

1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C – 40 C)

2. Kulit kemerahan

3. Hangat pada sentuhan

4. Peningkatan frekuensi pernapasan.

5. Menggigil

6. Dehidrasi

7. Kehilangan nafsu makan

Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung, anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari 37,5 ºC-40ºC, kulit hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding perasaan hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala verigo), keletihan, kelemahan, dan berkeringat (Isselbacher. 1999, Carpenito. 2000).

E. PENATALAKSANAAN

1. Secara Fisik

Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam.

Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau.Perhatikan pula

apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang.

Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak,

karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan

berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi

berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.

Page 16: Learning Issue Ske a Blok 26

a. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan

b. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan

c. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan

berakibat rusaknya sel – sel otak.

d. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak –banyaknyaMinuman yang diberikan

dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya

adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.

e. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang

f. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan

suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat

terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan

menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas

tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi

(keracunan).

g. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku.

Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan

menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan

menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh

lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi di

kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka

sehingga akan mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.

2. Obat-obatan AntipiretiK

Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus.

Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat

enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal

Page 17: Learning Issue Ske a Blok 26

yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran

panas tidak ada lagi. Petunjuk pemberian antipiretik:

a. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamol

b. Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendokteh sirup parasetamol

c. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok the sirup parasetamol.

Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan air atau teh

manis. Obat penurun panas in diberikan 3 kali sehari.Gunakan sendok takaran obat dengan

ukuran 5 ml setiap sendoknya.

Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam dan

sangat berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan

kardiopulmonal kronis kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang

berisiko kejang demam.Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri dari

golongan yang bermacam-macam dan sering berbeda dalam susunan kimianya tetapi

mempunyai kesamaan dalam efek pengobatannya. Tujuannya menurunkan set point

hipotalamus melalui pencegahan pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat

enzim cyclooxygenase. Asetaminofen merupakan derivat para -aminofenol yang bekerja

menekan pembentukan prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat. Dosis

terapeutik antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal

90 mgr/kbBB/hari Pada umumnya dosis ini dapat d itoleransi dengan baik.Dosis besar

jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar.Pemberiannya dapat

secara per oral maupun rektal.Turunan asam propionat seperti ibuprofen juga bekerja

meneka n pembentukanprostaglandin.Obat ini bersifat antipiretik, analgetik

dan antiinflamasi.Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung dan perdarahan,

tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin.Efek samping hematologis yang berat meliputi

agranulositosis dan anemia aplastik.Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama

bila dikombinasikan dengan asetaminopen).Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap

6 sampai 8 jam.Metamizole (antalgin) bekerja menekan pembentukkan

prostaglandin.Mempunyai efek antipiretik, analgetik da n antiinflamasi. Efek samping

pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplast ik dan perdara han saluran cerna.

Page 18: Learning Issue Ske a Blok 26

Dosis terap eutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6 -8 jam dan tidak dianjurkan unt uk anak kurang

dari 6 bulan.Pemberiannya secara per oral, intramuskular atau intravena. Asam mefenamat

suatu obat gol ongan fenamat.Khasiat analgetiknya lebih kuat dibandingkan

sebagai antipiretik.Efek sampingnya berupa dispepsia dan anemia hemolitik.

Dosis pemberiannya 20 mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya secara per oral dan

tidak boleh diberikan anak usia kurang dari 6 bulan.

G. KOMPLIKASI

1. Dehidrasi : demam ↑penguapan cairan tubuh

2. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada anak

usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan umumnya

sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayan otak

H. PENGKAJIAN FOKUS

1. Pengkajian

a. Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan

b. Riwayat kesehatan

c. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.

d. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah

sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai demam

(misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah

menggigil, gelisah.

e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah

diderita oleh pasien).

Page 19: Learning Issue Ske a Blok 26

f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah

diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak)

2. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi

3. Pemeriksaan persistem

a. Sistem persepsi sensori

b. Sistem persyarafan : kesadaran

c. Sistem pernafasan

d. Sistem kardiovaskuler

e. Sistem gastrointestinal

f. Sistem integument

g. Sistem perkemihan

3. Pada fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

b. Pola nutrisi dan metabolism

c. Pola eliminasi

d. Pola aktivitas dan latihan

e. Pola tidur dan istirahat

Page 20: Learning Issue Ske a Blok 26

f. Pola kognitif dan perceptual

g. Pola toleransi dan koping stress

h. Pola nilai dan keyakinan

i. Pola hubungan dan peran

4. Pemeriksaan penunjang

DAFTAR PPUSTAKA

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta

Sumijati M.E, dkk. 2000.

Robbins; Kumar; Cotran. 2010. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC.

Setiati TE; Soemantri Ag. 2009. Demam Berdarah Dengue Pada Anak : Patofisiologi, Resusitasi Mikrovaskuler dan Terapi Komponen Darah. Semarang: Pelita Insani.

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Snell RS. 2006. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid 3. Jakarta: Universitas Indonesia.