Makalah Blok 15

26
Gejala dan Tanda Morbus Hansen, Diagnosis Banding Beserta Penatalaksanaanya Fitriani 10201318 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 1151 Abstrak : Penyakit Hansen atau yang dikenal juga sebagai lepra, tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia. Penyebab mikroba dalam penyakit Hansen adalah Mycobacterium leprae , sebuah organisme asam - cepat yang sulit untuk tumbuh in vitro. anifestasi penyakit bervariasi berdasarkan respon imun host dan dapat berkisar dari tuberkuloid ke kusta lepromatous (pausibasiler hingga multibasiler). Penyakit Hansen biasanya mempengaruhi kulit, saraf, dan mata , dan pasien mungkin hadir dengan lesi kulit, kelemahan, mati rasa, nyeri mata, atau kehilangan penglihatan. Terapi antibakteri modern biasanya terdiri dari kombinasi dapson dan rifampisin dengan atau tanpa clofazimine. Penyakit Hansen berhubungan dengan tipe 1 (reversal) dan tipe 2 (eritema nodosum leprosum) reaksi imunologi, dimana proses penyakit muncul memburuk secara dramatis. Kata kunci: Lepra, Myobacterium leprae Page 1 | 26

description

Morbun Hanse, Lepra

Transcript of Makalah Blok 15

Gejala dan Tanda Morbus Hansen, Diagnosis Banding Beserta PenatalaksanaanyaFitriani 10201318

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 1151

Abstrak : Penyakit Hansen atau yang dikenal juga sebagai lepra, tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia. Penyebab mikroba dalam penyakit Hansen adalah Mycobacterium leprae , sebuah organisme asam - cepat yang sulit untuk tumbuh in vitro. anifestasi penyakit bervariasi berdasarkan respon imun host dan dapat berkisar dari tuberkuloid ke kusta lepromatous (pausibasiler hingga multibasiler). Penyakit Hansen biasanya mempengaruhi kulit, saraf, dan mata , dan pasien mungkin hadir dengan lesi kulit, kelemahan, mati rasa, nyeri mata, atau kehilangan penglihatan. Terapi antibakteri modern biasanya terdiri dari kombinasi dapson dan rifampisin dengan atau tanpa clofazimine. Penyakit Hansen berhubungan dengan tipe 1 (reversal) dan tipe 2 (eritema nodosum leprosum) reaksi imunologi, dimana proses penyakit muncul memburuk secara dramatis. Kata kunci: Lepra, Myobacterium leprae

Abstract: Hansen's disease, also known as leprosy, remains an important public health problem throughout the world. The causative microbe in Hansen's disease is Mycobacterium leprae, an acid-fast organism that is difficult to grow in vitro. Manifestations of disease vary based on host immune response and can range from tuberculoid to lepromatous leprosy (paucibacillary to multibacillary disease). Hansen's disease typically affects the skin, nerves, and eyes, and patients may present with skin lesions, weakness, numbness, eye pain, or loss of vision. Modern antibacterial therapy typically consists of combinations of dapsone and rifampin with or without clofazimine. Hansen's disease is associated with type 1 (reversal) and type 2 (erythema nodosum leprosum) immunologic reactions, during which the disease process appears to worsen dramatically. These reactions may occur at any time before, during, or after treatment.Keywords : Leprosy, Mycobacterium leprae

PendahuluanKusta (lepra) termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa India kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kata kusta disebut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa penyakit kulit lainnya. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian ke organ lain, kecuali SSP. Selain daripada segi medis, penyakit kusta juga menjadi masalah psikososial penderitanya.1,2 Penyakit yang kusta banyak terdapat dinegara-negara berkembang dan sebagian besar penderitanya adalah masyarakat golongan ekonomi rendah. Hal ini adalah sebagai keterbatasan negara dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan ekonomi pada masyarakat. Pada skenario ini, akan dibahas mengenai perjalanan penyakit, gejala, dan pengobatan dari morbus hansen.AnamnesisPada anamnesis yang yang perlu ditanyakan yaitu: identitas, keluahan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat obstri dan ginekologi (khusus wanita). Riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaaan, obat-obatan dan lingkungan). Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua atau anggota keluarga terdekat sebagai penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memeastikan bahwa pasien yang dimaksud dan sebagai data penelitian. Keluahan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien ke dokter atau mencari pertolongan. Dari hasil anamnesa didapatkan data bahwa pasien datang dengan keluhan adanya bercak putih pada lengan kiri, sejak 1 bulan, dan tidak ada rasa gatal. Riwayat penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Berdasarkan skenario kasus dalam melakukan anamnesis, harus diusahaka data sebagai berikut: 3,41. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung, pada kasus ini keluhan berupa bercak putih dan berlangsung sejak 1 bulan yang lalu.1. Sifat dan berat serangan, warna bercak, adanya gatal, adanya baal pada bercak/lesi 1. Lokaisasi dan penyebaranya, menetap,menjalar, berpindah-pindah,1. Hubungan nya dengan waktu, 1. Hubungannya dengan aktivitas, 1. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali,1. Faktor resiko dan pencatus serangan, termasuk faktor yang memperberat atau meringankan keluhan,1. Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang mengalami keluahan yang sama,1. Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu,1. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah tejadi komplikasi atau gejala sisa,1. Upaya yang telah dilakuakn dan bagai mana hasilnya, jenis obat-obatan yang telah diminum pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini dideritaRiwayat penyakit terdahulu untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan penyakit yang pernah ia derita dengan penyakitnya sekarang. Riwayat obstetri harus ditanyakan pada setiap pasien wanita. Tanyakan mengenai menstruasinya, kapan manrche, apakah menstruasi teratur atau tidak, apakah disertai rasa nyeri atau tidak, dan riwayat kehamilan, persalinan dan keguguran. 3,4 Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulakan data posistif dan negatif yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit.3 Riwayat penyakit keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi. 3,4Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masaah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang harus ditanyakn kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan termasuk obat-obatan terarang. Pasien yang sering melakukan perjalanan juga harus ditanyakan tujuan perjalannan yang telah ia lakukan untuk mencari kemungkinan tertular penyakit infeksi tertentu di tempat tujuan perjalanannya. Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksual juga harus di tanyakan. Yang tidak kalah penting adalah menanyakan tentang lingkungan tempat tinggal, termasuk keadaan rumah, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, tempat pembuangan sampah dan sebagainya. 3,4Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik yang kita lakukan adalah dengan memastikan status lokalisasi dari bercak putih tersebut. Kita perlu melakukan pemeriksaan pada seluruh bagian tubuh, jika memang bercak putih sudah menyebar ke seluruh tubuh. Selain itu, kita juga memeriksa eflouresensi atau sifat dari luka tersebut. Pada setiap kriteria dari lepra, eflouresensinya juga mempunyai sifat yang berbeda. Pada lepra tipe I (tipe interdeminan), eflouresensi yang muncul adalah berupa makula hipopigmentasi berbatas tegas, anestesi, dan anhidrasi, pemeriksaan bakteriomologi negatif, dan tes lepromin positif. Lepra tipe TT (tuberkolusis), eflouresensi berupa makula eritematosa bulat atau lonjong, permukaan kering, batas tegas, anestesi, bagian tengah sembuh, bakteriologi negatif, tes lepromin positif kuat. Tipe BT (bordeline tuberculoid), eflouresensi berupa makula eritrematousa tak teratur, batas tak tegas, kering, mula-mula akan ada tanda kontraktur, anestesi, bakteriologi bisa negatif atau positif, tes lepromin juga bisa menunjukan hasil positif atau negatif. Tipe BB (mid-borderline) makula eritromatosa, menonjol, bentuk tidak teratur, kasar, ada lesi satelit, penebalan saraf dan kontraktur, pemeriksaan bakteriologi positif, tes lepromin negatif. Tipe BL (boderline lepramatosa) berupa makula infiltrat merah mengkilat, tak teratur, batas tak tegas, pembengkakan saraf, pemeriksaan bakteriologi ditemukan banyak basil, tes lepromin negatif. Tipe LL (lepromatosa) berupa infiltrasi difus berupa nodula simetri, permukaan mengkilat, saraf terasa sakit, anestesi, pemeriksaan bakteriologi positif kuat, tes lepromin negatif.5Selain pemeriksaan fisik kulit, kita harus pula melakukan pemeriksaan saraf tepi pasien (nervus ulnaris, nervus radialis, nervus aurikulas magnus, dan nervus poplitea), mata (lagoftalmus), tulang (kontraktur atau absorbsi), dan rambut (alis mata, kumis, dan pada lesi sendiri). Pemeriksaan anestesi (baal) dan sensitifitas bisa dilakukan dengan tes panas dingin ataupun dengan jarum. Tes keringet dengan melakukan tes Gunawan, yaitu dengan pensil tinta dibuat garis pada lesi hingga keluar lesi, lalu pasien melakukan olahraga sampai berkeringat. Selanjutnya dilihat pada bagian mana tinta melebur karena keringat dab bagian tinta yang tidak melebur karena anhidrasi. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan makula hipopigmentasi positif dengan anestesi.

Gambar 1. Makula Hipopigmentasi6Pemeriksaan PenunjangPada penyakit kusta pemeriksaan yang bisa dilakukan umumny adalah inspeksi, selain itu pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan anestesi dengan menggunakan jarum atau kapas seperti yang sudah dijelaskan di atas. Pemeriksaan juga bisa dilakukan dengan pemeriksaan dengan menggunakan tinta. Selain pemeriksaan terserbut ada beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk menunjang diagnosa kusta. 7

Pemeriksaan bakterioskopikDibuatlah suatu sediaa dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung bagian septum lalu diwarnai dengan pewarnaan BTA (Basil Tahan Asam), antara lain Ziehl-Neelsen. Jika hasilnya negatif, maka orang tersebut tidak mengandung kuman M. leprae. Bagian tubuh yang pasti dikerok jaringan kulitnya adalah dibawah cuping telinga berdasarkan pengalaman, tempat tersebut diharapkan mengandung kuman lebih banyak. Cara pengambilannya dengan menggunakan skalpel steril, lalu pada kulit yang terkena lesi didesinfeksi kemudian dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk agar menjadi iskemik. Hal ini disebabkan kerokan skalpel harus sampai di dermis yang diharapkan banyak mengandung kuman M. leprae. Dan dari mukosa hidung diambil dengan cara nose blows, terbaik dilakukan pada pagi hari dan ditampung pada sehelai plastik. Kepadatan M. leprae tanpa membedakan solid atau nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan Indek Bakteri (IB) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley. 70 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 100LP4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP5+ bila 101-1000 BTA dalam 1 LP6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LPPemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak emersi pada pembesaran lensa obyektif 100x. IB seseorang adalah IB rata-rata semua lesi yang dibuat sediaan. Indeks Morfologi (IM) adalah persentase bentuk solid dibandingkan denan jumlah solid dan nonsolid.7

Rumus :

Syarat perhitungan: Jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA IB 1+ tidak perlu dibuat IM-nya karena untuk mendapatkan 100 BTA harus mencapai dalam 1000 sampai 10.000 lapangan pandang Mulai dari IB 3+ harus dihitung IM-nya, sebab dengan IB 3+ maksimum harus dicari dalam 100 lapangan.Ada pendapat bahwa jika jumlah BTA kurang dari 100, dapat pula dihitung IM-nya tetapi tidak dinyatakan dalam % tetap dalam pecahan yang tidak boleh diperkecil atau diperbesat. 7 Pemeriksaan histopatologikMakrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang mempunyai nama khusus dan fungsi berbeda-beda dalam menjalankan imunitas tubuh. Kalau ada kuman M. leprae yang masuk, akan bergantung pada sistem imunitas seluler orang tersebut. Jika sistem imunnya bagus, maka akan banyak ditemukan sel datia Langhans tetapi sayanganya jika ada massa epiteloid berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Sebaliknya jika sistem imunitas seluler orang tersebut rendah, maka M. leprae akan berkembang biak dalam sel tubuh manusia lalu menjadi sel Virchow sebagai alat pengangkut penyebarluasan. 7

Pemeriksaan serologikPemeriksaan ini didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh yang terinfeksi M. leprae. Ternyata ada antibodi spesifik kuman ini yaitu anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD. Kegunaan pemeriksaan serologik ini adalah untuk mendiagnosis penyakit kusta yang meragukan seperti kusta yang subklinis (hampir tidak ada lesi kulit). Uji serologik tersebut terdiri dari Uji MLPA, ELISA, dipstick test, dan flow test.7Diagnosis Banding Pteriasis VersikolorPteriasis Versikolor atau panu adalah penyakit jamur superfisial kronik yang disebabkan oleh Malassezia furfur. Biasanya tidak akan menimbulkan keluhan yang subyektifm hanya berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam. Bercak meliputi badan dan kadang-kadang menyeang ketiak, lipat paha, lengan , tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut. Infeksi bisa terjadi karena kontak langsung dari penempelan jamur ke kulit manusia. Jamur bertumbuh karena faktor kulit yang berminyak, prematuritas, pengobatan anti mikrobial, kortikosteroid, penumpukan glikogen ekstraseluler, infeksi kronik, keringat berlebihan, pemakaian pelumas kulit, dan kadang karena kehamilan.8Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas dan difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila di lihat dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga ada kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut. Lesi kulit berupa bercak putih sampai coklat, merah, dan hitam. Di atas lesi terdapat sisik halus. Bentuk lesi tidak teratur, dapat berbatas tegas atau difus. Sering didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang meluas membentuk plakat, kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular dengan numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau numular dengan plakat. Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksik jamur terhadap pembentukan pigmen, sering di keluhkan penderita. Biasanya penderita datang berobat karena alasan kosmetik yang disebabkan bercak hipopigmentasi. Variasi warna lesi pada penyakit ini tergantung pada pigmen normal kulit penderita, paqparan sinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-kadang warna lesi sulit dilihat, tetapi skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan pada permukaan lesi dengan kuret atau kuku jari tangan (coup dangle dari Beisner).8

Gambar 2. Pitiriasis Versikolor9

Pteriasis AlbaSering di jumpai pada anak-anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Lesi berbentuk bulat, oval atau plakat yang tidak beraturan. Warna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema hilang, lesi yang dijumpai hannya depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20 dengan diameter antara -2 cm. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut, dagu, pipi, serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan. Dapat simteris pada bokong, paha atas, punggung, ekstensor lengan. Umunya lesi bersifat asimtomatik, meskipun kadang-kadang penderita mengeluhkan panas atau gatal.1

Gambar 3. Pitiriasis Alba9

VitiligoMakula berwarna putih dengann diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis lain. Kadang ada makula hipomelanotik selain makula apigmentasi. Daerah yang sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas jari, periorifisial sekitar mata, hidung, mulut, tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetris atau asimetris. Mukosa jarang terkena, kadang mengenai genital eksterna, putting susu, bibir, dan gingitiva.1

Gambar 4. Vitiligo6

Working DiagnosisMorbus Hansen atau lepra atau yang paling terkenal dengan kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik karena pada penderita ketidakseimbangan antara derajat infeksi dan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun yang berbeda. Penyakit ini di sebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit ini sering kali menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.1Diagnosa dari lepra pada umumnya berdasarkan pada gejala klinis dan symptom. Lesi kulit dapat bersifat tunggal atau multiple yang biasanya dengan pigmentasi lebih sedikit dibandingkan kulit normal yang mengelilingi. Kadang lesi tampak kemerahan atau berwarna tembaga. Beberapa variasi lesi kulit mungkin terlihat, tapi umumnya berupa makula (datar), papula (menonjol), atau nodul. Kehilangan sensasi merupakan tipikal dari lepra. Lesi pada kulit mungkin menunjukkan kehilangan sensasi pada pinprick atau sentuhan halus.1

Gambar 5. Morbus Hansen6

Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis, bakteriologis dan histopatologis. Dari ketiga diagnosis klinis merupakan yang terpenting dan paling sederhana. Sebelum diagnosis klinis ditegakkan, harus dilakukan anamnesa, pemeriksaan klinik (pemeriksaan kulit, pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya). Untuk menetapkan diagnosis klinis penyakit kusta harus ada minimal satu tanda utama atau cardinal sign. Tanda utama tersebut yaitu : Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa. Kelainan dapat berbentuk bercak keputihan (hipopigmentasi) atau kemerah-merahan (eritematosa) yang mati rasa (anestesi) Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf akibat peradangan saraf (neuritis perifer) , bisa berupa : 1). Gangguan fungsi sensoris (mati rasa) 2). Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot, kelumpuhan 3). Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak Adanya kuman tahan asam di dalam pemeriksaan kerokan jaringan kulit (BTA positif).Lepra tipe Indeterminate (I)Tipe ini merupakan tipe pausibasiler yang mengandung hanya sedikit kuman. Lepra tipeIndeterminateditemukan pada anak yang kontak dan kemudian menunjukkan 1 atau 2 makula hipopigmentasi yang berbeda-beda ukurannya dari 20 sampai 50 mm dan dapat dijumpai di seluruh tubuh. Makula memperlihatkan hipoestesia dan gangguan berkeringat. Hasil tes lepromin mungkin positif atau negatif. Sebagian besar penderita sembuh spontan, namun jika tidak diobati, sekitar 25% berkembang menjadi salah satu tipedeterminate.1

Gambar 6: Lepromatosa Indeterminate1

Lepra tipe Determinatea) Lepra tipe Tuberkuloid(TT)Tipe ini merupakan tipe pausibasiler yang mengandung hanya sedikit kuman. Manifestasi klinis lepra tipe TT berupa 1 sampai 4 kelainan kulit. Kelainan kulit tersebut dapat berupa bercak-bercak hipopigmentasi yang berbatas tegas, lebar, kering, serta hipoestesi atau anestesi dan tidak berambut. Kadang kala ditemukan penebalan saraf kulit sensorik di dekat lesi, atau penebalan pada saraf predileksi sepertin. auricularis magnus.Hasil pemeriksaan usapan kulit untuk basil tahan asam negatif, sedangkan tes lepromin memperlihatkan hasil positif kuat. Hal ini menunjukkan adanya imunitas seluler terhadapMycobacterium leprae yangbaik.10

b) Lepra tipe Borderline-Tuberkuloid (BT)Tipe ini merupakan tipe pausibasiler yang mengandung hanya sedikit kuman. Kelainan kulit pada lepra tipe ini mirip dengan lepra tipe TT, namun biasanya lebih kecil dan banyak serta eritematosa dan batasnya kurang jelas. Dapat dijumpai lesi-lesi satelit. Dapat mengenai satu saraf tepi atau Iebih, sehingga menyebabkan kecacatan yang luas. Hasil pemeriksaan usapan kulit untuk basil tahan asam positif pada penderita lepra BT(very fewsampai 1+). Tes lepromin positif.10

c) Lepra tipe Borderline-Borderline (BB)Tipe ini merupakan tipe multibasiler yang mengandung banyak kuman. Kelainan kulit berjumlah banyak tidak simetris dan polimorf. Kelainan kulit ini dapat berupa makula, papula dan bercak dengan bagian tengah hipopigmentasi dan hipoestesi serta berbentuk anuler dan mempunyai lekukan yang curam(punchedout).Hasil pemeriksaan usapan kulit untuk basil tahan asam positif, dengan indeks bakteriologis 2+ dan 3+. Tes lepromin biasanya negatif. Lepra tipe BB sangat tidak stabil.1

d) Lepra tipe Borderline-Lepromatosa (BL)Tipe ini merupakan tipe multibasiler yang mengandung banyak kuman. Kelainan kulit dapat berjumlah sedang atau banyak, berupa makulaatau bercak-bercak eritematosa dan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi dengan ukuran yang berbeda-beda dan tepi yang tidak jelas, dan juga papula, nodul serta plakat Kelainan saraf ringan. Hasil pemeriksaan apusan kulit untuk basil tahan asam positif kuat, dengan indeks bakteriologis 4+ sampai 5+. Tes lepromin negatif.10e) Lepra tipe Lepromatosa (LL)Tipe ini merupakan tipe multibasiler yang mengandung banyak kuman. Kelainan kulit berupa makula hipopigmentasi atau eritematosa yang berjumlah banyak, kecil-kecil, dan simetris dengan sensasi yang normal, permukaannya halus serta batasnya tidak jelas, dan papula. Saraf tepi biasanya tidak menebal, karena baru terserang pada stadium lanjut. Dapat terjadi neuropati perifer. Mukosa hidung menebal pada stadium awal, menyebabkan sumbatan hidung dan keluarnya duh tubuh hidung yang bercampur darah. Lama-kelamaan sel-sel lepra mengadakan infiltrasi, menyebabkan penebalan kulit yang progresif, sehingga menimbulkan wajah singa, plakat, dan nodul. Nodul juga dapat terjadi pada mukosa palatum, septum nasi dan sklera. Alis dan bulu mata menjadi tipis, serta bibir, jari-jari tangan dan kaki membengkak. Dapat terjadi iritis dan keratitis. Kartilago dan tulang hidung perlahan-lahan mengalami kerusakan, menyebabkan hidung pelana. Jika laring terinfiltrasi oleh sel lepra, maka akan timbul suara serak. Akhirnya testis mengalami atrofi, dan kadang kala mengakibatkan ginekomastia. Hasil pemeriksaan asupan kulit untuk basil tahan asam positif, dengan indeks bakteriologis 5+ sampai 6+. Tes lepromin selalu negative. 1EpidemiologiCara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:11a) Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 27 x 24 jam. b) Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang. Klinis ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan faktor yang penting. Banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan mengenai penularan ini sesuai dengan hukum-hukum penularan seperti halnya penyakit-penyakit terinfeksi lainnya. Menurut Cocrane, terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka. Menurut Ress dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan M. Leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah : Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara dengan tingkat sosial ekonomi rendah Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat

EtiologiKuman penyebab penyakit leprae ini adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh seorang warga di sebuah negara yaitu norwegia, pada tahun 1874 yang bernama G.A. Hansen. Namun sampai sekarang kuman ini masih belum dapat dibiakkan dalam media buatan. Kuman Mycobacterium leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um X 0,5 Um, tahan asam dan alkohol serta bersifat gram positif. Mycobacterium leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell) dan sistem retikulo endothelial. Kuman ini bersifat aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun juga diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol. Terdapat juga golongan yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion.12

PatofisiologiM. leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respons imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik.1Penyakit kusta dapar di sebut sebagai penyakit imunologik. Karena di sebut sebagai penyakit imunologik maka perjalanan penyakit ini melibatkan antigen dan antibody. Kuman yang menyebabkan penyakit ini adalah Mycobacterium leprae. Masuknya Mycobacterium leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua.11

PenatalaksanaanNon medika mentosa13 Pengobatan profilaksis dengan dosis yang lebih rendah dari pada dosis therapeutik. Vaksinasi dengan BCG yang juga mempunyai daya profilaksis terhadap lepra. Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini bisa disembuhkan, tetapi pengobatan akan berlangsung lama, antara 12-18 bulan, untuk itu pasien harus rajin mengambil obat di puskesmas dan tidak boleh putus obat. Jika dalam masa pengobatan, tiba-tiba badan pasien menjadi demam, nyeri di seluruh tubuh, disertai bercak-bercak kemerahan, maka harus segera mencari pertolongan ke saranan pelayanan kesehatan. Penyakit ini mengganggu syaraf sehingga mungkin akan terjadi kecacatan jika tidak ada tindakan pencegahan. Cuci tangan dan kaki setiap sesudah bekerja dengan sabun, terutama yang banyak mengandung pelembab, bukan detergen. Rendam jari kaki/tangan sekitar 20 menit dengan air dingin. Apabila kulit sudah lembut, gosok kaki dengan busa agar kulit kering terkelupas. Untuk menambah kelembaban dapat diolesin minyak (baby oil). Secara teratur periksa kaki, apakah ada luka, kemerahan atau nyeri dan segera mencari pertolongan medis. Proteksi jari tangan dan kaki, misalnya memakai sepatu, hindari berjalan jauh atau menghindari bersentuhan dengan benda-benda tajamMedika mentosa13 DDS, merupakan obat pertama yang dipakai sebagai monoterapi. Seringkali dapat menyebabkan resistensi (pertama kali dibuktikan tahun 1964). Resistensi terhadap DDS ini yang memicu dilakukannya MDT. Rifampisin, dosis antikusta adalah 10 mg/kg BB. Dipakai sebulan sekali dalam MDT karena efek sampingnya. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, flu-like syndrome, erupsi kulit, dan warna kemerahan pada keringat, air mata, dan urin. Klofazimin (lamprene), pada kasus kusta yang dimonoterapi dengan DDS dapat terjadi relaps/kambuh. Dosis yang dapat digunakan adalah 1x50 mg setiap hari, atau 100 mg selang sehari, atau 3 x 100 mg selama seminggu. Efek sampingnya dapat berupa warna kecoklatan pada kulit, warna kekuningan pada sklera, sehingga mirip ikterus. Hal ini disebabkan klofazimin merupakan zat warna dan dideposit dalam sel sistem retikuloendotelial. Protionamid, dosis diberikan 5-10 mg/kg BB. Obat ini jarang dipakai. Distribusi dalam jaringan tidak merata, sehingga kadar hambat minimal sukar ditentukan. Ofloksasin, berdasarkan in vitro merupakan kuinolon yang paling efektif terhadap M. leprae. Dosis tunggal dalam 22 dosis akan membunuh hingga 99,99%. Efek samping adalah mual, diare, gangguan saluran cerna, gangguan saraf pusat (insomnia, nyeri kepala, dizziness, nervousness dan halusinasi). Penggunaan pada anak dan ibu hamil dapat menyebabkan artropati. Minosiklin, termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidal lebih tinggi daripada klaritromisin tapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis 100 mg. Efek samping antara lain hiperpigmentasi, simtom saluran cerna dan SSP. Klaritromisin, kelompok antibiotik makrolid dan mempunyai aktivitas bakterisidal M. leprae. Dosis harian selama 28 hari dapat membunuh 99% dan selama 56 hari sebesar 99,99%. Efek sampingnya adalah nausea, vomitus, dan diare.PrognosisDengan adanya obat-obatan kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada ulkus dan kontraktur kronik, prognosis kurang baik.2,3 Kesiumpulan Lepra (penyakit hansen) adalah infeksi menahun yang terutama ditandai oleh adanya kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput lendir hidung, buah zakar (testis) dan mata yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae yang bersifat intraseluler obligat, saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini terutama menyerang kulit, folikel rambut, kelenjar keringat, dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak mengandung Mycobacterium Leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Gejala klinis dapat berupa kelainan saraf tepi (kerusakaan dapat bersifat sensorik, motorik, dan autonomik). Morbus Hansen jika didiagnosis dini dan pengobatan tepat dan segera menghasilkan prognosis baik.

Daftar Pustaka1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2011.h.73-881. Ahmad H, Asdie. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Ed ke-13. Jakarta: EGC; 2002.h.133.799-808, 963-741. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam . Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.25-76. 2871-801. Houghton RA, Gray D, editor. Chamberlains gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Ed ke-13. Jakarta:PT Indeks; 2010.h.3-45, 362-641. Siregar RS. Kusta (lepra). Dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2004.h.154-851. Wolf K, Johnson RA. Leprosi. In Fritz Patricks Color Atlas and Sypnosis of Clinical Dermatology. 6th ed. USA : The McGraw-Hill Companies ; 2009. h.665-7161. Mulyati, K. Pudji, Susilo, J. Leprosi. Dalam: Sutanto, I., Ismid, I. S., Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S, editor. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi keempat. Jakarta: FK UI; 2008.h.319-25.1. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Mikosis superfisial. Dalam Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2011.h.311-671. Pityriasis versicolor. Diunduh dari www.webmd.com, 20 April 2015.1. Legendre DP, Muzny CA, et al. Hansens disease (leprosy). Medscape reference: 2012; hal. 27-37.1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi VI. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2006; hal. 1580-98.1. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. Buku-1. Jakarta: Salemba Medika; 2005.h.467-81. Sardjono OS. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2007; hal. 633-37.Page 16 | 16