Post on 17-Jan-2023
PSIKOLOGI PENDIDIKAN DENGAN PENDEKATAN BARU
(MUHIBBIN SYAH)
BAB I
PENDAHULUAN
Kandungan pokok buku ini terdiri dari dua macam, yakni
hal belajar dan hal mengajar. Hal-hal pokok tersebut dijadikan
intisari pembahasan dalam buku ini mengingat perannya yang
vital dalam setiap proses pengajaran baik dalam satuan
pendidikan sekolah maupun satuan pendidikan luar sekolah.
Hal-hal lain seperti tentang studi psikologi pendidikan
dan perkembangan siswa juga dibahas, namun tetap dalam konteks
proses belajara dan pengajar. Dalam hal ini, kedua bidang
bahasan tersebut dipandang sebagai bagian-bagian penting yang
melandasi pembahasan-pembahasan inti.
BAB II
PSIKOLOGI, PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
A. DEFINISI PSIKOLOGI, PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
1. DEFINISI PSIKOLOGI
Psikologi berarti ilmu jiwa. Sebelum menjadi disiplin
ilmu yang mandiri, psikologi memiliki akar-akar yang kuat
dalam ilmu kedokteran dan filsafat yang hingga sekarang masih
tampak pengaruhnya. Dalam ilmu kedokteran, psikologi berperan
menjelaskan apa-apa yang terpikir dan terasa oleh organ-organ
biologis (jasmaniah). Sedangkan dalam filsafat- psikologi
berperan serta dalam memecahkan masalah-masalah rumit yang
berkaitan dengan akal, kehendak, dan pengetahuan.
Karena kontak dengan berbagai disiplin itulah, maka
timbul bermacam-macam definisi psikologi yang satu dengan yang
lain berbeda, seperti:
a. Psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental (the science
of mental life)
b. Psikologi adalah ilmu mengenai pikiran (the science of mind)
c. Psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of
behavior) dan lain-lain definisi yang sangat bergantung pada
sudut pandang yang mendefinisikannya.
Dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki yang membahas tingkah laku terbuka dan
tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok,
dalam hubungannya dengan lingkungan.
2. DEFINISI PENDIDIKAN
Dalam pengertian luas, pendidikan dapat diartikan sebagai
sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang
memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku
yang sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Poerbakawatja Harahap (1981), pendidikan adalah
usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan
pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu
diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala
perbuatannya .... orang dewasa itu adalah orang tua si anak
atau orang tua yang atas dasar tugas dan kedudukannya
mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya guru sekolah,
pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala-kepala
asrama dan sebagainya.
3. DEFINISI PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Psikologi pendidikan menurut sebagian ahli adalah
subdisiplin psikologi, bukan psikologi itu sendiri. Mereka
menganggap psikologi pendidikan tidak memiliki teori, konsep
dan metode sendiri. Hal ini konon terbukti dengan banyaknya
hasil-hasil riset psikologi lain yang diangkat menjadi teori,
konsep, dan metode psikologi pendidikan.
Dalam pandangannya, psikologi pendidikan sebuah
subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori masalah
kependidikan yang berguna dalam hal-hal berikut:
Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas.
Pengembangan dan pembaharuan kurikulum.
Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan.
Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses
tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif.
Penyelenggaraan pendidikan keguruan.
Psikologi pendidikan mempunyai dua objek riset dan
kajian, yakni:
Siswa, yaitu orang-orang yang belajar
Guru, yaitu orang-orang yang berkewajiban atau bertugas
mengajar termasuk metode, model, strategi dan lain-lain yang
berhubungan dengan aktivitas penyajian materi pelajaran.
B. ARTI PENTING PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Selaku calon guru maupun guru yang sedang bertugas tidak
perlu memandang psikologi pendidikan sebagai satu-satunya
gudang penyimpan jawaban-jawaban yang benar dan pasti atas
persoalan-persoalan kependidikan yang anda hadapi. Namun, anda
tetap perlu tahu bahwa dalam psikologi pendidikan terdapat
serangkaian stok informasi mengenai teori-teori dan praktik
belajar, mengajar.
Yang perlu dipetik dari psikologi pendidikan:
1. Proses perkembangan siswa
2. Cara belajar siswa
3. Cara menghubungkan mengajar dengan belajar
4. Pengambilan keputusan untuk pengelolaan PMB
CAKUPAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Secara garis besar, banyak ahli yang membatasi pokok-
pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi tiga macam:
1. Pokok bahasan mengenai belajar yang melputi teori-teori,
prinsip-prinsip dan ciri-ciri khas perilaku belajar siswa
dan sebagainya.
2. Pokok bahasan mengenai proses belajar yakni tahapan
perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar
siswa.
3. Pokok bahasan mengenai situasi belajar yakni suasana dan
keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun nonfisik yang
berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.
Sementara itu, Samuel Smith sebagaimana yang dikutip
Suryabrata (1984), menetapkan 16 topik bahasan yaitu:
1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan
2. Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir
3. Lingkungan yang bersifat fisik
4. Perkembangan siswa
5. Proses-proses tingkah laku
6. Hakikat dan ruang lingkup belajar
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
8. Hukum-hukum dan teori belajar
9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-
batasan pengukuran/evaluasi
10. Transfer belajar, meliputi mata pelajaran
11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran
12. Ilmu statistik dasar
13. Kesehatan rohani
14. Pendidikan membentuk watak
15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah
menengah
16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah
dasar
Khusus mengenai proses mengajar-belajar, para ahli
psikologi pendidikan seperti Barlow (1985) dan Good & Brophy
(1990) mengelompokkan pembahasan ke dalam tujuh bagian, yaitu:
a. Manajemen ruang (kelas) yang sekurang-kurangnya meliputi
pengendalian kelas dan penciptaan iklim kelas.
b. Metodologi kelas (metodologi pengajaran).
c. Motivasi siswa peserta kelas.
d. Penanganan siswa yang berkemampuan luar biasa.
e. Penanganan siswa berperilaku menyimpang.
f. Pengukuran kinerja akademik siswa.
g. Pendayagunaan umpan balik dan penindaklanjutan.
METODE PSIKOLOGI
1. Metode eksperimen
2. Metode kuesioner
3. Metode studi kasus
4. Metode penyelidikan klinis
5. Metode observasi naturalistik
BAB III
PROSES PERKEMBANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PROSES BELAJAR
A. DEFINISI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
1. DEFINISI PERKEMBANGAN
Perkembangan merupakan rentetan perubahan jasmani dan
rohani manusia menuju ke arah yang lebih maju dan sempurna.
Atau proses perubahan kualitatif yang mengacu kepada mutu
fungsi organ-organ jasmaniah. Dengan kata lain, penekanan arti
perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis
yang disandang oleh organ-organ fisik.
2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
a. Aliran Nativisme
Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang
berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh
utama aliran ini bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860)
seorang filsup Jerman. Pokok pikiran aliran ini bahwa
perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan
pengalaman dan pendidikan, pandangan seperti ini disebut
pesimisme pedagogis.
b. Aliran Empirisme
Tokoh utama bernama John Locke (1632-1704). Doktrin
aliran empirisme yang amat termasyur adalah “tabula rasa”,
sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis kosong
atau lembaran kosong. Doktrin tabula rasa ini menekankan arti
penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan dalam arti
perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada
lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan
pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
c. Aliran Konvergensi
Aliran konvergensi merupakan gabungan antara aliran
empirisme dengan aliran nativisme. Aliran ini mengggabungkan
arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai
faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.
B. PROSES, TUGAS, DAN HUKUM PERKEMBANGAN
1. PROSES PERKEMBANGAN
Secara global, seluruh proses perkembangan individu sampai
menjadi “person” (dirinya sendiri) berlangsung dalam tiga
tahapan, yaitu:
Tahapan proses konsepsi (pembuahan sel ovum ibu oleh sel
sperma ayah)
Tahapan proses kelahiran (saat keluarnya bayi dari rahim
ibu ke alam dunia bebas)
Tahapan proses perkembangan individu bayi tersebut
menjadi seorang pribadi yang khas
2. TUGAS DAN FASE PERKEMBANGAN
a. Tugas Perkembangan Fase Bayi dan Kanak-Kanak
Belajar memakan makanan keras, misalnya mulai dengan
bubur susu, bubur beras, nasi dan seterusnya.
Belajar berdiri dan berjalan, misalnya mulai dengan
berpegang pada tembok atau sandaran kursi.
Belajar berbicara, misalnya mulai dengan menyebut
kata ibu, ayah, dan nama-nama benda sederhana yang
ada disekelilingnya.
Belajar mengendalikan pengeluaran benda-benda buangan
dari tubuhnya, misalnya mulai dengan meludah,
membuang ingus dan seterusnya.
Belajar membedakan jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan, dan bersopan santun seksual.
Mencapai kematangan untuk belajar membacadalam arti
mulai siap mengenal huruf, suku kata dan kata-kata
tertulis.
Belajar mengadakan hubungan emosional selain dengan
ibunya, dengan ayah, saudara kandung, dan orang-orang
di sekelilingnya.
Belajar membedakan antara hal-hal yang baik dengan
yang buruk, juga antara hal-hal yang benar dan salah,
serta mengembangkan atau membentuk kata hati (hati
nurani).
b. Tugas Perkembangan Fase Anak-Anak
Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk
bermain, seperti lompat jauh, lompat tinggi,
mengejar, menghindari kejaran, dan seterusnya.
Membina sikap yang sehat (positif) terhadap dirinya
sendiri sebagai seorang indivitu yang sedang
berkembang, seperti kesadaran tentang harga diri dan
kemampuan diri.
Belajar begaul dengan teman-teman sebaya sesuai
dengan etika moral yang berlaku di masyarakatnya.
Belajar memainkan peran sebagai seorang pria (jika ia
seorang pria) dan sebagai seorang wanita (jika ia
seorang wanita).
Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca,
menulis, dan berhitung (matematika dan aritmatika).
Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan kehidupan
sehari-hari.
Mengembangkan kata hati, moral dan skala nilai yang
selaras dengan keyakinan dan kebudayaan yang berlaku
di masyarakatnya.
Mengembangkan sikap objektif/lugas baik positif
maupun negatif terhadap kelompok dan lembaga
kemasyarakatan.
Belajar mencapai kemerdekaan atau kebebasan pribadi
sehingga menjadi dirinya sendiri yang independen
(mandiri) dan bertanggung jawab.
c. Tugas Perkembangan Fase Remaja
Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan
teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan
keyakinan dan etika moral yang berlaku di masyarakat.
Mencapai peranan sosial sebagai seorang pria (jika ia
seorang pria) dan peranan sosial seorang wanita (jika
ia seorang wanita) dan menggunakannya secara efektif
sesuai dengan kodratnya masing-masing.
Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial
tertentu yang bertanggung jawab di tengah-tengah
masyarakatnya.
Mencapai kemerdekaan/kebebasan emosional dari
orangtua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai
menjadi seorang person (menjadi dirinya sendiri).
Mempersiapkan diri untuk mencapao karier (jabatan dan
profesi) tertentu dalam bidang kehidupan ekonomi.
Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan
(rumah tangga) dan kehidupan berkeluarga yakni
sebagai suami (ayah) dan isteri (ibu).
Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai
pedoman bertingkah laku dan mengembangkan ideologi
untuk keperluan kehidupan kewarganegaraannya.
d. Tugas Perkembangan Dewasa
Mulai bekerja mencari nafkah, khususnya apabila ia
tidak melanjutkan karier akademik.
Memilih teman atau pasangan hidup berumah tangga
(memilih calon suami atau isteri).
Mulai memasuki kehidupan berumah tangga, yakni
menjadi seorang suami atau isteri.
Belajar hidup bersama pasangan dalam suasana rumah
tangga, yakni dengan isteri/suaminya.
Mengelola tempat tinggal untuk keperluan rumah tagga
dan keluarganya.
Membesarkan anak-anak dengan menyediakan pangan,
sandang, dan papan yang cukup dan memberikan
pendidikan (dalam arti luas) yang memadai.
Menerima tanggung jawab kewarganegaraan sesuai dengan
perundang-undangan dan tuntutan sosial yang berlaku
di masyarakatnya.
Menemukan kelompok sosial (perkumpulan
kemasyarakatan) yang cocok dan menyenangkan.
e. Tugas Perkembangan Setengah Baya
Mencapai tanggung jawab sosial dan kewarganegaraan
secara lebih dewasa.
Membantu anak-anak yang berusia belasan tahun
(khususnya anak kandungnya sendiri) agar berkembang
menjadi orang-orang dewasa yang bahagia dan
bertanggung jawab.
Mengembangkan aktivitas dan memanfaatkan waktu luang
sebaik-baiknya bersama orang-orang dewasa lainnya.
Menghubungkan diri sedemikian rupa dengan pasangannya
(dengan suami dan isteri) sebagai seorang pribadi
yang utuh.
Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan psikologis yang lazim terjadi pada masa
setengah baya.
Mencapai dan melaksanakan penampilan yang memuaskan
dalam karier.
Menyesuaikan diri dengan perikehidupan (khususnya
dalam hal cara bersikap dan bertindak) orang-orang
yang berusia lanjut.
f. Tugas Perkembangan Fase Usia Tua
Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan
kesehatan jasmaniahnya.
Menyesuaikan diri dengan keadaan pensiun dan
berkurangnya income (penghasilan).
Menyesuaikan diri dengan kematian pasangannya (isteri
atau suaminya).
Membina hubungan tegas (afiliasi eksplisit) dengan
para anggota kelompok seusianya.
Membina pengaturan jasmani sedemikian rupa agar
memuaskan dan sesuai dengan kebutuhannya.
Menyesuaikan diri (adaptasi) terhadap peranan-peranan
sosial dengan cara yang luwes.
3. HUKUM PERKEMBANGAN
a. Hukum konvergensi
Perkembangan manusia pada dasarnya tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga
oleh lingkungan pendidikan. Hal ini berarti masa depan
kehidupan manusia, tak terkecuali para siswa, bergantung pada
potensi pembawaan yang mereka warisi dari orangtua pada proses
pematangan, dan pada proses pendidikan yang mereka alami.
b. Hukum perkembangan dan pengembangan diri
Para siswa, seperti juga manusia dan organisme lainnya,
memiliki dorongan dan hasrat mempertahankan diri dari hal-hal
yang negatif. Usaha mempertahankan diri ini, berlanjut menjadi
usaha untuk mengembangkan diri.
Pada anak-anak biasanya tampak keingintahuannya
terhadap sesuatu itu berkali-kali. Alhasil, manusia berkembang
karena adanya insting atau naluri pembawaan sejak lahir yang
menuntutnya untuk bertahan dan mengembangkan diri di muka
bumi.
c. Hukum masa peka
Peka berarti mudah terangsang atau mudah menerima
stimulus. Masa peka merupakan masa yang tepat yang terdapat
pada diri anak untuk mengembangkan fungsi-fungsi tertentu,
seperti fungsi mulut untuk berbicara dan membaca.
Masa “mudah dirangsang” ini sangat menentukan cepat dan
lambatnya siswa dalam menerima pelajaran. Artinya, jika
seorang siswa belum sampai pada masa pekanya untuk mempelajari
suatu materi pelajaran, materi pelajaran tersebut akan sangat
sulit diserap dan diolah oleh sistem memorinya. Oleh karena
itu, para orangtua dan guru seyogianya memperhatikan secara
cermat perkembangan anak-anak didik dalam hubungannya dengan
kedatangan masa peka belajar mereka.
d. Hukum keperluan belajar
Antara perkembangan dan belajar terdapat hubungan
sangat erat sehingga hampir semua proses perkembangan
memerlukan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
setiap anak biasanya berkembang karena belajar.
e. Hukum kesatuan anggota badan
Proses perkembangan fungsi-fungsi organ jasmaniah tidak
terjadi tanpa diiringi proses perkembangan fungsi-fungsi
rohaniah. Dengan demikian, suatu tahapan perkembangan tidak
terlepas dari tahapan perkembangan lainnya. Jadi, perkembangan
pancaindera, misalnya, tidak terlepas dari perkembangan
kemampuan mendengar, melihat, berbicara dan merasa.
Selanjutnya kemampuan-kemampuan ini juga tidak terlepas dari
perkembangan berpikir, bersikap, dan berperasaan.
f. Hukum tempo perkembangan
Setiap orang memiliki tempo perkembangan masing-masing.
Tempo-tempo perkembangan manusia pada umumnya terbagi dalam
kategori: cepat, sedang dan lambat. Tempo perkembangan yang
terlalu cepat atau terlalu lambat biasanya menunjukkan
kelainan yang relatif sangat jarang terjadi.
g. Hukum irama perkembangan
Di samping ada tempo, di dalam perkembangan juga
dikenal adanya irama atau naik turunya proses perkembangan.
Artinya, perkembangan manusia itu tidak tetap, terkadang naik
terkadang turun, pada suatu saat seorang anak mengalami
perkembangan yang tenang, sedangkan pada saat lain ia
mengalami perkembangan yang menggoncangkan.
Menurut pengamatan para ahli bpsikologi, setiap anak
biasanya mengalami dua masa pancaroba atau krisis yang lazim
disebut trotz. Masa trotz ini terjadi dalam dua periode, yakni:
Trotz periode ke-1 atau krisis pertama terjadi pada usia 2-3
tahun dengan ciri utama anak menjadi egois, selalu bersikap
dan bertingkah laku mendahulukan kepentingan diri sendiri.
Trotz periode ke-2 atau krisis kedua terjadi pada umur antara
14-17 tahun, dengan ciri utama sering membantah orangtuanya
sendiri dalam mencapai identitas pribadi. (14-17 bukan harga
mati).
h. Hukum rekapitulasi
Hukum rekapitulasi perkembangan yang tampak pada anak,
yaitu:
Masa berburu dan menyamun, yakni pada umur sekitar 8
tahun ketika ia suka bermain kejar-kejaran, perang-
perangan, dan menangkap hewan-hewan kecil seperti
kupu-kupu dan capung.
Masa menggembala, yakni pada umur sekitar 10 tahun
ketika ia gemar memelihara hewan piaraan, seperti
ayam, burung, kucing dan sebagainya.
Masa bercocok tanam, yakni pada umur sekitar 12 tahun
ketika ia suka mengurus tanaman di kebun atau
menyiram bunga-bungan dalam pot.
Masa berdagang, yakni pada umur 12 tahun ke atas
ketika ia suka bermain jual-jualan, kemudian
meningkat menjadi kesenangan tukar-menukar foto,
prangko, dan berkirim surat serta menjalin
persahabatan.
C. PERKEMBANGAN PSIKO-FISIK SISWA
Proses-proses perkembangan tersebut meliputi:
1. Perkembangan motor (motor development) siswa, yakni proses
perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan
perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor skills).
2. Perkembangan kognitif (cognitive development), yakni
perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan
kemampuan/kecerdasan otak anak.
3. Perkembangan sosial dn moral (social and moral development),
yakni proses perkembangan mental yang berhubungan dengan
perubahan-perubahan cara anak berkkomunikasi dengan orang
lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Tabel Teori Dua Tahap Perkembangan Moral Versi Piaget
Usia Tahap Ciri Khas4-7 tahun Realisme moral
(pra-operasional)1. Memusatkan pada akibat-akibat perbuatan.
2. Aturan-aturan tak
berubah.3. Hukuman ataspelanggaran bersifatotomatis.
7-10 tahun Masa transisi(konkret-operasional)
1. Perubahan secarabertahap ke pemilikanmoral tahap kedua.
11 tahun keatas
Otonomi moral,realisme, danresiprositas(formal-operasional)
1. Mempertimbangan tujuan-tujuan perilaku moral.
2. Menyadari bahwa aturanmoral adalah kesepakatantradisi yang dapatberubah.
Tabel Teori Enam Tahap Perkembangan Pertimbangan Moral Versi
Kohlberg
Tingkat Tahap konsepTingkat
IMoralitasprakonvensional(usia 4-10 tahun).Tahap 1:memperhatikanketaatan danhukum.
Tahap 2:memperhatikanpemuasankebutuhan.
1.Anak menentukan keburukanperilaku berdasarkan tingkathukuman akibat keburukantersebut.
2.Perilaku baik dihubungkandengan penghindaran darihukuman.1. Perilaku baik dihubungkandengan pemuasan keinginan dankebutuhan tanpamempertimbangkan kebutuhanorang lain.
TingkatII
Moralitasprakonvensional(usia 10-13tahun).Tahap 3:memperhatikancitra “anak baik”.
Tahap 4:memperhatikanhukum dan
1. Anak dan remaja berperilakusesuai dengan aturan danpatokan moral agar memperolehpersetujuan orang dewasa, bukanuntuk menghindari hukuman.
2. Perbuatan baik dan burukdinilai berdasarkan tujuannya.Jadi, ada perkembangankesadaran terhadap perlunyaaturan.
1. Anak dan remaja memilikisikap pasti terhadap wewenangdan aturan.
peraturan. 2. Huku harus ditaaati olehsemua orang.
TingkatIII
Motivasipascakonvensional(usia 13 tahun keatas).Tahap 5:memperhatikan hakperseorangan.
Tahap 6:memperhatikanprinsip-prinsipetika
1. Remaja dan dewasamengartikan perilaku baikdengan hak pribadi sesuaidengan aturan dan patokansosial.
2. Perubahan hukum dan aturandapat diterima jika diperlukanuntuk mencapai hal-hal yangpaling baik.
3. Pelanggaran hukum dan aturandapat terjadi karena alasan-alasan tertentu.
1. Keputusan mengenai perilaku-perilaku sosial didasarkan atasprinsip-prinsip moral pribadiyang bersumber dari hukumuniversal yang selaras dengankebaikan umum dan kepentinganorang lain.
2. Keyakinan terhadap moralpribadi dan nilai-nilai tetapmelekat, meskipun sewaktu-waktuberlawanan dengan hukum yangdibuat untuk mengekalkan aturansosial.
Tabel Teori Perkembangan Sosial dan Moral Siswa Menurut A.Bandura dan L. Kohlberg
Aspek A. Bandura (TeoriBelajar Sosial)
L. Kohlberg (Teori Psi.Kognitif)
1. Tekanandasar
Perilaku bergantungpada pengaruh oranglain dan kondisistimulus.
Pemikiran sebagaiperilaku kualitatifdalam perkembangan.
2. Mekanismeperolehanmoralitas
Hasil dari conditioningdan modeling.
Berlangsung dalam tahap-tahap yang teratur danberkaitan denganperkembangan kognitif.
3. Usiaperolehan
Belajar berlangsungsepanjang hayat, dan
Proses belajarberkesinambungan sampai
moralitas ada perbedaan usiaperolehan.
masa dewasa dan dapatditetapkan dalam usia-usia tertentu.
4. Kenisbiankebudayaan
Moralitas bersifatnisbi secara kultural.
Nilai-nilai moral dalamtahapan perkembanganbersifat universal.
5. Pelakusosialisasi
Model-model yang sangatberpengaruh, orang-orang dewasa dan teman-teman yang dapatmenyalurkan ganjarandan hukuman.
Orang-orang yang beradapada tahap perkembanganyang lebih tinggi danmemiliki pengaruh yangsangat besar.
6. Implikasi untukpendidikan
Guru harus menjaditeladan yang baik danmengganjar setiapperilaku siswa yangmemadai.
Guru harus berusahamerangsang siswa agarmencapai tahapperkembanganselanjutnya, danmenjelaskan ciri-ciriperilaku moral padatahap tersebut.
D. ARTI PENTING PERKEMBANGAN KOGNITIF BAGI PROSES BELAJAR SISWA
Arti penting pengembangan kognitif siswa ialah untuk:
1. Mengembangkan kecakapan kognitif
2. Mengembangkan kecakapan afektif
3. Mengembangkan kecakapan psikomotorik
BAB IV
BELAJAR
Definisi belajar dapat ditinjau dari sudut-sudut pandang
kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Belajar pada
asasnya ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif
positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif.
Belajar memiliki arti penting bagi siswa dalam:
Melaksanakan kewajiban keagamaan
Meningkatkan derajat kehidupan
Mempertahankan dan mengembangkan kehidupan
Dalam persfektif psikologi, antara belajar, memori dan
pengetahuan terdapat hubungan yang tak terpisahkan. Teori-
teori pokok mengenai belajar terdiri atas:
a. koneksionisme,
b. pembiasaan klasik,
c. pembiasaan perilaku respons,
d. teori belajar kognitif
Teori kesatu, kedua, dan ketiga bersifat behavioristik
(perilaku jasmaniah semata) sedangkan teori keempat bersifat
kognitif, yakni bahwa belajar adalah peristiwa mental bukan
semata-mata behavioral.
Mnurut aliran behaviorisme, setiap siswa lahir tanpa
warisan/pembawaan apa-apa dari orangtuanya, dan belajar adalah
kegiatan refleks-refleks jasmani terhadap stimulus yang ada
serta tidak ada hubungannya dengan bakat dan kecerdasan atau
warisan/pembawaan. Sedangkan menurut aliran kognitif, setiap
siswa lahir dengan bakat dan kemampuan mental yang menjadi
basis kegiatan belajar. Faktor bawaan ini memungkinkan siswa
untuk menentukan merespons atau tidak terhadap stimulus,
sehingga belajar tidak bersifat otomatis seperti robot.
Fase belajar menurut Bruner meliputi:
informasi (penerimaan materi)
transformasi (pengubahan materi dalam memori)
evaluasi (penilaian penguasaan materi)
Sedangkan menurut Wittig, fase belajar meliputi:
Acquistion (perolehan materi)
Storage (proses penyimpanan)
Retrieval (memproduksi/mengungkapkan kembali materi dari
memori)
BAB V
CIRI, PERWUJUDAN, JENIS, PENDEKATAN DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI BELAJAR
A. CIRI KHAS PERILAKU BELAJAR
1. Intensional (disengaja)
2. Positif dan aktif (bermanfaat dan atas hasil usaha
sendiri)
3. Efektif dan fungsional (berpengaruh dan mendorong
timbulnya perubahan batu)
B. PERWUJUDAN PERILAKU BELAJAR
1. Kebiasaan: timbul karena proses penyusutan kecenderungan
respons dengan menggunakan stimulus yang berulang-ulang.
Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan seperti
classical dan operant conditioning.
2. Keterampilan: kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat
syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan
jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan
sebagainya.
3. Pengamatan: proses menerima, menafsirkan dan memberi arti
rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata
dan telinga.
4. Berpikir asosiatif dan daya ingat: proses pembentukan
hubungan antara rangsangan dengan respons. Di samping itu,
daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab
merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi,
siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai
dengan bertambahnya simpanankemampuan menghubungkan materi
tersebut dengan situasi atau stimulus yang sedang ia
hadapi.
5. Berpikir rasional dan kritis: perwujudan perilaku belajar
terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah.
6. Sikap: perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai
dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang
telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek,
tata nilai, peristiwa dan sebagainya.
7. Inhibisi: kesanggupan siswa untuk mengurangi dan
menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau
melakukan tindakan lainnya yang lebih baik ketika ia
berinteraksi dengan lingkungannya.
8. Apresiasi: penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda
baik abstrak maupun konkret yang memiliki nilai luhur.
Tingkat apresiasi seorang siswa terhadap nilai sebuah
karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman
belajarnya.
9. Tingkah laku afektif: tingkah laku yang menyangkut
keaneka-ragaman perasaan seperti: takut, marah, sedih,
gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya.
C. JENIS-JENIS BELAJAR
1. Belajar abstrak: belajar yang menggunakan cara-cara
berpikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh
pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata.
2. Belajar keterampilan: belajar dengan menggunakan gerakan-
gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat
syaraf dan otot-otot. Tujuannya untuk memperoleh dan
menguasai keterampilan jasmaniah tertentu.
3. Belajar sosial: belajar memahami masalah-masalah dan
teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya
untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan
masalah-masalah sosial.
4. Belajar pemecahan masalah: belajar menggunakan metode-
metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis,
teratur dan teliti. Tujuannya untuk memperoleh kemampuan
dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara
rasional, lugas dan tuntas.
5. Belajar rasional: belajar dengan menggunakan kemampuan
berpikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal
sehat). Tujuannya untuk memperoleh aneka ragam kecakapan
menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep.
6. Belajar kebiasaan: proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan
baru atau perbaikan kebiasaan baru atau perbaikan
kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Tujuannya agar siswa
memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan
baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras
dengan kebutuhan ruang dan waktu.
7. Belajar apresiasi: belajar mempertimbangkan arti penting
atau nilai suatu objek. Tujuannya agar siswa memperoleh
dan mengembangkan kecakapan ranah rasa yang dalam hal ini
kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek
tertentu.
8. Belajar pengetahuan: belajar dengan cara melakukan
penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu.
Atau sebuah program belajar terencana untuk menguasai
materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi
dan eksperimen (Reber, 1988).
D. EFISIENSI, PENDEKATAN, DAN METODE BELAJAR