tatalaksana snake bite

35
BAB I PENDAHULUAN Ular adalah salah satu binatang reptilia yang tersebar luas di seluruh benua baik spesies yang berbisa ( berbahaya ) maupun spesies yang tidak berbisa ( tidak berbahaya ). Ular yang berbisa menghasilkan bisa untuk melemahkan musuh atau mangsanya serta sebagai alat untuk mempertahankan diri. Racun / bisa ular akan diinjeksikan pada tubuh mangsanya melalui gigitan bila merasa terancam, ketakutan atau merasa terusik atau jika ular ingin melumpuhkan mangsanya. 1 Bisa ular merupakan hasil sekresi kelenjar mulut khusus yang menyerupai kelenjar saliva pada hewan vertebrata, hal ini bisa dikatakan bisa ular merupakan modifikasi dari saliva ini. Setiap spesies ular menghasilkan komponen dan kandungan bahan toksik atau non toksik yang berbeda beda. Tetapi jika ular tersebut memiliki kekerabatan maka komponen penyusun bisanya akan mirip. Umumnya setiap jenis ular berbisa mengandung hemoragin, kardiotoksin, dan neurotoksin dengan kadar yang berbeda beda. 1 Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular, pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja. Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus. 1,2

description

emergency medicine

Transcript of tatalaksana snake bite

Page 1: tatalaksana snake bite

BAB I

PENDAHULUAN

Ular adalah salah satu binatang reptilia yang tersebar luas di seluruh benua baik spesies yang

berbisa ( berbahaya ) maupun spesies yang tidak berbisa ( tidak berbahaya ). Ular yang

berbisa menghasilkan bisa untuk melemahkan musuh atau mangsanya serta sebagai alat

untuk mempertahankan diri. Racun / bisa ular akan diinjeksikan pada tubuh mangsanya

melalui gigitan bila merasa terancam, ketakutan atau merasa terusik atau jika ular ingin

melumpuhkan mangsanya.1

Bisa ular merupakan hasil sekresi kelenjar mulut khusus yang menyerupai kelenjar

saliva pada hewan vertebrata, hal ini bisa dikatakan bisa ular merupakan modifikasi dari

saliva ini. Setiap spesies ular menghasilkan komponen dan kandungan bahan toksik atau non

toksik yang berbeda beda. Tetapi jika ular tersebut memiliki kekerabatan maka komponen

penyusun bisanya akan mirip. Umumnya setiap jenis ular berbisa mengandung hemoragin,

kardiotoksin, dan neurotoksin dengan kadar yang berbeda beda. 1

Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang

ular, pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak

mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja.

Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk

mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus. 1,2

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara

yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,

penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.

Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan

keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan

hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan

subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat

menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan

pertolongan terhadap gigitan ular berbisa. 1

Page 2: tatalaksana snake bite

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis-jenis Ular Berbisa

Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang berbisa hanya sekitar

250 spesies. Berdasarkan morfologi taringnya,ular dapat diklasifikasikan kedalam 4 famili

utama yaitu : 1,2,3

Famili Elapidae misalnya ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai

Famili crotalidae/Viperidae misalnya ular tanah, ular hijau, dan ular bendotan puspo

Famili Hydrophidae misalnya ular laut

Famili Colubridae misalnya ular pohon

Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae,

Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa

contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus

candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah). 1,2,3

Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang

atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada

Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi

mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa

contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma

rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris). 1,2,3

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular

tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat

dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa

terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil,

dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring. 1,3

Ciri-ciri ular tidak berbisa:

1. Bentuk kepala segiempat panjang

2. Gigi taring kecil

3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan

Ciri-ciri ular berbisa:

1. Bentuk kepala segitiga

2. Dua gigi taring besar di rahang atas

3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring

Page 3: tatalaksana snake bite

Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa

hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa

neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu

bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit

menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang

diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi

kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai

spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan

tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal,

pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi

lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae). 1,2,3

Susunan kimia dari bisa ular sangat kompleks sekitar 90 % tersusun atas protein yang

sebagian besar adalah enzim serta mengandung polipeptida, Enzim utama bisa ular antara

lain proteolitik , hialurinidase, asam amino oksidase, kolinesterase, fosfolipase A,

ribonuklease, deoksiribonuklease, fosfomonoeterase, fosfodiesterase, nukleotidase, ATPase

dan DPNase. 1

Protein penyusun bisa ular jika di suntikkan dan masuk ke aliran darah akan

mempengaruhi sistem kardiovaskuler, sirkulasi, respirasi, syaraf. Untuk mengatasi gigitan

ular berbisa maka digunakan antibisa ular yang di suntikkan langsung ke pembuluh vena.

Antibisa ular adalah serum atau antibodi yang diproduksi untuk menetralisir efek sari infeksi

bisa ular tersebut. Serum ini diperoleh dengan cara menginjeksikan bisa ular yang telah

dilemahkan ke dalam tubuh kuda. Ada 2 jenis Racun ular, yaitu1,2,3

1. Neurotoksin : Dapat melumpuhkan sistim saraf pusat, melumpuhkan jantung dan

sarah pernafasan. Racun jenis ini dimiliki oleh ular Kobra, ular Mamba, ular Laut,

Krait, Ular Karang.

2. Hemotoksin: Dapat menyerang sistim sirkulasi darah dan sistim otot dan dapat

menyebabkan kerusakan jaringan, gangrene, kelumpuhan permanen kemapuan

bergerak otot. Racun jenis ini dihasilkan oleh keluarga ular Viperidae misalnya Rattle

Snake, Coppe head, dan Cotton mouth.

Sampai saat ini dikenal sekitar 20 jenis enzim yang beracun. Umumnya ular berbisa memiliki

6 sampai 12 jenis enzim dalam bisanya. Masing masing berfungsi khusus, misalnya untuk

mencerna mangsa, sedangkan enzim yang lain untuk melumpuhkan mangsa.

Beberapa jenis enzim yang dimiliki ular berbisa: 1

Cholinesterase : Neurotoksin dan dapat melumpuhkan mangsa

Page 4: tatalaksana snake bite

Amino Acid Oxidase : Berfungsi mencerna mangsa dan memicu peran enzim lainnya.

Hyaluronidase : Berfungsi untuk mempermudah penyerapan enzim lain kejaringan

korban.

Proteinase: Berfungsi untuk mencerna, mengahancurkan jaringan tubuh korban.

Adenosin Triphospatase : Diduga neurotoksin yang bekerja sentral dan menyebabkan

korban mengalami syok dan melumpuhkan mangsa.

Phospodiesterase : Bekerja dengan cara mengganggu fungsi jantung dan menurunkan

tekanan darah dengan cepat.

2.2 Gambaran Klinis

Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan atau luka yang terjadi

dan meberikan gejela lokal dan sitemik sebagai berikut : 1,2,3

1. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena

darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).

2. Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi

(ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur

3. Gejala khusus gigitan ular berbisa :

Hematotoksik : perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritonium,

otak, gusi, hematemesis, dan melena, perdarahan kulit(petekie, ekimosis),

hemoptoe, hematuria, koagulasi intravaskular diseminata (KID)

Neurotoksik : hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernafasan, ptosis,

oftalmoplegi, paralisis otot laring, refleks abnormal, kejang dan koma

Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung

Sindrom kompartemen : edema tungkai dengan tanda tanda 5P (pain, pallor,

pulselessnes, paralisis, parestesia)

Menurut Schwartz (Depkes,2001), gigitan ular dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 3

Derajat

Venerasi Luka Nyeri Edema/Eritema Sistemik

0 0 + +/- <3 cm / 12jam 0I +/- + - 3-12 cm / 12jam 0II + + +++ > 12-25 cm / 12 jam +

Neurotoksik, mual, pusing, syok

III + + +++ > 25 cm / 12 jam ++Petekie, syok, echimosis,

IV +++ + +++ > ektrimitas +++

Page 5: tatalaksana snake bite

Gagal jantung akut, koma, perdarahan.

Gambaran klinis gigitan beberapa jenis ular berbisa : 1,3

Gigitan Elapidae (misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular

cabai, coral snakes, mambas, kraits)

1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada

kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.

2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.

3. Setelah digigit ular

a. 15 menit: muncul gejala sistemik setelah digigit ular

b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar

bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit

dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut. Selanjutnya

dapat terjadi paralisis otot leher dan anggota badan, peralisis otot pernafasan

hingga lambat dan sukar bernafas, tekanan darah menurun, denyut nadi

lambat, dan tidak sadarkan diri. Nyeri abdomen sering kali terjadi dan

berlangsung hebat. Pada keracunan berat dalam waktu satu jam dapat timbul

gejala-gejala neurotoksik. Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.

Gigitan Viperidae / Crotalidae (ular: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo):

1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di

dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.

2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam berupa muntah,

diare, kolik, perdarahan pada bekas gigitan ular (lubang dan luka yang dibuat oleh

luka gigi taring), berkeringat, hudung berdarah, darah dalam darah, urin dan tinja.

Perdarahan terjadi akibat gangguan faal pembekuan darah. Beberapa harinya akan

timbul memar, melepuh, dan kerusakan jaringan, kerusakan ginjal, edem paru,

kadang-kadang tekanan darah rendah, dan denyut nadi cepat.

3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2

jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.

Gigitan Hydropiidae (misalnya: ular laut):

1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.

Page 6: tatalaksana snake bite

2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh,

dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai

dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti

jantung.

Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae (misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo)

1. Gejala lokal: ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di

daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.

2. Anemia, hipotensi, trombositopeni merupakan tanda penting.

2.3 Pemeriksaan Penunjang 3

Pemeriksaan darah, Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit, waktu

perdarahan, waktu pembekuan, waktu protrombin, fibrinogen, APTT, D-dimer,

golongan darah dan uji cocok silang

Pemeriksaan urin : hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobinuria),

EKG

Foto dada

2.4 Penatalaksaan 1,2,3

Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah :

Menghalangi/memperlambat absorpsi bisa ular

Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasidarah

Mengatasi efek lokal dan sitemik.

Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:

1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular 

sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri

atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah

untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari

komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi

gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan

medis.

Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas;

diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap gigitan, imobilisasi ( membuat tidak

bergerak ) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan

kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat

Page 7: tatalaksana snake bite

meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening;

pertimbangkan pressure - immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan

terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan

pendarahan lokal.

Penatalaksanaan Sebelum dibawa ke rumah sakit:

Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan

Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini

kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit paska gigitan.

Kesimpulannya, tindakan pertama pada gigitan ular:

Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk

menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.

Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi

beberapa menit sebelumnya. Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-

gesa atau dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman justru seing merusak

jaringan dibawah kulit dan akan meninggalkan luka parut yang cukup besar.

Anggota badan yang digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran

racun.

Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara

memasang bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.

Penderita dilarang untuk bergerak dan apabila perlu dapat diberikan analgetika

atau sedativa.

Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat

untuk menerima perawatan selanjutnya.

2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan

senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah

peningkatan penyerapan bisa.

3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai

pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga

menghambat peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan

tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan

kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya.

4. Terapi yang dianjurkan meliputi:

Page 8: tatalaksana snake bite

Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi

penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan;

penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila

kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan,

kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat

terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta

kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal

Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.

Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis

dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian

tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat

dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang

terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu.

Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah

dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.

Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid

maka diberikan satu dosis toksoid tetanus

Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular

Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat

mati/panik

Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein,

maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di

Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap

beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat

kerusakan jaringan lokal yang luas

Beri SABU ( Serum Anti Bisa Ular ) polivalen 1 ml berisi:

1. 10 - 50 LD50 bisa Ankystrodon

2. 25-50 LD50 bisa Bungarus

3. 25-50 LD50 bisa Naya sputarix

4. Fenol 0,25%

Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka.

Gejala venomisasi sistemik

Page 9: tatalaksana snake bite

- Gangguan hemostasis: perdarahan sistemik spontan (klinis), koagulopati (20 WBC

time atau tes laboratorium lain seperti waktu protrombin) atau trombositopenia (<100

x 109/L atau 100000/cu mm)

- Tanda neurotoksik: ptosis, ophtalmoplegia eksternal, paralisis, dll. (klinis)

- Abnormalitas kardiovaskular: hipotensi, syok, aritmia jantung (klinis), abnormalitas

EKG.

- Acute Kidney Injury/renal failure: oliguria/anuria (klinis), peningkatan kreatinin/urea

darah (laboratorium).

- Haemoglobin/myoglobinuria: urine berwarna gelap kecoklatan (klinis), urine dipstick,

bukti hemolisis intravascular lainnya atau rhabdomiolisis menyeluruh (nyeri otot,

hiperkalemia) (klinis, laboratorium).

- Bukti laboratorium lain yang menunjang adanya venomisasi sistemik.pat (

Gejala venomisasi local

- Pembengkakan local meliputi lebih dari setengah daerah gigitan (tanpa adanya bukti

penggunaan torniket) dalam 48 jam setelah gigitan. Bengkak akibat gigitan pada jari

(kaki dan terutama tangan).

- Penyebaran bengkak dengan cepat (misalnya melebihi pergelangan tangan atau

pergelangan kaki dalam beberpa jam setelah gigitan pada tangan atau kaki).

- Pembengkakan kelenjar getah bening yang mengaliri daerah yang tergigit.

Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes,2001)

Derajat 0-I : tidak diberikan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat

meningkaat maka diberikan SABU.

Derajat II : 3-4 vial SABU

Derajat III : 5-15 vial SABU

Derajat IV : berikan penambahan 6-8 vial SABU

Teknik Pemberian: 2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9 % atau Dextrose 5%

dengan kecepatan 40-80 tetes per menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Informasikan pada

pasien mengenai kemungkinan efek samping yang tertunda, terutama serum sickness

(demam, rash, arthralgias).

Kontraindikasi Serum antibisa

Tidak ada kontraindikasi absolut pada terapi anti bisa ular untuk envenoming sistemik yang

nyata; terapi diperlukan dan biasanya digunakan untuk menyelamatkan jiwa.

Efek Samping Serum Antibisa.

Page 10: tatalaksana snake bite

1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam

waktu beberapa jam sesudah suntikan.

2. Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal,

eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya.

3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara

intravena.

4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum

dalam jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.

Interaksi

1. Dengan Obat Lain : Belum ada interaksi signifikan yang dilaporkan.

2. Dengan Makanan : -

Pengaruh

1. Terhadap Kehamilan : Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada

kehamilan. Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian

risiko penggunaan serum anti bisa ular.

2. Terhadap Ibu Menyusui : Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu

melebihi kemungkinan risiko pada bayi.

3. Terhadap Anak-anak : Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap

envenoming yang parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan

aktivitas fisik yang lebih besar. Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan

dewasa, dan tidak boleh diberikan dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric

weight-adjusted dose);disebabkan hal ini dapat menimbulkan perkiraan dosis yang

lebih rendah. Jumlah serum anti bisa ular yang diperlukan tergantung dari jumlah bisa

ular yang perlu dinetralisasi bukan berat badan pasien

4. Terhadap Hasil Laboratorium : -

Parameter Monitoring

Monitor efek dari serum anti bisa ular baik secara klinis maupun laboratorium. Monitor efek

samping setelah administrasi serum anti bisa ular. Monitoring yang diperlukan dapat berbeda

tergantung dari jenis ular yang menggigit. Bila ragu-ragu mengenai jenis ular yang

menggigit, monitor coagulopathy, flaccid paralysis, myolysis dan fungsi ginjal.

Bentuk Sediaan 

Vial 5 ml, Tiap ml Sediaan Dapat Menetralisasi :

10-15 LD50 Bisa Ular Tanah (Ankystrodon Rhodostoma)

25-50 LD50 Bisa Ular Belang (Bungarus Fasciatus)

Page 11: tatalaksana snake bite

25-50 LD50 Bisa ular kobra (Naja Sputatrix), dan mengandung fenol 0.25% v/v

Anti bisa ular harus diberikan secepatnya setelah gejala atau tanda diatas ditemukan. Anti

bisa ular akan menetralkan efek bisa ular walaupun gigitan ular sudah terjadi beberapa hari

yang lalu atau pada kasus kelainan hemostatik, anti bisa ular masih dapat diberikan walaupun

sudah terjadi lebih dari 2 minggu. Tetapi beberapa bukti klinis menyebutkan bahwa anti bisa

ular efektif jika diberikan dalam beberapa jam setelah digigit ular.

Lebih dari 10% pasien mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap anti bisa ular, reaksinya

dapat trejadi secara cepat (dalam beberapa jam) atau lambat (5 hari atau lebih). Resiko reaksi

tergantung dosis yang diberikan, kecuali pada kasus yang jarang, terjadi sensitisasi (Ig E-

mediated type I hypersensitivity) oleh serum hewan sebelumnya, contohnya : Ig-tetanus, Ig-

rabies.

Reaksi Anafilaksis

Terjadi dalam 10-180 menit setelah pemberian anti bisa ular, gejalanya gatal, urtikaria, batuk

kering, demam, mual, muntah, diare dan takikardi. Sebagian kecil pasien akan mengalami

reaksi anafilaksis yang berat seperti hipotensi, bronkospasme dan angioedema.

Reaksi Pyrogenik (endotoksin)

Terjadi dalam 1-2 jam setelah pengobatan, gejalanya berupa demam, vasodilatasi dan

penurunan tekanan darah. Reaksi ini disebabkan kontaminasi pirogen selama proses dipabrik.

Reaksi Lambat

Terjadi dalam 1-12 hari setelah pengobatan, gejala klinisnya berupa demam, mual, muntah,

diare, gatal, urtikaria berulang, atralgia, mialgia, limpadenopati, proteinuria dengan nephritis

kompleks imun, dan encephalopati (jarang).

Reaksi anafilaksis dan pyrogen anti bisa ular

Epineprin (adrenalin) diberikan intra muskular (lateral paha atas) dengan dosis awal 0,5mg

untuk dewasa dan 0,01mg/kgBB untuk anak-anak. Adrenalin harus segera diberikan setelah

muncul gejala, dosis dapat diulang setiap 5-10 menit jika kondisi tidak membaik.

Pengobatan tambahan berupa antihistamin, anti-H1 blocker seperti klorphenamin maleat

(dewasa 10mg, anak-anak 0,2mg/kgBB IV dalam beberapa menit) harus diberikan dengan

hidrokortison (dewasa 100mg, anak-anak 2mg/kgBB). Pada reaksi pirogen dapat diberikan

anti piretik (contohnya parasetamol oral atau supp). Cairan intravena harus diberikan untuk

mengatasi hipovolemia.

Reaksi lambat (serum sickness)

Anti histamin oral diberikan selama 5 hari, jika tidak ada respon dalam 24-48 jam berikan

prednisolon selama 5 hari.

Page 12: tatalaksana snake bite

Dosis : chlorphenamine : dewasa 2mg/6 jam, anak-anak 0,25mg/kg/hari

Prednisolone : dewasa 5mg/6 jam, anak-anak 0,7mg/kg/hari

Pedoman terapi SABU menurut Luck 3

Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit

Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberian antivenom.

- Jika koagulopati tidak membaik (fibrinogen tidak meningkat, waktu pembekuan

darah tetap memanjang), ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah

pada 1 dan 3 jam berikutnya dan seterusnya.

- Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu pembekuan menurun)

maka monitor ketat diteruskan dan ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor

perbaikannya. Monitor dilanjutkan hingga 2 x 24 jam untuk mendeteksi

kemungkinan koagulopati berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan

Viperidae untuk tidak menjalani operasi minimal 2 minggu setelah gigitan.

Terapi suportif lainnya pada keadaan :

- Gangguan koagulasi berat : beri plasma fresh-frozen (anti-venim)

- Perdarahan : beri trasnfusi darah segar atau komponen darah, fibrinogen,

vitamin K, transfusi trombosit.

- Hipotensi : beri infus cairan kristaloid

- Rabdomiolisis : beri cairan dan natrium bikarbonat

- Monitor pembengkakan lokal setiap jam dengan ukuran lilitan lengan atau

anggota badan

- Sindrom kompartemen : lakukan fasciotomi

- Gangguan neurotoksik : beri neostigmin (asetilkolinesterase), diawali dengan

sulfas atropin

- Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan

- Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari penggunaan

obat-obatan narkotik depresan.

Terapi profilaksis :

- Pemberian antibiotik spektrum luas, kuman terbanyak yang dijumpai adalah P.

Aerogenosa, Proteus sp, Clostridium sp, B. Fragilis

- Beri tetatus toksoid

- Pemberian serum anti tetanus sesuai indikasi.

Deraja Beratnya Taring Ukuran Zona Gejala Jumlah vial

Page 13: tatalaksana snake bite

t Evenomisasi atau gigi edema/ eritematosa kulit (cm)

sistemik venom

0 Tidak ada + <2 - 0I Minimal + 2-15 - 5II Sedang + 15-30 + 10III Berat + >30 ++ 15IV Berat + <2 +++ 15

Page 14: tatalaksana snake bite

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : PK

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 45 Tahun

Alamat : Rendang, Karangasem

Bangsa : Indonesia

Suku : Bali

Agama : Hindu

Pekerjaan : Petani

Status : Menikah

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Kaki bengkak digigit ular

III. ANAMNESIS KHUSUS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang sadar mengeluhkan kaki bengkak oleh karena digigit ular sejak 20

menit sebelum datang ke puskesmas. Pasien sedang bekerja di ladang dan tiba-tiba digigit

ular. Luka digigit tepatnya pada punggung kaki kanan. Pasien tidak langsung membawa

ke puskesmas karena hanya merasakan nyeri dan panas pada kakinya. Kira-kira 10 menit

setelahnya, kaki mulai membengkak dan terasa bertambah nyeri. Karena itu, pasien

langsung segera dibawa ke puskesmas. Perdarahan pada luka tersebut disangkal oleh

pasien.

Kondisi umum pasien juga dikatakan biasa saja, tidak sempat pingsan, pusing,

mengalami kelemahan pada anggota tubuh. Sesak disangkal oleh pasien. Keluhan lain

seperti berkeringat, pandangan kabur,mual, muntah,dan kejang disangkal oleh pasien.

Pasien mengatakan digigit ular berwarna hijau yang biasa ada di ladang. Ukuran

ular tidak terlalu besar dan panjang. Pasien tidak mampu menjelaskan secara pasti dari

ukuran ular tersebut.

Page 15: tatalaksana snake bite

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Pasien mengatakan ini baru pertama kali digigit ular. Riwayat penyakit kencing

manis, tekanan darah tinggi, sakit ginjal, sakit jantung, dan kelainan saraf sebelumnya

disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien melakukan bebat tekan pada kaki sebelah atas dengan menggunakan kain.

Dikatakan bebat tekan tersebut baru dilakukan kurang lebih 15 menit sebelum dibawa ke

puskesmas. Pasien tidak ada memberikan obat-obatan maupun daun-daunan pada luka

tersebut. Pasien juga menyangkal membersihkan luka gigitan tersebut dengan air. Pasien

mengatakan masih menggunakan kakinya untuk berjalan kaki.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit kencing manis, tekanan darah tinggi, sakit ginjal, sakit jantung,

dan kelainan saraf dikeluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Pribadi dan Sosial

Saat ini keseharian pasien bekerja sebagai petani di ladang. Pasien memiliki

kebiasaan minum alkohol, dikatakan minum tidak terlalu. Pasien mengatakan memiliki

kebiasaan merokok hingga sekarang.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Kesan sakit : ringan

Kesadaran : kompos mentis

Tensi : 110/palpasi mmHg

Nadi : 72 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu badan : 36,50C

Status General

Mata : anemia -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-

THT : kesan tenang

Thorak

Cor Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi Iktus cordis : teraba

Lokalisasi : ICS VI 2 cm lateral MCL S

Page 16: tatalaksana snake bite

Irama : teratur

Getaran /thrill : tidak ada

Perkusi Batas kanan : 2 cm lateral PSL D

Batas kiri : 2 cm lateral MCL S

Batas atas : ICS II

Batas bawah : ICS V

Auskultasi : S1S2 tunggal reguler murmur (-)

Po Inspeksi : gerak pernafasan simetris statis dan dinamis

Palpasi : VF N/N

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : ves +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen Inspeksi : distensi (-), denyut epigastrial (-)

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Palpasi : Hepar : tidak teraba, nyeri tekan (-)

Lien : tidak teraba

Balottement : -/-

Nyeri tekan ulu hati (-)

Perkusi : Traube space +

Ekstremitas: Hangat +/+ Edema - / -

+/+ -/-

Tenaga 5555/5555

5555/5555

Status Lokalis :

Regio Pedis Dextra : Edem (+) 15 cm hingga atas maleolus, hiperemi (+), perdarahan (-)

Nyeri tekan (+), petekie (-), ekimosis (-)

Bekas gigitan / fang marks (-) tidak terlihat jelas

V. DIAGNOSIS

Snake Bite Dorsum Pedis Dextra derajat II (Schwartz)

Page 17: tatalaksana snake bite

VI. PENATALAKSANAAN

- Imobilisasi , lepas bebat tekan, rawat luka dengan NaCl- Injeksi dexametasone + Dipenhidramin 1 ampul IM- Rujuk ke RSUD klungkung SABU (-)- Monitoring : Vital sign dan Keluhan

Page 18: tatalaksana snake bite

BAB IVPEMBAHASAN

Ular merupakan salah satu hewan reptilia yang ada. Hewan ini memiliki habitat di alam liar

seperti hutan, sawah, dan pepohonan. Ular merupakan hewan karnivora yang biasanya

memburu mangsanya dengan menggunakan bisa atau belitannya yang kuat. Ular ada yang

memiliki bisa kuat ada pula yang tidak berbisa. Ular biasanya aktif pada pagi ataupun sore

hari untuk mencari mangsanya. Umumnya ular menggigit jika saat sedang merasa terancam

atau terganggu.

Petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular, pemburu, dan penangkap ular

merupakan korban dari gigtan ular ini. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak

mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja.

Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah ataupun pada anak-anak, ketika ular

memasuki rumah untuk mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus.

Penderita dengan inisial PK, jenis kelamin laki-laki, usia 45 tahun beralamat di

Rendang, bekerja sebagai petani, datang ke puskesmas dengan keluhan kaki bengkak setelah

digigit ular. Melihat dari identitas pasien, kita dapat lihat bahwa pekerjaan pasien sebagai

petani merupakan risiko tinggi berhadapan dengan ular, apalagi jika tidak berhati-hati bisa

tergigit. Sesuai dengan teori bahwa petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular,

pemburu, dan penangkap ular merupakan korban tersering dari gigtan ular.

Pasien datang dengan kaki bengkak sejak 20 menit sebelum datang ke puskesmas.

Awalnya, kaki hanya dirasakan nyeri dan setelah 10 menit kaki mulai membengkak dan

terasa bertambah nyeri. Gejala lokal gigitan ular dapat terjadi seperti edema, nyeri tekan pada

luka gigitan,dan ekimosis biasanya terjadi cepat setelah tergigit atau rata-rata 15 menit hingga

24 jam. Gejala khusus yang bersifat lokal seperti perdarahan pada bekas gigitan, sindrom

kompartmen tidak ditemukan pada pasien ini.

Kondisi umum pasien juga dikatakan biasa saja, tidak sempat pingsan, pusing,

mengalami kelemahan pada anggota tubuh. Sesak disangkal oleh pasien. Keluhan lain seperti

berkeringat, pandangan kabur,mual, muntah,dan kejang disangkal oleh pasien. Seperti dalam

teori gejala sistemik berupa otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi (ludah

bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur. Gejala hematotoksik : paru,

jantung, ginjal, peritonium, otak, gusi, hematemesis, dan melena, perdarahan kulit(petekie,

ekimosis), hemoptoe, hematuria, koagulasi intravaskular diseminata (KID) dan neurotoksik :

Page 19: tatalaksana snake bite

hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernafasan, ptosis, oftalmoplegi, paralisis otot laring,

refleks abnormal, kejang dan koma tidak ditemukan pada pasien.

Pasien mengatakan digigit ular berwarna hijau yang biasa ada di ladang. Ukuran ular

tidak terlalu besar dan panjang. Pasien tidak mampu menjelaskan secara pasti dari ukuran

ular tersebut. Data ini masih kurang untuk menjelaskan jenis ular apa yang menggigit pasien.

Lebih banyak informasi yang harus ditanyakan. Kalau dari anamnesa tersebut kemungkinan

ular tersebut termasuk jenis Viperidae dimana jenis yang lain adalah ular tanah, ular hijau,

dan ular bendotan puspo. Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat

ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Kita juga

harus memastikan ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil,

dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.

Pasien mengatakan ini baru pertama kali digigit ular. Riwayat penyakit kencing manis,

tekanan darah tinggi, sakit ginjal, sakit jantung, dan kelainan saraf sebelumnya disangkal

oleh pasien. Dengan riwayat sebelumnya dapat diketahui reaksi terhadap gigitan ular ataupun

penggunaan SABU serta adakah penyakit penyerta yang mungkin mengaburkan gejala serta

dapat memperberat kondisi pasien. Data pada riwayat penyakit keluarga seperti kencing

manis, tekanan darah tinggi, sakit ginjal, sakit jantung, dan kelainan saraf dikeluarga

disangkal oleh pasien juga dapat membantu menemukan masalah yang mengaburkan gejala

serta dapat memperberat kondisi pasien.

Penanganan pertama yang dilakukan pasien ketika terkena gigitan ular adalah

melakukan bebat tekan pada kaki sebelah atas dengan menggunakan kain. Dikatakan bebat

tekan tersebut baru dilakukan kurang lebih 15 menit sebelum dibawa ke puskesmas. Pasien

tidak ada memberikan obat-obatan maupun daun-daunan pada luka tersebut. Pasien juga

menyangkal membersihkan luka gigitan tersebut dengan air. Pasien mengatakan masih

menggunakan kakinya untuk berjalan kaki. Secara teori hal-hal yang dapat dilakukan pertama

saat terkena gigitan ular adalah

Menenangkan korban yang cemas

Luka dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan atau menetralisir bisa ular

yang belum terabsorpsi.

Diistirahatkan serta imobilisasi ( membuat tidak bergerak ) dalam posisi

horizontal terhadap luka gigitan

Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini

kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit paska gigitan.

Page 20: tatalaksana snake bite

Beberapa hal yang sering dilakuakan tapi tidak terbukti membantu meringankan keluahan

dan mungkin saja dapat memperparah keluhan pasien yaitu :

hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan

bisa dan menimbulkan pendarahan lokal

Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi

beberapa menit sebelumnya. Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-

gesa atau dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman justru seing merusak

jaringan dibawah kulit dan akan meninggalkan luka parut yang cukup besar.

Pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit.

Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan dari status present dan status general tidak

diketemukan kelainan yang bermakna. Ini menandakan bahwa tidak diketemukan gejala

sitemik pada pasien ini. Secara teori gejala sitemik yang dapat terjadi pada pasien gigtan ular

adalah sebagai berikut : hipotensi, kelainan hematotoksik berupa perdarahan paru, jantung,

ginjal, peritonium, otak, gusi, hematemesis, dan melena, hemoptoe, hematuria, koagulasi

intravaskular diseminata (KID). Kelainan neurotoksik : hipertonik, fasikulasi, paresis,

paralisis pernafasan, ptosis, oftalmoplegi, paralisis otot laring, refleks abnormal, kejang dan

koma. Pada status lokalis diketemukan Edem (+) 15 cm hingga atas maleolus, hiperemi (+),

perdarahan (-),Nyeri tekan (+), petekie (-), ekimosis (-), bekas gigitan / fang marks (-) tidak

terlihat jelas. Pada gejala lokal biasanya akan ditemukan edema, nyeri tekan pada luka

gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit),

perdarahan pada tempat gigitan serta bekas/tanda gigitan, serta sindrom kompartemen :

edema tungkai dengan tanda tanda 5P (pain, pallor, pulselessnes, paralisis, parestesia).

Dari data yang terkumpul pada pasien ini sehingga diambil kesimpulan diagnosisnya

adalah Snake Bite derajat I (Schwartz). Ini juga didasarkan pada Schwartz (Depkes,2001),

gigitan ular dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Derajat

Venerasi Luka Nyeri Edema/Eritema Sistemik

0 0 + +/- <3 cm / 12jam 0I +/- + - 3-12 cm / 12jam 0II + + +++ > 12-25 cm / 12 jam +

Neurotoksik, mual, pusing, syok

III + + +++ > 25 cm / 12 jam ++Petekie, syok, echimosis,

IV +++ + +++ > ektrimitas +++

Page 21: tatalaksana snake bite

Gagal jantung akut, koma, perdarahan.

Pada pasien ini sudah dilakukan tindakan pertolongan pertama pada gigitan ular yang

dilakukan oleh pasien dan kerabatnya. Tindakan yang dilakukan di puskesmas saat itu adalah

imobilisasi , lepas bebat tekan, rawat luka dengan NaCl, Injeksi dexametasone +

Dipenhidramin 1 ampul IM, kemudian pasien dirujuk ke RSUD klungkung karena dikatakan

SABU saat itu tidak ada, selain itu diberikan komunikasi dan edukasi selama perujukan agar

memperhatikan kondisi dan keluhan pasien. Menurut teori yang ada hal-hal yang bisa

dilakukan di sarana pelayanan ksehatan adalah :

Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi

penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan;

penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila

kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan,

kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat

terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta

kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal

Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.

Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis

dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian

tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat

dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang

terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu.

Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah

dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.

Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid

maka diberikan satu dosis toksoid tetanus

Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular

Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat

mati/panik

Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein,

maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di

Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap

Page 22: tatalaksana snake bite

beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat

kerusakan jaringan lokal yang luas

Ada beberapa hal yang sering dilakukan tetapi menurut data yang ada, hal ini sudah tidak

dilakukan karena tidak memiliki manfaat secara signifikan yaitu :

Penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah)

yang dilakukan terus menerus. Tindakan ini kurang berguna jika dilakukan lebih

dari 30 menit paska gigitan.

Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi

beberapa menit sebelumnya. Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-

gesa atau dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman justru seing merusak

jaringan dibawah kulit dan akan meninggalkan luka parut yang cukup besar.

pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti

manfaatnya

Page 23: tatalaksana snake bite

DAFTAR PUSTAKA

1. Selvanus, M. Gigitan Ular (Snake bite). RS Muhamadiyah Gombong. 2009.

http://htysite.com/P%20anti%20bisa.htm (akses : 6 Juni 2013)

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V.

Interna Publishing. Jakarta. 2010. Hal 280-3.

3. David, A. Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia

Region,. World Health Organization Library Cataloguing-in-Publication data, 2010.

(akses : 6 Juni 2013)