ANALISIS PENGARUH AUDIT DELAY, OPINION SHOPPING, DEBT
DEFAULT, SERTA PROXY GOING CONCERN TERHADAP
PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN
(Studi Komparasi pada Perusahaan Manufaktur dan Jasa yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2008-2010)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
ABDUL MUCHSIN
NIM: 208082000024
Oleh:
ABDUL MUCHSIN
NIM: 208082000024
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012/1433 H
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
1. Nama : Abdul Muchsin
2. Tempat Tanggal Lahir : Subang, 16 Juni 1990
3. Alamat : Dusun Karajan, RT/RW 07/02, Jatiragas Hilir,
Patok beusi, Subang Jawa Barat
4. Agama : Islam
5. Nama Ayah : H. Bambang Basuki Darmoyono
6. Nama Ibu : Hj. Ai Mudrikah
7. Nomor Telepon : 085781897475
8. E-mail : [email protected]
II. Data Pendidikan Formal
1. 1996 - 2001 : SDN. JATI MULYA Patok beusi Subang
2. 2001- 2004 : MTSN Rawamerta Karawang
3. 2004 - 2007 : SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT RSBI
Jombang Jawa Timur
4. 2008 - 2012 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta (Auditing).
III. Pengalaman Kerja
1. 2007-2008 :Volunteer English teacher di Lombok tengah
Yayasan Munirul Arifin Lombok Tengah NTB
vi
ANALYSIS OF THE EFFECT AUDIT DELAY, OPINION
SHOPPING, DEBT DEFAULT, AND ACCEPTANCE OF PROXY GOING
CONCERN GOING CONCERN AUDIT OPINION
(Comparative Study On Manufacturing and Service Company are listed on the
Indonesia Stock Exchange from 2008 to 2010)
By:
Abdul Muchsin
ABSTRACT
The purpose of this study to test the effect of audit delay analysis, debt default,
opinion shopping as well as a going concern with the proxy to (liquidity ratios,
solvency ratios and profitability ratios), on receipt of a going concern opinion.
This study used purposive sampling method. The data used secondary data with
the population of manufacturing and service industry companies to determine the
extent of going concern comparisons obtained by the industrie.The industries that
were subjected to experiments that have been sourced from companies listed on
the Indonesia Stock Exchange in the year 2008 through 2010. Methods of data
analysis using descriptive analysis and analytical methods to test the research
hypotheses using logistic regression analysis.
From the research results can be concluded that the audit delay, liquidity
ratios, profitability ratios are not affected significantly, where as for the variable
debt default and the solvency ratio significantly affected the revenues going
concern opinion in both manufacturing and service industries, on receipt of a
going concern opinion, and for opinion variables shopping not significantly affect
the manufacturing industry and significant influence of industrial services for.
Comparative levels of going concern is acquired by the two types of companies is
larger than the acquired company's manufacturing services with a difference of
6.2%, of total manufacturing industry by 85.7% and services 79.5%.
Keywords: audit delay, opinion shopping, debt default, and the proxy going
concern, going concern opinion
vii
ANALISIS PENGARUH AUDIT DELAY, OPINION SHOPPING, DEBT
DEFAULT, SERTA PROXY GOING CONCERN TERHADAP
PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN
(Studi komparasi Pada Perusahaan Manufaktur dan jasa yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia 2008-2010)
Oleh:
Abdul Muchsin
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji analisis pengaruh audit delay,
debt default, opinion shopping serta proxy going concern yang diproksikan
dengan (Rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas), terhadap
penerimaan opini going concern pada suatu perusahaan. Penelitian ini
menggunakan metode purposive sampling. Data yang digunakan adalah data
sekunder dengan populasi perusahaan industri manufaktur dan jasa untuk
menentukan seberapa besar tingkat komparasi going concern yang didapatkan
oleh industri tersebut, serta industri yang dijadikan objek penelitian bersumber
dari perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010.
Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif dan untuk uji hipotesis yaitu
analisis regresi logistik.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa audit delay, rasio likuiditas,
rasio profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan, sedangkan untuk variabel
debt default, serta rasio solvabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan opini going concern baik pada industri manufaktur maupun jasa,
terhadap penerimaan opini going concern, dan untuk variabel opinion shooping
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap industri manufaktur dan berpengaruh
secara signifikan untuk indsutri jasa. Tingkat komparasi going concern yang
diperoleh oleh kedua jenis perusahaan tersebut lebih besar diperoleh perusahaan
industri manufaktur daripada jasa dengan selisih 6.2%. dengan total prediksi
going concern untuk industri manufaktur 85.7% dan Jasa 79.5%.
Kata Kunci: audit delay, opinion shopping, debt default, serta proxy going
concern, opini going concern
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas segala rahmat dan hidayahnya, shalawat serta salam kepada sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan apa yang saya harapkan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang ditetapkan dalam
rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi dan
Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, saya tidak lupa menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah mendukung
dalam penyusunan skripsi saya ini, antara lain kepada:
1. Kedua orang tua yang penulis cintai dan hormati sepanjang hidup, yang
dengan rasa cinta dan kasih sayangnya secara tulus telah mengurus,
membesarkan, mendidik penulis hingga sekarang ini serta memberikan
semangat dan doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis.
3. Bapak Dr. Amilin SE., Ak., M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan watu, memberikan saran dan pengarahan serta bimbingan dengan
kesabaran hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Ibu Wilda Farah, SE., M.Si.,Ak (Ka’ Vera) selaku pembimbing 2 yang telah
memberikan saran dan pengarahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran
dan keikhlasan hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Ibu Rahmawati, SE. MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Yessi Fitri SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
7. Ibu Yulianti SE, M.Si, dan Bapak Prof. Dr. Ahmad Rhodoni selaku dosen
penguji komprehensif, terima kasih yang sebesar-besarnya ilmu yang
diberikan sangat berguna bagi penulis.
8. Segenap dosen yang telah mentransformasikan ilmu pengetahuannya kepada
penulis, serta seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, penulis
ucapkan terima kasih atas partisipasinya dan segala bantuannya selama
penulis menuntut ilmu.
9. Sahabat-sahabatku (Lusi, Dina, Uray, Cici, Ari, Kang Mahmud, Ulum, Ite hae,
Kiki, Mildit, Yuna, Uni, Iki dll) yang telah banyak membantu selalu
memberikan dukungan dan semangat terima kasih sudah menjadi
pendorong/motivasi semangat saya dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga
silaturahmi kita tak pernah lekang oleh waktu.
10. Kawan-kawanku di Akuntansi A dan Akuntansi B yang telah membantu saya,
dan memberikan semangat sehingga tersusunnya skripsi. Terus berjuang dan
semangat.
11. Teman-teman seperjuangan dalam, komprehensif (Uni arta, Inayah, Anis)
terima kasih telah menjadi teman diskusi yang baik dan untuk kalian semua
semangat lanjutkan perjuangan kalian.
12. Pihak-pihak lain, yang saya tidak dapat sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki
sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran
serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, 02 Maret 2012
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan Skripsi ...................................................................... i
Lembar Pengesahan Uji Komprehensif ..................................................... ii
Lembar Pengesahan Uji Skripsi ................................................................. iii
Daftar Riwayat Hidup ............................................................................... iv
Abstract ...................................................................................................... v
Abstraks ..................................................................................................... vi
Kata Pengantar ........................................................................................... vii
Daftar Isi .................................................................................................... x
Daftar Tabel ............................................................................................... xiv
Daftar Gambar .......................................................................................... xvi
Daftar Lampiran ........................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ..................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................. 13
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 13
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Auditing ................................................................................ 17
1. Pengertian Auditing .......................................................... 17
2. Tujuan Audit .................................................................... 18
3. Jenis Audit ....................................................................... 20
4. Standar Auditing ............................................................... 25
B. Opini Auditor ........................................................................ 28
C. Going Concern ...................................................................... 34
1. Opini Audit Going Concern ............................................. 38
D. Debt Default ......................................................................... 51
xi
E. Opinion Shopping ................................................................. 52
F. Audit Delay ........................................................................... 53
G. Opini Audit Going Concern dan Rasio Keuangan ................ 55
H. Rasio Likuiditas .................................................................... 57
I. Rasio Profitabilitas ................................................................ 59
J. Rasio Solvabilitas .................................................................. 61
K. Penelitian Sebelumnya dan Perumusan Hipotesis .................. 62
L. Penelitian Terdahulu ............................................................. 71
M. Kerangka Pemikiran .............................................................. 75
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 76
B. Metode Penentuan Sampel .................................................... 76
C. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 78
D. Metode Pengumpulan Data ................................................... 79
E. Metode Analisis .................................................................... 80
1. Analisis Statsitik Deskriptif .............................................. 80
2. Analisis Regresi Logsitik ................................................... 81
a. Menilai Kelayakan Model Regresi ................................ 83
b. Menilai Model fit .......................................................... 83
c. Koefisien Determinasi .................................................. 84
d. Tabel Klasifikasi .......................................................... 85
e. Estimasi Parameter dan Interprestasinya ...................... 85
F. Operasional Variabel Penelitian ............................................ 86
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ....................................... 91
B. Analisis Pembahasan Data Perusahaan Industri Manufaktur dan
Jasa ...................................................................................... 95
1. Hasil Statistik Deskriptif ................................................ 95
2. Hasil Uji Regresi Logistik .............................................. 99
xii
a. Menilai Kelayakan Model Regresi ............................. 102
b. Hasil Uji Overall Model fit ........................................ 104
c. Hasil Uji Koefisien Determinasi ................................ 109
d. Hasil Uji Tabel Klasifikasi ......................................... 110
e. Hasil Estimasi Parameter dan Interprestasinya ........... 113
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan ........................................................................... 137
B. Implikasi ............................................................................... 140
C. Keterbatasan Penelitian dan Saran ......................................... 144
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 146
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 147
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Hal
2.1 Penelitian Sebelumnya ........................................................... 72
4.1 Proses Seleksi Perushaan Manufaktur .................................... 91
4.2 Proses Seleksi Perushaan Jasa ................................................ 92
4.3 Data Sampel Penelitian Industri Manufaktur .......................... 93
4.4 Data Sampel Penelitian Industri Jasa ...................................... 94
4.5 Hasil Uij Statistik Deskriptif Industri Manufaktur .................. 93
4.6 Hasil Uij Statistik Deskriptif Industri Jasa............................... 98
4.7 Identifikasi Data .................................................................... 100
4.8 Processing Summary ............................................................. 100
4.9 Identifikasi Data .................................................................... 101
4.10 Processing Summary ............................................................. 102
4.11 Kelayakan Model Regresi ...................................................... 103
4.12 Kelayakan Model Regresi ...................................................... 103
4.13 Hasil Uji Overall Model Fit (block number 0) ........................ 105
4.14 Hasil Uji Overall Model Fit (block number 1)......................... 106
4.15 Hasil Uji Overall Model Fit (block number 0) ........................ 107
4.16 Hasil Uji Overall Model Fit (block number 1)......................... 108
4.17 Hasil Uji Koefisien Determinasi ............................................ 109
4.18 Hasil Uji Koefisien Determinasi ............................................ 109
4.19 Hasil Uji Tabel Klasifikasi ..................................................... 111
4.20 Hasil Uji Tabel Klasifikasi ..................................................... 112
4.21 Hasil Uji Signifikansi Data .................................................... 114
4.22 Hasil Uji Signifikansi Data .................................................... 115
4.23 Ringakasan Hasil Uji Signifikansi Data Manufaktur .............. 116
4.24 Ringakasan Hasil Uji Signifikansi Data Jasa .......................... 116
4.25 Ringkasan Hasil Uji Komparasi …………………………….... 117
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Tipe Audit ......................................................................... 24
2.2 Panduan Pertimbangan Going Concern ............................. 50
2.4 Kerangka Pemikiran .......................................................... 75
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Daftar Nama Perusahaan .............................................. 150
2 Daftar Perhitungan Rasio Keuangan ............................. 154
3 Inputan Data ................................................................ 179
4 Output SPSS ................................................................ 199
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Going concern (keberlangsungan usaha) merupakan suatu permasalahan
atau isu yang sangat menarik untuk dibahas. Investor, kreditor dan juga
pemerintah sangat tertarik dalam mengidentifikasi posisi keuangan perusahaan
dalam hal keberlangsungan usaha, dan salah satu faktor yang dipertimbangkan
mengenai posisi keuangan perusahaan adalah opini dari auditor eksternal.
Salah satu opini yang diberikan oleh auditor eksternal adalah opini going
concern, merupakan opini yang sangat relevan yang merupakan tanda merah
bahwa terdapat kegagalan keuangan bagi perusahaan di masa yang akan
datang. Setelah krisis ekonomi pada akhir tahun 1990-an, banyak perusahaan
yang pertama kali diaudit diberikan opini pada wajar tanpa pengecualian,
namun semua tiba-tiba di publikasikan sebagai perusahaan yang terdeteksi
bangkrut, dengan bukti deteksi rekening yang kurang atas kinerja keuangan
perusahaan yang sebenarnya menunjukan kondisi keuangan yang tidak sehat
(Hani, C. dan Mukhlasin, 2003).
Sejak krisis global yang terjadi pada pertengahan 2008, hanya beberapa
perusahaan yang dapat bertahan misalnya pada industri makanan dan
minuman yang mampu bertahan selain itu banyak perusahaan yang
menyatakan bangkrut tiba-tiba. Kasus pada perusahaan General Motors
Corporation (GMC) telah dikenal sebagai salah satu perusahaan otomotif
terbesar didunia yang memiliki reputasi sangat baik, dimana mereka pernah
berhasil membukukan nilai penjualan sebesar 1 milliar AS pada tahun 1955.
GMC juga dikenal sebagai satu-satunya industri otomotif kelas dunia yang
mempekerjakan karyawan dengan jumlah yang sangat besar. Namun ditahun-
tahun 2008 GMC sedang menghadapi masalah keuangan yang disinyalir
karena adanya krisis ekonomi global. Masalah keuangan yang dihadapi GMC
saat ini telah menjadi salah satu pusat pemberitaan dunia. Bersama dua
perusahaan otomotif raksasa lainnya, Ford dan Chrysler, the big three kini
tengah mencari dana talangan untuk mendukung operasional perusahaan
sebagai upaya untuk mencegah kebangkrutan.
Krisis ekonomi global telah membawa dampak negatif pada penjualan
kendaraan otomotif. Fakta bahwa produk otomotif yang diproduksi oleh GMC
yang dicitrakan memiliki kualitas tinggi, bahan bakar yang efisien, dan
kuantitas penjualan yang besar di semua segmen pasar tidak menarik pasar
saat ini. Krisis ekonomi berdampak pada pelemahan daya beli konsumen yang
terbukti dengan menurunnya nilai penjualan produk otomotif GMC di bulan
November 2008 sebesar 41 persen dibanding bulan yang sama tahun 2007.
Lebih parah lagi, para analis otomotif dunia memprediksikan bahwa keadaan
ini akan terus berlanjut dan berpotensi menjadi lebih buruk selama krisis
keuangan global terjadi.
Dengan kondisi penjualan yang memburuk ini, GMC berencana menutup
sementara sebagian pabriknya dimulai pada bulan Juli 2009 dan merumah-kan
sedikitnya 30.000 orang karyawannya. Dengan demikian GMC akan
3
menurunkan kapasitas produksinya mengingat masih banyaknya sisa
persediaan kendaraan otomotif yang belum terjual.
Pengurangan kapasitas produksi ini juga diperkirakan akan membawa
dampak yang buruk bagi pemasok suku cadang yang selama ini menjual suku
cadang kepada GMC. Selama pengurangan produksi terjadi, pihak pemasok
suku cadang akan mengalami penurunan pendapatan secara drastis yang juga
membawa potensi kebangkrutan bagi perusahaan mereka.
Berdasarkan kondisi ini dapat disimpulkan bahwa GMC telah memasuki
fase kesulitan keuangan (financial distress) yang berpotensi membawa
kebangkrutan. Hal ini tercermin dari fakta bahwa GMC telah beroperasi
dengan dana kredit talangan senilai 13,4 miliar dollar AS yang telah disetujui
oleh pemerintah AS pada Desember 2008 yang lalu dan wajib memenuhi
tenggat waktu pelunasan utang sampai dengan tanggal 1 Juni 2009,
mengurangi jumlah karyawan dan memotong gaji di level eksekutif dan
mengambil langkah restrukturisasi keuangan lainnya. Apabila GMC tidak
berhasil memenuhi tenggang waktu ini, maka GMC harus mengambil langkah
proteksi kebangkrutan.
Kabar buruk kondisi keuangan GMC juga membawa dampak pada
anjloknya harga pasar saham GMC ke posisi terendah dalam 60 tahun
terakhir. Laporan tahunan General Motors yang dikeluarkan baru-baru ini
memperlihatkan kondisi perusahaan raksasa otomotif nomor satu di Amerika
Serikat itu masih sangat memprihatinkan. Operasional GMC masih merugi,
nilai saham defisit, dan tidak mampu menghasilkan uang tunai yang
4
mencukupi guna memenuhi semua kewajibannya. Auditor independen
mengatakan, semua kondisi yang dialami GMC tersebut mengundang
keprihatinan dan keraguan apakah kelangsungan bisnis GMC masih dapat
berlanjut.
Kondisi krisis keuangan global juga membawa dampak negatif bagi
industri otomotif besar lainnya seperti Toyota dan Honda. Dalam keadaan
krisis ini, posisi industri nomor satu dunia kini diambil alih Toyota Motor
Corp. Hal ini menjadi sangat menarik, karena disaat mengalami penurunan
penjualan dan krisis keuangan yang sama, justru perusahaan-perusahaan
otomotif yang lain tidak mengalami kemerosotan keuangan separah yang
dialami oleh General Motor.
Penulis menduga bahwa sebenarnya GMC telah memasuki fase krisis
keuangan (financial distress) jauh sebelum terjadinya krisis keuangan global
yang mungkin ditimbulkan karena in-efisiensi operasional GMC sendiri.
Penulis juga menduga bahwa potensi kebangkrutan GMC seharusnya sudah
dapat diprediksi minimal 1 atau 2 tahun sebelum kebangkrutan benar-benar
terjadi, (Copyright 2011. Koran Anak Indonesia Network Information
Education Network. All rights reserved dan sejarah kebangkrutan perusahaan
dunia)
Dengan adanya keraguan perusahaan untuk dapat melakukan
kelangsungan usahanya, maka auditor dapat memberikan opini going concern
(opini modifikasi). Opini ini merupakan bad news bagi pemakai laporan
keuangan. Masalah yang sering timbul adalah bahwa sangat sulit untuk
5
memprediksi kelangsungan hidup sebuah perusahaan, sehingga banyak auditor
yang mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini going
concern. Penyebabnya adalah adanya hipotesis Self-fulfilling prophecy yang
menyatakan bahwa apabila auditor memberikan opini going concern, maka
perusahaan akan menjadi lebih cepat bangkrut karena banyak investor yang
membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya (Venuti,
Elizabeth K, 2007). Masalah kedua yang menyebabkan kegagalan audit (audit
failures) adalah tidak terdapatnya prosedur penetapan status going concern
yang terstruktur (Joanna H Lo, 1994). Bagaimanapun juga hampir tidak ada
panduan yang jelas atau penelitian yang sudah ada yang dapat dijadikan acuan
pemilihan tipe opini going concern yang harus dipilih (La Salle dan
Anandarajan, 1996) karena pemberian status going concern bukanlah suatu
tugas yang mudah (Koh dan Tan, 1999). Mutchler et al. (1997) menemukan
bukti bahwa keputusan opini going concern sebelum terjadinya kebangkrutan
secara signifikan berkorelasi dengan probabilitas kebangkrutan dan variabel
lag laporan audit serta informasi berlawanan yang ekstrim (contrary
information), seperti default.
Mutchler (1985) mengemukakan bahwa kriteria perusahaan akan
menerima opini going concern apabila mempunyai masalah pada pendapatan,
reorganisasi, ketidakmampuan dalam membayar bunga, menerima opini going
concern tahun sebelumnya, dalam proses likuidasi, modal yang negatif, arus
kas negatif, pendapatan operasi negatif, modal kerja negatif, 2 s/d 3 tahun
berturut-turut rugi, serta laba ditahan negatif. Ashton, Willingham dan Elliott
6
(1987), Dodd.et al. (1984), Elliot (1984) menyatakan bahwa perusahaan yang
menerima opini going concern membutuhkan waktu audit (audit delay) yang
lebih lama dibandingkan perusahaan yang menerima opini wajar tanpa
pengecualian. Ada hubungan positif antara audit lag yang panjang dengan
opini audit going concern Indira dan Ella (2008). Audit delay adalah lamanya
waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku
hingga tanggal diselesaikan laporan auditor independen (Ashton et al., 1997,
Halim: 2003).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
menunjukkan bahwa audit delay yang terjadi di Indonesia rata-rata sebanyak
85 hari. Rata-rata audit delay di Indonesia ini tergolong lebih panjang bila
dibandingkan dengan di luar negeri, misalnya audit delay di Kanada lebih
pendek, yaitu lebih cepat 21,95 hari dibandingkan dengan Indonesia (Halim:
2003). Audit delay yang melewati batas waktu ketentuan BAPEPAM, tentu
berakibat pada keterlambatan publikasi laporan keuangan.
Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan diatur dalam penjelasan
UU No. 8 Tahun 2011 tentang pasar modal dimana dijelaskan bahwa laporan
keuangan auditan bersifat wajib dengan batas waktu 90 hari dari akhir tahun
sampai dengan tanggal diserahkannya laporan keuangan yang telah diaudit
kepada BAPEPAM. Selanjutnya BAPEPAM mengatur keputusan mengenai
laporan keuangan pada peraturan BAPEPAM Nomor X.K.2. Pada peraturan
tersebut dijelaskan mengenai kewajiban perusahaan publik untuk
menyampaikan laporan keuangan berkala yang berisi informasi mengenai
7
kegiatan usaha dan keadaan keuangan pada perusahaan tersebut. Laporan
tersebut juga harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dari
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 dari peraturan BAPEPAM Nomor
X.K.2 juga menjelaskan bahwa apabila perusahaan terlambat dalam
menyampaikan laporan keuangannya maka akan dikenai sanksi administratif
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Serta sanksi administrasi tersebut di
atur berdasarkan peraturan pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang
penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal, bab XII sanksi administratif
pasal 61, dinyatakan bahwa yang melakukan pelanggaran atas ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dikenakan sanksi
administratif. Meskipun sudah ditetapkan aturan dan sanksi tersebut, tetap saja
masih ada perusahaan yang melakukan keterlambatan dalam penyampaian
laporan keuangannya.
Keterlambatan publikasi laporan keuangan dapat mengindikasikan adanya
masalah dalam laporan keuangan emiten sehingga memerlukan waktu yang
lebih lama dalam penyelesaian audit. Keterlambatan publikasi laporan
keuangan sangat merugikan investor karena dapat meningkatkan asimetri
informasi di pasar, insider trading dan memunculkan rumor yang membuat
pasar menjadi tidak pasti dan ketidakpastian itu akan berakibat patal terhadap
kelangsungan usaha perusahaan tersebut.
Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang
kompleks dan terus ada. Sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak ukur
8
yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan.
Kekonsistenan faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam keadaan ekonomi
yang fluktuatif, status going concern tetap dapat diprediksi. Salah satu cara
agar going concern suatu perusahaan dapat diprediksi dengan cara di proxy
kan dengan analisis rasio keuangan yang merupakan proxy dari going
concern. Penulis menggunakan analisis rasio keuangan sebagai indikator dari
proxy going concern memfokuskan pada profitabilitas, solvabilitas, dan
likuiditas. Serta indikator dari rasio solvabilitas, profitabilitas dan likuiditas
dalam penelitian ini yaitu menggunakan rasio lancar, laba bersih sebelum
pajak, atau rasio penjualan bersih, total hutang terhadap total equity ratio, arus
kas untuk rasio total hutang yang masing-masing dari mereka mewakili dari
rasio keuangan. Sudah jelas sekali, bahwa perusahaan yang tidak
menguntungkan dalam jangka panjang adalah tidak solvabel, atau tidak likuid
dan kemungkinan harus direstrukturisasi, dan yang sering terjadi setelah
direstrukturisasi, maka perusahaan akan bangkrut. Cara untuk menghindarinya
adalah dengan memprediksi bahaya keuangan jauh sebelumnya agar tidak
menderita kerugian investasi.
Altman (1974) mengembangkan pendekatan tradisional terhadap analisis
rasio dengan menganalisis pemikiran rasio untuk memprediksi kebangkrutan
dan menggunakan teknik analisis multi diskriminan. Teknik ini
mengidentifikasi 5 rasio, yang secara bersamaan, sangat baik untuk
memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan.
9
Dalam hubungannya dengan likuiditas makin kecil quick ratio suatu
perusahaan, maka perusahaan tersebut perusahaan kurang likuid sehingga
tidak dapat membayar para krediturnya maka auditor kemungkinan
memberikan opini audit dengan going concern. Tidak jarang perusahaan yang
secara konsisten mengalami kerugian operasi mempunyai working capital
yang sangat kecil bila dibandingkan dengan total aset (Altman, 1974).
Sedangkan hubungan quick ratio dengan opini audit, adalah makin
kecil quick ratio perusahaan kurang likuid karena banyak kredit macet, maka
kemungkinan auditor akan memberikan keterangan mengenai going concern.
Chench dan Chruch (1992) menemukan penambahan variabel status debt
default dapat meningkatkan R² sampel dari 35% menjadi 93%, hal ini
mengindikasikan bahwa variabel debt default sebagai variabel yang penting.
Keadaan default terlihat dari kesulitan memenuhi kewajibannya, seperti
terpenuhinya syarat-syarat perjanjian hutang atau tidak melakukan
pembayaran sesuai jadwal. SIAE (sistem informasi, auditing, etika profesi)
Mutchler (1984), Carcello dan Neal (2000), Alexander (2004), Eko, Indira,
Faisal (2007) Mirna dan Indira (2007), Lennox (2002) menyatakan ada
hubungan signifikan dan positif antara opini audit going concern tahun
sebelumnya dengan opini tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya
auditor memberikan opini audit going concern, maka pada tahun berjalan
semakin besar kemungkinan auditor untuk memberikan kembali opini audit
going concern. Jika default ini telah terjadi atau proses negosiasi tengah
10
berlangsung dalam rangka menghindari default selanjutnya, auditor mungkin
cenderung untuk mengeluarkan opini going concern.
Dampak yang tidak diharapkan dari opini going concern yang tidak
diinginkan tersebut mendorong manajemen untuk mempengaruhi auditor dan
menimbulkan konsekuensi negatif dalam pengeluaran opini going concern.
Geiger et al. (1996) menemukan bukti terjadinya peningkatan pergantian
auditor yang mengeluarkan opini going concern pada perusahaan financial
disstress. Kondisi tersebut memungkinkan manajemen untuk berpindah ke
auditor lain apabila perusahaannya terancam menerima opini audit going
concern. Fenomena seperti ini disebut opinion shopping. Manajer dapat
menunda atau menghindari opini going concern dengan memberikan laporan
keuangan yang yang baik untuk meyakinkan auditor atau dengan melakukan
pergantian auditor (auditor switching) dengan harapan bahwa auditor baru
tidak memberikan opini going concern (Bryan et. al., 2005). Lennox (2000)
dalam Chen et al. (2005) dalam penelitiannya berpendapat bahwa perusahaan
yang mengganti auditor (switching auditor) menurunkan kemungkinan
mendapatkan opini audit yang tidak diinginkan, daripada perusahaan yang
tidak melakukan pergantian auditor. Perusahaan yang berhasil dalam opinion
shopping melakukan pergantian auditor dengan harapan mendapat unqualified
opinion dari auditor baru.
Krisis keuangan yang melanda beberapa negara di Asia termasuk
Indonesia pada tahun 1997, membawa dampak buruk bagi kelangsungan
hidup entitas bisnis sampai tahun sekarang. Lingkungan resiko yang
11
merupakan dampak dari memburuknya kondisi ekonomi mengakibatkan
makin meningkatnya opini qualified going concern dan disclaimer untuk
penugasan tahun 1998. Beberapa hal yang memicu masalah going concern
pada tahun tersebut umumnya adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki
rasio hutang terhadap modal yang tinggi, saldo hutang jangka pendek dalam
jumlah besar yang segera jatuh tempo, mengalami penurunan modal (capital
deficiency) yang signifikan, kerugian keuangan (financial losses) yang
disebabkan karena kerugian nilai tukar, menanggung beban-beban keuangan,
kerugian operasional dan tidak adanya action plans yang jelas dari pihak
manajemen (Juniarti, 2000). Auditor tidak bisa lagi hanya menerima
pandangan manajemen bahwa segala sesuatunya baik. Penilaian going
concern lebih didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk melanjutkan
operasinya dalam jangka waktu 12 bulan ke depan. Untuk sampai pada
kesimpulan apakah perusahaan akan memiliki going concern atau tidak,
auditor harus melakukan evaluasi secara kritis terhadap rencana-rencana
manajemen.
Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang
kompleks dan terus ada. Sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak ukur
yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan.
Kekonsistenan faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam keadaan ekonomi
yang fluktuatif, status going concern tetap dapat diprediksi.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk membahas seberapa
besar “Analisis Pengaruh Audit Delay, Opinion Shopping, Debt Default,
12
Serta Proxy Going Concern Terhadap Penerimaan Opini Audit Going
Concern. (Studi Komparasi Pada Perusahaan Manufaktur Dan Jasa
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010).
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya, yaitu
penelitian yang dilakukan Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti,
(2007). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai
berikut:
1. Terdapat penambahan variabel independen berupa Audit delay, proxy
going concern dengan indikator analisis rasio keuangan yang diperoleh
dari penelitian Agrianti Komalasari (2006), Oni Currie Masyitoh dan Desi
Anhariani (2010). Selain disarankan oleh peneliti terdahulu, variabel
tersebut juga merupakan bagian dari karakteristik personal yang
berpengaruh terhadap kelangsungan usaha suatu perusahaan. Penelitian
sebelumnya hanya menguji pengaruh kualitas audit, debt default, opinion
shopping terhadap penerimaan opini audit going concern, sedangkan
penelitian ini menguji analisis pengaruh audit delay, opinion shopping,
debt default serta proxy going concern terhadap penerimaan opini audit
going concern.
2. Metode pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis regresi logistik (logistic regression analysis) untuk mengetahui
pengaruh hubungan variabel yang menggunakan kategorial yang dummy.
13
3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perusahaan
Manufaktur dan Jasa yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010 pada
penelitian sebelumnya hanya menggunakan Perusahaan Manufaktur saja.
4. Penggabungan dua penelitian untuk mengkomparasi 2 jenis industri.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya sebagai
berikut:
1. Apakah faktor audit delay berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan
opini going concern?
2. Apakah faktor opinion shopping berpengaruh terhadap kemungkinan
penerimaan opini going concern?
3. Apakah faktor debt default berpengaruh terhadap kemungkinan
penerimaan opini going concern?
4. Apakah faktor proxy going concern dengan indikator analisis rasio
keuangan berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini going
concern?
5. Berapa besar tingkat komparasi going concern yang diterima pada
perusahaan Manufaktur dan Jasa?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang:
14
1. Besarnya pengaruh audit delay terhadap kemungkinan penerimaan opini
going concern.
2. Besarnya pengaruh opinion shopping terhadap kemungkinan penerimaan
opini going concern.
3. Besarnya Pengaruh debt defult terhadap kemungkinan penerimaan opini
going concern.
4. Besarnya pengaruh proxy going concern dengan indikator analisis rasio
keuangan berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini going
concern.
5. Besarnya tingkat komparasi going concern yang diterima pada perusahaan
manufaktur dan Jasa.
D. Manfaat Penelitian
Dari pembahasan pokok masalah serta dari informasi yang berhasil
dikumpulkan, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang berkepentingan:
1. Manfaat bagi akademisi
Secara akademis, hasil ini di harapkan dapat memberikan kontribusi
bagi perkembangan teori di Indonesia, khususnya mengenai masalah
going concern. Penelitian ini diharapkan pula dapat menambah khasanah
pengetahuan dan pemahaman serta dapat dijadikan sebagai referensi
pengetahuan, bahan diskusi dan bahan kajian lanjut bagi pembaca tentang
masalah yang berkaitan dengan opini going concern dan penelitian ini
15
diharapkan dapat memberikan kontribusi ke pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya mengenai analisis pengaruh audit delay, opinion
shopping, debt default, serta proxy going concern yang mempengaruhi
penerimaan opini audit going concern serta referensi penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat praktisi
a. Bagi investor
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi
investor yang ingin berinvestasi tentang manfaat kondisi kondisi
keuangan, baik pada saham atau obligasi yang dikelurkan oleh suatu
perusahaan, tentunya akan sangat berkepentingan untuk melihat
adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual
surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan
mengembangkan model prediksi kebangkrutan seawall dan kemudian
mengantisipasi kemungkinan tersebut.
b. Pemberi pinjaman (kreditor)
Informasi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk mengambil
keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat
untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
c. Pihak pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai
tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal,
sektor perbankan). Pemerintah juga mempunyai badan-badan usaha
16
(BUMN) yang harus selalu di awasi. Lembaga pemerintah mempunyai
kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal
supaya tindakan-tindakan yang perlu dapat dilakukan lebih awal.
d. Bagi auditor
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan auditor dalam melaksanakan proses audit terutama
dalam hal pemberian opini terhadap klien yang mempunyai masalah
dalam kelangsungan usahanya serta bagi auditor dalam memberikan
penilaian keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan
hidup (going concern) perusahaan dimasa yang akan datang. Hal ini
dengan memperhatikan kondisi keuangan dan non keuangan pada
perusahaan.
e. Bagi regulator pasar modal, yakni memberikan kontribusi praktis pada
pihak BAPEPAM mengenai perhatiannya terhadap kemungkinan
terjadinya praktik opinion shopping di Indonesia.
3. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan-
masukan pada masyarakat umum dan khususnya para pemakai laporan
keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan publik tentang beberapa faktor
yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Atas Audit
1. Pengertian Auditing
Auditing menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2010:15) adalah
sebagai berikut:
“Auditing is the accumulation an evaluation of evidence about
information to determine and report on the degree of correspondence
between the information and established criteria. Auditing should be done
by a competent, independent person”.
Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai
informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara
informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan
oleh orang yang kompeten dan independen.
Definisi yang berasal dari ASOBAC (A Statement of Basic Auditing
Concepts) yang dikutip dari Halim (2008:1) mendefinisikan auditing
sebagai:
“suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-
bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan
kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-
asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan
hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan”.
Sedangkan pengertian auditing menurut Agoes (2008:3) adalah:
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh
pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun
oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
18
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.
Berdasarkan beberapa pengertian auditing di atas dapat disimpulkan
bahwa auditing merupakan suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian
bukti-bukti atas informasi mengenai kejadian ekonomi oleh pihak
independen dengan tujuan agar dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran atas penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan yaitu prinsip akuntansi berterima umum (PABU).
2. Tujuan Audit
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada
umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam
semua hal yang material posisi keuangan, perubahan ekuitas, dan arus kas
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SPAP,
PSA No.02. SA seksi 110, 2011:110.1)
Tujuan umum audit menurut Kell, Johnson dan Boynton (2006: 6)
adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam suatu hal yang
material, posisi keuangan dan hasil usaha arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, sedangkan tujuan audit spesipikasi
ditentukan berdasarkan asersi-asersi yang dibuat oleh manajemen adalah
pernyataan yang tersirat atau yang dinyatakan jelas oleh manajemen
mengenai jenis transaksi dan akun terkait dalam laporan keuangan. Asersi
manajemen berhubungan langsung dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum, sehingga auditor harus memahami asersi-asersi suatu manajemen
agar audit dapat dilaksanakan dengan memadai.
19
Sedangkan tujuan umum audit dalam Agoes (2008:1) adalah untuk
memberikan nilai tambah bagi laporan keuangan perusahaan, karena
tujuan akhir auditing adalah memberikan pendapat kewajaran posisi
keuangan suatu perusahaan.
Tujuan audit secara spesifik ditentukan berdasarkan aseri-asersi yang
dibuat oleh manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan. Asersi
dalam PSA No. 7 (SA seksi 326, 2011:326.2) yaitu asersi keberadaan atau
kejadian, asersi kelengkapan, asersi hak dan kewajiban, asersi penilaian
atau lokasi dan asersi penyajian dan pengungkapan. Asersi-asersi
manajemen adalah sebagai berikut:
1) Asersi keberadaan atau keterjadian (Existence or Occurrence)
Asersi ini berhubungan dengan aktiva atau utang satuan usaha ada
pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi
selama periode tertentu. Manajemen membuat asersi bahwa persedian
produk jadi yang terdapat dalam neraca adalah tersedia untuk dijual.
2) Asersi kelengkapan (Completeness)
Asersi ini berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang
seharusnya dijadikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan
didalamnya. Manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian
barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam laporan keuangan.
20
3) Asersi Hak dan Kewajiban (Rights and Obligation)
Aseri ini berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak
perusahaan dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal
tertentu.
4) Asersi Penilaian atas Lokasi (Valuation)
Asersi ini berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva,
kewajiban, pendapatan, dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan
keuangan pada jumlah yang semestinya.
5) Asersi Penyajian dan Pengungkapan (Presentation and Disclosure)
Asersi ini beruhubungan dengan apakah komponen-komponen
tertentu laporan keuangan yang diklasifikasikan dijelaskan dan
diungkapkan semestinya.
Dalam memperoleh bukti audit yang mendukung asersi dalam laporan
keuangan, auditor inpenden merumuskan tujuan audit secara spesifik
ditinjau dari sudut asersi tersebut. Dalam merumuskan tujuan audit
auditor independen hendaknya mempertimbangkan kondisi entitas, sifat,
aktivitas ekonomi, dan praktek akuntansi industrinya.
3. Jenis Audit
Menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2010:15) akuntan publik
melakukan tiga jenis utama audit yaitu audit operasional, audit ketaatan
dan audit laporan keuangan.
21
a) Audit Operasional
Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas bagian dari
prosedur dan metode operasi dan organisasi. Pada akhir audit
operasional, manajemen biasanya mengaharapkan saran-saran untuk
memperbaiki operasi. Sebagai contoh, auditor mungkin mengevaluasi
efisiensi dan akurasi pemprosesan transaksi penggajian dengan sistem
komputer yang dipasang. Dalam audit operasional, review atau
penelaahan yang dilakukan tidak terbatas pada akuntansi, tetapi dapat
mencakup evaluasi atas struktur organisasi, operasi komputer, metode
produksi, pemasaran, dan semua bidang lain dimana auditor
menguasainya.
b) Audit Ketaatan
Audit ketaatan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang
diaudit mengikuti prosedur, aturan atau ketentuan tertentu yang
ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Contohnya, menentukan
apakah personel akuntansi mengikuti prosedur yang digariskan oleh
kontroler perusahaan, review tarif upah untuk melihat ketaatan dengan
ketentuan upah minimum.
c) Audit Laporan Keuangan
Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan
keuangan (informasi diversifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan
kriteria tertentu. Biasanya, kriteria yang berlaku adalah prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum (GAAP), walaupun auditor mungkin
22
saja melakukan audit atas laporan keuangan yang disusun dengan
menggunakan akuntansi dasar kas atau beberapa dasar lainnya yang
cocok untuk organisasi itu. Dalam menentukan apakah laporan
keuangan telah dinyatakan secara wajar sesuai dengan GAAP, auditor
mengumpulkan bukti untuk menetapkan apakah laporan keuangan itu
mengandung kesalahan yang material atau salah saji lainnya.
Sedangkan menurut Johnson, Kell dan Boynton 2006, mengemukakan
tiga jenis audit sebagai berikut:
“Audits are generally classified into three categories financial
statement, compliance or operational”.
Berikut penjelasan mengenai ketiga audit tersebut:
a. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Audit laporan keuangan mencakup penghimpunan dan
pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas
dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan
keuangan telah disajikan secara wajar sesuai kriteria yang telah
ditentukan, yaitu prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU).
Audit laporan keuangan ini dilakukan oleh external auditor
biasanya atas permintaan klien, kecuali dalam audit laporan
keuangan BUMN yang dilakukan oleh BPK atau BPKP. Audit
tersebut bukan atas permintaan klien, tetapi BPK atau BPKP
memiliki hak untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan Undang-
Undang atau peraturan yang ada. Hasil auditing terhadap laporan
keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan
23
audit. Laporan audit ini dibagikan kepada para pemakai informasi
keuangan seperti pemegang saham, kreditur, dan Kantor Pelayanan
Pajak.
b. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Audit kepatuhan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian
bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan finansial
maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisi-
kondisi, aturan-aturan, dan regulasi yang telah ditentukan. Ukuran
kesesuaian audit kepatuhan adalah ketepatan (correctness),
misalnya: ketepatan SPT-Tahunan dengan Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada
pihak yang berwenang membuat kriteria.
c. Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional merupakan review secara sistematik kegiatan
organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan
tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah: (1) mengevaluasi
kinerja, (2) mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, dan (3)
membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.
Audit operasional sering disebut juga dengan management audit
atau performance audit. Ukuran kesesuaian yang digunakan adalah
keefisienan, keefektifan, dan keekonomisan.
25
4. Standar Auditing
Standar auditing berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu
pelaksanaan audit serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai.
Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan
tanggung jawab profesionalnya. Standar ini meliputi pertimbangan
kualitas profesional auditor, seperti keahlian dan independensi,
persyaratan pelaporan, dan bahan bukti. Standar auditing terdiri dari
sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu
standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan (IAI,
2011:150.1).
a. Standar Umum
1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
26
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, syarat, dan
lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.
c. Standar Pelaporan
1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip tersebut dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi
bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat
secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas
27
mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada dan
tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Standar-standar tersebut di atas dalam banyak hal saling berhubungan
dan saling bergantung satu dengan lainnya. Keadaan yang berhubungan
erat dengan penentuan atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga
untuk standar yang lain. "Materialitas" dan "risiko audit" melandasi
penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan
dan standar pelaporan.
Konsep "materialitas" bersifat bawaan dalam pekerjaan auditor
independen. Dasar yang lebih kuat harus dicari sebagai landasan pendapat
auditor independen atas unsur-unsur yang secara relatif lebih penting dan
unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan besar salah saji material.
Misalnya, dalam perusahaan dengan jumlah debitur yang sedikit, dengan
nilai piutang yang besar, secara individual piutang itu adalah lebih
penting dan kemungkinan terjadinya salah saji material juga lebih besar.
Jika dibandingkan dengan perusahaan lain yang mempunyai jumlah
nilai piutang yang sama tetapi terdiri dari debitur yang banyak dengan
nilai piutang yang relatif kecil. Dalam perusahaan manufaktur, persediaan
umumnya mempunyai arti penting, baik bagi posisi keuangan maupun
hasil usaha perusahaan, sehingga secara relatif persediaan memerlukan
perhatian auditor yang lebih besar dibandingkan dengan persediaan dalam
perusahaan jasa. Begitu pula, piutang umumnya memerlukan perhatian
yang lebih besar dibandingkan dengan premi asuransi dibayar di muka.
28
Pertimbangan atas risiko audit berkaitan erat dengan sifat audit.
Transaksi kas umumnya lebih rentan terhadap kecurangan jika
dibandingkan dengan transaksi persediaan, sehingga audit atas kas harus
dilaksanakan secara lebih konklusif, tanpa harus menyebabkan
penggunaan waktu yang lebih lama. Transaksi dengan pihak tidak terkait
biasanya tidak diperiksa serinci pemeriksaan terhadap transaksi
antarbagian dalam perusahaan atau transaksi dengan pimpinan perusahaan
dan karyawan, yang tingkat kepentingan pribadi dalam transaksi yang
disebut terakhir ini sulit ditentukan. Pengendalian intern terhadap lingkup
audit mempengaruhi besar atau kecilnya risiko salah saji terhadap
prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor. Semakin efektif
pengendalian intern, semakin rendah tingkat risiko pengenda
lian.
B. Opini Auditor
Dalam melakukan penugasan umum, auditor ditugasi memberikan opini
atas laporan keuangan perusahaan. Opini yang diberikan merupakan
pernyataan kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan
hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
(SPAP, 2011 alinea 1). Sehingga pendapat atau opini audit merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari laporan audit.
Menurut Arens, Elder, Beasley, dan Jusuf (2010:62) Opini yang
dikeluarkan auditor ada empat macam yaitu, pendapat wajar tanpa
29
pengecualian (unqualified opinion), pendapat wajar dengan tambahan bahasa
penjelasan (unqualified modified opinion), pendapat wajar dengan
pengecualian (qualified opinion), pendapat tidak wajar (adverse opinion) atau
menolak untuk tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion). Laporan
penting sekali dalam suatu audit karena laporan menginformasikan pemakai
informasi mengenai apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang
diperolehnya.
Sedangkan menurut Mulyadi (2010), terdapat lima jenis pendapat auditor
yaitu:
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified opinion)
Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan
bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.
Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh
auditor jika kondisi berikut ini terpenuhi:
a. Semua laporan neraca, laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan
laporan kas terdapat dalam laporan keuangan.
b. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi
oleh auditor.
c. Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah
melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
untuk melakukan tiga standar pekerjaan lapangan.
30
d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima
umum di Indonesia.
e. Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah
paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (Unqualified
opinion with explanatory language)
Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf
penjelas atau bahasa penjelas yang lain dalam laporan audit, meskipun
tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan
keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf
pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu
paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku
adalah:
a. Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.
b. Keraguan besar tentang kelangsungan hidup.
c. Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
d. Penekanan atas suatu hal.
e. Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee
menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia,
31
kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan
pengecualian diberikan kepada perusahaan yang berada dalam kondisi
sebagai berikut:
a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap lingkup audit.
b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari
prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak
material, dan dia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat
tidak wajar.
4. Pendapat tidak wajar (Adverse opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan
auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum.
5. Tidak memberikan pendapat (Disclaimer of opinion)
Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika dia tidak
melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan
auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga
diberikan apabila dia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya
dengan klien.
Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga
auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas
laporan keuangan yang diauditnya. Arens (2010) mengemukakan bahwa
laporan audit adalah langkah terakhir dari seluruh proses audit. Dengan
32
demikian, auditor dalam memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinan
profesionalnya.
Auditor mempunyai tanggung jawab untuk menilai apakah terdapat
kesangsian besar terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas. Pada saat auditor
menemukan adanya keraguan terhadap kemampuan klien untuk melanjutkan
usahanya, auditor harus memberikan opini audit dengan modifikasi mengenai
going concern, auditor diijinkan untuk memilih apakah akan mengeluarkan
unqualified modified report atau disclaimer opinion.
Menurut standar profesional akuntan publik SA Seksi 110, tujuan audit
atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk
menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material,
posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor
merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya atau apabila
keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat,
sebagai pihak yang independen, auditor tidak dibenarkan untuk memihak
kepentingan siapapun dan untuk tidak mudah dipengaruhi, serta harus bebas
dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak memiliki suatu kepentingan
dengan kliennya (IAI, 2011).
Laporan penting sekali dalam suatu audit karena laporan
menginformasikan pemakai informasi mengenai apa yang dilakukan auditor
dan kesimpulan yang diperolehnya. Standar Profesional Akuntansi Publik
33
(SPAP) mengharuskan dibuatnya laporan setiap kali KAP dikaitkan dengan
laporan keuangan.
Auditor mempunyai tanggung jawab untuk menilai apakah terdapat
kesangsian besar terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas. Pada saat auditor
menetapkan bahwa ada keraguan yang pasti terhadap kemampuan klien untuk
melanjutkan usahanya sebagai going concern, auditor diijinkan untuk
memilih apakah akan mengeluarkan unqualified modified report
atau disclaimer opinion. Bagaimanapun juga, hampir tidak ada panduan yang
jelas atau penelitian yang sudah ada yang dapat dijadikan acuan pemilihan
tipe going concern report yang harus dipilih (LaSalle & Anandarajan, 1996),
karena pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah
(Koh & Tan, 1999).
PSAK 29 paragraf 11 huruf d, menyatakan bahwa, keraguan yang besar
tentang kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya (going concern) merupakan keadaan yang mengharuskan auditor
menambah paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan
audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian,
yang dinyatakan oleh auditor. Istilah bahasa digunakan untuk mencakup
paragraf, kalimat, frasa dan kata yang digunakan oleh akuntan publik untuk
mengkomunikasikan hasil auditnya kepada pemakai laporan.
34
C. Going Concern
IAI (2011:341.2) mendefinisikan going concern sebagai:
“Kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
selama periode waktu pantas, yaitu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal
laporan keuangan auditan”.
Sedangkan menurut Belkaoui (2007:271) going concern adalah:
“Suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus
operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan
proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti”.
Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan diharapkan
untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan
menuju ke arah likuidasi. Diperlukannya suatu operasi yang berlanjut dan
berkesinambungan untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan
keuangan yang terbit disuatu periode mempunyai sifat sementara sebab masih
merupakan satu rangkaian laporan yang berkelanjutan.
Eko Setyarno, Indira Januarti dan Faisal. 2007 et al. (2007:130)
mendefinisikan going concern adalah:
“Kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya going concern maka suatu
entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam
jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek.”
Sedangkan menurut Tunggal (2009) going concern adalah:
“Konsep akuntansi yang menganggap bahwa suatu kesatuan usaha
diharapakan akan terus beroperasi dengan menguntungkan dalam jangka
waktu yang tidak terbatas”.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa going concern
merupakan suatu kemampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada
saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada
35
pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, ketidakpastian
profitabilitas, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar kegiatan serupa
yang lain. Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan
sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukan hal yang
berlawanan. Informasi yang signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi
kelangsungan hidup usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan
suatu usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa
melakukan penjualan sebagian besar aktiva melalui bisnis biasa,
restrukturisasi hutang, kerugian operasi yang berulangkali terjadi, dan
kegiatan serupa yang lain (SPAP seksi 341 paragraf 6 (IAI, 2011:341.1)
Auditor memiliki tanggung jawab menurut SAS (Statement of Audit
Standadrs) 59 (AU 341) untuk mengevaluasi apakah perusahaan mempunyai
kemungkinan untuk tetap bertahan (going concern). Sebagai contoh
keberadaan satu atau lebih faktor-faktor berikut menimbulkan ketidakpastian
mengenai kemampuan perusahaan untuk terus bertahan (Arens, 2010:52):
a. Kerugian operasi atau kekurangan modal kerja yang berulang dan
signifikan.
b. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban ketika jatuh
tempo.
c. Kehilangan pelanggan utama, terjadi bencana yang tak dijamin oleh
asuransi seperti gempa bumi atau banjir atau masalah ketenagakerjaan
yang tidak biasa.
36
d. Pengadilan, perundang-undangan atau hal-hal serupa lainnya yang sudah
terjadi dan dapat membahayakan entitas untuk beroperasi.
PSA No.30 (IAI, 2011:341.1) menyatakan bahwa going concern dipakai
sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya
informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang
secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup
suatu badan usaha adalah berhubungan dengan dengan ketidakmampuan suatu
badan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa
melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis
biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan
kegiatan serupa yang lain.
Salah satu dari hal-hal penting yang harus diputuskan oleh auditor dalam
menyampaikan laporan audit adalah apakah perusahaan dapat
mempertahankan hidupnya (going concern). Audit report dengan modifikasi
mengenai going concern, mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor
terdapat resiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut
pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis.
Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang
mempengaruhi perusahaan, kemampuan pembayaran hutang, dan kebutuhan
likuiditas di masa yang akan datang.
Menurut Altman dan McGough (1974) seperti yang dikutip dari Mirna
dan Indira (2006), masalah going concern terbagi dua, yaitu masalah
keuangan yang meliputi kekurangan (defisiensi) likuiditas, defisiensi ekuitas,
37
penunggakan utang, kesulitan memperoleh dana, serta masalah operasi yang
meliputi kerugian operasi yang terus-menerus, prospek pendapatan yang
meragukan, kemampuan operasi terancam, dan pengendalian yang lemah atas
operasi. Informasi going concern dapat bermanfaat bagi beberapa pihak
sebagai berikut:
1. Pemberi pinjaman (kreditur)
Informasi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk mengambil keputusan
siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk
kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
2. Investor
Investor saham dan obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan
tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan
bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut.
Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model
prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan dan
kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.
3. Pihak pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai
tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal sektor
perbankan). Pemerintah juga mempunyai badan-badan usaha (BUMN)
yang harus selalu di awasi. Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan
untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-
tindakan yang perlu dapat dilakukan lebih awal.
38
4. Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan
suatu usaha karena akuntan akan melihat kemampuan going concern suatu
perusahaan.
5. Manajemen
Kebangkrutan berarti muncul biaya-biaya yang berkaitan dengan
kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Biaya kebangkrutan terbagi
menjadi dua, biaya kebangkrutan langsung dan tidak langsung. Contoh
biaya kebangkrutan langsung adalah biaya akuntan dan biaya penasihat
hukum. Sedangkan contoh biaya tidak langsung adalah hilangnya
kesempatan penjualan dan keuntungan karena beberapa hal seperti
pembatasan yang mungkin diberlakukan oleh pengadilan. Apabila
manajemen dapat mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-
tindakan pengehematan bisa dilakukan, misal dengan melakukan dengan
merger atau restitusi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa
dihindari.
1. Opini Audit Going Concern
Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan
sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukan hal
berlawanan (contrary information) (Eko Setyarno, Indira Januarti dan
Faisal. 2007.130). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap
berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu entitas usaha adalah
berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi
39
kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagaian
besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang,
perbaikan operasi, yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang
lain (Pernyataan Standar Auditing) (PSA) No. 30 (IAI, 2011:341.1)
Dalam hal auditor mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang
kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidup
usahanya, maka, menurut PSA No. 30 (IAI, 2011:341.1) menyebutkan
bahwa auditor bertanggung jawab mengenai evaluasi apakah terdapat
kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam periode waktu tak pantas, tidak lebih dari
satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang di audit.
Interpretasi pernyataan standar auditing (IPSA) No. 30 dan SA seksi
(341) memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan
satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidup usahanya
terhadap opini auditor sebagai berikut (Agoes, 2008:66):
a. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan
satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam
jangka waktu pantas, ia harus:
1. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang
ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersbut.
2. Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif
dilaksanakan.
40
b. Jika manajemen tidak memilki rencana yang mengurangi dampak
kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya, auditor
mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan
pendapat.
c. Jika manajemen memilki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang
harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan efektivitas rencana
tersebut.
d. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor
menyatakan tidak memberikan pendapat.
e. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien
mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan
pendapat wajar tanpa pengecualian.
f. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien
tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor
memberikan pendapat tidak wajar.
Jika auditor menyimpulkan keragu-raguan atas kemampuan
perusahaan untuk melanjutkan usahanya, pendapat wajar tanpa
pengecualian dengan paragraf penjelas perlu dibuat, terlepas dari
pengungkapan laporan keuangan. PSA 30 (IAI 2011:341). Membolehkan
tetapi tidak menganjurkan pernyataan tidak memberikan pendapat karena
adanya kesangsian atas kelangsungan hidup.
41
Mc Keown et al. (1991) dalam Januarti (2009:6) berpendapat bahwa
auditor mungkin saja gagal untuk memberikan pendapat tentang adanya
indikasi kebangkrutan kepada suatu perusahaan yang ternyata mengalami
kebangkrutan dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini disebabkan
karena perusahaan tersebut sedang dalam posisi di ambang batas
kebangkrutan dengan kelangsungan usahanya.
Auditor harus memperhatikan semua faktor yang terkait dengan
entitas pada saat akan mengambil keputusan yang terkait dengan going
concern dapat dibagi dua (2) yaitu:
a. Informasi mengenai perusahaan yang tersedia bagi publik, dan
b. Informasi yang berasal dari dalam perusahaan.
Menurut Sundgren dan Svanstrom (2010:9) sebelum mengeluarkan
opini auditor harus mengumpulkan dan mengevaluasi bukti dari rasio
keuangan, contrary information, dan faktor lain yang menyebabkan
keraguan terhadap going concern. Informasi yang tersedia bagi publik
yang dapat dijadikan acuan pada saat pengambilan keputusan laporan
keuangan perusahaan. Laporan keuangan tersebut dapat berupa rasio-
rasio. Selain itu, auditor juga diminta untuk mempertimbangkan
pengungkapan rencana manajemen yang terutang di manajemen
discussion dan analysis (MD&A) dalam mempertimbangkan opini audit
going concern. Auditor mempertimbangkan rencana manajemen untuk
mengatasi kesulitan keuangan dan disclosure tentang rencana manajemen
tersebut mengandung informasi bagi auditor untuk memberikan laporan
42
audit yang dimodifikasi. Auditor juga dapat memanfaatkan informasi
yang bersifat intern dalam pengambilan keputusan going concern.
2. Tanggung Jawab Auditor terhadap Going concern
Dalam PSA No 30. (IAI, 2011:341.1) antara lain dinyatakan:
Auditor harus mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar
mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam jangka panjang waktu pantas dengan cara sebagai
berikut:
a. Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan
dalam perencanaan, pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan
audit, dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasi keadaan
peristiwa yang secara keseluruhan menunjukan adanya kesangsian
besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas.
b. Jika auditor yakin bahwa kesangsian besar mengenai kemampuan
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu
yang pantas, ia harus:
1. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang
ditunjukan untuk mengurang dampak kondisi dan peristiwa
tersebut.
2. Menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat
secara efisien dilaksanakan.
43
3. Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil
kesimpulan apakah ia masih memilki kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam jangka waktu yang pantas.
3. Prosedur Audit dalam Menilai Going concern
Menurut PSA No. 30 (IAI, 2011:341.5) auditor tidak perlu merancang
prosedur audit dengan tujuan tunggal untuk mengidentifikasi kondisi dan
peristiwa yang, jika pertimbangan secara keseluruhan, dan menunjukan
bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang
pantas. Hasil prosedur audit yang dirancang dan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan audit yang lain harus cukup untuk tujuan tersebut.
Berikut ini adalah contoh prosedur yang dapat mengidentifkasi
peristiwa tersebut:
a. Prosedur analitik
b. Review terhadap peristiwa kemudian
c. Review terhadap kepatuhan terhadap syarat-syarat utang dan
perjanjian penarikan utang.
d. Pembacaan notulen rapat pemegang saham, dewan komisaris, komite
atau panitia penting yang dibentuk.
e. Permintaan keterangan kepada nasihat hukum entitas tentang perkara
pengadilan, tuntutan, dan pendapatnya mengenai hasil suatu perkara
pengadilan yang melibatkan entitas tersebut.
44
f. Konfirmasi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
dan pihak ketiga mengenai rincian perjanjian.
4. Pertimbangan Going Concern atas Kondisi dan Peristiwa
Auditor bertanggung jawab mengevaluasi apakah terdapat kesangsian
terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kemampuan
kelangsungan hidupnya. Dalam PSA No 30 (IAI. 2011:341.6) seksi 341
auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa
tertentu yang menunjukan adanya kesangsian besar tentang kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka
waktu yang pantas, yang tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan
keuangan yang sedang di audit (selanjutnya periode tersebut akan disebut
dengan jangka waktu yang pantas) contoh kondisi peristiwa tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Tren negatif, sebagai contoh kerugian operasi yang berulang terjadi,
kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio
keuangan penting yang buruk.
b. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, sebagai
contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang atau perjanjian
serupa, pengungkapan pembayaran deviden, penolakan oleh pemasok
terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi
utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru,
atau penjualan sebagian besar aktiva.
45
c. Masalah intern, sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan
hubungan yang lain, ketergantungan besar atau sukses proyek tertentu,
komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan
untuk secara signifikan memperbaiki operasi.
d. Masalah luar yang telah terjadi sebagai contoh, pengaduan gugatan
pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang
kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi,
kehilangan Franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan
pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar, seperti
gempa bumi, banjir, kekeringan yang tidak diasuransikan atau
diasuransikan, namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.
5. Pertimbangan Going concern atas Rencana Manajemen
PSA No 30 (IAI, 2011:341.7) menjelaskan jika setelah
mempertimbangkan kondisi atau peristiwa yang telah diidentifikasi secara
kesuluruhan, auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam jangka waktu yang pantas, ia harus mempertimbangkan rencana
manajemen dalam menghadapi dampak yang akan merugikan dari kondisi
atau peristiwa tersebut, dan mempertimbangkan apakah terdapat
kemungkinan bila rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan,
mampu mengurangi dampak negatif merugikan kondisi dan peristiwa
tersebut dalam jangka waktu yang pantas. Pertimbangan auditor yang
berhubungan dengan rencana manajemen dapat meliputi:
46
A. Rencana untuk menjual aktiva
1. Pembatasan terhadap penjualan aktiva, seperti adanya pasal yang
membatasi transaksi tersebut dalam perjanjian penarikan utang
atau perjanjian yang serupa.
2. Kenyataan dapat dipasarkannya aktiva yang direncanakan akan
dijual oleh manajemen.
3. Dampak langsung dan tidak langsung kemungkinan timbul dari
penjualan aktiva.
B. Rencana penarikan utang atau restrukturisasi utang
1. Tersedianya pembelanjaan utang, termasuk perjanjian kredit yang
telah ada atau yang telah disanggupi, perjanjian penjualan piutang
atau jual kemudian sewa aktiva.
2. Perjanjian untuk merestrukturisasi atau menyerahkan utang yang
ada maupun yang telah disanggupi atau untuk meminta jaminan
utang dari entitas.
3. Dampak yang mungkin timbul terhadap rencana manajemen untuk
penarikan utang dengan adanya batasan yang ada sekarang dalam
menambah pinjaman atau tidaknya jaminan yang dimilki oleh
entitas.
C. Rencana untuk mengurangi atau menunda pengeluaran
1. Kelayakan rencana untuk mengurangi biaya overhead atau biaya
administrasi, untuk menunda biaya penelitian dan pengembangan,
untuk menyewa sebagai alternatif pembeli.
47
2. Dampak langsung dan tidak langsung yang kemungkinan timbul
dari pengurangan atau penundaan pengeluaran.
D. Rencana untuk menaikan modal pemilik
1. Kelayakan rencana untuk menaikan modal pemilk, termasuk
perjanjian yang ada atau yang disanggupi untuk menaikan
tambahan modal.
2. Perjanjian yang ada atau yang disanggupi untuk mengurangi
deviden atau untuk mempercepat distribusi kas dari perusahaan
afiliasi atau investor lain (Agoes, 2008:67)
Dalam mengevaluasi rencana manajemen, auditor harus
mengidentifikasi unsur-unsur terutama yang signifikan untuk mengatasi
dampak negatif kondisi atau peristiwa dan harus merencanakan dan
melaksanakan prosedur audit untuk memperoleh bukti audit tentang hal
tersebut.
Jika informasi keuangan prospektif sangat signifikan bagi rencana
manajemen, auditor harus meminta kepada manajemen untuk
menyediakan informasi tersebut dan harus mempertimbangkan cukup
atau tidaknya dukungan terhadap asumsi signifikan yang melandasi
informasi itu. Auditor harus menaruh perhatian khusus atas asumsi yang:
a. Material bagi informasi keuangan prospektif
b. Rentan dan mudah sekali berubah
c. Tidak konsisten dengan trend masa lalu
48
Pertimbangan harus didasarkan atas pengetahuannya mengenai
entitas, bisnis, dan manajemennya dan harus meliputi (i) membaca
informasi dengan asumsi melandasinya (ii) membandingkan informasi
keuangan prospektif periode lalu dengan hasil sesunggguhnya yang
dicapai pada saat ini. Jika auditor mulai menyadari faktor-faktor yang
dampaknya tidak tercermin dalam informasi keuangan prospektif tersebut
ia harus membahas faktor-faktor tersebut dengan manajemen dan, jika
perlu meminta perbaikan atas informasi keuangan prospektif tersebut.
6. Pertimbangan Dampak Informasi Going Concern terhadap laporan
keuangan
Laporan audit dengan modifikasi going concern merupakan suatu
indikasi bahwa dalam penelitian auditor terdapat resiko perusahaan tidak
dapat bertahan dalam bisnis. SPAP seksi 341 (IAI, 2011, 341.6)
menyatakan apabila auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan usaha
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang
pantas, maka auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian.
Apabila auditor menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang
pantas, maka auditor wajib hidupnya dalam jangka waktu yang pantas,
maka auditor wajib mengevalausi rencana manajemen. Dalam hal satuan
usaha tidak memilki rencana manajemen atau auditor berkesimpulan
bahwa rencana tersebut tidak efektif mengurangi dampak negatif suatu
kondisi atau peristiwa maka auditor menyatakan tidak memberikan
49
pendapat. Apabila rencana manajemen dimungkinkan efektif untuk
dilaksanakan, maka auditor harus mempertimbangkan kecukupan
pengungkapan mengenai sifat, dampak kondisi, dan peristiwa yang
semula menyebabkan ia yakin adanya kesangsian mengenai kelangsungan
hidup satuan usaha. Dalam hal opininya adalah wajar tanpa pengecualian
dengan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Asumsi going concern
merupakn faktor penting yang harus diungkapkan auditor dalam laporan
auditnya oleh karena itu pihak manajemen harus bertanggung jawab untuk
mengevaluasi asumsi going concern dan faktor-faktor yang material
mengenai going concern (Sundgren dan Svanstrom, 2010:8).
Secara ringkas panduan untuk mempertimbangkan pernyataan
pendapat terhadap kesangsian terhadap going concern, disajikan pada
bagan berikut (Agoes, 2008:71):
50
Panduan untuk mempertimbangkan Pernyataan pendapat dalam hal kesangsian
terhadap Going Concern (SPAP seksi 341, IAI 2011)
Tidak
Ya
Ya Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
GAMBAR 2.2
Tidak
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, dengan paragraf
penjelas berkaitan dengan hidup
entitas.
51
D. Debt Default
Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk
membayar hutang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen
dan Church, 1992). Kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang dan atau
bunga merupakan indikator going concern yang banyak digunakan oleh
auditor dalam menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan. Dapat dikatakan
bahwa status utang perusahaan merupakan faktor pertama yang akan
diperiksa oleh auditor untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan.
Ketika jumlah utang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas
perusahaan ternyata banyak dialokasikan untuk menutupi utangnya, sehingga
akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan apabila utang ini tidak
mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default.
Status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan
laporan going concern. Seperti yang tercantum dalam PSA 30, indikator
going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan
opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default).
Manfaat status default hutang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan
Church (1992) yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap
opini going concern. Semenjak auditor lebih cenderung disalahkan karena
tidak berhasil mengeluarkan opini going concern setelah peristiwa-peristiwa
yang menyarankan bahwa opini seperti itu mungkin telah sesuai, biaya
kegagalan untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam
52
keadaan default, tinggi sekali. Karenanya, diharapkan status default dapat
meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan laporan going concern.
E. Opinion Shopping
Opinion shopping didefinisikan oleh SEC, sebagai aktivitas mencari
auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh
manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan perusahaan. Perusahaan
biasanya menggunakan pergantian auditor (auditor switching) untuk
menghindari penerimaan opini going concern dengan dua cara (Teoh, 1992),
yaitu: (1) perusahaan dapat mengancam melakukan pergantian auditor.
Kekhawatiran untuk diganti mungkin dapat mengikis independensif auditor,
sehingga tidak mengungkapkan masalah going concern. Argumen ini disebut
ancaman pergantian auditor. (2) Bahkan ketika auditor tersebut independen,
perusahaan akan memberhentikan akuntan publik (auditor) yang cenderung
memberikan opini going concern, atau sebaliknya akan menunjuk auditor
yang cenderung tidak memberikan opini going concern, Argumen ini disebut
opinion shopping. Penelitian dengan topik opini going concern terus
dilakukan. Perkembangan baru mengenai topik ini adalah adanya fenomena
opinion shopping (auditor switching). Lennox (2000) menggunakan model
pelaporan audit untuk memprediksi opini yang tidak diteliti dan menguji
dampaknya pada pergantian auditor. Hasil dari metode ini berkesimpulan
bahwa perusahan-perusahaan di Inggris melakukan praktik opinion shopping.
53
Perusahaan biasanya menggunakan pergantian auditor (auditor switching).
Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk meningkatkan
(memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan. Opinion
shopping menyebabkan dampak negatif.
Untuk penelitian di Indonesia oleh Praptitorini dan Januarti (2007)
menunjukan bahwa perusahaan cenderung menggunakan auditor independen
yang sama apapun opini audit yang diberikan, karena perusahaan enggan
untuk mengganti auditor independen. Hal ini terlihat dari terbitnya peraturan
tentang lamamnya penggunaan auditor independen selama tiga tahun dan
kantor akuntan publik selama lima tahun. Bukti empiris ini menunjukan
indikasi kurangnya independensi auditor di Indonesia
F. Audit Delay
Menurut Newton dan Ashton (1989) pengertian audit delay adalah:
“The Number of days between the dates of the financial statement and the
date of the auditor’s report was used to measure the audit delay”,
Sedangkan menurut Dyer dan Mchugh (1975) pengertian audit delay
adalah:
“Auditor report lag is the open interval of number of days from the year end
to the date recorded as the opinion signature date in the auditor report”.
Menurut Willinghem, Ashton dan Elliott (1987): “Audit delay is the length of
time from a company’s fiscal year and to the date of the auditor’s report”.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit
delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit terhitung mulai dari tanggal
penutupan tahun buku sampai dengan tanggal diterbitkannya laporan audit.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan rata-rata audit delay yang
54
berbeda-beda pada setiap negara. Perbedaan ini dapat dimaklumi karena
adanya peraturan dan kebijakan pasar modal yang berbeda antar negara.
Penelitian yang dilakukan Halim (2000) di Indonesia menunjukkan rata-rata
audit delay adalah 84.45 hari. Hasil ini tergolong lebih panjang dibandingkan
hasil penelitian Ashton, Willingham, & Elliott (1987) yang hanya sebesar
62.53 hari. Sedangkan hasil penelitian Hossain dan Taylor (1998) di Pakistan
menunjukkan rata-rata audit delay yang lebih panjang yaitu 143 hari.
Audit delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari
tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diselesaikannya laporan audit
independen (Wiwik Utami, 2006).
Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan diatur dalam penjelasan
UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang pasar modal dimana dijelaskan bahwa
laporan keuangan auditan bersifat wajib dengan batas waktu 90 hari dari akhir
tahun sampai dengan tanggal diserahkannya laporan keuangan yang telah
diaudit kepada BAPEPAM. Selanjutnya BAPEPAM mengatur keputusan
mengenai laporan keuangan pada peraturan BAPEPAM Nomor X.K.2 Pada
peraturan tersebut dijelaskan mengenai kewajiban perusahaan publik untuk
menyampaikan laporan keuangan berkala yang berisi informasi mengenai
kegiatan usaha dan keadaan keuangan pada perusahaan tersebut. Laporan
tersebut juga harus disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan dari
Ikatan Akuntan Indonesia.
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang pasar modal dan peraturan
BAPEPAM Nomor X.K.2 juga menjelaskan bahwa apabila perusahaan
55
terlambat dalam menyampaikan laporan keuangannya maka akan dikenai
sanksi administratif sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Serta sanksi
administrasi tersebut di atur berdasarkan peraturan pemerintah No. 45 Tahun
1995 tentang penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal, bab XII anksi
administratif pasal 61, dinyatakan bahwa yang melakukan pelanggaran atas
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal dikenakan
sanksi administratif berupa:
a. Peringatan tertulis
b. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu
c. Pembatasan kegiatan usaha
d. Pembekuan kegiatan usaha
e. Pencabutan izin usaha
f. Pembatalan persetujuan
g. Pembatalan pendaftaran
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam poin nomor dua dan seterusnya di
atas dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi
peringatan tertulis. Sanksi denda dapat dikenakan secara tersendiri atau
bersama-sama dengan pengenaan sanksi lainnya. Jenis dan besarnya sanksi
ditetapkan oleh Bapepam selaku pengawas pasar modal. Terkait dengan
keterlambatan penyampaian laporan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh bapepam, dikenakan sanksi administratif sebagai berikut:
a. Emiten yang pernyataan pendaftaran telah menjadi efektif, dikenakan
sanksi denda Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) atas setiap hari
56
keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan
bahwa jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
b. Perusahaan publik yang terlambat menyampaikan pernyataan
pendaftaran nya, dikenakan sanksi denda Rp.100.000,00 (seratus ribu
rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud
dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda paling banyak
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
c. Direktur atau komisaris emiten atau perusahaan publik, atau setiap
pihak yang memilikisekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) saham
emiten atau perusahaan publik, dikenakan sanksi denda Rp.100.000,00
(seratus ribu rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian
laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Ketaatan emiten terhadap peraturan BEJ selalu dipantau oleh BAPEPAM
dan secara periodik mempublikasikan hasil pemeriksaannya.
G. Opini Audit Going Concern dan Rasio Keuangan
Lenard, et al. (1998) menyatakan bahwa jika auditor mengaudit kondisi
keuangan setiap perusahaan dalam tahunan audit, auditor harus menyediakan
laporan audit untuk dikonsolidasi dalam laporan keuangan perusahaan. Salah
satu hal penting yang harus dipecahkan adalah apakah perusahaan dapat
bertahan hidup atau tidak (mempertahankan akan keprihatinannya).
57
Laporan audit diubah menjadi going concern akan menunjukkan bahwa
dalam evaluasi auditor, ada risiko bahwa perusahaan tidak dapat bertahan
hidup dalam bisnis tersebut. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut
melibatkan beberapa langkah analisis. Auditor harus pertimbangkan kembali
operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan
pembayaran utang, dan likuiditas yang butuhkan di masa depan (Lenard, et
al., 1998).
PSA No 30 (IAI, 2009:341.1) memberikan pedoman bagi auditor dalam
laporan audit keuangan berdasarkan standar audit yang ditetapkan oleh di
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam kasus auditor harus mengevaluasi
apakah telah ada kekhawatiran pada kemampuan entitas untuk
mempertahankan kepedulian akan (kelangsungan hidup), mereka harus
mengidentifikasi informasi pada kondisi atau peristiwa tertentu yang
menunjukkan adanya keraguan besar terhadap kemampuan entitas untuk
mempertahankan akan keprihatinan, seperti tren negatif, mungkin petunjuk
lain pada kesulitan keuangan, masalah internal dan masalah eksternal yang
sudah terjadi. Karena kekhawatiran akan opini audit yang diterbitkan
berdasarkan analisis auditor tentang risiko kebangkrutan perusahaan.
Salah satu cara yang dapat digunakan auditor untuk menganalisis
kemungkinan itu adalah dengan menggunakan rasio keuangan. Altman (1968)
mengembangkan pendekatan tradisional atas analisis rasio untuk memprediksi
kebangkrutan dan menggunakan multi-teknik analisis diskriminan, yang
mengidentifikasi lima rasio untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan
58
apapun (yaitu, modal kerja terhadap total aktiva, laba ditahan terhadap total
aktiva, laba sebelum bunga pajak terhadap total aktiva, nilai pasar ekuitas
terhadap nilai buku total utang, dan penjualan untuk total aset). Padahal,
Mutchler (1984) menemukan enam rasio keuangan yang menurut dia yang
akurat untuk auditor sebagai referensi dalam memberikan pendapat yang
mengacu pada masalah yang dihadapi oleh kekhawatiran akan diaudit nya.
Rasio keuangan sangat berguna dalam memprediksi kegagalan dan
tingkat keberhasilan setiap perusahaan untuk mempertahankan kepedulian
akan masa depan, sehingga akan menjadi salah satu pertimbangan untuk
auditor dalam memberikan opini. Serta indikator dari proxy going concern ini
memfokuskan pada rasio keuangan yang berupa rasio profitabilitas,
solvabilitas, dan likuiditas.
H. Rasio Likuiditas
Likuiditas perusahaan menunjukan kemampuan untuk membayar
kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas
perusahaan ditunjukan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang
mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi surat berharga, piutang
persedian (Agus Satono, 2010; 116).
Menurut Kasmir dan Djakfar (2007; 122) rasio likuiditas atau sering
disebut dengan rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur seberapa besar likuid suatu perusahaan. Rasio ini juga menunjukan
59
kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utang jangka pendek yang
jatuh tempo.
James O. Gill and Moira Chatton (2008; 36) mendefinisikan likuiditas
sebagai berikut: rasio likuiditas digunakan untuk mengukur jumlah uang yang
tersedian untuk digunakan memabayar biaya-biaya jangka pendek maupun
jangka panjang. Sedangkan menurut Sabar Warsini (2009; 64) likuiditas
adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek.
Dan Frank J. Fabozzi (2003; 729) mendefinisikan likuiditas sebagai
berikut:
“Liquidity reflects the ability of a firm to meet its short-term obligations using
those assets that are most readly converted into cash. Assets that may be
converted into cash in a short periode of time are referred to as liquid assets
in financial statement as current assets”.
Fred Weston (dalam Kasmir 2010; 110), menyebutkan bahwa rasio
likuiditas (liquidity ratio) merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek artinya apabila
perusahaan ditagih maka akan mampu untuk memenuhi hutang (membayar)
tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo.
Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek. Salah satu indikator ini tercermin dari
rasio saat ini. Dimana kewajiban perusahaan saat ini telah lebih tinggi dari
aktiva lancar, dan perusahaan tidak bisa membayar kewajiban jangka pendek,
mungkin sinyal awal bahwa perusahaan menderita kesulitan likuiditas.
Altman (1968) menyatakan bahwa perusahaan yang secara konsisten
60
menderita dari kerugian operasional jarang memiliki modal kerja yang sangat
kecil di bandingkan dengan total aktivanya.
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban hutang jangka pendek. Jenis-jenis
rasio likuiditas yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam mengukur
kemampuan yaitu, rasio lancar (current ratio), rasio sangat lancar (quick
ratio), rasio kas (cash ratio) rasio perputaran kas (cash turn over), inventory
to net working capital (Kasmir, 2008:145). Variabel ini diukur dengan proksi
current ratio yang digunakan oleh Janurati dan Fitrianasari (2008) dan
Santosa dan Wedari (2007), current ratio menunjukan kemampuan suatu
perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban keuangannya yang harus
segera di bayar dengan menggunakan utang lancar, current ratio ini dihitung
dengan cara membagi aktiva lancar denga utang lancar (Moeljadi, 2006:48).
Rumus untuk menghitung current ratio sebagai berikut:
I. Rasio Profitabilitas
Analisis profitabilitas ini menggambarkan kinerja fundamental
perusahaan ditinjau dari tingkat efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan
dalam memperoleh laba (Harmono, 2009; 109).
Aktiva lancar
Utang lancar
Current ratio =
61
Menurut James O. Gill dan Moira Chatton (2008; 36) profitabilitas adalah
rasio yang digunakan untuk mengukur dan membantu mengendalikan
pendapatan, yaitu dengan cara memperbesar penjualan, memperbesar margin,
mendapatkan manfaat yang lebih besar dari pengeluarann biaya-biaya,
dan/atau kombinasi ketiga hal ini.
Sabari Warsini (2009; 65) mendefinisikan profitabilitas sebagai berikut:
profitabilitas adalah kemampuan emiten untuk menghasilkan keuntungan dan
mengukur tingkat efisiensi operasional dan efisiensi dalam menggunakan
harta yang dimilkinya. Dengan kata lain profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
Menurut Kasmir (2010; 115) profitabilitas merupakan rasio untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga
memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini
ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjulan dan pendapatan investasi.
Intinya bahwa penggunaan rasio ini menunjukan efisiensi perusahaan.
Menurut Ang (1997), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan dari kegiatan operasional. Laba bersih sebelum
pajak atau rasio penjualan bersih yang menjadi alat ukur dalam penelitian ini
adalah digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan sebelum pajak untuk masing-masing dari penjualan
bersih. Perusahaan menderita kerugian selama beberapa tahun berturut-turut
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut kemungkinan akan jatuh ke dalam
kebangkrutan. Metode analisis rasio profitabilitas karena masyarakat, pada
62
umumnya, berpandangan bahwa pengukuran tingkat keberhasilan operasional
dan efektivitas perusahaan didasarkan pada tingkat profitabilitas yang dicapai
perusahaan, dalam hal ini digunakan ROA sebagai tolak ukur.
Rumus untuk mencari return on assets dapat digunakan sebagai berikut:
J. Rasio Solvabilitas
Utang jangka panjang dan analisis solvabilitas mengevaluasi tingkat
risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Proporsi hutang yang tinggi terhadap
operasional ekuitas perusahaan (Putih, Sondhi & Fried, 1997). Alat pengukur
utang, total rasio total ekuitas menggambarkan pada struktur modal yang
dimiliki oleh perusahaan, sehingga dapat diamati tingkat risiko tidak
membayar utang apapun. Jumlah utang yang tinggi untuk rasio ekuitas
menunjukkan bahwa perusahaan akan menghadapi bahaya kebangkrutan dan
akan jatuh ke dalam kebangkrutan (Altman, 1968). Jadi Chen dan Gereja
(1992) yang mengkaji kemampuan variabel kegagalan pembayaran utang
untuk menjelaskan opini audit, di mana hasilnya menunjukkan bahwa dalam
setiap perusahaan yang gagal, mereka lebih cenderung menerima opini
dimodifikasi satu tahun sebelum dinyatakan bangkrut, pada saat perusahaan
tersebut belum gagal.
ROA =
Laba Bersih
Total Assets X 100%
63
Rasio solvabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan
untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka
panjang apabila perusahaan dibubarkan. Jenis-jenis rasio solvabilitas
diantaranya, yaitu: debt to asset ratio, debt to equity ratio, times interest
earned dan fixed charge coverage. (Kasmir 2008:165). Rumus untuk mencari
debt to assets ratio dapat digunakan sebagai berikut:
K. Penelitian Sebelumnya dan Perumusan hipotesis
Berikut ini akan dipaparkan mengenai penelitian sebelumnya yang pernah
dilakukan terkait dengan “Pengaruh Audit delay, opinion shopping, debt
default, serta proxy going concern dengan indikator rasio keuangan
(likuiditas, profitabiltas dan solvabilitas) terhadap penerimaan opini audit
going concern.
1. Opinion Shopping
Penelitian yang dilakukan oleh Yulius Kurnia Susanto, (2009)
menyatakan bahwa opinion shopping tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian ini konsisten
dengan penelitian yang dilakukan oleh Myrna Dyah Praptitorini dan Indira
Januarti, (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara opinion
Total Utang
Debt to assets ratio =
Total Aktiva
Total Utang
64
shopping dan going concern bersifat positif. Hasil menunjukkan bahwa
perusahaan di Indonesia cenderung tidak menerima opini going concern
ketika mempertahankan auditornya disimpulkan dari koefisien variabel
opinion shopping yang bertanda positif. Ini memberikan bukti bahwa
kondisi di Indonesia lebih sesuai dengan praktik opinion shopping yang
dikemukakan oleh Teoh (1992), yaitu cara yang pertama, argumen
ancaman pergantian auditor. Serta auditor akhirnya mengeluarkan opini
non going concern untuk mempertahankan kliennya tersebut. Argumen ini
sejalan dengan pendapat dari Chow dan Rice (1982) dalam Lennox
(2002), dimana dikatakan bahwa walaupun perusahaan sering mengganti
auditor setelah menerima opini going concern, masih belum jelas apakah
ini mencerminkan praktik opinion shopping. Apalagi masih besar adanya
kemungkinan bahwa opinion shopping justru terjadi pada perusahaan yang
mempertahankan auditor lama. Bukti empiris ini menunjukkan indikasi
kurangnya independensi auditor di Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Myrna Dyah
Praptitorini dan Indira Januarti (2007:15), Yulius Kurnia Susanto (2009),
dapat disimpulkan bahwa opinion shopping memiliki pengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern.
H1: Opinion shopping berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern.
65
2. Debt Default
Myrna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007:15) menyatakan
bahwa debt default mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan opini audit going concern, kegagalan dalam memenuhi
kewajiban hutang dan atau bunga merupakan indikator going concern
yang banyak digunakan oleh auditor dalam menilai kelangsungan hidup
suatu perusahaan
Ramadhany (2004) menunjukkan bahwa variabel debt default, kondisi
keuangan, signifikan berpengaruh terhadap penerimaan opini going
concern. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan
oleh Chen dan Church (1992), Mutchler et al. (1997) dan Carcello dan
Neal (2000). Dimana dalam penelitian Chen dan Church (1992)
menemukan bukti yang kuat antara pemberian status debt default dengan
masalah going concern.
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Yulius Kurnia Susanto (2009:170) bahwa debt default tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going
concern. Hal ini mengindikasikan bahwa, auditor dalam memberikan opini
audit going concern tidak berdasarkan kegagalan perusahaan untuk
membayar hutang pokok atau bunganya pada saat jatuh tempo, akan tetapi
lebih cenderung melihat kondisi keuangan secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan oleh Myrna Dyah
Praptitorini dan Indira Januarti (2007), Rhamadhany (2004) serta oleh
66
Chen dan Church (1992), Mutchler et al. (1997) dan Carcello dan Neal
(2000), dapat disimpulkan bahwa debt default berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern.
H2: Debt default berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern
3. Audit delay
Opini Auditor adalah pendapat yang diberikan oleh auditor
independen atas laporan keuangan perusahaan. Hasil penelitian Yugo
Trianto (2006) pada perusahaan go public tahun 2004 menemukan adanya
hubungan positif antara opini auditor dengan audit delay. Pada perusahaan
yang tidak menerima pendapat unqualified opinion akan menunjukan audit
delay yang lebih panjang dibandingkan dengan perusahaan yang menerima
pendapat unqualified opinion. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang
menerima pendapat selain unqualified opinion dianggap sebagai kabar
buruk, sehingga penyampaian laporan keuangannya akan diperlambat.
Menurut Myrna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007:15)
menyatakan bahwa variabel audit delay berpengaruh secara positif
terhadap penerimaan opini audit going concern
Audit delay adalah jumlah kalender antara tanggal disusunnya laporan
keuangan dengan tanggal selesainya pekerjaan lapangan. Hasil penelitian
dari (McKeown et al. (1991), Louwers (1998), Lenox (2004), Indira dan
Ella (2008) menyatakan bahwa opini audit going concern lebih banyak
ditemukan ketika pengeluaran opini audit terlambat. Lennox (2004)
mengindikasikan kemungkinan keterlambatan opini yang dikeluarkan
67
bisa disebabkan karena (1) auditor lebih banyak melakukan pengujian, (2)
manajer mungkin melakukan negosiasi dengan auditor, (3) auditor
memperlambat pengeluaran opini dengan harapan manajemen dapat
memecahkan masalah yang dihadapi, sehingga terhindar dari opini going
concern.
Berdasarkan hasil penelitian Myrna Dyah Praptitorini dan Indira
Januarti dapat disimpulkan bahwa audit delay berpengaruh terhadap
penerimaan opini going concern.
H3: Audit delay berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Agrianti Komalasari (2007) menyatakan
bahwa going concern bisa dipkroksikan atau proxy going concern bisa
dinilai dengan:
a. Rasio Likuiditas
Rasio keuangan merupakan proksi dari going concern. Analisis
rasio secara tradisional memfokuskan pada profitabilitas, solvabilitas,
dan likuiditas. Sudah jelas sekali, bahwa perusahaan yang tidak
menguntungkan dalam jangka panjang adalah tidak solvabel, atau
tidak likuid dan kemungkinan harus direstrukturisasi, dan yang sering
terjadi setelah direstrukturisasi, maka perusahaan akan bangkrut. Cara
untuk menghindarinya adalah dengan memprediksi bahaya keuangan
jauh sebelumnya agar tidak menderita kerugian investasi.
68
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Oni Currie Masyitoh, Desi
Anhariani (2010) menyatakan bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulius
Kurnia Susanto bahwa rasio likuiditas dengan menggunakan tolak ukur
current ratio tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan opini audit going concern. Hal ini menunjukan bahwa
auditor dalam memberikan opini audit going concern tidak
berdasarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya, akan tetapi lebih cenderung melihat kondisi
keuangan secara keseluruhan. Current ratio tidak bisa dijadikan tolak
ukur yang pasti untuk menentukan going concern atau kelangsungan
hidup suatu perusahaan. Namun current ratio dapat menjadi alat bantu
dalam pengukuran kondisi keuangan perusahaan (Hani et al., 2003).
Berdasarkan hasil penelitian Oni Currie Masyitoh, Desi Anhariani
(2010) dan Yulius Kurnia Susanto dapat disimpulkan bahwa rasio
likuiditas bepengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
H4: Rasio Likuiditas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit
going concern.
b. Rasio Profitabilitas
Hani et. al. (2003:1230) menyatakan bahwa rasio profitabilitas
berpengaruh negatif dalam menentukan opini audit going concern.
Semakin kecil profitabilitas, maka kemungkinan perusahaan
69
mendapatkan opini audit going concern akan makin besar. Ukuran
produktivitas dari asset suatu perusahaan berasal dari rasio
profitabilitasnya. Kesuksesan perusahaan dipengaruhi oleh kekuatan
asset dalam menghasilkan pendapatan.
Penelitian Petronela (2004:53) juga menunujukan adanya
pengaruh yang signifikan antar rasio profitabilitas dengan opini audit
going concern. Penelitian tersebut membuktikan bahwa auditor
sebelum mengeluarkan opini audit perlu mempertimbangkan
profitabilitas perusahaan yang di audit. Penelitian ini dilakukan oleh
Santosa dan Wedari (2007) juga menyatakan bahwa rasio profitabilitas
berpengaruh negatif dalam menentukan opini audit going concern.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Januarti dan Fitrianasari (2008:51) yang menyatakan
bahwa rasio profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap
kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Tidak
ditemukannya bukti yang signifikan antara profitabilitas dan
pemberian opini audit going concern karena financial leverage yang
ditanggung perusahaan relatif besar. Meningkatnya laba usaha tidak
diimbangi dengan menurunnya hutang perusahaan. Hal ini disebabkan
Karena untuk melakukan produksi yang lebih besar maka auditee
memerlukan dana tambahan dan dana ini diperoleh dari hutang,
sehingga hutang yang harus ditanggung auditee bertambah besar.
70
Dengan demikian dapat terlihat bahwa meskipun auditee juga akan
memiliki masalah going concern jika tidak mampu memenuhi
ketentuan dalam perjanjian pinjaman. Berdasarkan hasil penelitan
tersebut, penulis menduga bahwa rasio profitabilitas dapat menjadi
pertimbangan auditor untuk memberikan opini audit going concern
pada perusahaan yang diauditnya. Berdasarkan hasil penelitian Santosa
dan Wedari dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern.
H5: Rasio profitabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit
going concern.
c. Rasio Solvabilitas
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hani et. al. (2003:1231)
menyatakan bahwa rasio solvabilitas tidak berpengaruh signifikan
terhadap opini audit going concern. Hal ini disebabkan karena adanya
keterbatasan jumlah sampel dan periode waktu sampel. Sampel yang
digunakan oleh peneliti adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di
BEJ dengan periode 1995-1997. Dampak krisis moneter paling besar
terhadap perusahaan dimulai sejak tahun 1998 semua opini auditor
menyangkut going concern sehingga hasil peneltian rasio solvabilitas
tidak signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Petronela (2004) dan Januarti serta Fitrianasari
(2008).
71
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Santosa dan Wedari (2007) serta Oni Currie Masyitoh
dan Desi Anhariani (2010) menyatakan bahwa rasio solvabilitas
berpengaruh secara signifikan dan mempunyai arah negatif dalam
menentukan opini audit going concern. Penulis menduga bahwa rasio
solvabilitas dapat menjadi pertimbangan auditor untuk memberikan
opini audit going concern pada perusahaan yang diauditnya.
Berdasarkan hasil penelitian Santosa dan Wedari (2007) dapat
disimpulkan bahwa rasio solvabilitas berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern.
H6: Rasio Solvabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit
going concern.
L. Penelitian terdahulu
Penelitian pengaruh audit delay, opinion shopping, debt default serta
proxy going concern terhadap penerimaan opini audit going concern telah
banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian
tersebut banyak memberikan masukan serta kontribusi tambahan bagi auditor
untuk mendeteksi dan mengatasi terjadinya penerimaan opini audit going
concern pada suatu perusahaan. Tabel 2.3 menunjukkan hasil-hasil penelitian
terdahulu mengenai opini audit going concern.
72
Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
Peneliti
(Tahun) Judul
Penelitian Variabel
Yang Diteliti Metodologi
Penelitian Hasil Penelitian
(Kesimpulan)
Nelly
Kawijaya
dan Juniarti
(2002)
Faktor-faktor
yang
mendorong
perpindahan
auditor
(Auditor
Switch)
Auditor switcher (Y) Merger (X1)
Management
Changes (X2)
Exspansi (X3) Qualified audit
opinion (X4)
Binary logistic Merger, management
chnges, qualified audit
opinion dan ekspansi
tidak berpengaruh
terhadap Auditor
switch
Indira
Januarti,
(2007)
Analisis
pengaruh faktor
perusahaan,
kulitas auditor,
kepemilikan
perusahaan
terhadap
Penerimaan
Opini Audit
going concern.
(Y) Opini going
concern
(X1) kondisi
keuangan
(X2)Debt default
(X3) Kulitas audit
(X4) kepemilikan
Manajerial dan
institusional
(X5) opimi audit
tahun sebelumnya
1. Populasi dan
sampling,
populasi yang
digunkan dalam
penelitian ini
adalah seluruh
Auditee,
Manufaktur yang
teracatat di BEI
tahun 1996-
2006.
2. Regresi
logistic
Kondisi keuangan (X1),
Debt defult (X2),
Kualitas audit (X3)
berpengaruh terhadap
penerimaan opini going
concern sedangkan,
kepemelikian manajerial
(X4) tidak berpengaruh
Agrianti
Komalasar
(2006)
Pengaruh kulitas
auditor dan
proxy going
concern
terhadap
peneriamaan
opini audit
Opini auditor (Y)
Kualitas auditor (X1)
Quick ratio (X2)
Return on total asset
(X3)
Regresi logistik Kulitas auditor, quick
ratio menenunjukan arah
negatif terhadap opini
going concern.
Sedangkan ROA
terhadap opini audit
going concern
Bersambung pada halaman selanjutnya
73
Peneliti
(Tahun) Judul
Penelitian Variabel
Yang Diteliti Metodologi
Penelitian Hasil Penelitian
(Kesimpulan)
Brad Tutlle
and Prof
Scott D
andervield. Of accounting
university of
south carolina.
August.
(2009)
Does The going
concern audit
opinion have a
stabilizhing effect on the
overall stock
market?
Opini audit going
concern (Y)
Kualitas audit (X1)
Kondisi keuangan perusahaan (X2)
Opini audit tahun
sebelumnya (X3) Pertumbuhan
perusahaan (X3)
Regresi logistic Kondisi keuangan
perusahaan dan opini
audit tahun sebelumnya
berpengaruh signifikan terhadap opini audit,
sedangkan kualitas audit
dan pertumbuhan perusahaan tidak
berpengaruh signifikan
terhadap opini audit.
Arry
Pratama
Rudyawan, I
Dewa
Nyoman
Badera
(2008)
Opini Audit
Going concern :
Kajian
Berdasarkan
Model Prediksi
Kebangkrutan,
Pertumbuham
Perusahaan,
Leverage, dan
Reputasi
Auditor
Opini Going concern
(Y)
Model prediksi Kebangkrutan (X1)
Pertumbuhan
Perusahaan (X2)
Leverage (X3) Reputasi auditor (X4)
Regresi logistic Hasil dari penelitian ini
adalah variabel model
prediksi kebangkrutan berpengaruh pada
penerimaan opini audit
going concern. Sebaliknya,
pertumbuhan
perusahaan, leverage, dan reputasi auditor
tidak berpengaruh pada
penerimaan opini audit
going concern.
Oni Currie Masyitoh dan Desi
Anhariani SE.
Ak, Msi,
Journal of
Modern
Accounting
and Auditing, ISSN 1548-
6583, USA
April 2010, vol. 6, no. 4
(serial no.59
The Analysis of
Determinants of
Going Concern
Audit Report
Going concern audit
opinion (Y)
Liquidity (X1) Profitability (X2)
Solvability (X3)
Cash Flow (X4) Audit committee (X5)
Size of audit firm
(X6)
Sample: 114
perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEJ
pada 2004-2005.
Method Statistic: descriptive.
Analysis
Normality
Analysis Univariate
Analysis
multivariate Analysis
comparison on
analysis result
Liqudity,Profitabilty
serta cash flow tidak
mempunyai efek yang signifikatan terhadap
penerimaan opini going
concern, sedangkan ukuran perusahaan dan
solvability mempunyai
efek signifikan terhdapa
penerimaan opini audit going concern
Bersambung pada halaman selanjutnya
Tabel 2.3 (Lanjutan)
74
Peneliti
(Tahun) Judul
Penelitian Variabel
Yang Diteliti Metodologi
Penelitian Hasil Penelitian
(Kesimpulan)
Arga fajar S
dan Linda
Kusumaning (2007)
Analisis faktor-
faktor yang
mempengaruhi
kecenderungan
opini audit going
concern.
(Y) Opini going
concern, (X1) kondisi
keuangan,
(X2)Ukuran
perusahaan, (X3)
Kulitas audit, (X4)
Opini audit tahun
sebelumnya dan
Pertumbuhan
Perusahaan (X5)
Regresi logistic Kondisi keuangan (X1),
pertumbuhan
perusahaan (X5), Opini
audit tahun sebelumnya
(X4) berpengaruh
terhadap penerimaan
opini going concern
sedangkan, kualitas
audit (X3) dan ukuran
perusahaan (X2) tidak
berpengaruh.
Sumber: Diperoleh dari beberapa referensi
Tabel 2.3 (Lanjutan)
75
M. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan Uraian di atas, dapat dijelaskan pada bagan berikut:
Proxy Going concrn (Rasio Prfofitabilitas) (X6) Agrianti komalsari (2006)
Bursa Efek Indonesia (BEI)
Perusahaan industri Manufaktur dan Jasa di BEI
Opini Audit going concern (Y).
(Ramadhany (2004),
Ryu dan Roh (2007),
Santosa dan Wedari
(2007), Setyarno et al.
(2007), Rudyawan dan
Badera (2008),
Janurati dan Ella
(2008), Januarti (2009)
dan Oni Currie
Masyitoh, Desi
Anhariani (2010)
Audit delay (X1) Wiwik Utami
(2007) dan Indira Januarti (2007)
Opinion shopping (X2) Indira Januarti (2007) dan Wiwik Utami
(2007)
Debt default (X3) Indira Janurti
(2007)
Proxy going concern (Rasio
likuiditas) (X4) Oni & Desi
Anhariani (2010)
Model Regresi Logistik
Independen Dependen
Proxy going concren (Rasio profitabilitas) (X5) Oni & Desi
Anhariani (2010)
Proxy going Concern (Rasio Solvabilitas) (X6) Oni & Desi
Anhariani (2010)
Hasil
Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan dan Saran
Gambar 2.4
Kerangka Pemikiran
76
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini akan membahas mengenai kelangsungan hidup suatu
perusahaan yang dipengaruhi oleh audit delay, opinion shopping, debt default,
serta proxy going concern dengan indikator rasio keuangan terhadap
penerimaan opini audit going concern.
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kausalitas
yakni tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab
akibat antara dua variabel atau lebih (Indriantoro dan Supomo, 2002: 27).
Yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen yaitu Audit
delay, opinion shopping, debt default, serta proxy going concern dengan
indikator rasio keuangan, terhadap variabel dependen yaitu penerimaan opini
audit going concern.
Adapun yang menjadi sasaran penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
dan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini
mengambil sampel selama 3 tahun, yaitu dari tahun 2008-2010.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
77
2004:72). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur
dan jasa yang terdaftar (listing) di BEI tahun 2008 sampai 2010. Sektor
manufaktur dan jasa ini dipilih untuk membandingkan seberapa besar
pengaruh audit delay, opinion shopping, debt default serta proxy going
concern terhadap penerimaan opini audit going concern antara perusahaan
manufaktur dan jasa agar kita bisa membandingkan adanya risiko industri
yang berbeda antara suatu sektor industri yang satu dengan yang lain.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2004:73). Dimana sampel yang diambil harus
betul-betul representatif (mewakili). Sampel yang digunakan oleh penulis
dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2004:78).
Kriteria-kriteria sampel yang ditentukan oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
1. Perusahaan tersebut terdaftar di BEI pada tahun 2008 sampai 2010.
2. Perusahaan tidak sedang berada dalam proses delisting pada periode
pengamatan.
3. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan pada tahun 2008
sampai 2010.
4. Mempunyai laporan auditor independen yang dipublikasikan bersamaan
dengan periode pengamatan.
78
5. Mendapatkan opini unqualified opinion with explanatory language
unqualified modified report atau disclaimer opinion
Berdasarkan metode penentuan sampel yang digunakan maka peneliti
menggunakan sampel sebanyak 30 perusahaan manufaktur, 30 perusahaan
jasa di Bursa Efek Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan
yang mewakili sub-sub industri di dalam industri manufaktur jasa yang
terdapat di Bursa Efek Indonesia.
C. Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini ialah data sekunder. Data sekunder merupakan
data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak
pengumpul data primer atau oleh pihak lain (Umar, 2003:69). Data yang
diperoleh adalah kombinasi antara data time series dengan data cross section
(Pooled Data). Data time series merupakan sekumpulan data dari suatu
fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu
misalnya dalam waktu mingguan, bulanan, atau tahunan. Sedangkan data
cross section merupakan sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena
tertentu dalam satu kurun waktu (Umar, 2003:70).
Data penelitian ini juga mencakup data yang berbentuk rasio untuk
variabel independen yang diamati, serta berbentuk nominal untuk data
variabel dependen. Jenis data yang digunakan berupa:
1. Laporan keuangan tahunan dari setiap perusahaan yang merupakan
sampel penelitian.
79
2. Laporan auditor independen dari perusahaan yang diamati.
3. Informasi keuangan lainnya yang berkaitan dengan variabel penelitian.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bursa
Efek Indonesia (BEI) tahun 2008 sampai 2010 yang merupakan data tentang
rasio-rasio keuangan serta opini audit untuk sampel yang diamati.
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
umumnya berupa bukti, catatan atau laporan keuangan historis yang telah
disusun dalam arsip (dokumenter) yang dipublikasikan atau tidak
dipublikasikan (Indriantoro dan Supomo, 2002:147). Penelitian ini dilakukan
dengan cara penelitian langsung ke bursa efek Indonesia (BEI) dengan
mendatangi pusat referensi pasar modal dan arsip laporan keuangan, dan data
yang diperoleh berupa data sekunder yaitu laporan auditor independen dan
laporan tahunan perusahaan yang dikategorikan ke dalam sektor manufaktur
dan jasa untuk periode 2008 sampai dengan tahun 2010 yang sesuai dengan
kriteria.
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa
teknik sebagai berikut:
1. Studi Lapangan (Field Research)
Pengumpulan data yang didapat langsung di Pusat Referensi Pasar
Modal (PRPM) di Index Stock Exchange (Bursa Efek Indonesia). Data
80
yang diambil berupa laporan keuangan tahunan periode 2008-2010
dari Bursa Efek Indonesia.
2. Studi Kepustakaan (Library Research)
Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa bahan-bahan teori
atau konsep yang didapat dari www.idx.com dan www.idsaham.com,
perpustakaan berupa literatur, dan artikel/jurnal ilmiah (English and
Indonesian Journals) yang dapat mendukung sebagai bahan kajian
penelitian dan juga sebagai landasan untuk menganalisa permasalahan.
E. Metode Analisis Data
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisa statistik dengan menggunakan software statistik yaitu SPSS. Analisis
statistik dalam penelitian ini adalah:
1. Metode Statistik Deskriptif
Analisis Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik
sampel yang digunakan dan menggambarkan variabel-variabel dalam
penelitian. Analisis statistik deskriptif meliputi jumlah sampel, nilai
minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi.
Atau bisa dikatakan analisi deskriptif merupakan analisis data yang
dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan variabel yang diteliti yang
berupa angka-angka sebagai dasar untuk berbagai pengambilan keputusan,
dimana dalam penelitian ini angka-angka tersebut adalah rasio keuangan
dan kesulitan keuangan perusahaan.
81
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji regresi logistik. Uji regresi
logistik digunakan untuk menguji pengaruh dari dua variabel, yang mana
dua atau lebih variabel independen yang mempunyai jenis pengukuran
rasio, serta sebuah variabel dependen berjenis pengukuran nominal. Uji
regresi ini digunakan untuk membuktikan pengaruh dari debt defult,
opinion shopping, audit delay serta proxy going concern yang diproksikan
terhadap rasio likuiditas, rasio profitabilitas dan rasio solvabilitas terhadap
pemberian opini audit tahun berjalan, khususnya yang berhubungan
dengan going concern suatu entitas perusahaan manufaktur dan jasa.
Analisis regresi logistik tidak menunjukkan arah hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen dengan mengukur
kekuatan hubungan antara variabel independen terhadap variabel
dependen (Ghozali, 2009:82).
Regresi logistik juga mengabaikan uij asumsi klasik karena estimasi
yang digunakan adalah likelihood untuk menemukan “Most likely” dari
estimasi yang berulang-ulang. Estimasi likelihood bisa digunakan unutk
mengukur kuadrat terkecil atau least squares, namun pengukuran yang
bersifat least squares atau OLS (ordinary least squares) cenderung
menggunakan regresi linier dimana regresi linier yang berbasis OLS tidak
mengabaikan uji asumsi klasik (J. Wasserman, Netter dan W. Kutnel M,
2005:624). Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi logistik
82
dengan tipe regresi binary logistik. Regresy binary logistic adalah regresi
yang digunakan untuk melakukan pemodelan suatu kemungkinan kejadian
dengan variabel Y (respons) bertipe kategorial dua pilihan (Trihendradi,
2007 : 63). Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis
ada dua hal tersebut berdasarkan model pelaporan audit yang digunakan
oleh Lennox (2002).
Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis dengan logistic
regression:
a. Jika hasil signifikannya <0.05 maka Ha diterima
b. Jika hasil signifikannya >0.05 maka Ha ditolak
Model yang digunakan untuk menguji hipotesis ini adalah:
a : Konstanta (Y, bila X=0)
b₁-6 : Koefisien regresi (menunjukkan angka peningkatan atau
penurunan variabel dependen yang didasarkan pada
hubungan nilai variabel independen)
b1 Aleg : Audit delay
b2 OS : Opinion shopping
b3 Debt : Debt default
83
b4 Likuid : Rasio likuiditas
b5 Prof : Rasio profitabilitas
e : Error
a. Menilai Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Model ini untuk menguji hipotesis nol
bahwa data empiris sesuai dengan model (tidak ada perbedaaan antara
model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Adapun hasilnya
jika (Ghozali, 2009):
Hal ini berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai
observasinya sehingga Goodness fit model tidak baik karena model tidak
dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik Hosmer and
Lemeshow’s goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka
hipotesis nol ditolak.
Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit test lebih
besar dari 0.05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model
mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model
dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya
b. Menilai Model Fit (Overall Model Fit Test)
Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah
fit atau tidak dengan data. Hipotesis untuk menilai model fit adalah:
H0: Model yang dihipotesiskan fit dengan data
H1: Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
84
Dari hipotesis ini, agar model fit dengan data maka H0 harus diterima.
Statistik yang digunakan berdasarkan Likelihood. Likelihood L dari model
adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan
data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan
menjadi -2 LogL. Output SPSS memberikan dua nilai -2 LogL yaitu satu
untuk model yang hanya memasukkan konstanta saja dan satu model
dengan konstanta serta tambahan bebas.
Adanya pengurangan nilai antara -2LogL awal dengan nilai -2LogL
pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan
fit dengan data (Ghozali, 2009). Log Likelihood pada regresi logistik mirip
dengan pengertian “Sum of Square Error” pada model regresi, sehingga
penurunan model Log Likelihood menunjukkan model regresi yang
semakin baik.
c. Koefisien determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali,
2009:83).
85
d. Tabel klasifikasi
Tabel klasifikasi akan menunjukan kekuatan prediksi dari model
regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going
concern pada auditee. Dalam output regresi logistik angka ini dapat dilihat
dalam classification table (Solikah 2006:77). Tabel klasifikasinya
menghitung estimasi yang benar (Correct) dan salah (Incorrect) (Ghozali:
2009:270).
e. Estimasi Parameter dan Interpretasinya
Estimasi parameter dapat dilihat melalui koefisien regresi. Koefisien
regresi dari tiap variabel-variabel yang diuji menunjukkan bentuk
hubungan antara variabel yang satu dengan yang lainnya. Pengujian
hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas
(sig). Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil dari 0.05 maka koefisien
regresi adalah signifikan pada tingkat 5% maka berarti H0 ditolak dan H1
diterima, yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh secara signifikan
terhadap terjadinya variabel terikat. Begitu pula sebaliknya, jika angka
signifikansi lebih besar dari 0.05 maka berarti H0 diterima dan H1 ditolak,
yang berarti bahwa variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap terjadinya variabel terikat.
86
F. Operasionalisasi Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel independen (Indriantoro dan Supomo, 2002:63).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah:
A. Opini Audit Going Concern (Y)
Opini audit going concern merupakan opini audit modifikasi yang
dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau
ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam
menjalankan operasinya (SPAP, 2009) termasuk dalam opini audit
going concern ini adalah opini going concern unqualified/qualified dan
going concern disclaimer opinion. Opini audit going concern
merupakan variabel dikotomous, opini audit going concern diberi kode
1 ketika perusahaan mendaptkan opini unqualified opinion, sedangkan
opini audit non going concern diberi kode 0 ketika perusahaan
mendapatkan opini selain unqualified opinion.
2. Variabel Independen
Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel yang lain (Indriantoro dan Supomo, 2002:63).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah:
A. Audit Delay (X1)
1. Pengukuran audit delay
“Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam laporan, maka
informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Manajemen
87
mungkin perlu mengembangkan manfaat relatif antara pelaporan tepat
waktu dan ketentuan informasi yang andal. Untuk menyediakan
informasi yang tepat waktu seringkali perlu melaporkan sebelumnya
seluruh aspek transaksi atau sebaliknya, jika seluruh pelaporan ditunda
sampai seluruh aspek diketahui, informasi yang dihasilkan mungkin
sangat andal, tapi kurang bermanfaat bagi pengambilan keputusan.
Dalam usaha mencapai keseimbangan anatara relevansi dan keandalan
kebutuhan pengambilan keputusan merupakan pertimbangan yang
menentukan (SAK, 2009:8)
Audit delay atau lamanya penyelesaian waktu audit dapat diukur
dari perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal
opini audit dalam laporan keuangan atau jumlah hari yang ditulis
antara tanggal pelaporan keuangan dengan tanggal laporan auditor.
Penelitian menunjukkan bahwa auditor sering memberikan opini going
concern ketika laporan audit tertunda lebih lama (McKeown et al,
1991). Auditor menunda pengeluaran laporan audit dengan harapan
bahwa perusahaan dapat memecahkan masalah keuangannya dan
menghindari opini going concern.
2. Opinion Shopping (X2)
Opinion shopping didefinisikan oleh SEC, sebagai aktivitas
mencari auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang
diajukan. Opinion shopping menunjukan pergantian auditor
independen untuk tahun berikutnya apabila tahun berjalan perusahaan
mendapatkan opini audit going concern.
Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy, angka
1 untuk perusahaan yang diaudit oleh auditor independen yang berbeda
untuk tahun selanjutnya setelah perusahaan mendapatkan opini audit
88
going concern, angka 0 untuk perusahaan diaudit oleh auditor
independen yang sama untuk tahun selanjutnya setelah perusahaan
mendapatkan opini audit going concern
3. Debt Default (X3)
Debt default atau kegagalan membayar hutang didefinisikan
sebagai kelalaian atau kegagalan perusahaan untuk membayar hutang
pokok atau bunganya pada saat jatuh tempo (Chen dan Church, 1992).
Dalam variabel ini menggunakan variable dummy (1 = status debt
default, 0 = tidak debt default) untuk menunjukkan apakah perusahaan
dalam keadaan default atau tidak sebelum pengeluaran opini audit.
4. Proxy Going Concern
Pengolahan dan analisis data di dalam penelitian ini akan
dilakukan dengan menggunakan alat analisis kinerja operasi
perusahaan melalui beberapa pendekatan, antara lain:
1). Analisis Rasio Likuiditas (X4)
Dalam penelitian ini rasio likuiditas diukur oleh salah satu
rasionya yaitu current ratio (CR). Menurut kasmir (2010; 111)
current ratio merupakan rasio lancar untuk mengukur kemampuan
perusahaan untuk membayar jangka pendek atau utang yang segala
jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain,
seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi
kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancar
dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat
89
keamanan (margin of safety) suatu perusahaan. Semakin tinggi
current ratio ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek (Agus sartono,
2010; 116).
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban hutang jangka
pendek. Jenis-jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan oleh
perusahaan dalam mengukur kemampuan yaitu, rasio lancar
(current ratio), rasio sangat lancar (quick Ratio), rasio kas (Cash
ratio) rasip Perputaran kas (cash turn over), Inventory to net
working capital (Kasmir, 2008:145). Variabel ini diukur dengan
proksi current ratio yang digunakan oleh Janurati dan Fitrianasari
(2008) dan Santosa dan Wedari (2007).
Menurut Kasmir dan Djakfar (2008; 122) current ratio
diformulasikan sebagai berikut:
2). Analisis Rasio Profitabilitas (X5)
Penulis menggunakan metode analisis rasio profitabilitas
karena masyarakat, pada umumnya, berpandangan bahwa
pengukuran tingkat keberhasilan operasional dan efektivitas
Current ratio =
Aktiva Lancar
Utang Lancar
90
perusahaan didasarkan pada tingkat profitabilitas yang dicapai
perusahaan, dalam hal ini digunakan ROA. Rumus untuk mencari
return on assets dapat digunakan sebagai berikut:
3). Analisis Rasio Solvabilitas (X6)
Rasio solvabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka
pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan.
Jenis-jenis rasio solvabilitas diantaranya, yaitu: debt to asset ratio,
debt to equity ratio, times interest earned dan fixed charge
coverage. (Kasmir 2008:165). Variabel ini diukur dengan debt to
assets ratio. Rumus untuk mencari debt to assets ratio dapat
digunakan sebagai berikut:
Total Assets
Laba Bersih
x 100%
Total Utang
Total Aktiva
Debt to assets ratio =
ROA =
ROA =
91
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Gambaran umum objek penelitian menyajikan prosedur pemilihan
sampel dan kelompok perusahaan yang menjadi populasi dari penelitian
ini. Objek penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur dan Service (jasa)
yang terdaftar di bursa efek Indonesia (BEI) periode 2008-2010. Penarikan
sampel dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1
Proses seleksi Perusahaan Populasi
Industri Manufaktur
Kriteria Jumlah Akumulasi
Total Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2008-2010
113
Terdaftar setelah tanggal 1 januari 2008 ( 28) 85
Tidak tersedia atau/lengkap laporan
keuangan Auditee tahun 2008-2010
(17) 68
Delisting selama periode pengamatan (20) 48
Data yang tidak tersedia dan/atau tidak
memenuhi syarat criteria
(18) 30
Jumlah sampel selama periode penelitian 90
Sumber: data diolah
92
Tabel 4.2
Proses seleksi Perusahaan Populasi
Industri Jasa
Kriteria Jumlah Akumulasi
Data Perusahaan jasa yang terdaftar di
BEI tahun 2008-2010
62
Terdaftar setelah tanggal 1 januari 2008 (10) 52
Tidak tersedia atau/lengkap laporan
keuangan Auditee tahun 2008-2010
(12) 40
Delisting selama periode pengamatan (7) 33
Data yang tidak tersedia dan/atau tidak
memenuhi syarat criteria
(3) 30
Jumlah sampel selama periode penelitian 90
Sumber: data diolah
Setelah mendapatkan jumlah perusahaan manufaktur dan jasa yang
dapat dijadikan objek penelitian, metode purposive sampling dilakukan
untuk menentukan sampel, sehingga diperoleh 30 perusahaan. Distribusi
sampel dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:
93
Tabel 4.3
Perusahaan Manufaktur
No MANUFAKTUR KODE
JENIS
PERUSAHAAN
1 Asahimas flat Glass Tbk. AMFG Manufaktur
2 Alam Karya Unggul Tbk. AKKU Manufaktur
3 Pan Brothers Tbk. PBRX Manufaktur
4 Indo Acitama Tbk. SRSN Manufaktur
5 Delta Djakarta Tbk. DLTA Manufaktur
6 Indospring Tbk. INDS Manufaktur
7 Champion Pasific Indonesia Tbk. IGAR Manufaktur
8 Multi Prima Sejahtera Tbk. LPIN Manufaktur
9 Astra Auto Tbk. AUTO Manufaktur
10 Berlina Tbk. BRNA Manufaktur
11 Multiprima Sejahetera Tbk. BRAM Manufaktur
12 Beton jaya Manunggal Tbk. BTON Manufaktur
13 Asia Plast Industries Tbk. APLI Manufaktur
14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. AISA Manufaktur
15 Darya Varia Laoratoria Tbk. DVLA Manufaktur
16 Bantoel International Investama Tbk. RMBA Manufaktur
17 HM Sampoerna Tbk. HMSP Manufaktur
18 Multistratada Arah Sarana Tbk. MASA Manufaktur
19 Kalbe Farma Tbk. KLBF Manufaktur
20 Kimia Farma (Persero) Tbk. KAEF Manufaktur
21 Mustika Ratu Tbk. MRAT Manufaktur
22 Gajah Tunggal Tbk. GJTL Manufaktur
23 Unilever Indonesia Tbk. UNVR Manufaktur
24 Astra International Tbk. ASII Manufaktur
25 Holcim Indonesia Tbk. SMCB Manufaktur
26 Trias sentosa tunggal Tbk. TRST Manufaktur
27 Semen Gresik (Persero) Tbk. SMGR Manufaktur
28 Surya Toto Indonesia Tbk. TOTO Manufaktur
29 Suparma Tbk. SPMA Manufaktur
30 Arwana Citra Mulya Tbk. ARNA Manufaktur
94
Tabel 4.4
Perusahaan Jasa
No SERVICE KODE
JENIS
PERUSAHAAN
1 Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. APOL Jasa
2 Berlian Laju Tanker Tbk. BLTA Jasa
3 Centris Multi Persada Pratama Tbk. CMPP Jasa
4 Indonesia Air Transport Tbk. IATA Jasa
5 Mitra Rajasa Tbk. MIRA Jasa
6 Panorama Transportasi Tbk. WEHA Jasa
7 Pelayaran Tempuran Emas Tbk. TMAS Jasa
8 Humpus intermoda transportasi Tbk. HITS Jasa
9 Samudera Indonesia Tbk. SMDR Jasa
10 Mahaka Media Tbk ABBA Jasa
11 Grahamas Citra Tbk. GMCW Jasa
12 Hotel Mandarine Property tbk. HOME Jasa
13 Island concept Indonesia Tbk. ICON Jasa
14 Indonesia Paradisea Property Tbk. INPP Jasa
15 Jasund tiga perkasa Tbk. JTPE Jasa
16 Bayu Banada Tbk. BAYU Jasa
17 Limas centrik Indonesia Tbk. LMAS Jasa
18 Panorama Transportasi Tbk. PNRW Jasa
19 Tempo Inti Media Tbk. TMPO Jasa
20 Mahaka Media Tbk. ABBA Jasa
21 Bakrie Telecom Tbk. BTEL Jasa
22 Excelcomindo Pratama Tbk. EXCL Jasa
23 Indosat Tbk. ISAT Jasa
24 Mobile-8 Telecom Tbk. FREN Jasa
25 Telekomunikasi Indonesia Tbk. TLKM Jasa
26 Alam Sutera Realty Tbk. ASRI Jasa
27 Bakrieland Development Tbk. ELTY Jasa
28 Duta Pertiwi Nusantara Tbk. DPNS Jasa
29 Pakuwon Jati Tbk. PWON Jasa
30 Lippo Karawaci Tbk. LPKR Jasa
95
A. Analisis dan Pembahasan untuk Perusahaan Manufaktur dan Jasa
1. Analisis Deskriptif
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan fasilitas
elektronik dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS versi 17.0
untuk memudahkan perolahan data sehingga dapat menjelaskan
variabel-variabel yang diteliti. Langkah pertama dalam penelitian ini
adalah melakukan penentuan sampel dengan metode purposive
sampling atau penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu pada
perusahaan-perusahaan manufaktur dan service (jasa) periode 2008-
2010 berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam penelitian ini
sebagai pedoman penentuan opini going concern.
Tabel deskriptif menjelaskan variabel-variabel independen X yaitu,
X1 (Audit delay), X2 (Opinion shopping), X3 (Debt default), serta
Proxy Going Concern yang diproxy-kan terhadap analisis rasio
keuangan sebagai berikut X4 (Ratio liquidity), X5 (Ratio profitability),
dan X6 (Ratio solvability). Variabel dependen Y: opini audit going
concern. Dan data yang akan diolah adalah data laporan keuangan
tahunan periode 2008-2010. Berikut tabel hasil olahan data mengenai
statistik deskriptif untuk perusahaan sektor manufaktur dan jasa
sebagai berikut:
96
Hasil Uji 4.5
Hasil uji Statistik Deskriptif
Perusahaan Manufaktur
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
Audit delay 90 31.00 119.00 73.7222 14.90044
Opinion shopping 90 0 1 .66 .478
Debt default 90 0 1 .56 .500
Rasio likuiditas 90 .15 18.80 2.6294 2.51104
Rasio profitabilitas 90 -.19 1.11 .1228 .17858
Rasio solvabilitas 90 .07 .90 .4361 .19659
Going concern 90 0 1 .54 .501
Valid N (listwise) 90
Sumber: Data sekunder yang di olah
Tabel 4.5 menjelaskan bahwa pada variabel audit delay jawaban
minimum dari hasil olahan data sebesar 31 dan maksimum sebesar
119, dengan rata-rata total jawaban 73.7222 dan standar deviasi
sebesar 14.90044. Variabel opinion shopping jawaban minimum dari
hasil olahan data sebesar 0 dan maksimum sebesar 1, dengan rata-rata
total jawaban 0.66 dan standar deviasi sebesar 0.478. Pada variabel
debt default jawaban minimum dari hasil olahan data sebesar 0 dan
maksimum sebesar 1, dengan rata-rata total jawaban 0.56 dan standar
deviasi sebesar 0.500. Variabel ratio likuidity jawaban minimum dari
hasil olahan data sebesar 0.15 dan maksimum sebesar 18.80 dengan
97
rata-rata total jawaban 2.6294 dan standar deviasi sebesar 2.51104.
Pada variabel prosedur ratio profitability jawaban minimum dari hasil
olahan data sebesar -0.19 dan maksimum sebesar 1.11, dengan rata-
rata total jawaban 0.1228 dan standar deviasi sebesar 0.17858.
Variabel ratio solvability jawaban minimum dari hasil olahan data
sebesar 0.07 dan maksimum sebesar 0.90, dengan rata-rata total
jawaban 0.4361 dan standar deviasi sebesar 0.19659. Dan untuk
variabel dependen yang berupa opini audit going concern jawaban
minimum dari hasil olahan data sebesar 0 dan maksimum sebesar 1.0,
dengan rata-rata total jawaban 0.54 dan standar deviasi sebesar 0.501.
98
Tabel 4.6
Hasil uji statistik deskriptif
Perusahaan Jasa
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Aaudit delay 90 12.00 153.00 79.3111 25.79158
Opinion shopping 90 0 1 .46 .501
Debt default 90 0 1 .52 .502
Rasio likuiditas 90 .02 31.45 2.6896 5.21391
Rasio profitabilitas 90 .00 1.08 .1233 .18656
Rasio solvabilitas 90 .00 6.68 .6934 .74731
Going concern 90 0 1 .43 .498
Valid N (listwise) 90
Sumber: Data sekunder yang di olah
Tabel 4.6 menjelaskan bahwa pada variabel audit delay jawaban
minimum dari hasil olahan data sebesar 12 dan maksimum sebesar
153, dengan rata-rata total jawaban 79.3111 dan standar deviasi
sebesar 25.79158. Variabel opinion shopping jawaban minimum dari
hasil olahan data sebesar 0 dan maksimum sebesar 1, dengan rata-rata
total jawaban 0, 46 dan standar deviasi sebesar 0.501. Pada variabel
debt default jawaban minimum dari hasil olahan data sebesar 0 dan
maksimum sebesar 1, dengan rata-rata total jawaban 0.52 dan standar
deviasi sebesar 0.502. Variabel ratio likuidity jawaban minimum dari
hasil olahan data sebesar 0. 02 dan maksimum sebesar 31.45 dengan
99
rata-rata total jawaban 2.6896 dan standar deviasi sebesar 5.21391.
Pada variabel prosedur ratio profitability jawaban minimum dari hasil
olahan data sebesar 0.00 dan maksimum sebesar 1.08, dengan rata-rata
total jawaban 0.1233 dan standar deviasi sebesar 0.18656. Variabel
ratio solvability jawaban minimum dari hasil olahan data sebesar 0.00
dan maksimum sebesar 6.68, dengan rata-rata total jawaban 0.74731
dan standar deviasi sebesar 0.19659. Dan untuk variabel dependen
yang berupa opini audit going concern jawaban minimum dari hasil
olahan data sebesar 0 dan maksimum sebesar 1.0, dengan rata-rata
total jawaban 0.54 dan standar deviasi sebesar 0.501.
2. Hasil Uji Regresi Logistik
Analisis regresi logistik dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi logistik dengan tipe regresi binary logistik. Regresy binary
logistic adalah regresi yang digunakan untuk melakukan pemodelan
suatu kemungkinan kejadian dengan variabel Y (respons) bertipe
kategorial dua pilihan (Trihendradi, 2007 : 63).
Dalam penelitian ini untuk industri manufaktur dan jasa variabel
dependen (respons) Y bertipe kategorik /dua pilihan yaitu: Non
GoingConcern = 0 dan Going Concern = 1. Keterangan ini dapat
dilihat dalam tabel identifikasi data:
100
Tabel 4.7
Identifikasi Data
Perusahaan Manufaktur
Dependent Variable Encoding
Dalam penelitian ini (industri manufaktur) jumlah data yang
diproses sebanyak 90 atau N = 90. Untuk melihat kelengkapan daya
yang diproses dalam penelitian ini dan tidak adanya missing case
ditunjukkan pada tabel Case Processing Summary:
Tabel 4.8
Data yang diproses
Case Processing Summary
Perusahaan Manufaktur
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Includedin Analysis
Missing Cases
Total
Unselected Cases
Total
90
0
90
0
90
100. 0
0
100. 0
0
100. 0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dalam penelitian ini variabel dependen (respons) Y bertipe
kategorik / dua pilihan yaitu: Non Going Concern = 0 dan Going
Concern = 1. Keterangan ini dapat dilihat dalam tabel identifikasi data:
Original Value Internal Value
Non Going Concern 0
Going Concern 1
Sumber: Data sekunder yang di olah
Sumber: Data sekunder yang di olah
101
Tabel 4.9
Identifikasi data
Perusahaan Jasa
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Non Going Concern 0
Going Concern 1
Dalam penelitian ini (industri jasa) jumlah data yang diproses
sebanyak 90 atau N = 90. Untuk melihat kelengkapan daya yang
diproses dalam penelitian ini dan tidak adanya missing case
ditunjukkan pada tabel Case Processing Summary:
Sumber: Data sekunder yang di olah
102
Tabel 4.10
Data yang diproses
Case Processing Summary
Perusahaan jasa
Unweighted Casesa N Percent
Selected
Cases
Included in Analysis 90 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 90 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 90 100.0
If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
a. Menilai Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Model ini untuk menguji hipotesis
nol bahwa data empiris sesuai dengan model (tidak ada perbedaaan
antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Adapun
hasilnya jika (Ghozali, 2009): Hal ini berarti ada perbedaan signifikan
antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit model
tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya.
Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit Test sama
dengan atau kurang dari 0. 05 maka hipotesis nol ditolak.
Sumber: Data sekunder yang di olah
103
Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
lebih besar dari 0. 05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti
model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan
bahwa model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya.
Tabel 4.11
Kelayakan model regresi Hosmer and Lemeshow’s test
Perushaan Manufaktur
Step Chi-square df Sig.
1 4.167 8 .842
If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Pengujian menunjukan nilai Chi-square sebesar 4.167 dengan
signifikan (p) sebesar 0.842 berdasarkan hasil tersebut, karena nilai
signifikansi lebih besar dari 0.05 maka model dapat disimpulkan
mampu memprediksi nilai observasinya.
Tabel 4.12
Kelayakan model regresi
Hosmer and Lemeshow Test
Perusahaan Jasa
Step Chi-square df Sig.
1 2.637 8 .955
Pengujian ini menunjukan nilai Chi-square sebesar 2.637 dengan
signifikan (p) sebesar 0.955 berdasarkan hasil tersebut, karena nilai
Sumber: Data sekunder yang di olah
Sumber: Data sekunder yang di olah
104
signifikansi lebih besar dari 0.05 maka model dapat disimpulkan
mampu memprediksi nilai observasinya.
b. Hasil Uji Overall Model Fit
Agar model fit dengan data maka H0 harus diterima. Statistik yang
digunakan berdasarkan Likelihood. Likelihood L dari model adalah
probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data
input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan
menjadi -2 LogL. Output SPSS memberikan dua nilai -2 LogL yaitu
satu untuk model yang hanya memasukkan konstanta saja dan satu
model dengan konstanta serta tambahan bebas.
Adanya pengurangan nilai antara -2LogL awal dengan nilai -
2LogL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang
dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2009). Log Likelihood pada
regresi logistik mirip dengan pengertian “Sum of Square Error” pada
model regresi, sehingga penurunan model Log Likelihood
menunjukkan model regresi yang semakin baik.
Untuk melihat model yang lebih baik untuk memprediksi
kemungkinan terjadinya going concern pada perusahaan menggunakan
nilai-2 LogLikelihood. Dari hasil perhitungan -2LogLikelihood pada
blok pertama (block number = 0) terlihat nilai -2LogLikelihood sebesar
124.054 seperti yang terlihat pada tabel 4.13 sebagai berikut:
105
Tebel 4.13
Tabel Uji Overall Model Fit
(block number = 0)
Perusahaan Manufaktur
Iteration historyabc
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 124.054
d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Kemudian hasil perhitungan nilai -2LogLikelihood pada blok
kedua (block number = 1) terlihat nilai -2LogLikelihood sebesar
74.683 terjadi penurunan pada block kedua (block number =1) yang
ditunjukkan pada tabel 4.14 sebagai berikut:
Iteration -2Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 124.054 .178
2 124.054 .178
Sumber: Data sekunder yang di olah
106
Tabel 4.14
Tabel Uji Overall Model Fit
(block number = 1)
Perusahaan Manufaktur iteration History
a,b,c,d
Iteration
-2Log
likelihood
Coefficients
Constant AD OS DD RL RP RS
Step 1 1 77.371 -1.066 .013 -.014 2581 -.054 -.051 -2.215
2 74.798 -1.222 .021 -.047 3.245 -.086 -.209 -3.613
3 74.648 -1.238 .023 -.068 3.411 -.094 -.309 -4.022
4 74.683 -1.238 .023 -.070 3.423 -.094 -.319 -4.048
5 74.683 -1.238 .023 -.070 3.423 -.094 -.319 -4.048
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 124.054
d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Penilaian keseluruhan model regresi menggunakan nilai -2
LogLikelihood dimana jika terjadi penurunan pada blok kedua dibanding
blok pertama maka dapat disimpulkan bahwa model regresi kedua
menjadi lebih baik. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.13 dan 4.14.
Pada blok pertama (block number = 0) nilai -2LogLikelihood sebesar
124.054 dan pada blok kedua (block number = 1) nilai -2LogLikelihood
sebesar 74.683. Dari hasil ini kita dapat menyimpulkan bahwa model
regresi kedua lebih baik untuk memprediksi kemungkinan going concern
pada sebuah perusahaan.
Sumber: Data sekunder yang di olah
107
Untuk melihat model yang lebih baik untuk memprediksi
kemungkinan terjadinya going concern pada perusahaan jasa
menggunakan nilai-2 LogLikelihood. Dari hasil perhitungan -
2LogLikelihood pada blok pertama (block number = 0) terlihat nilai -
2LogLikelihood sebesar 123.162 seperti yang terlihat pada tabel 4.15
sebagai berikut:
Tabel 4.15
Tabel Uji Overall Model Fit
(block number = 0)
Perusahaan Jasa Iteration History
a,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 123.162 -.267
2 123.162 -.268
3 123.162 -.268
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 123.162
c. Estimation terminated at iteration.
Kemudian hasil perhitungan nilai -2LogLikelihood pada blok
kedua (block number = 1) terlihat nilai -2LogLikelihood sebesar
123.162 terjadi penurunan pada block kedua (block number =1) yang
ditunjukkan pada tabel 4.20 sebagai berikut:
Sumber: Data sekunder yang di olah
108
Tabel 4.16
Tabel Uji Overall Model Fit
(block number =1)
Perusahaan Jasa
Iteration
-2 Log
likelihood
Coefficients
Constant AD OS DD RL RP RS
Step 1 76.216 -1.851 -.001 1.045 1.982 -.027 .576 .273
2 70.143 -2.472 -.005 1.414 2.549 -.082 .923 .858
3 67.301 -2.616 -.014 1.497 2.778 -.178 .988 2.152
4 66.919 -2.707 -.018 1.573 2.924 -.236 1.145 2.729
5 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.950 -.249 1.177 2.804
Penilaian keseluruhan model regresi menggunakan nilai-2
LogLikelihood dimana jika terjadi penurunan pada blok kedua
dibanding blok pertama maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
kedua menjadi lebih baik. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.15
dan 4.16. Pada blok pertama (block number = 0) nilai -2LogLikelihood
sebesar 123.162 dan pada blok kedua (block number = 1) nilai -
2LogLikelihood sebesar 66.910. Dari hasil ini kita dapat
menyimpulkan bahwa model regresi kedua lebih baik untuk
memprediksi kemungkinan going concern pada sebuah perusahaan.
109
c. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Koefisien Cox & Snell R Square pada tabel model summary dapat
diinterpretasikan sama seperti koefisien determinasi R Square pada
regresi linear berganda, tetapi karena nilai maksimum Cox & Snell R
Square biasanya lebih kecil dari satu sehingga sulit diinterpretasikan
seperti R Square dan jarang digunakan (Stanislaus, 2006 : 236).
Tabel 4.17
Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square
K
o
e
f
i
s
i
e
n
k
Model Summary
Perusahaan Manufaktur
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 74.683a .422 .564
Koefisien Nagelkerke R Square pada tabel Model summary (industri
manufaktur) merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R Square
untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1. Dilihat dari
tabel 4.17 nilai koefisien Nagelkerke R Square sebesar 0.564 yang berarti
kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel tidak bebas sebesar 56,
4%.
Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square Model Summary
Perusahaan Jasa
Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell R
Square Nagelkerke R Square
1 66.910a .465 .623
Sumber: Data sekunder yang di olah
Sumber: Data sekunder yang di olah
Tabel 4.18
110
Koefisien Nagelkerke R Square pada tabel Model Summary
(industri jasa) merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R
Square untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1.
Dilihat dari tabel 4.18 nilai koefisien Nagelkerke R Square sebesar
0.623 yang berarti kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel
tidak bebas sebesar 62.3%.
d. Hasil Uji Tabel klasifikasi
Tabel klasifikasi akan menunjukan kekuatan prediksi dari model
regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going
concern pada auditee. Dalam output regresi logistik angka ini dapat
dilihat dalam classification tabel (Solikah 2006:77). Tabel
klasifikasinya menghitung estimasi yang benar (Correct) dan salah
(Incorrect) (Ghozali: 2009:270).
111
Tabel 4.19
Hasil Uji Klasifikasi
Perusahaan Manufaktur
Classification Tablea
Observed
Predicted
GC
Percentage Correct
Non Going
Concern Going Concern
GC Non Going Concern 33 8 80.5
Going Concern 7 42 85.7
Overall Percentage 83.3
a. The cut value is .500
Menururut prediksi, perusahaan yang mengalami going concern
adalah 90 perusahaan sedangkan hasil observasi menunjukkan hanya
42 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi yang diamati untuk
perusahaan yang mengalami going concern sebesar 85.7% (50/90),
sedangkan prediksi untuk perusahaan NGC (sehat) adalah 90
perusahaan dan hasil observasinya hanya 41, maka ketepatan prediksi
klasifikasi yang diamati untuk perusahaan NGC sebesar 80.5%
(40/90), secara keseluruhan ketepatan klasifikasi sebesar 83.3%.
Sumber: Data sekunder yang di olah
112
Tabel 4.20
Hasil Uji Klasifikasi
Perusahaan Jasa
Classification Table
a
Observed
Predicted
GC
Percentage Correct
Non Going
Concern Going Concern
GC Non Going Concern 43 8 84.3
Going Concern 8 31 79.5
Overall Percentage 82.2
a. The cut value is .500
Menururut prediksi, perusahaan yang mengalami going concern
adalah 90 perusahaan sedangkan hasil observasi menunjukkan hanya
39 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi yang diamati untuk
perusahaan yang mengalami going concern sebesar 79.5% (39/90),
sedangkan prediksi untuk perusahaan NGC (sehat) adalah 90
perusahaan dan hasil observasinya hanya 51, maka ketepatan prediksi
klasifikasi yang diamati untuk perusahaan NGC sebesar 84..3%
(51/90), secara keseluruhan ketepatan klasifikasi sebesar 82.2%.
Sumber: Data sekunder yang di olah
113
e. Hasil Estimasi Parameter dan Interprestasinya
Estimasi parameter dapat dilihat melalui koefisien regresi.
Koefisien regresi dari tiap variabel-variabel yang diuji menunjukkan
bentuk hubungan antara variabel yang satu dengan yang lainnya.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara
nilai probabilitas (sig). Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil
dari 0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan pada tingkat 5%
maka berarti H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti bahwa variabel
bebas berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel
terikat. Analisis uji regresi ini untuk menguji seberapa jauh semua
variabel terikat. Hasil koefisien regresi dapat ditentukan dengan
menggunakan nilai Probabilitas (Sig) pada tabel berikut:
114
Tabel 4.21
Hasil Uji Signifikansi Data
Perusahaan Manufaktur
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0%C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a AD .023 .019 1.482 1 .223 1.024 .986 1.063
OS -.070 .636 .012 1 .913 .933 .268 3.242
DD 3.423 .654 27.350 1 .000 30.649 8.499 110.532
RL -.094 .163 .335 1 .563 .910 .662 1.252
RP -.319 1.865 .029 1 .864 .727 .019 28.107
RS 4.048 1.922 4.437 1 .035 .017 .000 .755
Constant -.238 1.887 .431 1 .512 .290
Tabel 4.21 menunjukan hasil regresi logistik pada tingkat
signifikansi 5% dari pengujian regresi logistik diatas di peroleh
persamaan sebagai berikut:
Sumber: Data sekunder yang di olah
115
Tabel 4.22
Hasil Uji Signifikansi Data
Perusahaan Jasa
T
a
b
e
l
T
a
T
Tabel 4.22 menunjukan hasil regresi logistik pada tingkat
signifikansi 5% dari pengujian regresi logistik diatas di peroleh
persamaan sebagai berikut:
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a
AD -.018 .014 1.573 1 .210 .982 .955 1.010
OS 1.587 .656 5.854 1 .016 4.890 1.352 17.690
DD 2.951 .681 18.789 1 .000 19.123 5.036 72.616
RL -.249 .168 2.210 1 .137 .779 .561 1.083
RP 1.178 1.920 .376 1 .540 3.247 .075 139.950
RS 2.805 1.342 4.371 1 .037 16.529 1.192 229.238
Constant -2.723 1.132 5.785 1 .016 .066
a. Variable(s) entered on step 1: AD, OS, DD, RL, RP, and RS.
Sumber: Data sekunder yang di olah
116
Ringkasan tabel 4.23
Hasil uji signifikansi Perusahaan Manufaktur
No Hipotesis Hasil
1 Audit delay berpengaruh terhadap
penerimaan opini going concern
Tidak didukung
2 Opinion shopping berpengaruh
terhadap penerimaan opini going
concern.
Tidak didukung
3 Debt default berpengaruh terhadap
penerimaan audit going concern
Didukung
4 Rasio likuiditas berpengaruh
terhadap penerimaan opini going
concern
Tidak didukung
5 Rasio Profitabilitas berpengaruh
terhadap penerimaan opini going
concern
Tidak didukung
6 Rasio Solvabilitas berpengaruh
terhadap penerimaan opini going
concern.
Didukung
Ringkasan tabel 4.24
Hasil uji signifikansi Perusahaan Jasa
No Hipotesis Hasil
1 Audit delay berpengaruh terhadap
penerimaan opini going concern
Tidak didukung
2 Opinion shopping berpengaruh
terhadap penerimaan opini going
concern.
Didukung
3 Debt default berpengaruh terhadap
penerimaan audit going concern
Didukung
4 Rasio likuiditas berpengaruh terhadap
penerimaan opini going concern
Tidak didukung
5 Rasio Profitabilitas berpengaruh
terhadap penerimaan opini going
concern
Tidak didukung
6 Rasio Solvabilitas berpengaruh
terhadap penerimaan opini going
concern.
Didukung
Sumber: Data sekunder yang di olah
Sumber: Data sekunder yang di olah
117
Ringkasan tabel 4.25
Hasil tingkat komparasi going concern pada Industri
Manufaktur dan Jasa
No Jenis Indutri Hasil
1 Industri Manufaktur 85.7%
2 Industri Jasa 79.5%
Selisih tingkat komparasi going
concern
6.2%
Penelitian ini merupakan studi komparasi (manufaktur dan jasa)
mengenai penerbitan opini going concern oleh auditor. Penelitian ini
menggunakan vaiabel keuangan dan non keuangan. Penelitian ini
menggunakan 30 sampel pada perusahaan manufaktur dan 30 sampel pada
perusahaaan service (jasa) yang terpilih sesuai kriteria.
1. Audit delay berpengaruh positif untuk Industri Manufaktur dan
negatif untuk Industri Jasa terhadap penerimaan opini going concern
Hasil menunjukan bahwa variabel audit delay pada perusahaan
industri manufaktur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan opini going concern dengan bukti empiris bahwa nilai
signifikansi (sig) dari variabel tersebut adalah 0.223 lebih besar dari 0.05
artinya bahwa Ha ditolak. Namun arah dari nilai koefisien variabel dari
audit delay adalah 0.023 artinya audit delay berpengaruh positif.
Hasil menunjukan bahwa variabel audit delay pada perusahaan industri
service (jasa) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan
opini going concern dengan bukti empiris bahwa nila signifikansi (sig)
Sumber: Data sekunder yang di olah
118
dari variabel tersebut adalah 0.210 lebih besar dari 0.05 artinya bahwa Ha
ditolak. Namun arah dari nilai koefisien variabel dari audit delay adalah -
0.018 artinya audit delay berpengaruh negatif.
Hasil menunjukan bahwa variabel audit delay pada perusahaan
industri manufaktur dan industri jasa tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap penerimaan opini audit going concern dan arah dari nilai
koefisien dari audit delay adalah 0.023 artinya audit delay berpengaruh
positif untuk industri manufaktur dan negatif untuk Jasa dengan nilai -
0.018. Namun, meskipun arah menunjukkan positif dan negatif pada
model regresi, tingkat signifikansinya berbeda. Hal ini dapat diartikan
bahwa audit delay memberikan bukti konsisten akan pengaruhnya pada
penerimaan opini audit going concern di Indonesia. Kemungkinan
kurangnya jumlah sampel juga mengakibatkan perbedaan signifikansi ini.
Maka, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut akan variabel ini. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang lakukan oleh Indira Januarti (2008)
mengenai audit delay tidak pengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan opini audit going concern.
2. Opinion shopping berpengaruh negatif untuk Industri Manufaktur
dan positif untuk Industri Jasa terhadap penerimaan opini going
concern.
Hasil menunjukan bahwa variabel opinion shopping pada perusahaan
industri manufaktur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan opini going concern dengan bukti empiris bahwa nilai
119
signifikansi dari variabel tersebut adalah 0.913 lebih besar dari 0. 05
artinya bahwa Ha ditolak. Namun arah dari dari nilai koefisien variabel
dari opinion shopping adalah -0.70 artinya opinion shopping berpengaruh
negatif.
Hasil menunjukan bahwa variabel opinion shopping pada perusahaan
industri service (jasa) berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan
opini going concern dengan bukti empiris bahwa nilai signifikansi dari
variabel tersebut adalah 0, 016 lebih kecil dari 0.05 artinya bahwa Ha
diterima. Namun arah dari dari nilai koefisien variabel dari opinion
shopping adalah 1.587 artinya opinion shopping berpengaruh positif.
Hasil menunjukan bahwa opinion shopping pada perusahaan industri
manufaktur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini
going concern, namun arah dari dari nilai koefisien dari opinion shopping
adalah -0.70 artinya opinion shopping berpengaruh negatif terhadap
penerimaan opini audit going concern. Ini memberikan bukti bahwa
kondisi opinion shooping di Indonesia untuk industri manufaktur tidak
berpengaruhnya secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going
concern pada suatu perusahaan.
Berbeda dengan industri jasa, bahwa hasil menunjukan bahwa opinion
shopping pada perusahaan industri service (jasa) berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan opini going concern, namun arah dari dari
nilai koefisien variabel dari opinion shopping adalah 1.587 artinya opinion
shopping berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going
120
concern. Arti dari arah positif adalah bahwa semkin besar praktik opinion
shopping, semakin besar pula auditor akan memberikan opini audit going
concern terhadap perusahaan yang di audit. Bukti bahwa kondisi opinion
shooping di Indonesia untuk industri jasa yang berarti bahwa perusahaan
akan tetap menerima opini audit going concern baik ketika
mempertahankan auditor lama maupun berganti auditor artinya mencari
auditor baru. Ini memberikan bukti bahwa independensi benar-benar
dijalankan oleh seorang auditor. Ketika sebuah perusahaan akan menerima
opini audit going concern.
Hasil ini didukung dengan tabel 4 yang menunjukkan konstantanya
positif, yaitu auditee akan cenderung menerima opini audit going concern
apabila berganti auditor. Argumen ini sejalan dengan pendapat dari Chow
dan Rice (1982) dalam Lennox (2002), dimana dikatakan bahwa walaupun
perusahaan sering mengganti auditor setelah menerima opini going
concern, masih belum jelas apakah ini mencerminkan praktik opinion
shopping. Apalagi masih besar adanya kemungkinan bahwa opinion
shopping justru terjadi pada perusahaan yang mempertahankan auditor
lama.
Bukti empiris ini menunjukkan indikasi bahwa independensi auditor
di Indonesia benar-benar dijalankan. Jadi praktek opinion shopping pada
industri jasa sangat berpengaruh terhadap penerimaan status going concern
pada suatu perusahaan. Hasil penelitian untuk perusahaan industri
manufaktur konsisten dengan penelitian oleh Myrna Dyah Praptitorini dan
121
Indira Januarti (2007), namun untuk perusahaan industri jasa penelitain
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Myrna Dyah
Praptitorini dan Indira Januarti (2007).
3. Debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan audit going
concern pada Industri Manufaktur dan Jasa
Hasil menunjukan bahwa variabel debt default pada perusahaan
industri manufaktur berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan
opini going concern dan mempunyai tanda positif. Dengan bukti empiris
bahwa hasil dari nilai signifikansi dari variabel debt default sebesar
(0.000) artinya bahwa Ha diterima karena nilai signifikansinya lebih kecil
dari 0.05 dan nilai koefisien dari variabel tersebut sebesar 3.432.
Hasil menunjukan bahwa variabel debt default pada perusahaan
industri service (jasa) berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan
opini going concern dan mempunyai tanda positif. Dengan bukti empiris
bahwa hasil dari nilai signifikansi dari variabel debt default sebesar
(0,000) artinya bahwa Ha diterima karena nilai signifikansi nya lebih kecil
dari 0, 05 dan nilai koefisien dari variabel tersebut sebesar 2,951.
Hasil menunjukan bahwa debt default pada perusahaan industri
manufaktur dan jasa berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan
opini going concern dan mempunyai tanda positif. Arti tanda postif disini
adalah bahwa semakin besar debt default semakin besar pula auditor akan
memberikan opini audit going concern terhadap perusahaan yang di audit.
Dengan demikian perusahaan yang mengalami default. Dapat dikatakan
122
bahwa status hutang perusahaan merupakan pertama yang akan diperiksa
oleh auditor untuk mengukur kelangsungan hidup suatu perusahaan.
Kegagalan dalam memenuhi ketika jumlah hutang suatu perusahaan sudah
sangat besar, maka aliaran kas perusahaan tentunya banyak dialokasikan
untuk menutupi hutang perusahaan, sehingga akan mengganggu
kelangsungan operasi dari suatu perusahaan. Apabila hutang ini tidak
mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default pada
perusahaan tersebut. Auditor dalam memberikan opini going concern akan
mempertimbangkan status default seperti yang tercantum pada PSA 30
seksi 341 SPAP 2011. Kesulitan dalam mentaati persetujuan hutang, fakta-
fakta yang lalai atau pelanggaran akan memperjelas masalah going
concern. Hasil ini konsisten dengan penelitan oleh Myrna dan Indira
Januarti (2008), Ramadhany (2004) serta Yulius Kurnia Susanto (2009).
Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa debt default berpengaruh
terhadap penerimaan opini going concern. Hasil ini sama dengan
penelitian sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa status hutang memberi
pengaruh terhadap penerimaan opini going concern.
4. Rasio likuiditas berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini
going concern pada Industri Manufaktur dan Jasa
Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada
perusahaan industri manufaktur yang di proxy-kan terhadap rasio
keuangan yang pertama yaitu rasio likuiditas tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti
123
empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut
sebesar 0.563 artinya Ha ditolak karena nilai signifikansinya lebih besar
dari 0.05. Dan juga variabel rasio likuiditas mempunyai arah atau
pengrauh negatif dengan bukti empiris nilai koefisien variabel nya sebesar
-0.319.
Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada
perusahaan industri service (jasa) yang di proxy-kan terhadap rasio
keuangan yang pertama yaitu rasio likuiditas tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti
empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut
sebesar 0.137 artinya Ha ditolak karena nilai signifikansinya lebih besar
dari 0.05. Dan juga variabel rasio likuiditas mempunyai arah atau
pengaruh negatif dengan bukti empiris nilai koefisien variabelnya sebesar
-0.249
Hasil menunjukan bahwa proxy going concern pada perusahaan
industri manufaktur dan jasa yang di proxy-kan terhadap rasio keuangan
yang pertama yaitu rasio likuiditas tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap penerimaan opini going concern baik pada industri manufaktur
maupun jasa. Namun arah rasio likuiditas mempunyai arah atau pengaruh
negatif terhadap penerimaan opini going concern baik pada industri
manufaktur maupun jasa.
Artinya ketika sebuah perusahaan mampu untuk membayar utang-
utang jangka pendeknya yang jatuh tempo, dengan kata lain bahwa tidak
124
ada kendala bagi perusahaan unuk memenuhi kewajiban atau utangnya
pada saat ditagih sehingga akan memberikan harapan bagi perusahaan
bahwa auditor tidak akan memberikan status atau opini going concern
pada perusahaan yang diaudit.
Current ratio hanya merupakan kebiasaan dan akan digunakan
sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa lebih lanjut.
Bagi perusahaan yang mempunyai hubungan baik dengan kreditor atau
posisinya kuat terhadap pemasok, mungkin perusahaan tidak perlu
memiliki rasio yang tinggi.
Rasio lancar mempunyai sifat tingginya berubah-ubah dari waktu ke
waktu. Sebagai contoh, pada pakaian ketika menjelang hari-hari raya
permintaan akan pakaian mulai meningkat, kemudian menurun mencapai
titik terbawah lagi pada hari raya tersebut. Untuk menghadapi kenaikan
permintaan tersebut pakaian harus menaikkan besarnya persediaan. Kalau
peningkatan persediaan barang dagangan tersebut dibiayai dengan cara
mengurangi uang tunai perusahaan, maka rasio perusahaan tidak
mengalami perubahan. Sebab pada transaksi seperti itu hanya struktur
aktiva lancarnya saja yang mengalami perubahan, sedangkan nilai total
aktiva dan nilai total lancarnya tidak mengalami perubahan, sehingga rasio
lancar tidak mengalami perubahan.
Akan tetapi jika penumpukan persediaan dilaksanakan dengan cara
dibiayai dari pinjaman jangka pendek, maka ketika volume penjualan
tinggi, rasio lancar perusahaan akan menurun. Oleh karena itu untuk
125
mengukur tingginya likuiditas perusahaan lebih baik untuk
mempergunakan angka perputaran modal kerja daripada mempergunakan
rasio lancar. Adapun pertimbangannya ialah karena angka perputaran
modal kerja tidak banyak dipengaruhi oleh sifat musiman dibandingkan
dengan rasio lancar.
Sehingga rasio likuiditas yang diukur dengan current ratio tidak
berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern pada perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rhamadany (2004),
Setiawati serta Agoes (2005) dan Oni dan Desi (2010) yang menyatakan
bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going
concern.
Namun hasil dari penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wulandari Juniadi variabel likuiditas menunjukkan nilai
koefisien variabel sebesar 2.301 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.027
lebih kecil dari 0.05 (5%). Artinya dapat disimpulkan bahwa likuiditas
berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Pengaruh rasio
likuiditas terhadap pemberian opini going concern karena pengukuranya
menggunakan quick ratio, karena quick ratio tidak mengikutsertakan
persediaan dalam perhitungannya. Atas dasar pengamatan data dapat
dinyatakan bahwa nilai persediaan yang dimiliki perusahaan sampel lebih
besar dibandingkan aktiva lainnya sehingga menyebabkan angka quick
ratio lebih kecil dan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern. Hubungan antara quick ratio dengan opini audit adalah makin
126
kecil quick ratio, perusahaan kurang likuid karena banyak kredit macet
sehingga opini audit harus memberikan keterangan mengenai going
concern.
5. Rasio profitabilitas berpengaruh negatif untuk Industri Manufaktur
dan positif untuk Industri Jasa terhadap penerimaan opini going
concern.
Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada
perusahaan industri manufaktur yang di proxy-kan terhadap rasio
keuangan yang kedua yaitu rasio profitabilitas tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti
empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut
sebesar 0.846 artinya Ha ditolak karena nilai signifikansinya lebih besar
dari 0.05. Serta mempunyai arah negatif dengan dibuktikan pada nilai
koefisien variabelnya sebesar -0.319 artinya berpengaruh secara negatif.
Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada
perusahaan industri service (jasa) yang di proxy-kan terhadap rasio
keuangan yang kedua yaitu rasio profitabilitas tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti
empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut
sebesar 0.540 artinya Ha ditolak karena nilai signifikansinya lebih besar
dari 0.05. Mempunyai arah positif dengan dibuktikan pada nilai koefisien
variabelnya sebesar 1.178 artinya berpengaruh secara positif.
127
Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada
perusahaan industri manufaktur dan jasa yang di proxy-kan terhadap rasio
keuangan yang kedua yaitu rasio profitabilitas tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Namun mempunyai
arah negatif dengan dibuktikan pada nilai koefisien variabelnya sebesar -
0,319 artinya berpengaruh secara negatif. Namun pada insudtri jasa
mempunyai arah positif dengan dibuktikan pada nilai koefisien
variabelnya sebesar 1.178 artinya berpengaruh secara positif.
Analisis profitabilitas dapat memberikan jawaban akhir tentang
efektifitas manajemen perusahaan. Rasio profitabilitas dapat digunakan
untuk mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
(Petronela 2004). Tidak ditemukannya bukti yang signifikan antara
profitabilitas dan pemberiaan opini audit going concern karena financial
leverage yang ditanggung perusahaan relatif besar
Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Indira
Januarti (2008) dan Januarti Fitrinasari (2009), serta Oni dan Desi (2010)
dengan menggunakan rumus yang sama yaitu ROA sebagai pengukurnya.
Yang menyatakan bahwa analisis rasio profitabilitas tidak berpengaruh
secara signifikan tehadap pemberian opini going concern oleh auditor dan
juga menyatakan bahwa rasio profitabilitas memang meningkat selama
tahun berjalan namun diimbangi dengan menurunnya hutang perusahaan,
sehingga disamping profitabilitasnya yang meningkat hutang perusahaan
128
ikut menurun hal ini perusahaan akibatnya bisa membayar hutangnya
dikemudian hari.
6. Rasio Solvabilitas berpengaruh negatif untuk industri manufaktur dan
positif untuk industri jasa terhadap penerimaan opini going concern.
Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada
perusahaan industri manufaktur yang di proxy-kan terhadap rasio
keuangan yang ketiga yaitu rasio solvabilitas berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti
empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut
sebesar 0.035 artinya Ha diterima karena nilai signifikansinya lebih besar
dari 0.05. Namun mempunyai nilai koefisien variabel sebesar -0. 048
artinya berpengaruh secara negatif.
Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada
perusahaan industri service (jasa) yang di proxy-kan terhadap rasio
keuangan yang ketiga yaitu rasio solvabilitas berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Dengan bukti
empiris bahwa hasil dari nilai signifikansi (sig) dari variabel tersebut
sebesar 0.016 artinya Ha diterima karena nilai signifikansinya lebih besar
dari 0.05. Namun mempunyai nilai koefisien variabel sebesar 2. 805
artinya berpengaruh secara positif.
Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada
perusahaan industri manufaktur dan jasa yang di proxy-kan terhadap rasio
keuangan yang ketiga yaitu rasio solvabilitas berpengaruh secara
129
signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Namun untuk
industri manufaktur mempunyai nilai koefisien variabel sebesar -0.1238
artinya berpengaruh secara negatif. Artinya bahwa semakin tinggi rasio
solvabilitas, semakin rendah auditor memberikan opini going concern
pada suatu perusahaan yang di audit. Dalam praktiknya untuk menutupi
kekurangan akan kebutuhan dana, perusahaan memiliki beberapa pilihan
sumber dana yang dapat digunakan. Pemilihan sumber dana ini tergantung
dari tujuan, syarat-syarat, keuntungan dan kemampuan perusahaan
tentunya. sumber-sumber dana secara garis besar dapat diperoleh dari
modal sendiri dan pinjaman (bank atau lembaga keuangan lainnya).
Perusahaan dapat memilih dana dari salah satu sumber tersebut atau
kombinasi dari keduanya.
Setiap sumber dana memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Misalnya penggunaan modal sendiri mimiliki kelebihan, yaitu
mudah diperoleh, dan beban pengambilan yang relatif lama. Disamping itu
dengan menggunakan modal sendiri tidak ada beban untuk membayar
angsuran termasuk bunga dan biaya lainnya. Sebaliknya kekurangan
modal sendiri sebagai sumber dana adalah jumlahnya yang relatif
terbatas, terutama pada saat menjatuhkan dana yang relatif besar.
Rasio solvabilitas (leverage) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dari hutang. Artinya
berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan
dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio ini digunakan
130
untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh
kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila
perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).
Namun untuk industri perusahaan jasa mempunyai nilai koefisien
variabel sebesar 2.805 artinya berpengaruh secara positif. Semakin tinggi
rasio solvabilitas maka semakin tinggi pula resiko kerugian yang dihadapi
dan semakin besar pula auditor akan memberikan opini audit going
concern pada auditee. Bisa diartikan bahwa kemampuan perusahaan untuk
membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka
panjang tidak terpenuhi. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio
solvabilitas yang rendah tentu mempunyai resiko kerugian yang lebih
kecil. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat hasil
pengembalian (return) pada saat perekonomian tinggi.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Minodi
Widjaya (2008). Namun hasil penelitian diatas bertentangan dengan
penelitain yang dilakukan oleh Indira Januarti dan Fitrianasari (2008) yang
menyatakan bahwa rasio solvabilitas tidak berpengaruh terahadap
pemberian opini going concern. Hal ini dibuktikan dengan angka nilai
signifikansi 0.856 hasil penelitian Fitrianasari sejalan dengan penelitian
Hani et al. (2004) yang menunjukan bahwa rasio solvabilitas kurang
dipertimbangkan oleh auditor dalam pemberian opini going concern.
Banyak penelitian yang mengemukakan bahwa rasio solvabilitas tidak
berpengaruh terhadap pemberian opini going concern selain bertentang
131
dengan penelitan yang dilakukan oleh fitrianasari penelitian ini juga
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Badera dan
Rudyawan (2008:6) bahwa rasio solvabilitas tidak berpengaruh terhadap
penerimaan opini going concern dengan tingkat signifikansinya sebesar
0.067 lebih besar dari 0.05.
Penelitian ini memberikan suatu indikasi bahwa sampel perusahaan
dapat melakukan pengelolaan aktivitasnya secara efisien maka auditee
dapat meningkatkan volume penjualan, dengan meningkatkan volume
penjualan maka auditee akan memilki dana untuk membayar hutangya
(Januarti dan Fitrianasari 2008).
132
7. Hasil Perbandingan Tingkat Going Goncern Perusahaan Industri
Manufaktur dan Jasa
Setelah hasil statistik dari kedua industri di dapatkan maka penulis bisa
membandingkan antara hasil dari perusahaan industri manufakur dan jasa
dengan menggunakan variabel yang sama yaitu audit delay, opinion
shopping, debt default, serta proxy going concern yang di proxy-kan
terhadap rasio keuangan yaitu rasio likuiditas, profitabilitas dan rasio
solvabilitas terhadap penerimaan opini going concern menghasilkan
perbandingan sebagai berikut:
1. Tabel prediksi tingkat going concern pada perusahaan industri
manufaktur dan Jasa, bahwa industri manufaktur untuk prediksi going
concern mempunyai nilai sebsesar 85.7% lebih besar 6.2% dari
perusahaan industri jasa sebesar 79.5%. Kemungkinan status going
concern atau opini going concern lebih besar diterima oleh perusahaan
Manufaktur daripada Jasa.
Tingkat going concern yang diterima oleh perusahaan industri
manufaktur dan jasa, lebih besar diperusahaan industri manufaktur bisa
dikatakan bahwa pada saat krisis global, dilihat dari faktor penyebabnya,
krisis ekonomi global pada saat tahun 2008 dengan krisis ekonomi yang
melanda Indonesia lebih kurang satu dasawarsa lalu, yang mana pada saat
itu krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih disebabkan oleh
ketidakmampuan Indonesia menyediakan alat pembayaran luar negeri, dan
tidak kokohnya struktur perekonomian Indonesia, tetapi krisis keuangan
133
global pada tahun 2008 ini berasal dari faktor-faktor yang terjadi di luar
negeri.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain menyebabkan
volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan
berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut,
terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah
pengangguran dunia.
Setelah krisis (2000-2008), industri manufaktur nonmigas rata-rata
tumbuh 5, 7 persen per tahun, sedikit lebih tinggi dari rata-rata
pertumbuhan PDB (5, 2 persen). Kini, pertumbuhan industri manufaktur
cenderung turun lebih rendah daripada PDB. Lima tahun terakhir (2004-
2008), industri manufaktur nonmigas tumbuh rata-rata 5,6 persen per
tahun, lebih rendah daripada rata-rata pertumbuhan PDB (5,7 persen).
Sejalan dengan penurunannya, peranan industri manufaktur mendorong
pertumbuhan PDB kian berkurang, bahkan tergeser sektor jasa. Industri
manufaktur semakin merana. Pada triwulan ketiga 2009 pertumbuhannya
hanya 1, 3 persen, tak sampai sepertiga pertumbuhan produk domestik
bruto (PDB) yang mencapai 4, 2 persen. Pada masa kejayaannya, 1987-
1996, industri manufaktur tumbuh dua dijit, rata-rata 12 persen, hampir
dua kali lipat pertumbuhan PDB sebesar 6,9 persen. Pada akhirnya
Pemerintah mengeluarkan langkah kebijakan untuk menjaga agar
perekonomian tetap stabil di tengah krisis antara lain dengan mendorong
kinerja melalui pemberian insentif dan disinsentif. Pemerintah mendorong
134
sektor swasta untuk meningkatkan pertumbuhan usaha berbasis industri
manufaktur sehingga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang
besar.
Adapun basis industri manufaktur yang didorong pertumbuhannya
oleh pemerintah adalah:
1. Tekstil dan Produk Tekstil
2. Alas Kaki
3. Keramik
4. Elektronika Konsumsi
5. Pulp dan Kertas
6. Petrokimia
7. Semen
8. Baja
9. Mesin Listrik & Alat Listrik
10. Alat Pertanian
11. Peralatan Pabrik
Pemerintah juga melindungi industri dalam negeri dari membanjirnya
produk luar dengan membatasi laju impor serta meningkatkan
pengamanan pasar domestik dari produk impor ilegal atau politik
dumping. Pemerintah juga mendukung usaha peningkatan hasil komoditi
di sektor industri minyak nabati, getah karet alam, kertas dan kertas koran,
serta barang tembaga. Dalam menghadapi krisis keuangan global ini,
pemerintah juga memberikan perhatian khusus kepada Industri Kecil dan
135
Menengah (IKM), untuk menjaga tetap tersedia lapangan kerja bagi
masyarakat pedesaan. Meskipun insudtri jasa pada krisis global
mengalami ancaman kebangkrutan namun, dampak yang ditimbulkan oleh
krisis keuangan global tidak begitu parah menimpa industi jasa
dibandingkan insudtri manaufaktur, meskipun dampak terhadap
perekonomian Indonesia mulai dirasakan pada triwulan IV tahun 2008,
dimana pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2008 menurun sebesar
minus 3,6 persen dibandingkan triwulan III-2008, dan meningkat 5,2
persen dibandingkan dengan triwulan IV-2007 yang berarti lebih lambat
dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan-triwulan sebelumnya pada tahun
2008 yaitu 6,2 persen di triwulan I, 6,4 persen pada triwulan II, 6,4 persen
pada triwulan III. Melemahnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV
tahun 2008 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan ekspor barang dan
jasa yaitu minus 5,5 % dibandingkan triwulan III-2008 dan hanya
meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2007
nelemahnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa adalah sebagai akibat
dari menurunnya harga minyak serta menurunnya harga dan permintaan
komoditas ekspor Indonesia sebagai dampak dari krisis keuangan global.
Namun industri jasa seperti advertising, telkomunikasi, dan lain-lain,
mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan
industri manufaktur yang mengalami penurunanan. Jadi bisa dikatakan
bahwa tingkat going concern lebih besar diperoleh pada industri
136
manufaktur daripada jasa. (Buku Pegangan 2009 Penyelenggaraan
Pemerintahan dan Pembangunan Daerah dan Future Water Geography)
137
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh audit delay, opinion
shopping, debt default serta proxy going cocern yang diproksikan denga rasio
likuiditas, rasio profitabilitas dan rasio solvabilitas terhadap penerimaan opini
audit going concern. Dengan studi komparasi pada perusahaan manufaktur
dan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Olahan
data dalam penelitian ini berjumlah 90 laporan keuangan sebagai akumulasi
selama 3 tahun untuk industri manufaktur dan 90 untuk industri jasa.
Berdasarkan pada data yang telah dikumpulkan dan pengujian yang telah
dilakukan terhadap permasalahan dengan menggunakan model regresi
logistik, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil menunjukan bahwa variabel audit delay pada perusahaan industri
manufaktur dan industri jasa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan opini audit going concern. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang lakukan oleh Indira Januarti 2008 mengenai audit delay
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going
concern.
2. Hasil menunjukan bahwa opinion shopping pada perusahaan industri
manufaktur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini
going concern. Berbeda dengan industri jasa, bahwa hasil menunjukan
138
bahwa opinion shopping pada perusahaan industri service (jasa)
berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini going concern
dengan bukti empiris bahwa nilai signifikansi dari variabel tersebut adalah
0.016 lebih kecil dari 0.05 artinya bahwa Ha diterima. Hasil penelitian
unutk perusahaan industri manufaktur konsisten dengan penelitian oleh
Myrna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007), namun untuk
perusahaan industri jasa penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Myrna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007)
3. Hasil menunjukan bahwa debt default pada perusahaan industri
manufaktur dan jasa berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan
opini going concern dan mempunyai tanda positif. Hasil ini konsisten
dengan penelitian oleh Myrna dan Indira Januarti (2008), Ramadhany
(2004) serta Yulius Kurnia Susanto (2009).
4. Hasil menunjukan bahwa proxy going concern pada perusahaan industri
manufaktur yang di proxy-kan terhadap rasio keuangan yang pertama yaitu
rasio likuiditas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan
opini going concern baik pada industri manufaktur maupun jasa. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Rhamadany (2004), Setiawati serta
Agoes (2005) Oni dan Desi (2010) yang menyatakan bahwa rasio
likuiditas tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern.
Namun hasil dari penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wulandari Juniadi variabel likuiditas menunjukkan nilai
139
koefisien variabel sebesar 2.301 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.027
lebih kecil dari 0.05 (5%).
5. Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada perusahaan
industri manufaktur dan jasa yang di proxy-kan terhadap rasio keuangan
yang kedua yaitu rasio profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Rhamadany (2004), Setiawati serta Agoes (2005), Oni
dan Desi (2010) yang menyatakan bahwa rasio likuiditas tidak
berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern.
6. Hasil menunjukan bahwa variabel proxy going concern pada perusahaan
industri manufaktur dan jasa yang di proxy-kan terhadap rasio keuangan
yang ketiga yaitu rasio solvabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan opini going concern. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Minodi Widjaya (2008). Namun hasil penelitian diatas
bertentangan dengan penelitain yang dilakukan oleh Indira Januarti dan
Fitrianasari (2008) yang menyatakan bahwa rasio solvabilitas tidak
berpengaruh terahadap pemberiaan opini going concern. Hal ini
dibuktikan dengan angka nilai signifikansi 0.856 hasil penelitian
fitrianasari sejalan dengan penelitian Hani et al. (2004) yang menunjukan
bahwa rasio solvabilitas kurang dipertimbangkan oleh auditor dalam
pemberian opini going concern.
7. Tabel prediksi tingkat going concern pada perusahaan industri manufaktur
dan Jasa, bahwa industri manufaktur untuk prediksi going concern
140
mempunyai nilai sebsesar 85.7% lebih besar 6.2% dari perusahaan industri
jasa sebesar 79.5%. Kemungkinan status going concern atau opini going
concern lebih besar diterima oleh perusahaan Manufaktur daripada Jasa.
B. Implikasi
Implikasi pada penelitian ini didasarkan dari kesimpulan bahwa debt
default, rasio solvabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern sedangkan untuk industri jasa yaitu debt default, opinion shopping
dan rasio solvabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern implikasinya adalah sebagai berikut:
1. Praktisi
Dapat disimpulkan bahwa debt default dan rasio solvabilitas
menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini going
concern pada industri manufaktur dan jasa. Seorang auditor juga akan
mempertimbangkan analisis tersebut sebelum memberikan opini going
concern pada suatu perusahaan. Akan tetapi dalam mengeluarkan opini
going concern seorang auditor juga harus memperhatikan faktor-faktor
lain, seperti kondisi perekonomian yang berkembang. Auditor harus
konservatif dalam memutuskan opini going concern agar tidak terjadi
kesalahan yang berakibat fatal bagi para pengguna, seperti pengguna dapat
mengalami kerugian karena salah dalam mengambil keputusan.
Selain itu, perusahaan diharapkan lebih memperhatikan akan
pentinganya menjaga tingkat solvabilitas dalam kegiatan operasionalnya
untuk memprediksi kelangsungan usaha suatu perusahaan. Rasio keuangan
141
yang memiliki pengaruh signifikan dalam menentukan kondisi kesehatan
perusahaan berasal dari rasio solvabilitas yang menjelaskan kemampuan
perusahaan manufaktur maupun jasa dalam menghasilkan laba, memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dan mengukur tingkat sejauh
mana aktiva perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang. Sehingga
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan-perusahaan
untuk melihat kelangsungan hidup perusahaan-perusahaan tersebut.
Selain itu hal yang menjadi poin yang tidak boleh diabaikan oleh
sebuah perusahaan jika ingin mendapatkan penilain baik oleh auditor yaitu
status default perusahaan, karena efek yang timbul dari pemberian opini
going concern tersebut menjadikan hilangnya kepercayaan dari publik
akan keberlanjutan usahanya auditee, termasuk investor, kreditor dan
konsumen sehingga akan merugikan perusahaan itu sendiri. Selain itu
dilain hal jika sebuah perusahaan mendapatkan status default itu akan
menjadi hambatan besar karena perusahaan tersebut akan lebih sulit lagi
bangkit dari keterpurukan, karena bila sudah mendapatkan status default
tersebut investor akan berfikir dua kali untuk memberikan modalnya
karena mereka tahu bahwa mereka akan sulit mendaptakan keuntungan
seperti yang mereka harapkan dari modal mereka nantinya, dampak ini
akan berpengaruh terahadap kelangsungan usaha perusahaan yang
berstatus default. Serta informasi-informasi tersebut di atas akan menjadi
tolak ukur bagi kreditor untuk mengambil keputusan siapa yang akan
142
diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk memonitor dalam
memberi pinjaman terhadap debitor.
Pada industri jasa variabel yang berpengaruh terhadap penerimaan
opini going concern suatu perusahaan yaitu, debt default, opinion
shopping serta rasio solvabilitas. Impilkasi untuk debt default dan rasio
solvabilitas sama dengan yang diterapkan pada industri manufaktur diatas.
Sedangkan untuk opinion shopping, pada industri jasa di Indonesia bahwa
kemungkinan opinion shopping itu bisa dilakukan dengan hasil empiris
nilai signifikansinya 0.016 lebih kecil dari 0.05. Bahwa sebuah perusahaan
akan melakukan pergantian auditor ketika kemungkinan status going
concern akan didapat oleh perusahaan yang di audit oleh auditor eksternal
dan mengancam akan mengganti auditor tersebut ketika status going
concern akan diberikan kepada perusahaan yang di audit. Ketika terjadi
praktik opinion shopping maka seoarang auditor harus independen dalam
memberikan opini auditnya, opinion shopping akan memberi dampak
buruk terhadap investor, kreditor maupun pemerintah karena prektek
opinion shopping akan dinilai buruk bagi para pengguna laporan
keuangan. Bagi regulator pasar modal, yakni memberikan kontribusi
praktis pada pihak BAPEPAM mengenai perhatiannya terhadap
kemungkinan terjadinya praktik opinion shopping di Indonesia
Selain itu Investor sebagai pemilik modal dapat mengetahui sinyal
going concern perusahaan sehingga dapat mengambil keputusan yang
143
tepat atas risiko investasinya dan menentukan pilihan atas investasi pada
perusahaan manufaktur maupun jasa, untuk yang akan datang.
2. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide untuk pengembangan
penelitian selanjutnya. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan
penambahan beberapa variabel independen lainnya sebagai pengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern ataupun dengan perluasan
wilayah industri penelitian dan menambahkan jumlah sampel penelitian.
Perluasan wilayah industri penelitian serta menambah jumlah sampel
penelitian mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik dalam
memprediksi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern.
3. Pembaca
Pembaca menambah wawasan tentang informasi dan masukan-
masukan pada masyarakat umum dan khususnya para pemakai laporan
keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan publik tentang beberapa faktor
yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern serta bagi
pihak-pihak yang berkepentingan seperti investor, kreditor, dan
pemerintah.
144
C. Keterbatasan Penelitian dan Saran
Keterbatasan penelitian ini adalah:
1. Variabel yang digunakan untuk memprediksi tingkat going concern
perusahaan hanya rasio keuangan dan non keungan (audit delay,
opinion shopping dan debt default)
2. Proksi going concernnya hanya di proksikan terhadap rasio keuangan
yaitu rasio likuiditas, profitabilitas dan solvabilitas saja.
3. Tahun pengamatan hanya berkisar 3 tahun.
Saran bagi peneliti selanjutnya:
1. Bagi peneliti selanjutnya untuk memprediksi tingkat going concern
atau pemberian opini going concern pada perusahaan dapat
menambah variabel lain untuk menentukan kemungkinan penerimaan
opini going concern, supaya bisa diketahui selain variabel yang diteliti
oleh penulis sekarang, masih adakah variabel yang lebih bisa
mempengaruhi auditor dalam pemberian opini going concen misalnya
seperti strategic action perusahaan untuk memperoleh hsail yang lebih
baik.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan memproksikan going concern
terhadap arus kas supaya lebih mengetahui tentang aliran dana kas
perushaan mengalir.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan menambah tahun pengamatan
minimal lebih dari 3 tahun supaya mengethaui gejala-gejala yang
memepengaruhi pemberian opini going concern sehingga dapat
145
melihat kecenderungan trend penerbitan opini audit going concern
oleh auditor dalam jangka panjang dan dapat membedakan antara
periode krisis ekonomi moneter dengan kondisi ekonomi normal.
146
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno, “Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik”,
Edisi Ketiga, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2004.
Altman, E dan McGough, T. 1974. “Evaluation of A Company as A Going
Concern”. Journal of Accountancy. December. 50-57.
Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S.Beasley, “Auditing dan Pelayanan
Verifikasi Pendekatan Terpadu”, Jakarta: PT Indeks, 2010.
Arga, dan Wedari 2006. “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
Kecenderungan Penerimaan Opini audit going concern”
Bastian, Indra, Suharjo. 2006. Akuntansi Perbankan, Edisi Pertama, Salemba
Empat, Jakarta.
Belkaoui, Ahmed Riahi. 2007. Teori Akuntansi. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Buku Pegangan 2009. “Penyelenggaraan dan Pembangunan Daerah, dan future
water geogrhapy”
Carcello, Joseph V., Hermanson, Roger H. McGrath, Neal T. 2000. “Audit
Quality Attributes: The Perception of Audit Partners, Prepares &
Financial Statement Users”. Auditing: A Journal of Practice and Theory.
1-15.
Chen, K. C., Church, B. K. 1992. “Default on Debt Obligations and the Issuance
of Going- Concern Report”. Auditing: Journal Practice and Theory Fall.
pp 30-49.
Eko, Indira, Faisal, 2007. ”Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan
Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan
Terhadap Opini Audit Going Concern”, Simposium Nasional Akuntansi
IX, Padang.
Geiger, M, and K Raghunandan. 2002. “Going Concern Opinions in the “New”
Legal Environment”. Accounting Horizons. Vol No 1. pp 17-26
Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Edisi
Ketiga, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2008.
Halim, Abdul, “Auditing I (Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan)”, Edisi
Ketiga, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2008.
147
Hamid, Abdul “Pedoman Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.
Hani, Cleary dan Mukhlasin. 2003. “Going Concern dan Opini Audit: Suatu studi
pada Perusahaan Perbankan di BEJ”. Simposium Nasional
Akuntansi.Surabaya.
Harahap, Sofyan Syafri, “Auditing Kontemporer”, Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga,
1994.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, “Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen”, Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta, 2002.
Januarti Indira dan Ella Fitrianasari. 2008 ” Analisis Rasio Keuangan dan rasio
Non Keuangan yang Mempengaruhi Auditor Dalam Memberikan Opini
Audit Going Concern pada Auditee (Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang terdaftar di BEJ 2000 – 2005), Jurnal MAKSI,Vol 8 no.
1 , pp 43-58
Ikatan Akuntan Publik Indonesia, 2011. Stándar Profesional Akuntan Publik.
Salemba Empat. Jakarta.
Joanna, L. Ho. 1994. “The Effect of Experience on Consensus of Going-Concern
Judgments”. Behavioral Research in Accounting Vol 6. pp 160-172.
Kell, Boynton, Willey dan Johnson. Modern Auditing. Sony and Wiley Inc. 2006.
Koh Hian Chye dan Tan Sen Suan. 1999. “A Neural Network Approach to The
Prediction of Going Concern Status”. www.google.com.
Komalasari, Agrianti. 2005. ”Analisis Pengaruh Kualitas Auditor dan Proxi
Going Concern Terhadap Opini Auditor”. Jurnal Skripsi.
Koran Anak Indonesia Network Information Education Network, dan sejarah
kebangkrutan perusahaan dunia 2011.
Kosasih, Ahmad 2010. “Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay”
judul Skripsi.
Krishnan, Jayanthi, Heibatollah Sami, Yinqi Zhang, “Does the Provision of
Nonaudit Service Affect Investor Perceptions of Auditor Independence”,
Auditing: A Journal of Practice and Theory, Vol.24 No.2, November
2005, pp.111-135.
148
LaSalle, Randal E., dan Anandarajan, asokan. 1996. “Auditor View on the Type of
Audit Report Issued to Entities with Going Concern Uncertainties”
Accounting Horizons, Vol 10. Juni. pp 51-72.
Lastanti, Sri Hexana, “Tinjauan Terhadap Kompetensi dan Independensi Akuntan
Publik: Refleksi Atas Skandal Keuangan”, Media Riset Akuntansi,
Auditing, dan Informasi, Vol. 5 No.1, hal 85-97.
Lindberg, L. Deborah & Frand D. Beck, “CPAs’ Perceptions of Auditor
Independence: An Analysis of Views Before and After the Collapse of
Enron”, Available March, 23,2010 from the world wide web:
http://aaahq.org/audit/midyear/03midyear/papers/AuditorIndep-paper1-
AuditingSection.isu.pdf
Lennox, C., 2000. “Do Companies Successfully Engage in Opinion Shopping:
Evidence from The UK?” Journal of Accounting and Economics 29. pp
321-37.www.google.com.
Masitoh, Wahidah 2010. “Pertimbangan Going Concern Perusahaan Dalam
Pemeberian Opini Audit”. Judul Skripsi
McKeown, J.C., J.F. Mutchler, dan W Hopwood. 1991. “Toward An Explanation
of Auditor Failure to Modify The Audit Reports of Bankrupt Companies”.
auditing : A Journal of Practice & Theory, Supplement. pp 1-13.
Mulyadi dan Kannaka Purwadiredja, “Auditing”, Edisi Keenam, Jakarta: Salemba
Empat, 1998 dan 2010.
Mulyani, SRI 2010. “Analisis Pengaruh Rasio Likuidtas, solvabilitas,
profitabilitas perusahaan Terhadap penerimaan Opini Going Concern”.
Judul skripsi
Mirna, Indira, 2007. “Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default Dan
Opinion Shopping Tehadap Penerimaan Opini Going Concern”.
Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar.
Mutchler, J.F. 1984. “Auditor’s Perceptions of Going Concern Opinion
Decision”. Auditing: A Journal of Practice & Theory. Spring. pp 17-30.
Petronela, Thio. 2004. “Pertimbangan Going Concern Perusahaan Dalam
Pemberian Opini Audit”. Jurnal Balance. 47-55.
Rahayu, Puji. 2007. “Assessing Going Concern Opinion: A Study Based On
Financial And Non-Financial Informations”. Simposium Nasional
Akuntansi X, Makasar.
149
Singh, Narwinder. 2008. “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas Dan Solvabilitas
Terhadap Opini Audit Going Concern”. Jurnal Skipsi.
Sundgren, Stefan and Sventrom, toblas, auditor in charge characteristic going
concern reporting behavior: does number of assignment age and client fee
dependedadce Matter (November, 30, 2010).
Trihendradi, Cornelius. “Kupas Tuntas Analisis Regresi”. Yogyakarta : ANDI,
2007.
Venuti, Elizabeth K. 2007. The Going Concern Assumption Revisited: Assessing a
Company’s Future Viability. The CPA Journal Online.
Undang-undang No. 8 tahun 2011 peraturan BAPEPAM Nomor K.X.2
Wasserman J. Netter dan W. Kutnel M, 2005. Applied linier statistical models
Widjaja Amin Tunggal, 2009, Akuntansi Manajemen, Harvindo, Jakarta
151
No MANUFAKTUR KODE
JENIS
PERUSAHAAN
1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG Manufaktur
2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU Manufaktur
3 Pan Brothers Tbk PBRX Manufaktur
4 Indo Acitama Tbk SRSN Manufaktur
5 Delta Djakarta Tbk DLTA Manufaktur
6 Indospring Tbk INDS Manufaktur
7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR Manufaktur
8 Multi Prima Sejahter LPIN Manufaktur
9 Astra Auto Tbk AUTO Manufaktur
10 Berlina Tbk BRNA Manufaktur
11 Multiprima Sejahetera BRAM Manufaktur
12 Beton jaya Manunggal BTON Manufaktur
13 Asia Plast Industries Tbk APLI Manufaktur
14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA Manufaktur
15 Darya Varia Laoratoria DVLA Manufaktur
16
Bantoel International Investama
Tbk RMBA Manufaktur
17 HM Sampoerna Tbk HMSP Manufaktur
18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA Manufaktur
19 Kalbe Farma Tbk KLBF Manufaktur
20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF Manufaktur
21 Mustika Ratu Tbk MRAT Manufaktur
22 Gajah Tunggal Tbk GJTL Manufaktur
23 Unilever Indonesia Tbk UNVR Manufaktur
24 Astra International Tbk ASII Manufaktur
25 Holcim Indonesia Tbk SMCB Manufaktur
26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST Manufaktur
27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR Manufaktur
28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO Manufaktur
29 Suparma Tbk SPMA Manufaktur
30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA Manufaktur
152
No SERVICE KODE
JENIS
PERUSAHAAN
1 Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. APOL Jasa
2 Berlian Laju Tanker Tbk. BLTA Jasa
3 Centris Multi Persada Pratama Tbk. CMPP Jasa
4 Indonesia Air Transport Tbk. IATA Jasa
5 Mitra Rajasa Tbk. MIRA Jasa
6 Panorama Transportasi Tbk. WEHA Jasa
7 Pelayaran Tempuran Emas Tbk. TMAS Jasa
8 Humpus intermoda transportasi Tbk. HITS Jasa
9 Samudera Indonesia Tbk. SMDR Jasa
10 Steady Safe Tbk. SAFE Jasa
11 Mahaka Media tbk ABBA Jasa
12 Grahamas Citra tbk. GMCW Jasa
13 Hotel Mandarine Property tbk. HOME Jasa
14 Island concept indonesia ICON Jasa
15 Indonesia Paradisea Property INPP Jasa
16 Jasundtiga perkasa Tbk JTPE Jasa
17 Bayu Banada Tbk BAYU Jasa
18 Limas centrik Indonesia Tbk LMAS Jasa
19 Panorama Transportasi Tbk PNRW Jasa
20 Tempo Inti Media tbk TMPO Jasa
21 Bakrie Telecom Tbk. BTEL Jasa
22 Excelcomindo Pratama Tbk. EXCL Jasa
23 Indosat Tbk. ISAT Jasa
24 Mobile-8 Telecom Tbk. FREN Jasa
25 Telekomunikasi Indonesia Tbk. TLKM Jasa
26 Alam Sutera Realty Tbk. ASRI Jasa
27 Bakrieland Development Tbk. ELTY Jasa
28 Duta Pertiwi Nusantara Tbk. DPNS Jasa
29 Pakuwon Jati Tbk. PWON Jasa
30 Lippo Karawaci Tbk LPKR Jasa
154
EMITEN AMFG AKKU PBRX SRSN DLTA INDS IGAR
2008
C urrent
Asset
1,103,041,000,0
00
11,563,141,6
45
711,367,252,5
90
217,870,720,0
00
544,236,903,0
00
683,009,276,4
20
243,193,598,4
55
Current
Liabilities
319,553,000,00
0
15,791,451,6
77
700,481,580,2
65
158,942,427,0
00
143,621,406,0
00
635,364,486,6
92
59,713,763,90
5
CR
3.45
0.73
1.02
1.37
3.79
1.07
4.07
2009
Current
Asset
786,499,000,00
0
2,143,505,39
4
597,166,868,0
66
250,868,540,0
00
612,986,583,0
00
413,211,442,5
40
265,702,233,1
76
Current
Liabilities
235,167,000,00
0
12,279,088,1
15
593,572,940,3
96
146,995,965,0
00
130,322,253,0
00
324,809,651,5
26
46,730,617,13
9
CR
3.34
0.17
1.01
1.71
4.70
1.27
5.69
2010
Current
Asset
1,283,712,000,0
00
2,092,717,31
9
672,135,854,3
52
248,342,537,0
00
565,953,705,0
00
530,487,069,1
55
308,787,313,2
69
Current
Liabilities
325,854,000,00
0
13,548,854,1
53
547,887,829,3
63
102,457,250,0
00
89,396,759,00
0
412,295,791,7
65
43,850,552,86
7
CR
3.94
0.15
1.23
2.42
6.33
1.29
7.04
155
EMITEN LPIN AUTO BRNA BRAM BTON APLI AISA
2008
Current
Asset
126,689,457,8
09
1,862,813,000,0
00
222,590,916,5
04
978,226,294,0
00
60,423,769,9
11
80,333,007,84
8
434,645,160,4
29
Current
Liabilities
97,360,910,07
8
873,185,000,00
0
187,579,972,9
97
446,467,601,0
00
13,982,135,2
45
119,086,244,4
92
370,658,878,0
09
CR
1.30
2.13
1.19
2.19
4.32
0.67
1.17
2009
Current
Asset
95,004,281,41
6
2,131,336,000,0
00
283,629,394,4
67
656,111,235,0
00
35,082,190,0
55
114,635,487,7
13
318,412,213,2
27
Current
Liabilities
41,850,603,26
3
980,428,000,00
0
95,401,908,38
6
34,891,114,00
0
3,707,865,74
8
81,752,634,83
4
364,578,544,8
95
CR
2.27
2.17
2.97
18.80
9.46
1.40
0.87
2010
Current
Asset
101,174,738,3
61
2,199,725,000,0
00
294,286,284,5
63
725,929,796,0
00
53,401,699,7
35
158,158,218,4
58
666,008,990,6
71
Current
Liabilities
40,203,320,0
1,251,731,000,
221,002,430,7 103,162,484,
14,845,255,8
84,930,157,69
518,294,102,6
CR
2.52
1.76
1.33
7.04
3.60
1.86
1.29
156
EMITE
N DVLA RMBA HMSP MASA KLBF KAEF MRAT
2008
Current
Asset
605,397,323,
000
3,053,065,247,
805
11,037,287,000,
000
615,608,000,
000
4,168,054,836,
528
950,617,883,67
0
274,498,609,
528
Current
Liabilitie
s
198,476,205,
000
1,231,918,706,
229
7,642,207,000,0
00
688,819,000,
000
1,250,371,830,
955
449,854,948,18
9
43,498,272,7
28
CR
3.05
2.48
1.44
0.89
3.33
2.11
6.31
2009
current
Asset
457,417,280,
000
2,791,034,406,
507
12,688,643,000,
000
735,307,000,
000
4,701,892,518,
076
1,020,884,466,
060
279,386,667,
539
Current
Liabilitie
s
110,647,028,
000
1,049,582,137,
852
6,747,030,000,0
00
855,759,000,
000
1,574,137,415,
862
510,854,102,15
7
38,918,132,7
45
CR
4.13
2.66
1.88
0.86
2.99
2.00
7.18
2010
current
Asset
650,140,509,
3,053,134,000,
15,768,558,000,
665,438,000,
5,037,269,819,
1,139,548,849,
290,761,466
Current
Liabilitie
174,921,950, 1,221,291,000,
9,778,942,000,00 992,648,000,
1,146,489,093,6
469,822,675,254
38,190,598,44
CR
3.72
2.50
1.61
0.67
4.39
2.43
7.61
157
EMITEN GJTL UNVR ASII SMCB TRST SMGR TOTO
2008
current
Asset 3,057,108 3,103,295, 35,531 2,097,090
723,785,231,853 7,083,421,705 617,383,989,218
Current
Liabilitie
s 2,071,221 3,091,111 26,883 1,269,636
714,076,209,075 2,090,588,965 441,307,612,093
CR 148
1.00
1.32
1.65
3.39
1.40
2009
current
Asset 3,375,286 3,598,793 36,595 1,476,338
565,405,366,025 8,207,041,215 611,487,992,408
Current
Liabilitie
s 1,333,179 3,454,869 26,735 1,162,542
508,852,909,497 2,294,842,315 296,388,256,618
CR
2.53
1.04
1.37
1.27
1.11
3.58
2.06
2010
current
Asset 4,489,184 1,574,060 46,843 2,253,237
721,342,396,512 7,343,604,756 716,491,254,741
Current
Liabilities 2,549,406 4,402,940 37,124 1,355,830 583,992,020, 2,517,518,619 341,607,956,902
CR
1.76
0.36
1.26
1.66
1.24
2.92
2.10
158
EMITEN SPMA ARNA
2008
current Asset
405,862,243,100
199,226,249,209
Current
Liabilities
136,022,509,928
263,277,984,666
CR
2.98
0.76
2009
current Asset
348,790,095,906
205,032,731,501
Current
Liabilities
251,560,663,423
258,756,099,264
CR
1.39
0.79
2010
current Asset
352,091,251,672
298,437,190,595
Current
Liabilities
90,034,509,677
307,160,677,781
CR
3.91
0.97
159
EMITEN AMFG AKKU PBRX SRSN DLTA INDS IGAR
2008
Laba
Bersih
228,268,000,00
0
(8,121,292,90
2)
(41,258,450,8
42)
6,796,587,000
83,754,358,00
0
31,827,215,35
3
7,348,483,975
Total Asset
1,993,033,000,0
00
42,858,281,9
32
952,742,296,1
02
392,937,045,0
00
698,296,738,0
00
918,227,729,8
73
305,782,633,6
58
ROA 0.114532976 -0.189491798 -0.043304943 0.017296885 0.119940927 0.034661571 0.024031724
2009
Laba
Bersih
67,293,000,000
(5,664,063,92
7)
33,281,610,50
8
25,380,247,00
0
126,504,062,0
00
58,765,937,25
5
24,740,866,56
6
Total Asset
1,972,397,000,0
00
32,495,688,9
28
819,565,245,3
20
413,776,708,0
00
760,425,630,0
00
621,140,423,1
09
317,808,701,4
51
ROA 0.034117371 -0.174302011 0.04060886 0.061338027 0.166359545 0.094609745 0.077848298
2010
Laba
Bersih
330,973,000,00
0
(4,683,276,25
5)
35,608,448,93
8
9,830,269,000
139,566,900
71,109,354,93
2
32,151,888,04
5
Total Asset
2,372,657,000,0
00
28,379,813,0
55
887,284,106,4
49
364,004,769,0
00
708,583,733
770,609,281,6
03
347,473,064,4
55
ROA 0.139494668 -0.165021392 0.040131959 0.02700588 0.196965995 0.092276795 0.092530591
160
EMITEN LPIN AUTO BRNA BRAM BTON APLI AISA
2008
Laba
Bersih
4,763,329,650
566,025,000,00
0
19,410,295,98
5
94,775,520,00
0
20,823,061,6
34
4,821,452,181
377,867,754,55
2
Total
Asset
182,939,871,2
24
3,981,316,000,0
00
432,191,714,4
90
167,766,471,0
00
70,508,814,5
77
276,082,674,2
66
1,347,036,482,
667
ROA 0.026037679 0.142170328 0.04491131 0.564925276 0.295325652 0.017463798 0.280517833
2009
Laba
Bersih
10,210,751,52
9
768,265,000,00
0
20,260,227,89
6
189,981,692
9,388,156,67
0
30,142,714,63
3
28,686,156,655
Total
Asset
137,909,659,9
38
4,644,939,000,0
00
507,226,402,6
80
1,349,630,935
69,783,877,4
04
302,381,110,6
26
1,016,957,755,
151
ROA 0.074039422 0.165398297 0.039943165 0.140765662 0.134531886 0.099684516 0.028207815
2010
Laba
Bersih
14,122,435,30
4
1,141,179,000,0
00
34,760,866,43
4
180,688,108
83,934,401,4
72
24,659,768,96
0
75,857,173,515
Total
Asset
150,937,167,0
32
5,585,852,000,0
00
550,907,476,9
33
1,492,727,607
89,824,014,7
17
334,950,548,9
97
1,936,949,441,
138
ROA 0.093564995 0.204298109 0.063097467 0.121045599 0.934431641 0.073622118 0.039163218
161
EMITE
N DVLA RMBA HMSP MASA KLBF KAEF MRAT
2008
Laba
Bersih
708,190,984,
000
239,137,880,99
9
3,895,280,000,0
00
2,974,000,000
706,822,146,19
0
55,393,774,869
22,290,067,7
07
Total
Asset
637,660,844,
000
4,455,531,963,
727
16,133,819,000,
000
2,379,024,000,
000
5,703,832,411,8
98
1,445,669,799,
639
354,780,623,
962
ROA 1.110607607 0.053672128 0.241435707 0.001250092 0.123920567 0.038317031 0.062827748
2009
Laba
Bersih
72,272,233,0
00
25,165,110,922
5,087,339,000,0
00
17,486,000,000
929,003,740,33
8
62,506,876,510
21,016,846,7
20
Total
Asset
738,613,064,
000
4,302,659,178,
165
17,716,447,000,
000
2,536,045,000,
000
6,482,446,670,1
72
1,562,624,630,
137
365,635,717,
933
ROA 0.097848571 0.005848734 0.287153457 0.006894988 0.143310665 0.04000121 0.057480289
2010
Laba
Bersih
110,880,522,
000
218,621,000,00
0
6,421,429,000,0
00
176,082,000,00
0
1,286,330,026,0
12
138,716,044,10
0
24,418,796,9
30
Total
Asset
854,109,991,
000
4,902,597,000,
000
20,525,123,000,
000
3,038,412,000,
000
7,032,496,663,2
88
1,657,291,834,
312
386,352,442,
915
ROA 0.129819957 0.044592896 0.312857029 0.057951983 0.182912284 0.083700433 0.063203423
162
EMITE
N GJTL UNVR ASII SMCB TRST SMGR TOTO
2008
Laba
Bersih
624,788,000,00
0
2,407,231,000
,000
9,191,000,000,0
00
282,220,000,00
0
58,025,393,37
3
2,523,544,472,
000
63,286,993,78
8
Total
Asset
8,713,559,000,
000
6,504,736,000
,000
80,740,000,000,
000
8,208,985,000,
000
2,158,865,645
,281
10,602,963,724
,000
1,031,130,721
,298
ROA 0.071702963 0.370073589 0.113834531 0.034379403 0.026877723 0.238003688 0.061376305
2009
Laba
Bersih
90,533,000,000
3,044,107,000
,000
10,040,000,000,
000
895,751,000,00
0
143,882,097,6
70
3,326,487,957,
000
182,820,895,2
26
Total
Asset
8,877,146,000,
000
7,484,990,000
,000
88,938,000,000,
000
7,265,366,000,
000
1,921,660,087
,991
12,951,308,161
,000
1,010,892,409
,021
ROA 0.010198435 0.406694865 0.11288763 0.123290554 0.074873854 0.256845711 0.180850992
2010
Laba
Bersih
830,624,000,00
0
3,386,970,000
,000
14,366,000,000,
000
828,422,000,00
0
136,727,109,1
10
3,633,219,892,
000
193,797,649,3
53
Total
Asset
10,371,567,000
,000
8,701,262,000
,000
112,857,000,00
0,000
10,437,249,000
,000
2,029,558,232
,720
15,562,998,946
,000
1,091,583,115
,098
ROA 0.080086645 0.389250433 0.127293832 0.079371681 0.067367916 0.233452428 0.177538152
163
EMITEN SPMA ARNA
2008
Laba Bersih
14,302,222,798
54,290,317,115
Total Asset
1,564,901,725,746
736,091,719,029
ROA 0.009139374 0.073754827
2009
Laba Bersih
26,932,474,774
63,888,414,158
Total Asset
1,432,637,490,340
822,686,549,168
ROA 0.018799225 0.07765827
2010
Laba Bersih
29,620,834,144
79,039,853,128
Total Asset
1,490,033,771,432
873,154,085,922
ROA 0.019879304 0.090522228
164
EMITEN AMFG AKKU PBRX SRSN DLTA INDS IGAR
2008
Total
Hutang
495,792,000,00
0
16,431,504,1
99
854,088,268,0
32
199,895,764,0
00
178,528,433,0
00
809,552,771,9
48
72,771,129,41
6
Total
Asset
1,993,033,000,0
00
42,858,281,9
32
952,742,296,1
02
392,937,045,0
00
698,296,738,0
00
918,227,729,8
73
305,782,633,6
58
DAR 0.248762564 0.383391575 0.896452558 0.508722113 0.255662705 0.881647053 0.237983199
2009
Total
Hutang
529,732,000,00
0
12,984,414,6
03
687,508,460,5
03
195,354,040,0
00
170,199,397,0
00
455,574,527,9
29
60,746,004,08
1
Total
Asset
1,972,397,000,0
00
32,495,688,9
28
819,565,245,3
20
413,776,708,0
00
760,425,630,0
00
621,140,423,1
09
317,808,701,4
51
DAR 0.268572706 0.399573452 0.838869711 0.472124303 0.223821226 0.733448526 0.191140154
2010
Total
Hutang
443,085,000,00
0
13,551,814,9
84
719,716,491,2
54
135,752,357,0
00
115,224,947,0
00
543,309,031,4
91
54,228,711,54
8
Total
Asset
2,372,657,000,0
00
28,379,813,0
55
887,284,106,4
49
364,004,769,0
00
708,583,733,0
00
770,609,281,6
03
347,473,064,4
55
DAR 0.186746335 0.477516006 0.811145479 0.37294115 0.162613029 0.705038266 0.156065943
165
EMITE
N LPIN AUTO BRNA BRAM BTON APLI AISA
2008
Total
Hutang
45,095,734,26
3
1,436,161,000,0
00
327,496,703,8
34
674,741,665,00
0
15,270,565,1
24
150,600,307,4
94
918,170,132,34
1
Total
Asset
182,939,871,2
24
3,981,316,000,0
00
432,191,714,4
90
1,677,664,710,0
00
70,508,814,5
77
276,082,674,2
66
1,347,036,482,6
67
DAR 0.246505772 0.360725197 0.757757941 0.402191011 0.216576682 0.54548989 0.68162232
2009
Total
Hutang
100,336,697,0
78
1,328,347,000,0
00
252,450,006,2
49
367,643,312
5,157,471,28
1
146,756,029,2
21
625,913,213,35
6
Total
Asset
137,909,659,9
38
4,644,939,000,0
00
507,226,402,6
80
1,349,630,935
69,783,877,4
04
302,381,110,6
26
1,016,957,755,1
51
DAR 0.7275538 0.285977275 0.497706754 0.272402849 0.073906344 0.485334646 0.61547612
2010
Total
Hutang
44,000,806,05
3
1,725,025,000,0
00
349,554,003,4
22
420,171,295
16,630,315,0
57
105,490,781,4
52
1,346,881,121,1
32
Total
Asset
150,937,167,0
32
5,585,852,000,0
00
550,907,476,9
33
1,492,727,607
89,824,014,7
17
334,950,548,9
97
1,936,949,441,1
38
DAR 0.291517371 0.308820391 0.634505825 0.28147888 0.185143306 0.314944346 0.695362043
166
EMITE
N DVLA RMBA HMSP MASA KLBF KAEF MRAT
2008
Total
Hutang
129,811,549,
000
2,547,293,492,
353
7,254,831,000,0
00
1,094,227,000,
000
1,358,989,930,
592
497,905,256,83
9
51,145,982,5
37
Total
Asset
637,660,844,
000
4,455,531,963,
727
16,133,819,000,
000
2,379,024,000,
000
5,703,832,411,
898
1,445,669,799,
639
354,780,623,
962
DAR 0.203574596 0.571714784 0.449666071 0.459947861 0.238259092 0.344411467 0.144162277
2009
Total
Hutang
228,691,536,
000
2,725,331,388,
837
8,085,923,000,0
00
1,076,388,000,
000
1,691,512,395,
248
567,309,530,04
2
49,211,308,0
83
Total
Asset
738,613,064,
000
4,302,659,178,
165
17,716,447,000,
000
2,536,045,000,
000
6,482,446,670,
172
1,562,624,630,
137
365,635,717,
933
DAR 0.309622923 0.63340629 0.45640771 0.424435686 0.260937341 0.363049141 0.134591085
2010
Total
Hutang
213,507,941,
000
2,773,070,000,
000
10,310,659,000,
000
1,409,277,000,
000
1,260,361,432,
719
543,262,890,60
0
48,828,866,2
57
Total
Asset
854,109,991,
000
4,902,597,000,
000
20,525,123,000,
000
3,038,412,000,
000
7,032,496,663,
288
1,657,291,834,
312
386,352,442,
915
DAR 0.249977103 0.565632868 0.502343348 0.463820246 0.179219628 0.327801585 0.126384257
167
EMIT
EN GJTL UNVR ASII SMCB TRST SMGR TOTO
2008
Total
Hutang
7,064,134,000,
000
3,397,915,000,
000
40,163,000,000,
000
5,403,056,000,
000
1,121,478,313,
060
2,429,248,657,
000
667,940,725,0
05
Total
Asset
8,713,559,000,
6,504,736,000,
80,740,000,000,
8,208,985,000,
2,158,865,645,
281
10,602,963,72
1,031,130,721,
298
DAR 0.810705935 0.522375543 0.497436215 0.658188071 0.519475733 0.229110343 0.647775021
2009
Total
Hutang
6,206,486,000,
000
3,776,415,000,
000
40,006,000,000,
000
3,949,183,000,
000
776,931,474,5
24
2,633,214,059,
000
482,219,117,5
02
Total
Asset
8,877,146,000,
000
7,484,990,000,
000
88,938,000,000,
000
7,265,366,000,
000
1,921,660,087,
991
12,951,308,161
,000
1,010,892,409,
021
DAR 0.699153309 0.504531736 0.449818975 0.543562843 0.404302238 0.203316455 0.477023186
2010
Total
Hutang
6,844,970,000,
000
4,625,409,000,
000
54,168,000,000,
000
3,611,246,000,
000
791,576,286,9
06
3,423,246,058,
000
460,601,074,2
26
Total
Asset
10,371,567,000
,000
8,701,262,000,
000
112,857,000,000
,000
10,437,249,000
,000
2,029,558,232,
720
15,562,998,946
,000
1,091,583,115,
098
DAR 0.659974525 0.531579097 0.479970228 0.345995961 0.390023934 0.219960566 0.421956943
168
EMITEN SPMA ARNA
2008
Total Hutang
903,069,441,889
448,216,758,596
Total Asset
1,564,901,725,746
736,091,719,029
DAR 0.577077415 0.608914279
2009
Total Hutang
743,872,731,709
474,362,167,667
Total Asset
1,432,637,490,340
822,686,549,168
DAR 0.519233049 0.576601341
2010
Total Hutang
771,648,178,657
458,094,139,651
Total Asset
1,490,033,771,432
873,154,085,922
DAR 0.517872946 0.524642955
169
EMITE
N APOL BLTA CMPP IATA MIRA WEHA TMAS
2008
current
Asset
2,695,442,805,3
23
19,078,836
43,572,775,64
8
414,309,08
8
11,313,514,986,3
78
2,097,110,173
797,466,888,123
Current
Liabilitie
s
2,112,965,175,4
43
24,976,324
89,797,603,55
1
603,909,38
4
12,552,923,001,7
80
132,430,346,29
7
1,292,019,181,5
95
CR
1.28
0.76
0.49
0.69
0.90
0.02
0.62
2009
current
Asset
1,510,020,168,2
14
1,446,398,66
6
37,308,947,22
8
375,630,27
9
10,686,577,372,1
40
81,788,027,584
1,279,975,039,9
05
Current
Liabilitie
s
2,446,461,479,3
62
2,295,926,00
0
68,239,486,08
2
562,169,53
7
9,270,084,267,91
8
155,438,315,84
0
1,608,975,918,1
35
CR
0.62
0.63
0.55
0.67
1.15
0.53
0.80
2010
current
Asset
691,494,609,627
2,152,476
2,892,718,207
412,446,63
10,410,791,926,7
89,788,027,584
1,289,975,039,9
Current
Liabilitie
s
3,462,646,515,8
2,870,685
65,279,995,06
593,412,81
1,176,496,166,80
142,430,346,29
1,698,975,818,1
CR
0.20
0.75
0.04
0.70
8.85
0.63
0.76
170
EMITE
N HITS SMDR SAFE ABBA GMCW HOME ICON
2008
current
Asset
693,264,142
1,266,341,08
5
95,669,490,363
52,080,150,963
273,228
661,044,140
5,688
Current
Liabilitie
s
565,054,502
1,931,900,85
4
5,942,893,410
197,983,568,202
264,626
900,328,349
2,211
CR
1.23
0.66
16.10
0.26
1.03
0.73
2.57
2009
current
Asset
363,927,291
1,291,038,72
0
120,367,010,48
7
29,508,591,202
330,011
804,818,750
1,174,536
Current
Liabilitie
s
244,168,779
1,486,762,56
9
5,463,998,052
170,683,992,257
241,561
1,020,306,02
4
812,478
CR
1.49
0.87
22.03
0.17
1.37
0.79
1.45
2010
current
Asset
73,442,181
225,094,066
109,06,729,686
31,753,125,112
136,971
1,076,522,15
1,464,894
Current
Liabilitie
s
2,335,217
340,370,628
5,114,448,836
265,082,979,017
90,950
1,257,862,08
1,471,328
CR
31.45
0.66
21.39
0.12
1.51
0.86
1.00
171
EMITEN INPP JTPE BATU LMAS PNRW BTEL TMPW
2008
current
Asset
1,163,587
4,531,454
10,841,228,25
2
1,380,405,06
4
571,928
67,274,916,53
6 1,067,478,036,818
Current
Liabilitie
s
1,000,063
5,081,510
11,200,474,46
5
1,936,628,12
0
1,697,946
58,000,277,74
5 2,308,318,245,852
CR
1.16
0.89
0.97
0.71
0.34
1.16
0.46
2009
current
Asset
1,649,114
3,144,994
6,999,235,024
1,270,111,32
9
626,179
69,184,992,56
2 2,051,303,325,136
Current
Liabilitie
s
1,260,718
5,066,239
7,391,874,363
1,839,970,08
7
1,758,933
67,116,609,84
1 1,760,886,590,849
CR
1.31
0.62
0.95
0.69
0.36
1.03
1.16
2010
current
Asset
1,766,357
3,063,982
11,098,725,92
1,468,999,17
680,772
92,795,096,03 1,759,605,829,930
Current
Liabilitie
s
1,398,756
5,394,910
43,227,605,58
1,865,272,07
1,940,365
67,993,920,85 1,436,140,216,095
CR
1.26
0.57
0.26
0.79
0.35
1.36
1.23
172
EMITEN EXCL ISAT FREN TLKM ASRI ELTY DPNS
2008
Current
Asset
18,407,237
10,675,24
5
1,086,188,504,297
26,998,15
1
72,449,320,925
71,955,954,669
88,417,353,094
Current
Liabilities
3,200,815
961,773
539,174,074,589
14,622,31
0
7,371,930,043
30,387,201,550
19,385,580,048
CR
5.75
11.10
2.01
1.85
9.83
2.37
4.56
2009
Current
Asset
12,568,088
13,068,12
2
1,269,210,600,218
26,717,41
4
687,679,525
85,231,201,587
86,911,552,652
Current
Liabilities
2,007,289
7,139,627
707,993,644,726
16,186,02
4
611,235,541
138,459,000,00
0
6,365,045,320
CR
6.26
1.83
1.79
1.65
1.13
0.62
13.65
2010
Current
Asset
4,563,033
11,946,85
3
2,075,185,359,585
20,472,89
8
322,432,994,51
5
318,588,557,86
3
87,561,552,543
Current
Liabilities
2,228,017
6,158,854
11,466,530,789,82
0
18,730,62
7
97,023,583,000
238,226,382,76
2
6,213,045,350
CR
2.05
1.94
0.18
1.09
3.32
1.34
14.09
173
EMITEN PWON LPKR
2008
Current Asset
372,466,655,000
193,980,608,178
Current
Liabilities
410,547,555,000
208,215,983,874
CR
0.91
0.93
2009
current Asset
329,936,637,000
197,543,333,175
Current
Liabilities
348,467,649,000
139,372,907,832
CR
0.95
1.42
2010
current Asset
524,376,493,000
269,536,413,368
Current
Liabilities
501,458,461,000
194,951,414,425
CR
1.05
1.38
174
EMITE
N APOL BLTA CMPP IATA MIRA WEHA TMAS
2008
Laba
Bersih 9,915,582,088 218,364
9,406,462,77
1 59,779,946 464,953,120,286 4,691,422,869 155,190,663,887
Total
Asset
7,294,275,941,2
53 2,295,926
68,239,486,0
82 603,909,384
12,552,923,001,7
80
132,430,346,2
97
1,292,019,181,59
5
ROA 0.001359365
0.0951093
37 0.137844865
0.09898827
1 0.037039431 0.035425588 0.12011483
2009
Laba
Bersih
670,605,382,76
1 2,497,922
10,516,540,3
71 34,773,624
2,726,713,715,63
5 5,025,813,432 178,950,102,688
Total
Asset
6,771,972,501,1
19 2,858,760
89,797,603,5
51 562,169,537
9,270,084,267,91
8
155,438,315,8
40
1,608,975,918,13
5
ROA 0.099026596
0.8737781
42 0.11711382
0.06185611
6 0.294141201 0.03233317 0.111219876
2010
175
Laba
Bersih 1,636,279,648,3 150,127 228,010,534 39,623,330 2,110,421,238,20 4,691,422,896 114,457,408,508
Total
Asset 6,771,972,501,1 2,870,685 65,279,995,0 593,412,811 7,903,772,141,2 132,430,346,2 1,287,714,020,3
ROA 0.241625265 0.0522965 0.003492809 0.06677194 0.267014433 0.035425588 0.088884183
EMITE
N INPP JTPE BAYU LMAS PNRW TMPO BTEL
2008
Laba
Bersih
96,705
10,497
1,975,748,44
8
303,348,599
416,603
6,802,363,534
136,812,627,065
Total
Asset
2,127,692
9,741,369
95,558,557,6
3,760,969,3
3,004,059
96,595,630,27
8,545,972,606,09
ROA 0.04545065 0.0010775 0.020675788 0.08065702 0.13868003 0.070421027 0.016009018
2009
Laba
Bersih
171,808
300,035
968,489,341
163,986,260
334,763
256,367,897
98,442,112,191
Total
176
Asset 2,830,288 10,560,144 97,913,906,6
22
3,379,394,2
33
3,209,210 101,754,270,5
77
11,425,606,502,3
71
ROA 0.06070336
0.0284120
1 0.009891234
0.04852534
2 0.10431321 0.00251948 0.00861592
2010
Laba
Bersih
221,909
5,800,640
1,975,748,44
8
201,071,471
354,752
6,799,132,660
9,975,729,110
Total
Asset
3,125,368
11,420,600
110,799,166,
77
3,670,503,6
83
3,485,982
104,623,137,4
0
12,352,891,387,5
78
ROA 0.07100251
0.5079102
6 0.017831799
0.05478034
9 0.10176529 0.064986893 0.000807562
177
EMITEN PWON LPKR
2008
Laba Bersih
9,469,397,000
370,872,333,757
Total Asset
3,562,501,143,000
11,787,777,210,609
ROA 0.002658075 0.031462449
2009
Laba Bersih
146,622,125,000
388,053,495,627
Total Asset
3,476,869,704,000
12,127,644,010,796
ROA 0.042170728 0.031997435
2010
Laba Bersih
273,560,528
52,534,578,601
Total Asset
3,937,325,624
16,155,384,919,926
ROA 0.069478767 0.003251831
178
EMITEN APOL BLTA CMPP IATA MIRA WEHA TMAS
2008
Total
Hutang
5,998,366,694,819
1,742,099
42,342,632,208 414,309,088
11,313,514,986,378 62,708,129,346 797,466,888,123
Total
Asset
7,294,275,941,253
2,295,926
68,239,486,082 603,909,384
12,552,923,001,780 132,430,346,297 1,292,019,181,595
DAR 0.822338878 0.758778375 0.620500456 0.686045124 0.901265385 0.473517824 0.61722527
2009
Total
Hutang
5,686,607,429,869
1,879,630
53,384,209,306 375,630,279
10,686,577,372,140 81,788,027,584 1,279,975,039,905
Total
Asset
6,771,972,501,119
2,858,760
89,797,603,551 562,169,537
9,270,084,267,918 155,438,315,840 1,608,975,918,135
DAR 0.839726893 0.657498356 0.59449481 0.668179711 1.152802614 0.526176748 0.795521565
2010
Total
Hutang
4,624,192,140,147
2,499,240
39,155,130,657 412,446,633
11,605,522,225,716 62,708,129,346 1,068,369,399,671
Total
Asset
6,771,972,501,119
2,870,685
65,279,995,065 593,412,811
7,903,772,141,202 132,430,346,297 1,287,714,020,323
179
DAR 0.682842723 0.870607538 0.599802905 0.695041673 1.468352328 0.473517824 0.829663561
MITEN INPP JTPE BATU LMAS PNRW TMPO BTEL
2008
Total
Hutang 1,372,809 6,633,768 19,956,802,142 2,633,391,378 676,571 92,660,283,783 3,463,920,842,893
Total
Asset 2,127,692 9,741,369 95,558,557,641 3,760,969,316 3,004,059 96,595,630,270 8,545,972,606,092
DAR 0.645210397 0.680989294 0.208843694 0.700189541 0.225218945 0.959259581 0.405327866
2009
Total
Hutang 1,903,597 7,093,046 21,343,661,780 3,379,394,233 736,592 97,592,979,250 6,388,675,640,467
Total
Asset 2,830,288 10,560,144 97,913,906,622 822,166,259,759 3,209,210 101,754,270,577 11,425,606,502,371
DAR 0.67258067 0.671680803 0.217983967 0.004110354 0.2295244 0.959104504 0.55915418
2010
Total
Hutang 1,976,768 4,279,142 32,235,061,663 3,670,503,683 805,546 107,294,777,099 7,158,061,068,779
Total 3,125,368 11,420,600 110,799,166,772 733,830,756,174 3,485,982 104,623,137,401 12,352,891,387,578
180
Asset
AR 0.632491278 0.374686269 0.290932347 0.00500184 0.231081514 1.02553584 0.579464422
EMITEN EXCL ISAT FREN TLKM ASRI ELTY DPNS
2008
Total
Hutang
24,085,068
33,994,764
4,034,616,355,857
56,942,179
1,294,145,712,916 3,133,653,335,382
33,937,781,103
Total
Asset
28,392,965
51,693,323
4,761,934,587,511
91,256,250
3,056,536,740,640 8,334,991,485,092
142,627,256,412
DAR 0.654281157 0.657623887 0.847264128 0.623981141 0.423402636 0.375963592 0.237947374
2009
Total
Hutang
18,576,982
367,532,204
3,964,402,349,080
58,569,859
1,624,836,939,293 5,794,138,576,947
27,503,213,317
Total
Asset
27,380,095
55,041,487
4,756,934,743,736
97,559,606
3,559,964,928,251 11,592,631,487,233
142,551,475,929
DAR 0.678484936 6.677366911 0.83339431 0.600349483 0.456419367 0.499812194 0.192935311
2010
Total
Hutang
2,891,261
34,581,701
4,603,092,755,020
43,434,664
2,371,565,533,395 6,582,727,429,196
26,433,213,316
181
Total
Asset
27,251,281
52,818,187
4,483,609,881,543
99,758,447
4,587,986,472,840 17,064,195,774,257
131,551,475,728
DAR 0.106096334 0.654730936 1.026648811 0.435398358 0.5169077 0.385762536 0.200934373
EMITEN PWON LPKR
2008
Total Hutang
2,326,322,598,000
359,472,056,020
Total Asset
3,562,501,143,000
11,787,777,210,609
DAR 0.653002625 0.030495322
2009
Total Hutang
2,558,576,162,000
401,690,095,653
Total Asset
3,476,869,704,000
12,127,644,010,796
DAR 0.735884971 0.033121857
2010
Total Hutang
2,508,268,087
469,508,974,272
Total Asset
3,937,325,624
16,155,384,919,926
DAR 0.637048679 0.029062073
183
No MANUFAKTUR KODE
JENIS
PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010
1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Audit Delay 89 88 84
2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Audit Delay 82 87 87
3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR Audit Delay 77 71 81
4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR Audit Delay 73 67 80
5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR Audit Delay 79 90 82
6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR Audit Delay 87 78 81
7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR Audit Delay 64 61 80
8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR Audit Delay 89 89 69
9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR Audit Delay 51 60 55
10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Audit Delay 71 67 75
11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Audit Delay 84 78 79
12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR Audit Delay 75 64 68
13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR Audit Delay 84 77 82
14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR Audit Delay 73 99 119
15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR Audit Delay 49 48 59
16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR Audit Delay 37 81 87
17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR Audit Delay 79 83 75
18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR Audit Delay 71 88 57
19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Audit Delay 75 70 67
20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Audit Delay 89 85 84
21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Audit Delay 76 74 80
22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Audit Delay 86 76 81
23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Audit Delay 84 82 88
184
24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Audit Delay 57 55 55
25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Audit Delay 40 33 31
26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR Audit Delay 76 77 70
27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR Audit Delay 71 76 67
28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR Audit Delay 79 81 87
29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR Audit Delay 33 89 76
30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR Audit Delay 58 67 70
No MANUFAKTUR KODE
JENIS
PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010
1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Opinionshopping 0 0 1
2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0
3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR Opinion shopping 0 0 1
4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 0
5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0
6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR Opinion shopping 0 0 0
7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 1
8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR Opinion shopping 0 0 1
9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR Opinion shopping 0 0 1
10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0
11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1
12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1
13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0
14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 0 1
15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 1
16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1
185
17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 1
18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 1
19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1
20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1
21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0
22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1
23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Opinion shopping 0 1 0
24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Opinion shopping 1 0 1
25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Opinion shopping 1 0 1
26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 1
27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR Opinion shopping 1 0 1
28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0
29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 1 0
30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR Opinion shopping 1 0 1
No MANUFAKTUR KODE
JENIS
PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010
1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1
2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Debt Default 0 0 0
3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1
4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1
5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1
6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1
7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR Debt Default 0 0 1
8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1
9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1
186
10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Debt Default 1 0 0
11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Debt Default 1 0 1
12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR Debt Default 0 0 1
13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR Debt Default 0 0 1
14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR Debt Default 1 0 0
15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR Debt Default 1 1 1
16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR Debt Default 0 1 0
17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR Debt Default 0 1 1
18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR Debt Default 1 1 1
19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Debt Default 1 1 0
20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Debt Default 0 1 1
21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Debt Default 1 1 1
22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Debt Default 1 0 0
23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Debt Default 1 1 0
24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Debt Default 1 0 0
25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Debt Default 1 1 0
26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR Debt Default 0 1 0
27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR Debt Default 1 1 1
28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR Debt Default 1 1 0
29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR Debt Default 1 0 0
30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR Debt Default 0 0 0
No MANUFAKTUR KODE
JENIS
PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010
1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 3.45 3.34 3.94
2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 0.73 0.17 0.15
187
3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.02 1.01 1.23
4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.37 1.71 2.42
5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 3.79 4.7 6.33
6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.07 1.27 1.29
7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 4.07 5.69 7.04
8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.3 2.27 2.52
9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 2.13 2.17 1.76
10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.19 2.97 1.33
11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 2.19 18.8 7.04
12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 4.32 9.46 3.6
13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 0.67 1.4 1.86
14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.17 0.87 1.29
15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 3.05 4.13 3.72
16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 2.48 2.66 2.5
17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.44 1.88 1.61
18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 0.89 0.86 0.67
19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 3.33 2.99 4.39
20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 2.11 2 2.43
21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 6.31 7.18 7.61
22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.48 2.53 1.76
23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1 1.04 0.36
24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.32 1.37 1.26
25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.65 1.27 1.66
26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.01 1.11 1.24
27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 3.39 3.58 2.92
188
28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 1.4 2.06 2.1
29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 2.98 1.39 3.91
30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR Rasio Likuiditas 0.76 0.79 0.97
No MANUFAKTUR KODE
JENIS
PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010
1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Rasio
Profitabilitas
0.11
0.03 0.14
2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Rasio
Profitabilitas
(0.19)
(0.17) (0.17)
3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
(0.04)
0.04 0.04
4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.02
0.06 0.03
5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.12
0.17 0.20
6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.03
0.09 0.09
7
Champion Pasific Indonesia
Tbk IGAR MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.02
0.08 0.09
8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.03
0.07 0.09
9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.14
0.17 0.20
10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Rasio
Profitabilitas
0.04
0.04 0.06
11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Rasio
Profitabilitas
0.56
0.14 0.12
189
12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR
Rasio
profitabilitas 0,30 0,13 0,93
13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.02
0.10 0.07
14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.28
0.03 0.04
15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas 1, 11 0, 10 0. 13
16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.05
0.01 0.04
17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.24
0.29 0.31
18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.00
0.01 0.06
19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Rasio
Profitabilitas
0.12
0.14 0.18
20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Rasio
Profitabilitas
0.04
0.04 0.08
21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Rasio
Profitabilitas
0.06
0.06 0.06
22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Rasio
Profitabilitas
0.07
0.01 0.08
23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Rasio
Profitabilitas
0.37
0.41 0.39
24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Rasio
Profitabilitas
0.11
0.11 0.13
25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Rasio
Profitabilitas
0.03
0.12 0.08
190
26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.03
0.07 0.07
27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.24
0.26 0.23
28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.06
0.18 0.18
29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.01
0.02 0.02
30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR
Rasio
Profitabilitas
0.07
0.08 0.09
No MANUFAKTUR KODE
JENIS
PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010
1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.25
0.27 0.19
2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.38
0.40 0.48
3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.90
0.84 0.81
4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.51
0.47 0.37
5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.26
0.22 0.16
6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.88
0.73 0.71
7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.24
0.19 0.16
8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.25
0.73 0.29
191
9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.36
0.29 0.31
10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.76
0.50 0.63
11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.40
0.27 0.28
12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.22
0.07 0.19
13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.55
0.49 0.31
14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.68
0.62 0.70
15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.20
0.31 0.25
16
Bantoel International
Investama Tbk RMBA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.57
0.63 0.57
17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.45
0.46 0.50
18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.46
0.42 0.46
19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.24
0.26 0.18
20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.34
0.36 0.33
21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.14
0.13 0.13
22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.81
0.70 0.66
192
23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.52
0.50 0.53
24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.50
0.45 0.48
25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.66
0.54 0.35
26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.52
0.40 0.39
27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.23
0.20 0.22
28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.65
0.48 0.42
29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.58
0.52 0.52
30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR Rasio solvabilitas
0.61
0.58 0.52
No MANUFAKTUR KODE
JENIS
PERUSAHAAN Variabel 2008 2009 2010
1 Asahimas flat Glass Tbk AMFG MANUFAKTUR y 1 1 1
2 Alam Karya Unggul Tbk AKKU MANUFAKTUR y 1 0 0
3 Pan Brothers Tbk PBRX MANUFAKTUR y 1 1 1
4 Indo Acitama Tbk SRSN MANUFAKTUR y 1 0 1
5 Delta Djakarta Tbk DLTA MANUFAKTUR y 1 0 1
6 Indospring Tbk INDS MANUFAKTUR y 0 0 1
7 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR MANUFAKTUR y 1 0 1
8 Multi Prima Sejahter LPIN MANUFAKTUR y 0 0 1
193
9 Astra Auto Tbk AUTO MANUFAKTUR y 0 0 1
10 Berlina Tbk BRNA MANUFAKTUR y 1 0 0
11 Multiprima Sejahetera BRAM MANUFAKTUR y 1 0 1
12 Beton jaya Manunggal BTON MANUFAKTUR y 1 0 1
13 Asia Plast Industries Tbk APLI MANUFAKTUR y 0 0 1
14 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA MANUFAKTUR y 0 0 0
15 Darya Varia Laoratoria DVLA MANUFAKTUR y 1 1 1
16 Bantoel International Investama RMBA MANUFAKTUR y 0 1 0
17 HM Sampoerna Tbk HMSP MANUFAKTUR y 0 1 1
18 Multistratada Arah Sarana.Tbk MASA MANUFAKTUR y 1 1 1
19 Kalbe Farma Tbk KLBF MANUFAKTUR y 0 1 0
20 Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF MANUFAKTUR y 1 1 1
21 Mustika Ratu Tbk MRAT MANUFAKTUR y 1 1 1
22 Gajah Tunggal Tbk GJTL MANUFAKTUR y 0 0 0
23 Unilever Indonesia Tbk UNVR MANUFAKTUR y 1 1 0
24 Astra International Tbk ASII MANUFAKTUR y 0 0 0
25 Holcim Indonesia Tbk SMCB MANUFAKTUR y 1 1 0
26 Trias sentosa tunggal Tbk TRST MANUFAKTUR y 1 1 0
27 Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR MANUFAKTUR y 1 1 1
28 Surya Toto Indonesia Tbk TOTO MANUFAKTUR y 1 1 0
29 Suparma Tbk SPMA MANUFAKTUR y 0 0 0
30 Arwana Citra Mulya Tbk ARNA MANUFAKTUR y 0 0 0
195
Tervice Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
AD 90 12.00 153.00 79.3111 25.79158
OS 90 0 1 .46 .501
DD 90 0 1 .52 .502
RL 90 .02 31.45 2.6896 5.21391
RP 90 .00 1.08 .1233 .18656
RS 90 .00 6.68 .6934 .74731
GC 90 0 1 .43 .498
Valid N (listwise) 90
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 90 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 90 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 90 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Non Going Concern 0
Going Concern 1
Block 0: Beginning Block
Iteration History
a,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 123.162 -.267
2 123.162 -.268
3 123.162 -.268
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 123.162
c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.
196
Classification Tablea
Observed
Predicted
GC
Percentage
Correct
Non Going
Concern Going Concern
Step 1 GC Non Going Concern 38 13 74.5
Going Concern 10 29 74.4
Overall Percentage 74.4
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -.268 .213 1.590 1 .207 .765
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables AD .187 1 .665
OS 19.105 1 .000
DD 33.708 1 .000
RL 5.602 1 .018
RP 2.718 1 .099
RS 3.737 1 .053
Overall Statistics 42.802 6 .000
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant AD OS DD RL RP RS
Step 1 1 76.216 -1.851 -.001 1.045 1.982 -.027 .576 .273
2 70.143 -2.472 -.005 1.414 2.549 -.082 .923 .858
3 67.301 -2.616 -.014 1.497 2.778 -.178 .988 2.152
4 66.919 -2.707 -.018 1.573 2.924 -.236 1.145 2.729
5 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.950 -.249 1.177 2.804
6 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805
7 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
197
Iteration Historya,b,c,d
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant AD OS DD RL RP RS
Step 1 1 76.216 -1.851 -.001 1.045 1.982 -.027 .576 .273
2 70.143 -2.472 -.005 1.414 2.549 -.082 .923 .858
3 67.301 -2.616 -.014 1.497 2.778 -.178 .988 2.152
4 66.919 -2.707 -.018 1.573 2.924 -.236 1.145 2.729
5 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.950 -.249 1.177 2.804
6 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805
7 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 123.162
d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 56.252 6 .000
Block 56.252 6 .000
Model 56.252 6 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 66.910a .465 .623
a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 2.637 8 .955
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
GC = Non Going Concern GC = Going Concern
Total Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 9 8.941 0 .059 9
2 9 8.697 0 .303 9
3 8 8.306 1 .694 9
4 8 7.687 1 1.313 9
5 5 6.472 4 2.528 9
6 5 4.890 4 4.110 9
7 4 3.085 5 5.915 9
8 2 1.662 7 7.338 9
9 1 .938 8 8.062 9
10 0 .321 9 8.679 9
198
Classification Tablea
Observed
Predicted
GC
Percentage Correct
Non Going Concern Going Concern
Step 1 GC Non Going Concern 43 8 84.3
Going Concern 8 31 79.5
Overall Percentage 82.2
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1
a
AD -.018 .014 1.573 1 .210 .982 .955 1.010
OS 1.587 .656 5.854 1 .016 4.890 1.352 17.690
DD 2.951 .681 18.789 1 .000 19.123 5.036 72.616
RL -.249 .168 2.210 1 .137 .779 .561 1.083
RP 1.178 1.920 .376 1 .540 3.247 .075 139.950
RS 2.805 1.342 4.371 1 .037 16.529 1.192 229.238
Constant -2.723 1.132 5.785 1 .016 .066
a. Variable(s) entered on step 1: AD, OS, DD, RL, RP, RS.
Correlation Matrix
Constant AD OS DD RL RP RS
Step 1 Constant 1.000 -.528 -.340 -.379 -.084 -.066 -.152
AD -.528 1.000 -.058 -.204 .131 -.168 -.573
OS -.340 -.058 1.000 .179 .087 -.221 .110
DD -.379 -.204 .179 1.000 -.098 .170 .198
RL -.084 .131 .087 -.098 1.000 -.041 -.351
RP -.066 -.168 -.221 .170 -.041 1.000 .046
RS -.152 -.573 .110 .198 -.351 .046 1.000
Step number: 1
Observed Groups and Predicted Probabilities
8 ┼
┼
│
│
│
│
199
F │
│
R 6 ┼
G ┼
E │
G │
Q │
GG │
U │
GG │
E 4 ┼ N
GGG ┼
N │ N
GGG │
C │ N N N G G
G GG G GGGG │
Y │ N N N G G
G GG G GGGG │
2 ┼ G NN N NN N N N G G G
G G GG GGGGGG ┼
│ G NN N NN N N N G G G
G G GG GGGGGG │
│ N NNNNNNNN GNNNNN NNN N NNG N GN
NG N N G GGN GGGNGGGGGGGNGGN │
│ N NNNNNNNN GNNNNN NNN N NNG N GN
NG N N G GGN GGGNGGGGGGGNGGN │
Predicted
─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼───
──────┼─────────┼──────────
Prob: 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6
.7 .8 .9 1
Group:
NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG
GGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG
Predicted Probability is of Membership for Going Concern
The Cut Value is .50
Symbols: N - Non Going Concern
G - Going Concern
Each Symbol Represents .5 Cases.
Casewise Listb
Case Selected Statusa
Observed
Predicted Predicted Group
Temporary Variable
GC Resid ZResid
8 S N** .958 G -.958 -4.780
9 S N** .843 G -.843 -2.313
19 S N** .928 G -.928 -3.577
33 S G** .044 N .956 4.668
a. S = Selected, U = Unselected cases, and ** = Misclassified cases.
b. Cases with studentized residuals greater than 2.000 are listed.
200
Service Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
AD 90 12.00 153.00 79.3111 25.79158
OS 90 0 1 .46 .501
DD 90 0 1 .52 .502
RL 90 .02 31.45 2.6896 5.21391
RP 90 .00 1.08 .1233 .18656
RS 90 .00 6.68 .6934 .74731
GC 90 0 1 .43 .498
Valid N (listwise) 90
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 90 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 90 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 90 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Non Going Concern 0
Going Concern 1
Block 0: Beginning Block
Iteration History
a,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 123.162 -.267
2 123.162 -.268
3 123.162 -.268
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 123.162
c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.
201
Classification Tablea
Observed
Predicted
GC
Percentage
Correct
Non Going
Concern Going Concern
Step 1 GC Non Going Concern 38 13 74.5
Going Concern 10 29 74.4
Overall Percentage 74.4
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -.268 .213 1.590 1 .207 .765
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables AD .187 1 .665
OS 19.105 1 .000
DD 33.708 1 .000
RL 5.602 1 .018
RP 2.718 1 .099
RS 3.737 1 .053
Overall Statistics 42.802 6 .000
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant AD OS DD RL RP RS
Step 1 1 76.216 -1.851 -.001 1.045 1.982 -.027 .576 .273
2 70.143 -2.472 -.005 1.414 2.549 -.082 .923 .858
3 67.301 -2.616 -.014 1.497 2.778 -.178 .988 2.152
4 66.919 -2.707 -.018 1.573 2.924 -.236 1.145 2.729
5 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.950 -.249 1.177 2.804
6 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805
7 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
202
Iteration Historya,b,c,d
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant AD OS DD RL RP RS
Step 1 1 76.216 -1.851 -.001 1.045 1.982 -.027 .576 .273
2 70.143 -2.472 -.005 1.414 2.549 -.082 .923 .858
3 67.301 -2.616 -.014 1.497 2.778 -.178 .988 2.152
4 66.919 -2.707 -.018 1.573 2.924 -.236 1.145 2.729
5 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.950 -.249 1.177 2.804
6 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805
7 66.910 -2.723 -.018 1.587 2.951 -.249 1.178 2.805
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 123.162
d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 56.252 6 .000
Block 56.252 6 .000
Model 56.252 6 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 66.910a .465 .623
a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 2.637 8 .955
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
GC = Non Going Concern GC = Going Concern
Total Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 9 8.941 0 .059 9
2 9 8.697 0 .303 9
3 8 8.306 1 .694 9
4 8 7.687 1 1.313 9
5 5 6.472 4 2.528 9
6 5 4.890 4 4.110 9
7 4 3.085 5 5.915 9
8 2 1.662 7 7.338 9
9 1 .938 8 8.062 9
10 0 .321 9 8.679 9
203
Classification Tablea
Observed
Predicted
GC
Percentage Correct
Non Going Concern Going Concern
Step 1 GC Non Going Concern 43 8 84.3
Going Concern 8 31 79.5
Overall Percentage 82.2
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1
a
AD -.018 .014 1.573 1 .210 .982 .955 1.010
OS 1.587 .656 5.854 1 .016 4.890 1.352 17.690
DD 2.951 .681 18.789 1 .000 19.123 5.036 72.616
RL -.249 .168 2.210 1 .137 .779 .561 1.083
RP 1.178 1.920 .376 1 .540 3.247 .075 139.950
RS 2.805 1.342 4.371 1 .037 16.529 1.192 229.238
Constant -2.723 1.132 5.785 1 .016 .066
a. Variable(s) entered on step 1: AD, OS, DD, RL, RP, RS.
Correlation Matrix
Constant AD OS DD RL RP RS
Step 1 Constant 1.000 -.528 -.340 -.379 -.084 -.066 -.152
AD -.528 1.000 -.058 -.204 .131 -.168 -.573
OS -.340 -.058 1.000 .179 .087 -.221 .110
DD -.379 -.204 .179 1.000 -.098 .170 .198
RL -.084 .131 .087 -.098 1.000 -.041 -.351
RP -.066 -.168 -.221 .170 -.041 1.000 .046
RS -.152 -.573 .110 .198 -.351 .046 1.000
Step number: 1
Observed Groups and Predicted Probabilities
8 ┼
┼
│
│
204
│N
│
F │N
│
R 6 ┼N
┼
E │N
│
Q │N N
│
U │N N
│
E 4 ┼N N
G ┼
N │N N
G │
C │N NN G G
G G G│
Y │N NN G G
G G G│
2 ┼NNNN NNNN N NN N G N
G G G GG GG G┼
│NNNN NNNN N NN N G N
G G G GG GG G│
│NNNN NNNNN NN N NNNG N NG N GG N NN N G GG N NN
GG G G N N GG GN GGNG GGG GG GG│
│NNNN NNNNN NN N NNNG N NG N GG N NN N G GG N NN
GG G G N N GG GN GGNG GGG GG GG│
Predicted
─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼─────────┼───
──────┼─────────┼──────────
Prob: 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6
.7 .8 .9 1
Group:
NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG
GGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG
Predicted Probability is of Membership for Going Concern
The Cut Value is .50
Symbols: N - Non Going Concern
G - Going Concern
Each Symbol Represents .5 Cases.
Casewise Listb
Case Selected Statusa
Observed
Predicted Predicted Group
Temporary Variable
GC Resid ZResid
1 S G** .078 N .922 3.430
6 S N** .876 G -.876 -2.656
14 S G** .100 N .900 3.005
a. S = Selected, U = Unselected cases, and ** = Misclassified cases.
b. Cases with studentized residuals greater than 2.000 are listed.