blok 15 rayn ske 14

23
Steven Johnson Syndrome Akibat Alergi Obat Raynhard Salindeho 102013174 Alamat Korespondesi :Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510.Telephone : ( 021 ) 5694- 2061 (hunthing). Fax : (021) 563-17321. Email: [email protected] Abstrak Manusia dilengkapi dengan sistem organ, dimana pada keseluruhan itu dilindungi oleh kulit. Kulit merupakan proteksi pertama bagi organ tubuh manusia. Dalam hal ini juga tidak jarang terjadi masalah pada kulit, mulai dari luka sampai dengan alergi obat. Salah satu kegawat-daruratanya atau emergensi pada kulit ialah Sindrom Stevens Jhonson (SSJ). SSJ yang biasanya juga disebut Eritema multiforme mayor merupakan suatu penyakit yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan bervariasi dari ringan sampai berat. SSJ merupakan salah satu penyakit kulit yang mengancam nyawa manusia yang sifatnya akut (acute life-threatening mucocutaneous reaction), karena berujung kematian jika tidak ditangani segera.Hasil prognosis didasarkan pada keadaan umum pasien sendiri ketika datang berobat. Prognosis daripada SSJ ini ialah tergantung cepat dan tepatnya penatalaksanaan yang dilakukan, apabila ditangani dengan baik dan segera, maka hasilnya cukup memuaskan. 1

description

muskuloskeletal 2

Transcript of blok 15 rayn ske 14

Steven Johnson Syndrome Akibat Alergi ObatRaynhard Salindeho 102013174Alamat Korespondesi :Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510.Telephone : ( 021 ) 5694-2061 (hunthing). Fax : (021) 563-17321.Email: [email protected]

AbstrakManusia dilengkapi dengan sistem organ, dimana pada keseluruhan itu dilindungi oleh kulit. Kulit merupakan proteksi pertama bagi organ tubuh manusia. Dalam hal ini juga tidak jarang terjadi masalah pada kulit, mulai dari luka sampai dengan alergi obat. Salah satu kegawat-daruratanya atau emergensi pada kulit ialah Sindrom Stevens Jhonson (SSJ). SSJ yang biasanya juga disebut Eritema multiforme mayor merupakan suatu penyakit yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan bervariasi dari ringan sampai berat. SSJ merupakan salah satu penyakit kulit yang mengancam nyawa manusia yang sifatnya akut (acute life-threatening mucocutaneous reaction), karena berujung kematian jika tidak ditangani segera.Hasil prognosis didasarkan pada keadaan umum pasien sendiri ketika datang berobat. Prognosis daripada SSJ ini ialah tergantung cepat dan tepatnya penatalaksanaan yang dilakukan, apabila ditangani dengan baik dan segera, maka hasilnya cukup memuaskan.Kata kunci : kulit, manusia, Sindrom Stevens Jhonson.

AbstractHumans are equipped with organ system, which on the whole was covered by skin. The skin is the first protection for human organs. In this case also not uncommon skin problems, ranging from wound up with a drug allergy. One-daruratana or emergency kegawat skin Stevens Johnson Syndrome is (SSJ). SSJ which usually also called erythema multiforme major is a disease of the skin, mucous membranes in the orifice, and the eyes of the state varies from mild to severe. SSJ is a skin disease that threatens human lives that are acute (acute life-threatening mucocutaneous reaction), because it leads to death if not treated immediately. Results prognosis is based on the general state of the patient's own when it comes to treatment. The prognosis than SSJ is dependent fast and precise management is done, if handled properly and promptly, then the result is quite satisfactory.Keywords: skin, humans, Stevens Johnson Syndrome.

PendahuluanSindrom Stevens Johnson merupakan kelainan yang termasuk eritema multiforme mayor yang mengenai kulit, selaput lendir atau mukosa di orifisium dan mata serta organ-organ tubuh lain. Penyakit ini disertai dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Sindrom Stevens Johnson tersebut mengancam kondisi kulit yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit sehingga epidermis mengelupas. Sindrom ini dianggap sebagai hipersensitivitas kompleks yang mempengaruhi kulit dan selaput lendir. Pada umumnya kasus sindrom Stevens Johnson tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), biasanya penyebab utama yang paling sering dijumpai adalah akibat dari alergi obat-obatan tertentu, infeksi virus dan atau keduanya, pada kasus tertentu yang sangat jarang ditemukan sindrom ini berhubungan dengan kanker. Bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu perlu pentalaksanaan yang tepat dan cepat sehingga jiwa pasien dapat ditolong.1

AnamnesisAnamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis.Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukandari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis dapat langsung dilakukan pada pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya dalam keadaan gawat-darurat, afasia akibat stroke dan lain sebagainya.2Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khususwanita), riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).2

IdentitasIdentitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, nama orang tua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, dan agama.2Keluhan utama (Chief complaint)Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi kedokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Dalam kasus ini, keluhan utama pasien adalah melepuh pada beberapa bagian di badannya.2Riwayat penyakit sekarangRiwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapatkan data-data seperti waktu dan lamanya keluhan berlangsung, sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus menerus, hilang timbul, cenderung bertambah atau berkurang, dan sebagainya.Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, berpindah-pindah. Hubungannya dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore, atau sebaliknya, atau terus menerus tidak mengenal waktu.Hubungannya dengan aktivitas, misalnya bertambah berat jika melakukan aktivitas atau bertambah ringan bila beristirahat.Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului serangan, atau keluhan yang bersamaan dengan serangan.Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan.Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama.Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa.Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang sedang diderita.2Riwayat penyakit dahuluBertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah menderita kecelakaan, menderita penyakit berat dan menjalani operasi tertentu, memiliki riwayat alergi pada obat-obatan dan makanan tertentu, dan lain-lain.2Riwayat penyakit dalam keluargaPenting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.2Riwayat pribadiRiwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan, dansebagainya.Kebiasaan pasien juga harus ditanyakan, seperti merokok, memakai sandal saat bepergian, minum alcohol, dan sebagainya. Selain itu juga pada pasien yang sering bepergian, perlu ditanyakan apakah baru saja pergi dari tempat endemik penyakit infeksi menular. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, tempat pembuangan sampah, ventilasi, dan sebagainya.2PemeriksaanFisikSindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah karena imunitas belum begitu berkembang. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, pasien dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malese, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorok.3Pada SSJ ini dapat dilakukan pemeriksaan inspeksi. Pasien akan menunjukkan trias kelainan berupa kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium, dan kelainan mata.3Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel dan bula. Eritema adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah yang reversibel sedangkan vesikel adalah gelembung berisi cairan serum beratap berukuran kurang dari 0,5 cm garis tengah dan mempunyai dasar dan bula adalah vesikel yang berukuran lebih besar. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Di samping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.3Kelainan selaput lendir yang tersering ialah kelainan mukosa mulut (100%) atau selaput lendir di orifisium, kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga terjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat terbentuk pseudomembran.Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta bewarna hitam yang tebal. Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas, dan esofagus. Stomatitis dapat menyebabkan pasien sukar/tidak dapat menelan.Adanya pseudo membran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernapas. Kelainan mata, merupakan 80% di antara semua kasus; yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.Selain trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.3Nikolsky sign untuk mencari kulit lapisan atas yang terlepas dari bagian bawah ketika digosok atau digores dengan lembut (gesekan biasa saja).Cara pengujian: Dokter atau suster akan menggunakan sebuah penghapus karet, penghapus tersebut diletakan di kulit pasien dan dengan lembut di toreh maju-mundur. Lihatgambar 1.

Gambar 1. Tanda Nikolsky4

Jika hasil positif maka akan ada area lepuhan, biasanya dalam beberapa menit. Area yang digores oleh penghapus tersebut mempunyai karingan kulit yang sudah longgar dan akan jatuh bebas ketika digores. Area dibawahnya berwarna merah jambu dan lembab, biasanya sangat halus/lembut. Dikatakan hasil negatif jika tidak ada reaksi / kulit tidak terlepas.4-6Pemeriksaan penunjangHasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Jika terdapat leukositosis, ini menunjukkan kemungkinan penyebabnya adalah infeksi. Bila diduga penyebabnya adalah infeksi, perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah untuk menentukan jenis kuman penyebabnya. Kalau terdapat eosinofilia, kemungkinan penyebabnya adalah alergi obat. Di samping itu, juga ditemukan adanya peningkatan enzim transaminase serum, albuminuria dan gangguan elektrolit serta adanya gambaaran gangguan fungsi organ tubuh yng terkena.3Lihat table no.1.Tabel no.1 data laboratorium9

Diagnosis kerjaSindrom Stevens Jhonson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. Nama lain dari penyakit ini adalah Eritema Multiforme Mayor, namun yang lazim adalah SSJ. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologis, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, dan pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. SJS dan NET (Nekrolisis Epidermal Toksik, bentuk keparahan dari SSJ) merupakan peyakit rekasi akut mukokutaneus yang mengancam jiwa, dikarenakan dikarakterisasi oleh nekrosis yang terekstensi dan pengelepasan (terkelupas) epidermis.5-7Lihatgambar 2.

Gambar 2. SSJ karena obat Tetrasiklin2

Diagnosis BandingNekrolisis Epidermal Toksik merupakan bentuk keparahan daripada SSJ. Sehingga jika tidak cepat diobati maka akan menimbulkan kematian. Insidensnya juga meningkat karena penyebab utamanua adalah alergi obat dan hampir semua obat dapat dibeli bebas. Menurut departemen ilmu bagian kulit dan kelamin FKUI, kasus ini jarang ditemukan, hanya 2-3 kasus per tahun. Umumnya pada orang dewasa (sama dengan SSJ).Etiologinya sama dengan SSJ. Penyebab utama ialah obat sebanyak 80-95% dari semua pasien. Penyebab utama derivat Penisilin (24%), disusul Parasetamol (17%), dan Karbamazepin (14%). Penyebab lain adalah analgetik/antipiretik yang lain, Klotrimoksasol, Dilantin, Klorokuin, Seftriakson, jamu, dan aditif. Gejala klinis merupakan penyakit berat dan sering menyebabkan kematian akibat gangguan keseimbangan cairan/elektrolit atau karena sepsis, gejalanya mirip SSJ yang berat. Penyakit mulai secara akut dengan gejala prodormal. Pasien tampak sakit berat dengan demam tinggi, kesadaran menurun (soporo-komatosa), kelainan kulit mulai dengan eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula, dapat juga disertai dengan purpura. Lesi pada kulit dapat juga disertai dengan lesi pada bibir dan selaput lendir mulut berupa erosi, eksoriasi, dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam pada bibir. Kelainan semacam itu terjadi di orifisium genitalia eksterna. Juga dapat disertai kelainan pada mata seperti SSJ. Pada NET yang terpenting ialah terjadinya epidermolisis, yaitu epidermis terlepas dari dasarnya yang kemudian menyeluruh. Gambaran klinisya menyerupai kombustio. Adanya epidermolisis menyebabkan tanda Nikolsky positif pada kulit yang eritematosa, yaitu kulit ditekan dan digeser, maka kulit akan terkelupas. Epidermolisis muda dilihat pada tempat yang sering terkena tekanan, yakni pada punggung, bokong, karena biasanya pasien berbaring. Pada sebagian pasien, kelainan kulit hanya berupa epidermolisis dan purpura, tanpa disertai erosi, vesikel, dan bula. Kuku dapat terlepas (onikolisis). Terkadang, terdapat perdarahan di traktus gastrointestinal. Keadaan umum NET lebih buruk daripada SSJ, juga pada NET terdapat epidermolisis (sedangkan SSJ tidak). Demam lebih tinggi pada NET.6Lihatgambar 3.

Gambar 3. Epidermolisis pada NET2

Komplikasi nekrosis tubular akut (pada ginjal), akibat terjadinya ketida-seimbangan cairan, bersama-sama glomerulonefritis. Komplikasi yang lain seperti SSJ. Diagnosis banding SSJ, Dermatitis Kontatk Iritan (karena baygon, pada kasus bunuh diri, baygon yang tumpah ke dada menyebabkan kulit menjadi epidermolisis). Pengobatannyaberupa obat tersangka alergi harus dihentikan. Kortikosteroid (masih kontroversial, namun Dept. Kul-Kel FKUI menggunakan ini). Dexametason 40mg i.v sehari (dosis terbagi). Dosis leih tinggi karena NET lebih parah daripada SSJ. Kortikosteroid perlu di taper-off .Topikal: Sulfadiazun perak (krim Dermazin, silvadene). Perak dimaksudkan sebagai astrigen dan mencegah/mengobati indeksi oleh kuman gram negatif, gram positif dan Candida, sedangkan sulfa untuk gram positif. Meskipun hal tersebut Sulfa, namun sampai sekarang belum ditemukan kasus alergi. Efek samping Sulfadiazin ialah: neutropenia ringan dan reversibel (sehingga tidak perlu dihentikan). Pengobatan untuk mulut dan bibir sama dengan SSJ. Prognosisnya jika penyebabnya adalah infeksi maka prognosisnya lebih baik daripada karena alegi obat. Jika kelainan kulit luas (meliputi 50-70% permukaan kulit) prognosisnya buruk. Jadi luas kelainan kulitnya memperngaruhi prognosisnya. Juga bila terdapat purpura luas dan leukopenia. Angka kematian lebih tinggi daripada SSJ karena memang penyakitnya lebih berat daripada SSJ.6Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (S4)Dahulu penyakit S4 ini dimasukan ke dalam bagian penyakit NET, namun setelah tahun 1970 dilakukan penelitian oleh Milish & Glasgow pada hewan percobaan tikus, terbukti bahwa S4 ini berbeda secara klinis dan histopatologik. S4 merupakan penyakit kulit bagian dari pioderma. S4 ialah infeksi kulit akibat Staphulococcus aureus tipe tertentu dengan ciri khas terdapatnya epidermolisis. Banyak diderita anak dibawah 5 tahun, dan pria lebih banyak daripada wanita. Penyebabnya ialah : S. aureus grup II faga 52, 55, dan atau faga 71. Gejala klinisnya demam tinggi disertai infeksi pada saluran napas bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul ialah eritema, yang timbul mendadak pada muka, leher, ketiak, dan lipat paha kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 24-48 jam akan timbul bula-bula besar berdinding kendur. Jika kulit ynag tampaknya ditekan dan digeser, kulit tersebut akan terkelupas sehingga memberiksan tanda Nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tampak daerah-daerah erosif. Akibat epidermolisis tersebut gambarannya mirip kombustio (luka bakar). Daerah-daerah tersebut akan mengering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Deskuamasi pada daerah yang tidak eritematosa yang tidak mengelupas terjadi dalam waktu 10 hari. Meskipun bibir sering dikenal, tetapi mukosa jarang diserang. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai sikatriks. Komplikasi: selulitis, pneumonia, septikemia.Diagnosis banding: NET, bedanya ialah S4 mengenai selaput lendir (sedangkan NET jarang), juga gambaran histopatologiknya berbeda, S4 di celah stratum granulosumm sedangakan NET di subepidermal. Pengobatan antibiotik berupa kloksasilin: 3x250mg untuk dewasa sehari per os, dan 3x50mg sehari per os untuk bayi. Observasi keseimbangan cairan dan elektrolit. Steroid tidak diperlukan. Prognosisnya kematian dapat terjadi, terutama padi bayi dibawah 1 tahun, yang berkisar antara 1-10%. Penyebab utamanya adalah tidak adanya keseimbangan cairan/elektrolit dan sepsis.7

Eksantem fikstum multiplePada penyakit ini lesi timbul pada tempat yang sama dan biasanya tidak menyeluruh. Jika sembuh meninggalkan bercak hiperpigmentasi menetap. Kelainan eksantema fikstum multipel berupa eritem atau hiperpigmentasi dengan vesikel atau bula berbentuk bulat tau lonjong, di atasnya, berukuran lentikular, numular sampai plakat. Lesi dapat timbul di seluruh tubuh, paling sering di sekitar mulut, penis. Lesi di bibir dan genitalia eksterna dapat berupa erosi. Bila sembuh lesi akan meninggalkan warna hiperpigmentasi yang akan menghilang dalam jangka waktu yang lama.6EtiologiBerbagai faktor etiologi telah terlibat sebagai penyebab sindrom Stevens-Johnson. Obat yang paling sering ditemukan sebagai penyebabnya. 4 etiologi kategori adalah sebagai berikut: Infeksi, induksi obat, keganasan, dan Idiopatik.8Sindrom Stevens-Johnson adalah idiopatik pada 25-50% kasus. Obat-obatan dan keganasan yang paling sering terlibat sebagai etiologi pada orang dewasa dan orang tua. Kasus pediatrik terkait lebih sering infeksi. Infeksi penyebab. Penyakit virus yang telah dilaporkan menyebabkan sindrom Stevens-Johnson adalah sebagai berikut:8 Herpes simplex virus (mungkin, tetap menjadi isu diperdebatkan) AIDS Infeksi virus Coxsackie Influensa Hepatitis Penyakit gondokPada anak-anak, virus Epstein-Barr dan enterovirus telah diidentifikasi. Lebih dari setengah dari pasien dengan Stevens-Johnson laporan sindrom infeksi saluran pernapasan atas terbaru.8Etiologi bakteri meliputi:Streptokokus grup A beta-hemolitik:Difteri, Brucellosis, Lymphogranulomavenereum, Mikobakteri, Mycoplasma pneumoniae, Infeksi riketsia, Tularemia, Penyakit tipus.8Penyebab jamur mungkin termasuk coccidioidomycosis, dermatofitosis, dan histoplasmosis. Malaria dan trikomoniasis dilaporkan sebagai penyebab protozoa.8Antibiotik adalah penyebab paling umum dari sindrom Stevens-Johnson, diikuti oleh analgesik, batuk dan obat dingin, NSAID, psychoepileptics, dan obat-obatan antigout. Antibiotik, penisilin dan obat sulfa yang menonjol, ciprofloxacin juga telah dilaporkan. Para antikonvulsan berikut telah terlibatadalahFenitoin, Carbamazepine, oxcarbazepine (Trileptal), Asam valproik, Lamotrigin, Barbiturat.Mockenhapupt dkk menekankan bahwa sebagian SJS antikonvulsan diinduksi terjadi pada 60 hari pertama penggunaan. Obat antiretroviral yang terlibat dalam sindrom Stevens-Johnson termasuk non-nucleoside transcriptase inhibitor nevirapine dan mungkin lain sebaliknya. Indinavir telah disebutkan.Sindrom Stevens-Johnson juga telah dilaporkan pada pasien yang memakai obat sepertiModafinil(Provigil), Allopurinol, Mirtazapin, TNF-alpha antagonis (misalnya, infliximab, etanercept, adalimumab), Kokain, Sertraline, Pantoprazole, Tramadol.8Menurut departemen Ilmu Penyakit Kulit-Kelamin FKUI bahwa penyebab utama ialah alergi obat, lebih dari 50%. Sebagian kecil karena infeksi, vaksinasi, penyakit graft-versus-host, neoplasma, dan radiasi. Pada penelitian Adhi Djuanda selama 5 tahun (1998-2002), SSJ yang diduga alergi obat tersering ialah analgetik/antipiretik (45%), disusul Karbamazepin (20%) dan jamu (13,3%). Sebagian besar jamu dibubuhi obat. Kausa lain ialah; Amoksisilon, Klotrimoksasol, Dilantin, Klorokuin, Seftriakson, dan adiktif.8Ada bukti kuat untuk predisposisi genetik untuk reaksi obat yang merugikan kulit yang parah seperti sindrom Stevens-Johnson. Pengangkutan antigen leukosit manusia berikut telah dikaitkan dengan peningkatan risikoHLA (tipebanyak).8Lihattabel no.2.

Tabel no.2 etiologi9

EpidemologiInsidens SSJ dan NET diperkirakan 2-3% per juta populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika Serikat. Umumnya terdapat pada dewasa. Hal tersebut berhubungan dengan kausa SSJ yang biasanya disebabkan oleh alergi obat. Pada dewasa imunitas telah berkembang dan belum menurun seperti pada usia lanjut.3PatogenesisPatogenesis kelainan ini belum diketahui dengan jelas. Diduga terjadinya kelainan ini diperankan oleh reaksi alergi tipe III dan tipe IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibody yang membentuk mikro-presipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen akibat adanya akumulasi sel neutrofil yang melepaskan lisozim yang menyebabkan kerusakan jaringan pada organ target. Reaksi tipe IV terjadi akibat sel limfosit T yang telah tersensititasi terkontak ulang dengan antigen yang sama lalu sel T tersebut melepaskan limfokin dan menimbulkan reaksi peradangan. Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi : 1) kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan; 2) stres hormonal diikuti peningkatan tsistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuria; 3) kegagalan termoregulasi; 4) kegagalan fungsi imun; 5) infeksi.7PenatalaksaanJika keadaan umum pasien SSJ baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednison 30-40 mg sehari. Kalau keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat dan pasien harus dirawat inap. Penggunanaan obat kortikosteroid merupakan tindakan life-saving, dapat digunakan deksametason secara intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Seorang pasien SSJ yang berat harus segera dirawat inap dan diberikan deksametason 6 x 5 mg iv. Biasanya setelah beberapa hari (2-3 hari) masa kritis telah teratasi, keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama tampak mengalami involusi. Dosisnya segera diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg, setelah dosis telah mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet kortikosteroid misalnya prednison yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari; sehari kemudian obat tersebut ditutunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Jadi lama pengobatan kira-kira 10 hari.8Selain deksametason dapat digunakan pula metilprednisolon dengan dosis setara. Kelebihan metilprednisolon ialah efek sampingnya lebih sedikit dibandingkan dengan deksametason karena termasuk dalam golongan kerja sedang, sedangkan deksametason termasuk golongan kerja lama, namun harganya lebih mahal.8Antibiotik yang dipilih, hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak atau sedikit nefrotoksik. Hendaknya antibiotik yang akan diberikan jangan yang segolongan atau yang rumusnya mirip dengan antibiotik yang diduga menyebabkan alergi atau obat sulfa. Hal ini untuk mencegah sensititasi silang. Obat yang memenuhi syart tersebut misalnya siprofloksasin 2 x 400 mg iv. Klindamisin meskipun tidak berspektrum luas juga cukup efektif bagi kuman anaerob, dosisnya 2 x 600 mg iv sehari. Obat lain juga dapat digunakan misalnya seftriakson dengan dosis 2 gram iv sehari 1 x 1. Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberikan diet yang miskin garam dan tinggi protein, karena kortikosteroid bersifat katabolik. Setelah seminggu diperiksa pula kadar elektrolit dalam darah. Bila terdapat penurunan k dapat diberikan KCL 3 x 500 mg per os.8Jika dengan terapi tersebut belum tampak perbaikan selama 2 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut. Efek transfusi darah (whole blood) ialah sebagai imunorestorasi. Bila terdapat leukopenia prognosisnya menjadi buruk, setelah diberi transfusi leukosit cepat menjadi normal. Indikasi pemberian transfusi darah SSJ dan NET adalah bila terlah diobati dengan kortikosteroid dengan dosis adekuat setelah 2 hari belum ada perbaikan. Dosisi adekuat untuk SSJ 30 mg deksametason sehari dan NET 40 mg sehari.Bila terdapat purpura generalisata.Jika terdapat leukopenia.8Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg sehari iv.Terapi topikal tidak sepenting terapi sistemik. Pasien dimandikan dengan larutan permanganas kalikus 1 : 10.000. Lesi pada bibir dioleskan dengan kanalog in orabase.Konsultasi ke bagian oftalmologi untuk kelainan pada mata. Biasanya dokter mata memberikan airmata artifisial atau gentamisin tetes mata bila ada dugaan infeksi sekunder. Secara rutin pasien juga kita konsultasikan ke bagian kulit kelamin untuk perawatan yang komprehensif.8Pencegahannyaseperti hindari obat-obat pemicu (jangan digunakan lagi). Edukasi pada pasien obat apa saja yang dapat menyebabkan SSJdan menjaga kesehatan.8KomplikasiYang tersering adalah broncopneumonia. Komplikasi lain ialah kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, dan shock. Pada mata dapat terjadi kebutaan akibat gangguan lakrimasi.3PrognosisKalau kita bertindak tepat dan cepat, maka prognosis cukup memuaskan. Bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk. Pada keadaan umum yang buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat mendatangkan kematian.7Persentase kematian di berbagai kota di Indonesia bervariasi. Dalam publikasi Sri Lestari dan Adhi Djuanda pada tahun 1994 dicantumkan angka kematian di berbagai kota di Indonesia. Angka kematian di RS Dr. Kariadi Semarang 14,6%, RS DR. Soetomo Surabaya 5,1%, RS Dr. Sardjito Yogyakarta 7,0%, RS Wangaya Denpasar 9% dan RS Denpasar 20%; sedangkan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo 4%. Laporan terakhir dari RS Dr. Saiful Anwar, Malang 8,7%. Sedangkan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo hanya 1%.7

KesimpulanPenyakit SSJ merupakan salah satu penyakit kulit yang sifatnya gawat-darurat/ emergensi, lebih tepatnya merupakan penyakit kulit yang bersifat mukokutaneus akut yang dapat mengancam nyawa. Sifatnya gejala klinisnya yang utama ialah : okulo-muko-kutakenus. Komplikasi daripada penyakit ini dapat penurunan penglihatan, terganggunya keseimbangan cairan, infeksi, septikemia. Maka dari itu harus ditangani segera sebelum terlambat, karena dapat menuju kematian jika terlambat ditangani atau ditangani dengan tidak baik.

Daftar pustaka1. Scholarly Paper. Steven Johnson Syndrome: New insights for the healthcare professional. Atlanta, Georgia: Scholarly Editions; 2011.p.1-2.2. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmupenyakitdalam. Jilid 3. 5th ed. Internal Publishing; 2010.p.2911-23.3. Hamzah M, Djuanda A. Ilmupenyakitkulitdankelamin. 5th ed. Jakarta: FakultasKedokteranUniversitas Indonesia; 2011.p.163-7.4. Stevens Johnson Syndrome and Children. Skinassociation. Diunduh dari: http://www.skinassn.org/stevens-johnson-syndrome-and-children.html. 20 April 2013.5. Burns BT, Graham R. Lecture notes on dermatology. 8th Ed. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2011.p.152-4.6. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2009.p.417.7. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Dalam: Pioderma. Ed.6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. h.57-63.8. Stevens-Jhonson Syndrome. Foster CS. 25 Maret 2013. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1197450-overview#showall. 20 April 2013. 9. DermatolIJ.retrospective analysis of stevens-johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis over a period of 10 years. Diambildariwww.ncbi.nlm.nih.gov, 20 april 2015

14