Manajemen Konflik Pada Individu dan Organisasi

12
Manajemen Konflik Pada Individu dan Organisasi Oleh : 10112139 - Muhamad Sandy Hasanudin Prikom-15 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS INDONESIA 2015

Transcript of Manajemen Konflik Pada Individu dan Organisasi

Manajemen Konflik

Pada Individu dan Organisasi

Oleh :

10112139 - Muhamad Sandy Hasanudin

Prikom-15

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS INDONESIA

2015

Daftar Isi

Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i

A. Pengertian Manajemen Konflik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

B. Konflik Pada Individu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

C. Konflik Pada Organisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

D. Penanganan Konflik dalam Organisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7

Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii

i

A. Pengertian Manajemen Konflik

Manajemen konflik merupakan pendekatan yang diciptakan oleh pe-

mimpin organisasi dalam mengoptimalkan konflik melalui proses identifikasi,

klasifikasi, analisis penyebab, serta penyelesaian masalah. Dengan penerapan

manajemen konflik yang baik dan tepat diharapkan dapat mengatasi masalah

yang muncul dalam organisasi dan selanjutnya diharapkan memberikan dam-

pak positif pada peningkatan kinerja karyawan. (Hidayati., 2010)

Konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ke-

tidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas

pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif (Ro-

bbins, 1996) . Sedangkan (Luthans, 1981) menyatakan konflik adalah kondisi

yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-

kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diter-

jemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan

permusuhan.

Konflik tidak selalu harus dihindari karena akibatnya tidak selalu nega-

tif. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan dengan baik berakibat

positif dan memberikan manfaat bagi mereka yang terlibat maupun bagi orga-

nisasi. Konflik dapat dikatakan sebagai pembelajaran bagi anggota organisasi

dalam mengelola organisasi. (Hidayati., 2010)

Konflik antar individu atau antar kelompok dapat menguntungkan atau

merugikan bagi kelangsungan organisasi(Narjono, 2014). (Poloma, 1994) me-

nyatakan bahwa konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia memperkuat

kelompok dan secara negatif disfungsional sejauh ia bergerak melawan struk-

tur. Menurutnya, manajemen konflik adalah seni mengatur dan mengelola

konflik yang ada pada organisasi agar menjadi fungsional dan bermanfaat bagi

peningkatan efektivitas dan prestasi organisasi tersebut.

(Handoko, 2003)juga menyimpulkan hal yang sama bahwa konflik mem-

punyai potensi pengembangan atau pengganggu pelaksanaan kegiatan organi-

sasi tergantung pada bagaimana konflik tersebut dikelola.

Pimpinan organisasi dituntut memiliki kemampuan manajemen kon-

flik dan memanfaatkan konflik untuk meningkatkan kinerja organisasi. (Cri-

1

blin, 1982)mengemukakan manajemen konflik merupakan teknik yang dilakuk-

an pimpinan organisasi untuk mengatur konflik dengan cara menentukan per-

aturan dasar dalam bersaing. (Tosi et al., 1990) berpendapat bahwa, ”Conflict

management mean that a manager takes an active role in addressing conflict

situations and intervenes if needed.”

Manajemen konflik dalam organisasi menjadi tanggung jawab pimpinan

(manager) baik manajer tingkat lini (supervisor), manajer tingkat menengah

(middle manager), dan manajer tingkat atas (top manager), maka diperlukan

peran aktif untuk mengarahkan situasi konflik agar tetap produktif.

Tidak ada teknik pengendalian konflik yang dapat digunakan dalam se-

gala situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan.

(Donnelly, 1996) mengatakan, memilih resolusi konflik yang cocok tergantung

pada faktor-faktor penyebabnya, dan penerapan manajemen konflik secara te-

pat dapat meningkatkan kreativitas, dan produktivitas bagi pihak-pihak yang

mengalami.(Narjono, 2014)

Manajemen konflik yang efektif dapat mencapai tingkat konflik yang

optimal yaitu, menumbuhkan kreativitas anggota, menciptakan inovasi, men-

dorong perubahan, dan bersikap kritis terhadap perkembangan lingkungan.

Tujuan manajemen konflik adalah untuk mencapai kinerja yang optimal de-

ngan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat kon-

flik yang merugikan (Walton, 1987). Mengingat kegagalan dalam mengelo-

la konflik dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, maka pemilihan

terhadap teknik pengendalian konflik menjadi perhatian pimpinan organisa-

si.(Narjono, 2014)

Menurut (Handoko, 2003) dan (Prof. Dr. Winardi, 2004) secara umum,

terdapat tiga cara dalam menghadapi konflik yaitu:

1. Stimulasi konflik

2. Pengurangan atau penekanan konflik

3. Penyelesaian konflik. Stimulasi konflik diperlukan pada saat unit-unit kerja

mengalami penurunan produktivitas atau terdapat kelompok-kelompok yang

belum memenuhi standar kerja yang ditetapkan.

2

Metode yang dilakukan dalam menstimulasi konflik yaitu:

(a) Memasukkan anggota yang memiliki sikap, perilaku serta pandangan yang

berbeda dengan norma-norma yang berlaku

(b) Merestrukturisasi organisasi terutama rotasi jabatan dan pembagian tugas-

tugas baru

(c) Menyampaikan informasi yang bertentangan dengan kebiasaan yang dia-

lami

(d) Meningkatkan persaingan dengan cara menawarkan insentif, promosi ja-

batan ataupun penghargaan lainnya

(e) Memilih pimpinan baru yang lebih demokratis (Handoko, 2003).

Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi

dan menjurus pada tindakan destruktif disertai penurunan produktivitas kerja

di tiap unit/bagian.

Metode pengurangan konflik dengan jalan mensubstitusi tujuan-tujuan

yang dapat diterima oleh kelompok-kelompok yang sedang konflik, mengha-

dapkan tantangan baru kepada kedua belah pihak agar dihadapi secara ber-

sama, dan memberikan tugas yang harus dikerjakan bersama sehingga tim-

bul sikap persahabatan antara anggota-anggota kelompok (Prof. Dr. Winardi,

2004).

B. Konflik Pada Individu

Pada perkembangan sosial setiap remaja, cenderung ada dalam dua

macam gerakan yaitu memisahkan diri dari peranan orang tua dan menuju

kemandirian yang dilalui bersama teman-teman sebaya(Solihat et al., 2014).

Keluarga adalah lingkungan utama dari seorang manusia sebelum dia terjun

langsung kepada lingkungan sosial yang lebih luas. Sebab, hubungan manusia

paling awal itu terjadi dalam lingkungan keluarga, terutama kedua orang tua.

Oleh sebab itu setiap individu akan menyerap norma dan nilai yang ada dalam

keluarga untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya sebelum mengenal norma

dan nilai dari masyarakat umum. (Solihat et al., 2014)

3

Selepas berkenalan dengan lingkungan yang lebih luas dibanding kelu-

arga, mulailah pengaruh-pengaruh norma dan nilai dari luar memasuki kep-

ribadian individu. Sehingga dari norma-norma dan nilai-nilai dari luar itulah

terjadi konflik dan kesenjangan dalam keluarga. Menurut (Abu, 1991) konflik

yang biasanya terjadi pada masa remaja muncul akibat perasaan-perasaan ne-

gatif, timbul keinginan untuk lepas dari peranan orang tua, tidak lagi patuh

pada kebijaksanaan orang tua. Konflik ini membuat orang tua juga berada

dalam keadaan dilema, sebab bila orang tua ingin bertindak otoriter terhadap

anaknya, kenyataannya anak tidak bisa dididik secara keras, tetapi bila orang

tua melonggarkan pola didikannya, maka dikhawatirkan anak akan menjadi

manja dan tidak disiplin. (Sarwono, 1994)

Beranjak dari konflik pada lingkungan keluarga, remaja pun mengalami

konflik juga dalam lingkungan masyarakat. Jiwa dan pikiran menggebu-gebu

seorang remaja, yang terkadang menembus batas norma-norma yang berla-

ku dalam masyarakat, yang menginginkan suatu perubahan dalam tatanan

masyarakat menyebabkan terjadinya konflik dengan masyarakat. Pemikiran

remaja ini bisa terjadi karena pengaruh dari lingkungan luar yang lebih luas,

pengaruh dari tatanan masyarakat di luar daerah yang ia tinggali atau tanah

kelahirannya.

Konflik antar remaja dengan teman sebaya terbukti dengan adanya pe-

nelitian Arswendo, dkk dalam (Solihat et al., 2014). Pada tahun 1985 terhadap

pelajar sekolah menengah di Bandung dan Bogor. Di mana sebagian besar

responden menyatakan pernah berkelahi dalam tahun terakhir. Penelitian ini

mengungkap faktor-faktor yang berkaitan dengan perkelahian remaja ini yai-

tu disebabkan lawan yang memulai, solidaritas pada teman, memperebutkan

lawan jenis, dan faktor ikut-ikutan.

Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang me-

liputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian

yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda

dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian

tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai

rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu

4

dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari

akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi

konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived con-

flict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa

cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah

menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah

disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang

nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku.

Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik,

huru-hara, pemogokan, dan sebagainya. (Menawan, 2012)

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa kon-

flik dalam seorang remaja memiliki probabilitas yang tinggi. Ini dikarenakan

adanya faktor-faktor pendorong seperti pencarian jati diri seorang individu ke-

tika menginjak usia remaja, keinginan untuk lepas dari peranan orang tua,

berkenalan dengan lingkungan yang lebih luas dibanding keluarga ataupun

masyarakat sekitar tempat tinggalnya dan faktor lainnya. Norma-norma atau

nilai-nilai yang telah dikenal sebelumnya, berbenturan atau ada perbedaan de-

ngan norma-norma atau nilai-nilai yang baru ia kenal ketika melangkah lebih

luas dalam lingkungan sosialnya.

C. Konflik Pada Organisasi

Organisasi menurut KBBI (Kemdikbud, 2012) adalah kesatuan atau su-

sunan yang terdiri atas bagian-bagian dalam perkumpulan untuk tujuan ter-

tentu. Melihat dari etimologi kata di atas, maka dalam organisasi dituntut

adanya kesamaan visi dan misi antar bagian-bagian yang terintegrasi. Menye-

babkan probabilitas konflik dalam berorganisasi sangat tinggi, apalagi anggota

organisasi tersebut tidak diseleksi dengan ketat dan seksama. Sehingga ang-

gota yang masuk belum tentu mempunyai akar pemikiran, baik visi maupun

misi yang sama dan sejalan dengan suatu organisasi.

Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif.

Oleh sebab itu, penanganan yang dilakukan pun diarahkan kepada pernyelesa-

ian konflik. Sebuah realita bahwa konflik merupakan sesuatu yang sulit dihin-

5

dari karena berkaitan erat dengan proses interaksi manusia. Karenanya, yang

dibutuhkan bukan meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya sehingga

bisa membawa dampak yang tidak negatif bagi organisasi. Akan tetapi tidak

semua konflik merugikan, asalkan konflik tersebut ditata dengan baik maka

dapat menguntungkan organisasi. Begitupun semua anggota bisa menjadikan

konflik dalam organisasi sebagai sebuah pembelajaran dan bagian pertimbang-

an atas banyaknya pemikiran-pemikiran yang berbeda pada setiap anggota

organisasi.(Basymeleh et al., 2013)

Menurut Stoner dan Wankel (1993) terdapat lima jenis konflik, yaitu:

1. Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri.

Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan

yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Kalau konflik dibiarkan maka akan

menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan. Ada tiga macam bentuk

konflik intrapersonal yaitu:

(a) Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pa-

da dua pilihan yang sama-sama menarik.

(b) Konflik pendekatan penghindaran, contohnya orang yang dihadapk-

an pada dua pilihan yang sama menyulitkan.c. Konflik penghindaran-

penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang

mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

2. Konflik Interpersonal

Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang

lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi

antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.

Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting da-

lam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan bebe-

rapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan

memengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.

3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok

6

Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-

tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh

kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang

individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat men-

capai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

4. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama

Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organi-

sasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja manajemen merupakan

dua macam bidang konflik antar kelompok.

5. Konflik antara organisasi

Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-

negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut

dengan persaingan. Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah me-

nyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru

dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara

lebih efisien.

D. Penanganan Konflik dalam Organisasi

Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemam-

puan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Spiegel dalam

(Hidayati., 2010) menjelaskan ada lima tindakan dalam penanganan konflik:

1. Berkompetisi

Tindakan ini dilakukan jika kepentingan sendiri lebih diutamakan di

atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan ji-

ka situasi membutuhkan pengambilan keputusan dengan cepat. Tentu saja

situasi menangkalah (win-win solution) akan terjadi dalam tindakan ini.

2. Menghindari konflik

Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menginginkan untuk meng-

hindari konflik baik secara fisik ataupun psikologis. Menghindari konflik

7

dapat dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan

suasana ataupun membekukan konflik untuk sementara.

3. Akomodasi

Yaitu jika salah satu pihak mengalah dan mengorbankan beberapa ke-

pentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik

tersebut. Tindakan ini sering disebut sebagai self sacrifying behavior. Per-

timbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang

utama di sini.

4. Kompromi

Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa

menjaga hubungan baik sangat penting. Masing-masing pihak akan meng-

orbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan win-win solution.5.

Berkolaborasi Menciptakan win-win solution dengan saling bekerja sama.

8

Pustaka

Ahmadi Abu. Psikologi Sosial. Rineka Cipta, Jakarta, 1991.

Muhamad Basymeleh, Afrizal Nurhidayat, Atikah Isma Hanna, Dian Kurnia Sitarda,

Hafidz Arsyad, Raditya Dwiantono, Sevia Helena Kiranti, and Wulan Kusumani-

ngtyas. Konflik dalam organisasi, 2013. URL https://nyamploengan.wordpress.

com/2013/10/19/\makalah-kelompok-2-konflik-dalam-organisasi/.

J. Criblin. Leadership Strategies for Organizations Effectiveness. Amacom, New York,

1982.

Gibson Donnelly. Organisasi, Prilaku, Struktur, Proses. Erlangga, Jakarta, 1996.

T. Hani Handoko. Manajemen Edisi 2. BPFE, Yogyakarta, 2003.

Lina Nur Hidayati. Komunikasi organisasi dan manajemen konflik. Jurnal Ilmu

Komunikasi, (1), 2010.

Pusat Bahasa Kemdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta,

2012.

F Luthans. Organizational Behavior. Prentice Hall, Singapore, 1981.

Selalu Menawan. Jenis - jenis konflik, penyebab konlik, contoh konflik, dan pe-

ngambilan keputusan, 2012. URL http://carideny.blogspot.com/2012/11/

jenis-jenis-konflik\-penyebab-konlik.html.

Arijo Isnoer Narjono. Manajemen konflik organisasi dalam pandangan islam. JIBE-

KA, (8), 2014.

Margaret M Poloma. Sosiologi Kontemporer. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.

SE. Prof. Dr. Winardi. Manajemen Konflik, Konflik Perubahan dan Pengembangan.

Mandar Maju, Bandung, 2004.

SP Robbins. Organizational Behavior. Prentice Hall, Siding, 1996.

Sarlito Wirawan Sarwono. Psikologi Remaja. Grafindo Persada, Jakarta, 1994.

Manap Solihat, Melly Maulin P, and Olih Solihin. Interpersonal Skill. Mujahid Press,

Bandung, 2014.

ii

H.L Tosi, J.T. Rizzo, and Carrorl S.J. Managing Organizational Behavior, 2 nd ed.

Harper Collins Publisher, New York, 1990.

R.E. Walton. Managing Conflct : Interpersonal Dialoge and Third-Party Roles. 2nd

ed. Addison-Wesley, Massachussets, 1987.

iii