Morfologi Pendekatan Generatif

42
A. PENDAHULUAN Secara ontologi lingusitik adalah ilmu yang mengkaji bahasa secara umum. Dalam kajian linguistik dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu linguistik mikro dan makro. Terlepas dari pembagian itu, dalam makalah ini akan membahas secara khusus mengenai kajian morfologi yaitu kajian kata dan struktur kata dalam tataran linguistik. Bahasa yang berkapasitas sebagai alat komunikasi, dalam mencapai kebaikan dan kebenaran pemahaman kata itu sendiri perlunya pengkajian secara mendalam tentang ontologi, aksiologi dan epistemologi morfologi. Berdasarkan hal tersebut dalam pengkajian morfologi secara umum mempelajari tentang kata. Dalam buku Morfologi Bahasa Indonesia suatu pendekatan proses, Abdul Chaer, (2008: 3) Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk. Di dalam kajian linguistik morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata, sedangkan dalam ilmu biologi, morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk sel- sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup’. Terlepas dari adanya makna morfologi dalam beberapa kajian ilmu, dalam hal ini yang menjadi titik fokus dalam 1

Transcript of Morfologi Pendekatan Generatif

A. PENDAHULUAN

Secara ontologi lingusitik adalah ilmu yang

mengkaji bahasa secara umum. Dalam kajian

linguistik dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu

linguistik mikro dan makro. Terlepas dari pembagian

itu, dalam makalah ini akan membahas secara khusus

mengenai kajian morfologi yaitu kajian kata dan

struktur kata dalam tataran linguistik. Bahasa

yang berkapasitas sebagai alat komunikasi, dalam

mencapai kebaikan dan kebenaran pemahaman kata itu

sendiri perlunya pengkajian secara mendalam tentang

ontologi, aksiologi dan epistemologi morfologi.

Berdasarkan hal tersebut dalam pengkajian morfologi

secara umum mempelajari tentang kata.

Dalam buku Morfologi Bahasa Indonesia suatu

pendekatan proses, Abdul Chaer, (2008: 3) Secara

etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang

berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’.

Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ‘ilmu

mengenai bentuk. Di dalam kajian linguistik

morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan

pembentukan kata, sedangkan dalam ilmu biologi,

morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-

sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup’. Terlepas dari

adanya makna morfologi dalam beberapa kajian ilmu,

dalam hal ini yang menjadi titik fokus dalam

1

makalah ini adalah bagaimana kajian morfologi

generatif dalam tataran kajian linguistik.

Berbicara mengenai morfologi, kita tidak lepas dari

pembicaraan mengenai proses pembentukan kata dan

struktur-struktur kata dalam bahasa seperti proses

afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan konvensi,

akronimisasi dan penyerapan. Hal inilah yang

menjadi titik fokus dalam makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari pendahuluan di atas, yang menjadi rumusan

pembahasan dalam makalah ini yakni

1. Memahami pengertian dan hakikat morfologi dalam

kajian linguistik?

2. Bagaimana bentuk-bentuk morfem dan pembagiannya

dalam bahasa Indonesia?

3. Bagaimana klasifikasi morfem-morfem (kata) dalam

bahasa Indonesia.

4. Bagaimana proses morfologi dalam pembentukan

kata?

5. Bagaimana morfologi generatif menggunakan model

pendekatan Halle?

C. TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, hal yang

menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk memahami pengertian morfologi dalam kajian

ilmu linguistik.

2

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk morfem dan

pembagiannya dalam bahasa Indonesia.

3. Untuk mengetahui klasifikasi kata dalam bahasa

Indonesia.

4. Untuk mengetahui dan memahami proses-proses

morfologi dalam pembentukan kata.

5. Untuk mengetahui morfologi generatif menggunakan

model pendekatan Halle.

D. PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Hakikat Morfologi

Seperti fonologi merupakan cabang linguistik

yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa

sebagai bunyi, maka morfologi merupakan cabang

linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan

dasar sebagai satuan gramatikal (Verhar, 2012:

97).

Dalam buku Morfologi Bahasa Indonesia suatu

pendekatan proses, Abdul Chaer, (2008: 3), Secara

etimologi kata morfologi berasal dari kata morf

yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti

‘ilmu’. Jadi secara harfiah kata morfologi

berarti ‘ilmu mengenai bentuk.

Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat

disimpulkan bahasa morfologi adalah cabang

linguistik yang membahas tentang satuan bentuk

dasar kata dan pembentukan kata. Mengenai

3

hakikat morfologi secara hirarki dalam kajian

linguistik berada diantara kajian fonologi dan

kajian sintaksis. Sebagai kajian yang terletak

diantara kajian fonologi dan sintaksis, maka

kajian morfologi memiliki kaitan baik dengan

fonologi dan sintaksis. Dengan adanya keterkaitan

itu maka ada kajian mengenai morfofonemik yaitu

ilmu yang mengkaji terjadinya perubahan fonem

akibat adanya proses morfologi. Seperti tampak

pada fonem /y/ diberi kata dasar hari bila diberi

sufiks –an.

Hari + an = (hariyan)

Atau pindahnya konsonan /b/ pada kata jawab apabila

diberi sufiks –an

Jawab – an = (ja.wa.ban)

Kemudian keterkaitan morfologi dengan

sintaksis tampak dengan adanya kajian disebut

morfosintaksis. Keterkaitan ini karena adanya

masalah, morfologi yang perlu dibicarakan bersama

masalah sintaksis. Misalnya dalam kajian

morfologi kata merupakan satuan terbesar,

sedangkan dalam kajian sintaksis kata merupakan

satuan terkecil dalam pembentukan kalimat atau

satuan sintaksis lainya. Jadi satuan bahasa yang

disebut kata itu menjadi objek dalam kajian

morfologi dan kajian sintaksis.

4

2. Bentuk-Bentuk Morfem dan Pembagiannya Dalam

Bahasa Indonesia

Dalam kajian morfologi biasanya dibedakan

adanya beberapa morfem berdasarkan kriteria

tertentu, seperti kriteria kebebasan, keutuhan,

makna, dan sebagainya (Abdul Chaer, 2008: 16-17).

a. Berdasarkan kebebasannya untuk digunakan

secara langsung bentuk-bentuk morfem dapat

dibagi menjadi dua bagian yaitu morfem bebas

dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem

yang dapat digunakan dalam tuturan. Misalnya,

morfem {pulang}, {merah}, {pergi} dan lain

sebagainya. Sedangkan morfem terikat adalah

morfem yang harus terlebih dahulu bergabung

dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam

pertuturan. Dalam hal ini semua afiks dalam

bahasa Indonesia merupakan morfem terikat.

Disamping itu juga banyak juga morfem terikat

yang berupa morfem dasar seperti morfem,

{henti}, {juang}, dan {geletak}.

Contoh

- Morfem bebas = pulang, pergi dan lain

sebagainya.

- Morfem terikat = ter + henti = terhentikan

5

Terkait dengan bentuk morfem terikat ada

beberapa catatan yang perlu diperhatikan

sebagai berikut:

1. Bentuk prakategorial yaitu bentuk-bentuk

yang belum memiliki kategori sehingga tidak

dapat digunakan dalam petutur, seperti gaul,

juang dan henti.

2. Kelompok prakategorial yaitu kelompok kata

yang pada penggunaanya di dalam kalimat

harus terlebih dahulu diberi prefik me-,

prefik di-, dan prefik ter- seperti kata beli,

baca, dan tulis. Dalam kalimat omperatif memang

tanpa imbuhan bentuk-bentuk tersebut dapat

digunakan.

3. Morfem unik yaitu bentuk renta hanya muncul

dalam tua renta, kerontang yang hanya muncul

dalam kering kerontang, dan kuyup yang hanya

muncul dalam basah kuyup.

4. Morferm klitika yaitu bentuk morfem yang

agak sukar ditemukan statusnya, apakah

morfem bebas atau morfem terikat seperti

ku-, -ku, -mu, dan –nya. Dilihat dari

posisnya adanya Proklitika (ku-) dan

enklitika (-mu, dan –nya).

Contoh:

Proklitika = bentuk ku- pada bawa = kubawa

6

Enklitika = bentuk –ku dan –nya pada buku =

bukuku/bukunya

5. Preposisi dan konjungsi yaitu secara

morfologis termasuk morfem bebas, tetapi

dalam sintaksis termasuk morfem terikat

seperti, dan, oleh, karena, dan di.

6. Proleksem yaitu bentuk sepeti a (asusila),

dwi (dwibahasa), dan ko (kopilot).

b. Berdasarkan keutuhan bentuknya dapat dibedakan

menjadi dua yaitu morfem utuh dan morfem

terbagi.

- Morfem utuh yaitu semua morfem dasar baik

terikat maupun bebas, serta prefik, infiks

dan sufiks

- Morfem terbagi yaitu morfem yang fisiknya

terbagi atau disisipi morfem lain seperti

semua konfiks (ke-an, ke-andan per-an)

Catatan :

Klofiks (akronim dari kelompok afiks)

Contoh : ber-an pada kata dasar pakai =

berpakaian

Konfiks (awalan dan akhiran)

Contoh : ber-an pada kata dasar muncul =

bermunculan

Infiks (sisipan)

7

Contoh : -el- pada kata dasar tunjuk = t-el-

unjuk = telunjuk

c. Berdasarkan kemungkinan menjadi dasar dalam

pembentukan kata dapat dibedakan menjadi dua

yaitu morfem dasar dan morfem afiks.

- Morfem dasar adalah morfem yang dapat

menjadi dasar dalam suatu proses morfologi

seperti morfem, {beli}, {makan}, dan

{merah}.

- Morfem afiks adalah morfem yang tidak dapat

menjadi dasar melainkan sebagai pembentuk

seperti, {-kan}, {me-}, dan {pe-an}.

d. Berdasarkan jenis fonem yang membentuknya

dibedakan adanya morfem segmental dan

suprasegmental (nonsegmental)

- Morfem segmental yaitu morfem yang dibentuk

dari morfem-morfem segmental. Seperti

{lihat}, {ter-}, {sikat}, dan {-lah}.

- Morfem suprasegmental yaitu morfem yang

dibentuk dari nada, tekanan, durasi, dan

intonasi. Dalam bahasa Indonesia tidak

ditemukan morfem suprasegmental tetapi dalam

bahasa Cina, Thai dan Burma.

e. Berdasarkan kehadirannya secara konret

dibedakan menjadi dua yaitu morfem wujud dan

morfem takwujud

8

- Morfem wujud yaitu morfem yang secara nyata

ada seperti, {makan}, {kapal} dan lain

sebagainya.

- Morfem takwujud yaitu morfem yang

kehadirannya tidak nyata. Morfem takwujud

ini dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan

tetapi ditemukan pada bahasa Inggris.

f. Berdasarkan ciri semantiknya morfem dibedakan

menjadi dua bagian yaitu morfem bermakna

leksikal dan morfem bermakna tak leksikal

- Morfem bermakna leksikal yaitu morfem yang

di dalam dirinya secara inheren telah

memiliki makna, seperti {makan}, {pulang},

dan {pergi}.

- Morfem tak bermakna leksikal yaitu morfem

yang tidak dapat menjadi unsur dalam

pertuturan seperti, {ber-}, {ke-} dan

{ter-}.

3. Klasifikasi Morfem (Kata) Dalam Bahasa Indonesia

Secara tradisional kata-kata dikelompokkan

atau diklasifikasikan berdasarkan kriteria

semantik dan kriteria fungsi (Abdul Chaer, 2008:

64). Klasifikasi semantik digunakan untuk

mengklasifikasikan kelas verba (V), kelas Nomina

(N), dan kelas Adjektiva (A), lalu kriteria

fungsi digunakan untuk menentukan kelas

9

preposisi, kelas konjungsi dan lainnya. Ketika

kita membicarakan kelas kata dalam bahasa

Indonesia, pertama-pertama yang harus kita

lakukan adalah membedakan antara kelas-kelas kata

terbuka dan kelas kata tertutup. Kelas-kelas kata

terbuka adalah kelas kata yang anggotanya dapat

bertambah atau berkurang sewaktu-waktu berkenaan

dengan perkembangan ocial budaya yang terjadi

dalam masyarakat penutur suatu bahasa.

Kata yang termasuk dalam kelas-kelas kata

terbuka adalah kelas kata verba, nomina dan

adjektifa. Seperti memonitor (verba), komputer

(nomina) dan inkarnasi (adjektifa). Sedangkan

kelas-kelas kata yang termasuk dalam kelas kata

tertutup adalah keals kata pronomina, adverbial,

preposisi, konjungsi, artikula, interjeksi dan

partikel. Yang jumlahnya dari dulu tidak pernah

bertambah. Dari kelas kata tertutup ini boleh

dikatakan tidak pernah menjadi dasar dalam suatu

proses morfologi. Sebaliknya kelas kata yang

terbuka dapat menjadi dasar dalam proses

morfologi. Untuk lebih jelasnya mengenai kelas-

kelas kata terbuka dan kelas-kelas kata tertutup

berikut akan diuraikan sesuai dengan ciri, sifat

dan jenisnya:

10

a. Kelas-Kelas Kata Terbuka

1. Nomina (Kata Benda)

Ciri-cirinya

a. Tidak dapat didahului oleh adverbial

negasi tidak

Contoh: tidak (kucing, kerbau, ayam dan

lainnya)

b. Tidak dapat didahului oleh adverbial

derajat agak (lebih, sangat dan paling).

Contoh: agak, sangat, paling (kucing, batu,

rumah dan lainya).

c. Tidak dapat didahului oleh adverbial

keharusan wajib.

Contoh: wajib (rumah, ayam, kambing, pensil

dan lainya).

d. Dapat didahului oleh adverbial yang

menyatakan jumlah seperti, satu, sebuah,

sebatang, dan sebagainya.

Contoh: satu, sebatang, sebuah, (kambing, batu,

apel dan lainnya).

e. Dari segi bentuk nomina turunan dapat

dikenal dari afiks-afiks yang diimbuhkan

pada kata dasar nominanya seperti:

(1) Berprefiks

pe- (pepohonan, perumahan) dll.

per- (perkebunan, perpiring) dll.

11

(2) Berkonfiks

pe-an (pe-rumah-an) dll.

per-an (per-kebun-an) dll.

ke-an (ke-kenbun-an) dll.

(3) Bersufiks

an- (batu-an) dll.

2. Verba (Kata Kerja)

Ciri-cirinya

a. Dapat didampingi negasi tidak dan tanpa

Contoh: tidak, tanpa (dating, pergi, makan)

dll.

b. Dapat didampingi oleh semua adverbial

frekuensi dan adverbial bilangan, seperti

sering, jarang, dan kadang-kadang

Contoh: sering, jarang, kadang-kadang, kurang,

sedikit (datang, makan, pulang) dll.

c. Tidak dapat didampingi oleh kata bilangan

dengan penggolongannya.

Contoh:

sebuah *datang

dua butir *membaca dll.

d. Tidak dapat didampingi oleh semua

adverbial derajat seperti, agak, cukup, lebih,

kurang, sangat, sekali, sedikit, paling

Agak *membaca

Cukup *dating dll

12

e. Dapat didampingi oleh semua adverbial

kala (tenses)

Contoh:

Sudah makan

Sedang makan

Tengah membaca

Lagi tidur

Akan pulang

Hendak pergi

Mau pergi

f. Dapat didampingi oleh semua adverbial

keselesaian

Contoh:

Belum mandi

Baru datang

Sedang makan

Sudah pulang

g. Dapat didampingi oleh semua adverbial

keharusan

Contoh

Boleh mandi

Harus pulang

Wajib datang

h. Dapat didampingi oleh semua anggota

adverbia kepastian

Contoh

13

Pasti pulang

Tentu datang

Mungkin pergi

Barangkali tahu

i. Secara morfologi penurunan katanya

mendapatkan afiksasi yakni:

(1) berprefiks ber- (berbicara)

berkonfiks ber-an (berhadapan)

berklofik ber-an (berbermunculan)

berklofiks ber-kan (bersenjatakan)

(2) berprefiks me-

berklofiks me-kan

berklofiks me-i

berklofiks memper-

berprefiks me- dan konfiks per-kan

berprefiks me- dan berkonfiks per-i

berprefiks di-, ter, dan zero

( dalam bentuk pasif).

j. Dalam kedudukannya sebagai predikat dapat

dibedakan menjadi dua yakni

(1) Verba transitif yakni verba yang

memiliki objek

(2) Verba intransistif yakni verba yang

tidak memiliki objek.

k. Secara semantik verba dapat dibedakan

menjadi dua yakni

14

(1) Verba tindakan yakni verba yang

mengandung perbuatan yang dilakukan

oleh subjek. Seperti, dia makan

(2) Verba kejadian, yakni verba yang

mengandung pengertian adanya peristiwa

yang menimpa subjek, seperti, gunung

itu meletus.

(3) Verba keadaan, yakni verba yang

mengandung pengertian sebagai keadaan

yang dirasakan oleh subjek, seperti

mereka takut kepada pejabat pemerintah.

3. Adjektiva (kata sifat)

Ciri-cirinya

a. Tidak dapat didampingi oleh adverbia

frekuensi sering, jarang dan kadang-kadang

Sering indah

Jarang tinggi

Kadang-kadang besar

b. Tidak dapat didampingi oleh adverbia

jumlah

Banyak bagus

Sedikit baru

Sebuah indah

c. Dapat didampingi oleh semua adverbial

derajat

Agak tinggi

15

Cukup mahal

Lebih bagus

Sangat indah

Sedikit kecil

Jauh sekali

Paling mulia

d. Dapat didampingi oleh adverbia kepastian

pasti, tentu, mungkin dan barangkali.

Pasti indah

Tentu baik

Mungkin buruk

Barangkali cantik

e. Tidak dapat diberi adverbial kala

(tenses) hendak dan mau

Hendak indah

Mau tinggi

f. Secara morfologis adjektiva yang berupa

kata turunan dapat dikenali sufiks-sufiks

yang berasal dari bahasa asing seperti:

al : gramatikal, factual, ideal

il : prinsipil, idiil, material

ial: alamiah, ruhaniah, harfiah

if: efektif, kalifikatif, kualitatif,

administrative

ik : mekanik, patriotik, heroik

is : teknis, kronologis, pancasilais

16

istis : matematis, optimistis, egoistis

i : islami, jasadi, alami

wi : duniawi, surgawi, kimiai

ni : grejani

b. Kelas Kata Tertutup

Berikut beberapa kelas kata tertutup yaitu:

1. Adverbial (kata keterangan)

Dalam berbagai buku tata bahasa,

adverbial ini disebut kata keterangan atau

kata keterangan tambahan. Adverbial juga

sering disebut kata yang bertugas

mendampingi nomina, verba dan adjektiva.

Adverbial pada umumnya berupa bentuk dasar.

Sedikit sekali yang berupa kata bentukan.

Yang berupa kata bentukan ini secara

morfologi dapat dikenali dari bentukan yang:

(1) Berprefiks se- (sejumlah, sebagian,

seberapa dan semoga)

(2) Berprefiks se- dengan reduplikasi

(sekali-kali, semena-mena)

(3) Berkonpiks se-nya (sebaiknya,

seharusnya, sesungguhnya, sebiasanya)

(4) Berkonpiks se-nya dengan reduplikasi

(selambat-lambatnya, secepat-cepatnya,

sedapat-dapatnya)

17

Dilihat dari segi semantik, dapat

dilihat adanya kata-kata yang berkelas

adverbial yaitu (1) memiliki komponen makana

[+ negasi] seperti kata-kata seperti, tidak,

bukan, tanpa dan tiada yang bertugas menegasika

kata verba dan adjektiva, (2) memiliki

komponen makana [+frekuensi] seperti kata-

kata, sering, jarang, kadang-kadang, biasa, sekali-kali,

acapkali, dan selalu yang hanya biasa digunakan

untuk kelas kata verba, (3) memiliki

komponen makana [+kuantitas] seperti kata,

banyak, sedikit, cukup, kurang, semua, seluruh, sebagian

dan beberapa. (4) memiliki komponen makana

[+kualitas] atau [+derajat] seperti kata,

agak, cukup, lebih, kurang, sangat, paling, sedikit dan

sekali. (5) memiliki komponen makana [+waktu]

atau [+kala] seperti kata, sudah, sedang, lagi,

tengah, akan, hendak, dan mau. (6) memiliki

komponen makna [+keselesaian] seperti kata,

sudah, belum, baru, dan sedang) (7) memiliki makna

[+pembatasan] seperti kata, hanya dan saja (8)

memiliki makna [+keharusan] seperti kata,

boleh, wajib, harus, dan mesti (9) memiliki makna

[+kepastian] seperti kata, pasti, tentu, mungkin,

dan barangkali.

2. Pronominal (kata ganti)

18

Secara lazim pronominal dapat dibedakan

menjadi macam yaitu:

a. Kata ganti diri

Yaitu pronominal yang menggantikan nomina

orang atau yang diorangkan, baik berupa

nama diri atau bukan nama diri. Kata

ganti diri ini dibedakan menjadi tiga

yaitu (1) kata ganti diri orang pertama

tunggal (saya, aku, kami dan kita), (2) kata

ganti orang kedua tunggal (kamu dan engkau,

kalian, semua sekalian), (3) kata ganti orang

ketiga (ia, dia, nya, dan mereka).

b. Kata ganti penunjuk (pronominal

demontratifa)

Yaitu kata ini dan itu yang digunakan untuk

menggantikan nomina (frase nomina atau

lainya) sekaligus dengan penunjuknya.

c. Kata ganti Tanya (pronominal interogatif)

Yaitu kata yang digunakan untuk bertanya

atau menanyakan sesuatu (nomina atau yang

dianggap konstruksi nomina) seperti kata-

kata, apa, siapa, kenapa, mengapa, berapa,

bagaimana, dan mana.

d. Pronominal tak tentu

Yaitu kata-kata yang digunakan untuk

menggantikan nomina yang tidak tentu.

19

Seperti kata-kata, seseorang, salah seorang,

siapa, siapa saja, setiap prang, masing-masing, suatu,

sesuatu, salah satu, beberapa, dan sewaktu-waktu.

3. Numeralia (kata bilangan)

Yaitu kata-kata yang menyatakan

bilangan, jumlah, nomor, urutan dan

himpunan. Seperti kata-kata, satu, dua, tiga, lima

dan seterusnya.

4. Preposisi (kata depan)

Yaitu kata-kata yang digunakan untuk

merangkaikan nomina dengan verba di dalam

suatu klausa. Secara semantik preposisi

menunjukkan makana (1) Tempat berada seperi

di, pada, dalam, atas, dan antara, (2) Arah asal

seperti preposisi dari. (3) Arah tujuan

seperti preposisi ke, kepada, akan dan terhadap,

(4) Pelaku seperti preposisi oleh, (5) Alat

seperti preposisi dengan dan berkat, (6)

Perbandingan seperi preposisi daripada, (7)

Hal atau masalah seperti preposisi, tentang

dan mengenai, (8) Akibat seperti preposisi,

hingga/sehingga dan sampai, (9) Tujuan seperti

preposisi, untuk, buat, guna dan bagi.

5. Konjungsi (kata penghubung)

Yaitu kata-kata yang menghubungkan

satuan-satuan sintaksis, baik antara kata

20

dengan kata, antara frase dengan frase,

antara klausa dengan klausa, atau kalimat

antara kalimat. Dilihat dari tingkat

kedudukannya dapat dibedakan menjadi dua

yaitu

(1) Konjungsi koordinatif

Yaitu konjungsi yang menggabungkan dua

unsur kalimat atau lebih yang keduanya

sederajat atau setara. Seperti konjungsi

dan, atau, dengan dll.

(2) Konjungsi subordinatif

Yaitu konjungsi yang menghubungkan dua

unsur kalimat (klausa) yang keduaya tidak

sederajat. Seperti konjungsi, sebab, karena,

bilamana, apabila dll.

(3) Konjungsi antarkalimat

Yaitu konjungsi yang digunakan utnuk

menghubungkan kalimat yang satu dengan

kalimat yang lain yang berada dalam satu

paragraf. Seperti konjungsi, oleh sebab itu,

kalau begitu, dengan demikian dll.

6. Artikula (kata sandang)

Yaitu kata-kata yang berfungsi sebagai

penentu atau mendefinisikan sesuatu nomina,

adjektiva, atau kelas kata lain. Seperti

artikula si, dan sang.

21

7. Interjeksi

Yaitu kata-kata yang mengungkapkan

perasaan batin, misalnya, karena kaget,

marah, terharu, kangen, kagum, sedih, dan

sebagainya. Seperti kata-kata, wah, cih, hai, oi,

oh, nah, dan dah.

4. Proses Morfologi dalam Pembentukan Kata

4.1. Afiksasi

4.1.1. Pembentukan Verba

Afiksasi adalah salah satu proses dalam

pembentukan kata turunan baik berkategori

verba, berkategori nomina maupun yang

berkategori ajektiva (Abdul Chaer

2008:106). Adapun afiks-afiks pembentuk

verba adalah:

a. Prefiks ber- (berjuang, bekerja,

berpakaian, berkeluh-kesah, bertemu

muka)

b. Konfiks dan klofiks ber-an

(bermunculan, berpakaian)

c. Klofiks ber-kan (bermodalkan,

bersenjatakan, berdalilkan)

d. Sifiks –kan (lemparkan, robohkan,

laksanakan)

e. Sufiks –i (gulai, hubungi, surati)

22

f. Prefiks per- (persingkat, perketat,

perdalam)

g. Konfiks per-kan (persiapkan,

pertemukan, pertunjukkan)

h. Konfiks per-i (perbaiki, perdayai,

perlengkapi)

i. Prefiks me- (merakit, membina, menulis,

mengirim, mengebom)

j. Prefiks di- (dimaksud)

k. Prefiks ter- (terangkat, terbaca,

tertinggi, terpasang, teringat)

l. Prefiks ke- (kebaca, ketipum ketabrak,

kebawa, ketangkap)

m. Konfiks ke-an (kebakaran, kehijauan)

4.1.2. Afiksasi Pembentukan Nomina

Kata-kata berkelas nomina, selain

berbentuk akar (nomina) banyak pula yang

terbentuk melalui proses afiksasi.

Pembentukan dengan afiksasi ini ada yang

dibentuk langsung dari akar, tetapi

sebagian besar dibentuk dari akar melalui

kelas verba dari akar itu. Berikut aifiks-

afiks pembentuk nomina turunan adalah:

a. Prefiks ke- (ketua, kekasih, kehendak)

b. Konfiks ke-an (kehutanan, kecamatan,

keberanian)

23

c. Perefiks pe- (perawat, pembantu,

pendidik, pencuri, penghibur, pengetes)

d. Konfiks pe-an (perawatan, pembakaran,

pendengaran, pengetikan)

e. Konfiks per-an (perdagangan,

perkantoran, pertemuan)

f. Sufiks –an (tulisan, tahanan, saringan,

mingguan)

g. Sufiks –nya (nasinya, luasnya,

datangnya)

h. Prefiks ter- (terdakwa, tergugat,

tertuduh, tersangka, terhukum,

terpidana)

i. Berinfiks –el-, -em-, dan –er- (telapak,

gemetar, gerigi, gendering)

j. Bersufiks asing –in, -at, -ah, -si, -

ika, ir, -ur, -us, -isme, -sasi, -or,

(muslimin, hadirat, hafizah, matematika,

importer, redaktur, politikus,

kapitalisme, organisasi, diktator)

4.1.3. Afiksasi Pembentukan Adjektiva

Adapun afiks-afiks pembentukan adjektiva

adalah

a. Berprefiks pe- (pemalu, penakut,

pengecut, pemberani)

24

b. Berprefiks se- (secantik, sepintar,

semahal, setinggi)

c. Bersufiks –an (tinggian, pintaran,

nakalan, mahalan)

d. Berprefiks ter- (termahal, terbesar,

terbodoh)

e. Berkonfiks ke-an (kebiruan, kehitaman,

kekuningan, kesedihan)

f. Berklofiks me-kan (memilukan,

menakutkan, memalukan)

g. Berklofiks me-i (mengagumi, mencintai,

menghormati)

h. Berkomponen makna ( + keadaan) (merah,

kuning, untung, rugi)

i. Adjektiva dengan “afiks” serapan (if,

ika, is, istis, al, il, (Belanda) dan I,

iah, wi, in, at (Arab) seperti kata,

objektif, patriotik, kronologis,

optimistis, material, prinsipil

(Belanda) dan rohani, islamiah, ukhrawi,

mukminin, muslimat (Arab).

4.2. Reduplikasi

Reduplikasi merupakan bentuk satuan

kebahasaan yang terdapat dalam bahasa di

dunia. Dalam bahasa Indonesia reduplikasi

merupakan mekanisme yang penting dalam

25

pembentukan kata, di samping afiksasi,

komposisi dan akronim (Abdul Chaer,

2008:178). Berikut beberapa reduplikasi

dalam kebahsaan yaitu.

a. Reduplikasi Fonologi

Reduplikasi fonologi berlangsung terhadap

dasar yang bukan akar atau terhadap

bentuk yang setatusnya lebih tinggi dari

akar. Status bentuk yang diulang tidak

jelas, dan reduplikasi fonologi ini tidak

menghasilkan makna gramatikal, melainkan

makna leksikal. Yang termasuk reduplikasi

fonologis ini adalah bentuk:

Kuku, dada, pipi, cincin, dan sisi

Foya-foya, tubi-tubi, semak-semak, anai-anai dan

anai-anai

Laba-laba, kupu-kupu, paru-paru, onde-onde dan

rama-rama

Mondar-mandir, luntang-lantung, lunggang-

langgung, kocar-kacir dan teka-teki.

b. Reduplikasi sintaksis

Yaitu proses pengulangan terhadap sebuah

dasar yang biasanya berupa akar, tetapi

menghasilkan satuan bahasa yang statusnya

lebih tinggi daripada sebuah kata.

Contoh:

26

Panas memang panas rasa hariku karena

tingkah lakunya kemarin

Besok-besok kamu boleh datang ke sini.

c. Reduplikasi semantik

Pengulangan “makna” yang sama dari dua

buah kata yang bersinonim.

Contoh: alim ulamak, cerdik cendikia, segar bugar,

tua renta, gelap gulita dan kering mersik.

d. Reduplikasi morfologis

Reduplikasi morfologi dapat terjadi pada

bentuk dasar yang berupa akar, berupa

bentuk berafiks, dan berupa bentuk

komposisi.

(a) Pengulangan akar

Bentuk dasar yang berupa akar memiliki

empat macam proses yaitu (1) berupa

pengulangan utuh seperti, meja-meja,

kuning-kuning, makan dll, (2) berupa bentuk

pengulangan sebagian, seperti leluhur

(luhur-luhur), lelaki (laki-laki), jejari (jari-jari),

tetangga (tangga-tangga dll. (3) bentuk

pengulangan dengan perubahan bunyi,

seperti, bolak-balik, kelap-kelip, lauk-pauk,

sayur-mayur, serba-serbi, dll. (4) pengulangan

bentuk infiks seperti, turun-temurun, tali-

temali, sinar-seminar, gunung-gemunung.

27

(b) Pengulangan dasar berafiks

Berikut beberapa proses reduplikasi

dengan afiksai

(1) Akar berprefiks ber- (berlari-lari,

berhari-hari, berputar-putar dll)

(2) Akar berkonfiks ber-an (berpeluk-

pelukan, berlari-larian, bersenggol-

senggolan dll)

(3) Akar berprefiks me- (menembak-

nemabak, tembak-menembak)

(4) Akar berklofiks me-kan (membeda-

bedakan, melebih-lebihkan dll)

(5) Akar berklofiks me-i (mengurang-

ngurangi, melempar-lempari,

menembak-nembaki dll)

(6) Akar berprefiks pe- (Pembina-

pembina, pemuda-pemuda, pembaca-

pembaca dll)

(7) Akar berkonfiks pe-an (penjelasan-

penjelasan, pembinaan-pembinaan,

pelatihan-pelatihan dll)

(8) Akar bekonfiks per-an (peraturan-

peraturan, perdebatan-perdebatan,

pertokoan-pertokoan dll)

28

(9) Akar bersufiks an (aturan-aturan,

biji-bijian, mobil-mobilan kucing-

kucingan dll)

(10) Akar berprefiks se- (sedikit-

sedikit, sekali-sekali, sebaik-baik,

sejauh-jauh dll)

(11) Akar berprefiks ter- (tertawa-tawa,

tertawa-tawa, tersenyum-senyum dll)

(12) Akar berkonfiks se-nya (sebaik-

baiknya, sedapat-dapatnya, setinggi-

tingginya dll)

(13) Akar berkonfiks ke-an ( kebiru-

biruan, kehijau-hijauan, keputih-

putihan dll)

(14) Akar berinfiks –em- (sinar-

seminar), -el- (tali-temali), -er-

(gigi-gerigi).

(c) Reduplikasi kompositum

Reduplikasi kompositum, gabungan kata,

kata majemuk dapat dilakukan secara

utuh dan reduplikasi dilakukan secara

sebagian.

(1) Reduplikasi secra utuh

Contoh

Buah bibir-buah bibir

Tua muda-tua muda

29

(2) Reduplikasi secara sebagian

Contoh

Surat kabar

Buku-buku agama dll

(d) Reduplikasi dasar nomina

Apabila dasar nomin direduplikasikan

antara lain, akan melahirkan makana

gramatikal yang menyatakan:

(1) Banyak (rumah-rumah)

(2) Banyak dan bermacam-macam (ketua-

ketua)

(3) Banyak dengan ukuran tertentu

(pengumuman-pengumuman)

(4) Menyerupai atau seperti (ancaman-

ancaman)

(5) Saat atau waktu (kesatuan-satuan)

(e) Reduplikasi dasar verba

Makna gramatikal yang dapat dihasilkan

dalam proses reduplikasi terhadap dasar

verba yaitu:

(1) Kejadian berulang kali (marah-

marah)

- dari tadi beliau marah-marah

(2) Kejadian berintensitas (berlari-

lari)

30

- mereka berlari-lari di halaman

sekolah

(3) Kejadian berbalasan (tembak-

menembak)

- terjadi tembak-menembak antara

pasukan Palestina dengan Israel

(4) Dilakukan tanpa tujuan (dasar)

- mari kita duduk-duduk di taman

belakang

(5) Hal tindakan

- saya menerima pekerjaan ketik-

mengetik di kantor

(6) Begitu (dasar)

- rupanya dia lapar sekali, pulang-

pulang mintamakan.

4.3. Komposisi

Komposisi adalah proses penggabungan

dasar dengan dasar (bisanya berupa akar

maupun bentuk berimbuhan) untuk mewadahi

satu “konsep” yang belum terpampang dalam

sebuah kata (Abdul Chaer, 2008: 209).

Komposisi adalah proses morfemis yang

menggabungkan dua morfem dasar (atau

pradasar) menjadi satu kata, (Verhar, 2008:

154).

31

Dilihat dari usaha menampung konsep-

konsep dalam kehidupan, ada lima macam

komposisi yaitu:

1. Komposisi yang menampung konsep-konsep

yang digabungkan sederajat, sehingga

membentuk komposisi yang koordinatif.

Contoh: baca tulis, pulang pergi, cantik

molek, jauh dekat, sawah lading dll.

2. Komposisi yang menampung konsep-konsep

yang digabung tidak sederajat sehingga

melahirkan komposisi yang subordinatif.

Contoh : sate ayam, sate pak halim, sate

lontong dll.

3. Komposisi yang menghasilkan istilah yakni

makna sudah pasti, sudah tentu, meskipun

bebas dengan konteks kalimatnya, karena

sebagai istilah hanya digunakan dalam

bidang ilmu atau kegiatan tertentu.

Contoh:

- Istilah olahraga (tolak peluru, bulu

tangkis, angkat besi dll)

- Istilah linguistik (morfem bebas, ide

pokok, kalimat inti dll)

- Istilah politik (hak peto, hak pilih, siding

hak prerogratif. dll)

- Istilah hukum (meja hijau, saksi sidang dll)

32

- Istilah pendidikan ( buku ajar, model

pembelajaran, modul ajar dll)

- Istilah agama (hadis sahih, zakat fitrah,

ibadah haji dll)

- Dan istilah-istilah lain dalam

kehidupan.

4. Komposisi pembentuk idiom, yakni

menggabungkan dasar dengan dasar yang

menghasilkan makna idiomatik, yaitu makna

yang tidak dapat diperidiksi secara

leksikal maupun gramatikal.

Contoh: meja hijau (pengadilan), gigit jari (tidak

mendapat apa-apa), tutup usia (meninggal) dll

5. Komposisi yang menghasilkan nama, yakni

yang mengacu pada sebuah maujud dalam

dunia nyata,

Contoh : stasiun gambir, selat sunda, gunung

berapi, kapal terbang dll.

5. Morfologi Generatif

5.1. Pengertian dan Batasan Morfologi Generatif.

Morfologi generatif merupakan sub bidang

tata bahasa generatif transformasi (TGT),

Chomsky (1965). Morfologi adalah bagian

integral dari komponen sintaksis. Dalam tata

bahasa generatif transformatif (TGT) standar

morfologi tidak merupakan suatu komponen yang

33

otonom melainkan bagian komponen sintaksis

Ba’dulu dan Herman (2005:27). Komponen

sintaksis terdiri dari subkomponen basis dan

subkomponen transformasi, komponen semantik

dan komponen fonologi (Chomsky, 1965). Scalice

(1983:16) menyatakan bahwa, pembentukan kata

terjadi seluruhnya dalam leksikon dan

ditangani oleh satu mekanisme khusus yang

disebut dengan kaidah pembentukan kata (word

formation rules). Analisis morfologi generatif

dilakukan dalam dua tingkatan, yaitu tingkatan

struktur batin dan tingkatan struktur lahir.

Berikut bagan dari teori standar Chomsky

(1965) yang menunjukkan bahwa morfologi

generatif adalah pengembangan dari subkomponen

leksikon dalam dasar.

Komponen SintaksisStruktur Batin

KomponenKom. DasarSemantik

Kom. Kategorial

Leksikon

--------------------

34

Komponen Struktur Lahir Komponen TransformasiFonologi

Diagram 1. Teori Chomsky (1965)

Diagram di atas mengacu pada uraian

Darjowidjojo (1988:31) dapat dibaca sebagai

berikut, bahawa standar TGT, terdiri dari tiga

komponen utama yakni, (1) sintaksis, (2)

semantik, dan (3) fonologi. Komponen semantik

sebagai sentral, selanjutnya komponen semantik

dan komponen fonologi merupakan penafsiran apa

yang dihasilkan komponen sintaksis. Di dalam

komponen sintaktis terdapat dua subkomponen

utama yaitu (1) subkomponen dasar dan (2)

subkomponen transformasi. Subkomponen dasar

akan menghasilkan tata bahasa struktur batin

(deep structure) yang menjadi masukan pada komponen

semantik. Struktur batin ini bisa berubah

(mengalami transformasi) untuk menghasilkan

struktur lahir (surface structure) yang kemudian

menjadi masukan pada komponen fonologi. Dalam

subkomponen dasar terdapat pula komponen

kategorial dan leksikon yang menghimpun

sejumlah kata dalam dalam bahasa Indonesia.

35

5.2. Pendekatan Morfologi Menggunakan Model

Teoritis Menurut Halle

Menurut model Halle (1973) dalam Scalise

(1984:31) bahwa morfologi generatif terdiri

dari subkomponen yakni (1) daftar morfem (list of

morphemes), (2) aturan pembentukkan kata (word

formation rules), (3) saringan (filter), dan (4)

kamus (dictionary of words). Berikut penyajiannya

dalam bentuk diagram:

Diagram 2. Model Halle (1973)

Diagram model Halle yang disajikan di atas

yang terdiri dari empat subkomponen dapat

diuraikan sebagai berikut:

Subkomponen pertama: daftar morfem (list of

morfem) disingkat (DM), terdapat beberapa jenis

36

Daftar

Morfem

AturanPembentukan

Kata

Saringan

Kamus

Fonologi

Sintaksis

morfem afiks yang mencakup dua jenis anggota

morfem yakni derivasional dan infleksional

morfem. Dalam DM setiap morfem dinyatakan

sebagai suatu gugus ruas fonologis dan

diberikan kurung berlabel. Refresentasi

nominal, verba dan sufiks dapat dinyatakan

sebagai berikut:

a. [home]

N

b. [discuss

] V

c. [-

ity]suf

“B.

Inggris”a. [meja]

N

b. [makan]

V

c. [-

an]suf

“B.

Indonesia”

Subkomponen kedua: aturan pembentukan kata

(word formation rules), disingkat dengan (APK) yang

menyatakan bagaimana morfem-morfem suatu

bahasa disusun dalam gugus-gugus untuk

membentuk kata-kata yang sesungguhnya dalam

bahasa itu. Dengan kata lain, APK harus mampu

menghasilkan semua kata yang diterima dalam

suatu bahasa dan mengeluarkan semua kata yang

berterima. Secara spesifik tugas APK akan

membentuk kata-kata baru berdasarkan satuan-

satuan dasar leksikon yang terdapat dalam DM

yaitu kata-kata yang benar ada (singkron) maupun

kata-kata yang bersifat potensial (potencial word)

37

yaitu bentuk satuan lingual yang belum ada

dalam realitas, akan tetapi diprediksi ada

dalam kenyataan dan memenuhi dalam proses APK.

Subkomponen ketiga: Saringan (filter). Tugas

utama komponen ini adalah suatu mekanisme yang

menangani idiosingkrasi (bersifat keadaan)

yang terdapat dalam suatu bahasa. Tidak semua

kata dapat diturunkan dengan menggunakan APK.

APK dapat membentuk kata-kata yang secara

fonologis, morfologis, sintaksis dan semantik

yang berterima, tapi tidak pernah muncul pada

struktur lahir. Selain itu tugas filter ialah

memarkahi bentukan-bentukan seperti dengan

cirri [-LI] yang berarti bentukan-bentukan

tersebut tidak dapat masukkan ke dalam

leksikon atau kamus dikarenakan non-eksisten

(non-existent).

Subkomponen keempat: Kamus (dictionary).

Kata-kata yang telah melalui saringan (filter)

membentuk kamus dari bahasa yang bersangkutan,

yang merupakan komponen terakhir dalam model

morfologi generatif. Semua kata, baik kata

ddasar maupun kata turunan yang dibentuk

melalui Aturan Pemebentukan Kata (APK) yang

telah melewati saringan (filter), dimasukkan

38

ke dalam kamus sebagai komponen terakhir dari

morfologi generatif.

Cara kerja model Halle dalam proses

pembentukan kata dapat digambarkan melalui

diagram sebagai berikut:

List OfMorphemes

WFR’s Filter Dictionary

(DM) (APK) (Saringan) (Kamus)

Diagram 3. Model Halle

Penjelasan Diagram 3.:

39

1. Friend

2. Makan

3. BoyHood

4. Reciteal

5. Montainalal

X[-LI]

X [-

[+idiosingkretis]

1. Kata friend masuk dalam kamus sebagaimana adanya,

yaitu melewati APK dan Filter tanpa mengalami

perubahan. Kata itu harus dicantumkan dalam DM,

karena diperlukan untuk pembentukan kata lain,

seperti friendly,

2. Kata “makan” masuk dalam kamu sebagaimana

adanya, dengan melewati APK dan Filter tanpa

mengalami perubahan, dapat dicantumkan dalam

DM, dan dapat diperlukan untuk pembentukan kata

lain seperti “makanan”

3. Kata boyhood tidak terdapat dalam DM: yang

ditemukan adalah boy dan hood kedua unsur ini

digabungkan olek APK, dan hasilnya yaitu boyhood

(masa kanak-kanak)

4. Kata recital dibenrtuk secara regular oleh APK,

seperti kata boyhood. Sebelum kata itu masuk ke

kamus, filter memberinya cirri-ciri

idiosingkretis yang menyangkut makna (yaitu,

perfomansi sebagai solois).

5. Kata montainal tidak dibentuk oleh APK, karena –

al hanya dapat dirangkaikan dengan verba

menurut kaidah bahasa inggris dan kata ini

tidak mungkin (non-ekstensi).

6. Kata “pohonwan” tidak dibentuk oleh APK sama

dengan kata montainal. Hanya dapat dirangkai

40

dengan nomina-nomina tertentu, seperi ilmumuan,

pahlawan.

E. SIMPULAN

Morfologi adalah cabang linguistik yang membahas

tentang satuan bentuk dasar kata dan pembentukan

kata. Mengenai hakikat morfologi secara hirarki

dalam kajian linguistik berada diantara kajian

fonologi dan kajian sintaksis. Dalam kajian

morfologi biasanya dibedakan adanya beberapa morfem

berdasarkan kriteria tertentu, seperti kriteria

kebebasan, keutuhan, makna, dan sebgainya.

Secara tradisional kata-kata dikelompokkan atau

diklasifikasikan berdasarkan kriteria semantik dan

criteria fungsi. Klasifikasi semantik digunakan

untuk mengkalasifikasikan kelas verba (V), kelas

nomina (N), dan kelas adjektiva (A), lalu kriteria

fungsi digunakan untuk menentukan kelas preposisi,

kelas konjungsi dan lainnya. Kelas kata dapat dibagi

menjadi dua bagian yaitu Kelas kata terbuka seperti,

nomina, verba dan adjektiva. Sedangkan kelas kata

tetutup yaitu, selain kata nomina, verba dan

adjektiva. Proses pembentukan kata dalam morfologi

melalui tiga proses yaitu (1) proses afiksasi (2)

Proses Reduplikasi dan (3) Proses Komposisi.

41

Morfologi generatif merupakan subbidang tata

bahasa generatif transformasi (TGT), Chomsky (1965).

Morfologi adalah bagian integral dari komponen

sintaksis. Dalam tata bahasa generatif transformatif

(TGT) standar morfologi tidak merupakan suatu

komponan yang otonom melainkan bagian komponen

sintaksis. Menurut model Halle (1973) dalam Scalise

(1984:31) bahwa morfologi generatif terdiri dari

subkomponen yakni (1) daftar morfem (list of morphemes),

(2) aturan pembentukkan kata (word formation rules), (3)

saringan (filter), dan (4) kamus (dictionary of words).

F. DAFTAR ISI

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan

Proses).Jakarta: PT. RINEKA CIPTA

Verhar, J.W.M. 2008. Asas-Asas Linguistik Umum.

Yokyakarta: Gajah Mada University Press.

Alwi, Hasan dkk. 2010. Tata Bahasa Baku Indonesia, Edisis

Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa Dan Balai Pustaka.

Zainuddin. 2012. “Morfologi Generatif: Suatu Tinjauan Teoritis”

Jurnal Ilmiah Disertasi di PPs. USU.

42