bbm kdk 3 ok
-
Upload
widhi-putro -
Category
Documents
-
view
54 -
download
4
Transcript of bbm kdk 3 ok
BAB I
PENDAHULUAN
A. Skenario/Latar Belakang Masalah (LBM)
Spiritual dan Berduka
Tn. X, 25 tahun, dibawa ke RS karena mengalami kecelakaan lalu lintas
bersama calon istrinya. Tn. X mengalami perdarahan dan fraktur pada kaki
kanannya, sedangkan calon istrinya meninggal di tempat kejadian. Dari informasi
keluarga, perawat mendapatkan baru 2 tahun yang lalu ibu Tn. X meninggal
dunia.
Tn. X masih tidak dapat berkomunikasi meskipun menangis. Saat ia
mengekspresikan rasa putus asa dan mengatakan ingin mati saja. Tn. X berkali-
kali bertanya, “Mengapa Saya, Tuhan?” , “Apa yang telah Saya lakukan
sehingga mengalami ini?”. Ners P yang merawat Tn. X mencoba
mengaplikasikan konsep spiritual dan konsep berduka dalam proses keperawatan
kepada Tn. X.
B. Analisa Kasus
1. Klarifikasi/ identifikasi istilah
a. Fraktur
b. Konsep spiritual
c. Konsep berduka
d. Komunikasi
e. Perdarahan
f. Proses keperawatan
g. Mengekspresikan
h. Mengaplikasikan
Jawab:
a. Fraktur adalah putusnya kontinuiitas sebuah tulang yang ditandai oleh
rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gengguan fungsi, pemendekan dan
krepitasi.
1
b. Sebuah kerangka berfikir tentang gambaran kejiwaan ataupun
berhubungan dengan rohani. Juga dapat diartikan sebagai pola fikir yang
tersistem akan tanggapan diri dalam mencari pemenuhan kebutuhan
bathiniah terhadap hubungan dengan yang maha kuasa.
c. Berduka artinya respon emosi terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan dengan rasa sedih, gelisah, sesak nafas dan susah tidur
ataupun respon normal terhadap kehilangan(seperti orang yang dicintai,
harta maupun benda).
Sedangkan konsep berduka dapat diartikan sebuah kerangka berfikir
tentang gambaran perilaku berduka atau kehilangan.
d. Proses kontak antara 2 orang atau lebih yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi.
e. Peristiwa pecahnya pembuluh darah.
f. Rangkaian dari kegiatan keperawaran yang dimmulai dari pengkajian
hingga evaluasi.
g. Output dari seseorang yang mengaplikasikan perasaan dari dalam
hatinya.
h. Suatu cara yang digunakan seseoran dalam menggabungkan beberapa
metode yang telah dipelajari.
2. Daftar Masalah
a. Apa maksud dari Tn. X dan masuk ke dalam fase mana pada konsep
berduka?
b. Mengapa Ners P mencoba mengaplikasikan konsep spiritual dan konsep
berduka?
c. Mekanisme coping yang seperti apa yang digunakan untuk mengatasi
kedukaan yang dialami pasien?
d. Apa pengertian dari kehilanngan serta faktor apa saja yang dapat
menyebabkan/pencetus rasa kehilangan tersebut?
e. Apa saja jenis-jenis dari fraktur?
2
f. Adakah bentuk support yang dapat diberikan untuk mengatasi
keputusasaan kepada pasien selain dari keluarga dan perawat?
g. Apa peran perawat dalam menghadapi pasien seperti Tn. X?
h. Bagaimana cara berkomunikasi yang baik/tepat dalam menghadapi pasien
seperti Tn. X?
i. Adakah konsep/metode lainnya yang dapat digunakan selain konsep
spiritual dan konsep berduka?
j. Bagaimana tanggapan Tn. X terhadap keyakinannya atas peristiwa yang
menimpanya?
k. Bagaimana proses keperawatan/Askep yang dapatdiberikan kepada Tn. X?
3. Analisis Masalah
a. Masuk ke dalam fase tawar menawar.
b. –
c. –
d. Kehilangan adalah suatu keadaan berpisah dari sesuatu yang sebelumnya
ada menjadi tidak ada baik terjadi sebagian maupun seluruhnnya.
Faktor-faktor:
- Arti dari kehilangan
- Sosial dan budaya
- Kepercayaan/spiritual
- Peran seks
- Status sosial dan ekonomi
- Kondisi fisik
- Psikologi individu
e. Fraktur ada 2 jenis yaitu fraktur terbuka dan tertutup.
f. Dapat diperoleh dari kerabat dekat/teman.
g. Memberikan dukungan moral/empati kepada pasien.
h. Komunikasi interpersonal yang terapeutik.
i. –
3
Definisi Definisi
j. –
k. Proses keperawatan berupa pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi
dan dokumentasi.
4. Pohon masalah
5. Belajar Mandiri
a. Perkataan dari Tn. X masuk ke dalam fase mana pada konsep berduka?
b. Mekanisme coping yang seperti apa yang digunakan untuk mengatasi
kedukaan yang dialami pasien?
c. Apa peran perawat dalam menghadapi pasien seperti Tn. X?
d. Adakah konsep/ metode lainnya yang dapat digunakan selain konsep
spiritual dan konsep berduka?
e. Bagaimana proses keperawatan/Askep yang dapatdiberikan kepada Tn. X?
4
Macam-macam Konsep
Macam-macam Konsep Faktor
Pencetus
Faktor Pencetus
Peran dalam Proses keperawatan
Peran dalam Proses keperawatan
Konsep spiritual dan Berduka
Konsep spiritual dan Berduka
BAB II
PEMBAHASAN
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan
kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup
seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan
umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat
disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang
bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan
berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses
ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-
pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi
kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan
diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga
intervensi perawatan yang tidak tetap.
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu
tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara
bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau
tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat
kembali. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda.
5
A. Konsep Spiritual
1. Definisi
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah
sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian
hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium)
sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya.
2. Aspek spiritualitas
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini
termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan
harapan dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri,
dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup,
perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan.
Menurut Burkhardt spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut:
1) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan
2) Menemukan arti dan tujuan hidup
3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri
sendiri
4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha
Tinggi.
3. Dimensi spiritual
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau
keselarasan dengan dunia luar, berjuang untukmenjawab atau mendapatkan
kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau
kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul
diluar kekuatan manusia. Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu
dimensi eksistensial dan dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus pada
6
tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada
hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spirituaiitas sebagai
konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang
Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal
adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan
lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut.
4. Kebutuhan spiritual
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agamas serta kebutuhan
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan
penuh rasa percaya dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari
arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, serta kebutuhan
untuk memberikan dan mendapatkan maaf.
Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia, yaitu :
a. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-
menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah
ibadah.
b. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan
makna hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya
(vertikal) dan sesama manusia (horisontat) sertaalam sekitaraya
c. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian,
pengalaman agama integratif antara ritual peribadatandengan pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari.
d. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan
hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak melemah.
e. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah dan berdosa
ini merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa
seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama secara vertikal
adalah kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan.
Kedua secara horisontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain
7
f. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance dan self
esteem), setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya.
g. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa
depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek
(hidup di dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia
sifatnya sementara yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di
akhirat nanti.
h. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai
pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia
didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar
derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka diasenantiasa menjaga dan
meningkatkan keimanannya.
i. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesame manusia.
Manusia hidup saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu, hubungan
dengan orang disekitarnya senantiasa dijaga. Manusia juga tidak dapat
dipisahkan dari lingkungan alamnya sebagai tempat hidupnya. Oleh karena itu
manusia mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melestarikan alam ini.
j. Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilainilai
religius. Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang dengan sering
berkumpul dengan orang yang beriman akan mampumeningkatkan iman orang
tersebut.
5. Pola Normal Spiritual
Dimensi spiritual adalah sesuatu yang terintegrasi dan berhubungan
dengan dimensi yang lain dalam diri seorang individu. Spiritualitas mewakili
totalitas keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang
menyatukan berbagai aspek individual. Dimensi spiritual merupakan salah satu
dimensi penting yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada seorang klien. Keimanan atau keyakinan religius adalah
sangat penting dalam kehidupan personal individu. Keyakinan tersebut diketahui
sebagai suatu faktor yang kuat dalam penyembuhan dan pemulihan fisik.
8
Oleh karena itu, menjadi suatu hal penting bagi perawat untuk
meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan
asuhan spiritual dengan baik kepada klien. Setiap individu memiliki definisi dan
konsep yang berbeda mengenai spiritualitas. Kata-kata yang digunakan untuk
menjabarkan spiritualitas termasuk makna, transenden, harapan, cinta, kualitas,
hubungan, dan eksistensi.
Setiap individu memiliki pemahaman tersendiri mengenai spiritualitas
karena masing-masing memiliki cara pandang yang berbeda mengenai hal
tersebur. Perbedaan definisi dan konsep spiritualitas dipengaruhi oleh budaya,
perkembangan, pengalaman hidup seseorang, serta persepsi mereka tentang hidup
dan kehidupan. Pengaruh tersebut nantinya dapat mengubah pandangan seseorang
mengenai konsep spiritulitas dalam dirinya sesuai dengan pemahaman yang ia
miliki dan keyakinan yang ia pegang teguh.
Konsep spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsep religius.
Banyak perawat dalam praktiknya tidak dapat membedakan kedua konsep tersebut
karena menemui kesulitan dalam memahami keduanya. Kedua hal tersebut
memang sering digunakan secara bersamaan dan saling berhubungan satu sama
lain. Konsep religius biasanya berkaitan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau
proses melakukan suatu tindakan. Konsep religius merupakan suatu sistem
penyatuan yang spesifik mengenai praktik yang berkaitan bentuk ibadah tertentu.
Emblen dalam Potter dan Perry mendefinisikan religi sebagai suatu sistem
keyakinan dan ibadah terorganisasi yang dipraktikan seseorang secara jelas
menunjukkan spiritualitas mereka.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa religi adalah
proses pelaksanaan suatu kegiatan ibadah yang berkaitan dengan keyakinan
tertentu. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan spiritualitas
diri mereka. Sedangkan spiritual memiliki konsep yang lebih umum mengenai
keyakinan seseorang. Terlepas dari prosesi ibadah yang dilakukan sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaan tersebut.
Konsep spiritual berkaitan dengan nilai, keyakinan, dan kepercayaan
seseorang. Kepercayaan itu sendiri memiliki cakupan mulai dari atheisme
9
(penolakan terhadap keberadaan Tuhan) hingga agnotisme (percaya bahwa Tuhan
ada dan selalu mengawasi) atau theism (Keyakinan akan Tuhan dalam bentuk
personal tanpa bentuk fisik) seperti dalam Kristen dan Islam. Keyakinan
merupakan hal yang lebih dalam dari suatu kepercayaan seorang individu.
Keyakinan mendasari seseorang untuk bertindak atau berpikir sesuai dengan
kepercayaan yang ia ikuti.
Keyakinan dan kepercayaan akan Tuhan biasanya dikaitkan dengan istilah
agama. Di dunia ini, banyak agama yang dianut oleh masyarakat sebagai wujud
kepercayaan mereka terhadap keberadaan Tuhan. Tiap agama yang ada di dunia
memiliki karakteristik yang berbeda mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kepercayaan dan keyakinan sesuai dengan prinsip yang mereka pegang teguh.
Keyakinan tersebut juga mempengaruhi seorang individu untuk menilai sesuatu
yang ada sesuai dengan makna dan filosofi yang diyakininya. Sebagai contoh,
persepsi seorang Muslim mengenai perawatan kesehatan dan respon penyakit
tentunya berbeda dengan persepsi seorang Budhis. Semua itu tergantung konsep
spiritual yang dipahami sesuai dengan keyakinan dan keimanan seorang individu.
Konsep spiritual yang dianut atau dipahami oleh seorang klien dapat
mempengaruhi cara pandang klien mengenai segala sesuatunya, tak terkecuali
dalam bidang kesehatan.
Pola normal spiritual sangat erat hubungannya dengan kesehatan, Karena
dari pola tersebut dapat menciptakan suatu bentuk perilaku adaptif ataupun
maladaptif berhubungan dengan penerimaan kondisi diri. Dimensi spiritual
merupakan dimensi yang sangat penting diperhatikan oleh perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada semua klien. Carson (2002) menyatakan
bahwa keimanan atau keyakinan religious adalah sangat penting dalam kehidupan
personal individu. Lebih lanjut dikatakannya bahwa keimanan diketahui sebagai
suatu faktor yang sangat kuat (powerful) dalam penyembuhan dan pemulihan
fisik, yang tidak dapat diukur. Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam
penyembuhan dan pemulihan kesehatan maka penting bagi perawat untuk
meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan
asuhanspiritual dengan baik kepada semua klien.
10
B. Konsep Kehilangan dan Berduka
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan
klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi
perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga,
parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-
perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian.
Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh
perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian
(Potter & Perry, 2005).
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,
kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian
dan kebebasannya menjadi menurun.
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-
tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada,
kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional
yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
11
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang
mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri
sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya.
Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau
komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan
kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat
dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu
periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan
memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon
pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya.
Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan,
detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
12
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit
bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresia
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
Pikiran pada objek yang hilang berkurang. Verbalisasi ;” apa yang dapat
saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “yah, akhirnya saya harus operasi “
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu
dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum
terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara
aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional.
Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka.
Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk
13
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana
intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan
dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang
dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri,
duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan,
diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan
kelelahan.
Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin
mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong,
karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari
seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum.
Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa
lalu terhadap almarhum.
Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga
pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran
baru telah berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
14
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a. Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak
untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak,
tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum
dilontarkan klien.
b. Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada
setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase
ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal
ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan
menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c. Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau
jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari
pendapat orang lain.
d. Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya
melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e. Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai
lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan
bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu
sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan
dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
15
4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
1. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
2. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam
dan dirasakan paling akut.
3. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar
untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
ENGEL (1964) KUBLER-ROSS
(1969)
MARTOCCHIO
(1985)
RANDO (1991)
Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock and
disbelief
Penghindaran
Berkembangnya
kesadaran
Marah Yearning and
protest
Restitusi Tawar-menawar Anguish,
disorganization
and despair
Konfrontasi
Idealization Depresi Identification in
bereavement
Reorganization / the out
come
Penerimaan Reorganization and
restitution
Akomodasi
16
Pada kasus yang dihadapi perkataan dari Tn. X termasuk ke dalam fase
tawar menawar (bergaining) menurut Kubler-Ross (1969) yang berarti Individu
telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju
ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini
sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka
saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan
yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
Di fase ini kita baru bisa memberi ungkapan empati lewat kata-kata,
umpamanya ,”Sabar de…semua ini hanya milik Allah, kita harus siap kapan saja
Allah akan mengambilnya.”
C. Mekanisme Koping
a. Definisi
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk
memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga
kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak
berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar
artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau
beban yang diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan
dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut.
Seorang ahli medis bernama ZJ Lipowski dalam penelitiannya
memberikan definisi mekanisme coping: all cognitive and motor activities which
a sick person employs to preserve his bodily and psychic integrity, to recover
reversibly, impaired function and compensate to limit for any irreversible
impairment. (Secara bebas bisa diterjemahkan: semua aktivitas kognitif dan
motorik yang dilakukan oleh seseorang yang sakit untuk mempertahankan
integritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi yang rusak, dan membatasi
adanya kerusakan yang tidak bisa dipulihkan). Mekanisme koping adalah cara
17
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri
dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999).
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan
perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau
eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
Mekanisme coping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang
dimulai sejak awal timbulnya stressor dan saat mulai disadari dampak stressor
tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal,
sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stressor
tetapi juga kondisi temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stressor
tersebut.
b. Jenis
Jika individu berada pada kondisi stress ia akan menggunakan berbagai
carauntuk mengatasinya, individu dapat menggunakan satu atau lebih sumber
koping yang tersedia. Ada dua jenis mekanisme koping yang dapat dilakukan,
yaitu:
a. Task Oriented Reaction (Reaksi yang Berorientasi pada Tugas)
Cara ini digunakan individu untuk menyelesaikan masalah, dan atau untuk
memenuhi kebutuhan, ada 3 macam yang berorientasi pada tugas (task oriented)
yaitu antara lain:
1. Kompromi; yaitu cara yang kontruktif yang digunakan oleh individu dimana
dalam menyelesaikan masalahnya individu menempuh jalan dengan
melakukan pendekatan negosiasi dan atau bermusyawarah.
2. Menarik diri; reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis; reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain.
Sedangkan reaksi psikologis individu menunjikkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
3. Perilaku Menyerang (Fight); reaksi yang ditampilkan oleh individu dalam
menghadapi masalah ini dapat konstruktif misalnya; penyelesaian masalah
dengan teknik asertif yaitu antara lain tindakan yang dilakukan dengan
18
mengatakan terus terang tentang ketidaksukaannya terhadap perlakuan yang
idak menyenangkan pada dirinya. Sedangkan cara destruktif yaitu individu
melakukan tindakan penyerangan terhadap stressor, dapat juga merusak
dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan dan bermusuhan.
b. Reaksi yang Bersumber pada Pertahanan Ego (Deffence Mechanisme)
Reaksi ini sering digunakan oleh individu dalam menghadapi
stress/kecemasan jika individu menggunakannya dalam sesaat dapat mengurangi
tingkat kecemasan, namun jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat
mengakibatkan gangguan orientasi realita, memburuknya hubungan interpersonal
dan menurunnya produktifitas kerja, koping ini beroperasi secara tidak sadar,
sehingga penyelesaiannya sering tidak realistis. Berikut ini adalah macam reaksi
yang berorientasi pada pertahan ego.
1. Kompensasi; kelemahan yang ada pada dirinya ditutup dengan meningkatkan
kemampuan dibidang lain untuk mengurangi kecemasan.
2. Mengingkari; perilaku menolak realitas yang terjadi pada dirinya, dengan
berusaha mengatakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
3. Mengalihkan, mengalihkan emosi yang diarahkan pada benda/objek yang
kurang/tidak berbahaya.
4. Disosiasi; kehilangan kemampuan mengingat peristiwa yang terjadi pada
dirinya.
5. Identifikas; individu menyamakan dirinya dengan bintang pujaannya dengan
meniru pikiran, penampilan, perilaku atau kesukaannya.
6. Intelektualisasi; alasan atau logika yang berlebihan untuk menekan perasaan
yang tidak menyenangkan.
7. Intopeksi; perilaku dimana individu menyatukan nilai orang lain atau
kelompok ke dalam dirinya.
8. Isolasi; memisahkan komponen emosi dengan pikiran yang dilakukan sesaat
maupun dalam waktu yang lama/panjang.
9. Proyeksi; keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan sendiri.
19
10. Rasionalisasi; memberikan alasan yang dapat diterima secara sosial, yang
tampaknya masuk akal untuk membenarkan kesalahan dirinya.
11. Reaksi formasi; pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang
berlawanan dengan apa yang benar-benar dirasakan atau dilakukan oleh orang
lain.
12. Regresi; menghindari stress, kecemasan dengan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perkembangan anak.
13. Spliting; kegagalan individu dalam mengintegrasikan dirinya dalam
mengintegrasikan dirinya dalam menilai baik-buruk yang
memandangseseorang semuanya baik-semuanya buruk yang tidak konsisten.
14. Supresi; menekan perasaan/pengalaman yang menyakitkan diingkarinya
sebagaimana yang pernah dikomunikasikan sebelumnya.
15. Sublimasi; penerimaan tujian pengganti yang diterima secara sosial karena
dorongan yang merupakan saluran normal dari ekspresi yang terhambat.
c. Metode Koping
Ada 2 metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi
masalah psikologis seperti yang dikemukakan oleh Bell (1977), dua metode
tersebut antara lain:
1. Metode koping jangka panjang, cara ini adalah konstruktif dan merupakan
cara yang efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis dalam
kurun waktu yang lama contohnya adalah;
a. Berbicara dengan oranglain “curhat”(curah pendapat dari hati ke hati)
dengan teman, keluarga atau profesi tentang masalah yang sedang
dihadapi.
b. Mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang sedang
dihadapi.
c. Menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan
kekuatan supranatural.
d. Melakukan latihan fisik uuntuk mengurangi ketegangan/masalah.
e. Membuat berbagaii alternatif tindakan untuk mengurangi situasi.
20
f. Mengambil pelajaran dan peristiwa atau pengalaman masa lalu.
2. Metode jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi
stress/ketegangan psikologis dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi
tidak efektif untuk digunakan dalam jangka panjang contohnya adalah;
a. Menggunakan alkohol atau obat
b. Melamun dan fantasi
c. Mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan
d. Tidak ragu, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil
e. Banyak tidur
f. Banyak merokok
g. Menangis
h. Beralih pada aktifitas agar dapat melupakan masalah
Pada tingkat keluarga koping yang dilakukan dalam menghadapi
masalah/ketegangan seperti yang dikemukakan oleh Mc. Cubbin (1979) adalah;
a. Mencari dukungan sosial seperti minta bantuan keluarga, tetangga, teman,
atau keluarga jauh.
b. Reframing, yaitu mengkaji ulang kejadian masa lalu agar lebih dapat
menanganinya dan menerima.
c. Mencari dukungan spiritual, berdoa, menemui pemuka agama atau aktif
pada pertemuan ibadah.
d. Menggerakkan keluarga untuk mencari dan menerima bantuan.
e. Penilaian secara passive terhadap ng dialami dengan cara menonton tv,
atau diam saja.
D. Peran Perawat
Peran perawat dalam klien yang berduka yaitu :
1. Perawat mengamati prilaku berduka klien
2. Perawat mengenali pengaruh berduka terhadap prilaku klien
3. Memberikan dukungan yang empatik pada klien
Support : Memberikan perhatian yang lebih dan waktu kepada klien
Komunikasi yang digunakan:
21
Komunikasi yang digunakan yaitu komunikasi teraupeutik dengan
hubungan intrapersonal. Perawat mengamati respon klien terhadap kehilangan dan
kemudian berupaya untuk mengidentifikasi kekuatan klien dalam menghadapi
kehilangan, yaitu :
1. Menggunakan pertanyaan yang terbuka dan pertanyaan reflektif, misal : “apa
yang anda pikirkan ?”
2. Bila klien tidak ingin berbagi kisah atau perasaan maka “perawat dapat
menawarkan kesediaan untuk tetap ada ketika dibutuhkan”
3. Bila klien marah, “Perawat harus menelaah perasaaan dan responnya sendiri
terhadap marah klien”
4. Perawat memberikan dorongan kepada klien dan keluarganya untuk
mengenang kebahagiaan dan keberhasilan sebelumnya
Ciri hubungan terapeutik
- Client-centered (berpusat pada klien).
- Menghargai klien sebagai individu yang unik dan bebas.
- Meningkatkan kemampuan klien untuk berpartisipasi dengan aktif dalam
mengambil keputusan mengenai pengobatan dan perawatannya.
- Menghargai keluarga, kebudayaan, kepercayaan, nilai hidup, dan seterusnya dari
klien.
- Menghargai privasi dan kerahasiaan hubungan perawat-klien.
- Saling percaya, menghargai, dan menerima.
Tahap hubungan terapeutik
1. Pra-interaksi (tahap I)
2. Pengenalan (tahap II)
3. Fase kerja (tahap III)
4. Terminasi (tahap IV)
Teknik komunikasi Terapeutik
a. Diam
b. Menerima
c. Menyatakan pengenalan
d. Menawarkan diri
e. Memberi penghargaan
22
f. Mengklarifikasi waktu atau urutan kejadian
g. Menyatakan observasi tanpa menilai
h. Memberanikan mengungkapkan persepsi
i. Focusing
j. Reflecting
k. Exploring
l. Menunjukkan kenyataan
m. Mengunngkapkan keraguan
n. Memberanikan untuk mengambil keputusan
o. Sentuhan
p. Mengklarifikasi
q. Memberi informasi
E. Konsep/ Metode Lain
Konsep lain selain konsep spiritual dan berduka adalah konsep adaptasi.
Konsep adaptasi ini lahir setelah adanya konsep spiritual dan berduka.
Adaptasi merupakan suatu proses perubahan yang menyertai individu
dalam berespons terhadap perubahan yang ada di lingkungan dan dapat
mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis yang
akan menghasilkan perilaku adaptif ini dapat berupa semua respons dengan
berusaha mempertahankan respons dari manusia sebagai makhluk holistik, yang
memerlukan waktu dalam penyesuaian dan setiap orang akan berbeda dalam
proses penyesuaian, adakalanyaorang cepat beradaptasi, namun adakalanya
lambat dalam beradaptasi dan semua respon adaptif tidak selamanya cukup dalam
menghadapi perubahan akan tetapi terkadang dijumpai tidak adekuat dan pada
dasarnya respon adaptif itu melelahkan mengingat membutuhkan tenaga dan
sumber yang cukup.
Macam-macam adaptasi
a. Adaptasi Fisiologis
Adaptasi ini merupakan proses penyesuaian tubuh secara alamiah atau
secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dari berbagai faktor yang
menimbulkan atau mempengaruhi keadaan menjadi tidak seimbang conthnya
23
masuknya kuman penyakit maka secara fisiologis tubuh berusaha untuk
mempertahankan baik dari pintu masuknya kuman atau sudah masuk dalam
tubuh.
Adaptasi secara fisiologis dapat dibagi menjadi dua yaitu apabila bersifat
lokal, maka disebut LAS (Local Adaptation Syndroma), akan tetapi apabila reaksi
lokal tidak dapat diatasi dapat menyebabkan gangguan secara sistemik dan tubuh
akan melakukan proses penyesuaian yang disebut GAS (General Adaptation
Syndroma). Pada adaptasi fisiologis melalui tiga tahap yaitu tahap alarm reaction,
tahap resistenssi dan tahap akhir.
b. Adaptasi Psikologis
Merupakan prose penyesuaian secara psikologis akibat stresor yang ada
dengan cara memberikan mekanisme pertahanan diri dengan harapan dapat
melindungi atau bertahan dari serangan-serangan atau hal-hal tidak
menyenangkan.
Dalam proses adaptasisecara psikologis terdapat dua cara untuk
mempertahankan diri dalam berbagai stresor yaitu dengan cara melakukan koping
atau penanganan diantaranya berorientasi pada tugas (task oriented) yang dikenal
dengan problem solving strategi dan ego oriented atau mekanisme pertahanan
diri.
c. Adaptasi Sosial Budaya
Merupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan proses
penyesuaian perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat,
berkumpul dengan masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan.
d. Adaptasi Spiritual
Proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang
didasarkan pada keyakinan yang dimiliki sesuai dengan agamyang dianutnya.
Apabila mengalami stres, maka seseorang akan giat melakukan ibadah, seperti
rajin melakukan ibadah.
24
F. Proses Keperawatan/ askep Tn. X :
1. Pengkajian
Data objektif
a. Perdarahan dan fraktur pada kaki kanan tuan X
b. Calon istri dan Ibu Tn. X meninggal dunia
c. Tidak berminat berinteraksi dengan orang lain
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Perasaan sedih, Menangis
f.Perasaan putus asa, kesepian
g. Mengingkari kehilangan
h. Merenungkan rasa bersalah secara berlebihan
2. Diagnosa Keperawatan
“ Dukacita maladatif yang berhubungan dengan kehilangan orang terdekat”
Definisi : Keadaan terdapat perasaan aktu potensial tentang objek yang hilang
( orang, kepemilikan, pekerjaan, status, rumah, ideal, dan bagian dari proses
tubuh).
3. Intervensi
Tujuan umum:
“klien akan mengalami peredaan dari disfungsi berduka atau menunjukan
tidak adanya penundaan reaksi emosional dalam 2 bulan”
Tujuan jangka pendek
“Klien akan mengakui kesadaran tentang kehilangan dalam 1 minggu”
Tujuan jangka panjang
a. Klien akan mengekspresikan pikiran dan perasaan yang berhubungan
dengan kehilangan dalam 2 minggu.
b. Klien akan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan bekerja
sama, dengan pengobatan yang diharuskan dalam 1 bulan.
4. Implementasi
Hargai dukacita klien melalui kehadiran yang bersifat empati
25
Dengarkan klien dan berikan dorongan untuk berbagi perasaan emosi
(marah,bersalah dll) dengan pembicaraaan atau tertulis
Berikan waktu bagi keluarga dan teman untuk berada bersama klien dan
membantu perawatan sejauh yang diinginkan
Berikan sebanyak mungkin pilihan dan kesempatan untuk pembuatan
keputusan
5. Evaluasi
Mengkaji ulang asuhan keperawatan,agar sukses perawat harus sensitivitas
terhadap klien, budaya, etnitas, gaya hidup, keluarganya, yaitu dengan :
a. Penuhi semua kebutuhan klien, agar klien dapat berinteraksi dengan orang
lain
b. Observasi klien yang mendiskusikan kehilangannya dengan orang terdekat
c. Observasi prilaku klien
d. Minta klien untuk menceritakan tentang perasaan kehilangan.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah
sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa
Konsep spiritual berkaitan dengan nilai, keyakinan, dan kepercayaan
seseorang. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan.
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
3. Kehilangan objek eksternal
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Rentang Respon Kehilangan:
Denial
Anger
Bergaining
Depresi
Acceptance
B. Saran
Berikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan keadaan klien. Agar
sukses dalam asuhan keperawatan perawat harus sensitivitas terhadap klien,
budaya, etnisitas, gaya hidup, kekeluarganya. Keluarga peran penting terhadap
klien, sehingga perawat harus memotifasi keluarganya kemudian penuhi semua
kebutuhan klien.
27
DAFTAR PUSTAKA
Rasmun, Skp. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan
Keluarga unyuk Perawat dan Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: CV.
Sagung Seto, 2001
Hidayat AAA. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika, 2008
Baradeo, M., dkk. Buku Saku Konseling dalam Keperawatan. Jakarta: EGC, 2006
Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika, 2008
Suseno, Tutu April. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,
Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto,
2004
Potter, perry. Buku ajar fundamental keperawatan edisi. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC, 2005
28