CKD REFERAT

37
PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi masalah kesehatan serius di dunia. Menurut (WHO, 2002) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian. Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Brunner & Suddarth, 2001). Menurut Annual Data Report United States Renal Data System yang dirilis pada tahun 2000, memperkirakan prevalensi gagal ginjal kronis mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dalam kurun waktu tahun 1998-2008. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia yaitu diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 8 % tiap tahun. Data yang diterima

Transcript of CKD REFERAT

PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi masalah

kesehatan serius di dunia. Menurut (WHO, 2002) dan Burden

of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap

tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki

peringkat ke-12 tertinggi angka kematian.

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang

bersifat progresif dan irreversibel. Gangguan fungsi

ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit

sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah

pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan

aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan

lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Brunner &

Suddarth, 2001).

Menurut Annual Data Report United States Renal Data System yang

dirilis pada tahun 2000, memperkirakan prevalensi gagal

ginjal kronis mengalami peningkatan hampir dua kali lipat

dalam kurun waktu tahun 1998-2008. Hal tersebut juga

terjadi di Indonesia yaitu diperkirakan mengalami

peningkatan sebesar 8 % tiap tahun. Data yang diterima

dari RSU dr. Soetomo Jakarta pada tahun 2004-2006,

diperkirakan tiap tahun ada 2.000 pasien baru dengan kasus

gagal ginjal. Dari data tersebut didapat bahwa sekitar 60-

70 % dari pasien tersebut berobat dalam kondisi sudah

masuk tahap gagal ginjal terminal sehingga pasien harus

bergantung pada mesin cuci darah (hemodialisa) seumur

hidup (Winata, 2007).

Prevalensi penyakit ginjal kronik atau disebut juga Chronic

Kidney Disease (CKD) meningkat setiap tahunnya. Dalam kurun

waktu 1999 hingga2004, terdapat 16,8 % dari populasi

penduduk usia di atas 20 tahun mengalamiPenyakit Ginjal

Kronik. Persentase ini meningkat bila dibandingkan data 6

tahunsebelumnya, yaitu 14,5% (CDC, 2007).

A. Definisi

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses

patofisiologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,

yang pada umumnya berahir dengan gagal ginjal.

Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis

yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

irreversible, pada satu derajat yang memerlukan

terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis

atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu klinis

laboratorium yang terjadi pada semua organ, akibat

penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik

(IPD FKUI, 2007).

Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal

(unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun

dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan

lingkungan internalnya dari perkembangan gagal ginjal

yang progresif, irreversibel dan lambat yang

berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap

sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik

(toksik uremik) dimana hal tersebut berakibat ginjal

tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi

lagi yang menimbulkan respon sakit (Hudson, 2008).

MenurutThe Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the

National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009Gagal ginjal

kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama

lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis

atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria.

Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis

penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju

filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².

Dimana yang mendasari etiologi yaitu kerusakan massa

ginjal dengan sklerosa yang irreversibel dan

hilangnya nephrons ke arah suatu kemunduran nilai

dari GFR.

Dari berbagai pengertian di atas dapat simpulkan

bahwa gagal ginjal kronis adalah kerusakan pada

ginjal yang terus berlangsung dan tidak dapat

diperbaiki, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan

elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah).

B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

1. Anatomi

Bentuk ginjal menyerupai kacang dengan sisi cekungnya

menghadap kemedial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal

yaitu tempat sruktur - struktur pembulu darah, sistem

limfatik, sistem syaraf dan ureter menuju dan meninggalkan

ginjal.

Ginjal terletak di rongga abdomen ,retroperitoneal primer

kiri dan kanan kolumna vertebralis yang dikelilingi oleh

lemak dan jaringan ikat di belakang peritoneum. Batas atas

ginjal kiri setinggi iga ke- 11 dan ginjal kanan setingi

iga ke- 12 dan batas bawah ginjal kiri setinggi vertebra

lumbalis ke-3. Setiap ginjal memiliki panjang 11- 25cm,

lebar 5-7 cm, dan tebal 2,5 cm.ginjal kiri lebih panjang

dari ginjal kanan. Berat ginjal pada pria dewasa150-170

gram dan pada wanita dewasa 115-155 gram dengan bentuk

seperti kacang, sisi dalamnya menghadap ke vertebra

thorakalis, sisi luarnya cembung dan di atas setiap ginjal

terdapat kelenjar suprarenal.

Struktur ginjal, setiap ginjal dilengkapi kapsul tipis

dari jaringan fibrus yang dapat membungkusnya ,dan

membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya terdapat

struktur ginjal, warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian

korteks di sebelah luar,dan bagian medulla di

sebelahdalam. Bagian medulla ini tersusun atas lima belas

sampai enam belas massa berbentuk piramid,yang disebut

piramid ginjal. Puncakpuncaknya langsung mengarah ke

helium dan berakhir di kalies.kalies ini menghubungkan ke

pelvis ginjal.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

- Korteks, yaitu bagian ginjal yang di dalamnya

terdapat korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan

kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan

tubulus kontortus dital.

- Medulla, yang terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya

terdiri dari tubulusrektus, lengkung henle dan

tubulus proksimal (ductus colligent).

- Columna Renalis, yaitu bagia korteks diantara pyramid

ginjal.

- Hilus Renalis, yaitu suatu bagian di mana pembuluh

darah, serabut saraf atau duktus

memasuki/meninggalkan ginjal.

- Papilla Renalis, yaitu bagian yang menghubungkan

antara duktus pengumpul dan calyx minor.

- Calyx Minor, yaitu percabangan dari calyx major

- Calyx Major, yaitu percabangan drari pelvis renalis

- Pelvis Renalis/piala ginjal, yaitu bagian yang

menghubungkan antara calyx major dan ureter.

- Ureter, yaitu saluran yang membawa urin menju vesica

urinaria.

Pada bagian korteks dan medulla mengandung sekitar 1

juta nefron. Nefron adalah satuan structural dan

fungsional terkecil pada ginjal

Gambar 3.Anatomi nefron

Nefron,Struktur halus ginjal terdiri aatas banyak nefron

yang merupakan satuan – satuan fungsional

ginjal,diperkirakan ada 1000.000 nefron dalam setiap

ginjal. Setiap nefron mulai berkas sebagai kapiler (badan

maphigi atau glumelurus) yang serta tertanam dalam ujung

atas yang lebar pada urineferus atau nefron. Dari sisni

tubulus berjalan sebagian berkelok – kelok dan dikenal

sebagai kelokan pertama atau tubula proximal tubula itu

berkelok – kelok lagi, disebut kelokan kedua atau tubula

distal, yang bersambung dengan tubula penampung yang

berjalan melintasi kortek atau medulla, untuk berakhir

dipuncak salah satu piramidis.

Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan

urin, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan

urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang

hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula

Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di

filtrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat

glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma.

Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler

glomerulus tetapi tidak difiltrasi. Kemudian di reabsorpsi

parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan dieksresi.

Setiap proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan

sekresi tubulus diatur menurut kebutuhan tubuh (Guyton,

2007).

Bagian bagian nefron :

Glomerulus. . Glomerulus merupakan suatu jaringan kapiler

berbentuk bola yangberasal dari arteriol afferent yang

kemudian bersatu menuju arteriol efferent, Berfungsi

sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut

dari darah yang melewatinya.

Kapsul Bowman. Berbentuk seperti mangkuk. Lapisan

parietalnya terdiri dari epitelgepeng dengan nucleus-

nukleus yang mencolok yang menonjol ke dalam ruang

kapiler.Epitel dalam atau epitel Visceral dibentuk oleh

sel-sel bercabang yang disebut podosit. Tiap sel terdiri

dari sekumpulan bahan di pusat yang mengandung sebuah

nucleus dan beberapa tonjolan atau cabang-cabang yang

memancar, yang pada gilirannya menumbuhkan

tonjolantonjolan lebih kecil yang dilenal sebagai

tonjolan-tonjolan kaki atau pedikel. Kapsul Bowman ini

melingkupi glomerolus untuk mengumpulkan cairan yang

difiltrasi oleh kapiler glomerolus.

Tubulus Proksimal. Terdiri dari suatu bagian yang terpilin

dalam labirin kortikal dansuatu anggota naik yang lurus

dalam pancaran meduler dan piramida. Tubulus proksimal ini

tersusun dari suatu tubula dengan epitel torak rendah yang

mempunyai suatu batas sikat pada permukaan bebasnya dan

alur-alur dasar dalam posisi subnuklear.Suatu sifat

mencolok dari sel-sel tubula proksimal adalah bagian

dasarnya terbagi dalam kompartemenkompartemen oleh

lipatan-lipatan yang menonjol. Kompartemen-kompartemen ini

mengandung sejumlah besar mitokondrium yang memanjang dari

poliribosom. Sel-sel tubula proksimal terikat menjadi satu

oleh kompleks sambungan. Tubulus proksimal ini berfungsi

mengadakan reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubuli dan

mensekresikan bahanbahan ke dalam cairan tubuli.

Lengkung Henle. Lengkung Henle membentuk lengkungan tajam

berbentuk U. Terdiri dari pars descendens yaitu bagian

yang menurun terbenam dari korteks ke medula, dan pars

ascendens yaitu bagian yang naik kembali ke korteks.

Bagian bawah dari lengkung henle mempunyai dinding yang

sangat tipis sehingga disebut segmen tipis, sedangkan

bagian atas yang lebih tebal disebut segmen tebal.

Lengkung henle berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari

cairan tubulus dan sekresi bahanbahan ke dalam cairan

tubulus. Selain itu, berperan penting dalam mekanisme

konsentrasi dan dilusi urin.

Tubulus Distal.Tubula berpilin dengan permukaan bebas yang

polos. Sel-sel ini kurang eosinofil (atau lebih basofil)

dari pada yang terdapat dalam tubula proksimal. Pembuluh

ini berperan dalam pengaturan konsentrasi ion K+ dan NaCl

dari cairan tubuh dengan cara sejumlah ion K+ disekresi ke

dalam filtrate dan sejumlah NaCl direabsorbsi dari

filtrat. Pembuluh distal juga berperan menjaga pH cairan

tubuh dengan cara mensekresikan H dan mereabsorbsi ion

bikarbonat (HCO3-).

Tubulus Pengumpul. Sel-sel tubula pengumpul mempunyai batas-

batas yang jelas, nucleus berbentuk bola kira-kira pada

tingkat sama didalam sel, dan sitoplasma yang relative

granuler. Pembuluh ini bersifat permeable terhadap air

tetapi tidak untuk garam.

Pembuluh darah, Selain tubulus urineferus,struktur ginjal

mempunyai pembulu darah. Arteri renalis membawa darah

murni dari aorta abdominalis keginjal cabang-cabangnya

beranting banyak,didalam ginjal dan menjadi arteriola

(artriola afferents), dan masing- masing membentuk simpul

dari kapiler- kapiler didalam, salah satu badan Malpighi,

inilah glumelurus. Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai

arterial aferen(arteriola afferents) yang bercabang-

cabang membentuk jaringan kapiler sekeliling tubulus

uriniferus. Kapiler - kapiler ini kemudian bergabung lagi

membentuk vena renalis,yang membawa darah dari ginjal

kevena kava inferior.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis.

Untuk persarafan simpatis ginjalmelalui segmen T10-L1 atau

L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan

n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan

aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui

n.vagus (Sherwood, 2001)

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur

volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam

tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air secara

selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi

plasma darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah

zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang

tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di

eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem

pengumpulan urin (Price dan Wilson, 2005).

Price dan Wilson (2005) menjelaskan secara singkat fungsi

utama ginjal yaitu :

Fungsi Eksresi :

- Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili

Osmol dengan mengubah-ubah ekresi air.

- Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan

mengubah-ubah ekresi natrium.

- Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing

elektrolit individu dalam rentang normal.

- Mempertahankan derajat keasaman/pH plasma sekitar 7,4

dengan mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk

kembali karbonat.

- Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme

protein (terutama urea, asam urat dan kreatinin).

- Bekerja sebagai jalur eksretori untuk sebagian besar

obat.

Fungsi Non eksresi :

- Menyintesis dan mengaktifkan hormon :

1) Renin : penting dalam pengaturan tekanan darah

2) Eritropoitin : merangsang produksi sel darah merah

oleh sumsum tulang D3 menjadi bentuk yang paling

kuat. bekerja secara lokal dan melindungi dari

kerusakan iskemik ginjal

3) 1,25-dihidroksivitamin D3 sebagai hidroksilasi

akhir vitamin.

4) Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodil;ator

5) Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon,

parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH,

dan hormon gastrointestinal.

Sistem eksresi terdiri atas dua buah ginjal dan

saluran keluar urin. Ginjal sendiri mendapatkan darah

yang harus disaring dari arteri yang masuk ke

medialnya. Ginjal akan mengambil zat-zat yang

berbahaya dari darah dan mengubahnya menjadi urin.

Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter.

Dari ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di

kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan

keinginan mikturisi dan keadaan memungkinkan, maka

urin yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan

lewat uretra (Sherwood, 2001).

C. Etiologi

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh

Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008

didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut

glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%),

hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli,

2008).

a) Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai

penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan

tetapi secara umum memberikan gambaran

histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum,

1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,

glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya

berasal dari ginjal sendiri sedangkan

glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal

terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti

diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik

(LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa

keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari

pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau

keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi

pengganti ginjal seperti dialisis

b) Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam

Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great

imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua

organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam

keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes

melitus dapat timbul secara perlahan-lahan

sehingga pasien tidak menyadari akan adanya

perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak,

buang air kecil lebih sering ataupun berat badan

yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung

lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang

tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar

glukosa darahnya.

c) Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau

bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer,

2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi

menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial

atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi

sekunder atau disebut juga hipertensi renal

d) Ginjal Polisiklik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel

dan berisi cairan atau material yang semisolid.

Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini

dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua

ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain

oleh karena kelainan genetik, kista dapat

disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit.

Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik

yang paling sering didapatkan. Nama lain yang

lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal

polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh

karena sebagian besar baru bermanifestasi pada

usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat

ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil,

sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat

dipakai daripada istilah penyakit ginjal

polikistik dewasa.

Penyebab utama gagal ginjal kronik di Amerika Serikat

(1995-1999)

Penyebab InsidensDiabetes Melitus

- Tipe I (7%)

- Tipe II (37%)

44%

Hipertensi dan penyakit

pembuluh darah besar

27%

Glomerulonefritis 10%Nefriti Interstisial 4%Kista dan penyakit bawaan lain 3%Penyakit sistemik ( ex : SLE 2%

dan vaskulitis)Neoplasma 2%Tidak diketahui 4%Penyakit lain 4%

Penyebab gagal ginjal yang menjalani heodialisis di

Indonesia tahun 2000

Penyebab InsidensGlomerulonefritis 46,39%Diabetes Melitus 18,65%)Obstruksi dan infeksi 12,85%Hipertensi 8,46%Sebab lain 13,65%

D. Faktor Resiko

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien

dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas

atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan

individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus,

hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga

(National Kidney Foundation, 2009).

E. Patofisiologi

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme

protein(yangnormalnya diekresikan kedalam urin)

tertimbun dalam darah.terjadiuremia dan mempengarui

sistem tubuh. Semakin banyak timbunanproduk sampah,

maka setiap gejala semakin meningkat.

Sehinggamenyebabkan.

Gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal

sebagai akibat dari penurunan jumlah glumerulus yang

berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens

subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh

ginjal.

Penurunan laju filtrasi gomerulus (GFR) ,dapat

dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk

pemeriksaaan kliren kreatitin. Menurunya filtasi

glumelurus (akibat tidak berfungsinya glumeluri)

klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin

serum akan meningkat selain itu,kadar nitrogen urea

darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum

merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal

karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh

tubuh. BUN tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal

tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,

katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan medikasi

seperti steroid.

Retensi cairan dan natrium ,Ginjal juga tidak mampu

untuk mengosentrasikan atau mengencerkan urin secara

normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon

ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan

dan elektrolit sehari- hari, tidak terjadi pasien

sering menahan natrium dan cairan,meningkatkan resiko

terjadinya edema, gagal jantung kongesti, dan

hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat

aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama

keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.pasien lain

mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,

mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode

muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan

natrium,yang semakin memperburuk status uremik.

Asidosis, Dengan berkembangnya peyakit renal, terjadi

asidosis metabolik seiring ketidakmampuan ginjal

mengesekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.

Sekresi asam terutama, akibat ketidakmampuan tubulus

ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi

natrium bikarbonat (HCO3).Penuruna sekresi fosfat dan

asam organik lain juga terjadi.

Anemia, anemia terjadi karena akibat eritropoetin

yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah

merah,defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk

mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,

terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin,

suatu subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal

menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel

darah merah. Pada gagal ginjal,produksi eritropoetin

menurun dan anemia berat terjadi ,disertai keletihan,

agina dan nafas sesak.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas

utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah

gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh

memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah

satunya meningkat yang lain menurun. Dengan

menurunnya filtrasi malalui glumelurus ginjal

terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan

sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan sekresi

parathormon dari kelenjar paratoid.Namun demikian

pada gagal ginjal , tubuh tidak berespon secara

normal terhadap peningkatan sekresi parathormon,dan

akibatnya,kalsium di tulang menurun,menyebabkan

perubahan pada tulang dan penyakit tulang, selain itu

metabolik aktif vitamin D (1,25dihidrokolekalsiferol)

yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring

dengan berkembangnya ginjal.

Penyakit tulang uremik, Sering disebut

osteodistrofienal, terjadi dari perubahan komplek

kalsium,fosfat dan keseimbangan parathormon.Laju

penurunan fungsi ginjal kronis berkaitan dengan

gangguan yang mendasari,ekresi protein dan urin, dan

adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan

secarasignifikan sejumlah protein atau mengalami

peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat

memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi

kondisi ini.

Tahapan penyakit gagal ginjal kronis berlangsung

secara terus-menerus dari waktu ke waktu. The Kidney

Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) mengklasifikasikan

gagal ginjal kronis sebagai berikut:

Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit

ginjal kronik

Stadium Deskripsi GFR (mL/menit/1.73

m²)0 >90 dengan factor

resiko1 Kerusakan masih

normal

>90

2 Ringan 60-893 Sedang 30-594 Berat 15-295 Gagal ginjal

terminal

<15

Pada gagal ginjal kronis tahap 1 dan 2 tidak

menunjukkan tanda-tanda kerusakan ginjal termasuk

komposisi darah yang abnormal atau urin yang

abnormal.

F. Gambaran Klinis

Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh

dipengaruhi oleh kondisi uremia, oleh karena itu

pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.

Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan

tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari

adalah usia pasien. Berikut merupakan tanda dan

gejala gagal ginjal kronis (Brunner & Suddarth,

2001).

a) Kelainan hemopoesis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV

78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal

ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat

bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg%

atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per

menit.

b) Kardiovaskuler

Kardovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya

hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum),

edema periorbital, friction rub pericardial, serta

pembesaran vena leher.

c) Kelainan Mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai

pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik.

Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari

mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang

adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf

mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan

pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)

mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang

sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.

Penimbunan atau deposit garam kalsium pada

conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat

iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin

juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal

kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme

sekunder atau tersier.

d) Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit

abu-abu mengkilat, kulit kering dan bersisik,

pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta

rambut tipis dan kasar. Gatal sering mengganggu

pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan

diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme

sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang

setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya

kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai

timbunan kristal urea pada kulit muka dan

dinamakan urea frost.

e) Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis,

sputum kental dan liat, napas dangkal seta

pernapasan kussmaul.

f) Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas

berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada

mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan

diare, serta perdarahan dari saluran GI. Mual dan

muntah sering merupakan keluhan utama dari

sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada

stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah

masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan

dengan dekompresi oleh flora usus sehingga

terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan

iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus

halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan

segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet

protein dan antibiotika.

g) Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan

keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,

kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak

kaki, serta perubahan perilaku.

h) Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram

otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang serta

foot drop.

i) Reproduktif yaitu yang ditandai dengan amenore dan

atrofi testikuler.

G. Penegakkan Diagnosa

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK)

mempunyai sasaran berikut:

a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal

(reversible factors)

d. Menentukan strategi terapi rasional

e. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan

bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan

kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik

diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin

dan khusus.

1. Anamnesa dan Pemeriksaan FisikAnamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua

keluhan yang berhubungan dengan retensi atau

akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan

penyakit termasuk semua faktor yang dapat

memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik

(keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan

laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan

melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat

penurunan faal ginjal.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan

menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG),

identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan

penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.

a) Pemeriksaan Faal Ginjal

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat

serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk

faal ginjal (LFG).

b) Etiologi Gagal Ginjal Kronik (CKD)

Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia

darah, elektrolit dan imunodiagnosis.

c) Pemeriksaan Laboratorium untuk Perjalanan Penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis,

elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain

berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal

ginjal (LFG).

3. Pemeriksaan Penunjang

a) Foto Potos Abdomen

b) USG Ginjal

Memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,

korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau

batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.

c) Biopsi dan Pemeriksaan Histipatologi Ginjal

Dilakukan pada ukuran ginjal yang masih mendekati

normal, dimana diagnosis secara non invasif tidak

bisa ditegakkan. Pemeriksaan histipatologi ini

bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan

terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi

yang telah diberikan.

H. Komplikasi

Banyak komplikasi yang timbul seiring dengan

penurunan fungsi ginjal, seperti : komplikasi

hematologis, penyakit vaskular dan hipertensi,

dehidrasi, kulit, gastrointestinal, endokrin,

neurologis dan psikiatrik, imunologis, lipid, dan

penyakit jantung. Serta gangguan keseimbangan asam

dan basa, cairan dan elektrolit, osteodistrofi ginjal

dan anemia.(5:158)

         Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban

volume, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis

metabolik, azotemia, dan uremia.

         Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium

akhir), terjadi azotemia berat dan uremia berat.

Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok

merangsang kecepatan pernapasan.

         Hipertensi, anemia, osteodistrofi,

hiperkalemia, ensefalopati, uremik, dan pruritus

(gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.

         Penurunan pembentukan eritropoietin dapat

menyebabkan sindrom anemia kardiovaskular, dan

penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan

morbiditas dan mortalitas.

I. Penatalaksanaan

Rencana tatalaksana CKD dibagi atas derajatnya, dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Terapi farmakologis

Manajemen langsung CKD berfokus pada renin

angiotensin aldosteron blokade (Raas) dan kontrol

tekanan darah. Manajemen juga mencakup pengelolaan

yang optimal dari kondisi komorbiditas umum seperti

diabetes dan mengatasi faktor risiko kardiovaskular

untuk mengurangi risiko Cardiovaskular disease. Juga

penting adalah pendidikan pasien dan pendekatan

multidisiplin untuk manajemen penyakit yang

memanfaatkan ahli diet dan pekerja sosial di samping

dokter dan Renin Angiotensin Aldosteron Blokade Satu

terapi agen Raas. Terapi Raas dengan baik sebagai

angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) atau

angiotensin receptor blocker (ARB) dianjurkan untuk

pasien dengan CKD untuk mencegah atau mengurangi

tingkat pengembangan untuk ESRD. Sebuah ACEI atau ARB

harus menjadi agen lini pertama untuk terapi

antihipertensi untuk pasien CKD dan dianjurkan untuk

pasien dengan albuminuria terlepas dari kebutuhan

untuk mengontrol tekanan darah.

Angiotensin menyebabkan vasokonstriksi arteriol

eferen lebih besar daripada afferent arteriol, yang

mengarah ke glomerulus hipertensi. Hal ini

menyebabkan hiperfiltrasi dan hiperfiltrasi

berkepanjangan menyebabkan kerusakan glomerulus

struktural dan fungsional. Kedua ACEI dan ARB dapat

membalikkan proses ini dan menunda perkembangan

penyakit ginjal. Sementara penurunan tekanan

intraglomerular memiliki manfaat jangka panjang,

dapat menyebabkan kenaikan kecil dalam serum

kreatinin dalam jangka pendek, karena GFR berhubungan

langsung dengan tekanan intraglomerular. Kenaikan

hingga 20-30% di atas dasar yang dapat diterima dan

tidak alasan untuk menahan pengobatan kecuali

hiperkalemia berkembang.

Dalam kondisi seperti stenosis arteri ginjal

bilateral, di mana angiotensin melayani peran penting

menjaga tekanan intraglomerular dan GFR, blokade

dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Dengan demikian,

memeriksa kreatinin serum dan kalium sekitar 1-2

minggu setelah memulai atau mengubah dosis ACEI atau

ARB dianjurkan. Memilih ACEI atau ARB. ACEI dan ARB

tidak berbeda secara signifikan dalam hal kematian

secara keseluruhan, pengembangan menjadi ESRD, atau

efek anti-proteinuric mereka.

Seleksi awal dari obat tertentu harus berdasarkan

biaya, potensi efek samping, dan keinginan pasien.

Kedua kelas obat telah dipelajari secara ekstensif.

Namun, volume yang lebih tinggi dari bukti dan lebih

landmark penelitian telah dilakukan dengan ACEI

dibandingkan dengan ARB. Oleh karena itu, para ahli

umumnya merekomendasikan dimulai dengan ACEI. Namun,

ACEI memiliki tingkat yang lebih tinggi dari batuk

dan dapat menyebabkan peningkatan yang sedikit lebih

besar dari kalium dan kadar kreatinin serum

dibandingkan dengan ARB.

Dengan penurunan fungsi ginjal, mulai dosis untuk

kedua ACEI dan ARB lebih rendah. Dosis titrasi harus

dilakukan perlahan-lahan sesuai kebutuhan untuk

mengontrol tekanan darah atau albuminuria. Mulai ACEI

atau ARB. Seperti dibahas di atas, ketika memulai

ACEI atau ARB, pemantauan tekanan darah, kalium, dan

kadar kreatinin serum penting. Kalium dan / atau

serum kreatinin diperkirakan meningkat ketika memulai

atau mengubah dosis dari ACEI atau ARB. Mendapatkan

kalium dan kreatinin serum tingkat sebelum memulai

atau mengubah dosis. (Jika sudah diukur dalam dua

minggu sebelumnya, pengukuran yang dapat digunakan.)

Satu sampai dua minggu setelah inisiasi atau dosis

perubahan, periksa kalium dan kadar kreatinin serum.

Banyak dokter akan mentolerir tingkat kalium hingga

5,5 mEq / L dan peningkatan kreatinin serum hingga

30% dari baseline dalam tiga bulan pertama dengan

pengawasan yang ketat. Obat mungkin perlu dikurangi

atau dihentikan jika tingkat kalium tetap tinggi di>

5.5mEq / L atau jika kreatinin serum terus meningkat

atau tidak membaik. Secara umum, terapi ganda dengan

ACEI dan ARB tidak dianjurkan. Studi sampai saat ini

belum menunjukkan manfaat klinis yang signifikan

terhadap mortalitas keseluruhan untuk terapi ganda

lebih monoterapi. Meskipun beberapa efek anti-

proteinuric aditif terjadi ketika dua agen Raas

digunakan, studi ONTARGET menunjukkan bahwa terapi

ganda meningkatkan risiko memburuknya fungsi ginjal

dan hiperkalemia. Beberapa RCT besar sedang dilakukan

untuk menilai peran terapi ganda untuk pasien CKD

khusus.

Terapi ganda dengan ACEI dan ARB harus

dipertimbangkan hanya untuk pasien dengan albuminuria

berat (> 1 g / hari). Sebuah nefrologi berkonsultasi

harus diperoleh pada saat ini untuk membantu memulai

dan memantau terapi Raas ganda.

Spironolactone. Peningkatan bukti menunjukkan bahwa

reseptor aldosteron antagonis spironolactone dapat

menurunkan albuminuria dan beberapa penelitian kecil

telah dievaluasi kombinasi dengan ACEI atau ARB

Menurut BCGuideline (2014), target yang harus dicapai

pada CKD adalah sebagai berikut:

DAFTAR PUSTAKA

BC Guidelines.ca: Chronic Kidney Disease - Identification,Evaluation and Management of Adult Patients. 2014.

Chronic Kidney Disease (CKD) Clinical PracticeRecommendationsfor Primary Care PhysiciansandHealthcare Providers. Divisions Of Nephrology &HypertensionAnd General Internal Medicine. 2011.

Kdoqi, National Kidney F. KDOQI Clinical PracticeGuidelines and Clinical Practice Recommendations forAnemia in Chronic Kidney Disease. American journal ofkidney diseases : the official journal of theNational Kidney Foundation. 2011

Kidney International Organization. 2009. KDIGO ClinicalPractice Guideline for the Diagnosis, Evaluation,Prevention, and Treatment of Chronic Kidney

R. Putz, R. Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21Jilid 2. Jakarta: EGC. 2006.

Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW,Setiyohadi B, Alwi I, et al., 3rd ed. Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing 2009:1035-1040.