anmal ske b blok 26
-
Upload
gazelle-araceli -
Category
Documents
-
view
226 -
download
1
description
Transcript of anmal ske b blok 26
SKENARIO
Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan tangannya teraba dingin seperti es. Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak menggigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti biasa. Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit sesak napas, disertai mimisan. Sejak 8 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es.
Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.
Pemeriksaan fisik:
KU: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filiformis, RR 36x/menit, T: 36,2°C, BB 15 kg, TB 98 cm. Rumple leede test : (+)
Keadaan spesifik:
Kepala: konjungtiva tidak pucat, napas cuping hidung (-)
Thorak: simetris, dyspnea (-). Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama derap (-). Paru: suara napas vesikuler, kiri = kanan, wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”
Pemeriksaan penunjang:
Hb 12 g/dl, Ht 45 vol%, leukosit 2899/mm3, trombosit 45000/mm3
KLARIFIKASI ISTILAH
Demam : suatu keadaan disaat suhu badan melebihi 37,2°C, yang disebabkan oleh peradangan
Menggigil : keadaan tubuh yang gemetar secara involunter seperti demam
Obat penurun panas : obat antipiretik
Mimisan : epitaksis, suatu perdarahan yang berasal dari hidung biasanya akibat pecahnya pembuluh darah kecil yang terletak di bagian anterior septum nasal
Tidak buang air kecil : tidak dapat memproduksi urin lebih dari 100 ml dalam 24 jam
Delirium : gelisah, diorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berhalusinasi, kadang berkhayal
Filiformis : nadi cepat, lemah, sulit diraba
Rumple leede test : suatu pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui permeabilitas pembuluh darah yang ditandai dengan timbulnya ptechie, pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan seseorang terkena demam berdarah atau tidak
Irama derap : bunyi jantung rangkap tiga yang menyerupai derap lari seekor kuda
Wheezing : bunyi paru abnormal seperti suara siul yang bersifat kontinyu
Capillary refill time : tes yang dilakukan pada daerah dasar kuku untuk memonitor dehidrasi dan aliran darah ke jaringan (perfusi)
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan tangannya teraba dingin seperti es. Sejak 8 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es.
2. Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak menggigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti biasa. Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik lagi.
3. Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit sesak napas, disertai mimisan. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.
4. Pemeriksaan fisik:
KU: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filiformis, RR 36x/menit, T: 36,2°C, BB 15 kg, TB 98 cm. Rumple leede test : (+)
Keadaan spesifik:
Kepala: konjungtiva tidak pucat, napas cuping hidung (-)
Thorak: simetris, dyspnea (-). Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama derap (-). Paru: suara napas vesikuler, kiri = kanan, wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”
5. Pemeriksaan penunjang: Hb 12 g/dl, Ht 45 vol%, leukosit 2899/mm3, trombosit 45000/mm3.
ANALISIS MASALAH
1. Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan tangannya teraba dingin seperti es. Sejak 8 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es.
a. Bagaimana status gizi Anto?
Pada anak usia 5-10 tahun BBI nya dihitung dengan rumus (2n)+8, n=umur
Jadi pada anto berat badan idealny (2x5)+8=18, namun berat anto 15kg jadi termasuk gizi kurang.
b. Apa etiologi dan mekanisme kaki dan tangan teraba seperti es?
Penyebabnya adalah adanya gangguan disfungsi sirkulasi darah oleh peningkatan permeabilitas vaskuler. Vasokonstriksi perifer pada DSS mengurangi perfusi non esensial di kulit yang menyebabkan penurunan suhu permukaan tubuh.
c. Apa etiologi, mekanisme dan makna anuria pada kasus?
Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD, (sindrom syok dengue = SSD) yang biasanya terjadi antara hari sakit ke 2-7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terjadi plasma leakage, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia, yang mengakibatkan berkurangnya venous return, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. Gangguan perfusi ginjal ditandai dengan oliguria atau anuria, sedangkan gangguan perfusi susunan saraf pusat ditandai oleh penurunan kesadaran.
2. Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak menggigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti biasa. Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik lagi.
a. Bagaimana klasifikasi demam dan jenis demam apa pada kasus?
Klasifikasi pola demam:
- Demam Kontinyu yaitu demam yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC
selama periode 24 jam. Perubahan kala malam dari suhu normal biasanya tidak
terjadi atau tidak signifikan. Terjadi pada Demam tifoid (durasi lebih dari 7 hari,
mual,muntah, lidah kotor, gangguan pencernaan) dan Malaria Falciparum
Malignan( Riwayat bepergian daerah endemis, menggigil, reaksi perdarahan ).
- -Demam Remiten yaitu demam dengan penurunan suhu tiap siang hari tetapi
tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini
merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri
(anak-anak) dan belum spesifik untuk penyakit tertentu namun menggambarkan
proses infeksi, penegakan diagnosa dilakukan sampai dengan durasi hari ke-3.
Terjadi pada Infeksi Saluran Kemih (nyeri/rasa tidak tuntas saat BAK), Infeksi
Saluran Nafas Atas (pilek, batuk, penyumbatan saluran nafas), Otitis
Media (nyeri telinga, keluar cairan), Tonsilitis Faringitis & Laryngitis (nyeri
telan, suara serau), Stomatitis Herpetika (radang pada rongga mulut), Demam
Paska Imunisasi.
- Demam Intermiten yaitu demam dimana suhu kembali normal setiap hari,
umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan
jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis. Terjadi
pada Malaria, Limfoma (kelainan kelenjar getah bening),
Endokarditis (peradangan otot jantung).
- Demam Bifasik yaitu demam dengan 2 episode yang berbeda (pelana kuda/
saddleback fever), demam pertama dengan durasi 2-3 hari, kemudian turun
sampai dengan hari ke-5, kemudian demam lagi bahkan kenaikan suhu bisa lebih
tinggi. Contoh klasik dari pola demam ini yaitu Demam Dengue (Demam
berdarah, dengan tanda-tanda perdarahan di gusi, hidung, dan ruam
kulit), Demam Kuning (warna kuning pada sclera mata), Poliomielitis (lumpuh
layu), Cikungunya (nyeri sendi, dan lesi kulit bentuk koin),
serta Leptospirosis (berasal dari tikus, bangkai, menyerang sistem syaraf pusat).
Jenis demam pada kasus adalah Demam Bifasik.
3. Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit sesak napas, disertai mimisan. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.
a. Mengapa setelah demamnya turun muncul batuk-batuk, sesak napas, dan mimisan?
b. Apa makna klinis dari riwayat mimisan sebelumnya disangkal?
Karena mimisan Anto pada kasus ini disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas kapiler oleh virus dengue yang menyebabkan pembuluh mudah rupture.
4. Pemeriksaan fisik:
KU: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filiformis, RR 36x/menit, T: 36,2°C, BB 15 kg, TB 98 cm. Rumple leede test : (+)
Keadaan spesifik:
Kepala: konjungtiva tidak pucat, napas cuping hidung (-)
Thorak: simetris, dyspnea (-). Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama derap (-). Paru: suara napas vesikuler, kiri = kanan, wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hati teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik?
- Gelisah / delirium pada kasus menunjukan terjadinya
gangguan perfusi susunan saraf pusat akibat disfungsi
sirkulasi dan penurunan perfusi ke organ karna syok.
- Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat pada SSD, yang
berarti sistem homeostasis terganggu, kelainan hemodinamik berat, dan telah
terjadi dekompensasi. Mula-mula tekanan nadi turun kurang dari 20mmHg
misalnya 100/90, oleh karena tekanan sistolik turun sesuai dengan penurunan
venous return dan volume sekuncup, sedangkan tekanan diastolik meninggi
sesuai dengan peningkatan tonus vaskular.
- Capillary refill test lebih dari 2 detik itu tidak normal, Vasokonstriksi
perifer pada DSS mengurangi perfusi non esensial di kulit
yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan
tubuh dan pemanjangan waktu pengisian kapiler ( bisa
sampai >5 detik).
b. Bagaimana cara pemeriksaan Rumple leede test?
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menguji ketahanan kapiler darah dengan cara
mengenakan pembendungan pada vena sehingga darah menekan kepada dinding
kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh
pembendungan itu darah dari dalam kapiler itu akan keluar dan merembes kedalam
jaringan sekitarnya sehingga nampak seperti bercak kecil (ptekie) pada permukaan
kulit. Pandangan mengenai yang dianggap normal sering berbeda-beda, pada
umumnya jika ada lebih dari 10 ptekie dalam lingkaran daerah sekitar bendungan
vena yang sudah ditandai maka hasil test dianggap abnormal, bila seandainya dalam
lingkaran itu tidak ada ptekie namun di daerah lebih distal nya ada biasanya dikatakan
juga uji rumple leedle nya positif.
5. Pemeriksaan penunjang: Hb 12 g/dl, Ht 45 vol%, leukosit 2899/mm3, trombosit 45000/mm3.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan penunjang?
Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya
anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah dan meyebabkan plasma keluar melalui dinding tersebut (plasma leakege), suatu keadaan
yang berperan pada terjadinya syok. Telah terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a
menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok
diduga akibat kebocoran plasma melaui kapiler yang rusak ke daerah ekstravaskular seperti
rongga pleura, peritonium atau pericardium.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan terjadinya perembesan atau
kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan berkurangnya
volume plasma yang secara otomatis jumlah trombosit berkurang, terjadinya hipotensi
(penurunan tekanan darah) yang dikarenakan kekurangan hemoglobin, terjadinya
haemokonsentrasi (peningkatan hematocrit >20%) dan renjatan (syok).
TEMPLATE
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini
dipenuhi :
· Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
· Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bendung positif.
Petekie, ekimosis, atau purpura.
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari
tempat lain.
Hematemesis atau melena.
· Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
· Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut :
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Kriteria klinik lainnya
1. Demam
a. Timbul mendadak
b. Disertai dengan tidak mau bermain (“not doing well”), nafsu makan menghilang, mual,
dan tidak jarang disertai muntah
c. Kadang kurva suhu berbentuk pelana (sadle-back fever)
d. Suhu turun mendadak , kemudian penderita merasa/tampak membaik dan muncul nafsu
makan
2. Nyeri
a. Nyeri kepala
b. Nyeri balakang mata (retro orbita)
c. Nyeri otot (myalgia)
d. Nyeri sendi (arthralgia)
3. Ruam
a. Pada awal sakit dapat timbul kemerahan (flushing) pada kulit penderita
b. Pada periode penyembuhan dapat muncul “Confalesece rash”, berupa morbilli like rash
yang lokasinya diekstremitas bawah (shole like appearance) dan diekstremitas atas
(handglove like appearance)
4. Manifestasi perdarahan
a. Dengan manipulasi yaitu uji torniquet yang positif
- (+) bila jumlah petekie ≥ 20
- (±) bila jumlah petekie 10-20
- (-) bila jumlah petekie < 10
b. Adanya perdarahan spontan
5. Dapat dijumpai gejala gastrointestinal berupa diare dan gejala saluran nafas atas berupa batuk
serta pilek yang ringan.
Untuk pendekatan diagnosis DSS:
Tekanan darah sistolik < 80 mmHg
Tekanan nadi < 20 mmHg
Akral dingin
Sindrom syok adalah tingkat infeksi virus dengue yang terparah, di mana pasien akan mengalami
sebagian besar atau seluruh gejala yang terjadi pada penderita demam berdarah klasik dan
demam berdarah dengue disertai dengan kebocoran cairan di luar pembuluh darah, pendarahan
parah, dan syok (mengakibatkan tekanan darah sangat rendah), biasanya setelah 2-7 hari demam.
Tubuh yang dingin, sulit tidur, dan sakit di bagian perut adalah tanda-tanda awal yang umum
sebelum terjadinya syok.
Tanda dan gejala DSS pada anak:
Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada jari tangan, kaki, dan hidung. Pada kuku
terjadi cyanosis (kebiruan), hal ini disebabkan oleh sirkulasi yang insufisien (berarti
ketidakmampuan untuk menjalankan fungsinya secara memadai) sehingga meningkatkan
aktivitas simpatikus secara reflek.
Anak yang semula rewel, cengeng,dan gelisah lambat laun kesadaannya menurun
menjadi apatis, sopo, bahkan coma. Hal ini terjadi karena kegagalan sirkulasi serebral.
Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan lembut
sampai tidak teraba oleh karena kolap sirkulasi.
Tekanan darah sistolik < 80 mmHg
Tekanan nadi < 20 mmHg
Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri renalis.
DIAGNOSIS BANDING
1. Demam Cikungunya .
Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC
biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza.
Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam
lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, infeksi konjungtiva,
dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis
hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
2. Penyakit Infeksi.
Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit berat,
demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Di samping itu jelas terdapat leukositosis
disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan LED
dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis
meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan
serebrospinalis.
3. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) .
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh
karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis
ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang (pada ITP
bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak
dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit
lebih cepat kembali normal daripada ITP.
4. Leukimia atau anemia aplastik.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukimia demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan
sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukimia. pada pemeriksaan darah ditemukan
pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan
hebat, pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis.
Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.
DIAGNOSIS KERJA
Sindrom Syok Dengue (SSD)
EPIDEMIOLOGI
Suatu penelitian di Jakarta oleh Sumarmo (1973-1978) mendapatkan bahwa
penderita DSS terutama pada golongan umur 1-4 tahun (46,5%), sedang wong
(1973) dari singapura melaporkan pada umur 5-10 tahun dan di
Manadoterutama dijumpai pada umur 6-8 tahun kemudian pada tahun 1983
didapatkan terbanyak pada umur 4-6 tahun. Tidak terdapat perbedaan antara
jenis kelamin tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan
daripada anak laki-laki.
Jumlah penderita DBD/DHF yang mengalami renjatan berkisar antara 26-65%,
dimana Sumarmo dkk. (1985) mendapatkan 63%, Kho dkk. (1979) melaporkan
50%, Rampengan (1986) melaporkan 59,4% sedangkan WHO (1973)
melaporkan 65,45% dari seluruh penderita demam berdarah dengue yang
dirawat.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang berbeda
antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup
tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup
di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya. Dengue
adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah
nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe
virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang terutama pada Dengue Shock Syndrom ialah tejadinya peninggian
permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat terjadinya perembesan
plasma dan elekrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk kedalam ruang
interstitial, sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan
ke rongga serosa.
Pada penderita dengan renjatan berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang lebih
30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan hipovolemi ini bila tidak segera diatasi maka
dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, sehingga terjadi pergeseran ion
kalium intraseluler ke ekstraseluler. Mekanisme ini diikuti pula dengan penurunan kontraksi otot
jantung dan venous pooling, sehingga lebi lanjut akan memperberat renjatan. Sebab lain
kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah
renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi adekuat. Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh :
a. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai
nilai terendah pada masa renjatan.
b. Gangguan fungsi trombosit
c. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin memanjang
sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin norma. Beberapa factor
pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.
d. Pembekuan intravaskuler yang meluas (Disseminated Intravascular Coagulation DIC)
TATALAKSANA
Pada dasarnya bersifat suportif,yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DB dapat berobat
jalan,sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis pada umunya terjadi pada hari ke-3.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,anoreksia dan muntah.
Pasien perlu diberi minum banyak,50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh dengan
gula,sirup,susu,sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi,berikan cairan
rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hipererksi dapat diatasi dengan
antipiretik,dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%.Parasetanol
direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali.
Penanganan Syok
Dalam keadaan renjatan berat diberikan cairan ringer laktat secara cepat selama 30 menit,apabila
tidak teratasi dapat diganti dengan koloid 10-20ml/kgBB/jam,dengan jumlah maksimal 30
ml/kgBB,akan tetapi bila masih belum berhasil diduga telah terjadi perdarahan,maka dianjurkan
pemberian tranfusi darah segar.Apabila kadar Ht tetap >40 vol%,berikan darah sebanyak
10ml/kgBB/jam,tapi bila perdarahan masif berikan 20ml/kgBB. Bila renjatan tidak berat,maka
berikan cairan dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam.
Bila renjatan sudah diatasi,nadi sudah teraba,amplitudo nadi cukup besar,tekanan sistolik
80mmHg atau lebih,maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam.Kecepatan
pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinik dan nilai hematokrit yang
diperiksa periodik.Evaluasi klinis,nadi,tekanan darah,pernafasan,suhu dan pengeluaran urin
dilakukan lebih sering.
Penyulit-penyulit
1. Perdarahan massif
2. Kegagalan pernapasan akibat udema parau atau kolaps paru
3. Ensefalopati dengue
4. Kegagalan jantung.
Kriteria Memulangkan Pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit >50.000/ml
7. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis).
PENCEGAHAN DAN EDUKASI
Pengembangan vaksin untuk dengue sangat sulit karena keempat jenis
serotipe virus bisa mengakibatkan penyakit. Perlindungan terhadap satu
atau dua jenis serotipe ternyata meningkatkan resiko terjadinya penyakit
yang serius.
Saat ini sedang dicoba dikembangkan vaksin terhadap keempat serotipe
sekaligus. sampai sekarang satu-satunya usaha pencegahan atau
pengendalian dengue dan dhf adalah dengan memerangi nyamuk yang
mengakibatkan penularan. a. aegypti berkembang biak terutama di tempat-
tempat buatan manusia, seperti wadah plastik, ban mobil bekas dan tempat-
tempat lain yang menampung air hujan. nyamuk ini menggigit pada siang
hari, beristirahat di dalam rumah dan meletakkan telurnya pada tempat-
tempat air bersih tergenang.
Pencegahan dilakukan dengan langkah 3m :
1. menguras bak air
2. menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak
nyamuk
3. mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air.
Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang
membunuh larva nyamuk seperti abate. Hal ini bisa mencegah
perkembangbiakan nyamuk selama beberapa minggu, tapi pemberiannya
harus diulang setiap beberapa waktu tertentu. di tempat yang sudah
terjangkit dhf dilakukan penyemprotan insektisida secara fogging, tapi
efeknya hanya bersifat sesaat dan sangat tergantung pada jenis insektisida
yang dipakai. Di Samping itu partikel obat ini tidak dapat masuk ke dalam
rumah tempat ditemukannya nyamuk dewasa. Untuk perlindungan yang
lebih intensif, orang-orang yang tidur di siang hari sebaiknya menggunakan
kelambu, memasang kasa nyamuk di pintu dan jendela, menggunakan
semprotan nyamuk di dalam rumah dan obat-obat nyamuk yang dioleskan.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering dijumpai pada DBD dan DSS adalah gangguan keseimbangan elektrolit
(hiponatremia, hipokalsemia) dan overhidrasi yang dapat menimbulkan edema paru akut
dan/atau gagal jantung kongestif yang berakhir dengan gagal napas dan kematian.
PROGNOSIS
Prognosa penderita tergantung dari beberapa factor :
1. Sangat erat kaitannya dengan lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat tidaknya
penanganan.
2. Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama pemberian infuse
dimulai.
3. Panas selama renjatan
4. Tanda-tanda serebral.
HIPOTESIS
Anto, anak laki-laki berusia 5 tahun diduga menderita demam berdarah dengue.
LEARNING ISSUE
DENGUE SHOCK SYNDROME
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di
tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini
disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau
tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan
gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut
dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu
diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi,
dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis
DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis
kurang memadai.
Infeksi sekunder dengan serotipe virus Dengue yang berbeda dari sebelumnya merupakan
faktor resiko terjadinya manifestasi Deman Berdarah Dengue yang berat atau Dengue Shock
Syndrome (DSS). Namun sampai saat ini mekanisme respons imun pada infeksi oleh virus
dengue masih belum jelas, banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam
Berdarah Dengue antara lain faktor host, lingkugan (environment) dan faktor virusnya sendiri.
Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment)
yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim);
Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk).
Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh.
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi
konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak
itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi
di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan,
jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah
yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000
penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-
tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24
(tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru,
kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor
nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi
sepanjang tahun.
Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini.
Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan,
kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang
belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.
DEFENISI
Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindrom syok yang terjadi pada penderita Dengue
Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue. Dengue Shock Syndrome bukan saja
merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba,
tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30-50% penderita demam berdarah
dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan kematian terutama bila tidak ditangani
sevara dini dan adekuat.
ETIOLOGI
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang berbeda
antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup
tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup
di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya. Dengue
adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah
nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe
virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis.
INSIDEN
Suat penelitian di Jakarta oleh Sumarmo (1973-1978) mendapatkan bahwa penderita DSS
terutama pada golongan umur 1-4 tahun (46,5%), sedang wong (1973) dari singapura
melaporkan pada umur 5-10 tahun dan di Manadoterutama dijumpai pada umur 6-8 tahun
kemudian pada tahun 1983 didapatkan terbanyak pada umur 4-6 tahun.
Tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak
perempuan daripada anak laki-laki. Jumlah penderita DBD/DHF yang mengalami renjatan
berkisar antara 26-65%, dimana Sumarmo dkk. (1985) mendapatkan 63%, Kho dkk. (1979)
melaporkan 50%, Rampengan (1986) melaporkan 59,4% sedangkan WHO (1973) melaporkan
65,45% dari seluruh penderita demam berdarah dengue yang dirawat.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang terutama pada Dengue Shock Syndrom ialah tejadinya peninggian
permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat terjadinya perembesan
plasma dan elekrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk kedalam ruang
interstitial, sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan
ke rongga serosa.
Pada penderita dengan renjatan berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang lebih
30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan hipovolemi ini bila tidak segera diatasi maka
dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, sehingga terjadi pergeseran ion
kalium intraseluler ke ekstraseluler. Mekanisme ini diikuti pula dengan penurunan kontraksi otot
jantung dan venous pooling, sehingga lebi lanjut akan memperberat renjatan.
Sebab lain kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya
timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi adekuat.
Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh :
a. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai
nilai terendah pada masa renjatan.
b. Gangguan fungsi trombosit
c. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin memanjang
sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin norma. Beberapa factor
pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.
d. Pembekuan intravaskuler yang meluas (Disseminated Intravascular Coagulation DIC).
MANIFESTASI KLINIS
Dengue Shock Syndrome (DSS) menurut klasifikasi WHO (1975) merupakan demam berdarah
dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi
sampai tingkat renjatan.
Renjatan :
Terjadinya renjatan pada DBD biasanya terjadinya pada saat atau setelah demam menurun yaitu
siantara hari ke-3 dan ke-7, bahkan renjatan dapat terjadi pada hari ke-10.
Manifestasi klinik renjatan pada anak terdiri atas :
1. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung.
2. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat-laun ksadaran menurun menjadi
apati, spoor dan koma.
3. Peubahan nadi baik frekuensi maupun amplitudonya.
4. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
5. Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
6. Oligouri sampai anuria. (infeksi tropic)
Berdasarkan gangguan sirkulasi di atas, maka sebaian ahli membagi renjatan atas:
a. Renjatan berat (profound shock) ialah renjatan yang ditandai oleh tekanan darah yang tidak
dapat diukur dan nadi ta dapat diraba.
b. Renjatan sedang ialah tekanan nadi menurun 20 mmHg atau lebih dan atau tekanan darah
sistolik kuranh atau sama dengan 80 mmHg.
Panas :
Merupakan salah satu manifestasi klinik yang selalu ditemukan, kebanyakan peneliti melaporkan
100% penderita DSS didahului oleh panas. Sumarno (1983) dalam penelitiannya mendapatkan
bahwa suhu penderita DSS terendah ialah 36,2 derajat celcius dan tertinggi 40,8 derajat celcius
dan ternyata DSS banyak dijumpai pada suhu sekitar 37 derajat celcius.
Panas mempunyai nilai prognostic pada penderita DSS ; bila renjatan terjadi pada suhu tubuh
lebih dari 39 derajat celcius, maka tingkat prognose jelek.
Hepatomegali :
Dilaporkan dari berbagai tempat dengan angka bervarisi. Di Indonesia (Jakarta) dilaporkan 89%,
semarang 65,9% dan Cuba 62 %. Terdapat korelasi antara persentase hepatomegali dengan
derajat berat penyakit tetapi pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, dengan kata
lain, pembesaran hati pada penderita DBD derajat IV tidak selalu lebih besardari penderita DBD
derajat II.
DIAGNOSIS
Hingga kini diagnosis DBD/DSS masih berdasarkan atas patokan yang telah dirumuskan oleh
WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2 kriteria laboratorik dengan syarat
bila criteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik (satu diantaranya ialah
panas) seperti yang telah diuraikan diatas. Derajat I dan II disebut DHF/DBD tanpa renjatan
sedang derajat III dan IV disebut DHF/DBD dengan renjatan atau DSS.
Wong dkk. (1973) juga mengemkakan beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam
diagnosis klinim penderita dengue shock syndrome, yaitu :
1. Clouding of sensorium
2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.
3. Nyeri perut
4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis, melena,
hematuri, dan hemoptisis.
5. Trombositopenia berat
6. Adanya pleural efosion pada toraks foto
7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bersifat suportif,yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DB dapat berobat
jalan,sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis pada umunya terjadi pada hari ke-3.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,anoreksia dan muntah.
Pasien perlu diberi minum banyak,50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh dengan
gula,sirup,susu,sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi,berikan cairan
rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hipererksi dapat diatasi dengan
antipiretik,dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%.Parasetanol
direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali.
Penanganan Syok
Dalam keadaan renjatan berat diberikan cairan ringer laktat secara cepat selama 30 menit,apabila
tidak teratasi dapat diganti dengan koloid 10-20ml/kgBB/jam,dengan jumlah maksimal 30
ml/kgBB,akan tetapi bila masih belum berhasil diduga telah terjadi perdarahan,maka dianjurkan
pemberian tranfusi darah segar.Apabila kadar Ht tetap >40 vol%,berikan darah sebanyak
10ml/kgBB/jam,tapi bila perdarahan masif berikan 20ml/kgBB. Bila renjatan tidak berat,maka
berikan cairan dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam.
Bila renjatan sudah diatasi,nadi sudah teraba,amplitudo nadi cukup besar,tekanan sistolik
80mmHg atau lebih,maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam.Kecepatan
pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinik dan nilai hematokrit yang
diperiksa periodik.Evaluasi klinis,nadi,tekanan darah,pernafasan,suhu dan pengeluaran urin
dilakukan lebih sering.
Penyulit-penyulit
1. Perdarahan massif
2. Kegagalan pernapasan akibat udema parau atau kolaps paru
3. Ensefalopati dengue
4. Kegagalan jantung.
Kriteria Memulangkan Pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit >50.000/ml
7. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis).
PENCEGAHAN
Pengembangan vaksin untuk dengue sangat sulit karena keempat jenis serotipe virus bisa
mengakibatkan penyakit. Perlindungan terhadap satu atau dua jenis serotipe ternyata
meningkatkan resiko terjadinya penyakit yang serius.
Saat ini sedang dicoba dikembangkan vaksin terhadap keempat serotipe sekaligus. sampai
sekarang satu-satunya usaha pencegahan atau pengendalian dengue dan dhf adalah dengan
memerangi nyamuk yang mengakibatkan penularan. a. aegypti berkembang biak terutama di
tempat-tempat buatan manusia, seperti wadah plastik, ban mobil bekas dan tempat-tempat lain
yang menampung air hujan. nyamuk ini menggigit pada siang hari, beristirahat di dalam rumah
dan meletakkan telurnya pada tempat-tempat air bersih tergenang.
Pencegahan dilakukan dengan langkah 3m :
1. menguras bak air
2. menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak nyamuk
3. mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air.
Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh larva
nyamuk seperti abate. Hal ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama beberapa
minggu, tapi pemberiannya harus diulang setiap beberapa waktu tertentu. di tempat yang sudah
terjangkit dhf dilakukan penyemprotan insektisida secara fogging, tapi efeknya hanya bersifat
sesaat dan sangat tergantung pada jenis insektisida yang dipakai. Di Samping itu partikel obat ini
tidak dapat masuk ke dalam rumah tempat ditemukannya nyamuk dewasa. Untuk perlindungan
yang lebih intensif, orang-orang yang tidur di siang hari sebaiknya menggunakan kelambu,
memasang kasa nyamuk di pintu dan jendela, menggunakan semprotan nyamuk di dalam rumah
dan obat-obat nyamuk yang dioleskan.
PROGNOSA
Prognosa penderita tergantung dari beberapa factor :
1. Sangat erat kaitannya dengan lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat tidaknya
penanganan.
2. Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama pemberian infuse
dimulai.
3. Panas selama renjatan
4. Tanda-tanda serebral.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahono TD., dkk., Demam Berdarah Dengue. Available at ;
http://www.dkk-bpp.com
2. Rampengan T.H., Laurentz I.R., Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p.136-157
3. Demam Berdarah Dengue. Available at ; www.medicastore.com
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universia Indonesia. Jakarta. 1985. p.607-21.
5. Behrman RE., et.al. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition.Saunders,
Philadelphia.2004
6. Diktat Penyakit Infeksi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar. 2003. p. 39-57