Tugas Metodologi Penelitian

15
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN D. Hasil Penelitian 1. Reliabilitas Interrater Enumerator pada Skrining Gizi Simple Nutrition Screening Tool dan Subjective Global Assessment Tabel 7. Hasil Uji Kappa Reliabilitas Interrater Enumerator pada Skrining Gizi Simple Nutrition Screening Tool (SNST) dan Subjective Global Assessment (SGA) Hasil SNST dan SGA Nilai Kappa Nilai p SNST - Enumerator 1 1,000 <0,001 - Enumerator 2 1,000 <0,001 SGA - Enumerator 1 0,839 <0,001 - Enumerator 2 1,000 <0,001 Sumber : Data primer tahun 2016, halaman 78-79 Berdasarkan Tabel 7, di dapatkan hasil uji nilai koefisien Kappa untuk simple nutrition screening tool (SNST) sebesar 1,000 dan p valuenya <0,001 pada kedua enumerator. Sedangkan hasil uji nilai koefisien Kappa untuk subjective global assessment (SGA) sebesar 0,839 dan 1,000, untuk p<0,001 pada kedua enumerator. Dengan hasil ini diketahui bahwa nilai p <0,05, berarti hasil uji Kappa signifikan/bermakna, sehingga kesimpulannya ada persamaan persepsi mengenai aspek yang diamati antara 3 orang enumerator / ahli gizi. Kecocokan oleh 3 orang ahli gizi dari hasil skrining gizi menggunakan SNST adalah sebanyak 100% (30/30) dan penilaian SGA adalah sebanyak 83,9% (25/30) pada enumerator 1 dan 100% (30/30) pada enumerator 2. 2. Karakteristik Subjek Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia subjek penelitian berkisar antara 38-68 tahun dengan rata-rata 56 ± 7,13 tahun. Lama menderita diabetes melitus (DM) berkisar antara 1 bulan (0,08 tahun) sd 32 tahun dengan rata-rata 6 ± 6,08 tahun. Jenis penyakit dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 yaitu tanpa komplikasi dan dengan komplikasi. Untuk komplikasi terdiri dari mikrovaskuler, makrovaskuler dan komplikasi lain. Sebagian besar subjek dengan komplikasi, memiliki komplikasi mikrovaskuler, yaitu sebanyak 68,4%. Pada penelitian ini perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

Transcript of Tugas Metodologi Penelitian

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Hasil Penelitian

1. Reliabilitas Interrater Enumerator pada Skrining Gizi Simple Nutrition Screening

Tool dan Subjective Global Assessment

Tabel 7. Hasil Uji Kappa Reliabilitas Interrater Enumerator pada Skrining Gizi

Simple Nutrition Screening Tool (SNST) dan Subjective Global

Assessment (SGA) Hasil SNST dan SGA Nilai Kappa Nilai p

SNST

- Enumerator 1

1,000

<0,001

- Enumerator 2 1,000 <0,001

SGA

- Enumerator 1

0,839

<0,001

- Enumerator 2 1,000 <0,001 Sumber : Data primer tahun 2016, halaman 78-79

Berdasarkan Tabel 7, di dapatkan hasil uji nilai koefisien Kappa untuk

simple nutrition screening tool (SNST) sebesar 1,000 dan p valuenya <0,001

pada kedua enumerator. Sedangkan hasil uji nilai koefisien Kappa untuk

subjective global assessment (SGA) sebesar 0,839 dan 1,000, untuk p<0,001

pada kedua enumerator. Dengan hasil ini diketahui bahwa nilai p <0,05, berarti

hasil uji Kappa signifikan/bermakna, sehingga kesimpulannya ada persamaan

persepsi mengenai aspek yang diamati antara 3 orang enumerator / ahli gizi.

Kecocokan oleh 3 orang ahli gizi dari hasil skrining gizi menggunakan

SNST adalah sebanyak 100% (30/30) dan penilaian SGA adalah sebanyak

83,9% (25/30) pada enumerator 1 dan 100% (30/30) pada enumerator 2.

2. Karakteristik Subjek Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia subjek penelitian berkisar antara

38-68 tahun dengan rata-rata 56 ± 7,13 tahun. Lama menderita diabetes melitus

(DM) berkisar antara 1 bulan (0,08 tahun) sd 32 tahun dengan rata-rata 6 ± 6,08

tahun. Jenis penyakit dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 yaitu tanpa

komplikasi dan dengan komplikasi. Untuk komplikasi terdiri dari mikrovaskuler,

makrovaskuler dan komplikasi lain. Sebagian besar subjek dengan komplikasi,

memiliki komplikasi mikrovaskuler, yaitu sebanyak 68,4%. Pada penelitian ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

komplikasi mikrovaskular berupa neuropati, nefropati, kaki diabetik, ulkus DM,

dispepsia akibat gastroparesis, gastropati dan kista ginjal / chronic kidney

disease (CKD) stadium V; komplikasi makrovaskuler : penyakit jantung,

penyakit jantung koroner, stroke, serta komplikasi lain berupa : kanker, anemia,

hepatitis B, dislipidemia, kolesterol, hipertensi, asam urat / hiperurisemia dan

tuberkulosis (TB).

Subjek penelitian sebagian besar terdiri dari usia dewasa (18-59 tahun)

sebanyak 60,8%, berjenis kelamin perempuan (57,5%), tingkat pendidikan

rendah yaitu tidak sekolah, sekolah dasar dan terbanyak berpendidikan sekolah

manengah pertama (58,2%), tidak bekerja (50,3%), menderita diabetes melitus

lama (≥5 tahun) yaitu sebanyak 50,3% dan sebagian besar dengan komplikasi

(63,4%).

Tabel 8. Hubungan Karakteristik dengan Penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT)

Karakteristik

IMT Total

(n=153)

%

OR

(95% CI)

Nilai

p

Gizi kurang

(n =9)

Gizi Baik

(n=144)

n % n %

Usia

- Dewasa

- Lanjut Usia

6

3

6,5

5

87

57

93,5

95

93

60

100

100

0,763 ref

(0,183- 3,175)

0,707

Jenis Kelamin

- Laki-laki

- Perempuan

4

5

6,2

5,7

61

83

93,8

94,3

65

88

100

100

0,903 ref

(0,237 – 3,564)

0,903

Pendidikan

- Tinggi

- Rendah

3

6

4,7

6,7

61

83

95,3

93,3

64

89

100

100

1,470 ref

(0,354 – 6,11)

0,590

Pekerjaan

- Bekerja

- Tidak Bekerja

5

4

6,6

5,2

71

73

93,4

94,8

76

77

100

100

0,778 ref

(0,201 – 3,016)

0,716

Lama Menderita DM

- Pendek

- Lama

5

4

6,6

5,2

71

73

93,4

94,8

76

77

100

100

0,778 ref

(0,201 – 3,016)

0,716

Komplikasi Penyakit

- Tanpa Komplikasi

- Dengan Komplikasi

2

7

3,6

7,2

54

90

96,4

92,8

56

97

100

100

2,100 ref

(0,421 – 10,477)

0,339

Sumber : Data primer tahun 2016, halaman 80-85

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Pada Tabel 8, dapat diketahui bahwa pada semua kategori karakteristik

subjek penelitian (variabel perancu) tidak memiliki hubungan yang signifikan

dengan penilaian indeks massa tubuh.

Subjek penelitian pada kelompok status gizi kurang maupun status gizi

baik sebagian besar adalah usia dewasa (18-59 tahun), jenis kelamin perempuan,

tingkat pendidikan rendah yaitu tidak sekolah, sekolah, sekolah dasar dan

terbanyak berpendidikan sekolah manengah pertama dan menderita Diabetes

melitus (DM) lama (≥5 tahun).

Pada karakterisik jenis pekerjaan dan lama menderita DM terdapat

perbedaan antara status gizi kurang maupun status gizi baik. Pada status gizi

kurang sebagian besar bekerja dan lama menderita DM pendek (<5 tahun)

sedangkan pada status gizi baik sebagian besar tidak bekerja dan lama menderita

DM lama (>5tahun)

Pada karakterisik jenis penyakit pada kelompok status gizi kurang maupun

status gizi baik dalam penelitian ini sebagian besar dengan komplikasi. Untuk

komplikasi terdiri dari mikrovaskuler, makrovaskuler dan komplikasi lain.

3. Hubungan Skrining Gizi Simple Nutrition Screening Tool dan Subjective Global

Assessment untuk Penilaian Indeks Massa Tubuh

Tabel 9. Hasil Skrining Gizi Simple Nutrition Screening Tool (SNST),

Subjective Global Assessment (SGA) dan Penilaian Indeks Massa

Tubuh (IMT) Hasil SNST, SGA dan IMT n %

SNST

- Tidak Berisiko Malnutrisi

118

77,1

- Berisiko Malnutrisi 35 22,9

SGA

- Status Gizi Baik

120

78,4

- Status Gizi Kurang 33 21,6

IMT

- Status Gizi Baik

144

94,1

- Status Gizi Kurang 9 5,9 Sumber : Data primer tahun 2016, halaman 86

Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa bahwa SNST mendeteksi

risiko malnutrisi lebih banyak daripada status gizi kurang berdasarkan SGA.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Tabel 10. Nilai Rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan Hasil

Skrining Gizi Simple Nutrition Screening Tool (SNST) dan Subjective

Global Assessment (SGA) Hasil SNST dan SGA Mean IMT ±SD (kg/m²)

SNST Berisiko Malnutrisi

SGA Gizi Kurang

20,84 ± 2,71

21,11± 2,76

SNST Tidak Berisiko Malnutrisi

SGA Gizi Baik

23,05 ± 1,67

22,94 ± 1,78 Sumber : Data primer tahun 2016, halaman 87-88

Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai IMT lebih

rendah pada subjek yang berisiko malnutrisi berdasarkan SNST daripada yang

memiliki gizi kurang berdasarkan SGA. Rata-rata nilai IMT lebih tinggi pada

subjek yang tidak memiliki risiko malnutrisi berdasarkan SNST daripada yang

memiliki gizi kurang berdasarkan SGA.

Tabel 11. Hubungan Skrining Gizi Simple Nutrition Screening Tool (SNST) dan

Subjective Global Assessment (SGA) dengan Penilaian Indeks Massa

Tubuh (IMT)

Hasil SNST dan

SGA

IMT Total

n : 153 OR

(95% CI)

Nilai

p

Gizi kurang

n : 9

Gizi Baik

n : 144

n % n % N %

SNST

- Berisiko

Malnutrisi

- Tidak Berisiko

Malnutrisi

8

1

22,8

0,8

27

117

77,2

99,2

35

118

100

100

34,67

(4,16-288,97)

Ref

<0,001

SGA

- Gizi Kurang

- Gizi Baik

7

2

21,2

1,67

26

118

78,8

98,3

33

120

100

100

15,89

(3,119-80,897)

Ref

<0,001

Sumber : Data primer tahun 2016, halaman 89-90

Pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa pada variabel SNST terdapat 8

orang (22,8%) dari 35 orang yang berisiko malnutrisi berdasarkan SNST juga

berstatus gizi kurang berdasarkan indikator IMT. Selain itu, terdapat 117 orang

(99,2%) dari 118 orang yang tidak berisiko malnutrisi berdasarkan SNST juga

berstatus gizi baik berdasarkan indikator IMT. Hasil uji statistik chi-square

dengan tingkat kepercayaan 95% dengan indikator IMT diperoleh nilai p =

<0,001, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara skrining gizi SNST

dengan status gizi berdasarkan IMT. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR =

34,667, yang artinya subjek yang berisiko malnutrisi berdasarkan skrining

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

SNST, memiliki peluang sebesar 34,67 kali memiliki status gizi kurang

berdasarkan IMT. Dari Tabel juga diketahui bahwa subjek penelitian berstatus

gizi baik berdasarkan IMT, juga dapat berisiko malnutrisi berdasarkan SNST

sebanyak 77,2%.

Pada variabel SGA terdapat 7 orang (21,2%) dari 33 orang yang memiliki

status gizi kurang berdasarkan SGA juga berstatus gizi kurang berdasarkan

indikator IMT. Disamping itu, terdapat 118 orang (98,3%) dari 120 orang yang

memiliki status gizi baik berdasarkan SGA juga berstatus gizi baik berdasarkan

indikator IMT. Hasil uji statistik chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%

dengan indikator IMT diperoleh nilai p = <0,001, maka dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan antara SGA dengan status gizi berdasarkan IMT. Dari hasil

analisis juga diperoleh nilai OR = 15,89, yang artinya subjek yang memiliki

status gizi kurang berdasarkan SGA, memiliki peluang sebesar 15,885 kali

memiliki status gizi kurang berdasarkan IMT. Dari Tabel juga diketahui bahwa

subjek penelitian berstatus gizi baik berdasarkan IMT, juga dapat berstatus gizi

kurang berdasarkan SGA sebanyak 78,8%.

4. Perbandingan Sensitifitas dan Spesifisitas Skrining Gizi Simple Nutrition

Screening Tool dan Subjective Global Assessment untuk Penilaian Indeks Massa

Tubuh

Tabel 12. Perbandingan Sensitifitas dan Spesifisitas Skrining Gizi Simple

Nutrition Screening Tool (SNST) dan Subjective Global Assessment

(SGA) untuk Penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT)

Hasil

SNST dan

SGA

Hasil Analsis

Sensitifitas

(%)

Spesifisitas

(%)

MSSS

(%)

Nilai

Prediksi

Positif

(%)

Nilai

Prediksi

Negatif

(%)

Positif

Semu

(%)

Negatif

Semu

(%)

SNST 88,89 81,25 170,14 22,86 99,15 77,14 0,85

SGA 77,78 81,94 159,72 21,21 98,33 78,79 1,67 Sumber : Data primer tahun 2016, halaman 91

*MSSS : The maximum sum sensitivity and specificity

Dari Tabel 12, diketahui dari 153 subjek penelitian, diperoleh nilai MSSS

pada SNST sebesar 170,14 dibandingkan MSSS pada SGA sebesar 159,72

sehingga nilai MSSS tertinggi yaitu pada SNST. Nilai prediksi positif atau

proporsi subjek yang berisiko malnutrisi dan memiliki status gizi kurang, lebih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

besar pada SNST yaitu sebanyak 22,86 %, dan nilai prediksi negatif atau

proporsi yang tidak berisiko malnutrisi dan memiliki status gizi baik, lebih besar

pada SNST yaitu sebanyak 99,15%. Positif semu atau salah mengklasifikasikan

subjek memiliki gizi kurang padahal subjek memiliki status gizi baik, lebih

banyak pada SGA yaitu sebanyak 78,79% dan negatif semu atau salah

mengklasifikasikan subjek memiliki gizi baik padahal subjek memiliki status

gizi kurang, lebih banyak pada SGA yaitu sebanyak 1,67%.

5. Analisis Kurva Receiver Operating Characteristic Skrining Gizi Simple

Nutrition Screening Tool dan Subjective Global Assessment untuk Penilaian

Indeks Massa Tubuh

Tabel 13. Analisis Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) Skrining

Gizi Simple Nutrition Screening Tool (SNST) dan Subjective Global

Assessment (SGA) untuk Penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT)

Hasil SNST dan SGA IMT

Nilai AUC Nilai p (95% CI)

SNST 0,851 <0,001 (0,725 – 0,976)

SGA 0,799 0,003 (0,637 – 0,960) Sumber : Data primer tahun 2016, halaman 92

Gambar 3. Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) Simple Nutrition

Screening Tool (SNST) dan Subjective Global Assessment (SGA) untuk

Penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT) Sumber : Data primer, 2016

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Dari Tabel 13, dapat diketahui bahwa hasil uji kurva receiver operating

characteristic, skrining gizi simple nutrition screening tool (SNST) memiliki

nilai area under curve (AUC) sebesar 0,851 sedangkan penilaian gizi subjective

global assessment (SGA) memiliki nilai AUC sebesar 0,799. Ini berarti SNST

dapat menggambarkan indeks massa tubuh (IMT) sebesar 85,1% dan SGA dapat

menggambarkan IMT sebesar 79,9%.

E. Pembahasan

1. Reliabilitas Interrater Enumerator pada Skrining Gizi Simple Nutrition Screening

Tool dan Subjective Global Assessment

Uji interrater reliability merupakan jenis uji yang digunakan untuk

menyamakan persepsi antara peneliti dengan petugas pengumpul data.

Penilaiannya dengan melihat banyaknya skor yang sama pada variabel yang

sama antar petugas pengumpul data, kemudian dihitung dengan cara jumlah skor

yang sama tersebut dibagi jumlah skor total. Batas minimal uji Kappa adalah 0,4

(Hastono, 2007; McHugh, 2012). Dari hasil uji interrater reliability pada

penelitian yang dilakukan, diperoleh nilai Kappa sebesar 1,00 untuk skrining

simple nutrition screening tool (SNST) pada kedua enumerator dan nilai Kappa

sebesar 0,839 dan 1,00 untuk subjective global assessment (SGA). Hasil

p<0,001 pada SNST dan SGA (lampiran 11.1). Hasil ini menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan persepsi mengenai SNST dan SGA antara peneliti dan

enumerator.

2. Hubungan Karakteristik Subjek Penelitian dengan Penilaian Indeks Massa

Tubuh

Subjek penelitian pada kelompok status gizi kurang maupun status gizi

baik sebagian besar usia dewasa. Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya yaitu

pasien diabetes melitus rawat jalan sebagian besar usia dewasa, sebanyak 86,5%

(Adnan et al., 2013). Dari hasil uji statistik (lampiran 11.2a), diperoleh bahwa

variabel usia subjek penelitian tidak memiliki hubungan yang signifikan

terhadap status gizi indeks massa tubuh (IMT). Hal ini disebabkan subjek yang

diperoleh pada penelitian yang dilakukan memiliki rata-rata usia 56 ± 7,13

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

tahun, sedangkan risiko malnutrisi meningkat pada usia lanjut ≥65 tahun (Sanz

Paris et al., 2013).

Subjek penelitian pada kelompok status gizi kurang maupun status gizi

baik sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Hal ini sejalan dengan

penelitian lainnya yaitu pasien diabetes melitus rawat jalan sebagian besar

berjenis kelamin perempuan, sebanyak 69,1% (Rahmadiliyani dan Muhlisin,

2008), 62,1% (Trisnawati dan Setyorogo, 2013), 78,4% (Adnan et al., 2013),

51% dan sebagian besar pasien diabetes melitus dengan status gizi kurang

berjenis kelamin perempuan (Setyaningsih, 2013). Jenis kelamin perempuan

memiliki tingkat kesadaran dalam berobat lebih tinggi hal ini di dukung oleh

penelitian oleh Shalahudin (2011) bahwa sebagian besar pengguna pelayanan

kesehatan adalah perempuan yaitu sebanyak 76%. Dari hasil uji statistik

(lampiran 11.2b), diperoleh bahwa variabel jenis kelamin subjek penelitian tidak

memiliki hubungan yang signifikan terhadap status gizi indeks massa tubuh

(IMT). Analisis antara jenis kelamin dengan status gizi IMT tidak signifikan

pada penelitian ini, dapat disebabkan persentase subjek antara kelompok

perempuan dan laki-laki yang tidak seimbang. Kebanyakan subjek penelitian

pada penelitian ini berjenis kelamin perempuan.

Subjek penelitian pada kelompok status gizi kurang maupun status gizi

baik sebagian besar memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu tidak sekolah,

sekolah dasar dan sekolah menengah pertama (terbanyak berpendidikan sekolah

menengah pertama). Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya yaitu pasien

diabetes melitus rawat jalan sebagian besar berpendidikan rendah, sebanyak

67,9% (Trisnawati dan Setyorogo, 2013). Dalam analisis, variabel pendidikan

dibuat menjadi dua kategori yaitu rendah dan tinggi. Pendidikan rendah yaitu

pada subjek berpendidikan dari tidak sekolah sampai tamat sekolah menengah

pertama. Sementara pendidikan tinggi yaitu bila subjek berpendidikan dari tamat

sekolah menengah atas sampai dengan tamat perguruan tinggi. Dalam analisis

univariat, terlihat bahwa sebagian besar subjek berpendidikan rendah. Dari hasil

uji statistik (lampiran 11.2c) analisis hubungan antara pendidikan dengan status

gizi indeks massa tubuh (IMT), diperoleh bahwa variabel tingkat pendidikan

subjek penelitian tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap status gizi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

IMT. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian lain (Wang et al., 2014; Irawan,

2010) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap status

gizi pada DM tipe 2. Tingkat pendidikan merupakan prediktor untuk

pengetahuan mengenai penyakit diabetes melitus yang dapat mempengaruhi

tingkat kesadaran terhadap pengelolaan dan pengendalian diabetes melitus

(Foma et al, 2013). Seseorang berpendidikan tinggi biasanya memiliki

pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik daripada orang dengan

pendidikan yang rendah, hal ini berkaitan dengan kemudahan menerima

informasi, sehingga dengan adanya pengetahuan tersebut, dapat meningkatkan

kesadaran dalam menjaga kesehatannya sebaliknya dengan yang berpendidikan

rendah, hanya memiliki pengetahuan yang terbatas sehingga berdampak pada

pemilihan makan yang tidak tepat dan pola makan yang tidak terkontrol,

sehingga mempengaruhi status gizi (Sharma et al., 2015; Irawan, 2010;

Notoatmodjo, 2007).

Pada status gizi kurang sebagian besar bekerja sedangkan pada status gizi

baik sebagian besar tidak bekerja. Dari analisis univariat, Sebagian besar subjek

penelitian tidak bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya yaitu pasien

diabetes melitus rawat jalan sebagian besar tidak bekerja, sebanyak 69,7%

(Trisnawati dan Setyorogo, 2013). Hal ini dapat disebabkan oleh pada seseorang

yang tidak bekerja, memiliki banyak waktu untuk melakukan pemeriksaan di

pelayanan kesehatan, dibuktikan dengan sebagian besar subjek penelitian yaitu

perempuan dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Dari hasil uji statistik

(lampiran 11.2d) analisis hubungan antara pekerjaan dengan status gizi indeks

massa tubuh (IMT), diperoleh bahwa variabel pekerjaan subjek penelitian tidak

memiliki hubungan yang signifikan terhadap status gizi IMT. Pekerjaan

seseorang mempengaruhi tingkat ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup

(Azwar, 2013). Makin rendah status ekonomi meningkatkan prevalensi diabetes

(Kim et al., 2015). Pasien diabetes dengan status sosial ekonomi rendah

memiliki peningkatan jumlah dan memiliki beragam komplikasi kesehatan

(Bolen et al., 2015). Analisis antara pekerjaan dengan status gizi IMT tidak

signifikan karena kebanyakan subjek adalah kelompok jenis kelamin perempuan.

Kelompok ini adalah ibu rumah tangga. Sehingga walaupun tidak bekerja,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat berasal dari suami yang bekerja, sehingga

tidak bermasalah dalam pemenuhan nutrisi dan status gizi.

Pada status gizi kurang sebagian besar lama menderita diabetes melitus

(DM) pendek (<5 tahun) sedangkan pada status gizi baik sebagian besar lama

menderita DM lama (>5tahun). Dari hasil uji statistik (lampiran 11.2e),

diperoleh bahwa variabel lama menderita diabetes melitus subjek penelitian

tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap status gizi indeks massa

tubuh (IMT). Hal ini sejalan dengan penelitian Logtenberg et al. (2007) bahwa

IMT tidak meningkat dengan sejalan dengan peningkatan lama menderita

diabetes melitus. Karena pada pasien DM yang telah menderita DM lama,

kemungkinan besar telah memperoleh edukasi gizi sehingga dapat menerapkan

pola gizi seimbang serta ditambah dengan adanya dukungan keluarga untuk

menerapkan penatalaksanaan gizi sehingga kondisi hiperglikemia kemungkinan

telah dapat diperbaiki dan mempengaruhi status gizi (Shi et al., 2015; Shi et al.,

2015).

Subjek penelitian pada kelompok status gizi kurang maupun status gizi

baik sebagian besar memiliki komplikasi penyakit (terbanyak komplikasi

Mikrovaskuler). Komplikasi diabetes disebabkan kondisi hiperglikemia kronis.

Hiperglikemia pada diabetes dapat menyebabkan stres oksidatif dengan cara

meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS) dan atau dengan cara

menurunkan sistem antioksidan (Cruz et al., 2015) sehingga kadar radikal bebas

di sel dan jaringan meningkat, menyebabkan resistensi insulin dan menurunkan

kerja insulin (Pan et al., 2010). Peningkatan produksi ROS dapat menurunkan

sistem antioksidan endogen dan terjadi perubahan komponen sistem imun, hal

ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan (adiposa, hati, pankreas,

pembuluh darah), peningkatan leukosit dan kemokin, serta terjadi apoptosis dan

fibrosis jaringan. Perubahan ini menunjukkan adanya peradangan yang

menimbulkan patogenesis pada diabetes melitus tipe 2 (Mrowicka, 2011; Donath

dan Shoelson, 2011; Al-Rasheed et al., 2013; Rochette et al., 2014; Cruz et al.,

2015). Komplikasi mikrovaskuler dapat berupa retinopati, nephropati, neuropati

(gangguan sensori, termasuk riwayat lesi pada kaki; autonom, disfungsi seksual

dan gastroparesis); komplikasi makrovaskular dapat berupa penyakit jantung

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

koroner, penyakit serebrovaskular (stroke), dan penyakit arterial peripheral

(aterosklerosis) (ADA, 2014). Dari hasil uji statistik (lampiran 11.2f), diperoleh

bahwa variabel komplikasi penyakit subjek penelitian tidak memiliki hubungan

yang signifikan terhadap status gizi IMT. Hal ini dapat disebabkan oleh pada

pasien rawat jalan tidak mengalami komplikasi penyakit yang berat, sehingga

komplikasi yang diderita masih belum mempengaruhi status gizi.

3. Hubungan Skrining Gizi Simple Nutrition Screening Tool dan Subjective Global

Assessment untuk Penilaian Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan pengukuran antropometri sebagai

indikator status gizi untuk memantau ketidakseimbangan antara asupan energi

dan protein. Perhitungan IMT umumnya digunakan di rumah sakit untuk

mengukur status gizi pasien dewasa kemudian dikelompokkan menjadi kategori

kurang bila IMT < 18,5 kg/m² dan baik bila IMT ≥ 18,5-25 kg/m² (Depkes RI,

2003). Selain memiliki beberapa keunggulan, IMT memiliki beberapa

kelemahan yaitu untuk memperoleh data status gizi IMT, pasien / subjek harus

dapat berdiri tegak kemudian dilakukan pengukuran dan penimbangan,

dilanjutkan perhitungan matematika serta tidak sensitif mendeteksi perubahan

status gizi dalam waktu singkat baik berupa perubahan komposisi tubuh,

perubahan biokimia, perubahan pengeluaran energi dan perubahan fungsi sistem

tubuh (Platek et al., 2011; Hartono, 2006; Gibson, 2005).

Subjective global assessment (SGA) adalah metode penilaian gizi yang

lebih menggambarkan perubahan status gizi yang meliputi penilaian subjektif

umum berdasarkan riwayat medis dan pemeriksaan fisik (Gibson, 2005).

Beberapa penelitian yang bertujuan menguji kemampuan SGA dalam

mengidentifikasi malnutrisi telah banyak dilakukan, pada penelitian oleh

Moriana et al. (2014) yang menyebutkan bahwa SGA memiliki korelasi yang

tinggi salah satunya terhadap parameter antropometri. Hal ini sejalan dengan

hasil yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu SGA memiliki hubungan yang

signifikan dengan status gizi berdasarkan IMT (lampiran 11.5b).

Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa pada subjek yang berstatus

gizi kurang maupun berstatus gizi baik menurut indeks massa tubuh (IMT)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

memiliki risiko malnutrisi berdasarkan simple nutrition screening tool (SNST).

Kondisi ini dapat disebabkan oleh hiperglikemia mempengaruhi fungsi sel B dan

sel T sehingga meningkatkan risiko infeksi pada diabetes melitus (Atreja dan

Kalra, 2015; Knapp, 2013; Casqueiro et al., 2012). Kondisi infeksi dapat

meningkatkan risiko penurunan nafsu makan (Solmi et al., 2015) yang bila tidak

ditangani dengan baik, akan meningkatkan risiko penurunan berat badan dan

meningkatkan risiko malnutrisi. Skrining gizi merupakan proses cepat dan

sederhana untuk mengidentifikasi ada tidaknya risiko malnutrisi setiap pasien

baru (Susetyowati, 2014).

Kondisi pasien saat penelitian yang terlihat kurus atau longgarnya pakaian

yang digunakan dapat menandakan adanya penurunan berat badan yang banyak,

bersamaan dengan penurunan asupan makanan serta riwayat penyakit yang

menyebabkan kondisi pasien lemah, loyo dan tidak bertenaga serta perubahan

jumlah atau jenis makanan merupakan faktor-faktor penting terjadinya

malnutrisi yang tercantum pada skrining simple nutrition screening tool (SNST).

Metode skrining SNST telah memasukan penurunan berat badan dan penurunan

asupan makan (Susetyowati, 2014).

Simple nutrition screening tool (SNST) merupakan alat skrining gizi yang

simpel dan mudah dengan tidak memerlukan waktu lama yaitu hanya dengan

melakukan wawancara langsung kepada subjek penelitian dengan 6 pertanyaan

tanpa memerlukan perhitungan gizi. Sedangkan subjective global assessment

(SGA) masih memerlukan keterampilan petugas, memerlukan pengukuran

antropometri dan memerlukan waktu lebih lama untuk pengisiannya. Waktu

yang dibutuhkan untuk melakukan skrining dengan SNST sangat singkat, yaitu

berkisar 3-5 menit untuk setiap pasien dibandingkan dengan SGA yang

membutuhkan waktu 15 menit (Susetyowati, 2014).

Subjek yang berisiko malnutrisi berdasarkan simple nutrition screening

tool (SNST) memiliki rata-rata nilai indeks massa tubuh (IMT) lebih rendah

daripada subjek yang memiliki gizi kurang berdasarkan subjective global

assessment (SGA). SNST juga memiliki hubungan yang signifikan dengan status

gizi berdasarkan IMT (lampiran 11.5a). Hal ini sejalan dengan rekomendasi dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Young et al. (2013), bahwa perlu dipilih alat skrining gizi yang hasilnya sejalan

dengan penilaian status gizi serta mudah untuk dilakukan.

4. Validitas (Sensitifitas, Spesifisitas, The Maximum Sum Sensitivity and Specificity

dan Area Under Curve) Skrining Simple Nutrition Screening Tool dan Subjective

Global Assessment untuk Penilaian Indeks Massa Tubuh

Sensitivitas adalah suatu alat ukur untuk mengidentifikasi secara benar

orang-orang yang malnutrisi (persentase mereka yang terkena malnutrisi dan

terbukti terkena malnutrisi seperti yang diperlihatkan melalui suatu uji). Nilai

sensitivitas harus memenuhi kriteria minimal yaitu 60% dan kriteria baik apabila

sensitivitas >70% (Budiarto, 2012). Pada penelitian ini, nilai sensitivitas skrining

gizi simple nutrition screening tool (SNST) sebesar 88,89% dan penilaian

subjective global assessment (SGA) sebesar 77,78%, sehingga sudah memenuhi

kriteria minimal sensitivitas dan termasuk kategori baik. Dari nilai sensitivitas

yang diperoleh, dapat diartikan bahwa skrining gizi SNST memiliki kemampuan

untuk mengidentifikasi secara benar orang-orang yang akan mengalami status

gizi kurang berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) lebih baik dibandingkan

dengan penilaian SGA.

Spesifisitas adalah kemampuan suatu alat ukur untuk mengidentifikasi

secara benar orang-orang yang tidak malnutrisi (orang yang tidak terkena

malnutrisi dan terbukti tidak terkena malnutrisi seperti yang ditunjukkan melalui

suatu uji). Nilai spesifisitas harus memenuhi kriteria minimal yaitu 70% dan

kriteria cukup baik apabila spesifisitas >70% dan baik apabila spesifisitas >90%

(Budiarto, 2012). Pada penelitian ini, nilai spesifisitas skrining gizi simple

nutrition screening tool (SNST) sebesar 81,25% dan penilaian gizi subjective

global assessment (SGA) sebesar 81,94% (lampiran 11.2a-b), sehingga

memenuhi kriteria minimal spesifisitas dan termasuk kategori cukup baik. Dari

nilai spesifisitas yang diperoleh, dapat diartikan bahwa penilaian gizi SGA

memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi secara benar orang-orang yang

tidak akan menjadi status gizi kurang berdasarkan indeks massa tubuh (IMT),

lebih baik dibandingkan dengan skrining gizi SNST.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Pemilihan indikator yang terbaik harus dilihat dari hasil penjumlahan

sensitivitas dan spesifisitas suatu indikator atau nilai the maximum sum

sensitivity and specificity (MSSS). Biasanya terdapat tawar menawar (trade-offs)

antara nilai sensitivitas dan nilai spesifisitas dari suatu tes diagnostik. Pada

penelitian menggunakan data klinik, tawar menawar (trade-offs) antara nilai

sensitivitas dan nilai spesifisitas perlu dilakukan, akibatnya salah satu

diantaranya hanya dapat dinaikkan (misalnya sensitivitas) dengan pengorbanan

yang lain (misalnya spesifisitas) (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Dilihat dari

nilai MSSS skrining gizi simple nutrition screening tool (SNST) (170,14%)

lebih besar dibandingkan penilaian gizi subjective global assessment (SGA)

(159,72%) untuk penilaian status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (IMT).

Dari nilai MSSS yang diperoleh, dapat diartikan bahwa, skrining gizi SNST

lebih baik dibandingkan penilaian gizi SGA untuk penilaian status gizi

berdasarkan IMT.

Area Under Curve adalah luas wilayah di bawah kurva Receiver Operating

Characteristic (ROC). ROC merupakan metode efektif untuk menilai

kemampuan tes diagnostik. ROC merupakan suatu grafik yang menggambarkan

tawar menawar antara sensitivitas dan spesifisitas dibandingkan dengan standar.

Makin tinggi sensitivitas makin rendah spesifisitas dan sebaliknya. Keakuratan

tes adalah area dibawah kurva ROC. Semakin besar area semakin baik. Makin

dekat kurva ROC ke garis diagonal, makin buruk hasilnya. Titik potong yang

terbaik adalah titik terjauh di sebelah kiri dan atas diagonal dan bermakna untuk

mengklasifikasikan penyakit dari populasi subjek sehat (Sastroasmoro dan

Ismael, 2011; Kumar dan Indrayan, 2011; Hajian-Tilaki, 2013). Dilihat dari nilai

AUC skrining gizi simple nutrition screening tool (SNST) adalah 0,851 lebih

besar dibandingkan penilaian subjective global assessment (SGA) 0,799 untuk

penilaian status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) (lampiran 11.7).

Dari nilai AUC yang diperoleh, dapat diartikan bahwa, skrining gizi SNST lebih

baik daripada penilaian gizi SGA dalam menggambarkan IMT.

Dari hasil analisis sensitivitas, spesifisitas, the maximum sum sensitivity

and specificity dan area under curve di atas, dapat disimpulkan bahwa simple

nutrition screening tool (SNST) memiliki validitas yang lebih baik daripada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

subjective global assessment (SGA) untuk indeks massa tubuh (IMT) sehingga

SNST terbukti memiliki kemampuan dalam memprediksi risiko malnutrisi pada

subjek yang diteliti berdasarkan IMT pada pasien diabetes melitus tipe 2.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, simple nutrition

screening tool (SNST) terbukti memiliki beberapa keunggulan dibandingkan

subjective global assessment (SGA) yaitu :

a. Waktu pengisian kuesioner yang lebih singkat daripada SGA

b. Variabel yang diisi lebih sederhana, dapat dijawab dengan cara observasi

dan wawancara kepada pasien, sedangkan SGA memiliki variabel yang

lebih banyak dan mendetail, serta memerlukan pengukuran antropometri

berat badan dan perhitungan matematika.

c. Validitas SNST lebih baik daripada SGA untuk indeks massa tubuh (IMT)

untuk mendeteksi risiko malnutrisi pada pasien diabetes melitus tipe 2.

F. Keterbatasan Penelitian

1. Kesulitan melakukan uji reliabilitas instrument dengan menggunakan realibilitas

tes-retest karena pelaksanaan pengambilan data pada unit rawat jalan, sehingga

waktu pengumpulan data terbatas.

2. Gold standar yang digunakan adalah kategori indeks massa tubuh (IMT)

berdasarkan Depkes RI tahun 2003 yang mengkategorikan IMT tanpa

menggolongkan berdasarkan umur (IMT/U) yang merupakan kategori IMT

berdasarkan WHO.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user