KONFLIK KELUARGA NABI YA'QUB AS PADA SURAH ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of KONFLIK KELUARGA NABI YA'QUB AS PADA SURAH ...
KONFLIK KELUARGA NABI YA‘QUB AS PADA
SURAH YUSUF DALAM TAFSIR QABAS MIN NÛR
AL-QUR`AN AL-KARÎM
(TELAAH PSIKOLOGI)
Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Agama (S.Ag)
Oleh :
Aldila Putri Bunga
NIM : 16210716
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN
JAKARTA
1442 H/2020 M
KONFLIK KELUARGA NABI YA‘QUB AS PADA
SURAH YUSUF DALAM TAFSIR QABAS MIN NÛR
AL-QUR`AN AL-KARÎM
(TELAAH PSIKOLOGI)
Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Agama (S.Ag)
Oleh :
Aldila Putri Bunga
NIM : 16210716
Dosen Pembimbing :
Iffaty Zamimah, MA
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN
JAKARTA
1442 H/2020 M
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as Pada Surah
Yusuf Dalam Tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm (Telaah Psikologi)” yang
disusun oleh Aldila Putri Bunga Nomor Induk Mahasiswa: 16210716 telah
diperiksa dan disetujui untuk diujikan ke sidang munaqasyah.
Ciputat, 25 Agustus 2020
Pembimbing,
Iffaty Zamimah, MA
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as Pada Surah Yusuf Dalam
Tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm (Telaah Psikologi)” oleh Aldila Putri
Bunga dengan NIM 16210716 telah diujikan pada sidang Munaqasyah
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta pada
tanggal 29 Agustus 2020. Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).
Jakarta, 29 Agustus 2020
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
Dr. H. Muhammad Ulinnuha, Lc, MA
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
Dr. H. Muhammad Ulinnuha, Lc, MA Mamluatun Nafisah, M.Ag
Penguji I, Penguji II,
Muhammad Haris Hakam, MA Sofian Effendi, S.Th.I, MA
Pembimbing
Iffaty Zamimah, M.A
iii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Aldila Putri Bunga
NIM : 16210716
Tempat/Tanggal Lahir : Jember, 17 Juni 1996
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Konflik Keluarga Nabi Ya’qub As
Pada Surah Yusuf Dalam Tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm
(Telaah Psikologi)” adalah benar-benar hasil karya saya kecuali kutipan-
kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini
sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Ciputat, 27 Agustus 2020
Aldila Putri Bunga
ix
PERSEMBAHAN
Teruntuk kedua orang tua, Ayah dan Mama yang telah merawat,
menyayangi dan membesarkan tanpa mengenal lelah, serta mendukung
pendidikan saya hingga ke bangku kuliah. Semoga selalu dilimpahkan rahmat
serta selalu dalam lindungan-Nya. Teruntuk alm. KH. Muhammad Maftuh
Sa’id dan guru-guru yang sangat berjasa atas ilmu yang diberi. Dan kepada
almamater saya Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
xi
حيم حمن الر الر بسم الله
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur dihaturkan kepada Allah Swt. yang
telah melimpahkan, rahmat, taufiq serta hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as
Pada Surah Yusuf Dalam Tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm (Telaah
Psikologi)” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) di
Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta. Salawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Baginda Muhammad Saw. serta keluarga, sahabat serta para
pengikutnya.
Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa di dalam penulisan
skripsi ini memilki banyak kelemahan serta kekurangan. Keberhasilan dalam
penulisan ini, takkan berjalan lancar tanpa adanya bimbingan serta dukungan
dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah
T. Yanggo, MA., Warek I IIQ Jakarta Ibu Dr. Hj. Nadjematul Faizah, SH.,
M.Hum., Warek II IIQ Jakarta Bapak Daud Arif Khan SE., M.Si., Ak.,
CPA., Warek III IIQ Jakarta Ibu Dr. Hj. Romlah Widayati M.Ag.
2. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, Dr. H. M. Ulinnuha, Lc., MA.
3. Dosen pembimbing Ibu Iffaty Zamimah, MA. Yang telah mengarahkan,
memberi perhatian, saran dan semangat ketika berkonsultasi.
4. Dosen penguji skripsi Saya, bapak Muhammad Haris Hakam, MA sebagai
penguji I dan bapak Sofyan Effendi, S.Th.I, MA
5. Instruktur Thafizh Ibu Muthmainnah, S.Th.I, MA yang selalu memberikan
semangat serta meluangkan waktu untuk penulis dalam proses tahfizh dan
tahsin.
xii
6. Kedua orang tua yang telah banyak memberikan doa, perhatian serta
dukungan dalam proses penyelesaian skripsi.
7. Alm. KH. Muhammad Maftuh Sa’id yang telah memberikan ilmu dan
mengasuh saya.
8. Kedua kakak saya Auxin Widya Putri dan Adline Putri Sabrina yang
senantiasa mensupport saya untuk segera menyelesaikan skripsi
9. Gaby Gustav Asmarawan Maulana yang memberikan doa, semangat dan
bersedia meluangkan waktunya untuk menemani mengerjakan skripsi
saya.
10. Khoirul Bariyah teman satu kontrakan yang selalu menemani dan menjadi
teman diskusi, memberikan semangat serta doa untuk penulis
menyelesaikan skripsi ini.
11. Anti Wacana Club (Fitri Amalia A., Aisyah Ali, Annisa Nabila Z., Annisa
Nur Hazfira) yang selalu mensupport dan menjadi teman diskusi dan
menjadi teman baik selama duduk di bangku perkuliahan.
12. Majelis Kontrakan (Firda, Ruly, Ulin, Atiqo, Bi’e) yang selalu
memberikan hiburan dengan info-info menarik seputar kehidupan.
13. Terkhusus untuk Elok Hanifatur R., Leni Purnama Dewi, Khairunnisa
Huwaida, Firjaun Balya yang telah membantu penulis ketika mengalami
kendala dan memberikan semangat serta doa untuk penulis menyelesaikan
skripsi ini
14. Teman-teman Ilmu Al-Qur`an Tafsir kelas A angkatan 2016 dan teman-
teman seangkatan 2016.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun agar
kedepannya bisa lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan bisa dijadikan bahan rujukan pada penelitian selanjutnya.
xv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad
yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan skripsi di IIQ transliterasi Arab-
Latin mengacu pada berikut ini:
1. Konsonan
أ: a
th : ط
ب: b
zh : ظ
ت: t
: ع
ث: ts
gh : غ
ج: j
f : ف
ح: h
q : ق
خ: kh
k : ك
د: d
l : ل
ذ: dz
m : م
ر: r
n : ن
ز: z
w : و
س: s
h : ه
xvi
ش: sy
: ء
ص: sh
y : ي
ض: dh
2. Vokal
Vokal tunggal vokal panjang vokal rangkap
Fathah : a آ : â ي ...: ai
Kasrah : i ي : î و ...: au
Dhammah : u و : û
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
al-Madînah : املدينة al-Baqarah : البقرة
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam (ال) syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam (ال) syamsiyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai dengan bunyinya.
Contoh:
xvii
as-Sayyidah : السيدة ar-rajul : الرجل
ad-Dârimî : الدارمي asy-syams : الشمس
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (Tasyîd) dalam system aksara Arab digunakan lambang ( ),
sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini
berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di
akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:
اللا Âmannâ billâhi : آمنا با
Âmanâ as-Sufahâ’u : آمن السفهاء
Inna al-ladzîna : إان الذاين
wa ar-rukka i : و الركعا
d. Ta Marbûthah (ة)
Ta Marbûthah (ة) apabila berdir sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat (na at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”.
Contoh:
اللفءادةا : al-Af’idah
ية سل ما اجلمعاية اإلا : al-Jâmi ah al-Islâmiyyah
xviii
Sedangkan ta marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan
(di-washal) dengan kata benda (ism), maka dialih aksarakan
menjadi huruf “t”.
Contoh:
بة لة نصا Âmilatun Nâshibah : عاما
al-Âyat al-Kubrâ : االية الك بى
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi
apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama
tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada
EYD berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic) atau
cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun untuk nama diri yang
diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah awal
nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh: ‘Alî Hasan al-‘Âridh, al-
‘Asqallânî, al-Farmawî dan seterusnya. Khususnya untuk penulisan kata
Alqur’an dan nama-nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-
Qur`an, Al-Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.
xix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
PERNYATAAN PENULIS ............................................................................. v
MOTTO ......................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................... xv
DAFTAR ISI ................................................................................................. xix
ABSTRAK ................................................................................................. xxiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Permasalahan .......................................................................................... 7
1. Identifikasi masalah ........................................................................... 7
2. Pembatasan Masalah .......................................................................... 7
3. Rumusan Masalah.............................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9
E. Tinjauan Pustaka................................................................................... 10
F. Kerangka Teori ..................................................................................... 13
G. Metodologi Penelitian........................................................................... 15
1. Jenis Penelitian ................................................................................ 15
2. Sumber Data .................................................................................... 16
3. Teknik Pengumpulan data ............................................................... 16
4. Metode Analisa Data ....................................................................... 17
H. Teknik dan Sistematika Penulisan ........................................................ 18
xx
BAB II KAJIAN SURAH YUSUF DAN KONFLIK KELUARGA ............. 21
A. Silsilah Keluarga Nabi Ya’qub as ........................................................ 21
B. Kajian Surah Yusuf .............................................................................. 25
1. Asbab an-Nuzul Surat Yusuf ........................................................... 25
2. Surat Yusuf Sebagai Kisah Terbaik (Ahsan al-Qashas) ................. 26
3. Munasabah Surah Yusuf Sebelum dan Sesudahnya ........................ 28
4. Ringkasan Kisah dalam Surah Yusuf .............................................. 29
C. Keluarga dan macam bentuknya ........................................................... 37
1. Definisi Keluarga ............................................................................. 37
2. Fungsi Keluarga ............................................................................... 39
3. Bentuk keluarga ............................................................................... 40
4. Keluarga Campuran (Blended Family) ............................................ 41
D. Konflik Keluarga .................................................................................. 44
1. Definisi Konflik ............................................................................... 44
2. Ciri-ciri dan Penyebab konflik ........................................................ 47
3. Karakteristik Konflik Keluarga ....................................................... 48
4. Konflik Orang Tua-Anak ................................................................. 50
5. Resolusi Konflik .............................................................................. 52
BAB III TAFSIR QABAS MIN NÛR AL-QUR`AN AL-KARÎM KARYA
MUHAMMAD ALI ASH SHABUNI (L. 1347 H - W. 1437 H) .................. 57
A. Riwayat hidup Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H) ................. 57
1. Profil Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H) ........................... 57
2. Pengalaman aktivitas keilmuan dan akademis ................................ 59
3. Karya-karya Ilmiah .......................................................................... 60
B. Metodologi Kitab Tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm. .......... 63
1. Latar Belakang Penulisan ................................................................ 63
2. Metode Penafsiran ........................................................................... 64
3. Sumber Penafsiran ........................................................................... 64
xxi
4. Corak Penafsiran.............................................................................. 65
5. Karakteristik penulisan kitab ........................................................... 66
BAB IV Analisis Psikologis Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as Dalam Tafsir
Qabas Min-Nuur Al-Qur`an Al-Kariim.......................................................... 71
A. Penafsiran Ayat Konflik Keluarga Nabi Nabi Ya’qub as ..................... 71
1. Mimpi Yusuf as (QS. Yusuf ayat 4-6) ............................................. 71
2. Sikap Kedengkian terhadap Yusuf (QS. Yusuf ayat 7-10) .............. 77
3. Saudara Yusuf merayu kepada Ayahnya Untuk Mengajak Yusuf
Pergi Bersama (QS. Yusuf ayat 11-14) ................................................... 86
4. Yusuf as Dimasukkan Ke Dalam Sumur (QS. Yusuf ayat 15-18) .. 93
5. Saudara Yusuf as membujuk ayahnya agar Bunyamin dapat pergi ke
Mesir (QS. Yusuf ayat 63-66) ............................................................... 105
6. Tuduhan Mereka kepada Yusuf dan adiknya (QS. Yusuf ayat 77) .....
....................................................................................................... 113
7. Kesedihan Nabi Ya’qub as Mendengar Bunyamin Terbukti Mencuri
Piala Raja (QS. Yusuf ayat 81-84) ........................................................ 119
8. Nabi Ya‘qub AS Dicela Oleh Anak-Anaknya (QS. Yusuf ayat 85-87)
....................................................................................................... 125
B. Akhir Kisah Surah Yusuf ................................................................... 134
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 140
A. Simpulan ............................................................................................. 140
B. Saran ................................................................................................... 143
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 144
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................. 152
xxiii
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan kajian Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as pada
surah Yusuf dalam kitab tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya
Muhammad Ali Ashabuni, wafat 1437 H. Dua karya populer lainnya yaitu
tafsir Rawâ`iul al-Bayân fi Tafsîr Âyat Ahkâm min al-Qur`ân (tafsir ayat-ayat
hukum dalam Al-Qur`an) dan Shafwat At-Tafâsîr. Tafsir Qabas Min Nûr Al-
Qur`an Al-Karîmmerupakan tafsir tematik yang memberikan penjelasan
maksud surat secara umum, kemudian membagi ayat-ayatnya dalam beberapa
topik tertentu dan menafsirkan secara global atau ijmali..
Fokus penelitiannya adalah pembahasan konflik keluarga Nabi Ya’qub as
di dalam tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîmtanpa mengkaji lebih
dalam tokoh-tokoh selain anggota keluarga Nabi Ya’qub as dengan upaya
memberikan kesadaran untuk lebih tegas mengatasi konflik yang sering terjadi
dalam sebuah keluarga. Atas dasar tersebut ada dua hal yang dikaji dalam
penelitian ini. Pertama, apa saja konflik keluarga Nabi Ya’qub as berdasarkan
tafsir Qabas Min Nur Al-Qur`an Al-Karim. Kedua, Bagaimana resolusi konflik
menurut telaah psikologi.
Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan (library research) yang
menjadikan tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîmsebagai sumber data
yang primer. Pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian
adalah dengan menggunakan pendekatan ilmu psikologi yakni dengan tujuan
untuk membangun penghayatan dan obyektifitas dalam membahas gejala jiwa
manusia dan tingkah laku manusia dalam lingkungannya. Sedangkan metode
yang digunakan adalah deskriptif-analisis yang digunakan untuk menjelaskan
secara mendalam mengenai konflik keluarga dalam tafsir Qabas Min Nûr Al-
Qur`an Al-Karîmkemudian dianalisa mengenai sebab akibat konflik dan
resolusinya.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konflik dan
resolusi konflik. Teori konflik menyatakan bahwa adanya peristiwa yang
meliputi pertentangan atau perselisihan antara individu dengan individu yang
lain Pesan yang ditemukan adalah konflik yang terjadi dalam keluarga Nabi
Ya’qub as diantaranya: kekhawatiran Nabi Ya’qub as setelah mengetahui
mimpi Yusuf as, adanya sifat dengki saudara Yusuf kepada Yusuf,
pembuangan Yusuf ke dalam sumur yang dilakukan oleh saudara-saudaranya,
dan lain-lain. Pembahasan konflik tentu tidak lepas dari bagaimana resolusi
yang dilakukan. Tentu penelitian ini akhirnya menyebutkan hasil pengelolaan
konflik yang bersifat destruktif maupun konstruktif.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik pasti akan ditemukan pada setiap hubungan antar individu, dalam
sebuah hubungan keluarga setiap pertentangan atau ketidaksetujuan dalam
peristiwa sosial juga dapat disebut konflik. Adapun konflik sering dipandang
sebagai sifat permusuhan dan menjadikan hubungan tidak baik. Kendati
demikian, berbagai kajian memperlihatkan bahwa adanya konflik tidak
selamanya berakibat buruk, tetapi justru dapat menimbulkan keadaan yang
positif.1
Al-Qur`an telah menceritakan sejarah-sejarah di dalamnya bahwa
ditemukan banyak kisah konflik, bahkan sejak permulaan penciptaan manusia,
seperti dalam kejadian dialog antara Allah, malaikat, dan iblis. Dialog tersebut
bila dipahami secara tekstual, ialah merupakan hasil dari adanya persaingan
antara iblis, malaikat, dan manusia (Adam). Dialog itu terdapat pada QS. Al-
Baqarah ayat 30:
فسد فيها من يعل ج
توا ا
رض خليفة قال
ا فى ال
ي جاعل
ة ان ملىك
ك لل رب
واذ قال
مدك ونقد ح بح سب ن ن ح
ماء ون مون فيها ويسفك الد
ا تعل
م ما ل
علي ا ان
ك قال
س ل
٣٠
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku
hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau
hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di
sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?”
Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
(QS. Al-Baqarah [2]:30)
1 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga.
(Jakarta: Prenamedia Group, 2018), Cet. Ke-5, h.101
2
Ayat tersebut menunjukkan adanya gesekan antara iblis, malaikat, dan
kompetitor baru (Adam) yang dianggap sebagai mahluk yang belum teruji
untuk diposisikan menjadi lebih unggul dibandingkan malaikat dan iblis.
Fenomena konflik selanjutnya adalah perseteruan antara Qabil dan Habil,
mereka berdua adalah anak dari Adam dan Hawa. Konflik yang terjadi yakni
terbunuhnya Habil akibat keberhasilannya dalam memperebutkan seorang
perempuan cantik bernama Iqlima untuk dinikahinya. Pada fenomena
pembunuhan antara Qabil dann Habil disebabkan oleh persaingan untuk
mendapatkan perempuan yang akan dinikahinya.2
Adapun konflik terjadi pada nabi Nuh AS dalam QS. Hud ayat 25-49.
Kisah dimulai dengan berita pengutusan dari Allah kepada Nuh AS terhadap
kaumnya, disampaikan oleh Nuh AS agar menyembah Allah, tidak ada selain-
Nya agar kaumnya tidak mendapatkan siksa azab pada hari yang sangat pedih.
Namun, para pemuka yang kafir justru enggan untuk mengikuti Nuh, karena
mereka tidak melihat Nuh memiliki suatu kelebihan apapun atas mereka. Justru
mereka menganggap bahwa Nuh adalah pendusta. Selanjutnya pada ayat 26-
36 diceritakan nahwa ketika Nuh mengajak mereka untuk menyembah Allah,
justru kaumnya menolak dengan ejekan dan makian hingga mereka menentang
azab tersebut. Pada ayat-ayat selanjutnya mengisahkan tentang pengutusan
Allah Swt untuk membuat perahu dan mengajak kaumnya menaiki perahunya.
Sampai tiba pada munculnya air yang menjadi gelombang
besar,menenggelamkan manusia-manusia yang tidak beriman. Lalu
menceritakan pula ketika anaknya tenggelam akibat tidak mau beriman dan
menolak seruan ayahnya.3
2 Muhammad Barmawi, Konflik Dalam Al-Qur`an https://s3.amazonaws.com/
diakses pada tanggal 20 Februari 2020 pukul 12.55 WIB 3 Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur`an: Makna di Balik Kisah Ibrahim,
(Yogyakarta: LKiS, 2008, h. 28
3
Contoh di atas dapat penulis simpulkan bahwa memang kenyataannya
pada kehidupan para nabi banyak ujian yang datang silih berganti. Para nabi
pun juga melewati ujian tersebut demi menghadapi dan menyelesaikan sebuah
konflik, tak lain ujian tersebut juga datang berasal dari orang terdekat dan
keluarganya sendiri. Tidak heran ketika seorang nabi yang menduduki posisi
sebagai orang tua diuji dengan orang terdekatnya, dan sumber permasalahan
tersebut berasal dari seorang anak kandungnya. Karena sesuai dengan firman
Alah SWT dalam QS. Al-Anfal ayat 28 dan QS. At-Taghabun ayat 15:
جر ا عنده ن الله
ا م فتنة و
ادك
ولم وا
كموال
نما ا
موا ا
٢٨ عظيم واعل
Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah
sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.
(QS. Al-Anfal [8]:28)
جر عظيم ا عنده م فتنة والله
ادك
ولم وا
كموال
١٥انما ا
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu),
dan di sisi Allah pahala yang besar. (QS. At-Tagabun [64]:15)
Melalui kedua ayat ini, Al-Qur`an bahwa seorang anak adalah ujian.
Memang sewaktu-waktu anak dapat membahagiakan dan sewaktu-waktu juga
bisa menyusahkan. Jika salah satu diantara keduanya yang dirasakan, maka
siap menerimanya sebagai cobaan. 4 Sebagaimana diketahui bahwa tujuan
didatangkannya cobaan untuk menguji manusia, jika berhasil Allah akan
memberika pahala yang agung, jika tidak orang tua akan terjerumus pada
dosa.5
4 M. Hajir Nonci, Pembentukan Karakter Anak melalui Keteladanan, dalam jurnal
UIN ALAUDDIN h. 44-45. pukul 19.00 WIB 5 Agus Imam Kharomen. “Keedudukan Dan Relasinya dengan Orang Tua Perspektif
Al-Quran (Perspektif Tafsir Tematik)”, dalam jurnal Andragogi: Jurnal Diklat Teknis
Pendidikan dan Keagamaan: 2019, vol. 7, no. 12, h.202
4
Setelah dipaparkan beberapa contoh di atas, ada hal menarik yang penulis
dapatkan. Bukan sebuah substansi ujian atau cobaan yang akand ibahas, namun
konteks situasi konflik yang akan diteliti, yakni kisah keluarga Nabi Ya’qub
as., yang terdapat dalam QS. Yusuf.
Menurut penulis, kisah dalam keluarga Nabi Ya’qub as., banyak terjadi
konflik terutama pada internal keluarganya. Diketahui bahwa Nabi Ya’qub as
adalah seorang nabi yang memiliki 12 anak dari keempat istrinya.6 Hal tersebut
menunjukkan bahwa keluarga Nabi Ya’qub as merupakan contoh bentuk
keluarga campuran (blended family). Dimana keluarga campuran juga disebut
keluarga tiri, keluarga yang dibentuk kembali atau kedua orang tua memiliki
anak dari hubungan sebelumnya, tetapi mereka telah bergabung untuk
membentuk keluarga baru. 7 Disebutkan juga bahwa, menjalankan sebuah
keluarga campuran adalah tidak mudah, karena menyatukan anggota keluarga
baru tentu membutuhkan waktu yang cukup lama dan biasanya di dalam
keluarga campuran juga terjadi beberapa masalah.8
Dalam keluarga Nabi Ya’qub as terdapat beberapa tanda munculnya
konflik, yaitu; pertama, aksi yang dilakukan saudara-saudara Yusuf yaitu
melakukan konspirasi untuk membunuh atau membuangnya ke tempat lain.
Kedua, aksi negosiasi antara salah seorang saudaranya (Yahudza) dengan ayah
mereka: antara yang ingin menjahati Yusuf dan yang ingin melindunginya.
Lalu mereka berbohong kepada ayah mereka yakni Nabi Ya’qub as., dan
bermulut manis untuk mencapai kemenangan. Ketiga, kompaknya melakukan
sikap berbohong lagi kepada ayah mereka dengan melumuri baju Yusuf
6Zukhrufatul Jannah , “Asbâth Dan Yahudi Dalam Alquran (Melacak Sejarah dan
Korelasi Asbâth dan Yahudi Dalam Alquran”, skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2017. h.34
(t.d) 7 Karrie Main, Blanded Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-
family-challenges diakses pada tanggal 5 Agustus 2020 pukul 01.20 WIB 8 Carrie Iorizzo, Straight Talk About Divorce And Blended Families, Crabtree
Publishing Company, 2013, h.5
5
menggunakan darah hewan, dan mengatakan kepada ayah mereka bahwa
Yusuf dibunuh oleh seekor serigala .9.
Berangkat dari penjelasan di atas, maka penulis memilih penelitian dengan
tema “Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as Pada Surah Yusuf Dalam Tafsir Qabas Min
Nûr Al-Qur`An Al-Kariim (Telaah Psikologi)”, sebab penulis ingin membahas
lebih dalam mengenai konflik keluarga campuran yang dialami oleh keluarga
Nabi Ya’qub as dengan pendekatan analisis psikologi 10 , karena dalam
kisahnya terdapat berbagai masalah yang cukup kompleks. Tentu yang akan
dikaji selanjutnya adalah apa saja konflik yang terjadi pada kehidupan Nabi
Ya’qub as., dan mengetahui bagaimana resolusi untuk mengatasi konflik di
dalam keluarganya.
Pembahasan tentang hal ini akan dikaji dengan menggunakan tafsir Qabas
Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya Muhammad Ali Ash-Shabuni (W. 1437
H) karena penulisan tafsir kitab tersebut tergolong tematik yang tersusun ayat
demi ayat atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok makna
dan tema.11 Sejauh penelusuran penulis, kitab tersebut memang sudah banyak
yang menjadikan sebuah rujukan dalam karya ilmiah namun tidak sebanyak
seperti karya lainnya yaitu kitab Shafwatut tafâsîr dan tafsir Rawâiul Bayân.
9Salman Harun, Mutiara Al-Qur`an, (Jakarta: Qaf, 2016), Cet ke-1, h.223 10 Konflik menarik perhatian khsusus dari beragam disiplin ilmu, seperti soisologi,
antropologi, dan biologi. Kenyataan tersebut memberikan suatu bukti nyata bahwa konflik
menjadi satu pokok bahasan penting di berbagai disiplin ilmu, khususnya ilmu sosial,
walaupun semua disiplin ilmu tersebut mengembangkan perspektif yang berbeda untuk
mempelajari konflik. Sosiologi kemungkinan besar memandang konflik lebih kepada bentuk
interaksi sosial yang dilakukan oleh individu terhadap individu lain di lingkungannya, seperti
yang ditunjukkan oleh George Herbert Mead ketika mengembangkan teori interaksi simbolis,
bahwa semua interaksi sosial manusia memiliki tujuan-tujuan tertentu. Sementara antropologi
menjelaskan konflik sebagai bagian dari budaya dan hasil interaksi sosial yang terjadi antara
individu dan kondisi di sekitarnya. Sementara itu, psikologi memandang konflik sebagai hasil
persepsi, interpretasi, serta kondisi psikologis dan mental yang berada di belakang individu.
Meskipun ada perbedaan perspektif tentang konflik, namun hakekat konflik yang dijelaskan
oleh beragam disiplin ilmu tersebut tetap sama. (Dewanto Putra Fajar, Teori-teori Komunikasi
Konflik, Universitas Brawijaya Press: Malang, 2016, h. 3-4) 11Quraish Shihab et. al, Sejarah & Ulum Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013),
Cet. Ke-5, h. 192
6
Maka dari itu, penulis ingin menggunakan tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-
Karîm sebagai rujukan utama dalam pembahasan skripsi ini.
Selain menggunakan tafsir yang sudah disebutkan, alasan penulis
menggunakan pendekatan interdisipliner psikologi karena ilmu psikologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, tetapi bukan hanya aspek fisik
fisiologi atau cara kehidupan berkelompoknya seperti yang dipelajari oleh
sosiologi dan antropologi, tetapi psikologi mempelajari perilaku atau
kegiatannya sebagai individu.12
Selain itu penulis beranggapan pendekatan psikologi cukup tepat karena
psikologi juga merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Dari jiwa
tersebut memberikan ruang lingkup yang luas seperti tentang keadaan atau
gejala jiwa manusia, pengalaman, perilaku, mental, pikirannya, maupun
perasaan panca inderanya. 13 Secara ringkas, psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang tingkah laku manusia dalam hubungan lingkungannya.14.
Maka dari itu, penulis ingin melihat apa yang terjadi dalam pribadi masing-
masing tokoh pada keluarga Nabi Ya’qub as dengan menggunakan pendekatan
psikologi.
Selanjutnya, tentu akan banyak ilmu pengetahuan yang didapat dalam
kisah keluarga Nabi Ya’qub as ketika hendak mempelajari perilaku manusia
terhadap lingkungannya. Baik dari perbuatan atau perilaku dan bagaimana
manusia itu beradaptasi dan mengembangkan dirinya, terutama tentang
bagaimana cara memecahkan konflik yang terjadi pada keluarga. Hal ini tentu
12Nurussakinah Daulay, Pengantar Psikologi Dan Pandangan Al-Qur`an Tentang
Psikologi, (Jakarta: Kencana Prenamedia,2014) Cet ke-1, h.2 13 Milda Amalia, “Pendekatan Psikologi Dalam Kajian Islam”, dalam jurnal El-
Furqania, vol 3, no 2 Agustus 2016 14Alex Sobur,Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia,
2003). Cet ke-1. h. 32
7
dapat menjadi hikmah dalam menganalisa penelitian skripsi ini dapat
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.15
B. Permasalahan
1. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka ada beberapa
masalah yang dapat diidentifikasi yaitu:
a. Timbulnya keresahan dalam keluarga yang melibatkan saudara
kandung, saudara tiri, dan ayah karena ada kecemburuan antar
sesama saudara sebab perbedaan kasih sayang.
b. Adanya kedengkian (hasad) dalam hati saudara-saudara Yusuf
terhadap Yusuf
c. Para saudara merancang taktik dan konspirasi untuk mengasingkan
Yusuf dari kehidupan keluarganya.
d. Dibuangnya Yusuf ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya
e. Saudara Yusuf mendukung untuk melakukan kebohongan yang
disampaikan untuk ayahnya dengan tujuan agar meyakinkan bahwa
Yusuf terbunuh sebab dimakan oleh binatang buas.
f. Sikap diam, sabar atau cenderung tenang Nabi Ya’qub as dalam
menghadapi anak-anaknya.
g. Beragamnya penafsiran para mufassir dalam menafsirkan surah
Yusuf
h. Banyaknya pelajaran yang berharga pada kehidupan keluarga Nabi
Ya’qub as
i. Adanya konsep psikologis dalam keluarga campuran Nabi Ya’qub
as.
2. Pembatasan Masalah
15 Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2018). h.7-9
8
Pembatasan akan lebih mudah dipahami dan terarah jika penelitian ini
dibatasi dalam membahas permasalahannya, mengingat penafsiran Al-
Qur`an sangat banyak dikaji oleh para mufassir. Maka dari itu penulis
akan membatasi permasalahan dengan meneliti apa saja konflik yang
terjadi pada keluarga Nabi Ya’qub as., dalam Al-Qur`an surah Yusuf
menggunakan tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya
Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H) dan menelaah konflik dengan
pendekatan psikologi. Adapun batasan ayat dalam surah Yusuf yang
menurut penulis mengandung konflik keluarga yaitu:
a. QS. Yusuf ayat 4-6
b. QS. Yusuf ayat 7-10
c. QS. Yusuf ayat 11-14
d. QS. Yusuf ayat 15-18
e. QS. Yusuf ayat 63-66
f. QS. Yusuf ayat 77
g. QS. Yusuf ayat 81-84
h. QS. Yusuf ayat 85-87
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas, Secara lebih
rinci permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Apa saja konflik yang terjadi dalam keluarga Nabi Ya’qub as pada QS.
Yusuf berdasarkan penafsiran dalam tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an
Al-Karîm karya Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H)
b. Bagaimana resolusi konflik kaluarga Nabi Ya’qub as., menurut telaah
psikologi?
C. Tujuan Penelitian
9
Berdasarkan pada pokok permaslahan diatas, tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui konflik keluarga Nabi Ya’qub as.,dalam QS. Yusuf
pada tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya Muhammad
Ali Ash Shabuni (W. 1437 H)
2. Mengetahui resolusi konflik yang terjadi dalam keluarga Nabi
Ya’qub as menurut telaah psikologi.
D. Manfaat Penelitian
Disamping memiliki tujuan penilitan, penelitian ini juga
diharapkan memliki manfaat. Adapun manfaat penelitian ini dibedakan
dalam dua bentuk yaitu:
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan
pengetahuan ilmiah di bidang ilmu agama Islam dan tafsir Al-
Qur`an
b. Sedikit banyak penelitian ini akan memberikan kontribusi bagi
perkembangan pengetahuan ilmiah di bidang ilmu agama dan
ilmu Al-Qur`an tafsir
c. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan
pertimbangan dalam memperkarya karya ilmiah dalam disiplin
ilmu keislaman, khususnya tentang ilmu psikologi
d. Memberikan kontribusi di lapangan penelitian dan pemahaman
terhadap pengaruh ilmu psikologi pada penafsiran Al-Qur’an.
2. Secara praktis
a. Dapat memberikan kesadaran untuk lebih tegas mengatasi
konflik yang sering terjadi dalam sebuah keluarga.
b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan agar masyarakat dan
umat muslim khususnya dapat memahami aspek mengenai
10
penanganan permasalahan dalam keluarga sesuai dengan
ajaran yang disampaikan dalam Al-Qur`an
E. Tinjauan Pustaka
Tujuan dari tinjauan pustaka yaitu pemaparan singkat dari hasil-hasil
penelitian sebelumnya yang terkait pokok pembahasannya dengan yang
diteliti. Berdasarkan penelusuran penulis terhadap beberapa pembahasan yang
terkait maka penulis akan mengemukakan beberapa karya tulis dan kitab,
diantaranya:
1. Sarah Rizki Fajri, dalam skripsinya dengan judul Nilai-Nilai Pendidikan
Ahlak Dalam Kisah Yusuf as. Dalam skripsi tersebut menyebutkan
analisis nilai-nilai pendidikan ahlak dalam kisah Yusuf AS pada
pendidikan islam, menggambarkan penerapan pendidikan ahlak kepada
sesama masnusia, dan tujuan dari pendidikan ahlak. Adapun kesamaan
dengan skripsi yang akan penulis garap, yakni pilihan surah yang akan
dikaji. Yang membedakannya adalah pendekatan penelitian dan objek
kajian tafsirnya.16
Penelitian yang dikaji oleh Sarah Rizki Fajri sangat bermanfaat bagi
penulis, karena penulis mendapatkan pembahasan kisah Yusuf as secara
padat dengan memetakan setiap episode atau peristiwa yang terjadi.
2. Ainun Miftakhul Jannah, dalam skripsinya dengan judul Nilai-Nilai
Pendidikan Ahlak Telaah (QS.Yusuf ayat 8-18 dan QS. Al-Hujurat ayat
11). Dalam skripsi tersebut menyebutkan kandungan QS. Yusuf ayat 8-18
dan QS. AL-Hujurat ayat 11 dengan menggunakan Al-Qur`an Bayan
DEPAG RI 2009 dan terjemah tafsir Ibnu Katsir, menyebutkan sikap-
sikap baik dan buruk yang terjadi pada pribadi tokoh yang masuk dalam
16Sarah Rizky Fajri, “Nilai-Nilai Pemdidikan Ahlak Dalam Kisah Yusuf as”, skripsi,
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017). Tidak diterbitkan (t.d.)
11
kisah Yusuf as, dan nilai-nilai pendidikan ahlak yang terkandung dalam
QS. Yusuf ayat 8-18 dan QS. AL-Hujurat ayat 11. Adapun kesamaan
dengan skripsi yang akan penulis garap, yakni pemilihan surahnya, yang
membedakannya adalah analisa sebab akibat konflik yang terjadi dalam
keluarga Yusuf as., dan pendekatan penelitian serta objek kajian
kitabnya.17
Penelitian yang dikaji olehAinun Miftakhul Jannah berhasil
membantu penulis untuk menemukanpenjelasan mengenai kepribadian
tokoh yakni Yusuf as yang disampaikan dari beberapa kandungan ayat Al-
Qur`an selain dari QS. Yusuf.
3. Siti Himatul Anisah, dalam skripsinya berjudul Nilai-Nilai Pendidikan
Ahlak dalam Al-Qur`an Surat Yusuf ayat 8-18. Dalam skripsinya
menyebutkan nilai pendidikan ahlak dan ruang lingkupnya, metode
pendidikan ahlak, penafisran QS. Yusuf ayat 8-18 dengan menggunakan
metode tahlili, relevansi nilai pendidikan ahlak surah yusuf ayat 8-18
dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaannya adalah analisa sebab akibat
konflik yang terjadi dalam keluarga Yusuf AS dan pendekatan penelitian
serta objek kajian kitabnya.
Penelitian ini bermanfaat bagi penulis, karena penulis menemukan
beberapa relevansi nilai pendidikan ahlak dalam surah Yusuf dari ayat 8-
18 pada kehidupan sehari-hari utamanya pada lingkup keluarga.18
4. M. Imamul Muttaqin dalam tesisnya yang berjudul Nilai-Nilai Karakter
dalam Surat Yusuf (Studi Komparatif Perspektif Para Mufassir).
Menyebutkan pembahasan kajian pustaka tentang tinjauan umum
17 Ainun Miftakhul Jannah, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Telaah (QS. Yusuf
Ayat 8-18 Dan QS. Al-Hujurat Ayat 11), skripsi, Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Surakarta, 2017. Tidak diterbitkan (t.d.) 18Siti Himatul Anisah “ Nilai-Nilai Pendidikan Ahlak dalam Al-Qur`an Surat Yusuf
ayat 8-18”, skripsi (Salatiga: IAIN Salatiga, 2018). Tidak diterbitkan (t.d.)
12
pendidikan karakter, definisi nilai, tujuan pendidikan karakter, konsep
pendidikan karakter, penyajian data berupa kajian ayat dan tafsir dari
beberapa kitab seperti tafsir al misbah, kitab Al-Qur`an dan terjemah
departemen agama dan tafsir Al-Maraghi.Persamaan dalam skripsi yang
akan ditulis adalah pemilihan surahnya. Hal yang membedakannya adalah
objek kajian kitabnya danfokus penelitian suratnya ada dua yakni surah
Ali Imran dan surat Yusuf..19
Penyajian data pada tesis tersebut begitu rinci dengan menyajikan
pendapat dari beberapa mufassir, sehingga dapat memberikan penulis
pengetahuan tentang pembahasan karakter Yusuf as.
5. Maimunah, dalam jurnalnya dengan judul Konflik Psikologis Kisah Yusuf
Dalam Al-Qur`an menyebutkan struktur kepribadian dalam Islam, Konflik
psikologis yang meliputi definisi konflik, penyebab dan akibat terjadinya
konflik, ringkasan kisah Yusuf, konflik masing-masing tokoh dalam kisah
Yusuf. Adapun kesamaan pembahasan jurnal tersebut dengan skripsi yang
akan ditulis, yakni sama-sama membahas tentang konflik dan pemilihan
surah yang dipilih. Perbedaannya adalah pemaparan penafsiran ayat dan
batasan konflik yang akan dibahas. Pemaparan analisis perbandingan dua
tafsir adalah referensi utama dalam skripsi ini. Sedangkan, dalam jurnal
tersebut hanya menggunakan satu tafsir sebagai rujukan yakni tafsir Al-
Mishbah karya Quraish Shihab.20
Penelitian ini telah berkontribusi untuk penulis karena penyajian
tentang konflik keluarga Yusuf as dapat memberikan gambaran
bagaimana caranya menyajikan data dari penafsiran dan perspektif
19 M Imamul Muttaqin “Nilai-nilai karakter dalam Surat Yusuf (Studi Komparatif
Para Mufassir)”, skripsi (Malang: UIN Maliki, 2015). Tidak diterbitkan (t.d.) 20Maimunah, “Konflik Psikologis Kisah Yusuf Dalam Al-Qur`an”, dalam Jurnal al-
iltizam, vol 1, No 2 Desember 2016
13
psikologi dengan ringkas namun padat informasi tanpa meluas ketika
menyajikan penafsiran
F. Kerangka Teori
Dalam melakukan sebuah penelitian ilmiah, kerangka teori sangat
diperlukan untuk mengidentifikasi masalah yang akan diteliti dan dipakai
untuk dijadikan tolak ukur atau kriteria yang dijadikan dasar untuk
membuktikan sesuatu. Penelitian yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah
konflik keluarga Nabi Ya’qub as telaah psikologi. Maka dari itu pembahasan
konflik dalam keluarga akan dibahas menggunakan kaijan konflik keluarga
menurut psikologi.
Diketahui dalam setiap hubungan individu akan selalu muncul konflik, tak
terkecuali dalam hubungan keluarga. Secara etimologi konflik adalah
pertengkaran, perkelahian, perselisihan, tentang pendapat atau keinginan atau
perbedaan, pertentangan perlawanan dengan atau berselisih. 21 Menurut
Thomas (1992) konflik didefinisikan sebagai protes yang bemula saat salah
satu pihak menganggap pihak lain menggagalkan atau berupaya
menggagalkan kepentingannya.22
Sedangkan pengertian keluarga secara etimologi adalah ibu dan bapak
beserta anak-anaknya; seisi rumah. 23 Menurut pendapat Goldenberg ada
beberapa macam bentuk keluarga salah satunya adalah keluarga campuran
(blended family). Umumnya yang dialami oleh banyak orang adalah memiliki
21 M. Wahid Nur Tualeka, “Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern”, dalam
Jurnal Al-Hikmah Universitas Muhammadiyah Surabaya, vol.3 no. 1, 2017, h.34 22 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,
h.101 23 https://kbbi.kemendikbud.go.id diakses pada tanggal 27 Agustus 2020 pukul 09.47
WIB
14
bentuk keluarga inti yakni keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-
anak kandung. Keluarga ini merupakan keluarga yang sangat ideal.
Pembahasan keluarga Nabi Ya’qub as dalam skripsi ini adalah contoh dari
bentuk keluarga campuran (blended family) karena keluarga Nabi Ya’qub as
terdiri suami, istri, anak-anak kandung serta anak-anak tiri. Sebagai orang tua
tentu tidak mudah untuk menjalankan keluarga campuran dibandingkan
dengan keluarga inti. Selain itu, ketika terjadi konflik dalam keluarga
campuran, sebagai orang tua dapat berubah menjadi frustasi ketika keluarga
baru tidak berfungsi yang sama dengan baik seperti keluarga suami atau istri
sebelumnya.24
Ketika konflik terjadi pada sebuah keluarga, tentunya hal tersebut harus
diselesaikan. Dalam memecahkan sebuah konflik, terdapat dua tipe yaitu
destruktif dan konstruktif. Ketika konflik diselesaikan dengan cara destruktif
tentunya akan gagal. Namun jika konflik diselesaikan dengan cara konstruktif,
adil dan memuaskan kedua belah pihak pasti akan membuahkan hasil yang
baik. Seperti yang disampaikan oleh Router dan Counger (1995),
permasalahan akan dapat terpecahkan dengan cara konstruktif jika memiliki
interaksi yang hangat, sebaliknya jika keluarga tersebut interaksi dengan
bermusuhan, pemecahan masalah akan digunakan dengan cara destruktif. 25
Dari berbagai penelitian dan sesi konseling keluarga, para peneliti dan
terapis mengenali adanya gaya resolusi konflik yang umumnya digunakan
individu dalam mengelola konflik, Harriet Goldhor Lerner sebagaimana
dikutip oleh Olson dan Olson (2000), membedakan cara individu
menyelesaikan konflik menjadi lima macam, yaitu pemburu (pursuer adalah
24 Jeanne Segal, Ph.D. and Lawrence Robinson, “Blended Family and Step-Parenting
Tips”,https://www.helpguide.org/articles/parenting-family/step-parenting-blended-
families.htm?pdf=13583 diakses pada tanggal 10 April 2019 pukul 17.46 WIB
25 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga.
h.104
15
individu yang berusaha membangun ikatan yang lebih dekat), penghindar
(distancer adalah individu yang cenderung mengambil jarak secara emosi),
pecundang (underfunctioner adalah individu yang gagal menunjukkan
kompetensi atau aspirasinya), penakluk (overfunctioner adalah individu yang
cenderung mengambil alih dan merasa lebih tahu yang terbaik bagi pihak lain),
dan pengutuk (blamer, adalah individu yang selalu menyalahkan orang lain
atau keadaan).26
Dengan menggunakan kajian konflik keluarga telaah psikologi. Penulis
akan meneliti apa saja konflik yang terjadi dan mendeteksi pemecahan konflik
keluarga nabi Nabi Ya’qub as bersifat konstruktif atau destruktif dengan
menggunakan pendekatan resolusi konflik yang disebutkan oleh Harriet
Goldhor Lerner.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian library
research (penelitian kepustakaan) yakni dengan mengumpulkan data
pustaka, mencatat, serta mengolah bahan penelitian yang berhadapan
langsung dengan teks (nash) tanpa terjun ke lapangan atau saksi-saksi
untuk mendapatkan pengetahuan atau informasi.27
Penelitian ini tergolong kualitatif karena ketika obyek penelitian yang
akan dipahami secara mendalam berupa kata-kata, kejadian atau teks
bukan angka-angka kemudian hasil akhirnya dianalisis.28
26 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,
h.105 27 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia: jakarta,
2008, h.3 28Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kualitatif, Kuantitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Kencana: Jakarta, 2017), h.43
16
Obyek yang terkait dalam penelitian ini adalah kitab tafsir Qabas Min
Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437
H). Pendekatan yang dipakai untuk mengurai data-data ketika membahas
konflik yang terjadi dalam keluarga Nabi Ya’qub as pada surah Yusuf
dalam tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm adalah menggunakan
pendekatan psikologi. Sedangkan, ketika menelusuri menelusuri riwayat
hidup, kondisi sosial, dan latar belakang keilmuan Muhammad Ali
Ashabuni (W. 1437 H), penulis menggunakan pendekatan historis.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dua
sumber penelitian, yaitu sumber data primer dan sekunder.
Sumber data primer yang disajikan adalah segala literatur yang
berkaitan dengan pokok kajian. Disini penulis akan menggunakan kitab
tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya Muhammad Ali Ash
Shabuni (W. 1437 H).
Sumber data sekunder adalah berupa referensi-referensi yang secara
tidak langsung berkaitan dengan tema konflik keluarga dalam keluarga
Nabi Ya’qub as pada QS. Yusuf (dengan pendekatan psikologi) antara lain
adalah buku buku Psikologi Keluarga karya Sri Lestari, jurnal-jurnal,
artikel ilmiah, dan sebagainya yang dapat melengkapi data-data primer di
atas.
3. Teknik Pengumpulan data
Dalam mengkaji literatur, penulis mengumpulkan data dengan cara
penelusuran kepustakaan (library research) menggunakan sumber data
primer yang berasal dari kitab tafsir dan sumber data sekunder dari jurnal,
tesis, disertasi, artikel, buku, dan lain.
17
Secara operasional, penelitian ini akan dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Pertama, penulis menetapkan tokoh yang dikaji dan objek yang
menjadi fokus kajian, yaitu Muhammad Ali Ashabuni (W. 1437 H)
dengan pilihan karya tafsirnya yakni tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an
Al-Karîm .
b. Kedua, mencari dan menyeleksi karya-karya yang berkaitan dengan
Muhammad Ali Ashabuni (W. 1437 H) dan buku-buku lain yang
terkait dengan penelitian ini.
c. Ketiga, penulis mengklasifikasi tentang penafsiran ayat yang
mengandung unsur konflik secara kontekstual dalam keluarga Nabi
Ya’qub as, tentu dengan syarat setelah membaca secara utuh surah
Yusuf dalam tafsir tersebut dan menelaah tentang biografi kitabnya
meliputi latar belakang penafsiran, metode, corak, sumber penafsiran
dan karakteristik penafsiran.
d. Keempat, penulis memaparkan tentang kajian yang berkaitan dengan
surah Yusuf, keluarga, konflik dan resolusi konflik.
e. Kelima, penulis akan menganalisis tentang penafsiran yang sudah
diklasifikasikan dengan menggunakan pendekatan psikologi
f. Keenam, penulis akan membuat kesimpulan-kesimpulan sebagai
jawaban terhadap rumusan masalah terkait konflik keluarga dan
resolusi konflik keluarga Nabi Nabi Ya’qub as
4. Metode Analisa Data
Dalam penelitian ini data yang dihasilkan adalah berupa data
deskriptif. Oleh karena itu, penulis mengguakan metode analisis deskriptif
kualitatif, yaitu dengan memaparkan data, reduksi (data yang sudah ada di
cek dan dan dicatat kembali) , memilah-milah data, dan mengungkap hal-
18
hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian, yakni dengan menelaah dan
menganalisis isi kandungan ayat yang berkenaan dengan tema konflik
keluarga Nabi Ya’qub as., pada QS. Yusuf dalam tafsir Qabas Min-nûril
Qur`an Al-Kariim lalu dikaitkan dengan ilmu psikologi untuk membangun
obyektifitas yang akan dihasilkan nantinya
H. Teknik dan Sistematika Penulisan
1. teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman
Penulisan Proposal dan Skripsi Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta, yang
diterbitkan oleh LPPI Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta
2. Sistematika Penulisan
Untuk mengarah alur pembahasan secara sistematis dan
mempermudah pembahasan maka penelitian ini akan dibagi menjadi
beberapa bab, yakni sebagai berikut:
Bab pertama, berupa pendahuluan yang mencakup latar belakang
masalah untuk memberikan penjelasan secara akademik mengapa
penelitian ini perlu dilakukan dan hal apa saja yang melatarbelakangi
penelitian ini. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi masalah serta
batasan masalah agar penelitian ini lebih terarah dan memiliki batasan
yang jelas. Selanjutnya merumusan masalah yang menjadi fokus
penelitian. Kemudian tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian dan diakhiri dengan teknik penulisan dan
sistematika penulisan.
Bab kedua, mengulas landasan teori, yang bertujuan untuk
menjelaskan gambaran secara umum mengenai kajian surah Yusuf,
keluarga dan macam bentuk keluarga, konflik keluarga, sekaligus resolusi
konflik keluarga.
19
Bab ketiga adalah penyajian biografi Muhammad Ali Ashabuni
selaku mufassir dan profil kitab tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm
.
Bab keempat adalah analisa data. Yakni menyajikan penafsiran
ayat yang mengandung unsur konflik, analisis konflik dan resolusi konflik
dalam keluarga Nabi Ya’qub as., pada QS. Yusuf.
Bab kelima, menjelaskan kesimpulan yang berisikan penegasan
jawaban terhadap masalah-maasalah yang diutarakan pada bab-bab
sebelumnya. Selain itu juga akan dikemukakan sejumlah saran sebagai
pijakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berkenaan dengan
objek masalah yang dikaji.
21
BAB II
KAJIAN SURAH YUSUF DAN KONFLIK KELUARGA
Setelah menjelaskan BAB I tentang Latar belakang, tujuan penelitian,
permasalahan dll. Uraian pada bab ini akan difokuskan pada pembahasan
tentang keluarga Nabi Ya’qub as, kajian suah Yusuf dan konflik keluarga.
Secara garis besar, pada bab II ini terdapat empat sub bahasan; pertama silsilah
keluarga nabi Nabi Ya’qub as, pada sub bahasan ini penulis akan mengulas
tentang silsilah keluarga Nabi Nabi Ya’qub as. Kedua kajian surah Yusuf, pada
sub bahasan ini penulis akan mengulas tentang kajian surah Yusuf. Ketiga,
keluarga dan macam bentuknya, pada sub bahasan ini penulis akan
memaparkan tentang definisi keluarga dan macam-macam bentuknya.
Keempat Konflik keluarga, pada sub bahasan ini penulis akan membahas
tentang definisi konflik, karakteristik konflik dan resolusi konflik.
A. Silsilah Keluarga Nabi Ya’qub as
ته ق راء اسحق يعقوب وامرا رنها باسحق ومن و ت فبش
٧١اىمة فضحك
Dan istrinya berdiri lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan
kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan setelah Ishak
(akan lahir) Yakub. (Hud [11]:71)
Nabi Ya’qub as adalah seorang seorang di antara para nabi dan
rasul yang dipilih oleh Allah Swt.Nabi Ya’qub as adalah keturunan Nabi
Ibrahim AS yang diutus Allah Swt., ke negeri Kan’an, untuk menyeru
manusia menyembah Allah Swt.1 Dia adalah putra Ishak bin Ibrahim AS.
Adapun ibunda nabi Nabi Ya’qub as adalah Ribka binti Batwel dan Nabi
Ya’qub as memiliki seorang saudara laki-laki bernama Esau dalam bahasa
1 Hadiyah Salim, Qishashul Anbiya Sejarah 25 Rasul, (PT. Al-ma’arif: Bandung,
1991), cet 12, h.72
22
Arab disebut al-ish. Keduanya adalah dua orang saudara kembar. Nabi
Ya’qub as lahir setelah ish, sehingga ia pun diberi nama nabi Ya’qub as,
karena dalam bahasa Arab kata Nabi Ya’qub as berasal dari kata ‘aqaba
yang berarti setelah.2
Ya’qub as dari sejak kecil hingga dewasa tumbuh dan berkembang
dengan mendapatkan perhatian dari Allah Swt., dan mendapatkan rahmat-
Nya. Oleh karena itu, dia berjalan di atas jalan hidup ayahnya dan
kakeknya. Nabi Ya’qub as adalah seorang bapak yang pengasih, di
samping seorang nabi yang sentiasa yakin dan dekat dengan Allah.
Hatinya penuh keyakinan tentang hakikat ketuhanan, ketika kesusahan
semakin menekan jiwanya, ia sentiasa berserah kepada Allah sehingga
semakin kokoh atas keyakinannya terhadap Allah Swt.3Nabi Ya’qub as
memiliki 12 orang anak yang oleh Allah Swt., mereka disebut dengan
sebutan asbath4(keturunan Nabi Ya’qub as).5Dari keempat orang istrinya,
Nabi Ya’qub as memiliki 12 putra, yakni dari Lea atau Layya enam orang
putra, yaitu; Ruben, Simeon, Lewy, Yahudza, Isakhar dan Zebulaon. Dari
Rachel lahir dua orang putra, yaitu ; Yusuf, dan Benyamin. Dari Bilha
2 Jihad Muhammad, Umur dan Silsilah Para Nabi, (Qisthi Press: Jakarta, 2008), h.
98 3Mastura Bohari dan Farahwahida Mohd Yusof, “Pendidikan Keibubapaan Melalui
Santunan Fitrah Nabi Nabi Ya’qub as A.S Dan Pendekatannya Bagi Menangani Salah Laku
Remaja” dalam jurnal Umran, Akademi Tamadun Islam Universiti Teknologi Malaysia, vol.
6, no. 3 – 2, h.117 4 makna kata Asbâth secara etimologi berarti banyak atau lebat, dan secara
terminology bermakna anak keturunan Nabi Nabi Ya’qub as dari dua belas putra beliau dan
dari setiap keturunan menjadi suatu kaum, maka penisbatan nama suku dari Asbâth ini
dinisbatkan kepada nama-nama keduabelas putra Nabi Nabi Ya’qub as tersebut (Zukhrufatul
Jannah “Asbath dan Yahudi Dalam Al-Qur`anMelacak sejarah dan korelasi Asbath dan
Yahudi dalam Al-Qur`an” dalam tesis UIN Jakarta tahun 2017, h. 49 5 Muhammad Fahmi ”Potret Pendidikan Nabi Ya’qub as Kepada Yusuf as” dalam
jurnal Syaikhuna vol. 7 no. 2 Oktober 2016, h. 226
23
dua orang anak, yaitu ; Dann dan Naftali. Kemudian dari Zilfa dua orang
putra ,yaitu ; Gad dan Asyer6
Rachel ibu Yusuf meninggal dunia dalam usia muda. Ia
dikuburkan di kota Bethlehem, yaitu sebuah tempat yang bernama Afras
dan sampai sekarang dikenal dengan nama Ahjar Ummi Yusuf. Setelah
Rachel meninggal, kedua anaknya diasuh oleh anak-anak Nabi Ya’qub as
dari Belha, Dann dan Neftali.7
Mengenai term Asbâth yang pertama kali muncul dalam Al-Qur`an
terdapat dalam surat al-A’raf [7] ayat 160:
ى اذ است و ى موسوحينا ال
ا وا م
سباطا ا
عنهم اثنتي عشرة ا ن اضرب قط
ا سقىه قومه
نا لشربهم وظل ناس م
البجست منه اثنتا عشرة عينا قد علم ك حجر فان
عصاك ال يهم ب
عل
كن مونا ول
م وما ظل
بت ما رزقنك
وا من طي لوى ك
ل من والس
يهم ال
نا عل
نزلغمام وا
انوا ال
ك
نفسهم يظلمون ١٦٠ا
“Dan Kami membagi mereka menjadi dua belas suku yang
masing-masing berjumlah besar, dan Kami wahyukan kepada Musa
ketika kaumnya meminta air kepadanya, “Pukullah batu itu dengan
tongkatmu!” Maka memancarlah dari (batu) itu dua belas mata air.
Setiap suku telah mengetahui tempat minumnya masing-masing. Dan
Kami naungi mereka dengan awan dan Kami turunkan kepada mereka
mann dan salwa. (Kami berfirman), “Makanlah yang baik-baik dari
rezeki yang telah Kami berikan kepadamu.” Mereka tidak menzalimi
Kami, tetapi merekalah yang selalu menzalimi dirinya sendiri.” (QS. Al-
A’raf [7]: 160)
Berdasarkan ayat ini yang dimaksud dengan Asbath adalah
kabilah yang terdiri dari dua belas suku, sebanyak jumlah putra Nabi
Ya’qub as. Nama-nama dari suku-suku Asbâth ini dinisbatkan kepada dua
belas putra Nabi Ya’qub as, yakni pertama suku Ruben, kedua suku
6 Zukhrufatul Jannah “Asbath dan Yahudi Dalam Al-Qur`an (Melacak sejarah dan
korelasi Asbath dan Yahudi dalam Al-Qur`an)”, tesis UIN Jakarta tahun 2017, h. 34 7Jihad Muhammad Hajjaj, Umur dan Silsilah Nabi, Qisthi Press, h. 100
24
Simoen, ketiga suku Lawi, keempat suku Yahudza, kelima suku Isakhar,
keenam suku Zebulon, ketujuh suku Dan, kedelapan suku Naftali,
kesembilan suku Gad, kesepuluh suku Asyer, kesebelas suku Yusuf, dan
kedua belas suku Benyamin. Dari dua belas suku Bani Israil ini terdapat
beberapa Nabi yang termasuk dalam dua puluh lima Nabi yang wajib kita
imani, yaitu dari suku Lawy, di antara keturunannya muncul Nabi Musa,
Nabi Harun, Nabi Ilyas. Dari suku Yahudza, di antara keturunannya
muncul Nabi Daud,Nabi Sulaiman, Nabi Zakaria, Nabi Yahya dan Nabi
Isa. Sedangkan dari keturunan Yusuf terdapat Nabi Ilyasa.8
Nabi Ya’qub as meninggal dalam usia 147 tahun di negeri Mesir,
karena beliau setelah lanjut usianya, lalu mengikuti puteranya (Yusuf as)
yang menjadi pembesar negeri Mesir. Demikian pula putera-puteranya
yang lain, hingga berturun-temurun di Negeri Mesir itu. 9 Nabi Nabi
Ya’qub as tinggal di Mesir selama tujuh belas tahun dan setelah ia
meninggal dunia. Sebelum meninggal, ia mewasiatkan kepada puteranya
Yusuf, agar jasadnya dikuburkan di negeri orang tua dan kakek-kakeknya
yaitu di Bumi Baitul Maqdis. Sedang dalam keyakinan para Ahl Kitab,
Nabi Ya’qub as memasuki Mesir pada saat berusia tiga puluh tahun dan
ketik beliau meninggal dunia, penduduk Mesir menagisinya hingga tujuh
puluh hari lamanya.10
8Zukhrufatul Jannah “Asbath dan Yahudi Dalam Al-Qur`an (Melacak sejarah dan
korelasi Asbath dan Yahudi dalam Al-Qur`an”, tesis UIN Jakarta tahun 2017, h. 73 9Hadiyah Salim, Qishashul Anbiya Sejarah 25 Rasul, (Bandung: PT. Al-ma’arif,
1991), cet 12, h.71 10 Jihad Muhammad Hajjaj, Umur dan Silsilah Nabi, Qisthi Press: Jakarta, h. 102
25
B. Kajian Surah Yusuf
1. Asbab an-Nuzul Surat Yusuf
Surat Yusuf tergolong surat makiyyah turun di Mekah sebelum Nabi
SAW., berhijrah ke Madinah. Situasi dakwah ketika itu serupa dengan
situasi turunnya surat Yunus, yakni sangat kritis, khususnya setelah
peristiwa Isra’ dan Mi’raj dimana sekian banyak yang meragukan
pengalaman Nabi Muhammad SAW. Itu bahkan sebagian yang lemah
imannya menjadi murtad. Di sisi lain, jiwa Nabi Muhammad SAW.,
sedang diliputi oleh kesedihan, karena istri beliau, Sayyidah Khadijah ra.,
dan paman beliau, Abu Thalib, baru saja wafat dan antara Baiat Aqabah
pertama yang dilanjutkan Baiat Aqabah kedua. 11
Surat Yusuf diturunkan pada tahun “kesedihan”, selain karena Nabi
Muhammad SAW., ditinggal oleh orang terdekatnya. Ketika itu, orang-
orang kafir yang semula menahan diri tidak segan lagi menyakiti nabi.
Dari situlah maka mulailah timbul banyak kelompok yang memusuhi nabi
dan berkomplot untuk mengusir beliau dari Makkah. Lebih menyedihkan
lagi, di antara anggota kelompok tersebut terdapat pula beberapa anggota
keluarga Rasulullah. Mereka adalah pamannya sendiri, Abu Jahal dan Abu
Lahab. Demikianlah, hati Rasulullah tengah dilanda sedih yang mendalam
karena selain ditinggalkan oleh orang-orang terkasih, beliau juga harus
menghadapi sikap yang menyakitkan dari pihak musuh.12
Adapun menurut al Biqâ’i, tujuan utama turunnya kisah ini adalah
untuk membuktikan bahwa kitab suci Al-Quran benar-benar merupakan
penjelasan menyangkut segala sesuatu yang mengantar pada petunjuk (
tilka âyâtul kitâbil Mubîn ), berdasar pengetahuan dan kekuasaan Allah
11Ali Nurdin, “Etika Pergaulan Remaja Dalam Kisah Yusuf as (Telaah Tafsir Tarbawi
dalam Surat Yusuf Ayat 23-24”dalam Jurnal Pendidikan Islam Magister Manajemen
Pendidikan Islam Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta, vol 1, no 3, Tahun 2019, h. 496 12Amr Khaled, Yusuf Misteri Baju Yang Robek, (Yogyakarta: Navila, 2009), cet I, h.6
26
Swt secara menyeluruh, baik yang nyata maupun yang gaib.13Selanjutnya
juga untuk menghibur nabi Muhammad SAW., dari kesedihan dan cobaan
akibat siksaan dan tekanan dari orang-orang dzalim dan orang-orang kafir
Makkah serta para pengikutnya yang memusuhinya, untuk memadamkan
cahaya Allah, seperti yang dilakukan saudara-saudara Yusuf kepadanya.
Cobaan yang diderita Yusuf itu sama dengan yang diderita oleh Nabi
Muhammad SAW., dan akibatnya adalah kemuliaan dan kemenangan
menjadi satu.14
Surat yusuf yang ayatnya terdiri dari 111 ayat, adalah surat yang ke
dua belas dalam perurutan mushaf, sesudah surat Hud dan sebelum surat
al-Hijr. Penempatannya sudah surat Hud sejalan dengan masa turunnya,
karena surat ini dinilai oleh banyak ulama turun setelah turunnya surat
Hud. Penamaan surat itu sejalan juga dengan kandungannya yang
menguraikan kisah Yusuf as., Berbeda dengan banyak nabi yang lain,
kisah beliau hanya disebut dalam surat ini. Nama beliau disebut dalam
surat Al-An’am dan surat al-Mu’min (Gafir).15
2. Surat Yusuf Sebagai Kisah Terbaik (Ahsan al-Qashas)
Kisah kehidupan para nabi merupakan salah satu tema pokok Al-
Qur`an yang secara sosio-kultural menjelaskan tentang sejarah umat
terdahulu. Sesuai dengan karakteristik penyajian kisah para nabi, Al-
Qur`an sangat jarang menggunakan wacana naratif yang utuh dan
komprehensif dalam suatu surah. Padahal ada beberapa nama nabi seperti
surah Yunus, surah Hud, Surah Ibrahim, Surah Yusuf, dan Surah
13 Hanil Mahliatus Sikkah, “Analisis Kisah Yusuf as Dalam Al-Quran Melalui
Pendekatan Interdisipliner Psikologi Sastra” dalam Jurnal Arabi : Journal of Arabic Studies ,
vol. 1, no. 2, 2016 h. 82 14 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, ( Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur, 2002) h. 105 15Ali Nurdin, “Etika Pergaulan Remaja Dalam Kisah Yusuf as (Telaah Tafsir Tarbawi
dalam Surat Yusuf Ayat 23-24”dalam Jurnal Pendidikan Islam Magister Manajemen
Pendidikan Islam Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta, vol 1, no 3, 2019. h.496
27
Muhammad. Namun hanya kisah Yusuf as yang dipaparkan dengan narasi
yang utuh, yaitu pada surah Yusuf ayat 1-111. Dalam surahnya
menceritakan secara kronologi dan sistematis dengan bahasa yang mudah
dan mengandung banyak pesan moral-spiritual.16
Para mufassirin mengatakan bahwa surat Yusuf adalah salah satu di
antara surat-surat dalam Al-Qur`an yang diturunkan untuk menghibur dan
menggembirakan hati Nabi Muhammad SAW., di kala beliau menderita
dari tekanan-tekanan yang berat dari kaum Quraisy. Demikianlah halnya
karena kisah Yusuf as ini adalah kisah yang menarik sekali, dikisahkan
dengan cara terperinci, tiap babak mengandung hikmah yang dalam dan
pelajaran yang besar manfaatnya bagi orang yang memperhatikannya,
aapalagi bila dilihat dari segi keindahan susunan bahasanya dan isi
ceritanya yang belum dikenal seluruhnya baik oleh Nabi Muhammad
SAW., sendiri maupun oleh kaum Quraisy dan orang Arab pada umunya.17
Banyak hal yang berguna bagi siapa pun yang membaca dan
memahami surat Yusuf. Allah Swt., memperlihatkan janji-Nya pada
orang-orang yang tertindas, yaitu Yusuf. Dia memperlihatkan betapa
derita dan musibah yang bertubi-tubi menimpa Yusuf ternyata berakhir
bahagia, atas ijin-Nya.18
Kisah ini selain menceritakan keadaan Nabi Ya’qub as beserta anak-
anaknya yang masih hidup dengan cara orang-orang Badwi, menceritakan
pula bagaimana kehidupan dalam masyarakat yang telah maju dan
berkebudayaan tinggi, bagaimana kehidupan golongan atas para manusia
yang penuh dengan kemewahan dan kesenangan dan bagaimana pula cara
16 Toto Ediarmo, “Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa Dalam Al-Qur`an”, dalam
jurnal Arabiyat, vol. I, no. 1, 2014 17Al-Qur`an dan Tafsirnya. (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1990), Jilid IV,
h.607 18 Amr Khaled, Yusuf Misteri Baju Yang Robek, h.7
28
mereka mengendalikan pemerintahan dan mengatur perekonomian
negara. Benarlah firman Allah yang mengatakan bahwa kisah Yusuf as.,
yang akan dikisahkan berikut ini yang paling baik dan menarik, kisah yang
paling indah.19
3. Munasabah Surah Yusuf Sebelum dan Sesudahnya
Para pakar Al-Qur`an menggunakan munasabah untuk dua makna.
Pertama, hubungan antara ayat dengan ayat atau kumpulan ayat yang
lainnya. Misalnya, hubungan kata demi kata dalam satu ayat, hubungan
ayat dengan ayat sesudahnya, hubungan kandungan ayat dengan fasilah
atau penutup, hubungan awal surah dengan surah berikutnya, hubungan
nama surah dengan tema utamanya, hubungan uraian akhir surah dengan
awal surah berikutnya. Kedua, hubungan makna ayat dengan ayat lain,
misalnya, penghkhususannya, atau penetapan syarat terhadap ayat lain
yang tidak bersyarat.20
Pada pembahasan surah Yusuf, adapun munasabah antara surah
Yusuf dengan surah sebelumnya yaitu surah Hud, kedua surah ini sama-
sama tergolong surah Makiyah. Jumlah ayatnya tidak terlalu beda, surah
Yusuf berjumlah 111 ayat sedangkan surah Hud berjumlah 123 ayat.
Keduanya sama-sama dimulai dengan susunan huruf hijaiyah yang sama
bunyinya yaitu aif lam ra, dilanjutkan dengan sifat-sifat ayat Al-Qur`an,
nama kedua surah ini diambil dari nama nabi yang dikisahkan di dalamnya
yaitu kisah nabi Hud AS dan kisah Yusuf as, kedua surah ini menjadi
pembukaan kebenaran Al-Qur`an dari risalah nabi Muhammad SAW serta
menjadi pengokoh hati nabi Muhammad SAWdan kaum muslimin,
sekaligus memperingatkan kepada kaum musyrikin Mekah akan ancaman
19Al-Qur`an dan Tafsirnya, h.608 20 Thoriqul Aziz, “Pendekatan Munasabah Psikologiah Muhammad Ahmad
Khalafullah: Analisis Kisah Luth dan Kaumnya dalam Al-Qur`an”, dalam jurnal Nun, vol. 5,
no. 2, 2019 h. 165
29
Allah Swt. Pada bagian akhir pada kedua surah ini ditegaskan kembali
tentang Al-Qur`an, pada surah Yusuf dikemukakan bahwa Al-Qur`an
bukan cerita yang dibuat-buat, sementara dalam surah Hud dikemukakan
bahwa Al-Qur`an datang kepadamu sebaai suatu kebenaran yang hakiki.21
Adapun munasabah antara surah Yusuf dengan surah setelahnya yaitu
surah al-ra’d dapat dilihat dalam beberapa hal antara lain yaitu sama-sama
dibuka dengan huruf-huruf hijaiyah dan disusul dengan penegasan bahwa
Al-Qur`an datang dari Allah Swt. Dalam surah Yusuf ditekankan
banyaknya tanda-tanda kekuasaan Allah di bumi dan di langit, tetapi
sebagian orang tidak mau beriman. Demikian juga dijelaskan dalam surah
al-ra’d. Dalam surah-surah Yusuf Allah Swt menunjukkan dalil-dalil
tauhid, sementara dalam surah al-ra’d dalil-dalil tersebut diuraikan secara
panjang lebar.
Pada kedua surah ini Allah mengemukakan tentang kisah umat
terdahulu bersama utusan Allah Swt, kedua surah ini sama-sama berguna
untuk menambah ketangguhan hati nabi Muhammad SAW bersama
pengikutnya akan kebenaran yang diajarkan oleh agama Islam22
4. Ringkasan Kisah dalam Surah Yusuf
Berikut adalah ringkasan kisah Yusuf as yang terdapat dalam QS.
Yusuf. Penulis membagi ringkasan kisahnya dengan menjadikan lima
tema:
a. Mimpi Yusuf as
Yusuf AS adalah anak Nabi Ya’qub as bin Ishaq anak Ibrahim AS.
Dia adalah anak yang sangat disayang oleh ayahnya karena paling baik
21 Hamsa dkk, Kajian Kesusatraan Modern Kisah Yusuf as, (IAIN Pare-Pare
Nusantara Press: Pare-Pare, 2019), h. 34 22 Hamsa dkk, Kajian Kesusatraan Modern Kisah Yusuf as, h. 35
30
ahlaknya, bagus rupanya terlebih setelah ibunya meninggal. Dari
situlah saudara-saudara Yusuf merasa dengki terhadapnya. Saudara-
susadara Yusuf selain Bunyamin merasa kurang senang kepadanya
sebab ayahnya mereka pandang kurang adil terhadap anak-anaknya
(sangat mengasihi Yusuf) melebihi dari mereka.
b. Kedengkian Saudara Yusuf
Akibat kedengkian saudara-saudara Yusuf, mereka
bermusyawarah untuk menyingkirkan Yusuf dari ayahnya. Pada
akhirnya tanpa disangka, ia dibuang ke dalam sumur oleh saudara-
saudaranya. Kemudian Yusuf dipungut oleh seorang musafir dan dijual
kepada penguasa Mesir dengan harga yang murah.
c. Yusuf hidup di kerajaan Mesir
Seiring berjalannya waktu, Yusuf diangkat menjadi penyangga
kerajaan Mesir bisa dikatakan sebagai menteri karena raja telah melihat
kepandaian dan perilaku yang baik terhadap Yusuf. Karena
ketampanannya, Yusuf difitnah berzina oleh isttri sang raja, hingga
diputuskan untuk Yusuf dimasukkan ke dalam penjara.
Selama di dalam penjara Yusuf pernah menakwilkan mimpi
seseoang dan takwil mimpinya terbukti. Hal serupa juga terjadi pada
raja pembesar Mesir, yaitu raja tersebut bermimpi melihat tujuh sapi
kurus memakan tujuh sapi gemuk, tujuh bulir gandum hijau, dan tujuh
bulir gandum kering. Dalam keadaan seperti itu, raja telah mencari
orang untuk menakwilkan mimpi tersebut namun raja tidak puas
dengan jawaban yang sudah disampaikan kepadanya. Hal ini kemudian
berhasil mengingatkan seorang pelayan yang sebelumnya pernah
dipenjara mengusulkan kepada raja agar meminta Yusuf untuk
menakwilkan mimpinya.
31
Lalu Yusuf menjelaskan bahwa tujuh tahun mulai saat itu, musim
berlangsung biasa. Dalam keadaan biasa itu harus melakukan
penyimpanan, yaitu berhemat dan menimbun persediaan makanan.
Tujuh tahun berikutnya akan terjadi masa paceklik, namun persediaan
makanan cukup kaena penghematan sebelumnya itu. Dan tujuh tahun
berikutnya lagi datanglah masa-masa subur kembali, hasil akan
berlimpah ruah.
Raja terkesan dengan penjelasan Yusuf. Lalu ia memintanya
keluar dari penjara, tapi ia tidak mau menerima keputusan itu sebelum
namanya dibersihkan dari isu antara ia dengan istri raja.23 Setelah itu
istri raja mengakui kesalahannya. Selanjutnya setelah menyampaikan
takwil mimpi raja dan bebas dari penjara. Yusuf menjadi salah satu
penyangga kerajaan Mesir bisa dikatakan pula sebagai menteri. Dia
mengemban tugas-tugas kenegaraan dengan sebaik-baiknya,
memimpin penanaman, sehingga mendatangkan banyak kebaikan dan
berkah.24
d. Yusuf AS bertemu dengan saudara-sadaranya
Musim paceklik tiba. Saudara-saudara Yusuf datang dari Palestina
untuk meminta bantuan makanan kepada raja Mesir. Disitulah kejadian
bertemunya Yusuf dengan saudara-saudaranya. Para saudara Yusuf
datang kepadanya untuk mengambil jatah makanan. Namun pada saat
bertemu, Yusuf nampak mengenali siapa saja rombongan dari Palestina
yang meminta bantuan untuk diberi jatah makanan, mereka adalah
asaudara-saudara Yusuf yang dahulu telah membuangnya ke dalam
sumur. Sebaliknya, saudara-saudara Yusuf sama sekali tidak mengenal
23 Salman harun, Mutiara Al-Qur`an Menerapkan Nilai-Nilai Kitab Suci Dalam
Kehidupan Sehari-hari, Qaf: jakarta, 2016 , cet I, h.225 24 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi h.181
32
wajah Yusuf, karena waktu berlalu begitu lama hingga mengubah
sosok Yusuf menjadi dewasa bukan lagi sosok anak-anak lagi seperti
dulu. Ketika mereka meminta jatah gandum, mereka juga menyebutkan
jika tempat mereka tinggal sedang mengalami keterbatasan makanan
dan mempunyai adik bungsu yang tidak dibawa karena menemani
ayahnya yang sudah tua.
Selanjutnya, setelah mereka datang dan melobi untuk meminta
jatah makanan dengan menukarkan barang-barang yang dibawa
mereka sebbagai alat tukar, diberikanlah jatah simpanan makanan oleh
Yusuf untuk mereka. Di samping itu, Yusuf mempunyai kebijakan
untuk mereka, karena Yusuf terlihat sangat ingin bertemu kembali
dengan ayahnya. Ia meminta kepada mereka untuk membawa
Bunyamin ke hadapan Yusuf dengan ancaman jika mereka tidak
membawanya, maka Yusuf tidak akan lagi memberikan bantuan
kepada mereka dengan beralasan bahwa Yusuf khawatir jika yang
mereka ucapkan adalah bohong.25
Ancaman yang disampaikan Yusuf telah didengar oleh mereka.
Sesampainya mereka tiba di rumah, ketika membuka kantong bahan
makanan, mereka melihat bahwa barang yang harusnya mereka
tukarkan untuk mendapatkan bahan pangan tersebut masih utuh.
Ternyata Yusuf dengan suka rela memberikan bahan pangan kepada
mereka. Mereka juga menceritakan kebaikan-kebaikan penguasa
kerajaan yang sampai saat itu tidak mereka ketahui bahwa ia adalah
Yusuf. Disampaikan pula kepada Nabi Ya’qub as bahwa penguasa
kerajaan Mesir meminta untuk membawa Bunyamin ke hadapan
penguasa raja untuk membuktikan bahwa kondisi keluarga yang
mereka sampaikan itu benar. Seketika Nabi Ya’qub as terkejut akan
25 Amr Khaled, “Yusuf Misteri Baju Yang Robek”, Navila: Yogyakarta, 2009, h. 174
33
permintaan tersebut, karena ia khawatir akan terjadi hal yang tidak
diinginkan untuk kedua kalinya. Nabi Ya’qub as tidak mau kehilangan
anaknya kedua kalinya, ia tidak mau Bunyamin diperlakukan sama
seperti Yusuf yang dulu. Karena sesungguhnya Nabi Ya’qub as sangat
dekat dan sayang kepada putranya, Bunyamin. Pasalnya, dari sosok
Bunyamin itulah Ya'’ub dapat mencium aroma Yusuf sehingga dapat
menjadi pelipur lara di dalam hatinya atas hilangnya sosok Yusuf yang
sangat dicintainya.26
Namun, saudara-saudara Yusuf mencoba meyakinkan ayahnya
untuk percaya akan pesan yang disampaikan oleh penguasa raja itu dan
berjanji akan menjaga Bunyamin. Kepasrahan Nabi Ya’qub as sudah ia
serahkan kepada Allah Swt, ia sudah menyerahkan penuh atas
penjagaan-Nya kepada Bunyamin. Karena akhirnya, ia memutuskan
untuk mengijinkan Bunyamin untuk pergi bersama saudara-saudaranya
untuk menemui penguasa Mesir (Yusuf) ketika hendak menukarkan
jatah makanan.27
e. Yusuf AS bertemu ayahnya
Hingga akhirnya pada suatu hari, saudara-saudara Yusuf pergi
bersama Bunyamin menghadap Yusuf untuk meminta bantuan
kembali. Yusuf menyambut dan menjamunya dengan baik, lalu
memerintahkan bawahannnya untuk memenuhi kantung-kantung
bahan pangan mereka. Ketika Yusuf menjamu mereka, ia mengambil
kesempatan untuk menjamu Bunyamin dan mengajak ke dalam
kamarnya sambil mengatakan bahwa ia adalah Yusuf kakak kandung
Bunyamin. Mereka berdua bertemu dan saling melepas rindu tanpa
diketahui oleh saudara-saudara lainnya dan akhirnya merencanakan
26 Saefulloh MS, Kisah Para Nabi terj. Qashash al-Anbiya, Qisthi Press: Jakarta,
2015, h.332 27 Amr Khaled, “Yusuf Misteri Baju Yang Robek”, h 179
34
sebuah taktik yaitu ia meletakkan piala (tempat minum raja) milik raja
ke dalam karung Bunyamin. Setelah mereka bersiap-siap untuk
melakukan perjalanan, salah seorang utusan datang menyusul dengan
mennyeru berkata bahwa salah satu dari mereka adalah pencuri, utusan
itu mengatakan bahwa raja telah kehilangan.
Beberapa saat kemudian mereka tiba kembali ke istana untuk
diperiksa. Ternyata ditemukan piala tersebut di dalam kantung bahan
pangan milik Bunyamin. Seketika itu, saudara-saudara Yusuf terkejut
dan memohon-mohon untuk membebaskan Bunyamin, karena mereka
akan juga kebingungan bagaimana menyampaikan kejadian ini kepada
ayahnya. Sedangkan, mereka sudah berjanji untuk menjaga Bunyamini
dan membawa pulang dengan selamat. Namun hal itu tidak berhasil,
keputusan raja mengatakan bahwa barangsiapa yang mencuri, ia akan
ditahan di kerjaan.28
Maka tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali mereka pulang
tanpa membawa Bunyamin. Sesampainya di rumah, mereka
menceritakan bahwa Bunyamin ditahan karena mencuri piala raja.
Semakin sedih perasaan Nabi Ya’qub as mendengar kabar terebut.
Dengan penuh tawakkal Nabi Ya’qub as pasrah kepada Allah Swt atas
apa yang sudah terjadi. Tak tahan melihat kesedihan ayahnya, mereka
merasa iba karena ayahnya mengalami duka yang mendalam. Lalu
mereka memutuskan untuk kembali pergi ke kerajaan Mesir dan
mengiba-iba memohon untuk membebaskan Bunyamin kepada Yusuf.
Sesampainya disana, Yusuf tidak kuat menahan kesedihan tentang apa
yang sedang dialami oleh ayahnya, maka saat itu juga Yusuf membuat
pengakuan bahwa ia adalah Yusuf bin nabi Ya’qub as anak Rahiil yang
pernah mereka buang sewaktu masih kecil.
28 Amr Khaled, “Yusuf Misteri Baju Yang Robek”, h 190
35
Setelah mendengar pengakuan Yusuf, mereka mengenali sosok
yang sedang mereka hadapi dan mengakui kebaikan dan kelebihan-
kelebihannya serta mengakui semua kesalahan-kesalahan yang mereka
lakukan pada saat dahulu dan meminta maaf kepada Yusuf. Berkat
akhlak yang baik dan budi pekerti mulia yang dimiliki Yusuf, dengan
keikhlasan hatinya, Yusuf memaafkan kesalahan saudara-saudaranya.
Lalu Yusuf menyuruh saudara-saudaranya untuk membawa baju
gamisnya agar diberikan kepada ayahnya. Maka, kembalilah mereka ke
negeri Kan’an untuk menyampaikan berita gembira kepada ayahnya.
Ketika sampai, mereka langsung memberikan kabar gembira mengenai
Yusuf dan Bunyamin dan ketika Nabi Ya’qub as mencium baju Yusuf,
saat itu juga Nabi Ya’qub as merasa bahagia dan bersyukur seraya
berkata kepada anak-anaknya untuk melupakan kejadian yang sudah
lalu dan memohonkan ampun kepada Allah Swt atas dosa-dosa yang
telah diperbuat oleh saudara-saudara Yusuf.
Saudara-saudara Yusuf juga menyampaikan pesan dan permintaan
Yusuf kepada ayahnya supaya semua keluarga Nabi Ya’qub as
berhijrah ke Mesir dan bergabung menjadi satu di istananya. Setiba di
istana, Yusuf dan ayahnya saling berangkulan melepaskan rasa rindu
yang mendalam hingga bercucuran air mata suka dan bahagia,
semuanya bersujud sebagai tanda syukur serta penghormatan bagi
Yusuf, kemudian dinaikkannya ayah dan ibu tirinya yang juga saudara
ibunya seraya mengatakan kepada ayahnya bahwa inilah tabir mimpi
yang dahulu itu dan mengangkat kedua tangannya seraya berdoa
kepada Allah Swt.29
29 Mariah Ulfa, “Nilai-nilai Pendidikan Akidah Akhlak Dalam Kisah Yusuf as
Alaihis Salam”.skripsi univ. Ar-Raniry Banda Aceh tahun 2017, h. 64
36
Setelah pembahasan silsilah keluarga Nabi Ya’qub as, kajian surah Yusuf
dan ringkasan kisah dalam surah Yusuf disampaikan. Selanjutnya, penulis
akan menyampaikan tentang gambaran secara umum watak dalam tokoh
anggota keluarga Nabi Ya’qub as. Penulis hanya menyampaikan 3 penokohan,
yaitu Yusuf AS, Nabi Ya’qub as, dan sausara-saudaranya. Karena ketiganya
adalah tokoh utama/sentral yang kemunculannya dimulai dari awal hingga
akhir kisah, berikut penokohannya:
a. Tokoh Yusuf as
Dalam kisah ini Yusuf AS menduduki sebagai tokoh utama/sentral,
karena semua kejadian yang dikisahkan berhubungan dengan Yusuf.
Sebagai tokoh sentral, dialah yang banyak berinteraksi dengan tokoh
lainnya. Dalam kisahnya nampak sekali bahwa ia adalah tokoh
protagonis (tokoh hero) karena ia menggambarkan sikap yang baik
dengan segala sifat keutamaan yang terpuji.
b. Tokoh Nabi Ya’qub as
Dalam kisah ini, Nabi Ya’qub as merupakan tokoh yang wataknya
ditampilkan dalam cerita dengan berbagai macam coraknya yang
dimiliki bermacam-macam sifat dan diungkapkan berbagai
kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya
dalam cerita yang pada awalnya berperan sebagai tokoh protagonis.
c. Tokoh saudara Yusuf
tokoh yang wataknya ditampilkan dalam cerita dengan berbagai
macam coraknya yang dimiliki bermacam-macam sifat dan
diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi
kepribadian dan jati dirinya dalam cerita yang pada awalnya berperan
sebagai tokoh antagonis, tokoh yang berperan sebagai orang-orang
jahat, pendendam, dan iri hati.
d. Tokoh Bunyamin
37
Bunyamin adalah tokoh tambahan sekaligus tokoh yang kehadirannya
pasif dalam kisah ini, tapi pada dasarnya tokoh ini memilki sifat
protagonis sama persis dengan sifat yang dimiliki oleh Yusuf AS.,
namun kemunculannya dalam cerita cukup penting. Ia berperan
menjadi perantara berlanjutnya cerita. Siasat penahanan dirinya
memungkinkan terjadi perjumpaan dan berkumpulnya kembali
keluarga Nabi Ya’qub as secara utuh tanpa adanya peran yang
dibawakn oleh Bunyamin. Dari tokoh Bunyamin diperoleh pelajaran,
bahwa ketaatan seorang anak kepada orang tua atau adik kepada
saudara yang lebih tua merupakan suatu keniscayaan.30
Selanjutnya, penulis akan mengantarkan pembaca pada pembahasan
selanjutnya yaitu tentang bentuk keluarga campuran (blended family) dan
konflik keluarga .
C. Keluarga dan macam bentuknya
1. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan agen utama sosialisasi, sekaligus mycrosistem
yang membangun relasi anak dengan lingkungannya. Secara etimologi
keluarga adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah. 31
Menurut sosiolog George Mudrock keluaga adalah kelompok sosial yang
bercirikan dengan adanya kediaman, kerjasama ekonomi dan
reproduksi.32
30 Rahman Fsieh dkk, “Analisis Unsur-Unsur Instrinsik Pada Kisah Yusuf as Dalam
Al-Quran Melalui Pendekatan Kesusatraan Modern”, dalam jurnal Al-Ibrah, vol. VII no. 01,
2019 h. 100-101 31 https://kbbi.kemendikbud.go.id diakses pada tanggal 27 Agustus 2020 pukul 09.48
WIB 32 Rohmat, “Keluarga Dan Pola Pengsuhan Anak”, dalam Jurnal Yinyang: Studi
Gender dan Anak: 2010, vol. 5 no.1, h.1
38
Definisi tentang keluarga dapat dilihat dari beberapa cara pandang.
Keluarga dapat dipandang sebagai tempat pemenuhan kebutuhan biologis
bagi para anggotanya. Dari sudut psikologis keluarga adalah tempat
berinteraksi dan berkembangnya kepribadian anggota keluarga. Secara
ekonomi keluarga dianggap sebagai unit yang produktif dalam
menyediakan materi bagi anggotanya dan secara sosial adalah sebagai unit
yang bereaksi terhadap lingkungan lebih luas.33 Keluarga juga merupakan
sekelompok orang yang diikat oleh perkawinan atau darah, biasanya
meliputi ayah, ibu, dan anak atau anak-anak. Disebutkan pula bahwa
keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan
manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial
dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya (W.A Gerungan,
200:194).34
Dalam terminologi syari’at keluarga adalah setiap orang yang ada
hubungan darah atau perkawinan, yaitu ibu, bapak, dan anak-anaknya
(dalam arti sempit) serta mencakup semua orang berketurunan kakek-
nenek yang sama, termasuk kedalamnya keluarga masing-masing istri dan
suami.35
Dari berbagai definisi penulis dapat menyimpulkan bahwa keluarga
adalah kelompok atau unit terkecil yang disatukan oleh perkawinan dan
akan menghasilkan hubungan kekerabatan yang bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan bagi anggotanya.
Selanjutnya disebutkan bahwa keluarga sebagai landasan bagi anak
memberikan berbagai macam bentuk dasar. Di dalam keluarga yang
33 Yupi Sukartini, Konsep Dasar Keperawatan Anak. (Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2004), h. 21 34Inda Lestari, dkk, “Pengaruh Gadget Pada Interaksi Sosial Dalam Keluarga”, dalam
jurnal Prosiding-KS, Sumedang: Departemen Kesejahteraan Sosial, vol. 2, no. 2, 2005, h.206 35 Sukatin, Dina Auliah dkk, “Pendidikan Anak Dalam Islam”, dalam jurnal Institut
Agama Islam Nusantara Batanghari, volume VI no. 2, 2019, h.190
39
teratur dengan baik dan sejahtera, seorang anak akan memperoleh latihan-
latihan dasar dalam mengembangkan sikap sosial yang baik dan kebiasaan
berperilaku. Seorang anak yang lahir sebagai anak sulung, sebagai anak
pertama dan belum mempunyai adik, perlu juga belajar melakukan tugas-
tugas tertentu dan mengikuti tata cara keluarganya. Anak sejak usia muda
sudah perlu belajar disiplin diri dan disiplin waktu agar kelak kebiasaan
disiplin sudah terbentuk dan memudahkan anak dalam pergaulan dan
hubungan sosial dengan teman-teman.36
Sering terlihat anak sulung mengalami kesulitan karena orang tua
terlalu khawatir melihat pengaruh luar keluarga terhadap anak. Sebaliknya
dengan adanya adik baru, kakaknya mungkin merasa terancam rasa aman
dan akan bereaksi dengan berbagai cara. Dalam keluarga anak bisa juga
belajar mengenai kewibawaan dan sikap otoriter dari yang lebih tua.
Sedangkan, umumnya anak bungsu seringkali menjadi pusat perhatian dan
tempat curahan kasih sayang orang tua termasuk anggota keluarga yang
lain, karena ia anggota keluarga paling kecil. Semua anggota keluarga
selalu saja mencoba ingin memikat dan menarik perhatian anak bungsu.
Di samping itu, orang tua kemungkinan juga merasa bahwa ia sudah tahu
kemungkinan untuk memiliki anak lagi sudah berakhir,sehingga anak
bungsu menjadi tempat curahan kasih sayang yang berlebihan.37
2. Fungsi Keluarga
Adapun secara rinci fungsi keluarga adalah:
a. Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak.
b. Memberikan afeksi atau kasih sayang dukungan dan keakraban.
c. Mengembangkan kepribadian.
36 Singgih D. Gunarsa dan Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja,
dan Keluarga, PT. BPK Gunung Mulia: Jakarta, cet ke-8, 2008, h. 27 37 Agus Riyanti Puspito Rini, “Kemandirian Remaja Berdasarkan Urutan Kelahiran”
dalam jurnal pelopor Pendidikan, vol. 3, no. 1, 2012, h.66
40
d. Mengatur pembagian tugas, menanam kewajiban hak dan tanggung
jawab.
e. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, sistem
nilai moral kepada anak.38
3. Bentuk keluarga
Selanjutnya, Menurut pendapat Goldenberg (1980:157) ada sembilan
macam bentuk keluarga, antara lain:
a. Keluarga inti (nuclear family), keluarga yang terdiri dari suami, istri
serta anak-anak kandung. Keluarga ini merupakan keluarga yang
sangat ideal;
b. Keluarga besar (extended family), keluarga yang disamping terdiri
dari suami, istri, dan anak-anak kandung, juga sanak saudara
lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek,
mantu, cucu, cicit), maupun menurut garis horizontal (kakak, adik,
ipar) yang berasal dari pihak suami atau pihak isteri;
c. Keluarga campuran (blended family), keluarga yang terdiri dari
suami, istri, anak-anak kandung serta anak-anak tiri
d. Keluarga menurut hukum umum (common law family), keluarga
yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam
perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama39
38 Singgih D. Gunarsa dan Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja,
dan Keluarga, h. 27-30 39Selanjutnya yang keempat adalah Keluarga orang tua tunggal (single parent family),
keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena bercerai, berpisah, ditinggal mati
atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-anak mereka tinggal bersama; 6. Keluarga
hidup bersama (commune family), keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang
tinggal bersama, berbagi hak, dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama; 7.
Keluarga serial (serial family), keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah
dan mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing menikah lagi
serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya menganggap
sebagai satu keluarga; 8. Keluarga gabungan/komposit (composite family), keluarga terdiri
dari suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya (poligami) atau istri dengan beberapa
suami dan anak-anaknya (poliandri) yang hidup bersama; 9. Keluarga tinggal bersama
41
Dari bentuk-bentuk keluarga yang telah disebutkan. Penulis akan
memaparkan penjelasan mengenai keluarga campuran. Karena bentuk
keluarga Nabi Ya’qub as yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah
contoh bentuk dari keluarga campuran (blended family). Maka dari itu
penting jika pembahasan tentang keluarga campuran terlewatkan.
4. Keluarga Campuran (Blended Family)
Definisi sederhana dari keluarga campuran, juga disebut keluarga tiri,
keluarga yang dibentuk kembali, atau keluarga yang kompleks adalah unit
keluarga dimana satu atau kedua orang tua memiliki anak darihubungan
sebelumnya, tetapi mereka telah bergabung untuk membentuk keluarga
baru. Orang tua mungkin memiliki jenis kelamin yang sama atau
hubungan heteroseksual dan mungkin tidak memiliki anak satu sama
lain.40
Diketahui bahwa keluarga campuran atau keluarga tiri terbentuk
ketika seseorang dan pasangan hidup bersama anak-anak dari satu atau
kedua hubungan seseorang sebelumnya. Proses pembentukan baru,
keluarga campuran bisa menjadi pengalaman yang bermanfaat dan
menantang. Sedangkan sebagai orang tua cenderung menikmati kembali
sebuah pernikahan dan keluarga baru dengan sukacita dan harapan yang
besar, anak-anak dari pihak suami atau istri yang menikahi atau anak-anak
pasangan baru yang dinikahi mungkin tidak terlalu bersemangat. Mereka
mungkin merasa tidak pasti dengan perubahan yang akan datang. Mereka
juga akan khawatir tentang hidup dengan langkah-langkah baru, yang
mungkin tidak mereka kenal dengan baik, atau lebih buruk lagi, yang
(cohabitation family), keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada
ikatan perkawinan dan hukum yang sah. (Ahmad Syarqawi, Konseling Keluarga: Sebuah
Dinamika Dalam Menjalani Kehidupan Berkeluarga Dan Upaya Penyelesaian Masalah, Al-
Irsyad: Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol. 7, No. 2, Edisi Juli-Desember 2017, h. 76 40Karrie Main, Blanded Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-
family-challenges diakses pada tanggal 5 Agustus 2020 pukul 16.42 WIB
42
bahkan mungkin tidak mereka sukai. Beberapa anak mungkin menolak
perubahan, sementara sebagai orang tua dapat menjadi frustrasi ketika
keluarga baru tidak berfungsi dengan cara yang sama seperti keluarga
suami/istri sebelumnya.41
Sebagian besar keluarga campur biasanya perlu waktu untuk
menyesuaikan satu sama lain. Periode transisi ini dapat memakan waktu
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Penggabungan dua keluarga di
bawah satu atap bisa menantang, tetapi juga bisa bermanfaat. Orang
dewasa dalam keluarga dicampur biasanya bersemangat membawa semua
orang bersama-sama. Setiap orangtua mungkin sedikit gugup, tetapi pada
akhirnya mereka ingin segala sesuatu untuk bekerja keluar untuk anak
mereka dan untuk hubungan baru mereka. Terkadang anak merasakan hal
yang sama. Sedangkan menjalankan keluarga campuran adalah hal yang
tidak mudah, untuk menjadi bagian dari keluarga campuran bisa sangat
menantang. Akan ada perubahan besar, rutinitas baru, aturan baru, dan
bahkan mungkin tempat baru untuk hidup. Hal ini dapat luar biasa. Hal ini
dapat stres. Tapi, terkadang, itu juga bisa menjadi hal yang luar biasa.42
Ada banyak alasan mengapa orang tua menemukan pasangan baru.
Seorang ibu atau ayah mungkin akan menikah lagi setelah pasangan
meninggal atau setelah perceraian. Terlepas dari keadaan, orang tua sering
memutuskan untuk menikah lagi. Lebih sering daripada tidak, mereka
menikah dengan pasangan mereka sendiri. Ketika ini terjadi, kedua
keluarga itu harus datang bersama dan berbagi kehidupan43
41Jeanne Segal, Ph.D. and Lawrence Robinson, “Blended Family and Step-Parenting
Tips”,https://www.helpguide.org/articles/parenting-family/step-parenting-blended-
families.htm?pdf=13583 diakses pada tanggal 10 April 2019 pukul 17.46 WIB 42 Carrie Iorizzo, Straight Talk About Divorce And Blended Families, Crabtree
Publishing Company, 2013, h.5
43 Carrie Iorizzo, Straight Talk About Divorce And Blended Families, h.7
43
Setiap keluarga memiliki tantangan yang berbeda, sehingga setiap
tantangan keluarga campuran harus ditangani secara individual oleh orang
tua. Kunci untuk mengatasi jenis-jenis tantangan ini adalah komunikasi
dan kepercayaan yang baik. Tidak peduli apa pun sikap orang tua, mereka
harus bersatu dengan anak-anak mereka. Kunci utama lain untuk sukses
dalam mengatasi masalah keluarga campuran adalah dengan memiliki
kesabaran untuk mengatasi semua situasi sulit yang muncul dan
meluangkan waktu untuk membangun keluarga baru yang bahagia.44
Orang tua terkadang memutuskan untuk hidup bersama dengan
pasangan baru daripada menikah. Terlepas dari itu, dua keluarga yang
datang bersama di bawah satu atap dapat menyebabkan banyak
ketegangan dan perasaan ketidakpastian.45
Adapun konflik atau masalah umum yang terjadi dalam keluarga
campuran, yaitu:
a) Anak-Anak Sulit Berbagi Orang Tua
Keluarga campuran mungkin memiliki lebih banyak anak
daripada keluarga inti. Dua anak yang terbiasa berbagi cinta ibu
mereka di antara mereka mungkin menemukan perhatian dan waktu
ibu mereka tiba-tiba terbagi di antara lima anak. Berkurangnya jumlah
waktu dan perhatian bisa menjadi masalah. Selain pengurangan waktu
dari orang tua kandung, anak-anak mungkin merasa bahwa orang tua
kandung mereka harus menghabiskan lebih banyak waktu dengan
mereka daripada dengan anak-anak non-biologis. Menyelesaikan
masalah umum ini membutuhkan banyak waktu dan kesabaran..
b) Persaingan saudara
44 Karrie Main, Blanded Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-
family-challenges diakses pada tanggal 5 Agustus 2020 pukul 16.42 WIB 45 Carrie Iorizzo, Straight Talk About Divorce And Blended Families, h.23
44
Ketika keluarga campuran terbentuk, perjuangan untuk kinerja
dapat meningkat dan menjadi lebih rumit. Sementara persaingan di
antara saudara kandung ada di semua keluarga, persaingan dengan
saudara yang bukan biologis bisa sangat pahit.
c) Kebingungan Identitas
Beberapa aspek pembentukan keluarga baru dapat menciptakan
masalah identitas keluarga untuk anak kecil. Jika nama ibu berubah
menjadi nama belakang suami baru sementara anak-anak dari ibu
menyimpan nama belakang mereka sendiri, anak-anak mungkin
merasakan perasaan ditinggalkan pada tingkat tertentu..
d) Perasaan campur aduk tentang langkah Orang tua
Anak merasa bingung tentang hubungan mereka dengan orang
tua tiri. Sementara banyak anak tidak menyukai pasangan atau
pasangan baru pada awalnya, perasaan positif dapat berkembang
dengan cukup cepat. Walaupun ini mungkin tampak seperti hal yang
positif, hal itu dapat menyebabkan kesulitan bagi anak-anak memilah
perasaan mereka untuk ayah biologis mereka dibandingkan dengan
ayah yang mereka tinggali sehari-hari.46
D. Konflik Keluarga
1. Definisi Konflik
Dalam setiap hubungan individu akan selalu muncul konflik, tak
terkecuali dalam hubungan keluarga. Konflik sering kali dipandang sebagai
perselisihan yang bersifat permusuhan dan membuat hubungan tidak
berfungsi dengan baik. 47 Secara etimologi konflik adalah pertengkaran,
perkelahian, perselisihan, tentang pendapat atau keinginan atau perbedaan,
46 Karrie Main, Blanded Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-
family-challenges diakses pada tanggal 5 Agustus 2020 pukul 16.55 WIB 47 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,
h.99
45
pertentangan perlawanan dengan atau berselisih dengan.48 Secara etimologi
konflik mempunyai arti percecokan, perselisihan, pertentangan.49
Menurut Aldag dan Stearns konflik adalah ketidaksepemahaman antara
dua atau lebih atau kelompok sebagai akibat dai usaha kelompok lainnya
yang mengganggu pencapaian tujuan. Menurut Webster, konflik adalah
pertentangan antara para pihak yang mengalami ketidakcocokan.50 Thomas
(1992) mendefinisikan konflik sebagai proses yang bermula saat salah satu
pihak menganggap pihak lain menggagalkan atau berupaya menggagalkan
kepentingannya.51
Lewis A. Coser yang menyatakan bahwa, perselisihan atau konflik
dapat berlangsung antara individu-individu, kumpulan-kumpulan
(collectivities), atau individu dengan kumpulan. Bagaimanapun konflik,
baik yang bersifat antar kelompok maupun yang intra kelompok (intern),
selalu ada di tempat orang yang hidup bersama. Konflik disebut sebagai
unsur interaksi yang penting, dan sama sekali tidak boleh dikatakan bahwa
konflik selalu tidak baik atau memecahbelah atau merusak. Justru konflik
dapat menyumbangkan banyak terhadap kelompok dan mempererat
hubungan antara anggotanya. 52 Sesungguhnya, bila seseorang mampu
mengelola konflik secara konstruktif, konflik justru dapat memberikan
manfaat positif bagi diri kita sendiri maupun bagi hubungan kita dengan
orang lain.53
48 M. Wahid Nur Tualeka, “Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern”, dalam
Jurnal Al-Hikmah Universitas Muhammadiyah Surabaya, volume 3 no 1, 2017, h.34 49 https://Kbbi.kemendikbud.go.id diakses pada tanggal 26 Agustus pukul 09.36 50 Yoseph Pedhu, “Gaya Manajemen Konflik Seminaris”, dalam jurnal IICET
Jurnal Konseling dan Pendidikan, vol. 8, no.1, 2020, h. 39-40 51 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam
Keluarga, h. 101 52Irzum Farihah, “Strategi Dakwah di Tengah Konflik Masyarakat”, dalam jurnal
Addin, vol. 8, no. 2, 2014, h. 300 53 A. Supratiknya, Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi, (Yogyakarta:
Kanisius (Anggota IKADI), 1995), h. 94
46
Hunt dan Metcalf (1996) menyebutkan bahwa konflik dibagi menjadi
dua jenis. Yaitu intrapersonal conflict (konflik intrapersonal) dan
interpersonal conflict (konflik interpersonal). Konflik intrapersonal adalah
konflik yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan
yang dipegang individu bertentangan dengan nilai budaya masyarakat, atau
keinginannya tidak ssuai dengan kemampuanya. Konflik Intrapersonal ini
bersifat psikologis, yang jika tidak mampu diatasi dengan baik dapat
mengganggu bagi kesehatan psikologis atau kesehatan mental (mental
hygiene) individu yang bersangkutan. Sedangkan konflik interpersonal
adalah konflik yang terjadi anatr individu. Konflik ini terjadi dalam setiap
lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya,
sekolah, masyarakat dan negara. Konflik ini dapat berupa konflik antar
individu dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok (intragroup
conflict) maupun antar kelompok (intergroup conflict).54
Dalam pembahasan sastra atau sebuah cerita biasanya para peneliti-
peneliti juga membahas aspek konflik pada tokoh yang biasa disebut dengan
konflik batin, karena konflik merupakan bagian terpenting dalam sebuah
cerita. Nurgiantoro (2013:181) menjelaskan juga bahwa konflik internal
(atau konflik kejiwaan, konflik batin) adalah konflik yang terjadi dalam
hati, pikiran dan dalam jiwa seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita. Jadi,
ia merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri.55
Perspektif perkembangan menyebutkan, konflik mendorong proses
kematangan pribadi sekaligus merupakan hasil dari proses kematangan
tersebut. Konflik dalam teori perkembangan manusia digunakan baik untuk
54 Wisnu Suhardono, “Konflik dan Resolusi”, dalam jurnal Salam: jurnal Sosial dan
Budaya Syar’i, vol. II, no. I, juni 2015, h.4-5 55Keuis Rista Ristiana dan Ikin Syamsudin Adeani, “Konflik Batin Tokoh Utama
Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2 Karya Asma Nadia (Kajian Psikologi Sastra)”,
dalam jurnal Literasi, vol. 1, no. 2, 2017, h. 51
47
proses intrapsikis atau intrapersonal maupun interpersonal. Dalam
perspektif Freud, konflik terjadi karena adanya ketidakcocokan antara
hasrat individu dan tuntutan masyarakat dan aturan, sehingga menimbulkan
kecemasan dan pertahanan diri terhadap kecemasan.56
Di samping itu, konflik mungkin akan menyebabkan munculnya emosi
negatif seperti jengkel, marah, atau takut. Namun hasil akhir dari
keberadaan konflik, apakah bersifat destruktif ataukah konstruktif, sangat
tergantung pada strategi yang digunakan untuk menanganinya. Dengan
pengelolaan yang baik, konflik justru dapat memperkukuh hubungan dan
meningkatkan kepaduan rasa solidaritas.57
Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa konflik adalah
suatu peristiwa sosial dua orang atau lebih yang mengandung unsur
pertentangan atau ketidaksetujuan.
2. Ciri-ciri dan Penyebab konflik
Suatu organisasi yang sedang mengalami konflik dalam aktivitasnya
menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antar individu atau
kelompok.
b. Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya
perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi.
c. Terdapat pertentangan norma dan nilai-nilai individu maupun
kelompok.
d. Adanya sikap perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain
mendapat kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi
yang terbatas.
56 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam
Keluarga, h. 101 57 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam
Keluarga, h. 102
48
e. Adanya Adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat
munculnya kreativitas, inisiatif, atau gagasan dalam mencapai tujuan
organisasi.58
Banyak para ahli yang menyebutkan apa saja sumber atau penyebab
terjadinya konflik. Namun disini penulis akan menyampaikan penyebab
konflik menurut R. D. Nye dalam bukunya Conflict Among Humans
menyebutkan lima sumber konflik
a. Kompetisi; salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan
mengorbankan orang lain.
b. Dominasi; salah satu pihak berusaha mengendalikan mengendalikan
pihak lain sehingga orang itu merasa haknya dilanggar.
c. Kegagalan; masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila
tujuan bersama tidak tercapai.
d. Provokasi; salah satu pihak terus menerus berbuat sesuatu yang ia
ketahui menyinggung perasaan yang yang lain.
e. Perbedaan nilai; kedua belah pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai
yang mereka anut.59
3. Karakteristik Konflik Keluarga
Keluarga merupakan salah satu unit sosial yang hubungan antar
anggotanya terdapat saling ketergantungan yang tinggi. Oleh karena itu
konflik dalam keluarga merupakan suatu keniscayaan. Konflik dengan
orang lain adalah sebuah fakta kehidupan dan dapat menyebabkan
kebencian, kemarahan bahkan berakhirnya suatu hubungan. Bila ditangani
dengan benar, konflik dapat menjadi produktif mengarah pemahaman yang
58 Syairal Fahmy, “Manajemen Konflik Dalam Organisasi”, lihat
https://media.neliti.com diakses pada tanggal 27 Agustus 2020, pukul 05.18 WIB 59 Hasim, “Etnografi Komunikasi Bisnis Etnis Sunda di Bandung”, dalam thesis
Universitas Pasundan, 2017, h. 11
49
lebih dalam, saling menghormati dan kedekatan. 60 Konflik di dalam
keluarga dapat terjadi karena adanya perilaku oposisi atau ketidaksetujuan
antara anggota keluarga. Prevalensi konflik dalam keluarga berturut-turut
adalah konflik sibling, konflik orang tua-anak, dan konflik pasangan (Sillars
dkk., 2004).61
Umumnya hubungan antara anggota keluarga anggota merupakan jenis
hubungan yang sangat dekat atau memiliki intensitas yang sangat tinggi.
Keterikatan antara pasangan, orang tua-anak, atau sesama saudara dalam
keberadaan tingkat tertinggi dalam hal kedekatan, afeksi, maupun
komitmen. Ketika masalah muncul dalam sifat hubungan yang demikian,
perasaan positif yang selama ini dibangun secara mendalam dapat berubah
menjadi perasaan negatif yang mendalam juga.62
Konflik di dalam keluarga lebih sering dan mendalam bila
dibandingkan dengan konflik dalam konteks sosial yang lain (Sillars dkk,
2004). Misalnya, penelitian Adam dan Lauren (2001) menemukan bahwa
konflik dengan orang tua lebih sering dialami daripada dengan sebaya.
Penelitian lainnya (Rafaelli, 1997) mengungkapkan bahwa konflik dengan
sibling meningkat seiring meningkatnya jumlah kontak. Selain itu, jumlah
waktu yang dihabiskan bersama lebih signifikan memprediksi konflik
sibling dibandingkan faktor usia, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga,
dan variabel lain. Walaupun demikian, penelitian Stocker, Lanthier, dan
Furman (1997) mengungkapkan bahwa meningkatnya interaksi sibling
berasosiasi positif dengan persepsi terhadap kehangatan.63
60 Rina Sari Kusuma, “Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Solusi Konflik pada
Hubungan Remaja Dan Orang Tua” dalam jurnal Warta LPM vol. 20 no. 1: 2017, h.50 61 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,
h. 103 62 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam
Keluarga, h. 103 63 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,
h. 104
50
Persaingan, kecemburuan, dan kebencian yang dirasakan anak terhadap
saudara kandungnya dalam hal memperebutkan kasih sayang dan perhatian
orang tua merupakan suatu pengertian dari sibling rivalry. Salah satu faktor
terjadinya persaingan, permusuhan dan kecemburuan antarsaudara adalah
kondisi internal masing-masing anak. Anak selalu ingin mendapatkan yang
ia inginkan dan butuhkan (Stoica & Roco, 2013). Ia akan merasa cemburu
jika saudaranya mendapatkan sesuatu yang diinginkan olehnya akan tetapi
ia tidak mendapatkannya.64
Sikap agresif atau resentmen akan muncul ketika anak merasa kesal
terhadap orangnya jika mereka diberlakukan berbeda antara satu dengan
yang lain. Bahkan mereka akan timbul rasa cemburu dan semangat ingin
bersaing agar orang tuanya tidak lagi memberikan perlakuan yang dirasa
berbeda. Selain itu, favoritisme orang tua sebagai perbedaan perlakuan
orang tua dalam hal afeksi dan kontrol65terhadap salah satu anak mereka
dapat menyebabkan konflik, kompetisi dan kecemburuan antar saudara
kandung.66
4. Konflik Orang Tua-Anak
Secara naluriah orang tua akan menganggap anaknya sebagai bagian
penting dalam hidupnya. Setelah manusia resmi menyandang sebagai
orang tua, secara sungguh-sungguh mereka akan mencoba bertindak,
bergerak sesuai dengan cara-cara tertentu yang mereka kira bahwa inilah
yang harus dilakukan ketika menjadi orang tua. Beban tanggung jawab
berbeda ketika setelah menjadi orang tua. Mereka yang sudah menjadi
64 Alif Muarifah & Intan Puspitasari, “Hubungan Pola Asuh Demokratis dan
Kecerdasan Emosi Dengan Persaingan Antar Saudara”, dalam jurnal Psikologi Insight, vol 2
no. 1 tahun 2018. h. 7 65 kendali yang dilakukan orang tua pada anak dengan memberi batasan-batasan jelas
mengenai baik buruk suatu hal beserta dampaknya dan disampaikan pada anak dengan bijak 66 Hanna Julisda,“Hubungan Favoritisme Orangtua Dengan Sibling Rivalry Pada
Remaja Awal”, skripsi (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim, 2019) h. 11-18
51
orang tua tentu akan merasa bahwa mereka harus selalu bersikap konsisten
dengan perasaan mereka, harus menerima dan bersikap toleran, harus
mengesampingkan kebutuhan diri sendiri dan berkorban demi anak-anak,
harus senantiasa adil, dan yang terpenting adalah tidak boleh membuat
kesalahan-kesalahan yang dilakukan orangtua terhadap mereka.67
Dalam posisi tersebut orang tua akan berusaha mencapai kebahagiaan
dan kesejahteraan anak. Dengan perpektif yang demikian seharusnya
konflik orang tua-anak tidak akan terjadi, karena orang tua akan senantiasa
berkorban untuk anaknya. Namun dalam hubungan orang tua-anak
seringkali juga mengandung perspektif kekuasaan dan kewenangan.
Selain terdapat aspek ketanggapan dalam respons kebutuhan anak, juga
terdapat aspek tuntutan yang mencerminkan harapan orang tua terhadap
sikap dan perilaku anak. Akhirnya hubungan orang tua-anak pun biasanya
diwarnai dengan berbagai perbedaan dan konflik. Sumber utama
ketidakcocokan antara perspektif anak dan perspektif orang tua.68
Seperti halnya pada remaja, cara pandang orang tua dan remaja
terhadap konflik dan ketidaksetujuan di antara mereka sering kali berbeda.
Orang tua selalu melihat dari sudut pandang kewenangan orang tua dan
tatanan sosial. Dalam menghadapi ketidaksetujuan dengan remaja, orang
tua sering membenarkan sudut pandangnya berdasarkan kewenangannya
sebagai orang tua atau peraturan sosial. Dengan perspektif demikian, oran
tua menganggap konflik terselesaikan ketika remaja sudah mengikuti
pendapat orang tua. Oleh karena itu, pada umumnya orang tua sering
menilai hubungan dengan anaknya baik-baik saja dan konflik di antara
mereka tidaklah terlalu keras dan sering (Demo, 1991). Namun dari sudut
67 Thomas Gordon, P.E.T Parrent Effectiveness, terj.Farida Lestira Subardja dkk,
(Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2020) cet 5, h.13 68Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,
h. 103
52
pandang remaja, mematuhi atau menurut pada pendapat orang tua setelah
terjadinya perbedaan, penentangan, atau konflik tidak selalu berarti
konflik selesai.
5. Resolusi Konflik
Resolusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang
ditetapkan oleh rapat (Musyawarah, sidang), pernyataan tertulis, biasanya
berisi tentang suatu hal.69 Resolusi konflik dalam bahasa inggris adalah
conflict resolution memiliki makna yang berbeda-beda menurut para ahli
yang meneliti tentang konflik. Resolusi dalam Webster Dictionary menurut
Levine adalah tindakan mengurai suatu permasalahan, pemecahan,
penghapusan atau penghilangan permasalahan. Wisnu Suhardono (2015)
menjelaskan bahwa resolusi konflik adalah suatu cara individu untuk
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dengan individu lain secara
sukarela.70
Menurutt Olson dan Defran mengatakan dalam resolusi konflik ada dua
pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan konstruktif, pada pendekatan ini fokus pada yang terjadi saat
ini dibandingkan dengan masalah yang lalu, membagi perasaan negatif
dan positif, mengungkapkan informasi dengan terbuka, menerima
kesalahan bersama dan mencari persamaan-pesamaan. Konflik
konstruktif cenderung cenderung untuk kooperatif, prosional, dan
menjaga hubungan secara alami.
b. Pendekatan Destruktif, pada pendekatan ini fokus pada yang terjadi
seorang mengungkit masalah-masalah yang lalu, hanya
69 https://Kbbi.kemendikbud.go.id diakses pada tanggal 26 Agustus 2020 pukul 09.35
WIB 70 Wisnu Suhardono, “Konflik dan Resolusi”, dalam jurnal Salam: jurnal Sosial dan
Budaya Syar’i, h.5
53
mengekspresikan perasaan-perasaan negatif, fokus pada orang bukan
pada masalahnya, mengungkapkan selektif informasi dan menekankan
pada perbedaan tujuan untuk perubahan yang minim. Konflik destruktif
mengarah pada kompetitif, antisosial, dan merusak hubungan. Perilaku
destruktif memperlihatkan perilaku negatif, ketidaksetujuan dan kadang
kekerasan.71
Bentuk konflik tidak akan selamanya berkonotasi negatif tergantung
dilihat dari cara mengatasinya. Ada beberapa pendapat ahli sosiolog dan
psikolog yang mereka sebutkan mengenai resolusi konflik. Namun penulis
akan menyampaikan beberapa tipe individu dalam menyelesaikan konflik
yang disampaikan oleh Harriet goldhor Lerner. Ia membedakan cara
individu menyelesaikan konflik menjadi lima macam, yaitu:
a. Pemburu (persuer) adalah individu yang berusaha membangun ikatan
yang lebih dekat. Individu dengan cara pemburu akan selalu berusaha
meningkatkan kualitas relasinya dengan orang-orang terdekatnya.
Ketika terjadi konflik dalam interaksi, mereka akan dengan sadar
menghadapi konflik tersebut, berusaha mencari pokok masalah yang
menimbulkan konflik, berdiskusi untuk memahami perspektif masing-
masing, kemudian melakukan negosiasi untuk mencapai kompromi yang
saling menguntungkan. Dalam hal ini konflik dimaknai secara positif
dan dikelola secara konstruktif.
b. Penghindar (distancer) adalah individu yang cenderung mengambil jarak
secara emosi. Ia akan memilih menarik diri dari kancah konflik,tidak
memiliki kesediaan untuk berunding, dan biasanya cenderung memilih
untuk membiarkan waktu yang akan menyelesaikan masalah. Cara
71 Azwandi, “Konflik Dan Resolusi Konflik Jama’ah Masjid Kembar Menara
Tunggal Di Desa Banyumulek Kecamatan Kediri Lombok Barat”, dalam jurnal Pusat
Penelitian dan Publikasi LP2M UIN Mataram, 2018, h. 10
54
pengelolaan yang demikian hanya akan seolah-olah menunjukkan tidak
ada perselisihan, namun sesungguhnya membiarkan konflik terpendam
yang berisiko menimbulkan gejala depresi.
c. Pecundang (underfunctioner) adalah individu yang gagal menunjukkan
kompetensi atau asperasinya. Dalam upaya menghindari pertengkaran,
individu dengan ciri pecundang akan memilih selalu mengalah dan
menuruti apa yang menjadi kemauan pihak lain. Pengelolaan konflik
yang demikian memang dapat menghindarkan pertikaian, namun tidak
bersifat konstruktif karena tidak mampu mengembangkan kepribadian
positif pada masing-masing pihak.
d. Penakluk (overfunctioner) adalah individu yang cenderung mengambil
alih dan merasa lebih tahu yang terbaik bagi pihak lain. Ia akan
menghadapi konflik dengan unjuk kekuasaan, berupaya mendominasi
dan mengedepankan egonya.
e. Pengutuk (blamer) adalah individu yang selalu menyalahkan orang lain
atau keadaan. Ia akan menjadikan konflik sebagai kancah peperangan,
mengumbar marah, bahkan sering kali mengungkit-ngungkit masalah
lain yang tidak relevan dengan pokok masalah yang menjadi penyebab
perselisihan. Baik pengutuk atau penakluk akan menghadapi konflik
dengan pertikaian dan pertengkaran yang berisiko memunculkan
perilaku agresi. Tentu hal ini adalah bentuk penyelesaian yang bersifat
destruktif.72
Setelah penulis membahas tentang kajian surah Yusuf, macam bentuk
keluarga dan kajian tentang teori konflik. Selanjutnya pada bab III penulis akan
72 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,
h. 115
55
mengulas tentang biografi dan metodologi kitab tafsir Qabas Min Nûr Al-
Qur`An Al-Karîm Karya Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H).
57
BAB III
TAFSIR QABAS MIN NÛR AL-QUR`AN AL-KARÎM KARYA
MUHAMMAD ALI ASH SHABUNI (L. 1347 H - W. 1437 H)
Pada bab sebelumnya penulis telah mengulas tentang silsilah keluarga
Nabi Ya’qub as, kajian surah yusuf dan konflik keluarga. Selanjutnya pada bab
ketiga, penulis akan memfokuskan pembahasan mengenai Tafsir Qabas Min
Nûr Al-Qur`an Al-Karîm. Bab ini terdiri dari dua sub bab. Pertama, Riwayat
Hidup pengarang kitab yakni Muhammad Ali Ash-Shabuni, pada sub bahasan
ini penulis akan mengulas tentang biografi, perjalanan intelektual, dan karya-
kayanya. Kedua, Profil kitab dan metodologi tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an
Al-Karîm, pada sub bahasan ini akan dijelaskan tentang profil kitab mengenai
latar belakang penulisan, metode penulisan, analisis kitab meliputi corak
penafsiran, karakteristik penulisan kitab tersebut. Di sini penulis menggunakan
pendekatan historis-deskriptif, yakni dengan menelusuri data sejarah dan
menyajikannya dengan apa adanya sesuai data yang dihimpun.
A. Riwayat hidup Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H)
1. Profil Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H)
Nama lengkap al-Shabuni adalah Muhammad Ali bin Jamil al-
Shabuni. Beliau adalah salah satu Guru Besar di fakultas Syariah dan
Dirasat Islamiyah, Universitas Ummul Qura, Mekkah.
Beliau lahir di Halb yang tahunnya diperselisihkan di kalangan para
peneliti, ada yang menyatakan, lahirnya al-Shabuni tahun 1928, sementara
yang lain tahun ada yang menyebutkan 1930. Perbedaan ini mungkin saja
terjadi, karena dikonversi dengan tahun hijriyah, yaitu 1347 H. Ash-
Shabuni dibesarkan di tengah-tengah keluarga terpelajar. Ayahnya, Syekh
Jamil merupakan salah satu ulama senior di Aleppo. Beberapa sumber
menyatakan bahwa ayahnya adalah orang pertama yang membimbingnya
58
baik di pendidikan dasar dan formal, terutama mengenai bahasa Arab,
ilmu waris dan ilmu agama. Ash-Shabuni sejak kanak-kanak sudah
memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai illmu
agama, hal ini terbukti dengan berhasilnya ia menghafal seluruh juz dalam
Al-Quran di usia yang masih sangat belia.1
Sembari menimba ilmu kepada sang Ayah, Ash-Shabuni juga
pernah berguru kepada sejumlah ulama terkemuka di Aleppo. Mereka
diantaranya yang pernah menjadi guru Ash-Shabuni adalalah Syekh
Muhammad Najib Sirajuddin, Sykeh Ahmad Al-Shama, Shekh Muhamad
Sa’id AlIdlibi, Syekh Muhammad Raghib Al- Tabbakh, dan Syekh
Muhammad Najib Khayatah2
Syekh Ali Shabuni mempelajari Ilmu-ilmu Umum di sekolah-
sekolah negeri, setelah menyelesaikan sekolah dasar dan melanjutkan ke
sekolah menengah beliau mengambil bidang perdagangan selama setahun.
Namun karena merasa bidang ini tidak sesuai dengan minat keilmuannya
–karena didalamnya mereka diajari tentang hukum-hukum muamalat
dengan riba yang ada di bank-bank- beliau memutuskan untuk berpindah
dari bidang perdagangan (saat itu beliau menempati peringkat pertama
diantara teman-temannya) ke sekolah swasta Islam yang bernama (Al
Khasuriah) di kota Aleppo dimana beliau menyelesaikan sekolah tingkat
menengahnya. Di sekolah ini beliau mempelajari kedua bidang agama dan
bidang umum yang ada dalam naungan Kementrian Pengetahuan.
Pelajaran yang dipelajari dalam bidang agama adalah Tafsir, Hadist, Fiqh,
Ushul, Faraidh, dan ilmu-ilmu agama lainnya hingga ilmu umum seperti
Kimia, Fisika, Al Jabar, Ilmu Geometri, Sejarah, Geografi, serta Bahsa
1 Abdur Razzaq dan Andy Haryono, “Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-
Shabuni dalam Kitab al-Bayan” dalam jurnal Wardah vol. 18, no. 1, 2017, h.57 2 Abdur Razzaq dan Andy Haryono, “Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-
Shabuni dalam Kitab al-Bayan”, h.57
59
Inggris. Pendidikan yang beliau tempuh disini sangat menyeluruh dari segi
agama hingga ilmu-ilmu modern, hingga beliau lulus pada tahun 1949.3
Setelah lulus dengan sangat memuaskan, Kementrian Wakaf Suriah
memberinya beasiswa dan mengutusnya untuk belajar di Universitas Al
Azhar Asy Syarif, Kairo. Dan lulus dengan predikat sangat memuaskan
dari Fakultas Syariah tahun 1952. Lalu melanjutkan sekolah kejuruan
(Magister) dalam bidang Hukum Syar’i dan lulus pada tahun 1954, dan
segera melanjutkan sekolah doktoral, yang mana merupakan gelar paling
tinggi pada masa itu, dan lulus dengan predikat memuaskan.4
2. Pengalaman aktivitas keilmuan dan akademis
Setelah menyelesaikan sekolah tingginya, beliau kembali ke Suriah
dan menjadi seorang profesor dalam bidang Pengetahuan Islam di
beberapa sekolah menengah selama delapan tahun (1955-1962)
Kemudian beliau terpilih menjadi delegasi dari Kementrian
Pendidikan Suriah untuk mengajar di Universitas Makkah Al
Mukarromah Fakultas Syari’ah dan Keilmuan Islam dan merupakan
kepala rombongan ketika itu. Beliau mengajar disana selama kurang lebih
dua puluh delapan tahun. Dalam rentang waktu yang sangat lama ini telah
lahir banyak profesor dibawah bimbingan beliau, dan karena beliau telah
banyak berkontribusi dalam penelitian dan penulisan karya-karya ilmiah
maka Universitas Ummul-Quro Makkah meminta beliau untuk menulis
beberapa buku-buku turats Islam. Kemudian beliau melakukan penelitian
ilmiah di Pusat Penelitian Ilmiah dan Kajian Turats Islam dan
3 Abu Nabi Ya’qub as, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai
International Holy Quran Award http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa diakses
pukul 01.17 WIB 4 Abu Nabi Ya’qub as, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai
International Holy Quran Award http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa diakses
pukul 01.17 WIB
60
berkecimpung dalam mewujudkan buku tafsir yang fenomenal yaitu
Ma’any Qur’an oleh Imam Abu Ja’far An Nuhas (338 H) yang hanya
tersisa satu eksemplar di dunia hingga beliau menyelesaikannya dengan
sempurna dengan bantuan banyak referensi dari buku-buku tafsir, bahasa,
hadist dan referensi-referensi lain. Buku ini terbit dalam enam jilid,
dipublikasikan dibawah naungan Universitas Ummu-l-Qura Makkah di
Pusat Penelitian Ilmiah dan Kajian Turats Islam.
Setelah itu beliau berpindah pekerjaan menjadi Konsultan dalam
Otoritas I’jaz ‘Ilmiy dalam Al Qur’an dan Sunnah pada Liga Dunia
Muslim selama beberapa tahun sebelum berhenti dan berfokus pada
penelitian serta penulisan karya-karya Ilmiah. 5 Karena karyanya yang
melimpah terkhusus di bidang tafsir Al-Qur`an. Tahun 2007, panitia
penyelenggara Dubai International Qur`an Award menetapkan al-
Shabuni sebagai Personality of The Muslim World. Pilihan tersebut jatuh
kepada al-Shabuni setelah beberapa orang kandidat diseleksi oleh
Pangeran Muhammad ibn Rashid Al-Maktum, Wakil Kepala
Pemerintahan.6Banyak sekali kiprah beliau di dunia pendidikan Islam.
Pada akhirnyabeliau wafat pada 1437 H/2016 M pada usia 88 tahun.7
3. Karya-karya Ilmiah
Beliau banyak menulis karya-karya dalam Ilmu Syari’ah dan Bahasa
Arab dalam perjalanan karirnya yang panjang, buku-buku serta karyanya
tersebar secara luas di pelosok dunia dan diterjemahkan ke berbagai bahasa
5 Abu Nabi Ya’qub as, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai
International Holy Quran Award http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa diakses
pukul 01.17 WIB 6 Andi Haryono, Ida Luthfah, “Tafsir Ayat Hijab Analisis Metode Tafsir Rawaiul
Bayan Muhammad Ali Ash Shabuni”, dalam jurnal Al-Dirayah, vol. 2 no. 1 2019, h. 91 7Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, (Depok: Lingkar Studi Al-Qur`an
(eLSIQ), 2019), cet ke-2, h.246
61
seperti Bahasa Turki, Inggris, Prancis, Melayu, Bahasa Hausa dan bahasa-
bahasa internasional Islam lainnya.
Beberapa karyanya diselesaikan ketika beliau masih mengajar di
universitas dan beberapa setelah beliau pensiun mengajar. Saat beliau tidak
menulis dan mengarang, dengan semangat yang luar biasa beliau sehari-hari
mengajar di Masjidil Haram untuk memberi fatwa.
Namun, karya-karya ilmiahnya bukan hanya berupa bentuk buku atau
kitab saja. Melainkan beliau juga mengajar mingguan di salah satu masjid
di Jeddah selama delapan tahun dan menafsirkan dua pertiga Qur’an untuk
para muridnya. Aktivitas beliau ini dipublikasikan dalam bentuk kaset,
dengan lebih dari enam ratus rekaman dalam bidang Tafsir Al Qur’an Al
Karim yang disiarkan di televisi secara lengkap. Acara televisi ini
berlangsung selama dua tahun hingga beliau menyelesaikan hal ini pada
akhir 1419 H.8
Sebagai seorang akademisi yang menekuni kajian Al-Qur`an dan
memiliki minat yang tinggi dalam kegiatan penelitian dan penulisan, al-
Shabuni termasuk ilmuan yang produktif melahirkan karya-karya penulisan
khususnya dalam kajian tafsir Al-Qur`an.Berikut karya-karyanya yang
diklasifikasi berdasarkan bidang keilmuan. Selain tafsir Qabas Min Nur Al-
Qur`an Al-Kariim, berikut karya al-Shabuni dalam kajian tafsir dan ilmu
Al-Qur`an:
a. Shafwah al-Tafsir
Tafsir ini lengkap 30 juz, diterbitkan pertama kali oleh Dar al-
Qur`an al-Karim, tahun 1400 H. Metode penafsirannya adalah
menggabungkan dua metode yaitu bi al ma’tsur dan bi al-ma’qul.
Penulis berpedoman pada sumber-sumber primer seperti Jami al-bayan
8 Abu Nabi Ya’qub as, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai
International Holy Quran Award http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa diakses
pukul 01.17 WIB
62
(al-Thabari), al-Kasyaf (al-Zamakhsyari), Rûh al-Maâni (al-Alusi),
Tafsir al-Qur`an al-Azhim (Ibnu Katsir), al-Bahr al-Muhith (Abu
Hayyan), dan lain-lain, dengan redaksi yang mudah dipahami serta
berpedoman pada teknis penulisan ilmiah modern.9
b. Rawâ`iul al-Bayân fi Tafsîr Âyat Ahkâm min al-Qur`ân (Tafsir ayat-
ayat hukum dalam Al-Qur`an)
Tafsir Rawa’i al-Bayan diterbitkan pertama kali oleh maktabah al-
Ghazali, Syiria, tahun 1391 H. Kitab tafsir ini masuk kartegori tafsir
ahkam, tanpa memihak kepada salah satu mazhab tertentu. Beliau
menyebutnya dengan “Tafsir khasash li Ayat al-Ahkam” yang
didasarkan pada kitab-kitab salaf dan khalaf dengan menggunakan
uslub dan metodologi modern 10 serta menyebutkan beberapa
argumantasi para ulama dan hikmah tasri’nya. Kemudian menafsirkan
ayat dengan membahas persoalan-persoalan tertentu layaknya kitab-
kitab fikih, namun semuanya terkait dengan masalah hukum.11
c. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur`an
(Pengantar Studi Al-Qur’an)Awal mulanya, buku ini adalah diktat
kuliah dalam Ilmu Al-Qur’an untuk para mahasiswa fakultas Syari’ah
dan Dirosah Islamiyah di Makkah alMukarramah, dengan maksud
untuk melengkapi bahan kurikulum Fakultas serta keperluan para
mahasiswa yang cinta kepada ilmu pengetahuan dan mendambakan diri
9 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h. 250 10 Dalam muqaddimahnya disebutkan bahwa Muhammad Ali Ashabuni memadukan
antara metode lama dengan ciri kekuatan dan kepastian materinya dengan metode baru dengan
ciri kemudahan dan kesimpelannya. Maksudnya, dalam kitab tersebut ia bermaksud
menyajikan materi yang tersistemasi secara detail dengan tetap mempertahankan ketajaman
materi. (Muhammad Ali Ashabuny, Tafsir Ayat al-Ahkam Min Al-Qur`an, terj. Ahmad
Dzulfikar dkk, Keira Publishing: Depok, 2016, cet I, h. 5) 11 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h. 247
63
dengan penuh perhatian kepadanya. Diktat tersebut, setelah lengkap,
lalu diedit, kemudian dicetak menjadi buka ajar di Perguruan Tinggi.12
d. Mukhtasar Tafsir Ibn katsir
e. Mukhtasar Tafsir At-Thabari
f. Ma’ani Al-Qur`an
g. Al-Muqthataf min ‘Uyun al-tafasir
h. Tanwir al-Adzhan min tafsir Ruh al-Bayan
i. Fath al-Rahman bi Kasyf ma Yaltabis fi Al-Qur`an
j. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur`an (Pengantar Studi Al-Qur’an)
Dalam kajian Fiqih karya-karyanya adalah Al-Mawarits fi al-Syariah
al Islamiyah, Risalah fi Hukm al-Tashwir, Risalah al-Shalah13
B. Metodologi Kitab Tafsir Qabas Min-Nuur Al-Qur`An Al-Kariim.
1. Latar Belakang Penulisan
Dalam prakata penerjemah kitab Tafsir Qabas Min-Nuur Al-Qur`An
Al-Kariim, Syaikh Ash-Shabuni mengatakan bahwa semua orang muslim
tentu disibukkan oleh aktifitas kehidupannya untuk mendapatkan ma’isyah
atau aktifitas apa pun sesuai dengan profesinya, sehingga mereka tidak
memiliki waktu cukup luang untuk membaca kitab-kitab tafsir yang tebal-
tebal dan berjilid-jilid yang menjelaskan ayat demi ayat secara merinci, dari
segi kosakata, balaghah, kemukjizatan, hukum, ahlak, dan pengarahan.
Karena itu dibutuhkan kitab tafsir yang sederhana, ringan, mudah dibaca
dan dipahami serta tidak terlalu bertele-tele. Faktor itu lah yang mendorong
Syeikh Ash Shabuni untuk menyusun kitab ini.14
12 Juhdi Rifai, “Pendekatan Ilmu Balaghah Dalam Shafwah Al-Tafasir Karya Ali Al-
Shabuny”, h. 257 13 Fiddian Khairudin, “Paradigma Tafsir Ahkam Kontemporer Studi Kitab Rawai’ul
Bayan Karya Ali al-Shabuniy”dalam Jurnal Syahadah, vol. V, no. I 2017, h. 113 14 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h.x
64
2. Metode Penafsiran
Kitab Tafsir Qabas Min-Nuur Al-Qur`An Al-Kariim yang sudah
diterjemahkan oleh Kathur Suhardi ke dalam bahasa Indonesia
menyebutkan bahwa tafsir tersebut disajikan tafsir ayat-ayat Al-Qur`an dari
awal hingga akhir secara berurutan, dengan bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami. Sehingga pola ini memberikan kemaslahatan tersendiri,
yang tidak didapatkan di kitab-kitab tafsir lain. Adapun bentuk
penyajiannya mufassir memberikan penjelasan maskud surat secara umum,
ayat demi ayat, atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok
makna dan tema, yang karena itulah kitab ini disebut dengan tafsir
tematik.15 Menurut penulis setelah melihat dari bentuk penyajian kitabnya,
bentuk tematik yang terdapat dalam tafsir tersebut adalah tetap tersusun
dengan susunan ayat yang berurutan dari surah alfatihah hingga surah an-
nas namun tetap .membagi ayat-ayatnya dalam beberapa topik tertentu.
3. Sumber Penafsiran
Maksud dari sumber penafsiran Al-Qur`an adalah bahwa sang penafsir
dalam menafsirkan ayat Al-Qur`an menyandarkan produk tafsirnya pada
beberapa sumber. Dalam hal ini, sumber penafsiran dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu tafsir bil ma’tsur16 dan tafsir bir ra’yi17.
15 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. xxx 16 Tafsir bil-ma’tsur, yakni tafsir yang bertumpu pada dalil naqli yang shahih dengan
tingkatan-tingkatan yang telah disebutkan pada syarat-syarat mufassir, seperti tafsir Al-Qur`an
dengan Al-Qur`an; tafsir Al-Qur`an dengan As-Sunnah, karena As-Sunnah menjelaskan kitab
Allah, tafsir Al-Qur`an dengan sahabat, karena mereka adalah orang-orang yang penting
mengetahui kitab Allah, atau tafsir Al-Qur`an dengan perkataan tokoh tabiin, karena umumnya
mereka mempelajari tafsir dari para sahabat. Metode tafsir ini berpedoman pada atsar-atsar
terkait makna suatu ayat, baru setelah itu disebutkan, tidak berijtihad untuk menjelaskan
makna ayat tanpa landasan dalil, dan menghindari hal-hal yang tidak membawa manfaat untuk
diketahui selama tidak ada dalil naqli yang shahih terkait itu (Manna Khalil al-Qathan,
Mabahis Fi Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS, (Ummul Qura: Jakarta, 2018), h. 530) 17 Tafsir bir-Ra’yi, yakni tafsir di mana mufassir berpedoman pada pemahaman
pribadi dan kesimpulan yang murni berdasarkan rasio untuk menjelaskan makna, di mana
65
Penulis berpendapat bahwa sumber penafsiran Muhammad Ali
Ash-Shabuni (W. 1437 H)sama halnya dengan tafsir Shafwat At-
Tafâsîr yang menyebutkan bil ma’tsur, karena ia juga menyebutkan
riwayat Rasulullah, sahabat, tabi’in. Di sisi lain, beliau juga
menggunakan metode bi ar-ra’yi dengan menggunakan redaksi yang
mudah dipahami karena ketika menjelaskan pelajaran yang
bermanfaat dari suatu ayat walaupun tidak banyak, terkadang mufasir
menjelaskan dengan menggunakan pendekatan kebahasaan dan
menguraikan pelajaran serta hikmah yang bisa didapat dari suatu ayat
tidak menggunakan penjelasan dari Nabi SAW atau atsar 18 para
sahabat.
4. Corak Penafsiran
Menurut penulis, kitab tafsir Qabas Min Nur Al-Qur`an Al-Kariim
merupakan kitab tafsir yang bercorak al-adabi wa al-ijtima’i. 19 Sama
pemahaman tersebut tidak sesuai dengan ruh syariat. Pendapat murni yang tidak didukung dalil
sahih memicu penyimpangan di dalam kitab Allah. Manna Khalil al-Qathan, Mabahis Fi
Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS, h. 536) Maksudnya sumber penafsiran suatu ayat bukan
didasarkan pada riwayat dan sanad yang sampai ke sahabat atau Rasulullah SAW, melainkan
penjelasannya datang dari diri sang mufassir sendiri. Kadang juga diistilahkan dengan tafsir
biddirayah yang sebenarnya sama dengan makna ra’yu yang artinya mengerti, mengetahui,
dan memahami. Bahkan menurut Muhammad Ali Ash Shabuni yang dimaksud ra’yu adalah
ijtihad (Ahmad Sarwat, Pengantar Ilmu Tafsir, Rumah Fiqih Publishing: Jakarta, 2020, cet ke-
2 h. 35-37) 18 Secara etimologis kata atsar merupakan jamak dari utsur yang mengandung arti
bekasan sesuatu atau sisa sesuatu. Sedangkan secara terminologis, jumhur ulama mengartikan
atsar itu semua dengan khabar dan hadis. Para fuqaha memakai istlah atsar untuk perkataan-
perkataan ulama salaf, tabi’in, sahabat dan lainnya. Sebagian ulama pula kata “atsar” untuk
perkataan tabi’in saja. Di samping itu ada juga yang berpendapat bahwa atsar datangnya dari
sahabat, tabi’in, dan orang sesudahnya dan juga ada yang berpendapat atsar lebih umum
penggunaannya dari pada hadis dan khabar, dan perilaku sahabat, tabi’in dan sebagainya (Riza
Nazlianto, “Hadits Zaman Rasulullah SAW Dan Tatacara Periwayatannya Oleh Sahabat”,
dalam jurnal Al-Murshalah, vol.2, no.2, 2016 h.43) 19 Corak al-adabi wa al-ijtima’i istilah al-adabi wa al-ijtima’i terdiri dari dua kata,
yaitu al-adabi dan al-ijtima’i. Secara harfiah al-adabi bermakna sastra dan kesopanan,
66
halnya dengan kitab Shafwah at-tafsiir, Walaupun Ali Ashabuni mahir
dalam bidang fiqih, beliau tidak banyak membahas masalah fikih jika
bertemu dengan ayat ahkam, adapun beliau banyak mengambil hikmah dari
ayat yang ia bahas dan dikaitkan dengan masyarakat zaman sekarang karena
sesuai dengan latar belakang tujuan penulisan kitanya yaitu memudahkan
manusia untuk mempelajari Al-Qur`an.20-Senada dengan penjelasan di atas.
Berdasarkan latar belakang penulisan Muhammad Ali Ash Shabuni yang
menyebutkan bahwa tujuan ia menulis tafsir Qabas Min Nur Al-Qur`an Al-
Kariim karena ingin memudahkan masyarakat untuk memahami isi
kandungan Al-Qur`an. Di samping itu, ia juga menyebutkan dalam
muqaddimahnya bahwa kitab tafsir tersebut merupakan kajian tematik
analisis dan komprehensif tentang Al-Qur`an yang menjelaskan berbagai
maksud dan tujuannya, yang meliputi adab, hukum, syariat, dan tujuan yang
ingin dicapai, berupa bimbingan petunjuk, dalam rangka memperbaiki
individu dan sosial. Penyajian tafsirnya pun menjelaskan keagungan Al-
Qur`an meliputi mukjizat, makna ayat dan suratnya.21
5. Karakteristik penulisan kitab
Ciri khas Syeikh Ash-Shabuni adalah pada di awal surah ketika hendak
memasuki ayat pertama, beliau memberikan pembukaan tentang kajian
sedangkan al-ijtima’i bermakna sosial. Dengan corak ini, mufassir mengungkap keindahan
dan keagungan Al-Qur`an yang meliputi aspek balaghah, mukjizat, makna dan tujuannya.
Mufassir berusaha menjelaskan masalah-masalah sosial yang diperbincangkan dalam Al-
Qur`n dan mengaitkan dengan fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Ia berusaha
memberikan memecahkan persoalan kemanusiaan pada umumnya dan umat Islam khususnya,
sesuai dengan petunjuk Al-Qur`an yang dipahaminya. (Kadar M.Yusuf, Studi Al-Qur`an,
Amzah: Jakarta, 2012, h. 165) 20 Aji Fatahilah dkk, “Penafsiran Ali-Alshabuni Tentang Ayat-ayat Yang Berkaitan
Dengan Teologi”, dalam jurnal Al-Bayan, vo. 1 no. 2, 2016, 170 21 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. xix
67
surah tersebut meliputi asbabun nuzul jika ada, jumlah ayat pada surah,
menyebutkan golongan makkiyah atau madaniyyah. Penafsiran ayat akan
ditulis ketika selesai menuliskan ayat dengan lengkap atau berupa
potongan-potongan ayat. Berbeda dengan tafsir Rawâ`iul al-Bayân fi Tafsîr
Âyat Ahkâm min al-Qur`ân yang memiliki sistematika penulisan meliputi:
penentuan bab dan ayat Al-Qur`an yang akan ditafsiri, tafsir per kata, makna
global, ragam qiroat dan ragam i’rab, sebab turun ayat, kelembutan tafsir,
kandungan hukum, hikmah tasyri’. 22 Dalam kitab Qabas Min Nûr Al-
Qur`an Al-Karîm Cakupan bahasanya tidak menyentuh mengenai kaidah-
kaidah bahasa (nahwu dan balaghah), ilmu qiraat, perbedaan ulama tentang
masalah hukum atau riwayat hadis dan lain-lain yang sering menjadi
pembahasan dalam kitab-kitab tafsir. Dengan demikian, penyajian bahasan
dalam kitab ini terasa lugas dan jelas sehingga memudahkan pembaca untuk
memahaminya.
Di samping itu, terdapat kesamaan seperti tafsir Rawa’iul bayan, dari
aspek bahasa disebutkan bahwa pada tafsir tersebut merujuk pada syair-
syair Arab dan mufassir pendahulunya. 23 Karena pada tafsirnya, beliau
terkadang menyebutkan syair-syair dalam tafsirnya. Dalam persoalan kalam
menurut Husnul Hakim Imzi, ketika membahas tafsir Shafwat At-Tafâsîr
beliau berpedoman pada ahlussunnah Asy’ariah.24 Di samping itu beliau
mengutip pendapat para mufassir seperti pendapat Ibnu Katsir dalam tafsir
22 Muhammad Ali Ashabuny, Tafsir Ayat al-Ahkam Min Al-Qur`an, terj. Ahmad
Dzulfikar dkk, h. xxx 23 Andi Haryono, Ida Luthfah, “Tafsir Ayat Hijab Analisis Metode Tafsir Rawaiul
Bayan Muhammad Ali Ash Shabuni”, h. 97 24 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h.246
68
Al-Qur`an Al-Adhim25, Imam Ath Thabari dalam kitab Majma’ al-Bayan26,
Al-Qurthuby (Al-Jami Li Ahkam Al-Qur`an) 27 . Di samping itu,
penafsirannya juga ditunjang oleh hadis-hadis Rasul yang shahih dan
pendapat para sahabat. Selanjutnya, ketika menafsirkan. Ketika sudah
sampai pada akhir surah, beliau menutup akhir surah dengan
menyampaikan hikmah-hikmah apa saja yang ada di dalam surah tersebut.
25 Nama lengkapnya adalah Ismail bin Amr al-Quraisy bin Kasir al-Basri ad-
Dimasyqi Imaduddin Abdul Fida al-Hafiz al-Muhaddis asy-Syafi’i. Lahir pada 705 H dan
wafat pada 774 H, sesudah menempuh kehidupan panjang yang sarat keilmuan. Ia adalah
seorang ahli fikih, ahli hadis, sejarawan ulung, dan mufasir. Tafsirnya adalah tafsir Al-Qur`an
al-azhim. Tafsir ini merupakan tafsir yang paling banyak memuat dan memaparkan ayat-ayat
yang bersesuaian maknanaya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadis-hadis
marfu’ yang peringatan-peringatan akan cerita-cerita Israilyat tertolak (munkar) yang banyak
terebar dalam tafsir-tafsir bil-maa’tsur, baik peringatan secara global atau mendetail. Karya-
karyanya antara lain: Al-Nidayah wa Inayah, Al-Kawakibud Darari, Tafsir Al-Qur`an, Al-
Ijtihad fi Talabil Jihad, Jamiul Msanid, Asunanul Hadi li Aqwami Sunan dan Al-Wahidun
Nafis fi Manaqibil Imam Muhammad ibn Idris. (Manna Khalil al-Qathan, Mabahis Fi Ulumil
Qur`an, terj. Mudzakir AS h. 536-537) 26 Nama Lengkapnya Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Kasir Abu Ja’far
at-Tabariat-Tabari, berasal dari Amol, lahir dan wafat di Bagdad. Dilahirkan pada 224 H dan
wafat pada 310 H. Beliau adalah ulama yang sulit dicari bandingnya, banyak meriwayatkan
hadis, luas pengetahuannya dalam bidang penukilan dan pentarjihan (penyeleksian untuk
memilih yang kuat) riwayat-riwayat serta mempunyai pengetahuan luas dalam bidang sejarah
para tokoh dan berita umat terdahulu. Karya Tafsirnya adalah Jamiul Bayan Fi Al-Qur`an
merupakan tafsir paling besar dan utama serta menjadi rujukan penting bagi para mufasir bil
ma’sur. Ibn Jarir memaparkan tafsir dengan menyandarkannya kepada sahabat, tabiin, dan
tabiit tabiin. Ibn Jarir mempunyai keistimewaan tersendiri berupa istinbat yang unggul dalam
pemberian isyarat terhadap kata-kata yang samar i’rabnya. Dengan itulah antara lain tafsir
tersebut berada di atas tafsir-tafsir yang lain. Sehingga banyak mufasir yang menukil darinya.
Karya tulisnya antara lain: Jamiul Bayan fi al-tafsir Al-Qur`an, Tarikhul Umam wal Muluk wa
Akbaruhum, Al-Adabul Hamidah wa Akhlaqum Nafisah, Tarikhur Rijal, Ikhtilaful fuqaha dan
lain-lain. (Manna Khalil al-Qathan, Mabahis Fi Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS, h. 535-
536) 27 Nama lengkap al-Qurthuby adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi
Bakr bin Farrah al-Anshar al-Khazraji al-Qurthuby (W. 671 H). Karya-karyanya diantaranya
adalah: Al-Jami li Ahkam Al-Qur`an, Al-Asna fi Syarh al-Asma al-Husna, At-Tizkar fi Afdhal
al-Azkar dan lain-lain. Tafsir AL-Qurthuby termasuk kategori corak fiqih karena
pembahasannya bersentuhan dengan masalah fiqhiyah. Beliau termasuk pengikut madzhab
Maliki. Beliau memberikan perhatian secara khusus terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan
hukum namun tidak bertele-tele sebagaimana layaknya kitab fikih. Secara umum, tafsir ini
cenderung ke model tafsir bi al-ra’yi, walaupun begitu bukan berarti tidak ada riwayatnya
sama sekali sebagaimana tafsir bil ma’tsur . Hanya saja cara bi al-ra’yi menjadi landasan awal
bagi beliau untuk menjelaskan ayat. Kemudian, diperkuat dengan hadis-hadis marfu’ sampai
ke Rasulullah SAW. (Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h. 111-116)
69
Di akhir penutup surah An-Nas setelah selesai menafsirkan, mufassir juga
menyebutkan rasa syukurnya yang luar biasa kepada Allah Swt karena atas
taufik dan hidayahnya, mufassir dapat menyelesaikan penulisan kitab
tersebut pada pertengahan bulan ramadhan tahun 1413 H.
71
BAB IV
ANALISIS PSIKOLOGIS KONFLIK KELUARGA NABI YA’QUB AS
DALAM TAFSIR QABAS MIN NÛR AL-QUR`AN AL-KARÎM
Pada bab keempat, penulis akan mengulas tentang analisis konflik
keluarga Nabi Ya’qub as dalam tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm .
Disini penulis membagi tiga sub bahasan. Pertama, penafsiran ayat yang
termasuk konflik keluarga, berisi tentang penyajian penafsiran mufassir yang
sudah diklasifikasi oleh penulis dan dianalisis tentang konflik yang terjadi.
Kedua, analisis konflik. Ketiga, resolusi konflik yang terjadi pada keluarga
Nabi Ya’qub as ditinjau dari lima macam tipe resolusi konflik yang
disampaikan oleh Harriet Goldhor Lerner dan diakhiri dengan penyajian akhir
kisah Yusuf as pada surah Yusuf ayat 99-101.
A. Penafsiran Ayat Konflik Keluarga Nabi Nabi Ya’qub as
1. Mimpi Yusuf as (QS. Yusuf ayat 4-6)
ي يتهم لقمر را
مس وال الش با و
وك
حد عشر ك
يت ا
ي را
بت ان بيه يا
يوسف لا
٤سجدين اذ قال
ا يبني ل
بين قال سان عدو م
ن ايطن لل يدا ان الش
ك ك
ى اخوتك فيكيدوا ل تقصص رءياك عل
ل يع ٥ى ا يك وعل
حاديث ويتم نعمته عل
اويل ال
مك من تأ
تبيك ربك ويعل ذلك يج
ما وك
قوب ك
ابرهيم واسحق ان ربك عليم حكيم بويك من قبل
ى ا ها عل تم
٦ا
“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku!
Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan;
kulihat semuanya sujud kepadaku.”. Dia (ayahnya) berkata, “Wahai
anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-
saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu.
Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.”. Dan demikianlah,
Tuhan memilih engkau (untuk menjadi Nabi) dan mengajarkan
kepadamu sebagian dari takwil mimpi dan menyempurnakan (nikmat-
Nya) kepadamu dan kepada keluarga Yakub, sebagaimana Dia telah
menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum
72
itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sungguh, Tuhanmu Maha Mengetahui,
Mahabijak-sana”. (QS. Yusuf [12]:4-6)
Penafsiran:
Ayat tersebut menceritakan bahwa pada suatu ketika, Yusuf as
memberitahukan kepada ayahnya , nabi Nabi Ya’qub as bin Ishak bin
Ibrahim bahwa ia bermimpi melihat sebelas bintang dan sebelas matahari
serta bulan dan semuanya bersujud kepadanya. Disebutkan bahwa pada saat
itu Yusuf masih berusia sepuluh tahun, dan mimpi tersebut merupakan
wahyu dari Allah Swt. Dari cerita tersebut Nabi Ya’qub as mengetahui
makna mimpi Yusuf. Bahwa Allah Swt akan menetapkan takdir yang baik
kepada Yusuf dan kemuliaan, kepangkatan serta kedudukan yang tinggi,
yakin bahwa anaknya kelak akan menjadi orang penting dan berkuasa
hingga akan mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah diduga-duga.
Sehingga Nabi Ya’qub as merasa takut dan khawatir saudara-saudaranya iri
kepada Yusuf jika nantinya mereka mengetahui mimpi tersebut. Maka Nabi
Ya’qub as memutuskan memberikan nasehat sekaligus peringatan kepada
Yusuf agar tidak menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Nabi
Ya’qub as juga memahami cahaya kenabian tersimpan dalam mimpi
anaknya. Anak yang paling dicintainya oleh Allah akan diberikan
kepadanya hikmah dan memilihnya di antara saudara-saudaranya untuk
memikul beban kenabian dan risalah serta diberi kenikmatan dan kemuliaan
di dunia dan akherat.1
Di sisi lain, pada ayat 5 terdapat komentar Nabi Ya’qub as atas cerita
mimpi anaknya yang mengandung beberapa pelajaran. Pertama, secara
tidak langsung ayat tersebut menjelaskan realitas hubungan yang
berlangsung antara Yusuf dan saudara-saudaranya bahwa saudara-saudara
1 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 109-113
73
Yusuf tidak memiliki perasaan yang sama seperti ayahnya kepada Yusuf
yang justru mereka ternyata memiliki rasa kedengkian kepada Yusuf
seorang anak yang masih kecil. Karena itulah Nabi Ya’qub as berusaha
melindunginya dengan menyampaikan peringatan tentang kemungkinan
buruk yang akan mereka lakukan kepadanya jika sampai saudara-
saudaranya mengetahui maskud dan rahasia makna mimpinya. Yusuf
merasa tidak aman ketika setelah mendengar kabar kedengkian saudara
Yusuf terhadapnya, maka ayat selanjutnya Allah menyampaikan kabar
gembira mengenai sejumlah kemuliaan dan keistimewaan yang
dianugerahkan Allah kepadanya2
Analisis konflik:
Peristiwa ketika Yusuf menceritakan mimpinya kepada ayahnya, disini
terdapat konflik yang terjadi pada diri Nabi Ya’qub as., ia mengetahui arti
mimpi mimpi Yusuf, sehingga ia takut jika saudara-saudaranya mengetahui
arti mimpi tersebut. Jika dilihat dari sisi tokoh Nabi Ya’qub as, konflik
tersebut disebabkan karena Nabi Ya’qub as sudah tahu jika saudara-
saudaranya dengki terhadap Yusuf AS. Melihat hal seperti itu, Nabi Ya’qub
as sebagai orang tua khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap
Yusuf. Maka dari itu Nabi Ya’qub as meyakinkan kepada Yusuf agar jangan
sampai Yusuf AS menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya.
Karena Nabi Ya’qub as tidak bisa menjamin jika saudara-saudaranya tidak
akan melakukan tindakan buruk terhadapnya. .
Selanjutnya, ketika Nabi Ya’qub as sudah mendengar mimpi yang
disampaikan Yusuf, ia tidak langsung menafsirkan apa maksud mimpinya,
namun ia menasehati untuk tidak menceritakan mimpi tersebut, karena ia
tahu sikap buruk yang akan terjadi kepada saudara-saudara Yusuf.
2 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, (Zaman:
Jakarta Timur, 2013) h.30
74
Kedengkian akan selalu ada di antara manusia, termasuk antara saudara.
Tentunya sebagai orang tua, Nabi Ya’qub as berupaya agar anak-ankanya
tidak saling mendengki satu sama lain. Ia juga tidak melakukan tindakan
yang dapat mengobarkan api di antara anak-anaknya dan berusaha adil.
Setelah itu, Allah Swt memberikan peringatan yang tegas tanpa
pengecualian bahwa setan adalah musuh yang nyata. Karenanya manusia
harus mengetahui taktik setan untuk menjebak dan menjerumuskan
manusia.3
Pada fase kejadian mimpi yang dialami Yusuf, sebenarnya banyak
mengandung pelajaran. Secara tidak langsung ayat ini menjelaskan realitas
hubungan antara Yusuf dan saudara-saudaranya. Dapat dilihat bahwa
saudara-saudara Yusuf tidak memiliki perasaan seperti yang dimiliki
ayahnya terhadap Yusuf. Mereka mengalami rasa dengki terhadap
saudaranya yang masih kecil. Mereka tidak rela jika Yusuf mendapatkan
kedudukan yang mulia. Maka dari itu, Nabi Ya’qub as sebagai sosok ayah
ingin melindungi anaknya yang lemah dari saudara-saudaranya yang
bersikap buruk. Tak lain sikap tersebut semata karena ia mencintai kepada
semua anaknya. Hal ini kadang tidak dipahami oleh saudara-saudara Yusuf
sehingga mereka terus melakukan makar kepada saudaranya yang lemah.4
Saudara-saudara Yusuf adalah sosok yang membiarkan dirinya
mengikuti hawa nafsu. Mereka tidak pernah berusaha melangkah di atas
nilai-nilai sosial yang terpuji. Mereka hanya mendengarkan bisikan setan
yang selalu mengajak keburukan. Akibatnya, mereka mudah melakukan
berbagai perbuatan yang membahayakan orang lain, perbuatan yang
membahayakan orang lain, perbuatan yang mereka sendiri tidak rida jika
3 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 29-32 4 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 30
75
terjadi pada dirinya sendiri. Dari sini kita dapat memahami firman Allah
Swt: “Sebab, mereka bisa membuat makar (untuk menyakiti)mu”.5
Sementara jika dilihat dari sosok Yusuf, pada saat itu masih tergolong
anak kecil yang lemah tidak tahu apa-apa dan belum bisa membela dirinya
sendiri. Ia tidak mengetahui apa arti mimpinya dan bagaimana
sesungguhnya sikap saudara-saudaranya terhadap dirinya. Keadaannya
bergantung kepada rahmat Allah Swt. Namun Quraisy Shihab dalam
tafsirnya menyebutkan bahwa Muhammad al-Ghazali menulis dalam
bukunya Nahwa Tafsir Maudhuiy li Suwar al-Qur`an al-Karim, sewaktu
kecilnya Yusuf merasa bahwa dia mempunyai peranan yang disiapkan
Allah Swt. Boleh jadi dia pun akan termasuk mereka yang dipilih Allah Swt,
memimpin masyarakat di arena kemuliaan dan kebenaran. Memang, dia
adalah yang terkecil (selain Bunyamin, adiknya) dari saudara-saudaranya,
tetapi perangai kakak-kakaknya tidak menampakkan sesuatu yang
istimewa, tidak juga memancarkan kebajikan. Dia justru lebih dekat kepada
ayahnya daripada kakak-kakaknya itu. Agaknya ketika itu hatinya berbisik:
siapa tahu, warisan kenabian jatuh padanya. Ayahnya, Nabi Ya’qub as telah
mewarisinya dari kakeknya Ishaq AS, dan Ishaq AS mewarisinya dari ayah
kakeknya itu Ibrahim AS siapa tahu dia merupakan salah satu mata rantai
itu.6 Selain itu, komunikasi interpersonal yang dibangun Nabi Ya’qub as
menggambarkan rentetan sejarah, nasehat dan pelajaran kepada anaknya
tentang siapa dirinya dan keluarganya atau atau sejarah asal usulnya,
identitas keluarganya sebagai nabi (keturunan nabi).7
5 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h.30 6 Quraish Shihab, Tafsir almisbah, (Lentera Hati: Jakarta, 2004) cet II, h. 382 7 Mariyatul Norhidayati, “Model Komunikasi Interpersonal dalam Kisah Yusuf as”,
dalam jurnal Al-Hiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah, vol. 04, no. 07, 2016, h. 5
76
Resolusi Konflik
Dari hasil analisis konflik, penulis berpendapat bahwa Nabi Ya’qub as
sebagai orang tua sangat memahami sikap dan karakter masing-masing
anaknya. Ketika sudah mendengar cerita mimpi yang dialami oleh Yusuf,
Nabi Ya’qub as menaruh harapan besar kepada Yusuf agar menjadi orang
yang bermanfaat untuk umat dan menjadi anak yang baik dan sholeh. Tidak
salah jika orang tua memiliki harapan yang baik terhadap anaknya, pada
masa itu Yusuf AS juga merespon dengan baik nasihat ayahnya yang
melarang untuk menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Hal
ini menunjukkan bahwa Nabi Ya’qub as sebagai ayah yang penuh
pengertian akan memberikan rasa aman terhadap Yusuf agar suasana
keluarga tetap aman dan terpelihara dengan baik8
Selain itu, Nabi Ya’qub as juga memerankan ayah sebagai pelindung
atau tokoh yang tegas, bijaksana dan mengasihi keluarga. Karena ia adalah
tokoh otoritas dalam keluarga, dengan sikapnya yang tegas dan wibawa, ia
menanamkan sikap yang patuh terhadap Yusuf. Dari situlah, Yusuf
menancapkan dengan baik-baik bahwa ia akan patuh untuk tidak
menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya.9
Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa pribadi Nabi Ya’qub as
dalam memecahkan hal tersebut dengan menjadi individu pemburu. Karena,
Nabi Ya’qub as mengetahui bahwa mimpi tersebut akan menyebabkan
konflik di tengah hubungan antarsaudara dan akan menimbulkan rasa
dengki. Maka Nabi Ya’qub as memberikan nasehat dan melakukan
kompromi kepada Yusuf agar jangan sampai membocorkan mimpinya
kepada saudara-saudaranya. Sebaliknya, respon Yusuf pada saat itu juga
8 Singgih D. Gunarsa dan Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja,
dan Keluarga, h. 37 9 Singgih D. Gunarsa dan Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja,
dan Keluarga, h. 39
77
menjadi bertambah berkesan dan bahagia dengan mimpi itu ketika sang
ayah menjelaskan makna mimpinya, bahwa ia sebagai makhluk pilihan
Allah yang akan diajarkan kepadanya ta’wilul ahâdîts, yaitu penafsiran
tentang mimpi pada surah Yusuf ayat 6, dan Allah Swt akan memberikan
kebahagiaan hidup dunia dan di akherat, yaitu dengan diangkat sebagai nabi
sebagaimana leluhur Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq. 10 Maka dapat
disimpulkan bahwa resolusi konfliknya bersifat konstruktif karena tidak ada
yang dirugikan antara Nabi Ya’qub as dengan Yusuf.
2. Sikap Kedengkian terhadap Yusuf (QS. Yusuf ayat 7-10)
اىلين لس يت ل
ا ان في يوسف واخوته
قد ك
ن ٧ل ح
ا ون بينا من
ى ا حب ال
خوه ا
يوسف وا
وا ل
اذ قال
بين ل مفي ضل
بانا ل
٨عصبة ان ا
لل خ رضا ي
و اطرحوه ا
وا يوسف ا
م اقتل
بيك
م وجه ا
ك
ونوا من بعده قوما صلحين جب ٩وتك
قوه في غيبت ال
لوا يوسف وا
ا تقتل
نهم ل م
قاىل
قال
نتم فعلين ارة ان ك ي تقطه بعض الس
١٠يل
“Sungguh, dalam (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang bertanya. Ketika
mereka berkata, “Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya (Bunyamin)
lebih dicintai ayah daripada kita, padahal kita adalah satu golongan
(yang kuat). Sungguh, ayah kita dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah
Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah tertumpah
kepadamu, dan setelah itu kamu menjadi orang yang baik.” Seorang di
antara mereka berkata, “Janganlah kamu membunuh Yusuf, tetapi
masukan saja dia ke dasar sumur agar dia dipungut oleh sebagian
musafir, jika kamu hendak berbuat” (QS. Yusuf [12]: 7-10)
Penafsiran:
Setelah ayat sebelumnya yang menceritakan tabir mimpi Yusuf.
Melalui mimpi Yusuf as tersebut, Nabi Ya’qub as sebagai seorang ayah dan
nabi dengan mudahnya mengetahui tanda-tanda kenabian yang diberikan
10 Hanik Mahliatussikah, “Analisis Kisah Yusuf as Dalam Al-Qur`an Melalui
Pendekatan Interdisipliner Psikologi Sastra”, h. 84
78
Allah Swt kepada Yusuf AS sebagaimana Allah telah memberikan nikmat
dengan menganut dan mengikuti ajaran-ajaran bapak-bapaknya.11
Penafsiran ayat-ayat selanjutnya menjelaskan tentang kedengkian dan
sifat iri dari saudara-saudara Yusuf terhadap dirinya yang begitu dalam,
sehingga timbul rencana makar dan sampai kepada upaya pembunuhan.
Rasa dengki muncul berawal dari sadara-saudaranya sendiri karena Yusuf
adalaah anak yang paling dicintai oleh ayahnya, Nabi Ya’qub as. Beliau
mempunyai duabelas anak, sedangkan yang paling dicintainya adalah
Yusuf dan Bunyamin.12
Ujian pertama yang dilalui oleh Yusuf sosok anak kecil yang umurnya
belum mencapai akil baligh tidak lebih dari duabelas tahun, mereka
saudara-saudara Yusuf membuat konspirasi dan tipudaya secara berencana.
Mereka mengadakan musyawarah untuk mencari cara-cara yang digunakan
agar menyesatkan pandangan atau menipu ayahnya dengan tujuan supaya
Yusuf dapat berpisah dengan ayahnya dan mereka bisa melakukan apa saja
yang mereka kehendaki tanpa ada rasa benci terhadap siapapun.13
Mereka berniat jahat kepada saudara mereka yang masih kecil dan
lemah. Mereka iri kepada Yusuf karena mereka merasa bahwa ayahnya
mencintai Yusuf secara berlebihan. Kedengkian telah merasuk ke dalam
hati mereka, sehingga yang seharusnya mereka menjaga dan mengasuhnya,
justru mereka memiliki keinginan buruk terhadap Yusuf.
Selanjutnya dijelaskan pada ayat 7 terdapat keterangan bahwa huruf
lam pada kata laqad di sini adalah lam al-qasam atau lam untuk menyatakan
sumpah atau demi Allah bahwa dalam kisah Yusuf terdapat tanda-tanda
11 Trisna, “Jejak Keindahan Watak Para Nabi dan Keutamaan Manusia dalam Teks
Butir-butir Mutiara Hikmah, dalam jurnal Pendidikan Humaniora, vol. 2 no. 1, 2013, h.118 12 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h.110 13 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 114
79
yang besar, peringatan dan pelajaran berharga bagi siapapun yang
menanyakan kisah ini karena di dalamnya terdapat pelajaran dan i’tibar.
Ibarat ketika seorang penyair mengatakan,
Mereka iri kepada anak itu karena mereka tidak mendapatkan
keutamaannya
Semuanya memusuhi dan memeranginya
Seperti wanita yang wajahnya cantik jelita,
karena dengki dan marah ia menjadi jelek14
Pada ayat selanjjutnya menjelaskan tentang perangai dan konspirasi.
Perasaan tidak terima nereka ungkapkan kepada ayahnya dengan ungkapan
protes karena ayahnya lebih mencintai Yusuf dan Bunyamin daripada
mereka bersepuluh. Mereka merasa bahwa persaudaraan mereka adalah
kompak dan solid, kuat dan bermanfaat. Jsutru seharusnya mereka lebih
berhak mendapatkan kasih itu daripada Yusuf dan Bunyamin. Mereka
berkata seperti itu seolah menunjukkan bahwa Yusuf dan Bunyamin adalah
saudara kandung, sedangkan mereka adalah saudara sebapak, sehingga
mereka berpendapat, benar, jika ayahnya lebih mencintai mereka berdua
karena mereka merupakan saudara sekandung. Lalu mereka berkata bahwa
ayahnya telah keluar dari kebenaran yang nyata. Dalam hal ini
sesungguhnya mereka tidak ingin mengatakan bahwa Nabi Ya’qub as sesat
dalam agama dan akidah, karena Nabi Ya’qub as adalah seorang nabi,
bagaimana mungkin dia tersesat. Maka yang dimaksudkan mereka adalah
mereka ingin mengatakan bahwa ayahnya salah dan keliru karena memilih
dua daripada sepuluh.15
14 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 114 15 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h.115
80
Pada ayat 9 dijelaskan tentang kedengkian yang disebabkan cinta
ayahnya. Sesungguhnya Nabi Ya’qub as mempunyai alasan mengapa
mereka berdua lebih dicintainya, karena sedari kecil mereka berdua sudah
tidak mendapatkan kasih sayang dari ibunya sebab meninggal. Konspirasi
yang ditunjukkan dalam ayat ini adalah usulan saudara Yusuf untuk
membunuh atau membuang Yusuf ke suatu negeri yang tidak berpenghuni
agar dia mati dimakan binatang buas atau mati di tempat itu dengan tujuan
agar cinta ayahnya hanya tertumpah pada dirinya dan saudara lainnnya,
karena mereka yakin bahwa Yusuf adalah oang yang menyebabkan mereka
terlupakan oleh ayahnya. 16
Pada ayat 10 mereka ingin membinasakan saudara mereka, Yusuf.
Mereka memliki dua rencana untuk membinasakan Yusuf yaitu dengan cara
dibunuh atau dibuang ke tempat yang jauh dan tidak terjamah sehingga
dimakan binatang buas. Ide tersebut muncul dari sebagian mereka dan
belum disepakati bersama. Walaupun sebenarnya jika diamati, kedua ide
tersebut berujung menjadi sebuah pembunuhan. Namun, berhasilnya setan
mengelabui mereka, yang menjadikan perbuatan buruk berubah menjadi
indah dan terkesan menggampangkan. Sehingga mereka menguatkan
kepada sebagian yang lain agar bertaubat setelah melakukan kesalahan.
Karena sesungguhnya Allah Swt Maha pengampun terhadap dosa-dosa
hambanya. Itulah perbuatan setan yang suka merayu manusia untuk
melakukan suatu keburukan.17
Tujuan mereka melakukan rencana jahat tersebut tak lain untuk
menyingkirkan Yusuf disebabkan oleh kedengkian. Tiba-tiba terlintas salah
satu dari mereka yaitu Yahudza menguslukan agar jangan sampai terjadi
16 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 116 17 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 116
81
pembunuhan, karena hal itu merupakan dosa besar apalagi terhadap saudara
sendiri. Cukup dengan memasukkannya ke dalam sumur dan digantungkan
pada timbanya. Sehingga dia nanti akan ditemukan oleh mufasir yang
melewati sumur itu dan dibawa olehnya bersama para musafir. Terlepas itu
hilang sudah tanggungan untuk menyingkirkan Yusuf. Usul tersebut
muncul dari anak Nabi Ya’qub as yang bernama Yahudza, yaitu anak yang
paling tua yang paling baik pendapat dan adabnya. Pada akhirnya ide yang
muncul dari Yahudza pun disepakati karena nantinya mereka berhasil
mewujudkan keinginannya untuk menjauhkan Yusuf dari ayahnya
sekaligus dapat terhindar dai pembunuhan.18
Analisis konflik:
Konflik kedua yang terkandung pada rangkaian ayat-ayat di atas adalah
benarnya dugaan dan ungkapan Nabi Ya’qub as yang disampaikan kepada
Yusuf bahwa saudara-saudaranya sedang merasakan kedengkian hingga
mereka merencanakan pembunuhan kepada Yusuf supaya Nabi Ya’qub as
bisa menumpahkan kasih sayangnya tehadap mereka tanpa kehadiran
Yusuf. Hal ini dapat dilihat dari ayat 9.
Perencanaan pembunuhan yang disebabkan karena adanya sikap
dengki dalam hati saudara-saudara Yusuf AS, berawal ketika salah satu dari
mereka mengungkapkan bahwa “Sesungguhnya Yusuf dan saudara
kandungnya, Bunyamin, lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri,
padahal kita adalah satu kelompok yang kuat. Sungguh, ayah dalam
kekeliruan yang nyata.” Berangkat dari kalimat ini, lalu saudara-saudara
yang lainnya mulai setuju dengan apa yang disampaikan salah satu dari
mereka. Lalu pada saat itu, mereka melanjutkan pembicaraan yang awalnya
dari satu ungkapan rasa kedengkian berakibat menjadi sebuah penyusunan
18 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 117
82
konspirasi untuk membunuh Yusuf. 19 Namun, ketika mereka
bermusyawarah untuk menyingkirkan Yusuf, ada kejadian bahwa Yahudza
selaku anak pertama mengusulkan agar mencegah terjadinya pembunuhan
diganti dengan membuangnya ke sumur saja tanpa harus membunuh, karena
ia takut dosa besar akan ia dapatkan jika membunuh orang. Usulan ini
disetujui oleh semua saudara Yusuf yang lainnya.20
Ketika usulan untuk membunuh disampaikan, tentu saja si pengusul
menyampaikan usulan tersebut tidak mungkin kalau tidak dikarenakan
dikuasai oleh setan. Karena usulannya menghamburkan rasa kebencian
yang sangat dalam sampai menutup mata hatinya. Kalimat perintah untuk
membunuh juga menunjukkan betapa orang tersebut meremehkan nyawa
manusia, padahal seorang manusia sesungguhnya memiliki nilai penting di
sisi Allah sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Maidah ayat 32:
و فساد فى ال
نفسا بغير نفس ا
نه من قتل
اى بني اسراءيل
تبنا عل
جل ذلك ك
نما من ا
رض فكا
ا
قد جاءتهم ر حيا الناس جميعا ول
نما ا
حياها فكا
الناس جميعا ومن ا
نت ثم قتل بي
نا بال
سل
مسرفون رض ل
انهم بعد ذلك فى ال ثيرا م
٣٢ان ك
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa
barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh
orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-
akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara
kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang
kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas.
Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas
di bumi”. (Al-Ma'idah [5]:32)
19 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 115 20 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 117
83
Karena itu, pembunuhan adalah termasuk perbuatan yang
mengakibatkan dosa besar. Lebih buruknya lagi sasaran orang yang
dibunuh adalah saudara mereka sendiri. Sangat terasa kejam karena
targetnya adalah Yusuf yang masih kecil tidak bisa membela diri, tidak
berahlak buruk, dan tidak menjadi beban mereka, melainkan karena
berlandaskan iri dan dengki terhadapnya karena merasa kehadirannya sudah
membuat ayahnya lebih perhatian dan cinta kepada Yusuf dan tmerasa
sudah berkurang perhatian ayahnya terhadap mereka.21
Mufasir Ali Ashabuni menyebutkah nama tokoh yang mengusulkan
untuk tidak dibunuh yakni Yahudza yang menduduki posisi sebagai anak
sulung atau anak yang dituakan. Menurut Adler, anak sulung kemungkinan
besar memiliki perasaaan berkuasa dan superioritas yang kuat, kecemasan
yang tinggi, serta kecenderungan yang overprotektif. Ia juga
mengungkapkan bahwa anak sulung cenderung melindungi orang lain serta
organisator yang baik, namun anak sulung juga memiliki sifat negatif yaitu
memiliki kecemasan yang tinggi, memiliki perasaan yang berkuasa secara
berlebihan, permusuhan secara tidak sadar, berjuang untuk mendapatkan
pengakuan, harus selalu “benar” sedangkan yang lain selalu “salah”, sangat
mengkritik orang lain dan tidak bisa bekerjasama.22
Senada dengan yang dilakukan oleh Yahudza, ia mengusulkan jangan
ada pembunuhan, karena ia tahu bahwa yang diusulkan oleh saudara-
saudaranya (adik-adiknya) adalah hal yang membahayakan dan berujung
dosa besar. Tentunya sebagai anak pertama, kemungkinan ia memanfaatkan
posisinya dengan memberikan usul yang dirasa cocok dimata saudara-
saudara lainnya untuk menyingkirkan Yusuf tanpa adanya pembunuhan.
Setelah itu, seakan-akan selesai begitu saja tanpa ada rasa khawatir
21 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 58 22 Wa Ode Rahmatun Ummah Wahid dan Ahmad Rifdah, “Rasa Tanggung Jawab
Anak Sulung Di Kota Makassar” dalam jurnal Psikologi Talenta, vol. 2 no. 2 2017
84
bagaimana akibat perbuatan mereka selanjutnya, ia juga berkata bahwa
setelah melakukan pembuangan, hendaklah bertaubat menjadi orang yang
baik. Hal ini sungguh tampak bahwa mereka sudah terjebak dalam
perangkap rayuan setan karena setan telah menjadikan perbuatan yang jelek
dan tercela itu sebagai sesuatu yang indah di mata mereka dan setan
merayunya dengan taubat dan pengampunan, sehingga ia mengerjakan
kejahatan tanpa melihat akibat yang akan terjadi.23
Resolusi Konflik
Setelah dipaparkan sebab dan akibat yang sudah dijelaskan, penulis
juga ingin menyampaikan bahwa, penjelasan di atas merupakan tanda awal
mula terjadinya sebuah konflik keluarga. Selain itu, dapat disimpulkan pula
bahwa munculnya rasa dengki ternyata dapat mengakibatkan perbuatan
buruk yang berantai. Pertama, tentu sebelum salah satu dari mereka yang
mengungkapkan untuk mengusulkan Yusuf dibunuh, tentu mereka telah
melewati proses pengamatan terhadap sikap ayahnya kepada Yusuf dan
Bunyamin berbeda dengan saudara lainnya, akibatnya dari pengamatan
tersebut muncullah rasa iri dan dengki di dalam hatinya. Karena, jika tidak
melalui pengamatan, kemungkinan ia tidak akan mengungkapkan kepada
saudara-sauadara yang lainnya. Kedua, ketika ia mulai ingin
mengungkapkan rasa kesalnya terhadap Yusuf, akibatnya ia mulai nampak
menjadi provokator dalam kelompok itu (sepuluh saudara Yusuf) hingga
mengusulkan sebuah pembunuhan. Ketiga, adanya perbedaan pemikiran
salah satu dari mereka, yaitu Yahudza yang menyangga usulan tersebut
karena menurutnya, terlalu kejam jika melakukan pembunuhan karena akan
berakibat dosa besar, dari sini sebenarnya Yahudza sudah terlihat mulai
bimbang karena ia tidak ingin terjadi pembunuhan dalam keluarga mereka
terlebih mereka merupakan anak dari seorang nabi, namun karena ia juga
23 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h.116
85
setuju jika hadirnya Yusuf dapat membuat perhatian kasih saayang ayahnya
terlimpahkan kepada Yusuf, akibatnya setelah mereka bermusyawarah,
diputuskanlah untuk menyingkirkan Yusuf dengan dibuang ke sumur tanpa
harus membunuh tentunya dengan penyusunan konspirasi yang sudah
disepakati bersama. Di situlah penulis menyimpulkan bahwa sikap
kedengkian24
Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pemecahan yang
dilakukan oleh Yahudza bersifat destruktif, karena dapat dilihat
berdasarkan tipe individu penakluk (overfunctioner) yakni Yahudza sebagai
anak sulung memanfaatkan dan menunjukkan kekuasaan, ia berupaya
mendominasi dan mengedepankan egonya dan pada akhirnya walaupun
dirasa keputusan dengan menyingkirkan Yusuf tidak dengan membunuh
tapi diganti dengan membuang ke sumur, pada akhirnya pemecahan konflik
tersebut berujung dengan pertikaian dan pertengkaran yang berisiko
memunculkan perilaku agresi (Sikap agresi akan penulis bahas pada tema
Yusuf as dibuang ke dalam sumur).25 Sebaliknya, respon saudara-saudara
Yusuf yang lainnya juga menunjukkan kekompakan, karena selama
pengusulan pembunuhan yang disanggah Yahudza dengan diganti menjadi
pembuangan Yusuf ke dalam sumur, tidak ada lagi indikasi sanggahan atau
usulan-usulan yang muncul untuk merubah keputusan konspirasi
24 Iri atau kedengkian (hasad) yang ada padasaudaranya mendorong mereka
melakukan berbuat buruk. Di dalam tulisan M. Raba disebutkan bahwa sifat hasad yang ada
pada saudara Yusuf membuat mereka mempunyai motif yang kuat untuk melakukan kejahatan
terhadap Yusuf dan menjadi sebab bagaimana mereka boleh melakukan sesuatu perkara
terhadap orang yang tidak pernah berbuat jahat terhadapnya. (Roszmalizawati Ab Rashid,
“Pembentukan Jatidiri Insan Melalui Kisah Yusuf as di Dalam Al-Qur`an (Protection Of Injury
Through The Story Of The Prophets Of Yusuf In The Qur`an”, dalam jurnal International
Social Science and Humanities Journal, vol. 2, no.3, 2019, h. 79) 25 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi V agresi adalah perasaan
marah atau tindakan kasar akibat kekecewaan atau kegagalan dalam mencapai pemuasan atau
tujuan yang dapat diarahkan kepada orang atau benda
86
pembuangan Yusuf. Ini menggambarkan bahwa Yahudza belum mampu
mengatasi konflik bersama saudara-saudaranya dengan cara konstruktif.
3. Saudara Yusuf merayu kepada Ayahnya Untuk Mengajak Yusuf Pergi
Bersama (QS. Yusuf ayat 11-14)
ا تأ
ك ل
بانا ما ل
وا يا
نصحون قال
ه لى يوسف وانا ل
ا عل ه ١١من
عب وانا ل
ه معنا غدا يرتع ويل
رسل
ا
حفظون ون ١٢ل
نتم عنه غفل
ئب وا
ه الذ لكن يأ
خاف ا
ن تذهبوا به وا
يحزنني ا
ي ل ان
و ١٣قال
ا قال
سرون خن عصبة انا اذا ل ح
ئب ون
ه الذ لكىن ا
١٤ل
“Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Mengapa engkau tidak
mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami semua
menginginkan kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi bersama kami
besok pagi, agar dia bersenang-senang dan bermain-main, dan kami
pasti menjaganya.” Dia (Yakub) berkata, “Sesungguhnya kepergian
kamu bersama dia (Yusuf) sangat menyedihkanku dan aku khawatir dia
dimakan serigala, sedang kamu lengah darinya.”Sesungguhnya mereka
berkata, “Jika dia dimakan serigala, padahal kami golongan (yang
kuat), kalau demikian tentu kami orang-orang yang rugi.” (QS. Yusuf
[12]: 11-14)
Penafsiran:
Dijelaskan pada ayat 11-12. Setelah membicarakan tentang saudara-
saudara Yusuf dalam membuat konspirasi dan bertukar pikiran untuk
menyingkirkan Yusuf. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk
memisahkan Yusuf dengan bapaknya. Setelah itu mereka merayu ayahnya
agar Yusuf diperbolehkan untuk bermain-main dengan mereka. Dengan
berpura-pura menunjukkan sikap yang baik dan sayang kepada Yusuf dan
meminta Nabi Ya’qub as agar memberikan izin kepada mereka, supaya
diperbolehkan mengajak Yusuf untuk bertamasya keluar kota dengan
saudaranya yang paling kecil Bunyamin Namun mereka menanyakan apa
penyebab tidak diperbolehkannya Yusuf dan Bunyamin tidak
diperbolehkan ikut bersama mereka. Dari situ mereka mencoba untuk
melobi dengan mengatakan bahwa mereka akan menjaganya karena mereka
87
semua mencintai Yusuf sebagai sesama saudara, walaupun sebelumnya
mereka juga mendesak ayahnya dengan mengatakan “Apa yang terjadi pada
dirimu ayah? Sehingga ayah tidak mempercayai kami untuk menjaga
Yusuf?.”26
Pada ayat 13-14, kekhawatiran Nabi Ya’qub as mulai tampak
terhadap Yusuf jika nantinya, Yusuf pergi bersama para saudaranya.
Sebenarnya Nabi Ya’qub as telah mengetahui rasa kedengkian anak-
anaknya terhadap Yusuf. Namun Nabi Ya’qub as tidak menunjukkan sikap
itu kepada mereka. Sebelum mereka bertanya lagi apa alsan kuat yang
membuat Nabi Ya’qub as khawatir ketika pergi bersama mereka. Maka
menjawab dengan dua alasan.
Pertama, Nabi Ya’qub as takut Yusuf dimakan serigala jika mereka
terlalu asyik bermain hingga lalai dalam menjaganya. Kedua, Nabi Ya’qub
as lebih takut lagi mereka memusuhi Yusuf daripada serigala itu sendiri.
Disini Nabi Ya’qub as tidak depenuhnya menunjukkan langsung dan
terarah kepada mereka, jika sebenarnya kekhawatiran yang terjadi bukan
karena lalai penjagaan terhadap Yusuf sehingga takut dimakan serigala.
Melainkan hanya dengan isyarat yang dimaksudkan untuk mereka. Rasa
cinta dan ketakutan beliau merupakan alasan mengapa beliau melarang
saudara-saudara Yusuf untuk mengajak pergi bersama mereka. Namun pada
hal ini, justru mereka menguatkan dan mencoba meyakinkan Yusuf dengan
berkata mengapa ayahnya takut kepada serigala? Mereka berkata bahwa
mereka adalah laki-laki yang tangguh, kuat dan patut untuk disebut sebagai
orang yang lemah jika tidak berhasil menjaga Yusuf dari bahaya.27
Analisis konflik:
26 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 118 27 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 119
88
Konflik selanjutnya terjadi adalah Nabi Ya’qub as merasakan tidak
rela dan sedih ketika Yusuf ikut pergi bersama saudara-saudaranya. Nabi
Ya’qub as tidak bisa berbuat apa-apa ketika saudara-saudaranya merncoba
merayunya agar memberikan izin kepada Yusuf. Hal ini disebabkan karena
sempat terjadi sedikit perdebatan antara saudara-saudara Yusuf dengan
ayahnya, ketika ayahnya mencoba memberikan alasan mengapa ia berat
untuk membolehkan mereka pergi bersama, alasan tersebut tidak diterima
oleh saudara Yusuf. Perdebatan ini dijelaskan pada ayat 14. Sebelumnya,
Nabi Ya’qub as memang mengalami posisi yang dilematis. Mereka
membuat Nabi Ya’qub as berpikir bahwa ia telah mengabaikan hak-hak
Yusuf sebagai anak kecil untuk bermain, pergi bersenda gurau dengan
saudara-saudaranya. Ungkapan si pengujar telah membuat Nabi Ya’qub as
terpojok sehingga seakan-akan ia sangat mencintai Yusuf kurang
memperhatikan hak-hak anak-anaknya. Kondisi seperti ini menyebabkan
merosotnya hubungan keluarga yaitu pertentangan antarsaudara. Anak yang
lebih sering mengkritik penampilan dan perilaku adiknya, yang sebaliknya
senang menggoda dan memerintah adik yang lebih muda lagi. Bila orang
tua berusaha menghentikan hal ini mereka dianggap pilih kasih.28 Anak-
28 Dalam membahas keluarga campuran, memang umunya para nabi juga memiliki
bentuk keluarga campuran. Contohnya seperti keluarga Rasulullah Muhammad Saw yang
memiliki sembilan istri dan dikaruniai anak hingga mendapatkan cucu. Adapun riwayat yang
menjelaskan kejadian dimana Rasulullah Saw ditanya tentang siapa orang yang paling
disayang olehnya.
ث نا يي بن سعايد األ مواي، عن إاساعايل بنا ث نا إاب راهايم بن سعايد اجلوهراي، قال: حد أبا خالاد، عن حدازام، عن عمراو بنا العاصا أنه ، قال: ي رس ول هللاا من أحب الناسا إاليك؟ قال: عائاشة . قال: ق يسا بنا أبا ح
؟ قال: أب وها. مان الر اجالاArtinya: Ibrahim bin said menceritakan kepada kami bahwa ia mengatakan: Yahya bin Sa’id
Al-Umawy, menceritakan kepada kami dari ismail bin Abi Khalid, dari Qais bin Abi Hazim,
dari ‘Amr bin Ash sesungguhnya dia berkata “Siapakah manusia yang paling engkau cintai?”
Rasulullah berkata “Aisyah”, Amru bin Ash bertanya lagi, “Dan dari kalangan laki-laki?”
Beliau menjawab, “Ayahnya”. (Sunan at-Tirmidzi, (Beirut: Dar al-Gharib al-Islami, 1998),
Juz 6, h. 189)
89
anak kemudian bersatu menghadapi orang tua dan saudara yang dianggap
merupakan kesayangan orang tua.29
Kejadian di atas berakibat Nabi Ya’qub as tidak menemukan alasan
kecuali melepas Yusuf bersama saudara-saudaranya, agar mereka tidak
merasa bahwa beliau takut kepada mereka dan berbuat jahat
kepadanya.Nabi Ya’qub as adalah seorang nabi yang dimuliakan oleh Allah
Swt, ia berperilaku dan berjalan dengan petunjuk-Nya. Ia menjalankan
dengan sungguh-sungguh. Kehendak dan ketetapan Allah Swt pasti berlaku.
Seketat apapun penjgaan Nabi Ya’qub as terhadap Yusuf, ia tidak bisa
menghidari ketetapan Allah Swt. Ia sudah berusaha keras agar Yusuf
terhidar dari reka daya saudara-saudaranya. Namun sesungguhnya, semua
itu Allah Swt yang menjalankan renca-Nya sendiri.30
Sebagai orang tua, Nabi Ya’qub as berusaha untuk menyembunyikan
kesedihannya di depan anak-anaknya, karena tahu bahwa anak-anaknya
telah menyimpan dengki kepada Yusuf. Di samping itu, Nabi Ya’qub as
berusaha bersikap adil terhadap anak-anaknya. Sikapnya bertujuan untuk
menjaga perasaan anak-anaknya yang lain. Ia tidak ingin jika rasa hasud
dan dengki timbul dalam diri mereka sehingga terjerumus ke dalam
kejahatan. Kebimbangan yang dialaminya adalah karena kesemua anaknya
Dari hadis di atas, menunjukkan bahwa, sekalipun perasaan cemburu istri-istri Rasulullah
terhadap Aisyah sangat besar, mereka tetap menghargai kedudukan Aisyah yang sangat
terhormat. (Amru Yusuf, Istri Rasulullah Contoh dan Teladan, Depok: Gema Insani,1997,
h.47)
Menurut penulis, kecenderungan kasih sayang memang ada terhadap seseorang dibandingkan
dengan yang orang lainnya. Jika ditarik pada kondisi keluarga Nabi Ya’qub, tentu berbeda
akan respon yang dihadapi oleh anak-anak Ya’qub terhadap Yusuf, mereka enggan
menghargai kedudukan Yusuf yang masih kecil walaupun mereka tahu bahwa Yusuf dan
Bunyamin sudah ditinggal ibunya dan butuh kasih sayang.
29 Elizabeth B Hurlock, Development Pshychology A Life Span Approach Fifth
edition,terj. Istiwidayanti dkk, h.171 30 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 73
90
adalah anak-anak yang harus dilindungi. Itulah bentuk kesamarataan kasih
sayang yang ingin ditunjukkan oleh Nabi Ya’qub as.31
Debibik menyebutkan dalam jurnalnya (2020) dalam kamus al-‘Ain
disebutkan lafadz ẖasad adalah mashdar dari fi’il ẖasada yaẖsudu ẖasadan.
Dalam kamus Lisân al-‘Arab disebutkan asal kata ẖasad adalah Qasyr
(lapisan kulit luar), Ibn Mandzûr mengutip perkataan al-Azharî dari Ibn al-
A’râbî (w. 543 H) bahwa hasad menguliti hati seperti kutu menguliti kulit
kemudian menghisap darahnya. Hasad yaitu ketika seseorang melihat
nikmat yang dimiliki saudaranya, ia berharap nikmat tersebut hilang dari
saudaranya tersebut dan menjadi miliknya seorang. Sedangkan al-Ghabthu
yaitu harapan seseorang memiliki nikmat seperti yang dimiliki saudaranya
tetapi tidak berharap nikmat tersebut hilang dari saudaranya.32 Dalam Syarh
Riyâdh ash-Shâlihîn disebutkan, sesungguhnya hasad adalah bara api di
dalam hati yang akan membakar hatinya setiap kali Allah memberikan
nikmat kepada hamba-Nya, dan membuat hidupnya akan selalu terlihat
dalam kesusahan dan kekhawatiran.
Al-Ghazâlî dalam iẖyâ` ‘ulûm ad-dîn menyebutkan beberapa penyebab
hasad, salah satunya adalah:
a. Permusuhan dan kebencian (al-‘Adâwah wa al-Baghdhâ`) Permusuhan
dan kebencian adalah penyebab hasad yang paling parah, karena hasad
yang disebabkan oleh permusuhan dan kebencian dapat menimbulkan
perselisihan, saling membunuh, menghabiskan umur untuk
menghilangkan nikmat yang dimiliki orang lain dengan menipu,
mengadu domba, dan merusak kehormatan
31 Mastura Bohari dan Farahwaida Mohd Yusuf, “Pendidikan Keibubapaan Melalui
Santunan Fitrah Nabi Ya’qub as Dan Pendekatannta Bagi Menangani Salah Laku Remaja”
dalam jurnal Umran: International Journal Of Islamic And Civilizational Studies, 2020, h.
119 32 Debibik Nabilatul Fauziah, “Hasad Dalam Perspektif Ulama”, dalam jurnal
Hawari Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam, vol. 1, 2020, h. 12
91
b. At-Ta’azzuz (Rasa Paling Mulia) Sifat at-Ta’azzuz adalah merasa
keberatan jika orang lain melebihi dirinya
c. Ketakutan mendapat saingan dalam mencapai suatu tujuan (al-khauf
min fût almaqâshid)33
Setelah dijelaskan mengenai tentang hasad, konflik yang sudah
disebutkan di atas memang termasuk salah satu masalah umum yang terjadi
dalam keluarga campuran. Ketika keluarga campuran terbentuk, perjuangan
kinerja dapat meningkat dan menjadi lebih rumit. Dari sini, mari kita lihat
dari sisi tokoh Saudara-saudara Yusuf, mereka merasa menemukan
perhatian yang terbagi-bagi dengan munculnya Yusuf dan Bunyamin.
Sementara persaingan di antara saudara kandung ada di semua keluarga,
persaingan dengan saudara yang bukan satu ibu juga terasa pahit.34 Mereka
ingin menunjukkan bahwa mereka mempunyai keberanian sebagai seorang
saudara yang lebih tua untuk melindungi adiknya. Penulis melihat, bahwa
ketika mereka menjalankan misinya dengan melobi ayahnya, misi yang
dijalankan sangat teratur, terdapat kondisi kehati-hatian dan rayuan yang
sangat kental. Hal ini dapat diketahui dari gaya bicara mereka kepada
ayahnya yang mengatakan “Jika dia dimakan serigala, padahal kami
golongan (yang kuat), kalau demikian tentu kami orang-orang yang rugi.”
Seolah-olah mereka sudah dapat membaca pikiran ayahnya, jika ayahnya
takut kalau anaknya benar-benar tidak bisa melindungi Yusuf dari ancaman
serigala, maka mereka mengatakan jika benar terjadi, tentu mereka akan
merugi. Maksudnya, sempurna kerugiannya, dengan kehilangan saudara
serta kehilangan kepercayaan dan harga diri sebagai pemuda-pemuda yang
kuat dan kompak di hadapan masyarakat.35
33 Debibik Nabilatul Fauziah, “Hasad Dalam Perspektif Ulama”, h.15-17 34 Karrie Main, Blended Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-
family-challenges, diakses pada tanggal 17 Agustus 2020 pukul 14.40 WIB 35 M. Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir”, Lentera Hati: Jakarta, 2013, h. 393
92
Setelah melihat dari sudut pandang Nabi Ya’qub as dan saudara-
saudara Yusuf, fase ini menunjukkan bahwa konflik antara orang tua-anak,
ketika seseorang sudah menjadi orang tua, tentu ia akan merasa bahwa sikap
mereka harus konsisten dengan perasaan mereka, harus menerima dan
bersikap toleran, harus mengesampingkan kebutuhan diri sendiri dan
berkorban demi anak-anak serta senantiasa adil.36 Menurut penulis, sikap-
sikap tersebut yang memang ditunjukkan Nabi Ya’qub as terhadap anak-
anaknya dengan mengesampingkan rasa khawatirnya terhadap Yusuf AS
dan mengizinkan Yusuf untuk pergi bersama saudara-saudaranya walaupun
sebenarnya Nabi Ya’qub as berat untuk berpisah dengan Yusuf karena
cintanya yang dalam kepada Yusuf, disebabkan karena ia memiliki pertanda
kebaikan yang besar, sifat-sifat kenabian, kesempurnaan akhlak, dan bentuk
jasmani.37
Resolusi Konflik
Dari peristiwa di atas, penulis menyimpulkan bahwa Nabi Ya’qub as
mencoba memecahkan masalah dengan tipe individu pemburu. Karena,
ketika saudara Yusuf mencoba meminta izin kepada ayahnya, ia tidak
langsung diperbolehkan untuk pergi bersama, melainkan sempat terjadi
proses tawar-menawar yang dilakukan oleh ayahnya dengan mengatakan
bahwa ayahnya takut dan khawatir jika mereka membawa Yusuf pergi
(Muhammad Ali Ashabuni (W.1437 H) menyebutkan dengan pergi
bertamasya. Namun, respon saudara Yusuf menunjukkan bahwa ia menolak
alasan Nabi Ya’qub as dengan mengatakan bahwa ia akan berusaha untuk
menjaganya dan menunjukkan rasa aman untuk Yusuf. Akhirnya, sebelum
mereka merasa kesal lebih jauh jika mengetahui Nabi Ya’qub as memang
36 Thomas Gordon, P.E.T Parrent Effectiveness, terj. Farida Lestira Subardja, dkk
h.13 37 Abdullah bin Muhamad, Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar
E M, (Pustaka Imam Syafi’i: Bogor, 2004) jilid 4, h. 405
93
takut untuk melepaskan Yusuf. Maka Nabi Ya’qub as memilih untuk
membiarkan mereka pergi bersama. Seolah-olah menunjukkan tidak ada
perselisihan, walaupun Nabi Ya’qub as tetap merasakan kecemasan, akan
tetapi resolusi yang sudah dilakukan oleh Nabi Ya’qb as bersifat
konstruktif, karena ketika Ya’qub as memutuskan untuk mengizinkan
Yusuf pergi bersama saudra-saudaranya, ia tetap mengaharap perlindungan
Allah Swt.
4. Yusuf as Dimasukkan Ke Dalam Sumur (QS. Yusuf ayat 15-18)
هم ئن تنب يه ل
وحينا ال
وا جب
وه في غيبت ال
عل ج ن ي
جمعوا ا
ا ذهبوا به وا م
مرهم هذا وهم فل
با
ا يشعرون ون ١٥ل
بك باهم عشاء ي
بانا انا ذهبنا ١٦وجاءو ا
وا يا
نا يوسف عند قال
ستبق وترك
ن
ا صدقين نو ك
نا ول
نت بمؤمن ل
ئب وما ا
ه الذ لك ١٧متاعنا فا
ذب قال
ى قميصه بدم ك
وجاءو عل
ا واللهمرا فصبر جميل
م ا
نفسك
م ا
كت ل
ل سو
ى ما تصفون بل
مستعان عل
١٨ل
“Maka ketika mereka membawanya dan sepakat memasukkan ke dasar
sumur, Kami wahyukan kepadanya, “Engkau kelak pasti akan
menceritakan perbuatan ini kepada mereka, sedang mereka tidak
menyadari.”Kemudian mereka datang kepada ayah mereka pada petang
hari sambil menangis. Mereka berkata, “Wahai ayah kami!
Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat
barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan engkau tentu tidak
akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.” Dan mereka
datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Dia
(Yakub) berkata, “Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang
memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah
yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-
Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS. Yusuf [12]: 15-18)
Penafsiran:
Setelah anak-anak Nabi Ya’qub as merayu, pada ayat 15 dijelaskan
bahwa. dengan perasaan berat dan sedih, beliau berpura-pura menerima
perkataan dan alasan mereka, serta melepas Yusuf bersama mereka. Ketika
mereka sudah pergi dari hadapan ayahnya mereka mengumpat, memukul
dan menghina Yusuf dengan perkataan yang keji dan kotor, serta berniat
94
akan memasukkannya ke dalam sumur. Kemudian mengikat kedua
tangannya dengan tali, melepas bajunya dari tubuhnya serta
menggantungnya dengan tali yang telah dipersiapkan sebelumnya, sehingga
Yusuf bisa bergelantungan di dalam sumur, karena di dalam sumur itu
airnya hanya sedikit.38
Ayat selanjutnya menceritakan apa yang dilakukan oleh saudara-
saudara Yusuf setelah mereka meninggalkan ayah mereka, Nabi Ya’qub as.
Mereka mengira bahwa dengan memasukkan Yusuf ke dalam sumur itu
berarti telah bebas darinya.
Setelah mereka meninggalkan sumur itu. Yusuf berteriak dan
memanggil-manggil mereka, namun mereka tidak menggubrisnya. Bahkan
panggilan itu tidak berguna baginya. Kemudian Yusuf menangis seraya
berkata, “Wahai ayah, tahukah kamu apa yang dilakukan oleh anak-anakmu
terhadapku?.” dalam keadaan yang menyedihkan dan mengharukan itu,
tiba-tiba datanglah rahmat dari Allah. Maka Allah mengilhamkan
kepadanya, bahwa dia akan menceritakan apa yang mereka lakukan lepada
dirinya, sementara mereka telah lupa dengan peristiwa itu, sehingga mereka
tidak tahu bahwa kamu adalah Yusuf. Inilah makna firman Allah
“Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan
mereka ini, sedangkan mereka tiada ingat lagi.”
Hasan Al-Basri berkata, “Ketika Yusuf dimasukkan ke dalam sumur,
dia berusia dua belas tahun dan bertemu dengan ayahnya setelah empat
puluh tahun.39 “Diriwayatkan bahwa ketika Yusuf dimasukkan ke dalam
38 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 120 39 Quraish Shihab menyebutkan dalam tafsir Al-Misbah, boleh jadi lebih dari 30
tahun mereka tidak bertemu, karena bukankah belasan tahun Yusuf tinggal di rumah orang
Mesir, kemudian dipenjara sekitar sepuluh tahun, lalu keluar menuju istana, dan setelah tujuh
tahun kemudian baru terjadi paceklik, dan pada tahun kedua paceklik barulah saudara-
saudaranya datang. (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 476)
95
sumur itu dia berkata, “Wahai Dzat yang Tampak, wahai Dzat yang dekat,
dan wahai Dzat yang menang dan tak pernah kalah, berilah jalan keluar
kepadaku.”40
Selanjutnya, mereka pulang dengan sedih dan Isak tangis sambil
tersedu-sedu dengan membawa baju Yusuf yang telah dilumuri dengan
darah domba yang mereka sembelih untuk mengelabuhi ayah mereka
bahwa serigala telah memakan Yusuf. Namun Yaqub merasakan ada
kejanggalan ketika mengetahui baju itu tidak ada robekan atau bekas
gigitan. Disini mereka sudah melakukan misinya namun jauh dari
sempurna. Karena itu penyakit dusta adalah lupa, sehingga mereka tidak
suskes dalam melakukan tipu daya mereka.41
Pada ayat 16-17 saudara-saudara Yusuf masih keras dengan
perkataannya terhadap ayahnya dengan mengungkapkan apakah ayah tidak
akan percaya kepada kami walapun kami mengatakan yang sebenarnya, lalu
mengapa kamu menuduh kami bahwa kami tidak dapat dipercaya?.
Sesungguhnya Darah itu bukanlah darah Yusuf tetapi darah domba yang
mereka sembelih, kemudian mereka lumurkan ke baju Yusuf, untuk
meyakinkan bahwa serigala telah memangsanya. Mereka tidak menghadap
kepada ayah mereka pada waktu siang hari, tetapi mereka menghadap pada
malam hari, karena seperti dikatakan orang bijak bahwa kebohongan malam
hari jarang diketahui.42
Ath-Thabari dalam riwayatnya dari As-Sudi mengatakan, “Mereka
datang menghadap ayah mereka sambil mennagis tersedu-sedu, maka
ketika Nabi Ya’qub as mendengarkan suara mereka, beliau merasa kaget
40 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 120 41 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 121 42 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 122
96
bertanya, “Apa yang terjadi pada kamu wahai anak-anakku, apakah
kambingmu terkena sesuatu?’ Mereka menjawab ‘Tidak’ Beliau bertanya,
‘Lalu di mana Yusuf?’ Mereka menjawab, ‘Wahai ayah, dia dimakan oleh
serigala’. Lalu Nabi Ya’qub as menangis dan bertanya, ‘Mana bajunya?’
Llau mereka membawa bajunya yang telah mereka lumuri dengan darah
domba yang mereka sembelih. Lalu Nabi Ya’qub as pun mengambil baju
itu dan mengusapkannya pada wajahnya, lalu menangis hingga wajahnya
berlumuran darah yang ada pada baju itu. Kemudian ia membalikkan baju
itu dan melihatnya seraya berkata, ‘Demi Allah, aku tidak pernah melihat
serigala lebih santun dari serigala ini, memakan anakku tetapi tidal merobek
bajunya! Wahai anakku Yusuf, apa yang telah dilakukan oleh anak-anak
durhaka ini terhadapmu?” Demikianlah Allah menyingkap kejahatan
mereka sehingga Nabi Ya’qub as yakin bahwa mereka telah merencanakan
tipudaya tersebut.43
Pada ayat 18 menjelaskan bahwa tipu daya yang sudah direncanakan
mereka itu tidak dapat mengelabuhinya dan air mata mereka tidak dapat
meyakinkan kenohongan yang mereka buat-buat, tetapi Nabi Ya’qub as
tahu bahwa merekalah yang telah melakukan kejahatan itu atas saudara
mereka sendiri.
Sebagian para salaf berpendapat. “Tangis orang-orang yang zhalim
itu tidak akan bisa mengelabuhimu, maka betapa banyaknya orang zhalim
yang datang kepadamu dengan pura-pura menagis, seperti yang dilakukan
oleh saudara-saudara Yusuf ketika mereka datang kepada Nabi Ya’qub as
dengan menangis tersedu-sedu.”
Analisis konflik:.
43 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 123
97
Konflik keempat yang terjadi adalah kebohongan yang dilakukan oleh
saudara-saudara Yusuf terhadap ayahnya. Pertama, mereka membuang
Yusuf ke dalam sumur dan sengaja pulang di petang hari sambil menangis
dengan menunjukkan duka yang mendalam. Disampaikan oleh mereka
bahwa Yusuf dimakan serigala. Padahal sebelumnya mereka berjanji tidak
akan menelantarkan Yusuf AS dan akan menjaganya. Hal ini disebabkan
supaya tipu daya yang telah mereka rencanakan itu meyakinkan Kedua,
mereka menunjukkan kepada ayahnya potongan baju yang sudah sengaja
merek lumuri darah supaya ayahnya yakin dan percaya jika Yusuf benar-
benar di makan oleh serigala, namun ayahnya tidak percaya karena baju
yang sudah dilumuri darah tidak ada robekan atau gigitan yang menandakan
gigitan serigala 44 . Disini mereka masih bersikeras untuk menunjukkan
upaya agar ayah mereka percaya, hal ini terdapat pada ayat 17. Sikap
berbohong dan kerasnya mereka mengakibatkan Nabi Ya’qub as kaget dan
bersedih.
Ada tiga objek yang bersangkutan dalam tema ini, yakni Yusuf,
saudara-saudara Yusuf, dan Nabi Ya’qub as. Penulis akan membahas dari
kejadian dibuangnya Yusuf ke dalam sumur dan pribadi Yusuf terlebih
dahulu. Mufassir Ali ashabuni menggambarkan keadaan Yusuf ketika
dibuang ke dalam sumur dengan menyebutkan bahwa ketika Yusuf
berteriak dan memanggil-manggil mereka, namun mereka tidak
menggubrisnya. Bahkan panggilan itu tidak berguna baginya. Kemudian
Yusuf menangis seraya berkata, “Wahai ayah, tahukah kamu apa yang
dilakukan oleh anak-anakmu terhadapku?.” 45 Disini penulis ingin
menyampaikan pendapat dari kitab Ath-Thabary yang menyebutkan bahwa
44 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 120 45 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 121
98
Yusuf memohon pada Rubail, “Engkau adalah saudara sulungku dan
pemimpin bagiku setelah bapakku. Engkau juga saudara paling dekat
denganku. Kasihanilah aku, kasihanilah kelemahanku.”
Namun Rubail justru malah menampanya dengan keras. Lalu berkata,
“Engkau sama sekali tidak dekat denganku. Mintalah bantuan kepada
sebelas bintang agar dia menyelamatkanmu dari kami.” Dari sini Yusuf
baru menyadari, bahwa kedengkian mereka disebabkan oleh mimpinya
tersebut. Yusuf kemudian memeluk Yahudza penuh harap lalu berujar,
“Wahai saudaraku, kasihanilah kelemahanku, ketidakmampuanku, dan
umurku yang masih belia. Sayangilah hati ayahmu, Nabi Ya’qub as. Betapa
cepatnya kalian melupakan wasiatnya dan mengingkari sumpah kalian.”
Hati Yahudza bergetar, lalu ia menjawab, “Demi Allah, selamanya
mereka tidak akan tahan selama kamu masih hidup.” Setelah itu Yahudza
berkata kepada saudara-saudaranya, “Wahai saudaraku, sungguh!
Membunuh jiwa yang diharamkan Allah adalah termasuk dosa yang paling
besar. Kembalikanlah bocah kecil ini kepada ayahnya. Dan kita minta dia
berjanji agar dia tidak menceritakan apa yang terjadi ini pada ayahnya.”
Saudara-saudaranya pun berkata kepada Yahudza, “Demi Allah,
sesungguhnya kamu hanya ingin mencari kedudukan di sisi Nabi Ya’qub
as. Jika tidak kamu biarkan dia, akan kami bunuh kamu bersamanya.” Lalu
ia mengusulkan untuk melemparkan ke dalam sumur, dan mereka
sepakat.46 Proses pembuangan Yusuf ke dalam sumur diceritakan oleh Ibnu
Katsir dalam tafsirnya yaitu dengan cara mengikat Yusuf dengan tali dan
timbanya. Bila ia berusaha bertahan di bibir sumur, mereka pukuli
tangannya, lalu mereka potong talinya di tengah-tengah, sehingga ia jatuh
ke dalam air dan tenggelam, lalu ia merangkak ke atas baru di tengah sumur
46 Tafsir ath-thabary h. 320-321
99
yang disebut dengan Raghufah dan berdiri di atasnya.47 Begitulah kira-kira
proses kejadian pembuangan Yusuf ke dalam sumur.48
Dengan penjelasan gambaran proses pembuangan Yusuf ke dalam
sumur, penulis ingin menunjukkan bahwa kondisi Yusuf sebenarnya ia
berpotensi mengalami gangguan kecemasan berpisah (Separation Anxiety
Disorder) yaitu perasaan cemas atau tertekan akibat berpisah dengan orang
yang sangat dicinta. Yusuf terpisah dengan sang ayah tercinta dan adik
seayah seibu, Bunyamin. Gangguan kecemasan berpisah (Separation
Anxiety Disorder) atau disebut SAD sendiri ketika berpisah dengan figur
lekat ia sedang merasakan rasa khawatir yang berlebihan (Hasanah, 2013).
Kekhawatiran yang berlebihan ini berkaitan dengan pikiran irrasional yang
akan menimpa individu sendiri atau figur lekat seperti akan berpisah
selamanya sehingga menyebabkan ketakutan yang signifikan (Dabkowska,
2011; Lask, 2003).49 Salah satu kriteria dari separation anxiety disorder ini
menurut buku Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders
(DSM V) American Pshychiatric Association (APA, 2013) antara lain;
merasakan stress yang berlebihan ketika meninggalkan rumah atau berpisah
dengan figur lekat, kecemasan yang terus menerus dan berlebihan tentang
kehilangan atau kecelakaan figur lekat, merasa cemas yang berlebihan jika
hal buruk terjadi seperti tersesat atau diculik, menolak pergi ke tempat lain,
merasa takut sendirian tanpa figur lekat, menolak tidur sendiri tanpa figur
47 Abdullah bin Muhamad, Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar
E M, (Pustaka Imam Syafi’i: Bogor, 2004) jilid 4 h. 407 48 Memang para ahli tafsir menyebutkan berbagai versi cerita tentang apa yang
dilakukan oleh saudara-saudara Yusuf terhadap Yusuf sesudah mereka pergi jauh dari
ayahnya, nabi Ya’qub as. Kondisi atau komunikasi yang diceritakan sebenarnya kisah-kisah
tersebut tidak pernah dijelaskan dalam Al-Qur`an maupun hadis. Jadi, itu semua hanyalah
penyebutan dalam pembahasan tentang kitab tafsir. (Imam Al-Qurthuby, Al-Jami li Ahkaam
Al-Qur`an, terj. Muhyidin Masridha, (Pustaka Azzam: Jakarta Selatan, 2008, h. 321) 49 Intan Puspitasari, Dewi Eko Wati, “Strategi Parent-School Partnership: Upaya
Preventif Separation Anxiety Disorder Pada Anak Usia Dini” dalam jurnal Yaa Bunayya :
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 2, no. 1, Mei 2018, h. 52
100
lekat. Namun itu semua terlewatkan berkat rahmat Allah yang menenagkan
hati Yusuf.50
Ahmad Zaki Salih membagi fase perkembangan anak menjadi tujuh
fase, yaitu: fase sebelum lahir (pranatal), bayi (0-2 tahun), kanak-kanak (3-
5 tahun), pertengahan usia kanak-kanak (6-12 tahun), akhir masa kanak-
kanak (6-12 tahun), masa anak yang hampir baligh (al-murahakah atau
remaja), dan dewasa atau baligh. Dalam Islam penyebutan istilah baligh
tidak disertakan dengan usia yang pasti, karena setiap anak berbeda-beda,
namun pada umumnya untuk laki-laki dibatasi pada usia 15 tahun,
sedangkan untuk perempuan usia 9 tahun atau jika laki-laki dapat diketahui
setelah mimpi basah dan perempuan sudah mulai mengalami fase haid
(menstruasi).51
Berdasarkan teori psikologi perkembangan, dinyatakan bahwa anak
usia 8 -10 tahun berada dalam tahapan katarsis emosional. Ia mampu
memanfaatkan emosi, mengontrol emosi, mengendalikan emosi dalam
rangka pencarian identitas diri. Pencarian jati diri itu dimulai dengan sikap
menyembunyikan emosi, meninggalkan emosi, dan penyesuaian emosi
dengan situasi. Emosi pada masa ini sudah mencapai taraf keseimbangan.
Pada usia 10-13 tahun anak berada dalam tahapan motivasional, yakni
seorang anak memiliki harapan untuk dapat mencapai sesuatu yang
diinginkan. Pada masa ini anak akan melanjutkan pencarian jati diri melalui
penggunaan kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan fisik. Jika Yusuf
as pada waktu dimasukkan ke dalam sumur berada dalam usia sebagaimana
50 Intan Puspitasari, Dewi Eko Wati, “Strategi Parent-School Partnership: Upaya
Preventif Separation Anxiety Disorder Pada Anak Usia Dini”, h. 53 51 Khabibi Muhammad Luthfi dan Muh. Syamsuddin, “Metode Pendidikan Anak
berbasis Qishshah Al-Anbiya’ dan Kontekstualisasinya di Perguruan Tinggi Islam” dalam
jurnal Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, vol. 17, no: 1, 2017, h. 4
101
tersebut, berarti emosi Yusuf as ketika menghadapi perilaku para
saudaranya secara psikologis sudah bisa dikendalikan dan tertata.52
Walaupun sebenarnya, ketika Yusuf dimasukkan ke dalam sumur, ia
berteriak dan memanggil-manggil mereka dan menangis seraya berkata,
“wahai ayah, tahukah kamu apa yang dilakukan oleh anak-anakmu
terhadapku?.” Saat kondisi seperti ini, Yusuf boleh jadi hampir mengalami
nyctophobia (keadaan takut akan situasi yang gelap seperti di hutan dan
semak-semak), namun dalam keadaan menyedihkan itu, tiba-tiba datanglah
rahmat dari Allah Swt. Maka Allah mengilhamkan kepadanya, bahwa dia
akan menceritakan apa yang mereka lakukan kepada dirinya, sementara
mereka lupa dengan peristiwa itu. Sehingga mereka tidak tahu bahwa ia
adalah Yusuf. 53 Ada juga keterangan dalam tafsir almisbah yang
menyebutkan bahwa ketika itu tiba-tiba ia mendengar bisikan dalam hatinya
menyatakan; Jangan khawatir, engkau akan selamat. Kejadian-kejadian
tersebut menunjukkan bahwa Allah Swt memberikan ilham agar Yusuf
tenang hatinya dan tidak risau akan perbuatan yang sudah dilakukan oleh
saudara-saudaranya.
Selanjutnya, penulis akan mengulas konflik kedua dari sisi pribadi
saudara-saudara Yusuf yang melanjutkan misi konspirasi dengan cara
berbohong kepada Nabi Ya’qub as. Mereka sengaja pulang petang dengan
membawa baju Yusuf yang sudah dilumuri darah domba dengan tujuan
untuk meyakinkan ayahnya bahwa Yusuf memang benar telah dimakan
oleh serigala. Boleh jadi menurut mereka konspirasi dan misi yang
dijalankan oleh mereka berjalan sempurna. Namun yang terjadi justru
sebaliknya. Ketika ayahnya menemui mereka tanpa kehadiran Yusuf dan
52 Hanik Mahliatussikah, Analisis Kisah Yusuf as Dalam Al-Qur`an Melalui
Pendekatan Interdisipliner Psikologi Sastra, h.84-89 53 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 120
102
menunjukkan baju Yusuf, Nabi Ya’qub as justru tidak menerima pendapat
penyebab kejadian tersebut. Ini menunjukkan bahwa penyakit dusta adalah
lupa, sehingga mereka tidak sukses dalam melakukan tipu daya.54
Selain itu, Peterson (1995), Zuckerman, Depaulo & Rosental (1981)
dalam Gani (2016) mendefinisikan kebohongan sebagai sebuah aksi
(ekspresi/perkataan/tindakan) tanpa pemberitahuan sebelumnya yang
bertujuan agar menjadi percaya. Aunillah (2011) menyebutkan ada
beberapa faktor yang membuat seseorang berbohong, salah satunya adalah
faktor sosial, yakni kebohongan yang dilakukan atas adanya situasi tertentu
yang membuat seseorang harus melakukan kebohongan. Dalam hal ini
dikatakan sebagai pembohong. Sebab, kebohongan yang dilakukan
sebenarnya merupakan reaksi atas masalah-masalah di sekitar, sehingga
membuat dia harus berbohong. 55 Penulis berpendapat bahwa sikap
berbohong saudara-saudara Yusuf sudah disepakati ketika mereka
bermsyawarah untuk menyingkirkan Yusuf, tentu karena ingin rencana
yang sudah disusun berhasil dan hilangnya Yusuf dari hadapan mereka dan
ayahnya terwujud.
Deaux dkk (1993) menjelaskan bahwa cara-cara berbohong yakni
memaparkan jika pesan yang menipu dapat diciptakan dengan membuat
pernyataan faktual yang dilebihkan sedikit dan yang sebenarnya membuat
suatu pesan yang sifatnya samar-samar, membuat pernyataan yang luas
maknanya. Terbukti dengan pernyataan dan sikap saudara Yusuf yang
sudah menyiapkan skenario dengan mengatakan bahwa Yusuf dimakan
54 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 121 55 Fiqhiyatun Naja dan Nanik Kholifah, “Bias Konfirmasi Terhadap Perilaku
Berbohong” dalam jurnal Psikologi vol. 7 no. 1, maret 2020, h. 25
103
oleh serigala dan menunjukkan bukti baju dipenuhi lumuran darah yang
sudah disiapkan sebelumnya untuk menguatkan kebohongan mereka.56
Selanjutnya, mari kita lihat dari sudut pandang pribadi Nabi Ya’qub
as. Setelah mereka mengatakan bahwa Yusuf telah dimakan serigala karena
lepas kontrol dari penjagaan mereka dilanjutkan dengan menyatakan “dan
kamu (Nabi Ya’qub as) sekali-kali tidak akan percaya kepada kami,
sekalipun kami adalah orang-orang yang benar”, pada akhirnya Nabi
Ya’qub as mengungkapkan dengan menggunakan bahasa tegas untuk
menyangkal pengakuan mereka dengan mengatakan “Sebenarnya diri
kalianlah yang memandang baik perbuatan (buruk) itu.” Dan meneguhkan
perasaannya dengan berkata “Maka kesabaran yang baik itulah
(kesabaranku). Hanya Allah tempat memohon pertolongan atas apa yang
kalian gambarkan.”57
Resolusi Konflik
Sesuai dengan dua konflik yang ditemukan. Pertama, pada kejadian
dibuangnya Yusuf ke dalam sumur, penulis berpendapat bahwa resolusi
konflik yang digunakan saudara Yusuf menggunakan tipe individu
pengutuk (blamer). Tidak lepas dari awal mula menculnya rasa dengki
terhadap Yusuf, mereka menyusun konspirasi berkembang dengan proses
merayu ayahnya untuk membolehkan Yusuf pergi bersama mereka,
perlahan sikap amarah memuncak menuju peristiwa pembuangan Yusuf ke
dalam sumur. Kedengkian dan kebencian mereka kepada Yusuf yang sudah
56 Erik Saut Hatoguan Hutahaean, “Kecenderungan Berbohong, Sasaran Kebohongan
dan Perbedaannya Berdasarkan Jenis Kelamin” dalam jurnal Proceeding PESAT (Psikologi,
Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil), vol. 2, agustus 2007, h. B13 57 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 122
104
dianggap sebagai seorang yang menyebabkan berkurangnya perhatian
ayahnya terhadap anak-anak selain dirinya, kini ditumpahkan dengan
menjalankan konspirasi yang sudah disusun oleh mereka, dengan harapan
hilangnya Yusuf akan menyebabkan kasih sayang ayahnya tertumpah
kepada mereka. Akhirnya, peristiwa tersebut membuat Yusuf tidak bisa
berbuat apa-apa, ketika mencoba melawan justru mereka mengabaikan dan
meninggalkan Yusuf.
Kedua, ketika mereka menunjukkan kepada ayahnya potongan baju
yang sudah sengaja dilumuri darah dengan tujuan agar ayahnya yakin dan
percaya jika Yusuf benar-benar di makan oleh serigala. Terdapat dua obyek
yang mencoba memecahkan konflik. Yaitu Nabi Ya’qub as dan saudara-
saudara Yusuf. Ketika saudara-saudara Yusuf mencoba melakukan
kebohongan terhadap ayahnya dengan menjalankan skenario yang sudah
dirancang sebelumnya dengan mengatakan menyampaikan bahwa Yusuf di
makan serigala. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan supaya mereka tidak
tertuduh menjadi tersangka pembunuhan.
Maka, Nabi Ya’qub as mencoba untuk menjadi individu pemburu
(persuer) dengan menanyakan bagaimana bisa Yusuf tidak pulang bersama
mereka, apa yang menyebabkan mereka melakukan hal buruk terhadap
Yusuf. Ali Ashabuni menyebutkan bahwa Nabi Ya’qub as juga berusaha
mendesak mereka supaya berkata jujur terhadapnya. Namun apa boleh buat,
ketika Nabi Ya’qub as mencoba dengan sabar menghadapi anak-anaknya,
hatinya sudah sakit dan sedih melihat respon mereka justru tetap keras dan
tidak mengakui apa yang sudah dilakukan mereka, walaupun
sesungguhnya, Nabi Ya’qub as tahu akan kebohongan mereka dengan
105
melihat baju Yusuf yang dilumuri darah hewan tidak ada bekas gigitan
serigala. Bukti tersebut adalah bukti kebohongan yang nyata.58
Kunci utama untuk sukses dalam mengatasi masalah keluarga
campuran adalah dengan memiliki kesabaran untuk mengatasi semua situasi
sulit yang muncul59 Sama halnya yang dilakukan oleh Nabi Ya’qub as, ia
tetap bersabar menghadapi anak-anaknya, berdoa dan berserah kepada
Allah Swt agar Dia dapat mengembalikan Yusuf dihadapan Nabi Ya’qub
as, karena sesungguhnya ia tahu jika Yusuf tidak dimakan oleh serigala
melainkan mereka sendiri yang sudah melakukan kejahatan terhadap
Yusuf.60
Pada akhirnya Nabi Ya’qub as sudah tidak ada ruang untuk menyela
dan percuma ketika hendak melakukan tindakan-tindakan lain untuk
membuat mereka jujur terhadapnya. Namun, resolusi konflik ini tetap
bersifat konstruktif, karena saat mereka melakukan kebohongan, Nabi
Ya’qub as tetap memperingatkan mereka bahwa Allah Swt akan tetap
dengan pengawasan-Nya. Pada akhirnya Nabi Ya’qub as hanya bisa
memendam sendiri kesedihanya, memohon dan pasrah kepada Allah Swt.
5. Saudara Yusuf as membujuk ayahnya agar Bunyamin dapat pergi ke
Mesir (QS. Yusuf ayat 63-66)
وا تل
خانا نك
معنا ا
رسل
فا
يل
كا ال بانا منع من
وا يا
بيهم قال
ى ا ا رجعوا ال م
حفظون فل
ه ل
٦٣نا ل
خير ح فاللهخيه من قبل
ى ا م عل
منتك
ما ا
ا ك
يه ال
م عل
منك
ا هل
حمين قال رحم الره
هو ا فظا و
بانا ما نبغي هذه بضاعت ٦٤وا يا
يهم قال
ت ال ا فتحوا متاعهم وجدوا بضاعتهم رد م
ت ول نا رد
58 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 121 59 https://family.lovetoknow.com/blended-family-challenges ditulis oleh Karrie
Main, diakses pada tanggal 5 Agustus 2020 pukul 16.42 WIB 60 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 122
106
بعير يل
خانا ونزداد ك
فظ ا ح
نا ون
هلينا ونمير ا
يسير ال
يل
م ٦٥ ذلك ك
ه معك
رسل
ن ا
لقال
توه موثقهم ا ا م
م فل
اط بك ح ن ي
ا ا
ال ني به
تنتأ ل ن الله ى تؤتون موثقا م ى ما حته
عل الله
قال
وكيل
٦٦نقول
“Maka ketika mereka telah kembali kepada ayahnya (Yakub) mereka
berkata, “Wahai ayah kami! Kami tidak akan mendapat jatah (gandum)
lagi, (jika tidak membawa saudara kami), sebab itu biarkanlah saudara
kami pergi bersama kami agar kami mendapat jatah, dan kami benar-
benar akan menjaganya.” Dia (Yakub) berkata, “Bagaimana aku akan
mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, seperti aku telah
mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?” Maka Allah
adalah penjaga yang terbaik dan Dia Maha Penyayang di antara para
penyayang. Dan ketika mereka membuka barang-barangnya, mereka
menemukan barang-barang (penukar) mereka dikembalikan kepada
mereka. Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Apalagi yang kita
inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita, dan kita
akan dapat memberi makan keluarga kita, dan kami akan memelihara
saudara kami, dan kita akan mendapat tambahan jatah (gandum)
seberat beban seekor unta. Itu suatu hal yang mudah (bagi raja Mesir).”
Dia (Yakub) berkata, “Aku tidak akan melepaskannya (pergi) bersama
kamu, sebelum kamu bersumpah kepadaku atas (nama) Allah, bahwa
kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu
dikepung (musuh).” Setelah mereka mengucapkan sumpah, dia (Yakub)
berkata, “Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan.” (QS.
Yusuf [12]: 63-66)
Penafsiran:
Mereka sampai di tempat tinggal mereka dan menyampaikan apa yang
terjadi kepada ayah mereka. Pada ayat selanjutnya, dijelaskan tentang apa
yang terjadi setelah mereka kembali ke negeri mereka. Setelah sampai,
mereka langsung datang kepada ayah mereka dan mengabarkan kepadanya,
sebelum mebuka makanan yang mereka bawa, tentang peringatan penguasa
Mesir itu, bahwa makanan tidak akan diberikan jika mereka tidak membawa
adik mereka yang paling kecil bersama mereka. Maka mereka meminta
kepada Nabi Ya’qub as agar diperkenankan membawa adik mereka,
107
Bunyamin supaya mendapatkan makanan yang mereka butuhkan. Mereka
berjanji akan menjaga Bunyamin dengan sebaik-baiknya.61
Maksud dari ayat 63 adalah,mereka mengatakan bahwa mereka telah
diperingatkan tidak akan diberi gandum lagi nanti jika tidak datang dengan
saudara mereka, Bunyamin. Raja Mesir mengira bahwa mereka adalah
mata-mata, lalu mereka ceritakan kepadanya tentang kisah mereka, lalu ia
meminta kepada mereka agar membawa Bunyamin untuk mengecek
kebenarannya. Permintaan itu tiba-tiba menusuk perasaan Nabi Ya’qub as,
jangan-jangan ini adalah tipu daya mereka terhadap anaknya yang kedua,
sehingga ia takut dan hatinya gemetar.
Pada ayat 64 maksudnya, bagaimana Yaqub bisa percaya kepada
mereka untuk membawa Bunyamin, sedangkan mereka sebelumnya tidak
dapat dipercaya ketika membawa Yusuf, padahal mereka sudah berjanji
menjaganya, lalu mengkhianatinya? Nabi Ya’qub as takut jangan-jangan
mereka akan berbuat jahat kepadanya sebagaimana yang telah mereka
lakukan kepada saudaranya, Yusuf. Nabi Ya’qub as tidak percaya kepada
mereka dan kepada penjagaan mereka, tetapi Nabi Ya’qub as percaya
kepada penjagaan Allah. Allah lebih sayang kepadanya daripada Nabi
Ya’qub as sebagai ayah dan saudara-saudaranya sendiri. Maka Nabi Ya’qub
as berharap semoga Allah senantiasa menjaganya dan tidak menimpakan
musibah yang lebih berat kepada keluarganya.62
Setelah melewati peristiwa tentang perselisihan dan pertentangan
saudara-saudara Yusuf dengan ayah mereka. Mereka meminta kepada Nabi
Ya’qub as agar mengizinkan Bunyamin pergi bersama mereka, seperti yang
telah mereka lakukan sebelumnya kepada saudaranya, Yusuf. Bunyamin,
61 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 185 62 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 186
108
Yusuf adalah saudara kandung, sedangkan saudara-saudara lainnya adalah
saudara seayah. Maka dari itu Nabi Ya’qub as takut kepada mereka tentang
keselamatan Bunyamin.
Mereka sangat kagum dengan kebaikan dan kemuliaan yang mereka
peroleh dari penguasa Mesir itu, karena ketika mereka membongkar muatan
barang yang dibawa setelah sesampainya dari perjalanan. Ternyata barang-
barang yang mereka berikan sebagai bahan jaminan masih ada di atas
kendaraan mereka. Maka dari itu, mereka meminta ayah mereka
mengizinkan Bunyamin pergi bersama mereka, agar mereka mendapatkan
makanan dan gandum seperti yang mereka peroleh pada perjalanan mereka
yang pertama.
Pada ayat 65 dijelaskan, supaya mereka ketika membujuk ayah mereka
agar Bunyamin diizinkan ikut bersama mereka dengan mengatakan,
“Sesungguhnya kami telah menghadap seseorang yang sangat mulia. Dia
menerima kami sebagai tamu agung dan dihormati. Orang dari Bani Nabi
Ya’qub as tidak akan melakkan hal itu. Lalu apa lagi yang akan kita cari
selain kemuliaan itu? Ia telah memberi kita makanan dan barang-barang
yang kita bawa sebagai pengganti makanan itu dikembalikan semuanya.
Adakah kebaikan yang kebih baik dari ini? Jika kamu mengizinkan
Bunyamin pergi bersama kami, maka kami akan membawakan gandum
yang lebih banyak kepadamu, seberat beban yang bisa dibawa oleh unta-
unta kami. Kami akan menjaga saudara kami dengan baik melebihi
penjagaan kami kepad diri kami sendiri.63
Kemudian setelah itu mereka mengatakan, “Itu adalah sukatan
(gandum) yang mudah (bagi raja Mesir) itu.” gandum sejumlah itu kecil
63 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 187
109
bagi penguasa Mesir yang baik itu, karena kedermawanan dan kegetolannya
dalam beramal. Dari perkataan mereka.
“Dan kami akan mendapat tambahan gandum seberat beban seekor
unta.” Menunjukkan bahwa Yusuf memberikan gandum kepada setiap
orang itu seberat beban seekor unta dan dia tidak menjual makanan it
kepada mereka, supaya mereka bisa tetap bertahan hidup pada masa-masa
paceklik, dan makanan mereka tidak cepat habis.
Selanjutnya Nabi Ya’qub as Mensyaratkan kepada Anak-anaknya
untuk mengucapkan Janji di Hadapannya. Akhirnya setelah mereka
memaksa. Nabi Ya’qub as mengabulkan permintaan mereka walaupun
dengan hati yang sangat berat. Akan tetapi Yusuf menita satu syarat kepada
mereka agar bersumpah kepada Allah untuk tetap berpegang teguh kepad
janji, yaitu mengembalikan Bunyamin kepadnya, dan akan menjaganya
dengan baik.64
Pada ayat 66 maknanya, Nabi Ya’qub as mensyaratkan janji yang tegas,
yang diucapkan dengan kesaksian kepada Allah, seakan-akan dia berkata, “
Hingga kamu mengucapkan janji yang tegas dengan bersaksi kepada Allah
bahwa kamu akan mengembalikan Bunyamin kepadaku.” Sedangkan
perkataannya.
“Kecuali jika kamu dikepung musuh...” merupakan pengecualian janji
atau kecuali jika kamu semua kalahmelawan musuh sehingga kamu
sekalian tidak bisa menyelamatkannya dan tidak ada jalan ataupun cara lai
bagimu untuk menyelamatkannya.
Mujahid berkata “Kecuali jika kamu dikepung musuh.” Arinya kecuali
jika kamu semua mati, itu baru alasan yang dapat saya terima, karena pada
dasarnya orang yang dikepung musuh pasti mati, karena jalan menuju
64 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 188
110
keselamatan telah tertutup. Maka jika ditanyakan tentang orang yang mati
akan dijawab, “Ia terkepung.” Seperti yang difirmankan Allah
“Datanglah angin badai, dan apabila gelombang dari segenap penjuru
menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung bahaya...”
(QS. Yusuf: 22) atau mereka yakin akan mati. Kemudian Allah berfirman,
“Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Nabi Ya’qub as berkata,
“Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan ini.”
Atau ketika mereka telah bersumpah kepadanya dan berjanji akan
melaksanakan janji itu dengan sebaik-baiknya, untuk menjaga dan
memperhatikan saudara mereka, Bunyamin, dia berkata kepada mereka,
“Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan.”65
Analisis konflik:
Konflik kelima yang terjadi adalah pada diri Nabi Ya’qub as yang
terkejut mendapatkan berita dari saudara-saudara Yusuf atas permintaan
raja yang menyuruh mereka membawa Bunyamin kehadapannya. Peristiwa
tentang perselisihan antara mereka dengan Nabi Ya’qub as tidak
terlewatkan disebabkan karena mereka meminta kepada ayahnya agar
Bunyamin diizinkan olehnya untuk pergi bersama mereka. Akibatnya, Nabi
Ya’qub as menunjukkan bahwa dirinya tidak bisa percaya lagi kepada
mereka (saudara-saudara Yusuf) karena ia takut jika kesalahan yang lalu
terulang kembali, namun Nabi Ya’qub as memilih untuk mengharap
penjagaan oleh Allah Swt terhadap keluarganya.66
Dengan demikian, Nabi Ya’qub as tentu tidak mudah begitu saja
melepaskan Bunyamin pergi bersama mereka. Akan tetapi, ia meminta
jaminan bagi keselamatan Bunyamin. Pada episode ini, saudara-saudara
65 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 188 66 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 188
111
Yusuf berusaha meyakinkan ayahnya dengan kebenaran yang sebenarnya
lalu meminta kepada ayahnya agar mereka diberikan kepercayaan untuk
menjaga Bunyamin. Mereka juga menyatakan bahwa mereka tidak akan
bersikap sebagaimana yang dilakukan kepada Yusuf.67
Sampai tahap ini, mereka masih mengira bahwa Yusuf sudah tidak
akan muncul di keluarga mereka. Hubungan keluarga bersifat kekal. Orang
tua akan selalu menjadi orang tua, begitu pun saudara, tidak ada istilah
mantan saudara. Ketika konflik terjadi dalam sebuah keluarga pasti sedikit
banyak akan merasakan dampak yang panjang. Seandainya konflik yang
terjadi sudah terhenti, tentu masih akan terdapat sisa-sisa dampak dari
konflik yang masih membekas.68 Wajar jika Nabi Ya’qub as takut untuk
melepaskan Bunyamin kepada mereka, karena sebelumnya mereka sudah
pernah berbohong kepada ayahnya. Dalam sebuah keluarga, kejujuran itu
penting, karena kejujuran adalah nilai kehidupan mendasar yang harus
ditanamkan pada diri manusia sejak kecil. Jika tidak ada kejujuran dalam
keluarga, maka yang terjadi adalah pertengkaran dan akhirnya rasa
kekeluargaan akan renggang.69
Selanjutnya, ketika Yusuf menjadi seorang menteri yang disegani dan
ditaati di kerajaan Mesir dan Allah telah mengganti kesulitannya dengan
kemudahan, kesempitan dengan kelapangan, ketakutan dengan keamanan
dan dari kehinaan kepada kemuliaan dan kekuasaan. Banyak fase-fase
kehidupan yang telah dilalui Yusuf hingga sampai saat ia menjadi orang
yang dipandang.
67 Neni Noviza, Metode Bibliotherapy Pada Kisah Yusuf as Sebagai Media Konseling
Rasional Emotif, dalam jurnal Wardah, no. XXVI, juni 2013, h. 65 68 Elizabeth B Hurlock, Development Pshychology A Life Span Approach Fifth
edition,terj. Istiwidayanti dkk, h.104 69 David Charilsyah, “Metode Dan Teknik Mengajarkan Kejujuran Pada Anak Sejak
Usia Dini”, dalam jurnal Educhild vol. 5 no. 1, 2016, h. 9
112
Namun berbeda dengan Yusuf, rasa benci yang muncul dari saudara-
saudaranya bukan disebabkan oleh sikap buruk Yusuf, melainkan rasa
cemburu mereka terhadap Yusuf sebab merasa kasih ayahnya lebih
melimpah kepada Yusuf. Yusuf juga bisa melewati masa itu dengan baik,
ia dapat mengelola emosinya. Ia yakin apa yang terjadi pada dirinya akan
mendapatkan jalan keluar dari Allah Swt, karena seperti yang teah
dijelaskan pada ayat 15, jika berkehendak, Allah Swt akan menurunkan
rahmat-Nya kepada seorang hamba meskipun secara lahiriah ia berada
dalam kesulitan.70 Di samping itu, masa remaja hingga dewasa juga ia
habiskan dalam perjalanan kehidupan dengan melewati beberapa episode
yang tidak mudah menjalaninya. Kematangan pribadinya ketika menjadi
menteri penguasa kerajaan Mesir tak lain juga merupakan buah dari
pembelajaran ujian kehidupan yang dialaminya.71
Resolusi Konflik
Penulis menyimpulkan, bahwa Nabi Ya’qub as menggunakan
pemecahan masalah konstruktif yaitu dengan ciri individu pemburu
(persuer). Ia bersama anaknya saling melakukan negosiasi untuk mencapai
kesepakatan. Nabi Ya’qub as meminta anak-anaknya untuk bersumpah dan
berjanji agar membawa Bunyamin dengan selamat dari mulai
keberangkatan hingga kembali pulang sebaliknya, mereka juga
menyepakati persyaratan itu dengan diucapkannya janji dan sumpah kepada
Nabi Ya’qub as dengan kesaksian Allah Swt. Begitu pun sebaliknya,
mereka sepakat dengan perjanjian tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
Nabi Ya’qub as telah memberikan kesempatan kepada mereka, karena
mereka tahu bahwa mengingat apa yang telah mereka lakukan terhadap
Yusuf, perkataan mereka tidak akan banyak berpengaruh dengan Nabi
70 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h.93
113
Ya’qub as. Tetapi gandum harus dibawa dari Mesir dan untuk tujuan itu,
Bunyamin harus ikut dengan mereka. Maka, dengan menyembunyikan
kebencian mereka, saudara-saudara Yusuf berjanji untuk melindungi
Bunyamin.72
6. Tuduhan Mereka kepada Yusuf dan adiknya (QS. Yusuf ayat 77)
هم ق م يبدها ل
ها يوسف في نفسه ول سر
فا
ه من قبل
خ ل
وا ان يسرق فقد سرق ا
نتم شر قال
اال
م بما تصفون عل ا كانا والله ٧٧م
Mereka berkata, “Jika dia mencuri, maka sungguh sebelum itu
saudaranya pun pernah pula mencuri.” Maka Yusuf menyembunyikan
(kejengkelan) dalam hatinya dan tidak ditampakkannya kepada mereka.
Dia berkata (dalam hatinya), “Kedudukanmu justru lebih buruk. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu terangkan.” (QS. Yusuf
[12]:77) Penafsiran:
Sebelumnya diceritakan bahwa Yusuf menciptakan taktik yang disusun
bersama Bunyamin. Ia memasukkan piala raja ke dalam kantung Bunyamin
dengan tujuan agar Bunyamin tetap tinggal bersama Yusuf. Ditengah
perjalanan ketika hendak kembali ke negeri Kan’an, utusan kerajaan
menemukan bahwa ada piala raja hilang dan menyangka bahwa rombongan
Bunyamin dan saudara-saudaranya adalah pencuri piala tersebut.
Ketika ditemukan tempat minum itu di dalam karung Bunyamin,
saudara-saudara Yusuf merasa terhina dan jatuh martabatnya. Mereka
sangat terpukul dan bingung terhadap perbuatan yang dilakukan oleh
Bunyamin dan mengatakan, “Sungguh aneh, Rahil melahirkan dua anak
pencuri, Yusuf dan Bunyamin.” Kemudian mereka berkata kepada
Bunyamin, “ Wahai anak Rahil, berapa banyak penderitaan yang kami
72 Siti Robikah, “Tafsir Surah Yusuf dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan Sastra
Mustansir Mir”, dalam jurnal Al-Bayan: Studi Al-Qur`an dan Tafsir, vol. 4 no. 1, juni 2019,
h.24
114
terima akibat ulah kalian?” Lalu Bunyamin berkata, “Kami lebih menderita
lagi akibat ulah kalian semua, kamu pergi bersama saudaraku lalu kamu
membinasakannya tanpa merasa bersalah. Sekarang mengapa kamu
memutarbalikkan kata terhadapku?” Mereka bertanya, “Mengapa tempat
minum raja itu ada di dalam karungmu?” Bunyamin menjawab, “Yang
menaruh tempat minum itu di dalam karungku adalah orang yang menaruh
barang-barang di karungmu juga. Dari sini, munculah kedengkian mereka
terhadap Yusuf dan saudara kandungnya, sehingga mereka langsung
mengucap keduanya sebagai pencuri.73
Maksud dari ayat 77 adalah Seakan-akan mereka mengatakan, “Ini
tidak aneh jika terjadi pada dirirnya karena saudaranya yang meinggal, yaitu
Yusuf seorang pencuri. Sementarra mereka tidak tahu bahwa penguasa yang
berada di hadapan mereka adalah Yusuf, yang sedang mereka gunjingkan
itu. Seakan-akan mereka mengatakan, “ Sesungguhnya kami tidak sama
dengan Bunyamin, baik dalam cara maupun jalan yang ditempuh. Dia dan
saudaranya yang hilang itu memeang selalu melakukan pencurian, karena
mereka berdua berasal dari saitu ibu, sedangkan kami berasal dari ibu yang
lain, sedangkan anak-anak Nabi Ya’qub as bebas dari tuduhan pencurian
ini.74
Sebagian para mufassir berpendapat bahwa mereka menuduh Yusuf
sebagai pencuri karena seperti yang disebutkan dalam beberapa kitab tafsir,
adalah Yusuf pernah mengambil beberapa makanan dari rumah bapaknya
untuk diberikan kepada orang-orang fakir, lalu mereka menganggap
tindakan inisebagai pencurian. Ada lagi yang mengatakan bahwa Yusuf
pernah mengambil beberapa patung saudara-saudaranya yang mereka
73 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 201 74 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 201
115
sembah selain Allah, lalu dia menghancurkannya dan memasukkannya ke
dalam lubang, dan sebagainya.
Kita tidak membutuhkan pendapat-pendapat di atas hingga pendapat
mereka benar-benar dapat dipercaya. Yang jelas bahwa mereka mengatakan
kebohongan tentang Yusuf bukan hanya sekali ini saja. Ketika mereka
melemparkan Yusuf ke dalam sumur, kemudian mereka datang kepada ayah
mereka dengan menangis sambil membawa baju Yusuf yang telah dilumuri
dengan darah, juga merupakan kebohongan yang pernah mereka lakukan.
Selanjutnya mereka mengatakan sesuatu yang dusta tentang Yusuf dari
mencelanya, seperti halnya ketika mereka membohongi ayah mereka
dengan mengatakan, “Ia dimakan oleh serigala.” Berarti dalam hati mereka
masih tersimpan rasa iri dan dengki kepada Yusuf, walaupun waktu telah
berjalan sekian lama, sehingga ketika ada kesempatan untuk mencaci, maka
lidah mereka tidak tahan lagi untuk mengucapkan kata-kata kotor dan keji
kepadanya. Mereka mengatakan, “Jika Bunyamin mencuri, maka
sesungguhnya telah mencuri pula saudaranya sebelum itu,” “atau jika
Bunyamin mencuri, itu adalah sesuatu yang wajar, karena itu adalah
kebiasan yang diturunkan kepada anak-anak Rahil. Saudara kandungnya,
Yusuf juga telah melakukan pencurian sebelumnya, maka tidak heran jika
ia melkukan hal yang sama seperti saudaranya.”75
Mereka mengira, menceritakan masalah Bunyamin ini kepada
penguasa Mesir, dan mereka tidak tahu bahwa penguasa Mesir itu sendiri
adalah Yusuf yang mencela-cela itu. Akan tetapi, Yusuf masih bisa
menahan emosinya dan menyembunyikan rasa sakit akibat kebohongan dan
cacian mereka.
75 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 202
116
Selanjutnya, mereka meminta grasi dan keringanan kepada Al-Aziz,
atas nama ayah mereka, Nabi Ya’qub as, dan mereka menawarkan
kepadanya agar diganti dengan salah satu dari mereka, jika tidak
dibebaskan, karena kasihan kepada ayahnya. Mereka terus merajuk kepada
AL-Aziz dengan menyebut-nyebut kebaikan dan kemuliaannya, agar
hatinya tergetar sehingga berbelas kasihan.
Analisis Konflik:
Konflik keenam pada tema ini terdapat dua konflik. Pertama,
munculnya rasa kesal dari salah satu saudara Yusuf kepada Bunyamin
disebabkan karena ia terbukti membawa piala raja yang hilang dengan
mengatakan Wahai anak Rahil, berapa banyak penderitaan yang kami
terima akibat ulah kalian?”, kemudian Bunyamin menjawab “Kami lebih
menderita lagi akibat ulah kalian semua, kamu pergi bersama saudaraku lalu
kamu membinasakannya tanpa merasa bersalah. Sekarang mengapa kamu
memutarbalikkan kata terhadapku?”.Akibat kejadian ini mereka sama-sama
merasa marah dan kesal dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Saudara-
Saudara Yusuf kesal karena Bunyamin terbukti membawa piala raja dalam
kentongnya sehingga mereka merasa terbebani, karena mereka sudah
berjanji untuk membawa Bunyamin pergi dan kembali kepada ayahnya
dengan selamat, namun diluar dugaan mereka mendapatkan masalah berat.
Disisi lain, Bunyamin pun juga merasa marah dan kesal atas respon dan
perlakuan kakak-kakanya yang begitu murka terhadapnya hingga
menampakkan rasa tidak terima karena dulu mereka telah menghilangkan
Yusuf dari hadapannya dan ayahnya. Seakan-akan Bunyamin ingin
mengatakan bahwa tidakkah mereka pernah berbuat kesalahan yang sangat
berat pula.76
76 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 201
117
Perdebatan antara anak yang berbeda ibu pun terjadi, saudara Yusuf
mulai menyebutkan kembali identitas ibu Bunyamin. Seolah-olah mereka
masih belum menerima keadan keluarga yang mereka jalani. Dalam
keluarga campuran yang seharusnya komunikasi dan kepercayaan dalam
keluarga harus mereka tanamkan dengan baik justru saudara-saudara Yusuf
tidak peduli dengan hal itu. Mereka tidak memiliki kesabaran untuk
mengatasi situasi sulit yang muncul. Karena kunci utama lain untuk sukses
mengatasi keluarga campuran adalah dengan kesabaran. Memang setiap
tantangan memiliki kesulitan dengan tingkat yang berbeda. Tapi
nampaknya, saudara-saudara Yusuf sudah terlanjur merasa kesal hingga
muncul kembali rasa dengki yang pernah terjadi pada waktu yang sudah
lalu.77 Dalam kajian psikologis ini menunjukkan bahwa bisa jadi lawan
bicara kita menyimpan kebencian kepada kita dengan menampakkan
kelembutan dan kasih sayang. Ia bisa terus menampakkan perasaan sayang
itu selama masih bisa mengendalikan kesadaran dan gejolak perasaannya.
Namun, dalam keadaan marah besar atau tersudutkan, kendali jiwa itu
melemah sehingga membuka peluang bagi munculya perasaan yang selama
ini ditahan atau disembunyikan. Kebencian yang disembunyikan itu muncul
baik dalam bentuk pengingkaran spontan, ketergelinciran lisan,
menunjukkan sikap yang tidak layak, sekadar berpaling, atau menunjukkan
rasa kesal. Ungkapan dan sikap spontan itu lebih jujur dari pembicaraan
yang panjang lebar78
Kedua, konflik yang terjadi disebabkan munculnya kembali rasa
kedengkian yang ternyata masih tersisa di dalam diri saudara-saudara
Yusuf. Hal ini diketahui ketika salah satu dari mereka mengungkapkan
77Karrie Main, Blended Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-
family-challenges diakses pada tanggal 18 Agustus 2020 pukul 10.04 WIB 78 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 425
118
sesuatu yang dusta 79 tentang perihal tuduhan pencurian yang pernah
dilakukan oleh Yusuf. 80 Akibatnya, mereka memohon-mohon agar
melepaskan Bunyamin, ia ceritakan masalah Yusuf yang dulunya pernah
mencuri, padahal tidak sama sekali, dan mereka juga menyampaikan bahwa
tidak heran jika Bunyamin mencuri, karena dulunya saudara kandung
Bunyamin juga pernah mencuri. Itulah cerita kebohongan yang
disampaikan kepada penguasa Mesir. Mereka tidak tahu bahwa penguasa
Mesir itu sendiri adalah Yusuf. Akan tetapi, Yusuf masih bisa menahan
emosinya dan menyembunyikan rasa sakit akibat kebohongan dan cacian
mereka.81
Dalam perspektif Islam, penyakit hati sering diidentikkan dengan
beberapa sifat buruk atau tingkah laku tercela (akhlak madzmumah) seperti
iri, dengki, arogan emosional dll. Sifat hasad (iri dan dengki) bisa menjerat
kepada penyakit hati yang kronis, yang membahayakan diri dan orang di
sekitarnya.82
Kemarahan saudara-saudara Yusuf dan Bunyamin muncul kembali
mengingat rasa iri dan dengkinya ternyata masih terpendam di dalam
hatinya. Ketika mengetahui Bunyamin terbukti bersalah, mereka mencoba
melakukan permohonan kepada penguasa Mesir (Yusuf) agar
membebaskan Bunyamin, namun ketika melakukan permohonan nampak
79 Dalam tafsirnya disebutkan sebagian para mufassir berpendapat bahwa mereka
menuduh Yusuf sebagai pencuri adalah Yusuf pernah mengambil beberapa makanan dari
rumah bapaknya untuk diberikan kepada orang-orang fakir, sehingga mereka menganggap ini
sebaga tindakan pencurian. lalu mengatakan bahwa Yusuf pernah mengambil beberapa patung
saudara-saudaranya yang mereka sembah selain Allah Swt lalu dia menghancurkan dan
memasukkannya ke dalam lubang dan sebagainya. 80 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 202 81 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 202 82 Muhammadin dkk, “Uraian Kebencian Dalam Perspektif Agama Islam Dan Agama
Buddha” dalam jurnal JIA no 1 2019 h. 10
119
bahwa mereka justru mengambil kesempatan untuk menjelek-jelekkan
Bunyamin dan Yusuf. Menurut perspektif perkembangan, konflik
mendorong proses kematangan pribadi sekaligus merupakan hasil dari
proses kematangan emosi. 83 Namun hal ini tidak terjadi pada saudara
Yusuf, terbukti bahwa ketika konflik terjadi dalam keluarga Nabi Ya’qub
as, walaupun sudah dirasa sudah tuntas konflik tersebut, dampak konflik
masih membekas dalam diri saudara-saudara Yusuf sehingga saudara Yusuf
masih mengeluarkan ungkapan untuk menjelek-jelekkan Yusuf dan
Bunyamin.
Resolusi Konflik
Hal di atas menunjukkan bahwa mereka melakukan pemecahan
masalah dengan ciri individu pengutuk (blamer) karena mereka
mengungkit-ungkit masalah yang tidak relevan, mereka menceritakan hal
lain yang tidak seharusnya diceritakan. Mereka menceritakan bahwa tidak
heran jika saudara kandung Bunyamin juga pernah mencuri. Sebaliknya,
ketika Yusuf mendengar apa yang telah diceritakan saudara-saudaranya, ia
cenderung tenang menanggapinya dan tetap menjadi pendengar yang baik
utuk mereka. Yusuf juga tetap menunjukkan sikap menjadi pemimpin yang
konsisten, tidak mudah diombang-ambingkan dengan sesuatu isu yang
terjadi dalam pemerintahannya.84
7. Kesedihan Nabi Ya’qub as Mendengar Bunyamin Terbukti Mencuri
Piala Raja (QS. Yusuf ayat 81-84)
ا بما علمنا وما ك
بانا ان ابنك سرق وما شهدنا ال
وا يا
م فقول
بيك
ى ا غي ارجعوا ال
ا لل ب حفظين ن
صدقون ٨١نا فيها وانا ل
قبل
تي ا
عير ال
ا فيها وال ن
تي ك
قرية ال
ل ال ـ م ٨٢وس
كت ل
ل سو
بل
قال
83 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,
h. 101 84 M. Zainul Arifin, “Kepemimpinan Pendidikan Yusuf as” dalam jurnal Ta’allum,
vol 4 no. 2, 2016, h. 249
120
تيني بهم جميعا ان ن يأ
ا عسى الله
مرا فصبر جميل
م ا
نفسك
حكيم ا
عليم ال
ى ٨٣ه هو ال
هوتول
ظيم حزن فهو ك
ت عينه من ال ى يوسف وابيض
سفى عل
يا
٨٤عنهم وقال
Kembalilah kepada ayahmu dan katakanlah, “Wahai ayah kami!
Sesungguhnya anakmu telah mencuri dan kami hanya menyaksikan apa
yang kami ketahui dan kami tidak mengetahui apa yang di balik itu. Dan
tanyalah (penduduk) negeri tempat kami berada, dan kafilah yang
datang bersama kami. Dan kami adalah orang yang benar.” Dia
(Yakub) berkata, “Sebenarnya hanya dirimu sendiri yang memandang
baik urusan (yang buruk) itu. Maka (kesabaranku) adalah kesabaran
yang baik. Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya
kepadaku. Sungguh, Dialah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
Dan dia (Yakub) berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata,
“Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf,” dan kedua matanya menjadi putih
karena sedih. Dia diam menahan amarah (terhadap anak-anaknya).
(QS. Yusuf [12]: 81-84)
Penafsiran:
Saudara-saudara Yusuf berkumpul untuk memecahkan masalah yang
genting itu. Saudara mereka yang paling besar berpendapat bahwa dia tidak
akan meninggalkan Mesir hingga masalahnya selesai dan disuruh ayahnya
untuk pulang atau Allah memberi jalan keluar kepada mereka. Sementara
saudara-saudaranya berpendapat sebaiknya mereka pulang kepada ayah
mereka, Nabi Ya’qub as, lalu mengabarkan kepadanya peristiwa
sebenarnya seperti yang mereka lihat tanpa ditambah atau dikurang.85
Pada ayat 81-82 menggambarkan perkumpulan dari musyawarah
mereka dan berkatalah yang tertua di antara mereka. “Tidakkah kamu
ketahui bahwa sesungguhnya ayahmu telah mengambil janji dari kamu
dengan nama Allah dan sebelum kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab
itu aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan
85 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 206
121
kepadaku untuk kembali, atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan
Dia adalah Hakim sebaik-baiknya.”
Saudara mereka yang paling besar berkata, “Pulanglah kalian kepada
ayah kalian kepada ayah kalian dan katakan apa yang sebenarnya telah
tejadi dan katakan kepadanya bahwa putranya, Bunyamin, mencuri dan
bukanna kita menuduh atau memfitnahnya, melainkan kami melihatnya
secara langsung, bahwatempat minum raja ada di dalam karungnya.”86
Adapun perkataan mereka, “Dan sekali-kali kami tidak dapat
mengetahui barang yang ghaib.” Maksudnya kami tidak mengetahui
bahwa dia akan mencuri ketika kami telah mengucapkan janji kepadamu.
Jika seaindainya kami tahu, kami tidak akan mengajaknya pergi ke raja,
sedangkan kami tidak mengetahui apa yang akan terjadi? Dia juga
menasehati mereka seraya berkata, katakan kepadanya, jika kamu ragu ragu
terhadap apa yang kami katakan, maka tanyakan kepada penduduk negeri
yang kami tinggal di dalamnya, yaitu ibu kota Mesir, dan hendaklah Anda
bertanya kepada kafilah yang datang ke Mesir untuk berdagang dan mencari
makanan pada musim paceklik tersebut. Itulah makna perkataan mereka.87
Pada ayat 83 dijelaskan bahwa Nabi Ya’qub as tidak percaya kepada
mereka tentang masalah yang mereka ceritakan, tetapi beliau justru
menuduh mereka telah melakukan tipu daya terhadap Bunyamin seperti
yang mereka lakukan terhadap Yusuf. Maka dari itu Nabi Ya’qub as
berkata, “Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik berharap tipu
daya yang kamu rencanakan terhadap Bunyamin. Kemudian beliau
menyerahkan semuanya atas takdir Allah dan atas kebijaksanaan-Nya
seraya berkata, “Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah
86 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 207 87 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 207
122
sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.”
(QS. Yusuf: 18)88
Sedangkan di sini beliau berkata,
“Maka kesabaran yang baik inilah (kesabaranku). Mudah-mudahan
Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku, sesungguhnya Dia-lah
Yang Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS.Yusuf ayat 83)
Hal ini dikatakan Yusuf, karena keimanannya kepada Allah Swt
menjadikannya berkeyakinan bahwa jika musibah itu besar dan jika Allah
memberikan jalan keluar, maka setiap kesulitan akan membawa
kemudahan. Maka dari itu harapan Nabi Ya’qub as terhadap Allah Swt tidak
terputus, agar Dia mengembalikan semua anak-anaknya. Akan tetapi yang
namanya luka tetap luka, dan musibah itu telah bertumpuk-tumpuk. Maka
dari itu ketika kabar yang menyedihkan itu diterimanya, beliau langsung
ingat kepada musibah masa lalu yang menimpa Yusuf, Nabi Ya’qub as jauh
dari mereka dan selalu menyendiri, hatinya sedih, matanya senantiasa
meneteskan air mata karena kehilangan Yusuf dan matanya hampir kering
berganti dengan darah. Kesedihan dan penderitaannya semakin bertambah
berat dan musibah yang baru itu mengingatkan kembali kepada musibah
yang lama, hingga matanya buta karena kesedihan yang berkepanjangan.89
Pada ayat 84, disampaikan bahwa beliau menjauhi anak-anaknya dan
berkata, betapa sedihnya, betapa menderitanya ia karena Yusuf. Karena
kesedihan itu matanya menjadi memutih dan buta. Sehingga tidak bisa
melihat lgi kecuali berkhayal, karena jika air mata selalu keluar dapat
merusak hitamnya mata. Sedangkan firman Allah. “Dan dia adalah seorang
yang menahan amarahnya.” Atau dia sangat sedih sambil menahan
88 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 208 89 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 208
123
amarahnya, sementara kesedihan dan rasa sakitnya semakin bertambah
parah.90
Analisis konflik:
Konflik ketujuh adalah, rasa sakit bertubi-tubi dan kesedihan yang
mendalam dialami oleh Nabi Ya’qub as yang disebabkan karena mendengar
saudara-saudara Yusuf bercerita bahwa Bunyamin terbukti mencuri piala
raja. Pada kejadian ini Nabi Ya’qub as sama sekali tidak percaya, ia mengira
bahwa mereka telah melakukan tipu daya yang kedua kalinya sama seperti
kejadian hilangnya Yusuf. Nabi Ya’qub as sangat tampak kemarahannya
bukan dengan perlakuan emosi tinggi dan fisik yang ditampakkan. Namun
Nabi Ya’qub as emngungkapkan dengan kalimat yang tegas ia berkata
“Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk)
itu” kemudian ia menyerahkan semuanya atas takdir Allah seraya berkata
“Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah
mendatangkan semuanya padaku, sesungguhnya Dia-lah yang Maha
Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (QS. Yusuf: 83).
Salah satu keniscayaan di kehidupan adalah manusia mengalami
berbagai peristiwa yang mengikutsertakan emosi. Dalam psikologi, setiap
pergolakan emosi akan menimbulkan aneka jenis reaksi yang satu dengan
90 Pendapat mufassir tentang ayat 84: Imam Fakhrurrzai mengatakan, “Nabi Ya’qub
as justru merasa sedih karena perpisahannya dengan Yusuf pada peristiwa ini, karena
kesedihan yang baru itu, menambah kesedihannya yang lama. Musibah yang datang setelah
musibah, penderitaannya lebih pedih, seperti yang dikatakan dalam sebuah syair “ Saudaraku
telah mencelaku karena menangis di atas kubur. Suatu tangis yang mengalirkan air mata. Dia
berkata apakah engkau menangis setiap kali melihat kuburan. Di kuburan antara Liwa dan
Dakadik. Saya jawab, kesedihan menimbulkan kesedihan. Maka tinggalkan aku, karena semua
ini adalah kuburan raja. Fakhrurrazi mengatakan bahwa musibah yang menimpa Yusuf
merupakan musibah awal yang kemdian diikuti dengan musibah-musibah lainnya. Nabi
Ya’qub as tahu bahwa kedua anaknya itu masih hidup di negeri Mesir, tetapi dia tidak tahu
apakah Yusuf masih hidup ataukah sudah mati. Karena itulah, perpisahannya dengan Yusuf
terasa sangat berat baginya, dan musibah itu semakin menguat pada dirinya karena
ketidaktahuannya terhadap keadaan Yusuf.
124
lainnya saling berbeda dan tidak sama. Emosi yang mendominasi pada
tubuh manusia diantaranya adalah emosi dalam keadaan marah. 91 Nabi
Nabi Ya’qub as dalam hal ini menggambarkan marah dengan diam (marah
dalam hati). Dahulu ketika anak-anaknya tidak bisa menepati janji untuk
menjaga adiknya dan kini adiknya yang lain Bunyamin ditahan oleh pihak
kerajaan karena tertangkap membawa piala raja di hadapan mereka tanpa
mampu memberi pembelaan. Ketika disampaikan keajadian itu ia hanya
berpaling dari hadapan puteranya dengan emosi marah, tapi tak
ditampakkannya. Ketiksa menyebut-nyebut dimana putera kesayangannya,
Yusuf, ia malah dicela oleh anak-anaknya.92
Akibatnya, seperti yang disampaikan dala penafsiran di atas, Nabi
Ya’qub as selalu menyendiri dan jauh dari mereka semenjak mengalami
musibah yang bertumpuk-tunpuk, namanya luka akan tetap menjadi luka,
kesedihannya tidak pernah berhenti hingga hampir air matanya kering
berganti darah karena selalu menangis mengingat Yusuf dan
penderitaannya sangat berat. Kendati demikian, Nabi Ya’qub as tetaplah
sabar dalam menghadapi anak-anaknya. Ia tetap memohon kepada Allah
Swt agar semua anaknya kembali dengan lengkap dan berkumpul
bersama.93
Resolusi Konflik
Terbukti sangat jelas bahwa bahwa kesabaran yang dimiliki oleh Nabi
Ya’qub as adalah kesabaran yang sempurna. Ketika ditempa duka yang
amat dahsyat atas penahanan Bunyamin. Ia tidak menampakkan emosi dan
kemarahan yang luar biasa. Ia lebih memilih menyendiri dan menjauh dari
anak-anaknya dan senantiasa mengharapkan pertolongan kepada Allah Swt
91 Miftah Ulya, Konstruk Emosi Marah Perspektif Al-Qur`an, h.25 92 Miftah Ulya, Konstruk Emosi Marah Perspektif Al-Qur`an, h.35 93 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 460
125
agar anaknya dapat kembali semua.94 Hal ini menunjukkan bahwa Nabi
Ya’qub as masih sama dengan sebelumnya, ia memecahkan konflik tersebut
dengan ciri individu penghindar (distancer) karena ia lebih memilih
menarik diri dari kancah konflik. Bukan karena rasa benci terhadap anak-
anaknya dan tidak mau menyelesaikan masalahnya, namun ia berpaling
karena dirundung duka yang sangat berat. Dalam keadaan seperti itu,
manusia memang umumnya ingin menyepi, membutuhkan keheningan
karena keramaian dan hadirnya orang-orang sekitar tidak dapat menghapus
dan menyembunyikan rasa kesedihan.95
Bahkan, kesan yang ingin ditunjukkan oleh Nabi Ya’qub as sehingga
ia tidak sesekali memarahi apa lagi mengutuk anaknya yang telah
melakukan dua kesalahan yang sama, ketika masih kecil dan setelah dewasa
karena Nabi Ya’qub as tetap mengasihi mereka dan menyimpan penderitaan
yang dihadapi seorang diri. 96 Menurut penulis, hasil resolusi konflik
kejadian di atas tetap bersifat konstruktif walaupun menggunakan tipe
individu distancer, karena Ya‘qub as walaupun nampak kesedihannya, ia
ingin menunjukkan bahwa ia hanya butuh ketenangan tanpa maskud untuk
mencampakkan anak-anaknya.
8. Nabi Ya‘qub AS Dicela Oleh Anak-Anaknya (QS. Yusuf ayat 85-87)
هلكين ون من ال
و تك
ون حرضا ا
ى تك ر يوسف حته
تفتؤا تذك وا تالله
وا ٨٥قال
شك
انما ا
قال
م من عل وا ى الله
ي ال ي وحزن
مون بث ا تعل
ما ل خيه ٨٦الله
وسف وا سوا من ي يبني اذهبوا فتحس
فرون كقوم ال
ا ال
ال وح الله س من ر ـ ي
ا يا
انه ل وح الله سوا من ر ـ ي
ا تا
٨٧ول
94 Mastura Bohari dan Farahwaida Mohd Yusuf, “Pendidikan Keibubapaan Melalui
Santunan Fitrah Nabi Ya’qub as Dan Pendekatannya Bagi Menangani Salah Laku Remaja”
dalam jurnal Umran: International Journal Of Islamic And Civilizational Studies, 2020, h. 119 95 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 460 96 Mastura Bohari dan Farahwida Mohd Yusuf, “Pendidikan Keibubapaan Melalui
Santunan Fitrah Nabi Ya’qub as Dan Pendekatannya Bagi Menangani Salah Laku Remaja”,
dalam jurnal Umran, vol. 6, no. 3-2, 2020, h. 119
126
“Mereka berkata, “Demi Allah, engkau tidak henti-hentinya mengingat
Yusuf, sehingga engkau (mengidap) penyakit berat atau engkau
termasuk orang-orang yang akan binasa.” Dia (Yakub) menjawab,
“Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.
Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui. Wahai
anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-
orang yang kafir.” (QS. Yusuf [12]: 85-87)
Penafsiran:
Pada ayat 85 menjelaskan bahwa anak-anak Nabi Ya’qub as merasa
cemas dan berbelas kasihan ketika melihat ayahnya ditelan rasa sedih dan
sakit.Lalu mereka berkata dengan penuh cinta dan kasih sayang. Masihkah
ayahnya mengingat Yusuf, hingga merasa bersedih dan menangis
karenanya, sampai jatuh sakit padahal itu sama sekali tidak bermanfaat.
Mengapa ayahnya memilih kesengsaraan dan mati sia-sia. Seakan-akan
mereka mengatakan, “Jika ayah terus seperti ini, kami takut akan binasa
dan mati”.97
Diriwayatkan bahwa kedua mata Nabi Ya’qub as tidak pernah kering
dari air mata, sejak perpisahannya dengan Yusuf hingga bertemu kembali
sekitar empat puluh tahun kemudian. Tidak ada seorang pun di muka bumi
yang lebih dimuliakan Allah daripada Nabi Ya’qub as.98
Pada ayat 86 dijelaskan ketika Nabi Ya’qub as dicela oleh anak-
anaknya karena kesedihan dan kepedihannya dalam memikirkan Yusuf.
Dengan penuh keyakinan, Nabi Ya’qub as berkata bahwa Allah akan
memberikan jalan keluar. Nabi Ya’qub as tidak akan mengadukan
kesalahannya kepada mereka sekalian, tetapi ia mengadukannya kepada
Allah dari rahmat, kelembutan dan kebaikan-Nya, mengetahui apa yang
97 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 210 98 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 210
127
tidak mereka ketahui. Kemudian Nabi Ya’qub as mengarahkan mereka agar
mencari Yusuf dan Bunyamin, serta menyuruh mereka agar mereka tidak
berputus asa dalam mencari keduanya, karena rahmat Allah sangat luas dan
jalan keluar-Nya sangat dekat dan terlihat. Selanjutnya mufassir mejelaskan
maksud ayat 87 adalah yang dimaksud dengan rahmat Allah Swt disini
adalah jalan keluar yang diperoleh setelah melakukan usaha dan kemudahan
setelah kesulitan99.
Analisis Konflik:
Dalam fase ini, konflik ternyata masih berkembang. Konflik
kedelapan adalah adanya kejadian Nabi Ya’qub as yang dicela oleh anak-
anaknya. Mereka menganggap bahwa Nabi Ya’qub as mengalami
kesedihan yang tidak ada henti-hentinya akibat terlalu banyak memikirkan
Yusuf. Mereka berpikir bahwa seharusnya ayahnya sudah tidak perlu lagi
untuk memikirkan Yusuf AS yang sudah tiada. Karena hal tersebut adalah
perbuatan yang sia-sia, dan mereka tidak mau ayahnya sengsara. Akibatnya,
ketika Nabi Ya’qub as dicela oleh anaknya, dengan sikap yang sama, ia
tegas menyampaikan bahwa ia tidak mengadukan kesusahannya kepada
mereka tapi hanya kepada Allah Swt. Diriwayatkan bahwa kedua mata Nabi
Ya’qub as tidak pernah kering dari air mata sejak perpisahannya dengan
Yusuf hingga bertemu kembali sekitar empat puluh tahun kemudian.100
Dijelaskan bahwa cara pandang orang tua dan remaja terhadap konflik
dan ketidaksetujuan di antara mereka sering kali berbeda. Orang tua selalu
melihat dari sudur pandang kewenangan orang tua dan tatanan sosial.101
Maksud dari kata ‘remaja’ tak lain mengkonotasikan bahwa ‘remaja’ juga
99 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 211 100 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 212 101 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam
Keluarga, h. 111-113
128
merupakan seorang anak. Nampaknya, saudara-saudara Yusuf masih belum
menerima keadaan ayahnya yang masih memikirkan Yusuf, karena anak
dengan tempramen yang sulit (misalnya memiliki reaksi emosi negatif yang
tinggi) akan kesulitan mengembangkan konflik yang konstruktif, karena
sumber daya kognitif yang mereka butuhkan untuk diskusi dan telah
terkuras energinya untuk mengatur emosi negatif.102
Resolusi Konflik
Setelah mengetahui analisis konfliknya. Nabi Ya’qub as tidak hanya
diam dalam menanggapi sikap anaknya. Ia juga menyuruh anak-anaknya
untuk tidak berputus asa mencari Yusuf AS dan Bunyamin, karena ia tahu
bahwa anak-anaknya ada di negeri Mesir, tapi ia tidak tahu masih hidup
atau sudah mati. Pada hal ini, Nabi Ya’qub as berusaha untuk tetap bersikap
sabar menghadapi anaknya dan menekankan kemballi kepada anaknya
bahwa hanya kepada Allah Swt ia mengadu dan memohon. Tak lain ia juga
memberikan pesan bahwa ia memberikan contoh kepada anaknya agar
mereka juga senantiasa mencurahkan permasalahan hanya kepada Allah
Swt.103
Maka, senada dengan ciri individu pemburu (persuer), Nabi Ya’qub
as berusaha meningkatkan kualitas relasinya dengan orang-orang
terdekatnya. Ia tetap berusaha sabar dan tenang menghadapi anak-anaknya
dan sejauh ini, pada perkembangan konflik yang sudah berjalan, sudah
mulai melihat tanda-tanda perubahan perilaku saudara-saudara Yusuf yang
berubah menjadi positif, yaitu ditandai dengan yang dahulu berbohong
secara lisan saat meminta izin membawa Yusuf kepada ayahnya, kini
berubah menjadi jujur dengan meminta izin membawa Bunyamin untuk
102 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam
Keluarga, h. 108 103 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 211
129
mengambil bahan makanan dan berjanji untuk menjaganya, padahal
sebelumnya disebutkan pula bahwa Bunyamin juga termasuk anak yang
yang mereka dengki walaupun tidak sepenuhnya seperti Yusuf.104
Akhirnya, penulis akan menyajikan tabel hasil analisis konflik
keluarga Nabi Ya‘qub as dan resolusi konflik yang ditinjau dari gaya lima
tipe individu menurut Harriet Goldhor Lerner.
Tabel Hasil Analisis Konflik Keluarga Nabi Ya‘qub as
No. Ayat Analisis Konflik
Hasil
Resolusi
Konflik
Resolusi Konflik
Harriet Golder
Lerner
1.
QS.
Yusuf
ayat 4-6
Kejadian Yusuf
ketika
menceritakan
mimpinya AS yang
membuat Nabi
Ya’qub as khawatir
jika saudara-
saudaranya tahu
makna mimpi
Yusuf
Konstruktif
Nabi Ya’qub as
dalam memecahkan
hal tersebut
menggunakan cara
menjadi individu
pemburu (persuer),
karena, Nabi Ya’qub
as mengetahui
bahwa mimpi
tersebut akan
menyebabkan
konflik di tengah
hubungan
antarsaudara dan
akan menimbulkan
rasa dengki. Maka
Nabi Ya’qub as
memberikan nasehat
104 Nani Noviza, “Metode Bibliotherapy Pada Kisah Yusuf as Sebagai Media
Koseling Rasional Emotif”, dalam jurnal wardah, no. XXVII, 2013, h. 66
130
dan melakukan
kompromi kepada
Yusuf agar jangan
sampai
membocorkan
mimpinya kepada
saudara-saudaranya.
2.
QS.
Yusuf
ayat 7-10
Kedengkian
saudara Yusuf
kepada Yusuf
dikarenakan
ayahnya lebih
menyayangi Yusuf
dibanding saudara-
saudaranya yang
mengakibatkan
makar hingga
merencanakan
pembunuhan Yusuf
Destruktif
Resolusi konflik
yang dilakukan oleh
Yahudza bersifat
destruktif, karena
dapat dilihat
berdasarkan tipe
individu penakluk
(overfunctioner)
yakni Yahudza
sebagai anak sulung
memanfaatkan dan
menunjukkan
kekuasaan, ia
berupaya
mendominasi dan
mengedepankan
egonya dan pada
akhirnya walaupun
dirasa keputusan
dengan
menyingkirkan
Yusuf tidak dengan
membunuh tapi
diganti dengan
membuang ke
sumur, pada
akhirnya pemecahan
konflik tersebut
berujung dengan
pertikaian dan
pertengkaran yang
berisiko
131
memunculkan
perilaku agresi.
3.
QS.
Yusuf
ayat 11-
14
Kekhawatiran Nabi
Ya’qub as yang
disebabkan oleh
anak-anaknya
ketika meminta izin
untuk mengajak
Yusuf pergi
bermain bersama
mereka.
Konstruktif
Nabi Ya’qub as
mencoba
memecahkan
masalah dengan tipe
individu pemburu
(persuer). Karena,
Ya’qub as dengan
anaknya melakukan
tawar-menawar
untuk dapat
memberikan izin dan
melakukan
kesepakatan untuk
dapat membawa
pergi Yusuf dengan
pergi dan kembali
dalam keadaan
selamat.
4.
QS.
Yusuf
ayat 15-
18
1, Yusuf dibuang ke
dalam Sumur,
kejadian
pembuangan Yusuf
adalah puncak dari
amarah dan
kedengkian yang
mereka luapkan.
2. Sikap berbohong
kepada ayahnya
dengan mengatakan
bahwa Yusuf sudah
1. Destruktif
2. Konstruktif
1. resolusi konflik
yang digunakan
saudara Yusuf
menggunakan tipe
individu pengutuk
(blamer), karena
ketika Yusuf
mencoba memohon
pertolongan kepada
mereka supaya
dikeluarkan dari
dalam sumur, sikap
amarah mereka
semakin memuncak.
2. Nabi Ya’qub as
mencoba untuk
menjadi individu
pemburu (persuer)
132
meninggal di
makan serigala.
dengan menanyakan
bagaimana bisa
Yusuf tidak pulang
bersama mereka, apa
yang menyebabkan
mereka melakukan
hal buruk terhadap
Yusuf dan mencoba
dengan sabar
menghadapi anak-
anaknya walaupun
hatinya sudah sakit
dan sedih
5.
QS.
Yusuf
ayat 63-
66
Sikap terkejutnya
Nabi Ya’qub as
yang disebabkan
karena mendengar
kabar bahwa
Bunyamin diminta
oleh penguasa
Mesir untuk datang
ke kerajaan sebagai
bukti bahwa
mereka mempunyai
adik.
Konstruktif
Resolusi konflik
yang dilakukan oleh
kedua belah ppihak
antara Ya’qub as dan
saudara-saudara
Yusuf menggunakan
tipe individu
pemburu (persuer),
karena mereka saling
melakukan negosiasi
untuk mencapai
kesepakatan. Nabi
Ya’qub as meminta
anak-anaknya untuk
bersumpah dan
berjanji agar
membawa Bunyamin
dengan selamat dari
mulai keberangkatan
hingga kembali
pulang. Sebaliknya,
mereka juga
menyepakati
persyaratan itu
dengan
diucapkannya janji
133
dan sumpah kepada
Nabi Ya’qub as
dengan kesaksian
Allah Swt.
6.
QS.
Yusuf
ayat 77
1. munculnya rasa
kesal dari salah satu
saudara Yusuf
kepada Bunyamin
disebabkan karena
ia terbukti
membawa piala
raja dari
kerajaan.dan
munculnya kembali
rasa kedengkian
yang ternyata
masih tersisa di
dalam diri saudara-
saudara Yusuf
Destruktif
Saudara Yusuf
melakukan
pemecahan masalah
dengan ciri individu
pengutuk (blamer)
karena mereka
mengungkit-ungkit
masalah yang tidak
relevan dengan
menceritakan hal
lain yang tidak
seharusnya
diceritakan
7.
QS.
Yusuf
ayat 81-
84
kesedihan Nabi
Ya’qub as
mendengar kabar
Bunyamin terbukti
mencuri piala raja
Konsttruktif
Ya’qub as
memecahkan konflik
dengan ciri individu
penghindar
(distancer) karena ia
lebih memilih
menarik diri dari
kancah konflik.
Bukan karena
enggan
menyelesaikan
masalahnya, namun
ia berpaling karena
134
dirundung duka yang
sangat berat dan
ingin menyepi, tanpa
ada niat untuk
memusuhi anaknya.
8.
QS.
Yusuf
ayat 85-
87
Kejadian Nabi
Ya’qub as yang
dicela anak-
anaknya karena
Nabi Ya’qub as
tiada hentinya
merasakan
kesedihan sejak
kepergian Yusuf.
Konstruktif
Resolusi konflik
yang digunakan
Ya‘qub adalah tipe
individu pemburu
(persuer), karena
Nabi Ya’qub as
berusaha
meningkatkan
kualitas relasinya
dengan orang-orang
terdekatnya. Ia tetap
berusaha sabar dan
tenang menghadapi
anak-anaknya seta
tetap memberikan
arahan dan nasehat
supaya jangan putus
asa pergi mencari
Yusuf dan
Bunyamin.
B. Akhir Kisah Surah Yusuf
Setelah peristiwa yang menakjubkan itu berlalu, tibalah pada episode
terakhir dari kisah ini. Dijelaskan pada QS. Yusuf ayat 99-101:
وا مصر ان شاء ادخل
بويه وقال
يه ا
ى ال و
ى يوسف ا
وا عل
ا دخل م
منين فل
ا ى ٩٩الله
بويه عل
ورفع ا
ا ي حق ها رب
قد جعل
رءياي من قبل
ويل
بت هذا تأ
يا
دا وقال ه سج
وا ل عرش وخر
حسن ال
وقد ا
ب ن ال م م
جن وجاء بك خرجني من الس
ي ان بي اذ ا يطن بيني وبين اخوت ن نزغ الش
دو من بعد ا
135
حكيم عليم ال
ما يشاء انه هو ال
طيف ل
ي ل
ويل ١٠٠رب متني من تأ
ك وعل
ملتيتني من ال
رب قد ا
م حاديث فاطر السالحين ال قني بالصه ح
لا ني مسلما و خرة توف
انيا وال ي فى الد نت ول
رض ا
اوت وال
١٠١
“Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, dia merangkul (dan
menyiapkan tempat untuk) kedua orang tuanya seraya berkata, “Masuklah
kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.” Dan dia menaikkan
kedua orang tuanya ke atas singgasana. Dan mereka (semua) tunduk bersujud
kepadanya (Yusuf). Dan dia (Yusuf) berkata, “Wahai ayahku! Inilah takwil
mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya
kenyataan. Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia
membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah
setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sungguh,
Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Yang
Maha Mengetahui, Mahabijaksana. Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah
menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan
kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai Tuhan) pencipta langit dan bumi,
Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam
keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS.
Yusuf [12]: 99-101)
Imam Al-Fakhr berkata, “Diriwayatkan bahwa Yusuf mempersiapkan
jamuan dengan dua ratus karung gandum untuk menyambut kedatangannya
dan orang-orang yang bersamanya. Yusuf dan raja keluar menyambut Nabi
Ya’qub as bersama empat ribu orang yang terdiri dari tentara, pembesar
kerajaan dan para menteri. Sementara Nabi Ya’qub as datang dipapah oleh
Yahudza, dan melihat seekor unta dan di atasnya seorang laki-laki lalu dia
bertanya, ‘Wahai Yahudza, apakah ini Raja Fir’aun Mesir?’ ia menjawab,
‘Bukan, itu adalah anakmua, Yusuf penguasa Mesir bersama ajudan-ajudan
dan pembesar-pembesarnya. Dulu, ketika mereka masuk Mesir, jumlah
mereka tidak lebih dari tujuh puluh dua orang laki-laki dan perempuan. Ketika
136
mereka keluar dari Mesir bersama Musa, jumlah mereka lebih dari enam ratus
ribu orang selain anak-anak dan orang tua.”105
Al-Qur`an menuturkan akhir bahagia ini dalam rangkaian kata yang
menawan, “Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana.
Mereka bersimpuh seraya bersujud kepada Yusuf. Yusuf AS berkata, ‘Wahai
ayahku, inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Sungguh Tuhanku telah
menjadikannya kenyataan.”
Ada beberapa pelajaran penting yang bisa dicermati dari penggalan
ayat di atas, salah satunya adalah penyebutan ibunda Yusuf AS sepanjang
kisah ini yang tidak pernah mendengar cerita ibunda Yusuf AS dan
menimbulkan tanya, “Jika rasa putus asa dan dukacita menerpa Nabi Ya’qub
as akibat kehilangan Yusuf AS begitu luar biasa maka tentu duka yang
dirasakan ibunya jauh lebih pedih, tetapi dalam surah ini tidak diceritakan
kondisi tersebut, karena ibu Yusuf telah lama meninggal dunia sehingga yang
mengurus dan mendidik Yusuf AS serta Bunyamin adalah Nabi Ya’qub as dan
yang menjadi ibu yang dimaksud dalam ayat di atas adalah bibinya, yang
mnjadi ibu tiri Yusuf AS.106
Betapa mulianya sikap Yusuf terhadap kedua orang tuanya. Ketika
Yusuf menaikkan ibu bapaknya ke singgasana, ini menunjukkan sikap utama
seorang anak yang berbakti dan memuliakan kedua orang tuanya. Dalam ayat
di atas diceritakan pula bahwa saudara-saudara Yusuf sujud kepadanya. Para
mufassir sepakat bahwa penghormatan tersebut bukan sujud ibadah, melainkan
sebuah penghormatan. Selain itu, pada peristiwa ini, dinyatakan juga bahwa
Yusuf telah diberikan oleh Allah Swt nikmat dengan mengeluarkan dari
penjara dan tidak menyebut kisah tentang sumur karena menghormatinya,
supaya tidak memalukan saudara-saudaranya dan mengingatkan kepada
105 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 221 106 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 524
137
mereka perbuatan yang jelek setelah memaafkan mereka. Sayyid Qutb
mengatakan dalam kitab Dzilal-nya, “Betapa bahagianya dia setelah tahun
demi tahun dan hari demi hari berlalu, setelah keputusasaan, setelah rasa sakit
dan kesempitan, dan setelah ujian dan cobaan. Betapa mengesankan pertemuan
itu, yang di dalamnya terdapat pengalaman, kerinduan, kebahagiaan air mata.
Betapa indahnya akhir cerita ini, dengan ketaatan Yusuf terhadap Allah Swt
yang tidak pernah pernah melupakan-Nya dan selalu mengingat-Nya dalam
setiap detik dan kejadian-kejadian yang terjadi pada-Nya.”107
Sebelum menyaksikan babak akhir dalam cerita Yusuf, ia
menunjukkan rasa syukur atas kegembiraan, kesenangan dari pertemuan dan
kasih sayang keluarganya. Sebagai hamba yang bersyukur dan berdzikir dia
selalu berdoa agar Allah mewafatkannya dalam keadaan Muslim. Yusuf telah
merasakan manis pahitnya dunia, kenikmatan dan kesengsaraan. Ketika
permasalahan selesai dan dia tahu bahwa tidak ada yang abadi kecuali Allah
Swt. Yusuf pun merindukan pertemuan dengan Rabb-Nya. Tidak jauh berbeda
dengan orang yang akalnya sempurna, lebih senang mati, bukannya untuk
menghindarkan diri dari kehidupan, tetapi karena atas pertimbangan bahwa
kenikmatan yang abadi hanya ada setelah kematian di kampung abadi dan hari
kiamat. Maka dia merasakan kematian telah dekat, dia meminta kepada Allah
Swt agar dipindahkan dari dunia yang fana kepada dunia kebahagiaan yang
abadi dan dikumpulkan bersama para nabi, orang-orang yang bertakwa. 108
Sebelum melantunkan permintaan tersebut, Yusuf AS mengucapkan
berbagai macam pujian-pujian dan bersyukur kepada Allah Swt, pertama, atas
segala nikmat kekuasaan, kedua atas segala nikmat ilmu dan pemahaman
penakwilan mimpi, ketiga atas penjagaan dan pemeliharaan Allah Swt
107 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 213-214 108 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 223
138
terhadapnya secara sempurna. Setelah itu baru beliau meminta kepada Allah
Swt agar dimatikan dalam keadaan Islam dan dikumpulkan bersama orang-
orang saleh, kemudian berkata,
“Yaa Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan
kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian
takwil mimpi. (Wahai Tuhan) pencipta langit dan bumi, Engkaulah
pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim
dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS. Yusuf:101)
Hingga disini selesailah kisah Yusuf AS yang di dalamnya terdapat
peringatan, pelajaran dan peristiwa-peristiwa yang menakjubkan yang
mendorong masnuisa untuk memikirkan dan merenungkan kisah Nabi Ya’qub
as bersama saudara-saudranya, dengan segala peristiwa dan kejadian yang ada
di dalamnya.109
109 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur
Suhardi, h. 223
141
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Beberapa kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian ini, utamanya dalam
menjawab rumusan masalah yang telah penulis sebutkan pada bab I penelitian
ini, penulis menemukan bahwa ada delapan tema kejadian konflik yang terjadi
dalam keluarga Nabi Ya’qub as dalam tafsir Qabas Min Nur Al-Qur`an Al-
Kariim beserta bentuk resolusi yang digunakan menurut analisis pendekatan
psikologi, yaitu:
1. Konflik Yang Terjadi Pada Keluarga Nabi Ya’qub as dalam surah Yusuf
yakni:
a. Pada ayat 4-6 terdapat kejadian Yusuf ketika menceritakan mimpinya
AS yang membuat Nabi Ya’qub as AS khawatir jika saudara-
saudaranya tahu makna mimpi Yusuf
b. Pada ayat 7-10 adanya kedengkian saudara Yusuf kepada Yusuf
dikarenakan ayahnya lebih menyayangi Yusuf dibanding saudara-
saudaranya yang mengakibatkan makar hingga merencanakan
pembunuhan Yusuf
c. Pada ayat 11-14 rasa kekhawatiran Nabi Ya’qub as yang disebabkan
oleh anak-anaknya ketika meminta izin untuk mengajak Yusuf pergi
bermain bersama mereka.
d. Pada ayat 15-18 terdapat dua konflik, yaitu: pertama, Yusuf dibuang
ke dalam Sumur, kejadian pembuangan Yusuf adalah puncak dari
amarah dan kedengkian yang mereka luapkan. Kedua, Sikap berbohong
kepada ayahnya dengan mengatakan bahwa Yusuf sudah meninggal di
makan serigala.
141
e. Pada ayat 63-66 muncul sikap terkejutnya Nabi Ya’qub as yang
disebabkan karena mendengar kabar bahwa Bunyamin diminta oleh
penguasa Mesir untuk datang ke kerajaan sebagai bukti bahwa mereka
mempunyai adik.
f. Pada ayat 81-84 adanya rasa kesal dari salah satu saudara Yusuf kepada
Bunyamin disebabkan karena ia terbukti membawa piala raja dari
kerajaan.dan munculnya kembali rasa kedengkian yang ternyata masih
tersisa di dalam diri saudara-saudara Yusuf
g. Pada ayat 85-87 adanya kesedihan Nabi Ya’qub as mendengar kabar
Bunyamin terbukti mencuri piala raja
h. Kejadian Nabi Ya’qub as yang dicela anak-anaknya karena Nabi
Ya’qub as AS tiada hentinya merasakan kesedihan sejak kepergian
Yusuf.
2. Resolusi konflik Keluarga Nabi Ya’qub as
a. Pada kejadian diceritakan mimpi Yusuf. Nabi Yusuf menyembunyikan
kisah mimpinya dari saudara-saudaranya.
b. Kedengkian saudara-saudara Yusuf bersifat destruktif. Karena saudara-
saudara Yusuf setuju untuk membunuh Yusuf.
c. Resolusi yang digunakan oleh Nabi Ya’qub as bersifat konstruktif,
Nabi Ya’qub as mencoba bersikap adil dengan melakukan tawar-
menawar dan meminta jaminan kepada anak-anaknya supaya Yusuf
tetap dalam penjagaan mereka.
d. Ketika Yusuf dibuang ke dalam Sumur, resolusi konflik yang mereka
gunakan bersifat destruktif. Yusuf mencoba untuk meminta
pertolongan kepada saudara-saudaranya, namun mereka tidak
menggubrisnya.
e. Kebohongan lisan saudara-saudara Yusuf yang disampaikan kepada
Nabi Ya’qub as, diatasi dengan cara konstruktif. Ya’qub as tidak
142
menampakkan emosi dengan kemarahan, namun ia tegas menasehati
anak-anaknya.
f. Resolusi yang digunakan oleh Nabi Ya’qub as ketika ia mendengar
kabar bahwa Bunyamin diminta oleh penguasa Mesir untuk datang ke
kerajaan, bersifat konstruktif. Ia meminta anak-anaknya bersumpah
dan berjanji agar membawa Bunyamin selamat dari pergi hingga
kembali pulang.
g. Resolusi konflik dilakukan oleh saudaranya ketika muncul kembali
rasa dengki dan saudara Yusuf kepada Bunyamin, karena terbukti
membawa piala raja, bersifat destruktif. Mereka justru menjadikan
kesempatan itu untuk mencaci Bunyamin.
h. Resolusi konflik yang dilakukan oleh Nabi Ya’qub as ketika dicela
anak-anaknya ketika merasakan kesedihan sejak kepergian Yusuf
bersifat konstruktif. Ia tetap sabar dan tawakkal kepada Allah swt.
Dari poin-poin konflik dan bentuk resolusi yang sudah disebutkan di
atas, penulis juga ingin menyampaikan bahwa konflik memang dapat
terjadi di mana saja dan kapan saja baik terencana maupun tanpa
sepengetahuan kita. Dalam sebuah keluarga, konflik merupakan hal yang
tidak bisa dihindarkan.
Pembahasan tentang konflik yang terjadi dalam keluarga Nabi
Ya’qub as, dapat disimpulkan juga bahwa menjalankan suatu keluarga
campuran memang tidak mudah dan harus mempunyai strategi atau
manajemen konflik dengan benar ketika menghadapi suatu masalah atau
konflik. Dalam ilmu psikologi menjelaskan bahwa komunikasi, saling
pengertian antar anggota keluarga dan kesabaran merupakan bagian kunci
suksesnya dalam menjalankan keluarga campuran. Sikap ikhtiar seorang
hamba, menumbuhkan rasa percaya dan berserah diri kepada Allah Swt
143
juga merupakan hal yang harus dihadirkan dalam menghadapi sebuah
masalah di kehidupan.
B. Saran
Setelah menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tulisan ini
masih jauh dari kata sempurna. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan penulis
dari segi kemampuan maupun referensi buku. Kemudian untuk
menyempurnakan karya ini, kritik dan saran yang membangun penulis sangat
diharapkan. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khusunya dan pembaca pada umumnya.
145
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah , Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar E M,
(Pustaka Imam Syafi’i: Bogor, 2004) jilid 4
Al-Qur`an dan Tafsirnya
Al-Qur`an dan Tafsirnya. (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1990), Jilid
IV
Amalia Mida, “Pendekatan Psikologi Dalam Kajian Islam”, dalam jurnal El-
Furqania, vol 3 No. 2 Agustus 2016
Azwandi, “Konflik Dan Resolusi Konflik Jama’ah Masjid Kembar Menara
Tunggal Di Desa Banyumulek Kecamatan Kediri Lombok Barat”,
dalam jurnal Pusat Penelitian dan Publikasi LP2M UIN Mataram,
2018
Bohari Mastura dan Yusof Farahwahida, Mohd, “Pendidikan Keibubapaan
Melalui Santunan Fitrah Nabi Nabi Ya’qub as A.S Dan Pendekatannya
Bagi Menangani Salah Laku Remaja” dalam jurnal Umran, Akademi
Tamadun Islam Universiti Teknologi Malaysia, vol. 6, no. 3 – 2
Charilsyah David, “Metode Dan Teknik Mengajarkan Kejujuran Pada Anak
Sejak Usia Dini”, dalam jurnal Educhild Vol. 5 No. 1, 2016
Daulay Nurussakinah, Pengantar Psikologi Dan Pandangan Al-Qur`an
Tentang Psikologi, (Jakarta: Kencana Prenamedia,2014) Cet ke-1
Ediarmo Toto, “Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa Dalam Al-Qur`an”,
dalam jurnal Arabiyat: jurnal pendidikan bahasa Arab dan
Kebahasaaraban, vol. I, no. 1, 2014
Fatahilah Aji dkk, “Penafsiran Ali-Alshabuni Tentang Ayat-ayat Yang
Berkaitan Dengan Teologi”, dalam jurnal Al-Bayan, Vol. 1 No. 2, 2016
Fiqhiyatun Naja dan Nanik Kholifah, “Bias Konfirmasi Terhadap Perilaku
Berbohong” dalam jurnal Psikologi vol. 7 no. 1, maret 2020
Fsieh Rahman dkk, “Analisis Unsur-Unsur Instrinsik Pada Kisah Yusuf as
Dalam Al-Quran Melalui Pendekatan Kesusatraan Modern”, dalam
jurnal Al-Ibrah, vol. VII no. 01, 2019
145
Gordon Thomas, P.E.T Parrent Effectiveness, terj.Farida Lestira Subardja dkk,
(Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2020) cet 5
Hajir, Nonci M., Pembentukan Karakter Anak melalui Keteladanan
Hamsa dkk, “Kajian Kesusatraan Modern Kisah Yusuf as”, (IAIN Pare-Pare
Nusantara Press, Pare-Pare, 2019)
Hanil Mahliatus Sikkah, “Analisis Kisah Yusuf as Dalam Al-Quran Melalui
Pendekatan Interdisipliner Psikologi Sastra” dalam Jurnal Arabi :
Journal of Arabic Studies , Vol. 1 No. 2, 2016
Hanna Julisda,“Hubungan Favoritisme Orangtua Dengan Sibling Rivalry Pada
Remaja Awal”, skripsi (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim, 2019)
Haryono Andi dan Luthfah Ida, “Tafsir Ayat Hijab Analisis Metode Tafsir
Rawaiul Bayan Muhammad Ali Ash Shabuni”, dalam jurnal Al-
Dirayah, vol. 2 no. 1 2019
Hasim, “Etnografi Komunikasi Bisnis Etnis Sunda di Bandung”, dalam thesis
Universitas Pasundan, 2017
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Sosioreligius/article/view/9575
https://family.lovetoknow.com/blended-family-challenges ditulis oleh Karrie
Main
https://kbbi.kemendikbud.go.id diakses pada tanggal 27 Agustus 2020
Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, (Depok: Lingkar Studi Al-
Qur`an (eLSIQ), 2019), cet ke-2
Hutahaean , Erik Saut Hatoguan, “Kecenderungan Berbohong, Sasaran
Kebohongan dan Perbedaannya Berdasarkan Jenis Kelamin” dalam
jurnal Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek &
Sipil), Vol. 2, agustus 2007
Imamul, Muttaqin M. “Nilai-nilai karakter dalam Surat Yusuf (Studi
Komparatif Para Mufassir)”, skripsi (Malang: UIN Maliki, 2015).
Tidak diterbitkan (t.d.)
Inda Lestari, dkk, “Pengaruh Gadget Pada Interaksi Sosial Dalam Keluarga”,
dalam jurnal Prosiding-KS, Sumedang: Departemen Kesejahteraan
Sosial, vol. 2, no. 2, 2005
146
Intan Puspitasari, Dewi Eko Wati, “Strategi Parent-School Partnership: Upaya
Preventif Separation Anxiety Disorder Pada Anak Usia Dini” dalam
jurnal Yaa Bunayya : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 2, no. 1,
Mei 2018
Jannah Zukhrufatul, “Asbâth Dan Yahudi Dalam Alquran (Melacak Sejarah
dan Korelasi Asbâth dan Yahudi Dalam Alquran”, skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah, 2017. h.34 (t.d)
Jannah, Ainun Miftakhul, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Telaah (QS. Yusuf
Ayat 8-18 Dan QS. Al-Hujurat Ayat 11), skripsi, Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Surakarta, 2017. Tidak diterbitkan (t.d.)
Karrie Main, Blanded Family Challenges,
https://family.lovetoknow.com/blended-family-challenges
Khabibi Muhammad Luthfi dan Muh. Syamsuddin, “Metode Pendidikan Anak
berbasis Qishshah Al-Anbiya’ dan Kontekstualisasinya di Perguruan
Tinggi Islam” dalam jurnal Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu
Agama, vol. 17, no: 1, 2017
Khairudin Fiddian, “Paradigma Tafsir Ahkam Kontemporer Studi Kitab
Rawai’ul Bayan Karya Ali al-Shabuniy”dalam Jurnal Syahadah, vol.
V, no. I 2017
Khaled Amr, Yusuf Misteri Baju Yang Robek, (Yogyakarta: Navila, 2009)
Khalil, al-Qathan Manna, Mabahis Fi Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS,
(Ummul Qura: Jakarta, 2018)
Kharomen, Agus Imam. “Keedudukan Dan Relasinya dengan Orang Tua
Perspektif Al-Quran (Perspektif Tafsir Tematik)”, Andragogi: Jurnal
Diklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan: 2019, vol. 7 no. 12.
Kusuma, Rina Sari, “Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Solusi Konflik pada
Hubungan Remaja Dan Orang Tua” dalam jurnal Warta LPM vol. 20
no. 1: 2017.
Lorizzo Carrie, Straight Talk About Divorce And Blended Families, Crabtree
Publishing Company, 2013
147
M. Wahid Nur Tualeka, “Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern”, dalam
Jurnal Al-Hikmah Universitas Muhammadiyah Surabaya, Vol.3 No. 1,
2017
Maimunah, “Konflik Psikologis Kisah Yusuf Dalam Al-Qur`an”, dalam Jurnal
al-iltizam, vol 1, No 2 Desember 2016
Mariah Ulfa, “Nilai-nilai Pendidikan Akidah Akhlak Dalam Kisah Yusuf as
Alaihis Salam”.skripsi univ. Ar-Raniry Banda Aceh tahun 2017.
Miftah Ulya, Konstruk Emosi Marah Perspektif Al-Qur`an.
MS, Saefulloh, Kisah Para Nabi terj. Qashash al-Anbiya, Qisthi Press: Jakarta,
2015.
Muarifah Alif dan Puspitasari Intan, “Hubungan Pola Asuh Demokratis dan
Kecerdasan Emosi Dengan Persaingan Antar Saudara”, Jurnal
Psikologi Insight, Vol 2 No. 1 tahun 2018
Muhammad Ali Ashabuni, Qabasun Min Nur Al-Qur`an Al-Karim, terj.
Kathur Suhardi, Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur, 2002.
Muhammad Ali Ashabuny, Tafsir Ayat al-Ahkam Min Al-Qur`an, terj. Ahmad
Dzulfikar dkk, Keira Publishing: Depok, 2016
Muhammad Barmawi, Konflik Dalam Al-Qur`an https://s3.amazonaws.com/
Muhammad Fahmi ”Potret Pendidikan Nabi Ya’qub as Kepada Yusuf as”
dalam jurnal Syaikhuna vol. 7 no. 2 Oktober 2016
Muhammad Jihad, Umur dan Silsilah Para Nabi, Qisthi Press: Jakarta, 2008.
Muhammadin dkk, “Uraian Kebencian Dalam Perspektif Agama Islam Dan
Agama Buddha” dalam jurnal JIA no 1 2019
Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kualitatif, Kuantitatif, dan Penelitian
Gabungan, Kencana: Jakarta, 2017.
Nazlianto Riza, “Hadits Zaman Rasulullah SAW Dan Tatacara
Periwayatannya Oleh Sahabat”, dalam jurnal Al-Murshalah, vol.2,
no.2, 2016.
148
Norhidayati Mariyatul, “Model Komunikasi Interpersonal dalam Kisah Yusuf
as”, dalam jurnal Al-Hiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah, vol. 04,
no. 07, 2016.
Noviza Neni, Metode Bibliotherapy Pada Kisah Yusuf as Sebagai Media
Konseling Rasional Emotif, dalam jurnal Wardah, no. XXVI, juni
2013.
Nurdin Ali, “Etika Pergaulan Remaja Dalam Kisah Yusuf as (Telaah Tafsir
Tarbawi dalam Surat Yusuf Ayat 23-24”dalam Jurnal Pendidikan
Islam Magister Manajemen Pendidikan Islam Institut Ilmu Al-Qur`an
Jakarta, Vol 1, No 3, Tahun 2019.
Pedhu Yoseph, “Gaya Manajemen Konflik Seminaris”, dalam jurnal IICET
Jurnal Konseling dan Pendidikan, vol. 8, no.1, 2020.
Qalyubi Syihabudin, Stilistika Al-Qur`an: Makna di Balik Kisah Ibrahim,
(Yogyakarta: LKiS, 2008.
Quraish, Shihab M., “Kaidah Tafsir”, Lentera Hati: Jakarta, 2013.
Al-Qurthuby Imam, Al-Jami li Ahkaam Al-Qur`an, terj. Muhyidin Masridha,
Pustaka Azzam: Jakarta Selatan, 2008.
Rashid, Roszmalizawati Ab, “Pembentukan Jatidiri Insan Melalui Kisah Yusuf
as di Dalam Al-Qur`an (Protection Of Injury Through The Story Of
The Prophets Of Yusuf In The Qur`an”, dalam jurnal International
Social Science and Humanities Journal, vol. 2, no.3, 2019
Razzaq Abdur dan Haryono Andy, “Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-
Shabuni dalam Kitab al-Bayan” dalam jurnal Wardah Vol. 18 No. 1,
2017
Rifai Juhdi, “Pendekatan Ilmu Balaghah Dalam Shafwah AL-Tafasir karya
Ali Al-Shabuny” dalam Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.2, Desember 2019
Rini, Agus Riyanti Puspito, “Kemandirian Remaja Berdasarkan Urutan
Kelahiran” dalam jurnal pelopor Pendidikan, Vol. 3 No. 1, 2012
Ristiana, Keuis Rista dan Syamsudin, Adeani Ikin, “Konflik Batin Tokoh
Utama Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2 Karya Asma Nadia
(Kajian Psikologi Sastra), dalam jurnal Literasi, Vol. 1 No. 2, 2017
149
Rohmat, “Keluarga Dan Pola Pengsuhan Anak”, dalam Jurnal Yinyang: Studi
Gender dan Anak: 2010, vol. 5 no. 1
Salim Hadiyah, Qishashul Anbiya Sejarah 25 Rasul, (Bandung: PT. Al-
ma’arif, 1991), cet 12
Salman harun, Mutiara Al-Qur`an Menerapkan Nilai-Nilai Kitab Suci Dalam
Kehidupan Sehari-hari, Qaf: jakarta, 2016 , cet I, h.225
Sarah Rizky Fajri, “Nilai-Nilai Pemdidikan Ahlak Dalam Kisah Yusuf as”,
skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017). Tidak diterbitkan
(t.d.)
Sarwat Ahmad, Pengantar Ilmu Tafsir, Rumah Fiqih Publishing: Jakarta,
2020, cet ke-2
Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2018)
Segal Jeanne dan Robinson Lawrence, “Blended Family and Step-Parenting
Tips”,https://www.helpguide.org/articles/parenting-family/step-
parenting-blended-families.htm?pdf=13583
Shihab Quraish et. al, Sejarah & Ulum Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2013), Cet. Ke-5
Singgih D. Gunarsa dan Y. Singgih D. Gunarsa, “Psikologi Praktis: Anak,
Remaja, dan Keluarga”, PT. BPK Gunung Mulia: Jakarta, cet ke-8,
2008
Siti Himatul Anisah “ Nilai-Nilai Pendidikan Ahlak dalam Al-Qur`an Surat
Yusuf ayat 8-18”, skripsi (Salatiga: IAIN Salatiga, 2018). Tidak
diterbitkan (t.d.)
Siti Robikah, “Tafsir Surah Yusuf dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan Sastra
Mustansir Mir”, dalam jurnal Al-Bayan: Studi Al-Qur`an dan Tafsir,
vol. 4 no. 1, juni 2019
Sobur Alex,“Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah”, (Bandung: Pustaka
Setia, 2003)
Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam
Keluarga. (Jakarta: Prenamedia Group, 2018), Cet. Ke-5
150
Suhardono Wisnu, “Konflik dan Resolusi”, dalam jurnal Salam: jurnal Sosial
dan Budaya Syar’i, vol. II, no. I, juni 2015
Sukartini Yupi, Konsep Dasar Keperawatan Anak. (Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2004)
Sukatin, Dina Auliah dkk, “Pendidikan Anak Dalam Islam”, dalam jurnal
Institut Agama Islam Nusantara Batanghari, volume VI no. 2, 2019
Supratiknya A. , Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi, (Yogyakarta:
Kanisius (Anggota IKADI), 1995)
Syairal Fahmy, “Manajemen Konflik Dalam Organisasi”, lihat
https://media.neliti.com
Syarqawi Ahmad, Konseling Keluarga: Sebuah Dinamika Dalam Menjalani
Kehidupan Berkeluarga Dan Upaya Penyelesaian Masalah, Al-
Irsyad: Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol. 7, No. 2, Edisi Juli-
Desember 2017
Tafsir ath-thabary h. 320-321
Thoriqul Aziz, “Pendekatan Munasabah Psikologiah Muhammad Ahmad
Khalafullah: Analisis Kisah Luth dan Kaumnya dalam Al-Qur`an”,
dalam jurnal Nun, vol. 5, no. 2, 2019
Trisna, “Jejak Keindahan Watak Para Nabi dan Keutamaan Manusia dalam
Teks Butir-butir Mutiara Hikmah, dalam jurnal Pendidikan
Humaniora, vol. 2 no. 1, 2013
Wahid, Wa Ode Rahmatun Ummah dan Rifdah Ahmad, “Rasa Tanggung
Jawab Anak Sulung Di Kota Makassar” dalam jurnal Psikologi
Talenta, vol. 2 no 2 2017
Nabi Ya’qub as A, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai
International Holy Quran Award
http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa
Yusuf Kadar M., Studi Al-Qur`an, Amzah: Jakarta, 2012
Zainul, Arifin M., “Kepemimpinan Pendidikan Yusuf as” dalam jurnal
Ta’allum, vol 4 no. 2, 2016
152
BIOGRAFI PENULIS
Aldila Putri Bunga lahir di kota Jember, Provinsi Jawa Timur
pada tanggal 17 Juni 1996. Penulis merupakan anak ke-3 dari
3 bersaudara dari pasangan Bapak Andaka Pratama dan Ibu
Cred Dien Djajaningsih. Hobi penulis yaitu menyanyi dan
travelling.
Berikut adalah riwayat pendidikan penuls:
1. MI MIMA KH. Shiddiq Jember (tahun 2002-208)
2. SMP Negeri 11 Jember (tahun 2008-2011)
3. SMA Al-Munawwariyyah Sudimoro Malang (2011-2014)
4. PP. Al-Munawwariyyah Sudimoro Malang (2014-2016)
5. Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan
Tafsir di Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta (2016-sekarang)
Penulis pernah aktif di beberapa organisasi, antara lain:
1. Tahun 2017-2018 penulis pernah menjadi anggota Kementrian Dalam
Negeri Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (DEMA-F) Ushuluddin
Dan Dakwah IIQ Jakarta dan Anggota Komisi Dua Senat Mahasiswa
(SEMA) IIQ Jakarta
2. Tahun 2018-2019 penulis menjadi anggota divisi kelimuan dalam
organisasi daerah Jam’iyyah Mudarasah Al-Qur`an (JMQ)
3. Tahun 2019-2020 penulis pernah menjabat sebagai bendahara Senat
Mahasiswa (SEMA) IIQ Jakarta dan menjadi wakil ketua organisasi
daerah Jam’iyyah Mudarasah Al-Qur`an (JMQ)