Skripsi Full Bab

220
ANALISIS PENGARUH AUDIT DELAY, OPINION SHOPPING, DEBT DEFAULT, SERTA PROXY GOING CONCERN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Komparasi pada Perusahaan Manufaktur dan Jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: ABDUL MUCHSIN NIM: 208082000024 Oleh: ABDUL MUCHSIN NIM: 208082000024 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2012/1433 H

Transcript of Skripsi Full Bab

ANALISIS PENGARUH AUDIT DELAY, OPINION SHOPPING, DEBT

DEFAULT, SERTA PROXY GOING CONCERN TERHADAP

PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

(Studi Komparasi pada Perusahaan Manufaktur dan Jasa yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia tahun 2008-2010)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

ABDUL MUCHSIN

NIM: 208082000024

Oleh:

ABDUL MUCHSIN

NIM: 208082000024

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2012/1433 H

ii

iii

iv

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

1. Nama : Abdul Muchsin

2. Tempat Tanggal Lahir : Subang, 16 Juni 1990

3. Alamat : Dusun Karajan, RT/RW 07/02, Jatiragas Hilir,

Patok beusi, Subang Jawa Barat

4. Agama : Islam

5. Nama Ayah : H. Bambang Basuki Darmoyono

6. Nama Ibu : Hj. Ai Mudrikah

7. Nomor Telepon : 085781897475

8. E-mail : [email protected]

II. Data Pendidikan Formal

1. 1996 - 2001 : SDN. JATI MULYA Patok beusi Subang

2. 2001- 2004 : MTSN Rawamerta Karawang

3. 2004 - 2007 : SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT RSBI

Jombang Jawa Timur

4. 2008 - 2012 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta (Auditing).

III. Pengalaman Kerja

1. 2007-2008 :Volunteer English teacher di Lombok tengah

Yayasan Munirul Arifin Lombok Tengah NTB

vi

ANALYSIS OF THE EFFECT AUDIT DELAY, OPINION

SHOPPING, DEBT DEFAULT, AND ACCEPTANCE OF PROXY GOING

CONCERN GOING CONCERN AUDIT OPINION

(Comparative Study On Manufacturing and Service Company are listed on the

Indonesia Stock Exchange from 2008 to 2010)

By:

Abdul Muchsin

ABSTRACT

The purpose of this study to test the effect of audit delay analysis, debt default,

opinion shopping as well as a going concern with the proxy to (liquidity ratios,

solvency ratios and profitability ratios), on receipt of a going concern opinion.

This study used purposive sampling method. The data used secondary data with

the population of manufacturing and service industry companies to determine the

extent of going concern comparisons obtained by the industrie.The industries that

were subjected to experiments that have been sourced from companies listed on

the Indonesia Stock Exchange in the year 2008 through 2010. Methods of data

analysis using descriptive analysis and analytical methods to test the research

hypotheses using logistic regression analysis.

From the research results can be concluded that the audit delay, liquidity

ratios, profitability ratios are not affected significantly, where as for the variable

debt default and the solvency ratio significantly affected the revenues going

concern opinion in both manufacturing and service industries, on receipt of a

going concern opinion, and for opinion variables shopping not significantly affect

the manufacturing industry and significant influence of industrial services for.

Comparative levels of going concern is acquired by the two types of companies is

larger than the acquired company's manufacturing services with a difference of

6.2%, of total manufacturing industry by 85.7% and services 79.5%.

Keywords: audit delay, opinion shopping, debt default, and the proxy going

concern, going concern opinion

vii

ANALISIS PENGARUH AUDIT DELAY, OPINION SHOPPING, DEBT

DEFAULT, SERTA PROXY GOING CONCERN TERHADAP

PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

(Studi komparasi Pada Perusahaan Manufaktur dan jasa yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia 2008-2010)

Oleh:

Abdul Muchsin

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji analisis pengaruh audit delay,

debt default, opinion shopping serta proxy going concern yang diproksikan

dengan (Rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas), terhadap

penerimaan opini going concern pada suatu perusahaan. Penelitian ini

menggunakan metode purposive sampling. Data yang digunakan adalah data

sekunder dengan populasi perusahaan industri manufaktur dan jasa untuk

menentukan seberapa besar tingkat komparasi going concern yang didapatkan

oleh industri tersebut, serta industri yang dijadikan objek penelitian bersumber

dari perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010.

Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif dan untuk uji hipotesis yaitu

analisis regresi logistik.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa audit delay, rasio likuiditas,

rasio profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan, sedangkan untuk variabel

debt default, serta rasio solvabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap

penerimaan opini going concern baik pada industri manufaktur maupun jasa,

terhadap penerimaan opini going concern, dan untuk variabel opinion shooping

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap industri manufaktur dan berpengaruh

secara signifikan untuk indsutri jasa. Tingkat komparasi going concern yang

diperoleh oleh kedua jenis perusahaan tersebut lebih besar diperoleh perusahaan

industri manufaktur daripada jasa dengan selisih 6.2%. dengan total prediksi

going concern untuk industri manufaktur 85.7% dan Jasa 79.5%.

Kata Kunci: audit delay, opinion shopping, debt default, serta proxy going

concern, opini going concern

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah

SWT, atas segala rahmat dan hidayahnya, shalawat serta salam kepada sehingga

saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan apa yang saya harapkan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang ditetapkan dalam

rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi dan

Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, saya tidak lupa menyampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah mendukung

dalam penyusunan skripsi saya ini, antara lain kepada:

1. Kedua orang tua yang penulis cintai dan hormati sepanjang hidup, yang

dengan rasa cinta dan kasih sayangnya secara tulus telah mengurus,

membesarkan, mendidik penulis hingga sekarang ini serta memberikan

semangat dan doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis.

3. Bapak Dr. Amilin SE., Ak., M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah

meluangkan watu, memberikan saran dan pengarahan serta bimbingan dengan

kesabaran hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Ibu Wilda Farah, SE., M.Si.,Ak (Ka’ Vera) selaku pembimbing 2 yang telah

memberikan saran dan pengarahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran

dan keikhlasan hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Ibu Rahmawati, SE. MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibu Yessi Fitri SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

ix

7. Ibu Yulianti SE, M.Si, dan Bapak Prof. Dr. Ahmad Rhodoni selaku dosen

penguji komprehensif, terima kasih yang sebesar-besarnya ilmu yang

diberikan sangat berguna bagi penulis.

8. Segenap dosen yang telah mentransformasikan ilmu pengetahuannya kepada

penulis, serta seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, penulis

ucapkan terima kasih atas partisipasinya dan segala bantuannya selama

penulis menuntut ilmu.

9. Sahabat-sahabatku (Lusi, Dina, Uray, Cici, Ari, Kang Mahmud, Ulum, Ite hae,

Kiki, Mildit, Yuna, Uni, Iki dll) yang telah banyak membantu selalu

memberikan dukungan dan semangat terima kasih sudah menjadi

pendorong/motivasi semangat saya dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga

silaturahmi kita tak pernah lekang oleh waktu.

10. Kawan-kawanku di Akuntansi A dan Akuntansi B yang telah membantu saya,

dan memberikan semangat sehingga tersusunnya skripsi. Terus berjuang dan

semangat.

11. Teman-teman seperjuangan dalam, komprehensif (Uni arta, Inayah, Anis)

terima kasih telah menjadi teman diskusi yang baik dan untuk kalian semua

semangat lanjutkan perjuangan kalian.

12. Pihak-pihak lain, yang saya tidak dapat sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, karena pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki

sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran

serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Jakarta, 02 Maret 2012

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan Skripsi ...................................................................... i

Lembar Pengesahan Uji Komprehensif ..................................................... ii

Lembar Pengesahan Uji Skripsi ................................................................. iii

Daftar Riwayat Hidup ............................................................................... iv

Abstract ...................................................................................................... v

Abstraks ..................................................................................................... vi

Kata Pengantar ........................................................................................... vii

Daftar Isi .................................................................................................... x

Daftar Tabel ............................................................................................... xiv

Daftar Gambar .......................................................................................... xvi

Daftar Lampiran ........................................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian ..................................................... 1

B. Perumusan Masalah .............................................................. 13

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 13

D. Manfaat Penelitian ................................................................ 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Auditing ................................................................................ 17

1. Pengertian Auditing .......................................................... 17

2. Tujuan Audit .................................................................... 18

3. Jenis Audit ....................................................................... 20

4. Standar Auditing ............................................................... 25

B. Opini Auditor ........................................................................ 28

C. Going Concern ...................................................................... 34

1. Opini Audit Going Concern ............................................. 38

D. Debt Default ......................................................................... 51

xi

E. Opinion Shopping ................................................................. 52

F. Audit Delay ........................................................................... 53

G. Opini Audit Going Concern dan Rasio Keuangan ................ 55

H. Rasio Likuiditas .................................................................... 57

I. Rasio Profitabilitas ................................................................ 59

J. Rasio Solvabilitas .................................................................. 61

K. Penelitian Sebelumnya dan Perumusan Hipotesis .................. 62

L. Penelitian Terdahulu ............................................................. 71

M. Kerangka Pemikiran .............................................................. 75

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 76

B. Metode Penentuan Sampel .................................................... 76

C. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 78

D. Metode Pengumpulan Data ................................................... 79

E. Metode Analisis .................................................................... 80

1. Analisis Statsitik Deskriptif .............................................. 80

2. Analisis Regresi Logsitik ................................................... 81

a. Menilai Kelayakan Model Regresi ................................ 83

b. Menilai Model fit .......................................................... 83

c. Koefisien Determinasi .................................................. 84

d. Tabel Klasifikasi .......................................................... 85

e. Estimasi Parameter dan Interprestasinya ...................... 85

F. Operasional Variabel Penelitian ............................................ 86

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ....................................... 91

B. Analisis Pembahasan Data Perusahaan Industri Manufaktur dan

Jasa ...................................................................................... 95

1. Hasil Statistik Deskriptif ................................................ 95

2. Hasil Uji Regresi Logistik .............................................. 99

xii

a. Menilai Kelayakan Model Regresi ............................. 102

b. Hasil Uji Overall Model fit ........................................ 104

c. Hasil Uji Koefisien Determinasi ................................ 109

d. Hasil Uji Tabel Klasifikasi ......................................... 110

e. Hasil Estimasi Parameter dan Interprestasinya ........... 113

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan ........................................................................... 137

B. Implikasi ............................................................................... 140

C. Keterbatasan Penelitian dan Saran ......................................... 144

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 146

LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 147

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Hal

2.1 Penelitian Sebelumnya ........................................................... 72

4.1 Proses Seleksi Perushaan Manufaktur .................................... 91

4.2 Proses Seleksi Perushaan Jasa ................................................ 92

4.3 Data Sampel Penelitian Industri Manufaktur .......................... 93

4.4 Data Sampel Penelitian Industri Jasa ...................................... 94

4.5 Hasil Uij Statistik Deskriptif Industri Manufaktur .................. 93

4.6 Hasil Uij Statistik Deskriptif Industri Jasa............................... 98

4.7 Identifikasi Data .................................................................... 100

4.8 Processing Summary ............................................................. 100

4.9 Identifikasi Data .................................................................... 101

4.10 Processing Summary ............................................................. 102

4.11 Kelayakan Model Regresi ...................................................... 103

4.12 Kelayakan Model Regresi ...................................................... 103

4.13 Hasil Uji Overall Model Fit (block number 0) ........................ 105

4.14 Hasil Uji Overall Model Fit (block number 1)......................... 106

4.15 Hasil Uji Overall Model Fit (block number 0) ........................ 107

4.16 Hasil Uji Overall Model Fit (block number 1)......................... 108

4.17 Hasil Uji Koefisien Determinasi ............................................ 109

4.18 Hasil Uji Koefisien Determinasi ............................................ 109

4.19 Hasil Uji Tabel Klasifikasi ..................................................... 111

4.20 Hasil Uji Tabel Klasifikasi ..................................................... 112

4.21 Hasil Uji Signifikansi Data .................................................... 114

4.22 Hasil Uji Signifikansi Data .................................................... 115

4.23 Ringakasan Hasil Uji Signifikansi Data Manufaktur .............. 116

4.24 Ringakasan Hasil Uji Signifikansi Data Jasa .......................... 116

4.25 Ringkasan Hasil Uji Komparasi …………………………….... 117

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Tipe Audit ......................................................................... 24

2.2 Panduan Pertimbangan Going Concern ............................. 50

2.4 Kerangka Pemikiran .......................................................... 75

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Daftar Nama Perusahaan .............................................. 150

2 Daftar Perhitungan Rasio Keuangan ............................. 154

3 Inputan Data ................................................................ 179

4 Output SPSS ................................................................ 199

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Going concern (keberlangsungan usaha) merupakan suatu permasalahan

atau isu yang sangat menarik untuk dibahas. Investor, kreditor dan juga

pemerintah sangat tertarik dalam mengidentifikasi posisi keuangan perusahaan

dalam hal keberlangsungan usaha, dan salah satu faktor yang dipertimbangkan

mengenai posisi keuangan perusahaan adalah opini dari auditor eksternal.

Salah satu opini yang diberikan oleh auditor eksternal adalah opini going

concern, merupakan opini yang sangat relevan yang merupakan tanda merah

bahwa terdapat kegagalan keuangan bagi perusahaan di masa yang akan

datang. Setelah krisis ekonomi pada akhir tahun 1990-an, banyak perusahaan

yang pertama kali diaudit diberikan opini pada wajar tanpa pengecualian,

namun semua tiba-tiba di publikasikan sebagai perusahaan yang terdeteksi

bangkrut, dengan bukti deteksi rekening yang kurang atas kinerja keuangan

perusahaan yang sebenarnya menunjukan kondisi keuangan yang tidak sehat

(Hani, C. dan Mukhlasin, 2003).

Sejak krisis global yang terjadi pada pertengahan 2008, hanya beberapa

perusahaan yang dapat bertahan misalnya pada industri makanan dan

minuman yang mampu bertahan selain itu banyak perusahaan yang

menyatakan bangkrut tiba-tiba. Kasus pada perusahaan General Motors

Corporation (GMC) telah dikenal sebagai salah satu perusahaan otomotif

terbesar didunia yang memiliki reputasi sangat baik, dimana mereka pernah

berhasil membukukan nilai penjualan sebesar 1 milliar AS pada tahun 1955.

GMC juga dikenal sebagai satu-satunya industri otomotif kelas dunia yang

mempekerjakan karyawan dengan jumlah yang sangat besar. Namun ditahun-

tahun 2008 GMC sedang menghadapi masalah keuangan yang disinyalir

karena adanya krisis ekonomi global. Masalah keuangan yang dihadapi GMC

saat ini telah menjadi salah satu pusat pemberitaan dunia. Bersama dua

perusahaan otomotif raksasa lainnya, Ford dan Chrysler, the big three kini

tengah mencari dana talangan untuk mendukung operasional perusahaan

sebagai upaya untuk mencegah kebangkrutan.

Krisis ekonomi global telah membawa dampak negatif pada penjualan

kendaraan otomotif. Fakta bahwa produk otomotif yang diproduksi oleh GMC

yang dicitrakan memiliki kualitas tinggi, bahan bakar yang efisien, dan

kuantitas penjualan yang besar di semua segmen pasar tidak menarik pasar

saat ini. Krisis ekonomi berdampak pada pelemahan daya beli konsumen yang

terbukti dengan menurunnya nilai penjualan produk otomotif GMC di bulan

November 2008 sebesar 41 persen dibanding bulan yang sama tahun 2007.

Lebih parah lagi, para analis otomotif dunia memprediksikan bahwa keadaan

ini akan terus berlanjut dan berpotensi menjadi lebih buruk selama krisis

keuangan global terjadi.

Dengan kondisi penjualan yang memburuk ini, GMC berencana menutup

sementara sebagian pabriknya dimulai pada bulan Juli 2009 dan merumah-kan

sedikitnya 30.000 orang karyawannya. Dengan demikian GMC akan

3

menurunkan kapasitas produksinya mengingat masih banyaknya sisa

persediaan kendaraan otomotif yang belum terjual.

Pengurangan kapasitas produksi ini juga diperkirakan akan membawa

dampak yang buruk bagi pemasok suku cadang yang selama ini menjual suku

cadang kepada GMC. Selama pengurangan produksi terjadi, pihak pemasok

suku cadang akan mengalami penurunan pendapatan secara drastis yang juga

membawa potensi kebangkrutan bagi perusahaan mereka.

Berdasarkan kondisi ini dapat disimpulkan bahwa GMC telah memasuki

fase kesulitan keuangan (financial distress) yang berpotensi membawa

kebangkrutan. Hal ini tercermin dari fakta bahwa GMC telah beroperasi

dengan dana kredit talangan senilai 13,4 miliar dollar AS yang telah disetujui

oleh pemerintah AS pada Desember 2008 yang lalu dan wajib memenuhi

tenggat waktu pelunasan utang sampai dengan tanggal 1 Juni 2009,

mengurangi jumlah karyawan dan memotong gaji di level eksekutif dan

mengambil langkah restrukturisasi keuangan lainnya. Apabila GMC tidak

berhasil memenuhi tenggang waktu ini, maka GMC harus mengambil langkah

proteksi kebangkrutan.

Kabar buruk kondisi keuangan GMC juga membawa dampak pada

anjloknya harga pasar saham GMC ke posisi terendah dalam 60 tahun

terakhir. Laporan tahunan General Motors yang dikeluarkan baru-baru ini

memperlihatkan kondisi perusahaan raksasa otomotif nomor satu di Amerika

Serikat itu masih sangat memprihatinkan. Operasional GMC masih merugi,

nilai saham defisit, dan tidak mampu menghasilkan uang tunai yang

4

mencukupi guna memenuhi semua kewajibannya. Auditor independen

mengatakan, semua kondisi yang dialami GMC tersebut mengundang

keprihatinan dan keraguan apakah kelangsungan bisnis GMC masih dapat

berlanjut.

Kondisi krisis keuangan global juga membawa dampak negatif bagi

industri otomotif besar lainnya seperti Toyota dan Honda. Dalam keadaan

krisis ini, posisi industri nomor satu dunia kini diambil alih Toyota Motor

Corp. Hal ini menjadi sangat menarik, karena disaat mengalami penurunan

penjualan dan krisis keuangan yang sama, justru perusahaan-perusahaan

otomotif yang lain tidak mengalami kemerosotan keuangan separah yang

dialami oleh General Motor.

Penulis menduga bahwa sebenarnya GMC telah memasuki fase krisis

keuangan (financial distress) jauh sebelum terjadinya krisis keuangan global

yang mungkin ditimbulkan karena in-efisiensi operasional GMC sendiri.

Penulis juga menduga bahwa potensi kebangkrutan GMC seharusnya sudah

dapat diprediksi minimal 1 atau 2 tahun sebelum kebangkrutan benar-benar

terjadi, (Copyright 2011. Koran Anak Indonesia Network Information

Education Network. All rights reserved dan sejarah kebangkrutan perusahaan

dunia)

Dengan adanya keraguan perusahaan untuk dapat melakukan

kelangsungan usahanya, maka auditor dapat memberikan opini going concern

(opini modifikasi). Opini ini merupakan bad news bagi pemakai laporan

keuangan. Masalah yang sering timbul adalah bahwa sangat sulit untuk

5

memprediksi kelangsungan hidup sebuah perusahaan, sehingga banyak auditor

yang mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini going

concern. Penyebabnya adalah adanya hipotesis Self-fulfilling prophecy yang

menyatakan bahwa apabila auditor memberikan opini going concern, maka

perusahaan akan menjadi lebih cepat bangkrut karena banyak investor yang

membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya (Venuti,

Elizabeth K, 2007). Masalah kedua yang menyebabkan kegagalan audit (audit

failures) adalah tidak terdapatnya prosedur penetapan status going concern

yang terstruktur (Joanna H Lo, 1994). Bagaimanapun juga hampir tidak ada

panduan yang jelas atau penelitian yang sudah ada yang dapat dijadikan acuan

pemilihan tipe opini going concern yang harus dipilih (La Salle dan

Anandarajan, 1996) karena pemberian status going concern bukanlah suatu

tugas yang mudah (Koh dan Tan, 1999). Mutchler et al. (1997) menemukan

bukti bahwa keputusan opini going concern sebelum terjadinya kebangkrutan

secara signifikan berkorelasi dengan probabilitas kebangkrutan dan variabel

lag laporan audit serta informasi berlawanan yang ekstrim (contrary

information), seperti default.

Mutchler (1985) mengemukakan bahwa kriteria perusahaan akan

menerima opini going concern apabila mempunyai masalah pada pendapatan,

reorganisasi, ketidakmampuan dalam membayar bunga, menerima opini going

concern tahun sebelumnya, dalam proses likuidasi, modal yang negatif, arus

kas negatif, pendapatan operasi negatif, modal kerja negatif, 2 s/d 3 tahun

berturut-turut rugi, serta laba ditahan negatif. Ashton, Willingham dan Elliott

6

(1987), Dodd.et al. (1984), Elliot (1984) menyatakan bahwa perusahaan yang

menerima opini going concern membutuhkan waktu audit (audit delay) yang

lebih lama dibandingkan perusahaan yang menerima opini wajar tanpa

pengecualian. Ada hubungan positif antara audit lag yang panjang dengan

opini audit going concern Indira dan Ella (2008). Audit delay adalah lamanya

waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku

hingga tanggal diselesaikan laporan auditor independen (Ashton et al., 1997,

Halim: 2003).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya

menunjukkan bahwa audit delay yang terjadi di Indonesia rata-rata sebanyak

85 hari. Rata-rata audit delay di Indonesia ini tergolong lebih panjang bila

dibandingkan dengan di luar negeri, misalnya audit delay di Kanada lebih

pendek, yaitu lebih cepat 21,95 hari dibandingkan dengan Indonesia (Halim:

2003). Audit delay yang melewati batas waktu ketentuan BAPEPAM, tentu

berakibat pada keterlambatan publikasi laporan keuangan.

Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan diatur dalam penjelasan

UU No. 8 Tahun 2011 tentang pasar modal dimana dijelaskan bahwa laporan

keuangan auditan bersifat wajib dengan batas waktu 90 hari dari akhir tahun

sampai dengan tanggal diserahkannya laporan keuangan yang telah diaudit

kepada BAPEPAM. Selanjutnya BAPEPAM mengatur keputusan mengenai

laporan keuangan pada peraturan BAPEPAM Nomor X.K.2. Pada peraturan

tersebut dijelaskan mengenai kewajiban perusahaan publik untuk

menyampaikan laporan keuangan berkala yang berisi informasi mengenai

7

kegiatan usaha dan keadaan keuangan pada perusahaan tersebut. Laporan

tersebut juga harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dari

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 dari peraturan BAPEPAM Nomor

X.K.2 juga menjelaskan bahwa apabila perusahaan terlambat dalam

menyampaikan laporan keuangannya maka akan dikenai sanksi administratif

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Serta sanksi administrasi tersebut di

atur berdasarkan peraturan pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang

penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal, bab XII sanksi administratif

pasal 61, dinyatakan bahwa yang melakukan pelanggaran atas ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dikenakan sanksi

administratif. Meskipun sudah ditetapkan aturan dan sanksi tersebut, tetap saja

masih ada perusahaan yang melakukan keterlambatan dalam penyampaian

laporan keuangannya.

Keterlambatan publikasi laporan keuangan dapat mengindikasikan adanya

masalah dalam laporan keuangan emiten sehingga memerlukan waktu yang

lebih lama dalam penyelesaian audit. Keterlambatan publikasi laporan

keuangan sangat merugikan investor karena dapat meningkatkan asimetri

informasi di pasar, insider trading dan memunculkan rumor yang membuat

pasar menjadi tidak pasti dan ketidakpastian itu akan berakibat patal terhadap

kelangsungan usaha perusahaan tersebut.

Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang

kompleks dan terus ada. Sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak ukur

8

yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan.

Kekonsistenan faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam keadaan ekonomi

yang fluktuatif, status going concern tetap dapat diprediksi. Salah satu cara

agar going concern suatu perusahaan dapat diprediksi dengan cara di proxy

kan dengan analisis rasio keuangan yang merupakan proxy dari going

concern. Penulis menggunakan analisis rasio keuangan sebagai indikator dari

proxy going concern memfokuskan pada profitabilitas, solvabilitas, dan

likuiditas. Serta indikator dari rasio solvabilitas, profitabilitas dan likuiditas

dalam penelitian ini yaitu menggunakan rasio lancar, laba bersih sebelum

pajak, atau rasio penjualan bersih, total hutang terhadap total equity ratio, arus

kas untuk rasio total hutang yang masing-masing dari mereka mewakili dari

rasio keuangan. Sudah jelas sekali, bahwa perusahaan yang tidak

menguntungkan dalam jangka panjang adalah tidak solvabel, atau tidak likuid

dan kemungkinan harus direstrukturisasi, dan yang sering terjadi setelah

direstrukturisasi, maka perusahaan akan bangkrut. Cara untuk menghindarinya

adalah dengan memprediksi bahaya keuangan jauh sebelumnya agar tidak

menderita kerugian investasi.

Altman (1974) mengembangkan pendekatan tradisional terhadap analisis

rasio dengan menganalisis pemikiran rasio untuk memprediksi kebangkrutan

dan menggunakan teknik analisis multi diskriminan. Teknik ini

mengidentifikasi 5 rasio, yang secara bersamaan, sangat baik untuk

memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan.

9

Dalam hubungannya dengan likuiditas makin kecil quick ratio suatu

perusahaan, maka perusahaan tersebut perusahaan kurang likuid sehingga

tidak dapat membayar para krediturnya maka auditor kemungkinan

memberikan opini audit dengan going concern. Tidak jarang perusahaan yang

secara konsisten mengalami kerugian operasi mempunyai working capital

yang sangat kecil bila dibandingkan dengan total aset (Altman, 1974).

Sedangkan hubungan quick ratio dengan opini audit, adalah makin

kecil quick ratio perusahaan kurang likuid karena banyak kredit macet, maka

kemungkinan auditor akan memberikan keterangan mengenai going concern.

Chench dan Chruch (1992) menemukan penambahan variabel status debt

default dapat meningkatkan R² sampel dari 35% menjadi 93%, hal ini

mengindikasikan bahwa variabel debt default sebagai variabel yang penting.

Keadaan default terlihat dari kesulitan memenuhi kewajibannya, seperti

terpenuhinya syarat-syarat perjanjian hutang atau tidak melakukan

pembayaran sesuai jadwal. SIAE (sistem informasi, auditing, etika profesi)

Mutchler (1984), Carcello dan Neal (2000), Alexander (2004), Eko, Indira,

Faisal (2007) Mirna dan Indira (2007), Lennox (2002) menyatakan ada

hubungan signifikan dan positif antara opini audit going concern tahun

sebelumnya dengan opini tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya

auditor memberikan opini audit going concern, maka pada tahun berjalan

semakin besar kemungkinan auditor untuk memberikan kembali opini audit

going concern. Jika default ini telah terjadi atau proses negosiasi tengah

10

berlangsung dalam rangka menghindari default selanjutnya, auditor mungkin

cenderung untuk mengeluarkan opini going concern.

Dampak yang tidak diharapkan dari opini going concern yang tidak

diinginkan tersebut mendorong manajemen untuk mempengaruhi auditor dan

menimbulkan konsekuensi negatif dalam pengeluaran opini going concern.

Geiger et al. (1996) menemukan bukti terjadinya peningkatan pergantian

auditor yang mengeluarkan opini going concern pada perusahaan financial

disstress. Kondisi tersebut memungkinkan manajemen untuk berpindah ke

auditor lain apabila perusahaannya terancam menerima opini audit going

concern. Fenomena seperti ini disebut opinion shopping. Manajer dapat

menunda atau menghindari opini going concern dengan memberikan laporan

keuangan yang yang baik untuk meyakinkan auditor atau dengan melakukan

pergantian auditor (auditor switching) dengan harapan bahwa auditor baru

tidak memberikan opini going concern (Bryan et. al., 2005). Lennox (2000)

dalam Chen et al. (2005) dalam penelitiannya berpendapat bahwa perusahaan

yang mengganti auditor (switching auditor) menurunkan kemungkinan

mendapatkan opini audit yang tidak diinginkan, daripada perusahaan yang

tidak melakukan pergantian auditor. Perusahaan yang berhasil dalam opinion

shopping melakukan pergantian auditor dengan harapan mendapat unqualified

opinion dari auditor baru.

Krisis keuangan yang melanda beberapa negara di Asia termasuk

Indonesia pada tahun 1997, membawa dampak buruk bagi kelangsungan

hidup entitas bisnis sampai tahun sekarang. Lingkungan resiko yang

11

merupakan dampak dari memburuknya kondisi ekonomi mengakibatkan

makin meningkatnya opini qualified going concern dan disclaimer untuk

penugasan tahun 1998. Beberapa hal yang memicu masalah going concern

pada tahun tersebut umumnya adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki

rasio hutang terhadap modal yang tinggi, saldo hutang jangka pendek dalam

jumlah besar yang segera jatuh tempo, mengalami penurunan modal (capital

deficiency) yang signifikan, kerugian keuangan (financial losses) yang

disebabkan karena kerugian nilai tukar, menanggung beban-beban keuangan,

kerugian operasional dan tidak adanya action plans yang jelas dari pihak

manajemen (Juniarti, 2000). Auditor tidak bisa lagi hanya menerima

pandangan manajemen bahwa segala sesuatunya baik. Penilaian going

concern lebih didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk melanjutkan

operasinya dalam jangka waktu 12 bulan ke depan. Untuk sampai pada

kesimpulan apakah perusahaan akan memiliki going concern atau tidak,

auditor harus melakukan evaluasi secara kritis terhadap rencana-rencana

manajemen.

Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang

kompleks dan terus ada. Sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak ukur

yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan.

Kekonsistenan faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam keadaan ekonomi

yang fluktuatif, status going concern tetap dapat diprediksi.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk membahas seberapa

besar “Analisis Pengaruh Audit Delay, Opinion Shopping, Debt Default,

12

Serta Proxy Going Concern Terhadap Penerimaan Opini Audit Going

Concern. (Studi Komparasi Pada Perusahaan Manufaktur Dan Jasa

Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010).

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya, yaitu

penelitian yang dilakukan Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti,

(2007). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai

berikut:

1. Terdapat penambahan variabel independen berupa Audit delay, proxy

going concern dengan indikator analisis rasio keuangan yang diperoleh

dari penelitian Agrianti Komalasari (2006), Oni Currie Masyitoh dan Desi

Anhariani (2010). Selain disarankan oleh peneliti terdahulu, variabel

tersebut juga merupakan bagian dari karakteristik personal yang

berpengaruh terhadap kelangsungan usaha suatu perusahaan. Penelitian

sebelumnya hanya menguji pengaruh kualitas audit, debt default, opinion

shopping terhadap penerimaan opini audit going concern, sedangkan

penelitian ini menguji analisis pengaruh audit delay, opinion shopping,

debt default serta proxy going concern terhadap penerimaan opini audit

going concern.

2. Metode pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode

analisis regresi logistik (logistic regression analysis) untuk mengetahui

pengaruh hubungan variabel yang menggunakan kategorial yang dummy.

13

3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perusahaan

Manufaktur dan Jasa yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010 pada

penelitian sebelumnya hanya menggunakan Perusahaan Manufaktur saja.

4. Penggabungan dua penelitian untuk mengkomparasi 2 jenis industri.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya sebagai

berikut:

1. Apakah faktor audit delay berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan

opini going concern?

2. Apakah faktor opinion shopping berpengaruh terhadap kemungkinan

penerimaan opini going concern?

3. Apakah faktor debt default berpengaruh terhadap kemungkinan

penerimaan opini going concern?

4. Apakah faktor proxy going concern dengan indikator analisis rasio

keuangan berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini going

concern?

5. Berapa besar tingkat komparasi going concern yang diterima pada

perusahaan Manufaktur dan Jasa?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang:

14

1. Besarnya pengaruh audit delay terhadap kemungkinan penerimaan opini

going concern.

2. Besarnya pengaruh opinion shopping terhadap kemungkinan penerimaan

opini going concern.

3. Besarnya Pengaruh debt defult terhadap kemungkinan penerimaan opini

going concern.

4. Besarnya pengaruh proxy going concern dengan indikator analisis rasio

keuangan berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini going

concern.

5. Besarnya tingkat komparasi going concern yang diterima pada perusahaan

manufaktur dan Jasa.

D. Manfaat Penelitian

Dari pembahasan pokok masalah serta dari informasi yang berhasil

dikumpulkan, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang berkepentingan:

1. Manfaat bagi akademisi

Secara akademis, hasil ini di harapkan dapat memberikan kontribusi

bagi perkembangan teori di Indonesia, khususnya mengenai masalah

going concern. Penelitian ini diharapkan pula dapat menambah khasanah

pengetahuan dan pemahaman serta dapat dijadikan sebagai referensi

pengetahuan, bahan diskusi dan bahan kajian lanjut bagi pembaca tentang

masalah yang berkaitan dengan opini going concern dan penelitian ini

15

diharapkan dapat memberikan kontribusi ke pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya mengenai analisis pengaruh audit delay, opinion

shopping, debt default, serta proxy going concern yang mempengaruhi

penerimaan opini audit going concern serta referensi penelitian

selanjutnya.

2. Manfaat praktisi

a. Bagi investor

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi

investor yang ingin berinvestasi tentang manfaat kondisi kondisi

keuangan, baik pada saham atau obligasi yang dikelurkan oleh suatu

perusahaan, tentunya akan sangat berkepentingan untuk melihat

adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual

surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan

mengembangkan model prediksi kebangkrutan seawall dan kemudian

mengantisipasi kemungkinan tersebut.

b. Pemberi pinjaman (kreditor)

Informasi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk mengambil

keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat

untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada.

c. Pihak pemerintah

Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai

tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal,

sektor perbankan). Pemerintah juga mempunyai badan-badan usaha

16

(BUMN) yang harus selalu di awasi. Lembaga pemerintah mempunyai

kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal

supaya tindakan-tindakan yang perlu dapat dilakukan lebih awal.

d. Bagi auditor

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan

pertimbangan auditor dalam melaksanakan proses audit terutama

dalam hal pemberian opini terhadap klien yang mempunyai masalah

dalam kelangsungan usahanya serta bagi auditor dalam memberikan

penilaian keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan

hidup (going concern) perusahaan dimasa yang akan datang. Hal ini

dengan memperhatikan kondisi keuangan dan non keuangan pada

perusahaan.

e. Bagi regulator pasar modal, yakni memberikan kontribusi praktis pada

pihak BAPEPAM mengenai perhatiannya terhadap kemungkinan

terjadinya praktik opinion shopping di Indonesia.

3. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan-

masukan pada masyarakat umum dan khususnya para pemakai laporan

keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan publik tentang beberapa faktor

yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern.

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Atas Audit

1. Pengertian Auditing

Auditing menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2010:15) adalah

sebagai berikut:

“Auditing is the accumulation an evaluation of evidence about

information to determine and report on the degree of correspondence

between the information and established criteria. Auditing should be done

by a competent, independent person”.

Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai

informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara

informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan

oleh orang yang kompeten dan independen.

Definisi yang berasal dari ASOBAC (A Statement of Basic Auditing

Concepts) yang dikutip dari Halim (2008:1) mendefinisikan auditing

sebagai:

“suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-

bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan

kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-

asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan

hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan”.

Sedangkan pengertian auditing menurut Agoes (2008:3) adalah:

“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh

pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun

oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti

18

pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat

mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.

Berdasarkan beberapa pengertian auditing di atas dapat disimpulkan

bahwa auditing merupakan suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian

bukti-bukti atas informasi mengenai kejadian ekonomi oleh pihak

independen dengan tujuan agar dapat memberikan pendapat mengenai

kewajaran atas penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan kriteria

yang telah ditetapkan yaitu prinsip akuntansi berterima umum (PABU).

2. Tujuan Audit

Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada

umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam

semua hal yang material posisi keuangan, perubahan ekuitas, dan arus kas

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SPAP,

PSA No.02. SA seksi 110, 2011:110.1)

Tujuan umum audit menurut Kell, Johnson dan Boynton (2006: 6)

adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam suatu hal yang

material, posisi keuangan dan hasil usaha arus kas sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum, sedangkan tujuan audit spesipikasi

ditentukan berdasarkan asersi-asersi yang dibuat oleh manajemen adalah

pernyataan yang tersirat atau yang dinyatakan jelas oleh manajemen

mengenai jenis transaksi dan akun terkait dalam laporan keuangan. Asersi

manajemen berhubungan langsung dengan prinsip akuntansi yang berlaku

umum, sehingga auditor harus memahami asersi-asersi suatu manajemen

agar audit dapat dilaksanakan dengan memadai.

19

Sedangkan tujuan umum audit dalam Agoes (2008:1) adalah untuk

memberikan nilai tambah bagi laporan keuangan perusahaan, karena

tujuan akhir auditing adalah memberikan pendapat kewajaran posisi

keuangan suatu perusahaan.

Tujuan audit secara spesifik ditentukan berdasarkan aseri-asersi yang

dibuat oleh manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan. Asersi

dalam PSA No. 7 (SA seksi 326, 2011:326.2) yaitu asersi keberadaan atau

kejadian, asersi kelengkapan, asersi hak dan kewajiban, asersi penilaian

atau lokasi dan asersi penyajian dan pengungkapan. Asersi-asersi

manajemen adalah sebagai berikut:

1) Asersi keberadaan atau keterjadian (Existence or Occurrence)

Asersi ini berhubungan dengan aktiva atau utang satuan usaha ada

pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi

selama periode tertentu. Manajemen membuat asersi bahwa persedian

produk jadi yang terdapat dalam neraca adalah tersedia untuk dijual.

2) Asersi kelengkapan (Completeness)

Asersi ini berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang

seharusnya dijadikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan

didalamnya. Manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian

barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam laporan keuangan.

20

3) Asersi Hak dan Kewajiban (Rights and Obligation)

Aseri ini berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak

perusahaan dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal

tertentu.

4) Asersi Penilaian atas Lokasi (Valuation)

Asersi ini berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva,

kewajiban, pendapatan, dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan

keuangan pada jumlah yang semestinya.

5) Asersi Penyajian dan Pengungkapan (Presentation and Disclosure)

Asersi ini beruhubungan dengan apakah komponen-komponen

tertentu laporan keuangan yang diklasifikasikan dijelaskan dan

diungkapkan semestinya.

Dalam memperoleh bukti audit yang mendukung asersi dalam laporan

keuangan, auditor inpenden merumuskan tujuan audit secara spesifik

ditinjau dari sudut asersi tersebut. Dalam merumuskan tujuan audit

auditor independen hendaknya mempertimbangkan kondisi entitas, sifat,

aktivitas ekonomi, dan praktek akuntansi industrinya.

3. Jenis Audit

Menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2010:15) akuntan publik

melakukan tiga jenis utama audit yaitu audit operasional, audit ketaatan

dan audit laporan keuangan.

21

a) Audit Operasional

Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas bagian dari

prosedur dan metode operasi dan organisasi. Pada akhir audit

operasional, manajemen biasanya mengaharapkan saran-saran untuk

memperbaiki operasi. Sebagai contoh, auditor mungkin mengevaluasi

efisiensi dan akurasi pemprosesan transaksi penggajian dengan sistem

komputer yang dipasang. Dalam audit operasional, review atau

penelaahan yang dilakukan tidak terbatas pada akuntansi, tetapi dapat

mencakup evaluasi atas struktur organisasi, operasi komputer, metode

produksi, pemasaran, dan semua bidang lain dimana auditor

menguasainya.

b) Audit Ketaatan

Audit ketaatan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang

diaudit mengikuti prosedur, aturan atau ketentuan tertentu yang

ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Contohnya, menentukan

apakah personel akuntansi mengikuti prosedur yang digariskan oleh

kontroler perusahaan, review tarif upah untuk melihat ketaatan dengan

ketentuan upah minimum.

c) Audit Laporan Keuangan

Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan

keuangan (informasi diversifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan

kriteria tertentu. Biasanya, kriteria yang berlaku adalah prinsip-prinsip

akuntansi yang berlaku umum (GAAP), walaupun auditor mungkin

22

saja melakukan audit atas laporan keuangan yang disusun dengan

menggunakan akuntansi dasar kas atau beberapa dasar lainnya yang

cocok untuk organisasi itu. Dalam menentukan apakah laporan

keuangan telah dinyatakan secara wajar sesuai dengan GAAP, auditor

mengumpulkan bukti untuk menetapkan apakah laporan keuangan itu

mengandung kesalahan yang material atau salah saji lainnya.

Sedangkan menurut Johnson, Kell dan Boynton 2006, mengemukakan

tiga jenis audit sebagai berikut:

“Audits are generally classified into three categories financial

statement, compliance or operational”.

Berikut penjelasan mengenai ketiga audit tersebut:

a. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)

Audit laporan keuangan mencakup penghimpunan dan

pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas

dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan

keuangan telah disajikan secara wajar sesuai kriteria yang telah

ditentukan, yaitu prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU).

Audit laporan keuangan ini dilakukan oleh external auditor

biasanya atas permintaan klien, kecuali dalam audit laporan

keuangan BUMN yang dilakukan oleh BPK atau BPKP. Audit

tersebut bukan atas permintaan klien, tetapi BPK atau BPKP

memiliki hak untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan Undang-

Undang atau peraturan yang ada. Hasil auditing terhadap laporan

keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan

23

audit. Laporan audit ini dibagikan kepada para pemakai informasi

keuangan seperti pemegang saham, kreditur, dan Kantor Pelayanan

Pajak.

b. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)

Audit kepatuhan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian

bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan finansial

maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisi-

kondisi, aturan-aturan, dan regulasi yang telah ditentukan. Ukuran

kesesuaian audit kepatuhan adalah ketepatan (correctness),

misalnya: ketepatan SPT-Tahunan dengan Undang-Undang Pajak

Penghasilan. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada

pihak yang berwenang membuat kriteria.

c. Audit Operasional (Operational Audit)

Audit operasional merupakan review secara sistematik kegiatan

organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan

tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah: (1) mengevaluasi

kinerja, (2) mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, dan (3)

membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.

Audit operasional sering disebut juga dengan management audit

atau performance audit. Ukuran kesesuaian yang digunakan adalah

keefisienan, keefektifan, dan keekonomisan.

24

25

4. Standar Auditing

Standar auditing berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu

pelaksanaan audit serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai.

Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan

tanggung jawab profesionalnya. Standar ini meliputi pertimbangan

kualitas profesional auditor, seperti keahlian dan independensi,

persyaratan pelaporan, dan bahan bukti. Standar auditing terdiri dari

sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu

standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan (IAI,

2011:150.1).

a. Standar Umum

1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki

keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,

independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor

wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan

seksama.

b. Standar Pekerjaan Lapangan

1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan

asisten harus disupervisi dengan semestinya.

26

2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh

untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, syarat, dan

lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar

memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.

c. Standar Pelaporan

1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah

disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di

Indonesia.

2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada

ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan

laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan

prinsip tersebut dalam periode sebelumnya.

3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat

mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi

bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat

secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus

dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan

keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas

27

mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada dan

tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Standar-standar tersebut di atas dalam banyak hal saling berhubungan

dan saling bergantung satu dengan lainnya. Keadaan yang berhubungan

erat dengan penentuan atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga

untuk standar yang lain. "Materialitas" dan "risiko audit" melandasi

penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan

dan standar pelaporan.

Konsep "materialitas" bersifat bawaan dalam pekerjaan auditor

independen. Dasar yang lebih kuat harus dicari sebagai landasan pendapat

auditor independen atas unsur-unsur yang secara relatif lebih penting dan

unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan besar salah saji material.

Misalnya, dalam perusahaan dengan jumlah debitur yang sedikit, dengan

nilai piutang yang besar, secara individual piutang itu adalah lebih

penting dan kemungkinan terjadinya salah saji material juga lebih besar.

Jika dibandingkan dengan perusahaan lain yang mempunyai jumlah

nilai piutang yang sama tetapi terdiri dari debitur yang banyak dengan

nilai piutang yang relatif kecil. Dalam perusahaan manufaktur, persediaan

umumnya mempunyai arti penting, baik bagi posisi keuangan maupun

hasil usaha perusahaan, sehingga secara relatif persediaan memerlukan

perhatian auditor yang lebih besar dibandingkan dengan persediaan dalam

perusahaan jasa. Begitu pula, piutang umumnya memerlukan perhatian

yang lebih besar dibandingkan dengan premi asuransi dibayar di muka.

28

Pertimbangan atas risiko audit berkaitan erat dengan sifat audit.

Transaksi kas umumnya lebih rentan terhadap kecurangan jika

dibandingkan dengan transaksi persediaan, sehingga audit atas kas harus

dilaksanakan secara lebih konklusif, tanpa harus menyebabkan

penggunaan waktu yang lebih lama. Transaksi dengan pihak tidak terkait

biasanya tidak diperiksa serinci pemeriksaan terhadap transaksi

antarbagian dalam perusahaan atau transaksi dengan pimpinan perusahaan

dan karyawan, yang tingkat kepentingan pribadi dalam transaksi yang

disebut terakhir ini sulit ditentukan. Pengendalian intern terhadap lingkup

audit mempengaruhi besar atau kecilnya risiko salah saji terhadap

prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor. Semakin efektif

pengendalian intern, semakin rendah tingkat risiko pengenda

lian.

B. Opini Auditor

Dalam melakukan penugasan umum, auditor ditugasi memberikan opini

atas laporan keuangan perusahaan. Opini yang diberikan merupakan

pernyataan kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan

hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum

(SPAP, 2011 alinea 1). Sehingga pendapat atau opini audit merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari laporan audit.

Menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2010:62) Opini yang

dikeluarkan auditor ada empat macam yaitu, pendapat wajar tanpa

29

pengecualian (unqualified opinion), pendapat wajar dengan tambahan bahasa

penjelasan (unqualified modified opinion), pendapat wajar dengan

pengecualian (qualified opinion), pendapat tidak wajar (adverse opinion) atau

menolak untuk tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion). Laporan

penting sekali dalam suatu audit karena laporan menginformasikan pemakai

informasi mengenai apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang

diperolehnya.

Sedangkan menurut Mulyadi (2010), terdapat lima jenis pendapat auditor

yaitu:

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified opinion)

Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan

bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang

material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh

auditor jika kondisi berikut ini terpenuhi:

a. Semua laporan neraca, laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan

laporan kas terdapat dalam laporan keuangan.

b. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi

oleh auditor.

c. Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah

melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan

untuk melakukan tiga standar pekerjaan lapangan.

30

d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima

umum di Indonesia.

e. Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah

paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.

2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (Unqualified

opinion with explanatory language)

Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf

penjelas atau bahasa penjelas yang lain dalam laporan audit, meskipun

tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan

keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf

pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu

paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku

adalah:

a. Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.

b. Keraguan besar tentang kelangsungan hidup.

c. Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang

dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.

d. Penekanan atas suatu hal.

e. Laporan audit yang melibatkan auditor lain.

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee

menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang

material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia,

31

kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan

pengecualian diberikan kepada perusahaan yang berada dalam kondisi

sebagai berikut:

a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan

terhadap lingkup audit.

b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari

prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak

material, dan dia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat

tidak wajar.

4. Pendapat tidak wajar (Adverse opinion)

Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan

auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan

prinsip akuntansi berterima umum.

5. Tidak memberikan pendapat (Disclaimer of opinion)

Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika dia tidak

melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan

auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga

diberikan apabila dia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya

dengan klien.

Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga

auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas

laporan keuangan yang diauditnya. Arens (2010) mengemukakan bahwa

laporan audit adalah langkah terakhir dari seluruh proses audit. Dengan

32

demikian, auditor dalam memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinan

profesionalnya.

Auditor mempunyai tanggung jawab untuk menilai apakah terdapat

kesangsian besar terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas. Pada saat auditor

menemukan adanya keraguan terhadap kemampuan klien untuk melanjutkan

usahanya, auditor harus memberikan opini audit dengan modifikasi mengenai

going concern, auditor diijinkan untuk memilih apakah akan mengeluarkan

unqualified modified report atau disclaimer opinion.

Menurut standar profesional akuntan publik SA Seksi 110, tujuan audit

atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk

menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material,

posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor

merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya atau apabila

keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat,

sebagai pihak yang independen, auditor tidak dibenarkan untuk memihak

kepentingan siapapun dan untuk tidak mudah dipengaruhi, serta harus bebas

dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak memiliki suatu kepentingan

dengan kliennya (IAI, 2011).

Laporan penting sekali dalam suatu audit karena laporan

menginformasikan pemakai informasi mengenai apa yang dilakukan auditor

dan kesimpulan yang diperolehnya. Standar Profesional Akuntansi Publik

33

(SPAP) mengharuskan dibuatnya laporan setiap kali KAP dikaitkan dengan

laporan keuangan.

Auditor mempunyai tanggung jawab untuk menilai apakah terdapat

kesangsian besar terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas. Pada saat auditor

menetapkan bahwa ada keraguan yang pasti terhadap kemampuan klien untuk

melanjutkan usahanya sebagai going concern, auditor diijinkan untuk

memilih apakah akan mengeluarkan unqualified modified report

atau disclaimer opinion. Bagaimanapun juga, hampir tidak ada panduan yang

jelas atau penelitian yang sudah ada yang dapat dijadikan acuan pemilihan

tipe going concern report yang harus dipilih (LaSalle & Anandarajan, 1996),

karena pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah

(Koh & Tan, 1999).

PSAK 29 paragraf 11 huruf d, menyatakan bahwa, keraguan yang besar

tentang kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan

hidupnya (going concern) merupakan keadaan yang mengharuskan auditor

menambah paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan

audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian,

yang dinyatakan oleh auditor. Istilah bahasa digunakan untuk mencakup

paragraf, kalimat, frasa dan kata yang digunakan oleh akuntan publik untuk

mengkomunikasikan hasil auditnya kepada pemakai laporan.

34

C. Going Concern

IAI (2011:341.2) mendefinisikan going concern sebagai:

“Kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya

selama periode waktu pantas, yaitu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal

laporan keuangan auditan”.

Sedangkan menurut Belkaoui (2007:271) going concern adalah:

“Suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus

operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan

proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti”.

Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan diharapkan

untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan

menuju ke arah likuidasi. Diperlukannya suatu operasi yang berlanjut dan

berkesinambungan untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan

keuangan yang terbit disuatu periode mempunyai sifat sementara sebab masih

merupakan satu rangkaian laporan yang berkelanjutan.

Eko Setyarno, Indira Januarti dan Faisal. 2007 et al. (2007:130)

mendefinisikan going concern adalah:

“Kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya going concern maka suatu

entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam

jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek.”

Sedangkan menurut Tunggal (2009) going concern adalah:

“Konsep akuntansi yang menganggap bahwa suatu kesatuan usaha

diharapakan akan terus beroperasi dengan menguntungkan dalam jangka

waktu yang tidak terbatas”.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa going concern

merupakan suatu kemampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada

saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada

35

pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, ketidakpastian

profitabilitas, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar kegiatan serupa

yang lain. Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan

sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukan hal yang

berlawanan. Informasi yang signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi

kelangsungan hidup usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan

suatu usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa

melakukan penjualan sebagian besar aktiva melalui bisnis biasa,

restrukturisasi hutang, kerugian operasi yang berulangkali terjadi, dan

kegiatan serupa yang lain (SPAP seksi 341 paragraf 6 (IAI, 2011:341.1)

Auditor memiliki tanggung jawab menurut SAS (Statement of Audit

Standadrs) 59 (AU 341) untuk mengevaluasi apakah perusahaan mempunyai

kemungkinan untuk tetap bertahan (going concern). Sebagai contoh

keberadaan satu atau lebih faktor-faktor berikut menimbulkan ketidakpastian

mengenai kemampuan perusahaan untuk terus bertahan (Arens, 2010:52):

a. Kerugian operasi atau kekurangan modal kerja yang berulang dan

signifikan.

b. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban ketika jatuh

tempo.

c. Kehilangan pelanggan utama, terjadi bencana yang tak dijamin oleh

asuransi seperti gempa bumi atau banjir atau masalah ketenagakerjaan

yang tidak biasa.

36

d. Pengadilan, perundang-undangan atau hal-hal serupa lainnya yang sudah

terjadi dan dapat membahayakan entitas untuk beroperasi.

PSA No.30 (IAI, 2011:341.1) menyatakan bahwa going concern dipakai

sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya

informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang

secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup

suatu badan usaha adalah berhubungan dengan dengan ketidakmampuan suatu

badan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa

melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis

biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan

kegiatan serupa yang lain.

Salah satu dari hal-hal penting yang harus diputuskan oleh auditor dalam

menyampaikan laporan audit adalah apakah perusahaan dapat

mempertahankan hidupnya (going concern). Audit report dengan modifikasi

mengenai going concern, mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor

terdapat resiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut

pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis.

Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang

mempengaruhi perusahaan, kemampuan pembayaran hutang, dan kebutuhan

likuiditas di masa yang akan datang.

Menurut Altman dan McGough (1974) seperti yang dikutip dari Mirna

dan Indira (2006), masalah going concern terbagi dua, yaitu masalah

keuangan yang meliputi kekurangan (defisiensi) likuiditas, defisiensi ekuitas,

37

penunggakan utang, kesulitan memperoleh dana, serta masalah operasi yang

meliputi kerugian operasi yang terus-menerus, prospek pendapatan yang

meragukan, kemampuan operasi terancam, dan pengendalian yang lemah atas

operasi. Informasi going concern dapat bermanfaat bagi beberapa pihak

sebagai berikut:

1. Pemberi pinjaman (kreditur)

Informasi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk mengambil keputusan

siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk

kebijakan memonitor pinjaman yang ada.

2. Investor

Investor saham dan obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan

tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan

bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut.

Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model

prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan dan

kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.

3. Pihak pemerintah

Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai

tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal sektor

perbankan). Pemerintah juga mempunyai badan-badan usaha (BUMN)

yang harus selalu di awasi. Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan

untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-

tindakan yang perlu dapat dilakukan lebih awal.

38

4. Akuntan

Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan

suatu usaha karena akuntan akan melihat kemampuan going concern suatu

perusahaan.

5. Manajemen

Kebangkrutan berarti muncul biaya-biaya yang berkaitan dengan

kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Biaya kebangkrutan terbagi

menjadi dua, biaya kebangkrutan langsung dan tidak langsung. Contoh

biaya kebangkrutan langsung adalah biaya akuntan dan biaya penasihat

hukum. Sedangkan contoh biaya tidak langsung adalah hilangnya

kesempatan penjualan dan keuntungan karena beberapa hal seperti

pembatasan yang mungkin diberlakukan oleh pengadilan. Apabila

manajemen dapat mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-

tindakan pengehematan bisa dilakukan, misal dengan melakukan dengan

merger atau restitusi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa

dihindari.

1. Opini Audit Going Concern

Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan

sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukan hal

berlawanan (contrary information) (Eko Setyarno, Indira Januarti dan

Faisal. 2007.130). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap

berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu entitas usaha adalah

berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi

39

kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagaian

besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang,

perbaikan operasi, yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang

lain (Pernyataan Standar Auditing) (PSA) No. 30 (IAI, 2011:341.1)

Dalam hal auditor mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang

kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidup

usahanya, maka, menurut PSA No. 30 (IAI, 2011:341.1) menyebutkan

bahwa auditor bertanggung jawab mengenai evaluasi apakah terdapat

kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya dalam periode waktu tak pantas, tidak lebih dari

satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang di audit.

Interpretasi pernyataan standar auditing (IPSA) No. 30 dan SA seksi

(341) memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan

satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidup usahanya

terhadap opini auditor sebagai berikut (Agoes, 2008:66):

a. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan

satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam

jangka waktu pantas, ia harus:

1. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang

ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersbut.

2. Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif

dilaksanakan.

40

b. Jika manajemen tidak memilki rencana yang mengurangi dampak

kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam

mempertahankan kelangsungan hidup usahanya, auditor

mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan

pendapat.

c. Jika manajemen memilki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang

harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan efektivitas rencana

tersebut.

d. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor

menyatakan tidak memberikan pendapat.

e. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien

mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan

pendapat wajar tanpa pengecualian.

f. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien

tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor

memberikan pendapat tidak wajar.

Jika auditor menyimpulkan keragu-raguan atas kemampuan

perusahaan untuk melanjutkan usahanya, pendapat wajar tanpa

pengecualian dengan paragraf penjelas perlu dibuat, terlepas dari

pengungkapan laporan keuangan. PSA 30 (IAI 2011:341). Membolehkan

tetapi tidak menganjurkan pernyataan tidak memberikan pendapat karena

adanya kesangsian atas kelangsungan hidup.

41

Mc Keown et al. (1991) dalam Januarti (2009:6) berpendapat bahwa

auditor mungkin saja gagal untuk memberikan pendapat tentang adanya

indikasi kebangkrutan kepada suatu perusahaan yang ternyata mengalami

kebangkrutan dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini disebabkan

karena perusahaan tersebut sedang dalam posisi di ambang batas

kebangkrutan dengan kelangsungan usahanya.

Auditor harus memperhatikan semua faktor yang terkait dengan

entitas pada saat akan mengambil keputusan yang terkait dengan going

concern dapat dibagi dua (2) yaitu:

a. Informasi mengenai perusahaan yang tersedia bagi publik, dan

b. Informasi yang berasal dari dalam perusahaan.

Menurut Sundgren dan Svanstrom (2010:9) sebelum mengeluarkan

opini auditor harus mengumpulkan dan mengevaluasi bukti dari rasio

keuangan, contrary information, dan faktor lain yang menyebabkan

keraguan terhadap going concern. Informasi yang tersedia bagi publik

yang dapat dijadikan acuan pada saat pengambilan keputusan laporan

keuangan perusahaan. Laporan keuangan tersebut dapat berupa rasio-

rasio. Selain itu, auditor juga diminta untuk mempertimbangkan

pengungkapan rencana manajemen yang terutang di manajemen

discussion dan analysis (MD&A) dalam mempertimbangkan opini audit

going concern. Auditor mempertimbangkan rencana manajemen untuk

mengatasi kesulitan keuangan dan disclosure tentang rencana manajemen

tersebut mengandung informasi bagi auditor untuk memberikan laporan

42

audit yang dimodifikasi. Auditor juga dapat memanfaatkan informasi

yang bersifat intern dalam pengambilan keputusan going concern.

2. Tanggung Jawab Auditor terhadap Going concern

Dalam PSA No 30. (IAI, 2011:341.1) antara lain dinyatakan:

Auditor harus mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar

mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan

hidupnya dalam jangka panjang waktu pantas dengan cara sebagai

berikut:

a. Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan

dalam perencanaan, pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan

audit, dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasi keadaan

peristiwa yang secara keseluruhan menunjukan adanya kesangsian

besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas.

b. Jika auditor yakin bahwa kesangsian besar mengenai kemampuan

dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu

yang pantas, ia harus:

1. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang

ditunjukan untuk mengurang dampak kondisi dan peristiwa

tersebut.

2. Menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat

secara efisien dilaksanakan.

43

3. Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil

kesimpulan apakah ia masih memilki kesangsian besar mengenai

kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan

hidupnya dalam jangka waktu yang pantas.

3. Prosedur Audit dalam Menilai Going concern

Menurut PSA No. 30 (IAI, 2011:341.5) auditor tidak perlu merancang

prosedur audit dengan tujuan tunggal untuk mengidentifikasi kondisi dan

peristiwa yang, jika pertimbangan secara keseluruhan, dan menunjukan

bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang

pantas. Hasil prosedur audit yang dirancang dan dilaksanakan untuk

mencapai tujuan audit yang lain harus cukup untuk tujuan tersebut.

Berikut ini adalah contoh prosedur yang dapat mengidentifkasi

peristiwa tersebut:

a. Prosedur analitik

b. Review terhadap peristiwa kemudian

c. Review terhadap kepatuhan terhadap syarat-syarat utang dan

perjanjian penarikan utang.

d. Pembacaan notulen rapat pemegang saham, dewan komisaris, komite

atau panitia penting yang dibentuk.

e. Permintaan keterangan kepada nasihat hukum entitas tentang perkara

pengadilan, tuntutan, dan pendapatnya mengenai hasil suatu perkara

pengadilan yang melibatkan entitas tersebut.

44

f. Konfirmasi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa

dan pihak ketiga mengenai rincian perjanjian.

4. Pertimbangan Going Concern atas Kondisi dan Peristiwa

Auditor bertanggung jawab mengevaluasi apakah terdapat kesangsian

terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kemampuan

kelangsungan hidupnya. Dalam PSA No 30 (IAI. 2011:341.6) seksi 341

auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa

tertentu yang menunjukan adanya kesangsian besar tentang kemampuan

entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka

waktu yang pantas, yang tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan

keuangan yang sedang di audit (selanjutnya periode tersebut akan disebut

dengan jangka waktu yang pantas) contoh kondisi peristiwa tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Tren negatif, sebagai contoh kerugian operasi yang berulang terjadi,

kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio

keuangan penting yang buruk.

b. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, sebagai

contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang atau perjanjian

serupa, pengungkapan pembayaran deviden, penolakan oleh pemasok

terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi

utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru,

atau penjualan sebagian besar aktiva.

45

c. Masalah intern, sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan

hubungan yang lain, ketergantungan besar atau sukses proyek tertentu,

komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan

untuk secara signifikan memperbaiki operasi.

d. Masalah luar yang telah terjadi sebagai contoh, pengaduan gugatan

pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang

kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi,

kehilangan Franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan

pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar, seperti

gempa bumi, banjir, kekeringan yang tidak diasuransikan atau

diasuransikan, namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.

5. Pertimbangan Going concern atas Rencana Manajemen

PSA No 30 (IAI, 2011:341.7) menjelaskan jika setelah

mempertimbangkan kondisi atau peristiwa yang telah diidentifikasi secara

kesuluruhan, auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai

kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya

dalam jangka waktu yang pantas, ia harus mempertimbangkan rencana

manajemen dalam menghadapi dampak yang akan merugikan dari kondisi

atau peristiwa tersebut, dan mempertimbangkan apakah terdapat

kemungkinan bila rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan,

mampu mengurangi dampak negatif merugikan kondisi dan peristiwa

tersebut dalam jangka waktu yang pantas. Pertimbangan auditor yang

berhubungan dengan rencana manajemen dapat meliputi:

46

A. Rencana untuk menjual aktiva

1. Pembatasan terhadap penjualan aktiva, seperti adanya pasal yang

membatasi transaksi tersebut dalam perjanjian penarikan utang

atau perjanjian yang serupa.

2. Kenyataan dapat dipasarkannya aktiva yang direncanakan akan

dijual oleh manajemen.

3. Dampak langsung dan tidak langsung kemungkinan timbul dari

penjualan aktiva.

B. Rencana penarikan utang atau restrukturisasi utang

1. Tersedianya pembelanjaan utang, termasuk perjanjian kredit yang

telah ada atau yang telah disanggupi, perjanjian penjualan piutang

atau jual kemudian sewa aktiva.

2. Perjanjian untuk merestrukturisasi atau menyerahkan utang yang

ada maupun yang telah disanggupi atau untuk meminta jaminan

utang dari entitas.

3. Dampak yang mungkin timbul terhadap rencana manajemen untuk

penarikan utang dengan adanya batasan yang ada sekarang dalam

menambah pinjaman atau tidaknya jaminan yang dimilki oleh

entitas.

C. Rencana untuk mengurangi atau menunda pengeluaran

1. Kelayakan rencana untuk mengurangi biaya overhead atau biaya

administrasi, untuk menunda biaya penelitian dan pengembangan,

untuk menyewa sebagai alternatif pembeli.

47

2. Dampak langsung dan tidak langsung yang kemungkinan timbul

dari pengurangan atau penundaan pengeluaran.

D. Rencana untuk menaikan modal pemilik

1. Kelayakan rencana untuk menaikan modal pemilk, termasuk

perjanjian yang ada atau yang disanggupi untuk menaikan

tambahan modal.

2. Perjanjian yang ada atau yang disanggupi untuk mengurangi

deviden atau untuk mempercepat distribusi kas dari perusahaan

afiliasi atau investor lain (Agoes, 2008:67)

Dalam mengevaluasi rencana manajemen, auditor harus

mengidentifikasi unsur-unsur terutama yang signifikan untuk mengatasi

dampak negatif kondisi atau peristiwa dan harus merencanakan dan

melaksanakan prosedur audit untuk memperoleh bukti audit tentang hal

tersebut.

Jika informasi keuangan prospektif sangat signifikan bagi rencana

manajemen, auditor harus meminta kepada manajemen untuk

menyediakan informasi tersebut dan harus mempertimbangkan cukup

atau tidaknya dukungan terhadap asumsi signifikan yang melandasi

informasi itu. Auditor harus menaruh perhatian khusus atas asumsi yang:

a. Material bagi informasi keuangan prospektif

b. Rentan dan mudah sekali berubah

c. Tidak konsisten dengan trend masa lalu

48

Pertimbangan harus didasarkan atas pengetahuannya mengenai

entitas, bisnis, dan manajemennya dan harus meliputi (i) membaca

informasi dengan asumsi melandasinya (ii) membandingkan informasi

keuangan prospektif periode lalu dengan hasil sesunggguhnya yang

dicapai pada saat ini. Jika auditor mulai menyadari faktor-faktor yang

dampaknya tidak tercermin dalam informasi keuangan prospektif tersebut

ia harus membahas faktor-faktor tersebut dengan manajemen dan, jika

perlu meminta perbaikan atas informasi keuangan prospektif tersebut.

6. Pertimbangan Dampak Informasi Going Concern terhadap laporan

keuangan

Laporan audit dengan modifikasi going concern merupakan suatu

indikasi bahwa dalam penelitian auditor terdapat resiko perusahaan tidak

dapat bertahan dalam bisnis. SPAP seksi 341 (IAI, 2011, 341.6)

menyatakan apabila auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan usaha

dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang

pantas, maka auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian.

Apabila auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang

pantas, maka auditor wajib hidupnya dalam jangka waktu yang pantas,

maka auditor wajib mengevalausi rencana manajemen. Dalam hal satuan

usaha tidak memilki rencana manajemen atau auditor berkesimpulan

bahwa rencana tersebut tidak efektif mengurangi dampak negatif suatu

kondisi atau peristiwa maka auditor menyatakan tidak memberikan

49

pendapat. Apabila rencana manajemen dimungkinkan efektif untuk

dilaksanakan, maka auditor harus mempertimbangkan kecukupan

pengungkapan mengenai sifat, dampak kondisi, dan peristiwa yang

semula menyebabkan ia yakin adanya kesangsian mengenai kelangsungan

hidup satuan usaha. Dalam hal opininya adalah wajar tanpa pengecualian

dengan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya. Asumsi going concern

merupakn faktor penting yang harus diungkapkan auditor dalam laporan

auditnya oleh karena itu pihak manajemen harus bertanggung jawab untuk

mengevaluasi asumsi going concern dan faktor-faktor yang material

mengenai going concern (Sundgren dan Svanstrom, 2010:8).

Secara ringkas panduan untuk mempertimbangkan pernyataan

pendapat terhadap kesangsian terhadap going concern, disajikan pada

bagan berikut (Agoes, 2008:71):

50

Panduan untuk mempertimbangkan Pernyataan pendapat dalam hal kesangsian

terhadap Going Concern (SPAP seksi 341, IAI 2011)

Tidak

Ya

Ya Tidak

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Ya

GAMBAR 2.2

Tidak

Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, dengan paragraf

penjelas berkaitan dengan hidup

entitas.

51

D. Debt Default

Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk

membayar hutang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen

dan Church, 1992). Kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang dan atau

bunga merupakan indikator going concern yang banyak digunakan oleh

auditor dalam menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan. Dapat dikatakan

bahwa status utang perusahaan merupakan faktor pertama yang akan

diperiksa oleh auditor untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan.

Ketika jumlah utang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas

perusahaan ternyata banyak dialokasikan untuk menutupi utangnya, sehingga

akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan apabila utang ini tidak

mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default.

Status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan

laporan going concern. Seperti yang tercantum dalam PSA 30, indikator

going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan

opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default).

Manfaat status default hutang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan

Church (1992) yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap

opini going concern. Semenjak auditor lebih cenderung disalahkan karena

tidak berhasil mengeluarkan opini going concern setelah peristiwa-peristiwa

yang menyarankan bahwa opini seperti itu mungkin telah sesuai, biaya

kegagalan untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam

52

keadaan default, tinggi sekali. Karenanya, diharapkan status default dapat

meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan laporan going concern.

E. Opinion Shopping

Opinion shopping didefinisikan oleh SEC, sebagai aktivitas mencari

auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh

manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan perusahaan. Perusahaan

biasanya menggunakan pergantian auditor (auditor switching) untuk

menghindari penerimaan opini going concern dengan dua cara (Teoh, 1992),

yaitu: (1) perusahaan dapat mengancam melakukan pergantian auditor.

Kekhawatiran untuk diganti mungkin dapat mengikis independensif auditor,

sehingga tidak mengungkapkan masalah going concern. Argumen ini disebut

ancaman pergantian auditor. (2) Bahkan ketika auditor tersebut independen,

perusahaan akan memberhentikan akuntan publik (auditor) yang cenderung

memberikan opini going concern, atau sebaliknya akan menunjuk auditor

yang cenderung tidak memberikan opini going concern, Argumen ini disebut

opinion shopping. Penelitian dengan topik opini going concern terus

dilakukan. Perkembangan baru mengenai topik ini adalah adanya fenomena

opinion shopping (auditor switching). Lennox (2000) menggunakan model

pelaporan audit untuk memprediksi opini yang tidak diteliti dan menguji

dampaknya pada pergantian auditor. Hasil dari metode ini berkesimpulan

bahwa perusahan-perusahaan di Inggris melakukan praktik opinion shopping.

53

Perusahaan biasanya menggunakan pergantian auditor (auditor switching).

Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk meningkatkan

(memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan. Opinion

shopping menyebabkan dampak negatif.

Untuk penelitian di Indonesia oleh Praptitorini dan Januarti (2007)

menunjukan bahwa perusahaan cenderung menggunakan auditor independen

yang sama apapun opini audit yang diberikan, karena perusahaan enggan

untuk mengganti auditor independen. Hal ini terlihat dari terbitnya peraturan

tentang lamamnya penggunaan auditor independen selama tiga tahun dan

kantor akuntan publik selama lima tahun. Bukti empiris ini menunjukan

indikasi kurangnya independensi auditor di Indonesia

F. Audit Delay

Menurut Newton dan Ashton (1989) pengertian audit delay adalah:

“The Number of days between the dates of the financial statement and the

date of the auditor’s report was used to measure the audit delay”,

Sedangkan menurut Dyer dan Mchugh (1975) pengertian audit delay

adalah:

“Auditor report lag is the open interval of number of days from the year end

to the date recorded as the opinion signature date in the auditor report”.

Menurut Willinghem, Ashton dan Elliott (1987): “Audit delay is the length of

time from a company’s fiscal year and to the date of the auditor’s report”.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit

delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit terhitung mulai dari tanggal

penutupan tahun buku sampai dengan tanggal diterbitkannya laporan audit.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan rata-rata audit delay yang

54

berbeda-beda pada setiap negara. Perbedaan ini dapat dimaklumi karena

adanya peraturan dan kebijakan pasar modal yang berbeda antar negara.

Penelitian yang dilakukan Halim (2000) di Indonesia menunjukkan rata-rata

audit delay adalah 84.45 hari. Hasil ini tergolong lebih panjang dibandingkan

hasil penelitian Ashton, Willingham, & Elliott (1987) yang hanya sebesar

62.53 hari. Sedangkan hasil penelitian Hossain dan Taylor (1998) di Pakistan

menunjukkan rata-rata audit delay yang lebih panjang yaitu 143 hari.

Audit delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari

tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diselesaikannya laporan audit

independen (Wiwik Utami, 2006).

Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan diatur dalam penjelasan

UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang pasar modal dimana dijelaskan bahwa

laporan keuangan auditan bersifat wajib dengan batas waktu 90 hari dari akhir

tahun sampai dengan tanggal diserahkannya laporan keuangan yang telah

diaudit kepada BAPEPAM. Selanjutnya BAPEPAM mengatur keputusan

mengenai laporan keuangan pada peraturan BAPEPAM Nomor X.K.2 Pada

peraturan tersebut dijelaskan mengenai kewajiban perusahaan publik untuk

menyampaikan laporan keuangan berkala yang berisi informasi mengenai

kegiatan usaha dan keadaan keuangan pada perusahaan tersebut. Laporan

tersebut juga harus disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan dari

Ikatan Akuntan Indonesia.

Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang pasar modal dan peraturan

BAPEPAM Nomor X.K.2 juga menjelaskan bahwa apabila perusahaan

55

terlambat dalam menyampaikan laporan keuangannya maka akan dikenai

sanksi administratif sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Serta sanksi

administrasi tersebut di atur berdasarkan peraturan pemerintah No. 45 Tahun

1995 tentang penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal, bab XII anksi

administratif pasal 61, dinyatakan bahwa yang melakukan pelanggaran atas

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal dikenakan

sanksi administratif berupa:

a. Peringatan tertulis

b. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu

c. Pembatasan kegiatan usaha

d. Pembekuan kegiatan usaha

e. Pencabutan izin usaha

f. Pembatalan persetujuan

g. Pembatalan pendaftaran

Sanksi sebagaimana dimaksud dalam poin nomor dua dan seterusnya di

atas dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi

peringatan tertulis. Sanksi denda dapat dikenakan secara tersendiri atau

bersama-sama dengan pengenaan sanksi lainnya. Jenis dan besarnya sanksi

ditetapkan oleh Bapepam selaku pengawas pasar modal. Terkait dengan

keterlambatan penyampaian laporan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

oleh bapepam, dikenakan sanksi administratif sebagai berikut:

a. Emiten yang pernyataan pendaftaran telah menjadi efektif, dikenakan

sanksi denda Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) atas setiap hari

56

keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan

bahwa jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah).

b. Perusahaan publik yang terlambat menyampaikan pernyataan

pendaftaran nya, dikenakan sanksi denda Rp.100.000,00 (seratus ribu

rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud

dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda paling banyak

Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

c. Direktur atau komisaris emiten atau perusahaan publik, atau setiap

pihak yang memilikisekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) saham

emiten atau perusahaan publik, dikenakan sanksi denda Rp.100.000,00

(seratus ribu rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian

laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda

paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Ketaatan emiten terhadap peraturan BEJ selalu dipantau oleh BAPEPAM

dan secara periodik mempublikasikan hasil pemeriksaannya.

G. Opini Audit Going Concern dan Rasio Keuangan

Lenard, et al. (1998) menyatakan bahwa jika auditor mengaudit kondisi

keuangan setiap perusahaan dalam tahunan audit, auditor harus menyediakan

laporan audit untuk dikonsolidasi dalam laporan keuangan perusahaan. Salah

satu hal penting yang harus dipecahkan adalah apakah perusahaan dapat

bertahan hidup atau tidak (mempertahankan akan keprihatinannya).

57

Laporan audit diubah menjadi going concern akan menunjukkan bahwa

dalam evaluasi auditor, ada risiko bahwa perusahaan tidak dapat bertahan

hidup dalam bisnis tersebut. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut

melibatkan beberapa langkah analisis. Auditor harus pertimbangkan kembali

operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan

pembayaran utang, dan likuiditas yang butuhkan di masa depan (Lenard, et

al., 1998).

PSA No 30 (IAI, 2009:341.1) memberikan pedoman bagi auditor dalam

laporan audit keuangan berdasarkan standar audit yang ditetapkan oleh di

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam kasus auditor harus mengevaluasi

apakah telah ada kekhawatiran pada kemampuan entitas untuk

mempertahankan kepedulian akan (kelangsungan hidup), mereka harus

mengidentifikasi informasi pada kondisi atau peristiwa tertentu yang

menunjukkan adanya keraguan besar terhadap kemampuan entitas untuk

mempertahankan akan keprihatinan, seperti tren negatif, mungkin petunjuk

lain pada kesulitan keuangan, masalah internal dan masalah eksternal yang

sudah terjadi. Karena kekhawatiran akan opini audit yang diterbitkan

berdasarkan analisis auditor tentang risiko kebangkrutan perusahaan.

Salah satu cara yang dapat digunakan auditor untuk menganalisis

kemungkinan itu adalah dengan menggunakan rasio keuangan. Altman (1968)

mengembangkan pendekatan tradisional atas analisis rasio untuk memprediksi

kebangkrutan dan menggunakan multi-teknik analisis diskriminan, yang

mengidentifikasi lima rasio untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan

58

apapun (yaitu, modal kerja terhadap total aktiva, laba ditahan terhadap total

aktiva, laba sebelum bunga pajak terhadap total aktiva, nilai pasar ekuitas

terhadap nilai buku total utang, dan penjualan untuk total aset). Padahal,

Mutchler (1984) menemukan enam rasio keuangan yang menurut dia yang

akurat untuk auditor sebagai referensi dalam memberikan pendapat yang

mengacu pada masalah yang dihadapi oleh kekhawatiran akan diaudit nya.

Rasio keuangan sangat berguna dalam memprediksi kegagalan dan

tingkat keberhasilan setiap perusahaan untuk mempertahankan kepedulian

akan masa depan, sehingga akan menjadi salah satu pertimbangan untuk

auditor dalam memberikan opini. Serta indikator dari proxy going concern ini

memfokuskan pada rasio keuangan yang berupa rasio profitabilitas,

solvabilitas, dan likuiditas.

H. Rasio Likuiditas

Likuiditas perusahaan menunjukan kemampuan untuk membayar

kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas

perusahaan ditunjukan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang

mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi surat berharga, piutang

persedian (Agus Satono, 2010; 116).

Menurut Kasmir dan Djakfar (2007; 122) rasio likuiditas atau sering

disebut dengan rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur seberapa besar likuid suatu perusahaan. Rasio ini juga menunjukan

59

kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utang jangka pendek yang

jatuh tempo.

James O. Gill and Moira Chatton (2008; 36) mendefinisikan likuiditas

sebagai berikut: rasio likuiditas digunakan untuk mengukur jumlah uang yang

tersedian untuk digunakan memabayar biaya-biaya jangka pendek maupun

jangka panjang. Sedangkan menurut Sabar Warsini (2009; 64) likuiditas

adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek.

Dan Frank J. Fabozzi (2003; 729) mendefinisikan likuiditas sebagai

berikut:

“Liquidity reflects the ability of a firm to meet its short-term obligations using

those assets that are most readly converted into cash. Assets that may be

converted into cash in a short periode of time are referred to as liquid assets

in financial statement as current assets”.

Fred Weston (dalam Kasmir 2010; 110), menyebutkan bahwa rasio

likuiditas (liquidity ratio) merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan

perusahaan memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek artinya apabila

perusahaan ditagih maka akan mampu untuk memenuhi hutang (membayar)

tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo.

Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban jangka pendek. Salah satu indikator ini tercermin dari

rasio saat ini. Dimana kewajiban perusahaan saat ini telah lebih tinggi dari

aktiva lancar, dan perusahaan tidak bisa membayar kewajiban jangka pendek,

mungkin sinyal awal bahwa perusahaan menderita kesulitan likuiditas.

Altman (1968) menyatakan bahwa perusahaan yang secara konsisten

60

menderita dari kerugian operasional jarang memiliki modal kerja yang sangat

kecil di bandingkan dengan total aktivanya.

Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajiban hutang jangka pendek. Jenis-jenis

rasio likuiditas yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam mengukur

kemampuan yaitu, rasio lancar (current ratio), rasio sangat lancar (quick

ratio), rasio kas (cash ratio) rasio perputaran kas (cash turn over), inventory

to net working capital (Kasmir, 2008:145). Variabel ini diukur dengan proksi

current ratio yang digunakan oleh Janurati dan Fitrianasari (2008) dan

Santosa dan Wedari (2007), current ratio menunjukan kemampuan suatu

perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban keuangannya yang harus

segera di bayar dengan menggunakan utang lancar, current ratio ini dihitung

dengan cara membagi aktiva lancar denga utang lancar (Moeljadi, 2006:48).

Rumus untuk menghitung current ratio sebagai berikut:

I. Rasio Profitabilitas

Analisis profitabilitas ini menggambarkan kinerja fundamental

perusahaan ditinjau dari tingkat efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan

dalam memperoleh laba (Harmono, 2009; 109).

Aktiva lancar

Utang lancar

Current ratio =

61

Menurut James O. Gill dan Moira Chatton (2008; 36) profitabilitas adalah

rasio yang digunakan untuk mengukur dan membantu mengendalikan

pendapatan, yaitu dengan cara memperbesar penjualan, memperbesar margin,

mendapatkan manfaat yang lebih besar dari pengeluarann biaya-biaya,

dan/atau kombinasi ketiga hal ini.

Sabari Warsini (2009; 65) mendefinisikan profitabilitas sebagai berikut:

profitabilitas adalah kemampuan emiten untuk menghasilkan keuntungan dan

mengukur tingkat efisiensi operasional dan efisiensi dalam menggunakan

harta yang dimilkinya. Dengan kata lain profitabilitas adalah kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

Menurut Kasmir (2010; 115) profitabilitas merupakan rasio untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga

memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini

ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjulan dan pendapatan investasi.

Intinya bahwa penggunaan rasio ini menunjukan efisiensi perusahaan.

Menurut Ang (1997), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan keuntungan dari kegiatan operasional. Laba bersih sebelum

pajak atau rasio penjualan bersih yang menjadi alat ukur dalam penelitian ini

adalah digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan keuntungan sebelum pajak untuk masing-masing dari penjualan

bersih. Perusahaan menderita kerugian selama beberapa tahun berturut-turut

menunjukkan bahwa perusahaan tersebut kemungkinan akan jatuh ke dalam

kebangkrutan. Metode analisis rasio profitabilitas karena masyarakat, pada

62

umumnya, berpandangan bahwa pengukuran tingkat keberhasilan operasional

dan efektivitas perusahaan didasarkan pada tingkat profitabilitas yang dicapai

perusahaan, dalam hal ini digunakan ROA sebagai tolak ukur.

Rumus untuk mencari return on assets dapat digunakan sebagai berikut:

J. Rasio Solvabilitas

Utang jangka panjang dan analisis solvabilitas mengevaluasi tingkat

risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Proporsi hutang yang tinggi terhadap

operasional ekuitas perusahaan (Putih, Sondhi & Fried, 1997). Alat pengukur

utang, total rasio total ekuitas menggambarkan pada struktur modal yang

dimiliki oleh perusahaan, sehingga dapat diamati tingkat risiko tidak

membayar utang apapun. Jumlah utang yang tinggi untuk rasio ekuitas

menunjukkan bahwa perusahaan akan menghadapi bahaya kebangkrutan dan

akan jatuh ke dalam kebangkrutan (Altman, 1968). Jadi Chen dan Gereja

(1992) yang mengkaji kemampuan variabel kegagalan pembayaran utang

untuk menjelaskan opini audit, di mana hasilnya menunjukkan bahwa dalam

setiap perusahaan yang gagal, mereka lebih cenderung menerima opini

dimodifikasi satu tahun sebelum dinyatakan bangkrut, pada saat perusahaan

tersebut belum gagal.

ROA =

Laba Bersih

Total Assets X 100%

63

Rasio solvabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan

untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka

panjang apabila perusahaan dibubarkan. Jenis-jenis rasio solvabilitas

diantaranya, yaitu: debt to asset ratio, debt to equity ratio, times interest

earned dan fixed charge coverage. (Kasmir 2008:165). Rumus untuk mencari

debt to assets ratio dapat digunakan sebagai berikut:

K. Penelitian Sebelumnya dan Perumusan hipotesis

Berikut ini akan dipaparkan mengenai penelitian sebelumnya yang pernah

dilakukan terkait dengan “Pengaruh Audit delay, opinion shopping, debt

default, serta proxy going concern dengan indikator rasio keuangan

(likuiditas, profitabiltas dan solvabilitas) terhadap penerimaan opini audit

going concern.

1. Opinion Shopping

Penelitian yang dilakukan oleh Yulius Kurnia Susanto, (2009)

menyatakan bahwa opinion shopping tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian ini konsisten

dengan penelitian yang dilakukan oleh Myrna Dyah Praptitorini dan Indira

Januarti, (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara opinion

Total Utang

Debt to assets ratio =

Total Aktiva

Total Utang

64

shopping dan going concern bersifat positif. Hasil menunjukkan bahwa

perusahaan di Indonesia cenderung tidak menerima opini going concern

ketika mempertahankan auditornya disimpulkan dari koefisien variabel

opinion shopping yang bertanda positif. Ini memberikan bukti bahwa

kondisi di Indonesia lebih sesuai dengan praktik opinion shopping yang

dikemukakan oleh Teoh (1992), yaitu cara yang pertama, argumen

ancaman pergantian auditor. Serta auditor akhirnya mengeluarkan opini

non going concern untuk mempertahankan kliennya tersebut. Argumen ini

sejalan dengan pendapat dari Chow dan Rice (1982) dalam Lennox

(2002), dimana dikatakan bahwa walaupun perusahaan sering mengganti

auditor setelah menerima opini going concern, masih belum jelas apakah

ini mencerminkan praktik opinion shopping. Apalagi masih besar adanya

kemungkinan bahwa opinion shopping justru terjadi pada perusahaan yang

mempertahankan auditor lama. Bukti empiris ini menunjukkan indikasi

kurangnya independensi auditor di Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Myrna Dyah

Praptitorini dan Indira Januarti (2007:15), Yulius Kurnia Susanto (2009),

dapat disimpulkan bahwa opinion shopping memiliki pengaruh terhadap

penerimaan opini audit going concern.

H1: Opinion shopping berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going

concern.

65

2. Debt Default

Myrna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007:15) menyatakan

bahwa debt default mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap

penerimaan opini audit going concern, kegagalan dalam memenuhi

kewajiban hutang dan atau bunga merupakan indikator going concern

yang banyak digunakan oleh auditor dalam menilai kelangsungan hidup

suatu perusahaan

Ramadhany (2004) menunjukkan bahwa variabel debt default, kondisi

keuangan, signifikan berpengaruh terhadap penerimaan opini going

concern. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan

oleh Chen dan Church (1992), Mutchler et al. (1997) dan Carcello dan

Neal (2000). Dimana dalam penelitian Chen dan Church (1992)

menemukan bukti yang kuat antara pemberian status debt default dengan

masalah going concern.

Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Yulius Kurnia Susanto (2009:170) bahwa debt default tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going

concern. Hal ini mengindikasikan bahwa, auditor dalam memberikan opini

audit going concern tidak berdasarkan kegagalan perusahaan untuk

membayar hutang pokok atau bunganya pada saat jatuh tempo, akan tetapi

lebih cenderung melihat kondisi keuangan secara keseluruhan.

Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh Myrna Dyah

Praptitorini dan Indira Januarti (2007), Rhamadhany (2004) serta oleh

66

Chen dan Church (1992), Mutchler et al. (1997) dan Carcello dan Neal

(2000), dapat disimpulkan bahwa debt default berpengaruh terhadap

penerimaan opini audit going concern.

H2: Debt default berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going

concern

3. Audit delay

Opini Auditor adalah pendapat yang diberikan oleh auditor

independen atas laporan keuangan perusahaan. Hasil penelitian Yugo

Trianto (2006) pada perusahaan go public tahun 2004 menemukan adanya

hubungan positif antara opini auditor dengan audit delay. Pada perusahaan

yang tidak menerima pendapat unqualified opinion akan menunjukan audit

delay yang lebih panjang dibandingkan dengan perusahaan yang menerima

pendapat unqualified opinion. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang

menerima pendapat selain unqualified opinion dianggap sebagai kabar

buruk, sehingga penyampaian laporan keuangannya akan diperlambat.

Menurut Myrna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007:15)

menyatakan bahwa variabel audit delay berpengaruh secara positif

terhadap penerimaan opini audit going concern

Audit delay adalah jumlah kalender antara tanggal disusunnya laporan

keuangan dengan tanggal selesainya pekerjaan lapangan. Hasil penelitian

dari (McKeown et al. (1991), Louwers (1998), Lenox (2004), Indira dan

Ella (2008) menyatakan bahwa opini audit going concern lebih banyak

ditemukan ketika pengeluaran opini audit terlambat. Lennox (2004)

mengindikasikan kemungkinan keterlambatan opini yang dikeluarkan

67

bisa disebabkan karena (1) auditor lebih banyak melakukan pengujian, (2)

manajer mungkin melakukan negosiasi dengan auditor, (3) auditor

memperlambat pengeluaran opini dengan harapan manajemen dapat

memecahkan masalah yang dihadapi, sehingga terhindar dari opini going

concern.

Berdasarkan hasil penelitian Myrna Dyah Praptitorini dan Indira

Januarti dapat disimpulkan bahwa audit delay berpengaruh terhadap

penerimaan opini going concern.

H3: Audit delay berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going

concern.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Agrianti Komalasari (2007) menyatakan

bahwa going concern bisa dipkroksikan atau proxy going concern bisa

dinilai dengan:

a. Rasio Likuiditas

Rasio keuangan merupakan proksi dari going concern. Analisis

rasio secara tradisional memfokuskan pada profitabilitas, solvabilitas,

dan likuiditas. Sudah jelas sekali, bahwa perusahaan yang tidak

menguntungkan dalam jangka panjang adalah tidak solvabel, atau

tidak likuid dan kemungkinan harus direstrukturisasi, dan yang sering

terjadi setelah direstrukturisasi, maka perusahaan akan bangkrut. Cara

untuk menghindarinya adalah dengan memprediksi bahaya keuangan

jauh sebelumnya agar tidak menderita kerugian investasi.

68

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Oni Currie Masyitoh, Desi

Anhariani (2010) menyatakan bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulius

Kurnia Susanto bahwa rasio likuiditas dengan menggunakan tolak ukur

current ratio tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap

penerimaan opini audit going concern. Hal ini menunjukan bahwa

auditor dalam memberikan opini audit going concern tidak

berdasarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban

jangka pendeknya, akan tetapi lebih cenderung melihat kondisi

keuangan secara keseluruhan. Current ratio tidak bisa dijadikan tolak

ukur yang pasti untuk menentukan going concern atau kelangsungan

hidup suatu perusahaan. Namun current ratio dapat menjadi alat bantu

dalam pengukuran kondisi keuangan perusahaan (Hani et al., 2003).

Berdasarkan hasil penelitian Oni Currie Masyitoh, Desi Anhariani

(2010) dan Yulius Kurnia Susanto dapat disimpulkan bahwa rasio

likuiditas bepengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.

H4: Rasio Likuiditas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit

going concern.

b. Rasio Profitabilitas

Hani et. al. (2003:1230) menyatakan bahwa rasio profitabilitas

berpengaruh negatif dalam menentukan opini audit going concern.

Semakin kecil profitabilitas, maka kemungkinan perusahaan

69

mendapatkan opini audit going concern akan makin besar. Ukuran

produktivitas dari asset suatu perusahaan berasal dari rasio

profitabilitasnya. Kesuksesan perusahaan dipengaruhi oleh kekuatan

asset dalam menghasilkan pendapatan.

Penelitian Petronela (2004:53) juga menunujukan adanya

pengaruh yang signifikan antar rasio profitabilitas dengan opini audit

going concern. Penelitian tersebut membuktikan bahwa auditor

sebelum mengeluarkan opini audit perlu mempertimbangkan

profitabilitas perusahaan yang di audit. Penelitian ini dilakukan oleh

Santosa dan Wedari (2007) juga menyatakan bahwa rasio profitabilitas

berpengaruh negatif dalam menentukan opini audit going concern.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang

dilakukan oleh Januarti dan Fitrianasari (2008:51) yang menyatakan

bahwa rasio profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap

kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Tidak

ditemukannya bukti yang signifikan antara profitabilitas dan

pemberian opini audit going concern karena financial leverage yang

ditanggung perusahaan relatif besar. Meningkatnya laba usaha tidak

diimbangi dengan menurunnya hutang perusahaan. Hal ini disebabkan

Karena untuk melakukan produksi yang lebih besar maka auditee

memerlukan dana tambahan dan dana ini diperoleh dari hutang,

sehingga hutang yang harus ditanggung auditee bertambah besar.

70

Dengan demikian dapat terlihat bahwa meskipun auditee juga akan

memiliki masalah going concern jika tidak mampu memenuhi

ketentuan dalam perjanjian pinjaman. Berdasarkan hasil penelitan

tersebut, penulis menduga bahwa rasio profitabilitas dapat menjadi

pertimbangan auditor untuk memberikan opini audit going concern

pada perusahaan yang diauditnya. Berdasarkan hasil penelitian Santosa

dan Wedari dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas berpengaruh

terhadap penerimaan opini audit going concern.

H5: Rasio profitabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit

going concern.

c. Rasio Solvabilitas

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hani et. al. (2003:1231)

menyatakan bahwa rasio solvabilitas tidak berpengaruh signifikan

terhadap opini audit going concern. Hal ini disebabkan karena adanya

keterbatasan jumlah sampel dan periode waktu sampel. Sampel yang

digunakan oleh peneliti adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di

BEJ dengan periode 1995-1997. Dampak krisis moneter paling besar

terhadap perusahaan dimulai sejak tahun 1998 semua opini auditor

menyangkut going concern sehingga hasil peneltian rasio solvabilitas

tidak signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Petronela (2004) dan Januarti serta Fitrianasari

(2008).

71

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang

dilakukan oleh Santosa dan Wedari (2007) serta Oni Currie Masyitoh

dan Desi Anhariani (2010) menyatakan bahwa rasio solvabilitas

berpengaruh secara signifikan dan mempunyai arah negatif dalam

menentukan opini audit going concern. Penulis menduga bahwa rasio

solvabilitas dapat menjadi pertimbangan auditor untuk memberikan

opini audit going concern pada perusahaan yang diauditnya.

Berdasarkan hasil penelitian Santosa dan Wedari (2007) dapat

disimpulkan bahwa rasio solvabilitas berpengaruh terhadap

penerimaan opini audit going concern.

H6: Rasio Solvabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit

going concern.

L. Penelitian terdahulu

Penelitian pengaruh audit delay, opinion shopping, debt default serta

proxy going concern terhadap penerimaan opini audit going concern telah

banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian

tersebut banyak memberikan masukan serta kontribusi tambahan bagi auditor

untuk mendeteksi dan mengatasi terjadinya penerimaan opini audit going

concern pada suatu perusahaan. Tabel 2.3 menunjukkan hasil-hasil penelitian

terdahulu mengenai opini audit going concern.

72

Tabel 2.3

Penelitian Terdahulu

Peneliti

(Tahun) Judul

Penelitian Variabel

Yang Diteliti Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian

(Kesimpulan)

Nelly

Kawijaya

dan Juniarti

(2002)

Faktor-faktor

yang

mendorong

perpindahan

auditor

(Auditor

Switch)

Auditor switcher (Y) Merger (X1)

Management

Changes (X2)

Exspansi (X3) Qualified audit

opinion (X4)

Binary logistic Merger, management

chnges, qualified audit

opinion dan ekspansi

tidak berpengaruh

terhadap Auditor

switch

Indira

Januarti,

(2007)

Analisis

pengaruh faktor

perusahaan,

kulitas auditor,

kepemilikan

perusahaan

terhadap

Penerimaan

Opini Audit

going concern.

(Y) Opini going

concern

(X1) kondisi

keuangan

(X2)Debt default

(X3) Kulitas audit

(X4) kepemilikan

Manajerial dan

institusional

(X5) opimi audit

tahun sebelumnya

1. Populasi dan

sampling,

populasi yang

digunkan dalam

penelitian ini

adalah seluruh

Auditee,

Manufaktur yang

teracatat di BEI

tahun 1996-

2006.

2. Regresi

logistic

Kondisi keuangan (X1),

Debt defult (X2),

Kualitas audit (X3)

berpengaruh terhadap

penerimaan opini going

concern sedangkan,

kepemelikian manajerial

(X4) tidak berpengaruh

Agrianti

Komalasar

(2006)

Pengaruh kulitas

auditor dan

proxy going

concern

terhadap

peneriamaan

opini audit

Opini auditor (Y)

Kualitas auditor (X1)

Quick ratio (X2)

Return on total asset

(X3)

Regresi logistik Kulitas auditor, quick

ratio menenunjukan arah

negatif terhadap opini

going concern.

Sedangkan ROA

terhadap opini audit

going concern

Bersambung pada halaman selanjutnya

73

Peneliti

(Tahun) Judul

Penelitian Variabel

Yang Diteliti Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian

(Kesimpulan)

Brad Tutlle

and Prof

Scott D

andervield. Of accounting

university of

south carolina.

August.

(2009)

Does The going

concern audit

opinion have a

stabilizhing effect on the

overall stock

market?

Opini audit going

concern (Y)

Kualitas audit (X1)

Kondisi keuangan perusahaan (X2)

Opini audit tahun

sebelumnya (X3) Pertumbuhan

perusahaan (X3)

Regresi logistic Kondisi keuangan

perusahaan dan opini

audit tahun sebelumnya

berpengaruh signifikan terhadap opini audit,

sedangkan kualitas audit

dan pertumbuhan perusahaan tidak

berpengaruh signifikan

terhadap opini audit.

Arry

Pratama

Rudyawan, I

Dewa

Nyoman

Badera

(2008)

Opini Audit

Going concern :

Kajian

Berdasarkan

Model Prediksi

Kebangkrutan,

Pertumbuham

Perusahaan,

Leverage, dan

Reputasi

Auditor

Opini Going concern

(Y)

Model prediksi Kebangkrutan (X1)

Pertumbuhan

Perusahaan (X2)

Leverage (X3) Reputasi auditor (X4)

Regresi logistic Hasil dari penelitian ini

adalah variabel model

prediksi kebangkrutan berpengaruh pada

penerimaan opini audit

going concern. Sebaliknya,

pertumbuhan

perusahaan, leverage, dan reputasi auditor

tidak berpengaruh pada

penerimaan opini audit

going concern.

Oni Currie Masyitoh dan Desi

Anhariani SE.

Ak, Msi,

Journal of

Modern

Accounting

and Auditing, ISSN 1548-

6583, USA

April 2010, vol. 6, no. 4

(serial no.59

The Analysis of

Determinants of

Going Concern

Audit Report

Going concern audit

opinion (Y)

Liquidity (X1) Profitability (X2)

Solvability (X3)

Cash Flow (X4) Audit committee (X5)

Size of audit firm

(X6)

Sample: 114

perusahaan

manufaktur yang terdaftar di BEJ

pada 2004-2005.

Method Statistic: descriptive.

Analysis

Normality

Analysis Univariate

Analysis

multivariate Analysis

comparison on

analysis result

Liqudity,Profitabilty

serta cash flow tidak

mempunyai efek yang signifikatan terhadap

penerimaan opini going

concern, sedangkan ukuran perusahaan dan

solvability mempunyai

efek signifikan terhdapa

penerimaan opini audit going concern

Bersambung pada halaman selanjutnya

Tabel 2.3 (Lanjutan)

74

Peneliti

(Tahun) Judul

Penelitian Variabel

Yang Diteliti Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian

(Kesimpulan)

Arga fajar S

dan Linda

Kusumaning (2007)

Analisis faktor-

faktor yang

mempengaruhi

kecenderungan

opini audit going

concern.

(Y) Opini going

concern, (X1) kondisi

keuangan,

(X2)Ukuran

perusahaan, (X3)

Kulitas audit, (X4)

Opini audit tahun

sebelumnya dan

Pertumbuhan

Perusahaan (X5)

Regresi logistic Kondisi keuangan (X1),

pertumbuhan

perusahaan (X5), Opini

audit tahun sebelumnya

(X4) berpengaruh

terhadap penerimaan

opini going concern

sedangkan, kualitas

audit (X3) dan ukuran

perusahaan (X2) tidak

berpengaruh.

Sumber: Diperoleh dari beberapa referensi

Tabel 2.3 (Lanjutan)

75

M. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan Uraian di atas, dapat dijelaskan pada bagan berikut:

Proxy Going concrn (Rasio Prfofitabilitas) (X6) Agrianti komalsari (2006)

Bursa Efek Indonesia (BEI)

Perusahaan industri Manufaktur dan Jasa di BEI

Opini Audit going concern (Y).

(Ramadhany (2004),

Ryu dan Roh (2007),

Santosa dan Wedari

(2007), Setyarno et al.

(2007), Rudyawan dan

Badera (2008),

Janurati dan Ella

(2008), Januarti (2009)

dan Oni Currie

Masyitoh, Desi

Anhariani (2010)

Audit delay (X1) Wiwik Utami

(2007) dan Indira Januarti (2007)

Opinion shopping (X2) Indira Januarti (2007) dan Wiwik Utami

(2007)

Debt default (X3) Indira Janurti

(2007)

Proxy going concern (Rasio

likuiditas) (X4) Oni & Desi

Anhariani (2010)

Model Regresi Logistik

Independen Dependen

Proxy going concren (Rasio profitabilitas) (X5) Oni & Desi

Anhariani (2010)

Proxy going Concern (Rasio Solvabilitas) (X6) Oni & Desi

Anhariani (2010)

Hasil

Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan dan Saran

Gambar 2.4

Kerangka Pemikiran

76

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini akan membahas mengenai kelangsungan hidup suatu

perusahaan yang dipengaruhi oleh audit delay, opinion shopping, debt default,

serta proxy going concern dengan indikator rasio keuangan terhadap

penerimaan opini audit going concern.

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kausalitas

yakni tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab

akibat antara dua variabel atau lebih (Indriantoro dan Supomo, 2002: 27).

Yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen yaitu Audit

delay, opinion shopping, debt default, serta proxy going concern dengan

indikator rasio keuangan, terhadap variabel dependen yaitu penerimaan opini

audit going concern.

Adapun yang menjadi sasaran penelitian ini adalah perusahaan manufaktur

dan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini

mengambil sampel selama 3 tahun, yaitu dari tahun 2008-2010.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

77

2004:72). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur

dan jasa yang terdaftar (listing) di BEI tahun 2008 sampai 2010. Sektor

manufaktur dan jasa ini dipilih untuk membandingkan seberapa besar

pengaruh audit delay, opinion shopping, debt default serta proxy going

concern terhadap penerimaan opini audit going concern antara perusahaan

manufaktur dan jasa agar kita bisa membandingkan adanya risiko industri

yang berbeda antara suatu sektor industri yang satu dengan yang lain.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2004:73). Dimana sampel yang diambil harus

betul-betul representatif (mewakili). Sampel yang digunakan oleh penulis

dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2004:78).

Kriteria-kriteria sampel yang ditentukan oleh peneliti adalah sebagai

berikut:

1. Perusahaan tersebut terdaftar di BEI pada tahun 2008 sampai 2010.

2. Perusahaan tidak sedang berada dalam proses delisting pada periode

pengamatan.

3. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan pada tahun 2008

sampai 2010.

4. Mempunyai laporan auditor independen yang dipublikasikan bersamaan

dengan periode pengamatan.

78

5. Mendapatkan opini unqualified opinion with explanatory language

unqualified modified report atau disclaimer opinion

Berdasarkan metode penentuan sampel yang digunakan maka peneliti

menggunakan sampel sebanyak 30 perusahaan manufaktur, 30 perusahaan

jasa di Bursa Efek Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan

yang mewakili sub-sub industri di dalam industri manufaktur jasa yang

terdapat di Bursa Efek Indonesia.

C. Jenis dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini ialah data sekunder. Data sekunder merupakan

data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak

pengumpul data primer atau oleh pihak lain (Umar, 2003:69). Data yang

diperoleh adalah kombinasi antara data time series dengan data cross section

(Pooled Data). Data time series merupakan sekumpulan data dari suatu

fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu

misalnya dalam waktu mingguan, bulanan, atau tahunan. Sedangkan data

cross section merupakan sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena

tertentu dalam satu kurun waktu (Umar, 2003:70).

Data penelitian ini juga mencakup data yang berbentuk rasio untuk

variabel independen yang diamati, serta berbentuk nominal untuk data

variabel dependen. Jenis data yang digunakan berupa:

1. Laporan keuangan tahunan dari setiap perusahaan yang merupakan

sampel penelitian.

79

2. Laporan auditor independen dari perusahaan yang diamati.

3. Informasi keuangan lainnya yang berkaitan dengan variabel penelitian.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bursa

Efek Indonesia (BEI) tahun 2008 sampai 2010 yang merupakan data tentang

rasio-rasio keuangan serta opini audit untuk sampel yang diamati.

D. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

umumnya berupa bukti, catatan atau laporan keuangan historis yang telah

disusun dalam arsip (dokumenter) yang dipublikasikan atau tidak

dipublikasikan (Indriantoro dan Supomo, 2002:147). Penelitian ini dilakukan

dengan cara penelitian langsung ke bursa efek Indonesia (BEI) dengan

mendatangi pusat referensi pasar modal dan arsip laporan keuangan, dan data

yang diperoleh berupa data sekunder yaitu laporan auditor independen dan

laporan tahunan perusahaan yang dikategorikan ke dalam sektor manufaktur

dan jasa untuk periode 2008 sampai dengan tahun 2010 yang sesuai dengan

kriteria.

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa

teknik sebagai berikut:

1. Studi Lapangan (Field Research)

Pengumpulan data yang didapat langsung di Pusat Referensi Pasar

Modal (PRPM) di Index Stock Exchange (Bursa Efek Indonesia). Data

80

yang diambil berupa laporan keuangan tahunan periode 2008-2010

dari Bursa Efek Indonesia.

2. Studi Kepustakaan (Library Research)

Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa bahan-bahan teori

atau konsep yang didapat dari www.idx.com dan www.idsaham.com,

perpustakaan berupa literatur, dan artikel/jurnal ilmiah (English and

Indonesian Journals) yang dapat mendukung sebagai bahan kajian

penelitian dan juga sebagai landasan untuk menganalisa permasalahan.

E. Metode Analisis Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisa statistik dengan menggunakan software statistik yaitu SPSS. Analisis

statistik dalam penelitian ini adalah:

1. Metode Statistik Deskriptif

Analisis Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik

sampel yang digunakan dan menggambarkan variabel-variabel dalam

penelitian. Analisis statistik deskriptif meliputi jumlah sampel, nilai

minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi.

Atau bisa dikatakan analisi deskriptif merupakan analisis data yang

dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan variabel yang diteliti yang

berupa angka-angka sebagai dasar untuk berbagai pengambilan keputusan,

dimana dalam penelitian ini angka-angka tersebut adalah rasio keuangan

dan kesulitan keuangan perusahaan.

81

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis

regresi. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji regresi logistik. Uji regresi

logistik digunakan untuk menguji pengaruh dari dua variabel, yang mana

dua atau lebih variabel independen yang mempunyai jenis pengukuran

rasio, serta sebuah variabel dependen berjenis pengukuran nominal. Uji

regresi ini digunakan untuk membuktikan pengaruh dari debt defult,

opinion shopping, audit delay serta proxy going concern yang diproksikan

terhadap rasio likuiditas, rasio profitabilitas dan rasio solvabilitas terhadap

pemberian opini audit tahun berjalan, khususnya yang berhubungan

dengan going concern suatu entitas perusahaan manufaktur dan jasa.

Analisis regresi logistik tidak menunjukkan arah hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen dengan mengukur

kekuatan hubungan antara variabel independen terhadap variabel

dependen (Ghozali, 2009:82).

Regresi logistik juga mengabaikan uij asumsi klasik karena estimasi

yang digunakan adalah likelihood untuk menemukan “Most likely” dari

estimasi yang berulang-ulang. Estimasi likelihood bisa digunakan unutk

mengukur kuadrat terkecil atau least squares, namun pengukuran yang

bersifat least squares atau OLS (ordinary least squares) cenderung

menggunakan regresi linier dimana regresi linier yang berbasis OLS tidak

mengabaikan uji asumsi klasik (J. Wasserman, Netter dan W. Kutnel M,

2005:624). Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi logistik

82

dengan tipe regresi binary logistik. Regresy binary logistic adalah regresi

yang digunakan untuk melakukan pemodelan suatu kemungkinan kejadian

dengan variabel Y (respons) bertipe kategorial dua pilihan (Trihendradi,

2007 : 63). Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis

ada dua hal tersebut berdasarkan model pelaporan audit yang digunakan

oleh Lennox (2002).

Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis dengan logistic

regression:

a. Jika hasil signifikannya <0.05 maka Ha diterima

b. Jika hasil signifikannya >0.05 maka Ha ditolak

Model yang digunakan untuk menguji hipotesis ini adalah:

a : Konstanta (Y, bila X=0)

b₁-6 : Koefisien regresi (menunjukkan angka peningkatan atau

penurunan variabel dependen yang didasarkan pada

hubungan nilai variabel independen)

b1 Aleg : Audit delay

b2 OS : Opinion shopping

b3 Debt : Debt default

83

b4 Likuid : Rasio likuiditas

b5 Prof : Rasio profitabilitas

e : Error

a. Menilai Kelayakan Model Regresi

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and

Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Model ini untuk menguji hipotesis nol

bahwa data empiris sesuai dengan model (tidak ada perbedaaan antara

model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Adapun hasilnya

jika (Ghozali, 2009):

Hal ini berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai

observasinya sehingga Goodness fit model tidak baik karena model tidak

dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik Hosmer and

Lemeshow’s goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka

hipotesis nol ditolak.

Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit test lebih

besar dari 0.05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model

mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model

dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya

b. Menilai Model Fit (Overall Model Fit Test)

Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah

fit atau tidak dengan data. Hipotesis untuk menilai model fit adalah:

H0: Model yang dihipotesiskan fit dengan data

H1: Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data

84

Dari hipotesis ini, agar model fit dengan data maka H0 harus diterima.

Statistik yang digunakan berdasarkan Likelihood. Likelihood L dari model

adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan

data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan

menjadi -2 LogL. Output SPSS memberikan dua nilai -2 LogL yaitu satu

untuk model yang hanya memasukkan konstanta saja dan satu model

dengan konstanta serta tambahan bebas.

Adanya pengurangan nilai antara -2LogL awal dengan nilai -2LogL

pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan

fit dengan data (Ghozali, 2009). Log Likelihood pada regresi logistik mirip

dengan pengertian “Sum of Square Error” pada model regresi, sehingga

penurunan model Log Likelihood menunjukkan model regresi yang

semakin baik.

c. Koefisien determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil

berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan

variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti

variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali,

2009:83).

85

d. Tabel klasifikasi

Tabel klasifikasi akan menunjukan kekuatan prediksi dari model

regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going

concern pada auditee. Dalam output regresi logistik angka ini dapat dilihat

dalam classification table (Solikah 2006:77). Tabel klasifikasinya

menghitung estimasi yang benar (Correct) dan salah (Incorrect) (Ghozali:

2009:270).

e. Estimasi Parameter dan Interpretasinya

Estimasi parameter dapat dilihat melalui koefisien regresi. Koefisien

regresi dari tiap variabel-variabel yang diuji menunjukkan bentuk

hubungan antara variabel yang satu dengan yang lainnya. Pengujian

hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas

(sig). Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil dari 0.05 maka koefisien

regresi adalah signifikan pada tingkat 5% maka berarti H0 ditolak dan H1

diterima, yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh secara signifikan

terhadap terjadinya variabel terikat. Begitu pula sebaliknya, jika angka

signifikansi lebih besar dari 0.05 maka berarti H0 diterima dan H1 ditolak,

yang berarti bahwa variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap terjadinya variabel terikat.

86

F. Operasionalisasi Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau

dipengaruhi oleh variabel independen (Indriantoro dan Supomo, 2002:63).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah:

A. Opini Audit Going Concern (Y)

Opini audit going concern merupakan opini audit modifikasi yang

dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau

ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam

menjalankan operasinya (SPAP, 2009) termasuk dalam opini audit

going concern ini adalah opini going concern unqualified/qualified dan

going concern disclaimer opinion. Opini audit going concern

merupakan variabel dikotomous, opini audit going concern diberi kode

1 ketika perusahaan mendaptkan opini unqualified opinion, sedangkan

opini audit non going concern diberi kode 0 ketika perusahaan

mendapatkan opini selain unqualified opinion.

2. Variabel Independen

Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau

mempengaruhi variabel yang lain (Indriantoro dan Supomo, 2002:63).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah:

A. Audit Delay (X1)

1. Pengukuran audit delay

“Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam laporan, maka

informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Manajemen

87

mungkin perlu mengembangkan manfaat relatif antara pelaporan tepat

waktu dan ketentuan informasi yang andal. Untuk menyediakan

informasi yang tepat waktu seringkali perlu melaporkan sebelumnya

seluruh aspek transaksi atau sebaliknya, jika seluruh pelaporan ditunda

sampai seluruh aspek diketahui, informasi yang dihasilkan mungkin

sangat andal, tapi kurang bermanfaat bagi pengambilan keputusan.

Dalam usaha mencapai keseimbangan anatara relevansi dan keandalan

kebutuhan pengambilan keputusan merupakan pertimbangan yang

menentukan (SAK, 2009:8)

Audit delay atau lamanya penyelesaian waktu audit dapat diukur

dari perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal

opini audit dalam laporan keuangan atau jumlah hari yang ditulis

antara tanggal pelaporan keuangan dengan tanggal laporan auditor.

Penelitian menunjukkan bahwa auditor sering memberikan opini going

concern ketika laporan audit tertunda lebih lama (McKeown et al,

1991). Auditor menunda pengeluaran laporan audit dengan harapan

bahwa perusahaan dapat memecahkan masalah keuangannya dan

menghindari opini going concern.

2. Opinion Shopping (X2)

Opinion shopping didefinisikan oleh SEC, sebagai aktivitas

mencari auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang

diajukan. Opinion shopping menunjukan pergantian auditor

independen untuk tahun berikutnya apabila tahun berjalan perusahaan

mendapatkan opini audit going concern.

Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy, angka

1 untuk perusahaan yang diaudit oleh auditor independen yang berbeda

untuk tahun selanjutnya setelah perusahaan mendapatkan opini audit

88

going concern, angka 0 untuk perusahaan diaudit oleh auditor

independen yang sama untuk tahun selanjutnya setelah perusahaan

mendapatkan opini audit going concern

3. Debt Default (X3)

Debt default atau kegagalan membayar hutang didefinisikan

sebagai kelalaian atau kegagalan perusahaan untuk membayar hutang

pokok atau bunganya pada saat jatuh tempo (Chen dan Church, 1992).

Dalam variabel ini menggunakan variable dummy (1 = status debt

default, 0 = tidak debt default) untuk menunjukkan apakah perusahaan

dalam keadaan default atau tidak sebelum pengeluaran opini audit.

4. Proxy Going Concern

Pengolahan dan analisis data di dalam penelitian ini akan

dilakukan dengan menggunakan alat analisis kinerja operasi

perusahaan melalui beberapa pendekatan, antara lain:

1). Analisis Rasio Likuiditas (X4)

Dalam penelitian ini rasio likuiditas diukur oleh salah satu

rasionya yaitu current ratio (CR). Menurut kasmir (2010; 111)

current ratio merupakan rasio lancar untuk mengukur kemampuan

perusahaan untuk membayar jangka pendek atau utang yang segala

jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain,

seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi

kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancar

dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat

89

keamanan (margin of safety) suatu perusahaan. Semakin tinggi

current ratio ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan

untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek (Agus sartono,

2010; 116).

Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan

kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban hutang jangka

pendek. Jenis-jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan oleh

perusahaan dalam mengukur kemampuan yaitu, rasio lancar

(current ratio), rasio sangat lancar (quick Ratio), rasio kas (Cash

ratio) rasip Perputaran kas (cash turn over), Inventory to net

working capital (Kasmir, 2008:145). Variabel ini diukur dengan

proksi current ratio yang digunakan oleh Janurati dan Fitrianasari

(2008) dan Santosa dan Wedari (2007).

Menurut Kasmir dan Djakfar (2008; 122) current ratio

diformulasikan sebagai berikut:

2). Analisis Rasio Profitabilitas (X5)

Penulis menggunakan metode analisis rasio profitabilitas

karena masyarakat, pada umumnya, berpandangan bahwa

pengukuran tingkat keberhasilan operasional dan efektivitas

Current ratio =

Aktiva Lancar

Utang Lancar

90

perusahaan didasarkan pada tingkat profitabilitas yang dicapai

perusahaan, dalam hal ini digunakan ROA. Rumus untuk mencari

return on assets dapat digunakan sebagai berikut:

3). Analisis Rasio Solvabilitas (X6)

Rasio solvabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan

perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka

pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan.

Jenis-jenis rasio solvabilitas diantaranya, yaitu: debt to asset ratio,

debt to equity ratio, times interest earned dan fixed charge

coverage. (Kasmir 2008:165). Variabel ini diukur dengan debt to

assets ratio. Rumus untuk mencari debt to assets ratio dapat

digunakan sebagai berikut:

Total Assets

Laba Bersih

x 100%

Total Utang

Total Aktiva

Debt to assets ratio =

ROA =

ROA =

91

BAB IV

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

Gambaran umum objek penelitian menyajikan prosedur pemilihan

sampel dan kelompok perusahaan yang menjadi populasi dari penelitian

ini. Objek penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur dan Service (jasa)

yang terdaftar di bursa efek Indonesia (BEI) periode 2008-2010. Penarikan

sampel dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1

Proses seleksi Perusahaan Populasi

Industri Manufaktur

Kriteria Jumlah Akumulasi

Total Perusahaan Manufaktur yang

terdaftar di BEI tahun 2008-2010

113

Terdaftar setelah tanggal 1 januari 2008 ( 28) 85

Tidak tersedia atau/lengkap laporan

keuangan Auditee tahun 2008-2010

(17) 68

Delisting selama periode pengamatan (20) 48

Data yang tidak tersedia dan/atau tidak

memenuhi syarat criteria

(18) 30

Jumlah sampel selama periode penelitian 90

Sumber: data diolah

92

Tabel 4.2

Proses seleksi Perusahaan Populasi

Industri Jasa

Kriteria Jumlah Akumulasi

Data Perusahaan jasa yang terdaftar di

BEI tahun 2008-2010

62

Terdaftar setelah tanggal 1 januari 2008 (10) 52

Tidak tersedia atau/lengkap laporan

keuangan Auditee tahun 2008-2010

(12) 40

Delisting selama periode pengamatan (7) 33

Data yang tidak tersedia dan/atau tidak

memenuhi syarat criteria

(3) 30

Jumlah sampel selama periode penelitian 90

Sumber: data diolah

Setelah mendapatkan jumlah perusahaan manufaktur dan jasa yang

dapat dijadikan objek penelitian, metode purposive sampling dilakukan

untuk menentukan sampel, sehingga diperoleh 30 perusahaan. Distribusi

sampel dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:

93

Tabel 4.3

Perusahaan Manufaktur

No MANUFAKTUR KODE

JENIS

PERUSAHAAN

1 Asahimas flat Glass Tbk. AMFG Manufaktur

2 Alam Karya Unggul Tbk. AKKU Manufaktur

3 Pan Brothers Tbk. PBRX Manufaktur

4 Indo Acitama Tbk. SRSN Manufaktur

5 Delta Djakarta Tbk. DLTA Manufaktur

6 Indospring Tbk. INDS Manufaktur

7 Champion Pasific Indonesia Tbk. IGAR Manufaktur

8 Multi Prima Sejahtera Tbk. LPIN Manufaktur

9 Astra Auto Tbk. AUTO Manufaktur

10 Berlina Tbk. BRNA Manufaktur

11 Multiprima Sejahetera Tbk. BRAM Manufaktur

12 Beton jaya Manunggal Tbk. BTON Manufaktur

13 Asia Plast Industries Tbk. APLI Manufaktur

14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. AISA Manufaktur

15 Darya Varia Laoratoria Tbk. DVLA Manufaktur

16 Bantoel International Investama Tbk. RMBA Manufaktur

17 HM Sampoerna Tbk. HMSP Manufaktur

18 Multistratada Arah Sarana Tbk. MASA Manufaktur

19 Kalbe Farma Tbk. KLBF Manufaktur

20 Kimia Farma (Persero) Tbk. KAEF Manufaktur

21 Mustika Ratu Tbk. MRAT Manufaktur

22 Gajah Tunggal Tbk. GJTL Manufaktur

23 Unilever Indonesia Tbk. UNVR Manufaktur

24 Astra International Tbk. ASII Manufaktur

25 Holcim Indonesia Tbk. SMCB Manufaktur

26 Trias sentosa tunggal Tbk. TRST Manufaktur

27 Semen Gresik (Persero) Tbk. SMGR Manufaktur

28 Surya Toto Indonesia Tbk. TOTO Manufaktur

29 Suparma Tbk. SPMA Manufaktur

30 Arwana Citra Mulya Tbk. ARNA Manufaktur

94

Tabel 4.4

Perusahaan Jasa

No SERVICE KODE

JENIS

PERUSAHAAN

1 Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. APOL Jasa

2 Berlian Laju Tanker Tbk. BLTA Jasa

3 Centris Multi Persada Pratama Tbk. CMPP Jasa

4 Indonesia Air Transport Tbk. IATA Jasa

5 Mitra Rajasa Tbk. MIRA Jasa

6 Panorama Transportasi Tbk. WEHA Jasa

7 Pelayaran Tempuran Emas Tbk. TMAS Jasa

8 Humpus intermoda transportasi Tbk. HITS Jasa

9 Samudera Indonesia Tbk. SMDR Jasa

10 Mahaka Media Tbk ABBA Jasa

11 Grahamas Citra Tbk. GMCW Jasa

12 Hotel Mandarine Property tbk. HOME Jasa

13 Island concept Indonesia Tbk. ICON Jasa

14 Indonesia Paradisea Property Tbk. INPP Jasa

15 Jasund tiga perkasa Tbk. JTPE Jasa

16 Bayu Banada Tbk. BAYU Jasa

17 Limas centrik Indonesia Tbk. LMAS Jasa

18 Panorama Transportasi Tbk. PNRW Jasa

19 Tempo Inti Media Tbk. TMPO Jasa

20 Mahaka Media Tbk. ABBA Jasa

21 Bakrie Telecom Tbk. BTEL Jasa

22 Excelcomindo Pratama Tbk. EXCL Jasa

23 Indosat Tbk. ISAT Jasa

24 Mobile-8 Telecom Tbk. FREN Jasa

25 Telekomunikasi Indonesia Tbk. TLKM Jasa

26 Alam Sutera Realty Tbk. ASRI Jasa

27 Bakrieland Development Tbk. ELTY Jasa

28 Duta Pertiwi Nusantara Tbk. DPNS Jasa

29 Pakuwon Jati Tbk. PWON Jasa

30 Lippo Karawaci Tbk. LPKR Jasa

95

A. Analisis dan Pembahasan untuk Perusahaan Manufaktur dan Jasa

1. Analisis Deskriptif

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan fasilitas

elektronik dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS versi 17.0

untuk memudahkan perolahan data sehingga dapat menjelaskan

variabel-variabel yang diteliti. Langkah pertama dalam penelitian ini

adalah melakukan penentuan sampel dengan metode purposive

sampling atau penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu pada

perusahaan-perusahaan manufaktur dan service (jasa) periode 2008-

2010 berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam penelitian ini

sebagai pedoman penentuan opini going concern.

Tabel deskriptif menjelaskan variabel-variabel independen X yaitu,

X1 (Audit delay), X2 (Opinion shopping), X3 (Debt default), serta

Proxy Going Concern yang diproxy-kan terhadap analisis rasio

keuangan sebagai berikut X4 (Ratio liquidity), X5 (Ratio profitability),

dan X6 (Ratio solvability). Variabel dependen Y: opini audit going

concern. Dan data yang akan diolah adalah data laporan keuangan

tahunan periode 2008-2010. Berikut tabel hasil olahan data mengenai

statistik deskriptif untuk perusahaan sektor manufaktur dan jasa

sebagai berikut:

96

Hasil Uji 4.5

Hasil uji Statistik Deskriptif

Perusahaan Manufaktur

N Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation

Audit delay 90 31.00 119.00 73.7222 14.90044

Opinion shopping 90 0 1 .66 .478

Debt default 90 0 1 .56 .500

Rasio likuiditas 90 .15 18.80 2.6294 2.51104

Rasio profitabilitas 90 -.19 1.11 .1228 .17858

Rasio solvabilitas 90 .07 .90 .4361 .19659

Going concern 90 0 1 .54 .501

Valid N (listwise) 90

Sumber: Data sekunder yang di olah

Tabel 4.5 menjelaskan bahwa pada variabel audit delay jawaban

minimum dari hasil olahan data sebesar 31 dan maksimum sebesar

119, dengan rata-rata total jawaban 73.7222 dan standar deviasi

sebesar 14.90044. Variabel opinion shopping jawaban minimum dari

hasil olahan data sebesar 0 dan maksimum sebesar 1, dengan rata-rata

total jawaban 0.66 dan standar deviasi sebesar 0.478. Pada variabel

debt default jawaban minimum dari hasil olahan data sebesar 0 dan

maksimum sebesar 1, dengan rata-rata total jawaban 0.56 dan standar

deviasi sebesar 0.500. Variabel ratio likuidity jawaban minimum dari

hasil olahan data sebesar 0.15 dan maksimum sebesar 18.80 dengan

97

rata-rata total jawaban 2.6294 dan standar deviasi sebesar 2.51104.

Pada variabel prosedur ratio profitability jawaban minimum dari hasil

olahan data sebesar -0.19 dan maksimum sebesar 1.11, dengan rata-

rata total jawaban 0.1228 dan standar deviasi sebesar 0.17858.

Variabel ratio solvability jawaban minimum dari hasil olahan data

sebesar 0.07 dan maksimum sebesar 0.90, dengan rata-rata total

jawaban 0.4361 dan standar deviasi sebesar 0.19659. Dan untuk

variabel dependen yang berupa opini audit going concern jawaban

minimum dari hasil olahan data sebesar 0 dan maksimum sebesar 1.0,

dengan rata-rata total jawaban 0.54 dan standar deviasi sebesar 0.501.

98

Tabel 4.6

Hasil uji statistik deskriptif

Perusahaan Jasa

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Aaudit delay 90 12.00 153.00 79.3111 25.79158

Opinion shopping 90 0 1 .46 .501

Debt default 90 0 1 .52 .502

Rasio likuiditas 90 .02 31.45 2.6896 5.21391

Rasio profitabilitas 90 .00 1.08 .1233 .18656

Rasio solvabilitas 90 .00 6.68 .6934 .74731

Going concern 90 0 1 .43 .498

Valid N (listwise) 90

Sumber: Data sekunder yang di olah

Tabel 4.6 menjelaskan bahwa pada variabel audit delay jawaban

minimum dari hasil olahan data sebesar 12 dan maksimum sebesar

153, dengan rata-rata total jawaban 79.3111 dan standar deviasi

sebesar 25.79158. Variabel opinion shopping jawaban minimum dari

hasil olahan data sebesar 0 dan maksimum sebesar 1, dengan rata-rata

total jawaban 0, 46 dan standar deviasi sebesar 0.501. Pada variabel

debt default jawaban minimum dari hasil olahan data sebesar 0 dan

maksimum sebesar 1, dengan rata-rata total jawaban 0.52 dan standar

deviasi sebesar 0.502. Variabel ratio likuidity jawaban minimum dari

hasil olahan data sebesar 0. 02 dan maksimum sebesar 31.45 dengan

99

rata-rata total jawaban 2.6896 dan standar deviasi sebesar 5.21391.

Pada variabel prosedur ratio profitability jawaban minimum dari hasil

olahan data sebesar 0.00 dan maksimum sebesar 1.08, dengan rata-rata

total jawaban 0.1233 dan standar deviasi sebesar 0.18656. Variabel

ratio solvability jawaban minimum dari hasil olahan data sebesar 0.00

dan maksimum sebesar 6.68, dengan rata-rata total jawaban 0.74731

dan standar deviasi sebesar 0.19659. Dan untuk variabel dependen

yang berupa opini audit going concern jawaban minimum dari hasil

olahan data sebesar 0 dan maksimum sebesar 1.0, dengan rata-rata

total jawaban 0.54 dan standar deviasi sebesar 0.501.

2. Hasil Uji Regresi Logistik

Analisis regresi logistik dalam penelitian ini menggunakan analisis

regresi logistik dengan tipe regresi binary logistik. Regresy binary

logistic adalah regresi yang digunakan untuk melakukan pemodelan

suatu kemungkinan kejadian dengan variabel Y (respons) bertipe

kategorial dua pilihan (Trihendradi, 2007 : 63).

Dalam penelitian ini untuk industri manufaktur dan jasa variabel

dependen (respons) Y bertipe kategorik /dua pilihan yaitu: Non

GoingConcern = 0 dan Going Concern = 1. Keterangan ini dapat

dilihat dalam tabel identifikasi data:

100

Tabel 4.7

Identifikasi Data

Perusahaan Manufaktur

Dependent Variable Encoding

Dalam penelitian ini (industri manufaktur) jumlah data yang

diproses sebanyak 90 atau N = 90. Untuk melihat kelengkapan daya

yang diproses dalam penelitian ini dan tidak adanya missing case

ditunjukkan pada tabel Case Processing Summary:

Tabel 4.8

Data yang diproses

Case Processing Summary

Perusahaan Manufaktur

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Includedin Analysis

Missing Cases

Total

Unselected Cases

Total

90

0

90

0

90

100. 0

0

100. 0

0

100. 0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dalam penelitian ini variabel dependen (respons) Y bertipe

kategorik / dua pilihan yaitu: Non Going Concern = 0 dan Going

Concern = 1. Keterangan ini dapat dilihat dalam tabel identifikasi data:

Original Value Internal Value

Non Going Concern 0

Going Concern 1

Sumber: Data sekunder yang di olah

Sumber: Data sekunder yang di olah

101

Tabel 4.9

Identifikasi data

Perusahaan Jasa

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Non Going Concern 0

Going Concern 1

Dalam penelitian ini (industri jasa) jumlah data yang diproses

sebanyak 90 atau N = 90. Untuk melihat kelengkapan daya yang

diproses dalam penelitian ini dan tidak adanya missing case

ditunjukkan pada tabel Case Processing Summary:

Sumber: Data sekunder yang di olah

102

Tabel 4.10

Data yang diproses

Case Processing Summary

Perusahaan jasa

Unweighted Casesa N Percent

Selected

Cases

Included in Analysis 90 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 90 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 90 100.0

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a. Menilai Kelayakan Model Regresi

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and

Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Model ini untuk menguji hipotesis

nol bahwa data empiris sesuai dengan model (tidak ada perbedaaan

antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Adapun

hasilnya jika (Ghozali, 2009): Hal ini berarti ada perbedaan signifikan

antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit model

tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya.

Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit Test sama

dengan atau kurang dari 0. 05 maka hipotesis nol ditolak.

Sumber: Data sekunder yang di olah

103

Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test

lebih besar dari 0. 05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti

model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan

bahwa model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya.

Tabel 4.11

Kelayakan model regresi Hosmer and Lemeshow’s test

Perushaan Manufaktur

Step Chi-square df Sig.

1 4.167 8 .842

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Pengujian menunjukan nilai Chi-square sebesar 4.167 dengan

signifikan (p) sebesar 0.842 berdasarkan hasil tersebut, karena nilai

signifikansi lebih besar dari 0.05 maka model dapat disimpulkan

mampu memprediksi nilai observasinya.

Tabel 4.12

Kelayakan model regresi

Hosmer and Lemeshow Test

Perusahaan Jasa

Step Chi-square df Sig.

1 2.637 8 .955

Pengujian ini menunjukan nilai Chi-square sebesar 2.637 dengan

signifikan (p) sebesar 0.955 berdasarkan hasil tersebut, karena nilai

Sumber: Data sekunder yang di olah

Sumber: Data sekunder yang di olah

104

signifikansi lebih besar dari 0.05 maka model dapat disimpulkan

mampu memprediksi nilai observasinya.

b. Hasil Uji Overall Model Fit

Agar model fit dengan data maka H0 harus diterima. Statistik yang

digunakan berdasarkan Likelihood. Likelihood L dari model adalah

probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data

input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan

menjadi -2 LogL. Output SPSS memberikan dua nilai -2 LogL yaitu

satu untuk model yang hanya memasukkan konstanta saja dan satu

model dengan konstanta serta tambahan bebas.

Adanya pengurangan nilai antara -2LogL awal dengan nilai -

2LogL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang

dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2009). Log Likelihood pada

regresi logistik mirip dengan pengertian “Sum of Square Error” pada

model regresi, sehingga penurunan model Log Likelihood

menunjukkan model regresi yang semakin baik.

Untuk melihat model yang lebih baik untuk memprediksi

kemungkinan terjadinya going concern pada perusahaan menggunakan

nilai-2 LogLikelihood. Dari hasil perhitungan -2LogLikelihood pada

blok pertama (block number = 0) terlihat nilai -2LogLikelihood sebesar

124.054 seperti yang terlihat pada tabel 4.13 sebagai berikut:

105

Tebel 4.13

Tabel Uji Overall Model Fit

(block number = 0)

Perusahaan Manufaktur

Iteration historyabc

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model.

c. Initial -2 Log Likelihood: 124.054

d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Kemudian hasil perhitungan nilai -2LogLikelihood pada blok

kedua (block number = 1) terlihat nilai -2LogLikelihood sebesar

74.683 terjadi penurunan pada block kedua (block number =1) yang

ditunjukkan pada tabel 4.14 sebagai berikut:

Iteration -2Log likelihood

Coefficients

Constant

Step 0 1 124.054 .178

2 124.054 .178

Sumber: Data sekunder yang di olah

106

Tabel 4.14

Tabel Uji Overall Model Fit

(block number = 1)

Perusahaan Manufaktur iteration History

a,b,c,d

Iteration

-2Log

likelihood

Coefficients

Constant AD OS DD RL RP RS

Step 1 1 77.371 -1.066 .013 -.014 2581 -.054 -.051 -2.215

2 74.798 -1.222 .021 -.047 3.245 -.086 -.209 -3.613

3 74.648 -1.238 .023 -.068 3.411 -.094 -.309 -4.022

4 74.683 -1.238 .023 -.070 3.423 -.094 -.319 -4.048

5 74.683 -1.238 .023 -.070 3.423 -.094 -.319 -4.048

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model.

c. Initial -2 Log Likelihood: 124.054

d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Penilaian keseluruhan model regresi menggunakan nilai -2

LogLikelihood dimana jika terjadi penurunan pada blok kedua dibanding

blok pertama maka dapat disimpulkan bahwa model regresi kedua

menjadi lebih baik. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.13 dan 4.14.

Pada blok pertama (block number = 0) nilai -2LogLikelihood sebesar

124.054 dan pada blok kedua (block number = 1) nilai -2LogLikelihood

sebesar 74.683. Dari hasil ini kita dapat menyimpulkan bahwa model

regresi kedua lebih baik untuk memprediksi kemungkinan going concern

pada sebuah perusahaan.

Sumber: Data sekunder yang di olah

107

Untuk melihat model yang lebih baik untuk memprediksi

kemungkinan terjadinya going concern pada perusahaan jasa

menggunakan nilai-2 LogLikelihood. Dari hasil perhitungan -

2LogLikelihood pada blok pertama (block number = 0) terlihat nilai -

2LogLikelihood sebesar 123.162 seperti yang terlihat pada tabel 4.15

sebagai berikut:

Tabel 4.15

Tabel Uji Overall Model Fit

(block number = 0)

Perusahaan Jasa Iteration History

a,b,c

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant

Step 0 1 123.162 -.267

2 123.162 -.268

3 123.162 -.268

a. Constant is included in the model.

b. Initial -2 Log Likelihood: 123.162

c. Estimation terminated at iteration.

Kemudian hasil perhitungan nilai -2LogLikelihood pada blok

kedua (block number = 1) terlihat nilai -2LogLikelihood sebesar

123.162 terjadi penurunan pada block kedua (block number =1) yang

ditunjukkan pada tabel 4.20 sebagai berikut:

Sumber: Data sekunder yang di olah

108

Tabel 4.16

Tabel Uji Overall Model Fit

(block number =1)

Perusahaan Jasa

Iteration

-2 Log

likelihood

Coefficients

Constant AD OS DD RL RP RS

Step 1 76.216 -1.851 -.001 1.045 1.982 -.027 .576 .273

2 70.143 -2.472 -.005 1.414 2.549 -.082 .923 .858

3 67.301 -2.616 -.014 1.497 2.778 -.178 .988 2.152

4 66.919 -2.707 -.018 1.573 2.924 -.236 1.145 2.729

5 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.950 -.249 1.177 2.804

Penilaian keseluruhan model regresi menggunakan nilai-2

LogLikelihood dimana jika terjadi penurunan pada blok kedua

dibanding blok pertama maka dapat disimpulkan bahwa model regresi

kedua menjadi lebih baik. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.15

dan 4.16. Pada blok pertama (block number = 0) nilai -2LogLikelihood

sebesar 123.162 dan pada blok kedua (block number = 1) nilai -

2LogLikelihood sebesar 66.910. Dari hasil ini kita dapat

menyimpulkan bahwa model regresi kedua lebih baik untuk

memprediksi kemungkinan going concern pada sebuah perusahaan.

109

c. Hasil Uji Koefisien Determinasi

Koefisien Cox & Snell R Square pada tabel model summary dapat

diinterpretasikan sama seperti koefisien determinasi R Square pada

regresi linear berganda, tetapi karena nilai maksimum Cox & Snell R

Square biasanya lebih kecil dari satu sehingga sulit diinterpretasikan

seperti R Square dan jarang digunakan (Stanislaus, 2006 : 236).

Tabel 4.17

Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square

K

o

e

f

i

s

i

e

n

k

Model Summary

Perusahaan Manufaktur

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R

Square

Nagelkerke R

Square

1 74.683a .422 .564

Koefisien Nagelkerke R Square pada tabel Model summary (industri

manufaktur) merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R Square

untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1. Dilihat dari

tabel 4.17 nilai koefisien Nagelkerke R Square sebesar 0.564 yang berarti

kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel tidak bebas sebesar 56,

4%.

Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square Model Summary

Perusahaan Jasa

Step

-2 Log

likelihood

Cox & Snell R

Square Nagelkerke R Square

1 66.910a .465 .623

Sumber: Data sekunder yang di olah

Sumber: Data sekunder yang di olah

Tabel 4.18

110

Koefisien Nagelkerke R Square pada tabel Model Summary

(industri jasa) merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R

Square untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1.

Dilihat dari tabel 4.18 nilai koefisien Nagelkerke R Square sebesar

0.623 yang berarti kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel

tidak bebas sebesar 62.3%.

d. Hasil Uji Tabel klasifikasi

Tabel klasifikasi akan menunjukan kekuatan prediksi dari model

regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going

concern pada auditee. Dalam output regresi logistik angka ini dapat

dilihat dalam classification tabel (Solikah 2006:77). Tabel

klasifikasinya menghitung estimasi yang benar (Correct) dan salah

(Incorrect) (Ghozali: 2009:270).

111

Tabel 4.19

Hasil Uji Klasifikasi

Perusahaan Manufaktur

Classification Tablea

Observed

Predicted

GC

Percentage Correct

Non Going

Concern Going Concern

GC Non Going Concern 33 8 80.5

Going Concern 7 42 85.7

Overall Percentage 83.3

a. The cut value is .500

Menururut prediksi, perusahaan yang mengalami going concern

adalah 90 perusahaan sedangkan hasil observasi menunjukkan hanya

42 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi yang diamati untuk

perusahaan yang mengalami going concern sebesar 85.7% (50/90),

sedangkan prediksi untuk perusahaan NGC (sehat) adalah 90

perusahaan dan hasil observasinya hanya 41, maka ketepatan prediksi

klasifikasi yang diamati untuk perusahaan NGC sebesar 80.5%

(40/90), secara keseluruhan ketepatan klasifikasi sebesar 83.3%.

Sumber: Data sekunder yang di olah

112

Tabel 4.20

Hasil Uji Klasifikasi

Perusahaan Jasa

Classification Table

a

Observed

Predicted

GC

Percentage Correct

Non Going

Concern Going Concern

GC Non Going Concern 43 8 84.3

Going Concern 8 31 79.5

Overall Percentage 82.2

a. The cut value is .500

Menururut prediksi, perusahaan yang mengalami going concern

adalah 90 perusahaan sedangkan hasil observasi menunjukkan hanya

39 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi yang diamati untuk

perusahaan yang mengalami going concern sebesar 79.5% (39/90),

sedangkan prediksi untuk perusahaan NGC (sehat) adalah 90

perusahaan dan hasil observasinya hanya 51, maka ketepatan prediksi

klasifikasi yang diamati untuk perusahaan NGC sebesar 84..3%

(51/90), secara keseluruhan ketepatan klasifikasi sebesar 82.2%.

Sumber: Data sekunder yang di olah

113

e. Hasil Estimasi Parameter dan Interprestasinya

Estimasi parameter dapat dilihat melalui koefisien regresi.

Koefisien regresi dari tiap variabel-variabel yang diuji menunjukkan

bentuk hubungan antara variabel yang satu dengan yang lainnya.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara

nilai probabilitas (sig). Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil

dari 0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan pada tingkat 5%

maka berarti H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti bahwa variabel

bebas berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel

terikat. Analisis uji regresi ini untuk menguji seberapa jauh semua

variabel terikat. Hasil koefisien regresi dapat ditentukan dengan

menggunakan nilai Probabilitas (Sig) pada tabel berikut:

114

Tabel 4.21

Hasil Uji Signifikansi Data

Perusahaan Manufaktur

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0%C.I.for

EXP(B)

Lower Upper

Step 1a AD .023 .019 1.482 1 .223 1.024 .986 1.063

OS -.070 .636 .012 1 .913 .933 .268 3.242

DD 3.423 .654 27.350 1 .000 30.649 8.499 110.532

RL -.094 .163 .335 1 .563 .910 .662 1.252

RP -.319 1.865 .029 1 .864 .727 .019 28.107

RS 4.048 1.922 4.437 1 .035 .017 .000 .755

Constant -.238 1.887 .431 1 .512 .290

Tabel 4.21 menunjukan hasil regresi logistik pada tingkat

signifikansi 5% dari pengujian regresi logistik diatas di peroleh

persamaan sebagai berikut:

Sumber: Data sekunder yang di olah

115

Tabel 4.22

Hasil Uji Signifikansi Data

Perusahaan Jasa

T

a

b

e

l

T

a

T

Tabel 4.22 menunjukan hasil regresi logistik pada tingkat

signifikansi 5% dari pengujian regresi logistik diatas di peroleh

persamaan sebagai berikut:

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a

AD -.018 .014 1.573 1 .210 .982 .955 1.010

OS 1.587 .656 5.854 1 .016 4.890 1.352 17.690

DD 2.951 .681 18.789 1 .000 19.123 5.036 72.616

RL -.249 .168 2.210 1 .137 .779 .561 1.083

RP 1.178 1.920 .376 1 .540 3.247 .075 139.950

RS 2.805 1.342 4.371 1 .037 16.529 1.192 229.238

Constant -2.723 1.132 5.785 1 .016 .066

a. Variable(s) entered on step 1: AD, OS, DD, RL, RP, and RS.

Sumber: Data sekunder yang di olah

116

Ringkasan tabel 4.23

Hasil uji signifikansi Perusahaan Manufaktur

No Hipotesis Hasil

1 Audit delay berpengaruh terhadap

penerimaan opini going concern

Tidak didukung

2 Opinion shopping berpengaruh

terhadap penerimaan opini going

concern.

Tidak didukung

3 Debt default berpengaruh terhadap

penerimaan audit going concern

Didukung

4 Rasio likuiditas berpengaruh

terhadap penerimaan opini going

concern

Tidak didukung

5 Rasio Profitabilitas berpengaruh

terhadap penerimaan opini going

concern

Tidak didukung

6 Rasio Solvabilitas berpengaruh

terhadap penerimaan opini going

concern.

Didukung

Ringkasan tabel 4.24

Hasil uji signifikansi Perusahaan Jasa

No Hipotesis Hasil

1 Audit delay berpengaruh terhadap

penerimaan opini going concern

Tidak didukung

2 Opinion shopping berpengaruh

terhadap penerimaan opini going

concern.

Didukung

3 Debt default berpengaruh terhadap

penerimaan audit going concern

Didukung

4 Rasio likuiditas berpengaruh terhadap

penerimaan opini going concern

Tidak didukung

5 Rasio Profitabilitas berpengaruh

terhadap penerimaan opini going

concern

Tidak didukung

6 Rasio Solvabilitas berpengaruh

terhadap penerimaan opini going

concern.

Didukung

Sumber: Data sekunder yang di olah

Sumber: Data sekunder yang di olah

117

Ringkasan tabel 4.25

Hasil tingkat komparasi going concern pada Industri

Manufaktur dan Jasa

No Jenis Indutri Hasil

1 Industri Manufaktur 85.7%

2 Industri Jasa 79.5%

Selisih tingkat komparasi going

concern

6.2%

Penelitian ini merupakan studi komparasi (manufaktur dan jasa)

mengenai penerbitan opini going concern oleh auditor. Penelitian ini

menggunakan vaiabel keuangan dan non keuangan. Penelitian ini

menggunakan 30 sampel pada perusahaan manufaktur dan 30 sampel pada

perusahaaan service (jasa) yang terpilih sesuai kriteria.

1. Audit delay berpengaruh positif untuk Industri Manufaktur dan

negatif untuk Industri Jasa terhadap penerimaan opini going concern

Hasil menunjukan bahwa variabel audit delay pada perusahaan

industri manufaktur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

penerimaan opini going concern dengan bukti empiris bahwa nilai

signifikansi (sig) dari variabel tersebut adalah 0.223 lebih besar dari 0.05

artinya bahwa Ha ditolak. Namun arah dari nilai koefisien variabel dari

audit delay adalah 0.023 artinya audit delay berpengaruh positif.

Hasil menunjukan bahwa variabel audit delay pada perusahaan industri

service (jasa) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan

opini going concern dengan bukti empiris bahwa nila signifikansi (sig)

Sumber: Data sekunder yang di olah

118

dari variabel tersebut adalah 0.210 lebih besar dari 0.05 artinya bahwa Ha

ditolak. Namun arah dari nilai koefisien variabel dari audit delay adalah -

0.018 artinya audit delay berpengaruh negatif.

Hasil menunjukan bahwa variabel audit delay pada perusahaan

industri manufaktur dan industri jasa tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap penerimaan opini audit going concern dan arah dari nilai

koefisien dari audit delay adalah 0.023 artinya audit delay berpengaruh

positif untuk industri manufaktur dan negatif untuk Jasa dengan nilai -

0.018. Namun, meskipun arah menunjukkan positif dan negatif pada

model regresi, tingkat signifikansinya berbeda. Hal ini dapat diartikan

bahwa audit delay memberikan bukti konsisten akan pengaruhnya pada

penerimaan opini audit going concern di Indonesia. Kemungkinan

kurangnya jumlah sampel juga mengakibatkan perbedaan signifikansi ini.

Maka, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut akan variabel ini. Hasil ini

sejalan dengan penelitian yang lakukan oleh Indira Januarti (2008)

mengenai audit delay tidak pengaruh secara signifikan terhadap

penerimaan opini audit going concern.

2. Opinion shopping berpengaruh negatif untuk Industri Manufaktur

dan positif untuk Industri Jasa terhadap penerimaan opini going

concern.

Hasil menunjukan bahwa variabel opinion shopping pada perusahaan

industri manufaktur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

penerimaan opini going concern dengan bukti empiris bahwa nilai

119

signifikansi dari variabel tersebut adalah 0.913 lebih besar dari 0. 05

artinya bahwa Ha ditolak. Namun arah dari dari nilai koefisien variabel

dari opinion shopping adalah -0.70 artinya opinion shopping berpengaruh

negatif.

Hasil menunjukan bahwa variabel opinion shopping pada perusahaan

industri service (jasa) berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan

opini going concern dengan bukti empiris bahwa nilai signifikansi dari

variabel tersebut adalah 0, 016 lebih kecil dari 0.05 artinya bahwa Ha

diterima. Namun arah dari dari nilai koefisien variabel dari opinion

shopping adalah 1.587 artinya opinion shopping berpengaruh positif.

Hasil menunjukan bahwa opinion shopping pada perusahaan industri

manufaktur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini

going concern, namun arah dari dari nilai koefisien dari opinion shopping

adalah -0.70 artinya opinion shopping berpengaruh negatif terhadap

penerimaan opini audit going concern. Ini memberikan bukti bahwa

kondisi opinion shooping di Indonesia untuk industri manufaktur tidak

berpengaruhnya secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going

concern pada suatu perusahaan.

Berbeda dengan industri jasa, bahwa hasil menunjukan bahwa opinion

shopping pada perusahaan industri service (jasa) berpengaruh secara

signifikan terhadap penerimaan opini going concern, namun arah dari dari

nilai koefisien variabel dari opinion shopping adalah 1.587 artinya opinion

shopping berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going

120

concern. Arti dari arah positif adalah bahwa semkin besar praktik opinion

shopping, semakin besar pula auditor akan memberikan opini audit going

concern terhadap perusahaan yang di audit. Bukti bahwa kondisi opinion

shooping di Indonesia untuk industri jasa yang berarti bahwa perusahaan

akan tetap menerima opini audit going concern baik ketika

mempertahankan auditor lama maupun berganti auditor artinya mencari

auditor baru. Ini memberikan bukti bahwa independensi benar-benar

dijalankan oleh seorang auditor. Ketika sebuah perusahaan akan menerima

opini audit going concern.

Hasil ini didukung dengan tabel 4 yang menunjukkan konstantanya

positif, yaitu auditee akan cenderung menerima opini audit going concern

apabila berganti auditor. Argumen ini sejalan dengan pendapat dari Chow

dan Rice (1982) dalam Lennox (2002), dimana dikatakan bahwa walaupun

perusahaan sering mengganti auditor setelah menerima opini going

concern, masih belum jelas apakah ini mencerminkan praktik opinion

shopping. Apalagi masih besar adanya kemungkinan bahwa opinion

shopping justru terjadi pada perusahaan yang mempertahankan auditor

lama.

Bukti empiris ini menunjukkan indikasi bahwa independensi auditor

di Indonesia benar-benar dijalankan. Jadi praktek opinion shopping pada

industri jasa sangat berpengaruh terhadap penerimaan status going concern

pada suatu perusahaan. Hasil penelitian untuk perusahaan industri

manufaktur konsisten dengan penelitian oleh Myrna Dyah Praptitorini dan

121

Indira Januarti (2007), namun untuk perusahaan industri jasa penelitain

bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Myrna Dyah

Praptitorini dan Indira Januarti (2007).

3. Debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan audit going

concern pada Industri Manufaktur dan Jasa

Hasil menunjukan bahwa variabel debt default pada perusahaan

industri manufaktur berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan

opini going concern dan mempunyai tanda positif. Dengan bukti empiris

bahwa hasil dari nilai signifikansi dari variabel debt default sebesar

(0.000) artinya bahwa Ha diterima karena nilai signifikansinya lebih kecil

dari 0.05 dan nilai koefisien dari variabel tersebut sebesar 3.432.

Hasil menunjukan bahwa variabel debt default pada perusahaan

industri service (jasa) berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan

opini going concern dan mempunyai tanda positif. Dengan bukti empiris

bahwa hasil dari nilai signifikansi dari variabel debt default sebesar

(0,000) artinya bahwa Ha diterima karena nilai signifikansi nya lebih kecil

dari 0, 05 dan nilai koefisien dari variabel tersebut sebesar 2,951.

Hasil menunjukan bahwa debt default pada perusahaan industri

manufaktur dan jasa berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan

opini going concern dan mempunyai tanda positif. Arti tanda postif disini

adalah bahwa semakin besar debt default semakin besar pula auditor akan

memberikan opini audit going concern terhadap perusahaan yang di audit.

Dengan demikian perusahaan yang mengalami default. Dapat dikatakan

122

bahwa status hutang perusahaan merupakan pertama yang akan diperiksa

oleh auditor untuk mengukur kelangsungan hidup suatu perusahaan.

Kegagalan dalam memenuhi ketika jumlah hutang suatu perusahaan sudah

sangat besar, maka aliaran kas perusahaan tentunya banyak dialokasikan

untuk menutupi hutang perusahaan, sehingga akan mengganggu

kelangsungan operasi dari suatu perusahaan. Apabila hutang ini tidak

mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default pada

perusahaan tersebut. Auditor dalam memberikan opini going concern akan

mempertimbangkan status default seperti yang tercantum pada PSA 30

seksi 341 SPAP 2011. Kesulitan dalam mentaati persetujuan hutang, fakta-

fakta yang lalai atau pelanggaran akan memperjelas masalah going

concern. Hasil ini konsisten dengan penelitan oleh Myrna dan Indira

Januarti (2008), Ramadhany (2004) serta Yulius Kurnia Susanto (2009).

Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa debt default berpengaruh

terhadap penerimaan opini going concern. Hasil ini sama dengan

penelitian sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa status hutang memberi

pengaruh terhadap penerimaan opini going concern.

4. Rasio likuiditas berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini

going concern pada Industri Manufaktur dan Jasa

Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada

perusahaan industri manufaktur yang di proxy-kan terhadap rasio

keuangan yang pertama yaitu rasio likuiditas tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti

123

empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut

sebesar 0.563 artinya Ha ditolak karena nilai signifikansinya lebih besar

dari 0.05. Dan juga variabel rasio likuiditas mempunyai arah atau

pengrauh negatif dengan bukti empiris nilai koefisien variabel nya sebesar

-0.319.

Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada

perusahaan industri service (jasa) yang di proxy-kan terhadap rasio

keuangan yang pertama yaitu rasio likuiditas tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti

empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut

sebesar 0.137 artinya Ha ditolak karena nilai signifikansinya lebih besar

dari 0.05. Dan juga variabel rasio likuiditas mempunyai arah atau

pengaruh negatif dengan bukti empiris nilai koefisien variabelnya sebesar

-0.249

Hasil menunjukan bahwa proxy going concern pada perusahaan

industri manufaktur dan jasa yang di proxy-kan terhadap rasio keuangan

yang pertama yaitu rasio likuiditas tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap penerimaan opini going concern baik pada industri manufaktur

maupun jasa. Namun arah rasio likuiditas mempunyai arah atau pengaruh

negatif terhadap penerimaan opini going concern baik pada industri

manufaktur maupun jasa.

Artinya ketika sebuah perusahaan mampu untuk membayar utang-

utang jangka pendeknya yang jatuh tempo, dengan kata lain bahwa tidak

124

ada kendala bagi perusahaan unuk memenuhi kewajiban atau utangnya

pada saat ditagih sehingga akan memberikan harapan bagi perusahaan

bahwa auditor tidak akan memberikan status atau opini going concern

pada perusahaan yang diaudit.

Current ratio hanya merupakan kebiasaan dan akan digunakan

sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa lebih lanjut.

Bagi perusahaan yang mempunyai hubungan baik dengan kreditor atau

posisinya kuat terhadap pemasok, mungkin perusahaan tidak perlu

memiliki rasio yang tinggi.

Rasio lancar mempunyai sifat tingginya berubah-ubah dari waktu ke

waktu. Sebagai contoh, pada pakaian ketika menjelang hari-hari raya

permintaan akan pakaian mulai meningkat, kemudian menurun mencapai

titik terbawah lagi pada hari raya tersebut. Untuk menghadapi kenaikan

permintaan tersebut pakaian harus menaikkan besarnya persediaan. Kalau

peningkatan persediaan barang dagangan tersebut dibiayai dengan cara

mengurangi uang tunai perusahaan, maka rasio perusahaan tidak

mengalami perubahan. Sebab pada transaksi seperti itu hanya struktur

aktiva lancarnya saja yang mengalami perubahan, sedangkan nilai total

aktiva dan nilai total lancarnya tidak mengalami perubahan, sehingga rasio

lancar tidak mengalami perubahan.

Akan tetapi jika penumpukan persediaan dilaksanakan dengan cara

dibiayai dari pinjaman jangka pendek, maka ketika volume penjualan

tinggi, rasio lancar perusahaan akan menurun. Oleh karena itu untuk

125

mengukur tingginya likuiditas perusahaan lebih baik untuk

mempergunakan angka perputaran modal kerja daripada mempergunakan

rasio lancar. Adapun pertimbangannya ialah karena angka perputaran

modal kerja tidak banyak dipengaruhi oleh sifat musiman dibandingkan

dengan rasio lancar.

Sehingga rasio likuiditas yang diukur dengan current ratio tidak

berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern pada perusahaan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rhamadany (2004),

Setiawati serta Agoes (2005) dan Oni dan Desi (2010) yang menyatakan

bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going

concern.

Namun hasil dari penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Wulandari Juniadi variabel likuiditas menunjukkan nilai

koefisien variabel sebesar 2.301 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.027

lebih kecil dari 0.05 (5%). Artinya dapat disimpulkan bahwa likuiditas

berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Pengaruh rasio

likuiditas terhadap pemberian opini going concern karena pengukuranya

menggunakan quick ratio, karena quick ratio tidak mengikutsertakan

persediaan dalam perhitungannya. Atas dasar pengamatan data dapat

dinyatakan bahwa nilai persediaan yang dimiliki perusahaan sampel lebih

besar dibandingkan aktiva lainnya sehingga menyebabkan angka quick

ratio lebih kecil dan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going

concern. Hubungan antara quick ratio dengan opini audit adalah makin

126

kecil quick ratio, perusahaan kurang likuid karena banyak kredit macet

sehingga opini audit harus memberikan keterangan mengenai going

concern.

5. Rasio profitabilitas berpengaruh negatif untuk Industri Manufaktur

dan positif untuk Industri Jasa terhadap penerimaan opini going

concern.

Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada

perusahaan industri manufaktur yang di proxy-kan terhadap rasio

keuangan yang kedua yaitu rasio profitabilitas tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti

empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut

sebesar 0.846 artinya Ha ditolak karena nilai signifikansinya lebih besar

dari 0.05. Serta mempunyai arah negatif dengan dibuktikan pada nilai

koefisien variabelnya sebesar -0.319 artinya berpengaruh secara negatif.

Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada

perusahaan industri service (jasa) yang di proxy-kan terhadap rasio

keuangan yang kedua yaitu rasio profitabilitas tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti

empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut

sebesar 0.540 artinya Ha ditolak karena nilai signifikansinya lebih besar

dari 0.05. Mempunyai arah positif dengan dibuktikan pada nilai koefisien

variabelnya sebesar 1.178 artinya berpengaruh secara positif.

127

Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada

perusahaan industri manufaktur dan jasa yang di proxy-kan terhadap rasio

keuangan yang kedua yaitu rasio profitabilitas tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Namun mempunyai

arah negatif dengan dibuktikan pada nilai koefisien variabelnya sebesar -

0,319 artinya berpengaruh secara negatif. Namun pada insudtri jasa

mempunyai arah positif dengan dibuktikan pada nilai koefisien

variabelnya sebesar 1.178 artinya berpengaruh secara positif.

Analisis profitabilitas dapat memberikan jawaban akhir tentang

efektifitas manajemen perusahaan. Rasio profitabilitas dapat digunakan

untuk mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

(Petronela 2004). Tidak ditemukannya bukti yang signifikan antara

profitabilitas dan pemberiaan opini audit going concern karena financial

leverage yang ditanggung perusahaan relatif besar

Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Indira

Januarti (2008) dan Januarti Fitrinasari (2009), serta Oni dan Desi (2010)

dengan menggunakan rumus yang sama yaitu ROA sebagai pengukurnya.

Yang menyatakan bahwa analisis rasio profitabilitas tidak berpengaruh

secara signifikan tehadap pemberian opini going concern oleh auditor dan

juga menyatakan bahwa rasio profitabilitas memang meningkat selama

tahun berjalan namun diimbangi dengan menurunnya hutang perusahaan,

sehingga disamping profitabilitasnya yang meningkat hutang perusahaan

128

ikut menurun hal ini perusahaan akibatnya bisa membayar hutangnya

dikemudian hari.

6. Rasio Solvabilitas berpengaruh negatif untuk industri manufaktur dan

positif untuk industri jasa terhadap penerimaan opini going concern.

Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada

perusahaan industri manufaktur yang di proxy-kan terhadap rasio

keuangan yang ketiga yaitu rasio solvabilitas berpengaruh secara

signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti

empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut

sebesar 0.035 artinya Ha diterima karena nilai signifikansinya lebih besar

dari 0.05. Namun mempunyai nilai koefisien variabel sebesar -0. 048

artinya berpengaruh secara negatif.

Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada

perusahaan industri service (jasa) yang di proxy-kan terhadap rasio

keuangan yang ketiga yaitu rasio solvabilitas berpengaruh secara

signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti

empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut

sebesar 0.016 artinya Ha diterima karena nilai signifikansinya lebih besar

dari 0.05. Namun mempunyai nilai koefisien variabel sebesar 2. 805

artinya berpengaruh secara positif.

Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada

perusahaan industri manufaktur dan jasa yang di proxy-kan terhadap rasio

keuangan yang ketiga yaitu rasio solvabilitas berpengaruh secara

129

signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Namun untuk

industri manufaktur mempunyai nilai koefisien variabel sebesar -0.1238

artinya berpengaruh secara negatif. Artinya bahwa semakin tinggi rasio

solvabilitas, semakin rendah auditor memberikan opini going concern

pada suatu perusahaan yang di audit. Dalam praktiknya untuk menutupi

kekurangan akan kebutuhan dana, perusahaan memiliki beberapa pilihan

sumber dana yang dapat digunakan. Pemilihan sumber dana ini tergantung

dari tujuan, syarat-syarat, keuntungan dan kemampuan perusahaan

tentunya. sumber-sumber dana secara garis besar dapat diperoleh dari

modal sendiri dan pinjaman (bank atau lembaga keuangan lainnya).

Perusahaan dapat memilih dana dari salah satu sumber tersebut atau

kombinasi dari keduanya.

Setiap sumber dana memiliki kelebihan dan kekurangan masing-

masing. Misalnya penggunaan modal sendiri mimiliki kelebihan, yaitu

mudah diperoleh, dan beban pengambilan yang relatif lama. Disamping itu

dengan menggunakan modal sendiri tidak ada beban untuk membayar

angsuran termasuk bunga dan biaya lainnya. Sebaliknya kekurangan

modal sendiri sebagai sumber dana adalah jumlahnya yang relatif

terbatas, terutama pada saat menjatuhkan dana yang relatif besar.

Rasio solvabilitas (leverage) merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dari hutang. Artinya

berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan

dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio ini digunakan

130

untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh

kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila

perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).

Namun untuk industri perusahaan jasa mempunyai nilai koefisien

variabel sebesar 2.805 artinya berpengaruh secara positif. Semakin tinggi

rasio solvabilitas maka semakin tinggi pula resiko kerugian yang dihadapi

dan semakin besar pula auditor akan memberikan opini audit going

concern pada auditee. Bisa diartikan bahwa kemampuan perusahaan untuk

membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka

panjang tidak terpenuhi. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio

solvabilitas yang rendah tentu mempunyai resiko kerugian yang lebih

kecil. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat hasil

pengembalian (return) pada saat perekonomian tinggi.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Minodi

Widjaya (2008). Namun hasil penelitian diatas bertentangan dengan

penelitain yang dilakukan oleh Indira Januarti dan Fitrianasari (2008) yang

menyatakan bahwa rasio solvabilitas tidak berpengaruh terahadap

pemberian opini going concern. Hal ini dibuktikan dengan angka nilai

signifikansi 0.856 hasil penelitian Fitrianasari sejalan dengan penelitian

Hani et al. (2004) yang menunjukan bahwa rasio solvabilitas kurang

dipertimbangkan oleh auditor dalam pemberian opini going concern.

Banyak penelitian yang mengemukakan bahwa rasio solvabilitas tidak

berpengaruh terhadap pemberian opini going concern selain bertentang

131

dengan penelitan yang dilakukan oleh fitrianasari penelitian ini juga

bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Badera dan

Rudyawan (2008:6) bahwa rasio solvabilitas tidak berpengaruh terhadap

penerimaan opini going concern dengan tingkat signifikansinya sebesar

0.067 lebih besar dari 0.05.

Penelitian ini memberikan suatu indikasi bahwa sampel perusahaan

dapat melakukan pengelolaan aktivitasnya secara efisien maka auditee

dapat meningkatkan volume penjualan, dengan meningkatkan volume

penjualan maka auditee akan memilki dana untuk membayar hutangya

(Januarti dan Fitrianasari 2008).

132

7. Hasil Perbandingan Tingkat Going Goncern Perusahaan Industri

Manufaktur dan Jasa

Setelah hasil statistik dari kedua industri di dapatkan maka penulis bisa

membandingkan antara hasil dari perusahaan industri manufakur dan jasa

dengan menggunakan variabel yang sama yaitu audit delay, opinion

shopping, debt default, serta proxy going concern yang di proxy-kan

terhadap rasio keuangan yaitu rasio likuiditas, profitabilitas dan rasio

solvabilitas terhadap penerimaan opini going concern menghasilkan

perbandingan sebagai berikut:

1. Tabel prediksi tingkat going concern pada perusahaan industri

manufaktur dan Jasa, bahwa industri manufaktur untuk prediksi going

concern mempunyai nilai sebsesar 85.7% lebih besar 6.2% dari

perusahaan industri jasa sebesar 79.5%. Kemungkinan status going

concern atau opini going concern lebih besar diterima oleh perusahaan

Manufaktur daripada Jasa.

Tingkat going concern yang diterima oleh perusahaan industri

manufaktur dan jasa, lebih besar diperusahaan industri manufaktur bisa

dikatakan bahwa pada saat krisis global, dilihat dari faktor penyebabnya,

krisis ekonomi global pada saat tahun 2008 dengan krisis ekonomi yang

melanda Indonesia lebih kurang satu dasawarsa lalu, yang mana pada saat

itu krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih disebabkan oleh

ketidakmampuan Indonesia menyediakan alat pembayaran luar negeri, dan

tidak kokohnya struktur perekonomian Indonesia, tetapi krisis keuangan

133

global pada tahun 2008 ini berasal dari faktor-faktor yang terjadi di luar

negeri.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain menyebabkan

volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan

berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut,

terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah

pengangguran dunia.

Setelah krisis (2000-2008), industri manufaktur nonmigas rata-rata

tumbuh 5, 7 persen per tahun, sedikit lebih tinggi dari rata-rata

pertumbuhan PDB (5, 2 persen). Kini, pertumbuhan industri manufaktur

cenderung turun lebih rendah daripada PDB. Lima tahun terakhir (2004-

2008), industri manufaktur nonmigas tumbuh rata-rata 5,6 persen per

tahun, lebih rendah daripada rata-rata pertumbuhan PDB (5,7 persen).

Sejalan dengan penurunannya, peranan industri manufaktur mendorong

pertumbuhan PDB kian berkurang, bahkan tergeser sektor jasa. Industri

manufaktur semakin merana. Pada triwulan ketiga 2009 pertumbuhannya

hanya 1, 3 persen, tak sampai sepertiga pertumbuhan produk domestik

bruto (PDB) yang mencapai 4, 2 persen. Pada masa kejayaannya, 1987-

1996, industri manufaktur tumbuh dua dijit, rata-rata 12 persen, hampir

dua kali lipat pertumbuhan PDB sebesar 6,9 persen. Pada akhirnya

Pemerintah mengeluarkan langkah kebijakan untuk menjaga agar

perekonomian tetap stabil di tengah krisis antara lain dengan mendorong

kinerja melalui pemberian insentif dan disinsentif. Pemerintah mendorong

134

sektor swasta untuk meningkatkan pertumbuhan usaha berbasis industri

manufaktur sehingga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang

besar.

Adapun basis industri manufaktur yang didorong pertumbuhannya

oleh pemerintah adalah:

1. Tekstil dan Produk Tekstil

2. Alas Kaki

3. Keramik

4. Elektronika Konsumsi

5. Pulp dan Kertas

6. Petrokimia

7. Semen

8. Baja

9. Mesin Listrik & Alat Listrik

10. Alat Pertanian

11. Peralatan Pabrik

Pemerintah juga melindungi industri dalam negeri dari membanjirnya

produk luar dengan membatasi laju impor serta meningkatkan

pengamanan pasar domestik dari produk impor ilegal atau politik

dumping. Pemerintah juga mendukung usaha peningkatan hasil komoditi

di sektor industri minyak nabati, getah karet alam, kertas dan kertas koran,

serta barang tembaga. Dalam menghadapi krisis keuangan global ini,

pemerintah juga memberikan perhatian khusus kepada Industri Kecil dan

135

Menengah (IKM), untuk menjaga tetap tersedia lapangan kerja bagi

masyarakat pedesaan. Meskipun insudtri jasa pada krisis global

mengalami ancaman kebangkrutan namun, dampak yang ditimbulkan oleh

krisis keuangan global tidak begitu parah menimpa industi jasa

dibandingkan insudtri manaufaktur, meskipun dampak terhadap

perekonomian Indonesia mulai dirasakan pada triwulan IV tahun 2008,

dimana pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2008 menurun sebesar

minus 3,6 persen dibandingkan triwulan III-2008, dan meningkat 5,2

persen dibandingkan dengan triwulan IV-2007 yang berarti lebih lambat

dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan-triwulan sebelumnya pada tahun

2008 yaitu 6,2 persen di triwulan I, 6,4 persen pada triwulan II, 6,4 persen

pada triwulan III. Melemahnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV

tahun 2008 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan ekspor barang dan

jasa yaitu minus 5,5 % dibandingkan triwulan III-2008 dan hanya

meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2007

nelemahnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa adalah sebagai akibat

dari menurunnya harga minyak serta menurunnya harga dan permintaan

komoditas ekspor Indonesia sebagai dampak dari krisis keuangan global.

Namun industri jasa seperti advertising, telkomunikasi, dan lain-lain,

mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan

industri manufaktur yang mengalami penurunanan. Jadi bisa dikatakan

bahwa tingkat going concern lebih besar diperoleh pada industri

136

manufaktur daripada jasa. (Buku Pegangan 2009 Penyelenggaraan

Pemerintahan dan Pembangunan Daerah dan Future Water Geography)

137

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh audit delay, opinion

shopping, debt default serta proxy going cocern yang diproksikan denga rasio

likuiditas, rasio profitabilitas dan rasio solvabilitas terhadap penerimaan opini

audit going concern. Dengan studi komparasi pada perusahaan manufaktur

dan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Olahan

data dalam penelitian ini berjumlah 90 laporan keuangan sebagai akumulasi

selama 3 tahun untuk industri manufaktur dan 90 untuk industri jasa.

Berdasarkan pada data yang telah dikumpulkan dan pengujian yang telah

dilakukan terhadap permasalahan dengan menggunakan model regresi

logistik, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil menunjukan bahwa variabel audit delay pada perusahaan industri

manufaktur dan industri jasa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

penerimaan opini audit going concern. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang lakukan oleh Indira Januarti 2008 mengenai audit delay

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going

concern.

2. Hasil menunjukan bahwa opinion shopping pada perusahaan industri

manufaktur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini

going concern. Berbeda dengan industri jasa, bahwa hasil menunjukan

138

bahwa opinion shopping pada perusahaan industri service (jasa)

berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini going concern

dengan bukti empiris bahwa nilai signifikansi dari variabel tersebut adalah

0.016 lebih kecil dari 0.05 artinya bahwa Ha diterima. Hasil penelitian

unutk perusahaan industri manufaktur konsisten dengan penelitian oleh

Myrna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007), namun untuk

perusahaan industri jasa penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Myrna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007)

3. Hasil menunjukan bahwa debt default pada perusahaan industri

manufaktur dan jasa berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan

opini going concern dan mempunyai tanda positif. Hasil ini konsisten

dengan penelitian oleh Myrna dan Indira Januarti (2008), Ramadhany

(2004) serta Yulius Kurnia Susanto (2009).

4. Hasil menunjukan bahwa proxy going concern pada perusahaan industri

manufaktur yang di proxy-kan terhadap rasio keuangan yang pertama yaitu

rasio likuiditas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan

opini going concern baik pada industri manufaktur maupun jasa. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Rhamadany (2004), Setiawati serta

Agoes (2005) Oni dan Desi (2010) yang menyatakan bahwa rasio

likuiditas tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern.

Namun hasil dari penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Wulandari Juniadi variabel likuiditas menunjukkan nilai

139

koefisien variabel sebesar 2.301 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.027

lebih kecil dari 0.05 (5%).

5. Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada perusahaan

industri manufaktur dan jasa yang di proxy-kan terhadap rasio keuangan

yang kedua yaitu rasio profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Rhamadany (2004), Setiawati serta Agoes (2005), Oni

dan Desi (2010) yang menyatakan bahwa rasio likuiditas tidak

berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern.

6. Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada perusahaan

industri manufaktur dan jasa yang di proxy-kan terhadap rasio keuangan

yang ketiga yaitu rasio solvabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap

penerimaan opini going concern. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Minodi Widjaya (2008). Namun hasil penelitian diatas

bertentangan dengan penelitain yang dilakukan oleh Indira Januarti dan

Fitrianasari (2008) yang menyatakan bahwa rasio solvabilitas tidak

berpengaruh terahadap pemberiaan opini going concern. Hal ini

dibuktikan dengan angka nilai signifikansi 0.856 hasil penelitian

fitrianasari sejalan dengan penelitian Hani et al. (2004) yang menunjukan

bahwa rasio solvabilitas kurang dipertimbangkan oleh auditor dalam

pemberian opini going concern.

7. Tabel prediksi tingkat going concern pada perusahaan industri manufaktur

dan Jasa, bahwa industri manufaktur untuk prediksi going concern

140

mempunyai nilai sebsesar 85.7% lebih besar 6.2% dari perusahaan industri

jasa sebesar 79.5%. Kemungkinan status going concern atau opini going

concern lebih besar diterima oleh perusahaan Manufaktur daripada Jasa.

B. Implikasi

Implikasi pada penelitian ini didasarkan dari kesimpulan bahwa debt

default, rasio solvabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going

concern sedangkan untuk industri jasa yaitu debt default, opinion shopping

dan rasio solvabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going

concern implikasinya adalah sebagai berikut:

1. Praktisi

Dapat disimpulkan bahwa debt default dan rasio solvabilitas

menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini going

concern pada industri manufaktur dan jasa. Seorang auditor juga akan

mempertimbangkan analisis tersebut sebelum memberikan opini going

concern pada suatu perusahaan. Akan tetapi dalam mengeluarkan opini

going concern seorang auditor juga harus memperhatikan faktor-faktor

lain, seperti kondisi perekonomian yang berkembang. Auditor harus

konservatif dalam memutuskan opini going concern agar tidak terjadi

kesalahan yang berakibat fatal bagi para pengguna, seperti pengguna dapat

mengalami kerugian karena salah dalam mengambil keputusan.

Selain itu, perusahaan diharapkan lebih memperhatikan akan

pentinganya menjaga tingkat solvabilitas dalam kegiatan operasionalnya

untuk memprediksi kelangsungan usaha suatu perusahaan. Rasio keuangan

141

yang memiliki pengaruh signifikan dalam menentukan kondisi kesehatan

perusahaan berasal dari rasio solvabilitas yang menjelaskan kemampuan

perusahaan manufaktur maupun jasa dalam menghasilkan laba, memenuhi

kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dan mengukur tingkat sejauh

mana aktiva perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang. Sehingga

dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan-perusahaan

untuk melihat kelangsungan hidup perusahaan-perusahaan tersebut.

Selain itu hal yang menjadi poin yang tidak boleh diabaikan oleh

sebuah perusahaan jika ingin mendapatkan penilain baik oleh auditor yaitu

status default perusahaan, karena efek yang timbul dari pemberian opini

going concern tersebut menjadikan hilangnya kepercayaan dari publik

akan keberlanjutan usahanya auditee, termasuk investor, kreditor dan

konsumen sehingga akan merugikan perusahaan itu sendiri. Selain itu

dilain hal jika sebuah perusahaan mendapatkan status default itu akan

menjadi hambatan besar karena perusahaan tersebut akan lebih sulit lagi

bangkit dari keterpurukan, karena bila sudah mendapatkan status default

tersebut investor akan berfikir dua kali untuk memberikan modalnya

karena mereka tahu bahwa mereka akan sulit mendaptakan keuntungan

seperti yang mereka harapkan dari modal mereka nantinya, dampak ini

akan berpengaruh terahadap kelangsungan usaha perusahaan yang

berstatus default. Serta informasi-informasi tersebut di atas akan menjadi

tolak ukur bagi kreditor untuk mengambil keputusan siapa yang akan

142

diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk memonitor dalam

memberi pinjaman terhadap debitor.

Pada industri jasa variabel yang berpengaruh terhadap penerimaan

opini going concern suatu perusahaan yaitu, debt default, opinion

shopping serta rasio solvabilitas. Impilkasi untuk debt default dan rasio

solvabilitas sama dengan yang diterapkan pada industri manufaktur diatas.

Sedangkan untuk opinion shopping, pada industri jasa di Indonesia bahwa

kemungkinan opinion shopping itu bisa dilakukan dengan hasil empiris

nilai signifikansinya 0.016 lebih kecil dari 0.05. Bahwa sebuah perusahaan

akan melakukan pergantian auditor ketika kemungkinan status going

concern akan didapat oleh perusahaan yang di audit oleh auditor eksternal

dan mengancam akan mengganti auditor tersebut ketika status going

concern akan diberikan kepada perusahaan yang di audit. Ketika terjadi

praktik opinion shopping maka seoarang auditor harus independen dalam

memberikan opini auditnya, opinion shopping akan memberi dampak

buruk terhadap investor, kreditor maupun pemerintah karena prektek

opinion shopping akan dinilai buruk bagi para pengguna laporan

keuangan. Bagi regulator pasar modal, yakni memberikan kontribusi

praktis pada pihak BAPEPAM mengenai perhatiannya terhadap

kemungkinan terjadinya praktik opinion shopping di Indonesia

Selain itu Investor sebagai pemilik modal dapat mengetahui sinyal

going concern perusahaan sehingga dapat mengambil keputusan yang

143

tepat atas risiko investasinya dan menentukan pilihan atas investasi pada

perusahaan manufaktur maupun jasa, untuk yang akan datang.

2. Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide untuk pengembangan

penelitian selanjutnya. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan

penambahan beberapa variabel independen lainnya sebagai pengaruh

terhadap penerimaan opini audit going concern ataupun dengan perluasan

wilayah industri penelitian dan menambahkan jumlah sampel penelitian.

Perluasan wilayah industri penelitian serta menambah jumlah sampel

penelitian mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik dalam

memprediksi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap

penerimaan opini audit going concern.

3. Pembaca

Pembaca menambah wawasan tentang informasi dan masukan-

masukan pada masyarakat umum dan khususnya para pemakai laporan

keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan publik tentang beberapa faktor

yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern serta bagi

pihak-pihak yang berkepentingan seperti investor, kreditor, dan

pemerintah.

144

C. Keterbatasan Penelitian dan Saran

Keterbatasan penelitian ini adalah:

1. Variabel yang digunakan untuk memprediksi tingkat going concern

perusahaan hanya rasio keuangan dan non keungan (audit delay,

opinion shopping dan debt default)

2. Proksi going concernnya hanya di proksikan terhadap rasio keuangan

yaitu rasio likuiditas, profitabilitas dan solvabilitas saja.

3. Tahun pengamatan hanya berkisar 3 tahun.

Saran bagi peneliti selanjutnya:

1. Bagi peneliti selanjutnya untuk memprediksi tingkat going concern

atau pemberian opini going concern pada perusahaan dapat

menambah variabel lain untuk menentukan kemungkinan penerimaan

opini going concern, supaya bisa diketahui selain variabel yang diteliti

oleh penulis sekarang, masih adakah variabel yang lebih bisa

mempengaruhi auditor dalam pemberian opini going concen misalnya

seperti strategic action perusahaan untuk memperoleh hsail yang lebih

baik.

2. Penelitian selanjutnya diharapkan memproksikan going concern

terhadap arus kas supaya lebih mengetahui tentang aliran dana kas

perushaan mengalir.

3. Penelitian selanjutnya diharapkan menambah tahun pengamatan

minimal lebih dari 3 tahun supaya mengethaui gejala-gejala yang

memepengaruhi pemberian opini going concern sehingga dapat

145

melihat kecenderungan trend penerbitan opini audit going concern

oleh auditor dalam jangka panjang dan dapat membedakan antara

periode krisis ekonomi moneter dengan kondisi ekonomi normal.

146

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno, “Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik”,

Edisi Ketiga, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia, 2004.

Altman, E dan McGough, T. 1974. “Evaluation of A Company as A Going

Concern”. Journal of Accountancy. December. 50-57.

Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S.Beasley, “Auditing dan Pelayanan

Verifikasi Pendekatan Terpadu”, Jakarta: PT Indeks, 2010.

Arga, dan Wedari 2006. “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

Kecenderungan Penerimaan Opini audit going concern”

Bastian, Indra, Suharjo. 2006. Akuntansi Perbankan, Edisi Pertama, Salemba

Empat, Jakarta.

Belkaoui, Ahmed Riahi. 2007. Teori Akuntansi. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.

Buku Pegangan 2009. “Penyelenggaraan dan Pembangunan Daerah, dan future

water geogrhapy”

Carcello, Joseph V., Hermanson, Roger H. McGrath, Neal T. 2000. “Audit

Quality Attributes: The Perception of Audit Partners, Prepares &

Financial Statement Users”. Auditing: A Journal of Practice and Theory.

1-15.

Chen, K. C., Church, B. K. 1992. “Default on Debt Obligations and the Issuance

of Going- Concern Report”. Auditing: Journal Practice and Theory Fall.

pp 30-49.

Eko, Indira, Faisal, 2007. ”Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan

Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan

Terhadap Opini Audit Going Concern”, Simposium Nasional Akuntansi

IX, Padang.

Geiger, M, and K Raghunandan. 2002. “Going Concern Opinions in the “New”

Legal Environment”. Accounting Horizons. Vol No 1. pp 17-26

Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Edisi

Ketiga, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2008.

Halim, Abdul, “Auditing I (Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan)”, Edisi

Ketiga, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2008.

147

Hamid, Abdul “Pedoman Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,

Universitas Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.

Hani, Cleary dan Mukhlasin. 2003. “Going Concern dan Opini Audit: Suatu studi

pada Perusahaan Perbankan di BEJ”. Simposium Nasional

Akuntansi.Surabaya.

Harahap, Sofyan Syafri, “Auditing Kontemporer”, Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga,

1994.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, “Metodologi Penelitian Bisnis untuk

Akuntansi dan Manajemen”, Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE

Yogyakarta, 2002.

Januarti Indira dan Ella Fitrianasari. 2008 ” Analisis Rasio Keuangan dan rasio

Non Keuangan yang Mempengaruhi Auditor Dalam Memberikan Opini

Audit Going Concern pada Auditee (Studi Empiris pada Perusahaan

Manufaktur yang terdaftar di BEJ 2000 – 2005), Jurnal MAKSI,Vol 8 no.

1 , pp 43-58

Ikatan Akuntan Publik Indonesia, 2011. Stándar Profesional Akuntan Publik.

Salemba Empat. Jakarta.

Joanna, L. Ho. 1994. “The Effect of Experience on Consensus of Going-Concern

Judgments”. Behavioral Research in Accounting Vol 6. pp 160-172.

Kell, Boynton, Willey dan Johnson. Modern Auditing. Sony and Wiley Inc. 2006.

Koh Hian Chye dan Tan Sen Suan. 1999. “A Neural Network Approach to The

Prediction of Going Concern Status”. www.google.com.

Komalasari, Agrianti. 2005. ”Analisis Pengaruh Kualitas Auditor dan Proxi

Going Concern Terhadap Opini Auditor”. Jurnal Skripsi.

Koran Anak Indonesia Network Information Education Network, dan sejarah

kebangkrutan perusahaan dunia 2011.

Kosasih, Ahmad 2010. “Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay”

judul Skripsi.

Krishnan, Jayanthi, Heibatollah Sami, Yinqi Zhang, “Does the Provision of

Nonaudit Service Affect Investor Perceptions of Auditor Independence”,

Auditing: A Journal of Practice and Theory, Vol.24 No.2, November

2005, pp.111-135.

148

LaSalle, Randal E., dan Anandarajan, asokan. 1996. “Auditor View on the Type of

Audit Report Issued to Entities with Going Concern Uncertainties”

Accounting Horizons, Vol 10. Juni. pp 51-72.

Lastanti, Sri Hexana, “Tinjauan Terhadap Kompetensi dan Independensi Akuntan

Publik: Refleksi Atas Skandal Keuangan”, Media Riset Akuntansi,

Auditing, dan Informasi, Vol. 5 No.1, hal 85-97.

Lindberg, L. Deborah & Frand D. Beck, “CPAs’ Perceptions of Auditor

Independence: An Analysis of Views Before and After the Collapse of

Enron”, Available March, 23,2010 from the world wide web:

http://aaahq.org/audit/midyear/03midyear/papers/AuditorIndep-paper1-

AuditingSection.isu.pdf

Lennox, C., 2000. “Do Companies Successfully Engage in Opinion Shopping:

Evidence from The UK?” Journal of Accounting and Economics 29. pp

321-37.www.google.com.

Masitoh, Wahidah 2010. “Pertimbangan Going Concern Perusahaan Dalam

Pemeberian Opini Audit”. Judul Skripsi

McKeown, J.C., J.F. Mutchler, dan W Hopwood. 1991. “Toward An Explanation

of Auditor Failure to Modify The Audit Reports of Bankrupt Companies”.

auditing : A Journal of Practice & Theory, Supplement. pp 1-13.

Mulyadi dan Kannaka Purwadiredja, “Auditing”, Edisi Keenam, Jakarta: Salemba

Empat, 1998 dan 2010.

Mulyani, SRI 2010. “Analisis Pengaruh Rasio Likuidtas, solvabilitas,

profitabilitas perusahaan Terhadap penerimaan Opini Going Concern”.

Judul skripsi

Mirna, Indira, 2007. “Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default Dan

Opinion Shopping Tehadap Penerimaan Opini Going Concern”.

Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar.

Mutchler, J.F. 1984. “Auditor’s Perceptions of Going Concern Opinion

Decision”. Auditing: A Journal of Practice & Theory. Spring. pp 17-30.

Petronela, Thio. 2004. “Pertimbangan Going Concern Perusahaan Dalam

Pemberian Opini Audit”. Jurnal Balance. 47-55.

Rahayu, Puji. 2007. “Assessing Going Concern Opinion: A Study Based On

Financial And Non-Financial Informations”. Simposium Nasional

Akuntansi X, Makasar.

149

Singh, Narwinder. 2008. “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas Dan Solvabilitas

Terhadap Opini Audit Going Concern”. Jurnal Skipsi.

Sundgren, Stefan and Sventrom, toblas, auditor in charge characteristic going

concern reporting behavior: does number of assignment age and client fee

dependedadce Matter (November, 30, 2010).

Trihendradi, Cornelius. “Kupas Tuntas Analisis Regresi”. Yogyakarta : ANDI,

2007.

Venuti, Elizabeth K. 2007. The Going Concern Assumption Revisited: Assessing a

Company’s Future Viability. The CPA Journal Online.

Undang-undang No. 8 tahun 2011 peraturan BAPEPAM Nomor K.X.2

Wasserman J. Netter dan W. Kutnel M, 2005. Applied linier statistical models

Widjaja Amin Tunggal, 2009, Akuntansi Manajemen, Harvindo, Jakarta

150

Daftar Nama Perusahaan Industri

Manufaktur dan Jasa

151

No MANUFAKTUR KODE

JENIS

PERUSAHAAN

1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG Manufaktur

2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU Manufaktur

3 Pan Brothers Tbk PBRX Manufaktur

4 Indo Acitama Tbk SRSN Manufaktur

5 Delta Djakarta Tbk DLTA Manufaktur

6 Indospring Tbk INDS Manufaktur

7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR Manufaktur

8 Multi Prima Sejahter LPIN Manufaktur

9 Astra Auto Tbk AUTO Manufaktur

10 Berlina Tbk BRNA Manufaktur

11 Multiprima Sejahetera BRAM Manufaktur

12 Beton jaya Manunggal BTON Manufaktur

13 Asia Plast Industries Tbk APLI Manufaktur

14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA Manufaktur

15 Darya Varia Laoratoria DVLA Manufaktur

16

Bantoel International Investama

Tbk RMBA Manufaktur

17 HM Sampoerna Tbk HMSP Manufaktur

18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA Manufaktur

19 Kalbe Farma Tbk KLBF Manufaktur

20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF Manufaktur

21 Mustika Ratu Tbk MRAT Manufaktur

22 Gajah Tunggal Tbk GJTL Manufaktur

23 Unilever Indonesia Tbk UNVR Manufaktur

24 Astra International Tbk ASII Manufaktur

25 Holcim Indonesia Tbk SMCB Manufaktur

26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST Manufaktur

27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR Manufaktur

28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO Manufaktur

29 Suparma Tbk SPMA Manufaktur

30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA Manufaktur

152

No SERVICE KODE

JENIS

PERUSAHAAN

1 Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. APOL Jasa

2 Berlian Laju Tanker Tbk. BLTA Jasa

3 Centris Multi Persada Pratama Tbk. CMPP Jasa

4 Indonesia Air Transport Tbk. IATA Jasa

5 Mitra Rajasa Tbk. MIRA Jasa

6 Panorama Transportasi Tbk. WEHA Jasa

7 Pelayaran Tempuran Emas Tbk. TMAS Jasa

8 Humpus intermoda transportasi Tbk. HITS Jasa

9 Samudera Indonesia Tbk. SMDR Jasa

10 Steady Safe Tbk. SAFE Jasa

11 Mahaka Media tbk ABBA Jasa

12 Grahamas Citra tbk. GMCW Jasa

13 Hotel Mandarine Property tbk. HOME Jasa

14 Island concept indonesia ICON Jasa

15 Indonesia Paradisea Property INPP Jasa

16 Jasundtiga perkasa Tbk JTPE Jasa

17 Bayu Banada Tbk BAYU Jasa

18 Limas centrik Indonesia Tbk LMAS Jasa

19 Panorama Transportasi Tbk PNRW Jasa

20 Tempo Inti Media tbk TMPO Jasa

21 Bakrie Telecom Tbk. BTEL Jasa

22 Excelcomindo Pratama Tbk. EXCL Jasa

23 Indosat Tbk. ISAT Jasa

24 Mobile-8 Telecom Tbk. FREN Jasa

25 Telekomunikasi Indonesia Tbk. TLKM Jasa

26 Alam Sutera Realty Tbk. ASRI Jasa

27 Bakrieland Development Tbk. ELTY Jasa

28 Duta Pertiwi Nusantara Tbk. DPNS Jasa

29 Pakuwon Jati Tbk. PWON Jasa

30 Lippo Karawaci Tbk LPKR Jasa

153

PERHITUNGAN RASIO LIKUIDITAS

PERHITUNGAN RASIO PROFITABILITAS

PERHITUNGAN RASIO SOLVABILITAS

154

EMITEN AMFG AKKU PBRX SRSN DLTA INDS IGAR

2008

C urrent

Asset

1,103,041,000,0

00

11,563,141,6

45

711,367,252,5

90

217,870,720,0

00

544,236,903,0

00

683,009,276,4

20

243,193,598,4

55

Current

Liabilities

319,553,000,00

0

15,791,451,6

77

700,481,580,2

65

158,942,427,0

00

143,621,406,0

00

635,364,486,6

92

59,713,763,90

5

CR

3.45

0.73

1.02

1.37

3.79

1.07

4.07

2009

Current

Asset

786,499,000,00

0

2,143,505,39

4

597,166,868,0

66

250,868,540,0

00

612,986,583,0

00

413,211,442,5

40

265,702,233,1

76

Current

Liabilities

235,167,000,00

0

12,279,088,1

15

593,572,940,3

96

146,995,965,0

00

130,322,253,0

00

324,809,651,5

26

46,730,617,13

9

CR

3.34

0.17

1.01

1.71

4.70

1.27

5.69

2010

Current

Asset

1,283,712,000,0

00

2,092,717,31

9

672,135,854,3

52

248,342,537,0

00

565,953,705,0

00

530,487,069,1

55

308,787,313,2

69

Current

Liabilities

325,854,000,00

0

13,548,854,1

53

547,887,829,3

63

102,457,250,0

00

89,396,759,00

0

412,295,791,7

65

43,850,552,86

7

CR

3.94

0.15

1.23

2.42

6.33

1.29

7.04

155

EMITEN LPIN AUTO BRNA BRAM BTON APLI AISA

2008

Current

Asset

126,689,457,8

09

1,862,813,000,0

00

222,590,916,5

04

978,226,294,0

00

60,423,769,9

11

80,333,007,84

8

434,645,160,4

29

Current

Liabilities

97,360,910,07

8

873,185,000,00

0

187,579,972,9

97

446,467,601,0

00

13,982,135,2

45

119,086,244,4

92

370,658,878,0

09

CR

1.30

2.13

1.19

2.19

4.32

0.67

1.17

2009

Current

Asset

95,004,281,41

6

2,131,336,000,0

00

283,629,394,4

67

656,111,235,0

00

35,082,190,0

55

114,635,487,7

13

318,412,213,2

27

Current

Liabilities

41,850,603,26

3

980,428,000,00

0

95,401,908,38

6

34,891,114,00

0

3,707,865,74

8

81,752,634,83

4

364,578,544,8

95

CR

2.27

2.17

2.97

18.80

9.46

1.40

0.87

2010

Current

Asset

101,174,738,3

61

2,199,725,000,0

00

294,286,284,5

63

725,929,796,0

00

53,401,699,7

35

158,158,218,4

58

666,008,990,6

71

Current

Liabilities

40,203,320,0

1,251,731,000,

221,002,430,7 103,162,484,

14,845,255,8

84,930,157,69

518,294,102,6

CR

2.52

1.76

1.33

7.04

3.60

1.86

1.29

156

EMITE

N DVLA RMBA HMSP MASA KLBF KAEF MRAT

2008

Current

Asset

605,397,323,

000

3,053,065,247,

805

11,037,287,000,

000

615,608,000,

000

4,168,054,836,

528

950,617,883,67

0

274,498,609,

528

Current

Liabilitie

s

198,476,205,

000

1,231,918,706,

229

7,642,207,000,0

00

688,819,000,

000

1,250,371,830,

955

449,854,948,18

9

43,498,272,7

28

CR

3.05

2.48

1.44

0.89

3.33

2.11

6.31

2009

current

Asset

457,417,280,

000

2,791,034,406,

507

12,688,643,000,

000

735,307,000,

000

4,701,892,518,

076

1,020,884,466,

060

279,386,667,

539

Current

Liabilitie

s

110,647,028,

000

1,049,582,137,

852

6,747,030,000,0

00

855,759,000,

000

1,574,137,415,

862

510,854,102,15

7

38,918,132,7

45

CR

4.13

2.66

1.88

0.86

2.99

2.00

7.18

2010

current

Asset

650,140,509,

3,053,134,000,

15,768,558,000,

665,438,000,

5,037,269,819,

1,139,548,849,

290,761,466

Current

Liabilitie

174,921,950, 1,221,291,000,

9,778,942,000,00 992,648,000,

1,146,489,093,6

469,822,675,254

38,190,598,44

CR

3.72

2.50

1.61

0.67

4.39

2.43

7.61

157

EMITEN GJTL UNVR ASII SMCB TRST SMGR TOTO

2008

current

Asset 3,057,108 3,103,295, 35,531 2,097,090

723,785,231,853 7,083,421,705 617,383,989,218

Current

Liabilitie

s 2,071,221 3,091,111 26,883 1,269,636

714,076,209,075 2,090,588,965 441,307,612,093

CR 148

1.00

1.32

1.65

3.39

1.40

2009

current

Asset 3,375,286 3,598,793 36,595 1,476,338

565,405,366,025 8,207,041,215 611,487,992,408

Current

Liabilitie

s 1,333,179 3,454,869 26,735 1,162,542

508,852,909,497 2,294,842,315 296,388,256,618

CR

2.53

1.04

1.37

1.27

1.11

3.58

2.06

2010

current

Asset 4,489,184 1,574,060 46,843 2,253,237

721,342,396,512 7,343,604,756 716,491,254,741

Current

Liabilities 2,549,406 4,402,940 37,124 1,355,830 583,992,020, 2,517,518,619 341,607,956,902

CR

1.76

0.36

1.26

1.66

1.24

2.92

2.10

158

EMITEN SPMA ARNA

2008

current Asset

405,862,243,100

199,226,249,209

Current

Liabilities

136,022,509,928

263,277,984,666

CR

2.98

0.76

2009

current Asset

348,790,095,906

205,032,731,501

Current

Liabilities

251,560,663,423

258,756,099,264

CR

1.39

0.79

2010

current Asset

352,091,251,672

298,437,190,595

Current

Liabilities

90,034,509,677

307,160,677,781

CR

3.91

0.97

159

EMITEN AMFG AKKU PBRX SRSN DLTA INDS IGAR

2008

Laba

Bersih

228,268,000,00

0

(8,121,292,90

2)

(41,258,450,8

42)

6,796,587,000

83,754,358,00

0

31,827,215,35

3

7,348,483,975

Total Asset

1,993,033,000,0

00

42,858,281,9

32

952,742,296,1

02

392,937,045,0

00

698,296,738,0

00

918,227,729,8

73

305,782,633,6

58

ROA 0.114532976 -0.189491798 -0.043304943 0.017296885 0.119940927 0.034661571 0.024031724

2009

Laba

Bersih

67,293,000,000

(5,664,063,92

7)

33,281,610,50

8

25,380,247,00

0

126,504,062,0

00

58,765,937,25

5

24,740,866,56

6

Total Asset

1,972,397,000,0

00

32,495,688,9

28

819,565,245,3

20

413,776,708,0

00

760,425,630,0

00

621,140,423,1

09

317,808,701,4

51

ROA 0.034117371 -0.174302011 0.04060886 0.061338027 0.166359545 0.094609745 0.077848298

2010

Laba

Bersih

330,973,000,00

0

(4,683,276,25

5)

35,608,448,93

8

9,830,269,000

139,566,900

71,109,354,93

2

32,151,888,04

5

Total Asset

2,372,657,000,0

00

28,379,813,0

55

887,284,106,4

49

364,004,769,0

00

708,583,733

770,609,281,6

03

347,473,064,4

55

ROA 0.139494668 -0.165021392 0.040131959 0.02700588 0.196965995 0.092276795 0.092530591

160

EMITEN LPIN AUTO BRNA BRAM BTON APLI AISA

2008

Laba

Bersih

4,763,329,650

566,025,000,00

0

19,410,295,98

5

94,775,520,00

0

20,823,061,6

34

4,821,452,181

377,867,754,55

2

Total

Asset

182,939,871,2

24

3,981,316,000,0

00

432,191,714,4

90

167,766,471,0

00

70,508,814,5

77

276,082,674,2

66

1,347,036,482,

667

ROA 0.026037679 0.142170328 0.04491131 0.564925276 0.295325652 0.017463798 0.280517833

2009

Laba

Bersih

10,210,751,52

9

768,265,000,00

0

20,260,227,89

6

189,981,692

9,388,156,67

0

30,142,714,63

3

28,686,156,655

Total

Asset

137,909,659,9

38

4,644,939,000,0

00

507,226,402,6

80

1,349,630,935

69,783,877,4

04

302,381,110,6

26

1,016,957,755,

151

ROA 0.074039422 0.165398297 0.039943165 0.140765662 0.134531886 0.099684516 0.028207815

2010

Laba

Bersih

14,122,435,30

4

1,141,179,000,0

00

34,760,866,43

4

180,688,108

83,934,401,4

72

24,659,768,96

0

75,857,173,515

Total

Asset

150,937,167,0

32

5,585,852,000,0

00

550,907,476,9

33

1,492,727,607

89,824,014,7

17

334,950,548,9

97

1,936,949,441,

138

ROA 0.093564995 0.204298109 0.063097467 0.121045599 0.934431641 0.073622118 0.039163218

161

EMITE

N DVLA RMBA HMSP MASA KLBF KAEF MRAT

2008

Laba

Bersih

708,190,984,

000

239,137,880,99

9

3,895,280,000,0

00

2,974,000,000

706,822,146,19

0

55,393,774,869

22,290,067,7

07

Total

Asset

637,660,844,

000

4,455,531,963,

727

16,133,819,000,

000

2,379,024,000,

000

5,703,832,411,8

98

1,445,669,799,

639

354,780,623,

962

ROA 1.110607607 0.053672128 0.241435707 0.001250092 0.123920567 0.038317031 0.062827748

2009

Laba

Bersih

72,272,233,0

00

25,165,110,922

5,087,339,000,0

00

17,486,000,000

929,003,740,33

8

62,506,876,510

21,016,846,7

20

Total

Asset

738,613,064,

000

4,302,659,178,

165

17,716,447,000,

000

2,536,045,000,

000

6,482,446,670,1

72

1,562,624,630,

137

365,635,717,

933

ROA 0.097848571 0.005848734 0.287153457 0.006894988 0.143310665 0.04000121 0.057480289

2010

Laba

Bersih

110,880,522,

000

218,621,000,00

0

6,421,429,000,0

00

176,082,000,00

0

1,286,330,026,0

12

138,716,044,10

0

24,418,796,9

30

Total

Asset

854,109,991,

000

4,902,597,000,

000

20,525,123,000,

000

3,038,412,000,

000

7,032,496,663,2

88

1,657,291,834,

312

386,352,442,

915

ROA 0.129819957 0.044592896 0.312857029 0.057951983 0.182912284 0.083700433 0.063203423

162

EMITE

N GJTL UNVR ASII SMCB TRST SMGR TOTO

2008

Laba

Bersih

624,788,000,00

0

2,407,231,000

,000

9,191,000,000,0

00

282,220,000,00

0

58,025,393,37

3

2,523,544,472,

000

63,286,993,78

8

Total

Asset

8,713,559,000,

000

6,504,736,000

,000

80,740,000,000,

000

8,208,985,000,

000

2,158,865,645

,281

10,602,963,724

,000

1,031,130,721

,298

ROA 0.071702963 0.370073589 0.113834531 0.034379403 0.026877723 0.238003688 0.061376305

2009

Laba

Bersih

90,533,000,000

3,044,107,000

,000

10,040,000,000,

000

895,751,000,00

0

143,882,097,6

70

3,326,487,957,

000

182,820,895,2

26

Total

Asset

8,877,146,000,

000

7,484,990,000

,000

88,938,000,000,

000

7,265,366,000,

000

1,921,660,087

,991

12,951,308,161

,000

1,010,892,409

,021

ROA 0.010198435 0.406694865 0.11288763 0.123290554 0.074873854 0.256845711 0.180850992

2010

Laba

Bersih

830,624,000,00

0

3,386,970,000

,000

14,366,000,000,

000

828,422,000,00

0

136,727,109,1

10

3,633,219,892,

000

193,797,649,3

53

Total

Asset

10,371,567,000

,000

8,701,262,000

,000

112,857,000,00

0,000

10,437,249,000

,000

2,029,558,232

,720

15,562,998,946

,000

1,091,583,115

,098

ROA 0.080086645 0.389250433 0.127293832 0.079371681 0.067367916 0.233452428 0.177538152

163

EMITEN SPMA ARNA

2008

Laba Bersih

14,302,222,798

54,290,317,115

Total Asset

1,564,901,725,746

736,091,719,029

ROA 0.009139374 0.073754827

2009

Laba Bersih

26,932,474,774

63,888,414,158

Total Asset

1,432,637,490,340

822,686,549,168

ROA 0.018799225 0.07765827

2010

Laba Bersih

29,620,834,144

79,039,853,128

Total Asset

1,490,033,771,432

873,154,085,922

ROA 0.019879304 0.090522228

164

EMITEN AMFG AKKU PBRX SRSN DLTA INDS IGAR

2008

Total

Hutang

495,792,000,00

0

16,431,504,1

99

854,088,268,0

32

199,895,764,0

00

178,528,433,0

00

809,552,771,9

48

72,771,129,41

6

Total

Asset

1,993,033,000,0

00

42,858,281,9

32

952,742,296,1

02

392,937,045,0

00

698,296,738,0

00

918,227,729,8

73

305,782,633,6

58

DAR 0.248762564 0.383391575 0.896452558 0.508722113 0.255662705 0.881647053 0.237983199

2009

Total

Hutang

529,732,000,00

0

12,984,414,6

03

687,508,460,5

03

195,354,040,0

00

170,199,397,0

00

455,574,527,9

29

60,746,004,08

1

Total

Asset

1,972,397,000,0

00

32,495,688,9

28

819,565,245,3

20

413,776,708,0

00

760,425,630,0

00

621,140,423,1

09

317,808,701,4

51

DAR 0.268572706 0.399573452 0.838869711 0.472124303 0.223821226 0.733448526 0.191140154

2010

Total

Hutang

443,085,000,00

0

13,551,814,9

84

719,716,491,2

54

135,752,357,0

00

115,224,947,0

00

543,309,031,4

91

54,228,711,54

8

Total

Asset

2,372,657,000,0

00

28,379,813,0

55

887,284,106,4

49

364,004,769,0

00

708,583,733,0

00

770,609,281,6

03

347,473,064,4

55

DAR 0.186746335 0.477516006 0.811145479 0.37294115 0.162613029 0.705038266 0.156065943

165

EMITE

N LPIN AUTO BRNA BRAM BTON APLI AISA

2008

Total

Hutang

45,095,734,26

3

1,436,161,000,0

00

327,496,703,8

34

674,741,665,00

0

15,270,565,1

24

150,600,307,4

94

918,170,132,34

1

Total

Asset

182,939,871,2

24

3,981,316,000,0

00

432,191,714,4

90

1,677,664,710,0

00

70,508,814,5

77

276,082,674,2

66

1,347,036,482,6

67

DAR 0.246505772 0.360725197 0.757757941 0.402191011 0.216576682 0.54548989 0.68162232

2009

Total

Hutang

100,336,697,0

78

1,328,347,000,0

00

252,450,006,2

49

367,643,312

5,157,471,28

1

146,756,029,2

21

625,913,213,35

6

Total

Asset

137,909,659,9

38

4,644,939,000,0

00

507,226,402,6

80

1,349,630,935

69,783,877,4

04

302,381,110,6

26

1,016,957,755,1

51

DAR 0.7275538 0.285977275 0.497706754 0.272402849 0.073906344 0.485334646 0.61547612

2010

Total

Hutang

44,000,806,05

3

1,725,025,000,0

00

349,554,003,4

22

420,171,295

16,630,315,0

57

105,490,781,4

52

1,346,881,121,1

32

Total

Asset

150,937,167,0

32

5,585,852,000,0

00

550,907,476,9

33

1,492,727,607

89,824,014,7

17

334,950,548,9

97

1,936,949,441,1

38

DAR 0.291517371 0.308820391 0.634505825 0.28147888 0.185143306 0.314944346 0.695362043

166

EMITE

N DVLA RMBA HMSP MASA KLBF KAEF MRAT

2008

Total

Hutang

129,811,549,

000

2,547,293,492,

353

7,254,831,000,0

00

1,094,227,000,

000

1,358,989,930,

592

497,905,256,83

9

51,145,982,5

37

Total

Asset

637,660,844,

000

4,455,531,963,

727

16,133,819,000,

000

2,379,024,000,

000

5,703,832,411,

898

1,445,669,799,

639

354,780,623,

962

DAR 0.203574596 0.571714784 0.449666071 0.459947861 0.238259092 0.344411467 0.144162277

2009

Total

Hutang

228,691,536,

000

2,725,331,388,

837

8,085,923,000,0

00

1,076,388,000,

000

1,691,512,395,

248

567,309,530,04

2

49,211,308,0

83

Total

Asset

738,613,064,

000

4,302,659,178,

165

17,716,447,000,

000

2,536,045,000,

000

6,482,446,670,

172

1,562,624,630,

137

365,635,717,

933

DAR 0.309622923 0.63340629 0.45640771 0.424435686 0.260937341 0.363049141 0.134591085

2010

Total

Hutang

213,507,941,

000

2,773,070,000,

000

10,310,659,000,

000

1,409,277,000,

000

1,260,361,432,

719

543,262,890,60

0

48,828,866,2

57

Total

Asset

854,109,991,

000

4,902,597,000,

000

20,525,123,000,

000

3,038,412,000,

000

7,032,496,663,

288

1,657,291,834,

312

386,352,442,

915

DAR 0.249977103 0.565632868 0.502343348 0.463820246 0.179219628 0.327801585 0.126384257

167

EMIT

EN GJTL UNVR ASII SMCB TRST SMGR TOTO

2008

Total

Hutang

7,064,134,000,

000

3,397,915,000,

000

40,163,000,000,

000

5,403,056,000,

000

1,121,478,313,

060

2,429,248,657,

000

667,940,725,0

05

Total

Asset

8,713,559,000,

6,504,736,000,

80,740,000,000,

8,208,985,000,

2,158,865,645,

281

10,602,963,72

1,031,130,721,

298

DAR 0.810705935 0.522375543 0.497436215 0.658188071 0.519475733 0.229110343 0.647775021

2009

Total

Hutang

6,206,486,000,

000

3,776,415,000,

000

40,006,000,000,

000

3,949,183,000,

000

776,931,474,5

24

2,633,214,059,

000

482,219,117,5

02

Total

Asset

8,877,146,000,

000

7,484,990,000,

000

88,938,000,000,

000

7,265,366,000,

000

1,921,660,087,

991

12,951,308,161

,000

1,010,892,409,

021

DAR 0.699153309 0.504531736 0.449818975 0.543562843 0.404302238 0.203316455 0.477023186

2010

Total

Hutang

6,844,970,000,

000

4,625,409,000,

000

54,168,000,000,

000

3,611,246,000,

000

791,576,286,9

06

3,423,246,058,

000

460,601,074,2

26

Total

Asset

10,371,567,000

,000

8,701,262,000,

000

112,857,000,000

,000

10,437,249,000

,000

2,029,558,232,

720

15,562,998,946

,000

1,091,583,115,

098

DAR 0.659974525 0.531579097 0.479970228 0.345995961 0.390023934 0.219960566 0.421956943

168

EMITEN SPMA ARNA

2008

Total Hutang

903,069,441,889

448,216,758,596

Total Asset

1,564,901,725,746

736,091,719,029

DAR 0.577077415 0.608914279

2009

Total Hutang

743,872,731,709

474,362,167,667

Total Asset

1,432,637,490,340

822,686,549,168

DAR 0.519233049 0.576601341

2010

Total Hutang

771,648,178,657

458,094,139,651

Total Asset

1,490,033,771,432

873,154,085,922

DAR 0.517872946 0.524642955

169

EMITE

N APOL BLTA CMPP IATA MIRA WEHA TMAS

2008

current

Asset

2,695,442,805,3

23

19,078,836

43,572,775,64

8

414,309,08

8

11,313,514,986,3

78

2,097,110,173

797,466,888,123

Current

Liabilitie

s

2,112,965,175,4

43

24,976,324

89,797,603,55

1

603,909,38

4

12,552,923,001,7

80

132,430,346,29

7

1,292,019,181,5

95

CR

1.28

0.76

0.49

0.69

0.90

0.02

0.62

2009

current

Asset

1,510,020,168,2

14

1,446,398,66

6

37,308,947,22

8

375,630,27

9

10,686,577,372,1

40

81,788,027,584

1,279,975,039,9

05

Current

Liabilitie

s

2,446,461,479,3

62

2,295,926,00

0

68,239,486,08

2

562,169,53

7

9,270,084,267,91

8

155,438,315,84

0

1,608,975,918,1

35

CR

0.62

0.63

0.55

0.67

1.15

0.53

0.80

2010

current

Asset

691,494,609,627

2,152,476

2,892,718,207

412,446,63

10,410,791,926,7

89,788,027,584

1,289,975,039,9

Current

Liabilitie

s

3,462,646,515,8

2,870,685

65,279,995,06

593,412,81

1,176,496,166,80

142,430,346,29

1,698,975,818,1

CR

0.20

0.75

0.04

0.70

8.85

0.63

0.76

170

EMITE

N HITS SMDR SAFE ABBA GMCW HOME ICON

2008

current

Asset

693,264,142

1,266,341,08

5

95,669,490,363

52,080,150,963

273,228

661,044,140

5,688

Current

Liabilitie

s

565,054,502

1,931,900,85

4

5,942,893,410

197,983,568,202

264,626

900,328,349

2,211

CR

1.23

0.66

16.10

0.26

1.03

0.73

2.57

2009

current

Asset

363,927,291

1,291,038,72

0

120,367,010,48

7

29,508,591,202

330,011

804,818,750

1,174,536

Current

Liabilitie

s

244,168,779

1,486,762,56

9

5,463,998,052

170,683,992,257

241,561

1,020,306,02

4

812,478

CR

1.49

0.87

22.03

0.17

1.37

0.79

1.45

2010

current

Asset

73,442,181

225,094,066

109,06,729,686

31,753,125,112

136,971

1,076,522,15

1,464,894

Current

Liabilitie

s

2,335,217

340,370,628

5,114,448,836

265,082,979,017

90,950

1,257,862,08

1,471,328

CR

31.45

0.66

21.39

0.12

1.51

0.86

1.00

171

EMITEN INPP JTPE BATU LMAS PNRW BTEL TMPW

2008

current

Asset

1,163,587

4,531,454

10,841,228,25

2

1,380,405,06

4

571,928

67,274,916,53

6 1,067,478,036,818

Current

Liabilitie

s

1,000,063

5,081,510

11,200,474,46

5

1,936,628,12

0

1,697,946

58,000,277,74

5 2,308,318,245,852

CR

1.16

0.89

0.97

0.71

0.34

1.16

0.46

2009

current

Asset

1,649,114

3,144,994

6,999,235,024

1,270,111,32

9

626,179

69,184,992,56

2 2,051,303,325,136

Current

Liabilitie

s

1,260,718

5,066,239

7,391,874,363

1,839,970,08

7

1,758,933

67,116,609,84

1 1,760,886,590,849

CR

1.31

0.62

0.95

0.69

0.36

1.03

1.16

2010

current

Asset

1,766,357

3,063,982

11,098,725,92

1,468,999,17

680,772

92,795,096,03 1,759,605,829,930

Current

Liabilitie

s

1,398,756

5,394,910

43,227,605,58

1,865,272,07

1,940,365

67,993,920,85 1,436,140,216,095

CR

1.26

0.57

0.26

0.79

0.35

1.36

1.23

172

EMITEN EXCL ISAT FREN TLKM ASRI ELTY DPNS

2008

Current

Asset

18,407,237

10,675,24

5

1,086,188,504,297

26,998,15

1

72,449,320,925

71,955,954,669

88,417,353,094

Current

Liabilities

3,200,815

961,773

539,174,074,589

14,622,31

0

7,371,930,043

30,387,201,550

19,385,580,048

CR

5.75

11.10

2.01

1.85

9.83

2.37

4.56

2009

Current

Asset

12,568,088

13,068,12

2

1,269,210,600,218

26,717,41

4

687,679,525

85,231,201,587

86,911,552,652

Current

Liabilities

2,007,289

7,139,627

707,993,644,726

16,186,02

4

611,235,541

138,459,000,00

0

6,365,045,320

CR

6.26

1.83

1.79

1.65

1.13

0.62

13.65

2010

Current

Asset

4,563,033

11,946,85

3

2,075,185,359,585

20,472,89

8

322,432,994,51

5

318,588,557,86

3

87,561,552,543

Current

Liabilities

2,228,017

6,158,854

11,466,530,789,82

0

18,730,62

7

97,023,583,000

238,226,382,76

2

6,213,045,350

CR

2.05

1.94

0.18

1.09

3.32

1.34

14.09

173

EMITEN PWON LPKR

2008

Current Asset

372,466,655,000

193,980,608,178

Current

Liabilities

410,547,555,000

208,215,983,874

CR

0.91

0.93

2009

current Asset

329,936,637,000

197,543,333,175

Current

Liabilities

348,467,649,000

139,372,907,832

CR

0.95

1.42

2010

current Asset

524,376,493,000

269,536,413,368

Current

Liabilities

501,458,461,000

194,951,414,425

CR

1.05

1.38

174

EMITE

N APOL BLTA CMPP IATA MIRA WEHA TMAS

2008

Laba

Bersih 9,915,582,088 218,364

9,406,462,77

1 59,779,946 464,953,120,286 4,691,422,869 155,190,663,887

Total

Asset

7,294,275,941,2

53 2,295,926

68,239,486,0

82 603,909,384

12,552,923,001,7

80

132,430,346,2

97

1,292,019,181,59

5

ROA 0.001359365

0.0951093

37 0.137844865

0.09898827

1 0.037039431 0.035425588 0.12011483

2009

Laba

Bersih

670,605,382,76

1 2,497,922

10,516,540,3

71 34,773,624

2,726,713,715,63

5 5,025,813,432 178,950,102,688

Total

Asset

6,771,972,501,1

19 2,858,760

89,797,603,5

51 562,169,537

9,270,084,267,91

8

155,438,315,8

40

1,608,975,918,13

5

ROA 0.099026596

0.8737781

42 0.11711382

0.06185611

6 0.294141201 0.03233317 0.111219876

2010

175

Laba

Bersih 1,636,279,648,3 150,127 228,010,534 39,623,330 2,110,421,238,20 4,691,422,896 114,457,408,508

Total

Asset 6,771,972,501,1 2,870,685 65,279,995,0 593,412,811 7,903,772,141,2 132,430,346,2 1,287,714,020,3

ROA 0.241625265 0.0522965 0.003492809 0.06677194 0.267014433 0.035425588 0.088884183

EMITE

N INPP JTPE BAYU LMAS PNRW TMPO BTEL

2008

Laba

Bersih

96,705

10,497

1,975,748,44

8

303,348,599

416,603

6,802,363,534

136,812,627,065

Total

Asset

2,127,692

9,741,369

95,558,557,6

3,760,969,3

3,004,059

96,595,630,27

8,545,972,606,09

ROA 0.04545065 0.0010775 0.020675788 0.08065702 0.13868003 0.070421027 0.016009018

2009

Laba

Bersih

171,808

300,035

968,489,341

163,986,260

334,763

256,367,897

98,442,112,191

Total

176

Asset 2,830,288 10,560,144 97,913,906,6

22

3,379,394,2

33

3,209,210 101,754,270,5

77

11,425,606,502,3

71

ROA 0.06070336

0.0284120

1 0.009891234

0.04852534

2 0.10431321 0.00251948 0.00861592

2010

Laba

Bersih

221,909

5,800,640

1,975,748,44

8

201,071,471

354,752

6,799,132,660

9,975,729,110

Total

Asset

3,125,368

11,420,600

110,799,166,

77

3,670,503,6

83

3,485,982

104,623,137,4

0

12,352,891,387,5

78

ROA 0.07100251

0.5079102

6 0.017831799

0.05478034

9 0.10176529 0.064986893 0.000807562

177

EMITEN PWON LPKR

2008

Laba Bersih

9,469,397,000

370,872,333,757

Total Asset

3,562,501,143,000

11,787,777,210,609

ROA 0.002658075 0.031462449

2009

Laba Bersih

146,622,125,000

388,053,495,627

Total Asset

3,476,869,704,000

12,127,644,010,796

ROA 0.042170728 0.031997435

2010

Laba Bersih

273,560,528

52,534,578,601

Total Asset

3,937,325,624

16,155,384,919,926

ROA 0.069478767 0.003251831

178

EMITEN APOL BLTA CMPP IATA MIRA WEHA TMAS

2008

Total

Hutang

5,998,366,694,819

1,742,099

42,342,632,208 414,309,088

11,313,514,986,378 62,708,129,346 797,466,888,123

Total

Asset

7,294,275,941,253

2,295,926

68,239,486,082 603,909,384

12,552,923,001,780 132,430,346,297 1,292,019,181,595

DAR 0.822338878 0.758778375 0.620500456 0.686045124 0.901265385 0.473517824 0.61722527

2009

Total

Hutang

5,686,607,429,869

1,879,630

53,384,209,306 375,630,279

10,686,577,372,140 81,788,027,584 1,279,975,039,905

Total

Asset

6,771,972,501,119

2,858,760

89,797,603,551 562,169,537

9,270,084,267,918 155,438,315,840 1,608,975,918,135

DAR 0.839726893 0.657498356 0.59449481 0.668179711 1.152802614 0.526176748 0.795521565

2010

Total

Hutang

4,624,192,140,147

2,499,240

39,155,130,657 412,446,633

11,605,522,225,716 62,708,129,346 1,068,369,399,671

Total

Asset

6,771,972,501,119

2,870,685

65,279,995,065 593,412,811

7,903,772,141,202 132,430,346,297 1,287,714,020,323

179

DAR 0.682842723 0.870607538 0.599802905 0.695041673 1.468352328 0.473517824 0.829663561

MITEN INPP JTPE BATU LMAS PNRW TMPO BTEL

2008

Total

Hutang 1,372,809 6,633,768 19,956,802,142 2,633,391,378 676,571 92,660,283,783 3,463,920,842,893

Total

Asset 2,127,692 9,741,369 95,558,557,641 3,760,969,316 3,004,059 96,595,630,270 8,545,972,606,092

DAR 0.645210397 0.680989294 0.208843694 0.700189541 0.225218945 0.959259581 0.405327866

2009

Total

Hutang 1,903,597 7,093,046 21,343,661,780 3,379,394,233 736,592 97,592,979,250 6,388,675,640,467

Total

Asset 2,830,288 10,560,144 97,913,906,622 822,166,259,759 3,209,210 101,754,270,577 11,425,606,502,371

DAR 0.67258067 0.671680803 0.217983967 0.004110354 0.2295244 0.959104504 0.55915418

2010

Total

Hutang 1,976,768 4,279,142 32,235,061,663 3,670,503,683 805,546 107,294,777,099 7,158,061,068,779

Total 3,125,368 11,420,600 110,799,166,772 733,830,756,174 3,485,982 104,623,137,401 12,352,891,387,578

180

Asset

AR 0.632491278 0.374686269 0.290932347 0.00500184 0.231081514 1.02553584 0.579464422

EMITEN EXCL ISAT FREN TLKM ASRI ELTY DPNS

2008

Total

Hutang

24,085,068

33,994,764

4,034,616,355,857

56,942,179

1,294,145,712,916 3,133,653,335,382

33,937,781,103

Total

Asset

28,392,965

51,693,323

4,761,934,587,511

91,256,250

3,056,536,740,640 8,334,991,485,092

142,627,256,412

DAR 0.654281157 0.657623887 0.847264128 0.623981141 0.423402636 0.375963592 0.237947374

2009

Total

Hutang

18,576,982

367,532,204

3,964,402,349,080

58,569,859

1,624,836,939,293 5,794,138,576,947

27,503,213,317

Total

Asset

27,380,095

55,041,487

4,756,934,743,736

97,559,606

3,559,964,928,251 11,592,631,487,233

142,551,475,929

DAR 0.678484936 6.677366911 0.83339431 0.600349483 0.456419367 0.499812194 0.192935311

2010

Total

Hutang

2,891,261

34,581,701

4,603,092,755,020

43,434,664

2,371,565,533,395 6,582,727,429,196

26,433,213,316

181

Total

Asset

27,251,281

52,818,187

4,483,609,881,543

99,758,447

4,587,986,472,840 17,064,195,774,257

131,551,475,728

DAR 0.106096334 0.654730936 1.026648811 0.435398358 0.5169077 0.385762536 0.200934373

EMITEN PWON LPKR

2008

Total Hutang

2,326,322,598,000

359,472,056,020

Total Asset

3,562,501,143,000

11,787,777,210,609

DAR 0.653002625 0.030495322

2009

Total Hutang

2,558,576,162,000

401,690,095,653

Total Asset

3,476,869,704,000

12,127,644,010,796

DAR 0.735884971 0.033121857

2010

Total Hutang

2,508,268,087

469,508,974,272

Total Asset

3,937,325,624

16,155,384,919,926

DAR 0.637048679 0.029062073

182

INPUTAN DATA

183

No MANUFAKTUR KODE

JENIS

PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010

1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Audit Delay 89 88 84

2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Audit Delay 82 87 87

3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR Audit Delay 77 71 81

4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR Audit Delay 73 67 80

5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR Audit Delay 79 90 82

6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR Audit Delay 87 78 81

7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR Audit Delay 64 61 80

8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR Audit Delay 89 89 69

9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR Audit Delay 51 60 55

10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Audit Delay 71 67 75

11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Audit Delay 84 78 79

12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR Audit Delay 75 64 68

13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR Audit Delay 84 77 82

14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR Audit Delay 73 99 119

15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR Audit Delay 49 48 59

16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR Audit Delay 37 81 87

17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR Audit Delay 79 83 75

18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR Audit Delay 71 88 57

19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Audit Delay 75 70 67

20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Audit Delay 89 85 84

21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Audit Delay 76 74 80

22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Audit Delay 86 76 81

23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Audit Delay 84 82 88

184

24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Audit Delay 57 55 55

25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Audit Delay 40 33 31

26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR Audit Delay 76 77 70

27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR Audit Delay 71 76 67

28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR Audit Delay 79 81 87

29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR Audit Delay 33 89 76

30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR Audit Delay 58 67 70

No MANUFAKTUR KODE

JENIS

PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010

1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Opinionshopping 0 0 1

2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0

3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR Opinion shopping 0 0 1

4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 0

5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0

6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR Opinion shopping 0 0 0

7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 1

8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR Opinion shopping 0 0 1

9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR Opinion shopping 0 0 1

10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0

11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1

12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1

13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0

14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 0 1

15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 1

16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1

185

17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 1

18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 1

19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1

20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1

21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0

22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1

23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 0

24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Opinion shopping 1 0 1

25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Opinion shopping 1 0 1

26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1

27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR Opinion shopping 1 0 1

28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0

29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0

30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 0 1

No MANUFAKTUR KODE

JENIS

PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010

1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1

2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Debt Default 0 0 0

3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1

4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1

5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1

6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1

7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR Debt Default 0 0 1

8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1

9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1

186

10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Debt Default 1 0 0

11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1

12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR Debt Default 0 0 1

13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR Debt Default 0 0 1

14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR Debt Default 1 0 0

15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR Debt Default 1 1 1

16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR Debt Default 0 1 0

17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR Debt Default 0 1 1

18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR Debt Default 1 1 1

19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Debt Default 1 1 0

20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Debt Default 0 1 1

21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Debt Default 1 1 1

22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Debt Default 1 0 0

23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Debt Default 1 1 0

24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Debt Default 1 0 0

25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Debt Default 1 1 0

26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR Debt Default 0 1 0

27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR Debt Default 1 1 1

28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR Debt Default 1 1 0

29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR Debt Default 1 0 0

30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR Debt Default 0 0 0

No MANUFAKTUR KODE

JENIS

PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010

1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 3.45 3.34 3.94

2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 0.73 0.17 0.15

187

3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.02 1.01 1.23

4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.37 1.71 2.42

5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 3.79 4.7 6.33

6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.07 1.27 1.29

7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 4.07 5.69 7.04

8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.3 2.27 2.52

9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 2.13 2.17 1.76

10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.19 2.97 1.33

11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 2.19 18.8 7.04

12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 4.32 9.46 3.6

13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 0.67 1.4 1.86

14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.17 0.87 1.29

15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 3.05 4.13 3.72

16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 2.48 2.66 2.5

17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.44 1.88 1.61

18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 0.89 0.86 0.67

19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 3.33 2.99 4.39

20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 2.11 2 2.43

21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 6.31 7.18 7.61

22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.48 2.53 1.76

23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1 1.04 0.36

24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.32 1.37 1.26

25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.65 1.27 1.66

26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.01 1.11 1.24

27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 3.39 3.58 2.92

188

28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.4 2.06 2.1

29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 2.98 1.39 3.91

30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 0.76 0.79 0.97

No MANUFAKTUR KODE

JENIS

PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010

1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Rasio

Profitabilitas

0.11

0.03 0.14

2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Rasio

Profitabilitas

(0.19)

(0.17) (0.17)

3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

(0.04)

0.04 0.04

4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.02

0.06 0.03

5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.12

0.17 0.20

6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.03

0.09 0.09

7

Champion Pasific Indonesia

Tbk IGAR MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.02

0.08 0.09

8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.03

0.07 0.09

9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.14

0.17 0.20

10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Rasio

Profitabilitas

0.04

0.04 0.06

11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Rasio

Profitabilitas

0.56

0.14 0.12

189

12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR

Rasio

profitabilitas 0,30 0,13 0,93

13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.02

0.10 0.07

14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.28

0.03 0.04

15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas 1, 11 0, 10 0. 13

16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.05

0.01 0.04

17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.24

0.29 0.31

18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.00

0.01 0.06

19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Rasio

Profitabilitas

0.12

0.14 0.18

20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Rasio

Profitabilitas

0.04

0.04 0.08

21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Rasio

Profitabilitas

0.06

0.06 0.06

22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Rasio

Profitabilitas

0.07

0.01 0.08

23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Rasio

Profitabilitas

0.37

0.41 0.39

24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Rasio

Profitabilitas

0.11

0.11 0.13

25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Rasio

Profitabilitas

0.03

0.12 0.08

190

26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.03

0.07 0.07

27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.24

0.26 0.23

28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.06

0.18 0.18

29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.01

0.02 0.02

30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR

Rasio

Profitabilitas

0.07

0.08 0.09

No MANUFAKTUR KODE

JENIS

PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010

1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.25

0.27 0.19

2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.38

0.40 0.48

3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.90

0.84 0.81

4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.51

0.47 0.37

5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.26

0.22 0.16

6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.88

0.73 0.71

7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.24

0.19 0.16

8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.25

0.73 0.29

191

9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.36

0.29 0.31

10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.76

0.50 0.63

11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.40

0.27 0.28

12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.22

0.07 0.19

13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.55

0.49 0.31

14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.68

0.62 0.70

15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.20

0.31 0.25

16

Bantoel International

Investama Tbk RMBA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.57

0.63 0.57

17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.45

0.46 0.50

18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.46

0.42 0.46

19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.24

0.26 0.18

20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.34

0.36 0.33

21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.14

0.13 0.13

22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.81

0.70 0.66

192

23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.52

0.50 0.53

24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.50

0.45 0.48

25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.66

0.54 0.35

26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.52

0.40 0.39

27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.23

0.20 0.22

28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.65

0.48 0.42

29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.58

0.52 0.52

30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas

0.61

0.58 0.52

No MANUFAKTUR KODE

JENIS

PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010

1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR y 1 1 1

2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR y 1 0 0

3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR y 1 1 1

4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR y 1 0 1

5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR y 1 0 1

6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR y 0 0 1

7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR y 1 0 1

8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR y 0 0 1

193

9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR y 0 0 1

10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR y 1 0 0

11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR y 1 0 1

12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR y 1 0 1

13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR y 0 0 1

14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR y 0 0 0

15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR y 1 1 1

16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR y 0 1 0

17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR y 0 1 1

18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR y 1 1 1

19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR y 0 1 0

20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR y 1 1 1

21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR y 1 1 1

22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR y 0 0 0

23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR y 1 1 0

24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR y 0 0 0

25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR y 1 1 0

26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR y 1 1 0

27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR y 1 1 1

28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR y 1 1 0

29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR y 0 0 0

30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR y 0 0 0

194

HASIL OUTPUT DATA STATISTIK

195

Tervice Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

AD 90 12.00 153.00 79.3111 25.79158

OS 90 0 1 .46 .501

DD 90 0 1 .52 .502

RL 90 .02 31.45 2.6896 5.21391

RP 90 .00 1.08 .1233 .18656

RS 90 .00 6.68 .6934 .74731

GC 90 0 1 .43 .498

Valid N (listwise) 90

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 90 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 90 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 90 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Non Going Concern 0

Going Concern 1

Block 0: Beginning Block

Iteration History

a,b,c

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant

Step 0 1 123.162 -.267

2 123.162 -.268

3 123.162 -.268

a. Constant is included in the model.

b. Initial -2 Log Likelihood: 123.162

c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.

196

Classification Tablea

Observed

Predicted

GC

Percentage

Correct

Non Going

Concern Going Concern

Step 1 GC Non Going Concern 38 13 74.5

Going Concern 10 29 74.4

Overall Percentage 74.4

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.268 .213 1.590 1 .207 .765

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables AD .187 1 .665

OS 19.105 1 .000

DD 33.708 1 .000

RL 5.602 1 .018

RP 2.718 1 .099

RS 3.737 1 .053

Overall Statistics 42.802 6 .000

Block 1: Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant AD OS DD RL RP RS

Step 1 1 76.216 -1.851 -.001 1.045 1.982 -.027 .576 .273

2 70.143 -2.472 -.005 1.414 2.549 -.082 .923 .858

3 67.301 -2.616 -.014 1.497 2.778 -.178 .988 2.152

4 66.919 -2.707 -.018 1.573 2.924 -.236 1.145 2.729

5 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.950 -.249 1.177 2.804

6 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805

7 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model.

197

Iteration Historya,b,c,d

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant AD OS DD RL RP RS

Step 1 1 76.216 -1.851 -.001 1.045 1.982 -.027 .576 .273

2 70.143 -2.472 -.005 1.414 2.549 -.082 .923 .858

3 67.301 -2.616 -.014 1.497 2.778 -.178 .988 2.152

4 66.919 -2.707 -.018 1.573 2.924 -.236 1.145 2.729

5 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.950 -.249 1.177 2.804

6 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805

7 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model.

c. Initial -2 Log Likelihood: 123.162

d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 56.252 6 .000

Block 56.252 6 .000

Model 56.252 6 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R

Square Nagelkerke R

Square

1 66.910a .465 .623

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 2.637 8 .955

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

GC = Non Going Concern GC = Going Concern

Total Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 9 8.941 0 .059 9

2 9 8.697 0 .303 9

3 8 8.306 1 .694 9

4 8 7.687 1 1.313 9

5 5 6.472 4 2.528 9

6 5 4.890 4 4.110 9

7 4 3.085 5 5.915 9

8 2 1.662 7 7.338 9

9 1 .938 8 8.062 9

10 0 .321 9 8.679 9

198

Classification Tablea

Observed

Predicted

GC

Percentage Correct

Non Going Concern Going Concern

Step 1 GC Non Going Concern 43 8 84.3

Going Concern 8 31 79.5

Overall Percentage 82.2

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1

a

AD -.018 .014 1.573 1 .210 .982 .955 1.010

OS 1.587 .656 5.854 1 .016 4.890 1.352 17.690

DD 2.951 .681 18.789 1 .000 19.123 5.036 72.616

RL -.249 .168 2.210 1 .137 .779 .561 1.083

RP 1.178 1.920 .376 1 .540 3.247 .075 139.950

RS 2.805 1.342 4.371 1 .037 16.529 1.192 229.238

Constant -2.723 1.132 5.785 1 .016 .066

a. Variable(s) entered on step 1: AD, OS, DD, RL, RP, RS.

Correlation Matrix

Constant AD OS DD RL RP RS

Step 1 Constant 1.000 -.528 -.340 -.379 -.084 -.066 -.152

AD -.528 1.000 -.058 -.204 .131 -.168 -.573

OS -.340 -.058 1.000 .179 .087 -.221 .110

DD -.379 -.204 .179 1.000 -.098 .170 .198

RL -.084 .131 .087 -.098 1.000 -.041 -.351

RP -.066 -.168 -.221 .170 -.041 1.000 .046

RS -.152 -.573 .110 .198 -.351 .046 1.000

Step number: 1

Observed Groups and Predicted Probabilities

8 ┼

199

F │

R 6 ┼

G ┼

E │

G │

Q │

GG │

U │

GG │

E 4 ┼ N

GGG ┼

N │ N

GGG │

C │ N N N G G

G GG G GGGG │

Y │ N N N G G

G GG G GGGG │

2 ┼ G NN N NN N N N G G G

G G GG GGGGGG ┼

│ G NN N NN N N N G G G

G G GG GGGGGG │

│ N NNNNNNNN GNNNNN NNN N NNG N GN

NG N N G GGN GGGNGGGGGGGNGGN │

│ N NNNNNNNN GNNNNN NNN N NNG N GN

NG N N G GGN GGGNGGGGGGGNGGN │

Predicted

─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼───

──────┼─────────┼──────────

Prob: 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6

.7 .8 .9 1

Group:

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG

GGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG

Predicted Probability is of Membership for Going Concern

The Cut Value is .50

Symbols: N - Non Going Concern

G - Going Concern

Each Symbol Represents .5 Cases.

Casewise Listb

Case Selected Statusa

Observed

Predicted Predicted Group

Temporary Variable

GC Resid ZResid

8 S N** .958 G -.958 -4.780

9 S N** .843 G -.843 -2.313

19 S N** .928 G -.928 -3.577

33 S G** .044 N .956 4.668

a. S = Selected, U = Unselected cases, and ** = Misclassified cases.

b. Cases with studentized residuals greater than 2.000 are listed.

200

Service Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

AD 90 12.00 153.00 79.3111 25.79158

OS 90 0 1 .46 .501

DD 90 0 1 .52 .502

RL 90 .02 31.45 2.6896 5.21391

RP 90 .00 1.08 .1233 .18656

RS 90 .00 6.68 .6934 .74731

GC 90 0 1 .43 .498

Valid N (listwise) 90

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 90 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 90 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 90 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Non Going Concern 0

Going Concern 1

Block 0: Beginning Block

Iteration History

a,b,c

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant

Step 0 1 123.162 -.267

2 123.162 -.268

3 123.162 -.268

a. Constant is included in the model.

b. Initial -2 Log Likelihood: 123.162

c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.

201

Classification Tablea

Observed

Predicted

GC

Percentage

Correct

Non Going

Concern Going Concern

Step 1 GC Non Going Concern 38 13 74.5

Going Concern 10 29 74.4

Overall Percentage 74.4

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.268 .213 1.590 1 .207 .765

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables AD .187 1 .665

OS 19.105 1 .000

DD 33.708 1 .000

RL 5.602 1 .018

RP 2.718 1 .099

RS 3.737 1 .053

Overall Statistics 42.802 6 .000

Block 1: Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant AD OS DD RL RP RS

Step 1 1 76.216 -1.851 -.001 1.045 1.982 -.027 .576 .273

2 70.143 -2.472 -.005 1.414 2.549 -.082 .923 .858

3 67.301 -2.616 -.014 1.497 2.778 -.178 .988 2.152

4 66.919 -2.707 -.018 1.573 2.924 -.236 1.145 2.729

5 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.950 -.249 1.177 2.804

6 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805

7 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model.

202

Iteration Historya,b,c,d

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant AD OS DD RL RP RS

Step 1 1 76.216 -1.851 -.001 1.045 1.982 -.027 .576 .273

2 70.143 -2.472 -.005 1.414 2.549 -.082 .923 .858

3 67.301 -2.616 -.014 1.497 2.778 -.178 .988 2.152

4 66.919 -2.707 -.018 1.573 2.924 -.236 1.145 2.729

5 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.950 -.249 1.177 2.804

6 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805

7 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model.

c. Initial -2 Log Likelihood: 123.162

d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 56.252 6 .000

Block 56.252 6 .000

Model 56.252 6 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R

Square Nagelkerke R

Square

1 66.910a .465 .623

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 2.637 8 .955

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

GC = Non Going Concern GC = Going Concern

Total Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 9 8.941 0 .059 9

2 9 8.697 0 .303 9

3 8 8.306 1 .694 9

4 8 7.687 1 1.313 9

5 5 6.472 4 2.528 9

6 5 4.890 4 4.110 9

7 4 3.085 5 5.915 9

8 2 1.662 7 7.338 9

9 1 .938 8 8.062 9

10 0 .321 9 8.679 9

203

Classification Tablea

Observed

Predicted

GC

Percentage Correct

Non Going Concern Going Concern

Step 1 GC Non Going Concern 43 8 84.3

Going Concern 8 31 79.5

Overall Percentage 82.2

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1

a

AD -.018 .014 1.573 1 .210 .982 .955 1.010

OS 1.587 .656 5.854 1 .016 4.890 1.352 17.690

DD 2.951 .681 18.789 1 .000 19.123 5.036 72.616

RL -.249 .168 2.210 1 .137 .779 .561 1.083

RP 1.178 1.920 .376 1 .540 3.247 .075 139.950

RS 2.805 1.342 4.371 1 .037 16.529 1.192 229.238

Constant -2.723 1.132 5.785 1 .016 .066

a. Variable(s) entered on step 1: AD, OS, DD, RL, RP, RS.

Correlation Matrix

Constant AD OS DD RL RP RS

Step 1 Constant 1.000 -.528 -.340 -.379 -.084 -.066 -.152

AD -.528 1.000 -.058 -.204 .131 -.168 -.573

OS -.340 -.058 1.000 .179 .087 -.221 .110

DD -.379 -.204 .179 1.000 -.098 .170 .198

RL -.084 .131 .087 -.098 1.000 -.041 -.351

RP -.066 -.168 -.221 .170 -.041 1.000 .046

RS -.152 -.573 .110 .198 -.351 .046 1.000

Step number: 1

Observed Groups and Predicted Probabilities

8 ┼

204

│N

F │N

R 6 ┼N

E │N

Q │N N

U │N N

E 4 ┼N N

G ┼

N │N N

G │

C │N NN G G

G G G│

Y │N NN G G

G G G│

2 ┼NNNN NNNN N NN N G N

G G G GG GG G┼

│NNNN NNNN N NN N G N

G G G GG GG G│

│NNNN NNNNN NN N NNNG N NG N GG N NN N G GG N NN

GG G G N N GG GN GGNG GGG GG GG│

│NNNN NNNNN NN N NNNG N NG N GG N NN N G GG N NN

GG G G N N GG GN GGNG GGG GG GG│

Predicted

─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼───

──────┼─────────┼──────────

Prob: 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6

.7 .8 .9 1

Group:

NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG

GGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG

Predicted Probability is of Membership for Going Concern

The Cut Value is .50

Symbols: N - Non Going Concern

G - Going Concern

Each Symbol Represents .5 Cases.

Casewise Listb

Case Selected Statusa

Observed

Predicted Predicted Group

Temporary Variable

GC Resid ZResid

1 S G** .078 N .922 3.430

6 S N** .876 G -.876 -2.656

14 S G** .100 N .900 3.005

a. S = Selected, U = Unselected cases, and ** = Misclassified cases.

b. Cases with studentized residuals greater than 2.000 are listed.