Makalah Blok 22

29
Meningitis Bakterialis Stefany 102008111 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat [email protected] BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi. 1

description

meningitis bakterialis anak

Transcript of Makalah Blok 22

Page 1: Makalah Blok 22

Meningitis Bakterialis

Stefany

102008111

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat

[email protected]

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya

gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai

peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari

gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan

manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik

memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus,

gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi.

BAB II

ANAMNESIS

Identitas

Nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, kebangsaan, tanggal MRS

Keluhan utama kejang

Riwayat penyakit sekarang

1

Page 2: Makalah Blok 22

- Selain kejang apakah ada keluhan lain seperti demam, batuk ataupun sakit

kepala

- Jika ada panas bagaimana frekuensinya

- Panasnya pada pagi hari, siang hari atau sore hari

- Apakah ada penurunan nafsu makan

- Apakah ada penurunan berat badan

Riwayat penyakit dahulu

-

Riwayat keluarga

- Ada anggota keluarga yang menderita kejang seperti ini

Riwayat kehamilan dan persalinan

- Penyakit yang pernah diderita ibu selama hamil, trauma perdarahan

pervaginem, obat yang digunakan selama hamil

- Apakah pada waktu hamil ibu ada mengkonsusmsi obat-obatan

- Apakah ada kelahiran sukar, spontan, tindakan (forcep/vokum) perdarahan

antepartom, aspiksia dan lain-lain.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

- Apakah ada gangguan perkembangan pada anak

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien. Dengan penilaian keadaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan distress akut yang memerlukan pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang relative stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang lebih lengkap.6,7

1. Pada penderita meningitis biasanya didapatkan suhu lebih dari 38-41 derajat

2. Panas

3. Kulit kering

4. Penurunan demyut nadi berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial

2

Page 3: Makalah Blok 22

5. Jika disertai dengan peningkatan pernafasan biasanya berhubungan dengan laju

metabolisme umum adanya infeksi pada saluran pernafasan sebelum mengalami

meningitis

6. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat

Inspeksi

1. Anak rewel

2. Fotofobia

3. Delirium

4. Dilihat produksi sputumnya

5. Sesak nafas

6. Tingkat kesadarannya : tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah

Pemeriksaan patologis

1. Kaku kuduk : kesulitan dalam melakukan gerakan flexi pada kepala

2. Tanda kernig positif : ketika pasien dalam keadaan berbaring dengan paha pada

posisi flexi kearah abdomen kai tidak dapat diekstensikan sempurna

3. Tanda bruzinki : jika leher pasien di flesikan maka terjadi flexi lutut dan pinggul

3

Page 4: Makalah Blok 22

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Begitu diagnosis meningitis dicurigai, dianjurkan untuk melaukan pemeriksaan

CSS segera. Satu-satunya alasan menunda pungsi lumbal adalah bila terapat

kecurigaan kuat akan lesi massa intracranial. Diagnosis pasti meningitis dibuat

berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal.

Tabel 1. Pemeriksaan LCS

 

Kontraindikasi pungsi lumbal:

o Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari

infeksi ini dapat menyebabkan meningitis.

4

Page 5: Makalah Blok 22

o Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh karena

pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau sereberal.

o Kelainan pembekuan darah.

o Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan

jarum pada ruang interspinal.

2. Pemeriksaan Darah Lengkap

b. Pemeriksaan Radiologi

X-foto dada: untuk mencari kausa meningitis

Dilakukan CT Scan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial dan

lateralisasi

DIAGNOSIS

WORKING DIAGNOSIS

Meningitis bakterialis adalah peradangan pada ruang subarachnoid (terletak

dalam lapisan-lapisan jaringan yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang)

yang disebabkan oleh bakteri. Ruang subarachnoid terletak antara lapisan tengah

(mater arakhnoid) dan lapisan dalam tipis (piameter) dari jaringan (disebut meninges)

yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang. Ruang ini berisi cairan

cerebrospinal, yang mengalir melalui meninges, mengisi ruang-ruang internal dalam

otak, dan membantu bantal otak dan sumsum tulang belakang.1

Ketika bakteri menyerang ruang subarachnoid, akhirnya sistem kekebalan

tubuh bereaksi terhadap penjajah, dan sel kekebalan berkumpul untuk

mempertahankan tubuh terhadap mereka. Hasilnya adalah peradangan. Peradangan

yang parah dapat menyebar ke pembuluh darah di dalam otak, kadang-kadang

menyebabkan gumpalan terbentuk. Sehingga stroke dapat terjadi. Peradangan juga

5

Page 6: Makalah Blok 22

dapat menyebabkan kerusakan meluas ke jaringan otak, menyebabkan pembengkakan

(edema) dan daerah perdarahan kecil.1

Gejala klinis meningitis bakterialis pada neonatus tidak spesifik meliputi

gejala sebagai berikut: sulit makan, lethargi, irritable, apnea, apatis, febris,

hipotermia, konvulsi, ikterik, ubun-ubun menonjol, pucat, shock, hipotoni, shrill cry,

asidosis metabolik. Sedangkan gejala klinis pada bayi dan anak-anak yang diketahui

berhubungan dengan meningitis adalah kaku kuduk, opisthotonus, ubun-ubun

menonjol (bulging fontanelle), konvulsi, fotofobia, cephalgia, penurunan kesadaran,

irritable, lethargi, anoreksia, nausea, vomitus, koma, febris umumnya selalu muncul

tetapi pada anak dengan sakit yang berat dapat hipotermia.1

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. KEJANG DEMAM

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam

menjadi dua12

Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

- Berlangsung singkat

- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit

- Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal

- Tidak berulang dalam waktu 24 jam

Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

- Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit

- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan

kejang parsial

- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di

antara bangkitan kejang12

2. ENSEFALITIS

Ensefalitis ialah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikro-organisme.

Terminologi ensefalopati yang dulu dipakai untuk gejala yang sama, tanpa

tanda-tanda infeksi sekarang tidak dipakai lagi.

6

Page 7: Makalah Blok 22

- Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,

misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta, dan virus.

Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus.

- Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi

radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

Gejala klinis pada umumnya didapatkan:

Suhu yang mendadak menaik

Seringkali ditemukan hiperpireksia

Pada anak besar, seringkali mengeluh sakit kepala

Muntah sering ditemukan

Bisa disertai dengan kejang, baik fokal atau umum atau hanya twitching

saja.

- Elektroensefalografi (EEG) sering menunjukkan aktifitas listrik yang

merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun.

- Diagnosis dapat dilakukan dengan menemukan gejala klinis dan etiologis

dari ensefalitis tersebut.

Diagnosis etiologis dapat ditegakkan dengan:

1. Biakan : dari darah, viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga

sukar untuk mendapatkan hasil yang positif; dari likuor serebrospinalis

atau jaringan otak (hasil nekropsi); dari feses untuk jenis enterovirus

sering didapat hasil yang positif.

2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi

hemaglutinasi dan uji neutralisasi.

3. Pemeriksaan patologi anatomi post mortem

Hasil pemeriksaan ini juga tidak dapat memastikan diagnosis. Telah

diketahui bahwa satu macam virus dengan gejala-gejala yang sama

dapat menimbulkan gambaran yang berbeda. Bahkan pada beberapa

kasus yang jelas disebabkan virus tidak dapat ditemukan sama sekali

tanda radang yang khas. Pada beberapa penyakit yang mempunytai

predileksi tertentu, misalnya poliomielitis, gambaran patologi anatomis

dapat menyokong diagnosa.

7

Page 8: Makalah Blok 22

EPILEPSI

Merupakan suatu kondisi gangguan kronik yang ditandai oleh berulang-

ulangnya bangkitan epilepsi.

Penyebab dari epilepsi adalah multifaktor,termasuk genetik dan penyebab

yang didapat.

- Faktor genetik yang menjadi penyebab epilepsi diantaranya

o Epilepsi sekunder pada tuberkulosis dan fenilketonuria.

o Epilepsi primer yang disebabkan oleh gangguan eksitabilitas dan

sinkronisasi neuron korteks serebri.

- Lesi di otak (didapat) yang menyebabkan epilepsi sekunder diantaranya

o Asfiksia

o Sklerosis hipokampus

o Tumor

o Trauma kepala

o Infeksi

o Stroke

Klasifikasi epilepsi:

Komisi Klasifikasi dan Terminologi International League Against Epilepsy

(ILAE) tahun 1981 membuat sistem klasifikasi berdasarkan bentuk bangkitan,

yaitu:

I. Bangkitan parsial/fokall yang dimulai dari satu bagian hemisfer otak

Bangkitan fokal dibagi menjadi:

1. Bangkitan fokal sederhana (kesadaran tidak terganggu)

Dapat dengan manifestasi motorik, somatosensorik, atau sensorik

khusus (kesemutan , keliatan cahaya, berdengung), autonomik (sensasi

epigastrik, pucat, pupil dilatasi), atau psikik (ilusi, halusinasi).

2. Bangkitan fokal kompleks(kesadaran terganggu)

Dapat terjadi dengan onset parsial sederhana diikuti kesadaran

terganggu atau dengan kesadaran terganggu pada saat onset (dengan

automatism).

8

Page 9: Makalah Blok 22

II. Bangkitan umum yang dimulai dari kedua hemisfer secara simultan.

1. Bangkitan absens

Absens tipikal (ditandai oleh hilangnya kesadaran disertai gerakan

minor seperti mengedip, twitching, berlangsung singkat biasanya

kurang dari 10 detik dengan gambaran EEG khas, paku ombak

3 per detik).

Absens atipik (berlangsung lebih lama, diikuti post-ictal confusion

dengan EEG tidak khas/iregular).

2. Bangkitan mioklonik

3. Bangkitan klonik

4. Bangkitan tonik

5. Bangkitan tonik klonik

6. Bangkitan atonik

- EEG( elektro-ensefalografi) merupakan pemeriksaan penunjang yang paling

penting. Kelainan dan lokasi EEG interiktal (diantara bangkitan) selain

dapat membantu menegakkan diagnosis epilepsi juga dapat menentukan

klasifikasi bangkitan epilepsi.

- Kelainan EEG interiktal saja tidak cukup untuk mendiagnosis epilepsi sebab

10-20% pasien epilepsi tidak menunjukkan kelainan EEG dan 2-3% pasien

bukan epilepsi menunjukkan kelainan epilepsi.

- Diagnosis pasti epilepsi baru dapat ditegakkan bila bangkitan muncul pada

saat dilakukan rekaman EEG, sehingga rekaman iktal dapat direkolasikan

dengan manifestasi klinis epilepsi.

Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai

demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-

sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba.

Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang

rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian

otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat

ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena

terkena sinar lampu yang tajam.

9

Page 10: Makalah Blok 22

ETIOLOGI

Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah Streptococcus pneumoniae,

Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB). HIB pernah menjadi

etiologi tersering tetapi sudah tereradikasi pada negara-negara yang telah menggunakan

vaksin konjugasi secara rutin.13

- Streptococcus pneumonia.

Patogen ini berbentuk seperti lancet, merupakan diplokokus gram positif dan

penyebab utama meningitis. Dari 84 serotipe, serotipe 1, 3, 6, 7, 14, 19, dan 23 adalah

jenis yang sering dihubungkan dengan dengan bakteremia dan meningitis. Anak pada

berbagai usia dapat terpapar tetapi insidensi dan tingkat keparahan penyakit paling

tinggi pada bayi dan lansia. Kurang lebih 50% penderita memiliki riwayat fokus

infeksi di parameningen atau pneumonia. Pada penderita meningitis rekuren perlu

dipikirkan ada tidaknya riwayat trauma kepala atau kelainan dural. S. pneumoniae

sering menimbulkan meningitis pada penderita sickle cell anemia, hemoglobinopathy,

penderita asplenia anatomis atau fungsional. Patogen ini membentuk kolonisasi pada

saluran pernapasan individu sehat. Transmisi terjadi antar manusia dengan kontak

langsung. Masa inkubasi sekitar 1-7 hari dan prevalensi terbanyak pada musim

dingin. Gejala yang ditimbulkan di antaranya kehilangan pendengaran sensorineural,

hidrocephalus, dan sekuelae SSP lainnya. 13

Pengobatan antimikroba efektif mengeradikasi bakteri dari sekresi nasofaring

dalam 24 jam. Pneumococcus membentuk resistensi yang bervariasi terhadap

antimikroba. Resistensi terhadap penicillin berkisar antara 10-60%. Hal ini

disebabkan oleh perubahan dalam enzim yang berperan dalam pertumbuhan dan

perbaikan protein pengikat penicillin pada bakteri sehingga beta-laktamase inhibitor

menjadi tidak berguna. Pneumococcus yang resisten terhadap penicillin juga

menampakkan resistensi terhadap cotrimoxazole, tetrasiklin, chloramphenicol, dan

makrolide. Cephalosporin generasi 3 (cefotaxime, ceftriaxone) saat ini merupakan

10

Page 11: Makalah Blok 22

pilihan karena mampu menghambat sejumlah bakteri yang telah resisten. Beberapa

golongan fluoroquinolon (levofloksasin, trovafloksasin) walaupun merupakan

kontraindikasi untuk anak-anak tetapi memiliki daya kerja tinggi melawan

kebanyakan pneumococcus dan memiliki penetrasi adekuat ke SSP.13

- Neisseria meningitides

Patogen ini merupakan bakteri gram negatif berbentuk seperti ginjal dan

sering ditemukan intraselular. Organisme ini dikelompokkan secara serologis

berdasarkan kapsul polisakarida. Serotipe B, C, Y, dan W-135 merupakan serotipe

yang menyebabkan 15-25% kasus meningitis pada anak. Saluran pernapasan atas

sering dikolonisasi oleh patogen ini dan ditularkan antar manusia melalui kontak

langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan, dan sering pula dari karier

asimptomatik. Masa inkubasi umumnya kurang dari 4 hari, dengan kisaran waktu 1-7

hari. Faktor resiko meliputi defisiensi komponen komplemen terminal (C5-C9),

infeksi virus, riwayat tinggal di daerah overcrowded, penyakit kronis, penggunaan

kortikosteroid, perokok aktif dan pasif. 13

Kasus umumnya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan dan puncak insidensi

tertinggi kedua adalah saat adolesen. Manifestasi purpura atau petekiae sering

dijumpai. LCS pada meningococcal meningitis biasanya memberi gambaran

normoseluler. Kematian umumnya terjadi 24 jam setelah hospitalisasi pada penderita

dengan prognosis buruk yang ditandai dengan gejala hipotensi, shock, netropenia,

petekiae dan purpura yang muncul kurang dari 12 jam, DIC, asidosis, adanya bakteri

dalam leukosit pada sediaan apus darah tepi.13

- Haemophilus influenzae tipe B (HIB)

11

Page 12: Makalah Blok 22

HIB merupakan batang gram negatif pleomorfik yang bentuknya bervariasi

dari kokobasiler sampai bentuk panjang melengkung. HIB meningitis umumnya

terjadi pada anak-anak yang belum diimunisasi dengan vaksin HIB. 80-90% kasus

terjadi pada anak-anak usia 1 bulan - 3th. Menjelang usia 3th, banyak anak-anak yang

belum pernah diimunisasi HIB telah memperoleh antibodi secara alamiah terhadap

kapsul poliribofosfat HIB yang cukup memberi efek protektif. Penularan dari manusia

ke manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran

pernapasan. Masa inkubasi kurang dari 10 hari.13

Mortalitas kurang dari 5% umumnya kematian terjadi pada beberapa hari awal

penyakit. Beberapa data menunjukkan 30-35% patogen ini sudah resisten terhadap

ampicillin karena produksi beta-laktamase oleh bakteri. Sebanyak 30% kasus

menyebabkan sekuelae jangka panjang. Pemberian dini dexamethasone dapat

menurunkan morbiditas dan sekuelae.13

EPIDEMIOLOGI

Meningitis bakterialis sering terjadi pada masa kanak-kanak, khususnya usia

prasekolah; 35% kasus anak-anak terjadi pada 1 tahun pertama kehidupan dan 80%

terjadi pada 5 tahun pertama kehidupan. Di UK,1 dari 500 anak menderita meningitis

purulenta usia antara 1 bulan dan 10 tahun. Diagnosis dini harus ditegakkan karena

keterlambatan diagnosis meningkatkan risiko kematian atau komplikasi neurologis.14

PATOFISIOLOGI14,15

Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang.

Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran

pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi

submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik, imunitas lokal,

fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan

beberapa mekanisme : Invasi ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan

12

Page 13: Makalah Blok 22

penyebaran secara hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran

bakteri. Penyebaran melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media,

malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial.

Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun

( misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi

penyebaran hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP.

Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi bakteri ke dalam SSP sampai

sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat bertahan dari sistem imun

inang karena terbatasnya jumlah sistem imun pada SSP. Bakteri akan bereplikasi secara

tidak terkendali dan merangsang kaskade inflamasi meningen. Proses inflamasi ini

melibatkan peran dari sitokin yaitu tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), interleukin(IL)-

1, chemokin (IL-8), dan molekul proinflamasi lainnya sehingga terjadi pleositosis dan

kerusakan neuronal. Peningkatan konsentrasi TNF-α, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri

khas meningitis bacterial.

Paparan sel (endotel, leukosit, mikroglia, astrosit, makrophag) terhadap produk yang

dihasilkan bakteri selama replikasi dan kematian bakteri merangsang sintesis sitokin dan

mediator proinflamasi. Data-data terbaru memberi petunjuk bahwa proses ini dimulai

oleh ligasi komponen bakteri (seperti peptidoglikan, lipopolisakarida) untuk mengenali

reseptor (Toll-like receptor).

TNF-α merupakan glikoprotein yang diderivasi dari monosit-makrophag, limfosit,

astrosit, dan sel mikroglia. IL-1 yang dikenal sebagai pirogen endogen juga berperan

dalam induksi demam saat infeksi bakteri. Kedua mediator ini dapat terdeteksi setelah 30-

45 menit inkulasi endotosin intrasisternal.

Mediator sekunder seperti IL-6, IL-8, Nitric Oxide (NO), prostaglandin (PGE2) dan

platelet activation factor (PAF) diduga memperberat proses inflamasi. IL-6 menginduksi

reaktan fase akut sebagai respon dari infeksi bakteri. IL-8 membantu reaksi chemotaktik

neutrofil. NO merupakan molekul radikal bebas yang menyebabkan sitotoksisitas saat

diproduksi dalam jumlah banyak. PGE-2 akan meningkatkan permeabelitas blood-brain

barrier (BBB). PAF dianggap memicu pembentukan trombi dan aktivasi faktor

pembekuan di intravaskular.

Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi peningkatan

permeabelitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen darah ke dalam

ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan

13

Page 14: Makalah Blok 22

protein LCS. Sebagai respon terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan

bermigrasi dari aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran

pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial.

Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam

ruang subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial,

produk-produk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan

edema sitotoksik.

Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi intra

kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF). Metabolisme

anaerob terjadi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi laktat dan

hypoglycorrhachia. Hypoglycorrhachia merupakan hasil dari menurunnya transpor

glukosa ke LCS. Jika proses yang tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat

terjadi disfungsi neuronal sementara atau pun permanen.

Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi penting dari

meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema interstitial (sekunder

terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat pelepasan produk toksik bakteri

dan neutrofil) serta edema vasogenik (peningkatan permeabelitas BBB).

Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan adanya

penekanan pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan menimbulkan

herniasi gyri parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini ditunjukkan

oleh adanya penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III dan VI.

Jika tidak diobati maka terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang

menjadi henti napas atau henti jantung.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2

tahun adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau

dirasakan sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia (takut/menghindari

sorotan cahaya terang), phonophobia (takut/terganggu dengan suara yang keras), mual,

muntah, sering tampak kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan

diri Kadang-kadang, terutama pada anak kecil, hanya gejala nonspesifik mungkin muncul,

seperti mudah marah dan kantuk. Jika terjadi ruam-ruam pada tubuh, hal itu mungkin

menunjukkan penyebab tertentu meningitis; misalnya, meningitis yang disebabkan oleh

14

Page 15: Makalah Blok 22

bakteri meningokokus (meningococal bacteria) dapat disertai oleh ruam yang khas. Pada bayi

gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun umumnya

bayi akan tampak lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan

menyusui. 

PENATALAKSANAAN

Meningitis adalah keadaan yang paling darurat pada bidang pediatric. Diagnosis harus

dicurigai dan segera dikonfirmasi dengan lumbal punksi dalam setengah jam sampai 1

jam setelah anak masuk rumah sakit. Cairan intravena yang sesuai dan antibiotika dengan

spectrum luas harus segera diberikan dalam waktu 1 jam. Dalam 12jam harus dapat

diketahui bakteri penyebab yang sebenarnya dan antibiotic diubah dengan yang sesuai.

Biakan darah yang diambil bersamaan dengan tindakan punksi lumbal dapat merupakan

konfirmasi kuman penyebabnya.1

Pada berbagai rumah sakit digunakan antibiotic baku yang berbeda. Beberap patokan

adalah :1

Sebagai pengobatan awal harud dipakai antibiotic berspektrum luas (seringkali

kombinasi ampisilin dan kloramfenikol) sampai didapatkan hasil biakan dan

resistensi yang sesuai.

Antibiotic harus selalu diberikan melalui intravena. Lebih baik penderita

dalam keadaan sedikit dehidrasi, karena ada kemungkinan terdapat edema otak

sebagai ketidak sesuaian ADH.

Manitol dapat bermanfaat apabila terdapat bukti peningkatan TIK yang

menetap

Antikonvulsan harus diberikan sebagai tindakan profilaksis.

Penatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif agresif yang

dini dan pemilihan antimikroba empiric yang tepat untuk kemungkinan pathogen.

Tindakan suportif umum diindikasikan bagi setiap pasien yang menderita patologi

intrakranium berat. Pasien koma atau dengan gangguan reflex muntah harus dikosongkan

isi lambungnya dan dipertimbangkan untuk intubasi guna melindungi jalan nafas.15

Terapi antibiotic awal. Pendekatan terapeutik pada penderita dengan dugaan

meningitis bakteri tergantung dari sifat manifestasi awal penyakit. Anak dengan penyakit

yang memburuk dengan cepat selama kurang dari 24 jam, bila tidak ada kenaikan TIK,

harus mendapat antibiotic segera sesudah dilakukan PL. jika ada tanda-tanda kenaikan

15

Page 16: Makalah Blok 22

TIK atau penemuan-penemuan neurologis fokal, antibiotic harus diberikan tanpa

melakukan PL dan sebelum melakukan CT scan. Kenaikan TIK harus diobati secara

bersamaan.14

Pilihan dalam terapi awal dalam kurung empiric untuk meningitis pada bayi dan anak

imunokompeten harus didasarkan pada kerentanan antibiotic H. influenza tipe B, S.

Pneumoniae, dan M. meningitides. Antibiotic harus mencapai kadar bakterisid pada CSS.

Sefalosporin generasi ketiga, seftriakson atau sefotaksim, mewakili terapi baku untuk

meningitis bakteri. Dosis seftriakson 100mg/kg/24 jam diberikan sehari sekali atau

50mg/kg/dosis, diberikan setiap 24 jam. Dosis sefotaksim adalah 200m/kg/24 jam,

diberikan setiap 6 jam. Kedua obat mencapai kadar bakterisid tinggi pada CSS. Penderita

yang alergi terhadap antibiotic betalaktam harus diobati dengan kloramfenikol

200mg/kg/24 jam, diberikan setiap 6 jam. Walaupun kloramfenikol adalah bakteriostatik

terhadap banyak bakteri, obat ini bakterisid terhadap 3 kuman di atas. Penggunanaan

kloramfenikol sekarang dicadangkan untuk penderita yang tidak dapat mentoleransi

sefalosporin karena kadar serum perlu dipantau selama terapi dan kloramfenikol

mempunyai kemungkinan pengaruh yang merugikan seperti anemia aplastik, sindrom

bayi abu-abu seperti syok, dan supresi sum-sum tulang tergantung dosis. 14

Jika penderita dicurigai meningitis gram negatif, terapi awal dapat memasukkan

seftazidin dan aminoglikosid. 14

Lama terapi antibiotik. Meningitis H. influenzae tipe B tidak terkomplikasi harus

diobati selama total 7-10 hari. Sesudah penentuan bahwa organisme sensitife pada

ampisilin dan tidak menghasilkan betalaktamase, erapi antimikroa awal dapat dirubah ke

ampisilin. 14

Jika S. pneumonia dibiakkan dari CSS, isolate harus di uji untuk resistensi penisilin.

Resistensi relatif terhadap penisilin (MIC 0,1-1,0 gr/mL), ada pada 5 - 25% isolat S.

pneumonia, dan organism yang sangat resisten (MIC >b2,0 g/mL) ditemukan pada

sejumlah kecil penderita. Meningitis yang disebabkan oleh isolate S. pneumoniae yang

relative resisten dapat diobati dengan sefotaksim atau seftriakson, sedang kloramfenikol

adalah obat pilihan untuk organism yang sangat resisten jika organisme sensitive terhadap

antibiotic. Jika ada juga yang resisten terhadap kloramfenikol, vankomisin adalah obat

pilihan. Terapi untuk meningitis pneumokokus sensitive penisilin tidak terkomplikasi

harus diselesaikan dengan penisilin IV 300.000 U/kg/24 jam, diberikan setiap 4 - 6 jam

selama 10 - 14 hari. 14

16

Page 17: Makalah Blok 22

Penisilin IV 300.000 U/kg/24 jam selama 5 - 7 hari merupakan pengobatan pilihan

untuk meningitis N. meningitides tidak terkomplikasi. Jarang isolat meningokokus

menunjukkan resistensi terhadap penisilin relative (0,25 - 0,5 g/ml) dan absolute (> 250

g/ml) dan organisme ini mungkin memerlukan terapi selingan. 14

Penderita yang mendapat antibiotic IV atau oral sebelum PL dan tidak mempunyai

pathogen yang dapat diketahui (pada pewarnaan gram, biakan, atau deteksi antigen) tetapi

mempunyai bukti infeksi bakteri akut atas dasar profil CSSnya harus terus mendapat

terapi dengan seftriakson atau sefotaksim selama 7-10 hari. Jika tanda-tanda setempat ada

atau anak tidak berespon terhadap pengobatan, focus parameningeal mungkin ada dan CT

scan harus dilakukan. 14

Efek samping terapi antibiotic meningitis adalah phlebitis, demam obat, ruam,

muntah, kandidiasis oral, dan diare. Seftrialson dapat menyebabkan pseudolithiasis

kandung empedu reversible, dapat dideteksi dengan USG abdomen. 14

Perawatan pendukung. Penilaian berulang medic dan neurologi penderita dengan

meningitis bakteri sangat penting untuk mengenali tanda-tanda awal komplikasi

kardiovaskuler, SSS, dan metabolik. Frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi

pernapasan harus sering dipantau. Penilaian neurologic, termasuk reflek pupil, tingkat

kesadaran, kekuatan motorik, tanda-tanda saraf cranial, dan evaluasi kejang, haru sering

dibuat Selma 71 jam pertama, bila resiko komplikasi neruologis besar. 14

Pengelolaan cairan merupakan hal yang sangat penting pada pesien meningitis.

Syndrome sekresi hormone antidiuretik yang tidak tepat (SIADH, syndrome of

inappropriate antidiuretic hormone secretion) terjadi pada sekitar 30% pasien meningitis,

dan jika ditemukan harus dilakukan pembatasan cairan. Pembatsan cairan secara tidak

tepat dapat menimbulkan deplesi volume, yang jika ekstrem dapat menuju pada

ketidakadekuatan volume sirkulasi. Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi sementara

menunggu pemeriksaan elektrolit urin dan serum. Bila terdapat SIADH, pembatasan

cairan sampai dua pertiga cairan pemeliharaan merupakan tindakan yang tepat, sampai

kelebihan hormone antidiuretik pulih ; bila tidak terdapat SIADH, cairan harus diberikan

dalam jumlah yang sesuai dengan derajat kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi secara

seksama. 15

KOMPLIKASI16

a. Ventrikulitis17

Page 18: Makalah Blok 22

b. Efusi Subdural

c. Gangguan Cairan Elektrolit

d. Meningitis Berulang

e. Abses Otak

f. Paresis, Paralisis

g. Gangguan Pendengaran

h. Hydrochepalus

i. RM

j. Epilepsi

BAB III

PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada jenis bakteri nya, usia penderita, kecepatan pengobatan

efektif yang dilakukan, dan efisiensi pengobatan. Angka kematian berbeda-beda pada

berbagai kasus. Jika terjadi penyembuhan, biasanya sembuh sempurna, tapi biasanya

diiringi oleh gejala-gejala sisa.

PENCEGAHAN

Pencegahan meningitis saat ini terdiri atas 2 bentuk, kemoprofilaksis terhadap

individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit serta

imunisasi aktif. Sekarang kemoprofilaksis diindikasikan untuk mencegah meningitis

sekunder yang disebabkan oleh H. influenzae dan N. meningitidis. 15

Imunisasi aktif pada H.influenzae telah menghasilkan pengurangan dramatis pada

penyakit invasive, dengan pengurangan sebanyak 70-85% pada meningitis akibat

organism tersebut. Saat ini imunisasi dianjurkan untuk bayi sebagai rangkaian imunisasi

tiga dosis pada usia 2, 4, dan 6 bulan. 15

18

Page 19: Makalah Blok 22

DAFTAR PUSTAKA

1. Penyakit Sistem Neurologis. In : Saputra L. Sinopsis Pediatri. Ed 1. Jakarta : Binapura

Aksara Publisher, 2007. H 345

2. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 25-6.

3. Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Pengambilan Anamnesis Kardiovaskuler.

Lectures Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan Erlangga ; 2003. H. 1 – 2.

4. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisis Umum. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 29.

5. Pemeriksaan umum dalam buku diagnosis fisis pada anak ; Editor, Iskandar Wahidayat,

Corry S. Matondang, Sudigdo Sastrasmaro; Jakarta: Balai penerbit FKUI , 1991.

6. Tedjasukmana R. Pemeriksaan Fisik Neurologis. Modul Blok 22 : Neurlogy and

Behaviour. Jakarta : FK UKRIDA, 2010.

7. Lumbantobing SM. Kesadaran. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :

Balai Penerbit FK UI, 2010. H 8 – 12.

8. Lumbantobing SM. Saraf Otak. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :

Balai Penerbit FK UI, 2010. H 21 - 84.

9. Lumbantobing SM. Refleks. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :

Balai Penerbit FK UI, 2010. H 135 - 49.

19

Page 20: Makalah Blok 22

10. Lumbantobing SM. Sistem Motorik. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.

Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 107 - 8.

11. Lumbantobing SM. Rangsang Selaput Otak (Iritasi Meningeal). Neurologi Klinik

Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 107 - 8.

12. Kejang Demam. Modul Blok 22 : Neurlogy and Behaviour. Jakarta : FK UKRIDA, 2012.

13. http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview

14. Prober CG. Infeksi System Saraf Sentral. In : Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R,

Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Ed 15. Vol 2. Jakarta : EGC, 2000. H 872 – 80.

15. Tureen J. Meningitis. In : Rudolph A, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku Ajar Pediatri

Rudolph. Ed 20. Vol 1. Jakarta : EGC, 2006. H 610 - 4.

16. Meningitis Bakterial. Modul Blok 22 : Neurlogy and Behaviour. Jakarta : FK UKRIDA,

2012.

20