71146657-lk-colon-n-ew
-
Upload
lalu-bayu-kusuma -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
Transcript of 71146657-lk-colon-n-ew
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu di bidang kesehatan pada masa sekarang ini semakin
meningkat. Pada cabang ilmu kedokteran mengalami kemajuan yang sangat
pesat diantaranya adalah dibidang radiodiagnostik yang perkembangannya
diawali dengan ditemukannya sinar-X oleh seorang ahli fisika berkebangsaan
Jerman yang bernama Prof. Dr. Wilhelm Conrad Rontgen pada tanggal 8
November 1895.
Dengan berjalannya waktu, pemeriksaan radiologi colon juga
mengalami perkembangan yang pesat. Pemeriksaan dengan menggunakan
media kontras ganda, sebagaimana halnya pada saluran pencernaan khususnya
pada colon, ternyata mampu menampilkan mukosa colon secara rinci. Salah
satu pemeriksaan radiodiagnostik yang sering dilakukan untuk mendiagnosa
adanya kelainan atau penyakit pada penderita yang mengalami gangguan
pencernaan pada usus besar (colon) dikenal dengan pemeriksaan Colon In
Loop. Pemeriksaan Colon In Loop adalah pemeriksaan secara radiologis sistim
pencernaan dengan memasukkan bahan kontras kedalam usus besar (Colon),
Media kontras yang biasa digunakan adalah larutan barium dengan konsentrasi
untuk metode kontras ganda lebih tinggi dibandingkan dengan metode kontras
tunggal, untuk metode kontras tunggal menggunakan barium sulfat dengan
konsentrasi 12-25 % Weigh/Volume, sedangkan metode kontras ganda dengan
Laporan Kasus PKL II
1
konsentrasi 75-95 % Weigh/Volume. Proyeksi yang biasa digunakan dalam
pemeriksaan colon in loop adalah proyeksi AP, PA, Obliq AP/PA, AP Aksial,
PA Aksial.
Colon atau usus besar merupakan salah satu organ penting yang terdapat
dalam rongga abdomen yang berfungsi menyerap air dari makanan, tempat
tinggal bakteri koli dan tempat feses. Usus besar juga terdiri dari beberapa
bagian yaitu caecum, colon asenden, appendiks (usus buntu), colon
transversum, colon descendens, colon sigmoid, rectum dan anus.
Kelainan-kelainan yang biasa terjadi pada colon ini adalah carsinoma
(keganasan), divertikel, megacolon, obstruksi atau illeus, stenosis, volvulus,
atresia dan colitis yang diangkat penulis dalam penulisan laporan kasus ini.
colitis merupakan penyakit yang etiologinya belum diketahui, ditandai
oleh peradangan dan ulcerasi colon. Penyakit ini selalu melibatkan rectum, bila
lebih luas ia meluas secara kontinu mengelilingi colon, kadang-kadang
mengenai seluruh colon. Maka untuk mengetahui lebih jelas kelainan ini
diadakan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologi standar atas usus besar
dengan menggunakan larutan barium yang dialirkan ke colon melalui kanula
yang dipasang ke dalam rectum sehingga dapat memperlihatkan susunan
anatomi dan fisiologi serta kelainan pada organ tersebut.
Berangkat dari kenyataan ini maka penulis ingin menyajikan dan
menuangkan dalam laporan kasus ini yang berjudul “TEKNIK
PEMERIKSAAN COLON IN LOOP PADA KASUS COLITIS DI
INSTALASI RADIOLOGI RSUD CILACAP”.
Laporan Kasus PKL II
2
1.2. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan laporan kasus ini,
penulis perlu membatasi masalah-masalah yang akan dibahas sehingga akan
terfokus pada pokok pembahasan.
Penulis menyajikan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah teknik pemeriksaan Colon In Loop pada kasus colitis di
Instalasi Radiologi RSUD Cilacap?
2. Apakah keuntungan digunakan pemasukan media kontras dengan metode
pemasukan doble kontras dua tahap pada pemeriksaan Colon In Loop
pada kasus colitis di Instalasi Radiologi RSUD Cilacap ?
3. Bagaimanakah usaha proeksi radiasi di Instalasi Radiologi RSUD
Cilacap ?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini yaitu :
1. Untuk mengetahui proses pemeriksaan Colon In Loop pada kasus colitis
di Instalasi Radiologi RSUD Cilacap.
2. Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh dari pemeriksaan Colon In
Loop pada kasus colitis di Instalasi Radiologi RSUD Cilacap.
3. Untuk mengetahui usaha proteksi radiasi pada pemeriksaan Colon In Loop
di Instalasi Radiologi RSUD Cilacap.
Laporan Kasus PKL II
3
1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan laporan kasus ini antara lain :
1. Bagi Penulis, dapat menambah wawasan serta memperdalam pengetahuan
penulis tentang proses pemeriksaan Colon In Loop pada kasus colitis di
Instalasi Radiologi RSUD Cilacap.
2. Bagi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi, untuk menambah
wacana pengetahuan mahasiswa Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Poltekes Semarang tentang pemeriksaan Colon In Loop pada
kasus colitis .
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan kasus ini sistematika yang digunakan
penulis secara garis besar adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang anatomi dan fisiologi colon, patologi colitis,
teknik pemeriksaan Colon In Loop.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi tentang Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
Laporan Kasus PKL II
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Dan Fisiologi Usus Besar (Colon)
Usus besar atau colon adalah sambungan dari usus halus yang merupakan
tabung berongga dengan panjang kira-kira 1,5 meter, terbentang dari caecum
sampai canalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus halus.
Diameter rata-ratanya sekitar 2,5 inchi. Tetapi makin mendekati ujungnya
diameternya makin berkurang. Usus besar ini tersusun atas membran mukosa
tanpa lipatan, kecuali pada daerah distal colon.
Usus besar dibagi menjadi ; caecum, appendiks vermivormis, colon
ascendens, colon transversal, colon descendens, colon sigmoideum (colon
pelvicum), rectum dan anus.
1. Caecum
Caecum merupakan kantong dengan ujung buntu yang menonjol ke
bawah pada regio iliaca kanan, di bawah junctura ileocaecalis. Appendiks
vermiformis berbentuk seperti cacing dan berasal dari sisi medial usus
besar. Panjang caecum sekitar 6 cm dan berjalan ke caudal.
Caecum berakhir sebagai kantong buntu yang berupa processus
vermiformis (apendiks) yang mempunyai panjang antara 8-13 cm.
2. Colon ascendens
Colon asenden berjalan ke atas dari caecum ke permukaan inferior
lobus kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis kanan. Setelah
sampai ke hati, colon asenden membelok ke kiri, membentuk fleksura coli
dekstra (fleksura hepatik). Colon ascendens ini terletak pada regio illiaca
kanan dengan panjang sekitar 13 cm.
Laporan Kasus PKL II
5
3. Colon transversum
Colon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari
fleksura coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Colon transversum
membentuk lengkungan seperti huruf U. Pada posisi berdiri, bagian bawah
U dapat turun sampai pelvis. Colon transversum, waktu mencapai daerah
limpa, membelok ke bawah membentuk fleksura coli sinistra (fleksura
lienalis) untuk kemudian menjadi Colon descendens.
4. Colon descendens
Colon descendens terletak pada regio illiaca kiri dengan panjang
sekitar 25 cm. Colon descendens ini berjalan ke bawah dari fleksura lienalis
sampai pinggir pelvis membentuk fleksura sigmoideum dan berlanjut
sebagai colon sigmoideum.
5. Colon sigmoideum
Colon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Colon
sigmoideum merupakan lanjutan kolon desenden dan tergantung ke bawah
dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Colon sigmoideum bersatu
dengan rectum di depan sakrum.
6. Rectum
Rectum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum
merupakan lanjutan dari kolon sigmoideum dan berjalan turun di depan
caecum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Setelah itu
rektum berlanjut sebagai anus dalam perineum. Menurut Pearce (1999),
rektum merupakan bagian 10 cm terbawah dari usus besar, dimulai pada
colon sigmoideum dan berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot internal
dan eksternal.
Laporan Kasus PKL II
6
Gambar 1. Usus Besar / colon
Fungsi usus besar adalah :
1). Absorbsi air dan elektrolit
Penyerapan air dan elektrolit sebagian besar berlangsung di
separuh atas colon. Dari sekitar 1000 ml kimus yang masuk ke usus
setiap hari, hanya 100 ml cairan dan hampir tidak ada elektrolit yang
diekskresikan. Dengan mengeluarkan sekitar 90 % cairan, colon
mengubah 1000-2000 ml kimus isotonik menjadi sekitar 200-250 ml
tinja semi padat). Dalam hal ini colon sigmoid berfungsi sebagai
reservoir untuk dehidrasi masa feases sampai defekasi berlangsung.
2). Sekresi mukus.
Mukus adalah suatu bahan yang sangat kental yang membungkus
dinding usus. Fungsinya sebagai pelindung mukosa agar tidak dicerna
oleh enzim-enzim yang terdapat didalam usus dan sebagai pelumas
makanan sehingga mudah lewat. Tanpa pembentukan mukus,
integritas dinding usus akan sangat terganggu, selain itu tinja akan
menjadi sangat keras tanpa efek lubrikasi dari mukus.
Laporan Kasus PKL II
7
Keterangan :1. Appendiks2. Caecum3. Persambungan ileosekal4. Apendises epiploika5. Colon ascendens6. Fleksura hepatika7. Colon transversal8. Fleksura lienalis9. Haustra10. Colon descendens11. Taenia koli12. Colon sigmoid13. Canalis Ani14. Rectum15. Anus
Sekresi usus besar mengandung banyak mukus. Hal ini
menunjukkan banyak reaksi alkali dan tidak mengandung enzim. Pada
keadaan peradangan usus, peningkatan sekresi mukus yang banyak
sekali mungkin bertanggung jawab dan kehilangan protein dalam
feases.
3). Menghasilkan bakteri
Bakteri usus besar melakukan banyak fungsi yaitu sintesis
vitamin K dan beberapa vitamin B. Penyiapan selulosa yang berupa
hidrat karbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, sayuran hijau
dan penyiapan sisa protein yang belum dicernakan merupakan kerja
bakteri guna ekskresi.
Mikroorganisme yang terdapat di colon terdiri tidak saja dari
eschericia coli dan enterobacter aerogenes tetapi juga organisme-
organisme pleomorfik seperti bacteriodes fragilis. Sejumlah besar
bakteri keluar melalui tinja. Pada saat lahir colon steril, tetapi flora
bakteri usus segera tumbuh pada awal masa kehidupan.
4). Defikasi (pembuangan air besar)
Defikasi terjadi karena kontraksi peristaltik rektum. Kontraksi ini
dihasilkan sebagai respon terhadap perangsangan otot polos
longitudinal dan sirkuler oleh pleksus mienterikus. Pleksus
mienterikus dirangsang oleh saraf parasimpatis yang berjalan di
segmen sakrum korda sinalis. Defekasi dapat dihambat dengan
menjaga agar spingter eksternus tetap berkontraksi atau dibantu
dengan melemaskan spingter dan mengkontraksikan otot-otot
abdomen.
Laporan Kasus PKL II
8
2.2. Patologi Colitis
Colitis adalah penyakit inflamasi pada colon. Berbagai jenis penyakit
inflamasi colon menghasilkan perubahan beraneka ragam pada mukosa dan
dindingnya. Tidak ada satupun tanda radiologik yang khas untuk golongan ini.
Keterangan klinis dan laboratorium sangat penting untuk menegakkan diagnosa.
Berbagai bentuk perubahan pada colon dari yang ringan sampai berat
dapat disebutkan sebagai berikut :
1) Perubahan mukosa
Dapat berupa hilangnya struktur linea innominata, granuler, atau timbulnya
ulsera (halo-sign, bulls-eye, target lesion)
2) Perubahan dinding
Dapat berupa hilang/berkurangnya haustrae, kekakuan dan keracunan
dinding, lumen menyempit, dan pemendekan kolon.
Yang terpenting adalah membedakan colitis crohn dengan colitis ulseratif
karena kedua penyakit ini perjalanannya sangat berbeda baik dalam komplikasi
ataupun prognosisnya.
Colitis crohn terbanyak di colon sisi kanan dan ileum terminal. Ulkus
apotosa memperlihatkan perubahan khas pada mukosanya disamping kerancuan
dinding colon. Perubahan pada crohn bersifat terbatas dan asimetris.
Striktura displasia, dan fecal imfaction, merupakan komplikasi tersering
pada colitis ulseratif, sedangkan fistulasi, abses dan massa tumor, pada colitis
crohn.
Colitis ulseratif dimulai dari rectum kea rah proksimal. Mukosanya
memperlihatkan gambaran granuler dengan bintik-bintik halus barium
diantaranya. Perubahan mukosa ini bersifat merata dan simetris.
Colitis ulseratif merupakan penyakit radang colon non spesifik yang
umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi dan berganti-
ganti. Penyakit ini sering menyerang pria dan wanita dan paling banyak usia
antara 20-40 tahun. Colitis useratif mula-mula ditandai daerah rektosigmoid
terjadi pendarahan kecil-kecil pada selaput lendir yang menjadi mikroabses-
Laporan Kasus PKL II
9
mikroabses. Abses-abses ini membentuk tukak dan semakin lama membesar dan
bentuknya tidak teratur. Selaput lendir antar tukak ikut meradang dan meluas
sehingga mengakibatkan banyak kehilangan protein dan darah.
Pada umumnya colitis ulsertif berkembang secara tersembunyi selama
beberapa bulan, yang kemudian manifestasinya dinyatakan dengan darah, musin
dan sedikit tinja, nyeri abdomen bagian bawah seperti kolik, demam dan
penurunan berat badan. Darah yang hilang bisa sangat banyak kurang lebih 15 %
dari pasien, dengan alasan yang tidak jelas mengalami kerusakan hati (misalnya
pelemahan hati, perikolangitis, kolangitis sklerosa). Perjalanan penyakit colitis
ulseratif bervariasi, kebanyakan pasien mengalami kekambuhan yang menahun,
perjalanan penyakit yang bersifat remiten dan eksaserbasi yang sering
dibangkitkan oleh emosi dan stress fisik.
2.3. Teknik Pemeriksaan Colon In Loop
1. Pengertian
Teknik pemeriksaan Colon in Loop adalah teknik pemeriksaan
secara radiologis dari usus besar dengan menggunakan media kontras.
2. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan Colon in Loop adalah untuk mendapatkan
gambaran anatomis dari colon sehingga dapat membantu menegakkan
diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada colon.
3. Indikasi dan kontras indikasi
Indikasi
a). Colitis, adalah penyakit-penyakit inflamasi pada colon, termasuk
didalamnya colitis ulseratif dan colitis crohn.
b). Carsinoma atau keganasan.
c). Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding colon,
terdiri atas lapisan mukosa dan muskularis mukosa.
Laporan Kasus PKL II
10
d). Mega colon adalah suatu kelainan konginetal yang terjadi karena
tidak adanya sel ganglion dipleksus mienterik dan sub mukosa
pada segmen colon distal. Tidak adanya peristaltic menyebabkan
feases sulit melewati segmen agangglionik, sehingga
memungkinkan penderita untuk buang air besar 3 minggu sekali.
e). Obstruksi atau Illeus adalah penyumbatan pada daerah usus besar.
f). Invaginasi adalah melipatnya bagian usus besar ke bagian usus itu
sendiri.
g). Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar.
h). Volvulus adalah penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian
usus ke bagian usus yang lain.
i). Atresia adalah tidak adanya saluran dari colon yang seharusnya
ada.
j). Intussusepsi adalah gangguan mekanis pada bayi yang sering
disebabkan oleh cacat kelahiran dimana adanya pembesaran
saluran usus didaerah distal, biasanya didaerah illeus.
Kontra Indikasi
a). Perforasi, terjadi karena pengisian media kontras secara mendadak
dan dengan tekanan tinggi, juga terjadi karena pengembangan yang
berlebihan.
b). Obstruksi akut atau penyumbatan.
4. Persiapan Pasien
Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon in
Loop adalah untuk membersihkan colon dari feases, karena bayangan dari
feases dapat mengganggu gambaran dan menghilangkan anatomi normal
sehingga dapat memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling
defect.
Menurut Rasad (1999), prinsip dasar pemeriksaan Colon in Loop
memerlukan beberapa persiapan pasien, yaitu :
Laporan Kasus PKL II
11
a. Mengubah pola makanan pasien
Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah
serat dan rendah lemak untuk menghindari terjadinya bongkahan-
bongkahan tinja yang keras.
b. Minum sebanyak-banyaknya
Pemberian minum yang banyak dapat menjaga tinja selalu
dalam keadaan lembek
c. Pemberian obat pencahar
Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka
pemberian obat pencahar hanya sebagai pelengkap saja.
5. Persiapan Alat dan Bahan
a. Persiapan alat pada pemeriksaan Colon in Loop, meliputi :
1). Pesawat x – ray siap pakai
2). Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan
3). Marker
4). Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal .
5). Vaselin atau jelly
6). Sarung tangan
7). Penjepit atau klem
8). Kassa
9). Bengkok
10). Apron
11). Plester
12). Tempat mengaduk media kontras
b. Persiapan bahan
1). Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan
konsentrasi antara 70 – 80 W/V % (Weight /Volume). Banyaknya
larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya colon, kurang
lebih 600 – 800 ml
Laporan Kasus PKL II
12
2). Air hangat untuk membuat larutan barium
3). Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat
kanula dimasukkan kedalam anus.
6. Teknik Pemeriksaan
a. Metode pemasukan media kontras
1). Metode kontras tunggal
Barium dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah caecum.
Pengisian diikuti dengan fluoroskopi. Untuk keperluan informasi
yang lebih jelas pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri serta
dibuat radiograf full filling untuk melihat keseluruhan bagian usus
dengan proyeksi antero posterior. Pasien diminta untuk buang air
besar, kemudian dibuat radiograf post evakuasi posisi antero
posterior.
2). Metode kontras ganda
a. Pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat.
Merupakan pemeriksaan Colon in Loop dengan menggunakan
media kontras berupa campuran antara BaSO4 dan udara.
Barium dimasukkan kira-kira mencapai fleksura lienalis
kemudian kanula diganti dengan pompa. Udara dipompakan
dan posisi pasien diubah dari posisi miring ke kiri menjadi
miring ke kanan setelah udara sampai ke fleksura lienalis.
Tujuannya agar media kontras merata di dalam usus. Setelah
itu pasien diposisikan supine dan dibuat radiograf.
b. Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat.
(1). Tahap pengisian
Pada tahap ini dilakukan pengisian larutan BaSO4 ke
dalam lumen colon, sampai mencapai pertengahan kolon
transversum. Bagian yang belum terisi dapat diisi dengan
mengubah posisi penderita.
Laporan Kasus PKL II
13
(2). Tahap pelapisan
Dengan menunggu kurang lebih 1-2 menit agar larutan
BaSo4 mengisi mukosa colon.
(3). Tahap pengosongan
Setelah diyakini mukosa terlapisi maka larutan perlu
dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.
(4). Tahap pengembangan
Pada tahap ini dilakukan pemompaan udara ke lumen
kolon. Pemompaan udara tidak boleh berlebihan (1800-
2000 ml) karena dapat menimbulkan kompikasi lain,
misalnya refleks vagal yang ditandai dengan wajah pucat,
pandangan gelap, bradikardi, keringat dingin dan pusing.
(5). Tahap pemotretan
Pemotretan dilakukan bila seluruh colon telah
mengembang sempurna.
b. Proyeksi Radiograf
1). Proyeksi Antero posterior (AP)/postero inferior (PA)
Posisi pasien : Pasien diposisikan supine/prone di atas meja
pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital
Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah
meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus di
samping tubuh dan kedua kaki lurus ke
bawah.
Posisi objek : Objek diatur dengan menentukan batas atas
processus xypoideus dan batas bawah adalah
symphisis pubis.
Central point : Titik bidik pada pertengahan kedua crista
illiaca .
Central ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Laporan Kasus PKL II
14
Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan
tahan nafas.
FFD : 100 cm
Kriteria radiograf : Menunjukkan seluruh colon terlihat, termasuk
fleksura dan colon sigmoid.
Gambar 2. Posisi pasien AP dan PA dan hasil radiograf
pada pemeriksaan Colon In Loop
2). Proyeksi Right Anterior Obliq (RAO)
Posisi pasien : Posisi pasien telungkup di atas meja
pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan
kurang lebih 35˚- 45˚ terhadap meja
pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping
tubuh dan tangan kiri menyilang di depan
tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki
kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di
tekuk untuk fiksasi.
Posisi objek : MSP pada petengahan meja
Cenral Point : Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri
dari titik tengah kedua crista illiaca.
Central ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan
tahan napas.
FFD : 100 cm
Laporan Kasus PKL II
15
Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura hepatika
kanan terlihat sedikit superposisi bila di
bandingkan dengan proyeksi PA dan tampak
juga daerah sigmoid dan colon asenden.
Gambar 3. Posisi pasien RAO dan hasil radiograf pada pemeriksaan
Colon In Loop
3). Proyeksi LAO
Posisi pasien : Pasien ditidurkan telungkup di atas meja
pemeriksaan kemudian dirotasikan kurang
lebih 35˚ - 45˚ terhadap meja pemeriksaan.
Tangan kiri di samping tubuh dan tangan di
depan tubuh berpegangan pada meja
pemeriksaan, kaki kanan ditekuk sebagai
fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus.
Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.
Central point : Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari
titik tengah kedua crista illiaca.
Central ray : sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan
tahan napas.
FFD : 100 cm
Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura lienalis
tampak sedikit superposisi bila dibanding
Laporan Kasus PKL II
16
pada proyeksi PA, dan daerah colon
descendens tampak.
Gambar 4. Posisi pasien LAO dan hasil radiograf pada pemeriksaan
Colon In Loop
4). Proyeksi LPO
Posisi pasien : Pasien diposisikan supine kemudian
dirotasikan kurang lebih 35 - 45 terhadap
meja pemeriksaan. Tangan kiri digunakan
untuk bantalan dan tangan kanan di depan
tubuh berpegangan pada tepi meja
pemeriksaan. Kaki kiri lurus sedangkan kaki
kanan ditekuk untuk fiksasi.
Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.
Central ray : Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan
dari titik tengah kedua crista illiaca.
Central point : sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan
tahan napas.
FFD : 100 cm
Laporan Kasus PKL II
17
Gambar 5. Posisi pasien LPO dan hasil radiograf pada pemeriksaan
Colon In Loop
5). Proyeksi RPO.
Posisi pasien : Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan
kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih
35 - 45 terhadap meja pemeriksaan.Tangan
kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri
menyilang di depan tubuh berpegangan pada
tepi meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan
kaki kiri sedikit ditekuk untuk fiksasi.
Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.
Central point : Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri
dari titik tengah kedua crista illiaca
Central ray : Sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Eksosi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan
tahan nafas.
FFD : 100 cm
Kriteria : Menunjukkan tampak gambaran fleksura
lienalis dan colon ascendens.
Laporan Kasus PKL II
18
Gambar 6. Posisi pasien RPO dan hasil radiograf pada pemeriksaan
Colon In Loop
6). Proyeksi Lateral.
Posisi pasien : Pasien diposisikan lateral atau tidur miring
Posisi Objek : Mid Coronal Plane (MCP) diatur pada
pertengahan grid, genu sedikit fleksi untuk
fiksasi.
Cenral Ray : Arah sinar tegak lurus terhadap film
Central Point : Pada Mid Coronal Plane setinggi spina illiaca
anterior superior (SIAS).
Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi dan tahan
nafas.
FFD : 100cm
Kriteria : Daerah rectum dan sigmoid tampak jelas,
rectosigmoid pada pertengahan radiograf.
Laporan Kasus PKL II
19
Gambar 7. Posisi pasien Lateral dan hasil radiograf pada pemeriksaan
Colon In Loop
7). Proyeksi Left Lateral Dicubitus (LLD)
Posisi pasien : Pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur
miring ke kiri dengan bagian abdomen
belakang menempel dan sejajar dengan kaset.
Posisi objek : MSP tubuh berada tepat pada garis tengah
grid.
Cenral point : Sinar horisontal dan tegak lurus terhadap
kaset.
Central ray : Titik bidik diarahkan pada pertengahan kedua
crista illiaka
Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan
tahan napas.
FFD : 100 cm
Kriteria : Menunjukkan bagian atas sisi lateral dari
colon ascendens naik dan bagian tengah dari
colon descendens saat terisi udara.
Laporan Kasus PKL II
20
Gambar 8. Posisi pasien LLD dan hasil radiograf pada pemeriksaan
Colon In Loop
8). Proyeksi Antero Posterior Aksial.
Posisi pasien : Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan
Posisi objek : MSP tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan. Kedua tangan lurus di samping
tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Atur
pertengahan kaset dengan menentukan batas
atas pada puncak illium dan batas bawah
symphisis pubis.
Central Point : Titik bidik pada 5 cm di bawah pertengahan
kedua crista illiaca.
Central ray : Arah sinar membentuk sudut 30 - 40 kranial.
Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan
tahan nafas.
FFD : 100cm
Kriteria : menunjukkan rektosigmoid di tengah film
dan sedikit mengalami superposisi
dibandingkan dengan proyeksi antero
posterior, tampak juga kolon transversum.
Laporan Kasus PKL II
21
Gambar 9. Posisi pasien AP Aksial dan hasil radiograf pada pemeriksaan
Colon In Loop
9). Proyeksi Postero Anterior Aksial.
Posisi pasien : Pasien tidur telungkup di atas meja
pemeriksaan
Posisi objek : MSP tubuh berada tepat pada garis tengah
meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus
disamping tubuh dan kaki lurus kebawah.
MSP objek sejajar dengan garis tengah grid,
pertengahan kaset pada puncak illium.
Cenral point : Titik bidik pada pertengahan kedua crista
illiaca
Cenral ray : Arah sinar menyudut 30 - 40 kaudal.
Eksposi : Eksposi pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
FFD : 100cm
Kriteria : Tampak rektosigmoid ditengah film, daerah
rektosigmoid terlihat lebih sedikit mengalami
superposisi dibandingkan dengan proyeksi
PA, terlihat colon transversum dan kedua
fleksura.
Laporan Kasus PKL II
22
Gambar 10. Posisi pasien PA Aksial dan hasil radiograf pada pemeriksaan
Colon In Loop
BAB III
Laporan Kasus PKL II
23
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
4.2. Hasil Penelitian
Hasil penelitian tentang teknik pemeriksaan radiografi Colon In Loop
pada kasus colitis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum daerah Cilacap,
berupa laporan kasus yang meliputi pelaksanaan pemeriksaan atau prosedur
pemeriksaan yang akan diuraikan di bawah ini. Adapun laporan kasus tersebut
adalah :
3.1.1. Paparan Kasus
Pada hari rabu tanggal 18 Juli 2007 pasien bernama Tn. S, dari
ruang anggrek mendaftar ke instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum
Daerah Cilacap untuk pemeriksaan Colon In Loop dengan diagnosis
tumor atau colitis. Persiapan pemeriksaan colon in loop dilakukan di
ruang anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap. Dengan data
sebagai berikut:
Nama Pasien : Tn. S
Umur : 77 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Cikondang RT 03/02, Cilacap
No. CM : 202923
No. Foto : 7277
Pemeriksaan yang diminta : Colon In Loop
Diagnosis : Curiga tumor atau colitis
Dokter pengirim : dr. Gatot Ismaya Wardana, Sp.B.
Dokter Radiolog : dr. Suhartono, Sp.Rad
Laporan Kasus PKL II
24
Pada hari Sabtu , tanggal 21 Juli 2007 penderita datang ke
instalasi Radiologi RSUD Cilacap untuk dilakukan pemeriksaaColon In
Loop. Penderita datang dengan membawa surat permintaan pemeriksaan
dari dokter.
3.1.2. Riwayat Penyakit
Penderita mengajukan permintaan pada Instalasi Radiologi
Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap, untuk memeriksakan diri dengan
keluhan nyeri perut di bagian kiri bawah. Setelah Dokter melakukan
pemeriksaan fisik terhadap pasien, dokter mendiagnosa sementara
bahwa adanya tumor atau colitis di dalam abdomen. Dengan demikian
untuk memastikan diagnosis, dokter memberikan surat permintaan foto
rontgen untuk pemeriksaan Colon In Loop dengan diagnosa sementara
suspect tumor atau colitis. Hal ini sesuai dengan hasil observasi penulis
di rekam medis.
3.1.3. Prosedur Pemeriksaan
Sebelum dilakukan pemeriksaan, perlu dipersiapkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Persiapan pasien
Pasien yang diperiksa di instalasi Radiologi RSUD Cilacap
merupakan penderita rawat inap dari ruang anggrek. Persiapan yang
dilakukan untuk pemeriksaan Colon In loop adalah sebagai berikut:
a. Dua hari sebelum pemeriksaan rontgen, pasien makan bubur
kecap saja.
b. Jam 08.00 malam makan terakhir
Laporan Kasus PKL II
25
c. Jam 10.00 malam, minum garam inggris 30 gr atau dulcolax 6
tablet.
d. Hanya sampai Jam 24.00 malam pasien boleh minum maksimum
100 cc (setengah gelas).
e. Jam 05.00 pagi boleh diclisma bila pasien dirawat atau minum
dulcolax sup 2 butir dimasukan ke dalam dubur.
f. Jam 8.00 pagi pasien datang ke radiologi untuk dilakukan
pemeriksaan.
g. Dilarang banyak bicara.
h. Dilarang merokok.
2. Persiapan Alat
Alat yang dipersiapkan untuk pemeriksaan Colon In loop ini
antara lain:
10). Pesawat x – ray stasionary merk Siemens.
11). Kaset dan film ukuran 24 X 30 cm dan 30 X 40 cm
12). Marker
13). Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal .
14). Kateter
15). Spuit dan pompa untuk memasukan kontras negatif
16). Vaselin atau jelly
17). Sarung tangan
18). Penjepit atau klem
19). Kassa
20). Bengkok
21). Apron
22). Plester
Laporan Kasus PKL II
26
23). Tempat mengaduk media kontras
3. Persiapan Bahan
Bahan kontras yang digunakan dalam pemeriksaan colon ini
menggunakan barium sulfat dan air sebagai pelarut, dengan
perbandingan antara barium sulfat yang digunakan adalah 1 : 8
dengan jumlah larutan sebanyak 800 ml. Pada pemeriksaan ini
menggunakan metode kontras ganda dua tahap.
4. Teknik Pemeriksaan
Perawat dari bangsal mendaftarkan identitas penderita ke
loket radiologi dan dari loket memprogram kapan akan dilakukan
pemeriksaan dan memberi pengarahan tentang persiapan yang harus
dilakukan penderita.
Setelah dilakukan program penderita datang ke radiologi
untuk diperiksa. Penderita mengganti baju dengan baju pasien yang
telah disediakan, setelah itu penderita tidur terlentang diatas meja
pemeriksaan untuk dilakukan pemeriksaan.
a) Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan Colon In Loop di Instalasi Radiologi
Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap didahulukan dengan foto
polos abdomen dengan tujuan untuk melihat persiapan yang
dilakukan pasien agar dapat memastikan keadaan penderita dan
untuk menentukan faktor eksposi apabila menggunakan spot
film.
Laporan Kasus PKL II
27
Posisi pasien : Posisi pasien tidur terlentang diatas
meja pemeriksaan, MSP tubuh diatur
tepat pada garis pertengahan meja.
Kedua tangan lurus disamping tubuh
dan kedua kaki lurus kebawah. Batas
atas tampak prosesus xipoideus dan
batas bawah syimpisis pubis.
Central point : Titik bidik pada pertengahan kedua
crista illiaca.
Central ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh
dan tahan nafas.
FFD : 100 cm
Faktor Eksposi : kV : 65
mAs : 60
Gambar.11 Hasil radiograf foto polos abdomen
Laporan Kasus PKL II
28
b) Pemasukan Media Kontras
Setelah melihat foto polos abdomen persiapan sudah
baik untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya , maka alat-alat
dan bahan kontras yang telah di aduk dengan air didekatkan
pada penderita. Penderita berbaring terlentang diatas meja
pemeriksaan setelah itu masukan kanula kedalam anus
kemudian hubungkan kanula dengan irigator yang telah berisi
kontras dengan perbandingan 1 : 8. Alirkan kontras secara
perlahan-lahan kedalam colon (Rectum).
c) Foto setelah pemasukan media kontras 250 ml
Proyeksi : Proyeksi AP (Antero posterior).
Tujuan : Melihat Kontras sudah memasuki colon
sigmoid.
Posisi pasien : Pasien diposisikan supine di atas meja
pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital
Plane) tubuh berada tepat pada garis
tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan
lurus di samping tubuh dan kedua kaki
lurus ke bawah.
Posisi objek : Objek diatur dengan menentukan batas
atas processus xypoideus dan batas
bawah adalah symphisis pubis.
Laporan Kasus PKL II
29
Central point : Titik bidik pada pertengahan kedua
crista illiaca.
Central ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh
dan tahan nafas.
FFD : 100 cm.
Kriteria : Kontras sudah memasuki colon sigmoid.
Faktor Eksposi : kV : 65
mAs : 60
Gambar.12 Hasil radiograf foto setelah pemasukan
media kontras 250 ml
Laporan Kasus PKL II
30
d) Foto full filing
Proyeksi : Proyeksi AP (Antero posterior).
Tujuan : Melihat Kontras sudah masuki ke
seluruh colon
Posisi pasien : Pasien diposisikan supine di atas meja
pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital
Plane) tubuh berada tepat pada garis
tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan
lurus di samping tubuh dan kedua kaki
lurus ke bawah.
Posisi objek : Objek diatur dengan menentukan batas
atas processus xypoideus dan batas
bawah adalah symphisis pubis.
Central point : Titik bidik pada pertengahan kedua
crista illiaca.
Central ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh
dan tahan nafas.
FFD : 100 cm.
Kriteria : Kontras sudah memasuki seluruh colon.
Faktor Eksposi : kV : 65
mAs : 60
Laporan Kasus PKL II
31
Gambar.13 Hasil radiograf foto full filing
e) Foto post evakuasi
Di lakukan pemasukan media kontras negatif, yaitu dengan
udara
Proyeksi : AP (Antero posterior).
Tujuan : Melihat Kontras sudah ke luar dari colon
Posisi pasien : Pasien diposisikan supine di atas meja
pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital
Plane) tubuh berada tepat pada garis
tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan
lurus di samping tubuh dan kedua kaki
lurus ke bawah
Posisi objek : Objek diatur dengan menentukan batas
atas processus xypoideus dan batas
bawah adalah symphisis pubis.
Laporan Kasus PKL II
32
Central point : Titik bidik pada pertengahan kedua
crista illiaca dengan arah sinar vertikal
tegak lurus dengan kaset.
Central ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Eksposi : Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi
penuh dan tahan nafas.
FFD : 100 cm.
Kriteria : Kontras negatif sudah memasuki seluruh
colon.
Faktor Eksposi : kV : 65
mAs : 60
Gambar.13 Hasil radiograf post evakuasi
Setelah itu penderita disuruh pulang dan diberikan
kartu pengambilan hasil radiograf.
Laporan Kasus PKL II
33
5. Processing Film
Pengolahan Film dilakukan di kamar gelap yang terdiri dari :
1) Daerah kerja kering
Daerah kerja kering disediakan untuk mengisi dan mengeluarkan
film dari kaset, memberi identitas pada film serta memasang film
pada jepitan ( hanger ) film.
2) Daerah Kerja basah disediakan untuk pengolahan film yang
sudah terekspos. Proses pencucian film di Instalasi Radiologi
RSUD Cilacap menggunakan Processing Otomatic.
3.1.4. Hasil pembacaan Dokter
Kesan :
1) Colitis pada colon descendens 1/3 distal sampai colon
sigmoid.
dd : Proses infiltrasi colon daerah tersebut oleh masa
di luar colon.
2) Systema colon yang lain (selain 1) dalam batas-batas
normal.
4.3. Pembahasan
3.2.1. Teknik pemeriksaan colon in loop pada kasus colitis di Instalasi
Radiologi RSUD Cilacap.
Teknik pemeriksaan Colon In Loop di Instalasi radiologi RSUD
Cilacap seluruhnya cukup menggunakan proyeksi AP supine kecuali
apabila ditemukan kelainan lain. Metode pemasukan kontras yaitu doble
kontras dua tahap, medi kontras positif menggunakan BaSO4 dan media
kontras negative menggunakan udara. Perbandingan larutan air dengan
BaSO4 1 : 8.
Prosedur pemeriksaan colon In Loop di Instalasi radiologi RSUD
Cilacap yaitu foto polos abdomen, untuk melihat persiapan pasien dan
untuk melihat ketepatan posisi pasien dan faktor eksposi. Kemudian foto
Laporan Kasus PKL II
34
setelah pemasukan media kontras 250 ml, untuk melihat kontras sudah
memasuki colon sigmoid. Selanjutnya foto full filing, untuk melihat
Kontras telah mengisi seluruh colon. Terakhir, foto post evakuasi, untuk
melihat kontras sudah ke luar dari colon. Secara umum teknik
pemeriksaan Colon In loop di Instalasi radiologi RSUD Cilacap sesuai
dengan teori yang telah diberikan.
3.2.2. Keuntungan digunakan pemasukan media kontras menggunakan
metode doble kontras dua tahap pada pemeriksaan Colon In Loop
pada kasus colitis di Instalasi Radiologi RSUD Cilacap.
Metode pemeriksaan Colon In Loop secara umum ada 2, yaitu :
1. Metode kontras tunggal
2. Metode kontras ganda
a) Pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat.
b) Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat.
Keuntungan pemeriksaan Colon In Loop dengan menggunakan
metode pemasukan doble kontras dua tahap akan dapat memperlihatkan
struktur mukosa yang jelas sehingga dapat di ketahui kelain pada
mukosa.
3.2.3. Usaha proteksi radiasi pada pemeriksaan Colon In Loop di Instalasi
Radiologi RSUD Cilacap.
Proteksi radiasi yang diusahakan oleh Instalasi radiologi RSUD
Cilacap pada pemeriksaan Colon in loop adalah sebagai berikut:
a. Proteksi radiasi untuk pekerja radiasi adalah dengan berlindung
dibalik dinding pelindung dan kaca timbal selama pemotretan
berlangsung.
Laporan Kasus PKL II
35
b. Proteksi radiasi untuk penderita adalah dengan menghindari
semaksimal mungkin pengulangan foto dan lapangan penyinaran
secukupnya sesuai dengan objek yang diperiksa.
c. Proteksi radiasi untuk masyarakat umum adalah dengan tidak
mengijinkan pihak-pihak yang tidak berkepentingan berada diruang
pemeriksaan.
Laporan Kasus PKL II
36
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian laporan kasus yang berjudul “Teknik
Pemeriksaan Colon In Loop Pada Kasus colitis di Instalasi Radiologi RSUD
Cilacap ” dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Colon In Loop adalah pemeriksaan secara radiologis sistim
pencernaan dengan memasukkan bahan kontras kedalam usus besar (Colon).
2. Prosedur pemeriksaan Colon in loop pada kasus colitis di Instalasi
Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap menggunakan proyeksi AP.
3. Pemeriksaan Colon In Loop pada kasus colitis di Instalasi Radiologi Rumah
Sakit Umum Daerah Cilacap menggunakan media kontras positif berupa
barium (BaSO4) dan media kontras negatif berupa udara. Di Instalasi
Radiologi RSUD Cilacap menggunakan metode kontras ganda dua tahap
dengan perbandingan barium dan air adalah 1 : 8, dengan jumlah larutan
sebanyak 800 ml.
4. Keuntungan digunakan pemasukan media kontras dengan metode
pemasukan doble kontras dua tahap pada pemeriksaan Colon In Loop adalah
akan dapat memperlihatkan struktur mukosa yang lebih jelas sehingga dapat
di ketahui kelainan pada mukosa.
5. Proteksi radiasi yang di lakukan di Instalasi RSUD Cilacap sudah cukup
aman.
Laporan Kasus PKL II
37
4.2. Saran
1. Perlunya penjelasan tentang persiapan pemeriksaan pada pasien agar
penderita paham maksud dan tujuan dari pemeriksaan yang akan dilakukan.
2. Persiapan pasien pada pemeriksaan Colon In Loop perlu benar-benar
diperhatikan sehingga tidak tampak gambaran udara dan feces yang dapat
mengganggu gambaran objek yang diinginkan.
3. Sebaiknya peralatan untuk pemeriksaan Colon In loop harus menggunakan
peralatan yang sesuai untuk pemeriksaan Colon In loop seperti irigator set
beserta pompa untuk pemasukan kontras negatif.
4. Sebaiknya air yang digunakan untuk melarutkan BaSO4 lebih baik
menggunakan air hangat.
5. Alat ID Camera untuk memberi identitas pada radiograf kurang aman,
karena bias menambah ketidaktajaman pada film oleh cahaya tampak yang
dipancarkan.
Laporan Kasus PKL II
38
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tjarta., 1985, Kumpulan Kuliah Patologi Umum, Edisi ke-6, Editor: dr. Himawan, Bagian Patologi Anatomi FKUI, Penerbit Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Bontrager, 2001., Tex Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy, Edisi ke-5, Mosby Inc, St. Louis, Amerika.
Corwin, E.J., 2001, Buku Saku Patofisiologi, Alih Bahasa dr. Brahm U. P., EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Ganong, W.F., 1995, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Alih Bahasa Dr. M. Jauhari W., Edisi 17, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Mark, H., Swarzt., 1995, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Pearce, E.C., 1999, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Rasad, S., 1992, Radiologi Diagnostik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Snell, R.S, 1998, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Bagian ke-2, Edisi ke-3, Alih Bahasa : Pharma (dkk), Editor : Oswari, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Laporan Kasus PKL II
39
LAMPIRAN
Lampiran 1. Permintaan Foto
Lampiran 2. Hasil Foto
Lampiran 3. Surat Pengantar Opname.
Laporan Kasus PKL II
40