Post on 26-Dec-2015
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN PADA KASUS ASMA
A. PENGERTIAN
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2000, hal. 660).
Dari kelima pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
B. ETIOLOGI
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
1TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
C. PATOFISIOLOGI
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing.
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
▫ Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.▫ Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.
2TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
2) Tingkat II :
▫ Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
▫ Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
▫ Tanpa keluhan.▫ Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.▫ Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
▫ Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.▫ Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
▫ Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
▫ Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
E. KLASIFIKASI ASMA
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.
Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.
F. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafasb. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun
penjelasan penyakit.
3TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan
Seperti :
1) Beta agonist (beta adrenergik agent)2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)3) Anti kolinergik (bronkodilator)4) Kortikosteroid5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1) Oksigen 4-6 liter/menit.2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi
nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien
sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
c. Pemeriksaan Penunjang :
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
1) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.2) Tes provokasi :
▫ Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.▫ Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
▫ Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.5) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.6) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.7) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.8) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.9) Pemeriksaan sputum.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.
4TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASMA
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin2) Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.3) Status mental : lemas, takut, gelisah4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik
Dada :
1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal3) Keabnormalan struktur Thorax4) Contour dada simetris5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata6) RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1) Temperatur kulit2) Premitus : fibrasi dada3) Pengembangan dada4) Krepitasi5) Massa6) Edema
Auskultasi
1) Vesikuler2) Broncho vesikuler3) Hyper ventilasi4) Rochi5) Wheezing6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.c) Tes provokasi bronkial
5TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.8) Pemeriksaan sputum.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
6TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
e. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
7TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
f. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
b. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
c. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
d. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
8TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
e. Kolaborasi
Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
Berikan obat sesuai indikasi. Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
Diagnosa 4 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
a. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
b. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
c. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
d. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
9TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
e. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Diagnosa 5 :
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
Klien mengerti tentang definisi asma Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
a. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
b. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
c. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.
d. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
e. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
10TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
C. EVALUASI
a. Jalan nafas kembali efektif.b. Pola nafas kembali efektif.c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-asma/
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM CARDIOVASKULER PADA KASUS INFARK MYOCARD ACUTE
11TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi :
o Acute Myocard Infark (AMI) adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinik berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard (Wikipedia, febuari 5, 2008)
o Acute Myocard Infark (AMI) adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah
ke otot jantung ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 437)
o Acute Myocard Infark (AMI) adalah iskemia yang lebih berat, disertai kerusakan sel
(Brunner dan Sudarth)
o Infark Miokard Akut adalah penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri
koroner, mengakibatkan iskemia miokard dan nekrosis.( Doengoes, Moorhouse,
Geissler, 1999 : 83 )
o Infark Miocard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh kerusakan
aliran darah koroner miokard (penyempitan atau sumbatan arteri koroner diakibatkan
oleh aterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan
(Carpenito L.J. , 2000)
o Acute Myocard Infark (AMI) adalah kerusakan atau nekrosis sel jantung yang terjadi
mendadak karena terhentinya aliran darah koroner yang sebagaian besar disebabkan
oleh thrombus yang menyumbat arteri koronaria di tempat rupture plak aterosklerosis
o Acute Myocard Infark (AMI) adalah Nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan arteri koroner
o Acute Myocard Infark (AMI) adalah Nekrosis miokard yang terjadi obstruksi arteri
koronaria yang ditandai dengan nyeri hebat disertai pucat, sesak nafas, mual, pusing
dan berkeringat.
2. Epidemiologi / Insiden kasus :
12TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Infark miokard acut di amerika serikat menurut Preskom Kalbe, dr.Boenyamin
Setiawan PhD, adalah sekitar 1,5 juta kasus per tahun. Jika hal ini diterapkan di Indonesia,
berarti ada sekitar 270.000 kasus/tahun (asumsi penduduk 270 juta). Di jakarta sendiri dengan
estimasi penduduk 10 juta, diperkirakan ada sekitar 10.000 kasus/tahun. Dari kasus tersebut
menurut Ir. Rustiyan Oen, MBA, Managing Director RS Mitra Keluarga Group, diperkirakan
30% harus menemui ajalnya.
3. Klasifikasi
Ada dua jenis infark miokardial yang saling berkaitan dengan morfologi, patogenisis,
dan penampakan klinis yang cukup berbeda. (Dasar Patologi Penyakit, 1999 : 319)
1. Infark Transmural
Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan
oleh aterosklerosis koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis
oklusif yang superimposed.
2. Infark Subendokardial
Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu
daerah yang secara normal mengalami penurunan perfusi.
4. Penyebab / faktor predisposisi :
Infark Miokard akut (AMI) terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan
kebutuhan, sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung. Beberapa hal yang
menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:
1) Berkurangnya suplai oksigen ke miokard
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
a. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel
jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya:
13TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
atherosclerosis (arteroma mengandung kolesterol), spasme (kontraksi otot secara mendadak/
penyempitan saluran), dan arteritis (peradangan arteri).
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal
antara lain : (i) mengkonsumsi obat-obatan tertentu, (ii) stress emosional atau nyeri, (iii)
terpapar suhu dingin yang ekstrim, (iv) merokok.
b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh
sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya
kondisi hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta dekat katup) maupun insufisiensi yang terjadi
pada katup-katup jantung (aorta, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak
out put (COP)
c. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia, hipoksemia, dan
polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
Aktifitas berlebihan
Emosi
Makan terlalu banyak
hypertiroidisme
3) Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen tidak mampu
dikompensasi, diantaranya dengan meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP.
Oleh karena itu, segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan
memicu terjadinya infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan
lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang
14TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang
tidak efektive.
5. Gejala Klinis :
a. Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus, terletak di bawah bagian
sternum dan perut atas.
b. Rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar ke bahu dan biasanya ke lengan kiri.
c. Nyeri muncul secara spontan dan menetap selama beberapa jam samapi beberapa hari
dan tidak akan hilang dngan istirahat maupun nitrogliserin.
d. Nyeri sering disertai dengan nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan
kepala ringan, mual serta muntah
e. Keluhan yang khas adalah nyeri, seperti diremas-remas atau tertekan
f. Sering tampak ketakutan
g. Dapat ditemui bunyi jantung ke-2 yang pecah paradoksal, irama gallop
h. Takikardi, kulit yang pucat, dingin dan hipertensi ditemukan pada kasus yang ralative
lebih berat.
6. Patofisiologi
Dua jenis komplikasi penyakit IMA terpanting ialah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Segera setelah terjadi IMA, daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction,isi sekuncup
(stroke volume) dan peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik.
Peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi
cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja
disebabkan karena daerah infark tetapi juga daerah istemik disekitarnya. Miokard yang relatif
masih baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsang adrenergik,
untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen
miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga
mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik.bila infark kecil dan miokard yang harus
berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila
infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark
15TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
lama, tekanan akhir diatolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat
IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel
baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan
remodelling ventrikel yang nantiya akan mempengaruhi fungsi ventrikel, timbulnya aritmia
dan prognosis.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang,
fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-
daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA
akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula
mengalami hipertropfi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia
berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum
ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal
hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit
atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa
refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsang. Sistem saraf autonom juga
berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami
peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat
sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior mempertinggi kecenderungan
fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
7. Pemeriksaan fisik :
a. Tampilam umum (inspeksi) : Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebih.
Pasien tampak sesak
Demam derajat sedang (< 38° C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya stemi.
b. Denyut Nadi dan Tekanan Darah (palpasi): Sinus takikardi (100-120 x/menit)
Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
c. Pemeriksaan jantung (auskultasi):
16TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan Intensitas Bunyi Jantung Pertama
Dan Split Paradoksikal Bunyi Jantung Kedua.
Dapat ditemukan Mur Mur Mid Sistoloik atau Late Sistolik Apikal bersifat sementara.
8. Pemeriksaan diagnostik / Penunjang:
Menurut Dongoes :
a. EKG : menunjukkna peningkatan gelombang S – T, iskemia berarti ; penurunan atau
datarnya gelombang T, menunjukkan cedera, : dan atau adanya gelombang Q.
b. Enzim jantung dan iso enzim : CPK –MB (isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung ) meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12 – 24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam : LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam,
dan memakan waktu lama untuk kembali normal. AST ( aspartat
amonitransfarase )meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.
c. Elektrolit : ketidak seimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat
mempengaruhi kontraktilitas.
d. Sel darah putih : leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah
IM sehubungan dengan proses inflamasi.
e. Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua-ketiga setelah IM, menjukan
iflamasi.
f. Kimia : mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi / perfusi organ akut / kronis
g. GDA/oksimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut
atau kronis.
h. Kolesteron atau trigelisarida serum : meningkat, menunjukkan arteriosklerosis
sebagai penyebab IM.
i. Foto dada : mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
j. Ekokardiogram : mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan
katup/dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi kutub.
k. Pemeriksaan pencitraan nuklir :
▫ Thalium : mengevaluasi aliran darah miokardia dan status
miokardia, contoh lokasi / luasnya IM akut atau sebelumnya.
▫ Technium : terkumpul dalam sel iskemi disekitar area nekrostik.17
TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
l. Pencitraan darah jantung / MUGA : mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan
umum, gerakan dinding regional, fraksi ejeksi (aliran darah).
m. Angiografi koroner : menggambarkan penyempitan / sumbatan arteri koroner dan
biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).
n. Digital substraction angiography (DSA) : teknik yang digunakan untuk
menggambarkan status penanaman arteri dan untuk mendeteksi penyakit arteri perifer.
o. Nuclear magnetic esomance (NMR) : memungkinkan visualisasi aliran darah ,
serambi jantung atau katup ventrikel, lesi ventrikel, pembentukan plak, area nekrosis /
infark, dan bekuan darah.
p. Tes stress olahraga : menentukan respons kardiovaskuler terhadap aktifitas.
9. Diagnosis / kriteria diagnosis :
a. Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indicator spesifik infark miokard
akut yaitu kreatinin fosfokinase (CPK/CK), SGOT, laktat dehidrogenase (LDH), alfa
hidrokasi butiratdehidrogenase(α-HBDH) troponin T dan isoenzim CPK MP atau
CKMB.
Tetapi enzim ini tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh penyakit lain, seperti
penyakit muscular, hipotiroid, dan strok.
b. Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan
perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh
dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemic akan mengubah segmen ST
menyebabkan depresi ST
10. Komplikasi :
a. Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler,
merembes ke luar dan menimbulkan dispnu yang sangat berat. Oedema terutama
paling sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat MI acut. Perkembangan
oedema paru menunjukan bahwa fungsi jantung sudah sangat tidak adekuat.
b. Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat.18
TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
c. Syok kardiogenik adalah terjadi ketika jantung tidak mampu mempertahankan kadiak
output yang cukup untuk perfusi jaringan. Hal ini biasanya muncul setelah adanya
penyakit infark miokardial.
d. Efusi prekardial adalah mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung
pericardium.
e. Rupture miokard adalah sangat jarang terjadi tetapi, dapat terjadi bila terdapat infark
miokardium, proses infeksi, penyakit infeksi, penyakit pericardium atau disfungsi
miokardium lain yang membuat otot jantung menjadi lemah.
f. Henti jantung adalah bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, akibatnya terjadi
penghentian sirkulasi yang efektif.
11. Theraphy/ tindakan penanganan :
Tujuan dari theraphy/tindakan penanganan pada infrak miokard adalah menghentikan
perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan
untuk penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut dan memperkecil kerusakan
jantung sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi.
a. Memberikan oksigen karena persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L/menit apabila pasien tidak mengalami penyakit paru sedangkan diberikan 2 L/menit untuk pasien dengan penyakit paru.
b. Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan.
c. Pasien dalam kondisi bedrest dapat menurunkan kerja jantung sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan pada sel-selnya untuk memulihkan diri.
d. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberian obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan dengan komposisi Nacl 0,9 % atau Dextrosa 5%
e. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang alergi terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel
Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan Infark miokard acut :
a. Obat-obatan trombolitik : obat ini ditunjukkan untuk memperbaiki kembali aliran darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obat ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Ada tiga macam jenis obat tombolitik yaitu :
19TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
▫ streptokinase adalah obat yang efektif secara sistemik pada mekanisme pembekuan darah. Namun, obat ini juga dapat menyebabkan terjadi potensial pendarahan sistemik dan alergi dan hanya efektif jika diinjeksikan langsung ke arteri koroner.
▫ aktivaktor plasminogen tipe jaringan ini berbeda dengan sterptokinase yaitu mempunyai kerja spesifik dalam melarutkan bekuan darah sehingga resiko pendarahan sistemik bisa dikurangi.
▫ Anistreplase adalah obat trombolitik spesifik bekuan darah mempunyai efektifitas yang sama dengan streptokinase dan t-PA (tisue plasminogen aktivator).
b. Beta Blocker : obat ini dapat menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung
tambahan.
c. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) : Inhibitors obat ini menurunkan tekanan darah
dan mengurangi cedera pada otot jantung.
d. Antikoagulan : heparin untuk memperpanjang waktu bekuan darah, sehingga dapat
menurunkan kemungkinan pembentukan trombus dan heparin adalah antigulan pilihan
untuk membantu memepertahankan integritas jantung.
e. Antiplatelet : obat ini dapat menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang tidak
diinginkan.
f. Analgetik : pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati
dengan nitrat dan antigulan.
g. Vasodilator. Untuk mengurangi nyeri jantung diberi nitrogliserin (NTG) intravena.
Nitrogliserin menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan
darah di perifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali ke jantung dan
mengurangi beban kerja jantung. Obat ini lebih baik diberikan dengan sublingual. Obat
ini juga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik. Dosis ditentukan berdasar
berat badan dan diukur berdasarkan miligram per kilogram berat badan.
20TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
1) Aktifitas
Gejala :▫ Kelemahan
▫ Kelelahan
Tanda :
▫ Takikardi
▫ Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes
mellitus.
Tanda :
▫ Tekanan darah
- Dapat normal / naik / turun
- Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
▫ Nadi
- Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
▫ Bunyi jantung
- Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
▫ Murmur
- Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
- Friksi ; dicurigai Perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
- Edema
- Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles mungkin
ada dengan gagal jantung atau ventrikel.21
TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
▫ Warna
- Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3) Integritas ego
Gejala :
- menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja ,
keluarga.
Tanda :
- menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda : berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6) Higiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
- Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan
nyeri dalam dan viseral).
22TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Lokasi :
- Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan,
ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
Kualitas :
- “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
Intensitas :
- Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi,
lansia
9) Pernafasan:
Gejala :
- dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat
- dispnea nokturnal
- batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
- peningkatan frekuensi pernafasan
- nafas sesak / kuat
- pucat, sianosis
- bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
2. Diagnosa keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,irama jantung
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah jantung
23TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
3) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
4) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal
5) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru
6) Nyeri dada berhubungan dengan peningkatan asam laktat
7) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air
8) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
9) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miokard dan kebutuhan
10) Sindrome perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
11) Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
12) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
24TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Nyeri dada
berhubungan
dengan
peningkatan asam
laktat
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
nyeri dada hilang atau
terkontrol dengan KH:
Pasien mampu
mendemonstrasikan
penggunaan teknik
relaksasi.
Pasien menunjukkan
menurunnya tegangan,
rileks dan mudah bergerak.
1. Pantau atau catat
karakteristik nyeri, catat
laporan verbal, petunjuk
nonverbal, dan respon
hemodinamik (meringis,
menangis, gelisah,
berkeringat, mencengkeram
dada, napas cepat,
TD/frekwensi jantung
berubah).
2. Ambil gambaran lengkap
terhadap nyeri dari pasien
termasuk lokasi, intensitas
(0-10), lamanya, kualitas
(dangkal/menyebar), dan
penyebarannya.
3. Observasi ulang riwayat
angina sebelumnya, nyeri
menyerupai angina, atau
nyeri IM. Diskusikan riwayat
keluarga.
4. Anjurkan pasien untuk
melaporkan nyeri dengan
segera.
1. Variasi penampilan dan
perilaku px karena nyeri terjadi
sebagai temuan pengkajian.
Kebanyakan px dengan IM akut
tampak sakit, distraksi, dan
berfokus pada nyeri. Riwayat
verbal dan penyelidikan lebih
dalam terhadap faktor
pencetus harus ditunda sampai
nyeri hilang. Pernapasan
mungkin meningkat senagai
akibat nyeri dan berhubungan
dengan cemas, sementara
hilangnya stres menimbulkan
katekolamin akan
meningkatkan kecepatan
jantung dan TD.
2. Nyeri sebagai pengalaman
subjektif dan harus
digambarkan oleh px. Bantu px
untuk menilai nyeri dengan
membandingkannya dengan
pengalaman yang lain.
3. Dapat membandingkan nyeri
yang ada dari pola sebelumnya,
sesuai dengan identifikasi
komplikasi seperti meluasnya
infark, emboli paru, atau
perikarditis.
4. Penundaan pelaporan nyeri
menghambat peredaran
25TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
5. Berikan lingkungan yang
tenang, aktivitas perlahan,
dan tindakan nyaman
(mis,,sprei yang kering/tak
terlipat, gosokan punggung).
Pendekatan pasien dengan
tenang dan dengan percaya.
6. Bantu melakukan teknik
relaksasi, mis,, napas
dalam/perlahan, perilaku
distraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi.
7. Periksa tanda vital sebelum
dan sesudah obat narkotik.
Kolaborasi :
8. Berikan oksigen tambahan
dengan kanula nasal atau
masker sesuai indikasi.
nyeri/memerlukan peningkatan
dosis obat. Selain itu, nyeri
berat dapat menyebabkan syok
dengan merangsang sistem
saraf simpatis, mengakibatkan
kerusakan lanjut dan
mengganggu diagnostik dan
hilangnya nyeri.
5. Menurunkan rangsang
eksternal dimana ansietas dan
regangan jantung serta
keterbatasan kemampuan
koping dan keputusan terhadap
situasi saat ini.
6. Membantu dalam penurunan
persepsi/respon nyeri.
Memberikan kontrol situasi,
meningkatkan perilaku positif.
7. Hipotensi/depresi pernapasan
dapat terjadi sebagai akibat
pemberian narkotik. Masalah
ini dapat meningkatkan
kerusakan miokardia pada
adanya kegagalan ventrikel.
8. Meningkatkan jumlah oksigen
26TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
9. Berikan obat sesuai indikasi,
contoh:
Antiangina, seperti
nitrogliserin (Nitro-
Bid, Nitrostat, Nitro-
Dur).
Penyekat-B, seperti
atenolol (tenormin);
pindolol (visken);
propanolol (inderal).
Analgesik, seperti
morfin, meperidin
(demerol)
yang ada untuk pemakaian
miokardia dan juga mengurangi
ketidaknyamanan sehubungan
dengan iskemia jaringan.
9. Kolaborasi obat
Nitrat berguna untuk kontrol
nyeri dengan efek fasodilatasi
koroner, yang meningkatkan
aliran darah koroner dan
perfusi miokardia. Efek
vasodilatasi perifer
menurunkan volume darah
kembali ke jantung (preload)
sehingga menurunkan kerja
otot jantung dan kebutuhan
oksigen.
Untuk mengontrol nyeri melalui
efek hambatan rangsang
simpatis, dengan begitu
menurunkan TD sistolik dan
kebutuhan oksigen miokard.
Catatan: penyekat B mungkin
dikontraindikasikan bila
kontraktilitas miokardia sangat
terganggu, karena inotropik
negatif dapat lebih
menurunkan kontraktilitas.
Dapat dipakai pada fase
akut/nyeri dada berulang yang
tak hilang dengan nitrogliserin
untuk menurunkan nyeri hebat,
27TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Penyekat saluran
kalsium, seperti
verapamil (calan);
diltiazem
(prokardia).
memberikan sedasi dan
mengurangi kerja miokard.
Efek vasodilatasi dapat
meningkatkan aliran darah
koroner, sirkulasi kolateral dan
menurunkan preload dan
kebutuhan oksigen miokardia.
Beberapa diantaranya
mempunyai properti
antidisritmia.
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
ketidakseimbanga
n antara suplai
oksigen miokard
dan kebutuhan
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
pasien dapat berpartisipasi
pada aktifitas yang
diinginkan dengan KH:
Mendemonstrasikan
peningkatan toleransi
aktifitas yang dapat
diukur/maju dengan
frekuensi jantung/irama
dan TD dalam batas normal
pasien dan kulit hangat,
merah muda dan kering.
Melaporkan tak adanya
angina/terkontrol dalam
rentang waktu selama
pemberian obat.
1. Catat/dokumentasi
frekuensi jantung, irama dan
perubahan TD sebelum,
selama, sesudah aktifitas
sesuai indikasi. Hubungkan
dengan laporan nyeri
dada/napas pendek.
2. Tingkatkan istirahat (tempat
tidur/kursi). Batasi aktifitas
pada dasar nyeri/respon
hemodinamik. Berikan
aktifitas senggang yang tidak
berat.
3. Batasi pengunjung dan/atau
kunjungan oleh pasien.
4. Anjurkan pasien
menghindari peningkatan
tekanan abdomen, contoh:
mengejan saat defekasi.
1. Kecenderungan menentukan
respon pasien terhadap
aktifitas dan dapat
mengindikasikan penurunan
oksigen miokardia yang
memerlukan penurunan tingkat
aktifitas/kembali tirah baring,
perubahan program obat,
penggunaan oksigen
tambahan.
2. Menurunkan kerja
miokardia/konsumsi oksigen,
menurunkan resiko komplikasi
(mis,, perluasan IM).
3. Pembicaraan yang panjang
sangat mempengaruhi pasien;
28TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
5. Jelaskan pola peningkatan
bertahap dari tingkat
aktifitas, mis,, bangun dari
kursi bila tak ada nyeri,
ambulasi dan istirahat
selama 1 jam setelah
makan.
6. Observasi ulang
tanda/gejala yang
menunjukkan tidak toleran
terhadap aktifitas atau
memerlukan pelaporan
pada perawat/dokter.
Kolaborasi:
7. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung.
namun periode kunjungan yang
tenang bersifat terapeutik.
4. Aktifitas yang memerlukan
menahan napas dan menunduk
(manufer valsava) dapat
mengakibatkan bradikardi, juga
menurunkan curah jantung,
dan takikardi.
5. Aktifitas yang maju
memberikan kontrol jantung,
meningkatkan regangan dan
mencegah aktifitas berlebihan.
6. Palpitasi, nadi tak beratur,
adanya nyeri dada, atau
dispnea dapat mengindikasikan
kebutuhan perubahan progam
olahraga atau obat.
7. Memberikan
dukungan/pengawasan
tambahan berlanjut dan
partisipasi proses
penyembuhan dan
kesejahteraan.
29TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Ansietas
berhubungan
dengan ancaman
kematian
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
pasien menyatakan
penurunan cemas dengan
KH:
mengenal perasaannya
mengidentifikasi penyebab
dan faktor yang
mempengaruhinya secara
tepat.
Mendemonstrasikan
pemecahan masalah positif.
1. Identifikasi dan ketahui
persepsi pasien terhadap
ancaman/situasi. Dorong
pasien mengekspresikan
dan jangan menolak
perasaan marah,
kehilangan, takut, dll.
2. Catat adanya kegelisahan,
menolak, dan/atau
menyangkal (afek tak tepat
atau menolak mengikuti
program medis).
3. Mempertahankan gaya
percaya (tanpa keyakinan
yang salah).
4. Observasi tanda verbal/non
verbal kecemasan pasien.
Lakukan tindakan bila pasien
menunjukkan perilaku
merusak.
5. Terima penolakan pasien
tetapi jangan diberi
penguatan terhadap
penggunaan penolakan.
Hindari konfrontasi.
1. Koping terhadap nyeri dan
trauma emosi IM sulit. Pasien
dapat takut mati dan atau
cemas tentang lingkungan.
Cemas berkelanjutan
(sehubungan dengan masalah
tentang dampak serangan
jantung pada pola hidup
selanjutnya, masih tak teratasi
dan efek penyakit pada
keluarga).
2. Penelitian menunjukkan adanya
hubungan antara
derajat/ekspresi marah atau
gelisah dan peningkatan resiko
IM.
3. Pasien dan orang terdekat
dapat dipengaruhi oleh
cemas/ketidaktenangan
anggota tim kesehatan.
Penjelasan yang jujur dapat
menghilangkan kecemasan.
4. Pasien mungkin tidak
menunjukkan masalah secara
langsung, tetapi kata-kata atau
tindakan dapat menunjukkan
rasa agitasi, marah, dan
gelisah. Intervensi dapat
membantu pasien
meningkatkan kontrol terhadap
30TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
6. Orientasi pasien atau orang
terdekat terhadap prosedur
ruyin dan aktivitas yang
diharapkan. Tingkatkan
partisipasi bila mungkin.
7. Jawab semua pertanyaan
secara nyata. Berikan
informasi konsisten; ulangi
sesuai indikasi.
8. Dorong pasien atau orang
terdekat untuk
mengkomunikasikan dengan
seseorang, berbagi
pertanyaan dan masalah.
9. Berikan periode
istirahat/waktu tidur tidak
terputus, lingkungan tenang,
dengan tipe kontrol pasien,
jumlah rangsang eksternal.
perilakunya sendiri.
5. Menyangkal dapat
menguntungkan dalam
menurunkan cemas tetapi
dapat menunda penerimaan
terhadap kenyataan situasi saat
ini. Konfrontasi dapat
meningkatkan reasa marah dan
meningkatkan penggunaan
penyangkalan, menurunkan
kerja sama, dan kemungkinan
memperlambat penyembuhan.
6. Perkiraan dan informasi dapat
menurunkan kecemasan pasien.
7. Informasi yang tepat tentang
situasi menurunkan takut,
hubungan yang asing antara
perawat-pasien, dan
membantu pasien/orang
terdekat untuk menerima
situasi secara nyata. Perhatian
yang diperlukan mungkin
sedikit, dan pengulangan
informasi membantu
penyimpanan informasi.
8. Berbagi informasi membentuk
31TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
10. Dukung kenormalan proses
kehilangan, melibatkan
waktu yang perlu untuk
penyelesaian.
11. Berikan privasi untuk pasien
dan orang terdekat.
12. Dorong keputusan tentang
harapan setelah pulang.
Kolaborasi
13. Berikan anticemas/hipnotik
sesuai indikasi contoh,
diazepam (valium);
fluarazepam (dalmane);
lorazepam (ativan).
dukungan/kenyamanan dan
dapat menghilangkan tegangan
terhadap kekhawatiran yang
tidak diekspresikan.
9. Penyimpanan energi dan
meningkatkan kemampuan
koping.
10. Dapat memberikan keyakinan
bahwa perasaannya
merupakan respon normal
terhadap situasi/perubahan
yang di terima.
11. Memungkinkan waktu untuk
mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas, dan
perilaku adaptasi.
12. Membantu pasien/orang
terdekat untuk mengidentifikasi
tujuan nyata, juga menurunkan
resiko kegagalan menghadapi
kenyataan adanya
keterbatasan kondisi/memacu
penyembuhan.
13. Meningkatkan
32TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
relaksasi/istirahat dan
menurunkan rasa cemas.
Penurunan curah
jantung
berhubungan
dengan perubahan
frekuensi,irama
jantung
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
resiko tinggi penurunan
curah jantung tidak terjadi
dengan KH :
mempertahankan stabilitas
hemodinamik, contoh TD,
curah jantung dalam
rentang normal, haluaran
urine adekuat,
penurunan/takadanya
disritmia.
Melaporkan penurunan
episode dispnea, angina.
Mendemostrasikan
peningkatan toleransi
terhadap aktivitas.
1. Auskultasi TD. Bandingkan
kedua tangan dan ukur
dengan posisi tidur, duduk,
dan berdiri bila bisa.
2. Evaluasi kualitas dan
kesamaan nadi sesuai
indikasi
3. Catat terjadinya S3, S4.
1. Hipotensi dapat terjadi
sehubungan dengan disfungsi
ventrikel, hipoperfusi miokardia
dan rangsang vagal. Namun,
hipertensi juga fenomena
umum, kemungkinan
berhubungan dengan nyeri,
cemas, pengeluaran
katekolamin, dan/atau masalah
vaskular sebelumnya. Hipotensi
ortostatik(postural) mungkin
berhubungan dengan
komplikasi infark, contoh GJK.
2. Penurunan curah jantung
mengakibatkan menurunnya
kelemahan/kekuatan nadi.
Ketidakteraturan diduga
disritmia, yang memerlukan
evaluasi lanjut.
3. S3 biasanya dihubungkan GJK
tetapi juga terlihat pada
adanya gagal mitral
(regurgitasi) dan kelebihan
kerja ventrikel kiri yang disertai
infark berat. S4 mungkin
berhubungan dengan iskemia
miokardia, kekakuan ventrikel,
dan hipertensi pulmonal atau
sistemik.
4. Krekels menunjukkan kongesti
33TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
4. Auskultasi bunyi napas.
5. Pantau frekuensi jantung
dan irama. Catat disritmia
melalui telemetri.
6. Catat respon terhadap
aktivitas dan peningkatan
istirahat dengan tepat
7. Sediakan alat/obat darurat.
Kolaborasi
paru mungkin terjadi karena
penurunan fungsi miokardia.
5. Frekuaensi dan irama jantung
berespon terhadap obat dan
aktivitas sesuai dengan
terjadinya komplikasi/disritmia
yang mempengaruhi fungsi
jantung atau meningkatkan
kerusakan iskemik.
Denyutan/fibrilasi akut atau
kronis mungkin terlihat pada
arteri koroner atau keterlibatan
katup dan mungkin atau tidak
mungkin merupakan kondisi
patologi.
6. Kelebihan latihan
meningkatkan
konsumsi/kebutuhan oksigen
dan mempengaruhi fungsi
miokardia.
7. Sumbatan koroner tiba-tiba,
disritmia letal, perluasan infark,
atau nyeri hádala situasi yang
dapat mencetuskan henti
jantung, memerlukan terapi
penyelamatan hidup
segera/memindahkan ke unit
perawatan kritis.
8. Meningkatkan jumlah sediaan
oksigen untuk kebutuhan
miokard, menurunkan iskemia
34TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
8. Berikan oksigen tambahan
sesuai indikasi.
9. Pertahankan cara masuk
IV/heparin-lok sesuai
indikasi.
10. Observasi ulang seri EKG.
11. Observasi foto dada.
12. Pantau data laboratorium :
contoh enzim jantung, GDA,
elektrolit.
13. Berikan obat antidisritmia
sesuai indikasi.
dan disritmia lanjut.
9. Jalur yang paten penting untuk
pemberian obat darurat pada
adanya disritmia atau nyeri
dada.
10. Memberikan informasi
sehubungan dengan
kemajuan/perbaikan infark,
status fungsi ventrikel,
keseimbangan elektrolit dan
efek teraphi obat.
11. Dapat menunjukkan edema
paru sehubungan dengan
disfungsi ventrikel.
12. Enzim memantau
perbaikan/perluasan infark.
Adanya hipoksia menunjukkan
kebutuhan tambahan oksigen.
Keseimbangan elektrolit, mis,,
hipokalemia/hiperkalemia
sangat besar berpengaruh pada
irama jantung/kontraktilitas.
13. Disritmia biasanya pada secara
simptomatis kecuali untuk PVC,
dimana sering mengancam
secara profilaksis.
14. pemacu mungkin tindakan
dukungan sementara selama
fase akut/penyembuhan atau
mungkin diperlukan secara
permanen bila infark sangat
35TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
14. Bantu
pemasangan/mempertahan
kan pacu jantung bila
digunakan.
berat merusak sistem konduksi.
Gangguan perfusi
jaringan
berhubungan
dengan
menurunnya curah
jantung
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
resiko tinggi perubahan
perfusi jaringan tidak terjadi
dengan KH:
mendemonstrasikan perfusi
adekuat secara individual,
mis,, kulit hangat dan
kering, ada nadi
perifer/kuat, TTV dalam
batas normal, pasien
sadar/berorientasi,
keseimbangan
pemasukan/pengeluaran,
tak ada edema, bebas
nyeri/ketidaknyamanan.
1. Selidiki perubahan tiba-tiba
atau gangguan mental
kontinu, contoh: cemas,
bingung, latergi, pingsan.
2. Lihat pucat, sianosis, belang,
kulit dingin/lembab. Catat
kekuatan nadi perifer.
3. Observasi tanda Homan
(nyeri pada betis dengan
posisi dorsofleksi), eritema,
edema.
4. Dorong latihan kaki
aktif/pasif, hindari latihan
isometrik.
5. Anjurkan pasien dalam
melakukan/melepas kaos
kaki anti embolik bila
dilakukan.
1. Perfusi serebral secara
langsung sehubungan dengan
curah jantung dan juga
dipengaruhi oleh
elektrolit/variasi asam-basa,
hipoksia, atau emboli sistemik.
2. vasokontriksi sistemik
diakibatkan oleh penurunan
curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan
nadi.
3. Indikator trombosis vena
dalam.
4. Menurunkan stasis vena.
Meningkatkan aliran balik vena
dan menurunkan resiko
tromboflebitis. Namun, latihan
isometrik dapat sangat
mempengaruhi curah jantung
dengan meningkatkan kerja
miokardia dan konsumsi
36TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
6. Pantau pernapasan, catat
kerja pernapasan.
7. Observasi fungsi
gastroentestinal, catat
anoreksia, penurunan/tak
ada bising usus,
mual/muntah, distensi
abdomen, konstipasi.
8. Pantau pemasukan dan
catat perubahan haluaran
urine. Catat berat jenis
sesuai indikasi.
Kolaborasi
9. Pantau data laboratorium
contoh, GDA, BUN,
kreatinin, elektrolit.
10. Beri obat sesuai indikasi,
contoh:
Heparin/natrium
warfarin (cou
madin)
oksigen.
5. Membatasi stasis vena,
memperbaiki aliran balik vena
dan menurunkan resiko
tromboflebitis pada pasien
yang terbatas aktivitasnya.
6. Pompa jantung gagal dapat
mencetuskan distres
pernapasan. Namun, dispnea
tiba-tiba/berlanjut
menunjukkan komplikasi
tromboemboliparu.
7. Penurunan aliran darah ke
mesenteri dapat
mengakibatkan disfungsi
gastroentestinal, contoh
kehilangan peristaltik. Masalah
potensial/aktual karena
penggunaan analgesik,
penurunan aktivitas dan
perubahan diet.
8. Penurunan pemasukan/mual
terus-menerus dapat
mengakibatkan penurunan
volume sirkulasi yang
berdampak negatif pada perfusi
dan fungsi organ. Berat jenis
mengukur status hidrasi dan
fungsi ginjal.
9. Indikator perfusi/fungsi organ.
37TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Simetidin (tagamet);
ranitidin (zantac);
antasida.
10. Kolaborasi obat :
Dosis rendah heparin diberikan
secara profilaksis pada pasien
resiko tinggi (contoh, fibrilasi
atrial, kegemukan, aneurisma
ventrikel, atau riwayat
tromboflebitis) dapat untuk
menurunkan resiko
tromboflebitis atau
pembentukan trombus mural.
Coumadin obat pilihan untuk
terapi antikoagulan jangka
panjang/pasca pulang.
Menurunkan atau menetralkan
asam lambung, mencegah
ketidaknyamanan dan irigasi
gaster, khususnya adanya
penurunan sirkulasi mukosa.
Kelebihan volume
cairan
berhubungan
dengan retensi
natrium dan air
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
resiko tinggi kelebihan
volume cairan tidak terjadi
dengan KH :
Mempertahankan
keseimbangan cairan
seperti dibuktikan oleh TD
dalam batas normal.
1. Auskultasi bunyi napas
untuk adanya krekels.
2. Catat DVJ, adanya edema
dependen.
3. Ukur masukan/haluaran,
catat pengeluaran, sifat
konsntrasi. Hitung
1. Dapat mengindikasikan edema
paru sekunder akibat
dekompensasi jantung.
2. Dicurigai adanya gagal
kongestif/kelebihan volume
cairan.
3. Penurunan curah jantung yang
mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi
38TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Tak ada distensi vena
perifer/vena dan edema
dependen.
Paru bersih dan berat
badan stabil.
keseimbangan cairan.
4. Timbang berat badan tiap
hari.
5. Pertahankan pemasukan
total cairan 2000 ml/24 jam
dalam toleransi
kardiovaskuler.
Kolaborasi
6. Berikan diet natrium
rendah.
7. Berikan diuretik, contoh
furosemid (lazix); hidralazin
(apresoline); spironolakton
dengan hidronolakton
(aldactone)
8. Pantau kalium sesuai
indikasi.
natrium/air, dan penurunan
haluaran urine. Keseimbangan
cairan positif berulang pada
adanya gejala lain
menunjukkan kelebihan
volume/gagal jantung.
4. Perubahan tiba-tiba pada berat
menunjukkan gangguan
keseimbangan cairan.
5. Memenuhi kebutuhan cairan
tubuh orang dewasa tetapi
memerlukan pembatasan
adanya dekompensasi jantung.
6. Natrium meningkatkan retensi
cairan dan harus dibatasi.
7. Mungkin perlu untuk
memperbaiki kelebihan cairan.
Obat pilihan biasanya
tergantung gejala asli
akut/kronis.
8. Hipokalemia dapat
membatasikeefektifan terapi da
dapat terjadi dengan
penggunaan diuretik
penurunan kalium.
Kurang
pengetahuan
berhubungan
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
pengetahuan pasien
1. Observasi tingkat
pengetahuan pasien/orang
terdekat dan kemampuan
1. Perlu untuk pembuatan
rencana instruksi individu.
Menguatkan harapan bahwa
39TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
dengan kurang
informasi.
bertambah dengan KH :
menyatakan pemahaman
penyakit jantung sendiri,
rencana pengobatan, tujuan
pengobatan, dan efek
samping/reaksi merugikan.
Menyebutkan gejela yang,
memerlukan perhatian
cepat.
Mengidentifikasi/merencan
akan perubahan pola hidup
yang perlu.
/keinginan untuk belajar.
2. Waspada terhadap tanda
penghindaran, contoh
mengubah subjek dari
informasi yang ada perilaku
ekstrem (menolak/eurofia).
3. Berikan informasi dalam
bentuk belajar yang
bervariasi, contoh buku
program, tip audio/visual,
pertanyaan/jawaban,
aktivitas kelompok.
4. Beri penguatan penjelasan
faktor resiko, pembatasan
diet/aktivitas, obat dan
gejala yang memerlukan
perhatian medis cepat.
5. Dorong
mengidentifikasi/penurunan
faktor resiko individu,
ini akan menjadi ’pengalaman
belajar.’ Mengidentifikasi
secara verbal kesalahpahaman
dan memberikan penjelasan.
2. Mekanisme pertahanan
alamiah seperti marah,
menolak pentingnya situasi,
dapat menghambat belajar,
mempengaruhi respon pasien
dan kemampuan mengasimilasi
informasi. Perubahan untuk
mengurangi pola/struktur
formal mungkin menjadi lebih
efektif sampai pasien/orang
terdekat siap untuk
menerima/memahami situasi
tersebut.
3. Penggunaan metode belajar
yang bermacam-macam
meningkatkan penyerapan
materi.
4. Memberikan kesempatan pada
pasien untuk mencakup
informasi dan mengasumsi
kontrol/partisipasi dalam
program rehabilitasi.
40TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
contoh merokok/konsumsi
alkohol, kegemukan.
6. Peringatkan untuk
menghindari aktivitas
isometrik, manuver valsava
dan aktivitas yang
memerlukan tangan
diposisikan diatas kepala.
7. Tekankan pentingnya
mengikuti perawatan dan
mengidentifikasi sumber
dimasyarakat/kelompok
pendukung, mis,, program
rehabilitasi jantung,
’kelompok koroner,’ klinik
penghentian merokok.
8. Beri tekanan pentingnya
menghubungi dokter bila
nyeri dada, perubahan pola
angina atau terjadi gejala
lain.
5. Perilaku ini mempunyai efek
merugikan langsung pada
fungsi kardiovaskuler dan dapat
mengganggu penyembuhan,
meningkatkan resiko terhadap
komplikasi.
6. Aktivitas ini sangat
meningkatkan kerja
jantung/konsumsi oksigen
miokardia dan dapat
merugikan kontraktilitas/curah
jantung.
7. Memberi tekanan bahwa ini
adalah masalah kesehatan
berlanjut dimana
dukungan/bantuan diperlukan
setelah pulang.
8. Evaluasi berkala/intervensi
dapat mencegah komplikasi.
Pola napas tidak
efektif
berhubungan
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
pola napas kembali efektif
1. Evaluasi frekuensi
pernapasan dan kedalaman.
Catat upaya pernapasan,
1. Respons pasien bervariasi.
Kecepatan dan upaya mungkin
meningkat karena nyeri, takut.
41TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
dengan
pengembangan
paru tidak optimal
dengan KH :
contoh adanya dispnea,
penggunaan otot bantu
napas, pelebaran nasal.
2. Auskultasi bunyinapas. Catat
area yang menurun/tak ada
bunyi napas dan adanya
bunyi tambahan, contoh,
krekels atau ronki.
3. Observasi penyimpangan
dada. Selidiki penurunan
ekspansi atau
ketidaksimetrisan gerakan
dada.
4. Lihat kulit dan membran
mukosa untuk adanya
sianosis.
5. Tinggikan kepala tempat
tidur, letakan pada posisi
duduk tinggi atausemi
Fowler. Bantu ambulasi
dini/peningkatan waktu
tidur.
6. Tekankan menahan dada
dengan bantal selama napas
dalam/batuk.
Kolaborasi
7. Berikan tambahan oksigen
dengan kanula atau masker,
Penekanan pernapasan dapat
terjadi dari penggunaan
analgesik berlebihan.
Pengenalan dini dan
pengobatan ventilasi abnormal
dapat mencegah komplitasi.
2. Bunyi napas sering menurun
pada dasar paru selama
periode waktu setelah
pembedahan sehubungan
dengan terjadinya atelektasis.
Krekels atau ronki dapat
menunjukkan akumulasi cairan.
3. Cairan pada area pleural
mencegah ekspansi lengkap
(biasanya satu sisi) dan
memerlukan pengkajian lanjut
status ventilasi.
4. Sianosis bibir, kuku daun telinga
atau keabu-abuan umum
menunjukkan kondisi hipoksia
sehubungan dengan gagal
jantung atau komplikasi paru.
5. Merangsang fungsi
pernapasan/ekspansi paru.
Efektif pada pencegahan dan
perbaikan kongesti paru.
42TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
sesuai indikasi. 6. Menurunkan pada tegangan
insisi, meningkatkan ekspansi
paru maksimal.
7. Meningkatkan pengiriman
oksigen ke paru untuk
kebutuhan sirkulasi, khususnya
pada adanya
penurunan/gangguan ventilasi.
Sindrome
perawatan diri
berhubungan
dengan kelemahan
fisik
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
terdapat perilaku
peningkatan dalam
pemenuhan perawatan diri
dengan kriteria hasil :
klien tampak bersih dan
segar
Klien dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi sesuai
dengan batas kemampuan
klien dapat memenuhi
kebutuhan toileting sesuai
toleransi
1. Observasi kemampuan dan
tingkat kekurangan (dengan
menggunakan skala 0-4)
untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari
2. Pertahankan
dukungan,sikap yang tegas.
Beri pasien waktu yang
cukup untuk mengerjakan
tugasnya.
3. Berikan umpan balik yang
positif untuk setiap usaha
yang dilakukan atau
keberhasilannya.
4. Berikan pispot di samping
tempat tidur bila tak mampu
ke kamar mandi.
1. Membantu dalam
mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara
individual.
2. Pasien akan memerlukan
empati tetapi perlu untuk
mengetahui pemberi asuhan
yang akan membantu pasien
secara konsisten.
3. Meningkatkan perasaan makna
diri. Meningkatkan
kemandirian, dan mendorong
pasien untuk berusaha secara
kontinu
4. Mengupayakan menggunakan
43TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
5. Letakkan alat-alat makan
dan alat-alat mandi dekat
pasien.
6. Bantu pasien melakukan
perawatan dirinya apabila
diperlukan.
bedpan dapat melelahkan dan
secara fisiologis penuh stres,
juga meningkatkan kebutuhan
oksigen dan kerja jantung.
5. Memudahkan pasien
menjangkau alat-alat tersebut.
6. Untuk membantu pasien
memenuhi kebutuhan
perawatan dirinya.
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan intake
yang tidak adekuat
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan
kebutuhan nutrisi terpenuhi
dengan KH :
Menunjukkan peningkatan
berat badan, mencapai
rentang yang diharapkan
individu.
Klien menyatakan
pemahaman tentang
kebutuhan nutrisi.
1. Buat tujuan berat badan
minimum dan kebutuhan
nutrisi harian.
2. Beri makan sedikit tapi
sering.
3. Pertahankan jadwal
penimbangan berat badan
teratur seperti minggu,
rabu, dan jumat sebelum
makan pagi pada pakaian
yang sama, dan gambarkan
hasilnya.
4. Berikan makanan
kecil/mudah dikunyah.
Batasi asupan kafein, contoh
1. Malnutrisi adalah kondisi
gangguan minat yang
menyebabkan depresi, agitasi
dan mempengaruhi fungsi
kognitif/pengambilan
keputusan. Perbaikan status
nutrisi meningkatkan
kemampuan berpikir dan kerja
psikologis.
2. Dilatasi gaster dapat terjadi
bila pemberian makan terlalu
cepat.
3. Memberikan catatan lanjut
penurunan dan/atau
peningkatan berat badan yang
akurat. Juga menurunkan
obsesi tentang peningkatan
dan/atau penurunan.
44TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
kopi, coklat, cola.
5. Berikan perawatan mulut
teratur, sering, termasuk
minyak untuk bibir.
4. Makan besar dapat
meningkatkan kerja miokardia
dan menyebabkan rangsang
vagal mengakibatkan
bradikardia/denyut ektopik.
Kafein adalah perangsang
langsung pada jantung yang
dapat meningkatkan frekuensi
jantung.
5. Mencegah ketidaknyamanan
karena mulut kering dan bibir
pecah yang disebabkan oleh
pembatasan cairan.
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
berhubungan
dengan
penumpukan
sekret
Setelah diberikan askep
diharapkan kepatenan jalan
nafas pasien terjaga dengan
KH :
RR dalam batas normal
Irama nafas dalam batas
normal
Pergerakan sputum keluar
dari jalan nafas
Bebas dari suara nafas
tambahan
a. Auskultasi bunyi nafas.
Catat adanya bunyi nafas,
missal mengi, krekels, ronki.
b. Kaji/pantau frekuensi
pernafasan. Catat rasio
inspirasi dan ekspirasi.
c. Catat adanya derajat
dispnea misalnya gelisah,
ansietas, dan distress
pernafasan.
a. Beberapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan dapat
dimanisfestasikan adanya bunyi
nafas adventisius ( penyebaran
krekels basah, emfisema, asma
berat)
b. Takipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/adanya
proses infeksi akut. Pernafasan
dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding
inspirasi.
c. Disfungsi pernafasan adalah
variable yang tergantungt pada
tahap proses kronis selain
45TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
d. Kaji pasien untuk posisi yang
nyaman misal peninggian
kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur.
e. Dorong/bantu latihan nafas
abdomen atau bibir.
f. Tingkatkan masukan cairan
sampai 3000 ml/hari sesuai
toleransi jantung.
Memberikan air hangat.
Anjurkan masukan cairan
sebagai pengganti makanan
kolaborasi
g. Berikan obat sesuai indikasi:
Bronkodilator(epinefrin)
Xantin(aminofilin)
proses akut yang menimbulkan
perawatan dirumah
sakit(infeksi dan reaksi alergi)
d. Peninggian kepala tempat tidur
mempermudah fungsi
pernafasan dengan
menggunakan gravitasi .
e. Memberikan pasien beberapa
cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispnea.
f. Hidrasi membantu menurunkan
kekentalan secret,
mempermudah pengeluaran.
Penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan spasme
bronkus. Cairan selama makan
dapat meningkatkan distensi
gaster dan tekanan pada
diafragma.
Merilekskan otot halus dan
46TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Kromolin
Deksametason ,antihistamin
Antimicrobial
menurunkan kongesti
local,menurunkan spasme jalan
nafas,mengi dan produksi
mukosa.
Menurunkan edema mukosa
dan spasme otot polos dengan
peningkatan langsung siklus
AMP.
Menurunkan inflamasi jalan
nafas local dan edema dengan
menghambat hismatin dan
mediator lain.
Kortikosteroid digunakan untuk
mencegah reaksi
alergi/menghambat
pengeluaran
histamine,menurunkan berat
badan dan frekuensi spasme
jalan nafas inflamasi
pernafasan dan dispnea.
Banyak antimicrobial yang
diindikasikan untuk mengontrol
infeksi
pernafasan/pneumonia.meskip
un tidak ada pneumonia,terapi
dapat meningkatkan aliran
udara dan memperbaiki hasil
Kerusakan
pertukaran gas
berhubungan
dengan odema
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untukkeperluan tubuh.
a. Kaji frekuensi,kedalaman
pernafasan
b. Tinggikan kepala tempat
a. Berguna dalam evaluasi derajat
stress pernapasan/kronisnya
proses penyakit.
b. Pengiriman oksigen dapat
47TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
paruKriteria hasil :
Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Tidak ada tanda-tanda sianosis.
tidur,bantu pasien
untukmemilih posisi yang
mudah untuk
bernafas.dorong nafas
dalam secara perlahan
sesuai dengan
kebutuhan/toleransi
individu.
c. Kaji/awasi secara rutin kulit
dan warna membrane
mukosa.
d. Dorong mengeluarkan
sputum,penghisapan bila
diindikasikan.
e. Auskultasi bunyi nafas,catat
area penurunan aliran udara
/bunyi tambahan.
f. Palpasi fremitus
g. Awasi tingkat
kesadaran/status
mental.selidiki adanya
diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi dan latihan jalan nafas u/
menurunkan kolaps jalan
nafas,dispnea dan kerja nafas.
c. Sianosis munkin perifer(terlihat
pd kuku)/sentral(sekitar
bibir/daun telinga). Keabu-
abuan dan sianosis sentral
mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
d. Kental,tebal & banyaknya
sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas dan
jalan nafas kecil. Penghisapan
dibutuhkan bila batuk tidak
efektif.
e. Bunyi nafas munkin redup
karena penurunan aliran udara.
Adanya mengi
mengidinfikasikan adanya
spasme bronkus.
f. Penurunan getaran vibrasi
diduga ada pengumpulan
cairan atau udara terjebak.
g. Gelisah dan ansietas adalah
manifestasi umum pd hipoksia.
48TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
perubahan.
h. Evaluasi tingkat toleransi
aktivitas.berikan lingkungan
yang tenang.batasi aktivitas
pasien atau dorong untuk
tidur/istirahat pada fase
akut. Munkinkan pasien
melakukan aktivitas secara
bertahap dan tingkatkan
sesuai teleransi individu.
i. Awasi tanda vital dan irama
jantung
Kolaborasi
j. Awasi /gambarkan seri GDA
dan nadi oksimetri.
GDA memburuk disertai
bingung/somnolen menunjukan
disfungsi serebral yang
berhubungan dengan
hipoksemia.
h. Selama distres pernafasan
berat pasien secara total tidak
mampu melakukan aktivitas
sehari-hari karena hipoksemia
dan dispnea. Istirahat diselingi
aktivitas perawatan masih
penting bagi program
pengobatan. Namun,program
latihan ditujukan untuk
meningkatkan ketahanan dan
kekuatan tanpa menyebabkan
dispnea berat dan dapat
meningkatkan rasa sehat.
i. Takikardi,disritmia,dan
perubahan TD dapat
menunjukan efek hipoksemia
sistemik pd fungsi jantung.
j. PaCO2 biasanya
meningkat(bronchitis,emfisema
) & PaO2 secara umum
menurun,sehingga hipoksia
terjadi dengan derajat lebih
kecil/lebih besar.catatan:PaCO2
“normal”/meningkat
menandakan kegagalan
49TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
k. Berikan oksigen tambahan
yang sesuai dengan indikasi
hasil GDA dan toleransi
pasien.
l. Berikan penekanan
SSP(sedative/narkotik ,antia
nsietas)dg hati-hati.
m. Bantu intubasi,berikan/
pertahankan ventilasi
mekanik & pindahkan ke UPI
sesuai instruksi untuk pasien
pernafasan yang akan datang
selama asmatik.
k. Dapat memperbaiki/mencegah
memburuknya
hipoksia.catatan:emfisema
kronis,mengatur pernafasan
pasien ditentukan oleh kadar
CO2 dan munkin dikeluarkan
dengan peningkat PaO2
berlebihan.
l. Digunakan untuk mengontrol
ansietas/gelisah yang
meningkatkan konsumsi
oksigen,eksaserbasi dispnea.
Dipantau ketat karena dapat
terjadi gagal nafas.
m. Terjadinya/kegagalan nafas
yang akan datang memerlukan
upaya penyelamatan hidup.
4. Evaluasi
Nyeri berkurang / hilang
Pasien dapat melakukan aktivititasnya dengan normal
cemas pasien dapat diatasi.
pasien tidak terjadi penurunan curah jantung
pasien mendapatkan informasi yang tepat mengenai IMA.
50TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
51TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
http://learntogether-aries.blogspot.com/2011/09/askep-acute-myocard-infark.html
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PADA KASUS ( GASTOENTRITIS DEHIDRASI )
52TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
A. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100 – 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999).
Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980),
Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
Jadi dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.
B. Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
53TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
C. Gejala Klinis
a. Diare.b. Muntah.
54TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
c. Demam.d. Nyeri abdomene. Membran mukosa mulut dan bibir keringf. Fontanel cekungg. Kehilangan berat badanh. Tidak nafsu makani. Badan terasa lemah
D. Komplikasi
a. Dehidrasib. Renjatan hipovolemikc. Kejangd. Bakterimiae. Mal nutrisif. Hipoglikemiag. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
E. Tingkat Dehidrasi Gastroenteritis
a. Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 – 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
F. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan.b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
Memberikan asi. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral
dan makanan yang bersih.
c. Obat-obatan.
55TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum
a. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
1) Dehidrasi ringan.
1jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral
2) Dehidrasi sedang.
1jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari.
3) Dehidrasi berat.
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
- 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
- 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
- 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
- 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
- 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
- 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
56TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
- 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
c. Diatetik ( pemberian makanan ).
Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
- Memberikan Asi.- Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan
vitamin, makanan harus bersih.
d. Obat-obatan.
- Obat anti sekresi.- Obat anti spasmolitik.- Obat antibiotik.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
- Pemeriksaan tinja.- Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan.
- Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.
57TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Askep GED
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :
1. Identitas klien.2. Riwayat keperawatan.
▫ Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
▫ Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
▫ Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
▫ Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.
▫ Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
▫ Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.▫ Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat
distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
- Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
- Perkusi : adanya distensi abdomen.- Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
58TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
- Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat
badan menurun.e. Pemeriksaan penunjang.f. Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui
penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
B. Diagnosa Keperawatan GE
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,
prognosis dan pengobatan.6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang
menakutkan.
C. Intervensi
Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil:
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input dan output cairan (balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
59TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada.
Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi.
Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
60TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
Tujuan :
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.
61TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
D. Evaluasi
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.3. Integritas kulit kembali normal.4. Rasa nyaman terpenuhi.5. Pengetahuan kelurga meningkat.6. Cemas pada klien teratasi.
62TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Daftar Pustaka
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlangga.
Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-gastroenteritis/
63TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PADA KASUS KERACUNAN
PENDAHULUANLatar Belakang
Keracunan bukanlah sesuatu yang diharapkan. Namun, hal ini bukan tidak mungkin terjadi pada diri kita, orang yang dekat dengan kita, atau masyarakat luas. Yang umumnya terjadi di masyarakat adalah keracunan makanan, gigitan binatang, zat-zat kimia, dan obat-obatan. Kejadian keracunan ini ternyata kelazimannya masih terlalu tinggi.
Dalam pengertian sederhana keracunan adalah kejadian masuknya racun kedalam tubuh manusia. Racun merupakan zat yang jika masuk kedalam tubuh dalam jumlah tertentu mengakibatkan organ tubuh terganggu, baik yang besifat sementara maupun permanen. Racun yang masuk ke dalam tubuh dapat disebabkan oleh unsur ketidaksengajaan maupun kesengajaan.
PEMBAHASANA. Pengertian
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya kesehatan. Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen kedaruratan dating karena masalah toksik.
B. Macam-macam Keracunan1. Mencerna (menelan) racun
Tindakan yang dilakukan adalah menghilangkan atau menginaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk memelihara system organ vital, menggunakan antidote spesifik untuk menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorbsi.
Penatalaksanaan umum :
a. Dapatkan control jalan panas, ventilasi, dan oksigensi. Pada keadaan tidak ada kerusakan serebral atau ginjal, prognosis pasien bergantung pada keberhasilan penatalaksanaan pernapasan dan sisitem sirkulasi.
b. Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu tertelan, gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat.
c. Tangani syok yang tepat.d. Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.
64TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
e. Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk menurunkan efek toksin.
f. Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu system saraf pusat atau pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak adekuat.
g. Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat yang ditela, yaitu:
▫ Diuresis untuk agens yang dikeluarkan lewat jalur ginjal.▫ Dialisis▫ Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal
dan cartridge containing an adsorbent [karbon atau resin], dimana setelah detoksifikasi darah dikembalikan ke pasien.
h. Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.i. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.j. Menurunkan peningkatan suhu.k. Berikan analgesic yang sesuai untuk nyeri.l. Bantu mendapatkan specimen darah, urine, isi lambung dan muntah.m. Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien koma.n. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan kejang.
Jika pasien dipulangkan, berikan bahan tertulis yang menunjukan tanda dan gejala masalah potensial dan prosedur untuk bantuan ulang.
Minta konsultasi dokter jiwa jika kondisi tersebut karena usaha bunuh diri Pada kasus keracunan pencernaan yang tidak disengaja berikan pencegahan
racun dan instruksi pembersihan racun rumah pada pasien atau keluarga
2. Keracunan melalui inhalasi
Penatalaksanaan umum :
1) Bawa pasien ke udara segar dengan segera; buka semua pintu dan jendela.2) Longgarkan semua pakaian ketat.3) Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlikan.4) Cegah menggigil; bungkus pasien dengan selimut.5) Pertahankan pesien setenang mungkin.6) Jangan berikan alcohol dalam bentuk apapun.
3. Keracunan makanan
` Keracunan makanan adalah penyakit yang tiba-tiba dan mengejutkan yang dapat terjadi setelah menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Pertolongan Pertama Pada Keracunan Makanan
65TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
1) Untuk mengurangi kekuatan racun, berikan air putih sebanyak-banyaknya atau diberi susu yang telah dicampur dengan telur mentah.
2) Agar perut terbebas dari racun, berikan norit dengan dosis 3-4 tablet selama 3 kali berturut-turut dalam setia jamnya.
3) Air santan kental dan air kelapa hijau yang dicampur 1 sendok makan garam dapat menjadi alternative jika norit tidak tersedia.
4) Jika penderita dalam kondisi sadar, usahakan agar muntah. Lakukan dengan cara memasukan jari pada kerongkongan leher dan posisi badan lebih tinggi dari kepala untuk memudahkan kontraksi
5) Apabila penderita dalam keadaan pingsan, bawa segera ke rumah sakit atau dokter terdekat untuk mendapatkan perawatan intensif.
4. Keracunan Akibat Gigitan Binatang
Kondisi lingkungan dipedesaan memungkinkan berbagai jenis bintang peliharaan maupun binatang liar dapat hidup berdampingan dengan masyarakatnya walaupun binatang peliharaan kita sudah jinak namun bahaya dari binatang ini perlu di waspadai.
Pada kondisi tertentu jenis binatang berdarah panas seperti pada anjing, kucing, dan monyet yang terkena rabies dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Demikian pula jenis binatang melata yang memiliki racun seperti ular, kalajengking, dan lipan (kelabang) yang masih banyak terdapat dialam pedesaan. Binatang-binatang tersebut akan menggigit siapa saja yang ada didekatnya bila mereka akan merasa terganggu. Bila hal ini terjadi maka gigitan tersebut akan meninggalkan racun dalam tubuh orang yang digigitnya. Diantaranya :
1) Gigitan ular
Bisa (racun) ular terdiri dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Sisitem multiorgan, terutama neurologic, kardiovaskuler, sisitem pernapasan mungkin terpengaruh.
Bantuan awal pertama pada daerah gigitan ular meliputi mengistirahatkan korban, melepaskan benda yang mengikat seperti cincin, memberikan kehangatan, membersihkan luka, menutup luka dengan balutan steril, dan imobilisasi bagian tubuh dibawah tinggi jantung. Es atau torniket tidak digunakan. Evaluasi awal di departemen kedaruratn dilakukan dengan cepat meliputi :
▫ Menentukan apakah ular berbisa atau tidak.▫ Menentukan dimana dan kapan gigitan terjadi sekitar gigitan.▫ Menetapkan urutan kejadian, tanda dan gejala (bekas gigi, nyeri, edema, dan eritema
jaringan yang digigit dan didekatnya).▫ Menentukan keparahan dampak keracunan.▫ Memantau tanda vital.▫ Mengukur dan mencatat lingkar ekstremitas sekitar gigitan atau area pada beberapa
titik.
66TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
▫ Dapatkan data laboratorium yang tepat (mis. HDL, urinalisi, dan pemeriksaan pembekuan).
2) Sengatan serangga
Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal, malaise, ansietas, sampai edema laring, bronkhospasme berat, syok dan kematian. Umumnya waktu yang lebih pendek diantara sengatan dan kejadian dari gejala yang berat merupakan prognosis yang paling buruk.
Penatalaksanaan umum:
a) Berikan epineprin (cair) secara langsung. Masase daerah tersebut untuk mempercepat absorbsi.
b) Jika sengatan pada ekstermitas, berikan tornikuet dengan tekanan yang tepat untuk membendung aliran vena dan limfatik.
c) Instruksikan pasien untuk hal-hal berikut:▫ Injeksi segera dengan epineprin▫ Buang penyengat dengan garukan cepat kuku jari▫ Bersihkan area dengan sabun air dan tempelkan es▫ Pasang tornikuet proksimal terhadap sengatan▫ Laporkan pada fasilitas perawatan kesehatan terdekat untuk pemeriksaan lebih
lanjutC. Gambaran Klinik
Yang paling menonjol adalah kelainan visus,hiperaktifitas kelenjar ludah,keringat dan gangguan saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas. Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada lidah,kelopak mata,pupil miosis. Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut, bradikardi. Keracunan berat : diare, reaksi cahaya negatif ,sesak nafas, sianosis, edema paru ,inkontenesia urine dan feces, koma.
D. Penatalaksanaan
1. Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.
2. Eliminasi.
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 – 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus
67TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
3. Anti dotum (penawar racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 – 2,5 mgb. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala
atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6
– 8 dan 12 jam.d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak
dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
68TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian difokusakan padfa masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam basa,keadaan status jantung,status kesadran.Riwayat kesadaran : riwayat keracunan,bahan racun yang digunakan,berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
B. Pemeriksaan fisik
Pendahuluan fisik racun, berdasarkan sifat-sifat organo leptik, seperti bentuk, warna baud an rasa. Selain itu, dengan dilakukan pemijaran akan dapat diketahui apakah bahan atau zat yang kita periksa merupakan senyawa organic anorganik. Senyawa organic tidak meninggalkan sisa setelah pemijaran.
a) Bentuk
Bentuk racun dapat berupa bahan atau rasa (serbuk, Kristal, tablet, kapsul), bahan atau zat cair lanjut (larutan, sirup, suspense, obat suntik) setegah padat (salep,cream) campuran bahan atau zat padat dengan cairan (muntahan, isi perut) dan mungkin juga gas atau uap. Pada tablet atau kapsul mungkin tertera nama obat atau kandungan isinya akan mempermudah dalam pemeriksaan selanjutnya.
b) Warna
Bahan atau zat kimia pada umumnya tidak berwarna atau berwarna putih. Tapi beberapa diantaranya mempunyai warna asli. Warna asli tersebut dapat berubah bila terjadi oksidasi oleh udara. Sedangkan warna sediaan jadi, biasanya bukan warna asli tapi sebagai akibat tambahan zat warna, sehingga tidak dapat digunakan sebagai cirri yang spesipik.
c) Bau
Pemeriksaan bau dapat dilakukan dengan cara membaui langsung setelah digerus, setelah digosok dengan dua jari. Jika berupa cairan di kocok terlebih dahulu dan dibaui langsung setelah dibakar.
d) Rasa
Pemeriksaan rasa dilakukan dengan mencicipi bahan atau zat peminimal mungkin.
C. Intervensi▫ Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang bertujuan untuk
keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun ( antidotum ) yan meliputi resusitasi, : Air way, breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat
69TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah lambung,emesis, ata katarsis dan kerammas rambut.
▫ Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu pemberian SA.▫ Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak samapi demamatau
mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.Monitir vital sign setiap 15 menit untuk bebrapa jam dan laporkan perubahan segera kepada dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen serta monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter.
▫ Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa diperlukan.
▫ Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan safety precautions. Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian,reaksi depresi,psikosis neurosis, mental retardasi dan lain-lain
D. EVALUASIKeracunan adalah salah satu penyebab kematian yang sering terjadi disekitar kita,
akibat keracunan yang di sebabkan oleh makanan, gigitan binatang, dan sengatan serangga. Hal tersebut terjadi karena kelalainan dan kurangnya pengetahuan dari pihak- pihak tersebut.
70TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM MUSCUUSCLETAL PADA KASUS FRAKTUR
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Fraktur terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dengan dunia luar.
B. ETIOLOGIa) Trauma :
▫ out in : penyebab ruda paksa merusak kulit, jaringan lumak dan tulang.▫ In out : fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit
b) Patologis ( penyakit pada tulang )c) Degenerasi spontan
C. KLASIFIKASI
Menurut Gustilo Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi:
a) Derajat Ib) Derajat IIc) Derajat III :
▫ III A▫ III B▫ III C
D. MANIFESTASI KLINIS
71TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Terdapat tanda-tanda patah tulang dengan luka di daerah tersebut. Darah yang keluar berwarna lebih kehitaman, bercampur butiran lemak dan selalu merembes, disertai nyeri dan perdarahan.
E. PEMERIKSAAN
a) Pemeriksaan Fisik▫ Look ( lihat ) : warna kulit, pembengkakan, Deformitas.▫ Feel ( sentuhan ) : suhu, tegang lokal, nyeri tekan, krepitasi, pulsasi arteri dari
distal, dari daerah yang mengalami fraktur.▫ Move ( gerak ) : gerak yang abnormal
b) Pemeriksaan Diagnostik▫ Dengan sinar X▫ Ct Scan tulang
F. PENATALAKSANAAN
a) Live saving▫ Ingat ABC
b) Mengurangi nyeric) Propilaksis antibiotika & anti tetanusd) Debridement & irigasie) Fixasi & imobilisasif) Penutupan lukag) Rehabilitasi
72TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
KONSEP DASAR ASKEP DENGAN FRAKTUR TERBUKA
1. Pengkajiana) Data subjectif
▫ Mengeluh sakit▫ Bebal / kesemutan▫ Mengeluh kehilangan fungsi pada bagian yang fraktor
b) Data objectif▫ Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian fraktur▫ Meringis kesakitan▫ Kadang-kadang hipertensi (respon terhadap nyeri)▫ Kadang hipotensi▫ Takikardi (respon stres, hivopoterta)▫ Penurunan atau tidak ada nadi pada bagian distal yang terkena cedera▫ Pucat pada bagian cedera▫ Bengkak & hematum pada sisi yang cedera▫ Krepitasi depormitas lokal▫ Laserasi kulit / adanya luka▫ Pendarahan
2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan kulit.
2. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan imobilisasi pada kaki.
3. Cemas berhubungan dengan pengetahuan tentang luka post op.
73TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
3. PERENCANAAN
Diangnosa I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan kulit.
Tujuan
Nyeri berkurang / terkontrol
Kriteria hasil
Nyeri berkurang (skala nyeri : 0)
Klien tidak menyeringai
Rencana tindakan
1. Kaji ulang tingkat skala nyeri 2. Jelaskan sebab- sebab timbulnya nyeri3. Anjurkan klien untuk melakukan tenik relaksasi dan distraksi4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti biotik.
Rasional
1. untuk mengetahui / menentukan tingkat keparahan.2. menambahn pengetahuan individu terhadap penyakitnya.3. mengantisipasi lebih awal bila timbul nyeri.4. membantu untuk membatasi nyeri dan antibiotik untuk mencegah dan mengatasi
infeksi.
Diangnosa II
Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan imobilisasi pada kaki.
Tujuan
Klien melaksanakan aktivitas secara berlahan
Kriteria hasil
Klien dapat bergerak secara maksimal
Klien dapat mempertahankan fungsi tubuh secara maksimal.
Rencana tindakan
1. Lakukan pendekatan pada klien.R / Klien kooperatif dengan perawat.
2. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya R / Klien mengetahui tentang penyakit yang dialami.
74TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
3. Anjurkan pada klien untuk berlatih secara bertahap.R / Dapat Menambah aliran darah ke otot dan tulang melakukan gerakan sendi dapat mencegah kontruktur
4. Observasi TTV.R / Memonitor kekurangan klien.
5. Kolaborasi dengan tim dokter dan fisioterapi.R / Menjalankan fungsi independent dan dapat menciptakan program aktivitas dan latihan individu.
Diangnosa III
Cemas berhubungan dengan pengetahuan tentang luka post op.
Tujuan
Klien tidak merasa cemas lagi.
Kriteria hasil
Klien tampak rileks, klien tidak gelisah
Rencana tindakan
1. Lakukan pendekatan pada klien tentang penyakitnya.R / Klien kooperatif dengan perawatnya.
2. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya R / Klien megerti tentang penyakitnya.
3. berikan motivasi pada klien dan keluarga.R / Memberi dorongan pada klien untuk sembuh
4. Observasi TTV.R / Memonitor kekurangan / keadaan klien.
5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi / obat.R / Menjalankan fungsi independent.
IMPLEMENTASI
Implementsi yang dimaksud adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana perawatan, meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan advis dokter dan ketentuan rumah sakit.
EVALUASI
75TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan masalah kesehatan dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lain. Adanya peningkatan mobilitasn
DAFTAR PUSTAKA
http://hesa-andessa.blogspot.com/2010/03/askep-pada-pasien-dengn-fraktur-terbuka.html
Arif Mansjoer, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Susan Martin Tucker, dkk, 1995, Standart Keperawatan Pasien, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Nasrul Effendi, 1995, Pengatar Proses Keperawatan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
76TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN PADA KASUS LUKA BAKAR
A. DEFINISILuka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
B. ETIOLOGI
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gasb. Cairanc. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Fase Luka Bakar
1) Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2) Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju
epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.3. Keadaan hipermetabolisme.
3) Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
77TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Klasifikasi Luka Bakar
A. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial superfisial(tingkat I)
Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
Kering tidak ada gelembung.Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
Bertambah merah.
Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial(tingkat II)
Superfisial Dalam
Kontak dengan bahan air atau bahan padat.Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.
Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya(tingkat III)
Kontak dengan bahan cair atau padat.Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik.
Kering disertai kulit mengelupas.Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
Putih, kering, hitam, coklat tua.Hitam.
Merah.
Tidak sakit, sedikit sakit.Rambut mudah lepas bila dicabut.
B. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%2) Lengan masing-masing 9% : 18%3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
78TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
5) Genetalia/perineum : 1%▫ Total : 100%
C. Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.2. Kedalaman luka bakar.3. Anatomi lokasi luka bakar.4. Umur klien.5. Riwayat pengobatan yang lalu.6. Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
1) Parah – critical:
a. Tingkat II : 30% atau lebih.b. Tingkat III : 10% atau lebih.c. Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.d. Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
2) Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
3) Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
79TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
C. Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)
Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Perubahan Tingkatan hipovolemik( s/d 48-72 jam pertama)
Tingkatan diuretik(12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran cairan ekstraseluler.
Vaskuler ke insterstitial.
Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar.
Interstitial ke vaskuler.
Hemodilusi.
Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat.
Diuresis.
Kadar sodium/natrium.
Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem.
Defisit sodium. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).
Defisit sodium.
Kadar potassium.
K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.
Hiperkalemi K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar).
Hipokalemi.
Kadar protein. Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
Hipoproteinemia. Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme.
Hipoproteinemia.
80TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Keseimbangan nitrogen.
Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.
Keseimbangan nitrogen negatif.
Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas.
Keseimbangan nitrogen negatif.
Keseimbnagan asam basa.
Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum.
Asidosis metabolik.
Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme.
Asidosis metabolik.
Respon stres. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison.
Aliran darah renal berkurang.
Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.
Stres karena luka.
Eritrosit Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.
Luka bakar termal.
Tidak terjadi pada hari-hari pertama.
Hemokonsentrasi.
Lambung. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.
Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
Akut dilatasi dan paralise usus.
Peningkatan jumlah cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x lipat,
Disfungsi jantung.
Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor)
CO menurun.
81TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar.
sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
A. Luka bakar grade II:
▫ Dewasa > 20%▫ Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar grade III.D. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.
D. Penatalaksanaan
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:▫ Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.▫ Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à
obstruksi à gagal nafas.2) Sirkulasi:
▫ gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
▫ Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.▫ Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa :Baxter.RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak:jumlah resusitasi + kebutuhan faal:RL : Dextran = 17 : 32 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:< 1 tahun : BB x 100 cc– 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc½ à diberikan 8 jam pertama½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa :Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
82TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
( 3-x) x 80 x BB gr/hr(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal. Monitor urine dan CVP. Topikal dan tutup luka Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan
nekrotik. Tulle. Silver sulfa diazin tebal. Tutup kassa tebal. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
Obat – obatan:
Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur. Analgetik : kuat (morfin, petidine) Antasida : kalau perlu
83TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi:
Tanda : (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
84TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i. Keamanan:
Tanda:Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
▫ Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
▫ Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
▫ Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
▫ Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
Pemeriksaan diagnostik:
1. LED: mengkaji hemokonsentrasi.2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini
terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
85TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
4. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.5. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.6. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka
bakar masif.8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
2. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % – 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.
86TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Rencana Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas .
Bersihan jalan nafas tetap efektif.Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.
Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.
Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi
Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan
Dugaan cedera inhalasiTakipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.
Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.
Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan konstriktur leher.
Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan
87TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
teknik steril.
Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.
Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.
Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri GDA
Kaji ulang seri rontgen
Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.
Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.
drainase sekret.
Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.
Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.
Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan
88TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
viskositas sputum.
Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2
lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah terbakar
Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis.
Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksegenasi.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui
Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi
Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan
89TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.
dan hemates sesuai indikasi.
Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
Timbang berat badan setiap hari
Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
Selidiki perubahan mental
Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan kateter urine
Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).
Berikan obat sesuai idikasi :
Diuretika
rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya
Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu
90TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
contohnya Manitol (Osmitrol)
Kalium
Antasida
Pantau:
Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
Warna urine. Masukan dan
haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
Berat badan setiap hari.
CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
Status umum setiap 8 jam.
Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.
pertama).
Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
Memungkinkan infus cairan cepat.
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit.
Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar
Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan
91TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap.
Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.
Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.
Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin
atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.
Inspeksi adekuat dari luka bakar.
Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.
Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.
Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada
92TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan adaya stres ulkus (Curling’s).
Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring.
Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.
Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.
93TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.
Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
Pasien bebas dari infeksi.Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
Pantau:
Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
Suhu setiap 4 jam.
Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.
Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri.
Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi
94TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.
Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet)
ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.
Melindungi terhadap tetanus.
Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
95TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
sesuai pesanan.
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.
Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.
Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu
Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf
96TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
membalikkan badan sendiri.
pada aliran udara.
Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba.
Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.
Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.
Temuan-temuan ini menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.
Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
Memumjukkan regenerasi jaringanKriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol
Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan
97TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
infeksi.
Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.
Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.
Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.
Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan program kolaborasi :
- Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis.
menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.
Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.
Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.
Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.
98TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Daftar pustaka
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.
99TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM INDRA
PADA KASUS EPISTAKSIS
KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Epistaksis adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum
(kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis
anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari
pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti
mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Klasifikasi
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.
▫ Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka
disebut 'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan
jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun
lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik
melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang
menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah.
100TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat
hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat :
1. Mengorek-ngorek hidung
2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC
3. Terlalu lama terpapar sinar matahari
4. Pilek atau sinusitis
5. Membuang ingus terlalu kuat
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti
sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan
mengompres hidung dengan air dingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung.
Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke
depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika
masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru
dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung.
Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai
masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu
mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan
napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.
Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah
sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam
rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap
duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.
101TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
▫ Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang)
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah
rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya.
Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup
kemungkinan juga mengenai anak-anak. Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih
hebat sebab yang mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan
masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa
kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1. Hipertensi
2. Demam berdarah
3. Tumor ganas hidung atau nasofaring
4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
5. Kekurangan vitamin C dan K.
6. Dan lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus
segera dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter
dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik
keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon.
Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik
dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan
berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi.
Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah
yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.
B. Etiologi
Penyebab lokal :
102TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung,
trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik
seperti lepra dan sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada
penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya
sangat dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau
busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan
remaja.
Penyebab sistemik :
1) Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
2) Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3) Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau
demam tifoid.
4) Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5) Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic
telangiectasia).
C. Patofisiologi
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada
sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah
yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak
cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)
interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian
depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum
terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid
anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus
kiesselbach (little’s area).
103TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan,
yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis
anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari
pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti
mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.
D. Manifestasi Klinik
Pertama adalah menjaga ABC
A. : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk.
B. : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan
darah yang mengalir ke belakang tenggorokan
C. : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh,
pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi.
Posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di
daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas.
Hentikan perdarahan
a. Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit.
b. Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk.
c. Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus
epistaksis dan hindari.
Jika perdarahan berlanjut :
a. Dapat akibat penekanan yang kurang kuat
b. Bawa ke fasilitas yang
c. Dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot
hidung) ke daerah perdarahan.
Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau
pemasangan tampon hidung.
104TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul :
▫ Sinusitis
▫ Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
▫ Deformitas (kelainan bentuk) hidung
▫ Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
▫ Kerusakan jaringan hidung
▫ Infeksi
F. Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat
diagnosis epistaksis.
▫ Pemeriksaan darah tepi lengkap
▫ Fungsi hemostatis
▫ EKG
▫ Tes fungsi hati dan ginjal
▫ Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
▫ CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda
asing dan neoplasma.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal dengan penekanan pada hidung. Bila tidak berhasil dilakukan
pemasangan tampon pada hidung (tampon anterior ataupun posterior), kauterisasi secara
kimia/listrik, pemberian obat antikoagulansia, atau ligasi pembuluh darah. Keempat tindakan
tersebut membutuhkan keahlian medis tertentu.
105TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2) Riwayat Penyakit sekarang :
3) Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4) Riwayat penyakit dahulu :
▫ Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
▫ Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
▫ Pernah menedrita sakit gigi geraham
5) Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu
yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6) Riwayat spikososial
▫ Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
▫ Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7) Pola fungsi kesehatan
▫ Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping.
▫ Pola nutrisi dan metabolisme :
- Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung
▫ Pola istirahat dan tidur
- Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
▫ Pola Persepsi dan konsep diri
- Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun
▫ Pola sensorik106
TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
- Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilekterus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
▫ Pemeriksaan fisik
- Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
- Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan
bengkak).
Data subyektif :
- Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- Anemia
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung
yangrapuh..
2. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan
mukosa hidung.
C. Intervensi Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang
rapuh.
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
▫ Monitor keadaan umum pasien
107TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
▫ Monitor tanda vital
▫ Monitor jumlah perdarahan psien
▫ Awasi jika terjadi anemia
▫ Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan:
pemberian transfusi, medikasi
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot
pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
INTERVENSI
▫ Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R/ penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing
menunjukkan akumulasi sekret.
▫ Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif.
R/ Sputum berdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka
bronchial.
▫ Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi.
R/ posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan.
▫ Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.
R/ mencegah obstruksi/aspirasi.
▫ Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi.
R/ Membantu pengenceran sekret.
▫ Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator.
R/ mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi
sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk
menurunkan ketidaknyamanan.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
108TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Kriteria :
▫ Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
▫ Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta
pengobatannya.
INTERVENSI
▫ Kaji tingkat kecemasan klien. R/ menentukan tindakan selanjutnya.
▫ Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien. R/ Memudahkan penerimaan klien
terhadap informasi yang diberikan
- Temani klien.
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien
▫ Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang
serta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti. R/ Meningkatkan
pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien
lebih kooperatif.
▫ Singkirkan stimulasi yang berlebihan R/ dengan menghilangkan stimulus yang
mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami
kecemasan.
▫ Observasi tanda-tanda vital. R/ Mengetahui perkembangan klien secara dini.
▫ Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. R/ Obat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa
hidung.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
▫ Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
▫ Klien tidak menyeringai kesakitan.
109TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
INTERVENSI
▫ Kaji tingkat nyeri klien.
R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.
▫ Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya.
R/ Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan
untuk mengurangi nyeri.
▫ Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.
R/ Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi sehinggga dapat
mempraktekkannya bila mengalami nyeri.
▫ Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien.
R/ Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
▫ Kolaborasi dngan tim medis.
R/ Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien. Yaitu :
- Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
110TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
.
Daftar pustaka
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
111TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN PADA KASUS CIDERA KEPALA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada
tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian
adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan
yang menderita cedera kepala.
Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi
Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non-
degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin
menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun
sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.
Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan
membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus
terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan
menolong penderita.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan
dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).
Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada klien Tn. A dengan diagnosa Cidera Kepala Ringan
di Institut Gawat Darurat RSUD Dr Rasidin, Padang”
112TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
(Suriadi, 2001).
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai kulit kepala, tengkorak, dan otak yang
disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus ( Mansjoer, 2000; Brunner & Soddarth,
2002 )
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius di antara penyakit
neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil dari kecelakaan jalan raya
( Brunner & Suddarth, 2002 ).
Cedera kepala merupakan adaya pukulan/benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran. Traumatik yang terjadi pada otak yang mampu menghasilkan
perubahan pada phisik, intelektual, emosional, sosial, dan vocational (Susan Martin, 1999)
Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat
mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional,
sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat
menimbulkan perubahan – perubahan fungsi otak (black, 2005)
Menurut konsensus perdosi (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis =
head injury = trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan
fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer
maupun permanen
113TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
B. Etiologi
a. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi
Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan
masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan
otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi
karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
Etiologi lainnya:
a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
c. Cedera akibat kekerasan.
C. Klasifikasi
a. Menurut Jenis Cedera
▫ Cedera Kepala terbuka
Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak
▫ Cedera kepala tertutup
Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral yang luas
b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)
▫ Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)
114TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
- GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)
- Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt
- Tak ada fraktur tengkorak
- Tak ada contusio serebral (hematom)
- Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
- Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala
- Tidak adanya criteria cedera sedang-berat
▫ Cedera kepala sedang
- GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
- Amnesia pasca trauma
- Muntah
- Kejang
▫ Cedera kepala berat
- GCS 3-8 (koma)
- Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)
- Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
- Tanda neurologist fokal
- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium
c. Menurut morfologi
▫ Fraktur tengkorak
115TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
- Kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup
- Basis: dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan
nervus VII
- Fokal: epidural, subdural, intraserebral
- Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus
d. Menurut patofisiologi
▫ Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan
gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
- Gegar kepala ringan
- Memar otak
- Laserasi
▫ Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
- Hipotensi sistemik
- Hipoksia
- Hiperkapnea
- Udema otak
- Komplikasi pernapasan
- Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
116TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Kerusakan Pada Bagian Otak Tertentu
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi
kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri
biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera
menentukan jenis kelainan yang terjadi.
a. Kerusakan Lobus Frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik
(misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu). Lobus frontalis juga
mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis
bertanggungjawab terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek
perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi
kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak,
biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan
kejang.
Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan
apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian
depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,
117TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan
akibat yang terjadi akibat perilakunya.
b. Kerusakan Lobus Parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan
berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa
berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di
sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus
parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak
luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan
(keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan.
Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali
bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan
bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding).
Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun
melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.
c. Kerusakan Lobus Temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan
mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan
gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur
emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya
ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan
gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat
penderita dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah
kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka
bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.
Cedera Spesifik Otak Kepala
a. Fraktur Tengkorak
Fraktur Linear : Kekuatan benturan lebih luas area tengkorak
118TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Fraktur Basiler: Pada dasar tengkorak atau pada tulang sepanjang bagian Frontal atau
temporak
Fraktur ini cukup serius karena menimbulkan kontak antara CSS dan dunia luar
melalui ruang subarachnoid dan sinus yang mengandung udara dari wajah atau tengkorak,
memungkinkan bakteri masuk & mengisi drainase sinus. Fraktur ini bisa melukai arteri dan
vena yang kemudian mengalirkan drahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah
tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal
(cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga.
Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan
menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak
tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya
bergeser.
b. Geger Serebral (Contusio)
Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya disebabkan
oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak,
yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang tengkorak. Hal ini
menandakan terjadinya perdarahan pada otak yang dapat menimbulkan pembengkakan
Bakteri ringan dari cedera otak menyebar, disfungsi neurologis bersifat sementara dapat
pulih. Disorientasi dan bingung sesaat dengan gejala sakit kepala, tak mampu konsentrasi
gangguan memori sementara pusing, peka omnesia retrograde. Jika terjadi pembengkakan
pada otak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang
sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.
119TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
c. Memar / Laserasi cerebral (Komosio)
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi neurologik sementara
tanpa kerusakan struktur. Umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam
beberapa detik sampai beberapa menit. Jika jaringan otak di lobus frontal terkena, pasien
dapat menunjukkan perilaku irasional yang aneh, dimana keterlibatan lobus temporal dapat
menimbulkan amnesia atau disorientasi. Komosio cerebral ini merupakan memar pada
permukaan otak yang terdiri dari area hemoragi kecil-kecil yang tersebar, gejala bersifat
neorologis fokal, dapat berlangsung 2-3 hari setelah cedera dan menimbulkan disfungsi luas
akibat dari peningkatan edema serebral. Pada scan tomografi terlihat masa dan menimbulkan
perubahan TIK dengan jelas.
Tindakan terhadap komosio meliputi mengobservasi pasien terhadap adanya sakit
kepala, pusing, peka rangsang, dan ansietas (sindrom pasca-komosio), yang dapat mengikuti
tipe cedera. Dengan memberi pasien informasi, penjelasan, dan dukungan pada pasien dapat
mengurangi beberapa masalah sindrom pasca - komosio.
d. Hematom Epidural
Adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan
lapangan meningens paling luar (dura), terjadi karena robekan cabang kecil arteri meningeal
tengah atau frontal. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah
di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.
Tanda dan gejala berupa sakit kepala hebat yang bias segera timbul tetapi bias juga
muncul beberapa jam setelah cedera dengan intensitas nyeri tidak tetap, penurunan kesadaran
ringan, diikuti periode lucid, kemudian penurunan neurologi dari kacau mental sampai coma,
bentuk dekortikasi & deserebrasi, pupil isokor sampai anisokor. Diagnosis dini sangat
penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera
120TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan
darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
e. Hematoma Subdural
Adalah akumulasi darah dibawah lapangan meningeal duramater diatas lapangan
arakhnoid yang menutupi otak. Penyebabnya robekan permukaan dan lebih sering pada lansia
dan alkoholik gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang disfasia. Hematoma subdural
berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah
terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala
yang lebih ringan. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar
karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada
dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
- sakit kepala yang menetap
- rasa mengantuk yang hilang-timbul
- linglung
- perubahan ingatan
121TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
- kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut, atau kronik, bergantung pada ukuran
pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada.
1. Hematoma subdural akut
Dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau laserasi.
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang penting dan serius dalam 24 –
48 jam setelah cedera. Cedera ini sering berkaitan dengan cedera deselerasi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor. Biasanya pasien dalam keadaan koma dan tanda klinis sama dengan
hematoma epidural. Tekanan darah meningkat, frekuensi nadi lambat dan pernapasan cepat.
122TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
2. Hematoma subdural sub akut
Menyebabkan deficit neurologik bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam setelah
cedera. Hematoma ini disebabkan oleh perdarahan vena ke dalam ruang subdural. Riwayat
klinis khas dari penderita hematoma subdural subakut adalah adanya trauma kepala yang
menyebabkan ketidaksadaran, yang diikuti penurunan kesadaran, dan perbaikan status
neurologik secara bertahap. Namun setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan
penurunan status neurologik. Tingkat kesadaran menurun bertahap, pasien tidak berespon,
peningkatan TIK, lalu terjadi herniasi unkus atau sentral. Angka kematian tinggi pada pasien
hematoma subdural akut dan sub akut, karena sering dihubungkan dengan kerusakan otak.
3. Hematoma subdural kronik
Terjadi karena cedera kepala minor, terjadi paling sering pada lansia akibat atrofi otak
karena proses penuaan. Tampaknya cedera kepala minor dapat mengakibatkan dampak yang
cukup untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela negative. Waktu di antara
cedera dan awitan gejala mungkin lama, sehingga akibat actual mungkin terlupakan. Gejala
dapat tampak beberapa minggu setelah cedera minor. Hematoma subdural kronik menyerupai
kondisi lain dan mungkin dianggap sebagai stroke.
Tindakan terhadap hematoma subdural kronik ini daapt dilakukan melalui lubang burr ganda,
atau kraniotomi dapat dilakukan untuk lesi massa subdural yang cukup besar yagn tidak dapat
dilakukan melalui lubang burr.
a. Hematoma Intrakranial
Adalah pengumpalan darah lebih dari 25 ml dalam parenkim otak, penyebabnya
adalah fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru dan gerakan aselerasi-
deserasi tiba-tiba tindakan bersifat kontroversial bedah atau medis, serta bias juga terjadi
karena cedera atau stroke.
Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar
(hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak
(hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau
MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejal adalam
beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut
dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.123
TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada
akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak
bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi
penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,
gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi
kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
b. Konkusio
Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah
terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio
menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang
nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada
goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak.
Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang
abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau
hari. Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa,
depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa
berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa
minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi.
Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio.
Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa
sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum
sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-
obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu
dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang
bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika
sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebainya segera mencari
pertolongan medis.
Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak
diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai
pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk
124TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan
setelah 3-4 hari pertama.
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran
darah serebral dan menjamin aliran daerah konstan melalui pembuluh darah serebral. Faktor-
faktor ini dapat mengubah kemampuan pembuluh serebral untuk berkontraksi dan berdilatasi
serta mengganggu autoregulasi diantaranya trauma otak, iskemia dan hipoxia, pada klien
dengan kerusakan autoregulasi. Aktivitas yang dapat menyebabkan peningkatan aliran darah
serebral juga dapat meningkatkan TIK. Tekanan Intra Kranial (TIK) merupakan tekanan yang
dikeluarkan oleh kombinas dari 3 komplemen intrakranial yaitu jaringan otak, CSS dan
darah.
Hipotesa monro kellie mengatakan volume intrakranial sama dengan volume otak
ditambah volume darah serebral dan CSS, dimana tiap perubahan volume dari tiap-tiap
komponan karena gangguan kranial dapat menyebabkan peningkatan TIK.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak
tidak begitu besar.
WOC (Terlampir)
E. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :
1. Gangguan kesadaran
2. Konfusi
3. Abnormalitas pupil
4. Piwitan tiba-tiba defisit neurologis
5. Perubahan TTV
6. Gangguan pergerakan
125TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
7. Gangguan penglihatan dan pendengaran
8. Disfungsi sensori
9. Kejang otot
10. Sakit kepala
11. Vertigo
12. Kejang
13. Pucat
14. Mual dan muntah
15. Pusing kepala
16. Terdapat hematoma
17. Kecemasan
18. Sukar untuk dibangunkan
19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI :Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography :Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray :Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intracranial.126
TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial.
11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
G. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
Penatalaksanaan Khusus
1. Cedera kepala ringan
Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan
pemeriksaan CT Scan bila memenuhi criteria berikut:
Hasil pemeriksaan neurologist dalam batas normal
Foto servikal jelas normal
Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama,
dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan
127TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
2. Cedera kepala sedang
Pasien yang sedang menderita konkusi otak, dengan GCS 15 dan CT Scan normal,
tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di rumah, meskipun
terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko timbulnya lesi intracranial
lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.
3. Cedera kepala berat
Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada pasien ini
apakah terdapat indikasi interval bedah saraf segera. Jika ada indikasi, harus segera
dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat
seyogyanya dilakukan di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kerusakan primer akibat cedera, tetapi setidaknya dapat mengurangi
kerusakan otak sekunder akibat hipoksia, hipotensi, atau peningkatan TIK. Kejang umum
yang terjadi setelah cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan otak sekunder karena
hipoksia, sehingga terapi anti konvulsan dapat dimulai.
H. Komplikasi
1. Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu
setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang bisa saja baru terjadi
beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera. Kejang terjadi pada sekitar 10%
penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada
sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.
Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat
mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang
mengalami cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini
seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.
2. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya
cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan
128TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah
kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area
tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek
dari fungsi bahasa.
3. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan
atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan
pada lobus parietalis atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang
mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.
4. Agnosis
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan
sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari
benda tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan
baik atau benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat
dan menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus
parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan.
Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke. Tidak ada
pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.
5. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat
peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Penyebabnya masih
belum dapat sepenuhnya dimengerti. Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan
akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau
peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma). Amnesia
hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya
cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa
bersifat menetap.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori
terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis. Amnesia
menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi
129TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
secara mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa
juga berulang. Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia
yang disebut sindroma Wernicke-Korsakoff. Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut
(sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama.
Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke. Amnesia
Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest atau ensefalitis
akut.
6. Fistel Karotis-kavernosus
Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera
atau beberapa hari setelah cedera.
Angiografi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon
endovaskuler untuk mencegah hilangnya penglihatan yang permanent.
7. Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumtik pada tangkai hipofisis, menyebabkan
penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume
urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum.
8. Kejang pasca trauma
Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut;
kejang dini menunjukkan risiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus
dipertahankan dengan antikonvulsan.
9. Kebocoran cairan serebrospinal
Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera
kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari
pada 85 % pasien. Drainase lumbal dapat mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini
memiliki risiko meningitis yang meningkat, pemberian antibiotic profilaksis masih
controversial. Otorea atau rinorea cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis
berulang merupakan indikasi untuk reparative.
130TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
10. Edema serebral dan herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi 72 Jam setelah
cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis
adanya peningkatan TIK. Penekanan dikranium dikompensasi oleh tertekannya venosus &
cairan otak bergeser. Peningkatan tekanan terus menerus menyebabkan aliran darah otak
menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak. Lama-lama terjadi
pergeseran supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasi akan mendorong hemusfer
otak kebawah / lateral dan menekan di enchephalon dan batang otak, menekan pusat
vasomotor, arteri otak posterior, saraf oculomotor, jalur saraf corticospinal, serabut RES.
Mekanisme kesadaran, TD, nadi, respirasi dan pengatur akan gagal.
11. Defisit Neurologis dan Psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neulorogis: Perubahan TK kesadaran, Nyeri kepala
hebat, Mual / muntah proyektil (tanda dari peningkatanTIK).
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer
▫ Airway
Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.
▫ Breathing
131TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan, tarikan
dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung.
▫ Circulation
Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.
▫ Disability
Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
Tingkat Kesadaran
Kualitatif dengan :
CMC
Reaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan sekeliling , orientasi baik
terhadap orang tempat dan waktu.
Apatis
Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh tidak acuh terhadap
lingkungannya.
Confuse
Klien tampak bingung, respon psikologis agak lambat.
Samnolen
Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup kuat, bila rangsangan hilang, klien
tidur lagi.
Soporous Coma
Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap nyeri masih ada, biasanya
inkontinensia urine, belum ada gerakan motorik sempurna.
Koma
Keadaan tidak sadar, tidak berespon dengan rangsangan.
132TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Kuantitas dengan GCS
1. Mata (eye)
Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri
Membuka mata dengan rangsangan nyeri
Membuka mata dengan perintah
Membuka mata spontan
2. Motorik (M)
Tidak berespon dengan rangsangan nyeri
Eksistensi dengan rangsangan nyeri
Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri
Fleksi siku dengan rangsangan nyeri
Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri
Bergerak sesuai perintah
3. Verbal (V)
Tidak ada suara
Merintih
Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti
Dapat diajak bicara tapi kacau
Dapat berbicara, orientasi baik
Exposure
Suhu, lokasi luka.
2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera:
Peluru kecepatan tinggi? Objek yang membentuk kepala ? Jatuh ? Darimana arah dan
kekuatan pukulan?
133TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah
ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan
secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau gangguan
neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana
asupan nutrisi.
c. Riwayat Keluarga
Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti DM,
hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.
d. Pengkajian Head To Toe
1) Pemeriksaan kulit dan rambut
Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien
2) Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji
kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera. Pada penderita stroke
biasanya terjadi gangguan pada penglihatan maupun pembicaraan
3) Pemeriksaan dada
Paru-paru
Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas
Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus
Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)
Jantung
Inspeksi : amati iktus cordis
Palpalsi : raba letak iktus cordis
Perkusi : batas-batas jantung
134TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Batas normal jantung yaitu:
Kanan atas: SIC II RSB, kiri atas: SIC II LSB, kanan bawah: SIC IV RSB, kiri
bawah: SIC V medial 2 MCS
4) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan
Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan
Perkusi : suara peristaltic usus
Auskultasi : frekuensi bising usus
5) Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.
A. ANALISA DATA
NO
DX
HARI, TANGGAL
DATA FOKUS (DO/DS)
PROBLEM ETIOLOGI TTD
1 Senin, 16/5/2011
DS : perubahan perfusi jaringan
terputusnya aliran
135TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Klien mengatakan nyeri kepala pada waktu duduk, dengan skala 5.
DO:
Tekanan darah: 140/80 mmHg, suhu: 37 ° C, nadi: 60 kali permenit, RR: 20 kali permenit.
Ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial. TD 140/80 mmhg
Nadi 60x/menit.
serebral darah ke otak
2 Senin, 16/5/2011
DS : kaki kiri tidak bisa digerakkan dan tangan kiri bisa sedikit digerakkan.
DO : Kekuatan otot: tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 3, TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
Hasil CT scan
1. Infark luas pada lobus temporal, occipital, dan
kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan kanan bisa sedikit digerakkan.
kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia
136TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
parietal kanan
2. Infark pada kapsula interna crus posterior kiri, korona radiata kanan dan kapsula eksterna kanan
3 Selasa, 17/5/2011
DO :
klien mengatakan sudah 4 hari klien tidak bisa BAB dan minum sedikiT.
DS :
pada abdomen teraba massa di kuadran kiri bawah bunyi usus: 3 kali permenit.
gangguan pola eliminasi (konstipasi)
kurangnya cairan dan serat dalam tubuh
4 Rabu, 18/5/2011
DS : klien mengatakan badan panas dan minum sedikit (125 cc)
DO : mukosa bibir agak kering dengan
TD: 140/80 mmHg,
S: 38,6°C,
N : 88 kali permenit,
RR: 20 kali
hipertermi Adanya infeksi
137TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00 ribu/mmk (H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya aliran darah ke
otak.
2. kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan
tangan kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler,
kelemahan parestesia.
3. gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat
dalam tubuh.
4. hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi
C. INTERVENSI
NO
DX
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN & KRITERIA HASIL
INTERVENSI RASIONAL TTD
1 perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
terputusnya aliran darah ke otak
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 8 jam, diharapkan tidak terjadi perubahan perfusi jaringan serebral KH: terpeliharanya tingkat kesadaran,
1. monitor TTV
2. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya pusing
mengetahui kondisi perkembangan klien.
mengetahui faktor yang dapat menyebabkan pusing.
mengurangi rasa 138
TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
menampakkan stabilisasi TTV dan tidak ada PTIK serta peran pasien tidak menampakkan kekambuhan.
3. Bantu klien tekhnik relaksasi dan distraksi (tarik nafas dalam dan mengajak bicara)
4. Pertahankan tirah baring
5. Berikan obat sesuai advis dokter
pusing
mengurangi rasa pusing
membantu proses penyembuhan
6.
2 kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan tangan kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan parestesia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 8 jam, diharapkan klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
KH : bertambahnya kekuatan otot dan klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
1. monitor TTV
2. Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
3. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
mengetahui perkembangan kondisi klien.
otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan
139TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
eksremitas yang
tidak sakit
4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
5. Berikan obat sesuai advis dokter
pernapasan.
mempertahankan otot tonus
membantu proses penyembuhan.
3 gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 kali 1 jam, diharapkan klien dapat BAB KH :
tidak teraba massa pada abdomen
1. monitor TTV
2. Anjurkan klien untuk sering minum air putih.
untuk mengetahui perkembangan kondisi klien
supaya masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi
karena diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan
140TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
3. Anjurkan klien untuk makan makanan berserat
4. Berikan huknah gliserin
eliminasi reguler
untuk membantu mempermudah BAB.
4 hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan selama satu kali 5 jam, diharapkan tidak terjadi hipertermi dengan KH:
suhu badan antara 36-37 0C
1. monitor TTV
2. Berikan kompres air biasa
3. Anjurkan untuk memakai baju yang tipis.
4. Anjurkan klien sering minum air putih yaitu
mengetahui perkembangan kondisi klien.
untuk menurukan panas
membantu menurunkan panas badan
untuk memenuhi kebutuhan cairan dan membantu menurunkan panas
141TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
5. Kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) paracetamol 500 mg
untuk membantu proses penyembuhan
D. IMPLEMENTASI
HARI, TANGGAL
JAM NO DX IMPLEMENTASI RESPON KLIEN TTD
Senin, 16/5/2011
09.00 1 memonitor TTV S : -
O : TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
10.00 1 Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif
O : klien kooperatif
14.00 1 Memonitor TTV S : -
O : TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
Selasa, 17/5/2011
09.00 1 memonitor TTV S : -
O : TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
09.30 1 Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif
142TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
O : klien kooperatif
10.00 1 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh fisioterapis
O : klien kooperatif
Rabu, 18/5/2011
09.00 1 memonitor TTV S : -
O : TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
09.30 1 Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif
O : klien kooperatif
10.00 1 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh fisioterapis
O : klien kooperatif
17.00 1 monitor TTV TD : 140/80 mmHg
S : 38,6°C
N : 88 X/m
RR: 20 kali
Kamis
19/5/2011
09.00 1 memonitor TTV S : -
O : TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
143TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
10.00 1 Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif
O : klien kooperatif
10.30 1 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh fisioterapis
O : klien kooperatif
13.00 1 Memberikan obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral, piracetam 1x200 mg per oral, ranitidine, 1x50 mg iv)
S : -
O : klien kooperatif
Jumat
20/5/2011
09.00 1 memonitor TTV S : -
O : TD: 140/80 mmHg, S: 36,8° C, N: 88 kali/menit, RR: 20kali/menit.
10.00 1 Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan gerakan pasif
O : klien kooperatif
10.30 1 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
S : klien mengatakan mau dibimbing dalam melakukan latihan fisik oleh fisioterapis
O : klien kooperatif
13.00 1 Memberikan obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral, piracetam 1x200 mg per oral,
S : -
O : klien kooperatif
144TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
ranitidine, 1x50 mg iv)
Senin, 16/5/2011
11.30 2 Menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya pusing
S : klien mengatakan bahwa kepalanya pusing dengan skala 5
O : klien tampak kesakitan
12.00 2 Memberikan obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral)
S : klien menanyakan obat apa itu?
O : klien kooperatif dan meminum obatnya
13.00 2 Mempertahankan tirah baring
S : klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak berkurang
O : klien tampak menahan sakit
Selasa, 17/5/2011
11.00 2 Pertahankan tirah baring S : klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak berkurang
O : klien tampak menahan sakit
12.00 2 Memberikan obat sesuai advis dokter (aspilet 1x80 mg per oral)
S : klien menanyakan obat apa itu?
O : klien kooperatif dan meminum obatnya
12.30 2 Mempertahankan tirah baring
S : klien mengatakan posisi setengah duduk rasa pusing agak berkurang
O : klien tampak menahan sakit
13.00 3 Menganjurkan klien untuk makan makanan
S : klien mengatakan mau makan makanan
145TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
berserat yang berserat
O : klien tampak gelisah
13.30 3 Memberikan huknah gliserin
S : klien mengatakan bersedia untuk di lakukan tindakan huknah
O : klien kooperatif
Rabu, 18/5/2011
11.00 4 Memonitor TTV S : -
O : mukosa bibir agak kering dengan
TD: 140/80 mmHg,
S: 38,6°C,
N : 88 kali permenit,
RR: 20 kali permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00 ribu/mmk (H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.
12.00 4 Berikan kompres air biasa S : -
O : klien kooperatif
15.00 4 Anjurkan untuk memakai baju yang tipis.
S : -
O : klien kooperatif
15.30 4 Anjurkan klien sering minum air putih yaitu
S : -
O : klien kooperatif
16.00 4 Kolaborasi dengan tim medis lain (dokter) paracetamol 500 mg
S : -
O : klien kooperatif
146TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
E. EVALUASI
NOHARI, TANGGAL
NO. DP
EVALUASI TTD
1 Senin, 16/5/2011
1 S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
2 Kamis, 19/5/2011
1 S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
3 Jumat , 20/5/2011
1 S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
147TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
4 Sabtu , 21/5/2011
1 S : klien mengatakan mau untuk melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien)
5 Senin, 16/5/2011
2 S : klien mengatakan pusing berkurang jika dalam keadaan setengah duduk dan setelah diberi obat oleh dokter
O : klien tampak tenang
A : masalah perubahan perfusi jaringan serebral sebagian teratasi
P : pertahankan intervensi (menentukan factor pusing, pertahankan tirah baring, berikan terapi sesuai advice)
6 Rabu, 18/5/2011
2 S : klien mengatakan sudah merasa panas lagi badannya
O : suhu tubuh 36,9 ° C.
A : masalah hipertermi teratasi
P : lanjutkan intervensi (monitor TTV)
7 Selasa, 17/5/2011
3 S : klien mengatakan setelah dilakukan huknah perut klien terasa lega dan BAB bisa lancar
O : klien tampak tenang
A : masalah konstipasi teratasi
P : pertahankan intervensi ( minum air puti yang cukup, serta makan makanan yang berserat yang cukup)
8 Rabu, 18/5/2011
4 S : klien mengatakan sudah tidak merasa demam
148TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
O : klien tampak tenang, S : 36,8 ° C
A : masalah hipertermi teratasi
P : pertahankan intervensi (minm banyak, makan makanan berserat, dan kolaborasi pemberian antipiretik jika suhu naik dan kolaborasi pemberian antibiotik)
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001.
Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.
149TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI
Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.
Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.
http://yuflihul.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-gawat-darurat-pada_23.html
150TINDAKAN KEDARURATANLUH PUTU SRI NOVIARINI