Post on 10-Oct-2015
PRESENTASI KASUSGIGITAN ULAR BERBISA
Oleh
dr.Nancy H
RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo
Jl. Basuki Rahmat no 73
Bandar Lampung
Diagnostik dan Manajemen
Deskripsi : An.B, 9 tahun, digigit ular at regio digiti III sinistra.Tujuan : Mengetahui gambaran klinis, klasifikasi dan penatalaksanaan gigitan ular Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan diskusi
DATA PASIEN :No. Register
: 17948-13Nama
: An. BUmur
: 9 tahun
Alamat
: TBUTanggal masuk : 14 juni 2013Nama RS
: RS. A. Dadi TjokrodipoData Utama Untuk Bahan Diskusi :
1. Gambaran klinis : terdapat bekas gigitan ular dua titik, kemerahan (+), hipersalivasi (-), kejang (-), sianosis (-), takikardi (-), Edema (-), Nyeri tekan pada luka gigitan (-), Ekimosis (-), Hipotensi (-), Kelemahan otot (-), Berkeringat (-), Menggigil (-), Mual (-), Muntah (-), Nyeri kepala (-), Pandangan kabur (-)2. Riwayat Pengobatan : pasien tidak pernah minum obat apapun sebelumnya dan belum dilakukan tindakan apapun3. Riwayat Penyakit : pasien tidak memiliki riwayat digigit ular maupun serangga sebelemnya, kelainan pembekuan darah (-).4. Riwayat Keluarga : keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa.5. Riwayat Imunisasi: lengkapLaboratoium:Leukosit: 10.800 gr/dl
Hb
: 12
Diff Count: 0/0/0/62/91/7
Ht
: 35,2 %
Eritrosit: 4.560.000 gr/dl
Bt
: 2
Trombosit: 350.000 gr/dlCt
: 3
Hasil Pembelajaran :1. Jenis bisa ular
2. Penatalaksanaan berdasarakan klasifikasi grade gigitan ular3. Pertolongan pertama saat tergigit ular1) Subjektif : OS datang dengan keluhan tergigit ular 25 menit SMRS, saat sedang bermain di laut, Os mengatakan ular berwarna kuning bergaris hitam, berukuran kecil menggigit jari tengah tangan kiri, kepala ular pasien tidak begitu melihatnya. Saat digigit OS langsung menghentakannya dan ular terlepas seketika sehingga OS sehingga OS tidak memperhatikan bentuk kepala ular.. Terdapat kemerahan (+) dua titik tempat gigitan ular, bengkak (-), hipersalivasi (-), kejang (-), sianosis (-), takikardi (-), edema (-), Nyeri tekan pada luka gigitan (-), Ekimosis (-), Hipotensi (-), Kelemahan otot (-), Berkeringat (-), Menggigil (-), Mual (-), Muntah (-), Nyeri kepala (-), Pandangan kabur (-).2) Objektif : Pemeriksaan FisikStatus generalis Keadaan umum: Baik
Kes : CMTD
: 110/ 70 mmHg
S : 36,2OCN
: 72x/ menit
RR : 24 x/ menit BB
: 21 kg
TB : 110 cmStatus Gizi
: IMT :
Kepala
Mata
: anemis -/-, ikterus -/-Leher
: KGB ttb, JVP tidak meningkatThorax
: Cor : S1 S2 tunggal, Reguler, Mur (-), Gal (-) Paru : Ves +/+, Rh -/-, Whez -/-Abdomen
: datar, lembut, H/L tidk teraba, NT/ NL -/-, bising usus (+)Ekstremitas : akral hangat, cap refill < 2 detik, oedem - - - -
Status Lokalis :
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik 1. Assesment (penalaran klinis) : Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi.Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan.Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).Gejala khusus gigitan ular berbisa
Hematotoksik : perdarahan ditempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit ( petekie, ekimosis), hemaptoe, hematuria, koagulasi intravascular diseminata ( KID )
Neurotoksik : hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernafasan, ptosis, oftalmologi, paralisis otot laring, reflex abnormal, kejang dan koma
Kardiotoksik : hipotensi, henti jantung, koma
Sindrom kompartemen : edema tungkai dengan tanda-tanda 5P ( pain, pallor, parasthesia, paralysis, pulselesness )
Salah satu jenis ular berbisa yaitu, Hydropiinae, merupakan satu family Elapidae yang sering ditemui di Indonesia, atau sering ditemui di laut dengan ciri fisik memiliki taring pendek dan tegak permanen, dengan bentuk ekor seakan dayung dan berwarna hitam dan kuning.
Gambar 5. Ular Golongan Hydropiidae
Gambar 6. Gigitan Ular Hydropiidae
Gejala yang segera muncul berupa sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat dan muntah
Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, spasme pada otot rahang, paralisis otot, kelemahan otot ekstraokuler, dilatasi pupil dan ptosis, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap, ginjal rusak, henti jantung.
Pasien diduga digigit jenis ular berbisa kuat Hydropidae dengan family Elapidae, sesuai dengan anamnesa, dimana ular berwarna kuning bergaris hitam, berukuran kecil dan OS sedang bermain di laut.
Pada pemeriksaan fisik, terdapat dua titik kemerahan pada jari tengah kiri pasien tanpa disertai gigi kecil lainnya dari ular, hal ini sesuai dengan pengklasifikasian berdasarkan bentuk kepala ular dan luka bekas gigitan sebagai berikut :
a. Ciri-ciri Ular berbisa
Bentuk kepala segi empat panjang
Gigi taring kecil
Bekas gigitan : luka halus beebentuk lekungan
b. Ciri- ciri Ular Tidak Berbisa
Kepala segi tiga
Dua gigi taring besar di rahang atas
Dua luka gigitan utama akibat gigi taring SHAPE \* MERGEFORMAT
Gambar 2. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taringTetapi, pasien didiagnosa gigitan ular derajat 0 a.r dugiti III sinistra, karena pada anamnesa pasien mengatakan edema (-), Nyeri tekan (-) di tempat gigitan, hipersalivasi (-), kejang (-), sianosis (-), takikardi (-), ekimosis (-), hipotensi (-), tanda-tanda hipotensi seperti: Menggigil (-), Mual (-), Muntah (-), Nyeri kepala (-), Pandangan kabur (-). Kelemahan otot (-),Berkeringat (-),Hal, ini didukung dengan pemeriksaan fisik yang didapat, dimana tanda-tanda hipotensi bisa disingkirkan dari pemeriksaan TTV,
Tekanan darah yaitu : 110/ 70
Tabel 1. Tekanan darah Normal berdasarkan usia :
Umur ( tahun)SistolikDiastolik
Neonate75-10545-75
2-680-11050-80
795-12050-80
890-12055-85
995-13055-85
1095-13560-85
1195-13560-85
Status Lokalis :
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, walaupun pasien diduga digigit oleh jenis ular berbisa kuat family Elapidae ,akan tetapi gigitan tersebut tidak terlalu dalam dan ular tersebut belum mengeluarkan bisa, sehingga Pasien dikatakan mengalami vulnus punctum ular derajat nol ( 0 ) berdasarkan pengklasifikasian menurut Schwartz, karena pada pasien ini hanya ditemukan luka, nyeri (-), edeme < 3 cm, sistemik 0.Berikut adalah klasifikasi gejala klinis berdasarkan Schwartz :Tabel 1. Klasifikasi Gigitan Ular Menurut Schwartz
DerajatVenerasiLukaNyeriEdema/ EritemaSistemik
00++/-< 3 cm/ 12 jam0
1+/-+-3-12 jam/12 jam0
II+++++>12-25 cm/12 jam+
Neurotoxic
Mual, pusing, syok
III+++++> 25 cm/12 jam++
Ptekhie, syok, ekhimosis
IV+++++++> ekstrimitas++
Gagal ginjal akut
Koma
Perdarahan
2. Plan : I. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah:
Menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular
Menetralkan bisa ular yang sudah masuk kedalam sirkulasi darah
Mengatasi efek lokal dan sistemik
Tindakan penatalaksaan gigitan ular, dibagi menjadi :A. Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
Menenangkan korban yang cemas
Penderita diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
Jangan memanipulasi daerah gigitan
Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang mengandung alcohol Imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara
mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena
pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran
darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan
Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa,, ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Tindakan mengikat ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan. Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan aliran vena atau arteri.
B. Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagai berikut :
Penatalaksanaan jalan nafas.
Penatalaksanaan fungsi pernafasan
Penatalaksanaan sirkulasi : beri infus cairan kristaloid
Beri pertolongan pertama pada luka gigitan : verban ketat dan luas di atas luka, imobilisasi ( dengan bidai )
Gambar 8. Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban.
Ambil 5-10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu protombin, APTT. D-Dimer, fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit ( terutama K ), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinanan adanya koagulopati. Apus tempat gigitan dengan venom detection
Beri SABU ( Serum Anti Bisa Ular ), polivalen 1 ml berisi :
10-50 LD50 bisa Ankystrodon
25-50 LD50 bisa bungarus
25-50 LD bisa Naya Sputarix
Fenol 0.25% v/vTekhnik pembeian : 2 vial @ 5ml intra vena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80 tetes/menit. Maksimal100 ml ( 20 vial ). Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.MIndikasi SABU adalah adanya venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka.
A. Pedoman terapi SABU mengacu pada Scwartz dan Way ( Depkes,2001 ) Derajat 0 dan 1 : tidak diperlukan SABU; dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat
meningkat maka diberikan SABU
Derajat II: 3 4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABUB. Pedoman terapi SABU menurut Luck
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberian antivenom
Jika koagulopati tidak membaik ( fibrinogen tidak meningkat, waktu pembekuan darah tetap memanjang ), ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya dst.
Jika koagulopati membaik ( fibrinogen meningkat, waktu pembekuan menurun ) maka monitor ketat diteruskan dan ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikannya. Monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae untuk tidak menjalani operasi minimal 2 minggu setelah gigitan. Terapi suportif lainnya pada keadaan :
Gangguan koagulasi berat: beri plasma fresh- frozen ( dan antivenin)
Perdarahan : beri transfuse darah segar atau komponen darah, fibrinogen, vitamin K, transfuse trombosit
Hipotensi : beri infus cairan kristaloid
Rabdomiolisis : beri cairan dan natriun bikarbonat
Monitor pembengkakakkan lokal setiap jam dengan ukuran lilitan lengan atau anggota badan
Sindrom kompartemen : lakukan fasiotomi
Gangguan nuerotoksik : beri Neostigmin ( asetilkolinesterase), diawali dengan sulfas atropine
Beri tetanus profilaksis dibutuhkan
Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari penggunaan obat-obatan narkotik depresan.
Terapi profilaksis
Pemberian antibiotika spectrum luas. Kuman terbanyak yang dijumpai adalah P.aeroginosa, Proteus sp., Clostridium sp., B.fragilis
Beri toksosid tetanus
Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi
Diagnosis : dilihat dari anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yang sudah dilakukan maka diagnosis yang diberikan pada pasien ini sudah tepat sebagai snake bite derajat 0 a.r digiti III sinistraPengobatan : Terapi : Konsul dr. Bedah Sp. B
Pembersihan pada luka gigitan ular IVFD RL XX gtt/ tpm
Ceftriaxone 250 mg/ 12 jam
ATS 1 ampul 1500 unit Observasi TTV, keadaan luka maupun perburukan pasca gigitan ular selama 1 X 12 Pendidikan : Dianjurkan kepada keluarga pasien untuk segera ke RS terdekat jika terdapat tanda tanda kegawatdaruratan, seperti kejang, hipersalivasi, takikardi, edeme, sianosisKonsultasi : Konsultasi yang dilakukan kepada Spesialis Bedah sudah tepat, dan bila perlu maka dapat dikonsultasikan kepada bagian spesialis anak untuk gejala penyerta yang terjadi.TINJAUAN PUSTAKA
I. DefinisiBisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi. Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus). Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae.
Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah).
Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah. (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).
Gambar 1. Organ pendeteksi panas (pit organ) pada Crotalinae terletak di antara lubang hidung
SHAPE \* MERGEFORMAT
Gambar 2. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.II. Jenis Jenis Ular Berbisa
II. Berdasarkan mofologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4 famili utama, yaitu :
a. Famili Flapidae, misalnya ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang Dan ular cabai
b. Famili Crotolidae/ Viperidae , misalnya ular tanah, ular hijau dan ular bandotan puspo
c. Famili Hydrophidae misalnya ular laut
d. Famili Colubridae misalnya ular pohon
III. Berdasarkan bentuk kepala ular dan luka bekas gigitan sebagai berikut :
c. Ciri-ciri Ular berbisa
Bentuk kepala segi empat panjang
Gigi taring kecil
Bekas gigitan : luka halus beebentuk lekungan
d. Ciri- ciri Ular Tidak Berbisa
Kepala segi tiga
Dua gigi taring besar di rahang atas
Dua luka gigitan utama akibat gigi taring
IV. Berdasarkan dampak yang ditimbulkannya :
Hematotoksik
Trimeresurus albolaris ( ular hijau ), Ankistrodon rhodostoma ( ular tanah ), Viperidae
Neurotoksik
Bungarusfasciatus ( ular welang), Naya sputarix ( ular sendok ), ular kobra, ular laut
III.GAMBARAN KLINIS
Gambaran Klinis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan atau luka yang terjadi dan memberikan gejala local dan sistemik sebagai berikut :1. Gejala lokal
Edema
Nyeri tekan pada luka gigitan
Ekimosis ( dalam 30 menit -24 jam )
2. Gejala sistemik
Hipotensi
Kelemahan otot
Berkeringat
Menggigil
Mual
Hipersalivasi
Muntah
Nyeri kepala
Pandangan kabur
3. Gejala khusus gigitan ular berbisa
Hematotoksik : perdarahan ditempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit ( petekie, ekimosis), hemaptoe, hematuria, koagulasi intravascular diseminata ( KID )
Neurotoksik : hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernafasan, ptosis, oftalmologi, paralisis otot laring, reflex abnormal, kejang dan koma
Kardiotoksik : hipotensi, henti jantung, koma
Sindrom kompartemen : edema tungkai dengan tanda-tanda 5P ( pain, pallor, parasthesia, paralysis, pulselesness )
V. Klasifikasi Derrajat Gigitan Ular
Menurut Schartz ( Depkes, 2001 ), gigitan ular dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Gigitan Ular Menurut Schwartz
DerajatVenerasiLukaNyeriEdema/ Eritema
00++/-< 3 cm/ 12 jam
1+/-+-3-12 jam/12 jam
II+++++>12-25 cm/12 jam
III+++++> 25 cm/12 jam
IV+++++++> ekstrimitas
Tabel 2. Klasifikasi Gigitan Ular Menurut LUCKDerajatBeratnya EvenomasiTaring
atau GigiUkuran zona edemasi/ eritemato kulit (cm)Gejala SistemikJumlah vial venom
0Tidak ada+< 2-0
IMinimal+2-15-5
IISedang+15-30+10
IIIBerat+>30++15
IVBerat+< 2+++15
Kepada setiap kasus gigitan ular perlu dilakukan :
Anamnesis lengkap : identitas, waktu dan tempat kejadian, jenis dan ukuran ular, riwayat penyakit sebelumnya.
Pemeriksaan fisik : status umum dan lokal serta perkembangannya setiap 12 jamGambaran klinis gigitan beberapa jenis ular :a. Gigitan Elapidae
Gambar.3 Ular Elapidae
Efek lokal
( kraits, mambas, coral snakes dan beberapa kobra) timbul berupa sakit ringan, sedikit atau tanpa pembengkakakan, atau kerusakan kulit dekat gigitan. Gigitan ular dari Afrika dan beberapa kobra Asia memberikan gambaran sakit yang berat, melepuh dan kulit yang rusak dekat gigitan melebar.
Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak disekitar mulut dan kerusakan pada lapisan luar mata
Gejala sistemik muncul 15 menit setelah digigit ular atau muncul setelah 10 jam kemudian dalam bentuk paralisis dari urat-urat di wajah, bibir, lidah dan tenggorokan sehingga menyebabkan sukar bicara, kelopak mata menurun, susah menelan, otot lemas, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur dan matirasa disekitar mulut. Selanjutnya dapat terjadi paralisi otot leher dan anggota badan, paralisis otot pernapasan sehingga lambat dan sukar bernafas, tekanan darah menurun, denyut nadi lambat dan tidak sadarkan diri. Nyeri abdomen seringkali terjadi dan berlangsung hebat. Pada keracunan berat dalam waktu satu jam dapat timbul gejala-gejala neurotoksik.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
b. Gigitan Viperidae
Gambar 4. Ular Viperidae
Efek lokal timbul dalam 15 menit atau setelah beberapa jam berupa bengkak dekak gigitan untuk selanjutnya cepat menyebar ke seluruh anggota badan, rasa sakit dekat gigitan.
Efek sistemik muncul dalam 5 menit atau setelah beberapa jam berupa muntah, berkeringat, kolik, diare, perdarahan pada bekas gigitan ( lubang dan luka yang dibuat taring ular ), hidung berdarah, darah dalam muntuh, urin dan tinja. Perdarahan terjadi akibat kegagalan faal pembekuan darah. Beberapa hari berikutnya akan timbul memar, melepuh dan kerusakan jaringan, kerusakan ginjal, edema paru, kadang- kadang disertai tekanan darah rendah dan denyut nadi cepat. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakakkan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c. Gigitan Hydropiidae
Gejala yang segera muncul berupa sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat dan muntah
Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, spasme pada otot rahang, paralisis otot, kelemahan otot ekstraokuler, dilatasi pupil dan ptosis, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap, ginjal rusak, henti jantung.
d. Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae
Gambar 5. Rattlesnake dan crotalide
Efek lokal berupa tanda gigitan taring, pembengkakakkan, ekimosis dan nyeri pada daerah gigitan merupakan indikasi minimal yang perlu dipertimbangkan untuk pemberian polivalen crotalidae antivenin
Anemia, hipotensi dan tromobositopenie. Gigitan Coral Snake
Gambar 6. Ular coral snake
Gambar 7. Gigitan Ular coral snake
Jika terdapat toksisitas neurologis dan koagulasi, diberikan antivenin
VI. Pemeriksaan Penunjung Pemeriksaan darah : Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, awaktu protombin, fibrinogen, APTT, D-dimer, uji faal hepar, golongan darah dan uji cocok silang
Pemeriksaan urin; hematuria, glikosuria, proteinuria
EKG
Foto dada
VII. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah:
Menghalangi/ memperlambat absobsi bisa ular
Menetralkan bisa ular yang sudah masuk kedalam sirkulasi darah
Mengatasi efek lokal dan sistemik
Tindakan Penatalaksanaan
Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
Menenangkan korban yang cemas
Penderita diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
Jangan memanipulasi daerah gigitan
Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang mengandung alcohol Imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara
mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena
pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran
darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan
Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa,, ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Tindakan mengikat ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan. Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan aliran vena atau arteri.
Gambar 8. Imobilisasi pada prehospital
C. Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagai berikut :
Penatalaksanaan jalan nafas.
Penatalaksanaan fungsi pernafasan
Penatalaksanaan sirkulasi : beri infus cairan kristaloid
Beri pertolongan pertama pada luka gigitan : verban ketat dan luas di atas luka, imobilisasi ( dengan bidai )
Gambar 9. Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban.
Ambil 5-10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu protombin, APTT. D-Dimer, fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit ( terutama K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinanan adnya koagulopati
Apus tempat gigitan dengan venom detection
Beri SABU ( Serum Anti Bisa Ular ), polivalen 1 ml berisi :
10-50 LD50 bisa Ankystrodon
25-50 LD50 bisa bungarus
25-50 LD bisa Naya Sputarix
Fenol 0.25% v/v
Tekhnik pembeian : 2 vial @ 5ml intra vena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80 tetes/menit. Maksimal100 ml ( 20vial). Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.MIndikasi SABU adalah adanya venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka.
C. Pedoman terapi SABU mengacu pada Scwartz dan Way ( Depkes,2001 )
Derajat 0 dan 1 : tidak diperlukan SABU; dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat
meningkat maka diberikan SABU
Derajat II: 3 4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
D. Pedoman terapi SABU menurut Luck
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberian antivenom
Jika koagulopati tidak membaik ( fibrinogen tidak meningkat, waktu pembekuan darah tetap memanjang ), ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya dst.
Jika koagulopati membaik ( fibrinogen meningkat, waktu pembekuan menurun ) maka monitor ketat diteruskan dan ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikannya. Monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae untuk tidak menjalani operasi minimal 2 minggu setelah gigitan. Terapi suportif lainnya pada keadaan :
Gangguan koagulasi berat: beri plasma fresh- frozen ( dan antivenin)
Perdarahan : beri transfuse darah segar atau komponen darah, fibrinogen, vitamin K, transfuse trombosit
Hipotensi : beri infus cairan kristaloid
Rabdomiolisis : beri cairan dan natriun bikarbonat
Monitor pembengkakakkan lokal setiap jam dengan ukuran lilitan lengan atau anggota badan
Sindrom kompartemen : lakukan fasiotomi
Gangguan nuerotoksik : beri Neostigmin ( asetilkolinesterase), diawali dengan sulfas atropine
Beri tetanus profilaksis dibutuhkan
Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari penggunaan obat-obatan narkotik depresan.
Terapi profilaksis
Pemberian antibiotika spectrum luas. Kuman terbanyak yang dijumpai adalah P.aeroginosa, Proteus sp., Clostridium sp., B.fragilis
Beri toksosid tetanus
Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi
Indikasi Pemberian Anti Tetanus ( ATS ) :
a. Luka cukup besar ( dalam lebih dari 1 cm )
b. Luka berbentuk bintang ( terbuka )
c. Luka berasal dari benda kotor dan berkarat
d. Luka gigitan hewan dan manusia
e. Luka tembak dan luka bakar
f. Luka terkontaminasi, yaitu : luka yang lebih dari 6 jam tidak ditangani, atau luka kurang dari 6 jam namun terpapar banyak kontaminasi, atau luka kurang dari 6 jam namun timbul karena kekuatan yang cukup besar
g. Penderita tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus yang jelas atau tidak mendapat booster selama 5 tahun atau lebih
Petunjuk Praktis Pencegahan Terhadap Gigitan Ular
Penduduk di daerah di mana ditemukan banyak ular berbisa dianjurkan untuk memakai sepatu dan celana berkulit sampai sebatas paha sebab lebih dari 50% kasus gigitan ular terjadi pada daerah paha bagian bawah sampai dengan kaki
Ketersediaan serum bisa ular ( SABU ) untuk daerah dimana sering terjadi kasus gigitan ular
Hindari berjalan pada malam hari terutama di daerah berumput dan semak-semak
Apabila mendaki tebing berbatu harus mengamati sekitar dengan teliti
Jangan membunuh ular bila tidak terpaksa sebab banyak penderita yang tergigit akibat kejadian semacam ituDAFTAR PUSTAKAAlirol Emilie, Sharma Kumar Sanjib, Bawaskar Himmatrao, Kuch Ulrich dan Chappuis F 2010. Snake Bite in South Asia: Review. Negleted Tropical Disease Vol 4 Issue; e603
Cavazos, Garza 2012. Snake Bites in Pediatric Patiens, a Current View.Interchopen journal Daley.B.J., 2006. Snakebite. Department of Surgery, Division of Trauma and Critical Care, University of Tennessee School of Medicine. www.eMedicine.com.
De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Depkes RI. Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
Indian National Snakebite Protocols 2007
Jucket Gregory dan Hancox Jhon 2002. Venoumous Snalkebites in the United States: Management Review and Update. American Family Physician
Sudoyo, A.W., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia..
Unified Treatment algorithm for management of cotaline snakebite in the United State: result of an evidence-informed consensus workshop. 2011. BMC Emergency Medicine
Warrell,D.A., 2010. Treatment of bites by adders and exotic venomous snakes. BMJ 2010; 331:1244-1247 (26 November), doi:10.1136/bmj.331.7527.1244. www.bmj.com.WHO Guidelines for Production Control and Regulation of Snake Antivenom Immunoglobulins
4