BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah...

57
KEHAMILAN DENGAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK dr. I Ketut Surya Negara,SpOG(K), MARS BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA / RSUP SANGLAH DENPASAR 2014

Transcript of BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah...

Page 1: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

KEHAMILAN DENGAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

dr. I Ketut Surya Negara,SpOG(K), MARS

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA / RSUP SANGLAH DENPASAR

2014

Page 2: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan pada ibu dengan penyakit Lupus Eritematosus sangat

berhubungan dengan tingkat kesakitan dan kematian ibu dan janin, yang sampai saat

ini masih menjadi salah satu indikator kesehatan nasional. Lupus Eritematosus

Sistemik (LES) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis akibat pengendapan

kompleks imun yang tidak spesifik pada berbagai organ yang penyebabnya belum

diketahui secara jelas, serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit, dan prognosis

yang sangat beragam.1 Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi

dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal

serta lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi LES.1

Insiden tahunan LES di Amerika Serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk,

sementara prevalensi LES di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk,

dengan rasio jender wanita dan laki- laki antara 9-14 : 1. Belum terdapat data

epidemiologi LES yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di

RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1,4% kasus LES dari total

kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan

Sadikin Bandung terdapat 291 pasien LES atau 10,5% dari total pasien yang berobat

ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010.2,3

Data pasien LES pada kehamilan

masih sulit didapat, dari 2000 kehamilan dilaporkan sebanyak 1-2 kasus LES.2,3

Dari

kunjungan pasien yang datang kontrol ke Poliklinik Kebidanan dan Penyakit

Kandungan RSUP Sanglah Denpasar, didapatkan 3 kasus dari tahun 2011- 2013.4

Manifestasi klinis LES sangat luas, meliputi keterlibatan kulit, dan mukosa,

sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun.

Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien yang diikuti selama 10 tahun, manifestasi klinis

terbanyak berturut- turut adalah arthritis sebesar 48,1%, ruam malar 31,1%, nefropati

27,9%, fotosensitifity 22,9%, keterlibatan neurologik 19,4%, dan demam 16,6%.

Sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai adalah miositis 4,3%, ruam

discoid 7,8%, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi subkutaneus akut 6,7%.5

Page 3: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Survival rate 5 tahun pasien LES di RSCM adalah 88% dari pengamatan

terhadap 108 orang pasien LES yang berobat dari tahun 1990-2002. Angka kematian

pasien dengan LES hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Pada

tahun-tahun pertama mortalitas LES berkaitan dengan aktifitas penyakit dan infeksi (

termasuk infeksi M. tuberculosis, virus, jamur dan protozoa), sedangkan dalam

jangka panjang berkaitan dengan penyakit vaskular aterosklerosis.5

Tingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai

karena banyak faktor merugikan yang mempengaruhi fungsi tubuh akibat gangguan

sistem autoimun. Penyakit LES menyerang hampir 90% wanita yang terjadi pada

rentang usia reproduksi antara 15-40 tahun dengan rasio wanita dan laki-laki adalah

9:1. Penyakit LES yang kebanyakan terjadi pada wanita di usia reproduksi seringkali

menimbulkan masalah kesehatan terutama pada masa kehamilan yang dapat

membahayakan kondisi ibu dan janin. Dilaporkan wanita hamil yang menderita LES

memiliki komplikasi yang buruk terhadap kondisi ibu dan janin. Oleh karena itu

penyakit LES sangat berisiko tinggi pada kehamilan.6

Masalah yang memperburuk keadaan selama kehamilan adalah terjadinya

flare penyakit, terutama bila aktifitas penyakit LES tinggi sebelum hamil. Flare pada

kehamilan dilaporkan antara 13 sampai 68% pada penderita LES yang hamil

dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Jumlahnya meningkat selama

kehamilan dan pada masa post partum antara 30 sampai 50%.6

Di bidang Obstetri penyakit ini dianggap penting karena LES dapat

merupakan satu penyakit kehamilan, di mana mempunyai potensi untuk

mengakibatkan kematian janin, kelahiran preterm, maupun kelainan pertumbuhan

janin.Bayi yang lahir dari ibu yang mengidap LES dapat menyebabkan Lupus

Eritematosus Neonatal, walaupun jarang (1: 20.000 kelahiran hidup). Risiko

kematian ibu hamil yang menderita LES memiliki dampak 20x lebih tinggi karena

komplikasi yang disebabkan oleh pre-eklampsia, thrombosis, infeksi dan kelainan

darah.7

Mengingat manifestasi klinis, perjalanan penyakit LES sangat beragam dan

risiko kematian yang tinggi maka penulis tertarik membuat sari pustaka ini, untuk

bisa mengenali lebih awal ibu hamil dengan LES, melakukan perawatan antenatal,

Page 4: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

intranatal dan postnatal yang lebih komprehensif dan terarah pada kehamilan dengan

lupus eritematosus.

Page 5: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi dan Pathogenesis LES

Etiologi dan pathogenesis LES masih belum diketahui dengan jelas.Meskipun

demikian terdapat banyak bukti yang mencakup pengaruh faktor genetik, lingkungan

dan hormonal terhadap respon imun.Kerusakan jaringan disebabkan oleh

autoantibodi komplek imun dan limfosit T. Seperti halnya penyakit autoimun yang

lain, suseptibilitas LES tergantung oleh gen yang multiple. Interaksi antara faktor

lingkungan, genetik dan hormonal yang saling terkait akan menimbulkan

abnormalitas respon imun pada tubuh penderita LES. Beberapa faktor pencetus yang

dilaporkan menyebabkan kambuhnya LES adalah stress fisik maupun mental,

infeksi, paparan ultraviolet dan obat-obatan. Obat-obatan yang diduga mencetuskan

LES adalah procainamine, hidralasin, quidine dan sulfasalasine. Pada LES ini sel

tubuh sendiri dikenali sebagai antigen.8

Bagan 1. Pathogenesis dari LES8

Page 6: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Faktor lingkungan memegang peranan penting, melakukan interaksi dengan

sel yang suseptibel sehingga akan menghasilkan respon imun yang abnormal dengan

segala akibatnya. Faktor genetik mempunyai peran penting, di mana 10-20 % pasien

penderita LES mempunyai kerabat penderita LES. Adapun gen yang berperan

terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Kaitan dengan dengan

haplotip MHC tertentu terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen

komplemen yang berperan pada fase awal reaksi ikat komplemen telah terbukti.

Gen-gen lain yang berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T,

immunoglobulin dan sitokin.8

Ditemukan bahwa hormon prolaktin dapat merangsang respon imun. Pada

LES, cirinya adalah adanya gangguan sistem imun pada sel T dan sel B serta pada

interaksi antara kedua sel tersebut, hal ini akan menimbulkan aktifasi sistem

neuroendokrin . Di dalam tubuh sebenarnya terdapat kelompok limfosit B yang

memproduksi autoantibodi maupun sel T yang bersifat sitotoksik terhadap diri

sendiri.8

Populasi sel yang autoreaktif ini diatur dan dikendalikan oleh sel limfosit T

supresor.Kegagalan mekanisme kendali mengakibatkan terbentuknya autoantibodi

yang kemudian membentuk kompleks imun atau berkaitan dengan jaringan.Sel T

sitotoksik dapat menyerang sel tubuh secara langsung, sambil mengeluarkan

mediator yang mengakibatkan reaksi peradangan. Antibodi dan komplemen yang

melapisi sel tersebut mengakibatkan perusakan sel oleh sel fagosit dan sel Killer.7,8

Bagian yang penting dalam pathogenesis ini adalah terganggunya mekanisme

regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis pada individu

yang resisten. Dalam keadaan normal,kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit

mononuklear, terutama di hati, limpa dan paru tanpa bantuan komplemen. Dalam

proses tersebut, ukuran kompleks merupakan faktor yang penting. Pada umumnya

kompleks yang besar dapat dengan mudah dimusnahkan oleh makrofag dalam hati.

Kompleks kecil dan larut sulit untuk dimusnahkan, karenanya dapat lebih lama

berada dalam sirkulasi.8

Page 7: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Diduga bahwa gangguan fungsi fagosit merupakan salah satu penyebab

mengapa kompleks tersebut sulit dimusnahkan.Meskipun kompleks imun berada di

sirkulasi dalam jangka waktu yang lama, biasanya tidak berbahaya. Permasalahan

akan timbul bila kompleks tersebut mengendap di jaringan. Terjadinya pengendapan

kompleks imun dikarenakan ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas

vaskuler yang meninggi, antara lain disebabkan oleh pelepasan histamin. Kompleks

imun lebih mudah diendapkan pada tempat-tempat dengan tekanan darah yang tinggi

yang disertai turbulensi, misalnya dalam kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh

darah, pleksus koroid dan siliar mata.Akibat terjadinya fiksasi komplemen pada

organ tersebut.Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan

substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi radang inilah yang

menyebabkan timbulnya keluhan/gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan

seperti ginjal,sendi,pleura,pleksus koroideus,kulit dan sebagainya.6-8

2.2 Gejala Klinis LES

Penderita LES umumnya mengeluh lemah, demam, malaise, anoreksia dan

berat badan menurun.Pada penyakit yang sudah lanjut (berbulan - bulan sampai

tahunan) barulah menunjukkan manifestasi klinis yang lebih spesifik dan lengkap

serta cenderung melibatkan multiorgan. Manifestasinya bisa ringan sampai berat

yang dapat mengancam jiwa.9

Tabel 1. Manifestasi klinis LES (dikutip dari Lahita)9

Sistem Organ Manifestasi Klinis Persentase

(%)

Sistemik Mudah lelah, lemah, demam, penurunan

berat badan

95

Muskuloskeletal Athralgia, mialgia, poliarthritis, miopati 95

Hematologik Anemia, hemolisis, leukopenia,

trombositopenia, dll

85

Kutaneus Ruam malar, ruam discoid, ruam kulit,

photosensitif,dll

80

Page 8: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Neurologik Sindrom otak organik, psikosis, serangan

kejang

60

Kardiopulmoner Pleuritis, perikarditis, miokarditis,

endokarditis Libmann Sacks.

60

Renal Proteinuria, sindrom nefrotik, gagal ginjal 50

Gastrointestinal Anoreksia, nausea, diare, vaskulitis 45

Trombosis Arterial(5%) dan venosa(10%) 15

Okuler Konjungtivitis 15

Kehamilan Abortus berulang, preeklampsia, kematian

janin dalam rahim

30

1.Kelelahan

Kelelahan merupakan keluhan yang umum dijumpai pada penderita LES dan

biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya. Kelelahan ini agak sulit

dinilai karena banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan kelelahan seperti adanya

anemia, meningkatnya beban kerja, konflik kejiwaan, serta pemakaian obat seperti

prednisone.9

2. Penurunan Berat Badan

Keluhan ini dijumpai pada sebagian penderita LES dan terjadi pada beberapa bulan

sebelum diagnosis ditegakkan. Penurunan berat badan ini dapat disebabkan oleh

menurunnya nafsu makan atau yang diakibatkan oleh gejala gastrointestinal.5,9

3. Demam

Demam sebagai gejala konstitusional sulit dibedakan dengan penyakit lain seperti

infeksi, karena suhu tubuh dapat lebih dari 40°C tanpa adanya bukti infeksi lain

seperti leukositosis. Demam akibat LES biasanya tidak disertai menggigil.5,9

4. Manifestasi muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal merupakan manifestasi klinik yang paling sering dijumpai

pada penderita LES, lebih dari 90%.Keluhan dapat berupa nyeri otot (myalgia), nyeri

sendi (athralgia) atau merupakan suatu arthritis di mana tampak adanya inflamasi

sendi.Keluhan ini sering dianggap sebagai manifestasi arthritis rheumatoid karena

keterlibatan sendi yang banyak dan simetris. Pada LES, keterlibatan sendi pada

umumnya tidak akan menyebabkan deformitas.5,9

Page 9: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

5. Manifestasi kulit

Ruam kulit merupakan manifestasi LES yang telah lama dikenal. Lesi mukokutaneus

yang tampak sebagai bagian dari LES dapat berupa suatu reaksi fotosensitifitas,

discoid LE (DLE), subacute cutaneous lupus erythematosus (SCLE), lupus

profundus/paniculitis, alopesia, lesi vaskuler berupa eritema periungual, livedo

retikularis, telangiektasia, fenomena Raynaud’s dan lain-lain.5,9

6. Manifestasi paru

Berbagai manifestasi klinis pada paru-paru dapat terjadi baik berupa radang

interstitial parenkim paru (pneumonitis), emboli paru, hipertensi pulmonum,

perdarahan paru atau shrinking lung syndrome.Pneumonitis lupus dapat terjadi

secara akut atau berlanjut menjadi kronik.Pada keadaan akut perlu dibedakan dengan

pneumonia bakterial.Apabila terjadi keraguan untuk diagnosis dapat dilakukan

tindakan invasive seperti bilas bronkoalveolar. Pneumonitis lupus memberikan

respon yang baik terhadap pemberian kortikosteroid.5,9

7. Manifestasi kardiologi

Baik perikardium, miokardium, endokardium ataupun pembuluh darah koroner dapat

terlibat pada penderita LES, walaupun yang paling banyak terkena adalah

perikardium. Perikarditis harus dicurigai apabila dijumpai adanya keluhan nyeri

substernal, friction rub, silhouette sign pada foto dada, ataupun melalui gambaran

EKG dan ekokardiografi. Penyakit jantung koroner dapat pula dijumpai pada

penderita LES dan bermanifestasi sebagai angina pectoris, infark miokard atau gagal

jantung kongestif. Valvulitis, gangguan konduksi serta hipertensi merupakan

komplikasi lain yang juga sering ditemukan.5,9

8. Manifestasi renal

Keterlibatan ginjal dijumpai pada 40-75% penderita, yang sebagian besar terjadi

setelah 5 tahun penderita LES. Wanita lebih sering menderita kejadian ini (9:1)

dibandingkan pria, puncak insidensi antara usia 20-30 tahun. Gejala atau tanda

keterlibatan renal pada umumnya tidak tampak sebelum terjadi kegagalan ginjal atau

sindrom nefrotik. Pemeriksaan terhadap pyuria (>5/LPB) tanpa disertai bukti adanya

Page 10: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

infeksi serta peningkatan kadar serum kreatinin menunjukkan adanya keterlibatan

ginjal pada penderita LES.10

9. Manifestasi gastrointestinal

Manifestasi gastrointestinal tidak spesifik pada penderita LES, karena dapat

merupakan cerminan keterlibatan berbagai organ pada penyakit ini atau sebagai

akibat pengobatan. Secara klinis vasculitis tampak adanya keluhan penyakit pada

esophagus, mesenteric inflammatory bowel disease(IBS), pancreatitis dan penyakit

hati5,9

10. Manifestasi neuropsikiatrik

Keterlibatan neuropsikiatrik akibat LES sulit ditegakkan karena gambaran klinisnya

begitu luas.Kelainan ini dikelompokkan sebagai manifestasi neurologik dan

psikiatrik. Diagnosis lebih banyak didasarkan pada temuan klinis dengan

menyingkirkan kemungkinan lain seperti sepsis, uremis, dan hipertensi berat.

Pembuktian adanya keterlibatan saraf pusat tidak terlalu banyak membantu proses

penegakkan diagnosis LES. Keterlibatan susunan saraf pusat dapat bermanifestasi

sebagai epilepsi, hemiparesis, lesi saraf cranial, lesi batang otak, meningitis aseptik

atau myelitis transversal.Sedangkan lesi pada susunan saraf tepi dapat bermanifestasi

sebagai neuropati perifer, myasthenia gravis atau mononeuritis multipleks. Dari segi

psikiatrik, gangguan fungsi mental dapat bersifat organik dan non organik.11

11. Manifestasi hemik-limfatik.

Limfadenopati baik menyeluruh maupun terlokalisir sering dijumpai pada penderita

LES. Organ limfoid lain yang sering terkena adalah limfa yang biasanya disertai

pembesaran hati. Kelainan hematologik sangat bervariasi dan bahkan dapat

menyerupai gangguan darah perifer. Anemia dapat dijumpai pada satu periode dalam

perkembangan penyakit LES.12

2.3 Kriteria Diagnosis

American rheumatism association (ARA) mengumumkan kriteria untuk

klasifikasi LES yang mengandung 14 item. Namun karena sensitivitasnya sangat

bervariasi (57,2-98%), maka dilakukan revisi ulang pada tahun 1982, dengan kriteria

Page 11: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

revisi ini didapatkan sensitivitas sebesar 96 % dan spesifisitasnya antara 78-87%.13

Kemudian the American College of Rheumatology (ACR) melakukan revisi lagi

tahun 1997.14

Terkait dengan dinamisnya perjalanan penyakit LES, maka diagnosis dini

tidaklah mudah ditegakkan. LES pada tahap awal, seringkali bermanifestasi sebagai

penyakit lain misalnya arthritis rheumatoid, glomerulonefritis, anemia, dermatitis

dan sebagainya. Ketepatan diagnosis dan pengenalan dini penyakit LES menjadi

penting.9,14

Tabel 2. Kriteria diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik.14

No Kriteria Difinisi

1. Ruam Malar Ruam berupa erithema terbatas,rata atau meninggi,

letaknya di daerah macular, biasanya tidak mengenai

lipat nasolabialis.

2. Ruam Discoid Lesi ini berupa bercak eritematosa yang meninggi

dengan sisik keratin yang melekat disertai

penyumbatan folikel. Pada lesi yang lama mungkin

terbentuk sikatriks.

3. Fotosensitifitas Terjadi lesi kulit sebagai akibat reaksi abnormal

terhadap cahaya matahari. Hal ini diketahui melalui

anamnesis atau melalui pengamatan dokter.

4. Ulkus mulut Ulcerasi di mulut atau nasofaring, biasanya tidak

nyeri, diketahui melalui pemeriksaan dokter.

5. Arthritis Arthritis non erosive yang mengenai 2 sendi perifer

ditandai oleh nyeri, bengkak atau efusi.

6. Serositis a. Pleuritis: adanya riwayat nyeri pleural atau

terdengarnya bunyi gesekan pleura oleh

dokter atau adanya efusi pleura.

b. Perikarditis: diperoleh dari gambaran EKG

atau terdengarnya bunyi gesekan perikard

atau adanya efusi perikard.

7. Gangguan Renal a. Proteinuria yang selalu > 0,5 g/hari atau >3+

atau

b. Ditemukan silinder sel, mungkin eritrosit,

hemoglobin, granular, tubular atau campuran.

8. Gangguan Neurologi a. Kejang yang timbul spontan tanpa adanya

obat-obat yang dapat menyebabkan atau

kelainan metabolik seperti uremia,

ketoasidosis, dan gangguan keseimbangan

Page 12: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

elektrolit atau

b. Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya

obat-obatan yang dapat menyebabkan

kelainan metabolik seperti uremia,

ketoasidosis dan gangguan keseimbangan

elektrolit.

9. Gangguan

Hematologi

a. Anemia hemolitik dengan retikulosis atau

b. Leukopenia, kurang dari 4000/mm3 pada 2x

pemeriksaan atau lebih atau

c. Limfopenia, kurang dari 1500/mm3 pada 2x

pemeriksaan atau lebih atau

d. Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3

tanpa adanya obat yang mungkin

menyebabkannya.

10. Gangguan Imunologi a. Adanya sel LE atau

b. Anti DNA : antibodi terhadap native DNA

dengan titer abnormal atau

c. Anti Sm : adanya antibodi terhadap antigen

inti atau otot polos atau

d. Uji serologis untuk sifilis yang positif semu

selama paling sedikit 6 bulan dan diperkuat

oleh uji imobilisasi Treponema pallidum atau

uji fluoresensi absorbs antibodi treponema.

11. Antibodi antinuclear

positif(ANA)

Titer abnormal antinuclear antibodi yang diukur

dengan cara imuno fluoresensi atau cara lain yang

setara pada waktu yang sama dan dengan tidak

adanya obat-obat yang berkaitan dengan sindroma

lupus karena obat.

Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria di atas, diagnosis LES memiliki sensitifitas

85% dan spesifisitas 95%.Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA

positif, maka sangat mungkin LES dan diagnosis bergantung pada pengamatan

klinis.Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan LES. Apabila hanya tes

ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu LES, dan

observasi jangka panjang diperlukan.15

Pemeriksaan penunjang minimal lain, yang diperlukan untuk diagnosis dan

monitoring:15

1. Hemoglobin, leukosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED).

Page 13: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

2. Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam dan bila diperlukan

kreatinin urin.

3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid).

4. PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid

5. Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4)

6. Foto polos thorax:

- Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk

monitoring.

- Setiap 3-6 bulan bila stabil

- Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif

Pemeriksaan tambahan lainnya tergantung dari manifestasi LES.Waktu pemeriksaan

untuk monitoring dilakukan tergantung kondisi klinis pasien.

2.4 Pemeriksaan Serologi pada LES

Diagnosis LES didasarkan pada gejala klinis yang mendukung, dipastikan

dengan adanya autoantibodi yang ada dalam sirkulasi.Banyak sekali autoantibodi

yang telah dikenal dan berhubungan dengan LES.Autoantibodi yang baik dalam

mendiagnosis LES adalah yang berhubungan langsung terhadap nuclear antigen

yaitu antinuclear antibodi (ANA). Fenomena sel LE tidak lagi penting dalam

diagnosis LES, telah digantikan dengan imunofluorescent assay for ANA.Nilai ANA

yang positif dapat diinterpretasikan pada berbagai tingkatan tergantung pola

ikatannya. Empat pola dasar ikatan tersebut adalah homogenous, peripheral,

speckled dan nucleolar.Ikatan homogenous ditemukan pada 65% penderita LES,

sedangkan ikatan peripheral adalah ikatan yang paling spesifik untuk LES walaupun

tidak terlalu sensitif. Pola ikatan speckled dan nucleolar lebih spesifik terhadap

penyakit autoimun yang lain.16

Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis LES

adalah tes ANA (ANA IF dengan Hep 2 Cell).Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya

pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada LES. Pada penderita LES

ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat

Page 14: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai

LES misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed

connective tissue disease, arthritis rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau

pada orang normal.17

Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan,

tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk LES, seringkali dinamis dan

berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang

terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes ANA dengan

menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat negatif, dengan gambaran klinis tidak

sesuai LES umumnya diagnosis LES dapat disingkirkan.15,17

Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes

antibodi terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP,

Ro(SSA), La(SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil

ANA/ENA. Antibodi anti-dsDNA merupakan tes spesifik untuk LES, jarang

didapatkan pada penyakit lain dan spesifisitasnya hampir 100%. Titer anti-dsDNA

yang tinggi hampir pasti diagnosis LES, dibandingkan dengan titer yang rendah. Jika

titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada pasien bukan LES.17

Antibodi terhadap double stranded (native) DNA (dsDNA) adalah yang

paling spesifik terhadap LES dan ditemukan pada 80-90% penderita yang tidak

diobati. Kehadiran titer anti-dsDNA dikaitkan dengan aktifitas LES. Beberapa

penelitian telah membuktikan bahwa peningkatan titer anti-DNA mendahului lupus

flares pada lebih dari 80% penderita. Hal ini telah dikaitkan dengan eksaserbasi

penyakit dan prematuritas dalam kehamilan.7,17

Tabel 3. Autoantibodi yang dihasilkan pada pasien dengan LES (dikutip dari

Cunningham).12

Antibodi Incidency(%) Clinical Associations

Antinuclear 95 Multiple antibodies, repeated negative test

make lupus unlikely

Anti-DNA 70 Associated with nephritis and clinical

actively

Page 15: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Anti-Sm 30 Spesific for lupus

Anti- RNP 40 Polimyositis, scleroderma,lupus,mixed

connective tissue disease

Anti Ro(SSA) 30 Sjorgen Syndrome, cutaneous lupus,

neonatal lupus

Anti-La(SSB) 10 Always with anti-Ro ; Sjorgens syndrome

Antihistone 70 Common in drug-induced lupus(95%)

Anticardiolipin 50 Antiphospolipid antibody, increased

thrombosis, spontaneous abortion; early

preeclampsia placental infarction; fetal

death; prolonged partial thromboplastin

time; false positive VDRL.

Antierythocytic 60 Overt hemolysis uncommon

Antiplatelet - Thrombocytopenia

Antibodi terhadap single-stranded DNA (ssDNA) juga ditemui pada

persentase yang cukup tinggi pada penderita LES yang tidak diobati, tetapi kurang

spesifik jika dibandingkan dengan anti-ds DNA. Penderita LES juga mempunyai

antibodi terhadap RNA yang meliputi Sm antigen, nuclear ribonucleoprotein

(nRNP), Ro/SSA antigen dan La/SSB antigen.17

Kesimpulannya, pada kondisi klinik adanya anti-dsDNA positif menunjang

diagnosis LES, sementara bila anti-dsDNA negatif tidak menyingkirkan adanya LES.

Meskipun anti-Sm didapatkan pada 15-30% pasien LES, tes ini jarang dijumpai pada

penyakit lain atau orang normal. Tes anti-Sm relatif spesifik untuk LES, dan dapat

digunakan untuk diagnosis LES.Titer anti-Sm yang tinggi lebih spesifik untuk LES.

Seperti anti-dsDNA, anti-Sm yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis.15,17

Beberapa penyakit atau kondisi di bawah ini seringkali mengacaukan

diagnosis akibat gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes laboratorium yang

serupa yaitu:18

a. Undifferentiated connective tissue disease

b. Sindroma Sjogren

c. Sindroma antibody antifosfolipid (APS)

d. Fibromyalgia (ANA positif)

Page 16: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

e. Purpura trombositopenik idiopatik

f. Lupus imbas obat

g. Artritis rheumatoid dini

h. Vaskulitis

2.5 Derajat Berat Ringannya Penyakit LES

Seringkali terjadi kebingungan dalam pengelolaan LES, terutama

menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan

pemantauan efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang

dilakukan untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah dengan

ditetapkannya gambaran tingkat keparahan LES. Penyakit LES dapat dikatagorikan

ringan atau berat sampai mengancam nyawa.19

1. LES derajat ringan, bila memenuhi kriteria:

a. Secara klinis tenang

b. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa

c. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung,

gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.

Contoh LES dengan manifestasi arthritis dan kulit.

2. LES derajat sedang, bila memenuhi kriteria:

a. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)

b. Trombositopenia (trombosit 20-50 x 103/ mm

3

c. Serositis mayor

3. LES derajat berat atau mengancam nyawa:

a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria,

miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna

b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli

paru, infark paru, fibrosis interstitial, shrinking lung

c. Gastrointestinal: pancreatitis, vaskulitis mesenterika

d. Ginjal: nefritis proliperatif. Dan atau membranous

e. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister)

Page 17: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

f. Neurologi: kejang, acuteconfusional state, koma, stroke, mielopati

transversa, mononeuritis, polyneuritis, neuritis optic, psikosis, sindroma

demielinasi

g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit < 1000/mm3),

trombositopenia < 20.000/mm3, purpura trombotik trombositopenia,

thrombosis vena atau arteri.

2.6 Pengaruh Kehamilan terhadap Lupus Eritematosus Sistemik

LES merupakan penyakit autoimun yang melibatkan berbagai sistem organ.

Flare LES dapat terjadi kapan pun, termasuk saat hamil dan pasca persalinan tanpa

pola yang pasti. Perubahan hormonal dan fisiologis dapat terjadi selama kehamilan

dan mempengaruhi aktivitas lupus. Beberapa penelitian mendapatkan kekambuhan

lupus selama kehamilan, namun umumnya ringan, tetapi jika kehamilan terjadi pada

saat nefritis masih aktif maka 50-60% eksaserbasi, sementara jika nefritis lupus

dalam keadaan remisi 3-6 bulan sebelum konsepsi hanya 7-10% yang mengalami

kekambuhan. Kemungkinan untuk mengalami preeklampsia dan eklampsia juga

meningkat pada penderita dengan nefritis lupus dengan faktor predisposisi yaitu

hipertensi dan sindroma anti fosfolipid (APS). Peningkatan respon inflamasi selama

lupus flare dapat menyebabkan komplikasi yang signifikan selama kehamilan.

Membedakan preeklampsia dengan lupus nepritis sulit karena keduanya mengalami

hipertensi, proteinuria, edema dan perburukan fungsi ginjal. Pada renal flare terjadi

penurunan kadar C3/C4, peningkatan kadar anti-dsDNA dan membaik dengan

pemberian steroid. Sedangkan pada preeklampsia, kadar C3/C4 membaik, tidak ada

perubahan pada kadar anti-dsDNA, dan memburuk dengan pemberian steroid.7

Gejala dan tanda kehamilan fisiologis yang dapat menyerupai aktivitas lupus selama

kehamilan:7,18,23

1. Lemas

Keluhan lemas dapat terjadi pada kehamilan fisiologis maupun pada aktivitas lupus

selama kehamilan sebagai bagian dari fibromyalgia.

2. Eritema Palmaris dan facial blush

Page 18: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Pada kehamilan fisiologis peningkatan estrogen dapat mengakibatkan blushing pada

kulit, namun lupus flare juga memiliki tanda tersebut.

3. Artralgia dan efusi sendi

Pada kehamilan juga bisa disertai dengan nyeri kepala dan nyeri punggung bawah

akibat hormon relaksin, peningkatan level estrogen, dan retensi cairan.

4. Sesak napas

Pada kehamilan hal ini terjadi akibat pendesakan diafragma.

5. Rambut rontok

Dapat terjadi kerontokan rambut selama puerpurium dan pasca persalinan pada

kehamilan normal

6. Penurunan hemoglobin dan platelet

Selama kehamilan terjadi peningkatan volume darah sebesar 50% dan berakibat pada

hemodilusi. Akan tetapi hemolitik anemia dan jumlah platelet kurang dari

100.000/mm3 biasa muncul pada aktivitas lupus selama kehamilan ataupun bagian

dari HELLP syndrome.

7. Peningkatan volume dan laju filtrasi glomerular mengakibatkan penurunan

kreatinin

serum dan peningkatan proteinuria biasa terjadi pada kehamilan normal. Level

kreatinin serum yang stabil selama masa kehamilan merupakan petunjuk adanya

insufisiensi renal yang biasa terjadi pada nefritis lupus. Peningkatan proteinuria

lebih dari 2 kali proteinuria basal merupakan hal abnormal, dimana pada kehamilan

normal biasa mencapai hingga 300 mg/24 jam. Level kreatinin serum >140 µmol/L

berkaitan dengan 50% pregnancy loss yang dapat meningkat hingga 80% saat level

kreatinin serum >400 µmol/L.

Bertahannya alograf janin in utero pada kehamilan normal diduga terjadi

akibat terbentuknya toleransi maternal terhadap alograf janin yang merupakan hasil

interaksi dari berbagai faktor seperti peranan plasenta, aktifitas sistem imunitas janin,

imunitas seluler dan humoral maternal, blocking faktor maternal dan janin dalam

kehamilan.7,18,23

Page 19: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Plasenta merupakan sawar selektif terhadap pelintasan sel imunokompeten

dan faktor humoral antara ibu dan janin.Diduga plasenta merupakan suatu organ

penyerap imunologik, yang terutama berperanan dalam melakukan pembersihan

antibodi maternal yang dapat menyebabkan pembentukan dan pengendapan

kompleks imun atau antibodi sitotoksik terhadap antigen janin.Plasenta juga

mengikat dan menginaktivasi antibodi maternal terhadap berbagai antigen paternal

seperti antigen kompleks selaras jaringan utama (MHC antigen) paternal yang

melintasi plasenta. Dengan demikian semua antigen maternal, kompleks imun dan

agregat IgG yang melintasi lapisan trofoblas plasenta akan dieliminasi oleh

makrofag janin.18,23

Perubahan imunitas humoral maternal pada kehamilan normal juga

berperanan dalam mencegah terjadinya penolakan alograf janin. IgG calon ibu dalam

kehamilan normal dapat menghambat sifat limfositotoksis maternal terhadap sel

trofoblast janin. Peningkatan kadar hormone progesterone, estrogen dan kortisol,

human Chorionik Gonadotropin(hCG) dan somatotropin dapat menghambat imunitas

seluler pada pertemuan(interface) antara janin dan ibunya. Hormon estrogen dan

progesterone kehamilan diduga bersifat imunosupresif secara lokal pada situs

plasenta, sedangkan hCG dapat menghambat proliferasi limfosit. Terbentuknya

faktor penghambat dalam kehamilan serum pregnancy blocking factors (SPBF)

merupakan salah satu dari beberapa mekanisme yang telah diketahui berpengaruh

dalam melindungi fetus dalam penolakan sistem imunitas maternal.23

Sistem imunitas janin juga berperanan dalam menghambat pengaruh antibodi

maternal.Mekanisme ini diduga terjadi karena terdapatnya suatu soluble suppressor

factor yang disekresi oleh sel T penekan janin yang melintasi plasenta dan masuk ke

dalam sirkulasi ibu untuk menekan antibodi maternal.Selain itu α feto protein (AFP)

juga diduga memiliki sifat imunosupresif dan dapat mengaktivasi sel T penekan

janin.Perubahan yang terjadi selama kehamilan dapat mempengaruhi keparahan

lupus yang melibatkan hormone ibu dan plasenta, peningkatan sirkulasi, peningkatan

volume cairan, peningkatan laju metabolik, hemodilusi, sel fetal dalam sirkulasi,

Page 20: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

serta faktor-faktor lainnya yang terjadi selama kehamilan. Lupus flare biasa terjadi

selama kehamilan dengan risiko sebesar 0,06-0,136 selama bulan kehamilan.7,23

Tabel 4. Pengaruh kehamilan terhadap aktivitas LES (dikutip dari Megan 2007)7

Lupus Activity Index in Pregnancy merupakan salah satu alat bantu untuk mengenali

gejala dan tanda aktivitas lupus selama kehamilan yang memiliki sensitifitas dan

spesifisitas yang tinggi. Aktivitas lupus saat kehamilan dapat berupa flare yang

sangat parah. Terjadi peningkatan risiko aktivitas lupus selama kehamilan sebesar 2-

3 kali, dibandingkan pasien wanita yang tidak hamil, dimana sebagian besar

mengalami flare ringan, 1/3 kasus mengalami flare sedang hingga berat.Sebagian

besar aktivitas lupus selama kehamilan dapat melibatkan kulit, persendian, dan

gejala konstitusional. Hal tersebut juga nampak pada kehamilan biasa, sehingga

seringkali tidak terdiagnosis sebagai aktivitas lupus.24

Penilaian aktivitas penyakit LES (lupus flare) dapat menggunakan kriteria

MEX SLEDAI, yang meliputi:15

a. Gangguan neurologi (bobot 8)

- CVA (Cerebrovascular accident): sindrom baru,eksklusi arteriosklerosis.

- Kejang: onset baru, eksklusi metabolik, infeksi, atau pemakaian obat.

Page 21: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

- Sindrom otak organik: eksklusi penyebab metabolik, infeksi atau

penggunaan obat.

- Mononeuritis

- Myelitis: eksklusi penyebab lainnya.

b. Gangguan ginjal ( bobot 6)

- Cast, heme granular atau sel darah merah.

- Hematuria: >5/lpb, eksklusi penyebab lainnya (batu atau infeksi)

- Proteinuria: onset baru > 0,5 g/l pada random spesimen.

- Peningkatan kreatinin (>5 mg/dl)

c. Vaskulitis (bobot 4): ulserasi, ganggren, nodul pada jari yang lunak, infark

periungual, splinter haemorrhages.

d. Hemolisis( bobot 3): Hb<12,0 g/dl dan koreksi retikulosit > 3%,

trombositopenia < 100.000 bukan disebabkan oleh obat.

e. Miositis (bobot 3)

f. Artritis(bobot 2)

g. Gangguan mukokutaneous(bobot 2):

- Ruam malar: onset baru atau malar eritema yang menonjol

- Mucous ulcers

- Abnormal alopenia

h. Serositis(bobot 2): pleuritis, pericarditis, peritonitis

i. Demam(bobot 1)

j. Lekopenia(bobot 1): sel darah putih < 4000/mm3, bukan akibat obat,

limfopeni( limfosit < 1200 mm3, bukan akibat obat)

Masukkan bobot MEX SLEDAI bila terdapat gambaran deskripsi pada saat

pemeriksaan atau dalam 10 hari terakhir. Interpretasinya:15

≥ 12 : flare berat, diperlukan pulse dose metilprednisolon 500-1000 mg perhari

selama 3 hari.

9-11 : flare moderate, 4-8 : flare ringan, < 4 : bukan flare.

Untuk flare ringan- moderate, bila sudah mendapat therapi steroid, dilanjutkan

pemberian steroid dengan imunosupresan.

Page 22: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Walaupun demikian terjadinya eksaserbasi LES selama kehamilan,

menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu, terutama pada masa

peripartum.Pada suatu penelitian retrospektif, telah dibuktikan bahwa eksaserbasi

LES dalam kehamilan 3 kali lebih besar pada 20 minggu kehamilan dan 8 kali lebih

besar pada 8 minggu post partum.Beberapa ahli menganggap bahwa kehamilan

mempresipitasi timbulnya LES, di mana kematian yang terkait dengan penyakit

tersebut secara bermakna lebih tinggi.Hal ini merupakan alasan sebagian ahli bahwa

penderita LES tidak diperbolehkan untuk hamil.Dewasa ini para klinisi menganggap

bahwa sesungguhnya hal ini tidak tepat, di mana diagnosis dan penatalaksanaan LES

saat ini tidak lebih baik. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa wanita

dengan LES akan mengalami eksaserbasi selama kehamilan dan masa post partum.25

Pada suatu penelitian telah membuktikan bahwa tidak ada perbedaan

bermakna flare score antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Peneliti yang

sama mengikuti kehamilan 80 wanita dengan LES, disimpulkan bahwa kejadian

eksaserbasi LES dengan kehamilan kurang dari 25% dan sebagian besar dengan

klinis yang ringan. Jika hanya menggunakan gejala dan tanda spesifik untuk LES,

maka kejadiannya hanya 13%.Abortus merupakan suatu tindakan yang sangat tidak

dianjurkan pada penderita LES, karena dapat menyebabkan timbulnya eksaserbasi

klinis pasca abortus.Bila abortus harus dilakukan maka tindakan tersebut harus

dilakukan sedini mungkin. Pasca abortus harus dilindungi dengan pemberian

kortikosteroid oral dosis tinggi selama 6 bulan.7,25

2.7 Pengaruh LES terhadap Kehamilan

Pada penderita LES, gangguan imunoregulasi seluler seperti peningkatan

aktivitas sel T penolong dan inhibisi sel T penekan akan menyebabkan peningkatan

proliferasi dan aktifitas sel B sehingga menimbulkan hiperaktifitas respon imunitas

humoral.7,8,25

Peningkatan aktifitas respon imunitas humoral akan menyebabkan terjadinya

produksi autoantibodi poliklonal yang berlebihan terhadap antigen tubuh sendiri

seperti antibodi terhadap komponen inti sel, struktur sitoplasma, sel mononuclear

Page 23: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

(MN), polimorfonuklear (PMN), trombosit, eritrosit dan berbagai bentuk molekul

antigenik tubuh lainnya seperti imunoglobulin tertentu dan phospolipid.

Autoantibodi yang berikatan dengan antigennya akan menyebabkan terbentuknya

komplek imun.8,25

Kompleks imun selanjutnya akan mengaktifasi sistem komplemen untuk

melepaskan C3a dan C5a yang merangsang sel basofil untuk membebaskan amina

vasoaktif seperti histamine yang menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas

vaskuler terutama pada arteri kecil dan arteriole. Peningkatan permeabilitas vaskuler

ini akan menyebabkan terjadinya pengendapan kompleks imun pada sel endotel

arteri dan arteriol jaringan, yang selanjutnya akan menginduksi terjadinya agregasi

trombosit, membentuk mikrotrombus pada jaringan kolagen membran basalis sel

endotel. Sel radang seperti PMN, MN, basofil, dan sel mast, yang tertarik ke arah lesi

oleh peptide kemotaktik komplemen, tidak mampu untuk melakukan fagositosis

terhadap seluruh endapan kompleks imun ini dan akan membebaskan enzim

lisosomal yang merupakan mediator inflamasi yang akan menyebabkan terjadinya

kerusakan vaskuler yang lebih jauh. Pada LES aktif dapat dijumpai infiltrasi

perivaskuler oleh sel MN.8,25

Selanjutnya sistem komplemen akan membentuk membrane attack complex

yang akan menyebabkan terjadinya lisis selaput sel sehingga akan memperberat

kerusakan jaringan yang telah terjadi. Pada plasenta proses ini akan menyebabkan

terjadinya vaskulitis desidual. Selain gangguan respon imunitas seluler dan humoral

pada ibu penderita LES, terbentuk pula antibodi maternal seperti antibodi terhadap

membran phospolipid sel yang bermuatan negatif yang lebih dikenal sebagai

antibody antifosfolipid (APL).Terdapat dua jenis APL yang berperan penting pada

LES yaitu lupus anti coagulant (LAC) dan antibodi anti kardiolipin (ACL). Kedua

jenis antibodi ini telah diketahui berhubungan dengan kejadian abortus habitualis

pada wanita hamil tanpa kelainan ginekologis atau gangguan fertilitas yang jelas.26

Dengan demikian secara ringkas dapat disimpulkan bahwa terjadinya abortus

spontan atau kematian janin sangat mungkin disebabkan oleh vaskulitis desidual

plasenta, diathesis trombotik akibat pengaruh LAC dan ACL, trombositopenia serta

Page 24: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

hipokomplementemia pada calon ibu penderita LES. Kelainan di atas akan

menyebabkan berkurangnya ukuran berat plasenta, dan penebalan membrane basalis

trofoblast yang akan mengganggu aliran darah ke arah plasenta sehingga

menyebabkan terjadinya deprivasi janin sampai abortus atau kematian janin.26

Wanita penderita LES juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk

melahirkan bayi dengan sindroma lupus neonatal (SLN), bahkan lama sebelum

mereka sadari.SLN berhubungan dengan terjadinya perlintasan transplasental dari

antibodi IgM terhadap protein ribonuklear janin seperti Anti-Ro (SS-A), Anti-La

(SSB) dan Anti-RNP. Gejala klinik yang paling sering dijumpai pada SLN adalah

lesi kutaneus lupus subakut yang bersifat fotosensitif, sedangkan blok jantung

kongenital relatif jarang dijumpai. Namun demikian, pada beberapa kasus dapat

dijumpai pula manifestasi kelainan tersebut secara bersamaan.27

Wanita penderita LES umumnya tidak mengalami gangguan dalam fungsi

reproduksinya dan dapat mengalami kehamilan kecuali jika penyakit yang

dideritanya telah sangat berat dan aktif. Gangguan fertilitas pada wanita penderita

LES lebih berhubungan dengan keterlibatan organ vital terutama ginjal.28

Kelainan organ vital merupakan kontraindikasi bagi wanita penderita LES

untuk hamil.Dengan berkembangnya penatalaksanaan LES seperti yang umum

digunakan sekarang, prognosis penderita LES saat ini jauh lebih baik dibandingkan

masa lalu.Saat ini kemungkinan untuk hamil dan melahirkan normal meningkat.

Walaupun pada eksaserbasi LES selama kehamilan menyebabkan peningkatan

morbiditas dan mortalitas ibu terutama pada masa peripartum.29

Prognosis ibu pada penderita LES lebih banyak ditentukan pada saat

konsepsi.Bila konsepsi pada masa tenang, prognosisnya lebih baik. Hal ini bisa

dicapai dengan manipulasi terapeutik selama beberapa bulan sebelum konsepsi.

Selama ini dilakukan evaluasi klinis dan laboratorium secara ketat. Pada penderita

LES yang ingin hamil, kehamilan ditunda selama minimal 6 bulan dalam kondisi

terkontrol, sebelum konsepsi dilakukan.30

2.8 Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik (LES)

Page 25: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Baik untuk LES ringan, sedang atau berat, diperlukan gabungan strategi

pengobatan atau disebut pilar pengobatan.Pilar pengobatan LES ini seyogyanya

dilakukan secara bersamaan dan berkesinambungan agar tujuan pengobatan tercapai.

Tujuan khusus pengobatan LES adalah:15

a. Mendapatkan masa remisi yang panjang

b. Menurunkan aktivitas penyakit seringan mungkin

c. Mengurangi rasa nyeri dan memelihara fungsi organ agar aktivitas hidup

keseharian tetap baik guna mencapai kualitas hidup yang optimal

Pilar pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik:15, 23

1. Edukasi dan konseling

2. Program rehabilitasi

3. Pengobatan Medikamentosa

a. OAINS

b. Antimalaria

c. Steroid

d. Imunosupresan/ Sitotoksik

e. Terapi lain

Butir-butir edukasi terhadap pasien LES antara lain:15,23

1. Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya.

2. Tipe dari penyakit LES dan perangai dari masing- masing tipe.

3. Masalah yang terkait dengan fisik: kegunaan latihan terutama yang terkait

dengan pemakaian steroid seperti osteoporosis, istirahat, pemakaian alat

bantu maupun diet, mengatasi infeksi secepatnya maupun pemakaian

kontrasepsi.

4. Pengenalan masalah aspek psikologis: bagaimana pemahaman diri pasien

LES, mengatasi rasa lelah, stress emosional, trauma psikis, masalah terkait

dengan keluarga atau tempat kerja dan pekerjaan itu sendiri, mengatasi rasa

nyeri.

5. Pemakaian obat menyangkut jenis, dosis, lama pemberian dan sebagainya.

Perlu tidaknya suplementasi mineral dan vitamin. Obat-obatan yang dipakai

Page 26: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

jangka panjang contohnya obat antituberkulosis dan beberapa jenis lainnya

termasuk antibiotika.

6. Di mana pasien dapat memperoleh informasi tentang LES, adakah kelompok

pendukung, yayasan yang bergerak dalam pemasyarakatan LES dan

sebagainya.

Secara garis besar, maka tujuan,indikasi dan teknis pelaksanaan program rehabilitasi

yang melibatkan beberapa maksud di bawah ini: istirahat, terapi fisik, terapi dengan

modalitas, ortotik, dan lain-lain.23

Berikut ini adalah jenis, dosis obat yang dipakai pada LES serta pemantauannya.

Tabel 5. Jenis dan dosis obat yang dapat dipakai pada LES.23

Page 27: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal
Page 28: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Pengobatan LES berdasarkan aktivitas penyakitnya:30

a. Pengobatan LES Ringan

Pilar pengobatan pada LES ringan dijalankan secara bersamaan dan

berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang penting agar

tujuan di atas tercapai yaitu:

Obat-obatan:

- Penghilang nyeri seperti paracetamol 3x 500 mg, bila diperlukan.

- Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) sesuai panduan diagnosis dan

pengelolaan nyeri dan inflamasi.

- Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan

potensi ringan).

- Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kgBB/hari (150-300 mg/ hari) ( 1 tablet

klorokuin 250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa). Catatan: periksa

mata pada saat awal pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan. Sementara

hidroksiklorokuin dosis 5-6,5 mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) dan

periksa mata setiap 6-12 bulan.

- Kortikosteroid dosis rendah seperti prednisone < 10 mg/ hari atau yang

setara.

Tabir surya: gunakan tabir surya topikal dengan sun protection factor

sekurang-kurangnya 15 (SPF 15).

b. Pengobatan LES Sedang

Pilar pengobatan LES sedang sama seperti pada LES ringan kecuali pada

pengobatan. Pada LES sedang diperlukan beberapa regimen obat-obatan

tertentu serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada

serositis yang refrakter: 20 mg/ hari prednisone atau yang setara.

c. Pengobatan LES Berat atau Mengancam Nyawa

Pilar pengobatan sama seperti pada LES ringan kecuali pada penggunaan

obat-obatannya. Pada LES berat atau yang mengancam nyawa diperlukan

obat-obatan sebagaimana tercantum di bawah ini.

- Glukokortikoid dosis tinggi

Page 29: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia: 40-60 mg/ hari

(1mg/kgBB) prednisone atau yang setara selama 4-6 minggu yang

kemudian diturunkan secara bertahap, dengan didahului pemberian

metilprednisolon intravena 500 mg sampai 1 gram/hari selama berturut-

turut.

- Obat Imunosupresan atau Sitotoksik

Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan/ sitotoksik yang biasa

digunakan pada LES yaitu: azatioprin, siklofosfamid, metotreksat,

siklosporin, mikofenolat mofetil. Pada keadaan tertentu seperti lupus

nefritis, lupus serebritis, perdarahan paru atau sitopenia, seringkali

diberikan gabungan antara kortikosteroid dan imunosupresan / sitotoksik

karena memberikan hasil pengobatan yang lebih baik.

Algoritma penatalaksanaan LES

Bagan 2. Algoritma penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik.30

TR:tidak respon, RS: respon, RP: respon penuh, KS: kortikosteroid setara prednisone, MP:

metilprednisolon, AZA: azatioprin, OAINS: obat anti inflamasi non steroid, CYC: siklofosfamid,

NPSLE: neuropsikiatri SLE.

Page 30: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

d. Terapi lain

Beberapa obat lain yang dapat digunakan pada keadaan khusus LES

mencakup:

- Intravena immunoglobulin terutama IgG, dosis 400 mg/ kgBB/ hari selama

5 hari, terutama pada pasien LES dengan trombositopenia, anemia

hemolitik, nefritis, neuropsikiatrik LES, manifestasi mukokutaneus, atau

demam yang refrakter dengan terapi konvensional.

- Plasmaparesis pada pasien LES dengan sitopenia, krioglobulinemia dan

lupus serebritis.

- Thalidomide 25-50 mg/ hari pada lupus discoid.

- Danazol pada trombositopenia refrakter.

- Dehydroepiandrosterone( DHEA) dikatakan memiliki steroid sparring effect

pada LES ringan.

- Dapson dan derivate retinoid pada LES dengan menifestasi kulit yang

refrakter dengan obat lainnya.

- Rituximab suatu monoklonal antibodi kimerik dapat diberikan pada LES

yang berat.

- Belimumab suatu monoklonal antibodi yang menghambat aktivitas

stimulator limfosit sel B telah dilaporkan efektif dalam terapi LES (saat ini

belum tersedia di Indonesia).

- Terapi eksperimental diantaranya antibodi monoklonal terhadap ligan CD40

(CD40LmAb).

- Dialisis, transplantasi autologus stem-cell.

Page 31: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

2.9 Penatalaksanaan LES pada kehamilan

Penatalaksanaan lupus pada wanita secara ideal dimulai sebelum terjadinya

kehamilan.Konseling prakehamilan dibutuhkan dalam mengestimasti risiko pasien

dan meninjau kembali pengobatan lupus.Peninjauan terhadap pengobatan diperlukan

untuk mencegah efek teratogenik, penghentian obat-obat tertentu dan memulai

pengobatan baru untuk melindungi ibu dan janin dari efek samping pengobatan

tersebut. Penatalaksanaan ini memerlukan pengawasan dan evaluasi terhadap ibu

setidaknya 6 bulan sebelum kehamilan agar tercapai luaran kehamilan yang baik.31

Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada penatalaksanaan LES dengan kehamilan

yaitu:7,31

1. Kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit LES

2. Plasenta dan fetus dapat menjadi target dari autoantibodi maternal sehingga

dapat berakhir dengan kegagalan kehamilan dan terjadinya lupus

eritematosus sistemik.

Sehingga penatalaksanaan LES pada kehamilan memerlukan pendekatan

mutidisiplin dan koordinasi yang baik serta follow-up yang meliputi bidang

rematologi dan obstetri yang berpengalaman terkait kehamilan risiko tinggi serta

nefrologis terkait gangguan ginjal. Saat kehamilan sudah dipastikan, pemantuan serta

evaluasi basal terkait aktivitas penyakit, keparahan, dan keterlibatan sistem organ

sebaiknya segera dilaksanakan.31

Kunjungan prenatal dilakukan setiap 4 minggu hingga usia kehamilan 20

minggu, setiap 2 minggu hingga usia kehamilan 28 minggu, dan setiap minggu

hingga persalinan tercapai. Pasien LES yang hamil bisa mencapai luaran kehamilan

yang baik dengan penanganan dan pengobatan lupus yang tepat sebelum maupun

selama kehamilan. Pasien LES yang hamil yang memperoleh pengobatan

imunosupresif memerlukan profilaksis terhadap risiko infeksi serta imunisasi

influenza dan vaksin pneumokokus.7,31

Page 32: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Tabel 6. Guidelines for assessment of pregnant patients with lupus ( dikutip dari

Osaimi).7

2.9.1 Pilihan Medikamentosa

Modalitas utama dalam pengobatan LES adalah penggunaan kortikosteroid, obat

antiinflamasi non steroid (OAINS), aspirin, antimalaria, dan imunosupresan.Akan

tetapi untuk pengobatan LES dalam kehamilan terdapat kecenderungan untuk tidak

memberikan pengobatan secara polifarmaka dan pemberian obat harus dimulai pada

dosis serendah mungkin yang masih bermanfaat untuk penekanan aktifitas

LES.Pengobatan LES yang aman selama prakonsepsi maupun selama konsepsi

diperlukan termasuk meminimalisir risiko efek samping terhadap kesejahteraan

janin.5,30,31

Klasifikasi pengobatan yang aman pada kehamilan ditunjukkan oleh

klasifikasi FDA sesuai table 7.

Page 33: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Tabel 7. United State FDA pharmaceautical pregnancy categories (Management of

pregnant lupus) dikutip dari Osaimi.7

Page 34: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Rekomendasi sebelum memberikan obat-obat LES pada kehamilan dan menyusui

Tabel 8. Obat-obatan LES pada kehamilan dan menyusui32

1. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid)

Efek OAINS (obat antiinflamasi nonsteroid) pada janin bergantung pada usia

kehamilan itu sendiri. Berbagai studi kohort terkait penggunaan OAINS selama

trimester pertama tidak menunjukkan adanya peningkatan risiko terkait efek

teratogenik.Akan tetapi, efek OAINS yang menghambat sintesis prostaglandin

dikaitkan dengan efek konstriksi duktus arteriosus, hipertensi pulmoner yang

persisten, disfungsi renal pada neonatus, peningkatan perdarahan ibu, dan

pemanjangan masa kehamilan serta persalinan.Prostaglandin meningkatkan kontraksi

uterus, agregasi platelet, dan aliran darah renal janin.OAINS dapat berefek pada

penurunan produksi urine janin. Jika OAINS memang diperlukan selama trimester

pertama dan kedua, sebaiknya dipilih dari golongan ibuprofen.33

2. Obat Antimalaria

Hidrocloroquine (HCQ) merupakan obat antimalaria yang paling sering digunakan

pada LES.Pada ibu hamil, obat ini juga digunakan sebagai profilaksis malaria tanpa

efek teratogenik. Mekanisme kerja HCQ melibatkan inhibisi proses antigen dan

Page 35: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

pelepasan sitokin inflamasi. Obat ini sangat efektif pada discoid lupus erythematosus

(DLE) yang melibatkan lesi kulit.HCQ mengurangi efek fotosensitif berupa lesi kulit

dan mencegah lupus flare.HCQ juga mencegah lupus renal dan cerebral

lupus.Sehingga HCQ memiliki peranan sebagai agen profilaksis terkait morbiditas

mayor pada LES dan efek dari pengobatan LES, terutama hiperlipidemia, diabetes

mellitus, dan thrombosis.Waktu paruh HCQ dalam darah berkisar 8 minggu dan

berakumulasi dalam jaringan tubuh, di mana penghentian HCQ yang segera

dilakukan setelah konsepsi tidak mencegah paparan janin terhadap obat ini. HCQ

sering digunakan untuk menangani hiperaktivitas lupus dan dapat menurunkan

aktivitas lupus selama kehamilan.31,32,33

3. Kortikosteroid

Pemakaian kortikosteroid cukup aman selama kehamilan, namun diperlukan

pemantauan terkait hipertensi pada ibu hamil, diabetes mellitus gestasional, infeksi,

peningkatan berat badan, akne, dan kelemahan otot proksimal. Pencapaian dosis

terapeutik terendah disertai penambahan suplemen vitamin D dan kalsium diperlukan

mengontrol flare penyakit. Kortikosteroid dimetabolisme oleh plasenta II-beta-

hydroxy steroid dehydrogenase (II-beta-HSD) yang mengkonversi kortison aktif

menjadi inaktif, sehingga konsentrasi kortikosteroid dalam darah janin sebesar 10%

dari konsentrasi kortikosteroid dalam darah ibu. Hal ini memerlukan pertimbangan

evaluasi adanya insufisiensi adrenal pada janin.Pemakaian kortikosteroid pada ibu

hamil dengan lupus sebaiknya memilih golongan deksametason atau betametason,

yang menjadi inaktif oleh placental II-beta hydorxysteroid dehydrogenase, sehingga

risiko terjadinya kematian janin dan sindrom distress napas pada bayi preterm dapat

menurun.Pemberian dosis tunggal kortikosteroid pada ibu hamil direkomendasikan

untuk meningkatkan pematangan paru-paru.Sedangkan pemberian dosis berulang

setiap minggu selama kehamilan sebaiknya dihindari pada ibu hamil dengan risiko

persalinan preterm. Pasien yang mendapatkan pengobatan kortikosteroid jangka

panjang selama kehamilan sebaiknya mendapatkan hidrokortison stress dose yang

diindikasikan pada pemanjangan waktu persalinan, seksio sesaria, ataupun operasi

emergensi.31,32,33

Page 36: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Pemberian dosis stress kortikosteroid direkomendasikan pada keadaan stress,

infeksi dan pada tindakan perioperatif, termasuk persalinan dan seksio sesaria.15

- Pemberian dosis stress kortikosteroid adalah dua kali atau sampai 15 mg

prednisone atau setaranya.

- Pada tindakan operasi besar dapat diberikan 100 mg hidrokortison

intravena pada hari pertama operasi, diikuti dengan 25 sampai 50 mg

hidrokortison setiap 8 jam untuk 2 atau 3 hari, atau dengan melanjutkan

dosis kortikosteroid oral atau setara secara parenteral pada hari

pembedahan dilanjutkan dengan 25-50 mg hidrokortison setiap 8 jam

selama 2 atau 3 hari.

- Pada bedah minor, cukup dengan meningkatkan sebesar dua kali dosis

oral atau meningkatkan dosis kortikosteroid sampai 15 mg prednisone

atau setara selama 1 sampai 3 hari.

Tabel 9. Rekomendasi suplementasi kortikosteroid15

Kortikosteroid digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan

LES.Dosis yang digunakan bervariasi.Untuk meminimalkan masalah interpretasi dari

Page 37: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

pembagian ini maka dilakukanlah standarisasi berdasarkan patofisiologi dan

farmakokinetiknya.

Terminologi pembagian dosis kortikosteroid tersebut adalah:33

- Dosis rendah: ≤ 7,5 mg prednisone atau setara perhari

- Dosis sedang: > 7,5 mg, tetapi ≤ 30 mg prednisone atau setara perhari

- Dosis tinggi: > 30 mg, tetapi ≤ 100 mg prednisone atau setara perhari

- Dosis sangat tinggi: > 100 mg prednisone atau setara perhari

- Terapi pulse: ≥ 250 mg prednisone atau setara perhari untuk 1 hari atau

beberapa hari.

Dosis rendah sampai sedang digunakan pada LES yang relatif tenang.Dosis

sedang sampai tinggi berguna untuk LES yang aktif. Dosis sangat tinggi dan terapi

pulse diberikan untuk krisis akut yang berat seperti pada vaskulitis luas, nephritis

lupus, lupus cerebral.33

Tabel 10. Farmakodinamik Pemakaian Kortikosteroid pada Reumatologi34

4. Aspirin

Page 38: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Pengobatan dengan aspirin dosis rendah selama kehamilan diindikasikan pada ibu

hamil dengan LES, hipertensi, riwayat preeklampsia, dan penyakit ginjal.Aspirin

dapat melewati plasenta dan menyebabkan kelainan kongenital namun hal ini sangat

jarang terjadi pada manusia.Wanita hamil yang menggunakan aspirin dosis rendah

mengalami penurunan risiko terhadap persalinan preterm dibandingkan kelompok

placebo.Aspirin sendiri memiliki efek antifosfolipid dan sebaiknya dihentikan

penggunaannya 8 minggu menjelang persalinan untuk mencegah kehamilan postterm

dan pemanjangan waktu persalinan, serta risiko perdarahan selama persalinan dan

komplikasi perdarahan pada janin.31,32,33

5. Obat Antihipertensi

Hipertensi selama kehamilan merupakan salah satu penyebab kematian ibu terbesar.

Tekanan darah(TD) selama kehamilan cenderung meningkat pada trimester pertama

dan kedua. Batasan tekanan darah serta target tekanan darah selama pengobatan

antihipertensif pada kehamilan masih kontroversial. Wanita dengan hipertensi berat (

TD sistolik ≥160 mmHg dan atau TD diastolic ≥110 mmHg) diperlukan pengobatan

antihipertensi untuk menurunkan risiko ibu terkait komplikasi sistem saraf pusat.

Target TD pada kehamilan adalah <140/90 mmHg.Pengobatan terbaik meliputi

metildopa dan labetalol.Metildopa merupakan satu-satunya obat antihipertensi yang

diteliti terkait efek jangka panjang pada janin. ACE inhibitor dan ARB sebaiknya

dihindari penggunaannya terkait efek samping pada konsepsi dan gangguan pada

fetus.31,32,33

6. Agen Imunosupresif

a. Siklofosfamid

Pemberian siklofosfamid selama kehamilan dikaitkan dengan risiko terjadinya fetal

loss.Pasien yang menjalani pengobatan dengan siklofosfamid sebaiknya menunda

kehamilan setidaknya hingga 3 bulan setelah penghentian pengobatan. Obat ini

berefek teratogenik, sehingga sebaiknya digunakan setelah melewati trimester

pertama pada penyakit lupus yang sangat parah dan mengancam jiwa.31,32

b. Azathiopurine (AZA)

Page 39: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

AZA merupakan analog purin yang berperan dalam sintesis asam nukleat. AZA

mampu melewati plasenta, namun konsentrasi yang mencapai aliran darah janin

relatif sangat minimal.32

c. Methotrexate (MTX)

MTX merupakan golongan obat FDA kategori risiko X, sehingga sangat

kontraindikasi pada kehamilan.Perencanaan kehamilan sebaiknya dilakukan setelah

3 bulan penghentian MTX karena metabolit aktifnya masih beredar dalam darah

selama 2 bulan setelah penghentian.MTX bekerja sebagai antagonis folat dan

mengakibatkan deplesi folat selama kehamilan. Pemberian suplemen folat

direkomendasikan selama masa kehamilan untuk mengatasi hal tersebut.32

d. Mycophenolate mofetil (MMF)

Obat ini digunakan pada lupus renal dan direkomendasikan penggantian atau

switching regimen ke AZA sebelum terjadinya konsepsi.MMF digunakan sebagai

terapi pemeliharaaan terhadap lupus nefritis, lupus kulit yang resisten, aktivitas

penyakit lupus dan manifestasi hematologis.Wanita dengan lupus yang ingin hamil

dan menjalani pengobatan dengan MMF sebaiknya menghentikan pengobatan

tersebut setidaknya selama 6 bulan.31,32,33

e. Siklosforin (CSA)

CSA merupakan agen imunosupresan yang tidak memilki efek teratogenik, namun

pemberiannya selama kehamilan dikaitkan dengan risiko prematur.

7. Agen Biologis

a. Anti TNF-α

Konsentrasi immunoglobulin maternal dalam darah janin meningkat sejak awal

trimester kedua melalui mekanisme aliran plasenta.Antibodi maternal ini diperlukan

selama trimester ketiga.Penghambat TNF-α (infliximab, etanercept, adalimumab)

dapat melewati sawar plasenta selama trimester pertama dan kemampuannya dalam

menembus sawar plasenta meningkat selama trimester kedua dan ketiga.Pemakaian

anti-TNF-α menurunkan aktivitas inflamasi pada LES. FDA mengakategorikan anti

TNFα sebagai obat ketagori B. Pasien yang diobati dengan anti TNF-α sebelum

Page 40: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

maupun setelah terjadinya konsepsi tidak diindikasikan untuk menjalani terminasi

kehamilan kecuali pada kasus gawat janin.31,32,33

b. Rituximab

Obat ini merupakan chimeric dari antibody anti CD-20 β cell depleting monoclonal.

Penggunaannya selama kehamilan berkaitan dengan sitopenia termasuk deplesi sel

beta pada janin yang bersifat reversibel.Sehingga, penjadwalan kehamilan sebaiknya

dilakukan setidaknya 12 bulan setelah penghentian pengobatan dengan

rituximab.31,32,33

8. Terapi lainnya

a. Intravenous immunoglobulin (IVIG)

Penggunaan IVIG selama kehamilan tidak menimbulkan abnormalitas pada

janin.IVIG selama kehamilan dapat mengontrol aktivitas lupus berat.

b. Plasma Pharesis

Plasma Paresis (PP) digunakan pada keadaan resistensi siklofosfamid dan penyakit

lupus yang melibatkan ancaman multiorgan.Indikasi absolut pemberian PP meliputi

hiperviskositas dan perdarahan pulmonal.PP cukup aman dan memerlukan

pemantuan intensif selama pemberiannya. Apheresis dapat ditoleransi pada ibu hamil

dan digunakan untuk membersihkan antibodi antifosfolipid dan anti-Ro (SSA).31,32,33

2.9.2 Persalinan pada penderita LES

LES sendiri bukan merupakan suatu indikasi seksio sesaria, meskipun risiko

terjadinya preeklampsia pada wanita hamil dengan LES lebih tinggi dibandingkan

wanita hamil biasa. Indikasi seksio sesaria meliputi indikasi ibu seperti nekrosis

avaskuler pada panggul yang disertai dengan abduksi panggul yang inadekuat,

abrupsio plasenta, maupun indikasi janin, seperti gawat janin, prolaps tali pusat, hasil

NST yang abnormal, disproporsi sefalopelvikum, dan letak melintang. Persalinan

sebaiknya dilakukan di rumah sakit yang memiliki ruang intensif neonatus. Wanita

hamil dengan lupus yang diterapi dengan steroid sistemik dalam 2 tahun sebelum

kehamilan sebaiknya mendapatkan steroid stress coverage selama persalinan.34

Page 41: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

2.9.3 Puerperium pada penderita LES

Masa nifas merupakan masa yang perlu diwaspadai pada wanita dengan

lupus.Selama masa tersebut terdapat risiko terjadinya lupus flare.Pemantauan ketat

setidaknya selama 4 minggu pertama masa nifas diperlukan, terutama pada pasien

dengan lupus aktif maupun riwayat lupus berat.Akan tetapi penggunaan steroid

sebagai profilaksis selama masa tersebut tidak dianjurkan.Masa ini juga masa dengan

risiko terjadi komplikasi tromboemboli, terutama pada pasien lupus dengan

APS.Pada kasus tersebut, profilaksis Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

sebaiknya diperpanjang hingga 4-6 minggu setelah persalinan. Pasien yang memiliki

riwayat thrombosis dapat kembali menggunakan antikoagulan dengan dosis semula

dalam 2-3 hari pertama pasca persalinan.32,34

2.9.4 Laktasi pada penderita LES

Beberapa obat yang diminum oleh ibu diketahui dapat terkandung dalam

ASI. Berbagai macam faktor mempengaruhi kadar obat dalam ASI seperti yang

ditunjukkan oleh tabel 6, obat yang terikat kuat dengan protein biasanya memiliki

kadar dalam ASI yang lebih rendah.19

Ibu yang menyusui disarankan meminum obatnya setelah selesai menyusui

untuk meminimalisir kadar obat dalam ASI dan sebisa mungkin memperoleh

pengobatan yang aman terkait laktasi.31,32

1. Aspirin

Sebisa mungkin penggunaan aspirin dihentikan atau dihindari selama masa

pemberian ASI.American Academy of Pediatrics merekomendasikan penggunaan

aspirin pada saat pemberian ASI dengan kewaspadaan yang tinggi dan sebisa

mungkin dalam dosis terendah.

2. OAINS

Pemberian OAINS selama masa laktasi direkomendasikan cukup aman oleh

American Academy of Pediatrics. OAINS, terutama golongan ibuprofen,

indomethacin, dan naproxen memiliki kadar yang sangat rendah dan waktu paruh

yang singkat dalam ASI.

Page 42: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

3. HCQ

Pemberian HCQ pada pasien LES sebaiknya tetap dilanjutkan selama masa

laktasi.HCQ direkomendasikan sebagai obat yang cukup aman mengingat kadarnya

yang sangat rendah yang tidak bersifat toksik bagi bayi dalam ASI. Kadar puncak

obat ini dalam ASI dicapai setelah 2 jam dan menurun setelah 9 jam konsumsi obat.

Bayi yang mendapat ASI secara tidak langsung ikut mengkonsumsi obat ini dalam

kadar 0,06-0,2 mg/kgBB/hari atau sebesar 2% dari dosis yang dikonsumsi oleh

ibu.31,32,33

4. Kortikosteroid

American Academy of Pediatrics merekomendasikan pemakaian prednisone dan

prednisolon aman pada saat menyusui. Paparan bayi terhadap prednisone dapat

diminimalisir dengan pemberian prednison dalam interval jarang dan mulai

menyusui setidaknya 4 jam setelah mengkonsumsi obat. 31,32,33

5. Siklofosfamid

Pasien LES dengan kondisi penyakit yang mengancam yang mengkonsumsi obat

siklofosfamid selama trimester kedua dan ketiga dilarang untuk menyusui.

Siklofosfamid memiliki kadar yang tinggi didalam ASI. Bayi sendiri perlu dimonitor

terkait keadaan imunosupresif dan keganasan.34

6. AZA

Ibu yang memperoleh pengobatan dengan AZA juga dilarang untuk menyusui terkait

efek samping jangka panjang berupa imunosupresif dan karsinogenesis pada bayi.

Meskipun belum ada studi khusus yang menunjukkan hasil yang signifikan terhadap

masalah tersebut.33,34

7. MTX

American Academy of Pediatrics melarang ibu untuk menyusui selama pengobatan

dengan MTX, mengingat efek samping yang ditimbulkan berupa imunosupresif,

neutropenia, gangguan pertumbuhan, dan karsinogenesis pada bayi.34

8. Siklosforin

American Academy of Pediatrics melarang ibu untuk menyusui selama pengobatan

dengan siklofosfamid, mengingat efek samping jangka panjang yang ditimbulkan

Page 43: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

berupa imunosupresif, neutropenia, gangguan pertumbuhan, dan karsinogenesis pada

bayi.34

9. Mycophenolate Mofetil (MMF)

Ibu yang mengkonsumsi obat MMF dilarang untuk menyusui terkait belum adanya

data yang cukup yang menunjang keamanan obat ini selama menyusui.

10. Sulfasalazine

Pemberian ASI selama pengobatan dengan sulfasalazine dikatakan cukup aman,

meskipun masih mungkin menimbulkan efek samping berupa kern ikterus pada bayi.

11. Anti TNF-α

Pemberian ASI selama pengobatan dengan anti-TNF-α masih belum banyak diteliti,

sehingga belum diketahui secara pasti keamanannya selama menyusui.

12. Rituximab

Sebaiknya ibu tidak menyusui selama pengobatan dengan rituximab mengingat data

yang belum cukup untuk menunjang keamanan obat ini selama menyusui.

13. IVIG

Sebaiknya ibu tidak menyusui selama pengobatan dengan IVIG mengingat data yang

belum cukup terkait ekskresi obat ini dalam ASI.

Page 44: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Tabel 11. Faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan obat selama menyusui

(dikutip dari Howard dan Lawrence,1999).5

2.9.5 Kontrasepsi pada penderita LES

Kontrasepsi yang efektif merupakan hal yang sangat penting.Kontrasepsi

hormonal yang mengandung estrogen dapat menyebabkan eksaserbasi LES,

mengingat estrogen juga dapat menimbulkan tromboembolik dan membentuk

antibodi antikardiolipin.Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak

dianjurkan karena kemungkinan timbulnya infeksi. Kontrasepsi yang aman adalah

preparat oral progesterone yang murni, kondom, atau diafragma.35

Perempuan dengan LES dalam masa pramenopause disarankan dapat

mengakses kontrasepsi dalam mengontrol kehamilan secara aman. Perempuan yang

Page 45: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

mengalami gangguan kesuburan akan memerlukan intervensi hormonal untuk

menstimulasi ovulasi, sedangkan pasien yang memperoleh pengobatan dengan

siklofosfamid memerlukan perhatian khusus untuk mempertahankan kesuburannya.

Estrogen eksogen diperlukan untuk mencegah osteoporosis yang diinduksi oleh

pemakaian kortikosteroid terkait efek glukokortikoidnya, mengobati kista ovarium,

endometriosis, menstruasi ireguler, dan menorhagia.Pasien LES memerlukan akses

kontrasepsi terkait pengaturan waktu kehamilan yang tepat.Kehamilan sendiri

merupakan suatu risiko yang tinggi bagi ibu maupun janin terkait pasien LES dengan

penyakit lupus yang aktif ataupun sedang menjalani pengobatan LES yang bersifat

teratogenik.Pasien LES dapat memilih kontrasepsi metode berrier, IUD, dan obat

kontrasepsi oral.Pemakaian obat kontrasepsi oral yang mengandung estrogen

merupakan kontrasepsi pilihan pada pasien LES yang inaktif ataupun stabil yang

memiliki risiko rendah terhadap thrombosis.Pemilihan kontrasepsi pada pasien LES

perlu mempertimbangkan kondisi medis pasien, status reproduktif pasien, dan

keinginan personal pasien.Obat kontrasepsi oral sebaiknya tidak diberikan kepada

pasien dengan antikoagulan lupus atau dengan titer sedang ataupun tinggi terhadap

antikardiolipin ataupun anti-β2 glikoprotein.Pemilihan obat kontrasepsi oral yang

mengandung estrogen tidak dianjurkan pada pasien dengan APS, kejadian

tromboemboli, dan migraine yang parah. IUD dikatakan cukup aman digunakan

sebagai kontrasepsi pada LES, meskipun terdapat risiko infeksi, namun risiko ini

terlalu kecil, dan keadaan imunosupresif bukan merupakan kontraindikasi

pemakaian IUD. Kombinasi obat kontrasepsi oral pada pasien LES dapat diberikan

jika tidak terdapat APS. Pasien LES dengan APS atau APL sebaiknya mendapatkan

kontrasepsi berupa progesterone oral atau injeksi ataupun IUD.35

2.9.6 Assisted reproductive therapy (ART) pada LES

Pasien lupus yang memperoleh pengobatan siklofosfamid intravena berisiko

terhadap kegagalan fungsi ovarium secara dini.Fertilisasi in vitro digunakan pada

kasus infertilitas dengan beragam etiologi, termasuk LES dan atau APS.ART dipilih

pada pasien dengan LES dan APS yang berada dalam keadaan stabil. Diperlukan

Page 46: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

pengawasan yang lebih ketat terkait kemungkinan terjadinya lupus flare dan

thrombosis yang berhubungan juga dengan ovarian hyperstimulation syndrome

(OHSS) selama stimulasi ovarium berlangsung. Sebaiknya ART tidak dilakukan

pada pasien dengan manifestasi SLE berupa flare akut, hipertensi tidak terkontrol,

hipertensi pulmoner, penyakit ginjal yang berat, valvulopati berat ataupun penyakit

jantung lainnya yang berat, serta kejadian thrombosis mayor. Pada kasus tersebut

ART dapat memberikan komplikasi pada ibu dan janin selama kehamilan ataupun

selama masa nifas.Terapi induksi ovulasi dapat menimbulkan aktivitas lupus dan

APS, sehingga evaluasi keadaan dan laboratorium basal diperlukan sebelum

memulai terapi ini. Saat memberikan gonadotropin pada pasien LES, diperlukan

terapi antiinflamasi, heparin, dan/atau antiagregasi platelet pada kasus APS dan

riwayat thrombosis.7

2.9.7 Konseling Prakehamilan

Pasien SLE masih dapat menjalani kehamilan dan memiliki anak yang

normal.Hal ini dapat dicapai dengan melakukan penjadwalan kehamilan dan

monitoring yang ketat selama kehamilan dan pasca persalinan.

Tabel 12. Konseling Pra-konsepsi (dikutip dari Ruiz, 2008)7

2.10 Fertilitas pada LES

Sebagian besar kasus LES tidak mengalami gangguan kesuburan. Akan

tetapi, beberapa kasus LES dapat melibatkan antibodi terhadap ovarium yang

mengganggu perkembangan ovum yaitu terjadinya prematurity ovarial failurekarena

Page 47: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

terganggunya sirkulasi ke ovarium yang disebabkan kerusakan vaskuler akibat

pengendapan kompleks imun serta terganggunya siklus ovari. Pasien-pasien tersebut

membutuhkan investigasi yang lebih dalam.Kesuburan juga dapat terganggu pada

pasien yang menjalani pengobatan dengan siklofosfamid jangka panjang (>6 bulan)

di samping kemungkinan terjadinya anomali kongenital.Pasien ini membutuhkan

kontrasepsi untuk mencegah kehamilan selama pengobatan dan setidaknya sampai

dengan 3 bulan setelah penghentian pengobatan.

Ibu hamil dengan lupus memiliki risiko abortus, hipertensi, dan deformitas

embrio yang diakibatkan oleh pengobatan lupus yang lebih tinggi dibandingkan

dengan ibu hamil biasa. Lupus flare dapat terjadi pada setiap fase kehamilan maupun

selama masa pascapersalinan. Sebagian besar pasien hamil dengan lupus hanya

mengalami flare ringan yang melibatkan kulit, persendian, dan gejala konstitusional,

dibandingkan aktivitas LES yang berat. Tidak semua pasien dengan LES memiliki

risiko komplikasi persalinan yang sama. Konseling prakehamilan dibutuhkan untuk

mengestimasi mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.Untuk menurunkan risiko

kehamilan sebaiknya dilakukan penjadwalan kehamilan.

Sebaiknya kehamilan dimulai saat:23

- Penyakit lupus telah mencapai remisi setidaknya selama 6 bulan.

- Pasien yang mendapatkan pengobatan dengan prednisone <7,5 mg per hari.

- Pasien tanpa penyakit ginjal, hipertensi, trombositopenia, ataupun antibodi

antifosfolipid.

Pasien lupus dengan risiko tinggi terhadap kehamilan ditunjukkan pada tabel 9.

Page 48: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Tabel 13. Lupus pada kehamilan yang berisiko tinggi (dikutip dari Ruiz, 2008)7

Beberapa faktor dikaitkan dengan komplikasi kehamilan, seperti riwayat

komplikasi kehamilan sebelumnya, APS yang berkaitan dengan risiko thrombosis

pada ibu serta gangguan perkembangan embrio dan janin.Adanya antibodi anti-Ro

dan anti-La berkaitan dengan congenital heart block sebesar 2% pada bayi

lahir.Meskipun kejadiannya sangat jarang, namun kondisi ini sangat mengancam dan

angka kematian yang ditimbulkan sangat tinggi baik disertai maupun tanpa

kardiomiopati.Bayi tersebut juga berisiko terhadap pemasangan pacemaker

permanen. Pemeriksaan terhadap antibodi anti-SSA/SSB/U1RNP hanya dilakukan

pada pasien dengan risiko tinggi seperti pasien LES, Sindrom Sjogren, penyakit

jaringan ikat undifferentiated, dan penyakit jaringan ikat lainnya, serta ibu hamil

dengan riwayat neonatal lupus.23

Page 49: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

Manajemen ibu dengan APS ditunjukkan dengan bagan 3.

Bagan 3. Flow Chart Manajemen Pasien hamil dengan LES (dikutip dari R.

Handa, 2006)5

Penyakit gagal ginjal kronik berkaitan secara positif dengan risiko komplikasi

obstetik berupa hipertensi dan keguguran.Penyakit paru restriktif juga bertambah

berat selama kehamilan akibat kompresi toraks.APS sekunder merupakan prediktor

utama dari komplikasi kehamilan berupa keguguran, kematian janin, prematuritas,

dan preeclampsia.Aktivitas penyakit berhubungan dengan fetal loss dan prematuritas

serta antikoagulan lupus merupakan faktor risiko keguguran pada pasien dengan

APS.Pada kondisi ekstrim kehamilan sebaiknya ditunda, terutama pada pasien

dengan lupus aktif yang melibatkan sistem organ internal.Hal ini juga berlaku pada

pasien dengan APS dan thrombosis, terutama thrombosis arteri.Perempuan dengan

penyakit ginjal berat, penyakit paru, ataupun penyakit jantung sebaiknya

menghindari kehamilan terkait kondisi kehamilan yang dapat memperparah penyakit

Page 50: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

ibu.Pasien dengan hipertensi pulmoner simptomatik yang berat merupakan

kontraindikasi absolut untuk hamil, mengingat mortalitas ibu yang tinggi pada akhir

kehamilan hingga masa nifas.Pasien dengan kreatinin serum >250 µmol/L memiliki

kemungkian keberhasilan kehamilan sebesar <30%.Terlepas dari pengobatan yang

agresif terhadap sindrom antibodi antifosfolipid, risiko terjadinya tromboemboli dan

kematian janin masih tetap tinggi. Lupus flare dapat terjadi selama kehamilan.

Systemic Lupus Activity Measure (SLAM) menyatakan keluhan lemas, alopesia,

penurunan hematokrit, dan peningkatan LED bukan merupakan suatu petunjuk

terjadinya lupus flare dan lupus aktif selama kehamilan. Beberapa petunjuk lupus

flare selama kehamilan meliputi keterlibatan kulit, arthritis, hematuria, demam bukan

karena infeksi, limfadenopati, leukopenia, hipokomplementemia dengan jalur

alternatif, dan peningkatan titer antibodi terhadap DNA. Pasien dengan risiko

kehamilan yang rendah meliputi remisi dengan pengobatan prednisolone dalam dosis

<7,5 mg per hari, fungsi ginjal normal, tidak ada proteinuria, hitung darah lengkap

yang normal, tekanan darah yang normal, kadar komplemen yang normal, dan

dsDNA yang negative.20

Pasien dengan risiko sedang dapat tetap hamil dengan pengawasan yang ketat:7

-Pasien dengan flare ringan disertai arthritis, pleuraperikarditis ringan, lesi kulit,

mendapatkan pengobatan dengan prednisolon 10-15 mg per hari

-Pasien asimptomatik yang secara persisten menunjukkan peningkatan dsDNA dan

penurunan kadar komplemen.

LES sendiri merupakan suatu penyakit kronis dan membutuhkan pertimbangan

terkait risiko dan keuntungan untuk hamil.Konseling prakehamilan setidaknya

meliputi evaluasi riwayat penyakit, genetik, operasi, obstetrik, dan keluarga.

Pemeriksaan profil antibodi meliputi anti-SSA/Ro, anti SSB/La, anti-U1 RNP, ANA,

dsDNA, antikardiolipin (ACL, IgG, dan IgM) dan antikoagulan lupus sebaiknya

diperiksa 2x seminggu selama 6-8 minggu. Anti dsDNA dan kadar komplemen

diperiksa setiap trimester untuk menilai aktivitas penyakit. Pemeriksaan urine 24 jam

untuk memeriksa proteinuria dan albumin serum. Pasien dengan hasil positif

terhadap antiSSA/SSB/U1 RNP sebaiknya mengikuti alur pada bagan 3 untuk

Page 51: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

diagnosis dan manajemen congenital heart block. Skrining fungsi hormone tiroid

juga dilakukan mengingat kelainan fungsi tersebut cukup sering ditemui pada pasien

LES.7,20

Gangguan endokrinologi, seperti diabetes mellitus dan hiperprolaktenemia juga

dievaluasi.Jika ditemukan sebelum kehamilan, sebaiknya diterapi setidaknya 6 bulan

sebelum kehamilan.Jika selama 2 minggu terapi lupus belum merespon, diperlukan

pengkajian ulang untuk pemberian agen sitotoksik dan terminasi kehamilan dini,

terutama pada penurunan fungsi ginjal dan sedimen urine yang aktif. Seluruh pasien

sebaiknya menjalani modifikasi gaya hidup selama kehamilan berupa tidak merokok,

tidak mengkonsumsi alkohol, mengurangi konsumsi kafein (<250 mg/hari), dan

sebaiknya mengkonsumsi suplemen asma folat ( minimal 400 mcg/hari).7,20

Tabel 14. Kontraindikasi hamil pada LES (dikutip dari Ruiz, 2008)7

Page 52: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

BAB III

RINGKASAN

Lupus Eritematosus Sistemik merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis

akibat pengendapan kompleks imun yang tidak spesifik pada berbagai organ, di

mana penyebabnya sampai saat ini belum diketahui secara jelas serta manifestasi

klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam. Penyakit ini terutama

menyerang wanita usia reproduksi dengan rasio wanita dan laki-laki 9-14:1, dengan

angka kematian yang cukup tinggi.

Terdapat banyak bukti tentang pengaruh faktor genetik, lingkungan dan

hormonal terhadap respon imun, di mana interaksi antara ketiganya akan

menimbulkan abnormalitas respon imun pada tubuh penderita LES. Hal ini dapat

dicetuskan oleh stress fisik,mental, infeksi, paparan ultraviolet dan obat-obatan.

Diagnosis penyakit LES masih mengacu pada kriteria dari the American

College of Rheumatology (ACR) revisi tahun 1997. Klasifikasi ini terdiri dari 11

kriteria, di mana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria tersebut yang terjadi

secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.

Di bidang obstetri, penyakit ini dianggap penting karena pengaruhnya

terhadap kehamilan, yang berpotensi mengakibatkan abortus, gangguan pertumbuhan

janin, kelahiran preterm, kematian janin, dan lupus eritematosus neonatal.Dan

sebaliknya perubahan hormonal dan fisiologis yang terjadi selama kehamilan dapat

mencetuskan aktivitas lupus yang berisiko menyebabkan eksaserbasi LES (flare) dari

ringan sampai berat bahkan kematian ibu hamil, akibat komplikasi yang disebabkan

oleh preeclampsia, thrombosis, infeksi dan kelainan darah.

Pilar pengobatan LES meliputi edukasi, dan konseling, rehabilitasi medik dan

medikamentosa. Pemberian terapi kortikosteroid merupakan lini pertama, di mana

cara penggunaan, dosis dan efek samping obat perlu diperhatikan. Penatalaksanaan

lupus pada wanita secara ideal dimulai sebelum terjadinya kehamilan.Konseling pra-

kehamilan dibutuhkan dalam mengestimasi risiko pasien dan meninjau kembali

pengobatan lupus. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan LES

Page 53: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

dengan kehamilan yaitu: 1. Kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit

LES. 2. Placenta dan fetus dapat menjadi target dari autoantibodi maternal sehingga

dapat berakhir dengan kegagalan kehamilan. Sehingga penatalaksanaan LES pada

kehamilan memerlukan pendekatan multidisiplin dan koordinasi yang baik serta

follow up yang meliputi bidang rematologi dan obstetri yang berpengalaman terkait

kehamilan risiko tinggi, nefrologis terkait gangguan ginjal dan neonatologis terkait

Lupus Erythematosus Neonatal, dengan harapan mendapatkan hasil kehamilan yang

baik.

Page 54: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

DAFTAR PUSTAKA

1. Tutuncu ZN, Kalunian KC. The Definition and classification of systemic

lupus erythematosus. In: Wallace DJ, Hahn BH, editors. Duboi’s lupus

erythematosus. 7th

ed. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins 2007;16-

9.

2. Danchenko N, Satia JA, Anthony MS. Epidemiology of systemic lupus

erythematosus: a comparison of worldwide disease burden. Lupus 2006;

15(5): 308-18.

3. Bertoli AM, Alarcon GS. Epidemiology of systemic lupus erythematosus. In:

Tsokos GC, Gordon C, Smolen JS. A companion to rheumatology systemic

lupus erythematosus. Philadelphia. Mosby 2007; 1-18.

4. Buku Register Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah

Denpasar 2011-2013.

5. Cervera R, Khamashta MA, Font J, Sebastiani GD, Gill A, Lavilla P, et al.

Morbidity and mortality in systemic lupus erythematosus during @ 10-years

period, a comparison of early and late manifestation in cohort of 1000 pasien.

Medicine 2003;82: 299-308.

6. Jacobsen S, Petersen J, Ullman S, Junker P, Voss A, Rasmussen JM, et al.

Mortality and cause of death of 513 Danish patient with systemic lupus

erythematosus. Scand J Rheumatol 1999;28(2): 75-80.

7. Kusuma Jaya AAN. Lupus Eritematosus Sistemik pada kehamilan. Jurnal

Penyakit Dalam 2007; 8(2): 170-175.

8. Almaollim Hani. Systemic Lupus Erythematosus. Pregnancy and SLE 2012;

p.455-83.

9. Bertias G, Cervera R, Boumpas DT. Systemic lupus

eritematosus;phatogenesis and clinical features. EULAR Texbook on

Rheumatic Disease 2012; p476-505.

Page 55: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

10. Lahita RG. Clinical presentation of systemic lupus erythematosus. In: Kelley

WN, Harris ED, Ruddy S, Sledge LB. Texbook of Rheumatology; 5th

Ed.Philadelphia 2000; 1029-39.

11. Smyth A, Oliveira GHM, Lahr BD, Bailey KR, Norby SM, and Garovic VD.

A systematic review and meta-analysis of pregnancy outcomes in patients

with systemic lupus erythematosus and lupus nephritis. Clin

J.Am.Soc.Nephrol 2010; 2060-8.

12. Surita FGC, Parpinelli MA, Yonehara E, Krupa F, Cecatti JG. Systemic

Lupus Erythematosus and pregnancy; clinical evaluation, maternal and

perinatal outcomes and placental findings. Sao Paulo Med J 2007; 125(2):

91-5.

13. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrip III LC, Haut JC, Wenstrom

KD. William Obstetrics; 22nd

Ed; New York, Cicago, Sanfransisco; Mc Graw

Hill 2005; p.1211-4.

14. Hochberg Mc. Updating the American College of Rheumatology revised

criteria for the classification of systemic lupus erythematosus. Arthritis

Rheum 1997;40: 1725.

15. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Lupus Eritematosus sistemik .

Diagnosis dan pengelolaan 2011; p.10-41.

16. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.

Harrison’s Principle of Interna Medicine 2013;18th

Edition; chapter 319.

17. Buyon JP. Systemic lupus erythematosus, a clinical and laboratory features.

In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH, Editors. Primer on

reumathic disease 2008; 13th

Edition; p.303- 307.

18. Calvo-Alen J, Bastian HM, Straaton KV, Burgard SL, Mikhail IS, Alarcon

GS. Identification of patient subsets among those presumptively diagnosed

with referred, and/ or followed up for systemic lupus erythematosus at a large

tertiary care centre. Arthritis Rheum 1995; 38:1475- 84.

19. Branch DW, Porter TF. Autoimune disease. In: James DK, Steer PJ, Weiner

CP. High Risk Pregnancy; Philadelpia 2000; p. 853-64.

Page 56: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

20. Lahita RG, The clinical presentation of systemic lupus erythematosus. In:

Lahita RG, Tsokos G, Buyon J, Koike T. Editors. Systemic Lupus

Erythematosus 2011; 5th

Ed.

21. Ames RRJ, Hughes GRV. Antiphospolipid Antibody syndrome; Clinical and

Therapeutic Aspect; Rheumatologi Highligths XIII 1995.

22. Huong DLT, Wechsler B, Vauthier- Brouzes D, Beaufills H, Lefebvre G,

Piette JC. Pregnancy in past or present lupus nephritis: a study of 32

pregnancies from a single centre. Ann Rheum Dis 2001; 60: 599-1038.

23. Buyon VP. Management of SLE during pregnancy: a decision tree.

Rheumatology 2004; 20(4): 197-201.

24. Mock CC, Wong RWS. Pregnancy. In : Systemic lupus erythematosus.

Postgrad Med J 2001; 77 : 157-65.

25. Kwok LW, Tam LS, Zhu TY, Leung YY and Li EK. Predictors of maternal

and fetal outcomes in pregnancies of patient with systemic lupus

erythematosus 2011.

26. Petri M. Clinical and manajement aspects of antiphospholipid syndrome. In:

Wallace DJ, Hanh BH, editors. Duboi’s lupus erythematosus. 7th

ed.

Philadelphia. Lippincott William and Wilkins 2007; 1262-97.

27. Brucato A, Frassi M, Franceschini F, et.al. Risk of congenital komplit heart

block in newborns of mothers with anti Ro/SSA antibodies detected by

counter immune electrophoresis. A prosfectif study of 100 women. Artritis

Rheumatoid 2001; 44: 1832-35.

28. Cervera R, Espinosa G, D’Crus D. Systemic Lupus Erythematosus :

pathogenesis, clinical manifestation and diagnosis. In: Eular compendium on

rheumatic disease. BMJ Publishing Grup and European League Against

Rheaumatism 1st edition 2009; 1112-30.

29. Kasitanon N, Louthrenoo W, Sukitawut W, Vichainun R. Caused of death

and prognostic factors in Thai patients with systemic lupus erhytematosus

AsianPac J Allergy Immuno 2002; 20(2):85-91.

Page 57: BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS · PDF fileTingginya kasus LES ini merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai ... sindrom nefrotik, gagal ginjal 50 Gastrointestinal

30. American college of Rheumatology Ad Hoc Committee on systemic lupus

erythematosus guideline. Arthitis Rheum 1999; 42(9): 1785-96.

31. Lee YH, Lee HS. Management of Pregnancy in Woman with systemic lupus

erythematosus 2011; volume 18.

32. Dhar JP, Sokol RJ. Lupus and pregnancy: complexe yet manageable. Clinical

Medicine and research 2006; 4(4): 310-21.

33. Bertias GK, loannidis JPA, Boletis J, Bombardieri S, Cervera R, Dostal C,

et.al. EULAR recommendations for the management of systemic lupus

erythematosus(SLE). Report of a Task Force of the European Standing

Committee for International Clinical Studies Including Therapeutics

(ESCISIT). Ann Rheumatism Dis 2008; 67: 195-205.

34. Jacob JWG, Bijlsma JWJ, Glucocorticoid Therapy. In: Firestein GS, Budd

RC, Harris ED,McInnes IB, Ruddy S, Sergent JS. Editors, Kelly’s Texbook of

rheumatology. 8th

ed. Philadelphia, WB Saunders Elsevier 2009; 863-81.

35. Petri M, Kim M, Kalunian K, et al. Combines oral contraceptive in woman

with systemic lupus erythematosus. N Engl J Med 2005; 353: 2550-8.