METODOLOGI SEJARAH

23
METODOLOGI SEJARAH FRAWITA SARI, 1406515791 Pascasarjana Departemen Ilmu Sejarah - Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia APA ITU METODOLOGI ? Secara kategoris terdapat dua bidang ilmu yang kedudukannya berada pada dua ujung yang berlawanan. Ujung satu ditempati oleh Ilmu Pengetahuan Alam dan ujung yang lainnya ditempati oleh Ilmu Humaniora. Antara abad 18 smpai 19, sewaktu aliran rasionalisme memuncak dan mencapai fase positivisme, konsepsi tentang ilmu dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan alam yang demikian kuat sehingga ilmu tersebut seakan punya fungsi normative untuk menjadi “hakim” yang menentukan kriteria seberapa jauh berbagai cabang ilmu yang lain dapat dikategorikan sebagai science atau ilmu. Kriteria yang diciptakan untuk menentukan aturan atau hukum, sehingga dapat membuat generalisasi dan memprediksi masa depan. Berdasarkan kriteria yang ada pada saat itu, ilmu Humaniora termasuk Ilmu Sejarah dan ilmu humanis lainnya dikategorikan sebagai bukan ilmu karena tidak mampu merumuskan hukum. Hal ini mendapat reaksi dari kaum Neo-Kantian yang berpendapat bahwa antara kedua cabang ilmu tersebut bersifat generic, berdiri sejajar, dan masing-masing memiliki otonomi sendiri sehingga salah satu ilmu tidak berhak untuk menghakimi 1

Transcript of METODOLOGI SEJARAH

METODOLOGI SEJARAHFRAWITA SARI, 1406515791

Pascasarjana Departemen Ilmu Sejarah - Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

APA ITU METODOLOGI ?

Secara kategoris terdapat dua bidang ilmu yang

kedudukannya berada pada dua ujung yang berlawanan. Ujung satu

ditempati oleh Ilmu Pengetahuan Alam dan ujung yang lainnya

ditempati oleh Ilmu Humaniora. Antara abad 18 smpai 19, sewaktu

aliran rasionalisme memuncak dan mencapai fase positivisme,

konsepsi tentang ilmu dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan

alam yang demikian kuat sehingga ilmu tersebut seakan punya

fungsi normative untuk menjadi “hakim” yang menentukan kriteria

seberapa jauh berbagai cabang ilmu yang lain dapat dikategorikan

sebagai science atau ilmu. Kriteria yang diciptakan untuk

menentukan aturan atau hukum, sehingga dapat membuat

generalisasi dan memprediksi masa depan. Berdasarkan kriteria

yang ada pada saat itu, ilmu Humaniora termasuk Ilmu Sejarah dan

ilmu humanis lainnya dikategorikan sebagai bukan ilmu karena tidak

mampu merumuskan hukum.

Hal ini mendapat reaksi dari kaum Neo-Kantian yang

berpendapat bahwa antara kedua cabang ilmu tersebut bersifat

generic, berdiri sejajar, dan masing-masing memiliki otonomi

sendiri sehingga salah satu ilmu tidak berhak untuk menghakimi

1

ilmu yang lainnya. Ilmu pengetahuan alam mengarahkan ke

pembuatan generalisasi yang dicapai lewat analisis dan bersifat

kuantitatif, sedangkan ilmu humaniora mengarah ke perumusan

gambaran khusus yang diperoleh lewat narasi dan lebih bersifat

kualitatif. Dalam dikotomi ini, kedudukan Ilmu Pengetahuan

Sosial berada di tengah-tengah sebagai jembatan penghubung kedua

ilmu tersebut. Ilmu social memperhatikan keteraturan tindakan

dan kelakuan manusia yang kesemua hal tersebut hampir sama

dengan hukum-hukum.

Sementara itu, terdapat perkembangan yang menunjukkan

adanya pengaruh kuat Ilmu Sosial pada Ilmu sejarah terutama

dalam hal teori dan metodologi. Dengan demikian, bila

dibandingkan dengan Ilmu Humaniora lainnya, ilmu sejarah lebih

memiliki kedekatan pada ilmu Sosial. Artinya juga, Ilmu Sejarah

lebih dekat pada ilmu Alam di banding Ilmu Humaniora lainnya

terhadap Ilmu Alam. Dari uraian yang telah diulas ini, secara

anatomis keilmuan cukup punya “legalitas” bila pengkajian ilmu

sejarah mengarah ke terciptanya generalisasi dan melakukan

approaches yang bersifat kuantitatif. (Muhsin, 2009: 1-3).

Sejarah mempunyai kedudukan yang setara dengan ilmu-ilmu

lain, terutama dengan ilmu sosial, yang sampai tingkat tertentu

menerapkan metode ilmiah. Metode dan hasil yang ilmiah

menerapkan konsep yang memandang ilmu sebagai suatu kumpulan

kebenaran yang diperoleh dengan sistematis mengenai suatu

persoalan tertentu melalui suatu metode yang efektif. Metode

yang efektif memperoleh perhatian utama dalam meningkatkan suatu

pengetahuan untuk bisa menjadi ilmu. Oleh karena itu sejarah

sebagai ilmu harus bekerja menurut tahapan tertentu yang

2

mempunyai metode, yang di dalam penelitian sejarah disebut

dengan metodologi sejarah. (Yass, 2004: 3).

Pengertian metode dan metodologi mempunyai hubungan erat

meskipun dapat dibedakan. Banyak definisi-definisi mengenai

metode, menurut definisi kamus The New Lexicon Webster’s Dictonary of the

English Language yang di kutip di dalam buku karangan Helius

Sjamsuddin, metode ialah: “Suatu cara untuk berbuat sesuatu;

suatu prosedur untuk mengerjakan sesuatu; keteraturan dalam

berbuat, berencana; suatu susunan atau sistem yang teratur. Jadi

metode ada hubungan dngan suatu prosedur, proses, atau teknik

yang sistematis dalam penyidikan suatu disiplin ilmu tertentu

untuk mendapatkan objek yang diteliti. Sedangkan mengenai

metodologi menurut The New Lexicon definisi umumnya ialah “suatu

cabang filsafat yang berhubungan dengan ilmu tentang metode atau

prosedur; suatu sistem tentang metode-metode dan aturan-aturan

yang digunakan dalam sains (science). (Sjamsuddin, 2012: 10-11).

Dari definisi yang dikemukakan ini, bahwa metode dan metodologi

adalah dua fase kegiatan yang berbeda untuk tugas yang sama.

Metode sejarah ialah “bagaimana mengetahui sejarah”, sedangkan

metodologi sejarah “mengetahui cara bagaimana mengetahui sejarah”.

Dua fase kegiatan ini sangat dibutuhkan dalam penelitian

sejarah (historia). Menurut F. Muller, seperti yang dikutip oleh

Topolski di dalam buku Helius Sjamsuddin, istilah historia

mempunyai tiga arti: (1) Penelitian (research) dan laporan tentang

penelitian itu sendiri; (2) suatu cerita puitis; (3) suatu

deskripsi yang persis tentang fakta-fakta1.( Sjamsuddin, 2012:1).

1 Makna Historia didalam teks-teks Yunani Kuno sama dengan bahasa latin klasik,

sehingga tekanan diletakkan pada pengamatan langsung (direct observasition),

Penelitian (research), dan laporan-laporan hasilnya. Helius Sjamsuddin. “Metodologi

3

Menurut pendapat Gay dalam tulisan Sukardi (2003; 203) secara

definisi penelitian sejarah dapat diartikan sebagai salah satu

penelitian mengenai pengumpulan dan evaluasi data secara

sistematik, yang berkaitan dengan kejadian masa lalu untuk

menguji hipotesis yang berhubungan dengan penyebab, pengaruh,

atau perkembangan kejadian yang mungkin membantu dengan

memberikan informasi pada kejadian sekarang, dan mengantisipasi

kejadian yang akan datang. Penelitian sejarah akan memperoleh

manfaat maksimal, apabila digunakan untuk tujuan menjawab

hipotesis penelitian yang diajukan peneliti dan merekonstruksi

kembali peristiwa dan kehidupan masa lampau dengan tepat dan

objektif. Melalui usaha peneliti untuk merelokasi, mengevaluasi,

dan menginterpretasi data dimana kita dapat belajar tentang masa

lalu. (Sukardi, 2003; 204).

Metodologi dalam sejarah berperan sebagai penengah antara

dua pernyataan data atau fakta sebuah peristiwa dari berbagai

sumber media dan sebagainya. Selain itu metodologi sejarah

sebagai jembatan penghubung/ menghubungkan data – teori dengan

daya kritis. Dalam hal yang lain juga metodologi dapat

menyelematkan kita dalam pernyataan ideologis yang tertutup

dalam perspektif keyakinan dan kebenaran. Bagi sejarawan dan

peneliti, meneliti peristiwa sejarah dengan fakta-fakta yang

berbeda-beda menjadi hal menarik dalam penelusuran terhadap

sejarah itu sendiri. Hal yang paling tidak boleh dilewatkan

fungsi dari metodologi sejarah adalah menjelaskan kajiannya

terkait pengembangan keilmuan dalam segi-segi ontologis (sudut

pandang), epistemologis (pengembangan ilmu itu sendiri) dan axiologis

(kepentingan ideology dll). (Zuhdi, 2013; 1).Sejarah” Yogyakarta 2012 hlm. 2.

4

Ada dua bagian yang harus dikerjakan sejarawan menurut

pendapat Prof. Susanto Zuhdi (2013;5) dalam kajiannya pada

pelatihan metode penelitian lintas disiplin FIB-UI berkaitan

dengan metode penelitian dan metode penulisan. Metode penulisan

sejarah pada prinsipnya deskriptif dengan gaya narasi

(pengkisahan). Terdapat pula metode yang lebih structural dan

analitis yang menggunakan konsep-konsep (ilmu-ilmu sosial) secar

lebih ketat. Hal inilah yang akan terlihat dari kecenderungan

penulisan ke arah pendekatan ilmu-ilmu social dan humaniora.

Keduanya merupakan kecenderungan yang wajar. Persoalan yang

mendasar ada pada cara menjelaskan yaitu apakah dengan metode

deduktif (diturunkan) seperti cara kerja ilmuwan alam (fisika)

atau induktif, yang bertolak dari hal-hal yang particular, unik,

spesifik lalu ditarik ke atas untuk mengambil kesimpulan. Carl

Hempel misalnya lebih menekankan cara kerja ilmu alam dalam

penjelasan sejarah dengan menggunakan hubungan sebab-akibat.

Ada premis mayor dan premis minor. Ada eksplanan (yang

menerangkan) dan eksplanandum (diterangkan). Pendekatan ini

mengabaikan unsur keunikan dalam sejarah yang boleh jadi jsutru

disitulah faktor yang justru tak diduga tetapi (turut)

menentukan jalnnya sejarah.

MENGAPA METODOLOGI ?

5

Banyaknya pengaruh perkembangan Ilmu Sosial pada satu

sisi dan perkembangan Ilmu Sejarah sendiri pada sisi lain,

pengkajian sejarah tidak lagi memuaskan bila hanya bersifat

deskriptif-naratif tapi menuntut bersifat analisis-struktural.

Sejarah yang bersifat analisis-struktural memiliki kemampuan

memberikan daya-jelas yang lebih tinggi. Kecenderungan semacam

ini mengisyaratkan pentingnya diterapkan teori dan metodologi

ilmu social dalam pengkajian sejarah. Melalui upaya ini ilmu

sejarah akan mampu menganalisis dan mengungkapkan hal-hal yang

umum (pola-pola, kecenderungan, serta berbagai aspek

structural), disamping hal-hal yang unik. Pada gilirannya, hal

ini menuntut generalisasi dan penerapan metode kuantitatif.

Divernitas tema kajian yang semangkin beragam, seperti

sejarah ekonomi, sejarah pertanian, sejarah demografi, sejarah

perkotaan dan sebagainya penuntutan penelitian sejarah dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif semangkin terasa

urgenitasnya. Tingkat tuntutan itu lebih memungkinkan untuk

direspons dengan tersedianya sumber data yang cukup serta

perangkat teknologi sebagai instrument yang memudahkan

pengolahan data. Selain itu, penerapan analisis kuantitatif akan

lebih terasa urgenitasnya mengingat dalam perkembangan terakhir

ini pengaruh posmodernisme atau posmo dengan dekonstruksinya

cukup terangkat. Pandangan posmo dengan dekonstruksinya

meragukan tentang kebenaran, ralitas, makna, dan pengetahuan yan

dibangun diatas kekuatan fondasi teks, bahasa, ataupun permainan

kata. Dengan kata lain, semua disiplin ilmu Bahasa, termasuk

ilmu sejarah, menjadi “diragukan”. Kaitan inilah posmo mengancam

dan dapat menggoyahkan eksistensi ilmu sejarah, karena posmo

6

berpandangan relative terhadap fakta, objektivitas, dan

kebenaran yang justru menjadi pokok kajian sejarah. Pandangan

skeptic teori posmo yang mempersoalkan validitas yang menjadi

pokok kajian sejarah perlu ada penanganan yang diperlukan

berbagai teori dan metodologi penelitian sejarah yang dapat

mengkokohkan tegaknya fakta, objektivitas dan kebenaran sejarah.

Untuk menghadapai hal ini diberikan beberapa solusi, yaitu

melalui penerapan teori korespondensi, teori korelasi, dan

metodologi strukturistik. (Zuhdi, 2008; 1-3). Selanjutnya

terdapat penambahan solusi yang dikemukakan oleh Muhsin (2009;

4) dalam seminar akademik Unpad yakni, penerapan analisis

kuantitatif.

Sejarawan akademik2 dilatih dengan wawasan teoritik,

terlepas dari teori apa yang digunakan atau dipilihnya.

Menerapkan metodologi dan penggunaan sumber yang beragam dengan

metode kritik yang dipertanggungjawabkan. Prinsip kerja dalam

sejarah yang selalu ditekankan adalah untuk menguasai

ketrampilan dalam metode historis yaitu heuristic, kritik, dan

penerapan teori dan metodologi yang tepat sehingga penulisan

hasil penelitian (historiografi) bisa dipertanggungjawabkan.

(Zuhdi, 2008; 4).

Menurut Abdurahman (1993; 43) metode historis adalah

seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan

sumber-sumber sejarah secara efektif. Menilainya dengan kritis

dan mengajukan sintesis dalam bentuk tertulis. Sedangkan menurut

2 Pembedaan terhadap sejarawan informal yang mengkaji sejarah yang dituangkan dalam

karya-karya tulisannya didapat melalui otodidak bukan dari hasil pendidikan formal

seperti kalangan akademisi. Susanto Zuhdi. “Titik Balik Historiografi di Indonesia”,

Jakarta 2008 hlm. 3.

7

Yass (2004; 4) mengutip dari penjelasan Ernest Bernheim, bahwa

metode historis ialah “suatu proses untuk menentukan adanya

pendapat yang tepat mengenai kejadian-kejadian yang sudah

lampau, karena tidak mungkin bahwa keseluruhan dari proses

tersebut dapat di alami dan diketahui secara langsung. Tujuan

metode historis adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau

secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan,

mengevaluasi, memperifikasi, serta mensistesiskan bukti-bukti

untuk menegakkan fakta-fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat

(Suryabrata, 1988; 12).

Selain metode historis yang digunakan di dalam penelitian

sejarah, terdapat pula metode yang mengkaji sumber sejarah

secara lisan atau yang dikenal dengan sejarah lisan. Sejarah

lisan merupakan salah satu metodologi sejarah yang berguna untuk

mengatur interview, mempersiapkan interview, melakukan

intervieuw, menyusun kuesioner, serta masalah hukum dan etika

yang berkaitan dengan penelitian sejarah. (Kuntowijoyo, 1995:81-

82). Dalam metode sejarah lisan ini, para sejarawan kebanyakan

menerapkan metode wawancara sebagai pengumpulan data dalam

mendapatkan sumber lisan, sehingga dapat ditemukan data-data

tambahan yang berasal dari sumber khususnya sumber lokal.

Pertanyaan bagaimana metodologi didalam penelitian

sejarah dapat diterapkan, hal ini dapat di lihat dari para

sejarawan melakukan penelitiannya. Penelitian dengan metode

sejarah yang dikerjakan sejarawan akan bermuara pada hasil

sebuah karya tulis (historiografi). Sejarawan umumnya tidak

bertolak dari teori atau konsep, tetapi berangkat dari isu atau

masalah tertentu. Itu diperoleh karena kepedulian sejarawan

8

terhadap masalah yang tidak harus muncul dari masa lalu, tetapi

justru yang terkait dengan masa kini. Melalui perspektif

historis, isu atau masalah kekinian itulah yang menarik

perhatian sejarawan sehingga mendorongnya untuk melakukan

penelitian/penulisan. (Zuhdi, 2013; 6).

Seperti yang dibahas sebelumnya mengenai solusi

metodologi historis untuk mematahkan serangan posmo terhadap

sejarah, salah satunya adalah penerapan analisis kuantitatif.

Penerapan pendekatan kuantitatif dapat dilakukan oleh sejarawan

yang berhadapan dengan peristiwa-peristiea lampau yang kompleks,

yang digambarkan secara kualitatif atau pun kuantitatif. Dengan

metode ini kuantitatif dilakukan untuk eksplanasiperistiwa-

peristiwa historis., terutama dalam hal penggambaran kondisi-

kondisi “material” yang diakibatkan oleh lingkungan-lingkungan

tertentu. Yang akhirnya sejarawan harus “menghitung” sesuatu yang

secara implisit merefleksikan bentuk penghitungan secara kasar.

Menurut Muhsin (2009; 8-10) terdapat lebih dari satu

metode kuantitatif yang dapat diterapkan untuk penelitian

sejarah sebagai metodologi, diantaranya terdapat analisis

statistic seri (the statistical analysis of a series) yang menunjukkan

seputar waktu tertentu. Selanjutnya terdapat tipe seri statistic

yang cukup mendapat perhatian sejarawan yaitu “time-series” tipe

ini menghitung kuantitas item pada titik waktu yang berbeda atau

interval waktu yang berbeda dan juga sejarawan dapat

membandingkan keterhubungan masing-masing item yang berubah dan

berhubungan, atau saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

Sehingga, sejarawan dapat menemukan korelasi yang menandakan

hubungan kausal. Selain itu sejarawan dapat mengkaji masa lampau

9

dengan menggunakan perhitungan (counting) dan penyortiran (sorting)

untuk mengorganisasikan item ke dalam seri statistic dan dengan

menggunakan “peralatan” dasar seperti perbandingan (ratio) dan

presentase. Selain melalui statistical series, quanto-history

dapat dilakukan melalui survey analysis. Dan terakhir, metode

kuantitatif lainnya bersifat lebih kompleks ialah, New Economic

History sejarawan dapat melihat tekanan pada pola performance

ekonomi keseluruhan. Dengan ini sejarawan dapat menyusun model-

model matematik yang dapat diwujudkan dalam bentuk “persamaan”

dalam historiografi. Perlu dicatat bahwa tidak semua jenis

penulisan sejarah memerlukan kuantifikasi. Seperti kesadaran

manusia, semua yang berhubungan dengan ini tidak perlu di

kuantifikasi karena dapat menafikan nilai-nilai kemanusiaan

(dehumanisasi). Statistic yang digunakan sejarawan lebih banyak

yang merupakan descriptive statistic, yakni hanya berkisar seputar

teknik untuk mendeskripsikan data dalam angka, yaitu distribusi,

pengukuran hubungan antara dua variable (korelasi, regresi), analisis

isi, dan time series. (Kuntowijoyo, 2008; 132

Tanpa metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam

sejarah menjadi tidak mungkin untuk pengokohan kebenaran

terhadap fakta penelitian ilmu sejarah dari kritikan posmo.

Kegunaan metode kuantitatif, dapat mendorong sejarawan untuk

berfikr sejenak mengenai “adakah data kuantitatif untuk

mengganti atau melengkapi pernyataan kualitatif itu” sebelum

menggunakan istilah-istilah “lebih banyak, lebih sedikit,

meningkat, menurun dan sebagainya”, sehingga kritikan posmo

terhadap kebenaran sejarah yang diragukan bisa terpatahkan.

10

BAGAIMANA METODOLOGI ?

Sebagai sebuah penelitian sejarah diperlukan sebuah

proses dalam penggalian dokumen sebagai sumber sejarah. Dokumen

disini diartikan sebagai benda-benda tertulis yang dapat

memberikan berbagai macam keterangan peristiwa dan kejadian

dimasa lampau, misalnya: buku, majalah, surat kabar, hukum,

peraturan-peraturan, keputusan-keputusan pengadilan, manuskrip,

surat-surat perjanjian, surat-surat perintah, brosur, piagam,

gambar, potret, dan lain-lain. (Yass, 2004; 33). Menggali sebuah

peristiwa harus diterangkan secara lebih jauh dan mendalam

mengenai terjadinya latar belakang, kondisi ekonomi, politik dan

kulturalnya, di sinilah diperlukan bagaimana metodologi sebagai

dasar pijakan. Dalam memahami peristiwa-peristiwa masa lampau

sebagai fakta sejarah diperlukan tahapan-tahapan dan proses,

maka untuk itu dibutuhkan metode dan pendekatan agar dapat

direkonstruksi secara utuh. Oleh karena itu didalam penelitian

studi sejarah, perlu adanya perhatian terhadap aspek ruang dan

waktu beserta kausalitasnya dipergunakan metode dan pendekatan

sejarah. Metode sejarah mempunyai empat tahapan kerangka ilmiah,

yaitu:

Heuristik

Langkah awal dalam penelitian sejarah ialah Heuristik.

Heuristik merupakan teknik atau cara-cara untuk menemukan sumber

yang bisa didapat melalui studi kepustakaan, pengamatan secara

langsung di lapangan, atau melalui interview. Saat ini data

sejarah bisa di dapat dari berbagai macam cara selain studi11

pustaka, sumber sejarah dapat juga diakses melalui media cetak

dan elektronik. Yang terpenting seorang peneliti harus

mengetahui bagaimana menangani bukti-bukti sejarah dan bagaimana

menghubungkannya. (Alian, 2012; 9-10).

Sumber dapat diklasifikasikan menjadi sumber primer

(langsung atau direct) dan sumber sekunder (tidak langsung atau

indirect), serta sumber asli dan sumber palsu. Dimaksud sumber

primer adalah kesaksian langsung dari seseorang atau golongan,

yang betul-betul menyaksikan suatu peristiwa. Sumber sekunder

adalah kesaksian tidak langsung yang di berikan seseorang.

Artinya seseorang atau kelompok tertentu dalam masyarakat

memberikan kesaksian sudah melalui kesaksian orang lain. Dengan

kata lain sumber sekunder menurut Imam Bernadib adalah dokumen

yang menguraikan atau membicarakan sumber primer. Kategori

sumber sekunder adalah monograf, buku-buku pelajaran, hasil

kongres, makalah, prasaran, dan lain-lain. Sedangkan sumber asli

dan palsu, maksud disini sumber asli ialah sumber yang

mengandung gagasan yang segar, belum di upam atau di

terjemahkan, masih dalam bentuk asli, sedangkan sumber palsu

adalah kebalikannya. (Yass, 2004; 34-35)

Dalam penjelasan langkah-langkah penelitian sejarah ini

dapat dilihat dari studi penelitian penulis mengenai

“Perkembangan Kebudayaan Zuriat Kesultanan Palembang Di Muntok

Kabupaten Bangka Barat Kepulauan Bangka Tahun 1734-1816”3.

Langkah awal penelitian melakukan proses heuristik dengan

3 Tugas akhir akademik (skripsi). “Perkembangan Kebudayaan Zuriat Kesultanan Palembang

Di Muntok Kabupaten Bangka Barat Kepulauan Bangka Tahun 1734 – 1816 (Sumbangan Pada

Mata Pelajaran Sejarah Kelas Xi Di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Muntok)”.

Frawita Sari, Prodi Pendidikan Sejarah FKIP Univesritas Sriwijaya Palembang 2013.

12

mencari dokumen-dokumen tertulis masa kesultanan Palembang

sampai invansi Inggris di pulau Bangka dan sejarah Pulau Bangka

khususnya sejarah Muntok, baik yang berupa buku, laporan, memoar

dan surat kabar yang sesuai dengan tema. Dan untuk memperkuat

bukti-bukti tertulis yang terdapat di dalam dokumen penulis juga

melakukan wawancara untuk mengetahui lebih mendalam mengenai

tema yang penulis tulis, dalam skop temporal pada masa Muntok

berada di wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang 1734 sampai

invansi Inggris 1816 atas wilayah Bangka.

Kritik Sumber (Verifikasi)

Langkah selanjutnya dalam penelitian sejarah yakni kritik

sumber. Dalam menggunakan sumber-sumber sejarah, haruslah

mengevaluasi atau melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang

digunakan. Kritik sumber adalah proses menguji sumber, apakah

sumber yang diketemukan asli atau palsu dan apakah isinya dapat

dipercaya atau dipertanggung jawabkan atau tidak. (Alian, 2012;

11)

Kritik ada dua macam, yaitu: Kritik Ekstern dan Kritik

Intern. Kriti ekstern adalah menyelidiki untuk menentukan

keaslian dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan 5W+1H. Sedangkan

kritik intern adalah penentuan dapat tidaknya keterangan dalam

dokumen digunakan sebagai fakta sejarah. (Yass, 2004; 35-36).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kritik intern dilakukan untuk

mencari keaslian isi sumber atau data guna memperoleh suatu

kebenaran atau kekeliruan yang terjadi, sedangkan kritik

ekstern bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang ditelusuri

melalui kritik intern. Sumber yang penulis kritik atau penulis

bandingkan dalam penelitian sejarahnya adalah:13

Kritik Ekstern

Dalam kritik ekstern ini yang dilakukan penulis adalah

pengujian atas asli dan tidaknya sumber sehingga cara yang

dilakukan adalah menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang

ditemukan. Bila sumber tersebut merupakan dokumen tertulis

seperti buku, maka peneliti harus melihat hal-hal yang berkaitan

dengan penampilan luar yang meliputi kertas, tintanya tulisan

kalimat, gaya bahasa/ ejaan yang digunakan pengarang.

(Kuntowijoyo, 1995; 99)

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, penulis melakukan

kritik sumber yang diperoleh. Penulis melakukan kritik terhadap

dua sumber, yaitu sumber yang berupa buku yang menyangkut

masalah gaya bahasa atau ejaan yang digunakan oleh pengarang

buku-buku yang berkaitan dengan Sejarah Bangka dan sumber berupa

tokoh-tokoh adat maupun lembaga-lembaga adat yang mengetahui

sejarah Bangka khususnya kota Muntok. Dalam hal ini penulis

melihat dari fisik, status maupun umur tokoh tersebut dan juga

kita bisa melihat pengarang merupakan sejarawan akademisi kah

atau sejarawan informal.

Kritik Intern

Kritik intern yang di lakukan dalam sebuah penelitian

yang disebutkan sebelumnya adalah berkaitan dengan perolehan

berupa buku-buku yang menyangkut tentang Sejarah Bangka

khususnya Sejarah Muntok seperti buku karangan Sutedjo Sujitno

yang berjudul Legenda dalam Sejarah Bangka terbitan Cempaka

Publishing dan buku karangan Arifin Machmud yang berjudul Pulau

Bangka dan Budayanya. Buku tersebut berisi kumpulan Sejarah

14

Bangka dari Abad ke- 7 Era Hindu-Budha hingga masa Kolonialisme

di Pulau Bangka. Sama halnya dengan sumber tokoh yang akan

diwawancarai. Setelah diseleksi melalui kondisi fisik,

status/jabatan, umur, dan pendidikan narasumber, tahap

selanjutnya melakukan wawancara dan bukan hanya dengan satu

orang tokoh melainkan dengan tokoh-tokoh lainnya dari kalangan

sejarawan, budayawan, arkeolog, antropolog dan juga tokoh-tokoh

adat daerah setempat.

Untuk menghindari subjektifitas yang berlebihan oleh

pengarang dan tokoh-tokoh yang dijadikan sebagai informan

terhadap data yang diperlukan, maka penulis berusaha

mengkritisinya dengan membandingkannya dengan buku atau sumber

lainnya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang valid

sehingga dapat menyajikan data dan fakta yang seobjektif

mungkin.

Hasil kritik menunjukkan bahwa dalam buku berjudul Legenda

dalam sejarah Bangka karangan Sutedjo Sujitno mengatakan bahwa saat

Sultan Mahmud Badaruddin I kembali ke Palembang dari Siantan,

beliau dan rombongan singgah di Pulau Bangka karena kondisi

cuaca saat itu buruk. Sedangkan di dalam buku berjudul Pulau

Bangka dan Budayanya karangan Arifin Machmud, Sultan Mahmud

Badaruddin I singgah di Pulau Bangka saat kembali dari Siantan

karena beliau dan rombongan mendapat serangan dari Sultan Anom

Komarudin saat beliau memasuki wilayah perairan Palembang.

Sehingga pasukan dari Sultan Mahmud Badaruddin mundur dan

singgah di Pulau Bangka. Adanya perbedaan tulisan dari sumber

dalam melakukan kritik intern ini pada kedua buah buku tersebut,

peneliti harus melakukan telaah atas hasil tulisan sejarah

15

sehingga muncul kekhasan dari masalah atau peristiwa yang

diangkat dengan melihat dari berbagai sumber yang membahas

peristiwa atau masalah yang sama. Sehingga dapat diputuskan dari

kritik ini data mana yang harus digunakan.

Interpretasi

Langkah ketiga dalam penelitian sejarah adalah

interpretasi. Menurut Bekker interpretasi yaitu penafsiran

terhadap fakta-fakta yang dimunculkan dari data-data yang sudah

terseleksi atau kenyataan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk

mencari kebenaran otentik yang di sesuaikan dengan tema yang

yang dibahas. Interpretasi atau penafsiran sejarah sering

disebut analisis sejarah. Analisis berarti menguraikan secara

terminologis sedangkan sintesis berarti menyatukan data-data

yang ada. Analisis dan sintesis ini dipandang sebagai metode-

metode utama dalam interpretasi. (Kuntowijoyo, 1995; 100).

Interpretasi merupakan penetapan makna dan saling

berhubungan antara fakta-fakta yang telah diperoleh, hal ini

sangat diperlukan agar data yang mati dapat berbicara atau

mempunyai arti (Yass, 2004; 43). Dalam tahap ini, penulis

melakukan analisis data yang diperoleh akan diuraikan dengan

melihat adanya beberapa kemungkinan yang terkandung dalam sumber

tersebut. Selanjutnya dengan melakukan sintesis dilakukan

penyimpulan dari uraian-uraian sumber yang telah dilakukan dalam

tahap analisis, sehingga dihasilkan sebuah kesimpulan yang

merupakan hasil interpretasi dari sumber-sumber yang telah

ditemukan. Dengan interpretasi, penulis berusaha menghubungkan

fakta atau data antara sumber yang satu dengan sumber yang lain

dan berusaha untuk dapat memberikan penafsiran yang terkandung16

dalam sumber yang ada untuk membahas masalah dalam penulisan

berikutnya.

Peristiwa sejarah yang di interpretasikan dalam tahap yang

dilakukan oleh peneliti sejarah bisa berdasarkan ilmu, politik,

ekonomi, sosial, budaya, dan geografi. Sebagai contoh tulisan

mengenai kajian perkembangan kebudayaan Zuriat di pulau Bangka,

dalam interpretasi politik dijelaskan bagaimana jatuhnya Pulau

Bangka kedalam kekuasaan Kesultanan Palembang, dengan perkawinan

politik yang dilakukan sultan Palembang dengan anak dari Bupati

Banten yang ada diwilayah Bangka, serta menempatkan kerabat

kesultanan yang berasal dari Johor Siantan berada di Muntok

wilayah pulau Bangka, untuk legitimasi kekuasaan wilayah

Kesultanan Palembang sekaligus mengkokohkan hubungan Kesultanan

Palembang dengan Kerajaan Johor.

Interpretasi ekonomi menjelaskan tentang komoditi timah dan

lada yang dihasilkan wilayah Pulau Bangka, sehingga menjadi

rebutan para penguasa kerajaan di Nusantara pada masa itu,

karena dianggap menguntungkan dari segi sumber daya alam wilayah

Bangka apabila bisa dikuasai. Dalam interpretasi sosial dan

budaya digambarkan kehidupan para Zuriat/ kerabat kesultanan

yang berasal dari Siantan Johor yang menempati wilayah Muntok

secara turun temurun dari awal kemunculannya hingga pada masa

invansi Inggris setelah secara de facto wilayah Bangka tidak lagi

dalam kekuasaan Kesultanan Palembang. Dan interpretasi geografi

menjelaskan secara geografis daerah-daerah yang ditempatkan oleh

Zuriat/ kerabat kesultanan dalam membangun kota Muntok dan

menjadikan Kota Muntok sebagai wilayah strategis didalam

17

pelayaran Malaka dan Nusantara pada masa Kesultanan Palembang

Darussalam.

Historiografi

Setelah dilakukan proses heuristik, interpretasi, dan

kritik sumber sebagai tahap akhir dalam metode sejarah serta,

menjawab pertanyaan untuk apa metedologi diterapkan adalah

teknik penulisan sejarah atau dikenal dengan historiografi.

Historiografi adalah rekonstruksi yang imajinatif dari masa

lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses

(Gootschalk, 1986: 32). Penulisan laporan disusun berdasarkan

serialisasi (kronologis, kausasi, dan imajinasi). Penulisan sejarah

sedapat mungkin disusun berdasarkan kronologis, ini sangat

penting agar peristiwa sejarah tidak menjadi kacau, walaupun

dalam ilmu-ilmu sosial kecuali sejarah, kronologis dianggap tidak

terlalu penting dan cenderung di kerjakan berdasarkan

sistematika. Berbeda halnya dalam ilmu sejarah perubahan-

perubahan sosial akan diurutkan kronologinya (Kuntowijoyo,1995;

103).

Selanjutnya penulisan sejarah hendaknya di susun

berdasarkan sebab-akibat (kausasi). Proses mencari sebab dan

akibat akan memperjelas jalannya suatu peristiwa. Suatu cerita

sejarah yang terputus-putus karena datanya tidak lengkap, dapat

diisi dengan imajinasi. Imajinasi disini bukan dalam artian

imajinasi yang fiktif tetapi imajinasi yang masih dituntun oleh

sejarah yang ada. Selain itu penulisan sejarah dapat dilakukan

dengan cara koligasi. Yang dimaksud koligasi ialah suatu cara,

sejarawan menerangkan kejadian atau peristiwa yang

18

dipelajarinya, yaitu dengan menelusuri kejadian-kejadian yang

secara sekilas tidak berhubungan, tetapi setelah ditelusuri

ternyata mempunyai hubungan yang erat (Alian, 2012; 13-14)

Kajian penelitian sejarah dalam laporan tulisan mengenai

sejarah kebudayaan zuriat kesultanan Palembang di Muntok Bangka,

penulis berusaha untuk menyusun dan menyajikan dalam bentuk

sejarah sebagai peristiwa sejarah sehingga berbentuk tulisan

yang utuh dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan fakta

yang diperoleh. Kajian sejarah ini berdasarkan proses

serialisasi terutama kronologis dan kausasi. Penyusunan laporan

penelitian sejarah secara kronologis sangat penting agar

peristiwa sejarah tidak menjadi kacau dan tumpang tindih, oleh

karena itu kronologis didalam penulisan sejarah harus berurutan

dari awal hingga akhir. Misalnya saat Konflik Kesultanan Banten

dengan Kesultanan Palembang yang dimulai tahun 1596. Pada saat

itu Pulau Bangka dalam kekuasaan Kesultanan Banten hingga dalam

perkembangan selanjutnya, Pulau Bangka jatuh dalam kekuasaan

kesultanan Palembang pada tahun 1667 karena adanya perkawinan

politik yang dilakukan oleh Sultan Palembang Abdurrachman.

Periode selanjutnya pada masa kekuasaan Sultan Mahmud

Jayawikrama yang menempatkan para bangsawan Siantan di Pulau

Bangka pada tahun 1734 untuk membangun wilayah Muntok sebagai

pusat pemerintahan di Pulau Bangka. Dan berlanjut pada masa

kolonial, dimana invansi Inggris terhadap wilayah kekuasaan

Kesultanan Palembang yang akhirnya menghasilkan dekrit politik

tahun 1812, antara Sultan Palembang Najamuddin dan Inggris yang

menyebabkan Bangka lepas secara de facto dari kekuasaan Kesultanan

Palembang dan beralih ketangan Inggris sampai tahun 1816..

19

Sedangkan proses kausasi adalah adanya hubungan sebab

akibat dari suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Misalnya

dalam menghadapi konflik yang terjadi di Kesultanan Palembang

atas perebutan tahta, yang menyebabkan Pangeran Mahmud

Badaruddin meninggalkan Palembang dan menuju ke Johor untuk

meminta pertolongan Raja Johor. Di Johor Pangeran Mahmud

Badaruddin menikahi anak bangsawan Siantan yang dipercaya oleh

Raja Johor bernama Zamnah beretnis Melayu-Tionghoa. Dengan

adanya dukungan ini akhirnya Pangeran Mahmud Badaruddin dapat

naik tahta di Kesultanan Palembang, serta awal penempatan Zuriat

Kesultanan Palembang yang berasal dari Johor di Kota Muntok

Pulau Bangka (Heidhues, 2008; 10).

Pendekatan

Dalam penulisan sejarah biasanya melibatkan penelitian

suatu gejala sejarah dengan jangka yang relatif panjang (aspek

diakronis), dan melibatkan penelitian aspek ekonomi, masyarakat,

atau politik (aspek sinkronis) pastilah memakai juga pendekatan

ilmu-ilmu sosial (Kuntowijoyo, 1995; 115). Sartono Kartodirjo

dalam tulisan Yass mengemukakan, penggambaran mengenai suatu

peristiwa sangat tergantung pada pendekatan yaitu dari segi mana

kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan dan unsur-

unsur mana yang akan diungkapkan. Hal ini disebabkan karena

mengahadapi gejala historis yang serba kompleks. Setiap

penggambaran atau diskripsi menuntut pendekatan yang

memungkinkan penyaringan data yang diperlukan (Yass, 2004; 47).

Pendekatan yang digunakan pada kajian zuriat kesultanan

Palembang misalnya adalah pendekatan Ilmu Antropologi dan multi

disiplin dari ilmu sosial, yang meliputi ilmu geografi, politik,20

ekonomi, sosiologi, dan budaya. Pendekatan ilmu antropologi,

akan digunakan untuk melihat nilai kebudayaan yang ada di dalam

masyarakat kaum zuriat di Muntok. Sedangkan multi disiplin ilmu

sosial, menghubungkan antara satu fakta sejarah dengan fakta

yang lainnya yang di bahas dalam ilm-ilmu sosial.

Seperti pendekatan ilmu geografi di gunakan untuk melihat

letak suatu wilayah dan keadaan alam dimana suatu peristiwa

terjadi. Pendekatan ini menyoroti daerah atau wilayah yang

diperebutkan antara Kesultanan Banten dengan Kesultanan

Palembang yang melibatkan Pulau Bangka. Didalam pendekatan ini

dapat dilihat wilayah Johor Siantan yang dijadikan tempat

melarikan diri saat konflik di Kesultanan Palembang oleh Sultan

Mahmud Badaruddin I sehingga pada perkembangannya selanjutnya

wilayah Bangka ditempatkan oleh Zuriat Kesultanan Palembang.

Pendekatan politik menyoroti kekuasaan, jenis kepemimpinan,

hierarki jenjang/ susunan sosial dan kekuasaan didalam

masyarakat serta pemerintahan. Pendekatan ini mengungkapkan

peranan Zuriat Kesultanan Palembang yang berketurunan melayu-

tionghoa dalam membangun Kota Muntok. Serta meluaskan kekuasaan

wilayah kesultanan dengan melakukan perkawinan politik.

Pendekatan ekonomi bertujuan menyoroti masalah ekonomi dari

masa yang satu ke masa selanjutnya dalam wilayah yang sama.

Salah satu penerapan pendekatan ini, menyoroti mengenai sumber

daya alam kota Muntok yaitu pasir timah dan lada yang menjadi

perebutan antara Kesultanan Palembang dengan Inggris serta mata

pencaharian masyarakat kaum Zuriat yang ada di Kota Muntok.

Sedangkan pendekatan sosiologi dan budaya, bertujuan untuk

menyoroti sistem pelapisan, struktur, dan interaksi kaum zuriat

21

serta tradisi gelar yang dipertahankan oleh zuriat keturunan

kesultanan Palembang di Kota Muntok dengan peraturan-peraturan

yang telah ditetapkan oleh Sultan Palembang didalam undang-

undang sindang mardika, baik pada masa kesultanan maupun hingga

sekarang.

PENUTUP

Uraian di atas, sebenarnya terlalu sederhana bila

dibandingkan dengan kompleksitas atau kerumitan yang melekat

pada kajian metodologi sebagai metode sejarah itu sendiri. Masih

banyak hal yang dapat dikaji dalam mengupas metode sejarah

kedalam praktek penilitian sejarah. Sebagian yang sempat

terungkap pun masih banyak yang harus dipertajam, diperluas dan

diberi penjelasan lebih lanjut. Dari dalam batasan kajian yang

paling minimal, serta upaya pengkajian awal dalam metodologi

history ini diharapkan dapat memberi gambaran umum mengenai

metode serta langkah dasar pemahaman dalam penelitian sejarah ke

depannya.

KEPUSTAKAAN

- Abdurrahman, Dudung. “Metode Penelitian Sejarah”. Jakarta: Logos

- Alian. “Metodologi Sejarah dan Implementasi dalam Penelitian”. Criksetra.

2 (2): 1-17. Jurnal. Prodi Pendidikan Sejarah FKIP

Universitas Sriwijaya. Palembang: 2012.

- Gottschalk, Louis. ”Mengerti Sejarah”. UI Press. Jakarta:1986.

- Kuntowijoyo. “Pengantar Ilmu Sejarah”. Yayasan Bentang Budaya.

Yogyakarta:1995.

22

- Muhsin, Mumuh. “ Urgenitas Analisis Kuantitatif Dalam Penelitian

Sejarah”. Makalah. Seminar Akademik Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra Universitas Padjajaran. Jatinangor:

2009.

- Sari, Frawita. “Perkembangan Kebudayaan Zuriat Kesultanan

Palembang Di Muntok Kabupaten Bangka Barat Kepulauan Bangka

Tahun 1734 – 1816 (Sumbangan Pada Mata Pelajaran Sejarah Kelas Xi Di

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kota Muntok)”. Skripsi. Prodi

Pendidikan Sejarah FKIP Univesritas Sriwijaya.

Palembang: 2013.

- Sukardi. “Metodologi Penelitian Pendidikan”. Bumi Aksara.

Jakarta: 2003.

- Suryabrata, Sumadi. ”Metodologi Penelitian”. PT. Raja Grafindo.

Jakarta :1998.

- Syamsuddin, Helius. “Metodologi Sejarah”. Penerbit Ombak.

Yogyakarta: 2012.

- Zuhdi, Susanto. “Metode Penelitian Sejarah” Bahan pelatihan

metode penelitian lintas disiplin. Pusat Penelitian

Kemasyarakatan dan Budaya FIB-UI, Depok: 2013.

- _____________. “Metodologi Strukturistik Dalam Historiografi

Indonesia” dalam Djoko Marihandono (ed) Titik Balik

Historiografi Indonesia. Depok: 2008.

- Yass. Marzuki Ab. ”Metodologi Sejarah dan Historiografi”.

Proyek SP4 Universitas Sriwijaya. Palembang: 2004.

23