Bab II Blok 5 Issue 2

34
3 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Pengertian Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa (Syaifuddin, 2006). 2.1.2 Fungsi Kulit Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan hidup secara umum yaitu: a. Fungsi proteksi Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol, dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis (Syaifuddin, 2006). b. Fungsi absorbsi

description

Bab II Blok 5 Issue 2

Transcript of Bab II Blok 5 Issue 2

3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kulit

2.1.1 Pengertian

Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang

menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara

kelenjar keringat dan kelenjar mukosa (Syaifuddin, 2006).

2.1.2 Fungsi Kulit

Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin

kelangsungan hidup secara umum yaitu:

a. Fungsi proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau

mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang

dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol, dan asam kuat). Gangguan panas

misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya

bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit

dan serabut-serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung

terhadap gangguan fisis (Syaifuddin, 2006).

b. Fungsi absorbsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,

tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang

larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air

memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.

Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi,

kelembaban dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui

celah di antara sel, menembus sel-sel epidermis, atau melalui saluran

kelenjar yang lebih banyak melalui sel-sel epidermis (Syaifuddin, 2006).

4

c. Fungsi kulit sebagai pengatur panas

Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan.

Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat

pengatur panas, medula oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu

viseral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian

persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu

vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas

dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada

permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit

menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu

tubuh tidak dikeluarkan) (Syaifuddin, 2006).

Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat,

kontraksi otot dan pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah

sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik

(Syaifuddin, 2006).

d. Fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi

atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan

amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit

karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini

menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi

kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit

(Syaifuddin, 2006).

e. Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan

subkutis. Respon terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan

subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan diperankan

oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh

epidermis (Syaifuddin, 2006).

5

f. Fungsi pembentukan pigmen

Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini

berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim

melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu,

dan O2 terhadap sinar matahari mempengaruhi melanosum. Pigmen disebar

ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan lapisan di

bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya

dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit,

reduksi Hb dan karoten (Syaifuddin, 2006).

g. Fungsi keratinisasi

Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel

basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel

spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi

sel granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini

menjadi menjadi sel tanduk yang amorf (Syaifuddin, 2006).

h. Fungsi pembentukan vitamin D

Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar

matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari

proses tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan

(Syaifuddin, 2006).

2.1.3 Lapisan Kulit

1. Epidermis

Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit dan terdiri

dari jaringan epitel berlapis pipih. Epidermis terdiri dari lima lapisan, yaitu

a) Stratum korneum

Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus-menerus dilepaskan

(Pearce, 2002). Pada lapisan ini selnya sudah mati, tidak mempunyai

inti sel (inti selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin

(Syaifuddin, 2006).

6

b) Stratum lusidum

Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-selnya

sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi

jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak

tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan ini terlihat seperti suatu pita

yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat (Syaifuddin,

2006).

c) Stratum granulosum

Stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan. Sel-sel

tersebut hanya terdapat hanya 2-4 lapis yang sejajar dengan permukaan

kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir-butir yang disebut keratohialin

yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena

banyaknya butir-butir stratum granulosum (Syaifuddin, 2006).

d) Stratum spinosum / Stratum akantosum

Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat

mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya disebut spinosum

karena jika dilihat di bawah mikroskop sel-selnya terdiri dari sel yang

bentuknya poligonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk (spina).

Disebut akantosum karena sel-selnya berduri. Ternyata spina atau

tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain yang disebut

interceluler bridges atau jembatan interseluler (Syaifuddin, 2006).

e) Stratum basal / germinativum

Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal.

Stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya dan

merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang

lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir

melanin warna (Syaifuddin, 2006).

7

Sel tersebut disusun seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel

tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel-sel

basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari

epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tetapi

bergelombang. Pada waktu kerium menonjol pada epidermis tonjolan

ini disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah

korium. Tonjolan ini disebut rete ridges atau rete pegg (prosessus

interpapilaris) (Syaifuddin, 2006).

2. Dermis atau Korium

Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit (Syaifuddin, 2006).

Lapisan ini tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik.

Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah

bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya

sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari dua

lapisan, yaitu

a) Pars papilaris (stratum papilar)

Letaknya bagian atas, yang tersusun atas jaringan ikat kendor,

membentuk papil yang menonjol ke epidermis. Lapisan ini kaya akan

pembuluh darah kapiler (Syaifuddin, 2006).

b) Stratum retikularis

Letaknya bagian bawah, yang tersusun atas jaringan ikat padat tidak

teratur (Syaifuddin, 2006).

2.1.4 Bagian-bagian kulit

a. Rambut

Rambut adalah sel epidermis yang berubah, rambut tumbuh dari

folikel rambut di dalam epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis

sebelah atas, dasarnya terdapat papil tempat rambut tumbuh. Akar berada

dalam folikel pada ujung paling dalam dan bagian sebelah luar disebut

8

batang rambut. Pada folikel rambut terdapat otot polos kecil sebagai

penegak rambut. Rambut terdiri dari:

Rambut panjang di kepala,pubis dan jenggot.

Rambut pendek di lubang hidung, liang telinga dan alis.

Rambut bulu lanugo di seluruh tubuh.

Rambut seksual di pubis dan aksila (ketiak) (Syaifuddin, 2006)

b. Kuku

Kuku adalah sel epidermis kulit-kulit yang telah berubah, tertanam

dalam palung kuku menurut garis lekukan pada kulit. Palung kuku

mendapat persarafan dan pembuluh darah yang banyak. Bagian proksimal

terletak dalam lipatan kulit merupakan awal kuku tumbuh, badan kuku,

bagian yang tidak ditutupi kulit dengan kuat terikat dalam palung kulit dan

bagian atas merupakan bagian yang bebas. Bagian dari kuku terdiri dari

ujung kuku atas ujun batas, badan kuku Yng merupakan bagian yang

besar, dan akar kuku (radiks) (Syaifuddin, 2006).

c. Kelenjar kulit

Kelenjar kulit mempunyai tubulus yang bergulung-gulung dengan

saluran keluar lurus merupakan jalan keluar untuk mengeluarkan berbagai

zat dari badan (kelenjar keringat). Kulit mempunyai daya regenerasi yang

besar. Setelah kulit terluka, sel-sel dalam dermis melawan infeksi lokal

kapiler dan jaringan ikat akan mengalami regenerasi epitel yang tumbuh

dari tepi luka menutupi jaringan ikat yang bergenerasi sehingga terbentuk

jaringan parut. Pada mulanya berwarna kemerahan karena meningkatnya

jumlah kapiler akhirnya berubah menjadi sabut kolagen keputihan yang

terlihat melalui epitel (Syaifuddin, 2006).

Manifestasi ketuaan kulit meliputi kulit tampak lebih tipis karena

perubahan dalam komposisi kimia zat dasar jaringan ikat. Karena

kekurangan cairan dan hilangnya elastisitas pada serat-serat elastis dermis

dan subkutis akibat lipatan kulit yang ditimbulkan dengan menarik

9

jaringan di bawahnya, lambat laun menghilang dan akan timbul bintik

pigmentasi yang tidak beraturan (Syaifuddin, 2006).

Kelenjar sebasea berasal dari rambut yang bermuara pada saluran

folikel rambut untuk melumasi rambut dan kulit yang berdekatan. Kelenjar

kantongnya dalam kulit, bentuknya seperti botoldan bermuara dalam

folikel rambut. Paling banyak terdapat pada kepala dan wajah sekitar

hidung, mulut dan telinga, tidak terdapat pada telapak kaki dan telapak

tangan. Ada dua kelenjar yang terdapat pada kulit yaitu kelenjar keringat

yang menghasilkan kelenjar sudorivera dan kelenjar yang menghasilkan

kelenjar sebasea. Kelenjar terdiri dari badan kelenjar, saluran kelenjar, dan

muara kelenjar (Syaifuddin, 2006).

2.1.5 Jenis-jenis Kulit

Pada umumnya jenis kulit manusia dapat dikelompokkan menjadi :

a. Kulit Normal

Ciri-ciri kulit normal adalah kulit lembut, lembab berembun, segar

dan bercahaya, halus dan mulus, tanpa jerawat, elastis, serta tidak terlihat

minyak yang berlebihan juga tidak terlihat kering.

b. Kulit Berminyak

Kulit berminyak banyak dialami oleh wanita di daerah tropis.

Karena pengaruh hormonal, kulit berminyak biasa dijumpai pada remaja

puteri usia sekitar 20 tahunan, meski ada juga pada wanita usia 30-40

tahun yang mengalaminya. Penyebab kulit berminyak adalah karena

kelenjar minyak (sebaceous gland) sangat produktif, hingga tidak mampu

mengontrol jumlah minyak (sebum) yang harus dikeluarkan. Sebaceaous

gland pada kulit berminyak yang biasanya terletak di lapisan dermis,

mudah terpicu untuk bekerja lebih aktif.

10

c. Kulit Kering

Kulit kering memiliki kadar minyak atau sebum yang sangat

rendah dan cenderung sensitif, sehingga terlihat parched karena kulit tidak

mampu mempertahankan kelembabannya. Garis atau kerutan sekitar pipi,

mata dan sekitar bibir dapat muncul dengan mudah pada wajah yang

berkulit kering. Kulit kering merupakan bentuk lain dari tanda tidak

aktifnya kelenjar thyroid dan komplikasi pada penderita diabetes. Kulit

kering terjadi jika keseimbangan kadar minyak terganggu.

Pada kulit berminyak terjadi kelebihan minyak dan pada kulit

kering justru kekurangan minyak. Kandungan lemak pada kulit kering

sangat sedikit, sehingga mudah terjadi penuaan dini yang ditandai keriput

dan kulit terlihat lelah serta terlihat kasar.

d. Kulit Sensitif

Diagnosis kulit sensitif didasarkan atas gejala-gejala penambahan

warna, dan reaksi cepat terhadap rangsangan. Kulit sensitif biasanya lebih

tipis dari jenis kulit lain sehingga sangat peka terhadap hal-hal yang bisa

menimbulkan alergi (allergen). Pembuluh darah kapiler dan ujung saraf

pada kulit sensitif terletak sangat dekat dengan permukaan kulit. Jika

terkena allergen, reaksinya pun sangat cepat.

Bentuk-bentuk reaksi pada kulit sensitif biasanya berupa bercak

merah, gatal, iritasi hingga luka yang jika tidak dirawat secara baik dan

benar akan berdampak serius. Warna kemerahan pada kulit sensitif

disebabkan allergen memacu pembuluh darah dan memperbanyak aliran

darah ke permukaan kulit.

e. Kulit Kombinasi atau Kulit Campuran

Faktor genetis menyebabkan kulit kombinasi banyak ditemukan di

Asia. Banyak wanita timur terutama di daerah tropis yang memiliki kulit

kombinasi kering-berminyak atau normal-berminyak. Pada kondisi

tertentu kadang dijumpai kulit sensitif-berminyak. Kulit kombinasi terjadi

11

jika kadar minyak di wajah tidak merata. Pada bagian tertentu kelenjar

keringat sangat aktif sedangkan daerah lain tidak.

2.2 Luka

2.2.1 Definisi

Luka atau cedera adalah kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh yang

disebabkan suatu paksaan atau tekanan fisik dan kimiawi ( Kuraesin, 2007).

Berdasarkan jenis penyebab yang menimbulkannya,luka dapat dikelompokkan

menjadi 4 bagian,yaitu:

a. Luka bersih

Luka bersih adalah luka yang disebabkan oleh suatu tindakan operasi

yang dilakukan oleh seorang yang ahli di bidangnya sehingga resiko yang

dihadapi pasien akan sangat kecil karena aspek kontaminasi dan kebersihan

luka sangat diperhatikan( Kuraesin, 2007).

b. Luka bersih terkontaminasi

Luka bersih terkontaminasi adalah luka yang disebabkan oleh suatu

tindakan operasi yang dilakukan oleh seorang yang ahli di bidangnya, tetapi

terkontaminasi pada saat dilakukannya pembedahan.Luka jenis biasanya

terjadi di dalam kamar operasi atau pada saat pasien dirawat diruang

perawatan pasca pemulihan operasi( Kuraesin, 2007).

c. Luka kotor

Luka kotor adalah luka yang disebabkan suatu kejadian yang tidak

disengaja seperti kecelakaan sehingga mengakibatkan patah tulang terbuka

dan luka sobekan, terbuka,atau memar. Sehubungan dengan penyebabnya

yang di luar dugaan,kita tidak dapat mempersiapkan segala sesuatunya

sehingga memungkinkan adanya mikroorganisme atau kotoran yang masuk

dan menempel pada luka tersebut.

12

Pada akhirnya akan menyebabkan infeksi pada luka tersebut sehingga

waktu penyembuhannya pun bermacam-macam tergantung dari berapa besar

infeksi yang ditimbulkan luka tersebut ( Kuraesin, 2007).

d. Luka kotor terkontaminasi

Luka kotor terkontaminasi adalah luka kotor yang sudah

terkontaminasi atau luka operasi yang sudah terkontaminasi pada saat

melakukan operasi.

Luka tersebut sudah bernanah dan sudah membentuk lubang yang

kotor sehingga membutuhkan perawatan khusus untuk mencegah terjadinya

pembusukan pada jaringan tubuh lainnya( Kuraesin, 2007).

Jika hal ini terjadi,jaringan tubuh akan mengeluarkan reaksi yang

bermacam-macam terhadap luka yang ditimbulkannya. Ada tiga fase reaksi

jaringan tubuh terhadap luka yaitu:

a. Fase 1

Selama beberapa hari pada minggu pertama akan memasuki fase inflamasi

atau fase pembengkakan.pembengkakan jaringan yang tersayat disebabkan

massa cairan tubuh yang terkumpul dan terdapatnya sel fibroblast yang

dapat meningkatkan suplai darah ke daerah luka (Kuraesin, 2007).

b. Fase 2

Selama berlangsungnya proses pada fase 1,fibrioblast akan berubah

menjadi jaringan kolagen.Kolagen adalah sel protein yang berfungsi

membantu penyembuhan luka dengan mempertahankan jaringan agar tetap

terjaga kelenturannya (Kuraesin, 2007).

c. Fase 3

Proses pada fase ini adalah pembentukan jaringan kolagen yang

cukup,selanjutnya jaringan kolagen itu secara bertahap akan

mengembalikan kelenturan jaringan kulit sehingga kembali pada keadaan

normal (Kuraesin, 2007).

13

2.2.2 Berbagai jenis luka

a. Luka tertutup

Luka tertutup adalah luka dimana jaringan yang ada permukaan tidak

rusak, seperti kseleo, terkilir, patah tulang dan sebagainya (Tarigan, 2007).

b. Luka terbuka

Luka terbuka adalah luka dimana kulit atau jaringan selaput lendir

rusak. Kerusakan ini dapat terjadi karena suatu kesengajaan seperti pada

tindakan operasi. Di sini orang ingin membuat suatu luka yang sedemikian

rupa agar luka ini dengan secepatnya dapat sembuh. Luka terbuka yang di

buat dengan tidak sengaja, merupakan penyebab dari kecelakaan, kita sebut

sebagai luka traumatis. Bentuk luka yang paling sering menonjol adalah luka

laserasi yang terjadi pada permukaan kulit. Suatu luka terpotong adalah suatu

luka yanng lebbih dalam dari luka laserasi/ lecet dan mempunyai dinding-

dinding luka yang licin, ini membuat efek yang positif terhadap

penyembuhannya (Tarigan, 2007).

Luka robek juga dapat dalam akan tetapi mempunyai dinding-dinding

luka yang tidak rata. Ini mempunyai efek negatif terhadap penyembuhannya.

Luka tusuk biasanya sangat dalam yang bmenyebabkan jaringan-jaringan

yang ada di dalamnya rusak.Luka-luka tusuk empunyai permukaan yang rata.

Luka penetrasi terjadi jika suatu benda (misalnya peluru) yang masuk dalam

tubuh. Di sini jaringan-jaringan yang ada di dalamnya rusak, dan dinding-

dinding luka tidak rata (Tarigan, 2007).

Pada suattu luka bakar terdapat keadaan yang sama halnya seperti

pada luka amputasi dan luka dekubitis.Pada suatu amputasi, sering mengenai

bidang luas yang menyebabkan penyembuhannya tidak begitu cepat.

14

2.2.3 Pertolongan pertama pada luka

Pertolongan pertama terhadap luka bertujuan untuk menghentikan

perdarahan, mencegah terjadinya infeksi, serta mencegah parahnya kerusakan

jaringan.

a. Pertolongan pertama pada Luka tergores (lecet).

b. Cuci luka di bawah kran air yang mengalir atau bersihkan dengan lap

bersih dan air dingin, segala kotoran terlepas dari permukaan kulit.

c. Bila luka tidak parah, berikan obat merah atau sejenisnya, lalu biarkan

sebentar agar kering. 

d. Pertolongan pertama pada luka teriris pertolongan pertama bertujuan

menghentikan perdarahan dan mencegah terjadinya infeksi. Caranya:

Tekan luka dengan kapas dilapis kain kassa atau saputangan yang

bersih. Sebaiknya jangan pakai bahan yang berbulu. Tekan terus

sampai darah berhenti dan biarkan kassa atau saputangan di tempat

luka hingga beberapa saat setelah darah berhenti.

Bila kapas atau saputangan telah basah, jangan ganti dengan yang

barum tambahkan kapas di atasnya.

Bila perdarahan terjadi di daerah lengan atau tungkai, angat bagian

yang luka ke aras hingga posisinya lebih tinggi untuk membantu

menghentikan perdarahan. Akan tetapi, jangan tinggikan lengan atau

tungkai bila Anda mencurigai ada tulang yang patah.  

Bila luka terlihat cukup dalam, pergilah segera ke dokter, karena

mungkin harus segera dijahit. Bila tidak, segeralah obati dan

bungkus dengan perban.

e. Pertolongan pertama pada luka tersobek yang dapat dilakukan sama

seperti luka teriris.

f. Pertolongan pertama pada luka tertusuk yang dapat dilakukan adalah:

Bersihkan luka dengan air hangat. Bila tidak ada air hangat bisa

dibersihkan di bawah kran air.

15

Untuk mencegah infeksi, berilah alkohol di sekitar daerah yang

kena luka dan tutuplah dengan pembalut.

Bila luka cukup dalam, bawalah segera ke dokter

g. Pertolongan pertama pada Luka bakar yang dapat dilakukan adalah:

Bila penyebabnya karena api yang masih menyala, bungkuslah

tubuh anak dengan selimut atau bahan lain yang tidak dapat

terbakar. Janganlah Anda menyiram  air jika di sekitarnya terdapat

benda-benda yang mengandung aliran lsitrik, karena ia bisa

tersengat listrik.

Segera setelah api padam, dinginkan daerah yang terbakar dengan

air yang mengalir lebih kurang 10-15 menit. Hal yang sama juga

dilakukan pada luka bakar dengan sebab lain. Jika bagian badannya

yang terbakar, janganlah Anda mencoba membuka pakaiannya. 

Segera bawa penderita ke dokter.

Pemberian kecap, mentega atau odol sebaiknya tidak dilakukan,

karena sebagian ahli percaya bahwa zat-zat semacam itu dapat

menjadi tempat persembunyian kuman. Lebih baik mengolesi luka

bakar dengan salep antibiotika yang dianjurkan oleh dokter.

h. Pertolongan pertama pada luka memar yang dapat dilakukan adalah:

agar memar tidak bertambah luas, kompreslah dengan es di

sekeliling daerah yang kena benturan. Tindakan ini membantu

mengerutkan pembuluh darah dan mengurangi perdarahan di

bawah kulit, serta mengurangi pembengkakan.

Bila timbul pembengkakan yang besar dan setelah terjadi kejadian

si anak muntah-muntah, segera bawa ke dokter.

Pada anak yang jatuh, seringkali tidak diketahui apakah ia

mengalami patah tulang atau tidak, karena hal ini tidak segera

nyata  terlihat. Oleh karena itu, bila anak baru mengalami jatuh

yang keras atau aneh posisinya, atau mengalami  pukulan yang

16

keras, bertindaklah hati-hati. Daerah yang terkena sedapat mungkin

jangan digerakkan.

Bila Anda mencurigai adanya tungkai yang patah, bungkuslah

tungkai yang patah ke tungkai sebelahnya dengan sehelai kain dan

berikan bantalan di antaranya. Kemudian bawalah segera ke dokter.

Bila terjadi kecelakaan akibat pukulan pada daerah kepala,

perhatikan tanda-tanda yang menyertainya. Misalnya pusing,

mengantuk, sakit kepala, napas pendek atau berbunyi, keluar cairan

atau darah dari hidung, mulut atau telinga, segera bawa ke dokter.

Ada baiknya Anda berkonsultasi ke dokter bila anak jatuh atau

kena pukul bagian kepalanya, karena anak sulit menjelaskan tanda-

tanda yang timbul sesudahnya (Tarigan, 2007).

2.2.4 Penyembuhan Luka

Melihat bahwa pada luka terjadi kerusakan pada jaringan maka tubuh akan

bereaksi sama seperti yang terjadi pada peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di

daerah yang terluka akan melebar dan mengangkut sel-sel yang mati dan rusak. Di

daerah luka akan terbentuk jaringan dari serat-serat protein (fibrin). Jaringan ini

nanti akan membentuk suatu lapisan yang keras yang melindungi luka tersebut

(Stevens P.J.M., dkk. 1999).

Pada saat yang bersamaan akan tumbuh pada tepi-tepi luka suatu jaringan

granulasi. Jika luka itu bersih dan karena adanya jaringan-jaringan mati (nekrois)

yang lebih sedikit pada luka tersebut, maka pertumbuhan dari jaringan granulasi

itu - yang terdiri dari pembuluh-pembuluh darah dan jaringan-jaringan ikat – akan

berjalan dengan lebih baik. Jika pada seluruh permukaan luka sudah terbentuk

jaringan granulasi maka keropeng luka akan terlepas. Kemudian akan terbentuk

bekas luka tertutup oleh lapisan kulit yang tipis (bekas luka yang tertutup lapisan

kulit itu adalah lapisan granulasi). Tanda-tanda bekas ini akan memudar dan

berkerut (Stevens P.J.M., dkk. 1999).

17

Di samping faktor-faktor yang disebut tadi, ada masalah lain, yaitu tentang

terinfeksinya luka oleh mikroorganisme yang ada pada luka tersebut, yang nanti

akan sangat menentukan penyembuhan lukanya. Luka steril seperti luka operasi

akan lebih cepat sembuuh daripada luka meradang (Stevens P.J.M., dkk. 1999).

Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor berikut akan

berpengaruh pada proses penyembuhan luka :

Pengaliran darah lokal. Ini harus seoptimal mungkin dalam proses

penyembuhan yang baik;

Ada/tidak adanya edema. Adanya edema dapat menghalangi

penyembuhan luka karena dengan demikian pengaliran darah akan

terganggu;

Zat-zat pembakar dan pembangun. Zat-zat ini harus ada dalam kadar

yang cukup dalam makanan yang dikomsumsi;

Kebersihan luka. Luka yang bersih akan lebih cepat sembuh

daripada luka yang banyak terdapat nekrosisnya;

Besarnya luka. Luka yang besar akan lebih lama sembuhnya dari

pada luka yang kecil, dimana tepi luka itu lebih berdekatan.

Kering atu tidaknya luka. Luka yang kering akan lebih cepat sembuh

daripada luka yuang basah, karena luka kering akan lebih cepat

tumbuh lapisan granulasi di bawah keropeng luka (Stevens P.J.M.,

dkk. 1999).

Masalah-masalah berikut ini adalah hambatan yang paling utama dalam

proses penyembuhan luka:

Timbulnya pendarahan. Sebagai akibat dari satu kerusakan, dapat

timbul di tempat-tempat berlemak yang kiurasng aliran darah.

Pembuluh darah itu dapat rusak pada tempat yang berlemak tadi,

akibat ari tegangan pada luka atau oleh gerakan yang dipaksakan.

Pendarahan itu dapat terjadi di luar maupun di dalam tubuh.

Adanya infeksi pada luka. Luka menjadi lahan yang subur bagi

pertumuhan mikroorganisme. Oleh karena itu cara perawatan luka

18

harus tertuju pada usaha untuk menghindari terjadinya pencemaran

luka atau sedapat mungkin membatasinya. Meskipun demikian

higiene luka merupakan satu-satunya faktor pada perawatan luka

yang menyebabkan timbulnya infeksi karena kondisi umum pasien

dan tempat terjadinya luka juga sangat menentukan dalam hal ini

(Stevens P.J.M., dkk. 1999).

2.3 Jaringan Parut

2.3.1 Pengertian

Setiap luka pada kulit dapat meninggalkan jaringan parut. Pada beberapa

pasien, jaringan parut tersebut tumbuh secara abnormal berupa jaringan parut

hipertrofik ataupun keloid yang selain dapat mengganggu secara estetika, secara

fungsional juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti gatal dan nyeri.

Terdapat beberapa pilihan terapi, meliputi pembedahan, terapi radiasi, injeksi

steroid, pressure therapy, krioterapi, dan terapi laser. Saat ini terdapat

kecenderungan untuk memilih terapi yang bersifat tidak invasif namun efektif

untuk mencegah dan menatalaksana jaringan parut abnormal. Penggunaan silicone

gel sheet merupakan kemajuan baru dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan

parut hipertrofik. Selain penggunaannya yang bersifat non-invasif dan sederhana,

silicone gel sheet juga memiliki efektivitas yang tinggi (Ismail, 2011).

Keloid dan jaringan parut hipertrofik adalah jaringan parut abnormal yang

umum dijumpai dalam proses penyembuhan kulit yang disebabkan oleh sintesis

dan deposisi yang tidak terkontrol dari jaringan kolagen pada dermis (Ismail,

2011).

Luka pada kulit seperti luka bakar, insisi pembedahan, ulkus dan lain-lain

diperbaiki melalui deposisi dari komponen yang akan membentuk kulit baru.

Komponen tersebut meliputi pembuluh darah, saraf, serat elastin (memberi

elastisitas kulit), serat kolagen (memberi ketegangan kulit), dan gliko-

saminoglikan yang membentuk matriks di mana serat-serat struktural, saraf dan

pembuluh darah berada (Ismail, 2011).

19

Pada beberapa orang, jaringan parut yang terbentuk akibat proses

penyembuhan luka tumbuh secara abnormal menghasilkan jaringan parut

hipertrofik atau keloid. Jaringan parut abnormal tersebut dapat menyebabkan

gangguan psikis dan fungsional pada pasien dan penatalaksanaannya relatif sulit

(Ismail, 2011).

2.3.2 Tipe Jaringan Parut

Jaringan parut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, seperti

keloid, jaringan parut hipertrofik, jaringan parut atrofik, widened (stretched) dan

kontraktur.3 Jaringan parut hipertrofik adalah lesi yang menimbul. Hal itu muncul

akibat produksi berlebihan kolagen pada luka yang menyembuh. Jaringan parut

hipertrofik berwarna merah, menimbul, nodular dan kadang-kadang terasa gatal

atau nyeri. Jaringan parut tetap terlokalisir pada daerah luka dan tidak meluas ke

kulit sekitarnya. Selain itu, jaringan parut hipertrofik dapat membaik secara

spontan (Ismail, 2011).

Keloid juga merupakan lesi yang menimbul, terjadi akibat produksi

berlebihan dari kolagen, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dari jaringan

parut hipertrofik. Keloid dapat meluas melewati batas luka yang sebenarnya dan

menginvasi kulit di sekitarnya. Keloid lebih sering terjadi pada kulit gelap dan

terjadi pada pasien berumur 10-30 tahun. Pasien juga biasanya memiliki riwayat

terjadiya keloid dalam keluarga. Keloid dapat terjadi setelah pembedahan atau

trauma, pada tempat suntikan vaksinasi dan setelah pembuatan lubang di telinga

untuk anting-anting (Ismail, 2011).

Jaringan parut atrofik muncul sebagai indentasi pada kulit di sekitarnya.

Salah satu contoh jaringan parut atrofik adalah tanda bekas vaksinasi cacar dan

beberapa jaringan parut akibat jerawat (Ismail, 2011).

Widened scars muncul ketika luka mengalami peregangan akibat tegangan

kulit (yang dapat disebabkan oleh pergerakan) selama proses penyembuhan. Pada

awalnya jaringan parut nampak normal, tetapi selanjutnya melebar dalam waktu

20

2-3 minggu setelah pembedahan. Widened scars umumnya pucat, datar, lunak,

dan tidak bergejala, namun secara estetik dapat mengganggu. Striae jaringan ikat

pada ibu hamil merupakan salah satu contoh widened scars yang terjadi akibat

luka pada dermis dan jaringan subkutan. Pada awalnya jaringan parut tersebut

berwarna merah, namun akan semakin memudar (Ismail, 2011).

Kontraktur adalah pemendekkan permanen dari jaringan parut yang dapat

mengganggu pergerakan normal. Kontraktur cenderung terjadi pada luka di

daerah persendian atau ketika terdapat kehilangan kulit yang luas seperti pada

luka bakar (Ismail, 2011).

2.3.3 Keloid dan Jaringan Parut Hipertrofik

Walaupun istilah keloid dan jaringan parut hipertrofik sering digunakan

dalam arti yang sama, kedua hal tersebut sebenarnya berbeda. Perbedaan keloid

dan jaringan parut hipertrofik penting diketahui sebab berkaitan dengan hasil

terapi dimana jaringan parut hipertrofik perlahan-lahan dapat regresi spontan,

sedangkan keloid tetap menimbul dan tebal selama bertahun-tahun. Kedua tipe

jaringan parut tersebut dapat menyebabkan gangguan fungsional serta psikologi

pada pasien, dan penatalaksanaannya juga relatif sulit (Ismail, 2011).

Gambaran klinis utama yang membedakannya adalah keloid merupakan

jaringan parut yang meluas secara progresif meliputi daerah kulit normal di

sekitarnya, mengakibatkan (Ismail, 2011).

jaringan parut yang tampak tidak teratur dan menggantung. Keloid lebih

sering dijumpai pada kulit gelap dan sering terjadisetelah trauma kecil seperti luka

akibat lubang anting-anting, gigitan serangga, dan vaksinasi. Sebaliknya, jaringan

parut hipertrofik hanya terbatas pada jaringan yang rusak akibat trauma

sebelumnya. Jaringan parut hipertrofik cenderung terjadi setelah pembedahan dan

trauma termal seperti luka bakar berat. Jaringan parut tersebut lebih sering pada

kulit berwarna. Jaringan parut hipertrofik tidak menginvasi kulit di sekitarnya dan

21

biasanya berhenti tumbuh setelah 6 bulan mengalami regresi sejalan dengan

waktu (Ismail, 2011).

Para klinisi umumnya mendiagnosis keloid berdasarkan pertumbuhan

jaringan parut yang meluas ke jaringan sekitarnya dan onset yang lambat dari

timbulnya jaringan parut tersebut (Ismail, 2011).

2.3.4 Penatalaksanaan

Beberapa jaringan parut dapat berkembang secara abnormal yang timbul

dari proliferasi berlebihan jaringan dermis setelah terjadinya luka pada kulit.

Proliferasi jaringan dermis tersebut karena produksi jaringan ikat dan akumulasi

serat kolagen baru yang tidak teratur dalam jumlah berlebihan (Ismail, 2011).

Jaringan parut di daerah tertentu pada tubuh, meliputi sisi bawah wajah,

daerah presternum, pektoralis, punggung sebelah atas, telinga, leher, sisi luar

lengan atas lebih mungkin menyebabkan terjadinya abnormalitas. Pasien dengan

jaringan parut di daerah tubuh yang berisiko tinggi ini, atau memiliki riwayat

terbentuknya keloid perlu berhati-hati kemungkinan pembentukan jaringan parut

lebih lanjut dengan memperhatikan beberapa hal penting, seperti menghindari

tindakan bedah kosmetik yang tidak perlu, menutup seluruh luka dengan tension

minimal, dan menggunakan pressure garment selama 4-6 bulan setelah terjadinya

luka atau pembedahan (Ismail, 2011).

Penatalaksanaan terhadap keloid dan parut hipertrofik masih bersifat

empiris sebab penyebabnya masih sedikit dimengerti. Terapi terhadap jaringan

parut tersebut diindikasikan jika terdapat gejala, seperti nyeri, parestesia, dan

pruritus. Selain itu juga diindikasikan untuk alasan kosmetik (Ismail, 2011).

Penggunaan silicone gel sheet merupakan suatu kemajuan baru dalam

penatalaksanaan keloid dan jaringan parut hipertrofik. Silicone gel sheet tersebut

berupa gellike transparent, flexible, inert sheet dengan ketebalan kurang lebih 3,5

mm yang digunakan untuk terapi dan pencegahan keloid ataupun jaringan parut

22

hipertrofik. Lapisan tersebut terbuat dari medical-grade silicone (polimer

polydimethylsiloxane) dan diperkuat dengan silicon membrane backing. Lapisan

tersebut dapat melekat dengan mudah pada jaringan parut atau direkatkan dengan

plester. Lapisan dapat dicuci setiap hari dan dipakai kembali (Ismail, 2011).

Silicone gel sheet didesain untuk digunakan pada kulit yang intak. Lapisan

membran tersebut sebaiknya tidak digunakan pada luka terbuka ataupun pada

kulit dengan kelainan dermatologi yang mengintervensi kontinuitas kulit.

Idealnya, silicone sheet diaplikasikan pada stadium awal ketika jaringan parut

mulai menunjukkan tanda-tanda ke arah berkembangnya jaringan parut hipertrofik

(kemerahan, membesar). Pasien berisiko tinggi untuk menderita jaringan parut

abnormal, seperti pasien berumur di bawah 40 tahun, riwayat parut hipertrofik

atau keloid sebelumnya, atau kulit gelap dapat dianjurkan untuk menggunakan

silicone sheet segera setelah luka telah menyembuh (setelah pengangkatan jahitan

pada luka) (Ismail, 2011).

Hasil perbaikan silicone gel sheet tersebut terlihat ketika direkatkan pada

keloid atau jaringan parut hipertrofik selama 12 jam setiap hari, di mana

ditemukan perbaikan pada 80% pasien pada pengamatan setelah 6 bulan. Selain

itu, terapi dengan silicone gel sheet juga tidak invasif dan sederhana sehingga

dapat meningkatkan kepatuhan pasien (Ismail, 2011).

Mekanisme pasti mengenai cara kerja silicone gel sheet belum banyak

diketahui. Efek yang ditimbulkan bukan akibat efek penekanan, aktivitas kimiawi

dari silicone, temperature ataupun perubahan oksigenasi pada jaringan parut,

tetapi mungkin akibat efek peningkatan hidrasi pada jaringan parut, karena

silicone gel sheet memiliki tingkat transmisi uap air yang cukup baik. Efek hidrasi

pada jaringan parut tersebut menjaga homeostasis dari fibroblas pada keloid dan

jaringan parut hipertrofik yang sedang diterapi (Ismail, 2011).