Referat Hidrosefalus
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Referat Hidrosefalus
BAB I
PENDAHULUAN
Hidrosefalus merupakan suatu kondisi dimana
meningkatnya tekanan intrakranial akibat akumulasi
cairan serebro spinalis (CSS) pada sistem ventrikel
otak karena tidak seimbangnya produksi, aliran, dan
penyerapan cairan serebrospinal. Hal ini dapat pula
disebabkan oleh gangguan hidrodinamik CSS. ( Espay,
2010 )
Prevalensi hydrocephalus di Indonesia mencapai 10
permil pertahun, sumber lain menyebutkan insiden
hidrosefalus di Indonesia berkisar antara 0,2- 4 setiap
1000 kelahiran ( Maliawan, 2008). Insiden hydrosephalus
sama pada wanita dan laki-laki, kecuali pada Bickers-
Adams syndrome, X-linked hydrocephalus yang bermanifestasi
pada laki-laki. Insiden hydrocephalus pda kelompok
usia membentuk suatu kurva bimodal dengan dua puncak.
Satu puncak terjadi pada anak-anak yang berhubungan
dengan malformasi congenital. Puncak yang lain terjadi
pada dewasa yang berhubungan dengan normal pressure
hydrocephalus ( Espay, 2010 )
Hidrosefalus diklasifikasikan menjadi 2 yaitu
hidrosefalus obstruktif dan hidrosefalus komunikan.
Hidrosefalus obstruktif terjadi ketika terdapat
sumbatan aliiran CSS di dalam ventrikel sehingga CSS
tidak dapat mencapai rongga sub arachnoid. Sumbatan
1
pada hidrocefalus obstruktif terjadi di foramen
ventrikular, biasanya disebabkan oleh massa intra
ventrikular atau extra ventrikular. Hidrosefalus
komunikan terjadi apabaila masih didapatkan komunikasi
antara ventrikel dan sub arachnoid. Hidrosefalus
komunikan disebabkan karena produksi berlebihan CSS
( jarang terjadi ), gangguan absorbsi CSS ( sering ),
atau insufisiensi drainase vena ( jarang terjadi )
( Sitorus, 2004 ).
Hidrosefalus dapat terjadi sejak lahir ( congenital
hydrocephalus ) dan dapat juga terjadi karena didapat di
kemudian hari ( acquired hydrocephalus ). Congenital
hydrocephalus dapat disebabkan karena malformasi
brainstem yang menyebabkan stenosis aquaduct of Sylvius, Dandy-
Walker malformation, Arnold-Chiari malformation tipe 1 dan tipe 2,
Agenesis of the foramen of Monro, Congenital toxoplasmosis, Bickers-
Adams syndrome. Acquired hydrocephalus pada bayi dan anak-
anak dapat disebabkan karena massa, hemorrhage,
infeksi, peningkatan tekanan sinus venous (
achondroplasia, craniostenoses ), iatrogenik, idiopatik.
Acquired hydrocephalus pada dewasa dapat disebabkan karena
subarachnoid hemorrhage (SAH), idiopatik, tumor, congenital
aqueductal stenosis, meningitis ( Espay, 2010 )
Pada makalah ini kami akan membahas tentang
manajemen terapi hidrosefalus obstruktif. Hidrosefalus
tipe obstruktif memiliki insiden sebesar 99% pada anak
( Loebis, 2009 ). Oleh karena insidennya yang besar
2
maka perlu dibahas manajemen terapi yang tepat dalam
menangani hidrosefalus tipe obstruktif. Terapi dapat
dilakukan dengan medikamentosa maupun dengan
pembedahan. Dengan diketahuinya manajemen terapi yang
tepat pada hidrosefalus obstruktif maka diharapkan
dapat dilakukan pencegahan terhadap kerusakan otak
lebih lanjut.
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spatium Liqour Cerebrospinalis
Susunan syaraf pusat (SSP) seluruhnya diliputi
oleh liquor cerebrospinalis (LCS). LCS juga mengisi
rongga dalam otak, yaitu ventriculus, sehingga mungkin
untuk membedakan spatium liquor cerebrospinalis
internum dan externum yang berhubungan pada regio
ventriculus quartus (Sitorus, 2004).
2.1.1. Spatium Liquor Cerebrospinalis Internum
Sistem ventricular terdiri dari empat
ventriculares; dua ventriculus lateralis (I & II) di
dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius
pada diencephalon dan ventriculus quartus pada
rombencephalon (pons dan med. oblongata). Kedua
ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus
tertius melalui foramen interventriculare (Monro) yang
terletak di depan thalamus pada masing-masing sisi.
Ventriculus tertius berhubungan dengan ventriculus
quartus melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus
cerebri (aquaductus sylvii). Pleksus choroideus dari
ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran vascular
seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler
arteri choroideus ( De jong, 2004 )
4
Gambar 1. Spatium Liquor cerebrospinalis Internum
(tampak samping/lateral)
Ventrikel tertius merupakan suatu celah ventrikel
yang sempit di antara dua paruhan diencephalons.
Atapnya dibentuk oleh tela choroidea yang tipis, suatu
lapisan ependim, dan piamater dari suatu pleksus
choroideus yang kecil membentang ke dalam lumen
ventrikel ( De jong, 2004 )
Ventriculus quartus membentuk ruang berbentuk
kubah di atas fossa rhomboidea, antara cerebellum dan
medulla serta membentang sepanjang recessus lateralis
pada kedua sisi. Masing-masing recessus berakhir pada
foramen Luscka, muara lateral ventriculus quartus.
Ventrikel keempat membentang di bawah obeks ke dalam
canalis centralis sumsum tulang belakang ( Sitorus,
2004 )
2.1.2. Spatium Liquor Cerebrospinalis Externum
5
Spatium liquor cerebrospinalis externum terletak
antara dua lapisan leptomeninx. Di sebelah interna
dibatasi oleh piamater dan sebelah externa dibatasi
oleh arachnoidea (spatium subarachnoideum). Spatium ini
sempit pada daerah konveks otak dan di dasar otak
membesar hanya pada daerah-daerah tertentu, tempat
terbentuknya liquor cerebrospinalis yaitu cisterna.
Sedangkan piamater melekat erat pada permukaan luar
SSP, membran arachnoidea meluas ke sulci, lekukan, dan
fossa sehingga di atas lekukan yang lebih dalam
terbentuklah rongga yang lebih besar, yaitu cisterna
subarachnoidea, yang diisi liquor cerebrospinalis.
Rongga yang terbesar adalah cisterna
cerebellomedullaris antara cerebellum dengan medulla
oblongata. (Sitorus, 2004).
2.2 Liquor Cerebrospinalis (LCS)
2.2.1 Fungsi
LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan
bekerja seperti jaket pelindung dari air. Cairan ini
mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi
ion, membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak
mempunyai pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa
perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan
(volume venosus volume cairan cerebrospinal) ( Saanin,
2004 )
6
2.2.2 Komposisi dan Volume
Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan
tidak berbau. Nilai normal rata-ratanya yang lebih
penting diperlihatkan pada tabel 1.
Cairan Penampilan
Tekanan
mm air
Sel (per
ul)
Protein Lain-lain
Lumbal Jernih
dan tanpa
warna
70-180 0-5 15-45
mg/dl
Glukosa
50-75
mg/dl Ventrikel Jernih
dan tanpa
warna
70-19 0-5
(limfosit
)
5-15
mg/dl
Nitrogen
non
protein
10-35
mg/dl.
Tes Kahn
dan
wasserman
(VDRL)
negatif
LCS terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari
spatium liquor cerebrospinalis internum dan externum
yang saling berhubungan. Hubungan antara keduanya
melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat
7
(foramen Luscka) dan apetura medial dari ventrikel
keempat (foramen Magendie). Volume CSS normal pada
dewasa adalah 120 ml. CSS diproduksi oleh pleksus
choroid pada tingkat 0.20-0.35 ml/min; bagian internal
(ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah
jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal
diproduksi dan direabsorpsi setiap hari ( Saanin,
2004 )
2.2.3. Tekanan
Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal
adalah 70-180 mm air, perubahan yang berkala terjadi
menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Takanan
meningkat bila terdapat peningkatan pada volume
intracranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada
perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (pada
hidrosefalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu
kotak yang kaku dari tulang yang tidak dapat
menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa
kenaikan tekanan ( Sri, 2006 ).
2.2.4. Sirkulasi LCS
LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan
mengalir dari ventriculus lateralis ke dalam
ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus
sylvii masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini
memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum
melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus
8
quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui
apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel
keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini
cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke
dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil
direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-
pembuluh kecil di piamater atau dinding ventricular,
dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam
vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah –
kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan
cerebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan
reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan
cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar
otak dengan produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang
seimbang (Sitorus, 2004).
Gambar 2. Sirkulasi Liquor Cerebrospinalis
9
2.3 Hydrocephalus
2.3.1 Definisi
Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebro spinalis
(Liquor Cerebrospinalis/LCS) tanpa atau pernah dengan
tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat
pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro
spinal (ventrikel). Pelebaran ventrikel ini berpotensi
menyebabkan kerusakan pada jaringan otak . Hidrosefalus
dapat disebabkan gangguan dari formasi, aliran,
penyerapan cerebrospinal ( CSS ). (Ashish, 2005).
2.3.2 Epidemiologi
Prevalensi hydrocephalus di dunia cukup tinggi, di
Amerika sekitar 2 permil pertahun, sedangkan di
Indonesia mencapai 10 permil pertahun, sumber lain
menyebutkan insiden hidrosefalus di Indonesia berkisar
antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran. Insiden
hidrosefalus kongenital adalah 0,5- 1,8 pada tiap 1000
kelahiran dan 11% - 43% disebabkan oleh stenosis
aquaductus serebri (Maliawan, 2004).
2.3.3 Klasifikasi
10
1. Hidrosefalus Obstruktif
Bila ada obstruksi terhadap aliran CSS melalui sistem
ventrikel. Obstruksi dapat terjadi pada ventrikel
lateral, ventrikel 3, aquaductus sylvii, dan
ventrikel 4.
2. Communicating Hidrosefalus
Bila tidak ada obstruksi terhadap aliran CSS dalam
sistem ventrikel. Penyebab communicating hydrosefalus
yang paling umum adalah infeksi, perdarahan
subarachnoid, carcinomatous meningitis, dan papiloma
pleksus choroid ( Yadav, 2009 )
2.3.4 Hidrosefalus Obstruktif
Hidrosefalus obstruktif adalah akumulasi
berlebihan CSS di dalam ventrikel disebabkan obstruksi
terhadap aliran CSS yang melalui sistem ventrikel.
(Kaye, 2005). Pada hydrosefalus obstruktif, yang
terjadi lebih sering daripada jenis yang lain, cairan
cerebrospinal dari ventrikel tidak dapat mencapai
rongga subarachnoid karena terdapat obstruksi pada
salah satu atau kedua foramen interventricular,
aquaductus cerebrum atau pada muara keluar dari
ventrikel keempat. Hambatan pada setiap tempat ini
dengan cepat menimbulkan dilatasi pada satu atau lebih
ventrikel. Produksi cairan cerebrospinal terus
berlanjut dan pada tahap obstruksi yang akut, mungkin
terdapat aliran cerebrospinal transependim. Girus-girus
11
memipih pada bagian dalam tengkorak. Jika tengkorak
masih lentur, seperti pada kebanyakan anak di bawah
usia 2 tahun, maka kepala dapat membesar.
Penyebab Hydrocephalus Obstruktif:
(a) Obstruksi ventrikel lateral oleh tumor, misalnya
glioma pada basal ganglia, thalamic glioma
(b) Obstruksi ventrikel ketiga, karena kista koloid
dari ventrikel ke-3 atau glioma dari ventrikel ke-3
(c) Oklusi dari aquaduktus Sylvius (baik Stenosis
primer atau sekunder karena tumor)
(d) Obstruksi ventrikel keempat karena tumor Fosa
posterior , misalnya medulloblastoma, ependymoma,
akustik Neuroma ( Fallon, 2010 )
2.3.5 Gejala Klinis Hidrosefalus
2.3.5.1 Hidrocephalus pada bayi
Penyebabnya paling umum kongenital adalah stenosis
dari aquaduktus sylvius. Bentuk hidrosefalus didapat
yang paling terjadi sering adalah setelah perdarahan
intrakranial, terutama pada bayi prematur, meningitis,
dan karena tumor. Hydrocephalus dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial akut tetapi karena
tengkorak bayi relatif distensibility maka gejala
menjadi tidak terlalu terlihat (Kaye, 2005).
12
Klinis utama pada bayi adalah (Kaye, 2005):
• gagal tumbuh kembang
• peningkatan lingkar kepala
• Fontanelle anterior menegang
• suara 'cracked pot' pada perkusi tengkorak
• ketika parah, terjadi penurunan kesadaran, dan
muntah
• ‘sun set’ phenomen
• kulit kepala tipis dengan pembuluh melebar (vena
ectasy)
2.3.5.2 Hydrocephalus pada Dewasa
Pasien dewasa dengan hydrocephalus memiliki
gejala (Kaye, 2005) :
• onset akut
• onset kronis.
Onset akut hydrocephalus dewasa
Jenis ini terjadi khususnya pada pasien dengan
tumor yang menyebabkan hydrocephalus obstruktif,
walaupun mungkin terjadi dengan penyebab hydrocephalus
dan kerusakan neurologis akut yang cepat dapat terjadi
pada pasien yang telah lama mengalami hidrosefalus
kronis (Kaye, 2005).
13
Gejala klinis utama disebabkan oleh tanda dan
gejala peningkatan tekanan intrakranial antara lain
(Kaye, 2005):
• sakit kepala berat
• muntah proyektil
• papilloedema
• Penurunan kesadaran.
Onset kronis hydrocephalus dewasa
Jenis ini terjadi lebih jarang daripada tipe
sebelumnya pada pasien dengan hdrosefalus obstruktif
karena tumor. Gejala peningkatan tekanan intrakranial
hanya bertahap progresif dan sering terjadi
keterlambatan diagnosis. (Kaye, 2005).
2.3.6 Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan radiologis. Perlu
ditanyakan pada anamnesis adalah keluhan utama pasien,
pada anak anak dapat ditanyakan: sejak kapan terjadinya
pembesaran kepala, riwayat kehamilan dan persalinan
(apa ibu menderita sakit selama hamil, meminum obat-
obatan, dan apakah ada riwayat trauma dan persalinan
yang sulit), apakah didapatkan kelainan lain seperti
spina bifida, dll. Pemeriksaan fisis dilakukan dengan
cara mencari adanya gejala klinis seperti yang telah
dijelaskan diatas. Pemeriksaan radiologis, yang paling
14
penting adalah CT scan atau MRI otak yang akan
menunjukkan adanya ventrikel yang membesar. Jika
ventrikel lateral dan ventrikel ke-3 semua sangat
melebar, dan ventrikel ke-4 sempit, kemungkinan
halangan adalah pada tingkat aquaduktus Sylvius. CT
scan atau MRI akan membantu menentukan penyebabnya,
dengan menentukan adanya tumor yang menghalangi. Pada
hidrosefalus komunikan semua ventrikel membesar (Kaye,
2005). Pada hidrosefalus obstruktif CT scan sering
menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis
dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel
lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar.
Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi
transependimal dari CSS. Dalam bidang sagital MRI
sangat membantu dalam menunjukkan stenosis aquaduktus
dan lesi di ventrikel ke-3 menyebabkan hydrocephalus
obstruktif (Kaye, 2005).
Ultrasonography melalui fontanelle anterior yang
masih terbuka sangat berguna dalam menilai ukuran
ventrikel pada bayi dan mungkin tidak perlu untuk CT
scan ulang. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan
sistem ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan
pemeriksaan USG ternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan
oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi
sistem ventrikel secara jelas, (Kaye, 2005).
15
Plain tengkorak X-ray. Dapat menunjukkan erosi
tulang penopang sekitar tuberculum sellae atau ‘copper
beaten appearance’ ke bagian dalam calvarium (Kaye,
2005). Selain itu pada plain x-ray didapatkan gambaran
tulang tipis, disproporsi kraniofasial, dan sutura
melebar.
2.3.7 Diagnosis Banding
Kondisi yang menyerupai hydrocephalus namun bukan
karena absorpsi CSF yang inadekuat antara lain
(Greenberg, 2001):
1. Atrofi otak
2. Hydraencephaly
3. Kelainan perkembangan yang menyebabkan pembesaran
ventrikel, misalnya agenesis dari corpus callosum
dan septo optic displasia
2.3.8 Pengobatan
Pengobatan hydrocephalus dapat dilakukan antara
lain:
2.3.8.1 Medikamentosa
Pemakaian terapi medikamentosa ditujukan untuk
membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi
sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya
meningkatkan resorpsinya . Pada dasarnya obat-obatan
yang diberikan adalah duretika seperti asetazolamid dan
furosemid. Cara ini hanya efektif pada hidrosefalus
16
tipe non obstruktif dimana terjadi sekresi CSS atau
hambatan absorpsi CSS seperti pada kasus-kasus oklusi
sinus, meningitis, atau perdarahan intraventrikuler
pada neonatal (Greenberg, 2001).
Pemberian terapi diuretik dapat diberikan pada
bayi prematur dengan perdarahan pada CSF (selama tidak
terjadi hydrocephalus aktif) sambil menunggu apakah
terjadi absorpsi CSF secara normal kembali.Namun hal
ini harus tetap diingat hanya sebagai terapi tambahan
saja bukan sebagai terapi definitif. Diuertik yang
diberikan adalah (Greenberg, 2001):
- Acetazolamide: 25mg/kg/hari per oral 2x1,
ditingkatkan 25mg/kg/hari tiap hari sampai
100mg/kg/hari tercapai.
- Furosemide: 1mg/kg/hari per oral
2.3.8.2 Terapi Operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada
penderita hidrosefalus. Terdapat 2 metode operasi
populer yang biasa dilakukan sebagai terapi definitif
pada kasus hidrosephalus yaitu operasi pintas
(shunting) dan endoscopic third ventriculostomy (ETV).
17
A. Operasi pintas/”Shunting”
Ada 2 macam :
a. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan
bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal
yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal.
b. Internal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota
tubuh lain.
Ventrikulo-Sisternal,
CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor- Kjeldsen)
Ventrikulo-Atrial,
Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium
kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan
thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7). Prosedur
ini biasanya merupakan pilihan utama bagi pasien
yang tidak dapat dipasang distal abdominal catheters
seperti pada pasien dengan multiple operation, baru
mengalami sepsis abdominal, kavum peritoneal yang
malabsorptive dan pseudokista abdominal. Prosedur ini
memiliki lebih banyak resiko dan komplikasi jangka
panjang yang serius seperti gagal ginjal, dan great
vein thrombosis. Panduan Fluoroskopik diperlukan untuk
mencegah terjadinya trombosis kateter (short distal
catheter) atau cardiac arrhythmias (long distal
catheter).
18
Ventrikulo-Sinus,
CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
Ventrikulo-Bronkhial,
Ventrikulo-Mediastinal,
Ventrikulo-Peritoneal,
Terapi definitif hidrosefalus gold standart adalah
Ventrikulo-Peritoneal ( VP ) shunting. Kateter
ditempatkan ke ventrikel lateral dan dihubungkan
katup subkutan yang dilekatkan ke kateter secara
subkutan menuju perut dan dimasukkan ke dalam rongga
peritoneum. Tempat drainase alternatif seperti
atrium, rongga pleura dan saluran kencing sekarang
telah sebagian besar ditinggalkan, kecuali dalam
keadaan tertentu. Insisi kecil lengkung dibuat di
daerah parieto-oksipital dan penutup kulit
diangkat. Rongga peritoneum dibuka, baik melintang
melalui rektus membelah insisi di hypokondrium kanan
atau melalui sayatan garis tengah. Sebuah burrhole
dilakukan, ventrikel lateral dikanulasi dan kateter
ventrikular dimasukkan ke ventrikel lateral sehingga
terletak di ujung tanduk frontal dari ventrikel
lateral, anterior ke pleksus choroid. Penyisipan
kateter dengan cara ini meminimalkan komplikasi
utama lain, obstruksi shunt. Sebagai salah satu
penyebab utama terhalangnya kateter ventrikular
adalah sumbatan oleh pleksus choroid oleh karena
itu, sebaiknya menempatkan tempat masuk dari
19
kateter ke tanduk frontal. Peritoneum kateter dapat
dijahit secara subcutan diantara perut dan tengkorak
menggunakan satu dari sekian banyak perangkat.
Setiap kateter digabungkan ke katup, yang kemudian
dijahit pada tempatnya. Setelah memeriksa bahwa
sistem berfungsi dengan baik, kateter peritoneal
ditempatkan dalam rongga peritoneal. Ada banyak
sistem shunt dan jenis shunt digunakan, situasi
klinis tertentu dan para ahli bedah saraf mempunyai
preferensi sendiri dalam banyak modifikasi sistem
dasar ini menanamkan sebuah ventriculoperitoneal
shunt (Kaye, 2005).
Komplikasi ventriculoperitoneal shunt
Komplikasi pada bulan pertama mencapai 25-50%,
setelah itu, pertahun 4-5% dan setiap komplikasi
berarti harus dilakukan revisi.8
Komplikasi yang utama adalah (Kaye, 2005):
• Infeksi pada shunt
Infeksi pada shunt adalah komplikasi yang
mengakibatkan konsekuensi yang buruk, khususnya pada
pasien yang dependent terhadap shunt. Pencegahan
komplikasi ini dilakukan dengan cara:
20
a. Teknik steril, termasuk menggunakan teknik
'tidak sentuh' dari shunt dan menghindari kontak
kulit dengan shunt secara total.
b. Profilaksis antibiotik intraoperative.
Penggunaan antibiotik profilaksis intraoperatif
terbukti bermanfaat. Meskipun kelanjutan dari
antibiotik selama 24-36 jam pascaoperasi belum
terbukti efektif. Shunt yang terinfeksi hampir
selalu perlu dilepas dan diganti dengan shunt
yang baru , lebih disukai di posisi yang berbeda
dari sebelumnya dan diberikan antibiotik yang
sesuai.
Obstruksi
Shunt mungkin gagal untuk bekerja memuaskan
disebabkan antara lain oleh sumbatan dari
kateter ventrikel, kerusakan atau penyumbatan
katup atau terhalangnya kateter peritoneum.
Perdarahan intrakranial
Hematom intraserebral terjadi karena lewatnya
kateter ventrikel. Haematoma subdural sangat
mungkin terjadi pada pasien dengan hidrosefalus
berat yang lama.
B. Endoscopic Third Ventriculostomy (ETV).
Prinsipnya adalah pengaliran CSS dari dasar
ventrikel III ke sisterna basalis yaitu ruang
subarakhnoid di belakang sela tursika. Prosedur dari
21
operasi ini antara lain adalah ventrikel III dibuka
melalui daerah khiasma optikum melalui kraniotomi,
dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang
sehingga CSS dari ventrikel III dapat mengalir keluar.
Teknik ETV hanya dilakukan pada hidrosefalus obstruktif
(HO) dimana pasien memiliki kapasitas penyerapan CSS
yang normal atau mendekati normal. Para peneliti
mendapatkan angka keberhasilan yang berbeda-beda dari
40 – 100%. Pada penderita HO yang berumur di bawah 2
tahun dengan ETV didapatkan perbaikan klinis 70% dan
perbaikan radiologis 63%, sedangkan yang berumur di
atas 2 tahun didapatkan perbaikan klinis 100 % dan
perbaikan radiologis 73%. Pada infantil hidrosefalus
keberhasilan mencapai 46%, sedangkan untuk penderita
dengan usia di atas 2 tahun keberhasilannya mencapai 64
– 74%. Jika terjadi kegagalan pada ETV biasanya terjadi
6 bulan setelah operasi. Jika dilakukan dengan benar,
ETV merupakan metode yang aman, simple, dan pilihan
terapi yang efektif dengan komplikasi yang masih dapat
diterima ( Maliawan, 2008 ).
Perbandingan VP Shunt dan ETV
Pada kasus hidrosefalus obstruktif terapi
medikamentosa tidak dapat dijadikan pilihan karena
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan hanya untuk
membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi
sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya
22
meningkatkan resorbsinya dan tidak dapat mengatasi
obstruksi yang menjadi sumber masalah utama yang
menjadi penyebab pada kelainan ini. Untuk Itu perlu
dilakukan terapi definitif berupa tindakan operatif
yang bertujuan untuk membuat passway atau jalan pintas
untuk mengalirkan CSS dari ventrikel ke bagian tubuh
yang lain. Diantara sekian banyak operasi, teknik
ventrikuloperitoneal (VP) shunt dan endoscopic third
ventriculostomy (ETV) adalah yang paling populer. Di
dalam pembahasan ini penulis mencoba membandingkan
efektivitas kedua teknik tersebut, sehingga teknik yang
lebih efektif dapat digunakan pada penanggulangan
penderita hidrosefalus obstruktif atau dapat digunakan
sebagai gold standard penatalaksanaan hidrosefalus
obstruktif.
Terapi definitif hidrosefalus gold standart adalah VP
shunting. Prinsip dari prosedur ini adalah membuat
saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas
drainase dalam hal ini cavum peritoneal. CSS yang
dialirkan secara satu arah kemudian akan diserap oleh
peritoneum dan masuk ke pembuluh darah. Prosedur ini
memiliki banyak komplikasi yang meliputi diskoneksi
komponen alat, alat yang putus, erosi alat ke kulit
atau organ perut seperti perforasi colon sigmoid oleh
distal kateter sehingga keluar melalui anus, over
shunting, under shunting, buntu di proksimal atau
distal, letak alat tidak pas, perdarahan (haematome)
23
subdural akibat reduksi CSS yang berlebihan, ascites,
kraniostenosis, keadaan CSS yang rendah dan infeksi.
Komplikasi pada bulan pertama mencapai 25-50%, setelah
itu, pertahun 4-5% dan setiap komplikasi berarti harus
dilakukan revisi. Setiap VP shunting memiliki
kemungkinan risiko revisi sekitar 3 kali dalam 10 tahun
pasca operasi.
Operasi dengan teknik ETV prinsipnya adalah
pengaliran CSS dari dasar ventrikel III ke sisterna
basalis yaitu ruang subarakhnoid di belakang sela
tursika. Pada teknik ETV tidak ada alat yang dipasang,
sehingga aliran CSS dibuat hampir mendekati aliran
fisiologis menuju sistem penyerapan pada vili
arakhnoid. Keuntungan teknik ETV lainnya adalah sekali
tindakan saja, berarti tidak memerlukan perawatan lebih
lanjut, biaya murah dan sederhana Teknik ETV hanya
dilakukan pada hidrosefalus obstruktif (HO). Di
Indonesia masalah utama adalah harga alat yang relatif
mahal apalagi kalau terjadi penggantian waktu revisi,
akan sangat membebani keluarga penderita.
Maliawan pada tahun 2007 mengadakan penelitian
yang membandingkan efektivitas metode VP shunt dengan
metode ETV pada kasus hidrosefalus obstruktif dengan
salah satu parameter berupa perbaikan klinis. Pada
penelitian ini luaran klinis diamati dalam kurun waktu
setelah operasi, enam bulan pasca-operasi dan untuk
mendapatkan gambaran yang jelas juga dilakukan
24
pengamatan saat praoperasi. Didapatkan bahwa luaran
klinis berupa diplopia, sunset phenomena, membuka mata,
spastisitas otot, respon motorik dan verbal paska
operasi pada teknik VP shunting dan ETV tidak memberikan
perbedaan yang bermakna. Tidak demikian halnya dengan
luaran klinis enam bulan pasca operasi pada teknik ETV
memberikan luaran klinis yang lebih baik dibandingkan
dengan teknik VP shunting utamanya untuk longterm outcome
klinis. Hal ini akibat dari teknik VP shunting selalu
diikuti revisi sebagai konsekuensi dari tidak
berfungsinya implan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada hydrocephalus obsruktif terapi medikamentosa
hanya bersifat penunjang, sehingga perlu dilakukan
terapi definitif berupa tindakan operatif, diantaranya
adalah dengan teknik ventrikuloperitoneal (VP) shunt
dan endoscopic third ventriculostomy (ETV). Setiap
metode memilki kelebihan dan kelemahan tersendiri.
25
Prinsip dari prosedur VP shunt ini adalah membuat
saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas
drainase yaitu cavum peritoneal. Prosedur ini memiliki
banyak komplikasi dan risiko revisi sekitar 3 kali
dalam 10 tahun pasca operasi.
Operasi dengan teknik ETV prinsipnya adalah
pengaliran CSS dari dasar ventrikel III ke sisterna
basalis. aliran CSS dibuat hampir mendekati aliran
fisiologis. Keuntungan teknik ETV lainnya adalah sekali
tindakan saja, biaya murah dan sederhana Selain itu
ETV memberikan luaran klinis yang lebih baik
dibandingkan dengan teknik VP shunting untuk longterm
outcome karena tidak selalu membutuhkan revisi seperti
VP shunt. Teknik ETV hanya dilakukan pada hidrosefalus
obstruktif (HO).
26