Referat Hidrosefalus

26
BAB I PENDAHULUAN Hidrosefalus merupakan suatu kondisi dimana meningkatnya tekanan intrakranial akibat akumulasi cairan serebro spinalis (CSS) pada sistem ventrikel otak karena tidak seimbangnya produksi, aliran, dan penyerapan cairan serebrospinal. Hal ini dapat pula disebabkan oleh gangguan hidrodinamik CSS. ( Espay, 2010 ) Prevalensi hydrocephalus di Indonesia mencapai 10 permil pertahun, sumber lain menyebutkan insiden hidrosefalus di Indonesia berkisar antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran ( Maliawan, 2008). Insiden hydrosephalus sama pada wanita dan laki-laki, kecuali pada Bickers- Adams syndrome, X-linked hydrocephalus yang bermanifestasi pada laki-laki. Insiden hydrocephalus pda kelompok usia membentuk suatu kurva bimodal dengan dua puncak. Satu puncak terjadi pada anak-anak yang berhubungan dengan malformasi congenital. Puncak yang lain terjadi pada dewasa yang berhubungan dengan normal pressure hydrocephalus ( Espay, 2010 ) Hidrosefalus diklasifikasikan menjadi 2 yaitu hidrosefalus obstruktif dan hidrosefalus komunikan. Hidrosefalus obstruktif terjadi ketika terdapat sumbatan aliiran CSS di dalam ventrikel sehingga CSS tidak dapat mencapai rongga sub arachnoid. Sumbatan 1

Transcript of Referat Hidrosefalus

BAB I

PENDAHULUAN

Hidrosefalus merupakan suatu kondisi dimana

meningkatnya tekanan intrakranial akibat akumulasi

cairan serebro spinalis (CSS) pada sistem ventrikel

otak karena tidak seimbangnya produksi, aliran, dan

penyerapan cairan serebrospinal. Hal ini dapat pula

disebabkan oleh gangguan hidrodinamik CSS. ( Espay,

2010 )

Prevalensi hydrocephalus di Indonesia mencapai 10

permil pertahun, sumber lain menyebutkan insiden

hidrosefalus di Indonesia berkisar antara 0,2- 4 setiap

1000 kelahiran ( Maliawan, 2008). Insiden hydrosephalus

sama pada wanita dan laki-laki, kecuali pada Bickers-

Adams syndrome, X-linked hydrocephalus yang bermanifestasi

pada laki-laki. Insiden hydrocephalus pda kelompok

usia membentuk suatu kurva bimodal dengan dua puncak.

Satu puncak terjadi pada anak-anak yang berhubungan

dengan malformasi congenital. Puncak yang lain terjadi

pada dewasa yang berhubungan dengan normal pressure

hydrocephalus ( Espay, 2010 )

Hidrosefalus diklasifikasikan menjadi 2 yaitu

hidrosefalus obstruktif dan hidrosefalus komunikan.

Hidrosefalus obstruktif terjadi ketika terdapat

sumbatan aliiran CSS di dalam ventrikel sehingga CSS

tidak dapat mencapai rongga sub arachnoid. Sumbatan

1

pada hidrocefalus obstruktif terjadi di foramen

ventrikular, biasanya disebabkan oleh massa intra

ventrikular atau extra ventrikular. Hidrosefalus

komunikan terjadi apabaila masih didapatkan komunikasi

antara ventrikel dan sub arachnoid. Hidrosefalus

komunikan disebabkan karena produksi berlebihan CSS

( jarang terjadi ), gangguan absorbsi CSS ( sering ),

atau insufisiensi drainase vena ( jarang terjadi )

( Sitorus, 2004 ).

Hidrosefalus dapat terjadi sejak lahir ( congenital

hydrocephalus ) dan dapat juga terjadi karena didapat di

kemudian hari ( acquired hydrocephalus ). Congenital

hydrocephalus dapat disebabkan karena malformasi

brainstem yang menyebabkan stenosis aquaduct of Sylvius, Dandy-

Walker malformation, Arnold-Chiari malformation tipe 1 dan tipe 2,

Agenesis of the foramen of Monro, Congenital toxoplasmosis, Bickers-

Adams syndrome. Acquired hydrocephalus pada bayi dan anak-

anak dapat disebabkan karena massa, hemorrhage,

infeksi, peningkatan tekanan sinus venous (

achondroplasia, craniostenoses ), iatrogenik, idiopatik.

Acquired hydrocephalus pada dewasa dapat disebabkan karena

subarachnoid hemorrhage (SAH), idiopatik, tumor, congenital

aqueductal stenosis, meningitis ( Espay, 2010 )

Pada makalah ini kami akan membahas tentang

manajemen terapi hidrosefalus obstruktif. Hidrosefalus

tipe obstruktif memiliki insiden sebesar 99% pada anak

( Loebis, 2009 ). Oleh karena insidennya yang besar

2

maka perlu dibahas manajemen terapi yang tepat dalam

menangani hidrosefalus tipe obstruktif. Terapi dapat

dilakukan dengan medikamentosa maupun dengan

pembedahan. Dengan diketahuinya manajemen terapi yang

tepat pada hidrosefalus obstruktif maka diharapkan

dapat dilakukan pencegahan terhadap kerusakan otak

lebih lanjut.

BAB II

3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Spatium Liqour Cerebrospinalis

Susunan syaraf pusat (SSP) seluruhnya diliputi

oleh liquor cerebrospinalis (LCS). LCS juga mengisi

rongga dalam otak, yaitu ventriculus, sehingga mungkin

untuk membedakan spatium liquor cerebrospinalis

internum dan externum yang berhubungan pada regio

ventriculus quartus (Sitorus, 2004).

2.1.1. Spatium Liquor Cerebrospinalis Internum

Sistem ventricular terdiri dari empat

ventriculares; dua ventriculus lateralis (I & II) di

dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius

pada diencephalon dan ventriculus quartus pada

rombencephalon (pons dan med. oblongata). Kedua

ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus

tertius melalui foramen interventriculare (Monro) yang

terletak di depan thalamus pada masing-masing sisi.

Ventriculus tertius berhubungan dengan ventriculus

quartus melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus

cerebri (aquaductus sylvii). Pleksus choroideus dari

ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran vascular

seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler

arteri choroideus ( De jong, 2004 )

4

Gambar 1. Spatium Liquor cerebrospinalis Internum

(tampak samping/lateral)

Ventrikel tertius merupakan suatu celah ventrikel

yang sempit di antara dua paruhan diencephalons.

Atapnya dibentuk oleh tela choroidea yang tipis, suatu

lapisan ependim, dan piamater dari suatu pleksus

choroideus yang kecil membentang ke dalam lumen

ventrikel ( De jong, 2004 )

Ventriculus quartus membentuk ruang berbentuk

kubah di atas fossa rhomboidea, antara cerebellum dan

medulla serta membentang sepanjang recessus lateralis

pada kedua sisi. Masing-masing recessus berakhir pada

foramen Luscka, muara lateral ventriculus quartus.

Ventrikel keempat membentang di bawah obeks ke dalam

canalis centralis sumsum tulang belakang ( Sitorus,

2004 )

2.1.2. Spatium Liquor Cerebrospinalis Externum

5

Spatium liquor cerebrospinalis externum terletak

antara dua lapisan leptomeninx. Di sebelah interna

dibatasi oleh piamater dan sebelah externa dibatasi

oleh arachnoidea (spatium subarachnoideum). Spatium ini

sempit pada daerah konveks otak dan di dasar otak

membesar hanya pada daerah-daerah tertentu, tempat

terbentuknya liquor cerebrospinalis yaitu cisterna.

Sedangkan piamater melekat erat pada permukaan luar

SSP, membran arachnoidea meluas ke sulci, lekukan, dan

fossa sehingga di atas lekukan yang lebih dalam

terbentuklah rongga yang lebih besar, yaitu cisterna

subarachnoidea, yang diisi liquor cerebrospinalis.

Rongga yang terbesar adalah cisterna

cerebellomedullaris antara cerebellum dengan medulla

oblongata. (Sitorus, 2004).

2.2 Liquor Cerebrospinalis (LCS)

2.2.1 Fungsi

LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan

bekerja seperti jaket pelindung dari air. Cairan ini

mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi

ion, membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak

mempunyai pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa

perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan

(volume venosus volume cairan cerebrospinal) ( Saanin,

2004 )

6

2.2.2 Komposisi dan Volume

Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan

tidak berbau. Nilai normal rata-ratanya yang lebih

penting diperlihatkan pada tabel 1.

Cairan Penampilan

Tekanan

mm air

Sel (per

ul)

Protein Lain-lain

Lumbal Jernih

dan tanpa

warna

70-180 0-5 15-45

mg/dl

Glukosa

50-75

mg/dl Ventrikel Jernih

dan tanpa

warna

70-19 0-5

(limfosit

)

5-15

mg/dl

Nitrogen

non

protein

10-35

mg/dl.

Tes Kahn

dan

wasserman

(VDRL)

negatif

LCS terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari

spatium liquor cerebrospinalis internum dan externum

yang saling berhubungan. Hubungan antara keduanya

melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat

7

(foramen Luscka) dan apetura medial dari ventrikel

keempat (foramen Magendie). Volume CSS normal pada

dewasa adalah 120 ml. CSS diproduksi oleh pleksus

choroid pada tingkat 0.20-0.35 ml/min; bagian internal

(ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah

jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal

diproduksi dan direabsorpsi setiap hari ( Saanin,

2004 )

2.2.3. Tekanan

Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal

adalah 70-180 mm air, perubahan yang berkala terjadi

menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Takanan

meningkat bila terdapat peningkatan pada volume

intracranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada

perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (pada

hidrosefalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu

kotak yang kaku dari tulang yang tidak dapat

menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa

kenaikan tekanan ( Sri, 2006 ).

2.2.4. Sirkulasi LCS

LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan

mengalir dari ventriculus lateralis ke dalam

ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus

sylvii masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini

memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum

melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus

8

quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui

apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel

keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini

cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke

dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil

direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-

pembuluh kecil di piamater atau dinding ventricular,

dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam

vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah –

kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan

cerebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan

reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan

cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar

otak dengan produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang

seimbang (Sitorus, 2004).

Gambar 2. Sirkulasi Liquor Cerebrospinalis

9

2.3 Hydrocephalus

2.3.1 Definisi

Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang

mengakibatkan bertambahnya cairan serebro spinalis

(Liquor Cerebrospinalis/LCS) tanpa atau pernah dengan

tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat

pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro

spinal (ventrikel). Pelebaran ventrikel ini berpotensi

menyebabkan kerusakan pada jaringan otak . Hidrosefalus

dapat disebabkan gangguan dari formasi, aliran,

penyerapan cerebrospinal ( CSS ). (Ashish, 2005).

2.3.2 Epidemiologi

Prevalensi hydrocephalus di dunia cukup tinggi, di

Amerika sekitar 2 permil pertahun, sedangkan di

Indonesia mencapai 10 permil pertahun, sumber lain

menyebutkan insiden hidrosefalus di Indonesia berkisar

antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran. Insiden

hidrosefalus kongenital adalah 0,5- 1,8 pada tiap 1000

kelahiran dan 11% - 43% disebabkan oleh stenosis

aquaductus serebri (Maliawan, 2004).

2.3.3 Klasifikasi

10

1. Hidrosefalus Obstruktif

Bila ada obstruksi terhadap aliran CSS melalui sistem

ventrikel. Obstruksi dapat terjadi pada ventrikel

lateral, ventrikel 3, aquaductus sylvii, dan

ventrikel 4.

2. Communicating Hidrosefalus

Bila tidak ada obstruksi terhadap aliran CSS dalam

sistem ventrikel. Penyebab communicating hydrosefalus

yang paling umum adalah infeksi, perdarahan

subarachnoid, carcinomatous meningitis, dan papiloma

pleksus choroid ( Yadav, 2009 )

2.3.4 Hidrosefalus Obstruktif

Hidrosefalus obstruktif adalah akumulasi

berlebihan CSS di dalam ventrikel disebabkan obstruksi

terhadap aliran CSS yang melalui sistem ventrikel.

(Kaye, 2005). Pada hydrosefalus obstruktif, yang

terjadi lebih sering daripada jenis yang lain, cairan

cerebrospinal dari ventrikel tidak dapat mencapai

rongga subarachnoid karena terdapat obstruksi pada

salah satu atau kedua foramen interventricular,

aquaductus cerebrum atau pada muara keluar dari

ventrikel keempat. Hambatan pada setiap tempat ini

dengan cepat menimbulkan dilatasi pada satu atau lebih

ventrikel. Produksi cairan cerebrospinal terus

berlanjut dan pada tahap obstruksi yang akut, mungkin

terdapat aliran cerebrospinal transependim. Girus-girus

11

memipih pada bagian dalam tengkorak. Jika tengkorak

masih lentur, seperti pada kebanyakan anak di bawah

usia 2 tahun, maka kepala dapat membesar.

Penyebab Hydrocephalus Obstruktif:

(a) Obstruksi ventrikel lateral oleh tumor, misalnya

glioma pada basal ganglia, thalamic glioma

(b) Obstruksi ventrikel ketiga, karena kista koloid

dari ventrikel ke-3 atau glioma dari ventrikel ke-3

(c) Oklusi dari aquaduktus Sylvius (baik Stenosis

primer atau sekunder karena tumor)

(d) Obstruksi ventrikel keempat karena tumor Fosa

posterior , misalnya medulloblastoma, ependymoma,

akustik Neuroma ( Fallon, 2010 )

2.3.5 Gejala Klinis Hidrosefalus

2.3.5.1 Hidrocephalus pada bayi

Penyebabnya paling umum kongenital adalah stenosis

dari aquaduktus sylvius. Bentuk hidrosefalus didapat

yang paling terjadi sering adalah setelah perdarahan

intrakranial, terutama pada bayi prematur, meningitis,

dan karena tumor. Hydrocephalus dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intrakranial akut tetapi karena

tengkorak bayi relatif distensibility maka gejala

menjadi tidak terlalu terlihat (Kaye, 2005).

12

Klinis utama pada bayi adalah (Kaye, 2005):

• gagal tumbuh kembang

• peningkatan lingkar kepala

• Fontanelle anterior menegang

• suara 'cracked pot' pada perkusi tengkorak

• ketika parah, terjadi penurunan kesadaran, dan

muntah

• ‘sun set’ phenomen

• kulit kepala tipis dengan pembuluh melebar (vena

ectasy)

2.3.5.2 Hydrocephalus pada Dewasa

Pasien dewasa dengan hydrocephalus memiliki

gejala (Kaye, 2005) :

• onset akut

• onset kronis.

Onset akut hydrocephalus dewasa

Jenis ini terjadi khususnya pada pasien dengan

tumor yang menyebabkan hydrocephalus obstruktif,

walaupun mungkin terjadi dengan penyebab hydrocephalus

dan kerusakan neurologis akut yang cepat dapat terjadi

pada pasien yang telah lama mengalami hidrosefalus

kronis (Kaye, 2005).

13

Gejala klinis utama disebabkan oleh tanda dan

gejala peningkatan tekanan intrakranial antara lain

(Kaye, 2005):

• sakit kepala berat

• muntah proyektil

• papilloedema

• Penurunan kesadaran.

Onset kronis hydrocephalus dewasa

Jenis ini terjadi lebih jarang daripada tipe

sebelumnya pada pasien dengan hdrosefalus obstruktif

karena tumor. Gejala peningkatan tekanan intrakranial

hanya bertahap progresif dan sering terjadi

keterlambatan diagnosis. (Kaye, 2005).

2.3.6 Diagnosis

Diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan radiologis. Perlu

ditanyakan pada anamnesis adalah keluhan utama pasien,

pada anak anak dapat ditanyakan: sejak kapan terjadinya

pembesaran kepala, riwayat kehamilan dan persalinan

(apa ibu menderita sakit selama hamil, meminum obat-

obatan, dan apakah ada riwayat trauma dan persalinan

yang sulit), apakah didapatkan kelainan lain seperti

spina bifida, dll. Pemeriksaan fisis dilakukan dengan

cara mencari adanya gejala klinis seperti yang telah

dijelaskan diatas. Pemeriksaan radiologis, yang paling

14

penting adalah CT scan atau MRI otak yang akan

menunjukkan adanya ventrikel yang membesar. Jika

ventrikel lateral dan ventrikel ke-3 semua sangat

melebar, dan ventrikel ke-4 sempit, kemungkinan

halangan adalah pada tingkat aquaduktus Sylvius. CT

scan atau MRI akan membantu menentukan penyebabnya,

dengan menentukan adanya tumor yang menghalangi. Pada

hidrosefalus komunikan semua ventrikel membesar (Kaye,

2005). Pada hidrosefalus obstruktif CT scan sering

menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis

dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel

lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar.

Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya

penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi

transependimal dari CSS. Dalam bidang sagital MRI

sangat membantu dalam menunjukkan stenosis aquaduktus

dan lesi di ventrikel ke-3 menyebabkan hydrocephalus

obstruktif (Kaye, 2005).

Ultrasonography melalui fontanelle anterior yang

masih terbuka sangat berguna dalam menilai ukuran

ventrikel pada bayi dan mungkin tidak perlu untuk CT

scan ulang. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan

sistem ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan

pemeriksaan USG ternyata tidak mempunyai nilai di dalam

menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan

oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi

sistem ventrikel secara jelas, (Kaye, 2005).

15

Plain tengkorak X-ray. Dapat menunjukkan erosi

tulang penopang sekitar tuberculum sellae atau ‘copper

beaten appearance’ ke bagian dalam calvarium (Kaye,

2005). Selain itu pada plain x-ray didapatkan gambaran

tulang tipis, disproporsi kraniofasial, dan sutura

melebar.

2.3.7 Diagnosis Banding

Kondisi yang menyerupai hydrocephalus namun bukan

karena absorpsi CSF yang inadekuat antara lain

(Greenberg, 2001):

1. Atrofi otak

2. Hydraencephaly

3. Kelainan perkembangan yang menyebabkan pembesaran

ventrikel, misalnya agenesis dari corpus callosum

dan septo optic displasia

2.3.8 Pengobatan

Pengobatan hydrocephalus dapat dilakukan antara

lain:

2.3.8.1 Medikamentosa

Pemakaian terapi medikamentosa ditujukan untuk

membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi

sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya

meningkatkan resorpsinya . Pada dasarnya obat-obatan

yang diberikan adalah duretika seperti asetazolamid dan

furosemid. Cara ini hanya efektif pada hidrosefalus

16

tipe non obstruktif dimana terjadi sekresi CSS atau

hambatan absorpsi CSS seperti pada kasus-kasus oklusi

sinus, meningitis, atau perdarahan intraventrikuler

pada neonatal (Greenberg, 2001).

Pemberian terapi diuretik dapat diberikan pada

bayi prematur dengan perdarahan pada CSF (selama tidak

terjadi hydrocephalus aktif) sambil menunggu apakah

terjadi absorpsi CSF secara normal kembali.Namun hal

ini harus tetap diingat hanya sebagai terapi tambahan

saja bukan sebagai terapi definitif. Diuertik yang

diberikan adalah (Greenberg, 2001):

- Acetazolamide: 25mg/kg/hari per oral 2x1,

ditingkatkan 25mg/kg/hari tiap hari sampai

100mg/kg/hari tercapai.

- Furosemide: 1mg/kg/hari per oral

2.3.8.2 Terapi Operasi

Operasi biasanya langsung dikerjakan pada

penderita hidrosefalus. Terdapat 2 metode operasi

populer yang biasa dilakukan sebagai terapi definitif

pada kasus hidrosephalus yaitu operasi pintas

(shunting) dan endoscopic third ventriculostomy (ETV).

17

A. Operasi pintas/”Shunting”

Ada 2 macam :

a. Eksternal

CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan

bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal

yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus

tekanan normal.

b. Internal

CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota

tubuh lain.

Ventrikulo-Sisternal,

CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor- Kjeldsen)

Ventrikulo-Atrial,

Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium

kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan

thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7). Prosedur

ini biasanya merupakan pilihan utama bagi pasien

yang tidak dapat dipasang distal abdominal catheters

seperti pada pasien dengan multiple operation, baru

mengalami sepsis abdominal, kavum peritoneal yang

malabsorptive dan pseudokista abdominal. Prosedur ini

memiliki lebih banyak resiko dan komplikasi jangka

panjang yang serius seperti gagal ginjal, dan great

vein thrombosis. Panduan Fluoroskopik diperlukan untuk

mencegah terjadinya trombosis kateter (short distal

catheter) atau cardiac arrhythmias (long distal

catheter).

18

Ventrikulo-Sinus,

CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior

Ventrikulo-Bronkhial,

Ventrikulo-Mediastinal,

Ventrikulo-Peritoneal,

Terapi definitif hidrosefalus gold standart adalah

Ventrikulo-Peritoneal ( VP ) shunting. Kateter

ditempatkan ke ventrikel lateral dan dihubungkan

katup subkutan yang dilekatkan ke kateter secara

subkutan menuju perut dan dimasukkan ke dalam rongga

peritoneum. Tempat drainase alternatif seperti

atrium, rongga pleura dan saluran kencing sekarang

telah sebagian besar ditinggalkan, kecuali dalam

keadaan tertentu. Insisi kecil lengkung dibuat di

daerah parieto-oksipital dan penutup kulit

diangkat. Rongga peritoneum dibuka, baik melintang

melalui rektus membelah insisi di hypokondrium kanan

atau melalui sayatan garis tengah. Sebuah burrhole

dilakukan, ventrikel lateral dikanulasi dan kateter

ventrikular dimasukkan ke ventrikel lateral sehingga

terletak di ujung tanduk frontal dari ventrikel

lateral, anterior ke pleksus choroid. Penyisipan

kateter dengan cara ini meminimalkan komplikasi

utama lain, obstruksi shunt. Sebagai salah satu

penyebab utama terhalangnya kateter ventrikular

adalah sumbatan oleh pleksus choroid oleh karena

itu, sebaiknya menempatkan tempat masuk dari

19

kateter ke tanduk frontal. Peritoneum kateter dapat

dijahit secara subcutan diantara perut dan tengkorak

menggunakan satu dari sekian banyak perangkat.

Setiap kateter digabungkan ke katup, yang kemudian

dijahit pada tempatnya. Setelah memeriksa bahwa

sistem berfungsi dengan baik, kateter peritoneal

ditempatkan dalam rongga peritoneal. Ada banyak

sistem shunt dan jenis shunt digunakan, situasi

klinis tertentu dan para ahli bedah saraf mempunyai

preferensi sendiri dalam banyak modifikasi sistem

dasar ini menanamkan sebuah ventriculoperitoneal

shunt (Kaye, 2005).

Komplikasi ventriculoperitoneal shunt

Komplikasi pada bulan pertama mencapai 25-50%,

setelah itu, pertahun 4-5% dan setiap komplikasi

berarti harus dilakukan revisi.8

Komplikasi yang utama adalah (Kaye, 2005):

• Infeksi pada shunt

Infeksi pada shunt adalah komplikasi yang

mengakibatkan konsekuensi yang buruk, khususnya pada

pasien yang dependent terhadap shunt. Pencegahan

komplikasi ini dilakukan dengan cara:

20

a. Teknik steril, termasuk menggunakan teknik

'tidak sentuh' dari shunt dan menghindari kontak

kulit dengan shunt secara total.

b. Profilaksis antibiotik intraoperative.

Penggunaan antibiotik profilaksis intraoperatif

terbukti bermanfaat. Meskipun kelanjutan dari

antibiotik selama 24-36 jam pascaoperasi belum

terbukti efektif. Shunt yang terinfeksi hampir

selalu perlu dilepas dan diganti dengan shunt

yang baru , lebih disukai di posisi yang berbeda

dari sebelumnya dan diberikan antibiotik yang

sesuai.

Obstruksi

Shunt mungkin gagal untuk bekerja memuaskan

disebabkan antara lain oleh sumbatan dari

kateter ventrikel, kerusakan atau penyumbatan

katup atau terhalangnya kateter peritoneum.

Perdarahan intrakranial

Hematom intraserebral terjadi karena lewatnya

kateter ventrikel. Haematoma subdural sangat

mungkin terjadi pada pasien dengan hidrosefalus

berat yang lama.

B. Endoscopic Third Ventriculostomy (ETV).

Prinsipnya adalah pengaliran CSS dari dasar

ventrikel III ke sisterna basalis yaitu ruang

subarakhnoid di belakang sela tursika. Prosedur dari

21

operasi ini antara lain adalah ventrikel III dibuka

melalui daerah khiasma optikum melalui kraniotomi,

dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang

sehingga CSS dari ventrikel III dapat mengalir keluar.

Teknik ETV hanya dilakukan pada hidrosefalus obstruktif

(HO) dimana pasien memiliki kapasitas penyerapan CSS

yang normal atau mendekati normal. Para peneliti

mendapatkan angka keberhasilan yang berbeda-beda dari

40 – 100%. Pada penderita HO yang berumur di bawah 2

tahun dengan ETV didapatkan perbaikan klinis 70% dan

perbaikan radiologis 63%, sedangkan yang berumur di

atas 2 tahun didapatkan perbaikan klinis 100 % dan

perbaikan radiologis 73%. Pada infantil hidrosefalus

keberhasilan mencapai 46%, sedangkan untuk penderita

dengan usia di atas 2 tahun keberhasilannya mencapai 64

– 74%. Jika terjadi kegagalan pada ETV biasanya terjadi

6 bulan setelah operasi. Jika dilakukan dengan benar,

ETV merupakan metode yang aman, simple, dan pilihan

terapi yang efektif dengan komplikasi yang masih dapat

diterima ( Maliawan, 2008 ).

Perbandingan VP Shunt dan ETV

Pada kasus hidrosefalus obstruktif terapi

medikamentosa tidak dapat dijadikan pilihan karena

Terapi konservatif medikamentosa ditujukan hanya untuk

membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi

sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya

22

meningkatkan resorbsinya dan tidak dapat mengatasi

obstruksi yang menjadi sumber masalah utama yang

menjadi penyebab pada kelainan ini. Untuk Itu perlu

dilakukan terapi definitif berupa tindakan operatif

yang bertujuan untuk membuat passway atau jalan pintas

untuk mengalirkan CSS dari ventrikel ke bagian tubuh

yang lain. Diantara sekian banyak operasi, teknik

ventrikuloperitoneal (VP) shunt dan endoscopic third

ventriculostomy (ETV) adalah yang paling populer. Di

dalam pembahasan ini penulis mencoba membandingkan

efektivitas kedua teknik tersebut, sehingga teknik yang

lebih efektif dapat digunakan pada penanggulangan

penderita hidrosefalus obstruktif atau dapat digunakan

sebagai gold standard penatalaksanaan hidrosefalus

obstruktif.

Terapi definitif hidrosefalus gold standart adalah VP

shunting. Prinsip dari prosedur ini adalah membuat

saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas

drainase dalam hal ini cavum peritoneal. CSS yang

dialirkan secara satu arah kemudian akan diserap oleh

peritoneum dan masuk ke pembuluh darah. Prosedur ini

memiliki banyak komplikasi yang meliputi diskoneksi

komponen alat, alat yang putus, erosi alat ke kulit

atau organ perut seperti perforasi colon sigmoid oleh

distal kateter sehingga keluar melalui anus, over

shunting, under shunting, buntu di proksimal atau

distal, letak alat tidak pas, perdarahan (haematome)

23

subdural akibat reduksi CSS yang berlebihan, ascites,

kraniostenosis, keadaan CSS yang rendah dan infeksi.

Komplikasi pada bulan pertama mencapai 25-50%, setelah

itu, pertahun 4-5% dan setiap komplikasi berarti harus

dilakukan revisi. Setiap VP shunting memiliki

kemungkinan risiko revisi sekitar 3 kali dalam 10 tahun

pasca operasi.

Operasi dengan teknik ETV prinsipnya adalah

pengaliran CSS dari dasar ventrikel III ke sisterna

basalis yaitu ruang subarakhnoid di belakang sela

tursika. Pada teknik ETV tidak ada alat yang dipasang,

sehingga aliran CSS dibuat hampir mendekati aliran

fisiologis menuju sistem penyerapan pada vili

arakhnoid. Keuntungan teknik ETV lainnya adalah sekali

tindakan saja, berarti tidak memerlukan perawatan lebih

lanjut, biaya murah dan sederhana Teknik ETV hanya

dilakukan pada hidrosefalus obstruktif (HO). Di

Indonesia masalah utama adalah harga alat yang relatif

mahal apalagi kalau terjadi penggantian waktu revisi,

akan sangat membebani keluarga penderita.

Maliawan pada tahun 2007 mengadakan penelitian

yang membandingkan efektivitas metode VP shunt dengan

metode ETV pada kasus hidrosefalus obstruktif dengan

salah satu parameter berupa perbaikan klinis. Pada

penelitian ini luaran klinis diamati dalam kurun waktu

setelah operasi, enam bulan pasca-operasi dan untuk

mendapatkan gambaran yang jelas juga dilakukan

24

pengamatan saat praoperasi. Didapatkan bahwa luaran

klinis berupa diplopia, sunset phenomena, membuka mata,

spastisitas otot, respon motorik dan verbal paska

operasi pada teknik VP shunting dan ETV tidak memberikan

perbedaan yang bermakna. Tidak demikian halnya dengan

luaran klinis enam bulan pasca operasi pada teknik ETV

memberikan luaran klinis yang lebih baik dibandingkan

dengan teknik VP shunting utamanya untuk longterm outcome

klinis. Hal ini akibat dari teknik VP shunting selalu

diikuti revisi sebagai konsekuensi dari tidak

berfungsinya implan.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pada hydrocephalus obsruktif terapi medikamentosa

hanya bersifat penunjang, sehingga perlu dilakukan

terapi definitif berupa tindakan operatif, diantaranya

adalah dengan teknik ventrikuloperitoneal (VP) shunt

dan endoscopic third ventriculostomy (ETV). Setiap

metode memilki kelebihan dan kelemahan tersendiri.

25

Prinsip dari prosedur VP shunt ini adalah membuat

saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas

drainase yaitu cavum peritoneal. Prosedur ini memiliki

banyak komplikasi dan risiko revisi sekitar 3 kali

dalam 10 tahun pasca operasi.

Operasi dengan teknik ETV prinsipnya adalah

pengaliran CSS dari dasar ventrikel III ke sisterna

basalis. aliran CSS dibuat hampir mendekati aliran

fisiologis. Keuntungan teknik ETV lainnya adalah sekali

tindakan saja, biaya murah dan sederhana Selain itu

ETV memberikan luaran klinis yang lebih baik

dibandingkan dengan teknik VP shunting untuk longterm

outcome karena tidak selalu membutuhkan revisi seperti

VP shunt. Teknik ETV hanya dilakukan pada hidrosefalus

obstruktif (HO).

26