CKD REFERAT
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of CKD REFERAT
PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi masalah
kesehatan serius di dunia. Menurut (WHO, 2002) dan Burden
of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah
menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap
tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki
peringkat ke-12 tertinggi angka kematian.
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang
bersifat progresif dan irreversibel. Gangguan fungsi
ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah
pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan
aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan
lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Brunner &
Suddarth, 2001).
Menurut Annual Data Report United States Renal Data System yang
dirilis pada tahun 2000, memperkirakan prevalensi gagal
ginjal kronis mengalami peningkatan hampir dua kali lipat
dalam kurun waktu tahun 1998-2008. Hal tersebut juga
terjadi di Indonesia yaitu diperkirakan mengalami
peningkatan sebesar 8 % tiap tahun. Data yang diterima
dari RSU dr. Soetomo Jakarta pada tahun 2004-2006,
diperkirakan tiap tahun ada 2.000 pasien baru dengan kasus
gagal ginjal. Dari data tersebut didapat bahwa sekitar 60-
70 % dari pasien tersebut berobat dalam kondisi sudah
masuk tahap gagal ginjal terminal sehingga pasien harus
bergantung pada mesin cuci darah (hemodialisa) seumur
hidup (Winata, 2007).
Prevalensi penyakit ginjal kronik atau disebut juga Chronic
Kidney Disease (CKD) meningkat setiap tahunnya. Dalam kurun
waktu 1999 hingga2004, terdapat 16,8 % dari populasi
penduduk usia di atas 20 tahun mengalamiPenyakit Ginjal
Kronik. Persentase ini meningkat bila dibandingkan data 6
tahunsebelumnya, yaitu 14,5% (CDC, 2007).
A. Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
yang pada umumnya berahir dengan gagal ginjal.
Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
irreversible, pada satu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis
atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu klinis
laboratorium yang terjadi pada semua organ, akibat
penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik
(IPD FKUI, 2007).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal
(unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun
dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan
lingkungan internalnya dari perkembangan gagal ginjal
yang progresif, irreversibel dan lambat yang
berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap
sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik
(toksik uremik) dimana hal tersebut berakibat ginjal
tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi
lagi yang menimbulkan respon sakit (Hudson, 2008).
MenurutThe Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the
National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009Gagal ginjal
kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis
atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria.
Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis
penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju
filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².
Dimana yang mendasari etiologi yaitu kerusakan massa
ginjal dengan sklerosa yang irreversibel dan
hilangnya nephrons ke arah suatu kemunduran nilai
dari GFR.
Dari berbagai pengertian di atas dapat simpulkan
bahwa gagal ginjal kronis adalah kerusakan pada
ginjal yang terus berlangsung dan tidak dapat
diperbaiki, dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah).
B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
1. Anatomi
Bentuk ginjal menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap kemedial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal
yaitu tempat sruktur - struktur pembulu darah, sistem
limfatik, sistem syaraf dan ureter menuju dan meninggalkan
ginjal.
Ginjal terletak di rongga abdomen ,retroperitoneal primer
kiri dan kanan kolumna vertebralis yang dikelilingi oleh
lemak dan jaringan ikat di belakang peritoneum. Batas atas
ginjal kiri setinggi iga ke- 11 dan ginjal kanan setingi
iga ke- 12 dan batas bawah ginjal kiri setinggi vertebra
lumbalis ke-3. Setiap ginjal memiliki panjang 11- 25cm,
lebar 5-7 cm, dan tebal 2,5 cm.ginjal kiri lebih panjang
dari ginjal kanan. Berat ginjal pada pria dewasa150-170
gram dan pada wanita dewasa 115-155 gram dengan bentuk
seperti kacang, sisi dalamnya menghadap ke vertebra
thorakalis, sisi luarnya cembung dan di atas setiap ginjal
terdapat kelenjar suprarenal.
Struktur ginjal, setiap ginjal dilengkapi kapsul tipis
dari jaringan fibrus yang dapat membungkusnya ,dan
membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya terdapat
struktur ginjal, warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian
korteks di sebelah luar,dan bagian medulla di
sebelahdalam. Bagian medulla ini tersusun atas lima belas
sampai enam belas massa berbentuk piramid,yang disebut
piramid ginjal. Puncakpuncaknya langsung mengarah ke
helium dan berakhir di kalies.kalies ini menghubungkan ke
pelvis ginjal.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
- Korteks, yaitu bagian ginjal yang di dalamnya
terdapat korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan
kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus dital.
- Medulla, yang terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya
terdiri dari tubulusrektus, lengkung henle dan
tubulus proksimal (ductus colligent).
- Columna Renalis, yaitu bagia korteks diantara pyramid
ginjal.
- Hilus Renalis, yaitu suatu bagian di mana pembuluh
darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
- Papilla Renalis, yaitu bagian yang menghubungkan
antara duktus pengumpul dan calyx minor.
- Calyx Minor, yaitu percabangan dari calyx major
- Calyx Major, yaitu percabangan drari pelvis renalis
- Pelvis Renalis/piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calyx major dan ureter.
- Ureter, yaitu saluran yang membawa urin menju vesica
urinaria.
Pada bagian korteks dan medulla mengandung sekitar 1
juta nefron. Nefron adalah satuan structural dan
fungsional terkecil pada ginjal
Gambar 3.Anatomi nefron
Nefron,Struktur halus ginjal terdiri aatas banyak nefron
yang merupakan satuan – satuan fungsional
ginjal,diperkirakan ada 1000.000 nefron dalam setiap
ginjal. Setiap nefron mulai berkas sebagai kapiler (badan
maphigi atau glumelurus) yang serta tertanam dalam ujung
atas yang lebar pada urineferus atau nefron. Dari sisni
tubulus berjalan sebagian berkelok – kelok dan dikenal
sebagai kelokan pertama atau tubula proximal tubula itu
berkelok – kelok lagi, disebut kelokan kedua atau tubula
distal, yang bersambung dengan tubula penampung yang
berjalan melintasi kortek atau medulla, untuk berakhir
dipuncak salah satu piramidis.
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan
urin, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan
urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang
hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula
Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di
filtrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat
glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma.
Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler
glomerulus tetapi tidak difiltrasi. Kemudian di reabsorpsi
parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan dieksresi.
Setiap proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan
sekresi tubulus diatur menurut kebutuhan tubuh (Guyton,
2007).
Bagian bagian nefron :
Glomerulus. . Glomerulus merupakan suatu jaringan kapiler
berbentuk bola yangberasal dari arteriol afferent yang
kemudian bersatu menuju arteriol efferent, Berfungsi
sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut
dari darah yang melewatinya.
Kapsul Bowman. Berbentuk seperti mangkuk. Lapisan
parietalnya terdiri dari epitelgepeng dengan nucleus-
nukleus yang mencolok yang menonjol ke dalam ruang
kapiler.Epitel dalam atau epitel Visceral dibentuk oleh
sel-sel bercabang yang disebut podosit. Tiap sel terdiri
dari sekumpulan bahan di pusat yang mengandung sebuah
nucleus dan beberapa tonjolan atau cabang-cabang yang
memancar, yang pada gilirannya menumbuhkan
tonjolantonjolan lebih kecil yang dilenal sebagai
tonjolan-tonjolan kaki atau pedikel. Kapsul Bowman ini
melingkupi glomerolus untuk mengumpulkan cairan yang
difiltrasi oleh kapiler glomerolus.
Tubulus Proksimal. Terdiri dari suatu bagian yang terpilin
dalam labirin kortikal dansuatu anggota naik yang lurus
dalam pancaran meduler dan piramida. Tubulus proksimal ini
tersusun dari suatu tubula dengan epitel torak rendah yang
mempunyai suatu batas sikat pada permukaan bebasnya dan
alur-alur dasar dalam posisi subnuklear.Suatu sifat
mencolok dari sel-sel tubula proksimal adalah bagian
dasarnya terbagi dalam kompartemenkompartemen oleh
lipatan-lipatan yang menonjol. Kompartemen-kompartemen ini
mengandung sejumlah besar mitokondrium yang memanjang dari
poliribosom. Sel-sel tubula proksimal terikat menjadi satu
oleh kompleks sambungan. Tubulus proksimal ini berfungsi
mengadakan reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubuli dan
mensekresikan bahanbahan ke dalam cairan tubuli.
Lengkung Henle. Lengkung Henle membentuk lengkungan tajam
berbentuk U. Terdiri dari pars descendens yaitu bagian
yang menurun terbenam dari korteks ke medula, dan pars
ascendens yaitu bagian yang naik kembali ke korteks.
Bagian bawah dari lengkung henle mempunyai dinding yang
sangat tipis sehingga disebut segmen tipis, sedangkan
bagian atas yang lebih tebal disebut segmen tebal.
Lengkung henle berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari
cairan tubulus dan sekresi bahanbahan ke dalam cairan
tubulus. Selain itu, berperan penting dalam mekanisme
konsentrasi dan dilusi urin.
Tubulus Distal.Tubula berpilin dengan permukaan bebas yang
polos. Sel-sel ini kurang eosinofil (atau lebih basofil)
dari pada yang terdapat dalam tubula proksimal. Pembuluh
ini berperan dalam pengaturan konsentrasi ion K+ dan NaCl
dari cairan tubuh dengan cara sejumlah ion K+ disekresi ke
dalam filtrate dan sejumlah NaCl direabsorbsi dari
filtrat. Pembuluh distal juga berperan menjaga pH cairan
tubuh dengan cara mensekresikan H dan mereabsorbsi ion
bikarbonat (HCO3-).
Tubulus Pengumpul. Sel-sel tubula pengumpul mempunyai batas-
batas yang jelas, nucleus berbentuk bola kira-kira pada
tingkat sama didalam sel, dan sitoplasma yang relative
granuler. Pembuluh ini bersifat permeable terhadap air
tetapi tidak untuk garam.
Pembuluh darah, Selain tubulus urineferus,struktur ginjal
mempunyai pembulu darah. Arteri renalis membawa darah
murni dari aorta abdominalis keginjal cabang-cabangnya
beranting banyak,didalam ginjal dan menjadi arteriola
(artriola afferents), dan masing- masing membentuk simpul
dari kapiler- kapiler didalam, salah satu badan Malpighi,
inilah glumelurus. Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai
arterial aferen(arteriola afferents) yang bercabang-
cabang membentuk jaringan kapiler sekeliling tubulus
uriniferus. Kapiler - kapiler ini kemudian bergabung lagi
membentuk vena renalis,yang membawa darah dari ginjal
kevena kava inferior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis.
Untuk persarafan simpatis ginjalmelalui segmen T10-L1 atau
L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan
aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui
n.vagus (Sherwood, 2001)
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur
volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam
tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air secara
selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi
plasma darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah
zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang
tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di
eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem
pengumpulan urin (Price dan Wilson, 2005).
Price dan Wilson (2005) menjelaskan secara singkat fungsi
utama ginjal yaitu :
Fungsi Eksresi :
- Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili
Osmol dengan mengubah-ubah ekresi air.
- Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan
mengubah-ubah ekresi natrium.
- Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing
elektrolit individu dalam rentang normal.
- Mempertahankan derajat keasaman/pH plasma sekitar 7,4
dengan mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk
kembali karbonat.
- Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme
protein (terutama urea, asam urat dan kreatinin).
- Bekerja sebagai jalur eksretori untuk sebagian besar
obat.
Fungsi Non eksresi :
- Menyintesis dan mengaktifkan hormon :
1) Renin : penting dalam pengaturan tekanan darah
2) Eritropoitin : merangsang produksi sel darah merah
oleh sumsum tulang D3 menjadi bentuk yang paling
kuat. bekerja secara lokal dan melindungi dari
kerusakan iskemik ginjal
3) 1,25-dihidroksivitamin D3 sebagai hidroksilasi
akhir vitamin.
4) Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodil;ator
5) Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon,
parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH,
dan hormon gastrointestinal.
Sistem eksresi terdiri atas dua buah ginjal dan
saluran keluar urin. Ginjal sendiri mendapatkan darah
yang harus disaring dari arteri yang masuk ke
medialnya. Ginjal akan mengambil zat-zat yang
berbahaya dari darah dan mengubahnya menjadi urin.
Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter.
Dari ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di
kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan
keinginan mikturisi dan keadaan memungkinkan, maka
urin yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan
lewat uretra (Sherwood, 2001).
C. Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh
Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008
didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%),
hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli,
2008).
a) Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai
penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan
tetapi secara umum memberikan gambaran
histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum,
1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,
glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.
Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya
berasal dari ginjal sendiri sedangkan
glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal
terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti
diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik
(LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa
keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari
pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau
keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi
pengganti ginjal seperti dialisis
b) Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam
Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great
imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua
organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes
melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak,
buang air kecil lebih sering ataupun berat badan
yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung
lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang
tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar
glukosa darahnya.
c) Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau
bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer,
2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi
menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial
atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi
sekunder atau disebut juga hipertensi renal
d) Ginjal Polisiklik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel
dan berisi cairan atau material yang semisolid.
Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini
dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua
ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain
oleh karena kelainan genetik, kista dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik
yang paling sering didapatkan. Nama lain yang
lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh
karena sebagian besar baru bermanifestasi pada
usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat
ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil,
sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat
dipakai daripada istilah penyakit ginjal
polikistik dewasa.
Penyebab utama gagal ginjal kronik di Amerika Serikat
(1995-1999)
Penyebab InsidensDiabetes Melitus
- Tipe I (7%)
- Tipe II (37%)
44%
Hipertensi dan penyakit
pembuluh darah besar
27%
Glomerulonefritis 10%Nefriti Interstisial 4%Kista dan penyakit bawaan lain 3%Penyakit sistemik ( ex : SLE 2%
dan vaskulitis)Neoplasma 2%Tidak diketahui 4%Penyakit lain 4%
Penyebab gagal ginjal yang menjalani heodialisis di
Indonesia tahun 2000
Penyebab InsidensGlomerulonefritis 46,39%Diabetes Melitus 18,65%)Obstruksi dan infeksi 12,85%Hipertensi 8,46%Sebab lain 13,65%
D. Faktor Resiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien
dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas
atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan
individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus,
hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga
(National Kidney Foundation, 2009).
E. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein(yangnormalnya diekresikan kedalam urin)
tertimbun dalam darah.terjadiuremia dan mempengarui
sistem tubuh. Semakin banyak timbunanproduk sampah,
maka setiap gejala semakin meningkat.
Sehinggamenyebabkan.
Gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glumerulus yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal.
Penurunan laju filtrasi gomerulus (GFR) ,dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaaan kliren kreatitin. Menurunya filtasi
glumelurus (akibat tidak berfungsinya glumeluri)
klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin
serum akan meningkat selain itu,kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan medikasi
seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium ,Ginjal juga tidak mampu
untuk mengosentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan
dan elektrolit sehari- hari, tidak terjadi pasien
sering menahan natrium dan cairan,meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat
aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium,yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis, Dengan berkembangnya peyakit renal, terjadi
asidosis metabolik seiring ketidakmampuan ginjal
mengesekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Sekresi asam terutama, akibat ketidakmampuan tubulus
ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi
natrium bikarbonat (HCO3).Penuruna sekresi fosfat dan
asam organik lain juga terjadi.
Anemia, anemia terjadi karena akibat eritropoetin
yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah,defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin,
suatu subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel
darah merah. Pada gagal ginjal,produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi ,disertai keletihan,
agina dan nafas sesak.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas
utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat yang lain menurun. Dengan
menurunnya filtrasi malalui glumelurus ginjal
terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratoid.Namun demikian
pada gagal ginjal , tubuh tidak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon,dan
akibatnya,kalsium di tulang menurun,menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang, selain itu
metabolik aktif vitamin D (1,25dihidrokolekalsiferol)
yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring
dengan berkembangnya ginjal.
Penyakit tulang uremik, Sering disebut
osteodistrofienal, terjadi dari perubahan komplek
kalsium,fosfat dan keseimbangan parathormon.Laju
penurunan fungsi ginjal kronis berkaitan dengan
gangguan yang mendasari,ekresi protein dan urin, dan
adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan
secarasignifikan sejumlah protein atau mengalami
peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat
memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi
kondisi ini.
Tahapan penyakit gagal ginjal kronis berlangsung
secara terus-menerus dari waktu ke waktu. The Kidney
Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) mengklasifikasikan
gagal ginjal kronis sebagai berikut:
Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit
ginjal kronik
Stadium Deskripsi GFR (mL/menit/1.73
m²)0 >90 dengan factor
resiko1 Kerusakan masih
normal
>90
2 Ringan 60-893 Sedang 30-594 Berat 15-295 Gagal ginjal
terminal
<15
Pada gagal ginjal kronis tahap 1 dan 2 tidak
menunjukkan tanda-tanda kerusakan ginjal termasuk
komposisi darah yang abnormal atau urin yang
abnormal.
F. Gambaran Klinis
Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh
dipengaruhi oleh kondisi uremia, oleh karena itu
pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan
tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari
adalah usia pasien. Berikut merupakan tanda dan
gejala gagal ginjal kronis (Brunner & Suddarth,
2001).
a) Kelainan hemopoesis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV
78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal
ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat
bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg%
atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per
menit.
b) Kardiovaskuler
Kardovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya
hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum),
edema periorbital, friction rub pericardial, serta
pembesaran vena leher.
c) Kelainan Mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai
pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik.
Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang
adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf
mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan
pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)
mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.
Penimbunan atau deposit garam kalsium pada
conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat
iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin
juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal
kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme
sekunder atau tersier.
d) Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit
abu-abu mengkilat, kulit kering dan bersisik,
pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta
rambut tipis dan kasar. Gatal sering mengganggu
pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme
sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang
setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya
kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai
timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost.
e) Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis,
sputum kental dan liat, napas dangkal seta
pernapasan kussmaul.
f) Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas
berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan
diare, serta perdarahan dari saluran GI. Mual dan
muntah sering merupakan keluhan utama dari
sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah
masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan
dengan dekompresi oleh flora usus sehingga
terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan
iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus
halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan
segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet
protein dan antibiotika.
g) Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan
keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak
kaki, serta perubahan perilaku.
h) Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram
otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang serta
foot drop.
i) Reproduktif yaitu yang ditandai dengan amenore dan
atrofi testikuler.
G. Penegakkan Diagnosa
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK)
mempunyai sasaran berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal
(reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan
bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan
kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin
dan khusus.
1. Anamnesa dan Pemeriksaan FisikAnamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua
keluhan yang berhubungan dengan retensi atau
akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan
penyakit termasuk semua faktor yang dapat
memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik
(keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan
laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan
melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat
penurunan faal ginjal.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan
menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG),
identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan
penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
a) Pemeriksaan Faal Ginjal
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat
serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk
faal ginjal (LFG).
b) Etiologi Gagal Ginjal Kronik (CKD)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia
darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
c) Pemeriksaan Laboratorium untuk Perjalanan Penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis,
elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain
berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal
ginjal (LFG).
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto Potos Abdomen
b) USG Ginjal
Memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau
batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
c) Biopsi dan Pemeriksaan Histipatologi Ginjal
Dilakukan pada ukuran ginjal yang masih mendekati
normal, dimana diagnosis secara non invasif tidak
bisa ditegakkan. Pemeriksaan histipatologi ini
bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan
terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi
yang telah diberikan.
H. Komplikasi
Banyak komplikasi yang timbul seiring dengan
penurunan fungsi ginjal, seperti : komplikasi
hematologis, penyakit vaskular dan hipertensi,
dehidrasi, kulit, gastrointestinal, endokrin,
neurologis dan psikiatrik, imunologis, lipid, dan
penyakit jantung. Serta gangguan keseimbangan asam
dan basa, cairan dan elektrolit, osteodistrofi ginjal
dan anemia.(5:158)
Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban
volume, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis
metabolik, azotemia, dan uremia.
Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium
akhir), terjadi azotemia berat dan uremia berat.
Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernapasan.
Hipertensi, anemia, osteodistrofi,
hiperkalemia, ensefalopati, uremik, dan pruritus
(gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
Penurunan pembentukan eritropoietin dapat
menyebabkan sindrom anemia kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas.
I. Penatalaksanaan
Rencana tatalaksana CKD dibagi atas derajatnya, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Terapi farmakologis
Manajemen langsung CKD berfokus pada renin
angiotensin aldosteron blokade (Raas) dan kontrol
tekanan darah. Manajemen juga mencakup pengelolaan
yang optimal dari kondisi komorbiditas umum seperti
diabetes dan mengatasi faktor risiko kardiovaskular
untuk mengurangi risiko Cardiovaskular disease. Juga
penting adalah pendidikan pasien dan pendekatan
multidisiplin untuk manajemen penyakit yang
memanfaatkan ahli diet dan pekerja sosial di samping
dokter dan Renin Angiotensin Aldosteron Blokade Satu
terapi agen Raas. Terapi Raas dengan baik sebagai
angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) atau
angiotensin receptor blocker (ARB) dianjurkan untuk
pasien dengan CKD untuk mencegah atau mengurangi
tingkat pengembangan untuk ESRD. Sebuah ACEI atau ARB
harus menjadi agen lini pertama untuk terapi
antihipertensi untuk pasien CKD dan dianjurkan untuk
pasien dengan albuminuria terlepas dari kebutuhan
untuk mengontrol tekanan darah.
Angiotensin menyebabkan vasokonstriksi arteriol
eferen lebih besar daripada afferent arteriol, yang
mengarah ke glomerulus hipertensi. Hal ini
menyebabkan hiperfiltrasi dan hiperfiltrasi
berkepanjangan menyebabkan kerusakan glomerulus
struktural dan fungsional. Kedua ACEI dan ARB dapat
membalikkan proses ini dan menunda perkembangan
penyakit ginjal. Sementara penurunan tekanan
intraglomerular memiliki manfaat jangka panjang,
dapat menyebabkan kenaikan kecil dalam serum
kreatinin dalam jangka pendek, karena GFR berhubungan
langsung dengan tekanan intraglomerular. Kenaikan
hingga 20-30% di atas dasar yang dapat diterima dan
tidak alasan untuk menahan pengobatan kecuali
hiperkalemia berkembang.
Dalam kondisi seperti stenosis arteri ginjal
bilateral, di mana angiotensin melayani peran penting
menjaga tekanan intraglomerular dan GFR, blokade
dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Dengan demikian,
memeriksa kreatinin serum dan kalium sekitar 1-2
minggu setelah memulai atau mengubah dosis ACEI atau
ARB dianjurkan. Memilih ACEI atau ARB. ACEI dan ARB
tidak berbeda secara signifikan dalam hal kematian
secara keseluruhan, pengembangan menjadi ESRD, atau
efek anti-proteinuric mereka.
Seleksi awal dari obat tertentu harus berdasarkan
biaya, potensi efek samping, dan keinginan pasien.
Kedua kelas obat telah dipelajari secara ekstensif.
Namun, volume yang lebih tinggi dari bukti dan lebih
landmark penelitian telah dilakukan dengan ACEI
dibandingkan dengan ARB. Oleh karena itu, para ahli
umumnya merekomendasikan dimulai dengan ACEI. Namun,
ACEI memiliki tingkat yang lebih tinggi dari batuk
dan dapat menyebabkan peningkatan yang sedikit lebih
besar dari kalium dan kadar kreatinin serum
dibandingkan dengan ARB.
Dengan penurunan fungsi ginjal, mulai dosis untuk
kedua ACEI dan ARB lebih rendah. Dosis titrasi harus
dilakukan perlahan-lahan sesuai kebutuhan untuk
mengontrol tekanan darah atau albuminuria. Mulai ACEI
atau ARB. Seperti dibahas di atas, ketika memulai
ACEI atau ARB, pemantauan tekanan darah, kalium, dan
kadar kreatinin serum penting. Kalium dan / atau
serum kreatinin diperkirakan meningkat ketika memulai
atau mengubah dosis dari ACEI atau ARB. Mendapatkan
kalium dan kreatinin serum tingkat sebelum memulai
atau mengubah dosis. (Jika sudah diukur dalam dua
minggu sebelumnya, pengukuran yang dapat digunakan.)
Satu sampai dua minggu setelah inisiasi atau dosis
perubahan, periksa kalium dan kadar kreatinin serum.
Banyak dokter akan mentolerir tingkat kalium hingga
5,5 mEq / L dan peningkatan kreatinin serum hingga
30% dari baseline dalam tiga bulan pertama dengan
pengawasan yang ketat. Obat mungkin perlu dikurangi
atau dihentikan jika tingkat kalium tetap tinggi di>
5.5mEq / L atau jika kreatinin serum terus meningkat
atau tidak membaik. Secara umum, terapi ganda dengan
ACEI dan ARB tidak dianjurkan. Studi sampai saat ini
belum menunjukkan manfaat klinis yang signifikan
terhadap mortalitas keseluruhan untuk terapi ganda
lebih monoterapi. Meskipun beberapa efek anti-
proteinuric aditif terjadi ketika dua agen Raas
digunakan, studi ONTARGET menunjukkan bahwa terapi
ganda meningkatkan risiko memburuknya fungsi ginjal
dan hiperkalemia. Beberapa RCT besar sedang dilakukan
untuk menilai peran terapi ganda untuk pasien CKD
khusus.
Terapi ganda dengan ACEI dan ARB harus
dipertimbangkan hanya untuk pasien dengan albuminuria
berat (> 1 g / hari). Sebuah nefrologi berkonsultasi
harus diperoleh pada saat ini untuk membantu memulai
dan memantau terapi Raas ganda.
Spironolactone. Peningkatan bukti menunjukkan bahwa
reseptor aldosteron antagonis spironolactone dapat
menurunkan albuminuria dan beberapa penelitian kecil
telah dievaluasi kombinasi dengan ACEI atau ARB
Menurut BCGuideline (2014), target yang harus dicapai
pada CKD adalah sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
BC Guidelines.ca: Chronic Kidney Disease - Identification,Evaluation and Management of Adult Patients. 2014.
Chronic Kidney Disease (CKD) Clinical PracticeRecommendationsfor Primary Care PhysiciansandHealthcare Providers. Divisions Of Nephrology &HypertensionAnd General Internal Medicine. 2011.
Kdoqi, National Kidney F. KDOQI Clinical PracticeGuidelines and Clinical Practice Recommendations forAnemia in Chronic Kidney Disease. American journal ofkidney diseases : the official journal of theNational Kidney Foundation. 2011
Kidney International Organization. 2009. KDIGO ClinicalPractice Guideline for the Diagnosis, Evaluation,Prevention, and Treatment of Chronic Kidney
R. Putz, R. Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21Jilid 2. Jakarta: EGC. 2006.
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW,Setiyohadi B, Alwi I, et al., 3rd ed. Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing 2009:1035-1040.