Inflamasi baru
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Inflamasi baru
MAKALAH
MATA KULIAH IMUNOLOGI
“INFLAMASI”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Imunologi
Nama :
Hidayatul Azizah
Nim:
1209005041
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT atas
segala berkat dan kuasa-Nya, sehingga dapat
diselesaikannya tugas makalah ini guna memenuhi tugas
mata kuliah Imunologi yang judul “Inflamasi”.
Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan
yang saya hadapi. Namun saya menyadari bahwa kelancaran
dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan orang tua, dosen imunologi dan
teman- teman saya. Sehingga kendala-kendala yang saya
hadapi teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada
pembaca khususnya para mahasiswa Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana. Saya sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Segala
kritik dan saran sangat saya harapkan demi kebaikan
dari makalah ini, dan tak lupa penulis ucapkan terima
kasih.
Denpasar, 29
November 2013
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................i
DAFTAR ISI........................................ii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL...........................iv
BAB 1. PENDAHULUAN ...............................1
1.1. Latar Belakang ........................1
1.2. Rumusan Masalah........................2
1.3. Tujuan.................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...........................3
2.1. .......................................Pengertian Inflamasi
.........................................3
2.2. .......................................Penyebab Inflamasi
.........................................4
2.2.1.Benda Fisik........................4
2.3.2.Bahan Kimiawi yang Korosif /
Toksik................................4
2.2.3....................................Benda Infektif
4
2.3.........................................Mekanisme Inflamasi
.........................................5
2.3.1.Inflamasi Akut.....................5
2.3.2.Inflamasi Kronis...................7
2.3.3.Akibat dari radang akut dan
kronik................................7
iii
2.4.........................................Tanda–tanda Inflamasi
.........................................9
2.4.1.Rubor..............................9
2.4.2....................................Kalor.
10
2.4.3....................................Dolor.
10
2.4.4.Tumor..............................10
2.4.5....................................Functio Laesa
11
2.5.........................................Proses Inflamasi Akut
.........................................11
2.5.1. Kontriksi dan Dilaktasi...........11
2.5.2....................................Emigrasi.
12
2.5.3....................................Kemotaksis.
13
2.5.4.Fagositosis........................14
2.5.5....................................Eksudasi.
15
2.6.........................................Macam- macam Sel dan Mediator Inflamasi
Kronik...................................16
2.6.1.Makrofag...........................16
2.6.2.Limfosit, sel plasma, eosinofil
dan sel mast..........................18
iv
2.6.3....................................Kerjasama seluler pada radang kronik.
19
2.6.4....................................Zat Zat / Bahan –bahan yang berperan
apabila terjadi radang................20
2.7.........................................Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan
Penyembuhan .............................20
BAB 3. PENUTUP....................................22
3.1 KESIMPULAN..............................22
3.2 SARAN..................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................23
v
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Daftar Gambar
Gambar 1. Tanda-tanda Inflamasi...................9
Gambar 2. Proses Inflamasi........................11
Gambar 3. Kontriksi dan Dilaktasi.................12
Gambar 4. Emigrasi................................13
Gambar 5. Kemotaksis..............................14
Gambar 6. Fagositosis.............................15
Gambar 7. Eksudasi................................15
Daftar tabel
Tabel 1. Tanda-tanda Inflamasi....................9
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap
inflamasi atau peradangan sebagai sesuatu yang tidak
diinginkan, karena inflamasi dapat menyebabkan keadaan
yang menggelisahkan. Tetapi inflamasi sebenarnya adalah
gejala yang menguntungkan dan merupakan suatu
pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan
pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan
nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk
perbaikan dan pemulihan.
Sifat menguntungkan dari reaksi inflamasi secara
dramatis diperlihatkan dengan apa yang terjadi jika
penderita tidak dapat menimbulkan reaksi inflamasi yang
dibutuhkan. Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis
tinggi obat-obatan yang mempunyai efek samping yang
menekan reaksi inflamasi. Dalam hal ini, , ada peluang
besar timbulnya infeksi yang sangat hebat, penyabaran
yang cepat atau infeksi yang mematikan, yang disebabkan
oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya.
Reaksi inflamasi itu sebenarnya adalah peristiwa
yang terkoodinasi dengan baik yang dinamis dan
kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi inflamasi, maka
jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki
1
mikrosirkulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis
luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan ditengah
jaringan, tetapi pada tepinya, yaitu antara jaringan
mati dan jaringan hidup dengan sirkulasi yang utuh.
Jika cidera yang langsung mematikan hospes, maka tidak
ada petunjuk adanya reaksi inflamasi, karena untuk
timbulnya reaksi inflamasi diperlukan waktu.
Sebab-sebab inflamasi banyak sekali dan beraneka
ragam, dan penting sekali untuk diketahui bahwa
inflamasi dan infeksi itu tidak bersinonim. Dengan
demikian, maka infeksi (adanya mikrooganisme hidup
dalam jaringan) hanya merupakan salah satu penyebab
dari inflamasi. Inflamasi dapat terjadi dengan mudah
steril sempurna, seperti waktu sebagian jaringan mati
karena hilangnya suplai darah. Karena banyaknya keadaan
yang mengakibatkan inflamasi, maka pemahaman proses ini
merupakan dasar bagi ilmu biologi dan kesehatan. Tanpa
memahami proses ini, orang tidak dapat memahami
prinsip-prinsip penyakit manular, pembedahan,
penyembuhan luka, dan respon terhadap berbagai trauma
atau prinsip-prinsip bagaimana tubuh menanggulangi
bencana kematian jaringan, sperti stroke, serangan
jantung dan sebagainya.
Walaupun ada banyak sekali penyebab inflamasi dan
ada berbagai keadaan dimana dapat timbulnya inflamasi,
kejadiannya secara garis besar cenderung sama, hanya
2
saja pada pada berbagai jenis inflamasi terdapat
perbedaan secara kuanntitatif. Oleh karena itu, reaksi
inflamasi dapat dipelajari sebagai gejala umum dan
memperlakukan perbedaan kuantitatif secara sekunder.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dibuat beberapa rumusan
masalah, antara lain:
1. Apa pengertian inflamasi?
2. Apa saja penyebab inflamasi?
3. Bagaimana mekanisme inflamasi?
4. Bagaimana tanda-tanda inflamasi?
5. Apa saja macam- macam sel dan mediator inflamasi
kronik ?
6. Bagaimana proses inflamasi akut?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi peradangan dan
penyembuhan?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang dapat disampaikan oleh penulis
terkait dengan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui pengertian inflamasi.
2. Mengetahui sebab inflamasi dapat terjadi.
3. Mengetahui mekanisme inflamasi.
4. Mengetahui tanda- tanda inflamasi.
5. Mengetahui macam- macam sel dan mediator inflamasi
kronik.
6. Mengetahui proses inflamasi akut.
3
7. Mengetahui faktor yang mempengaruhi peradangan dan
penyembuhan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Inflamasi
Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap
rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan
ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti
histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan
lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas,
nyeri, merah, bengkak dan disertai gangguan fungsi.
Inflamasi atau peradangan adalah suatu respon
protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab
awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik
yang diakibatkan oleh kerusakan asal Inflamasi
melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan,
menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya (misalnya
mikroba atau toksin). Inflamasi kemudian menggerakkan
berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan
menyusun kembali tempat terjadinya jejas. Dengan
demikian, inflamasi juga terkait erta dengan proses
perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan
regenerasi sel parenkim, dan atau dengan pengisian
setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut
fibrosa.
4
Pada saat respon radang meliputi suatu perangkat
kompleks berbagai kejadian yang sangat harmonis, garis
besar suatu inflamasi adalah sebagai berikut. Stimulus
awal radang memicu pelepasan mediator kimia dari plasma
atau dari jaringan ikat. Mediator terlarut itu, bekerja
bersama atau secara berurutan, memperkuat respon awal
radang dan mempengaruhi perubahannya dengan mengatur
respon vaskular dan selular berikutnya. Respon radang
diakhiri ketika stimulus yang membahayakan menghilang
dan mediator radang telah hilang, dikatabolisme atau
diinhibisi.
Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik :
nyeri (dolor), panas (kolor), kemerahan (rubor),
bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa).
Secara histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang
rumit, mencakup dilatasi arteriol, kapiler, dan venula,
disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah;
eksudasi cairan, termasuk protein plasma; dan migrasi
leukositik ke dalam fokus peradangan.
2.2. Penyebab Inflamasi
2.2.1. Benda Fisik
a) Benda – benda Traumatik :
Jarum
Pisau
Kapak
5
Tombak
Panah
Binatang buas
b) Suhu
c) Listrik
Voltase tinggi
d) Radiasi
Sinar X
Nuklir
2.2.2. Bahan Kimiawi yang Korosif / Toksik :
a. HNO3
b. H2SO4
c. Toksin : Bisa Ular / Kalajengking
2.2.3. Benda Infektif
a. Bakteri / Kuman / Basil
1) Golongan Kokus
a) Stafilokokus
b) Streptokokus
c) Meningokokus
d) Pneumokokus
e) Diplokokus
2) Golongan virus
a) RNA : Polio, rabies
b) DNA : HIV
3) Golongan Ricketsia
4) Golongan Klamidia
6
5) Golongan mikrobakterium :
a) KP
b) MH
b. Golongan Parasit
1) Malaria
2) Sifilis
3) Kencing tikus
4) Cacing : Cacing Kremi, cacing pita, cacing
tambang, cacing gelang
5) Elephanthiasis
c. Golongan Jamur- jamur
1) Kandida sp
2) Kriptokokus neoformans
3) Epidermophyta
4) Aspergyllus sp
5) Tinea : Ingunialis, Kapitis, Versikolor
2.3. Mekanisme Inflamasi
2.3.1. Inflamasi Akut
Yaitu reaksi jaringan terhadap cidera sel
yang berlangsung secara singkat, beberapa jam atau
beberapa hari dengan adanya perubahan vaskuler dan
eksudasi.
inflamasi akut adalah respon yang cepat dan
segera terhadap cedera yang didesain untuk
mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit
membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan
7
memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik.
Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut,
yaitu perubahan penampang dan struktural dari
pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.
Perubahan penampang pembuluh darah akan
mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan
terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah
mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit
meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal
dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan
selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol
lokal yang mungkin didahului oleh vasokonstriksi
singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat
aliran darah dalam kapiler yang telah berfungsi
meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler yang
sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca
kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras.
Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas
melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada
jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran darah
(hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh
perlambatan aliran darah, perubahan tekanan
intravaskular dan perubahan pada orientasi unsur-
unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya.
Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi waktu,
8
sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas.
Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit
setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak
setelah 10-30 menit.
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai
keluarnya protein plasma dan sel-sel darah putih ke
dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan
gambaran utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro
pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang
berkesinambungan berlapis endotel yang bercabang-
cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel
dilapisi oleh selaput basalis yang
berkesinambungan .
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan
hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke
dalam ruang jaringan interstisial dengan cara
ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya
konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan
osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik
kembali cairan pada pangkal kapiler venula.
Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit
cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir
dari ruang jaringan melalui saluran limfatik.
Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam,
dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton.
2.3.2. Inflamasi Kronis
9
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi
yang berdurasi panjang (berminggu-minggu hingga
bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan
dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan
penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang
akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan
infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan
radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel
mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel
plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi
proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan
fibrosis).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau
dua jalan. Dapat timbul menyusul radang akut, atau
responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan
radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila
respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen
penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan
pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang
kronik sejak awal merupakan proses primer. Sering
penyebab jejas memiliki toksisitas rendah
dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang
akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi
penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh
mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil
tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur
10
tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak dapat
hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila
suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6
minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak
kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat
alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak
artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik
sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi.
2.3.3. Akibat dari radang akut dan kronik
Akibat utama radang adalah perubahan jaringan.
Bisa berupa degenerasi, lisis jaringan, proliferasi
jaringan. Dipengaruhi antara lain oleh:
a. Faktor-faktor host
a) Usia:
muda
Remaja
Tua
b) Gizi : kwasiorkor
c) Penyakit – penyakit : DM
b. Faktor-faktor penyebab
a) Virulensi
b) Sifat - sifat/ kekhasan :
Streptokokus→hyaluronidase, enzim
proteolitik
11
c. Keuntungan Radang :
a) Pengenceran toxin
b) Antibodi masuk jaringan ekstravaskuler
c) Transportasi obat
d) Pembentukan fibrin
e) Penyaluran nutrien
f) Stimulasi respons imun
g) Lokasi jaringan yang rusak
h) Persiapan untuk pemulihan jaringan
d. Kerugian radang :
a) Jaringan normal dirusak
b) Sembab:epilogtis, rongga
c) Nyeri : gangguan fungsi
d) Ruptura organ
e) Fistula
f) Reaksi imun kurang tepat
g) Akibat penyakit : Glomerulonefritis
arthritis, bronchitis
h) Fibrosis berlebihan : keloid, obstruksi
usus, steril.
2.4. Tanda–tanda Inflamasi
12
Gambar 1. Tanda-tanda Inflamasi
2.4.1. Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama
yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan.
Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriola yang mensuplai darah ke daerah
peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah
mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler
meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti,
menyebabkan warna merah lokal karena peradangan
akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi
peradangan diatur oleh tubuh baik secara
neurogenik maupun secara kimia, melalui
pengeluaran zat seperti histamine.
2.4.2. Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan
kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya
terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan
normal lebih dingin dari 37 °C yaitu suhu di
dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi
14
lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang
disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena
lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah
normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat
pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di
dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut
sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal
tidak menimbulkan perubahan.
2.4.3. Dolor
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan
dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan
pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu
dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran
zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya
dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula
oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan
jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang
meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal
yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa
sakit.
2.4.4. Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan
sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan
dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-
15
jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan
sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut
eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi
peradangan sebagian besar eksudat adalah cair,
seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan
oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah
putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan
tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
2.4.5. Functio Laesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah
fungsi yang hilang. Functio laesa merupakan reaksi
peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum
diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya
fungsi jaringan yang meradang.
2.5. Proses Inflamasi Akut
16
Gambar 2. Proses Inflamasi
2.5.1 Kontriksi dan Dilaktasi
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi
arteriol lokal yang mungkin didahului oleh
vasokonstriksi singkat. Perubahan pembuluh
darah dan perlambatan aliran darah.
17
Gambar 3. Kontriksi dan Dilaktasi
2.5.2. Emigrasi
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah
putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah.
Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan
antar-sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan
antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi
leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan
antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa
perubahan nyata.
sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk
agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit
sendiri. Massa sel darah merah akan terdapat di
bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel
darah putih
pindah ke
bagian
tepi
18
(marginasi). Terjadi proses perpindahan sel darah
putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah
(emigrasi).
Gambar 4. Emigrasi
2.5.3. Kemotaksis
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit
bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas.
Migrasi sel darah putih yang terarah ini
disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat
berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis
sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor
kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda.
Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap
rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi
lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat
mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang
19
lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa
jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis
dapat endogen berasal dari protein plasma atau
eksogen, misalnya produk bakteri.
Migrasi sel darah putih yang terarah ke
daerah yang terjadi inflamasi ini disebabkan oleh
pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi
disebut kemotaksis.
Gambar 5. Kemotaksis
20
2.5.4. Fagositosis
Setelah leukosit sampai di lokasi radang,
terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel
fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri
tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang
khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang
apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang
terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah
bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada
permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar
akan meliputi partikel, berdampak pada pembentukan
kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada
vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput
sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu
pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap,
granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu
dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya,
suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian
besar mikroorganisme yang telah mengalami
pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang
berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun
beberapa organisme yang virulen dapat
menghancurkan leukosit.
21
Setelah leukosit sampai di lokasi radang,
terjadilah proses fagositosis. Proses ini
menghasilkan eksudat yang berupa zat asing,
bakteri yang mati, sel darah putih, dll.
Gambar 6. Fagositosis
2.5.5. Eksudasi
Eksudasi adalah proses menghentikan
pendarahan dan mempersiapkan tempat luka menjadi
bersih dari benda asing atau kuman sebelum dimulai
proses penyembuhan.
22
Gambar 7. Eksudasi
2.6. Macam- macam Sel dan Mediator Inflamasi Kronik
2.6.1. Makrofag
Makrofag merupakan sel yang relatif besar
dengan diameter sekitar 30μm, bergerak dengan cara
ameboid, memberikan respons terhadap rangsangan
kemotaksis tertentu (sitokin dan kompleks antigen-
antibodi) dan mempunyai kemampuan fagositik untuk
mencerna mikroorganisme dan sel debris. Bila
dibandingkan dengan neutrofil, makrofag memiliki
jangka waktu hidup yang lebih lama dan kemampuan
mencerna material yang lebih banyak jenisnya.
Selain itu, makrofag dapat membatasi organisme
(agen asing) yang hidup andaikata tidak mampu
membunuhnya dengan enzim lisosom, contohnya adalah
pada Mikobakterum tuberkulosis dan Mikobakterium lepra.
Apabila makrofag kemudian ikut serta dalam reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap organisme
tersebut, makrofag sering mengalami kematian dan
melepaskan enzim lisosomnya sehingga menyebabkan
nekrosis yang meluas.
23
Makrofag pada jaringan yang mengalami radang
berasal dari monosit darah yang telah bermigrasi
keluar dari pembuluh darah dan mengalami perubahan
(aktivasi) di dalam jaringan. Karena itu makrofag
merupakan bagian dari sistem fagosit mononuklear.
Pada jaringan ikat makrofag tersebar secara difus,
sedangkan di organ dijumpai makrofag yang khas
seperti sel Kupffer (hati), sel mikroglia (otak)
atau makrofag alveolus (paru).
Aktivasi makrofag saat bermigrasi ke daerah
yang mengalami peradangan diperlihatkan dalam
bentuk ukurannya yang bertambah besar, sintesis
protein, mobilitas, aktivitas fagositik dan
kandungan enzim lisosom yang dimilikinya. Aktivasi
ini diinduksi oleh sinyal-sinyal, mencakup sitokin
yang diproduksi oleh limfosit-T yang
tersensitisasi (IFN γ), endotoksin bakteri,
berbagai mediator selama radang akut dan protein
matriks ekstrasel seperti fibronektin.
Makrofag yang sudah teraktivasi (siap untuk
menjalankan proses fagositosis) akan menghasilkan
produk sebagai berikut:
a. Protease asam dan protease netral
24
Protase asam dan protease netral merupakan
mediator kerusakan jaringan pada peradangan.
b. Komponen
komplemen dan
faktor koagulasi
Makrofag teraktivasi dapat mengeluarkan
komponen komplemen dan faktor koagulasi,
meliputi protein komplemen C1-C5, properdin,
faktor koagulasi V dan VIII dan faktor jaringan.
c. Spesies oksigen reaktif dan NO
Spesies oksigen reaktif berfungsi dalam
proses fagositosis dan degradasi mikroba.
d. Metabolit asam arakhidonat
Metabolit asam arakhidonat seperti
prostaglandin dan leukotrien merupakan mediator
dalam proses peradangan.
e. Sitokin
Sitokin seperti IFN α dan β, IL 1, 6 dan 8,
faktor nekrosis tumor (TNF α) serta berbagai
faktor pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi
sel otot polos, fibroblas dan matriks
ekstraselular.
Pada radang kronik, makrofag dapat
berakumulasi dan berproliferasi di tempat
peradangan. Limfosit teraktivasi akan
mengeluarkan IFN- γ yang akan mengaktivasi
25
makrofag. Makrofag teraktivasi, selain bekerja
memfagositosis penyebab radang dan mengeluarkan
mediator-mediator lain, juga akan mengeluarkan
IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit,
sehingga dengan demikian akan membentuk suatu
timbal balik antara makrofag dan limfosit, yang
menyebabkan makrofag akan bertambah banyak di
jaringan dan menyebabkan terbentuknya fokus
radang. Selain itu makrofag juga dapat berfusi
menjadi sel besar berinti banyak disebut sel
Datia.
2.6.2. Limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast
Selain makrofag, pada peradangan kronik juga
ditemukan limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel
mast.
Limfosit-T dan limfosit-B bermigrasi ke
tempat radang dengan menggunakan beberapa pasangan
molekul adhesi dan kemokin yang serupa dengan
molekul yang merekrut monosit. Limfosit
dimobilisasi pada keadaan setiap ada rangsang imun
spesifik (infeksi) dan peradangan yang
diperantarai nonimun (infark atau trauma
jaringan). Telah disebutkan di atas bahwa aktivasi
limfosit memiliki hubungan dengan aktivasi
26
makrofag, menyebabkan terjadinya fokus radang
akibat proliferasi dan akumulasi makrofag di
tempat cedera.
Sel plasma merupakan produk akhir dari
aktivasi sel limfosit-B yang mengalami
diferensiasi akhir. Sel plasma dapat menghasilkan
antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen di
tempat radang atau melawan komponen jaringan yang
berubah.
Eosinofil secara khusus dapat ditemukan di
tempat radang sekitar terjadinya infeksi parasit
atau bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE
yang berkaitan khusus dengan alergi. Kedatangan
eosinofi dikendalikan oleh molekul adhesi yang
sama seperti yang digunakan oleh neutrofil dan
juga kemokin eotaksin yang dihasilkan oleh sel
leukosit atau sel epitel. Granula eosinofil
mengandung suatu protein disebut MBP (major basic
protein), yaitu suatu protein kationik bermuatan
besar dan bersifat toksik terhadap bakteri. Adapun
sel mast merupakan sel yang tersebar luas dalam
jaringan ikat dan dilengkapi oleh IgE terhadap
antigen tertentu. Apabila terpajan dengan antigen
tersebut, maka sel mast akan mengeluarkan histamin
dan produk asam arakhidonat yang menyebabkan
perubahan vaskular pada radang akut. Sel mast juga
27
dapat mengelaborasi sitokin seperti TNF yang
berperan pada respons kronik yang lebih besar.
2.6.3. Kerjasama seluler pada radang kronik
Infiltrat jaringan limfositik pada radang
kronik meliputi dua jenis utama limfosit, yaitu
limfosit-B dan limfosit-T. Limfosit-B, pada saat
kontak dengan antigen, cepat berubah menjadi sel
plasma, yang merupakan sel khusus yang sesuai
untuk produksi antibodi. Sedangkan limfosit-T
bertanggung jawab pada sel perantara imunitas.
Pada saat kontak dengan antigen, limfosit-T
memproduksi berbagai faktor pelarut yang disebut
sitokin yang memiliki sejumlah aktivitas penting:
a. Pengumpulan makrofag ke dalam area
Telah diketahui bahwa makrofag dikumpulkan
ke daerah lesi terutama dipengaruhi oleh faktor
penghambat migrasi (migration inhibition factors = MIF)
yang akan mengikat makrofag dalam jaringan.
Faktor pengaktif makrofag (makrofag activation factors
= MAF) merangsang makrofag memakan dan membunuh
bakteri.
b. Produksi mediator radang
Limfosit-T memproduksi sejumlah mediator
radang, termasuk sitokin, faktor kemotaksis
28
untuk neutrofil, dan faktor lain yang
meningkatkan permeabilitas vaskuler.
c. Pengumpulan limfosit lain
Interleukin merangsang limfosit lain untuk
membelah dan memberikan kemampuan membentuk sel
perantara respons imun terhadap berbagai
antigen. Limfosit-T juga bekerja sama dengan
limfosit-B membantunya untuk mengenali antigen.
d. Destruksi sel target
Faktor-faktor seperti perforin diproduksi
untuk menghancurkan sel lain melalui perusakan
membran selnya.
e. Produksi interferon
Interferon γ, diproduksi oleh sel-T
teraktivasi, mempunyai sifat antivirus dan pada
saat tertentu mengaktifkan makrofag. Interferon
α dan β, diproduksi oleh makrofag dan fibroblas,
yang mempunyai sifat antivirus dan sel pembunuh
alami yang aktif (activate natural killer cells = NK cells)
dan makrofag.
2.6.4. Zat Zat / Bahan –bahan yang berperan apabila
terjadi radang
Bahan yang disintetis oleh sel mast al:
a. HISTAMIN : penyebab relaksasi pembuluh darah
sehingga terjadi peningkatan aliran darah.Zat
29
ini juga penyebab meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler. Sekresi histamine mengakibatkan
:
.Peningkatan aliran darah lokal
.Peningkatan permeabilitas kapiler
.Permembesan arteri dan fibrinogen dalam
jaringan interstitial
Edema ektraseluler
Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan
limfe.
b. FAKTOR KEMOTAKSIS NEUTROFIL DAN EOSINOPIL: Yg.
Menarik sel-sel darah putih ke tempat radang.
c. PROSTAGLANDIN , berfungsi meningkatkan aliran
darah ke daerah radang juga meningkatkan
permebilitas Kapiler
d. LEUKOTRIEN yg. Merupakan bahan anafilaksis
yang bereaksi lambat, meningkatkan
permeabilitas kapiler
2.7. Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan
Penyembuhan
Seluruh proses peradangan bergantung pada
sirkulasi yang utuh kedaerah yang terkena. Jadi, jika
ada defisiensi suplai darah kedaerah yang terkena, maka
proses peradangannya sangat lambat, infeksi yang
menetap dan penyembuhan yang jelek.
30
Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
atau daerah cidera atau daerah peradangan lainnya,
salah satunya adalah bergantung pada poliferasi sel dan
aktivitas sintetik, khususnya sensitif terhadap
defisiensi suplai darah lokal dan juga peka terhadap
keadaan gizi penderita.
Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing
atau jaringan nekrotik dalam luka, oleh adanya infeksi
luka dan immobilisasi yang tidak sempurna.
Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang
terjadi saat proses penyembuhan luka. Jaringan parut
mempunyai sifat alami untuk memendek dan menjadi lebih
padat, dan kompak setelah beberapa lama. Akibatnya
adalah kontraktur yang dapat membuat dareah menjadi
cacat dan pembatasan gerak pada persendian.
Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai
adalah amputasi atau neuroma traumatik, yang secara
sederhana merupakan poliferasi regeneratif dari
serabut-serabut saraf kedalam daerah penyembuhan dimana
mereka terjerat pada jaringan parut yang padat.
31
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Inflamasi atau radang adalah suatu respon jaringan
terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak.
Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator radang
seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin
dan lainnya yang menimbulkan reaksi inflamasi berupa
panas, nyeri, merah, bengkak dan disertai gangguan
fungsi.
Dapat kita simpulkan bahwa inflamasi bukanlah
suatu penyakit, melainkan manifestasi dari suatu
penyakit. Dimana inflamasi merupakan respon fisiologis
lokal terhadap cidera jaringan. Inflamasi dapat pula
mempunyai pengaruh yang menguntungkan, selain berfungsi
sebagai penghancuran mikroorganisme yang masuk dan
pembuatan dinding pada rongga akses, inflamasi juga
dapat mencegah penyebaran infeksi. Tetapi ada juga
pengaruh yang merugikan dari inflamasi, karena secara
seimbang radang juga memproduksi penyakit. Misalnya,
abses otak dan mengakibatkan terjadinya distori
jaringan yang permanen dan menyebabkan gangguan fungsi.
3.2. Saran
32
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Dengan membaca dan mempelajari
isi makalah ini, diharapkan pengetahuan pembaca tentang
radang dapat bertambah, serta mengerti tentang akibat
dan pengaruh yang disebabkan oleh radang itu sendiri.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini belum
sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan, untuk
itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
diharapkan demi perbaikan penulisan yang akan datang.
33
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Hanung. 2009. Radang.http://hanungabadi.blogspot.com/2009/04/radang.html. Diakses pada tanggal 29november 2013 pukul 21.00 WITA.
Abhique. 2009. Reaksi Inflamasi.http://abhique.blogspot.com/2009/10/reaksi-inflmasi.html. Diakses pada tanggal 29 november2013 pukul 21.00 WITA.
Abrams, G.D. 1995. Respon tubuh terhadap cedera. Jakarta:EGC (Buku asli diterbitkan 1992).
Biotekhno Dauz. 2013. Patologi Radang.http://dauzbiotekhno.blogspot.com/2013/03/patologi-radang.html. Diakses padatanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA.
Damchin, Sadam. 2012. Makalah Reaksi Peradangan.http://sadam-damchin.blogspot.com/2012/04/makalah-reaksi-peradangan.html. Diakses pada tanggal 29november 2013 pukul 21.00 WITA.
Dorland, W.A.N. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta:EGC. (Buku asli diterbitkan 2000).
Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untukPerawat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Guyton, A.C. dkk. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed).Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
Hyoo. 2011. Inflamasi Akut.http://b2st23.blogspot.com/2011/10/inflamasi-akut.html. Diakses pada tanggal 29 november 2013pukul 21.00 WITA.
Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. 2003. Acute and chronicinflammation (7th ed.). Philadelphia: Elsevier Saunders.
Putu Amijaya, Ari. 2013. Perbedaan radang akut dengan radangkronis.http://ariputuamijaya.wordpress.com/2011/12/10/perbedaan-radang-akut-dengan-radang-kronis/. Diaksespada tanggal 29 november 2013 pukul 21.00 WITA.
34
Robbins, Stanley L. & Kumar, Vinay. 1995. Buku AjarPatologi I, edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
Rukmono. 1973. Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagianpatologi anatomik FK UI.
Sadrak, Agus. 2013. Proses Peradangan. http://agus-sadrak.blogspot.com /2012/04/proses-peradangan.html. Diakses pada tanggal 29 november2013 pukul 21.00 WITA.
Sugianto, Monita. 2013. Radang.http://doktermonita.blogspot.com /2013/02/radang-inflamasi.html. Diakses pada tanggal 29 november2013 pukul 21.00 WITA.
Taqwim, Ali. 2011. Radang.http://dentosca.wordpress.com/2011/04/17/radang-inflamasi/. Diakses pada tanggal 29 november 2013pukul 21.00 WITA.
35