Makalah Blok ELI

26
1. Nama Blok: Blok Elective Infection 2. Fasilitator: dr. Dina Kumala Sari 3. Data pelaksanaan: A. Tanggal tutorial : 1 November 2010 dan 5 November 2010 B. Pemicu ke-1 C. Pukul : 10.30 – 13.00 Wib D. Ruangan : Ruangan diskusi kimia-2 4. Pemicu: Seorang perempuan, berusia 35 tahun, tinggal di daerah Langkat datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RS Adam Malik dengan keluhan bengkak pada kaki sebelah kiri mulai dari pangkal paha sampai mata kaki. Hal ini dialami sejak 2 bulan yang lalu, awalnya berupa pembengkakan pada mata kaki kiri, teraba keras dan nyeri. Keluhan lain adalah batuk dan sesak nafas dan sudah mendapat pengobatan tetapi tidak sembuh. Ada beberapa orang di sekitar tempat tinggal pasien yang mempunyai keluhan yang sama. Pada pemeriksaan fisik diperoleh: kesadaran kompos mentis. 1

Transcript of Makalah Blok ELI

Page 1: Makalah Blok ELI

1. Nama Blok:

Blok Elective Infection

2. Fasilitator:

dr. Dina Kumala Sari

3. Data pelaksanaan:

A. Tanggal tutorial : 1 November 2010 dan 5 November 2010

B. Pemicu ke-1

C. Pukul : 10.30 – 13.00 Wib

D. Ruangan : Ruangan diskusi kimia-2

4. Pemicu:

Seorang perempuan, berusia 35 tahun, tinggal di daerah Langkat datang ke Poliklinik

Penyakit Dalam RS Adam Malik dengan keluhan bengkak pada kaki sebelah kiri

mulai dari pangkal paha sampai mata kaki. Hal ini dialami sejak 2 bulan yang lalu,

awalnya berupa pembengkakan pada mata kaki kiri, teraba keras dan nyeri. Keluhan

lain adalah batuk dan sesak nafas dan sudah mendapat pengobatan tetapi tidak

sembuh. Ada beberapa orang di sekitar tempat tinggal pasien yang mempunyai

keluhan yang sama.

Pada pemeriksaan fisik diperoleh: kesadaran kompos mentis.

Tekanan darah 120/70mmHg, denyut nadi 90x/menit, frekuensi nafas 38x/menit.

Pada ekstremitas inferior sinistra diperoleh non pitting oedem (+), nyeri tekan (+),

hiperemis (+) dan makula hiperpigmentasi(+). Pada auskultasi terdengar wheezing

pada kedua lapangan paru.

Apa yang terjadi pada pasien tersebut?

1

Page 2: Makalah Blok ELI

5. More Info :

Laboratorium:

Hb 10,8 g/dL; Leukosit 9530/mm3; Ht36,80%; Trombosit 423.000/mm3

Hitung Jenis: Eusinofil 20%, basofil 4%, neutrofil batang 40%, neutrofil segmen

20%, limfosit 15%, monosit 1%.

Diperoleh parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti,

dan selubung tubuh transparan.

6. Tujuan pembelajaran:

A. Mengetahui dan memahami secara jelas mengenai mekanisme terjadinya oedema

dan non-pitting oedema serta dapat membedakannya

B. Mengetahui jenis penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya oedema dan non-

pitting oedema

C. Mengetahui secara keseluruhan tentang filariasis terutama filariasis limfatik mulai

dari etiologi penyakit sampai penatalaksanaannya serta prognosis dan komplikasi

yang mungkin ditimbulkannya

7. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat

1. Mekanisme oedema dan non-pitting oedema

2. Diagnosis banding penyakit yang menyebabkan oedema dan non-pitting oedema

3. Filariasis limfatik

2

Page 3: Makalah Blok ELI

8. Jawaban atas pertanyaan:

1. Mekanisme oedema dan non-pitting oedema

2. Diagnosis banding penyakit yang menyebabkan oedema dan non-pitting

oedema

Edema itu sendiri bisa terjadi karena beberapa mekanisme :

1) Penurunan tekanan osmostik koloid seperti pada penderita acute tubular

nekrosis. Pada penderita ini akan terjadi proteinuria. Kehilangan protein

plasma dari pembuluh darah akan menurunkan tekanan onkotik sehingga

cairan interstitial tidak diserap dengan baik dan sempurna di kapilari venule.

Kapilari limfa juga tidak bisa menyerap dengan banyak cairan yang

berlebihan tersebut.

2) Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler seperti pada penderita hipertensi.

Tekanan tinggi di kapilari arteriole menyebabkan cairan yang akan keluar ke

3

Page 4: Makalah Blok ELI

interstitial adalah banyak. Pada ujung kapilari venule, cairan yang banyak

tersebut tidak bisa diserap habis ke pembuluh darah. Kapilari limfa juga tidak

bisa menyerap dengan banyak cairan yang berlebihan tersebut.

3) Peningkatan permeabilitas kapiler jika ada inflamasi. Inflamasi akan

menyebabkan pelepasan mediator inflamasi sehingga meningkatkan

permeabilitas pembuluh darah. Permeabilitas yang meningkat ini adalah

supaya leukosit dapat ke tempat tersebut sebagai sitem pertahanan tubuh.

Namun cairan juga keluar bersama sehingga menyebabkan edema.

4) Obstruksi limfatik. Apabila terjadi obstruksi, cairan limfa akan bertumpuk

pada daerah tersebut.

5) Kelebihan air tubuh dan natrium seperti pada penderita gagal jantung

kongestif.

3. Filariasis Limfatik

Defenisi

4

Page 5: Makalah Blok ELI

Filariasis limfatik atau elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal

sebagai penyakit kaki gajah dan di beberapa daerah disebut untut adalah penyakit

yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria.

Menurut WHO 2010, Filariasis limfatik adalah infeksi dengan cacing filaria,

Wuchereria bancrofti, Brugia malayi atau B. timori.

Defenisi lain dari Center of Disease Control and Prevention 2008, Filariasis

limfatik adalah penyakit parasit yang disebabkan cacing mikroskopis yang

menyerupai benang. Cacing dewasa hanya hidup dalam sistem getah bening

manusia.

Etiologi:

1) Wuchereria bancrofti

Panjang mikrofilaria 240-300 µm dan lebarnya 7.5-10 µm

Lekuk tubuh halus

Perbandingan cephalic space: panjang=lebar

Susunan inti tubuh teratur

Ujung ekor tappered/runcing dan tidak berinti

Cacing Dewasa:

Betina:  80-100 mm panjang dan 0.24-0.30 mm diameter

Jantan: 40 mm panjang dan 0.1 mm diameter.

2) Brugia malayi

Panjang mikrofilaria 270 µm dengan lebar 8 µm

Lekuk tubuh kasar/kinky

Cephalic space: panjang 2x lebar

Susunan inti tubuh kasar dan tidak teratur

Ujung ekor terdapat 2 inti

Cacing dewasa:

Lebih kecil dari Wucheria bancrofti

5

Page 6: Makalah Blok ELI

 Cacing betina (50 mm) lebih besar dari cacing jantan (25 mm)

Hanya melalui otot longitudinal dengan pergerakan bentuk S

3) Brugia timori

Tidak stain dengan pewarnaa giemsa seperti pada Wucheria bancrofti dan

Brugia malayi

Cephalic space tubuh: panjang: lebar adalah 3:1

Susunan inti tubuh sehingga ke ujung ekor

Epidemiologi:

Filariasis limfatik yang terdiri dari W. bancrofti, B.malayi dan B. timori

merupakan spesies cacing filarial yang ditemukan di dunia. Penyebarannya

tergantung dari spesiesnya. Wuchereria bancrofti tersebar luas di berbagai negara

tropis dan subtropis, menyebar mulai dari Spanyol sampai di Brisbane, Afrika dan

Asia (Jepang, Taiwan, India, Cina, Filippina, Indonesia) dan negara-negara pulau

di Pasifik Barat.

6

Page 7: Makalah Blok ELI

• Brugia malayi: endemik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau

di Maluku, tetapi terbatas pada sebelah Barat garis Weber, yang memisahkan

Irian Jaya dengan pulau Seram dan Ambon.

•  Wuchereria bancrofti : di daerah perkotaan (urban) ditularkan oleh Culex

quinquefasciatus yang menggunakan air kotor dan tercemar sebagai tempat

perindukannya. Wuchereria bancrofti yang di daerah pedesaan (rural) dapat

ditularkan oleh bermacam spesies nyamuk.

• Brugia timori: daerah NTT ( Nusa Tenggara Timur) dan Timor-Timur

ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah

sawah baik dekat pantai maupun di daerah pedalaman.

Siklus Hidup

7

Page 8: Makalah Blok ELI

Di dalam tubuh manusia.

Nyamuk vektor yang mengandung stadium infektif cacing filaria (biasa

disebut larva L3) akan menularkan kepada manusia melalui gigitan. Kurang lebih

9 – 10hari sejak L3 masuk ke dalam tubuh manusia, L3 akanberganti kulit dan

berubah menjadi larva L4. Pergantiankulit terakhir terjadi pada hari ke 35-40

semenjak masuknya larva L3. Larva akan menjadi cacing dewasa dalam waktu

3,5 bulan semenjak mulai infeksi L3 (prepatent period) untuk B.malayi

sedangkan untuk W.bancrofti memerlukan waktu kurang lebih 11 bulan semenjak

masuknya L3. Cacing betina akan mengeluarkan mikrofilaria dalam jumlah jutaan

yang pada waktu–waktu tertentu tersebar dalam sistem

peredaran darah.

Di dalam tubuh nyamuk vektor.

8

Page 9: Makalah Blok ELI

Mikrofilaria akan masuk ke dalam tubuh nyamuk vektor bersama dengan

darah penderita yang dihisapnya. Dalam waktu 1 jam mikrofilaria akan

melepaskan sarungnya, menembus dinding lambung nyamuk dan bermigrasi ke

dalam otot dada (thorax) untuk melakukan perkembangan selanjutnya. Di dalam

otot thorax larva menjadi lebih pendek dan lebih gemuk (larva L1) dibandingkan

dengan mikrofilaria. Dalam waktu 5 hari larva L1 akan berganti kulit dan berubah

menjadi larva L2 yang lebih aktif bergerak. Pada hari ke 9-10 larva L2 akan

berganti kulit dan akan berubah menjadi larva infektif L3 yang sangat aktif dan

kemudian akan bermigrasi ke dalam probosis nyamuk. Pada saat nyamuk

menggigit (menusukkan probosisnya) pada kulit manusia, maka larva L3 akan

keluar dari probosis dan menempel di kulit. Setelah nyamuk mencabut

probosisnya maka larva L3 akan masuk melalui bekas gigitan nyamuk ke dalam

kulit dan menuju saluran limfatik dan sinus-sinus subskapular. Filariasis

ditularkan oleh nyamuk vektor. Berbagai jenis nyamuk dapat bertindak sebagai

vektor filariasis, tergantung dari jenis cacing filarianya. Wuchereria bancrofti

ditularkan berbagai jenis nyamuk Culex spp, Anopheles spp, Aedes spp.

Sedangkan Brugia spp umumnya ditularkan oleh Mansonia spp dan Anopheles

spp.

Patogenesis dan Patofisiologi

9

Page 10: Makalah Blok ELI

Gejala Klinis

Baik cacing dewasa maupun mikrofilarianya dapat menimbulkan gejala

gejala klinik. Namun cacing dewasanya menimbulkan efek patologik dan gejala

klinik yang lebih nyata, justru terjadi setelah cacing itu mati.

Mikrofilaria di dalam paru-paru sering menimbulkan sindroma yang disebut

sindroma Meyer Kouwenaar atau Eosinofilia Pulmonalis Tropikalis (Occult

Filariasis).

Gejala-gejalanya adalah subfebris, hipereosinofilia (20 - 90%), limfedema,

disertai simtom paru-paru berupa batuk-batuk paroksismal dan sesak napas seperti

10

Page 11: Makalah Blok ELI

asma. Rontgen toraks menunjukkan corakan bertambah di sekitar bronkus dan

bercak-bercak infiltrat tersebar di seluruh paru-paru. Tetapi simtom paru-paru

tidak selalu menyertainya sehingga occult filariasis agaknya lebih cocok untuk

nama sindroma tersebut.

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan parasitologi, manifestasi klinis filariasis dibagi

dalam 4 stadium yaitu:

1.Asimptomatik atau subklinis filariasis

a. Individu asimptomatik dengan mikrofilaremia

• Daerah endemik ,penduduk dengan mikrofilaria positif tanpa gejala klinis

• Asimtomatik tetapi kebanyakkan W. bancrofti dan B.malayi mempunyai

gejala subklinis.

• 40% individu mikrofilaremia ini menderita hematuri dan / proteinuria yg

menunjukkan kerusakan ginjal minimal. Fungsi ginjal normal setelah

eradikasi MF.

• Dengan lymphoscintigraphy tampak pelebaran dan terbelitnya limfatik

disertai tidak normalnya aliran limfe. Dengan USG juga terlihat adanya

limfangiektasia.

b. Individu asimptomatik dan amikrofilaremia dengan antigen filarial (+)

• Daerah endemik terdapat populasi yang terpajan dengan larva infektif (L3)

yang tidak menunjukkan adanya gejala klinis atau adanya infeksi, tetapi

mempunyai antibodi-antifilaria dalam tubuhnya.

2. Stadium akut

i. Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan

muncul lagi setelah bekerja berat.

ii. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha,

ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit

iii. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang

menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde

lymphangitis)

11

Page 12: Makalah Blok ELI

iv. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah

bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah

v. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak

kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)

Beda dari gejala klinis filariasis W.bancrofti dan filarial B.malayi adalah filariasis

bancrofti menimbulkan gejala pada seluruh tubuh misalnya di tungkai atas dan

bawah termasuk paha alat genital dan mammae terutama sekali pada wanita.

B.malayi hanya akan menampakan gejala pada bagian tungkai bawah yaitu di

bawah lutut. Keadaan akut dapat berulang 6-10 episode per tahun dengan lama

setiap episode 3-7 hari.

3. Stadium kronik

Stadium ini jarang terlihat sebelum usia lebih dari 15 tahun dan hanya pada

populasi kecil. Antara gejala dari stadium ini adalah :

• Hidrokel

Hidrokel adalah pembesaran testis akibat terkumpulnya cairan limfe. Ini dapat

didiagnosa dengan melakukan Uji transluminasi

• Kiluria

Kiluria adalah urine yang bewarna putih. Ini adalah akibat bocornya atau

pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang menyebabkan masuknya

cairan limfe ke dalam saluran kemih. Ini sering disebabkan oleh W. Bancrofti.

Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan limfosit pada urine

• Limfedema

Limfedema adalah akibat penumpukan cairan limfe pada soft tissue, piting

oedem

• Elephantiasis

Elephantiasis adalah lanjutan dari limfedema yang disertai hiperkeratosis,

hipotrikosis atau hipertrikosis, pigmentasi, ulkus kronik, nodus dermal dan

12

Page 13: Makalah Blok ELI

subepidermal. Edema yang sudah masuk ke stadium elephantiasis adalah

bersifat irreversible dan non-pitting edema. Biasanya disertai infeksi.

Klasifikasi limfedema filariasis oleh WHO:

Grade I : biasanya pitting edema, menghilang spontan dengan peninggian.

Grade II : biasanya non pitting edema, yang tidak menghilang spontan

dengan peninggian

Grade III (elephantiasis) : peningkatan yang hebat dari grade II limfedema,

disertai dermatosclerosis dan lesi papilomatous

Occult filariasis

Tropical pulmonary eosinophilia adalah penyakit filariasis limfatik yang

disebabkan oleh penghancuran sejumlah mikrofilaria secara berlebihan oleh

sistim kekebalan penderita.

Akibatnya mikrofilaria tersebut tidak ditemukan dalam darah, tetapi ditemukan di

dalam organ-organ dalam seperti paru, limpa, dan hati. Pada permukaan organ

tersebut terdapat benjolan-benjolan kecil berwarna kuning kelabu dengan

penampang 1-2 mm, terdiri dari infiltrasi sel eosinofil, dan dikenal dengan nama

benda Meyers Kowenaar. Di dalam benda-benda inilah dapat ditemukan sisa-sisa

mikrofilaria.

Tidak seperti gejala klasik filariasis limfatik yang berupa limfangitis, limfoedema,

kiluria dan elephantiasis, gejala klinis filariasis tersamar (TPE) adalah sebagai

berikut:

13

Page 14: Makalah Blok ELI

Serangan batuk hebat malam hari.

Sesak nafas mirip dengan asma bronkial.

Demam yang tidak terlalu tinggi.

Nyeri dada dan suara kasar ronkhi pada auskultasi

Pembesaran kelenjar limfe di daerah inguinal, leher, siku atau kelenjar limfe

ditempat lain.

Diagnosa dan pemeriksaan penunjang

1. Anamnesis :

- Riwayat daerah endemis

- Manifestasi klinis filaria

- Adanya penderita dengan gejala yang sama disekitar tempat daerah pasien

tinggal

2. Pemeriksaan fisik

Inspeksi: lihat adanya pembengkakan dan tanda penyakit lain

Palpasi: apakah oedem pitting atau non pitting, nyeri, hiperpigmentasi, tanda

penyakit lain

Perkusi: periksa tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan gejala yg sama

seperti gagal jantung, dll

Auskultasi: dengar apakah ada tanda gagal jantung dan dengar bunyi napas.

3. Pemeriksaan tambahan

a. Menemukan microfilaria dalam darah tepi malam (Nocturnal Perode),

pada pukul. 22.00 -02.00.

b. Ditemukan microfilaria dalam cairan hydrocele, atau ascites

c. Test serologi yaitu deteksi filarial antigen atau antibody.

d. Radiologi

i. Melakukan foto toraks jika tersangka TPE. Akan tampak penebalan

interstitial dan nodus nodus difus

14

Page 15: Makalah Blok ELI

ii. Melakukan USG scrotal atau mamae. Akan tampak filarial “dance”

sign.

Penatalaksanaan dan Pencegahan Filariasis

Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki

gajah adalah membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh

penderita, sehingga tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi.

Dietilkarbamasin {diethylcarbamazine (DEC)} adalah satu-satunya obat

filariasis yang ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat

makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan tidak

ada resistensi obat. Penderita yang mendapatkan terapi obat ini mungkin akan

memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara dan

mudah diatasi dengan obat simtomatik.

Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan

diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak

dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin

tidak diberikanpada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan

penderita sakit berat atau

dalam keadaan lemah.

DEC

Dosis 6 mg/kgBB/hari sekali sehari atau dosis terbagi, diberikan selama 12

hari.

Dosis terbagi lebih baik ok efek samping lebih ringan.

› Hr ke 1 – 3 : 1-3 mg/kgBB sekali sehari

› Hr ke 4 – 12 : 2 kali sehari

Fortifikasi garam dengan DEC.

Efek samping DEC: demam, sakit kepala, mialgia, muntah, lemah dan asma

ð muncul dalam waktu 2 hari pertama, biasanya dalam waktu 12 jam setelah

dimulainya pengobatan dan dapat menetap selama 3-4 hari.

15

Page 16: Makalah Blok ELI

Ivermectin

tidak memiliki efek makrofilarisidal.

dosis tunggal 400 mg/kgBB.

Albendazol : 400 mg dosis tunggal

Pencegahan

a. Berusaha menghindarkan diri dari nyamuk vector dengan cara menggunakan

kelambu sewaktu tidur.

b. Menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk.

c. Menggunakan obat nyamuk semprot atau bakar.

d. Bisa juga dengan mengoleskan kulit dengan lotion anti nyamuk.

e. Memberantas jentik-jentik nyamuk dengan cara bak air dirumah.

f. Menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat

perindukan nyamuk.

g. Serta membersihkan pekarangan dan lingkungan disekitar rumah anda.

h. Pengobatan masal dilakukan di daerah endemis dengan DEC selama 5 tahun.

Pemberantasan Filariasis

Pemberantasan filariasis ditujukan pada pemutusan rantai penularan, dengan cara

pengobatan untuk menurunkan morbiditas dan mengurangi transmisi oleh vektor.

Pemberantasan filariasis di Indonesia dilaksanakan oleh Puskesmas dengan

tujuan:

1. Menurunkan Acute Disease Rate (ADR) menjadi 0%

2. Menurunkan microfilarial (mf) rate menjadi < 5%

3. Mempertahankan Chronic Disease Rate (CDR)

Sasaran pemberantasan adalah daerah endemis lama yang potensial masih

ada penularan dan daerah endemis baru. Dengan prioritas sasaran ditujukan pada:

1. Daerah endemis lama dengan mf rate > 5%

16

Page 17: Makalah Blok ELI

2. Daerah endemis lama dan baru yang merupakan daerah pembangunan,

transmigrasi, pariwisata dan perbatasan

Kegiatan pemberantasan meliputi pengobatan, pemberantasan nyamuk dan

penyuluhan. Pengobatan merupakan kegiatan utama dalam pemberantasan

filariasis, yang akan menurunkan ADR dan mf rate.

Komplikasi dan Prognosis

Tidak ada sebarang komplikasi berat pada pasien. Hanya terjadi elephantiasis dan

akan dipinggirkan oleh masyarakat karena kaki yang besar dan menakutkan. Ini

akan memberi gangguan psikis kepada penderita.

Prognosis adalah baik jika masih dalam stadium awal. Penyakit ini tidak akan

membawa ke kematian.

9. Kesimpulan:

Os menderita filariasis bancrofti dan diberikan terapi DEC + Albendazole.

17

Page 18: Makalah Blok ELI

10. Daftar pustaka:

Setiyohadi, B., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV.

Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Hal. 1767-1771.

Ngurah, K. 1984. Diagnosis dan Pengobatan Filariasis. Denpasar: Bagian

Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Cermin Dunia

Kedokteran (35).

Sudomo, M. 1990. Aspek Epidemiologi Filariasis yang Berhubungan Dengan

Pemberantasannya. Jakarta: Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Cermin

Dunia Kedokteran (64).

Sudomo, M. 2008. Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan Di Indonesia.

Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan

RI. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska. Hal. 3-14.

Novriani, H. dan Kurniawan, A. Tropical Pulmonary Eosinophilia. Jakarta, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia: Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Cermin Dunia Kedokteran (132).

18