Pleno Blok 4
-
Upload
agustria-anggraeny -
Category
Documents
-
view
41 -
download
0
description
Transcript of Pleno Blok 4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya dalam proses
penyelesaian penulis laporan assignment Program Based Learning (PBL) Blok 4 ini.
Skenario “B” dalam makalah ini mengandung kompetensi berpikir kritis.
Melalui Program Based Learning (PBL) ini siswa diharapkan dapat mengerti dan
berpikir kritis.
Namun, makalah ini tidaklah sempurna karena tidak ada pekerjaan manusia
yang sempurna, hanya Dialah yang sempurna. Kritik dan saran Anda sangatlah
diharapkan oleh penulis sebagai sarana pembelajaran untuk laporan assignment
selanjutnya.
Demikianlah kata pengantar dari penulis, semoga laporan assignment ini
bermanfaat untuk menambah wawasan kita semua.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………... 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. 2
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………. 3
1.2 TUJUAN ………………………………………………………………..4
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 SIKLUS MENSTRUASI …………………………………….. 4
2.2 FASE MENSTRUASI…………………………………….........8
2.3 FERTILISASI ………………………………………………….9
2.4 PEMBELAHAN ……………………………….........................11
2.5 ORGANOGENESIS……………………………………………15
2.6 WINDOW OF SUSCEPTIBILITY…………………………….16
2.7 CACAT BAWAAN……………………………………………..17
2.8 TERATOGEN…………………………………………………..20
BAB III. KESIMPULAN…………………………………………………………..23
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….....24
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu peristiwa yang dialami oleh semua ibu, dimana di
dalam rahim seorang perempuan terdapat embrio atau fetus. Kehamilan ini diawali
dengan adanya koitus, kemudian dilanjutkan pada tahap fertilisasi, yang kemudian pada
akhirnya akan membentuk janin, dan melahirkan seorang bayi. Seorang bayi,
kebanyakan, memang diharap-harapkan oleh seorang ayah dan ibu. Namun bisa terjadi
suatu kecacatan pada bayi yang bisa menimbulkan malapetaka. Kecacatan tersebut
diantaranya disebabkan oleh obat-obatan, penyakit, ataupun keturunan. Banyak dari
kasus kecacatan ini disebabkan oleh ketidaktahuan orang tua terutama ibu, dalam
merawat kandungannya.1
Rubella atau yang dikenal sebagai Campak Jerman atau campak tiga hari merupakan
suatu penyakit infeksi virus akut yang banyak mengenai anak-anak dan dewasa muda.
Penyakit ini gejalanya tidak seberat campak ditandai dengan demam ringan dan pada
15-50 persen penderita menunjukan tanda ruam kemerahan pada kulit yang berlangsung
selama 2-3 hari. Kadang-kadang ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar getah
bening di leher dan di belakang kepala serta memiliki manifestasi klinik lain yang luas,
seperti nyeri kepala, malas (malaise), nafsu makan turun (anorexia), pilek, dan lain-lain.
Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa sesekali terdapat infeksi berat disertai
kelainan sendi.1
Pada manusia, virus ditularkan secara oral droplet dan melalui plasenta pada
infeksi perinatal. Kelainan pada fetus mencapai 30% akibat infeksi rubella pada ibu
hamil selama minggu pertama kehamilan. Risiko kelainan fetus tertinggi (50-60%)
terjadi pada bulan pertama menurun menjadi 4-5% pada bulan keempat kehamilan ibu.
Sebelum ada vaksinasi, angka kejadian paling tinggi terdapat pada anak usia 15-14
tahun. Setelah ditemukan vaksinasi rubella, angka kejadiannya menurun sampai 99,7%
3
terutama pada tempat-tempat yang menjadikan standar pelayanan medis untuk vaksinasi
rubella ini.1
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui proses kehamilan, mulai dari
siklus menstruasi, fertilisasi, pembelahan, serta organogenesis; kemudian apa itu
window of suscepbility, cacat bawaan, dan teratogen.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Siklus Menstruasi
Pada wanita pascapubertas memperlihatkan perubahan siklus yang berulang-
ulang di dalam aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium yang menyebabkan (i) pematangan
dan pelepasan gamet dari ovarium dan (ii) persiapan uterus untuk menunjang kehamilan
jika terjadi fertilisasi. Pada keadaan tidak terjadi konsepsi, setiap siklus berakhir dengan
pendarahan menstruasi. Gonadotropin hipofisis, yaitu LH dan FSH, menghubungkan
hipotalamus dan ovarium dan memperantai perubahan siklis ini. Siklus menstruasi pada
manusia paling mudah dimengerti jika proses ini dibagi menjadi empat fase berdasarkan
perubahan fungsional dan morfologis di dalam ovarium dan endometrium.2
Secara konvensional fase ini dikenal sebagai fase pertama yang merupakan suatu
fase pada siklus menstruasi sampai terjadinya ovulasi. Pada siklus menstruasi 28 hari,
fase ini meliputi 14 hari pertama. Pada siklus ovulatoir yang lebih atau kurang 28 hari,
adanya penyimpangan lamanya siklus tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan
lamanya fase folikular. Selama fase ini, sekelompok folikel ovarium mulai matang,
walaupun hanya satu yang akan menjadi folikel dominan, yang disebut sebagai folike de
Graaf. Perkembangan folikel dari bentuk primordia atau bentuk istirahatnya dalam
ovarium dimulai selama beberapa hari sebelum dimulainya menstruasi pada siklus
4
sebelumnya, walaupun seleksi terhadap folikel mana yang akan matang dalam suatu
siklus mungkin dapat terjadi beberapa bulan sebelum pembentukan morfologis. Setelah
satu siklus berakhir, kematian dari korpus luteum yang telah diprogram menyebabkan
penurunan sekresi hormon yang drastis. Penurunan total estradiol serum melepaskan
inhibisi umpan balik negatif pusat pada sekresi FSH. Penurunan progesteron dan inhibin
A terlibat dalam derajat yang lebih rendah. Peningkatan sekresi FSH selama fase luteal
akhir disertai oleh peningkatan frekuensi denyut sekresi LH.2,3
Hari pertama pendarahan menstruasi ditetapkan sebagai hari pertama fase
folikular. Selama 4-5 hari pertama fase ini, perkembangan folikel ovarium awal ditandai
oleh proliferasi dan aktivitas aromatase sel granulosa yang diinduksi oleh FSH. Sel teka
pada folikel yang berkembang menghasilkan prekursor androgen. Prekursor ini
dikonversi menjadi estradiol dalam sel granulosa yang berdekatan. Proses ini disebut
sebagai hipotesis dua-sel. Kadar estradiol meningkat. Folikel-folikel yang direkrut kini
memiliki beberapa lapis sel granulosa yang mengelilingi oositnya dan sedikit akumulasi
cairan folikular. FSH menginduksi sintesis reseptor FSH tambahan pada sel granulosa,
yang memperbesar efeknya masing-masing. FSH juga menstimulasi sintesis reseptor
LH yang baru pada sel granulosa, yang kemudian memulai respons LH.2
Pada hari ke 5-7, siklus menstruasi, sebuah folikel mendominasi folikel lain, dan
akan menjadi matang dan berovulasi antara hari ke-13 dan 15. Folikel predominan
memiliki indeks mitosis yang paling tinggi dari semua folikel yang ada, memiliki
kapasitas yang optimal untuk retensi FSH pada cairan folikularnya, dan memiliki
kemampuan sintesis estradiol dan inhibin B yang tinggi. Folikel yang tidak dominan
memiliki rasio androgen:estrogen yang meningkat pada cairan folikularnya,
menunjukan induksi suboptimal pada aktivitas aromatase, dan akan mengalami atresia.
Androgen tampaknya merupakan kunci terjadinya proses atresia, seperti sel granulosa
yang mengalami apoptosis jika diberikan androgen secara in vitro.2,3
5
Selama fase folikular tengah hingga akhir, kadar estradiol dan inhibin B yang
terus menerus meningkat dalam sirkulasi akan menekan sekresi FSH, sehingga
mencegah pengambilan folikel yang baru. Peningkatan etradiol dalam sirklasi yang
sangat tinggi dan terus menerus menimbulkan efek yang tidak diharapkan pada kelenjar
hipofisis; peningkatan eksponensial pada sekresi LH. Ovarium juga menunjukan
respons yang meningkat terhadap gonadotropin. Akhirnya kadar estrogen yang tinggi
menyebabkan pertumbuhan jaringan endometrium yang melapisi uterus. Perubahan
pada endometrium ini dapat dibedakan secara mikroskopis dan disebut sebagai fase
proliferatif.3
Fase dalam siklus menstruasi ini ditandai oleh lonjakan sekresi LH hipofisis,
yang memuncak saat dilepaskannya ovum yang matang melalui kapsul ovarium. Dua
sampat tiga hari sebelum onset lonjakan LH, estradiol dan inhibin B yang bersirkulasi
meningkat secara cepat dan bersamaan. Sintesis estradiol berada dalam keadaan
maksimal dan tidak lagi bergantung pada FSH. Progesteron mulai meningkat saat
lonjakan LH menginduksi sintesis progesteron oleh sel granulosa.4
Kunci dari ovulasi adalah efek umpan balik positif estrogen pada sekresi LH
pada pertengahan siklus. Bukti bahwa peningkatan estrogen ovarium merupakan pusat
dari ovulasi didasarkan pada observasi bahwa lonjakan gonadotropin dapat terjadi
ketika terdapat peningkatan yang terus-menerus pada konsentrasi estradiol yang
bersikulasi lebih jauh lagi diperkuat dengan adanya progesteron ovarium. Lokasi kerja
umpan balik positif estrogen pada siklus pertengahan terhadap sekresi LH tampaknya
terjadi di dalam sel-sel neuroendrokin hipotalamus dan gonadotropin hipofisis.
Mekanisme yang pasti bagaimana estrogen menginduksi lonjakan LH pada pertenghan
siklus belum diketahui, namun melibatkan modulasi neuronal dopaminergik dan B-
endorfinergik generator denyut GnRH.
Pada kenyataannya, pada pertengahan siklus terdapat peningkatan sensitivitas
gonadotropin hipofisis terhadap GnRH sebanyak 20 kali lipat. Lebih jauh lagi, generator
6
denyut GnRH dapat dihambat oleh opioid alami maupun sintesis, yang menunujukan
bahwa opioid memiliki peran dalam kendali saraf lonjakan LH pada pertengahan siklus.
Sedikit peningkatan FSH yang terjadi secara simultan akibat lonjakan LH pada
pertengahan siklus ini kemungkinan merupakan respons terhadap sinyal GnRH.5
Ovulasi tampaknya membutuhkan LH. Mekanisme yang pasti mengenai efek ini
belum diketahui, walaupun prostagladin diperkirakan merupakan salah satu
mediatornya. Untuk hal ini, LH telah diketahui menstimulasi biosintesis prostagladin
oleh sel ovarium dan inhibitor sintesis prostagladin oleh sel ovarium dan inhibitor
sintesis prostagladin menghambat ovulasi pada binatang. Aktivitor plasminogen juga
terlibat. Aktivitor plasminogen, yang merupakan suatu protease serin yang
mengkonversi plasminogen menjadi enzim plasmin yang aktif secara proteolitik,
diproduksi oleh sel ovarium sebagai respons terhadap FSH dan mungkin memperantarai
efek lonjakan FSH pada pertengahan siklus saat ovulasi.6,7
Setelah ovulasi, gambaran morfologis dan fungsional yang dominan pada
ovarium adalah pembentukan dan pemeliharaan korpus luteum. Pada manusia, sel luteal
membuat estrogen dan inibin dalam jumlah besar. Sebenarnya, konsentrasi estrogen
yang bersirkulasi selama fase luteal berada dalam keadaan praovulatoir, dengan umpan
balik positif. Akan tetapi ciri-ciri fase luteal adalah konsentrasi progesteron dan 17-
hidroksiprogesteron yang tinggi yang disekresi oleh korpus luteum. Progesteron pada
kadar yang meningkat ini mencegah estrogen untuk menstimulasi lonjakan LH yang
lain dari hipofisis. Selain itu, pada keadaan terdapatnya kombinasi antara tingginya
konsentrasi progesteron dan estrogen, frekuensi denyut GnRH praovulatoir menurun,
menyebabkan sekresi FSH dan LH hanya pada garis dasar.7
Lamanya fase luteal lebih konsisten daripada fase folikular, biasanya 14 + 2
hari. Jika tidak terjadi kehamilan, korpus luteum secara spontan mengalami regresi dan
perkembangan folikel berlanjut ke siklus berikutnya. Hanya sedikit LH yang diperlukan
untuk mempertahankan korpus luteum pada siklus yang normal. Namun demikian,
7
setelah 14 hari, sekresi LH basal pun tidak lagi mampu menunjang fungsi endrokin
kelenjar. Jika terjadi kehamilan, pemeliharaan korpus luteum dan produksi
progesteronnya sangat penting untuk keberhasilan getasi awal. hCG merupakan hormon
yang homolog dengan LH. hCG disekresi oleh jaringan plasenta (trofoblas) pada
kehamilan.7
Dengan adanya kehamilan, hCG yang disekresi oleh jaringan plasenta
(trofoblas) pada kehamilan. Dengan adanya kehamilan, hCG yang disekresi oleh
trofoblas gestasional dapat memelihara korpus luteum sampai trofoblas mengambil alih
fungsi sekresi hormon progesteron. Kadar progesteron yang tinggi juga menciptakan
‘fase sekretorik’ di dalam endometrium, yang ditandai oleh pematangan endometrium
yang memungkinkan implantasi embrio. Pemicu yang pasti untuk kematian korpus
luteum pada siklus yang tidak menghasilkan kehamilan belum diketahui. Fragmentasi
DNA menandai ciri-ciri apoptosis yang terdapat pada korpus luteum sejak fase luteal
tengah sampai akhir.8
Peningkatan sekresi FSH menjelang akhir fase lateral bergantung pada
penurunan kadar progesteron, estradiol, dan inhibin dalam sirkulasi yang masih
berlangsung. Pemberian antagonis estrogen seperti klomifen sitrat pada fase luteal
bermakna secara klinis menyebabkan peningkatan kadar FSH dalam sirkulasi dan
mengawali penambahan folikel.7,8
2.2 Fase menstruasi
Hari pertama menstruasi menandai permulaan siklus berikutnya. Sekelompok
folikel yang baru telah direkrut dan akan berlanjut menjadi folikel yang matang, dan
salah satunya akan berovulasi. Fenomena yang disebut menstruasi sebagian besar
merupakan peristiwa endometrial yang dipicu oleh hilangya dukungan progesteron
terhadap korpus luteum pada siklus nonkonsepsi.7
Perubahan struktur yang mencolok terjadi di dalam endometrium selama
menstruasi, yang dikendalikan oleh mekanisme yang kompleks dan hanya sebagian
8
telah dimengerti. Protease pemecah matriks dan lisosom yang dikendalikan secara
hormonal tampaknya terlibat. Protease pemecah matriks merupakan bagian dari
golongan enzim metaloproteinase (MMP) yang substratnya mengandung kolagen dan
matriks protein lainnya. Di antara golongan MMP, terdapat tujuh anggota yang
diekspresikan dengan pola spesifik sel dan pola spesifik siklus menstruasi.
Selain itu, endotelin, yang merupakan vasokonstriktor poten, tampaknya
memiliki aktivitas maksimal pada akhir fase luteal. Pada akhirnya, penurunan
progesteron pramenstruasi berhubungan dengan penurunan aktivitas 15-
hidroksiprostagladin dehidrogenase. Hal ini menghasilkan peningkatan availabilitas
prostagladin PGF, suatu stimulator kontraktilitas miometrium yang poten. Homeostasis
prostagladin dan tromboksan menyebabkan kontraksi miometrium dan vaskilar di dalam
uterus. Pengendalian kontraktilitas tersebut berpusat pada terjadinya iskermia
endometrium, yang merupakan awal dari peluruhan endometrium dan penghentian
pendarahan menstruasi.8
2.3 Fertilisasi
Konsepsi dan fertilisasi adalah pembentukan keadaan kehamilan-fertilisasi
sebuah oosit(ovum) oleh sebuah spermatozoa. Konsepsi mengharuskan sebuah
spermatozoa mencapai dan memenetrasi oosit sekunder untuk menyelesaikan meiosis II
sebelum penggabungan kedua nukleus saat fertilisasi. Setelah spermatozoa tersimpan di
dalam vagina selama koitus, spermatozoa harus membuat jalan mereka sendiri melalui
serviks dan uterus serta ke dalam tuba falopii. Sebelum spermatozoa dapat memenetrasi
sebuah oosit, mereka harus melewati proses kapasitasi dan reaksi akrosom.
Spermatozoa membawa enzim yang digunakan untuk mengakses oosit. Kapasitasi
melibatkan perubahan struktural pada akrosom membuat enzim siap dilepaskan. Banyak
spermatozoa harus melepaskan enzim mereka dengan reaksi akrosom untuk
“menembus” pertahanan di sekitar oosit, tetapi hanya satu yang benar-benar menempel
9
pada dan memenetrasi oosit sekunder. Proses ini merupakan mekanisme vital yang
mencegah masuknya spermatozoa lain (polispermi).9
Fertilisasi pada manusia termasuk fertilisasi internal. Sekresi dalam saluran
reproduksi betina mamalia mengubah molekul tertentu pada permukaan sel sperma yang
telah didepositkan atau dimasukan selama ejakulasi jantan dan juga meningkatkan
motilitas sperma tersebut. Peningkatan fungsi sperma dalam saluran reproduksi betina
ini, yang disebut sebagai kapasitasi memerlukan waktu sekitar 6 jam pada manusia.8,9
Sel telur mamalia diselubungi oleh sel-sel folikel yang dilepaskan dan
dibebaskan bersama dengan sel telur itu selama ovulasi. Sebuah sel sperma yang
dikapasitasi harus bermigrasi melalui lapisan sel folikel ini sebelum mencapai zona
pelusida, atau matriks ekstraseluler sel telur. Zona pelusida terdiri atas tiga glikoprotein
berbeda yang membentuk filamen yang berikatan silang dalam suatu jaringan tiga
dimensi.
Salah satu dari glikoprotein tersebut, ZP3, juga berfungsi sebagai reseptor
sperma, yang berikatan dengan molekul komplementer pada permukaan kepala sperma.
Pengikatan kepala sperma dengan molekul reseptornya menginduksi akrosom sperma
itu untuk membebaskan isinya dengan cara eksositosis dalam reaksi akrosomal yang
mirip dengan yang ditemukan pada sperma bulu babi. Enzim-enzim pencerna protein
dan hidrolase lain yang dikeluarkan dari akrosom membuat sel sperma mampu
menembus zona pelusida dan mencapai membran plasma sel telur tersebut. Reaksi
akrosomal itu juga memaparkan sejenis protein pada membran sperma yang berikatan
dan menyatu dengan membran sel telur.9
Pengikatan sel sperma dengan sel telur memicu depolarisasi membran sel telur,
yang berfungsi sebagai pemblokiran cepat terhadap polispermia. Reaksi kortikal dimana
granula dalam korteks sel telur itu membebaskan isinya ke bagian luar sel itu melalui
eksositosis, juga terjadi. Enzim yang dibebaskan dari granula kortikal itu mengkatalisis
10
perubahan zona pelusida, yang kemudian berfungsi sebagai pemblokiran lambat
terhadap polispermia.10
Penjuluran yang mirip jari dari sel telur, yang disebut sebagai mikrovili,
mengambil keseluruhan sel sperma itu, ekor dan semua bagian lain, masuk ke dalam sel
telur. Badan basal flagela sperma membagi diri dan membentuk dua sentrosom (dengan
sentriol) dalam zigot itu. Hal ini membangkitkan gelendong mitosis untuk pembelahan
sel; sel telur mamalia yang belum difertilisasi tidak mempunyai sentosomnya sendiri.10
Gambar 2. Fertilisasi
pada manusia.4
2.4 Pembelahan
Fertilisasi diikuti oleh tiga tahapan berurutan yang mulai membangun tubuh
hewan betina itu. Pertama, pembelahan sel jenis khusus, yang disebut sebagai
pembelahan (cleavage), menciptakan embrio multiseluler, atau blastula, dari zigot.
Tahapan kedua, gastrulasi, menghasilkan embrio berlapis tiga yang disebut gastrula.
Tahapan ketiga, yang disebut dengan organogenesis, membangkitkan organ rudimenter
yang akan tumbh menjadi struktur dewasa.10
11
Pembelahan (cleavage) adalah suksesi pembelahan sel secara cepat yang terjadi
setelah fertilisasi. Selama pembelahan itu, sel-sel mengalami fase S (sintesis DNA) dan
fase M (mitosis) siklus sel, tetapi seringkali hampir selalu melewatkan fase G1 dan g2.
Embrio tidak membesar selama proses perkembangan ini. Pembelahan hanya membagi-
bagi sitoplasma satu sel besar, yaitu zigot, menjadi banyak sel yang lebih kecil yang
disebut sebagai blastomer, masing-masing dengan nukleusnya sendiri. Dengan
demikian, daerah sitoplasma yang berbeda pada sel telur yang belum membelah akan
berakhir menjadi blastomer yang terpisah. Dan karena daerah itu bisa mengandung
komponen sitoplasmik yang berbeda, partisi atau pembagian itu mempersiapkan
peristiwa perkembangan berikutnya.9,10
Pembelahan secara terus menerus menghasilkan sebuah bola sel padat yang
dikenal sebagai morula, bahasa latin untuk “mulberry”, yang mengacu ke permukaan
berlobus pada embrio dalam tahapan ini. Suatu rongga yang penuh cairan yang disebut
blastosel (blastocoel) terbentuk di dalam morula, dan menghasilkan tahapan
perkembangan bila berlubang yang disebut dengan blastula.9,10
Gastrulasi adalah proses morfogenetik dimana terjadi pengaturan kembali sel-sel
blastula secara dramatis. Gastrulasi berbeda rinciannya dari satu kelompok hewan
dengan kelompok hewan lainnya, tetapi suatu kumpulan perubahan seluler yang sama
menggerakkan pengaturan ulang spasial embrio ini. Mekanisme seluler yang umum
tersebut adalah perubahan-perubahan motilitas sel, perubahan dalam bentuk sel, dan
perubahan dalam adhesi (penempelan) seluler ke sel lain dan ke molekul matriks
ekstraseluler. Hasil penting gastrulasi adalah bahwa beberapa sel pada atau dekat
permukaan blastula berpindah ke lokasi baru yang lebih dalam. Hal ini akan
mentransformasi blastula menjadi embrio berlapis tiga yang disebut dengan gastrula.
Ketiga lapisan yang dihasilkan oleh gastrulasi itu adalah jaringan embrio yang disebut
sebagai ektoderm, mesoderm, dan endoderm, yang secara kolektif disebut juga lapisan
germinal embrio. Ektoderm membentuk lapisan luar gastrula; endoderm melapisi
12
saluran pencernaan embrio; dan mengisi sebagian ruangan di antara ektoderm dan
endoderm. Akhirnya ketiga lapisan sel tersebut berkembang menjadi semua bagian
tubuh hewan dewasa. Sebagai contoh, sistem saraf kita dan lapisan bagian luar kulit kita
(epidermis) berasal dari ektoderm; lapisan paling dalam saluran pencernaan kita dan
organ-organ terkait seperti hari dan pankreas, muncul dari endoderm; dan sebagian
besar organ dan jaringan lain seperti ginjal, jantung, otot, dan lapisan bagian dalam kulit
kita (dermis), berkembang dari mesoderm.9,10
Sel telur manusia berplasenta berukuran sangat kecil dan hanya menyimpan
sedikit cadangan makanan. Selain itu, sel telur manusia sebenarnya tidak mempunyai
determinan sitoplasmik terlokalisir yang dikode secara maternal, yang membantu
memantapkan polaritas pada pada sel telur banyak hewan lain. Sel telur pada mamalia
tidak memperlihatkan polaritas atau pengkutuban yang jelas, dan pembelahan zigot
yang tidak memiliki kuning telur bersifat holoblastik, yaitu pembelahan sempurna sel
telur yang mempunyai sedikit kuning telur.11
Pembelahan terjadi relatif lambat pada manusia. Pada manusia, pembelahan
pertama selesai sekitar 36 jam setelah fertilisasi, pembelahan kedua sekitar 60 jam, dan
pembelahan ketiga sekitar 72 jam. Sumbu pembelahan tampaknya terorientasi secara
acak, dan semua blastomer sama ukurannya. Peristiwa penting selama perkembangan
awal mamalia adalah proses pemadatan (compaction), yang terjadi pada tahapan
delapan sel. Sebelum pemadatan, sel-sel embrio awal terbungkus secara longgar; setelah
pemadatan sel-sel itu menempel secara erat satu sama lain. Pemadatan melibatkan
produksi protein baru pada permukaan sel-sel yang disebut kadherin.11,12
Pada waktu 7 hari setelah fertilisasi, embrio mempunyai lebih dari 100 sel yang
tersusun di sekitar rongga tengah. Inilah tahapan embrionik yang dikenal sebagai
blastosista. Menjorok ke arah satu ujung rongga blastosista itu adalah kumpulan sel
yang disebut sebagai massa sel bagian dalam (inner cell mass), yang selanjutnya
berkembang menjadi proper embrio dan beberapa membran ekstra embrionik. Epitelium
13
paling luar yang mengelilingi rongga itu adalah trofoblas, yang bersama-sama dengan
jaringan mesodermal akan membentuk bagian plasenta milik fetus.12
Embrio mencapai fetus pada tahapan blastosista dan memulai implantasi segera
setelah itu. Trofoblas mensekresi enzim-enzim yang membuat blastosista mampu
menembus dinding uterus. Trofoblas terendam dalam darah yang tumpah dari kapiler
yang tererosi pada endometrium (dinding uterus). Trofoblas menebal dan menjulurkan
penjuluran yang mirip jari ke dalam jaringan maternal di sekitarnya. Plasenta akhirnya
terbentuk dari trofoblas yang memperbanyak diri ini dan dari daerah endometrium yang
diinvasinya. Pada saat blastosista itu terimplantasi di uterus, massa sel bagian dalam
membentuk cakram pipih dengan lapisan sel bagian atas, atau epiblas, dan lapisan sel
bagian bawah, atau hipoblas. Lapisan-lapisan tersebut homolog dengan lapisan pada
burung, embrio berkembang secara keseluruhan dari sel-sel epiblas, sementara sel-sel
hipoblas membentuk kantung kuning telur. Gastrulasi terjadi melalui pergerakan ke arah
dalam sel-sel dari lapisan atas melalui primitive streak untuk membentuk mesoderm dan
endoderm, persis seperti yang terjadi pada anak ayam.12
Empat membran ekstraembrionik yang homolog dengan membran
ekstraembrionik burung dan reptilia terbentuk selama perkembangan mamalia. Korion,
yang berkembang dari trofoblas, secara sempurna mengelilingi embrio dan membran
ekstraembrionik lainnya. Amnion mulai terbentuk sebagai sebuah kubah di atas epiblas
yang memperbanyak diri dan akhirnya menyelimuti embrio dengan rongga amnion yang
penuh dengan cairan. (Cairan dari rongga ini adalah “air” yang keluar dari vagina induk
ketika amnion pecah persis sebelum kelahiran anak). Di bawah proper embrio yang
sedang berkembang itu, kantung kuning telur membungkus ruangan yang penuh dengan
cairan. Meskipun rongga tersebut tidak mengandung kuning telur, membran yang
mengelilinginya diberi nama yang sama seperti membran yang homolog pada burung
dan reptilia. Membran kantung kuning telur mamalia adalah tempat pembentukan awal
sel-sel darah merah, yang kemudian bermigrasi ke dalam proper embrio.
14
Membran ekstraembrionik keempat, atau alantois, berkembang sebagai kantung
dari luar perut rudimeter embrio, seperti halnya pada embrio ayam. Alantois
digabungkan ke dalam tali pusat, di mana alantois membentuk pembuluh darah yang
mengikat oksigen dan nutrien dari plasenta ke embrio yang mengeluarkan karbon
dioksida serta bernitrogen dari embrio. Dengan demikian, membran ekstraembrionik
cangkang sel telur, di mana embrio diberi makan dengan kuning telur, masih tetap
dipertahankan ketika mamalia memisah dari reptilia dalam perjalanan evolusi, akan
tetapi dengan modufikasi yang diadaptasikan terhadap perkembangan di dalam daluran
reproduksi induk.12
2.5 Organogenesis
Berbagai daerah pada tiga lapisan germinal berkembang menjadi rudimen dari
organ-organ selama proses organogenesis. Tiga jenis perubahan morfogenetik –
pelipatan, pemisahan, dan pengelompokan padat (kondensasi) sel-sel adalah bukti
pertama pembentukan organ. Organ yang pertama-tama mulai terbentuk pada embrio
katak dan kordata lain adalah tabung neuron dan notokord, batang skeletal yang
merupakan ciri khas embrio kordata.12,13
Notokord (notochord) terbentuk dari mesoderm dorsal yang berkondensasi
persis di atas arkenteron, dan tabung neuron berawal sebagai lempengan ektoderm
dorsal persis di atas notokord yang sedang berkembang itu. Tak lama setelah notokord
terbentuk, lempeng neuron melipat ke arah dalam, dan menggulung diri menjadi tabung
neuron (neural tube), yang akan menjadi sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang
belakang). Organ ini berlubang pada sebagian besar kordata karena mekanisme
perkembangan ini. Pada katak, notokord memanjangkan dan meregangkan embrio di
sepanjang sumbu anterior-anteriornya. Kemudian, notokord akan berfungsi sebagai
pusat dan di sekitarnya akan ada sel-sel mesodermal yang mengumpul dan membentuk
vertebra.12
15
Kondensasi lain terjadi pada potongan memanjang mesoderm yang terletak
lateral terhadap notokord, yang memisah menjadi blok-blok yang disebut somit. Somit
tersusun berseri pada kedua sisi di sepanjang notokord itu. Sel-sel somit tidak hanya
menjadi vertebrata tulang belakang, melainkan juga membentuk otot-otot yang
berkaitan dengan kerangka aksial. Asal mula serial kerangka dan otot ini yaitu kordata
pada dasarnya adalah hewan bersegmen, meskipun segmentasi itu menjadi kurang jelas
nantinya seiring dengan perkembangan. (Terdapat tanda-tanda segmentasi bahkan pada
organisme dewasa, seperti serangkaian vertebrata pada manusia atau segmen otot
berbentuk tanda pangkat tentara (chevron) pada ikan), Terletak lateral terhadap somit,
mesoderm memisah menjadi dua lapisan yang membentuk lapisan rongga tubuh, atau
selom.12
Sementara organogenesis berlangsung, morfogenesis dan diferensiasi seluler
terus memperbaiki organ-organ yang terbentuk dari ketiga lapisan germinal embrionik
itu. Yang unik bagi embrio vertebrata adalah adanya pita sel-sel yang disebut sebagai
pial neuron (neural crest) yang berkembang di sepanjang perbatasan di aman tabung
neuron lepas dari ektoderm. Sel-sel pial neuron selanjutnya bermigrasi ke berbagai
bagian embrio, dan membentuk sel-sel pigmen kulit, beberapa tulang dan otot
tengkorak, geligi, medula kelenjar adrenal, dan komponen periferal sistem saraf, seperti
ganglia sensoris dan simpatis.12
2.6 Windows of suscepbility
Windows of susceptibility merupakan peluang/respon embrio/janin terhadap
faktor teratogen yang dapat menyebabkan janin mengalami kecacatan pada saat lahir
yang biasanya disebut sebagai cacat lahir/bawaan. Pada usia 2 minggu pertama
kelahiran, merupakan masa yang paling rentan. Bila pada usia ini seorang ibu misalnya
terinfeksi virus, dapat menyebabkan kematian pada embrio tersebut. Sedangkan pada
Gambar 5. Windows of susceptibility.5
16
usia sekitar minggu ke-2 sampai ke-8, janin masih dapat hidup dan lahir, tetapi dengan
cacat pada fisiknya. Kemudian setelah minggu ke-8 sampai lahir, bila terkena infeksi,
maka janin akan lahir dengan cacat fungsional. Berikut adalah gambaran spesifik
mengenai windows of suscepbility.12
2.7 Cacat Bawaan
Cacat bawaan merupakan penyebab penting dari kelahiran mati. Kejadian cacat
bawaan dipengaruhi oleh umur, pasitas, bangsa ibu, dan jenis kelamin janin. Penyakit
down misalnya, sangat dipengaruhi oleh umur ibu, banyak terdapat pada anak yang lahir
dari ibu 35 tahun ke atas. Juga hidrosefal lebih banyak terdapat lebih banyak terdapat
pada anak dari ibu yang sudah lanjut usianya. Anensefalus dan spina bifida lebih banyak
terdapat pada anak yang pertama dan keenam atau lebih, juga lebih banyak terdapat
pada bayi perempuan dan bayi laki-laki.13
Apabila seorang ibu pernah melahirkan anak dengan cacat bawaan,
kemungkinan bahwa ia akan melahirkan anak dengan cacat bawaan lagi lebih besar
dibandingkan dengan ibu yang belum. Kenyataan ini berlaku untuk spina bifida,
anensefal dan bibir sumbing. Perlu juga dikemukakan bahwa cacat bawaan sering
17
bersifat multipel. Jadi apabila kita menemukan suatu cacat, kita perlu mencurigai
kemungkinan adanya cacat yang lain dan harus mencarinya.Cacat bawaan dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu;
1. Faktor lingkungan. Rubella dapat menyebabkan katarak, kelainan jantung, dan
kelainan telinga tengah; toksoplasmosis dapat menimbulkan kelainan susunan
saraf pusat; penyinaran dapat menimbulkan kelainan susunan saraf pusat;
intoksikasi CO dapat menimbulkan hidrosefal dan anensefal; progesteron dapat
menimbulkan kelainan pada genitalia eksterna; begitu pula antibiotik dan
transquilizer (thalidomide) dapat menimbulkan kelainan pada janin.
2. Faktor-faktor genetik – misalnya: polidaktili.
3. Kombinasi faktor 1 dan 2 – kebanyakan cacat bawaan dapat dimasukan dalam
golongan ini.13
Berikut adalah beberapa macam cacat bawaan:
a. Anensefal.
Tidak ada otak atau otak tidak sempurna terbentuk dan atap tengkorak juga tidak
ada. Terdapat lebih banyak pada bayi perempuan.
b. Hidrosefal
Merupakan kelebihan cairan serebrospinal di dalam ventrikel otak kira-kira 500-
1500 cc. Oleh karena keadaan ini, kepala menjadi besar sekali.
c. Spina Bifida
Oleh karena adanya lubang pada ruas tulang belakang, biasanya di daerah
lumbosakral, selaput sumsum tulang belakangnya sendiri ikut keluar
(meningomielokel).
d. Penyakit down
Muka anak menyerupai seorang mongol (mongolimus); kepala relatif kecil,
oksiput datar, matanya berdekatan, dan celah matanya sempit. Tangan terutama
18
jari-jarinya pendek dan tebal. Lidah besar, kasar, dan retak-retak. Anak semacam
ini terbelakang, sering idiot, dan mudah sekali meninggal karena infeksi.
Biasanya anak ini dilahirkan dari ibu yang sudah umurnya 40 tahun atau lebih.
Mempunyai kromosom yang berlebih jadi 47 buah kromosom (trisomi 21),
sedangkan orang yang biasa mempunyai 46 buah kromosom.
e. Kelainan jantung bawaan
Duktus asteriosus persisten, koarktasio aorta, stenosis arteri pulmonalis, kelainan
septum dan tetralogi Fallot mungkin terjadi.
f. Kaki kepong (Pes Equinovarus)
Sering bersamaan dengan kelainan susunan saraf pusat, seperti hidrosefal spina
bifida, dan meningokel.
g. Luksasi kokse bawaan
Lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada perempuan dan disebabkan
kurang sempurnanya bibir atas asetabulum.
h. Polidaktilismus
Jari-jari berlebihan
i. Sindaktilismus
Antara jari-jari terdapat selaput kulit, menyerupai kaki bebek.
j. Bibir sumbing dan langit-langit belah
Menyebabkan kesukaran waktu minum dan dapat diperbaiki dengan operasi.
k. Meningokel
Selaput otak menonjol ke luar pada salah satu sela tengkorak, namun biasanya di
daerah belakang kepala. Jika jaringan otak ke luar disebut ensefalokel.
l. Hernia
Hernia umbilikalis dan hernia inguinalis kadang-kadang ditemukan pada bayi,
terapi jarang menimbulkan hernia inkarserata.
m. Turunnya testis
19
Secara normal testis itu turun dari rongga perut melalui kanalis inginalis ke
dalam skrotum. Pada bayi yang cukup bulan, testisnya sudah ada di dalam
skrotum. Kadang-kadang hal ini tidak terjadi.
n. Atresia Ani
Lubang anus tertutup hingga rektum buntu. Keadaan ini harus segera ditolong
secara operasi.
o. Perut bengkak
Dapat disebabkan oleh asites, ginjal kista bawaan, dan kandung kemih yang
penuh, misalnya karena atresi uretra.13
2.8 Teratogen
Teratogen (Teratologi) merupakan faktor-faktor yang menentukan kapasitas
suatu agen untuk menimbulkan cacat lahir telah didefinisikan dan diajukan sebagai
prinsip teratologi. Prinsip-prinsip tersebut mencakup:
1. Kerentanan terhadap teratogenesis yang bergantung pada genotipe konseptus
dan cara bagaimana komposisi genetik ini berinteraksi dalam lingkungan.
Genom ibu juga penting dalam kaitannya dengan metabolisme obat, resistensi
terhadap infeksi, dan proses biokimiawi dan molekular lainnya yang
memengaruhi konseptus.
2. Kerentanan terhadap teratogen bervariasi sesuai stadium perkembangan saat
pajanan. Periode paling peka untuk timbulnya cacat lahir adalah minggu ketiga
hingga kedelapan kehamilan, yaitu periode embriogenesis. Setiap sistem organ
mungkin memiliki satu atau lebih tahap kerentanan. Sebagai contoh, langit-
langit sumbing dapat terinduksi pada tahap blastokista (hari ke-6), selama
gastrulasi (hari ke-14), pada tahap awal pembentukan tunas ekstremitas (minggu
kelima), atau saat bilah langit-langit itu sendiri sedang terbentuk (minggu ke-7).
Selain itu, sementara kebanyakan kelainan ditimbulkan selama embriogenesis,
20
cacat juga dapat ditimbulkan sebelum atau sesudah periode ini; tidak ada tahap
perkembangan yang benar-benar amin.
3. Manifestasi gangguan perkembangan bergantung pada dosis lama pajanan ke
teratogen.
4. Teratogen bekerja melalui jalur (mekanisme) spesifik pada sel dan jaringan yang
sedang berkembang untuk memicu kelainan embriogenesis (patogenesis).
Mekanisme ini mungkin melibatkan inhibitor proses biokimiawi atau molekular
tertentu; patogenesis mungkin melibatkan kematian sel, penurunan poliferasi sel,
dan fenomena sel lainnya.
5. Manifestasi kelainan perkembangan adalah kematian, malformasi, retardasi
pertumbuhan, dan gangguan fungsional.13
Agen teratogen antara lain:
a. Agen infeksi
Agen infeksi yang menyebabkan cacat lahir mencakup sejumlah virus. Rubela
dahulu merupakan masalah besar, tetapi kemampuan kita untuk mendeteksi titer
antibodi dalam serum dan pembuatan vaksin telah secara bermakna menurunkan
insidens cacat lahir akibat virus ini. Virus lain yang dapat menyebabkan cacat
lahir antara lain; sitomegalovirus, virus herpes simpleks, virus varisela, HIV,
virus campak, gondongan, hepatitis, poliomeielitis, echovirus, virus Coxsackie,
influenza, toksoplasmosis, dan sifilis.
b. Radiasi
Radiasi pengion mematikan sel-sel yang berproliferasi pesat sehingga radiasi ini
adalah teratogen kuat, menimbulkan hampir semua cacat lahir bergantung pada
dosis dan stadium perkembangan konseptus saat pajanan terjadi. Radiasi dari
ledakan nuklir juga teratogenik. Radiasi juga adalah agen mutagenik dan dapat
menyebabkan perubahan genetik pada sel germinativum
21
c. Bahan kimia
Penggunaan bahan kimia pada ibu hamil, terutama obat, relatif sedikit dari
banyak obat yang digunakan positif bersifat teratogenik. Contohnya antara lain;
talidomid (obat antimual dan tidur), obat anti kejang untuk penderita epilepsi
(difenilhidantoin, asam valproat, trimetadion), obat antipsikotik (fenotiazin dan
litium), obat anti cemas (meprobamat, klordiazepoksid, diazepam), LSD, PCP,
mariyuana, alkohol, dan kokain.
d. Hormon
Obat androgenik dapat menyebabkan pebesaran klitoris disertai penyatuan
lipatan labioskrotum dengan derajat bervariasi. Endocrine disrupters adalah
bahan eksogen yang mengganggu kerja regulatorik normal hormon-hormon
yang mengontrol proses perkembangan. Kontrasepsi oral adalah pil keluarga
berencana yang mengandung estrogen dan progesteron, memiliki potensi
teratogenik yang rendah, walaupun demikian penggunaan pil keluarga berencana
sewaktu ibu hamil harus dihentikan.
e. Penyakit Ibu
Diabetes; gangguan metabolisme karbohidrat selama kehamilan pada pengidap
diabetes menyebabkan peningkatan isidens lahir-mati, kematian neonatus, bayi
yang terlalu besar, dan malformasi kongenital. Fenilketonuria yaitu defisiensi
enzim fenilalanin hidrosilase yang menyebabkan peningkatan konsentrasi
fenilalanin serum, berisiko memiliki bayi dengan retardasi mental, mikrosefalus,
dan cacat jantung.
f. Defisiensi gizi
Defisiensi iodium dapat menyebabkan kretinisme endemik. Kekurangan gizi
pada ibu sebelum dan selama kehamilan berperan menyebabkan berat badan
lahir rendah dan cacat lahir
g. Obesitas
22
Obesitas prekehamilan dapat meningkatkan resiko memiliki bayi yang cacat
tabung otak, cacat jantung, omfalokel, dan anomali mulptipel.
h. Logam berat
Merkuri dapat menyebabkan ibu melahirkan anak dengan gejala neurologis
multipel mirip cerebral palsy. Timbal juga dapat meingkatkan angka abortus,
retardasi pertumbuhan, dan gangguan neurologis.14
BAB III PENUTUP
Kehamilan bisa terjadi pada setiap perempuan yang telah melewati masa
pubertas dan mengalami siklus menstruasi tiap bulannya. Kehamilan diawali dengan
adanya fertilisasi, kemudian dilanjutkan dengan pembelahan (cleavage), dan
organogenesis. Seorang ibu harus berhati-hati dalam menjaga kehamilannya, sebab ada
saat-saat dimana embrio atau janin mengalami masa-masa rentannya atau biasa disebut
dengan windows of suscepbility. Selain itu, seorang ibu juga harus menjaga
kesehatannya dan juga makanan atau minuman yang dikonsumsinya. Sebab makanan
atau minuman yang dikonsumsi seorang ibu hamil dapat menjadi sesuatu yang bersifat
teratogen, yaitu suatu agen yang dapat menyebabkan seorang bayi yang lahir dengan
cacat bawaan.
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
1. Anies. Seri lingkungan dan penyakit manajemen berbasis lingkungan solusi
mencegah dan menanggulangi penyakit menular. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo; 2006.
23
2. Heffner LJ, Schust J. At a glance sistem reproduksi. Jakarta: Erlangga; 2008.
3. Brooker C. Ensiklopedia keperawatan. Jakarta: EGC; 2005.
4. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. Biologi. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga;
2004.
5. Hudyono J. Embriologi 5. Bahan Kuliah 2011.
6. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu kesehatan
reproduksi: obstetri patologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2003
7. Sadler TW. Langman embriologi kedokteran. Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2006.
8. Rachmat. Kelainan kongenital. Edisi 2008. Diunduh dari
http://www.angelfire.com/ga/RachmatDSOG/congenital.html, pada tanggal 20
Januari 2012.
9. Solusisehat. Amankah mengonsumsi obat saat hamil. Edisi Februari 2008.
Diunduh dari http://www.solusisehat.net/berita.php?id=489, 20 Januari 2012.
10. Jurnaldokter. Gejala dan penyebab terjadinya rubella. Edisi April 2011. Diunduh
dari http://jurnaldokter.com/2011/04/21/gejala-dan-penyebab-terjadinya-rubella
pada tanggal 20 Januari 2012.
11. Medicastore. Kelainan bawaan kelainan kongenital. Diunduh dari
http://medicastore.com/penyakit/415/Kelainan_bawaan_Kelainan_Kongenital.ht
ml pada tanggal 20 Januari 2012.
12. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu kesehatan
reproduksi: obstetri patologi. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2004.
13. Curtis GB. Kehamilan di atas usia 30 tahun. Jakarta: Arcan; 2003.
14. Sinsin I. Seri kesehatan ibu dan anak masa kehamilan dan persalinan. Jakarta:
PT Alex Media Komputindo; 2008.
24
25