Post on 29-Nov-2015
Skenario 3:
Seoranglaki- laki, Tn. B, 40 tahun, datangdengantungkaikanantidakdapatdigerakan
Identifikasiistilah yang tidakdiketahui:
- Tidakada
Rumusanmasalah :
- Tn. B laki- laki40 tahuntungkaikanantidakbisadigerakan
PEMBAHASAN
Pendahuluan1
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan. Hal ini dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan
korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu
proses produksi dan merusak lingkungan. Efek tersebut pada akhirnya akan berdampak bagi
masyarakat luas.Jika dianalisis secara mendalam, kecelakaan kerja pada umumnya disebabkan
oleh tidak dijalankannya semua syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan baik dan
benar. Oleh karena itu, perlu adanya suatu kegiatan sosialisasi dan kampanye yang terus-menerus
guna meningkatkan kepedulian masyarakat sehingga K3 dapat membudaya.
Diagnosis Okupasi
Untuk mendiagnosis suatu Penyakit Akibat Kerja (PAK) dapat melalui 7 langkah berikut:
1. Tentukan diagnosis klinisnya.
2. Tentukan pajanan yang dialami tenaga kerja selama ini.
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut.
5. Tentukan apakah ada faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang mungkin dapat merupakan penyebab penyakit.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.
1) Diagnosis Klinis
A. Anamnesis
Anamnesis merupakan kunci terpenting ditemukannya diagnosis penyakit akibat kerja,
pertanyaan sederhana apakah pekerjaan pasien dan lebih rinci lagi, tugas apa yang dia lakukan
sehari-hari, dapat memberi informasi awal untuk seorang dokter menelusuri lebih dalam
hubungan penyakit yang diderita saat ini dengan pekerjaan yang dijalaninya sehari-hari. Yang
penting untuk melengkapi anamnesis adalah riwayat penyakit sekarang, dahulu, riwayat penyakit
keluarga dan riwayat pekerjaan sebelumnya.
Informasi mengenai zat toksik yang digunakan di tempat kerja akan sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis. Keterangan tersebut disebut material safely data sheets,
keterangan ini sangat penting bagi kesehatan, keselamatan dan toksistas pada individu yang
terpapar secara erat.
Selain zat toksik yang harus pula diperhatikan oleh dokter perusahaan adalah lingkungan
fisik seperti kebisingan, panas, penerangan yang baik, makanan dan minuman sehari-hari
dikomsumsi karyawan, atau paparan bakteri, virus, jamur, parasit pada industri atau laboratorium
kesehatan atau paparan serangga, reptilia pada agro industri maupun industri yang beroperasi
lapangan seperti hutan, gua dan lain-lain.
Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dengan seteliti-telitinya dari
pemrulaan sekali smapai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya mencurahkan
perhatian pada pekerjaan yangg dilakukan waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi
tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita
waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu. Hal ini
lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
Buatlah tabel yang secara kronologis memuat waktu, perusahaan, tempat bekerja, jenis
pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin
menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner yang direncanakan dengan tepat
sangat membantu.
Identitas pasien :
Nama lengkap : Tn. B Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat: Rawamangun, Pulo Gadung, Jaktim Usia : 40 tahun
Status perkawinan : Menikah Suku bangsa : betawi
Pekerjaan : Cleaning Service (CVA) Agama: Muslim
Pendidikan : SLTA
Keluhan utama :
Tungkai kanan tidak dapat digerakan sejak 6 jam yang lalu
Keluhan tambahan : -
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan tidak dapat menggerakan tungkai kanan sejak 6 jam yang
lalu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut ditumbulkan karena pasien terjatuh dari lantai
4 saat bekerja membersihkan jendela kaca dari arah luar tanpa menggunakan alat pelindung diri.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan hal yang sama pada tahun 2010, 2011, 2013
Riwayat Pekerjaan :
Pasien sudah bekerja sebagai Cleaning Service sejak 10 tahun. Pasien mengaku sehari-
harinya berangkat kerja dengan mengendarai motor.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Alergi (-) Asma (-) Diabetes (-)
Stroke (-) Jantung (-) Hipertensi (-)
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital :TD 120/70 mmHg
Np72x/menit
Suhu 37ºC
RR 16x/menit
Status Gizi : BB kg
TB cm
IMT
Bentuk badan
Ekstremitas bawah
- Inspeksi : Warnakulitsawomatang; Udem (-/-); Deformitas (-/-)
varises (-/-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-/+)
- Move : Gerak (-/-); Nyeri (-/+)
- Kekuatan otot : (+5/-)
- Tanda fraktur : (-/+)
- Varises : (-/-)
- Kelainan kuku dan jari : (-/-)
Status Lokalis
Regio Femur dextra
Look : Normal simetris
Feel : Nyeri tekan (+) krepitasi 1/3 distal (+)
Move : Gerak terbatas karena nyeri
Tidak dilakukan Pemeriksaan Fisik patologis
Pemeriksaanpenunjang
- X-ray tungkai
- Lab : darahrutin
Working diagnosis
Frakturtertutup femur dextra 1/3 distal
Mengidentifikasi tipe fraktur (terbuka/tertutup)
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkintak lebih dari
suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanyapatahan itu lengkap dan
fragmen tulang bergeser. Bilamana tidak ada luka yangmenghubungkan fraktur dengan udara
luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnyamasih utuh ini disebut fraktur tertutup (atau
sederhana), sedangkan bila terdapat lukayang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara
luar atau permukaan kulityang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut
fraktur terbuka.
Diagnosis okupasi
Fraktur tertutup femur 1/3 distal dextraeckecelakaankerja
2) Pajanan yang dialami
Kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh faktor kondisi lingkungan dan manusia. Faktor-
faktor bahaya yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja antara lain adalah :
Tabel 1. Pajanan dan resiko gangguan kesehatan
Kegiata
n
Pajanan Resiko
Penyakit
dan
Kecelakaan
Kerja
Fisik KimiaBiolog
iErgonomi
Psiko-
sosial
Perjalana
n pergi
dan
pulang
kerja
Sinar
UV,
suhu
panas,
bising,
getara
n
Polusi
lingkung
an (debu,
CO,
CO2)
Bakter
i,
jamur,
virus
Posisi duduk
di motor
terlalu lama
Stres
kemaceta
n,
kelelahan
Konjungtivit
is, ISPA,
heat fatigue,
dermatitis,
gangguan
muskular,
kecelakaan
lalu lintas,
parestesi
Bekerja
sebagai
Cleaning
Service
Sinar
UV
Bahan
kimia
pembersi
h
ruangan,
debu
Bakter
i,
jamur,
virus
Posisi
membersihk
an kaca dari
arah luar
yang tidak
aman
Stres
pekerjaan
,
kelelahan
Fraktur
tulang,
keracunan,
ISPA,
dermatitis,
gangguan
muskular,
kecelakaan
kerja
3) Hubungan pajanan dengan penyakit
Teori tentang penyebab terjadinya kecelakaan kerja:
Teori kebetulan Murni (pure chance theory) mengatakan bahwa kecelakaan terjadi atas
kehendak Tuhan, secara alami dan kebetulan saja kejadiannya, sehingga tidak ada pola yang
jelas dalam rangkaian peristiwanya.
Teori Kecenderungan (Accident Prone Theory), teori ini mengatakan pekerja tertentu lebih
sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk
mengalami kecelakaan.
Teori tiga faktor Utama (Three Main Factor Theory), mengatakan bahwa penyebab
kecelakaan adalah peralatan, lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri.
Teori Dua Factor (Two Factor Theory), mengatakan bahwa kecelakaan kerja disebabkan
oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan perbuatan berbahaya (unsafe action). Unsafe
actions adalah suatu tindakan berbahaya pada waktu melakukan suatu pekerjaan dimana
situasi atau lingkungan kerja rawan kecelakan jika seorang operator suatu mesin melakukan
kecerobohan.Unsafe conditions adalah suatu keadaan pada lingkungan kerja yang berbahaya
seperti rawan terjadinya tanah longsor, kejatuhan batu-batuan, tempat pengecoran logam dan
lain-lain.
Teori Faktor manusia (human fctor theory), menekankan bahwa pada akhirnya semua
kecelakaan kerja, langsung dan tidak langsung disebabkan kesalahan manusia. Menurut hasil
penelitian yang ada, 85% dari kecelakaan yang terjadi disebabkan faktor manusia ini. Hal itu
dikarenakan pekerja (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya karena
kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya.
Ergonomi,(YUNANI – ERGO = KERJA, NOMOS = NORMA) adalah penerapan ilmu
biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara
pekerjaan dan manusia secara optimum dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan
kesejahteraan.Postur berbahaya merupakan postur yang buruk yang dapat mengurangi
efisiensi, kenyamanan, dan keamanan pekerja. Peralatan kerja dan mesin perlu diserasikan
dengan ukuran tubuh tenaga kerja untuk tujuan meraih hasil kerja yang secara kualitatif dan
kuantitatif memuaskan serta tenaga kerja merasakan kemudahan dalam melakukan
pekerjaannya. Karena itu berkembang ilmu antropometri, yaitu ilmu tentang ukuran tubuh dan
segmen-segmennya, baik dalam keadaan statis maupun dinamis yang sangat besar manfaatnya
bagi keperluan pelaksanaan pekerjaan dengan tujuan agar tenaga kerja sehat dan produktif
bekerja. Ukuran tubuh demikian antara lain:
1. Berdiri: tinggi badan, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang depa, dan panjang
lengan.
2. Duduk: tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, tinggi lutut,
jarak lekuk lutut-garis punggung, jarak lekuk lutut-telapak kaki.
Selain ukuran postur dan segmen tubuh demikian, masih banyak ukuran antropometris
segmen tubuh yang perlu diketahui dengan pengukuran untuk digunakan untuk digunakan
dalam upaya penyesuian faktor manusia dengan mesin dan peralatan serta perlengkapan
kerja dan juga guna menetapkan cara kerja yang serasi dengan faktor manusia.
Di bawah ini dikemukakan beberapa pedoman penerapan ergonomi sebagai pegangan:
1. Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, susunan
dan penempatan mesin dan peralatan serta perlengkapan kerja, cara kerja mengoperasikan
mesin dan peralatan yang merinci macam gerak, arah dan kekuatannya yang harus
dilakukan.
2. Untuk standarisasi bentuk dan ukuran mesin dan peralatan kerja, harus diambil ukuran
terbesar sebagai dasar serta diatur suatu cara, sehingga dengan ukuran tersebut mesin dan
peralatan kerja dapat dioperasikn oleh tenaga kerja yang ukuran antropometrisnya kurang
dari standar. Sebagai contoh kursi yang tingginya dapat dinaik turunkan sesuai angka
antropometris tenaga kerja yang duduk di kursi tersebut.
3. Ukuran antropometris statis terpenting sebagai dasar desain dan pengoperasian mesin dan
peralatan kerja.
4. Standar ukuran meja kerja bagi pekerjaan yang dilakukan dengan berdiri:
a. pada pekerjaan tangan (manual) yang dilakukan dengan cara berdiri, tinggi meja kerja
sebaiknya 5-10 cm di bawah tinggi siku.
b. apabila bekerja dilakukan dengan berdiri dan pekerjaan dikerjakan diatas meja dan jika
dataran tinggi siku dinyatakan sebagai dataran 0 maka bidang kerja:
i. untuk pekerjaan memerlukan ketelitian 0 + (5-10) cm;
ii. untuk pekerjaan ringan 0 – (5-10) cm;
iii. untuk bekerja berat yang perlu mengangkat barang berat dan memerlukan bekerjanya otot
punggung 0 – (10-20) cm
5. Dari segi otot, posisi duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk, sedangkan dari
aspek tulang, terbaik adalah duduk yang tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut
tidak berada pada keadaan yang lemas. Sebagai jalan keluar, dianjurkan agar digunakan posisi
duduk yang tegak dengan diselingi istirahat dalam bentuk sedikit membungkuk.
6. Tempat duduk yang baik memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan injakan kaki sehingga sesuai dengan tinggi
lutut, sedangkan paha berada dalam keadaan datar.
b. tinggi papan sandaran punggung dapat diatur dan menekan dengan baik kepada punggung
c. lebar alas duduk tidak kurang dari lebar terbesar ukuran antropometris pinggul
7. Pekerjaan berdiri sedapat mungkin diubah menjadi pekerjaan yang dilakukan dengan posisi
duduk. Bagi tenaga kerja, disediakan tempat duduk dan diberi kesempatan untuk duduk.
8. Arah penglihatan untuk berdiri adalah 23-370 ke bawah, sedangkan untuk duduk 32-440 ke
bawah sesuai posisi kepala yang pada keadaan istirahat.
9. Kemampuan seseorang bekerja seharian adalah 8-10 jam, lebih dari itu efisiensi dan kulitas
kerja akan menurun.
10. Pemeliharaan penglihtan dilakukan sebaik-baiknya terutama penyelenggaraan pencahayaan
dan penerangan yang baik terutama berkaitan dengan kepentingan pelaksanaan pekerjaan.
11. Batas kemampuan atau kesanggupan bekerja sudah tercapai, apabila bilangan nadi kerja
mencapai angka 30/menit di atas bilangan nadi istirahat, dan kembali normal setelah istirahat
sesudah 15 menit.
4) Pajanan yang dialami cukup besar untuk menyebabkan penyakit
Tn. B sudah bekerja selama 10 tahun di perusahaan tersebut, resiko kecelakaan kerja
yang dia alami cukup besar. Selain itu, Tn. B saat bekerja dalam hal yang beresiko, seperti
membersihkan jendela dari arah luar tidak menggunakan alat pelindung diri. Hal ini
meningkatkan resiko kecelakaan kerja. Melalui anamnesis riwayat penyakit dahulu, Tn. B
mengaku pernah mengalami hal yang sama sebanyak tiga kali, hal ini membuktikan bahwa
pajanan yang Tn. B alami cukup besar karena menyebabkan kejadian yang berulang.
5) Peranan faktor individu
1. Faktor Individu
Beberapa tahun terakhir telah terjadi banyak kecelakaan kerja pada pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah, maupun non Pemerintah. Data
menunjukkan bahwa kecelakaan kerja sering disebabkan oleh kesalahan manusia (human
error), yaitu diantaranya:
a. Latar Belakang Pendidikan
Latar belakang pendidikan banyak mempengaruhi tindakan seseorang dalam bekerja.
Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung berpikir lebih panjang atau
dalam memandang sesuatu pekerjaan akan melihat dari berbagai segi. Misalnya dari segi
keamanan alat atau dari segi keamanan diri. Lain halnya dengan orang yang berpendidikan
lebih rendah, cenderung akan berpikir lebih pendek atau bisa dikatakan ceroboh dalam
bertindak. Misalnya Ketika kita melakukan pekerjaan yang sangat beresiko terhadap
kecelakaan kerja tetapi kita tidak memakai peralatan safety dengan benar. Hal ini yang
tentunya dapat menimbulkan kecelakaan.
b. Psikologis
Faktor Psikologis juga sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Psikologis
seseorang sangat berpengaruh pada konsentrasi dalam melakukan suatu pekerjaan. Bila
konsentrasi sudah terganggu maka akan mempengaruhi tindakan-tindakan yang akan
dilakukan ketika bekerja. Sehingga kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi. Contoh faktor
psikologis yang dapat mempengaruhi konsentrasi adalah :
o Masalah-masalah dirumah yang terbawa ke tempat kerja.
o Suasana kerja yang tidak kondusif.
o Adanya pertengkaran dengan teman sekerja.
o Dsb.
c. Faktor Keterampilan
Keterampilan disini bisa diartikan pengalaman seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.
Misalnya melakukan start/stop pada sebuah peralatan, memakai alat-alat keselamatan, dsb.
Pengalaman sangat dibutuhkan ketika melakukan pekerjaan untuk menghindari kesalahan-
kesalahan yang berakibat timbulnya kecelakaan kerja.
d. Faktor Fisik
Lemahnya kondisi fisik seseorang berpengaruh pada menurunnya tingkat konsentrasi dan
motivasi dalam bekerja. Sedangkan kita tahu bahwa konsentrasi dan motivasi sangat
dibutuhkan ketika bekerja. Bila sudah terganggu, kecelakaan sangat mungkin terjadi.
Contoh faktor fisik ini adalah :
o Kelelahan.
o Menderita Suatu Penyakit
6) Faktor lain diluar pekerjaan
Faktor lain diluar dari pekerjaan biasa menyangkut hobi pekerja, kebiasaan, pajanan di rumah,
pekerjaan sambilan lain yang mendukung pekerja untuk terkena PAK/KAK. Kita dapat
mengetahui factor-faktor lain tersebut dari anamnesis dengan pasien.
Pada kasus ini, Fraktur femur yang terjadi akibat kecelakaan kerja sangat terlihat jelas
berhubungan dengan pajanan yang tersedia diluar ruangan yaitu unsafe action, dan unsafe
condition
7) Diagnosis okupasi
Pada Diagnosis Okupasi ini menghubungkan antara kausal pajanan dan penyakit.
Diagnosis Okupasi antara lain sebagai berikut:
a. Merupakan Penyakit akibat Kerja atau Penyakit akibat Hubungan Kerja
b. Penyakit yang diperberat akibat pajanan di tempat kerja
c. Belum dapat ditegakkan dan membutuhkan informasi tambahan
d. Bukan Penyakit akibat Kerja
Pada Kasus ini, ditegakkan diagnosis Kecelakaan akibat Kerja (KAK) setelah meninjau
kembali langkah 1-6.
Menurut Suma’mur, secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
Kecelakaan industri (industrial accident ) yaitu kecelakaan yang terjadi ditempat kerja
karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
Kecelakaan dalam perjalanan (community accident ) yaitu kecelakaan yangterjadi di luar
tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja
Pada kasus scenario, kecelakaan akibat kerja tersebut ada penyababnya. Kecelakaan
tersebut disebabkan oleh dua golongan penyebab:
a. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts/ unsafe
action)
b. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition)
Upaya untuk mencari sebab kecelakaan tersebut disebut analisa sebab kecelakaan. Analisa ini
dilakukan dengan mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa kecelakaan.
Kecelakaan harus secara tepat dan jelas diketahui, bagaimana dan mengapa terjadi
Penatalaksanaankhusus
Faktor Kecelakaan
Kecelakaan –kecelakaan akibat kerja yang sering terjadi banyak di sebabkan oleh faktor
manusia, faktor lingkungan dan sedikit dipengaruhi oleh faktor alat.Adapun faktor manusia dapat
dipengaruhi oleh:
a. Latar belakang pendidikan
Keselamatan kerja memiliki latar belakang sosial ekonomis dan kultural yang sangat luas.
Tingkat pendidikan, latar belakang kehidupan yang luas, seperti kebiasaan-kebiasaan,
kepercayaan-kepercayaan, dan lain-lain erat bersangkut paut dengan pelaksanaan keselamatan
kerja. Demikian juga, keadaan ekonomi ada sangkut pautnya dengan permasalahan
keselamatan kerja tersebut.
Di dalam masyarakat yang sedang membangun dan salah satu aspek penting pembangunan
adalah bidang ekonomi dan sosial, maka keselamatan kerja lebih tampil ke depan lagi,
dikarenakan cepatnya penerapan teknologi dengan segala seginya termasuk problematik
keselamatan kerja menampilkan banyak permasalahan, sedangkan kondisi sosial-kultural belum
cukup siap untuk menghadapinya. Maka dari itu, sebagai akibat tidak cukupnya perhatian
diberikan disana-sini terlihat adanya problem keselamatan kerja , bahkan kadang-kadang hilang
sama sekali hasil jerih payah suatu usaha dikarenakan kecelakaan.
Keselamatan harus ditanamkan seejak anak kecil dan menjadi kebiasaan hidup yang
dipraktekkan sehari-hari. Keselamatan kerja merupakan satu bagian dari keselamatan pada
umumnya. Masyarakat harus dibina penghayatan keselamatannya ke arah yang jauh lebih tinggi.
Proses pembinaan ini tak pernah ada habis-habisnya sepanjang kehidupan manusia. Latar
belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi tindakan seseorang dalam bekerja. Orang
yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung berfikir lebih panjang atau dalam
memandanag sesuatu pekerjaan akan melihat dari berbagai segi. Misalnya dari segi keamanan
alat atau dari segi keamanan diri. Lain halnya dengan orang yang berpendidikan lebih rendah,
cenderung akan berfikir lebih pendek atau bisa di katakan ceroboh dalam bertindak. Misalnya
ketika kita melakukan pekerjaan yang sangat beresiko terhadap kecelakaan kerja tetapi kita tidak
memakai peralatan safety dengan benar. Hal ini yang tentunya akan menimbulkan kecelakaan.
b. Psikologis
Faktor psikolgi juga sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Manusia dalam
pekerjaannya tidak merupakan mesin yang bekerja begitu saja, tanpa perasaan, pikiran dan
kehidupan sosial. Manusia adalah sesuatu yang paling kompleks. Manusia memiliki rasa suka
dan benci, gembira dan sedih, berani dan takut dan lain-lain sebagainya. Manusia mempunyai
kehendak, kemauan, angan-angan dan cita-cita. Manusia memiliki dorongan-dorongan hidup
tertentu. Selain itu, manusia mempunyai pikiran-pikiran dan pertimbangan-pertimbangan, yang
menentukan sikap dan pendiriannya. Juga manusia mempunyai pergaulan hidup, baik di
rumahnya atau di tempat kerjanya, maupun masyarakat luas. Maka demikian pulalah seorang
pekerja memiliki perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, dan kehidupan sosial seperti itu. Dan
faktor-faktor tersebut menyebabkan pengaruh yang tidak sedikit terhadap keadaan pekerja dalam
pekerjaannya.
Psikologis seseorang sangat berpengaruh pada konsentrasi dalam melakukan sesuatu
pekerjaan. Bila konsesntrasi sudah terganggu maka akan mempengaruhi tindakan-tindakan yang
akan dilakukan ketika bekerja. Sehingga kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi. Contoh faktor
psikologis yang dapat mempengaruhi konsentrasi adalah:
1. Masalah-masalah dirumah yang terbawa ke tempat kerja
2. Suasana kerja yang tidak kondusif
3. Adanya pertengkaran dengan teman sekerja
4. Dan lai-lain
c. Stres
Stres yang berhubungan dengan masalah pekerjaan mungkin merupakan satu-satunya faktor
terpenting yang memengaruhi dunia kerja di Amerika pada saat ini. Stres kerja, begitu istilah
singkatnya, terjadi ketika seseorang tidak dapat memenuhi tuntuntan atau kebutuhan dari
pekerjaanya. Terlalu banyak yang harus dilakukan, kurang waktu, dan kurang tenaga kerja atau
sumber daya untuk menuntaskan pekerjaan. Dalam survei terhadap 1400 orang, lebih dari satu
pertiga responden menyatakan telah mengalami penambahan beban kerja. Mereka bekerja
dengan waktu yang lebih panjang dan jam istirahat makan siang yang lebih pendek agar
pekerjaan bisa selesai. Akibatnya, para pekerja mulai mengalami kehabisan tenaga. Mereka
benar-benar tidak mampu mengatasinya. Mulai timbul banyak gejala stres secara fisik maupun
mental. Stres bukan hanya merugikan para tenaga kerja, tapi juga mengganggu kesehatan seluruh
organisasi, baik itu organisasi yang mencari maupun tidak mencari keuntungan, bergerak di
bidang pendidikan, maupun organisasi pemerintah.
d. Keterampilan
Keterampilan disini bisa diartikan pengalaman seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.
Misalnya melakukan start/stop pada sebuah peralatan, memakai alat-alat keselamatan, dan lain-
lain. Pengalaman sangat dibutuhkan ketika melakukan pekerjaan untuk menghindari kesalahan-
kesalahan yang berakibat timbulnya kecelakaan kerja.
e. Fisik
Lemahnya kondisi fisik sesorang berpengaruh pada menurunnya tingkat konsentrasi dan
motivasi dalam bekerja. Sedangkan kita tahu bahwa konsentrasi dan motivasi sangat dibutuhkan
ketika bekerja. Bila sudah terganggu, kecelakaan sangat mungkin terjadi. Contoh factor fisik ini
adalah kelelahan, dan menderita suatu penyakit.
f. Alat
Kondisi suatu peralatan baik itu umur maupun kualitas sangat mempengaruhi terjadinya
kecelakaan kerja. Alat-alat yang sudah tua kemungkinan rusak itu ada. Apabila alat itu sudah
rusak, tentu saja dapat mengakibatkan suatu kecelakaan. Contohnya adalah:
- Unit alat berat yang sudah tua
- Alat-alat safety yang sudah rusak
g. Proses (Safety)
Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan
keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama. Perlindungan tersebut bermaksud, agar tenaga kerja secara aman
melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.
Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari pelbagai soal di sekitarnya dan pada dirinya
yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya. Jelaslah, bahwa
keselamatan kerja adalah satu segi penting dari perlindungan tenaga kerja. Dalam hubungan ini,
bahaya yang dapat timbul dari mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
keadaan tempat kerja, lingkungan, cara melakukan pekerjaan, karakteristik fisik dan mental
daripada pekerjaannya harus sejauh mungkin diberantas atau dikendalikan.
(1)Terapi Medika Mentosa
a. PenatalaksanaansecaraUmum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah
lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya
kecelakaan penting dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat
golden periode 1-6 jam, bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan
fotoradiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak.
b. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Atasi shock bila ada
Konservatif:
Proteksi, immobilisasi saja tanpa reposisi, reposisi tertutup dan fiksasi dengan
gibs.
Bila fraktur terbuka, maka harus segera dilakukan debridement dalam 6 jam
sejak kejadian open fractured
Bila fraktur tertutup untuk persiapan terapi definitive, bila segera operasi
dipasang skin traksisaja, bila masih lama operasinya dipasang skeletal traksi
(tuberositas tibia, bila isolated fractured/incorporated, supracondylar,
calcaneal traksibiladisertaifraktur lain sesuai kondisinya).
Evaluasi komplikasi-komplikasi dini yang mungkin timbul
Lokasi fraktur femur bisa jadi di bagian leher femur, trokanter, subtrokantor, diafiasis,
suprakondiler dan kondiler
Gambar 4: Anatomi femur.
(Sumber: http://scienceblogs.com)
Pengobatan fraktur leher femur
Dapat berupa konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif.
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur leher femur baik
orang dewasa muda maupun pada orang tua karena perlu reduksi yang akurat dan stabil
dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi. Jenis
operasi:
Pemasangan pin
Pemasangan plate dan screw
Artroplasti: dilakukan pada penderita umur di atas 55tahun berupa:
Eksisi artroplasti (pseudoartrosis menurut Girdlestone)
Hemiartroplasti
Artroplasti total
Pengobatan fraktur daerah trokanter
Fraktur tanpa pergeseran dapat dilakukan terapi konservasi dengan traksi. Pada
fraktur trokanterik, sebaiknya dilakukan pemasangan fiksasi interna dengan tujuan:
Untuk memperolehi fiksasi yang kuat
Untuk memberikan mobilisasi yang cepat pada orang tua
Pengobatan fraktur daerah subtrokanter
Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan dengan
mempergunakan plate dan screw.
Pengobatan fraktur diafisis femur
Terapi konservasi
Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitive untuk mengurangi spasme otot
Traksi tulang berimbang dengan Pearson pada sendi lutut.Indikasi traksi
terutama fraktur yang bersifat komunitif dengan segmental
Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur
secara klinis.
Terapi operatif
Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal
femur
Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi
tertutup ataupun terbuka.Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur
diafisis
Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental,fraktur komunitif, infected
pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak hebat.
Pengobatan fraktur suprakondiler femur
Terapi konservasi
Traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut
Pearson
Cast-bracing
Spika panggul
Terapi operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran
fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif.Terapi dilakukan
dengan mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam tipe
yang tersedia.
Pengobatan fraktur supracondiler femur dan fraktur interkondiler
Terapi konservatif seperti pada fraktur suprakondiler dengan indikasi yang sama
Terapi operatif: karena fraktur ini bersifat intra-artikuler maka sebaiknya
dilakukan terapi operatif dengan fiksasi interna yang rigid untuk memperoleh
posisi anatomis sendi dan segera dilakukan mobilisasi.
Pengobatan fraktur kondilus femur
Terapi konservatif: pada fraktur yang tidak bergeser dapat dipergunakan
pemasangan gips sirkuler di atas lutut
Terapi operatif: mempergunakan screw agar didapatkan posisi anatomis sendi lutut dan
mobilisasi dapat segera dilakukan
I. PREVENTIF
Pencegahan dan pengendalian kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada unsur-unsur:
1. Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain :
a) Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar diperoleh keserasian antara
bakat dan kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya.
b) Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang relevan dengan
pekerjaannya.
c) Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertindak sesuai dengan
keperluan perusahaan.
d) Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang lengkap dan jelas.
e) Pengawasan dan disiplin yang wajar.
2. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain :
a) Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan kilang, mesin-
mesin harus memperhitungkan keselamatan kerja.
b) Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan, penyusunan,
penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara tepat sesuai dengan standar
keselamatan kerja yang berlaku.
c) Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja.
d) Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan.
e) Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia.
3. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh level
manajemen, antara lain :
a) Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari safety policy.
b) Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung jawab.
c) Penentuan pelaksanaan pengawasan, melaksanakan dan mengawasi
sistem/prosedur kerja yang benar.
d) Pembuatan sistem pengendalian bahaya.
e) Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan pekerja yang
terpadu.
f) Penggunaan standard/code yang dapat diandalkan.
g) Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang ada.
II. RUJUKAN
Untuk pengelolaan mapun untuk mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja, sering tenaga medis
maupun sarana di perusahaan tidak memadai. Sehingga perlu dikembangkan suatu sistem
rujukan. Sistem rujukan yang perlu dikembangkan meliputi:
a) Rujukan kasus untuk menegakkan diagnosis klinis maupun untuk perawatan dan
pengobatan
b) Rujukan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap (kepustakaan) mengenai efek
toksik bahan kimia, penelitian- penelitian yang telah dilakukan dan sebagainya.
c) Rujukan untuk mengatasi masalah kesehatan yang terjadi di perusahaan.
Saat sistem rujukan ini diperkembangkan adalah untuk keperluan menegakkan diagnosis klinis,
perawatan dan pengobatannya.
III. PENGELOLAAN
a) Pemeriksaan Kesehatan (MCU)
Pemeriksaan tenaga kerja secara umumnya bertujuan untuk :
a. Menilai kemampuan tenaga kerja melaksanakan pekerjaan tertentu, ditinjau
dari segi kesehatan.
b. Mendeteksi gangguan kesehatan yang mungkin berkaitan dengan pekerjaan
dan lingkungan kerja.
c. Mengidentifikasikan penyakit akibat kerja (PAK).
Pemeriksaan kesehatan dibagi kepada 3 bagian utama yaitu awal, berkala dan khusus
:
Pemeriksaan kesehatan awal (sebelum kerja)
- Dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk
melakukan pekerjaan.
- Tujuan :
Tenaga kerja yang diterima sehat
Tidak mempunyai penyakit menular
Cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan
Pemeriksaan kesehatan berkala (periodik)
- Dilakukan oleh dokter pada waktu tertentu terhadap tenaga kerja.
- Tujuan :
Mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja
Menilai kemungkinan pengaruh dari pekerjaan
Untuk pengendalian lingkungan kerja
Pemeriksaan kesehatan kerja khusus
- Dilakukan secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu
- Tujuan :
Menilai adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu
Menilai terhadap tenaga kerja atau golongan tenaga kerja tertentu.
Pemeriksaan tenaga kerja ini meliputi pemeriksaan fisik, laboratorium (darah dan urin)
rutin dan pemeriksaan khusus lainya jika dianggap perlu. Setelah ditemukan diagnosis,
PAK harus segera dilaporkan. Dokter pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus segera
membuat laporan kepada perusahaan dan tembusannya kepada disnaker setempat. Selain
itu, dokter pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus membuat laporan kegiatannya kepada
disnaker setempat setiap setahun sekali.
ii) Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatahan kerja turut diterapkan dalam mengatasi penyakit akibat kerja.
Dengan adanya pelayanan kesehatan, ini dapat memenuhi kebutuhan unik individu,
kelompok dan masyarakat di tatanan industri, pabrik, tempat kerja, tempak konstruksi,
universitas dan lain-lain. Tujuan utama pelayanan kesehatan adalah :
Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri
Melindung tenaga kerja terhadap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan
atau lingkungan kerja.
Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dari kemampuan fisik
tenaga kerja.
Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi.
4 kategori pelayanan kesehatan yang utama adalah :
Pelayanan Promotif.
Peningkatan kesehatan (promotif) pada pekerja dimaksudkan agar keadaan fisik dan
mental pekerja senantiasa dalam kondisi baik. Pelayanan ini diberikan kepada tenaga
kerja yang sehat dengan tujuan untuk meningkatkan kegairahan kerja, mempertinggi
efisiensi dan daya produktifitas tenaga kerja di lingkungan Perusahaan.
Kegiatannya antara lain meliputi:
1. Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan kerja.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja yang sehat.
3. Peningkatan status kesehatan (bebas penyakit) pada umumnya.
4. Perbaikan status gizi.
5. Konsultasi psikologi.
6. Olah raga dan rekreasi.
Pelayanan Preventif.
Pelayanan ini diberikan guna mencegah terjadinya penyakit akibat kerja, penyakit
menular dilingkungan kerja dengan menciptakan kondisi pekerja dan mesin atau tempat
kerja agar ergonomis, menjaga kondisi fisik maupun lingkungan kerja yang memadai
dan tidak menyebabkan sakit atau mebahayakan pekerja serta menjaga pekerja tetap
sehat.
Kegiatannya antara lain meliputi:
1. Pemeriksaan kesehatan yang terdiri atas:
a. Pemeriksaan awal/sebelum kerja.
b. Pemeriksaan berkala.
c. Pemeriksaan khusus.
2. Imunisasi.
3. Kesehatan lingkungan kerja.
4. Perlindungan diri terhadap bahaya dari pekerjaan.
5. Penyerasian manusia dengan mesin dan alat kerja.
6. Pengendalian bahaya lingkungan kerja agar ada dalam kondisi aman
(pengenalan, pengukuran dan evaluasi).
Pelayanan Kuratif.
Pelayanan pengobatan terhadap tenaga kerja yang menderita sakit akibat kerja dengan
pengobatan spesifik berkaitan dengan pekerjaannya maupun pengobatan umumnya serta
upaya pengobatan untuk mencegah meluas penyakit menular dilingkungan pekerjaan.
Pelayanan ini diberikan kepada tenaga kerja yang sudah memperlihatkan gangguan
kesehatan/gejala dini dengan mengobati penyakitnya supaya cepat sembuh dan mencegah
komplikasi atau penularan terhadap keluarganya ataupun teman kerjanya. Kegiatannya
antara lain meliputi:
1. Pengobatan terhadap penyakit umum.
2. Pengobatan terhadap penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
Pelayanan Rehabilitatif.
Pelayanan ini diberikan kepada pekerja karena penyakit parah atau kecelakaan parah
yang telah mengakibatkan cacat, sehingga menyebabkan ketidakmampuan bekerja secara
permanen, baik sebagian atau seluruh kemampuan bekerja yang baisanya mampu
dilakukan sehari-hari.
Kegiatannya antara lain meliputi:
1. Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya yang masih
ada secara maksimal.
2. Penempatan kembali tenaga kerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya.
3. Penyuluhan pada masyarakat dan pengusulan agar mau menerima tenaga kerja yang
cacat akibat kerja.
iii)Pemeriksaan lingkungan kerja
Kemudian bisa dilakukan pemeriksaan lingkungan kerja dengan menilai potensial hazard.
Bahaya potensial hazard di gedung (tempat tinggi) adalah physical agent dan ergonomic
agent.
Physical agent
Debu merupakan salah satu sumber gangguan yang tidak dapat diabaikan. Dalam kondisi
tertentu debu merupakan bahaya yang dapat menimbulkan kerugian besar. Tempat kerja
yang prosesnya mengeluarkan debu dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja,
gangguan penglihatan dan gangguan fungsi faal paru-paru. Pengontrolan debu dalam ruang
kerja:
Metode pencegahan terhadap transmisi ialah:
a) Memakai metode basah: Lantai disiram air supaya debu tak berterbangan di
udara.Pengeboran basah(wet drilling) untuk mengurangi debu yang ada di udara.Debu jika
disemprot dengan uap air akan berflocculasi lalu mengendap.
b) Menggunakan APD seperti masker.
Pencegahan terhadap sumber diusahakan debu tidak keluar dari sumber yaitu dengan
pemasangan local exhauster.
Perlindungan diri terhadap pekerja antara lain berupa tutup hidung atau masker.
Ergonomical agent
Dengan evaluasi fisiologis,psikologis serta cara-cara tak langsung beban kerja dapat diukur
dan dianjurkan modifikasi yang sesuai antara kapasitas kerja dengan beban kerja dan beban
tambahan. Tujuan utamanya adalah untuk menjamin kesehatan kerja dan meningkatkan
produktivitas. Disain tempat kerja gambaran dasar untuk kenyamanan, produktifitas dan
keamanan.
a) Rancangan dan arus lalu lintas
b) Pencahayaan
c) Temperatur,kelembapan dan ventilasi
d) Mobilisasi (aktifitas kerja)
e) Fasilitas sanitasi dan drainase
Alat Pelindung Diri
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha tehnis pengamanan tempat, peralatan, dan
lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih
belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri. Alat-alat
demikian harus memenuhi persyaratan: (1) enak dipakai; (2) tidak mengganggu kerja; dan (3)
memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.
Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan.
Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak
longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang mungkin
mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala rambut, baju yang pas
dan tidak memakai perhiasan-perhiasan. Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadap bahan-bahan
kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan-bahan dapat meledak
oleh aliran listrik statis.
Alat-alat proteksi diri beraneka ragam macamnya. Jika digolong-golongkan menurut bagian-
bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis alat-alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sbb:
Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan
Mata : kacamata dari berbagai gelas
Muka : perisai muka
Tangan dan jari-jari : sarung tangan
Kaki : sepatu
Alat pernafasan : respirator/masker khusus
Telinga : sumbat telinga, tutup telinga
Tubuh : pakaian kerja dari berbagai bahan.
System manajemen
OHSAS 18001 adalah suatu standar internasional untuk Sistem manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Yang terbaru adalah OHSAS 18001:2007 menggantikan OHSAS
18001:1999 dan dimaksudkan untuk mengelola aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
OHSAS 18001 menyediakan kerangka bagi efektifitas manajemen K3 termasuk kesesuaian
dengan peraturan perundang-undangan yang diterapkan pada aktifitas anda dan mengenali
adanya bahaya yang timbul.
SMK3; sistem manajemen kesehatan keselamatan kerja (SMK3) dalam Permenaker 05/Men/
1996 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi stuktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan
bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
SMK3 adalah standar yang diadopsi dari standar Australia AS4801 ini
serupa dengan Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001 standar ini
dibuat oleh beberapa lembaga sertifikasi dan lembaga standarisasi kelas dunia. SMK3
merupakan alat bantu yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan dan persyaratan yang ada
dan berlaku yang berhubungan dengan jaminan keselamatan kerja dan kesehatan kerja. SMK3
merupakan sebuah sistem yang dapat diukur dan dinilai sehingga kesesuaian terhadapnya
menjadi obyektif. SMK3 digunakan sebagai patokan dalam menyusun suatu sistem manajemen
yang berfokus untuk mengurangi dan menekan kerugian dalam kesehatan, keselamatan dan
bahkan properti.
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah pengendalian risiko dengan penciptaan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga
kerja, yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat
kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Tujuan penerapan SMK3 :
1. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia,
2. Meningkatkan komitmen pimpinan dalam melindungi tenaga kerja,
3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi globalisasi,
4. Proteksi terhadap industri dalam negeri,
5. Meningkatkan daya saingan dalam perdagangan internasional,
6. Meningkatkan pencegahan kecelakaan melalui pendekatan sistem,
7. Pencegahan terhadap problem sosial dan ekonomi
Karena kesehatan dan keselamatan kerja bukan semata-mata kebutuhan pemerintah, masyarakat,
pasar atau dunia internasional akan tetapi juga merupakan tanggung jawab dari para pengusaha
untuk menyediakan tempat kerja yang aman dan nyaman bagi para pekerjanya adalah alasan
dalam penerapan SMK3. Selain itu manfaat kesesuaian dengan SMK3 adalah memastikan bahwa
resiko kecelakaan kerja ditekan hingga pada resiko yang dapat ditoleransi, meyakinkan pemberi
kerja atau pelanggan bahwa proses pekerjaan selalu menggunakan aturan kesehatan dan
keselamatan kerja yang baku dan global. Keuntungan dalam penerapan SMK3 dapat secara
langsung dan tidak langsung.
Keuntungan langsung, antara lain:
1. Dapat mengurangi jam kerja yang hilang yang dikarenakan karena kecelakaan kerja,
2. Menghindari hilangnya nyawa ataupun benda material perusahaan karena kecelakaan kerja,
3. Menciptakan tempat kerja yan produktif dan efisien karena pekerja merasa aman dalam
tempat kerja
Keuntungan tidak langsung yaitu:
1. Meningkatkan nama baik perusahaan pada pasar,
2. Menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dan pekerjanya,
3. Perawatan terhadap alat dan mesin kerja menjadi lebih baik sehingga alat dan mesin
perusahaan menjadi tahan lama dan mengurangi biaya untuk pembelian alat baru yang rusak.
Penerapan SMK3 dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu:
1. Peninjauan Awal
Pada fase ini organisasi yang akan menerapkan wajib menilai kesesuaian terhadap
persyaratan yang berlaku, termasuk meninjau proses-proses yang ada khususnya yang
berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan.
2. Proses Penerapan
Pada tahapan ini organisasi menetapkan kebijakan Kesehatan dan keselamatan kerja, sasaran
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, pelaksanaan hazard identification and risk
assessment, penetapan kegiatan pelatihan, pengendalian proses, pendokumentasian,
investigasi dan tindakan perbaikan, latihan-latihan penanganan Bahaya, kegiatan audit dan
rapat peninjauan
3. Penilaian Keseluruhan
Pada fase ini, organisasi akan diaudit untuk menilai kesesuaian rencana kerja dan hasil kerja
terhadap persyaratan standar SMK3 dan peraturan yang menyertainya. Apabila proses audit
berjalan dengan lancar dan tidak ditemukan ketidaksesuaian mayor, maka organisasi
memperoleh pengakuan dengan menerima sertifikat SMK3 dari Pemerintah atau OHSA dari
lembaga sertifikasi Benefit When Implementing SMK3.
Penerapan SMK3 di tempat kerja terdapat ketentuan-ketentuan yang wajib dilakukan antara lain:
1 Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja serta menjamin komitmen terhadap
penerapan SMK3,
2 Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan SMK3,
3 Menerapkan kebijakan kesehatan keselamatan kerja (K3) secara efektif dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai
kebijakan, tujuan dan sasaran K3,
4 Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta
melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan ,
5 Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan
dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.
Prinsip dasar dari SMK3 adalah:
1. Penetapan kebijakan K3,
2. Perencanaan penerapan K3,
3. Penerapan K3,
4. Pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja K3,
5. Peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3 secara berkesinambungan.
KESIMPULAN
Kasus-kasus kecelakaan kerja, mungkin disebabkan oleh lingkungan yang tidak aman
atau perilaku yang tidak aman. Baik pemilik usaha dan pekerja bekerja sama
mengaktualisasikan keselamatan dan kesehatan kerja, pekerja setiap saat melaporkan
penyebab tidak aman di lingkungan kerja kepada pemilik usaha, pemilik usaha juga
bertanggung jawab melakukan perbaikan lingkungan, mengoreksi perilaku pekerja yang
tidak aman. Konsep ini tergantung pada pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam jangka waktu panjang, hingga terbentuk budaya keselamatan dan kesehatan
kerja, memperbaiki kondisi kerja secara tuntas, menjadi figur perusahaan yang baik, sehingga
dapat membuat pekerja saling membantu, menjamin kelancaran produksi, mencapai tujuan
nol kecelakaan kerja.
Daftar Pustaka
1. P.K. Suma'mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: P.T Toko Gunung Agung. 2009.h:292-301.
2. LaDou J. Current occupational and environmental medicine. Edisi 4. USA: McGraw-Hill Companies;2007.h.310-32.
3. Baratwidjaja GK, Harjono KT. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II, Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2001.h.94-6.
4. R.K, Suma’mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto; 2009. h. 272-579.
5. Suardi R. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja: manajemen risiko. Jakarta: Penerbit PPM; 2007. H. 1,8, 88-90.
6. Ridley, John. Kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga; 2008.h.39-144.
7. Kurniawidjaja LM. Teori dan aplikasi kesehatan kerja. Jakarta: UI Press;2010.h.67-9.8. Ridley John. Ikhitisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Erlangga,
2006. Hal 77-95, 113-118, 142-1439. Jeyaratnam J, David KOH. Praktik kedokteran kerja. Jakarta: penerbit buku EGC; 2010.h.261-
270.10. Suardi, Rudi. Sistem keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta. PPM. 200711. Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah
FKUI12. Suma’mur PK. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. 1967.13. Suma’mur PK. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.
1981.14. Aulia Ishak. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam upaya meningkatkan
proktivitas kerja. Di Unduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1458/1/industri-aulia3.pdf. 22 Oktober 2011
15. Utami, S.D., 2006. Hubungan Antara Pemakaian Alat Pelindung Tangan dengan Kecacatan Akibat Kecelakaan Kerja di PT. Purinusa Eka Persada Semarang Tahun 2005. Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Makalah Pleno
Kecelakaan akibat kerja
Kelompok : A5
0 Igri Septiani Ryska 102010318
0 Andreas Yoga K 102009002
0 Paskalina 102010099
0 Steven Hartanto K 102009186
0 Tiara Alexander 102010343
0 Alvina Mulya Nanta 102010185
0 Ain Nabila Z 102010389
0 Mohammad Amirul Azwan 102009270
Fakultas kedokteran ukrida
Thn ajaran 2013