Konflik dari Cerobong Asap

21
Konflik dari Cerobong Asap (Studi kasus pada daerah industri pengasapan ikan di kelurahan Bandarharjo, Kota Semarang) Alfisyahr Izzati / 3401412012 Jurusan Sosiologi dan Antropologi Universitas Negeri Semarang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pada dasarnya berarti usaha pengolahan barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi melalui serentetan proses yang pada akhirnya menghasilkan keuntungan. Menurut UU Perindustrian No 5 Tahun 1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya termasuk kegiatan rancangan bangun dan perekayasaan industri. . Penggolongan jenis-jenis industri dapat dilakukan dengan melihat kuantitas pekerjanya. Industri dalam skala kecil memiliki jumlah tenaga kerja antara lima hingga sembilan belas orang. Menurut undang-undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat. Perkembangan

Transcript of Konflik dari Cerobong Asap

Konflik dari Cerobong Asap

(Studi kasus pada daerah industri pengasapan ikan di kelurahan

Bandarharjo, Kota Semarang)

Alfisyahr Izzati / 3401412012

Jurusan Sosiologi dan Antropologi

Universitas Negeri Semarang

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri pada dasarnya berarti usaha pengolahan barang

mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi melalui

serentetan proses yang pada akhirnya menghasilkan keuntungan.

Menurut UU Perindustrian No 5 Tahun 1984, industri adalah

kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku,

barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang

dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya termasuk

kegiatan rancangan bangun dan perekayasaan industri.

. Penggolongan jenis-jenis industri dapat dilakukan dengan

melihat kuantitas pekerjanya. Industri dalam skala kecil

memiliki jumlah tenaga kerja antara lima hingga sembilan belas

orang. Menurut undang-undang RI No.13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik

untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat. Perkembangan

industri kecil yang bersifat informal merupakan bagian dari

perkembangan industri dan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Industri kecil mempunyai peranan yang strategis dalam hal

pemerataan penyebaran lokasi usaha yang mendukung pembangunan

daerah, pemerataan kesempatan kerja, menunjang ekspor non migas

serta melestarikan seni budaya bangsa.

Sebagai Negara maritim dengan kekayaan laut yang luar

biasa, sebagian besar dari angkatan kerja dan kekuatan ekonomi

nasional Indonesia berasal dari sektor kelautan. Di sepanjang

garis pantai utara Pulau Jawa, masyarakat yang bermukim di

daerah-daerah tepi pantai tersebut kebanyakan berprofesi

sebagai nelayan, baik nelayan besar maupun nelayan kecil.

Penghasilan utama mereka adalah apa yang mereka mampu dapatkan

dari dalam laut. Nelayan besar biasanya merupakan mereka yang

memiliki perahu-perahu besar dengan peralatan lengkap. Hasil

tangkapan nelayan besar ini berupa ikan-ikan besar dari tengah

laut. Nelayan kecil ialah mereka yang hanya memiliki perahu

kecil (bercadik maupun tanpa cadik) dengan hasil tangkapan

seperti udang dan ikan-ikan kecil dari tempat yang tak jauh

dari bibir pantai.

Hasil tangkapan nelayan-nelayan besar biasanya langsung

diangkut oleh penampung ikan tangkapan nelayan untuk dibawa

menuju TPI (Tempat Pelelangan Ikan) ataupun langsung diantarkan

menuju industri pengolahan ikan. Beberapa industri pengolahan

ikan yang ada di Kota Semarang, yaitu industri pengasinan ikan,

pemindangan ikan, pengasapan ikan, dan pembuatan terasi.

Nelayan-nelayan kecil lebih memilih untuk menjual langsung

hasil tangkapannya di tempat pelelangan atau di pasar ikan

maupun di kios-kios kecil pinggir jalan.

Penulis mengambil fokus kajian pengamatan pada kawasan

industri pengasapan ikan di Kelurahan Bandarharjo, karena

kawasan industri tersebut dekat dengan tempat tinggal penulis

dan ingin mengetahui permasalahan yang ditimbulkan oleh limbah

asap dari industri pengasapan ikan.

Rumusan Permasalahan

Industri pengasapan ikan di kelurahan Bandarharjo

memproduksi limbah asap yang berasal dari tungku-tungku

pemanggangan yang disalurkan melalui cerobong-cerobong asap

menuju ke luar bangunan industry. Adakah konflik yang

ditimbulkan oleh asap tersebut? Mengapa timbul konflik dalam

masyarakat sekitar industry? Bagaimana cara yang digunakan

masyarakat dalam menyelesaikan konflik dari limbah asap

industry pengasapan ikan?

Tujuan Penelitian

Telah banyak penelitian yang dilakukan oleh peneliti-

peneliti dari berbagai latar belakang pendidikan yang berbeda

dalam mengkaji industri pengasapan ikan di sentra pengasapan

ikan kelurahan Bandarharjo, Kota Semarang. Penelitian-

penelitian sebelumnya kebanyakan membahas mengenai

produktifitas industri pengasapan ikan dalam bidang ekonomi,

penerapan bahan bakar tempurung kelapa terhadap kualitas ikan,

pengelolaan lingkungan pada industri pengasapan ikan, lokasi

industri, peranan industry pengasapan ikan dalam peningkatan

pendapatan masyarakat dan beberapa penelitian lain yang

mengambil objek yang sama, yaitu industri pengasapan ikan.

Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan, penulis

berusaha mencari permasalahan yang bisa diangkat dari kawasan

industri tersebut yang lebih relevan dengan bidang keilmuan

penulis. Harapannya, dengan adanya artikel hasil penelitian

singkat yang penulis lakukan secara intensif dalam kurun waktu

kurang lebih dua minggu dan melakukan enam kali observasi

lapangan, dapat menjadi pengetahuan tambahan bagi para pembaca.

Tinjauan Pustaka

Industrialisasi sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan

untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat yang

lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Dengan kata

lain, pembangunan industri itu merupakan suatu fungsi dari

tujuan pokok kesejahteraan rakyat. Industrialisasi juga tidak

terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia

dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber daya alam

dan sumber daya lainya. Hal ini berarti pula sebagai suatu

usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga manusia dalam

usia kerja (usia produktif).

Menurut UU Perindustrian Nomor 5 Tahun 1984, industri

adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan

baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang

dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya termasuk

kegiatan rancangan bangun dan perekayasaan industri.

Sebenarnya, industri memiliki pengertian yang sangat luas,

yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi

yang sifatnya produktif dan komersial. Disebabkan kegiatan

ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda

untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat

perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin

banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat

kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau

pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada

dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria

yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar,

modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-

faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu

negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara

tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang

harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya.

Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-

masing (Siahaan, 1996), adalah sebagai berikut :

1. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja.

Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri

dapat dibedakan menjadi :

a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan

tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini

memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal

dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri

biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota

keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri

kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan

ringan.

b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya

berjumlah sekitar relatif kecil, tenaga kerjanya berasal

dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara.

Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan

industri pengolahan rotan.

c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga

kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang

adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja

memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan

memiliki kemapuan manajerial.

d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja

lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki

modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk

pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan

khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji

kemampuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya:

industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan

industri pesawat terbang.

Pengasapan ikan merupakan salah satu usaha yang dilakukan

untuk mengawetkan dan memberi warna, aroma dan cita rasa yang

khas. Proses pengasapan bisa menghentikan aktivitas mikroba

pembusuk dan enzim perusak dalam daging ikan sehingga proses

pembusukan dapat dicegah. Teknik pengasapan sendiri pada

prinsipnya merupakan proses penarikan air oleh berbagai senyawa

yang berasal dari asap. Adapun bahan bakar yang digunakan

biasanya berupa kayu atau tempurung kelapa (Mashitoh, 2008)

Beberapa hal penting dalam pengasapan ikan adalah :

a. Pemilihan bahan baku

Bahan baku yang digunakan biasanya ikan segar jenis cucut,

pari, tengiri dan tongkol. Untuk ikan jenis besar ini

biasanya dipotong-potong dulu, tidak dalam bentuk utuh

b. Penirisan

Hal ini dilakukan setelah ikan dicuci atau direndam dalam

larutan garam untuk memberikan rasa gurih dan awet

c. Pembentukan warna dan rasa

Rasa, bau dan warna yang khas pada ikan asap/panggang

berasal dari asap dan bara api. Agar warna menarik pada

saat pemanggangan diusahakan agar asap merata.

d. Proses pengasapan

Pengasapan merupakan suatu cara pengawetan dengan

memanfaatkan panas yang berasal dari bara kayu atau bahan

bakar lain. Suhu dalam pengasapan cukup tinggi sehingga

ikan matang. Daya tahan ikan berasal dari pemanasan dan

asap yang menempel selama proses pemanggangan. Mutu Hasil

Pengasapan/Pemanggangan yang baik terlihat dari :

Warna : bersih, cemerlang, coklat, megkilap

Aroma : enak, sedap tanpa aroma lain

Tekstur ikan : padat, tidak berair, empuk, tidak hancur

(jawa : gempi)

Rasa : rasa khas, tidak pahit (Dinas Perikanan, 1995)

Selain memproduksi ikan yang telah diasap, industri

pengasapan ikan tentu saja memproduksi limbah sebagai hasil

dari aktivitas produksinya. Limbah tersebut ialah limbah asap

hasil pembakaran tempurung kelapa. Limbah asap ini dinilai

sebagai penyumbang pencemaran udara di Kota Semarang. Limbah

asap yang dihasilkan industri pengasapan ikan berdampak

langsung pada masyarakat yang tinggal berdekatan dengan sentra

industri tersebut. Masyarakat yang terkena imbas langsung ialah

masyarakat yang berada di seberang kali yaitu masyarakat di

kelurahan Kuningan yang berhadapan langsung dengan sentra

industri. Mereka yang bermukim di RT delapan, Sembilan dan

sepuluh ialah yang paling merasakan dampaknya, terutama

masyarakat RT Sembilan. Limbah asap ini dapat menimbulkan

gejolak-gejolak di dalam masyarakat dan berpotensi menimbulkan

konflik. Konflik merupakan reaksi terhadap suatu aksi yang

dinilai mengganggu hajat hidup individu maupun kelompok.

Konflik terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara harapan

seorang individu maupun kelompok terhadap tindakan individu

lain atau kelompok masyarakat lain yang ada di sekitarnya.

Konflik muncul selalu berbarengan dengan penyebab-

penyebabnya. Tidak mungkin ada asap tanpa ada apinya, begitu

kata pepatah. Namun demikian, konflik yang muncul juga akan

dibarengi dengan cara-cara penyelesaiannya.

Georg Simmel mengatakan ada beberapa cara yang dapat

digunakan untuk menyelesaikan konflik, yaitu sebagai berikut;

1. Kemenangan di salah satu pihak atas pihak lainnya.

2. Kompromi atau perundingan di antara pihak-pihak yang bertikai,

sehingga tidak ada pihak yang sepenuhnya menang dan tidak ada

pihak yang merasa kalah.

3. Rekonsiliasi antara pihak-pihak yang bertikai. Hal ini akan

mengembalikan suasana persahabatan dan saling percaya di antara

pihak-pihak yang bertikai tersebut.

4. Saling memaafkan atau salah satu pihak memaafkan pihak yang

lain.

5. Kesepakatan untuk tidak berkonflik.

PEMBAHASAN

Indonesia terkenal memiliki wilayah perairan yang sangat

luas dengan potensi kelautan yang dimilikinya, oleh sebab itu

Indonesia disebut sebagai Negara maritim. Tak ayal warga Negara

Indonesia banyak yang bertumpu pada sub sektor perikanan

sebagai sumber mata pencaharian.

Kota Semarang memiliki garis pantai sepanjang 21 km yang

memanjang dari arah barat berbatasan dengan Wilayah Kabupaten

Kendal sampai ke timur berbatasan dengan Wilayah Kabupaten

Demak. Secara umum, garis pantai Kota Semarang terdiri dari

tiga karakteristik kawasan :

a. Wilayah barat sebagai kawasan yang lebih berorientasi

pada sektor primer untuk pengembangan pariwisata, konservasi,

pertambakan

b. Wilayah tengah merupakan Kawasan Pengembangan

Fungsional Perkotaan yaitu dari pantai PRPP/Marina hingga

kawasan pelabuhan, sebagai pengembangan pelabuhan, industri,

permukiman, pariwisata dan konservasi

c. Wilayah timur mulai dari batas pelabuhan Tanjung Emas

sampai perbatasan Wilayah Kabupaten Demak sebagai pengembangan

kegiatan pertambakan, Pusat Pendaratan Ikan, industri dan

konservasi (Masithoh, 2008).

Tak semua nelayan di Kota Semarang mampu menjadi nelayan

besar. Hanya mereka yang memiliki modal untuk membuat perahu

besar dan mereka yang mempunyai tekad serta keseriusan yang

kuat lah yang menjadi nelayan besar. Sementara mereka yang

tidak terlalu serius menjadi nelayan dan tidak mempunyai modal

banyak untuk membeli perahu dan peralatan nelayan selengkap

nelayan besar akan menjadi nelayan kecil denga perahu-perahu

kecil. Tentu akan ada perbedaan hasil tangkapan diantara

keduanya. Nelayan besar mampu berlayar mencari ikan hingga jauh

ke tengah laut, maka ia akan menghasilkan ikan-ikan tangkapan

yang besar-besar dan lebih banyak. Sementara nelayan kecil

hanya menjangkau wilayah perairan dangkal yang dekat dengan

tepi pantai dengan hasil tangkapan berupa udang, cumi kecil,

dan ikan-ikan kecil. Pangsa pasar keduanya juga berbeda.

Nelayan besar biasanya sudah memiliki penampung ikan-ikan hasil

tangkapannya untuk dijual di tempat pelelangan ikan maupun di

pasar-pasar besar di Kota Semarang. Ada juga ikan-ikan yang

ditampung oleh penampung dan dikirimkan ke industri-industri

pengolahan ikan. Sementara nelayan-nelayan kecil dengan hasil

yang tak seberapa menjual ikan-ikan tangkapan mereka hanya

sampai di tempat pelelangan ikan ataupun di kios-kios kecil

yang mereka dirikan di pinggir jalan besar. Penulis menemukan

kios-kios penjual ikan yang juga berprofesi sebagai nelayan

kecil di tepi jalan arteri PRPP - Pelabuhan Tanjung Emas.

Adapun unsur yang tak kalah penting dari perputaran roda

perekonomian dalam sub sektor perikanan ialah adanya industri

pengolahan ikan. Produksi ikan asap merupakan salah satu dari

hasil usaha pengawetan ikan dengan pengolahan di Kota Semarang.

Industri pengasapan ikan sebagai usaha produksi pengolahan

hasil perikanan terbesar di Kota Semarang, akan tetapi hanya

sebagian kecil bahan baku yang berasal dari daerah sendiri

karena sebagian besar berasal dari daerah lain. Bahan baku yang

digunakan dalam produksi ikan asap ialah ikan Manyung, ikan

Barakuda dan ikan Pari.

Bahan bakar yang digunakan dalam proses pengasapan ikan

adalah tempurung kelapa yang diperoleh dari pengepul yang

menerima setoran dari pasar-pasar dan penjual kelapa parut.

Pengepul menjual tempurung kelapa kering itu dalam karung-

karung goni atau karung beras seharga Rp. 5.000,- (lima ribu

rupiah) per karung. Bahan bakar tempurung kelapa ini dipilih

karena menghasilkan panas yang cukup tinggi, merata dan tahan

lama. Setelah tempurung kelapa ini menjadi arang, arangnya pun

dapat dijual di pasar.

Seluruh bagian ikan dapat dimanfaatkan, kecuali jeroan

atau isi perut ikan. Dahulu, jeroan atau isi perut ikan yang

tidak terpakai dibuang begitu saja di sepanjang kali yang

mengalir membelah antara kelurahan Bandarharjo dengan kelurahan

Kuningan. Kali tersebut bernama Kaliasin. Akibat pembuangan isi

perut ikan sembarangan, aroma di sekitar kawasan Kaliasin

sangat tidak sedap. Hal ini menimbulkan polusi udara dan

dampaknya adalah udara menjadi tidak sehat dan tidak segar.

Pada awal tumbuhnya industri pengasapan ikan ini, proses

pengolahan ikan asap masih dilakukan di dalam rumah-rumah

warga. Saat itu belum ada cerobong-cerobong asap, sehingga tiap

kali mengasap ikan,rumah warga akan dipenuhi asap. Mengetahui

hal itu, pemerintah dan dinas kesehatan Kota Semarang

memberikan lahan khusus kepada pemilik usaha pengasapan ikan

untuk membangun sentra industri pengasapan ikan lengkap dengan

cerobong asapnya.

Pada industri pengasapan ikan ini tidak ada perbedaan

mencolok antara pemilik industri dengan para pekerjanya.

Pemilik maupun pekerja senantiasa bekerjasama selama proses

pengasapan ikan berlangsung. Industri pengasapan ikan di

kelurahan Bandarharjo termasuk industri berskala kecil karena

pekerjanya berjumlah tak sampai dua puluh orang. Penulis

mengamati cara kerja pada salah satu rumah produksi, yaitu

industri pengasapan ikan milik Pak Sa’ad. Dalam memproduksi

ikan asap, Pak Sa’ad hanya mempekerjakan lima belas orang yang

kesemuanya masih ada hubungan kerabat dan tetangga, bahkan

anaknya Pak Sa’ad pun turut membantu. Dalam industri ini

mengenal system pembagian tugas antara para lelaki (pemuda dan

bapak-bapak) dan juga ibu-ibu.

Di pagi hari, ikan segar datang dari pengepul sekitar

pukul setengah enam, beberapa pemuda dan bapak-bapak mengangkat

ikan-ikan yang diletakkan di dalam kotak-kotak gabus kemudian

diturunkan dari dalam motor tossa ke pelataran rumah produksi.

Di pelataran rumah produksi itulah para lelaki ini bekerja

memenggal kepala ikan, membelah kepala ikan tersebut menjadi

dua bagian, membersihkan sisik-sisik ikan dan juga membersihkan

isi perut ikan. Keenam orang lelaki tersebut berbagi pekerjaan,

ada yang bagian menyisik kulit ikan dan memenggal kepala,

membelah kepala, dan membersihkan isi perut ikan. Mereka

bekerja sangat cepat dengan pisau daging yang besar dan tajam.

Pada pukul delapan pagi, ibu-ibu datang ke rumah produksi dan

mengambil alih pekerjaan.

Ikan-ikan yang telah dipisahkan dari kepalanya dan sudah

bersih dari sisik dan isi perutnya itu kemudian ditumpuk di

tanah teras rumah produksi. Sembilan orang ibu-ibu yang bekerja

pada rumah industri Pak Sa’ad mulai bekerja sesuai dengan

pembagian kerjanya masing-masing. Ada yang bekerja di bagian

pembelahan ikan menjadi dua bagian, kemudian memotong-motong

daging ikan tersebut menjadi beberapa bagian kecil. Dalam

bidang potong-memotong ini hanya diperlukan dua tenaga ahli

yang sangat cekatan dan hasil potongannya konsisten. Setelah

daging ikan dipotong-potong menjadi beberapa bagian kecil,

daging ikan dimasukkan dalam keranjang berukuran sedang. Satu

persatu daging ikan dalam keranjang tadi segera ditusuki lidi

oleh dua orang ibu yang ahli menyisipi tusuk lidi ke tengah-

tengah daging. Tusukannya sangat rapi karena tusuk lidi

tersebut benar-benar tidak tampak dari luar daging ikan, seolah

tidak ada lidinya. Tusuk lidi ini berfungsi untuk memperkokoh

daging ikan, sehingga saat dibolak-balik tidak mudah hancur.

Setelah ditusuki lidi, masing-masing ibu yang bekerja pada

bidang pengasapan mengambil daging ikan yang siap diasap. Pada

bagian pengasapan, jumlah pekerja menyesuaikan dengan jumlah

tungku yang tersedia. Biasanya terdapat tiga tungku untuk satu

pekerja pengasap ikan. Di rumah industri pengasapan ikan milik

Pak Sa’ad sendiri mempekerjakan lima orang ibu-ibu pada bidang

pengasapan ikan. Pak Sa’ad memiliki tiga pintu rumah industri

dengan empat cerobong asap, oleh sebab itu ia memiliki lebih

banyak pekerja. Meskipun Pak Sa’ad merupakan pemilik dari

industri pengasapan ikan ini, namun tidak ada pembeda atau

eksklusifitas yang ditunjukkannya. Baik pekerja maupun pemilik

industri bekerja sama pada tempat yang sama sesuai bidangnya

masing-masing. Pemilik industri sendiri selalu berada di rumah

industri bersama-sama para pekerjanya. Dalam pembagian tugas,

Pak Sa’ad selaku pemilik industri bekerja sebagai pemantau para

pekerja sehingga ia paham kesulitan yang dihadapi para

karyawannya itu. Ia pun turut bekerja di bagian perendaman ikan

ke dalam drum-drum plastik yang berisi air tawas. Air tawas

dalam pengolahan ikan ini berfungsi untuk menjaga kekuatan

daging ikan yang nantinya akan dipotong-potong menjadi bagian

kecil sehingga tidak mudah hancur. Selain itu, Pak Sa’ad juga

berperan dalam bidang penjualan hasil produksinya.

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan kepada para

pekerja di industri pengasapan ikan, ditemukan bahwa tidak ada

konflik yang terjadi antara seorang pekerja dengan sesama

pekerja industri. Mereka mengaku bahwa komunikasi antar

pekerja selalu baik-baik saja, karena mereka bekerja pada

bidang yang sama dan mereka semua terhitung kerabat dan

tetangga rumah. Para pekerja pengasapan ikan terintegrasi

karena faktor lingkungan pekerjaan dan lingkungan tempat

tinggal mereka. Demikian halnya yang terjadi dalam hubungan

antara pekerja pengasap ikan dengan pemilik industri pengasapan

ikan. Tidak ada konflik-konflik besar yang terjadi.

Para pekerja pengasap ikan duduk berjam-jam mulai pukul

delapan pagi hingga pukul setengah enam sore (menjelang

maghrib) bersama-sama. Mereka bercakap-cakap dan bersenda

gurau. Minimnya konflik antar pekerja ini dinilai memiliki

hubungan dengan faktor usia para pekerja yang seluruhnya sudah

dewasa. Sehingga tidak ada lagi yang mudah marah atau sensitif

terhadap gurauan-gurauan teman seprofesinya. Adapun hal lainnya

yang membuat para pekerja tetap kompak dan akur ialah karena

mereka telah bekerja sama dalam waktu yang cukup lama. Karyawan

terbaru saja sudah bekerja selama dua tahun lebih, sementara

karyawan lama ada yang masa kerjanya sudah mencapai tujuh belas

tahunan.

Konflik justru pernah terjadi dengan masyarakat yang

berada di seberang lokasi industri mereka. Sekitar tahun 2006,

masyarakat RT delapan, Sembilan dan sepuluh kelurahan Kuningan

pernah melakukan demo di lokasi industri pengasapan ikan

tersebut. Wakil ketua RT sepuluh kelurahan Kuningan, Pak Utomo,

menyebutkan bahwa demo yang mereka lakukan dulu itu bukanlah

demo besar-besaran, namun hanya sebatas menyampaikan keluhan

mereka mengenai limbah asap yang dihasilkan oleh industri

pengasapan ikan. Permasalahan ini juga sempat disampaikan

kepada para wakil rakyat yang menjabat di Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Semarang. Bahkan, permasalahan limbah asap ini

pun pernah sampai ke balaikota. Setelah pegawai pemerintahan

datang ke lokasi industri, tidak ada penyelesaian yang berarti

bagi masyarakat yang terkena dampak langsung dari limbah asap

industri tersebut. Pada akhirnya, para ketua RT dan pemilik

industri pengasapan ikan dipertemukan dalam satu meja, kemudian

berdiskusi tentang pemecahan masalah yang baik dan adil bagi

mereka.

Permasalahan utama yang mereka kedepankan adalah limbah

asap yang menjadi output sekunder hasil dari pembakaran

tempurung kelapa tersebut menimbulkan penyakit dan

ketidaknyamanan bagi masyarakat RT delapan, sembilan dan

sepuluh. Penyakit yang ditimbulkan ialah saluran infeksi pada

pernapasan.

Saat itu pemerintah hanya mampu membantuan proses

penyelesaian permasalahan dengan memberikan dana sebesar Rp

1.500.000,- kepada setiap pemilik industri pengasapan ikan.

Dana dari pemerintah ini pada awalnya diharapkan agar digunakan

untuk meinggikan cerobong asap yang terdapat pada rumah

industri miliknya. Namun dalam praktiknya, masih banyak pemilik

usaha yang belum meninggikan cerobong asapnya. Hal ini terjadi

karena setelah pencairan dana, pemerintah tidak lagi

menindaklanjuti kasus limbah asap yang dapat mengganggu

kesehatan dan kenyamanan hidup masyarakat di sekitar areal

industri. Dengan kata lain, pemerintah tidak melakukan

pemantauan lanjutan setelah dana dicairkan. Jadi jika ada

penyelewengan dana yang seharusnya digunakan untuk meninggikan

cerobong namun tidak dipakai untuk itu, tentu tidak ketahuan.

Pada masa pemerintahan Pak Sukawi Sutarip (menjabat

sebagai walikota Semarang sejak 19 Januari 2000 hingga 2010),

ada rencana untuk pemindahan lokasi (relokasi) industri

pengasapan ikan dari Bandarharjo menuju bagian utara jembatan

arteri. Namun itu hanya wacana belaka. Justru sekarang daerah

utara jembatan jalan arteri tersebut dibangun kolam retensi

untuk mengatasi banjir rob.

Setelah berupaya menyampaikan aspirasi mereka melalui demo

kecil-kecilan tersebut, namun gagal, masyarakat mencari jalan

keluar lain. Masyarakat yang terkena dampak langsung dari

limbah asap industri sudah berusaha menanam pohon waru di

sepanjang pinggir Kaliasin. Namun, ketika pohon-pohon waru yang

ditanam oleh warga mulai tumbuh besar dan sudah lumayan terasa

manfaatnya, justru harus ditebang akibat pembangunan kolam

retensi yang dilakukan pemerintah. Masyarakat sekitar tidak

berdaya menggugat pemerintah. Mereka cukup tahu bahwa menggugat

pemerintah tidak ada gunanya, karena pembangunan kolam retensi

dan penanaman pancang merupakan proyek pemerintah.

“waktu itu sebelum ada proyek peninggian tanggul-tanggul banjir ini, kita

tanam pohon-pohon yang banyak di sepanjang pinggir kali, paling nggak

ya untuk mengurangi dampak asap ini kan. Saya nanam pohon itu

jaraknya dekat-dekat, sekitar hanya lima meter itu. Ya walaupun hanya

pohon waru, tapi kalau sudah besar kan lumayan, antara daun dengan

daun sudah bisa bertemu. Tapi setelah adanya proyek peninggian tanggul

dan pembuatan kolam arteri, otomatis pohon-pohon yang kita tanam tadi

harus ditebang semua, mbak… Kita yang terkena dampak sampai

sekarang belum dapat ganti rugi. Kita nanam ini (maksudnya pohon waru

tadi) memang seharusnya dapat uang ganti rugi mbak, tapi ya sudah

nggak ada manfaatnya lagi. Waktu ada pohonnya sudah lumayan bisa

nyaring asap dari pabrik itu. Saya terus berhubungan dengan HK-nya,

karena saya kan yang dipercaya warga sebagai wakil dari mereka.”

“gini mbak ya, ini kan proyek pemerintah ya mbak, jadi kalau kita ngotot

pun tetap artinya kita salah. Pemerintah kan modelnya sekarang kalau

sudah nggak bisa diatasi langsung naik ke pengadilan. Kalau saya lihat,

kalau sudah kontingensi itu kita sudah nggak bisa apa-apa. Ditawari ganti

rugi kalau nggak selesai, nggak deal, pemerintah langsung masuk ke

pengadilan, kontingensi. Kalau kontingensi, mau nggak mau ya kita

dapatnya yang dipengadilan itu dapat berapa. Beda dengan kalau bukan

proyek pemerintah, kita bisa ngotot mintanya berapa, kayak

pembangunan apartemen atau hotel, kan kita bisa minta sesuka hati kita.

Kalau pemerintah, kita gak bisa. Kalau kita ngotot pun akhirnya ya kita

tetap kalah. Sebenarnya ya kita sempat eman-eman ya mbak, sudah

nanam pohon begitu. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, proyek ini kita juga

yang bakal menikmati fasilitasnya. Mungkin juga perumahan disini bisa

keliatan bersih, bagus gitu ya mbak.”

Meskipun hingga kini warga RT delapan, sembilan dan

sepuluh kelurahan Kuningan masih merasa sangat terganggu dengan

limbah asap dari industri pengasapan ikan yang berada

diseberang rumahnya, namun warga lebih memilih diam. Mereka

sudah malas heboh-heboh mengadukan permasalahan yang sama

seperti tahun-tahun lalu, karena mereka merasa mereka yang

menjadi korban tetapi justru industri lah yang mendapatkan

bantuan dari pemerintah. Sebenarnya tidak masalah jika memang

cara itu yang terbaik, cuma mereka mengesalkan mengapa ada

oknum-oknum tertentu yang tidak melaksanakan amanat dari

pemerintah untuk meninggikan cerobong asapnya. Pernah ada

rombongan dari dinas kesehatan Kota semarang datang ke

kelurahan mereka untuk memeriksa penyakit anak-anak di kawasan

tersebut, itu pun karena ketua RT dari tiga RT setempat

mengadukan permasalahan kesehatan di tempat mereka. Ternyata

setelah diperiksakan, anak-anak di kawasan sekitar industri

mengidap penyakit ISPA atau infeksi saluran pernapasan aku

akibat terlalu sering diterpa limbah asap. Saat itu memang ada

pengobatan gratis, namun hanya satu kali itu. Program

pemerintah tidak benar-benar serius dalam menangani

permasalahan yang ada di dalam masyarakatnya. Tak heran jika

ada proyek-proyek yang gagal akibat tidak adanya keberlanjutan

dalam menjalankan program pemerintah sebelumnya.

Faktor lain yang memaksa mereka untuk memaklumi keadaan

adalah karena angin yang bertiup membawa serta asap limbah

industri. Puncak operasi industri pengasapan ikan terjadi pada

pukul sebelas siang hingga pukul empat sore. Saat itu seluruh

rumah industri sedang aktif, sehingga hampir setiap cerobong

asap mengeluarkan limbah asapnya ke udara.

Menurut Pak Utomo, narasumber penulis yang menjabat

sebagai wakil ketua RT sepuluh, konflik yang terjadi hanya

sebatas itu saja. Tidak sampai mengganggu hubungan sosial dalam

masyarakat. Meskipun tempat tinggal mereka dibatasi oleh

sungai, mereka masih tetap berkomunikasi dengan baik.

Masyarakat kedua belah pihak cenderung saling memahami dan mau

mengalah demi adanya integrasi sosial. Kalau soal asap,

masyarakat kelurahan Kuningan hanya sebatas bicara sambil

bercanda, “eh… asapmu itu loh, bikin bajuku bau asap”, tetapi

tidak ada permusuhan diantara keduanya.

Sudah menjadi rahasia umum, sentra industri pengasapan

ikan yang pada awalnya dibangun oleh pemerintah di kelurahan

Bandarharjo ini merupakan proyek pemerintah yang gagal (failed

project) diantara proyek-proyek pemerintah yang terdapat di

daerah Tambak Lorok dan Tawang Terasi. Itu pun TPI (Tempat

Pelelangan Ikan) yang terdapat di Tambak Lorok sudah tidak

berfungsi lagi.

Jadi masyarakat yang berada di seberang kawasan industri

pengasapan ikan sudah terbiasa dengan asap yang menerpa mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perikanan. 1995. Teknik Pengolahan Hasil Perikanan

Masithoh. 2008. PENGELOLAAN LINGKUNGAN PADA SENTRA INDUSTRI RUMAH

TANGGA PENGASAPAN IKAN BANDARHARJO KOTA SEMARANG. Tesis Program

Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang

Undang-undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

UU Perindustrian Nomor 5 Tahun 1984