referat fetal distress

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam setiap kehamilan penting untuk mengetahui usia gestasi janin, pengetahuan ini menjadi sangat penting jika kehamilan tersebut bermasalah dan untuk menghindari kesalahan dalam pengelolaan selanjutnya. Usia kehamilan atau usia gestasi janin pada umumnya berlangsung selama 40 minggu atau 280 hari, jika dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Perhitungan ini, dengan simpang baku sekitar 2 minggu, dengan asumsi bahwa ovulasi dan konsepsi terjadi pada hari ke 14 dari siklus hais, dimana siklus haid umunya berlangsung selama 28 hari. Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Pada umumnya KLB dianggap berkaitan erat dengan kesakitan pada janin maupun ibunya. Salahsatu resiko terburuknya adalah gawat janin atau fetal distress yang membahayakan janin. 1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Bagaimana etiologi dan patofisiologi kehamilan serotinus? 1.2.2. Bagaimana diagnosis dan pentalaksanaan kehamilan serotinus? 1

Transcript of referat fetal distress

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam setiap kehamilan penting untuk mengetahui

usia gestasi janin, pengetahuan ini menjadi sangat

penting jika kehamilan tersebut bermasalah dan untuk

menghindari kesalahan dalam pengelolaan selanjutnya.

Usia kehamilan atau usia gestasi janin pada umumnya

berlangsung selama 40 minggu atau 280 hari, jika

dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT).

Perhitungan ini, dengan simpang baku sekitar 2 minggu,

dengan asumsi bahwa ovulasi dan konsepsi terjadi pada

hari ke 14 dari siklus hais, dimana siklus haid umunya

berlangsung selama 28 hari.

Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang

berlangsung 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung

dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari.

Pada umumnya KLB dianggap berkaitan erat dengan

kesakitan pada janin maupun ibunya. Salahsatu resiko

terburuknya adalah gawat janin atau fetal distress yang

membahayakan janin.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana etiologi dan patofisiologi

kehamilan serotinus?

1.2.2. Bagaimana diagnosis dan pentalaksanaan

kehamilan serotinus?

1

1.2.3. Bagaimana etiologi dan patofisiologi fetal

distress?

1.2.4. Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan fetal

distress?

1.3. Tujuan

1.3.1. Mengetahui etiologi dan patofisiologi

kehamilan serotinus.

1.3.2. Mengetahui diagnosis dan pentalaksanaan

kehamilan serotinus.

1.3.3. Mengetahui etiologi dan patofisiologi fetal

distress.

1.3.4. Mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan

fetal distress.

1.4. Manfaat

1.4.1. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran

pada umumnya, dan ilmu kebidanan dan kandungan

pada khususnya.

1.4.2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda

yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian

ilmu kebidanan dan kandungan.

BAB II

STATUS PENDERITA

2.1. Identitas pasien

Nama : Ny. R

Usia : 25 tahun

Alamat : 13/03,

Pakisaji

Pekerjaan : IRT

2

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

No. Reg. :

360625

Nama : Tn. D

Usia : 26 tahun

Alamat : 13/03,

Pakisaji

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

2.2. Anamnesa

a. Keluhan Utama

Rujukan dari Bidan Pakisaji dengan kehamilan

lebih bulan.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen

pada hari Kamis, 16 Oktober 2014 pukul 23.30 WIB

karena di rujuk oleh bidan puskesmas Pakisaji

dengan kehamilan lebih bulan. Pasien mengaku ini

merupakan kehamilan pertama dan merasa kehamilan

sudah lebih dari 9 bulan, terasa kenceng-kenceng

hilang timbul sejak pukul 18.00 WIB. Pasien

mengaku gerakan janin masih dirasakan dan keluar

lendir bening dari jalan lahir sejak pukul 21.00

WIB.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Kardiovaskuler : disangkal

Hipertensi : disangkal

Diabetes Melitus : disangkal

TBC : disangkal

Asma : disangkal

3

Penyakit kelamin/HIV AIDS : disangkal

Riwayat MRS : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Kanker : disangkal

Penyakit hati : disangkal

Hipertensi : disangkal

Diabetes melitus : disangkal

Epilepsi : disangkal

Penyakit jiwa : disangkal

Kelainan bawaan : disangkal

Hamil kembar : disangkal

TBC : disangkal

Alergi : disangkal

e. Riwayat Menstruasi

Menarche : 13 tahun

Siklus menstruasi : 28 hari

Lama menstruasi : 7 hari

HPHT : 12 Desember 2013

HPL : 19 September 2014

Usia Kehamilan : 43-44 minngu

Disminore (-), Spoting (-), Menorargia (-),

Metrorargia (-), PMS (-)

f. Riwayat Kehamilan

Hamil muda : mual (+), muntah (+), perdarahan

(-), TT I (+)

Hamil tua : pusing (-), sakit kepala (-),

perdarahan (-), TT II (-)

4

ANC : 8 kali ke bidan Pakisaji.

Riwayat Oyok : disangkal

g. Riwayat PersalinanNo

.

Tgl

Partus

Tempa

t

Partu

s

Usia

Kehamil

an

Jenis

Persali

nan

Penolon

g

Persali

nan

Penyul

it

Jenis

Kelami

n

BBL Keadaa

n Anak

1

.

Hamil

ini

h. Riwayat Perkawinan

Pernikahan pertama, lama pernikahan 1 tahun,

menikah saat usia 24 tahun.

i. Riwayat Kontrasepsi

Belum pernah menggunakan alat kontrasepsi

apapun sebelumnya.

j. Riwayat Kebiasaan

Pola makan: 3 kali/hari

Pola minum: 1500 cc/hari

Pola eliminasi :

o BAK : ±1000 cc/hari, warna kuning jernih,

BAK terakhir pukul 23.30 WIB

o BAB : 1 kali/hari, konsistensi lunak, BAB

terakhir pukul 05.00 WIB

Pola istirahat: tidur 10 jam/hari, terakhir

pukul 16.00 WIB

Psikososial: penerimaan klien terhadap

kehamilan ini, social support dari suami (+),

orang tua (+), mertua (+), keluarga lain (+)

2.3. Pemeriksaan fisik

5

a. General Survey

Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Vital sign : TD : 110/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36,7 ˚C

Status antropometri : TB : 152 cm

BB : 68 kg

b. Head to Toe

Kulit : sawo matang, turgor baik

Kepala :

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik (-/-), pandangan kabur (-/-)

Wajah: simetris, parese (-)

Mulut: oral higiene baik, stomatitis (-),

hiperemi faring(-), pembesaran tonsil (-)

Leher : trakhea ditengah, pembesaran kelenjar

tiroid (-), pembesaran KGB (-)

Thoraks:

o Paru :

Inspeksi : Mamae simetris (+/+),

Hiperpigmentasi areola (+/+), Puting susu

menonjol (+/+), Colostrum (-/-), pergerakan

pernapasan simetris tipe pernapasan thorako

abdominal, retraksi costa (-/-)

6

Palpasi : teraba massa abnormal (-/-)

pembesaran kelenjar axila (-/-)

Perkusi : sonor (+/+)

Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing

(-/-), ronki (-/-)

o Jantung :

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : thrill -/-

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : suara jantung S1/S2 tunggal

reguler

Abdomen :

Inspeksi : Pembesaran perut membujur, Strie

livide (-), Strie albican (+), Linea alba

(-) Linea nigra (-) Bekas operasi (-)

Auskultasi: bising usus (+) normal, DJJ (+)

frekuensi 167 x/menit irreguler

Ekstremitas : Edema akral dingin

- -- -

c. Pemeriksaan Khusus

Palpasi:TFU 31 cm, puka, letak kepala, belum

masuk PAP, His (+) jarang, DJJ (+) 167 x/menit

irreguler.

Pemeriksaan Leopold:

7

- -- -

o I: teraba satu bagian besar, bulat, lunak,

tidak melenting, memanjang, TFU 31 cm.

o II: teraba satu bagian memanjang dan datar

disisi kanan, kesan punggung kanan.

o III: teraba satu bagian besar, bulat,

keras, melenting, kesan letak kepala,

belum masuk PAP

o IV: 5/5

Pemeriksaan Dalam:

o Vaginal Toucher: vulva/vagina tenang,

portio menutup, penipisan portio belum

dapat dievaluasi, kulit ketuban belum

dapat dievaluasi, blood slym (+).

2.4. Resume

Ny. R, 26 tahun, datang ke IGD RSUD Kanjuruhan

Kepanjen pada hari Kamis, 16 Oktober 2014 pukul

23.30 WIB karena di rujuk oleh bidan puskesmas

Pakisaji dengan kehamilan lebih bulan. Pasien

mengaku ini merupakan kehamilan pertama dan merasa

kehamilan sudah lebih dari 9 bulan, terasa

kenceng-kenceng hilang timbul sejak pukul 18.00

WIB. Pasien mengaku gerakan janin masih dirasakan

dan keluar lendir bening dari jalan lahir sejak

pukul 21.00 WIB.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TFU 31 cm,

puka, letak kepala, belum masuk PAP, His (+)

jarang, DJJ (+) 167 x/menit irreguler. Pada

8

pemeriksaan VT didapatkan vulva/vagina tenang,

portio menutup, penipisan portio belum dapat

dievaluasi, kulit ketuban belum dapat dievaluasi,

blood slym (+).

2.5. Diagnosa

G1P0000Ab000 UK 43-44 minggu

Anak tunggal hidup intrauterin

Presentasi kepala, belum masuk PAP

Belum inpartu

Serotinus

Fetal distress

2.6. Penatalaksanaan

Pengawasan vital sign dan DJJ

Anjurkan ibu untuk tidur dengan posisi miring kiri

IVFD RL grojok 1 flas RL 20 tpm

Pasang O2 4 L/menit

Pasang DC

Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap (Hb,

Eritrosit, Leukosit, Trombosit), waktu

perdarahan, waktu pembekuan.

Ceftriaxon 2 x 1 gr

Pro sectio cesaria

2.7. Prognosa

Ibu : dubia ad bonam

Anak: dubia ad bonam

9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kehamilan Lewat Bulan

10

a. Definisi

Kehamilan lewat bulan (KLB)atau kehamilan

serotinus adalah kehamilan yang berlangsung 42

minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari HPHT

dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari.

Beberapa penulis juga menyatakan KLB sebagai

kehamilan melebihi 42 minggu. Jika ditinjau dari

segi bayi yang dilahirkan maka lebih dianjurkan

menggunakan istilah postmatur, dimana istilah ini

merujuk pada fungsi. Jika ditinjau dari segi bayi,

maka usia gestasi dilihat dengan memeriksa tanda-

tanda fisik dan laboratorium yang ditemukan pada

bayi dan dengan melakukan penilaian menurut score

maturity rating.

Beberapa istilah yang perlu dimengerti antara

lain: janin aterm adalah janin pada kehamilan

minggu ke 38-42 setelah HPHT, dengan asumsi

ovulasi terjadi 2 minggu setelah HPHT. Preterm

dimaksudkan untuk kehamilan dan janin adalah saat

sebelum minggu ke 38 dari HPHT, sedangkan bayi

prematur adalah bayi yang lahir pada minggu ke 37

atau kurang. Prematuritas adalah bayi yang lahir

hidup dengan berat badan 2.500 gram atau kurang.

Istilah postmature sering digunakan secara keliru

sebagai kehamilan yang terus berlangsung melewai

taksiran persalinan. Sebenarnya istilah tersebut

digunakan bagi bayi baru lahir dari KLB yang

11

terbukti terjadi gangguan nutrisi intra uterin dan

bayi lahir dengan dismature yaitu dengan adanya

tanda-tanda sindroma postmaturitas.

b. Epidemiologi

Angka kejadian KLB rata-rata 10%, bervariasi antara

3,5%-14% dan 4%-7,3% diantaranya kehamilan berlangsung

melebihi 43 minggu. Perbedaan yang lebar ini disebabkan

perbedaan dalam menentukan umur kehamilan berdasarkan

definisi yang dianut, populasi dan kriteria dalam

penentuan umur kehamilan. Karena pada umumnya umur

kehamilan diperhitungkan dengan rumus Naegle, sehingga

masih ada faktor kesalahan pada penentuan siklus haid

dan kesalahan dalam perhitungan.

Dengan adanya ultrasonografi maka angka kejadian

KLB dari 7,5% berdasarkan HPHT turun menjadi 2,6%

berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi secara dini

(pada umur kehamilan 12-18 minggu) dan turun menjadi

1,1% bila diagnosis ditegakkan berdasarkan HPHT dan

ultrasonografi. Saito dkk dalam penelitian terhadap 110

pasien yang taksiran tanggal ovulasi diketahui

berdasarkan suhu basal, angka kejadian KLB adalah 11%

berdasarkan HPHT dibandingkan 9% berdasarkan tanggal

ovulasi.

Menurut Shime et al makin lama janin berada dalam

kandungan, maka makin besar resiko gangguan berat atau

asfiksia yang akan dialami janin dan bayi baru lahir

demikian juga ibu. Menurut Eastman, jika dipakai

12

batasan umur kehamilan 43 minggu maka angka kejadian

KLB sebesar 4% saja, sedangkan jika dipakai batasan

umur kehamilan 42 minggu maka angka kejadian KLB

sebesar 12%. Tapi mengingat resiko yang dihadapi oleh

janin dan ibu, maka batasan yang digunakan adalah umur

kehamilan 42 minggu atau lebih. Untuk itu penderita

perlu dirawat karena termasuk kehamilan resiko tinggi.

c. Etiologi

Terjadinya KLB sampai sekarang belum jelas

diketahui, beberapa teori dicoba untuk menjelaskan

terjadinya KLB. Secara umum teori-teori tersebut

menyatakan KLB terjadi karena adanya gangguan

terhadap timbulnya persalinan. Menjelang

persalinan terjadi penurunan hormon progesteron,

peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor

oksitosin, tetapi yang paling menentukan adalah

terjadinya produksi prostaglandin yang menyebabkan

his adekuat.

Secara garis besar penyebab terjadinya KLB

dari beberapa teori tersebut di atas dapat

dirangkum:

1. HPHT tidak jelas terutama pada ibu-ibu yang

tidak melakukan pemeriksaan antenatal yang

teratur dan berpendidikan rendah.

2. Ovulasi yang tidak teratur dan adanya variasi

waktu ovulasi oleh karena sebab apapun.

3. Kehamilan ekstrauterin.

13

4. Riwayat KLB sebelumnya, sebesar 15% beresiko

untuk mengalami KLB.

5. Penurunan kadar estrogen janin, dapat disebabkan

karena:

- Kurangnya produksi 16-a-

hidroksidehidroeplandrosteron-sulfat

(prekursor estrogen) janin, yang sering

ditemukan pada anensefalus.

- Hipoplasia adrenal atau insufisiensi hipofisis

janin yang dapat mengakibatkan penurunan

produksi prekursor estriol sintesis.

- Defisiensi sulfatase plasenta, yang merupakan

x-linked inherited disease yang bersifat

resesif, sehingga pemecahan sulfat dari

dehidroandrosteron sulfat tidak terjadi

6. Gangguan pada penurunan progesteron dan

peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor

oksitosin. Sedangkan untuk menimbulkan kontraksi

uterus yang kuat, yang paling berperan adalah

prostaglandin.

7. Nwotsu et al menemukan bahwa kurangnya air

ketuban, insufisiensi plasenta dan rendahnya

kadar kortisol dalam darah janin akan

menimbulkan kerentanan terhadap tekanan dari

miometrium sehingga tidak timbul kontraksi.

8. Kurangnya estrogen tidak cukup untuk merangsang

produksi dan penyimpanan glikofosfolipid pada

14

membran janin yang merupakan penyedia asam

arakidonat pada pembentukan konversi

prostaglandin.

9. Karena adanya peran saraf pada proses timbulnya

persalinan, diduga gangguan yang menyebabkan

tidak adanya tekanan pada pleksus Frankenhauser

oleh bagian tubuh janin, oleh sebab apapun,

dapat mengakibatkan terjadinya KLB.

d. Patofisiologi

1) Sindrom Postmatur

Deskripsi Clifford 1954 tentang bayi

postmatur didasarkan pada 37 kelahiran secara

tipikal terjadi 300 hari atau lebih setelah

menstruasi terakhir. Ia membagi postmatur menjadi

tiga tahapan:

Stadium 1: cairan amnion jernih, kulit

menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan

maserasi berupa kulit kering, rapuh, dan mudah

mengelupas.

Stadium 2: kulit berwarna hijau, disertai

mekonium.

Stadium 3: kulit menjadi berwarna kuning-hijau

pada kuku, kulit dan tali pusat.

Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik

dan khas. Gambaran ini berupa kulit keriput,

mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang

menunjukkan pengurasan energy, dan maturitas

15

lanjut karena bayi tersebut bermata terbuka,

tampak luar biasa siaga, tua dan cemas. Kulit

keriput dapat amat mencolok di telapak tangan dan

telapak kaki. Kuku biasanya cukup panjang.

Kebanyakan bayi postmatur seperti itu tidak

mengalami hambatan pertumbuhan karena berat

lahirnya jarang turun di bawah persentil ke-10

untuk usia gestasinya. Namun, dapat terjadi

hambatan pertumbuhan berat, yang logisnya harus

sudah lebih dahulu terjadi sebelum minggu 42

minggu lengkap.banyak bayi postmatur Clifford mati

dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir

dan aspirasi mekonium. Beberapa bayi yang bertahan

hidup mengalami kerusakan otak.

Insiden sindrom postmaturitas pada bayi

berusia 41, 42, 43 minggu masing-masing belum

dapat ditentukan dengan pasti. Shime dkk (1984),

dalam satu diantara segelintir laporan kontemporer

tentang kronik postmatur, menemukan bahwa sindrom

ini terjadi pada sekitar 10% kehamilan antara 41

dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33% pada 44

minggu. Oligohidramnion yang menyertainya secara

nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.

Trimmer dkk (1990) mendiagnosis oligohidramnion

bila kantung cairan amnion vertical maksimum pada

USG berukuran 1 cm atau kurang pada gestasi 42

minggu dan 88% bayi adalah postmatur.

16

2) Disfungsi Plasenta

Clifford (1954) mengajukan bahwa perubahan

kulit pada postmatur disebabkan oleh hilangnya

efek protektif verniks kaseosa. Hipotesis keduanya

yang terus mempengaruhi konsep-konsep kontemporer

menghubungkan sindrom postmaturitas dengan penuaan

plasenta. Namun Clifford tidak dapat

mendemonstrasikan degenerasi plasenta secara

histologis. Memang, dalam 40 tahun berikutnya

tidak ditemukan perubahan morfologis dan

kuantitatif yang signifikan. Smith and Barker

(1999) baru-baru ini melaporkan bahwa apoptosis

plasenta meningkat secara signifikan pada gestasi

41 sampai 42 minggu lengkap dibanding dengan 36

sampai 39 minggu. Makna klinis apoptosis tersebut

tidak jelas sampai sekarang.

Jazayeri dkk (1998) meneliti kadar

eritropoetin plasma tali pusat pada 124 neonatus

tumbuh normal yang dialhirkan dari usia gestasi 37

sampai 43 minggu. Mereka ingin menilai apakah

oksigenasi janin terganggu, yang mungkin

disebabkan oleh penuaan plasenta, pada kehamilan

yang berlanjut melampaui waktu seharusnya.

Penurunan tekanan parsial oksigen adalah satu-

satunya stimulator eritropoetin yang diketahui.

Setiap wanita yang diteliti mempunyai perjalanan

persalinan dan perlahiran nonkomplikata tanpa

17

tanda-tanda gawat janin atau pengeluaran mekonium.

Kadar eritropoetin plasma tali pusat menindkat

secara signifikan pada kehamilan yang mencapai 41

minggu atau lebih dan meskipun tidak ada skor

apgar dan gas tali darah pusat yang abnormal pada

bayi-bayi ini, penulis menyimpulkan bahwa ada

penurunan oksigenasi janin pada sejumlah kehamilan

postterm.

Janin postterm mungkin terus bertambah berat

badannya sehingga bayi tersebut luar biasa besar

pada saat lahir. Janin yang terus tumbuh

menunjukkan bahwa fungsi plasenta tidak terganggu.

Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun

kecepatannya lebih lambat adalah ciri khas gestasi

antara 38 dan 42 minggu. Nahum dkk (1995) baru-

baru ini memastikan bahwa pertumbuhan janin terus

berlangsung sekurang-kurangnya sampai 42 minggu.

3) Gawat Janin dan Oligohidramnion

Alasan-alasan utama meningkatnya resiko pada

janin postterm dijelaskan oleh Leveno dkk. Mereka

melaporkan bahwa bahaya pada janin intrapartum

merupakan konsekuensi kompresi tali pusat yang

menyertai oligohidramnion.

Penurunan volume cairan amnion biasanya

terjadi ketika kehamilan telah melewati 42 minggu.

Mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke

dalam volume cairan amnion yang sudah berkurang

18

merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental

yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.

Trimmer dkk (1990) mengukur produksi urin

janin tiap jam dengan menggunakan pengukuran

volume kandung kemih ultrasonic serial pada 38

kehamilan dengan usia gestasi 42 minggu atau

lebih. Produksi urin yang berkurang ditemukan

menyertai oligohidramnion. Namun, ada hipotesis

bahwa aliran urin janin yang berkurang mungkin

merupakan akibat oligohiramnion yang sudah ada dan

membatasi penelanan cairan amnion oleh janin.

Velle dkk (1993) dengan menggunakan bentuk-bentuk

gelombang Doppler berdenyut, melaporkan bahwa

aliran darah ginjal janin berkurang pada kehamilan

postterm dengan oligohidramnion.

4) Pertumbuhan Janin Terhambat

Hingga kini makna klinis pertumbuhan janin

terhambat pada kehamilan yang seharusnya tanpa

komplikasi tidak begitu diperhatikan. Morbiditas

dan mortalitas meningkat secara signifikan pada

bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan .

seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada

kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan

hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relative

kecil.

e. Diagnosa

19

Dalam menegakkan diagnosis KLB sering kita

mengalami kesulitan, terutama jika dihadapkan pada

penderita yang tidak mengetahui/memperhatikan

siklus haidnnya. Karena itu banyak diagnosis KLB

yang terjadi hanya 10% menunjukkan bayi yang

sesuai.

Diagnosis yang tepat bagi KLB memerlukan

penentuan HPHT secara hati-hati dan pemeriksaan

klinis awal serta pemeriksaan ultrasonografi untuk

mencocokan tanggal haid terakhir. Penentuan saat

terjadi konsepsi adalah sangat penting dalam

mengurangi kesalahan diagnosis KLB dan membantu

menentukan kapan resiko kehamilan meningkat.

Taksiran persalinan dianggap dapat lebih diyakini

bila umur kehamilan dapat ditentukan secara akurat

pada awal kehamilan.

Untuk menegakkan diagnosis KLB, perlu

dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang teliti,

dapat dilakukan saat antenatal maupun postnatal.

Anamnesis dan pemeriksaan yang perlu dilakukan

dalam menegakkan diagnosis KLB antara lain:

1. Riwayat haid

2. Denyut jantung janin

3. Gerakan janin

4. Pemeriksaan ultrasonografi

5. Pemeriksaan radiologi

6. Pemeriksaan sitologi

20

Menurut pernoll, digunakan beberapa parameter,

dianggap KLB jika 3 dari 4 kriteria hasil

pemeriksaan ditemukan, yaitu:

1. Telah lewat 36 minggu sejak tess kehamilan urin

dinyatakan positif

2. Telah lewat 32 minggu sejak denyut jantung janin

pertama kali terdengar dengan menggunakan

fetalphone Doppler.

3. Telah lewat 24 minggu sejak ibu merasakan

aktivitas/gerakan janin (quickening)

4. Telah lewat 22 minggu sejak denyut jantung janin

pertama kali terdengar dengan menggunakan

stetoskop Laennec.

Parameter yang dapat membantu penentuan umur

kehamilan adalah tanggal saat pertama kali tes

kehamilan positif (±UK 6 minggu) persepsi ibu akan

adanya gerakan janin (quickening) pada UK 16-18

minggu, waktu saat detk jantung janin pertama kali

terdengar (10-12 minggu dengan fetal phone/Doppler

dan 19-20 minggu dengan fetoskop).

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan

sebagai gold standar dalam membantu menentukan UK.

Ketepatan pemeriksaan ultrasonografi berubah

seiring dengan lamanya umur kehamilan saat

diperiksa. Pada trimester I, parameter yang paling

sering dipakai adalah panjang puncak kepala-bokong

21

(CRL=Crown-Rump Lenght), sedangkan pada trimester

kedua digunakan diameter biparetal (BPD-Biparetal

Diameter), lingkar kepala (HC=Head Circumference)

dan panjang femur (FL=Femur Lenght).

Berdasarkan pengukuran CRL, 90% dengan

interval kepercayaaan ± 3 hari. BPD sampai UK 20

minggu memeiliki ketepatan 90% interval

kepercayaan ± 8 hari, tetapi antara UK 18-24

minggu ketepatan 90% dengan interval kepercayaan ±

12 hari. Pengukuran BPD dan FL pada trimester

ketiga masing-masing ketepatannya ± 21 hari dan ±

16 hari. Panjang femur pada umumnya dipakai

sebagai pedoman pada UK 14 minggu, dan bila

digunakan sebelum UK 20 minggu ketepatannya ± 7

hari. Waktu yang paling baik untuk konfirmasi UK

dengan ultrasonografi adalah antara 16-20 minggu.

Bila perkiraan UK dengan perhitungan berdasarkan

HPHT berbeda lebih dari 10-12 hari dibandingkan

pemeriksaan ultrasonografi tersebut.

Pemeriksaan laboratorium juga dapat digunakan

untuk menegakkan diagnosa kehamilan lewat bulan.

Kadar lesitin/spingomielin

Bila lesitin/spongiomielin dalam cairan amnion

kadarnya sama, maka umur kehamilan sekitar 22-28

minggu, lesitin 1,2 kali kadar spongiomielin 28-32

minggu, pada kehamilan genap bulan rasio menjadi

2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk

22

menentukan kehamilan postterm, tetapi hanya

digunakan untuk menentukan apakah janin cukup

umur/matang untuk dialhirkan yang berkaitan

mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran

kehamilan.

Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)

Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion

mempercepat waktu pembekuan darah. Aktivitas ini

meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada

umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara

45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42

minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila

didapatkan ATCA antara 42-46 detik menunjukkan

bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.

Sitologi cairan amnion

Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel

lemah dalam cairan amnion. Bila jumlah sel yang

mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan

diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih,

maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.

Sitologi vagina

Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik

>20%) mempunyai sensitivitas 75%. Perlu diingat

bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk

menentukan usia gestasi.

Tabel 1. Umur kehamilan menurut terlihatnya inti

penulangan

23

Inti penulangan Umur kehamilan(minggu)

KalkaneusTalusFemur distalTibia proksimalKuboidHumerus proksimalKorpus kapitatumKorpus hamitatumKuneiformis ke-3Femur proksimal

24-2626-283638

38-4038-40≥ 40≥ 40≥ 40≥ 40

Tabel 2. Gambaran sitologi hormonal kehamilan mendekati

genap bulan, genap bulan dan KLB

Sitologi Mendekati genap

bulan

Genap bulan Lewat bulan

Kelompok dan lipatan

sel

Sel navikular

Penyebaran sel

tersendiri

Sel superficial

tersendiri

Sel intermediate

tersendiri

Sel basal eksterna

tersendiri

Indeks piknotik

Indeks eosinofil

++

+++

+

0

+

0

< 10%

1%

+

+/0

+/0

++/+++

++

++

0

15-20%

2-15%

+

0

0

+++

+++

+/0

++

>20%

10-20%

++

24

Sel radang

g. Penatalaksanaan

Terdapat dua pendapat dalam pengelolaan KLB yaitu:

1. Pengelolaan ekspektatif/konservatif/pasif

2. Pengelolaan aktif

Pertimbangan dalam pengelolaan pasif adalah dengan

mengingat beberapa hal:

a) Usia gestasi tidak selalu diketahui dengan benar,

sehingga janin mungkin kurang matur.

b) Sulit untuk mengidentifikasi dengan jelas apakah

janin akan meninggal atau akan mengalami

morbiditas serius jika tetap dipertahankan.

c) Mayoritas janin lahir dalam keadaan baik.

d) Induksi persalinan tidak selalu berhasil.

e) Bedah Caesar meningkatkan resiko morbiditas ibu,

bukan hanya pada kehamilan ini, tapi juga

kehamilan berikutnya.

Tapi mengingat resiko untuk terjadinya kegawatan

pada janin cukup besar, dimana resiko kematian janin

dapat terjadi setiap saat antepartum, intrapartum

maupun pasca persalinan, maka dianjurkan pengelolaan

secara aktif dengan mempertimbangkan beberapa hal,

yaitu:

a) Terjadinya oligohidramnion tidak dapat diramalkan,

bahkan dapat terjadi dalam 24 jam setelah

25

dilakukan pemeriksaan, dimana ditemukan indeks

cairan amnion cukup.

b) Induksi persalinan tidak meningkatkan angka bedah

Caesar.

c) Resiko morbiditas dan mortalitas yang dihadapi

janin cukup besar, dengan makin lamanya kehamilan

berlangsung.

1. Pengelolaan ekspektatif

Kehamilan dibiarkan berlangsung sampai 42 minggu dan

seterusnya sampai terjadi persalinan spontan sepanjang

hasil uji kesejahteraan janin masih baik. Induksi

dilakukan bila terjadi: skor Bishop >5 (matang) atau

terdapat indikasi obstetri untuk mengakhiri kehamilan

antara lain bila tes tanpa tekanan hasilnya abnormal.

Sejak UK 42 minggu dilakukan uji kesejahteraan

janin. Uji kesejahteraan janin dapat menggunakan metode

tes tekanan darah oksitosin CST (contraction stress

test) atau tes tanpa tekanan NST (non stress test),

profil biofisik, rasio estrogen-kretinin ibu.

Untuk negara berkembang, Thongsong (1999)

mengusulkan pemeriksaan profil biofisik secara cepat

(rapid biophysic profile) yang terdiri atas pemeriksaan

gerakan janin yang terprovokasi suara (sound-provoked

foetal movement) dan pengukuran indeks air ketuban

(amnion fluid index=AFI), keduanya dilakukan dengan

menggunakan ultrasonografi.

26

Rapid biophysic profile memiliki kelebihan:

sederhana, murah, interpretasi hasil lebih mudah, waktu

yang diperlukan lebih pendek, dan apabila dibandingkan

dengan profile biofisik yang lengkap (NST dan AFI)

serta 3 komponen gerakan spontan janin yaitu gerak

nafas, gerak janin dan tonus janin) maupun profil

biofisik yang telah dimodifikasi (hanya NST dan AFI)

memiliki ketepatan yang hampir sama.

2. Pengelolaan aktif

Pengelolaan aktif adalah upaya untuk menimbulkan

persalinan pada setiap kehamilan sebelum terjadi

kehamilan lewat bulan atau pada UK 42 minggu. Sehingga

didapatkan perbedaan mengenai kapan dilakukan induksi

persalinan: pada UK 41 minggu atau 42 minggu. Beberapa

penulis menganjurkan suatu tindakan aktif dengan

melakukan induksi persalinan pada UK 41 minggu untuk

menghindari kemungkinan akibat buruk dari KLB. Pada

umur kehamilan 41 minggu bila serviks belum matang,

maka dialkukan uji kesejahteraan janin dan dilakukan

pematangan serviks terlebih dahulu.

Vorherr mengusulkan pengelolaan yang

individualistik, tidak terpaku pada ketentuan baku

pengelolaan aktif dengan melakukan induksi secara rutin

atau pengelolaan ekspektatif. Pemilihan cara

pengelolaan tergantung keadaan klinis, riwayat

obstetri, kematangan serviks dan kesejahteraan janin.

27

Untuk menentukan pengelolaan perlu dengan jelas

diketahui umur kehamilan, berdasarkan itu pengelolaan

KLB dapat ditentukan dengan:

Umur kehamilan diketahui dengan jelas

Jika umur kehamilan dapat diketahui dengan jelas,

maka pengelolaan KLB dapat dilakukan secara pasif.

Pengelolaan secara pasif dimana penderita dirawat untuk

kemudian dilakukan pemeriksaan elektronik dan

ultrasonografi, untuk melihat kesejahteraan janin,

dengan uji tanpa tekanan (NST). Menurut Benedetti dan

Easterling selama uji menunjukkan hasil normal,

dianggap janin terganggu minimal dan tidak dianjurkan

dilahirkan. Dengan mengadakan pemantauan kesejahteraan

janin secara serial, maka selama masih dalam keadaan

baik, persalinan dapat ditunggu hingga timbul spontan.

Sedangkan secara aktif dengan melakukan induksi

persalinan. Dan jika dalam pemantauan terjadi kegawatan

janin maka dapat diakhiri sesuai dengan indikasi

obstetri yang ditemukan.

Umur kehamilan tidak jelas

Jika umur kehamilan tidak diketahui dengan jelas,

dianjurkan untuk melakukan pengelolaan KLB secara

pasif/konservatif. Selama kehamilan dilakukan

pemeriksaan kesejahteraan janin secara serial.

Intervensi baru dilakukan jika ditemukan gangguan pada

janin berupa kurangnya cairan amnion (oligohidramnion)

dan atau gerak janin yang berkurang. Bentuk intervensi

28

yang dilakukan tergantung indikasi obstetri pada saat

itu. Selama tidak terjadi gangguan pada janin, maka

persalinan dapat ditunggu untuk terjadi secara spontan.

Induksi Persalinan

Induksi persalinan merupakan berbagai macam

tindakan untuk menimbulkan dimulainya persalinan atau

merangsang timbulnya his pada ibu hamil yang belum

inpartu.Induksi persalinan merupakan salah satu teknik

yang sering digunakan pada pengelolaan persalinan. Di

amerika 16% persalinan pada tahun 1997 dilakukan dengan

induksi persalinan dengan berbagai indikasi. Bahkan

pada akhir-akhir ini terjadi penurunan agka bedah

caesar dan angka induksi persalinan meningkat.

Coonrod et al dalam studi retrospektifnya menemukan

angka induksi persalinan sebesar 20,3%. Bahkan angka

induksi persalinan pada bekas bedah Caesar mencapai

38,4% dan induksi persalinan dapat dilakukan pada umur

kehamilan 37-42 minggu. Untuk keberhasilan induksi

persalinan, umumnya dilakukan pemeriksaan kematangan

serviks dengan sistem skor menurut Bishop.

Induksi persalinan dapat dilakukan dengan berbagai

cara, baik operatif/tindakan maupun dengan menggunakan

obat-obatan/medisinal. Untuk menentukan cara induksi

persalinan yang dipilih beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi, perlu dipertimbangkan yaitu: paritas,

kondisi serviks, keadaan kulit ketuban dan adanya parut

uterus.

29

Tabel 3. Sistem skoring menurut Bishop

Kriteria 0 1 2 3Dilatasi serviks (cm)Pendataran serviks(%)Penurunan kepala dariH III (cm)Konsistensi serviksPosisi serviks

00-30-3

KerasPosterior

1-240-50-2

SedangMedial

3-460-70-1 –(0)

LunakAnterio

r

5-680

+1 –(+2)

Induksi persalinan secara operatif/tindakan, yaitu:

Melepas kulit ketuban dari bagian bawah rahim

Amniotomi

Rangsangan pada puting susu

Stimulasi listrik

Pemberian bahan-bahan ke dalam rahim/rektum dan

hubungan seksual

Induksi persalinan secara medisinal, yaitu:

Tetes oksitosin

Pemakaian prostaglandin

Cairan hipertonik intrauterin/extra-amniotic

normal saline.

Induksi persalinan umumnya dilakukan dengan

bermacam-macam indikasi, dapat karena indikasi dari ibu

maupun dari janin.

Indikasi ibu:

30

Kehamilan dengan hipertensi

Kehamilan dengan diabetes melitus

Perdarahan antepartum tanpa kontaindikasi

persalinan pervaginam

Indikasi janin:

Kehamilan lewat bulan

Ketuban pecah dini

Kematian janin dalam rahim

Pertumbuhan janin terhambat

Isoimunisasi-Rhesus

Kelainan kongenital mayor

Kontraindikasi

Pada keadaan ini induksi persalinan tidak dapat

dilakukan, atau jika terpaksa dilakukan diperlukan

pengamatan yang sangat berhati-hati:

Malposisi dan malpresentasi janin

Insufisiensi plasenta

Disproporsi sefalopelvik

Cacat rahim

Grandemultipara

Gemeli

Distensi perut berlebihan

Plasenta previa

Komplikasi induksi persalinan

Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan

induksi persalinan meupun setelah bayi lahir. Pada

penggunaan infus oksitosin dianjurkan untuk meneruskan

31

pemberian hingga 4 jam setelah bayi lahir. Komplikasi

yang dapat ditemukan adalah:

Hiponatremia

Atonia uteri

Hiperstimulasi

Fetal distress

Prolaps tali pusat

Solusio plasenta

Ruptura uteri

Hiperbilirubinemia

Perdarahan postpartum

Kelelahan ibu dan krisis emosional.

Infeksi intrauterin.

Tabel 4. Penanganan Kehamilan Postterm

Kategori Kehamilanpostterm tanpakelainan

Kehamilanpostterm dengankelainan

Penilaian:- Skor bishop- Pemantauan

janin- Letak janin

Skor Bishop >5Baiknormal

Skor Bishop <5Ada kelainanAda kelainan

PENANGANAN

32

Polindes danPuskesmas

Penilaian umurkehamilanRiwayat obstetriyang laluTinggi fundusuteriFaktor resikoKehamilan >41minggu

HPHT

(rujuk)

Rumah Sakit Penilaian ulang umur kehamilan Penilaian skor Bishop Pemeriksaan fetal assessment USG NST (kalau perlu CST)- USGoligohidramnion- Bayi tidakmakrosia induksipersalinan

b) Deselari variabel induksi persalinan dengan observasi

c) - volume amnion normal- NST non reaktif- CST baik induksi persalinan

d) Kehamilan

Skor bishop >5:Anak tidakbesarNST reaktifPenempatannormalLakukan induksi(sambilobservasi)

33

lebih dari 42 minggu sebaiknya diterminasi.

Seksio sesarea dilakukan bila ada kontra indikasi induksi persalinan.

h. Komplikasi

1. Anak besar dapat menyebabkan disproporsi

sefalopelvik.

2. Oligohidramnion dapat menyebabkan kompresi tali

pusat, gawat janinsampai bayi meninggal.

3. Keluarnya mekoneum yang dapat menyebabkan aspirasi

mekoneum.

i. Pencegahan

1. Konseling antenatal yang baik

2. Evaluasi ulang umur kehamilan bila ada tanda-tanda

berat badan tidak naik, oligohidramnion, gerak anak

menurun. Bila ragu periksa untuk konfirmasi umur

kehamilan dan mencegah komplikasi.

3.2. Gawat Janin Intauterin (Fetal Distress)

a.Definisi

Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada

fetus akibat gangguan oksigenasi dan atau nutrisi

34

yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub

akut (kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau

kronik (plasenta insufisiensi).1,2

b.Etiologi

Penyebab dari fetal distress diantaranya :1

Ibu : hipotensi atau syok yang disebabkan oleh

apapun, penyakit kardiovaskuler, anemia, penyakit

pernafasan, malnutrisi, asidosis dan dehidrasi.

Uterus : kontraksi uterus yang telalu kuat atau

terlalu lama, degenerasi vaskuler.

Plasenta : degenerasi vaskuler, hipoplasi

plasenta.

Tali pusat : kompresi tali pusat.

Fetus : infeksi, malformasi dan lain-lain.

c.Pembagian gawat janin

1. Gawat janin sebelum persalinan

Gawat janin sebelum persalinan biasanya

merupakan gawat janin yang bersifat kronik

berkaitan dengan fungsi plasenta yang menurun

atau bayi sendiri yang sakit.3,4

Data subyektif dan obyektif

Gerakan janin menurun. Pasien mengalami

kegagalan dalam pertambahan berat badan dan uterus

tidak bertambah besar. Uterus yang lebih kecil

daripada umur kehamilan yang diperkirakan memberi

kesan retardasi pertumbuhan intrauterin atau

oligohidramnion. Riwayat dari satu atau lebih

35

faktor-faktor resiko tinggi, masalah-masalah

obstetri, persalinan prematur atau lahir mati

dapat memberikan kesan suatu peningkatan resiko

gawat janin.1,4

1). Faktor predisposisi

Faktor-faktor resiko tinggi meliputi

penyakit hipertensi, diabetes mellitus,

penyakit jantung, postmaturitas, malnutrisi

ibu, anemia, dan lain-lain.

2). Data diagnostik tambahan

Pemantauan denyut jantung janin

menyingkirkan gawat janin sepanjang (a) denyut

jantung dalam batas normal (b) akselerasi

sesuai dengan gerakan janin (c) tidak ada

deselerasi lanjut dengan adanya kontraksi

uterus.

Ultrasonografi : Pengukuran diameter

biparietal secara seri dapat mengungkapkan

bukti dini dari retardasi pertumbuhan

intrauterin. Gerakan pernafasan janin,

aktifitas janin dan volume cairan ketuban

memberikan penilaian tambahan kesekatan

janin. Oligihidramnion memberi kesan anomali

janin atau retardasi pertumbuhan.

Kadar estriol dalam darah atau urin ibu

memberikan suatu pengukuran fungsi janin dan

plasenta, karena pembwentukan estriol

36

memerluakn aktifitas dari enzim-enzim dalam

hati dan kelenjar adrenal janin seperti

dalam plasenta.

HPL (Human Placental Lactogen) dalam darah ibu :

kadar 4 mcg/ml atau kurang setelah kehamilan

3 minggu member kesan fungsi plasenta yang

abnormal.

Amniosintesis : adanya mekonium di dalam

cairan amnion masih menimbulkan kontroversi.

Banyak yang percaya bahwa mekonium dalam

cairan amnion menunjukkan stress patologis

atau fisiologis, sementara yang lain percaya

bahwa fasase mekonium intrauterin hanya

menunjukkan stimulasi vagal temporer tanpa

bahaya yang mengancam. Penetapan rasio

lesitin sfingomielin (rasio L/S) memberikan

suatu perkiraan maturitas janin.

3). Penatalaksanaan5,6,7

Keputusan harus didasarkan pada evaluasi

kesehatan janin inutero dan maturitas janin.

Bila pasien khawatir mengenai gerakan janin

yang menurun pemantauan denyut jantung janin

atau dimiringkan atau oksitosin challenge test

sering memberika ketenangan akan kesehatan

janin. Jika janin imatur dan keadaan

insufisiensi plasenta kurang tegas,

dinasehatkan untuk mengadakan observasi

37

tambahan. Sekali janin matur, kejadian

insufisiensi plasenta biasanya berarti bahwa

kelahiran dianjurkan. Persalinan dapat

diinduksi jika servik dan presentasi janin

menguntungkan. Selama induksi denyut jantung

janin harus dipantau secara teliti. Dilakukan

sectio secaria jika terjadi gawat janin, sectio

sesaria juga dipilih untuk kelahiran presentasi

bokong atau jika pasien pernah mengalami

operasi uterus sebelumnya.

2. Gawat janin selama persalinan

Gawat janin selama persalinan menunjukkan

hipoksia janin. Tanpa oksigen yang adekuat,

denyut jantung janin kehilangan variabilitas

dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada

kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap,

glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat

dengan pH janin yang menurun.1,2,7

1). Data subyektif dan obyektif

Gerakan janin yang menurun atau

berlebihan menandakan gawat janin. Tetapi

biasanya tidak ada gejala-gejala subyektif.

Seringkali indikator gawat janin yang pertama

adalah perubahan dalam pola denyut jantung

janin (bradikardia, takikardia, tidak adanya

variabilitas, atau deselerasi lanjut). 3,8,9

38

Hipotensi pada ibu, suhu tubuh yang

meningkat atau kontraksi uterus yang

hipertonik atau ketiganya secara keseluruhan

dapat menyebabkan asfiksia janin.1,7

2). Faktor-faktor etiologi 4,5,10

a. Insufisiensi uteroplasental akut

aktivitas uterus berlebihan.

hipotensi ibu.

solutio plasenta.

plasenta previa dengan pendarahan.

b. Insufisiensi uteroplasental kronik

penyakit hipertensi.

diabetes mellitus.

isoimunisasi Rh.

postmaturitas atau dismaturitas

c. Kompresi tali pusat

d. Anestesi blok paraservikal

3). Data diagnostik tambahan 4,5,10

Pemantauan denyut jantung janin : pencatatan

denyut jantung janin yang segera dan kontinu

dalam hubungan dengan kontraksi uterus

memberika suatu penilaian kesehatan janin

yang sangat membantu dalam persalinan.

Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin

adalah:

1. bradikardi : denyut jantung janin kurang

dari 120 kali permenit.

39

2. takikardi : akselerasi denyut jantung

janin yang memanjang (> 160) dapat

dihubungkan dengan demam pada ibu sekunder

terhadap terhadap infeksi intrauterin.

Prematuritas dan atropin juga dihubungkan

dengan denyut jantung dasar yang

meningkat.

3. variabilitas: denyut jantung dasar yang

menurun, yang berarti depresi sistem saraf

otonom janin oleh mediksi ibui (atropin,

skopolamin, diazepam, fenobarbital,

magnesium dan analgesik narkotik).

4. pola deselerasi: Deselerasi lanjut

menunjukan hipoksia janin yang disebabkan

oleh insufisiensi uteroplasental.

Deselerasi yang bervariasi tidak

berhubungan dengan kontraksi uterus adalah

lebih sering dan muncul untuk menunjukan

kompresi sementara waktu saja dari

pembuluh darah umbilikus. Peringatan

tentang peningkatan hipoksia janin adalah

deselerasi lanjut, penurunan atau tiadanya

variabilitas, bradikardia yang menetap dan

pola gelombang sinus.

Contoh darah janin memberikan informasi

objektif tentang status asam basa janin.

Pemantauan janin secara elektronik dapat

40

menjadi begitu sensitif terhadapt perubahan-

perubahan dalam denyut jantung janin dimana

gawat janin dapat diduga bahkan bila janin

dalam keadaan sehat dan hanya menber reaksi

terhadap stess dari kontraksi uterus selama

persalianan. Contoh darah janin diindikasikan

bila mana pola denyut jantung janin abnormal

atau kacau memerlukan penjelasan.

Mekonium dalam cairan ketuban : arti dari

mekoneum dalam cairan ketuban adalah tidak

pasti dan kontroversial sementara beberapa

ahli berpendapat bahwa pasase mekoneum

intrauterun adalah suatu tanda gawat janin

dan kemungkinan kegawatan, yang lainya

merasakan bahwa adanya mekoneum tanpa

kejadian asfiksia janin lainnya tidak

menunjukan bahaya janin. Tetapi, kombinasi

asfiksia janin dan mekoneum timbul untuk

mempertinggi potensi asfirasi mekoneum dan

hasil neonatus yang buruk.

4). Penatalaksanaan 4,5,10

Prinsip-prinsip umum

a. bebaskan setiap kompresi tali pusat.

b. perbaiki aliran darah uteroplasental.

c. menilai apakah persalinan dapat

berlangsung normal atau terminasi

kehamilan merupakan indikasi. Rencana

41

kelahiran didasarkan pada faktor-faktor

etiologi, kondisi janin, riwayat obstetri

pasien, dan jalannya persalinan.

Langkah-langkah khusus :

a. posisi ibu diubah dari posisi terlentang

menjadi miring, sebagai usaha untuk

memperbaiki aliran darah balik, curah

jantung, dan aliran darah uteroplasental.

Perubahan dalam posis juga dapat

membebaskan kompresi tali pusat.

b. oksigen diberikan 6 liter/menit, sebagai

usaha meningkatkan penggantian oksigen

fetomaternal.

c. oksitosi dihentikan karena kontraksi

uterus akan mengganggu sirkulasi darah

keruang intervilli.

d. hipotensi dikoreksi dengan infus IV D5%

dalam RL. Transfusi darah dapat

diindikasikan pada syok hemorragik.

e. pemeriksaan pervaginan menyingkirkan

prolaps tali pusat dan menentukan

perjalana persalinan. Elevasi kepala janin

secara lembut dapat merupakan suatu

prosedur yang bermanfaat.

f. pengisapan mekoneum dari jalan nafasi bayi

baru lahir mengurangi resiko asfirasi

mekoneum. Segera setelah kepala bayi

42

lahir, hidung dan mulut dibersikan dari

mekoneum dengan kateter penghisap. Segera

setelah kelahiran, pita suara harus

dilihat dengan laringoskopi langsung

sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum

dengan pipa endotrakeal.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang

berlangsung 42 minggu (294 hari) atau lebih,

dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-

rata 28 hari. Beberapa penulis juga menyatakan KLB

sebagai kehamilan melebihi 42 minggu. Jika

43

ditinjau dari segi bayi yang dilahirkan maka lebih

dianjurkan menggunakan istilah postmatur, dimana

istilah ini merujuk pada fungsi.

Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada

fetus akibat gangguan oksigenasi dan atau nutrisi

yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub

akut (kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau

kronik (plasenta insufisiensi).

Pada kasus ini, Ny. R, 26 tahun didiagnosa

dengan G1P0000Ab000 UK 43-44 minggu dengan serotinus

dan fetal distress mendapat terapi berupa

perbaikan keadaan umum dengan pemberian cairan

intravena dan O2 serta terapi definitif berupa

tindakan Sectio cesaria.

44