Post on 15-Jan-2016
description
Sinusitis Maksilaris Akut
Kelompok B1
Anastasia Anggraeni 102010151
Maulana Malik Ibrahim 102011158
Agnes Borneo 102011164
Muhammad Hasa Narej 102011450
Roswita Da Marli 102012049
Teo Wijaya 102012121
Tiffany Cindy Claudia A.P 102012197
Egidius Ian Andrian 102012346
Tiffany 102012368
Ninanda Ayu Paramitha Widakdo 102012469
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Tahun Ajaran 2015/2016
1
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara berkembang yang terletak pada iklim tropis, memiliki
berbagai ragam budaya, kesenian, flora, fauna dan juga berbagai macam jenis penyakit.
Sebagai negara yang berkembang, sanitasi di Indonesia masih kurang memadai dengan
lonjakan penduduk yang ada. Pemerintah tidak dapat menangani banyaknya wilayah di
Indonesia, dan banyaknya penduduk saat ini. Oleh karena iklim yang baik di Indonesia,
banyaknya penyakit yang lebih marak berkembang di Indonesia dibandingkan dengan negara
lain.
Sinusitis merupakan penyakit yang lazim sekali kita dengar di masyarakat luas. Sinusitis
adalah peradangan pada sinu,s dengan terisinya sinus dengan sekret berupa cairan ataupun
mukoid. Terisinya sinus tersebut di karenakan beberapa bakteri dan virus patogen yang
menyumbat saluran drainase dari carian tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas lebih
lanjut mengenai patogenesis, patofisiologi, pengobatan dan pencegahan dari sinusitis ini,
sehingga pembaca dapat lebih mengerti dan memahami penyakit ini.
Anamnesis
Rinorea, atau rabas dari hidung, sering dikaitkan dengan kongesti nasal, yaitu sensasi
sesak atau sumbatan. Tanyakan lebih lanjut mengenai bersin, mata berair, dan sakit
tenggorok, serta rasa gatal pada mata, hidung, dan tenggorok.
o Penyebabnya antara lain infeksi virus, rhinitis alergi (“hay fever”) dan rhinitis
vasomotor. Gatal lebih disebabkan oleh faktor alergis.1
Sakit kepala merupakan gejala yang sangat sering terjadi yang selalu memerlukan
evaluasi yang cermat karena sebagian kecil fraksi timbulnya sakit kepala berasal dari kondisi
yang mengancam hidup. Dapatkan gambaran yang lengkap mengenai sakit kepala dan tujuh
karakteristik nyeri pasien. 1
Apakah sakit kepala menyerang satu sisi atau bilateral? Apakah sifatnya menetap atau
berdenyut? Kontiniu atau hilang-timbul? Minta pasien untuk menunjukkan area nyeri atau
ketidaknyamanan. Kaji pola kronologis dan keparahan. 1
o Ketegangan sakit kepala sering muncul dari area temporal; sakit kepala klaster
kemungkinan menjalar searah retroorbital.
2
o Sakit kepala yang berubah-ubah atau menghebat secara progresif meningkatkan
kemungkinan tumor, abses, atau lesi massa lainnya. Sakit kepala yang sangat berat dapat
diduga pendarahan subaraknoid atau meningitis. 1
Tanyakan mengenai gejala yang terkait. Dapatkan rincian mengenai mual dan muntah
serta gejala neurologis terkait penyakit, seperti deficit penglihatan atau deficit motoric-
sensorik.
o Aura visual atau skotoma scintillating dapat menyertai migrain. Mual dan muntah
sering terjadi bersamaan dengan migraine tetapi juga dapat terjadi bersamaan dengan tumor
otak dan pendarahan subaraknoid. 1
Tanyakan aapakah batuk, bersin, atau perubahan posisi kepala dapat berefek (lebih
baik, memburuk atau tidak ada) pada sakit kepala.
o Maneuver ini dapat meningkatkan nyeri pada tumor otak dan sinusitis akut. 1
Tanyakan mengenai riwayat keluarga
o Riwayat keluarga mungkin postif pada pasien migraine.1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sinus maksilaris akut
Inspeksi Palpasi Rinoskopi anterior Rinoskopi posterior
Pembengkakan
Pada muka dan pipi
Nyeritekan
dan ketok gigi
Mukosa
Konka hiperemis
Dan udematik dan
lendir mukopurulen
di meatus medius.
Lendir di
nasofaring.
Table 1. pemeriksaan fisik sinus maksilaris akut 1
Pemeriksaan Penunjang
3
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus
paranasal adalah:2
- Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas.
- Pemeriksaan CT-Scan
Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran
anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus parasinalisdan struktur
tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini. 2
Pemeriksaan Foto Kepala
Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus parasanal terdiri atas berbagai macam
posisi, antara lain: 2
a. Foto kepala posisi anterior-posterior (AP atau posisi Caldwell)
b. Foto kepala lateral
c. Foto kepala posisi Waters
d. Foto kepala posisi Submentoverteks
e. Foto Rhese
f. Foto basis kranii dengan sudut optimal
g. Foto proyeksi Towne
Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yangpaling baik dan paling utama untuk
mnegevaluasi sinus parasanal. Karena banyaknya unsur-unsur tulang dan jaringan lunak yang
tumpang tindih pada daerah sinus parasanal, kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang
kadang-kadang sulit dievaluasi. Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien
hanya mendapat radiasi yang minimal. 2
Pada beberapa rumah sakit/klinik di Indonesi untuk mengevaluasi sinus parasanal cukup
melakukan pemeriksaan foto AP dan lateral serta posisi Waters. Apabila pada foto di atas
belum dapat menentukan atau belum diperoleh informasi yang lengkap, baru dilakukan
pemotretan dengan posisi-posisi yang lain. 2
Semua pemeriksaan harus dilakukan dengan proteksi radiasi yang baik, arah sinar yang
cukup teliti dan digunakan focal spot yang kecil (0.6 mm atau lebih kecil). Posisi pasien
4
paling baik adalah posisi duduk. Apabila dilakukan pada posisi tiduran, paling tidak foto
Waters dilakukan pada posisi duduk, diusahakan untuk memperoleh hasil yang dapat
mengevaluasi air fluid level dalam sinus-sinus. Apabila pasien tidak dapat duduk, dianjurkan
melakukan foto lateral dengan film diletakkan pada posisi kontralateral dan sinar X
horizontal. 2
Foto AP kepala (Posisi Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi menghadap kaset, bidang midsagital kepala tegak lurus pada
film. Idealnya pada film tampak piramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita
atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak lurus pada film
dan sentrasi membentuk sudut 150 kaudal.
Foto lateral kepala
Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletak sebelah lateral dengan sentrasi di lusr
kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama lain.
Foto posisi Waters
Foto waters dilakukan dengan posisi di mana kepala menghadap kaset, garis orbitomeatus
membentuk sudut 37 derajat dengan kaset. Sentrasi sinsr kira-kira di bawah garis
interororbital. Pada foto Waters, secara idea piramid tulang petrosum diproyeksikan pada
dasar sinus maksilsris sehingga kedua sinus maksilaris dapst dievaluasi seluruhnya. Foto
Waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan
dapat menilai daerah dinding posterior sinus sfenoid dengan baik.
Pada sisnusistis, mula mula tampak penebalan dinding sinus, dan yang paling sering diserang
adalah sinus maksilaris, tetapi pada sinusitis kronik tampak juga sebagai penebalan dinding
sinus yang disebabkan karena timbulnya fibrosis dan jaringan oarut yang menebal. Foto polos
tak dapat membedakan antara penebalan mukosa dan gambaran fibrotik jaringan parut,
dimana hanya tampak sebagai penebalan dinding sinus. CT scan dengan penyuntikan kontras
dimana apabila terjadi enhance menunjukkan adanya inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi
enhance biasanya jaringan fibrotik dan jaringan parut.
Pada kasus kasus sinusistis bakterial akut dengan pemeriksaan posisi waters, sukar
membedakan perselubungan sinus maksilaris yang disebabkan sinusistis murnin atau
disebabkan oleh air-fluid level. Untuk kasus-kasus semacam ini perlu dibuatkan posisi waters
5
dalam keadaan duduk. Hampir 50% kasus kasus dengan perselubungan pada salah satu sinus
maksilaris pada pemotretan posisi tiduran, ternyata setelah difoto duduk, terdapat air-fluid
level.2
Etiologi
Prinsip utama dalam menangani infeksi sinus adalah menyadari bahwa hidung dan sinus
paranasalis hanyalah sebagaian dari sistem pernapasan total. Penyakit yang menyerang
bronkus dan paru – paru juga dapat menyerang hidung dan sinus paranasalis. Oleh karena itu,
dalam kaitannya dengan proses infeksi, seluruh saluran napas dengan perluasan-perluasan
anatomik harus dianggap sebagai suatu kesatuan. Infeksi mula-mula dapat menyerang seluruh
sistem pernapasan, namun dalam derajat yang berbeda-beda, dan perubahan patologik dan
kondisi klinis yang ditimbulkannya, tergantung pada predominansi infeksi pada daerah
tertentu, sehingga timbul sinusitis, laringitis, pneumonitis dan seterusnya. Hubungan antara
saluran pernapasan atas dan bawah ini menyebabkan apa yang disebut sebagai sindrom
sinobronkial.3
Telah sangat diketahui bahwa berbagai faktor fisik, kimia, saraf, hormonal dan emosional
dapat mempengaruhi mukosa hidung, demikian juga mukosa sinus dalam derajat yang lebih
rendah. Secara umum, sinusitis kronik lebih lazim pada iklim yang dingin dan basah.
Defisiensi gizi, kelemahan, tubuh yang tidak bugar, dan penyakit sistemik umum perlu
dipertimbangkan dalam etiologi sinusitis. Perubahan dalam faktor-faktor lingkungan,
misalnya dingin, panas, kelembaban, dan kekeringan, demikian pula polutan atmosfer
termasuk asap tembakau, dapat merupakan predisposisi infeksi. Dalam daftar faktor
predisposisi umum ini harus ditambahkan paparan terhadap infeksi sebelumnya, misalnya
common cold. 3
Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit sinus. Faktor-faktor ini
akan dijelaskan pada masing-masing penyakit sinus, namun secara umum berupa delormitas
rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma.
Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri atau jamur: 3
Virus.
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas; virus yang lazim menyerang
hidung, laring, dan faring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinu
dengan mukosa hidung, dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat
meluas ke sinus.
Bakteri.
6
Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus meciptakan suatu lingkungan
yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini seringkali melibatkan lebih dari
satu bakteri. Organisme penyebab sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis
media. Yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, bakteri anerob, Branhamella catarrhalis, strep tokok
alfa, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes. Selama suatu fase akut, sinusitis
kronik dapat disebabkan oleh bakteri yang sama seperti yang menyebabkan sinusitis akut.
Sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drainase yang tidak adekuat ataupun fungsi
mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung oportunistik, di mana
proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob. Akibatnya, biakan rutin tidak memadai dan
diperlukan pengambilan sampel secara hati-hati untuk bakteri anaerob. Bakteri aerob yang
sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun antara lain Staphylococcus aureus,
Streptococcus viridans, Haemophilus influenzae, Neisseria flavus, Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus pneumoniae, dan Escherichia coli. Bakteri anaerob termasuk
Peptostreptococcus, Coryne-bacterium, Bacteroides, dan Veillonella. Infeksi campuran
antara organisme aerob dan anaerob seringkali terjadi. 3
Epidemiologi
Sinus berkembang pada masa kanak-kanak dan remaja, dan kemudian saat sinus-sinus
tersebut menjadi rentan infeksi. Sinus maksilaris dan etmoidalis sudah terbentuk sejal lahir,
dan biasanya hanya kedua sinus ini yang terlibat dalam sinusitis di masa kanak-kanak. Sinus
frontalis mulai berkembang dari sinus etmoidalis anterior pada usia sekitar 8 tahun dan
menjadi penting secara klinis menjelang usia 12 tahun, terus berkembang hingga usia 25
tahun. Sinusitis frontalis akut biasanya jadi pada usia dewasa muda. Pada sekitar 20 persen
populasi, sinus frontalis tidak ditemukan atau rudi-menter, dan karenanya tidak mempunyai
makna klinis. Sinus sfenoidalis mulai mengalami pneumati-sasi sekitar usia 8 hingga 10
tahun dan terus berkembang hingga akhir usia belasan atau awal dua-puluhan. 3
Sinusitis
Sinusitis maksilaris akut biasanya menyusul suatu infeksi saluran napas atas yang ringan.
Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan faktor-faktor
predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Dcformitas rahang-wajah, terutama
palatoskisis, dapat menimbulkan masalah pada anak. Anak-anak ini cenderung menderita
7
infeksi nasofaring atau sinus kronik dengan angka insidens yang lebih tinggi. Sedangkan
gangguan geligi bertanggung jawab atas sekitar 10 persen infeksi sinus maksilaris akut. 3
Sinusitis kronik ialah sinusitis yang sudah berlangsung lebih dari 12 minggu. Gambaran
patologik sinusitis kronik adalah kompleks dan ireversibel. Mukosa umumnya menebal,
membentuk lipatan-lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan tampak mengalami
deskuamasi, regenerasi, metaplasia, atau epitel biasa dalam jumlah yang bervariasi pada suatu
irisan histologis yang sama. Pembentukan mikroabses, dan jaringan granulasi bersama-sama
dengan pembentukan jaringan parut. Secara menyeluruh, terdapat infiltrat sel bundar dan
polimorfonuklear dalam lapisan submukosa. Penyebab sinusitis kronik ialah obstruksi pada
kompleks ostiomeatal yang mengakibatkan statis dan infeksi sekret didalam sinus. Obstruksi
tersebut akibat infeksi saluran napas atas, rinitis alergika, trauma, atau pembedahan
sebelumnya. Sinusitis maksilaris kronik dapat meluas ke orbita, pipi, rahang atas, mukut dan
sinus etmoidalis. 3,4
Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas
yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bcngkak,
dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun
tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada
palpasi dan perkusi. Secret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau
busuk. Batuk iritatif non-produktif seringkali ada. 3
Pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya puss dalam hidung, biasanya dari meatus
media, atau sekret mukopurulen dalam nasofaring. Sinus maksilaris terasa nyeri pada palpasi
dan perkusi. Transiluminasi berkurang bila sinus penuh cairan. Gambaran radiologik sinusitis
maksilaris akut mula-mula berupa penebalan mukosa, selanjutnya diikuti opasifikasi sinus
lengkap akibat mukosa yang membengkak hebat, atau akibat akumulasi cairan yang
memenuhi sinus. Akhirnya terbentuk gambaran air-fluid level yang khas akibat akumulasi
pus yang dapat dilihat pada foto tegak sinus maksilaris. Oleh karena itu, radiogram sinus
harus dibuat dalam posisi telentang dan posisi tegak, yaitu dua posisi yang paling me-
nguntungkan untuk deteksi sinus maksilaris Suatu skrining mode ultrasound juga disebut
sebagai metode diagnostik non-invasif yang aman. 3
Diagnosis banding
Sinusitis Etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai
selulitis orbita. Pada dewasa, seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris, serta
8
dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tak dapat dielakkan. Gejala berupa nyeri
dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung, drainase dan sumbatan
hidung. Pada anak, dinding lateral labirin etmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah
dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita. 3
Sinusitis Frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis anterior.
Sinus frontalis berkembang dari sel-sel udara etmoidalis anterior, dan duktus nasalis frontalis
yang berlekuk-lekuk berjalan amat dekat dengan sel-sel ini. Maka faktor-faktor predisposisi
infeksi sinus frontalis akut adalah sama dengan faktor-faktor untuk infeksi sinus lainnya.
Penyakit ini terutama ditemukan pada dewasa, dan selain daripada gejala infeksi yang umum,
pada sinusitis frontalis terdapat nyeri kepala yang khas. Nyeri berlokasi di atas alis mata,
biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan
mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri yang
hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi. Transiluminasi dapat
terganggu, dan radiogram sinus memastikan adanya penebalan periosteum atau kekeruhan
sinus menyeluruh, atau suatu air-fluid level. 3
Penatalaksanaan
Tabel 1. Antibiotic oral untuk sinusitis akut.5
Sinusitis maksilaris akut umumnya diterapi dengan antibiotik spektrum luas seperti
amoksisilin, ampisilin atau eritromisin plus sulfonimid, dengan alternatif lain berupa
amoksisilin/klavulanat, sefaklor, sefuroksim, dan trimetoprim plus sulfonamid. Dekongestan
seperti pseu-docfedrin juga bermanfaat, dan tetes hidung poten seperti fenilefrin (Neo-
9
Syncphrinc) atau oksimctazolin dapat digunakan selama beberapa hari pertama infeksi namun
kemudian harus dihentikan. Kompres hangat pada wajah, dan analgetik seperti aspirin dan
asetaminofen berguna untuk meringankan gejala. Pasien biasanya memperlihatkan tanda-
tanda perbaikan dalam dua hari, dan proses penyakit biasanya menyembuh dalam 10 hari,
kendatipun konfirmasi radiologik dalam hal kesembuhan total memerlukan waktu dua
minggu atau lebih. 3
Kegagalan penyembuhan dengan suatu terapi aktif mungkin menunjukkan organisme tidak
lagi peka terhadap antibiotik, atau antibiotik tersebut gagal mencapai lokulasi infeksi. Pada
kasus demikian, ostium sinus dapat sedemikian edematosa sehingga drainase sinus terhambat
dan terbentuk suatu abses sejati. Bila demikian, terdapat suatu indikasi irigasi antrum segera. 3
Pada sinusitis kronik dapat dilakukan pembedahan dengan functional endoscopic sinus
surgery (FESS) melalui kompleks ostiomeatal. Sering kali diperlukan modifikasi daerah ostia
untuk mendapatkan penyaliran yang baik misalnya membuang ujung anterior konka media.
Adanya polip harus dibuang dengan pembedahan. 4
Pada sinusitis maksilaris kronik yang tidak sederhana dapat dikerjakan operasi Caldwell-Luc,
yaitu sinusotomi maksila yang dapat dilakukan melalui irisan pada daerah fosa kanina.
Tulang dinding anterior sinus maksilaris direseksi melalui mulut untuk mencapai sinus guna
mengeluarkan mukosa yang terinfeksi, kista, serta debris epitel. Pembedahan ini tidak boleh
dilakukan pada anak karena dapat merusak gigi primordial.4
Komplikasi
a) Komplikasi Orbita
Pengobatan komplikasi orbita dari sinusitis berupa pemberian antibiotik intravena
dosis tinggi da pendekatan bedah khusus untuk membebaskan pus dari rongga abses. Manfaat
terapi antikoagulan pada trombosis sinus kavernosus masih belum jelas. Pada kasus
tromboflebitis septik, masuk logika bila dikatakan terapi antikoagulan hanya akan
menyebarkan (diseminata) trombus yang terinfeksi. Perlu diingat bahwa angka kematian
setelah trombosis sinus kavernosus dapat setinggi 80%. Pada penderita yang berhasil sembuh,
angka morbiditas biasanya berkisar antara 60 hingga 80%, di mana gejala sisa trombosis
sinus kavernosus seringkah berupa atrofi optik. 3
b) Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus. Kista ini
paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan
10
biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, etmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat
membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur di sekitarnya. Dengan demikian, kista
ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat
menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan
gangguan penglihatan dengan menekan saraf di dekatnya.
c) Komplikasi Intrakranial
Meningitis Akut. Di samping trombosis sinus kavernosus yang telah dijelaskan di
atas, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut. Infeksi dari sinus
paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan,
seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem
sel udara etmoidalis.
Abses Dura. Adalah kumpulan pus di antara dura dan tabula interna kranium
seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini mungkin timbul lambat sehingga pasien
mungkin hanya mengeluh nyeri kepala, dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intrakranial yang memadai, mungkin tidak terdapat gejala neurologik
lain. Abses subdural adalah kumpulan pus di antara dura mater dan araknoid atau permukaan
otak. Gejala-gejala kondisi ini serupa dengan abses dura yaitu nyeri kepala yang membandel
dan demam tinggi dengan tanda-tanda rangsangan meningen. Gejala utama tidak timbul
sebelum tekanan intrakranial meningkat atau sebelum abses memecah ke dalam ruang
subaraknoid.
Abses Otak. Setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat
dimengerti bahwa dapat terjadi perluasan metastastik secara hematogen ke dalam otak.
Namun, abses otak biasa nya terjadi melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung.
Dengan demikian, lokasi abses yang lazim adalah pada ujung vena yang pecah, meluas
menembus dura dan araknoid hingga ke perbatasan antara substansia alba dan grisca korteks
serebri. Pada titik inilah akhir saluran vena permukaan otak bergabung dengan akhir saluran
vena serebralis bagian sentral.
Kontaminasi substansi otak dapat terjadi pada puncak suatu sinusitis supuratif yang berat, dan
proses pembentukan abses otak dapat berlanjut sekalipun penyakit pada sinus telah memasuki
tahap resolusi normal. Oleh karena itu, kemungkinan terbentuknya abses otak perlu
dipertimbangkan pada semua kasus sinusitis frontalis, etmoidalis dan sfenoidalis supuratif
akut yang berat, yang pada fase akut dicirikan oleh suhu yang meningkat tajam dan
menggigil sebagai sifat infeksi intravena. Kasus seperti ini perlu diobservasi selama beberapa
11
bulan. Hilangnya napsu makan, penurunan berat badan, kakeksia sedang, demam derajat
rendah sore hari, nyeri kepala berulang, serta mual dan muntah yang tak dapat dijelaskan
mungkin merupakan satu-satunya tanda infeksi yang berlokasi dalam hemisfer serebri. 3
Komplikasi-komplikasi intrakranial ini sekali-sekali tidak boleh ditafsirkan selalu berjalan
mengikuti urutan dari meningitis ke abses lobus frontalis. Komplikasi ini dapat terjadi setiap
saat dengan hanya sedikit atau tanpa keterlibatan varian lainnya. Pengobatan infeksi supuratif
intrakranial yang berat kembali berupa terapi antibiotik yang intensif, drainase secara bedah
pada ruangan yang meng-ilami abses dan pencegahan penyebaran infeksi. 3
Prognosis
Pada sinusitis akut yang diberikan terapi adekuat memiliki prognosis yang baik, yaitu dapat
sembuh sempurna tanpa meninggalkan skuele. Tetapi tidak menutup kemungkinan sinusitis
tersebut residif. Namun, jika penanganan tidak adekuat dan pasien tidak menurut maka
kemungkinan dari sinusitis akut menjadi kronik akan sangat besar.
Kesimpulan
Sinusistis merupakan penyakit yang residif, lebih banyak menyerang anak anak daripada
orang dewasa. Bila penanganan tepat maka sinusitis tidak akan menjadi kronik dan
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pengobatan yang diberikan dapat berupa bed rest
dengan posisi kepala yg lebih tinggi selama 10 hari dan pemberian antibiotik yang sesuai
dengan kausa dari sinusitis tersebut. Bila dengan pengobatan antibiotic saja tidak bisa
sembuh, maka perlu dilakukan drainase.
Daftar Pustaka
1. Bickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Jakarta:
EGC.2012. h.79-90.
2. Rasad s. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Universitas Indonesia. 2011(2).431-7
3. Adams GL, Boies LR, Higler PA. boies buku ajar tht edisi 6. Jakarta:
EGC.2013.h.240-57
4. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku ajar ilmu
bedah. Jakarta: EGC. 2012.h.450-1
5. Papadapkis MA, Mcphee SJ. Current medical diagnosis & treatment. Mc graw-hill
lange. 2012. p.214-216
12
13