KONFLIK KELUARGA NABI YA'QUB AS PADA SURAH ...

177
KONFLIK KELUARGA NABI YAQUB AS PADA SURAH YUSUF DALAM TAFSIR QABAS MIN NÛR AL-QUR`AN AL-KARÎM (TELAAH PSIKOLOGI) Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh : Aldila Putri Bunga NIM : 16210716 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA 1442 H/2020 M

Transcript of KONFLIK KELUARGA NABI YA'QUB AS PADA SURAH ...

KONFLIK KELUARGA NABI YA‘QUB AS PADA

SURAH YUSUF DALAM TAFSIR QABAS MIN NÛR

AL-QUR`AN AL-KARÎM

(TELAAH PSIKOLOGI)

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Agama (S.Ag)

Oleh :

Aldila Putri Bunga

NIM : 16210716

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN

JAKARTA

1442 H/2020 M

2

KONFLIK KELUARGA NABI YA‘QUB AS PADA

SURAH YUSUF DALAM TAFSIR QABAS MIN NÛR

AL-QUR`AN AL-KARÎM

(TELAAH PSIKOLOGI)

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Agama (S.Ag)

Oleh :

Aldila Putri Bunga

NIM : 16210716

Dosen Pembimbing :

Iffaty Zamimah, MA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN

JAKARTA

1442 H/2020 M

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as Pada Surah

Yusuf Dalam Tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm (Telaah Psikologi)” yang

disusun oleh Aldila Putri Bunga Nomor Induk Mahasiswa: 16210716 telah

diperiksa dan disetujui untuk diujikan ke sidang munaqasyah.

Ciputat, 25 Agustus 2020

Pembimbing,

Iffaty Zamimah, MA

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as Pada Surah Yusuf Dalam

Tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm (Telaah Psikologi)” oleh Aldila Putri

Bunga dengan NIM 16210716 telah diujikan pada sidang Munaqasyah

Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta pada

tanggal 29 Agustus 2020. Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).

Jakarta, 29 Agustus 2020

Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah

Dr. H. Muhammad Ulinnuha, Lc, MA

Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,

Dr. H. Muhammad Ulinnuha, Lc, MA Mamluatun Nafisah, M.Ag

Penguji I, Penguji II,

Muhammad Haris Hakam, MA Sofian Effendi, S.Th.I, MA

Pembimbing

Iffaty Zamimah, M.A

iii

PERNYATAAN PENULIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Aldila Putri Bunga

NIM : 16210716

Tempat/Tanggal Lahir : Jember, 17 Juni 1996

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Konflik Keluarga Nabi Ya’qub As

Pada Surah Yusuf Dalam Tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm

(Telaah Psikologi)” adalah benar-benar hasil karya saya kecuali kutipan-

kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini

sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Ciputat, 27 Agustus 2020

Aldila Putri Bunga

vii

MOTTO

Akehono Syukur Ben Lali Arane Sambat

(Perbanyaklah bersyukur agar lupa mengeluh)

viii

ix

PERSEMBAHAN

Teruntuk kedua orang tua, Ayah dan Mama yang telah merawat,

menyayangi dan membesarkan tanpa mengenal lelah, serta mendukung

pendidikan saya hingga ke bangku kuliah. Semoga selalu dilimpahkan rahmat

serta selalu dalam lindungan-Nya. Teruntuk alm. KH. Muhammad Maftuh

Sa’id dan guru-guru yang sangat berjasa atas ilmu yang diberi. Dan kepada

almamater saya Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.

x

xi

حيم حمن الر الر بسم الله

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur dihaturkan kepada Allah Swt. yang

telah melimpahkan, rahmat, taufiq serta hidayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as

Pada Surah Yusuf Dalam Tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm (Telaah

Psikologi)” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) di

Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta. Salawat dan salam semoga terlimpahkan

kepada Baginda Muhammad Saw. serta keluarga, sahabat serta para

pengikutnya.

Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa di dalam penulisan

skripsi ini memilki banyak kelemahan serta kekurangan. Keberhasilan dalam

penulisan ini, takkan berjalan lancar tanpa adanya bimbingan serta dukungan

dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah

T. Yanggo, MA., Warek I IIQ Jakarta Ibu Dr. Hj. Nadjematul Faizah, SH.,

M.Hum., Warek II IIQ Jakarta Bapak Daud Arif Khan SE., M.Si., Ak.,

CPA., Warek III IIQ Jakarta Ibu Dr. Hj. Romlah Widayati M.Ag.

2. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, Dr. H. M. Ulinnuha, Lc., MA.

3. Dosen pembimbing Ibu Iffaty Zamimah, MA. Yang telah mengarahkan,

memberi perhatian, saran dan semangat ketika berkonsultasi.

4. Dosen penguji skripsi Saya, bapak Muhammad Haris Hakam, MA sebagai

penguji I dan bapak Sofyan Effendi, S.Th.I, MA

5. Instruktur Thafizh Ibu Muthmainnah, S.Th.I, MA yang selalu memberikan

semangat serta meluangkan waktu untuk penulis dalam proses tahfizh dan

tahsin.

xii

6. Kedua orang tua yang telah banyak memberikan doa, perhatian serta

dukungan dalam proses penyelesaian skripsi.

7. Alm. KH. Muhammad Maftuh Sa’id yang telah memberikan ilmu dan

mengasuh saya.

8. Kedua kakak saya Auxin Widya Putri dan Adline Putri Sabrina yang

senantiasa mensupport saya untuk segera menyelesaikan skripsi

9. Gaby Gustav Asmarawan Maulana yang memberikan doa, semangat dan

bersedia meluangkan waktunya untuk menemani mengerjakan skripsi

saya.

10. Khoirul Bariyah teman satu kontrakan yang selalu menemani dan menjadi

teman diskusi, memberikan semangat serta doa untuk penulis

menyelesaikan skripsi ini.

11. Anti Wacana Club (Fitri Amalia A., Aisyah Ali, Annisa Nabila Z., Annisa

Nur Hazfira) yang selalu mensupport dan menjadi teman diskusi dan

menjadi teman baik selama duduk di bangku perkuliahan.

12. Majelis Kontrakan (Firda, Ruly, Ulin, Atiqo, Bi’e) yang selalu

memberikan hiburan dengan info-info menarik seputar kehidupan.

13. Terkhusus untuk Elok Hanifatur R., Leni Purnama Dewi, Khairunnisa

Huwaida, Firjaun Balya yang telah membantu penulis ketika mengalami

kendala dan memberikan semangat serta doa untuk penulis menyelesaikan

skripsi ini

14. Teman-teman Ilmu Al-Qur`an Tafsir kelas A angkatan 2016 dan teman-

teman seangkatan 2016.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun agar

kedepannya bisa lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca dan bisa dijadikan bahan rujukan pada penelitian selanjutnya.

xiii

Ciputat, 24 Agustus 2020

Aldila Putri Bunga

xiv

xv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad

yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan skripsi di IIQ transliterasi Arab-

Latin mengacu pada berikut ini:

1. Konsonan

أ: a

th : ط

ب: b

zh : ظ

ت: t

: ع

ث: ts

gh : غ

ج: j

f : ف

ح: h

q : ق

خ: kh

k : ك

د: d

l : ل

ذ: dz

m : م

ر: r

n : ن

ز: z

w : و

س: s

h : ه

xvi

ش: sy

: ء

ص: sh

y : ي

ض: dh

2. Vokal

Vokal tunggal vokal panjang vokal rangkap

Fathah : a آ : â ي ...: ai

Kasrah : i ي : î و ...: au

Dhammah : u و : û

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) qamariyah

ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

al-Madînah : املدينة al-Baqarah : البقرة

b. Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam (ال) syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam (ال) syamsiyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan

sesuai dengan bunyinya.

Contoh:

xvii

as-Sayyidah : السيدة ar-rajul : الرجل

ad-Dârimî : الدارمي asy-syams : الشمس

c. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah (Tasyîd) dalam system aksara Arab digunakan lambang ( ),

sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini

berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di

akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti

oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:

اللا Âmannâ billâhi : آمنا با

Âmanâ as-Sufahâ’u : آمن السفهاء

Inna al-ladzîna : إان الذاين

wa ar-rukka i : و الركعا

d. Ta Marbûthah (ة)

Ta Marbûthah (ة) apabila berdir sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata

sifat (na at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”.

Contoh:

اللفءادةا : al-Af’idah

ية سل ما اجلمعاية اإلا : al-Jâmi ah al-Islâmiyyah

xviii

Sedangkan ta marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan

(di-washal) dengan kata benda (ism), maka dialih aksarakan

menjadi huruf “t”.

Contoh:

بة لة نصا Âmilatun Nâshibah : عاما

al-Âyat al-Kubrâ : االية الك بى

e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi

apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan Yang

Disempurnakan (EYD) seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama

tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada

EYD berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic) atau

cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun untuk nama diri yang

diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah awal

nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh: ‘Alî Hasan al-‘Âridh, al-

‘Asqallânî, al-Farmawî dan seterusnya. Khususnya untuk penulisan kata

Alqur’an dan nama-nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-

Qur`an, Al-Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.

xix

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii

PERNYATAAN PENULIS ............................................................................. v

MOTTO ......................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN ........................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ..................................................................................... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................... xv

DAFTAR ISI ................................................................................................. xix

ABSTRAK ................................................................................................. xxiii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Permasalahan .......................................................................................... 7

1. Identifikasi masalah ........................................................................... 7

2. Pembatasan Masalah .......................................................................... 7

3. Rumusan Masalah.............................................................................. 8

C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9

E. Tinjauan Pustaka................................................................................... 10

F. Kerangka Teori ..................................................................................... 13

G. Metodologi Penelitian........................................................................... 15

1. Jenis Penelitian ................................................................................ 15

2. Sumber Data .................................................................................... 16

3. Teknik Pengumpulan data ............................................................... 16

4. Metode Analisa Data ....................................................................... 17

H. Teknik dan Sistematika Penulisan ........................................................ 18

xx

BAB II KAJIAN SURAH YUSUF DAN KONFLIK KELUARGA ............. 21

A. Silsilah Keluarga Nabi Ya’qub as ........................................................ 21

B. Kajian Surah Yusuf .............................................................................. 25

1. Asbab an-Nuzul Surat Yusuf ........................................................... 25

2. Surat Yusuf Sebagai Kisah Terbaik (Ahsan al-Qashas) ................. 26

3. Munasabah Surah Yusuf Sebelum dan Sesudahnya ........................ 28

4. Ringkasan Kisah dalam Surah Yusuf .............................................. 29

C. Keluarga dan macam bentuknya ........................................................... 37

1. Definisi Keluarga ............................................................................. 37

2. Fungsi Keluarga ............................................................................... 39

3. Bentuk keluarga ............................................................................... 40

4. Keluarga Campuran (Blended Family) ............................................ 41

D. Konflik Keluarga .................................................................................. 44

1. Definisi Konflik ............................................................................... 44

2. Ciri-ciri dan Penyebab konflik ........................................................ 47

3. Karakteristik Konflik Keluarga ....................................................... 48

4. Konflik Orang Tua-Anak ................................................................. 50

5. Resolusi Konflik .............................................................................. 52

BAB III TAFSIR QABAS MIN NÛR AL-QUR`AN AL-KARÎM KARYA

MUHAMMAD ALI ASH SHABUNI (L. 1347 H - W. 1437 H) .................. 57

A. Riwayat hidup Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H) ................. 57

1. Profil Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H) ........................... 57

2. Pengalaman aktivitas keilmuan dan akademis ................................ 59

3. Karya-karya Ilmiah .......................................................................... 60

B. Metodologi Kitab Tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm. .......... 63

1. Latar Belakang Penulisan ................................................................ 63

2. Metode Penafsiran ........................................................................... 64

3. Sumber Penafsiran ........................................................................... 64

xxi

4. Corak Penafsiran.............................................................................. 65

5. Karakteristik penulisan kitab ........................................................... 66

BAB IV Analisis Psikologis Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as Dalam Tafsir

Qabas Min-Nuur Al-Qur`an Al-Kariim.......................................................... 71

A. Penafsiran Ayat Konflik Keluarga Nabi Nabi Ya’qub as ..................... 71

1. Mimpi Yusuf as (QS. Yusuf ayat 4-6) ............................................. 71

2. Sikap Kedengkian terhadap Yusuf (QS. Yusuf ayat 7-10) .............. 77

3. Saudara Yusuf merayu kepada Ayahnya Untuk Mengajak Yusuf

Pergi Bersama (QS. Yusuf ayat 11-14) ................................................... 86

4. Yusuf as Dimasukkan Ke Dalam Sumur (QS. Yusuf ayat 15-18) .. 93

5. Saudara Yusuf as membujuk ayahnya agar Bunyamin dapat pergi ke

Mesir (QS. Yusuf ayat 63-66) ............................................................... 105

6. Tuduhan Mereka kepada Yusuf dan adiknya (QS. Yusuf ayat 77) .....

....................................................................................................... 113

7. Kesedihan Nabi Ya’qub as Mendengar Bunyamin Terbukti Mencuri

Piala Raja (QS. Yusuf ayat 81-84) ........................................................ 119

8. Nabi Ya‘qub AS Dicela Oleh Anak-Anaknya (QS. Yusuf ayat 85-87)

....................................................................................................... 125

B. Akhir Kisah Surah Yusuf ................................................................... 134

BAB V PENUTUP ....................................................................................... 140

A. Simpulan ............................................................................................. 140

B. Saran ................................................................................................... 143

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 144

BIOGRAFI PENULIS .................................................................................. 152

xxii

xxiii

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan kajian Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as pada

surah Yusuf dalam kitab tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya

Muhammad Ali Ashabuni, wafat 1437 H. Dua karya populer lainnya yaitu

tafsir Rawâ`iul al-Bayân fi Tafsîr Âyat Ahkâm min al-Qur`ân (tafsir ayat-ayat

hukum dalam Al-Qur`an) dan Shafwat At-Tafâsîr. Tafsir Qabas Min Nûr Al-

Qur`an Al-Karîmmerupakan tafsir tematik yang memberikan penjelasan

maksud surat secara umum, kemudian membagi ayat-ayatnya dalam beberapa

topik tertentu dan menafsirkan secara global atau ijmali..

Fokus penelitiannya adalah pembahasan konflik keluarga Nabi Ya’qub as

di dalam tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîmtanpa mengkaji lebih

dalam tokoh-tokoh selain anggota keluarga Nabi Ya’qub as dengan upaya

memberikan kesadaran untuk lebih tegas mengatasi konflik yang sering terjadi

dalam sebuah keluarga. Atas dasar tersebut ada dua hal yang dikaji dalam

penelitian ini. Pertama, apa saja konflik keluarga Nabi Ya’qub as berdasarkan

tafsir Qabas Min Nur Al-Qur`an Al-Karim. Kedua, Bagaimana resolusi konflik

menurut telaah psikologi.

Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan (library research) yang

menjadikan tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîmsebagai sumber data

yang primer. Pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian

adalah dengan menggunakan pendekatan ilmu psikologi yakni dengan tujuan

untuk membangun penghayatan dan obyektifitas dalam membahas gejala jiwa

manusia dan tingkah laku manusia dalam lingkungannya. Sedangkan metode

yang digunakan adalah deskriptif-analisis yang digunakan untuk menjelaskan

secara mendalam mengenai konflik keluarga dalam tafsir Qabas Min Nûr Al-

Qur`an Al-Karîmkemudian dianalisa mengenai sebab akibat konflik dan

resolusinya.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konflik dan

resolusi konflik. Teori konflik menyatakan bahwa adanya peristiwa yang

meliputi pertentangan atau perselisihan antara individu dengan individu yang

lain Pesan yang ditemukan adalah konflik yang terjadi dalam keluarga Nabi

Ya’qub as diantaranya: kekhawatiran Nabi Ya’qub as setelah mengetahui

mimpi Yusuf as, adanya sifat dengki saudara Yusuf kepada Yusuf,

pembuangan Yusuf ke dalam sumur yang dilakukan oleh saudara-saudaranya,

dan lain-lain. Pembahasan konflik tentu tidak lepas dari bagaimana resolusi

yang dilakukan. Tentu penelitian ini akhirnya menyebutkan hasil pengelolaan

konflik yang bersifat destruktif maupun konstruktif.

xxiv

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konflik pasti akan ditemukan pada setiap hubungan antar individu, dalam

sebuah hubungan keluarga setiap pertentangan atau ketidaksetujuan dalam

peristiwa sosial juga dapat disebut konflik. Adapun konflik sering dipandang

sebagai sifat permusuhan dan menjadikan hubungan tidak baik. Kendati

demikian, berbagai kajian memperlihatkan bahwa adanya konflik tidak

selamanya berakibat buruk, tetapi justru dapat menimbulkan keadaan yang

positif.1

Al-Qur`an telah menceritakan sejarah-sejarah di dalamnya bahwa

ditemukan banyak kisah konflik, bahkan sejak permulaan penciptaan manusia,

seperti dalam kejadian dialog antara Allah, malaikat, dan iblis. Dialog tersebut

bila dipahami secara tekstual, ialah merupakan hasil dari adanya persaingan

antara iblis, malaikat, dan manusia (Adam). Dialog itu terdapat pada QS. Al-

Baqarah ayat 30:

فسد فيها من يعل ج

توا ا

رض خليفة قال

ا فى ال

ي جاعل

ة ان ملىك

ك لل رب

واذ قال

مدك ونقد ح بح سب ن ن ح

ماء ون مون فيها ويسفك الد

ا تعل

م ما ل

علي ا ان

ك قال

س ل

٣٠

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku

hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau

hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di

sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?”

Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

(QS. Al-Baqarah [2]:30)

1 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga.

(Jakarta: Prenamedia Group, 2018), Cet. Ke-5, h.101

2

Ayat tersebut menunjukkan adanya gesekan antara iblis, malaikat, dan

kompetitor baru (Adam) yang dianggap sebagai mahluk yang belum teruji

untuk diposisikan menjadi lebih unggul dibandingkan malaikat dan iblis.

Fenomena konflik selanjutnya adalah perseteruan antara Qabil dan Habil,

mereka berdua adalah anak dari Adam dan Hawa. Konflik yang terjadi yakni

terbunuhnya Habil akibat keberhasilannya dalam memperebutkan seorang

perempuan cantik bernama Iqlima untuk dinikahinya. Pada fenomena

pembunuhan antara Qabil dann Habil disebabkan oleh persaingan untuk

mendapatkan perempuan yang akan dinikahinya.2

Adapun konflik terjadi pada nabi Nuh AS dalam QS. Hud ayat 25-49.

Kisah dimulai dengan berita pengutusan dari Allah kepada Nuh AS terhadap

kaumnya, disampaikan oleh Nuh AS agar menyembah Allah, tidak ada selain-

Nya agar kaumnya tidak mendapatkan siksa azab pada hari yang sangat pedih.

Namun, para pemuka yang kafir justru enggan untuk mengikuti Nuh, karena

mereka tidak melihat Nuh memiliki suatu kelebihan apapun atas mereka. Justru

mereka menganggap bahwa Nuh adalah pendusta. Selanjutnya pada ayat 26-

36 diceritakan nahwa ketika Nuh mengajak mereka untuk menyembah Allah,

justru kaumnya menolak dengan ejekan dan makian hingga mereka menentang

azab tersebut. Pada ayat-ayat selanjutnya mengisahkan tentang pengutusan

Allah Swt untuk membuat perahu dan mengajak kaumnya menaiki perahunya.

Sampai tiba pada munculnya air yang menjadi gelombang

besar,menenggelamkan manusia-manusia yang tidak beriman. Lalu

menceritakan pula ketika anaknya tenggelam akibat tidak mau beriman dan

menolak seruan ayahnya.3

2 Muhammad Barmawi, Konflik Dalam Al-Qur`an https://s3.amazonaws.com/

diakses pada tanggal 20 Februari 2020 pukul 12.55 WIB 3 Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur`an: Makna di Balik Kisah Ibrahim,

(Yogyakarta: LKiS, 2008, h. 28

3

Contoh di atas dapat penulis simpulkan bahwa memang kenyataannya

pada kehidupan para nabi banyak ujian yang datang silih berganti. Para nabi

pun juga melewati ujian tersebut demi menghadapi dan menyelesaikan sebuah

konflik, tak lain ujian tersebut juga datang berasal dari orang terdekat dan

keluarganya sendiri. Tidak heran ketika seorang nabi yang menduduki posisi

sebagai orang tua diuji dengan orang terdekatnya, dan sumber permasalahan

tersebut berasal dari seorang anak kandungnya. Karena sesuai dengan firman

Alah SWT dalam QS. Al-Anfal ayat 28 dan QS. At-Taghabun ayat 15:

جر ا عنده ن الله

ا م فتنة و

ادك

ولم وا

كموال

نما ا

موا ا

٢٨ عظيم واعل

Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah

sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.

(QS. Al-Anfal [8]:28)

جر عظيم ا عنده م فتنة والله

ادك

ولم وا

كموال

١٥انما ا

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu),

dan di sisi Allah pahala yang besar. (QS. At-Tagabun [64]:15)

Melalui kedua ayat ini, Al-Qur`an bahwa seorang anak adalah ujian.

Memang sewaktu-waktu anak dapat membahagiakan dan sewaktu-waktu juga

bisa menyusahkan. Jika salah satu diantara keduanya yang dirasakan, maka

siap menerimanya sebagai cobaan. 4 Sebagaimana diketahui bahwa tujuan

didatangkannya cobaan untuk menguji manusia, jika berhasil Allah akan

memberika pahala yang agung, jika tidak orang tua akan terjerumus pada

dosa.5

4 M. Hajir Nonci, Pembentukan Karakter Anak melalui Keteladanan, dalam jurnal

UIN ALAUDDIN h. 44-45. pukul 19.00 WIB 5 Agus Imam Kharomen. “Keedudukan Dan Relasinya dengan Orang Tua Perspektif

Al-Quran (Perspektif Tafsir Tematik)”, dalam jurnal Andragogi: Jurnal Diklat Teknis

Pendidikan dan Keagamaan: 2019, vol. 7, no. 12, h.202

4

Setelah dipaparkan beberapa contoh di atas, ada hal menarik yang penulis

dapatkan. Bukan sebuah substansi ujian atau cobaan yang akand ibahas, namun

konteks situasi konflik yang akan diteliti, yakni kisah keluarga Nabi Ya’qub

as., yang terdapat dalam QS. Yusuf.

Menurut penulis, kisah dalam keluarga Nabi Ya’qub as., banyak terjadi

konflik terutama pada internal keluarganya. Diketahui bahwa Nabi Ya’qub as

adalah seorang nabi yang memiliki 12 anak dari keempat istrinya.6 Hal tersebut

menunjukkan bahwa keluarga Nabi Ya’qub as merupakan contoh bentuk

keluarga campuran (blended family). Dimana keluarga campuran juga disebut

keluarga tiri, keluarga yang dibentuk kembali atau kedua orang tua memiliki

anak dari hubungan sebelumnya, tetapi mereka telah bergabung untuk

membentuk keluarga baru. 7 Disebutkan juga bahwa, menjalankan sebuah

keluarga campuran adalah tidak mudah, karena menyatukan anggota keluarga

baru tentu membutuhkan waktu yang cukup lama dan biasanya di dalam

keluarga campuran juga terjadi beberapa masalah.8

Dalam keluarga Nabi Ya’qub as terdapat beberapa tanda munculnya

konflik, yaitu; pertama, aksi yang dilakukan saudara-saudara Yusuf yaitu

melakukan konspirasi untuk membunuh atau membuangnya ke tempat lain.

Kedua, aksi negosiasi antara salah seorang saudaranya (Yahudza) dengan ayah

mereka: antara yang ingin menjahati Yusuf dan yang ingin melindunginya.

Lalu mereka berbohong kepada ayah mereka yakni Nabi Ya’qub as., dan

bermulut manis untuk mencapai kemenangan. Ketiga, kompaknya melakukan

sikap berbohong lagi kepada ayah mereka dengan melumuri baju Yusuf

6Zukhrufatul Jannah , “Asbâth Dan Yahudi Dalam Alquran (Melacak Sejarah dan

Korelasi Asbâth dan Yahudi Dalam Alquran”, skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2017. h.34

(t.d) 7 Karrie Main, Blanded Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-

family-challenges diakses pada tanggal 5 Agustus 2020 pukul 01.20 WIB 8 Carrie Iorizzo, Straight Talk About Divorce And Blended Families, Crabtree

Publishing Company, 2013, h.5

5

menggunakan darah hewan, dan mengatakan kepada ayah mereka bahwa

Yusuf dibunuh oleh seekor serigala .9.

Berangkat dari penjelasan di atas, maka penulis memilih penelitian dengan

tema “Konflik Keluarga Nabi Ya’qub as Pada Surah Yusuf Dalam Tafsir Qabas Min

Nûr Al-Qur`An Al-Kariim (Telaah Psikologi)”, sebab penulis ingin membahas

lebih dalam mengenai konflik keluarga campuran yang dialami oleh keluarga

Nabi Ya’qub as dengan pendekatan analisis psikologi 10 , karena dalam

kisahnya terdapat berbagai masalah yang cukup kompleks. Tentu yang akan

dikaji selanjutnya adalah apa saja konflik yang terjadi pada kehidupan Nabi

Ya’qub as., dan mengetahui bagaimana resolusi untuk mengatasi konflik di

dalam keluarganya.

Pembahasan tentang hal ini akan dikaji dengan menggunakan tafsir Qabas

Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya Muhammad Ali Ash-Shabuni (W. 1437

H) karena penulisan tafsir kitab tersebut tergolong tematik yang tersusun ayat

demi ayat atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok makna

dan tema.11 Sejauh penelusuran penulis, kitab tersebut memang sudah banyak

yang menjadikan sebuah rujukan dalam karya ilmiah namun tidak sebanyak

seperti karya lainnya yaitu kitab Shafwatut tafâsîr dan tafsir Rawâiul Bayân.

9Salman Harun, Mutiara Al-Qur`an, (Jakarta: Qaf, 2016), Cet ke-1, h.223 10 Konflik menarik perhatian khsusus dari beragam disiplin ilmu, seperti soisologi,

antropologi, dan biologi. Kenyataan tersebut memberikan suatu bukti nyata bahwa konflik

menjadi satu pokok bahasan penting di berbagai disiplin ilmu, khususnya ilmu sosial,

walaupun semua disiplin ilmu tersebut mengembangkan perspektif yang berbeda untuk

mempelajari konflik. Sosiologi kemungkinan besar memandang konflik lebih kepada bentuk

interaksi sosial yang dilakukan oleh individu terhadap individu lain di lingkungannya, seperti

yang ditunjukkan oleh George Herbert Mead ketika mengembangkan teori interaksi simbolis,

bahwa semua interaksi sosial manusia memiliki tujuan-tujuan tertentu. Sementara antropologi

menjelaskan konflik sebagai bagian dari budaya dan hasil interaksi sosial yang terjadi antara

individu dan kondisi di sekitarnya. Sementara itu, psikologi memandang konflik sebagai hasil

persepsi, interpretasi, serta kondisi psikologis dan mental yang berada di belakang individu.

Meskipun ada perbedaan perspektif tentang konflik, namun hakekat konflik yang dijelaskan

oleh beragam disiplin ilmu tersebut tetap sama. (Dewanto Putra Fajar, Teori-teori Komunikasi

Konflik, Universitas Brawijaya Press: Malang, 2016, h. 3-4) 11Quraish Shihab et. al, Sejarah & Ulum Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013),

Cet. Ke-5, h. 192

6

Maka dari itu, penulis ingin menggunakan tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-

Karîm sebagai rujukan utama dalam pembahasan skripsi ini.

Selain menggunakan tafsir yang sudah disebutkan, alasan penulis

menggunakan pendekatan interdisipliner psikologi karena ilmu psikologi

adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, tetapi bukan hanya aspek fisik

fisiologi atau cara kehidupan berkelompoknya seperti yang dipelajari oleh

sosiologi dan antropologi, tetapi psikologi mempelajari perilaku atau

kegiatannya sebagai individu.12

Selain itu penulis beranggapan pendekatan psikologi cukup tepat karena

psikologi juga merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Dari jiwa

tersebut memberikan ruang lingkup yang luas seperti tentang keadaan atau

gejala jiwa manusia, pengalaman, perilaku, mental, pikirannya, maupun

perasaan panca inderanya. 13 Secara ringkas, psikologi adalah ilmu yang

mempelajari tentang tingkah laku manusia dalam hubungan lingkungannya.14.

Maka dari itu, penulis ingin melihat apa yang terjadi dalam pribadi masing-

masing tokoh pada keluarga Nabi Ya’qub as dengan menggunakan pendekatan

psikologi.

Selanjutnya, tentu akan banyak ilmu pengetahuan yang didapat dalam

kisah keluarga Nabi Ya’qub as ketika hendak mempelajari perilaku manusia

terhadap lingkungannya. Baik dari perbuatan atau perilaku dan bagaimana

manusia itu beradaptasi dan mengembangkan dirinya, terutama tentang

bagaimana cara memecahkan konflik yang terjadi pada keluarga. Hal ini tentu

12Nurussakinah Daulay, Pengantar Psikologi Dan Pandangan Al-Qur`an Tentang

Psikologi, (Jakarta: Kencana Prenamedia,2014) Cet ke-1, h.2 13 Milda Amalia, “Pendekatan Psikologi Dalam Kajian Islam”, dalam jurnal El-

Furqania, vol 3, no 2 Agustus 2016 14Alex Sobur,Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia,

2003). Cet ke-1. h. 32

7

dapat menjadi hikmah dalam menganalisa penelitian skripsi ini dapat

bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.15

B. Permasalahan

1. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka ada beberapa

masalah yang dapat diidentifikasi yaitu:

a. Timbulnya keresahan dalam keluarga yang melibatkan saudara

kandung, saudara tiri, dan ayah karena ada kecemburuan antar

sesama saudara sebab perbedaan kasih sayang.

b. Adanya kedengkian (hasad) dalam hati saudara-saudara Yusuf

terhadap Yusuf

c. Para saudara merancang taktik dan konspirasi untuk mengasingkan

Yusuf dari kehidupan keluarganya.

d. Dibuangnya Yusuf ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya

e. Saudara Yusuf mendukung untuk melakukan kebohongan yang

disampaikan untuk ayahnya dengan tujuan agar meyakinkan bahwa

Yusuf terbunuh sebab dimakan oleh binatang buas.

f. Sikap diam, sabar atau cenderung tenang Nabi Ya’qub as dalam

menghadapi anak-anaknya.

g. Beragamnya penafsiran para mufassir dalam menafsirkan surah

Yusuf

h. Banyaknya pelajaran yang berharga pada kehidupan keluarga Nabi

Ya’qub as

i. Adanya konsep psikologis dalam keluarga campuran Nabi Ya’qub

as.

2. Pembatasan Masalah

15 Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2018). h.7-9

8

Pembatasan akan lebih mudah dipahami dan terarah jika penelitian ini

dibatasi dalam membahas permasalahannya, mengingat penafsiran Al-

Qur`an sangat banyak dikaji oleh para mufassir. Maka dari itu penulis

akan membatasi permasalahan dengan meneliti apa saja konflik yang

terjadi pada keluarga Nabi Ya’qub as., dalam Al-Qur`an surah Yusuf

menggunakan tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya

Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H) dan menelaah konflik dengan

pendekatan psikologi. Adapun batasan ayat dalam surah Yusuf yang

menurut penulis mengandung konflik keluarga yaitu:

a. QS. Yusuf ayat 4-6

b. QS. Yusuf ayat 7-10

c. QS. Yusuf ayat 11-14

d. QS. Yusuf ayat 15-18

e. QS. Yusuf ayat 63-66

f. QS. Yusuf ayat 77

g. QS. Yusuf ayat 81-84

h. QS. Yusuf ayat 85-87

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas, Secara lebih

rinci permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

a. Apa saja konflik yang terjadi dalam keluarga Nabi Ya’qub as pada QS.

Yusuf berdasarkan penafsiran dalam tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an

Al-Karîm karya Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H)

b. Bagaimana resolusi konflik kaluarga Nabi Ya’qub as., menurut telaah

psikologi?

C. Tujuan Penelitian

9

Berdasarkan pada pokok permaslahan diatas, tujuan dilakukannya

penelitian ini adalah:

1. Mengetahui konflik keluarga Nabi Ya’qub as.,dalam QS. Yusuf

pada tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya Muhammad

Ali Ash Shabuni (W. 1437 H)

2. Mengetahui resolusi konflik yang terjadi dalam keluarga Nabi

Ya’qub as menurut telaah psikologi.

D. Manfaat Penelitian

Disamping memiliki tujuan penilitan, penelitian ini juga

diharapkan memliki manfaat. Adapun manfaat penelitian ini dibedakan

dalam dua bentuk yaitu:

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan

pengetahuan ilmiah di bidang ilmu agama Islam dan tafsir Al-

Qur`an

b. Sedikit banyak penelitian ini akan memberikan kontribusi bagi

perkembangan pengetahuan ilmiah di bidang ilmu agama dan

ilmu Al-Qur`an tafsir

c. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan

pertimbangan dalam memperkarya karya ilmiah dalam disiplin

ilmu keislaman, khususnya tentang ilmu psikologi

d. Memberikan kontribusi di lapangan penelitian dan pemahaman

terhadap pengaruh ilmu psikologi pada penafsiran Al-Qur’an.

2. Secara praktis

a. Dapat memberikan kesadaran untuk lebih tegas mengatasi

konflik yang sering terjadi dalam sebuah keluarga.

b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan agar masyarakat dan

umat muslim khususnya dapat memahami aspek mengenai

10

penanganan permasalahan dalam keluarga sesuai dengan

ajaran yang disampaikan dalam Al-Qur`an

E. Tinjauan Pustaka

Tujuan dari tinjauan pustaka yaitu pemaparan singkat dari hasil-hasil

penelitian sebelumnya yang terkait pokok pembahasannya dengan yang

diteliti. Berdasarkan penelusuran penulis terhadap beberapa pembahasan yang

terkait maka penulis akan mengemukakan beberapa karya tulis dan kitab,

diantaranya:

1. Sarah Rizki Fajri, dalam skripsinya dengan judul Nilai-Nilai Pendidikan

Ahlak Dalam Kisah Yusuf as. Dalam skripsi tersebut menyebutkan

analisis nilai-nilai pendidikan ahlak dalam kisah Yusuf AS pada

pendidikan islam, menggambarkan penerapan pendidikan ahlak kepada

sesama masnusia, dan tujuan dari pendidikan ahlak. Adapun kesamaan

dengan skripsi yang akan penulis garap, yakni pilihan surah yang akan

dikaji. Yang membedakannya adalah pendekatan penelitian dan objek

kajian tafsirnya.16

Penelitian yang dikaji oleh Sarah Rizki Fajri sangat bermanfaat bagi

penulis, karena penulis mendapatkan pembahasan kisah Yusuf as secara

padat dengan memetakan setiap episode atau peristiwa yang terjadi.

2. Ainun Miftakhul Jannah, dalam skripsinya dengan judul Nilai-Nilai

Pendidikan Ahlak Telaah (QS.Yusuf ayat 8-18 dan QS. Al-Hujurat ayat

11). Dalam skripsi tersebut menyebutkan kandungan QS. Yusuf ayat 8-18

dan QS. AL-Hujurat ayat 11 dengan menggunakan Al-Qur`an Bayan

DEPAG RI 2009 dan terjemah tafsir Ibnu Katsir, menyebutkan sikap-

sikap baik dan buruk yang terjadi pada pribadi tokoh yang masuk dalam

16Sarah Rizky Fajri, “Nilai-Nilai Pemdidikan Ahlak Dalam Kisah Yusuf as”, skripsi,

(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017). Tidak diterbitkan (t.d.)

11

kisah Yusuf as, dan nilai-nilai pendidikan ahlak yang terkandung dalam

QS. Yusuf ayat 8-18 dan QS. AL-Hujurat ayat 11. Adapun kesamaan

dengan skripsi yang akan penulis garap, yakni pemilihan surahnya, yang

membedakannya adalah analisa sebab akibat konflik yang terjadi dalam

keluarga Yusuf as., dan pendekatan penelitian serta objek kajian

kitabnya.17

Penelitian yang dikaji olehAinun Miftakhul Jannah berhasil

membantu penulis untuk menemukanpenjelasan mengenai kepribadian

tokoh yakni Yusuf as yang disampaikan dari beberapa kandungan ayat Al-

Qur`an selain dari QS. Yusuf.

3. Siti Himatul Anisah, dalam skripsinya berjudul Nilai-Nilai Pendidikan

Ahlak dalam Al-Qur`an Surat Yusuf ayat 8-18. Dalam skripsinya

menyebutkan nilai pendidikan ahlak dan ruang lingkupnya, metode

pendidikan ahlak, penafisran QS. Yusuf ayat 8-18 dengan menggunakan

metode tahlili, relevansi nilai pendidikan ahlak surah yusuf ayat 8-18

dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaannya adalah analisa sebab akibat

konflik yang terjadi dalam keluarga Yusuf AS dan pendekatan penelitian

serta objek kajian kitabnya.

Penelitian ini bermanfaat bagi penulis, karena penulis menemukan

beberapa relevansi nilai pendidikan ahlak dalam surah Yusuf dari ayat 8-

18 pada kehidupan sehari-hari utamanya pada lingkup keluarga.18

4. M. Imamul Muttaqin dalam tesisnya yang berjudul Nilai-Nilai Karakter

dalam Surat Yusuf (Studi Komparatif Perspektif Para Mufassir).

Menyebutkan pembahasan kajian pustaka tentang tinjauan umum

17 Ainun Miftakhul Jannah, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Telaah (QS. Yusuf

Ayat 8-18 Dan QS. Al-Hujurat Ayat 11), skripsi, Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Surakarta, 2017. Tidak diterbitkan (t.d.) 18Siti Himatul Anisah “ Nilai-Nilai Pendidikan Ahlak dalam Al-Qur`an Surat Yusuf

ayat 8-18”, skripsi (Salatiga: IAIN Salatiga, 2018). Tidak diterbitkan (t.d.)

12

pendidikan karakter, definisi nilai, tujuan pendidikan karakter, konsep

pendidikan karakter, penyajian data berupa kajian ayat dan tafsir dari

beberapa kitab seperti tafsir al misbah, kitab Al-Qur`an dan terjemah

departemen agama dan tafsir Al-Maraghi.Persamaan dalam skripsi yang

akan ditulis adalah pemilihan surahnya. Hal yang membedakannya adalah

objek kajian kitabnya danfokus penelitian suratnya ada dua yakni surah

Ali Imran dan surat Yusuf..19

Penyajian data pada tesis tersebut begitu rinci dengan menyajikan

pendapat dari beberapa mufassir, sehingga dapat memberikan penulis

pengetahuan tentang pembahasan karakter Yusuf as.

5. Maimunah, dalam jurnalnya dengan judul Konflik Psikologis Kisah Yusuf

Dalam Al-Qur`an menyebutkan struktur kepribadian dalam Islam, Konflik

psikologis yang meliputi definisi konflik, penyebab dan akibat terjadinya

konflik, ringkasan kisah Yusuf, konflik masing-masing tokoh dalam kisah

Yusuf. Adapun kesamaan pembahasan jurnal tersebut dengan skripsi yang

akan ditulis, yakni sama-sama membahas tentang konflik dan pemilihan

surah yang dipilih. Perbedaannya adalah pemaparan penafsiran ayat dan

batasan konflik yang akan dibahas. Pemaparan analisis perbandingan dua

tafsir adalah referensi utama dalam skripsi ini. Sedangkan, dalam jurnal

tersebut hanya menggunakan satu tafsir sebagai rujukan yakni tafsir Al-

Mishbah karya Quraish Shihab.20

Penelitian ini telah berkontribusi untuk penulis karena penyajian

tentang konflik keluarga Yusuf as dapat memberikan gambaran

bagaimana caranya menyajikan data dari penafsiran dan perspektif

19 M Imamul Muttaqin “Nilai-nilai karakter dalam Surat Yusuf (Studi Komparatif

Para Mufassir)”, skripsi (Malang: UIN Maliki, 2015). Tidak diterbitkan (t.d.) 20Maimunah, “Konflik Psikologis Kisah Yusuf Dalam Al-Qur`an”, dalam Jurnal al-

iltizam, vol 1, No 2 Desember 2016

13

psikologi dengan ringkas namun padat informasi tanpa meluas ketika

menyajikan penafsiran

F. Kerangka Teori

Dalam melakukan sebuah penelitian ilmiah, kerangka teori sangat

diperlukan untuk mengidentifikasi masalah yang akan diteliti dan dipakai

untuk dijadikan tolak ukur atau kriteria yang dijadikan dasar untuk

membuktikan sesuatu. Penelitian yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah

konflik keluarga Nabi Ya’qub as telaah psikologi. Maka dari itu pembahasan

konflik dalam keluarga akan dibahas menggunakan kaijan konflik keluarga

menurut psikologi.

Diketahui dalam setiap hubungan individu akan selalu muncul konflik, tak

terkecuali dalam hubungan keluarga. Secara etimologi konflik adalah

pertengkaran, perkelahian, perselisihan, tentang pendapat atau keinginan atau

perbedaan, pertentangan perlawanan dengan atau berselisih. 21 Menurut

Thomas (1992) konflik didefinisikan sebagai protes yang bemula saat salah

satu pihak menganggap pihak lain menggagalkan atau berupaya

menggagalkan kepentingannya.22

Sedangkan pengertian keluarga secara etimologi adalah ibu dan bapak

beserta anak-anaknya; seisi rumah. 23 Menurut pendapat Goldenberg ada

beberapa macam bentuk keluarga salah satunya adalah keluarga campuran

(blended family). Umumnya yang dialami oleh banyak orang adalah memiliki

21 M. Wahid Nur Tualeka, “Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern”, dalam

Jurnal Al-Hikmah Universitas Muhammadiyah Surabaya, vol.3 no. 1, 2017, h.34 22 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,

h.101 23 https://kbbi.kemendikbud.go.id diakses pada tanggal 27 Agustus 2020 pukul 09.47

WIB

14

bentuk keluarga inti yakni keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-

anak kandung. Keluarga ini merupakan keluarga yang sangat ideal.

Pembahasan keluarga Nabi Ya’qub as dalam skripsi ini adalah contoh dari

bentuk keluarga campuran (blended family) karena keluarga Nabi Ya’qub as

terdiri suami, istri, anak-anak kandung serta anak-anak tiri. Sebagai orang tua

tentu tidak mudah untuk menjalankan keluarga campuran dibandingkan

dengan keluarga inti. Selain itu, ketika terjadi konflik dalam keluarga

campuran, sebagai orang tua dapat berubah menjadi frustasi ketika keluarga

baru tidak berfungsi yang sama dengan baik seperti keluarga suami atau istri

sebelumnya.24

Ketika konflik terjadi pada sebuah keluarga, tentunya hal tersebut harus

diselesaikan. Dalam memecahkan sebuah konflik, terdapat dua tipe yaitu

destruktif dan konstruktif. Ketika konflik diselesaikan dengan cara destruktif

tentunya akan gagal. Namun jika konflik diselesaikan dengan cara konstruktif,

adil dan memuaskan kedua belah pihak pasti akan membuahkan hasil yang

baik. Seperti yang disampaikan oleh Router dan Counger (1995),

permasalahan akan dapat terpecahkan dengan cara konstruktif jika memiliki

interaksi yang hangat, sebaliknya jika keluarga tersebut interaksi dengan

bermusuhan, pemecahan masalah akan digunakan dengan cara destruktif. 25

Dari berbagai penelitian dan sesi konseling keluarga, para peneliti dan

terapis mengenali adanya gaya resolusi konflik yang umumnya digunakan

individu dalam mengelola konflik, Harriet Goldhor Lerner sebagaimana

dikutip oleh Olson dan Olson (2000), membedakan cara individu

menyelesaikan konflik menjadi lima macam, yaitu pemburu (pursuer adalah

24 Jeanne Segal, Ph.D. and Lawrence Robinson, “Blended Family and Step-Parenting

Tips”,https://www.helpguide.org/articles/parenting-family/step-parenting-blended-

families.htm?pdf=13583 diakses pada tanggal 10 April 2019 pukul 17.46 WIB

25 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga.

h.104

15

individu yang berusaha membangun ikatan yang lebih dekat), penghindar

(distancer adalah individu yang cenderung mengambil jarak secara emosi),

pecundang (underfunctioner adalah individu yang gagal menunjukkan

kompetensi atau aspirasinya), penakluk (overfunctioner adalah individu yang

cenderung mengambil alih dan merasa lebih tahu yang terbaik bagi pihak lain),

dan pengutuk (blamer, adalah individu yang selalu menyalahkan orang lain

atau keadaan).26

Dengan menggunakan kajian konflik keluarga telaah psikologi. Penulis

akan meneliti apa saja konflik yang terjadi dan mendeteksi pemecahan konflik

keluarga nabi Nabi Ya’qub as bersifat konstruktif atau destruktif dengan

menggunakan pendekatan resolusi konflik yang disebutkan oleh Harriet

Goldhor Lerner.

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian library

research (penelitian kepustakaan) yakni dengan mengumpulkan data

pustaka, mencatat, serta mengolah bahan penelitian yang berhadapan

langsung dengan teks (nash) tanpa terjun ke lapangan atau saksi-saksi

untuk mendapatkan pengetahuan atau informasi.27

Penelitian ini tergolong kualitatif karena ketika obyek penelitian yang

akan dipahami secara mendalam berupa kata-kata, kejadian atau teks

bukan angka-angka kemudian hasil akhirnya dianalisis.28

26 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,

h.105 27 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia: jakarta,

2008, h.3 28Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kualitatif, Kuantitatif, dan Penelitian Gabungan,

(Kencana: Jakarta, 2017), h.43

16

Obyek yang terkait dalam penelitian ini adalah kitab tafsir Qabas Min

Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437

H). Pendekatan yang dipakai untuk mengurai data-data ketika membahas

konflik yang terjadi dalam keluarga Nabi Ya’qub as pada surah Yusuf

dalam tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm adalah menggunakan

pendekatan psikologi. Sedangkan, ketika menelusuri menelusuri riwayat

hidup, kondisi sosial, dan latar belakang keilmuan Muhammad Ali

Ashabuni (W. 1437 H), penulis menggunakan pendekatan historis.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan dua

sumber penelitian, yaitu sumber data primer dan sekunder.

Sumber data primer yang disajikan adalah segala literatur yang

berkaitan dengan pokok kajian. Disini penulis akan menggunakan kitab

tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm karya Muhammad Ali Ash

Shabuni (W. 1437 H).

Sumber data sekunder adalah berupa referensi-referensi yang secara

tidak langsung berkaitan dengan tema konflik keluarga dalam keluarga

Nabi Ya’qub as pada QS. Yusuf (dengan pendekatan psikologi) antara lain

adalah buku buku Psikologi Keluarga karya Sri Lestari, jurnal-jurnal,

artikel ilmiah, dan sebagainya yang dapat melengkapi data-data primer di

atas.

3. Teknik Pengumpulan data

Dalam mengkaji literatur, penulis mengumpulkan data dengan cara

penelusuran kepustakaan (library research) menggunakan sumber data

primer yang berasal dari kitab tafsir dan sumber data sekunder dari jurnal,

tesis, disertasi, artikel, buku, dan lain.

17

Secara operasional, penelitian ini akan dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Pertama, penulis menetapkan tokoh yang dikaji dan objek yang

menjadi fokus kajian, yaitu Muhammad Ali Ashabuni (W. 1437 H)

dengan pilihan karya tafsirnya yakni tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an

Al-Karîm .

b. Kedua, mencari dan menyeleksi karya-karya yang berkaitan dengan

Muhammad Ali Ashabuni (W. 1437 H) dan buku-buku lain yang

terkait dengan penelitian ini.

c. Ketiga, penulis mengklasifikasi tentang penafsiran ayat yang

mengandung unsur konflik secara kontekstual dalam keluarga Nabi

Ya’qub as, tentu dengan syarat setelah membaca secara utuh surah

Yusuf dalam tafsir tersebut dan menelaah tentang biografi kitabnya

meliputi latar belakang penafsiran, metode, corak, sumber penafsiran

dan karakteristik penafsiran.

d. Keempat, penulis memaparkan tentang kajian yang berkaitan dengan

surah Yusuf, keluarga, konflik dan resolusi konflik.

e. Kelima, penulis akan menganalisis tentang penafsiran yang sudah

diklasifikasikan dengan menggunakan pendekatan psikologi

f. Keenam, penulis akan membuat kesimpulan-kesimpulan sebagai

jawaban terhadap rumusan masalah terkait konflik keluarga dan

resolusi konflik keluarga Nabi Nabi Ya’qub as

4. Metode Analisa Data

Dalam penelitian ini data yang dihasilkan adalah berupa data

deskriptif. Oleh karena itu, penulis mengguakan metode analisis deskriptif

kualitatif, yaitu dengan memaparkan data, reduksi (data yang sudah ada di

cek dan dan dicatat kembali) , memilah-milah data, dan mengungkap hal-

18

hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian, yakni dengan menelaah dan

menganalisis isi kandungan ayat yang berkenaan dengan tema konflik

keluarga Nabi Ya’qub as., pada QS. Yusuf dalam tafsir Qabas Min-nûril

Qur`an Al-Kariim lalu dikaitkan dengan ilmu psikologi untuk membangun

obyektifitas yang akan dihasilkan nantinya

H. Teknik dan Sistematika Penulisan

1. teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman

Penulisan Proposal dan Skripsi Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta, yang

diterbitkan oleh LPPI Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta

2. Sistematika Penulisan

Untuk mengarah alur pembahasan secara sistematis dan

mempermudah pembahasan maka penelitian ini akan dibagi menjadi

beberapa bab, yakni sebagai berikut:

Bab pertama, berupa pendahuluan yang mencakup latar belakang

masalah untuk memberikan penjelasan secara akademik mengapa

penelitian ini perlu dilakukan dan hal apa saja yang melatarbelakangi

penelitian ini. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi masalah serta

batasan masalah agar penelitian ini lebih terarah dan memiliki batasan

yang jelas. Selanjutnya merumusan masalah yang menjadi fokus

penelitian. Kemudian tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan

pustaka, metode penelitian dan diakhiri dengan teknik penulisan dan

sistematika penulisan.

Bab kedua, mengulas landasan teori, yang bertujuan untuk

menjelaskan gambaran secara umum mengenai kajian surah Yusuf,

keluarga dan macam bentuk keluarga, konflik keluarga, sekaligus resolusi

konflik keluarga.

19

Bab ketiga adalah penyajian biografi Muhammad Ali Ashabuni

selaku mufassir dan profil kitab tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm

.

Bab keempat adalah analisa data. Yakni menyajikan penafsiran

ayat yang mengandung unsur konflik, analisis konflik dan resolusi konflik

dalam keluarga Nabi Ya’qub as., pada QS. Yusuf.

Bab kelima, menjelaskan kesimpulan yang berisikan penegasan

jawaban terhadap masalah-maasalah yang diutarakan pada bab-bab

sebelumnya. Selain itu juga akan dikemukakan sejumlah saran sebagai

pijakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berkenaan dengan

objek masalah yang dikaji.

20

21

BAB II

KAJIAN SURAH YUSUF DAN KONFLIK KELUARGA

Setelah menjelaskan BAB I tentang Latar belakang, tujuan penelitian,

permasalahan dll. Uraian pada bab ini akan difokuskan pada pembahasan

tentang keluarga Nabi Ya’qub as, kajian suah Yusuf dan konflik keluarga.

Secara garis besar, pada bab II ini terdapat empat sub bahasan; pertama silsilah

keluarga nabi Nabi Ya’qub as, pada sub bahasan ini penulis akan mengulas

tentang silsilah keluarga Nabi Nabi Ya’qub as. Kedua kajian surah Yusuf, pada

sub bahasan ini penulis akan mengulas tentang kajian surah Yusuf. Ketiga,

keluarga dan macam bentuknya, pada sub bahasan ini penulis akan

memaparkan tentang definisi keluarga dan macam-macam bentuknya.

Keempat Konflik keluarga, pada sub bahasan ini penulis akan membahas

tentang definisi konflik, karakteristik konflik dan resolusi konflik.

A. Silsilah Keluarga Nabi Ya’qub as

ته ق راء اسحق يعقوب وامرا رنها باسحق ومن و ت فبش

٧١اىمة فضحك

Dan istrinya berdiri lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan

kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan setelah Ishak

(akan lahir) Yakub. (Hud [11]:71)

Nabi Ya’qub as adalah seorang seorang di antara para nabi dan

rasul yang dipilih oleh Allah Swt.Nabi Ya’qub as adalah keturunan Nabi

Ibrahim AS yang diutus Allah Swt., ke negeri Kan’an, untuk menyeru

manusia menyembah Allah Swt.1 Dia adalah putra Ishak bin Ibrahim AS.

Adapun ibunda nabi Nabi Ya’qub as adalah Ribka binti Batwel dan Nabi

Ya’qub as memiliki seorang saudara laki-laki bernama Esau dalam bahasa

1 Hadiyah Salim, Qishashul Anbiya Sejarah 25 Rasul, (PT. Al-ma’arif: Bandung,

1991), cet 12, h.72

22

Arab disebut al-ish. Keduanya adalah dua orang saudara kembar. Nabi

Ya’qub as lahir setelah ish, sehingga ia pun diberi nama nabi Ya’qub as,

karena dalam bahasa Arab kata Nabi Ya’qub as berasal dari kata ‘aqaba

yang berarti setelah.2

Ya’qub as dari sejak kecil hingga dewasa tumbuh dan berkembang

dengan mendapatkan perhatian dari Allah Swt., dan mendapatkan rahmat-

Nya. Oleh karena itu, dia berjalan di atas jalan hidup ayahnya dan

kakeknya. Nabi Ya’qub as adalah seorang bapak yang pengasih, di

samping seorang nabi yang sentiasa yakin dan dekat dengan Allah.

Hatinya penuh keyakinan tentang hakikat ketuhanan, ketika kesusahan

semakin menekan jiwanya, ia sentiasa berserah kepada Allah sehingga

semakin kokoh atas keyakinannya terhadap Allah Swt.3Nabi Ya’qub as

memiliki 12 orang anak yang oleh Allah Swt., mereka disebut dengan

sebutan asbath4(keturunan Nabi Ya’qub as).5Dari keempat orang istrinya,

Nabi Ya’qub as memiliki 12 putra, yakni dari Lea atau Layya enam orang

putra, yaitu; Ruben, Simeon, Lewy, Yahudza, Isakhar dan Zebulaon. Dari

Rachel lahir dua orang putra, yaitu ; Yusuf, dan Benyamin. Dari Bilha

2 Jihad Muhammad, Umur dan Silsilah Para Nabi, (Qisthi Press: Jakarta, 2008), h.

98 3Mastura Bohari dan Farahwahida Mohd Yusof, “Pendidikan Keibubapaan Melalui

Santunan Fitrah Nabi Nabi Ya’qub as A.S Dan Pendekatannya Bagi Menangani Salah Laku

Remaja” dalam jurnal Umran, Akademi Tamadun Islam Universiti Teknologi Malaysia, vol.

6, no. 3 – 2, h.117 4 makna kata Asbâth secara etimologi berarti banyak atau lebat, dan secara

terminology bermakna anak keturunan Nabi Nabi Ya’qub as dari dua belas putra beliau dan

dari setiap keturunan menjadi suatu kaum, maka penisbatan nama suku dari Asbâth ini

dinisbatkan kepada nama-nama keduabelas putra Nabi Nabi Ya’qub as tersebut (Zukhrufatul

Jannah “Asbath dan Yahudi Dalam Al-Qur`anMelacak sejarah dan korelasi Asbath dan

Yahudi dalam Al-Qur`an” dalam tesis UIN Jakarta tahun 2017, h. 49 5 Muhammad Fahmi ”Potret Pendidikan Nabi Ya’qub as Kepada Yusuf as” dalam

jurnal Syaikhuna vol. 7 no. 2 Oktober 2016, h. 226

23

dua orang anak, yaitu ; Dann dan Naftali. Kemudian dari Zilfa dua orang

putra ,yaitu ; Gad dan Asyer6

Rachel ibu Yusuf meninggal dunia dalam usia muda. Ia

dikuburkan di kota Bethlehem, yaitu sebuah tempat yang bernama Afras

dan sampai sekarang dikenal dengan nama Ahjar Ummi Yusuf. Setelah

Rachel meninggal, kedua anaknya diasuh oleh anak-anak Nabi Ya’qub as

dari Belha, Dann dan Neftali.7

Mengenai term Asbâth yang pertama kali muncul dalam Al-Qur`an

terdapat dalam surat al-A’raf [7] ayat 160:

ى اذ است و ى موسوحينا ال

ا وا م

سباطا ا

عنهم اثنتي عشرة ا ن اضرب قط

ا سقىه قومه

نا لشربهم وظل ناس م

البجست منه اثنتا عشرة عينا قد علم ك حجر فان

عصاك ال يهم ب

عل

كن مونا ول

م وما ظل

بت ما رزقنك

وا من طي لوى ك

ل من والس

يهم ال

نا عل

نزلغمام وا

انوا ال

ك

نفسهم يظلمون ١٦٠ا

“Dan Kami membagi mereka menjadi dua belas suku yang

masing-masing berjumlah besar, dan Kami wahyukan kepada Musa

ketika kaumnya meminta air kepadanya, “Pukullah batu itu dengan

tongkatmu!” Maka memancarlah dari (batu) itu dua belas mata air.

Setiap suku telah mengetahui tempat minumnya masing-masing. Dan

Kami naungi mereka dengan awan dan Kami turunkan kepada mereka

mann dan salwa. (Kami berfirman), “Makanlah yang baik-baik dari

rezeki yang telah Kami berikan kepadamu.” Mereka tidak menzalimi

Kami, tetapi merekalah yang selalu menzalimi dirinya sendiri.” (QS. Al-

A’raf [7]: 160)

Berdasarkan ayat ini yang dimaksud dengan Asbath adalah

kabilah yang terdiri dari dua belas suku, sebanyak jumlah putra Nabi

Ya’qub as. Nama-nama dari suku-suku Asbâth ini dinisbatkan kepada dua

belas putra Nabi Ya’qub as, yakni pertama suku Ruben, kedua suku

6 Zukhrufatul Jannah “Asbath dan Yahudi Dalam Al-Qur`an (Melacak sejarah dan

korelasi Asbath dan Yahudi dalam Al-Qur`an)”, tesis UIN Jakarta tahun 2017, h. 34 7Jihad Muhammad Hajjaj, Umur dan Silsilah Nabi, Qisthi Press, h. 100

24

Simoen, ketiga suku Lawi, keempat suku Yahudza, kelima suku Isakhar,

keenam suku Zebulon, ketujuh suku Dan, kedelapan suku Naftali,

kesembilan suku Gad, kesepuluh suku Asyer, kesebelas suku Yusuf, dan

kedua belas suku Benyamin. Dari dua belas suku Bani Israil ini terdapat

beberapa Nabi yang termasuk dalam dua puluh lima Nabi yang wajib kita

imani, yaitu dari suku Lawy, di antara keturunannya muncul Nabi Musa,

Nabi Harun, Nabi Ilyas. Dari suku Yahudza, di antara keturunannya

muncul Nabi Daud,Nabi Sulaiman, Nabi Zakaria, Nabi Yahya dan Nabi

Isa. Sedangkan dari keturunan Yusuf terdapat Nabi Ilyasa.8

Nabi Ya’qub as meninggal dalam usia 147 tahun di negeri Mesir,

karena beliau setelah lanjut usianya, lalu mengikuti puteranya (Yusuf as)

yang menjadi pembesar negeri Mesir. Demikian pula putera-puteranya

yang lain, hingga berturun-temurun di Negeri Mesir itu. 9 Nabi Nabi

Ya’qub as tinggal di Mesir selama tujuh belas tahun dan setelah ia

meninggal dunia. Sebelum meninggal, ia mewasiatkan kepada puteranya

Yusuf, agar jasadnya dikuburkan di negeri orang tua dan kakek-kakeknya

yaitu di Bumi Baitul Maqdis. Sedang dalam keyakinan para Ahl Kitab,

Nabi Ya’qub as memasuki Mesir pada saat berusia tiga puluh tahun dan

ketik beliau meninggal dunia, penduduk Mesir menagisinya hingga tujuh

puluh hari lamanya.10

8Zukhrufatul Jannah “Asbath dan Yahudi Dalam Al-Qur`an (Melacak sejarah dan

korelasi Asbath dan Yahudi dalam Al-Qur`an”, tesis UIN Jakarta tahun 2017, h. 73 9Hadiyah Salim, Qishashul Anbiya Sejarah 25 Rasul, (Bandung: PT. Al-ma’arif,

1991), cet 12, h.71 10 Jihad Muhammad Hajjaj, Umur dan Silsilah Nabi, Qisthi Press: Jakarta, h. 102

25

B. Kajian Surah Yusuf

1. Asbab an-Nuzul Surat Yusuf

Surat Yusuf tergolong surat makiyyah turun di Mekah sebelum Nabi

SAW., berhijrah ke Madinah. Situasi dakwah ketika itu serupa dengan

situasi turunnya surat Yunus, yakni sangat kritis, khususnya setelah

peristiwa Isra’ dan Mi’raj dimana sekian banyak yang meragukan

pengalaman Nabi Muhammad SAW. Itu bahkan sebagian yang lemah

imannya menjadi murtad. Di sisi lain, jiwa Nabi Muhammad SAW.,

sedang diliputi oleh kesedihan, karena istri beliau, Sayyidah Khadijah ra.,

dan paman beliau, Abu Thalib, baru saja wafat dan antara Baiat Aqabah

pertama yang dilanjutkan Baiat Aqabah kedua. 11

Surat Yusuf diturunkan pada tahun “kesedihan”, selain karena Nabi

Muhammad SAW., ditinggal oleh orang terdekatnya. Ketika itu, orang-

orang kafir yang semula menahan diri tidak segan lagi menyakiti nabi.

Dari situlah maka mulailah timbul banyak kelompok yang memusuhi nabi

dan berkomplot untuk mengusir beliau dari Makkah. Lebih menyedihkan

lagi, di antara anggota kelompok tersebut terdapat pula beberapa anggota

keluarga Rasulullah. Mereka adalah pamannya sendiri, Abu Jahal dan Abu

Lahab. Demikianlah, hati Rasulullah tengah dilanda sedih yang mendalam

karena selain ditinggalkan oleh orang-orang terkasih, beliau juga harus

menghadapi sikap yang menyakitkan dari pihak musuh.12

Adapun menurut al Biqâ’i, tujuan utama turunnya kisah ini adalah

untuk membuktikan bahwa kitab suci Al-Quran benar-benar merupakan

penjelasan menyangkut segala sesuatu yang mengantar pada petunjuk (

tilka âyâtul kitâbil Mubîn ), berdasar pengetahuan dan kekuasaan Allah

11Ali Nurdin, “Etika Pergaulan Remaja Dalam Kisah Yusuf as (Telaah Tafsir Tarbawi

dalam Surat Yusuf Ayat 23-24”dalam Jurnal Pendidikan Islam Magister Manajemen

Pendidikan Islam Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta, vol 1, no 3, Tahun 2019, h. 496 12Amr Khaled, Yusuf Misteri Baju Yang Robek, (Yogyakarta: Navila, 2009), cet I, h.6

26

Swt secara menyeluruh, baik yang nyata maupun yang gaib.13Selanjutnya

juga untuk menghibur nabi Muhammad SAW., dari kesedihan dan cobaan

akibat siksaan dan tekanan dari orang-orang dzalim dan orang-orang kafir

Makkah serta para pengikutnya yang memusuhinya, untuk memadamkan

cahaya Allah, seperti yang dilakukan saudara-saudara Yusuf kepadanya.

Cobaan yang diderita Yusuf itu sama dengan yang diderita oleh Nabi

Muhammad SAW., dan akibatnya adalah kemuliaan dan kemenangan

menjadi satu.14

Surat yusuf yang ayatnya terdiri dari 111 ayat, adalah surat yang ke

dua belas dalam perurutan mushaf, sesudah surat Hud dan sebelum surat

al-Hijr. Penempatannya sudah surat Hud sejalan dengan masa turunnya,

karena surat ini dinilai oleh banyak ulama turun setelah turunnya surat

Hud. Penamaan surat itu sejalan juga dengan kandungannya yang

menguraikan kisah Yusuf as., Berbeda dengan banyak nabi yang lain,

kisah beliau hanya disebut dalam surat ini. Nama beliau disebut dalam

surat Al-An’am dan surat al-Mu’min (Gafir).15

2. Surat Yusuf Sebagai Kisah Terbaik (Ahsan al-Qashas)

Kisah kehidupan para nabi merupakan salah satu tema pokok Al-

Qur`an yang secara sosio-kultural menjelaskan tentang sejarah umat

terdahulu. Sesuai dengan karakteristik penyajian kisah para nabi, Al-

Qur`an sangat jarang menggunakan wacana naratif yang utuh dan

komprehensif dalam suatu surah. Padahal ada beberapa nama nabi seperti

surah Yunus, surah Hud, Surah Ibrahim, Surah Yusuf, dan Surah

13 Hanil Mahliatus Sikkah, “Analisis Kisah Yusuf as Dalam Al-Quran Melalui

Pendekatan Interdisipliner Psikologi Sastra” dalam Jurnal Arabi : Journal of Arabic Studies ,

vol. 1, no. 2, 2016 h. 82 14 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, ( Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur, 2002) h. 105 15Ali Nurdin, “Etika Pergaulan Remaja Dalam Kisah Yusuf as (Telaah Tafsir Tarbawi

dalam Surat Yusuf Ayat 23-24”dalam Jurnal Pendidikan Islam Magister Manajemen

Pendidikan Islam Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta, vol 1, no 3, 2019. h.496

27

Muhammad. Namun hanya kisah Yusuf as yang dipaparkan dengan narasi

yang utuh, yaitu pada surah Yusuf ayat 1-111. Dalam surahnya

menceritakan secara kronologi dan sistematis dengan bahasa yang mudah

dan mengandung banyak pesan moral-spiritual.16

Para mufassirin mengatakan bahwa surat Yusuf adalah salah satu di

antara surat-surat dalam Al-Qur`an yang diturunkan untuk menghibur dan

menggembirakan hati Nabi Muhammad SAW., di kala beliau menderita

dari tekanan-tekanan yang berat dari kaum Quraisy. Demikianlah halnya

karena kisah Yusuf as ini adalah kisah yang menarik sekali, dikisahkan

dengan cara terperinci, tiap babak mengandung hikmah yang dalam dan

pelajaran yang besar manfaatnya bagi orang yang memperhatikannya,

aapalagi bila dilihat dari segi keindahan susunan bahasanya dan isi

ceritanya yang belum dikenal seluruhnya baik oleh Nabi Muhammad

SAW., sendiri maupun oleh kaum Quraisy dan orang Arab pada umunya.17

Banyak hal yang berguna bagi siapa pun yang membaca dan

memahami surat Yusuf. Allah Swt., memperlihatkan janji-Nya pada

orang-orang yang tertindas, yaitu Yusuf. Dia memperlihatkan betapa

derita dan musibah yang bertubi-tubi menimpa Yusuf ternyata berakhir

bahagia, atas ijin-Nya.18

Kisah ini selain menceritakan keadaan Nabi Ya’qub as beserta anak-

anaknya yang masih hidup dengan cara orang-orang Badwi, menceritakan

pula bagaimana kehidupan dalam masyarakat yang telah maju dan

berkebudayaan tinggi, bagaimana kehidupan golongan atas para manusia

yang penuh dengan kemewahan dan kesenangan dan bagaimana pula cara

16 Toto Ediarmo, “Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa Dalam Al-Qur`an”, dalam

jurnal Arabiyat, vol. I, no. 1, 2014 17Al-Qur`an dan Tafsirnya. (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1990), Jilid IV,

h.607 18 Amr Khaled, Yusuf Misteri Baju Yang Robek, h.7

28

mereka mengendalikan pemerintahan dan mengatur perekonomian

negara. Benarlah firman Allah yang mengatakan bahwa kisah Yusuf as.,

yang akan dikisahkan berikut ini yang paling baik dan menarik, kisah yang

paling indah.19

3. Munasabah Surah Yusuf Sebelum dan Sesudahnya

Para pakar Al-Qur`an menggunakan munasabah untuk dua makna.

Pertama, hubungan antara ayat dengan ayat atau kumpulan ayat yang

lainnya. Misalnya, hubungan kata demi kata dalam satu ayat, hubungan

ayat dengan ayat sesudahnya, hubungan kandungan ayat dengan fasilah

atau penutup, hubungan awal surah dengan surah berikutnya, hubungan

nama surah dengan tema utamanya, hubungan uraian akhir surah dengan

awal surah berikutnya. Kedua, hubungan makna ayat dengan ayat lain,

misalnya, penghkhususannya, atau penetapan syarat terhadap ayat lain

yang tidak bersyarat.20

Pada pembahasan surah Yusuf, adapun munasabah antara surah

Yusuf dengan surah sebelumnya yaitu surah Hud, kedua surah ini sama-

sama tergolong surah Makiyah. Jumlah ayatnya tidak terlalu beda, surah

Yusuf berjumlah 111 ayat sedangkan surah Hud berjumlah 123 ayat.

Keduanya sama-sama dimulai dengan susunan huruf hijaiyah yang sama

bunyinya yaitu aif lam ra, dilanjutkan dengan sifat-sifat ayat Al-Qur`an,

nama kedua surah ini diambil dari nama nabi yang dikisahkan di dalamnya

yaitu kisah nabi Hud AS dan kisah Yusuf as, kedua surah ini menjadi

pembukaan kebenaran Al-Qur`an dari risalah nabi Muhammad SAW serta

menjadi pengokoh hati nabi Muhammad SAWdan kaum muslimin,

sekaligus memperingatkan kepada kaum musyrikin Mekah akan ancaman

19Al-Qur`an dan Tafsirnya, h.608 20 Thoriqul Aziz, “Pendekatan Munasabah Psikologiah Muhammad Ahmad

Khalafullah: Analisis Kisah Luth dan Kaumnya dalam Al-Qur`an”, dalam jurnal Nun, vol. 5,

no. 2, 2019 h. 165

29

Allah Swt. Pada bagian akhir pada kedua surah ini ditegaskan kembali

tentang Al-Qur`an, pada surah Yusuf dikemukakan bahwa Al-Qur`an

bukan cerita yang dibuat-buat, sementara dalam surah Hud dikemukakan

bahwa Al-Qur`an datang kepadamu sebaai suatu kebenaran yang hakiki.21

Adapun munasabah antara surah Yusuf dengan surah setelahnya yaitu

surah al-ra’d dapat dilihat dalam beberapa hal antara lain yaitu sama-sama

dibuka dengan huruf-huruf hijaiyah dan disusul dengan penegasan bahwa

Al-Qur`an datang dari Allah Swt. Dalam surah Yusuf ditekankan

banyaknya tanda-tanda kekuasaan Allah di bumi dan di langit, tetapi

sebagian orang tidak mau beriman. Demikian juga dijelaskan dalam surah

al-ra’d. Dalam surah-surah Yusuf Allah Swt menunjukkan dalil-dalil

tauhid, sementara dalam surah al-ra’d dalil-dalil tersebut diuraikan secara

panjang lebar.

Pada kedua surah ini Allah mengemukakan tentang kisah umat

terdahulu bersama utusan Allah Swt, kedua surah ini sama-sama berguna

untuk menambah ketangguhan hati nabi Muhammad SAW bersama

pengikutnya akan kebenaran yang diajarkan oleh agama Islam22

4. Ringkasan Kisah dalam Surah Yusuf

Berikut adalah ringkasan kisah Yusuf as yang terdapat dalam QS.

Yusuf. Penulis membagi ringkasan kisahnya dengan menjadikan lima

tema:

a. Mimpi Yusuf as

Yusuf AS adalah anak Nabi Ya’qub as bin Ishaq anak Ibrahim AS.

Dia adalah anak yang sangat disayang oleh ayahnya karena paling baik

21 Hamsa dkk, Kajian Kesusatraan Modern Kisah Yusuf as, (IAIN Pare-Pare

Nusantara Press: Pare-Pare, 2019), h. 34 22 Hamsa dkk, Kajian Kesusatraan Modern Kisah Yusuf as, h. 35

30

ahlaknya, bagus rupanya terlebih setelah ibunya meninggal. Dari

situlah saudara-saudara Yusuf merasa dengki terhadapnya. Saudara-

susadara Yusuf selain Bunyamin merasa kurang senang kepadanya

sebab ayahnya mereka pandang kurang adil terhadap anak-anaknya

(sangat mengasihi Yusuf) melebihi dari mereka.

b. Kedengkian Saudara Yusuf

Akibat kedengkian saudara-saudara Yusuf, mereka

bermusyawarah untuk menyingkirkan Yusuf dari ayahnya. Pada

akhirnya tanpa disangka, ia dibuang ke dalam sumur oleh saudara-

saudaranya. Kemudian Yusuf dipungut oleh seorang musafir dan dijual

kepada penguasa Mesir dengan harga yang murah.

c. Yusuf hidup di kerajaan Mesir

Seiring berjalannya waktu, Yusuf diangkat menjadi penyangga

kerajaan Mesir bisa dikatakan sebagai menteri karena raja telah melihat

kepandaian dan perilaku yang baik terhadap Yusuf. Karena

ketampanannya, Yusuf difitnah berzina oleh isttri sang raja, hingga

diputuskan untuk Yusuf dimasukkan ke dalam penjara.

Selama di dalam penjara Yusuf pernah menakwilkan mimpi

seseoang dan takwil mimpinya terbukti. Hal serupa juga terjadi pada

raja pembesar Mesir, yaitu raja tersebut bermimpi melihat tujuh sapi

kurus memakan tujuh sapi gemuk, tujuh bulir gandum hijau, dan tujuh

bulir gandum kering. Dalam keadaan seperti itu, raja telah mencari

orang untuk menakwilkan mimpi tersebut namun raja tidak puas

dengan jawaban yang sudah disampaikan kepadanya. Hal ini kemudian

berhasil mengingatkan seorang pelayan yang sebelumnya pernah

dipenjara mengusulkan kepada raja agar meminta Yusuf untuk

menakwilkan mimpinya.

31

Lalu Yusuf menjelaskan bahwa tujuh tahun mulai saat itu, musim

berlangsung biasa. Dalam keadaan biasa itu harus melakukan

penyimpanan, yaitu berhemat dan menimbun persediaan makanan.

Tujuh tahun berikutnya akan terjadi masa paceklik, namun persediaan

makanan cukup kaena penghematan sebelumnya itu. Dan tujuh tahun

berikutnya lagi datanglah masa-masa subur kembali, hasil akan

berlimpah ruah.

Raja terkesan dengan penjelasan Yusuf. Lalu ia memintanya

keluar dari penjara, tapi ia tidak mau menerima keputusan itu sebelum

namanya dibersihkan dari isu antara ia dengan istri raja.23 Setelah itu

istri raja mengakui kesalahannya. Selanjutnya setelah menyampaikan

takwil mimpi raja dan bebas dari penjara. Yusuf menjadi salah satu

penyangga kerajaan Mesir bisa dikatakan pula sebagai menteri. Dia

mengemban tugas-tugas kenegaraan dengan sebaik-baiknya,

memimpin penanaman, sehingga mendatangkan banyak kebaikan dan

berkah.24

d. Yusuf AS bertemu dengan saudara-sadaranya

Musim paceklik tiba. Saudara-saudara Yusuf datang dari Palestina

untuk meminta bantuan makanan kepada raja Mesir. Disitulah kejadian

bertemunya Yusuf dengan saudara-saudaranya. Para saudara Yusuf

datang kepadanya untuk mengambil jatah makanan. Namun pada saat

bertemu, Yusuf nampak mengenali siapa saja rombongan dari Palestina

yang meminta bantuan untuk diberi jatah makanan, mereka adalah

asaudara-saudara Yusuf yang dahulu telah membuangnya ke dalam

sumur. Sebaliknya, saudara-saudara Yusuf sama sekali tidak mengenal

23 Salman harun, Mutiara Al-Qur`an Menerapkan Nilai-Nilai Kitab Suci Dalam

Kehidupan Sehari-hari, Qaf: jakarta, 2016 , cet I, h.225 24 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi h.181

32

wajah Yusuf, karena waktu berlalu begitu lama hingga mengubah

sosok Yusuf menjadi dewasa bukan lagi sosok anak-anak lagi seperti

dulu. Ketika mereka meminta jatah gandum, mereka juga menyebutkan

jika tempat mereka tinggal sedang mengalami keterbatasan makanan

dan mempunyai adik bungsu yang tidak dibawa karena menemani

ayahnya yang sudah tua.

Selanjutnya, setelah mereka datang dan melobi untuk meminta

jatah makanan dengan menukarkan barang-barang yang dibawa

mereka sebbagai alat tukar, diberikanlah jatah simpanan makanan oleh

Yusuf untuk mereka. Di samping itu, Yusuf mempunyai kebijakan

untuk mereka, karena Yusuf terlihat sangat ingin bertemu kembali

dengan ayahnya. Ia meminta kepada mereka untuk membawa

Bunyamin ke hadapan Yusuf dengan ancaman jika mereka tidak

membawanya, maka Yusuf tidak akan lagi memberikan bantuan

kepada mereka dengan beralasan bahwa Yusuf khawatir jika yang

mereka ucapkan adalah bohong.25

Ancaman yang disampaikan Yusuf telah didengar oleh mereka.

Sesampainya mereka tiba di rumah, ketika membuka kantong bahan

makanan, mereka melihat bahwa barang yang harusnya mereka

tukarkan untuk mendapatkan bahan pangan tersebut masih utuh.

Ternyata Yusuf dengan suka rela memberikan bahan pangan kepada

mereka. Mereka juga menceritakan kebaikan-kebaikan penguasa

kerajaan yang sampai saat itu tidak mereka ketahui bahwa ia adalah

Yusuf. Disampaikan pula kepada Nabi Ya’qub as bahwa penguasa

kerajaan Mesir meminta untuk membawa Bunyamin ke hadapan

penguasa raja untuk membuktikan bahwa kondisi keluarga yang

mereka sampaikan itu benar. Seketika Nabi Ya’qub as terkejut akan

25 Amr Khaled, “Yusuf Misteri Baju Yang Robek”, Navila: Yogyakarta, 2009, h. 174

33

permintaan tersebut, karena ia khawatir akan terjadi hal yang tidak

diinginkan untuk kedua kalinya. Nabi Ya’qub as tidak mau kehilangan

anaknya kedua kalinya, ia tidak mau Bunyamin diperlakukan sama

seperti Yusuf yang dulu. Karena sesungguhnya Nabi Ya’qub as sangat

dekat dan sayang kepada putranya, Bunyamin. Pasalnya, dari sosok

Bunyamin itulah Ya'’ub dapat mencium aroma Yusuf sehingga dapat

menjadi pelipur lara di dalam hatinya atas hilangnya sosok Yusuf yang

sangat dicintainya.26

Namun, saudara-saudara Yusuf mencoba meyakinkan ayahnya

untuk percaya akan pesan yang disampaikan oleh penguasa raja itu dan

berjanji akan menjaga Bunyamin. Kepasrahan Nabi Ya’qub as sudah ia

serahkan kepada Allah Swt, ia sudah menyerahkan penuh atas

penjagaan-Nya kepada Bunyamin. Karena akhirnya, ia memutuskan

untuk mengijinkan Bunyamin untuk pergi bersama saudara-saudaranya

untuk menemui penguasa Mesir (Yusuf) ketika hendak menukarkan

jatah makanan.27

e. Yusuf AS bertemu ayahnya

Hingga akhirnya pada suatu hari, saudara-saudara Yusuf pergi

bersama Bunyamin menghadap Yusuf untuk meminta bantuan

kembali. Yusuf menyambut dan menjamunya dengan baik, lalu

memerintahkan bawahannnya untuk memenuhi kantung-kantung

bahan pangan mereka. Ketika Yusuf menjamu mereka, ia mengambil

kesempatan untuk menjamu Bunyamin dan mengajak ke dalam

kamarnya sambil mengatakan bahwa ia adalah Yusuf kakak kandung

Bunyamin. Mereka berdua bertemu dan saling melepas rindu tanpa

diketahui oleh saudara-saudara lainnya dan akhirnya merencanakan

26 Saefulloh MS, Kisah Para Nabi terj. Qashash al-Anbiya, Qisthi Press: Jakarta,

2015, h.332 27 Amr Khaled, “Yusuf Misteri Baju Yang Robek”, h 179

34

sebuah taktik yaitu ia meletakkan piala (tempat minum raja) milik raja

ke dalam karung Bunyamin. Setelah mereka bersiap-siap untuk

melakukan perjalanan, salah seorang utusan datang menyusul dengan

mennyeru berkata bahwa salah satu dari mereka adalah pencuri, utusan

itu mengatakan bahwa raja telah kehilangan.

Beberapa saat kemudian mereka tiba kembali ke istana untuk

diperiksa. Ternyata ditemukan piala tersebut di dalam kantung bahan

pangan milik Bunyamin. Seketika itu, saudara-saudara Yusuf terkejut

dan memohon-mohon untuk membebaskan Bunyamin, karena mereka

akan juga kebingungan bagaimana menyampaikan kejadian ini kepada

ayahnya. Sedangkan, mereka sudah berjanji untuk menjaga Bunyamini

dan membawa pulang dengan selamat. Namun hal itu tidak berhasil,

keputusan raja mengatakan bahwa barangsiapa yang mencuri, ia akan

ditahan di kerjaan.28

Maka tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali mereka pulang

tanpa membawa Bunyamin. Sesampainya di rumah, mereka

menceritakan bahwa Bunyamin ditahan karena mencuri piala raja.

Semakin sedih perasaan Nabi Ya’qub as mendengar kabar terebut.

Dengan penuh tawakkal Nabi Ya’qub as pasrah kepada Allah Swt atas

apa yang sudah terjadi. Tak tahan melihat kesedihan ayahnya, mereka

merasa iba karena ayahnya mengalami duka yang mendalam. Lalu

mereka memutuskan untuk kembali pergi ke kerajaan Mesir dan

mengiba-iba memohon untuk membebaskan Bunyamin kepada Yusuf.

Sesampainya disana, Yusuf tidak kuat menahan kesedihan tentang apa

yang sedang dialami oleh ayahnya, maka saat itu juga Yusuf membuat

pengakuan bahwa ia adalah Yusuf bin nabi Ya’qub as anak Rahiil yang

pernah mereka buang sewaktu masih kecil.

28 Amr Khaled, “Yusuf Misteri Baju Yang Robek”, h 190

35

Setelah mendengar pengakuan Yusuf, mereka mengenali sosok

yang sedang mereka hadapi dan mengakui kebaikan dan kelebihan-

kelebihannya serta mengakui semua kesalahan-kesalahan yang mereka

lakukan pada saat dahulu dan meminta maaf kepada Yusuf. Berkat

akhlak yang baik dan budi pekerti mulia yang dimiliki Yusuf, dengan

keikhlasan hatinya, Yusuf memaafkan kesalahan saudara-saudaranya.

Lalu Yusuf menyuruh saudara-saudaranya untuk membawa baju

gamisnya agar diberikan kepada ayahnya. Maka, kembalilah mereka ke

negeri Kan’an untuk menyampaikan berita gembira kepada ayahnya.

Ketika sampai, mereka langsung memberikan kabar gembira mengenai

Yusuf dan Bunyamin dan ketika Nabi Ya’qub as mencium baju Yusuf,

saat itu juga Nabi Ya’qub as merasa bahagia dan bersyukur seraya

berkata kepada anak-anaknya untuk melupakan kejadian yang sudah

lalu dan memohonkan ampun kepada Allah Swt atas dosa-dosa yang

telah diperbuat oleh saudara-saudara Yusuf.

Saudara-saudara Yusuf juga menyampaikan pesan dan permintaan

Yusuf kepada ayahnya supaya semua keluarga Nabi Ya’qub as

berhijrah ke Mesir dan bergabung menjadi satu di istananya. Setiba di

istana, Yusuf dan ayahnya saling berangkulan melepaskan rasa rindu

yang mendalam hingga bercucuran air mata suka dan bahagia,

semuanya bersujud sebagai tanda syukur serta penghormatan bagi

Yusuf, kemudian dinaikkannya ayah dan ibu tirinya yang juga saudara

ibunya seraya mengatakan kepada ayahnya bahwa inilah tabir mimpi

yang dahulu itu dan mengangkat kedua tangannya seraya berdoa

kepada Allah Swt.29

29 Mariah Ulfa, “Nilai-nilai Pendidikan Akidah Akhlak Dalam Kisah Yusuf as

Alaihis Salam”.skripsi univ. Ar-Raniry Banda Aceh tahun 2017, h. 64

36

Setelah pembahasan silsilah keluarga Nabi Ya’qub as, kajian surah Yusuf

dan ringkasan kisah dalam surah Yusuf disampaikan. Selanjutnya, penulis

akan menyampaikan tentang gambaran secara umum watak dalam tokoh

anggota keluarga Nabi Ya’qub as. Penulis hanya menyampaikan 3 penokohan,

yaitu Yusuf AS, Nabi Ya’qub as, dan sausara-saudaranya. Karena ketiganya

adalah tokoh utama/sentral yang kemunculannya dimulai dari awal hingga

akhir kisah, berikut penokohannya:

a. Tokoh Yusuf as

Dalam kisah ini Yusuf AS menduduki sebagai tokoh utama/sentral,

karena semua kejadian yang dikisahkan berhubungan dengan Yusuf.

Sebagai tokoh sentral, dialah yang banyak berinteraksi dengan tokoh

lainnya. Dalam kisahnya nampak sekali bahwa ia adalah tokoh

protagonis (tokoh hero) karena ia menggambarkan sikap yang baik

dengan segala sifat keutamaan yang terpuji.

b. Tokoh Nabi Ya’qub as

Dalam kisah ini, Nabi Ya’qub as merupakan tokoh yang wataknya

ditampilkan dalam cerita dengan berbagai macam coraknya yang

dimiliki bermacam-macam sifat dan diungkapkan berbagai

kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya

dalam cerita yang pada awalnya berperan sebagai tokoh protagonis.

c. Tokoh saudara Yusuf

tokoh yang wataknya ditampilkan dalam cerita dengan berbagai

macam coraknya yang dimiliki bermacam-macam sifat dan

diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi

kepribadian dan jati dirinya dalam cerita yang pada awalnya berperan

sebagai tokoh antagonis, tokoh yang berperan sebagai orang-orang

jahat, pendendam, dan iri hati.

d. Tokoh Bunyamin

37

Bunyamin adalah tokoh tambahan sekaligus tokoh yang kehadirannya

pasif dalam kisah ini, tapi pada dasarnya tokoh ini memilki sifat

protagonis sama persis dengan sifat yang dimiliki oleh Yusuf AS.,

namun kemunculannya dalam cerita cukup penting. Ia berperan

menjadi perantara berlanjutnya cerita. Siasat penahanan dirinya

memungkinkan terjadi perjumpaan dan berkumpulnya kembali

keluarga Nabi Ya’qub as secara utuh tanpa adanya peran yang

dibawakn oleh Bunyamin. Dari tokoh Bunyamin diperoleh pelajaran,

bahwa ketaatan seorang anak kepada orang tua atau adik kepada

saudara yang lebih tua merupakan suatu keniscayaan.30

Selanjutnya, penulis akan mengantarkan pembaca pada pembahasan

selanjutnya yaitu tentang bentuk keluarga campuran (blended family) dan

konflik keluarga .

C. Keluarga dan macam bentuknya

1. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan agen utama sosialisasi, sekaligus mycrosistem

yang membangun relasi anak dengan lingkungannya. Secara etimologi

keluarga adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah. 31

Menurut sosiolog George Mudrock keluaga adalah kelompok sosial yang

bercirikan dengan adanya kediaman, kerjasama ekonomi dan

reproduksi.32

30 Rahman Fsieh dkk, “Analisis Unsur-Unsur Instrinsik Pada Kisah Yusuf as Dalam

Al-Quran Melalui Pendekatan Kesusatraan Modern”, dalam jurnal Al-Ibrah, vol. VII no. 01,

2019 h. 100-101 31 https://kbbi.kemendikbud.go.id diakses pada tanggal 27 Agustus 2020 pukul 09.48

WIB 32 Rohmat, “Keluarga Dan Pola Pengsuhan Anak”, dalam Jurnal Yinyang: Studi

Gender dan Anak: 2010, vol. 5 no.1, h.1

38

Definisi tentang keluarga dapat dilihat dari beberapa cara pandang.

Keluarga dapat dipandang sebagai tempat pemenuhan kebutuhan biologis

bagi para anggotanya. Dari sudut psikologis keluarga adalah tempat

berinteraksi dan berkembangnya kepribadian anggota keluarga. Secara

ekonomi keluarga dianggap sebagai unit yang produktif dalam

menyediakan materi bagi anggotanya dan secara sosial adalah sebagai unit

yang bereaksi terhadap lingkungan lebih luas.33 Keluarga juga merupakan

sekelompok orang yang diikat oleh perkawinan atau darah, biasanya

meliputi ayah, ibu, dan anak atau anak-anak. Disebutkan pula bahwa

keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan

manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial

dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya (W.A Gerungan,

200:194).34

Dalam terminologi syari’at keluarga adalah setiap orang yang ada

hubungan darah atau perkawinan, yaitu ibu, bapak, dan anak-anaknya

(dalam arti sempit) serta mencakup semua orang berketurunan kakek-

nenek yang sama, termasuk kedalamnya keluarga masing-masing istri dan

suami.35

Dari berbagai definisi penulis dapat menyimpulkan bahwa keluarga

adalah kelompok atau unit terkecil yang disatukan oleh perkawinan dan

akan menghasilkan hubungan kekerabatan yang bertujuan untuk mencapai

kesejahteraan bagi anggotanya.

Selanjutnya disebutkan bahwa keluarga sebagai landasan bagi anak

memberikan berbagai macam bentuk dasar. Di dalam keluarga yang

33 Yupi Sukartini, Konsep Dasar Keperawatan Anak. (Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2004), h. 21 34Inda Lestari, dkk, “Pengaruh Gadget Pada Interaksi Sosial Dalam Keluarga”, dalam

jurnal Prosiding-KS, Sumedang: Departemen Kesejahteraan Sosial, vol. 2, no. 2, 2005, h.206 35 Sukatin, Dina Auliah dkk, “Pendidikan Anak Dalam Islam”, dalam jurnal Institut

Agama Islam Nusantara Batanghari, volume VI no. 2, 2019, h.190

39

teratur dengan baik dan sejahtera, seorang anak akan memperoleh latihan-

latihan dasar dalam mengembangkan sikap sosial yang baik dan kebiasaan

berperilaku. Seorang anak yang lahir sebagai anak sulung, sebagai anak

pertama dan belum mempunyai adik, perlu juga belajar melakukan tugas-

tugas tertentu dan mengikuti tata cara keluarganya. Anak sejak usia muda

sudah perlu belajar disiplin diri dan disiplin waktu agar kelak kebiasaan

disiplin sudah terbentuk dan memudahkan anak dalam pergaulan dan

hubungan sosial dengan teman-teman.36

Sering terlihat anak sulung mengalami kesulitan karena orang tua

terlalu khawatir melihat pengaruh luar keluarga terhadap anak. Sebaliknya

dengan adanya adik baru, kakaknya mungkin merasa terancam rasa aman

dan akan bereaksi dengan berbagai cara. Dalam keluarga anak bisa juga

belajar mengenai kewibawaan dan sikap otoriter dari yang lebih tua.

Sedangkan, umumnya anak bungsu seringkali menjadi pusat perhatian dan

tempat curahan kasih sayang orang tua termasuk anggota keluarga yang

lain, karena ia anggota keluarga paling kecil. Semua anggota keluarga

selalu saja mencoba ingin memikat dan menarik perhatian anak bungsu.

Di samping itu, orang tua kemungkinan juga merasa bahwa ia sudah tahu

kemungkinan untuk memiliki anak lagi sudah berakhir,sehingga anak

bungsu menjadi tempat curahan kasih sayang yang berlebihan.37

2. Fungsi Keluarga

Adapun secara rinci fungsi keluarga adalah:

a. Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak.

b. Memberikan afeksi atau kasih sayang dukungan dan keakraban.

c. Mengembangkan kepribadian.

36 Singgih D. Gunarsa dan Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja,

dan Keluarga, PT. BPK Gunung Mulia: Jakarta, cet ke-8, 2008, h. 27 37 Agus Riyanti Puspito Rini, “Kemandirian Remaja Berdasarkan Urutan Kelahiran”

dalam jurnal pelopor Pendidikan, vol. 3, no. 1, 2012, h.66

40

d. Mengatur pembagian tugas, menanam kewajiban hak dan tanggung

jawab.

e. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, sistem

nilai moral kepada anak.38

3. Bentuk keluarga

Selanjutnya, Menurut pendapat Goldenberg (1980:157) ada sembilan

macam bentuk keluarga, antara lain:

a. Keluarga inti (nuclear family), keluarga yang terdiri dari suami, istri

serta anak-anak kandung. Keluarga ini merupakan keluarga yang

sangat ideal;

b. Keluarga besar (extended family), keluarga yang disamping terdiri

dari suami, istri, dan anak-anak kandung, juga sanak saudara

lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek,

mantu, cucu, cicit), maupun menurut garis horizontal (kakak, adik,

ipar) yang berasal dari pihak suami atau pihak isteri;

c. Keluarga campuran (blended family), keluarga yang terdiri dari

suami, istri, anak-anak kandung serta anak-anak tiri

d. Keluarga menurut hukum umum (common law family), keluarga

yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam

perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama39

38 Singgih D. Gunarsa dan Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja,

dan Keluarga, h. 27-30 39Selanjutnya yang keempat adalah Keluarga orang tua tunggal (single parent family),

keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena bercerai, berpisah, ditinggal mati

atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-anak mereka tinggal bersama; 6. Keluarga

hidup bersama (commune family), keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang

tinggal bersama, berbagi hak, dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama; 7.

Keluarga serial (serial family), keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah

dan mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing menikah lagi

serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya menganggap

sebagai satu keluarga; 8. Keluarga gabungan/komposit (composite family), keluarga terdiri

dari suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya (poligami) atau istri dengan beberapa

suami dan anak-anaknya (poliandri) yang hidup bersama; 9. Keluarga tinggal bersama

41

Dari bentuk-bentuk keluarga yang telah disebutkan. Penulis akan

memaparkan penjelasan mengenai keluarga campuran. Karena bentuk

keluarga Nabi Ya’qub as yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah

contoh bentuk dari keluarga campuran (blended family). Maka dari itu

penting jika pembahasan tentang keluarga campuran terlewatkan.

4. Keluarga Campuran (Blended Family)

Definisi sederhana dari keluarga campuran, juga disebut keluarga tiri,

keluarga yang dibentuk kembali, atau keluarga yang kompleks adalah unit

keluarga dimana satu atau kedua orang tua memiliki anak darihubungan

sebelumnya, tetapi mereka telah bergabung untuk membentuk keluarga

baru. Orang tua mungkin memiliki jenis kelamin yang sama atau

hubungan heteroseksual dan mungkin tidak memiliki anak satu sama

lain.40

Diketahui bahwa keluarga campuran atau keluarga tiri terbentuk

ketika seseorang dan pasangan hidup bersama anak-anak dari satu atau

kedua hubungan seseorang sebelumnya. Proses pembentukan baru,

keluarga campuran bisa menjadi pengalaman yang bermanfaat dan

menantang. Sedangkan sebagai orang tua cenderung menikmati kembali

sebuah pernikahan dan keluarga baru dengan sukacita dan harapan yang

besar, anak-anak dari pihak suami atau istri yang menikahi atau anak-anak

pasangan baru yang dinikahi mungkin tidak terlalu bersemangat. Mereka

mungkin merasa tidak pasti dengan perubahan yang akan datang. Mereka

juga akan khawatir tentang hidup dengan langkah-langkah baru, yang

mungkin tidak mereka kenal dengan baik, atau lebih buruk lagi, yang

(cohabitation family), keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada

ikatan perkawinan dan hukum yang sah. (Ahmad Syarqawi, Konseling Keluarga: Sebuah

Dinamika Dalam Menjalani Kehidupan Berkeluarga Dan Upaya Penyelesaian Masalah, Al-

Irsyad: Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol. 7, No. 2, Edisi Juli-Desember 2017, h. 76 40Karrie Main, Blanded Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-

family-challenges diakses pada tanggal 5 Agustus 2020 pukul 16.42 WIB

42

bahkan mungkin tidak mereka sukai. Beberapa anak mungkin menolak

perubahan, sementara sebagai orang tua dapat menjadi frustrasi ketika

keluarga baru tidak berfungsi dengan cara yang sama seperti keluarga

suami/istri sebelumnya.41

Sebagian besar keluarga campur biasanya perlu waktu untuk

menyesuaikan satu sama lain. Periode transisi ini dapat memakan waktu

berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Penggabungan dua keluarga di

bawah satu atap bisa menantang, tetapi juga bisa bermanfaat. Orang

dewasa dalam keluarga dicampur biasanya bersemangat membawa semua

orang bersama-sama. Setiap orangtua mungkin sedikit gugup, tetapi pada

akhirnya mereka ingin segala sesuatu untuk bekerja keluar untuk anak

mereka dan untuk hubungan baru mereka. Terkadang anak merasakan hal

yang sama. Sedangkan menjalankan keluarga campuran adalah hal yang

tidak mudah, untuk menjadi bagian dari keluarga campuran bisa sangat

menantang. Akan ada perubahan besar, rutinitas baru, aturan baru, dan

bahkan mungkin tempat baru untuk hidup. Hal ini dapat luar biasa. Hal ini

dapat stres. Tapi, terkadang, itu juga bisa menjadi hal yang luar biasa.42

Ada banyak alasan mengapa orang tua menemukan pasangan baru.

Seorang ibu atau ayah mungkin akan menikah lagi setelah pasangan

meninggal atau setelah perceraian. Terlepas dari keadaan, orang tua sering

memutuskan untuk menikah lagi. Lebih sering daripada tidak, mereka

menikah dengan pasangan mereka sendiri. Ketika ini terjadi, kedua

keluarga itu harus datang bersama dan berbagi kehidupan43

41Jeanne Segal, Ph.D. and Lawrence Robinson, “Blended Family and Step-Parenting

Tips”,https://www.helpguide.org/articles/parenting-family/step-parenting-blended-

families.htm?pdf=13583 diakses pada tanggal 10 April 2019 pukul 17.46 WIB 42 Carrie Iorizzo, Straight Talk About Divorce And Blended Families, Crabtree

Publishing Company, 2013, h.5

43 Carrie Iorizzo, Straight Talk About Divorce And Blended Families, h.7

43

Setiap keluarga memiliki tantangan yang berbeda, sehingga setiap

tantangan keluarga campuran harus ditangani secara individual oleh orang

tua. Kunci untuk mengatasi jenis-jenis tantangan ini adalah komunikasi

dan kepercayaan yang baik. Tidak peduli apa pun sikap orang tua, mereka

harus bersatu dengan anak-anak mereka. Kunci utama lain untuk sukses

dalam mengatasi masalah keluarga campuran adalah dengan memiliki

kesabaran untuk mengatasi semua situasi sulit yang muncul dan

meluangkan waktu untuk membangun keluarga baru yang bahagia.44

Orang tua terkadang memutuskan untuk hidup bersama dengan

pasangan baru daripada menikah. Terlepas dari itu, dua keluarga yang

datang bersama di bawah satu atap dapat menyebabkan banyak

ketegangan dan perasaan ketidakpastian.45

Adapun konflik atau masalah umum yang terjadi dalam keluarga

campuran, yaitu:

a) Anak-Anak Sulit Berbagi Orang Tua

Keluarga campuran mungkin memiliki lebih banyak anak

daripada keluarga inti. Dua anak yang terbiasa berbagi cinta ibu

mereka di antara mereka mungkin menemukan perhatian dan waktu

ibu mereka tiba-tiba terbagi di antara lima anak. Berkurangnya jumlah

waktu dan perhatian bisa menjadi masalah. Selain pengurangan waktu

dari orang tua kandung, anak-anak mungkin merasa bahwa orang tua

kandung mereka harus menghabiskan lebih banyak waktu dengan

mereka daripada dengan anak-anak non-biologis. Menyelesaikan

masalah umum ini membutuhkan banyak waktu dan kesabaran..

b) Persaingan saudara

44 Karrie Main, Blanded Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-

family-challenges diakses pada tanggal 5 Agustus 2020 pukul 16.42 WIB 45 Carrie Iorizzo, Straight Talk About Divorce And Blended Families, h.23

44

Ketika keluarga campuran terbentuk, perjuangan untuk kinerja

dapat meningkat dan menjadi lebih rumit. Sementara persaingan di

antara saudara kandung ada di semua keluarga, persaingan dengan

saudara yang bukan biologis bisa sangat pahit.

c) Kebingungan Identitas

Beberapa aspek pembentukan keluarga baru dapat menciptakan

masalah identitas keluarga untuk anak kecil. Jika nama ibu berubah

menjadi nama belakang suami baru sementara anak-anak dari ibu

menyimpan nama belakang mereka sendiri, anak-anak mungkin

merasakan perasaan ditinggalkan pada tingkat tertentu..

d) Perasaan campur aduk tentang langkah Orang tua

Anak merasa bingung tentang hubungan mereka dengan orang

tua tiri. Sementara banyak anak tidak menyukai pasangan atau

pasangan baru pada awalnya, perasaan positif dapat berkembang

dengan cukup cepat. Walaupun ini mungkin tampak seperti hal yang

positif, hal itu dapat menyebabkan kesulitan bagi anak-anak memilah

perasaan mereka untuk ayah biologis mereka dibandingkan dengan

ayah yang mereka tinggali sehari-hari.46

D. Konflik Keluarga

1. Definisi Konflik

Dalam setiap hubungan individu akan selalu muncul konflik, tak

terkecuali dalam hubungan keluarga. Konflik sering kali dipandang sebagai

perselisihan yang bersifat permusuhan dan membuat hubungan tidak

berfungsi dengan baik. 47 Secara etimologi konflik adalah pertengkaran,

perkelahian, perselisihan, tentang pendapat atau keinginan atau perbedaan,

46 Karrie Main, Blanded Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-

family-challenges diakses pada tanggal 5 Agustus 2020 pukul 16.55 WIB 47 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,

h.99

45

pertentangan perlawanan dengan atau berselisih dengan.48 Secara etimologi

konflik mempunyai arti percecokan, perselisihan, pertentangan.49

Menurut Aldag dan Stearns konflik adalah ketidaksepemahaman antara

dua atau lebih atau kelompok sebagai akibat dai usaha kelompok lainnya

yang mengganggu pencapaian tujuan. Menurut Webster, konflik adalah

pertentangan antara para pihak yang mengalami ketidakcocokan.50 Thomas

(1992) mendefinisikan konflik sebagai proses yang bermula saat salah satu

pihak menganggap pihak lain menggagalkan atau berupaya menggagalkan

kepentingannya.51

Lewis A. Coser yang menyatakan bahwa, perselisihan atau konflik

dapat berlangsung antara individu-individu, kumpulan-kumpulan

(collectivities), atau individu dengan kumpulan. Bagaimanapun konflik,

baik yang bersifat antar kelompok maupun yang intra kelompok (intern),

selalu ada di tempat orang yang hidup bersama. Konflik disebut sebagai

unsur interaksi yang penting, dan sama sekali tidak boleh dikatakan bahwa

konflik selalu tidak baik atau memecahbelah atau merusak. Justru konflik

dapat menyumbangkan banyak terhadap kelompok dan mempererat

hubungan antara anggotanya. 52 Sesungguhnya, bila seseorang mampu

mengelola konflik secara konstruktif, konflik justru dapat memberikan

manfaat positif bagi diri kita sendiri maupun bagi hubungan kita dengan

orang lain.53

48 M. Wahid Nur Tualeka, “Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern”, dalam

Jurnal Al-Hikmah Universitas Muhammadiyah Surabaya, volume 3 no 1, 2017, h.34 49 https://Kbbi.kemendikbud.go.id diakses pada tanggal 26 Agustus pukul 09.36 50 Yoseph Pedhu, “Gaya Manajemen Konflik Seminaris”, dalam jurnal IICET

Jurnal Konseling dan Pendidikan, vol. 8, no.1, 2020, h. 39-40 51 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam

Keluarga, h. 101 52Irzum Farihah, “Strategi Dakwah di Tengah Konflik Masyarakat”, dalam jurnal

Addin, vol. 8, no. 2, 2014, h. 300 53 A. Supratiknya, Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi, (Yogyakarta:

Kanisius (Anggota IKADI), 1995), h. 94

46

Hunt dan Metcalf (1996) menyebutkan bahwa konflik dibagi menjadi

dua jenis. Yaitu intrapersonal conflict (konflik intrapersonal) dan

interpersonal conflict (konflik interpersonal). Konflik intrapersonal adalah

konflik yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan

yang dipegang individu bertentangan dengan nilai budaya masyarakat, atau

keinginannya tidak ssuai dengan kemampuanya. Konflik Intrapersonal ini

bersifat psikologis, yang jika tidak mampu diatasi dengan baik dapat

mengganggu bagi kesehatan psikologis atau kesehatan mental (mental

hygiene) individu yang bersangkutan. Sedangkan konflik interpersonal

adalah konflik yang terjadi anatr individu. Konflik ini terjadi dalam setiap

lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya,

sekolah, masyarakat dan negara. Konflik ini dapat berupa konflik antar

individu dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok (intragroup

conflict) maupun antar kelompok (intergroup conflict).54

Dalam pembahasan sastra atau sebuah cerita biasanya para peneliti-

peneliti juga membahas aspek konflik pada tokoh yang biasa disebut dengan

konflik batin, karena konflik merupakan bagian terpenting dalam sebuah

cerita. Nurgiantoro (2013:181) menjelaskan juga bahwa konflik internal

(atau konflik kejiwaan, konflik batin) adalah konflik yang terjadi dalam

hati, pikiran dan dalam jiwa seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita. Jadi,

ia merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri.55

Perspektif perkembangan menyebutkan, konflik mendorong proses

kematangan pribadi sekaligus merupakan hasil dari proses kematangan

tersebut. Konflik dalam teori perkembangan manusia digunakan baik untuk

54 Wisnu Suhardono, “Konflik dan Resolusi”, dalam jurnal Salam: jurnal Sosial dan

Budaya Syar’i, vol. II, no. I, juni 2015, h.4-5 55Keuis Rista Ristiana dan Ikin Syamsudin Adeani, “Konflik Batin Tokoh Utama

Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2 Karya Asma Nadia (Kajian Psikologi Sastra)”,

dalam jurnal Literasi, vol. 1, no. 2, 2017, h. 51

47

proses intrapsikis atau intrapersonal maupun interpersonal. Dalam

perspektif Freud, konflik terjadi karena adanya ketidakcocokan antara

hasrat individu dan tuntutan masyarakat dan aturan, sehingga menimbulkan

kecemasan dan pertahanan diri terhadap kecemasan.56

Di samping itu, konflik mungkin akan menyebabkan munculnya emosi

negatif seperti jengkel, marah, atau takut. Namun hasil akhir dari

keberadaan konflik, apakah bersifat destruktif ataukah konstruktif, sangat

tergantung pada strategi yang digunakan untuk menanganinya. Dengan

pengelolaan yang baik, konflik justru dapat memperkukuh hubungan dan

meningkatkan kepaduan rasa solidaritas.57

Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa konflik adalah

suatu peristiwa sosial dua orang atau lebih yang mengandung unsur

pertentangan atau ketidaksetujuan.

2. Ciri-ciri dan Penyebab konflik

Suatu organisasi yang sedang mengalami konflik dalam aktivitasnya

menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antar individu atau

kelompok.

b. Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya

perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi.

c. Terdapat pertentangan norma dan nilai-nilai individu maupun

kelompok.

d. Adanya sikap perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain

mendapat kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi

yang terbatas.

56 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam

Keluarga, h. 101 57 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam

Keluarga, h. 102

48

e. Adanya Adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat

munculnya kreativitas, inisiatif, atau gagasan dalam mencapai tujuan

organisasi.58

Banyak para ahli yang menyebutkan apa saja sumber atau penyebab

terjadinya konflik. Namun disini penulis akan menyampaikan penyebab

konflik menurut R. D. Nye dalam bukunya Conflict Among Humans

menyebutkan lima sumber konflik

a. Kompetisi; salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan

mengorbankan orang lain.

b. Dominasi; salah satu pihak berusaha mengendalikan mengendalikan

pihak lain sehingga orang itu merasa haknya dilanggar.

c. Kegagalan; masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila

tujuan bersama tidak tercapai.

d. Provokasi; salah satu pihak terus menerus berbuat sesuatu yang ia

ketahui menyinggung perasaan yang yang lain.

e. Perbedaan nilai; kedua belah pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai

yang mereka anut.59

3. Karakteristik Konflik Keluarga

Keluarga merupakan salah satu unit sosial yang hubungan antar

anggotanya terdapat saling ketergantungan yang tinggi. Oleh karena itu

konflik dalam keluarga merupakan suatu keniscayaan. Konflik dengan

orang lain adalah sebuah fakta kehidupan dan dapat menyebabkan

kebencian, kemarahan bahkan berakhirnya suatu hubungan. Bila ditangani

dengan benar, konflik dapat menjadi produktif mengarah pemahaman yang

58 Syairal Fahmy, “Manajemen Konflik Dalam Organisasi”, lihat

https://media.neliti.com diakses pada tanggal 27 Agustus 2020, pukul 05.18 WIB 59 Hasim, “Etnografi Komunikasi Bisnis Etnis Sunda di Bandung”, dalam thesis

Universitas Pasundan, 2017, h. 11

49

lebih dalam, saling menghormati dan kedekatan. 60 Konflik di dalam

keluarga dapat terjadi karena adanya perilaku oposisi atau ketidaksetujuan

antara anggota keluarga. Prevalensi konflik dalam keluarga berturut-turut

adalah konflik sibling, konflik orang tua-anak, dan konflik pasangan (Sillars

dkk., 2004).61

Umumnya hubungan antara anggota keluarga anggota merupakan jenis

hubungan yang sangat dekat atau memiliki intensitas yang sangat tinggi.

Keterikatan antara pasangan, orang tua-anak, atau sesama saudara dalam

keberadaan tingkat tertinggi dalam hal kedekatan, afeksi, maupun

komitmen. Ketika masalah muncul dalam sifat hubungan yang demikian,

perasaan positif yang selama ini dibangun secara mendalam dapat berubah

menjadi perasaan negatif yang mendalam juga.62

Konflik di dalam keluarga lebih sering dan mendalam bila

dibandingkan dengan konflik dalam konteks sosial yang lain (Sillars dkk,

2004). Misalnya, penelitian Adam dan Lauren (2001) menemukan bahwa

konflik dengan orang tua lebih sering dialami daripada dengan sebaya.

Penelitian lainnya (Rafaelli, 1997) mengungkapkan bahwa konflik dengan

sibling meningkat seiring meningkatnya jumlah kontak. Selain itu, jumlah

waktu yang dihabiskan bersama lebih signifikan memprediksi konflik

sibling dibandingkan faktor usia, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga,

dan variabel lain. Walaupun demikian, penelitian Stocker, Lanthier, dan

Furman (1997) mengungkapkan bahwa meningkatnya interaksi sibling

berasosiasi positif dengan persepsi terhadap kehangatan.63

60 Rina Sari Kusuma, “Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Solusi Konflik pada

Hubungan Remaja Dan Orang Tua” dalam jurnal Warta LPM vol. 20 no. 1: 2017, h.50 61 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,

h. 103 62 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam

Keluarga, h. 103 63 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,

h. 104

50

Persaingan, kecemburuan, dan kebencian yang dirasakan anak terhadap

saudara kandungnya dalam hal memperebutkan kasih sayang dan perhatian

orang tua merupakan suatu pengertian dari sibling rivalry. Salah satu faktor

terjadinya persaingan, permusuhan dan kecemburuan antarsaudara adalah

kondisi internal masing-masing anak. Anak selalu ingin mendapatkan yang

ia inginkan dan butuhkan (Stoica & Roco, 2013). Ia akan merasa cemburu

jika saudaranya mendapatkan sesuatu yang diinginkan olehnya akan tetapi

ia tidak mendapatkannya.64

Sikap agresif atau resentmen akan muncul ketika anak merasa kesal

terhadap orangnya jika mereka diberlakukan berbeda antara satu dengan

yang lain. Bahkan mereka akan timbul rasa cemburu dan semangat ingin

bersaing agar orang tuanya tidak lagi memberikan perlakuan yang dirasa

berbeda. Selain itu, favoritisme orang tua sebagai perbedaan perlakuan

orang tua dalam hal afeksi dan kontrol65terhadap salah satu anak mereka

dapat menyebabkan konflik, kompetisi dan kecemburuan antar saudara

kandung.66

4. Konflik Orang Tua-Anak

Secara naluriah orang tua akan menganggap anaknya sebagai bagian

penting dalam hidupnya. Setelah manusia resmi menyandang sebagai

orang tua, secara sungguh-sungguh mereka akan mencoba bertindak,

bergerak sesuai dengan cara-cara tertentu yang mereka kira bahwa inilah

yang harus dilakukan ketika menjadi orang tua. Beban tanggung jawab

berbeda ketika setelah menjadi orang tua. Mereka yang sudah menjadi

64 Alif Muarifah & Intan Puspitasari, “Hubungan Pola Asuh Demokratis dan

Kecerdasan Emosi Dengan Persaingan Antar Saudara”, dalam jurnal Psikologi Insight, vol 2

no. 1 tahun 2018. h. 7 65 kendali yang dilakukan orang tua pada anak dengan memberi batasan-batasan jelas

mengenai baik buruk suatu hal beserta dampaknya dan disampaikan pada anak dengan bijak 66 Hanna Julisda,“Hubungan Favoritisme Orangtua Dengan Sibling Rivalry Pada

Remaja Awal”, skripsi (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim, 2019) h. 11-18

51

orang tua tentu akan merasa bahwa mereka harus selalu bersikap konsisten

dengan perasaan mereka, harus menerima dan bersikap toleran, harus

mengesampingkan kebutuhan diri sendiri dan berkorban demi anak-anak,

harus senantiasa adil, dan yang terpenting adalah tidak boleh membuat

kesalahan-kesalahan yang dilakukan orangtua terhadap mereka.67

Dalam posisi tersebut orang tua akan berusaha mencapai kebahagiaan

dan kesejahteraan anak. Dengan perpektif yang demikian seharusnya

konflik orang tua-anak tidak akan terjadi, karena orang tua akan senantiasa

berkorban untuk anaknya. Namun dalam hubungan orang tua-anak

seringkali juga mengandung perspektif kekuasaan dan kewenangan.

Selain terdapat aspek ketanggapan dalam respons kebutuhan anak, juga

terdapat aspek tuntutan yang mencerminkan harapan orang tua terhadap

sikap dan perilaku anak. Akhirnya hubungan orang tua-anak pun biasanya

diwarnai dengan berbagai perbedaan dan konflik. Sumber utama

ketidakcocokan antara perspektif anak dan perspektif orang tua.68

Seperti halnya pada remaja, cara pandang orang tua dan remaja

terhadap konflik dan ketidaksetujuan di antara mereka sering kali berbeda.

Orang tua selalu melihat dari sudut pandang kewenangan orang tua dan

tatanan sosial. Dalam menghadapi ketidaksetujuan dengan remaja, orang

tua sering membenarkan sudut pandangnya berdasarkan kewenangannya

sebagai orang tua atau peraturan sosial. Dengan perspektif demikian, oran

tua menganggap konflik terselesaikan ketika remaja sudah mengikuti

pendapat orang tua. Oleh karena itu, pada umumnya orang tua sering

menilai hubungan dengan anaknya baik-baik saja dan konflik di antara

mereka tidaklah terlalu keras dan sering (Demo, 1991). Namun dari sudut

67 Thomas Gordon, P.E.T Parrent Effectiveness, terj.Farida Lestira Subardja dkk,

(Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2020) cet 5, h.13 68Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,

h. 103

52

pandang remaja, mematuhi atau menurut pada pendapat orang tua setelah

terjadinya perbedaan, penentangan, atau konflik tidak selalu berarti

konflik selesai.

5. Resolusi Konflik

Resolusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang

ditetapkan oleh rapat (Musyawarah, sidang), pernyataan tertulis, biasanya

berisi tentang suatu hal.69 Resolusi konflik dalam bahasa inggris adalah

conflict resolution memiliki makna yang berbeda-beda menurut para ahli

yang meneliti tentang konflik. Resolusi dalam Webster Dictionary menurut

Levine adalah tindakan mengurai suatu permasalahan, pemecahan,

penghapusan atau penghilangan permasalahan. Wisnu Suhardono (2015)

menjelaskan bahwa resolusi konflik adalah suatu cara individu untuk

menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dengan individu lain secara

sukarela.70

Menurutt Olson dan Defran mengatakan dalam resolusi konflik ada dua

pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan konstruktif, pada pendekatan ini fokus pada yang terjadi saat

ini dibandingkan dengan masalah yang lalu, membagi perasaan negatif

dan positif, mengungkapkan informasi dengan terbuka, menerima

kesalahan bersama dan mencari persamaan-pesamaan. Konflik

konstruktif cenderung cenderung untuk kooperatif, prosional, dan

menjaga hubungan secara alami.

b. Pendekatan Destruktif, pada pendekatan ini fokus pada yang terjadi

seorang mengungkit masalah-masalah yang lalu, hanya

69 https://Kbbi.kemendikbud.go.id diakses pada tanggal 26 Agustus 2020 pukul 09.35

WIB 70 Wisnu Suhardono, “Konflik dan Resolusi”, dalam jurnal Salam: jurnal Sosial dan

Budaya Syar’i, h.5

53

mengekspresikan perasaan-perasaan negatif, fokus pada orang bukan

pada masalahnya, mengungkapkan selektif informasi dan menekankan

pada perbedaan tujuan untuk perubahan yang minim. Konflik destruktif

mengarah pada kompetitif, antisosial, dan merusak hubungan. Perilaku

destruktif memperlihatkan perilaku negatif, ketidaksetujuan dan kadang

kekerasan.71

Bentuk konflik tidak akan selamanya berkonotasi negatif tergantung

dilihat dari cara mengatasinya. Ada beberapa pendapat ahli sosiolog dan

psikolog yang mereka sebutkan mengenai resolusi konflik. Namun penulis

akan menyampaikan beberapa tipe individu dalam menyelesaikan konflik

yang disampaikan oleh Harriet goldhor Lerner. Ia membedakan cara

individu menyelesaikan konflik menjadi lima macam, yaitu:

a. Pemburu (persuer) adalah individu yang berusaha membangun ikatan

yang lebih dekat. Individu dengan cara pemburu akan selalu berusaha

meningkatkan kualitas relasinya dengan orang-orang terdekatnya.

Ketika terjadi konflik dalam interaksi, mereka akan dengan sadar

menghadapi konflik tersebut, berusaha mencari pokok masalah yang

menimbulkan konflik, berdiskusi untuk memahami perspektif masing-

masing, kemudian melakukan negosiasi untuk mencapai kompromi yang

saling menguntungkan. Dalam hal ini konflik dimaknai secara positif

dan dikelola secara konstruktif.

b. Penghindar (distancer) adalah individu yang cenderung mengambil jarak

secara emosi. Ia akan memilih menarik diri dari kancah konflik,tidak

memiliki kesediaan untuk berunding, dan biasanya cenderung memilih

untuk membiarkan waktu yang akan menyelesaikan masalah. Cara

71 Azwandi, “Konflik Dan Resolusi Konflik Jama’ah Masjid Kembar Menara

Tunggal Di Desa Banyumulek Kecamatan Kediri Lombok Barat”, dalam jurnal Pusat

Penelitian dan Publikasi LP2M UIN Mataram, 2018, h. 10

54

pengelolaan yang demikian hanya akan seolah-olah menunjukkan tidak

ada perselisihan, namun sesungguhnya membiarkan konflik terpendam

yang berisiko menimbulkan gejala depresi.

c. Pecundang (underfunctioner) adalah individu yang gagal menunjukkan

kompetensi atau asperasinya. Dalam upaya menghindari pertengkaran,

individu dengan ciri pecundang akan memilih selalu mengalah dan

menuruti apa yang menjadi kemauan pihak lain. Pengelolaan konflik

yang demikian memang dapat menghindarkan pertikaian, namun tidak

bersifat konstruktif karena tidak mampu mengembangkan kepribadian

positif pada masing-masing pihak.

d. Penakluk (overfunctioner) adalah individu yang cenderung mengambil

alih dan merasa lebih tahu yang terbaik bagi pihak lain. Ia akan

menghadapi konflik dengan unjuk kekuasaan, berupaya mendominasi

dan mengedepankan egonya.

e. Pengutuk (blamer) adalah individu yang selalu menyalahkan orang lain

atau keadaan. Ia akan menjadikan konflik sebagai kancah peperangan,

mengumbar marah, bahkan sering kali mengungkit-ngungkit masalah

lain yang tidak relevan dengan pokok masalah yang menjadi penyebab

perselisihan. Baik pengutuk atau penakluk akan menghadapi konflik

dengan pertikaian dan pertengkaran yang berisiko memunculkan

perilaku agresi. Tentu hal ini adalah bentuk penyelesaian yang bersifat

destruktif.72

Setelah penulis membahas tentang kajian surah Yusuf, macam bentuk

keluarga dan kajian tentang teori konflik. Selanjutnya pada bab III penulis akan

72 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,

h. 115

55

mengulas tentang biografi dan metodologi kitab tafsir Qabas Min Nûr Al-

Qur`An Al-Karîm Karya Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H).

56

57

BAB III

TAFSIR QABAS MIN NÛR AL-QUR`AN AL-KARÎM KARYA

MUHAMMAD ALI ASH SHABUNI (L. 1347 H - W. 1437 H)

Pada bab sebelumnya penulis telah mengulas tentang silsilah keluarga

Nabi Ya’qub as, kajian surah yusuf dan konflik keluarga. Selanjutnya pada bab

ketiga, penulis akan memfokuskan pembahasan mengenai Tafsir Qabas Min

Nûr Al-Qur`an Al-Karîm. Bab ini terdiri dari dua sub bab. Pertama, Riwayat

Hidup pengarang kitab yakni Muhammad Ali Ash-Shabuni, pada sub bahasan

ini penulis akan mengulas tentang biografi, perjalanan intelektual, dan karya-

kayanya. Kedua, Profil kitab dan metodologi tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an

Al-Karîm, pada sub bahasan ini akan dijelaskan tentang profil kitab mengenai

latar belakang penulisan, metode penulisan, analisis kitab meliputi corak

penafsiran, karakteristik penulisan kitab tersebut. Di sini penulis menggunakan

pendekatan historis-deskriptif, yakni dengan menelusuri data sejarah dan

menyajikannya dengan apa adanya sesuai data yang dihimpun.

A. Riwayat hidup Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H)

1. Profil Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H)

Nama lengkap al-Shabuni adalah Muhammad Ali bin Jamil al-

Shabuni. Beliau adalah salah satu Guru Besar di fakultas Syariah dan

Dirasat Islamiyah, Universitas Ummul Qura, Mekkah.

Beliau lahir di Halb yang tahunnya diperselisihkan di kalangan para

peneliti, ada yang menyatakan, lahirnya al-Shabuni tahun 1928, sementara

yang lain tahun ada yang menyebutkan 1930. Perbedaan ini mungkin saja

terjadi, karena dikonversi dengan tahun hijriyah, yaitu 1347 H. Ash-

Shabuni dibesarkan di tengah-tengah keluarga terpelajar. Ayahnya, Syekh

Jamil merupakan salah satu ulama senior di Aleppo. Beberapa sumber

menyatakan bahwa ayahnya adalah orang pertama yang membimbingnya

58

baik di pendidikan dasar dan formal, terutama mengenai bahasa Arab,

ilmu waris dan ilmu agama. Ash-Shabuni sejak kanak-kanak sudah

memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai illmu

agama, hal ini terbukti dengan berhasilnya ia menghafal seluruh juz dalam

Al-Quran di usia yang masih sangat belia.1

Sembari menimba ilmu kepada sang Ayah, Ash-Shabuni juga

pernah berguru kepada sejumlah ulama terkemuka di Aleppo. Mereka

diantaranya yang pernah menjadi guru Ash-Shabuni adalalah Syekh

Muhammad Najib Sirajuddin, Sykeh Ahmad Al-Shama, Shekh Muhamad

Sa’id AlIdlibi, Syekh Muhammad Raghib Al- Tabbakh, dan Syekh

Muhammad Najib Khayatah2

Syekh Ali Shabuni mempelajari Ilmu-ilmu Umum di sekolah-

sekolah negeri, setelah menyelesaikan sekolah dasar dan melanjutkan ke

sekolah menengah beliau mengambil bidang perdagangan selama setahun.

Namun karena merasa bidang ini tidak sesuai dengan minat keilmuannya

–karena didalamnya mereka diajari tentang hukum-hukum muamalat

dengan riba yang ada di bank-bank- beliau memutuskan untuk berpindah

dari bidang perdagangan (saat itu beliau menempati peringkat pertama

diantara teman-temannya) ke sekolah swasta Islam yang bernama (Al

Khasuriah) di kota Aleppo dimana beliau menyelesaikan sekolah tingkat

menengahnya. Di sekolah ini beliau mempelajari kedua bidang agama dan

bidang umum yang ada dalam naungan Kementrian Pengetahuan.

Pelajaran yang dipelajari dalam bidang agama adalah Tafsir, Hadist, Fiqh,

Ushul, Faraidh, dan ilmu-ilmu agama lainnya hingga ilmu umum seperti

Kimia, Fisika, Al Jabar, Ilmu Geometri, Sejarah, Geografi, serta Bahsa

1 Abdur Razzaq dan Andy Haryono, “Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-

Shabuni dalam Kitab al-Bayan” dalam jurnal Wardah vol. 18, no. 1, 2017, h.57 2 Abdur Razzaq dan Andy Haryono, “Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-

Shabuni dalam Kitab al-Bayan”, h.57

59

Inggris. Pendidikan yang beliau tempuh disini sangat menyeluruh dari segi

agama hingga ilmu-ilmu modern, hingga beliau lulus pada tahun 1949.3

Setelah lulus dengan sangat memuaskan, Kementrian Wakaf Suriah

memberinya beasiswa dan mengutusnya untuk belajar di Universitas Al

Azhar Asy Syarif, Kairo. Dan lulus dengan predikat sangat memuaskan

dari Fakultas Syariah tahun 1952. Lalu melanjutkan sekolah kejuruan

(Magister) dalam bidang Hukum Syar’i dan lulus pada tahun 1954, dan

segera melanjutkan sekolah doktoral, yang mana merupakan gelar paling

tinggi pada masa itu, dan lulus dengan predikat memuaskan.4

2. Pengalaman aktivitas keilmuan dan akademis

Setelah menyelesaikan sekolah tingginya, beliau kembali ke Suriah

dan menjadi seorang profesor dalam bidang Pengetahuan Islam di

beberapa sekolah menengah selama delapan tahun (1955-1962)

Kemudian beliau terpilih menjadi delegasi dari Kementrian

Pendidikan Suriah untuk mengajar di Universitas Makkah Al

Mukarromah Fakultas Syari’ah dan Keilmuan Islam dan merupakan

kepala rombongan ketika itu. Beliau mengajar disana selama kurang lebih

dua puluh delapan tahun. Dalam rentang waktu yang sangat lama ini telah

lahir banyak profesor dibawah bimbingan beliau, dan karena beliau telah

banyak berkontribusi dalam penelitian dan penulisan karya-karya ilmiah

maka Universitas Ummul-Quro Makkah meminta beliau untuk menulis

beberapa buku-buku turats Islam. Kemudian beliau melakukan penelitian

ilmiah di Pusat Penelitian Ilmiah dan Kajian Turats Islam dan

3 Abu Nabi Ya’qub as, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai

International Holy Quran Award http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa diakses

pukul 01.17 WIB 4 Abu Nabi Ya’qub as, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai

International Holy Quran Award http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa diakses

pukul 01.17 WIB

60

berkecimpung dalam mewujudkan buku tafsir yang fenomenal yaitu

Ma’any Qur’an oleh Imam Abu Ja’far An Nuhas (338 H) yang hanya

tersisa satu eksemplar di dunia hingga beliau menyelesaikannya dengan

sempurna dengan bantuan banyak referensi dari buku-buku tafsir, bahasa,

hadist dan referensi-referensi lain. Buku ini terbit dalam enam jilid,

dipublikasikan dibawah naungan Universitas Ummu-l-Qura Makkah di

Pusat Penelitian Ilmiah dan Kajian Turats Islam.

Setelah itu beliau berpindah pekerjaan menjadi Konsultan dalam

Otoritas I’jaz ‘Ilmiy dalam Al Qur’an dan Sunnah pada Liga Dunia

Muslim selama beberapa tahun sebelum berhenti dan berfokus pada

penelitian serta penulisan karya-karya Ilmiah. 5 Karena karyanya yang

melimpah terkhusus di bidang tafsir Al-Qur`an. Tahun 2007, panitia

penyelenggara Dubai International Qur`an Award menetapkan al-

Shabuni sebagai Personality of The Muslim World. Pilihan tersebut jatuh

kepada al-Shabuni setelah beberapa orang kandidat diseleksi oleh

Pangeran Muhammad ibn Rashid Al-Maktum, Wakil Kepala

Pemerintahan.6Banyak sekali kiprah beliau di dunia pendidikan Islam.

Pada akhirnyabeliau wafat pada 1437 H/2016 M pada usia 88 tahun.7

3. Karya-karya Ilmiah

Beliau banyak menulis karya-karya dalam Ilmu Syari’ah dan Bahasa

Arab dalam perjalanan karirnya yang panjang, buku-buku serta karyanya

tersebar secara luas di pelosok dunia dan diterjemahkan ke berbagai bahasa

5 Abu Nabi Ya’qub as, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai

International Holy Quran Award http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa diakses

pukul 01.17 WIB 6 Andi Haryono, Ida Luthfah, “Tafsir Ayat Hijab Analisis Metode Tafsir Rawaiul

Bayan Muhammad Ali Ash Shabuni”, dalam jurnal Al-Dirayah, vol. 2 no. 1 2019, h. 91 7Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, (Depok: Lingkar Studi Al-Qur`an

(eLSIQ), 2019), cet ke-2, h.246

61

seperti Bahasa Turki, Inggris, Prancis, Melayu, Bahasa Hausa dan bahasa-

bahasa internasional Islam lainnya.

Beberapa karyanya diselesaikan ketika beliau masih mengajar di

universitas dan beberapa setelah beliau pensiun mengajar. Saat beliau tidak

menulis dan mengarang, dengan semangat yang luar biasa beliau sehari-hari

mengajar di Masjidil Haram untuk memberi fatwa.

Namun, karya-karya ilmiahnya bukan hanya berupa bentuk buku atau

kitab saja. Melainkan beliau juga mengajar mingguan di salah satu masjid

di Jeddah selama delapan tahun dan menafsirkan dua pertiga Qur’an untuk

para muridnya. Aktivitas beliau ini dipublikasikan dalam bentuk kaset,

dengan lebih dari enam ratus rekaman dalam bidang Tafsir Al Qur’an Al

Karim yang disiarkan di televisi secara lengkap. Acara televisi ini

berlangsung selama dua tahun hingga beliau menyelesaikan hal ini pada

akhir 1419 H.8

Sebagai seorang akademisi yang menekuni kajian Al-Qur`an dan

memiliki minat yang tinggi dalam kegiatan penelitian dan penulisan, al-

Shabuni termasuk ilmuan yang produktif melahirkan karya-karya penulisan

khususnya dalam kajian tafsir Al-Qur`an.Berikut karya-karyanya yang

diklasifikasi berdasarkan bidang keilmuan. Selain tafsir Qabas Min Nur Al-

Qur`an Al-Kariim, berikut karya al-Shabuni dalam kajian tafsir dan ilmu

Al-Qur`an:

a. Shafwah al-Tafsir

Tafsir ini lengkap 30 juz, diterbitkan pertama kali oleh Dar al-

Qur`an al-Karim, tahun 1400 H. Metode penafsirannya adalah

menggabungkan dua metode yaitu bi al ma’tsur dan bi al-ma’qul.

Penulis berpedoman pada sumber-sumber primer seperti Jami al-bayan

8 Abu Nabi Ya’qub as, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai

International Holy Quran Award http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa diakses

pukul 01.17 WIB

62

(al-Thabari), al-Kasyaf (al-Zamakhsyari), Rûh al-Maâni (al-Alusi),

Tafsir al-Qur`an al-Azhim (Ibnu Katsir), al-Bahr al-Muhith (Abu

Hayyan), dan lain-lain, dengan redaksi yang mudah dipahami serta

berpedoman pada teknis penulisan ilmiah modern.9

b. Rawâ`iul al-Bayân fi Tafsîr Âyat Ahkâm min al-Qur`ân (Tafsir ayat-

ayat hukum dalam Al-Qur`an)

Tafsir Rawa’i al-Bayan diterbitkan pertama kali oleh maktabah al-

Ghazali, Syiria, tahun 1391 H. Kitab tafsir ini masuk kartegori tafsir

ahkam, tanpa memihak kepada salah satu mazhab tertentu. Beliau

menyebutnya dengan “Tafsir khasash li Ayat al-Ahkam” yang

didasarkan pada kitab-kitab salaf dan khalaf dengan menggunakan

uslub dan metodologi modern 10 serta menyebutkan beberapa

argumantasi para ulama dan hikmah tasri’nya. Kemudian menafsirkan

ayat dengan membahas persoalan-persoalan tertentu layaknya kitab-

kitab fikih, namun semuanya terkait dengan masalah hukum.11

c. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur`an

(Pengantar Studi Al-Qur’an)Awal mulanya, buku ini adalah diktat

kuliah dalam Ilmu Al-Qur’an untuk para mahasiswa fakultas Syari’ah

dan Dirosah Islamiyah di Makkah alMukarramah, dengan maksud

untuk melengkapi bahan kurikulum Fakultas serta keperluan para

mahasiswa yang cinta kepada ilmu pengetahuan dan mendambakan diri

9 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h. 250 10 Dalam muqaddimahnya disebutkan bahwa Muhammad Ali Ashabuni memadukan

antara metode lama dengan ciri kekuatan dan kepastian materinya dengan metode baru dengan

ciri kemudahan dan kesimpelannya. Maksudnya, dalam kitab tersebut ia bermaksud

menyajikan materi yang tersistemasi secara detail dengan tetap mempertahankan ketajaman

materi. (Muhammad Ali Ashabuny, Tafsir Ayat al-Ahkam Min Al-Qur`an, terj. Ahmad

Dzulfikar dkk, Keira Publishing: Depok, 2016, cet I, h. 5) 11 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h. 247

63

dengan penuh perhatian kepadanya. Diktat tersebut, setelah lengkap,

lalu diedit, kemudian dicetak menjadi buka ajar di Perguruan Tinggi.12

d. Mukhtasar Tafsir Ibn katsir

e. Mukhtasar Tafsir At-Thabari

f. Ma’ani Al-Qur`an

g. Al-Muqthataf min ‘Uyun al-tafasir

h. Tanwir al-Adzhan min tafsir Ruh al-Bayan

i. Fath al-Rahman bi Kasyf ma Yaltabis fi Al-Qur`an

j. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur`an (Pengantar Studi Al-Qur’an)

Dalam kajian Fiqih karya-karyanya adalah Al-Mawarits fi al-Syariah

al Islamiyah, Risalah fi Hukm al-Tashwir, Risalah al-Shalah13

B. Metodologi Kitab Tafsir Qabas Min-Nuur Al-Qur`An Al-Kariim.

1. Latar Belakang Penulisan

Dalam prakata penerjemah kitab Tafsir Qabas Min-Nuur Al-Qur`An

Al-Kariim, Syaikh Ash-Shabuni mengatakan bahwa semua orang muslim

tentu disibukkan oleh aktifitas kehidupannya untuk mendapatkan ma’isyah

atau aktifitas apa pun sesuai dengan profesinya, sehingga mereka tidak

memiliki waktu cukup luang untuk membaca kitab-kitab tafsir yang tebal-

tebal dan berjilid-jilid yang menjelaskan ayat demi ayat secara merinci, dari

segi kosakata, balaghah, kemukjizatan, hukum, ahlak, dan pengarahan.

Karena itu dibutuhkan kitab tafsir yang sederhana, ringan, mudah dibaca

dan dipahami serta tidak terlalu bertele-tele. Faktor itu lah yang mendorong

Syeikh Ash Shabuni untuk menyusun kitab ini.14

12 Juhdi Rifai, “Pendekatan Ilmu Balaghah Dalam Shafwah Al-Tafasir Karya Ali Al-

Shabuny”, h. 257 13 Fiddian Khairudin, “Paradigma Tafsir Ahkam Kontemporer Studi Kitab Rawai’ul

Bayan Karya Ali al-Shabuniy”dalam Jurnal Syahadah, vol. V, no. I 2017, h. 113 14 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h.x

64

2. Metode Penafsiran

Kitab Tafsir Qabas Min-Nuur Al-Qur`An Al-Kariim yang sudah

diterjemahkan oleh Kathur Suhardi ke dalam bahasa Indonesia

menyebutkan bahwa tafsir tersebut disajikan tafsir ayat-ayat Al-Qur`an dari

awal hingga akhir secara berurutan, dengan bahasa yang sederhana dan

mudah dipahami. Sehingga pola ini memberikan kemaslahatan tersendiri,

yang tidak didapatkan di kitab-kitab tafsir lain. Adapun bentuk

penyajiannya mufassir memberikan penjelasan maskud surat secara umum,

ayat demi ayat, atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok

makna dan tema, yang karena itulah kitab ini disebut dengan tafsir

tematik.15 Menurut penulis setelah melihat dari bentuk penyajian kitabnya,

bentuk tematik yang terdapat dalam tafsir tersebut adalah tetap tersusun

dengan susunan ayat yang berurutan dari surah alfatihah hingga surah an-

nas namun tetap .membagi ayat-ayatnya dalam beberapa topik tertentu.

3. Sumber Penafsiran

Maksud dari sumber penafsiran Al-Qur`an adalah bahwa sang penafsir

dalam menafsirkan ayat Al-Qur`an menyandarkan produk tafsirnya pada

beberapa sumber. Dalam hal ini, sumber penafsiran dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu tafsir bil ma’tsur16 dan tafsir bir ra’yi17.

15 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. xxx 16 Tafsir bil-ma’tsur, yakni tafsir yang bertumpu pada dalil naqli yang shahih dengan

tingkatan-tingkatan yang telah disebutkan pada syarat-syarat mufassir, seperti tafsir Al-Qur`an

dengan Al-Qur`an; tafsir Al-Qur`an dengan As-Sunnah, karena As-Sunnah menjelaskan kitab

Allah, tafsir Al-Qur`an dengan sahabat, karena mereka adalah orang-orang yang penting

mengetahui kitab Allah, atau tafsir Al-Qur`an dengan perkataan tokoh tabiin, karena umumnya

mereka mempelajari tafsir dari para sahabat. Metode tafsir ini berpedoman pada atsar-atsar

terkait makna suatu ayat, baru setelah itu disebutkan, tidak berijtihad untuk menjelaskan

makna ayat tanpa landasan dalil, dan menghindari hal-hal yang tidak membawa manfaat untuk

diketahui selama tidak ada dalil naqli yang shahih terkait itu (Manna Khalil al-Qathan,

Mabahis Fi Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS, (Ummul Qura: Jakarta, 2018), h. 530) 17 Tafsir bir-Ra’yi, yakni tafsir di mana mufassir berpedoman pada pemahaman

pribadi dan kesimpulan yang murni berdasarkan rasio untuk menjelaskan makna, di mana

65

Penulis berpendapat bahwa sumber penafsiran Muhammad Ali

Ash-Shabuni (W. 1437 H)sama halnya dengan tafsir Shafwat At-

Tafâsîr yang menyebutkan bil ma’tsur, karena ia juga menyebutkan

riwayat Rasulullah, sahabat, tabi’in. Di sisi lain, beliau juga

menggunakan metode bi ar-ra’yi dengan menggunakan redaksi yang

mudah dipahami karena ketika menjelaskan pelajaran yang

bermanfaat dari suatu ayat walaupun tidak banyak, terkadang mufasir

menjelaskan dengan menggunakan pendekatan kebahasaan dan

menguraikan pelajaran serta hikmah yang bisa didapat dari suatu ayat

tidak menggunakan penjelasan dari Nabi SAW atau atsar 18 para

sahabat.

4. Corak Penafsiran

Menurut penulis, kitab tafsir Qabas Min Nur Al-Qur`an Al-Kariim

merupakan kitab tafsir yang bercorak al-adabi wa al-ijtima’i. 19 Sama

pemahaman tersebut tidak sesuai dengan ruh syariat. Pendapat murni yang tidak didukung dalil

sahih memicu penyimpangan di dalam kitab Allah. Manna Khalil al-Qathan, Mabahis Fi

Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS, h. 536) Maksudnya sumber penafsiran suatu ayat bukan

didasarkan pada riwayat dan sanad yang sampai ke sahabat atau Rasulullah SAW, melainkan

penjelasannya datang dari diri sang mufassir sendiri. Kadang juga diistilahkan dengan tafsir

biddirayah yang sebenarnya sama dengan makna ra’yu yang artinya mengerti, mengetahui,

dan memahami. Bahkan menurut Muhammad Ali Ash Shabuni yang dimaksud ra’yu adalah

ijtihad (Ahmad Sarwat, Pengantar Ilmu Tafsir, Rumah Fiqih Publishing: Jakarta, 2020, cet ke-

2 h. 35-37) 18 Secara etimologis kata atsar merupakan jamak dari utsur yang mengandung arti

bekasan sesuatu atau sisa sesuatu. Sedangkan secara terminologis, jumhur ulama mengartikan

atsar itu semua dengan khabar dan hadis. Para fuqaha memakai istlah atsar untuk perkataan-

perkataan ulama salaf, tabi’in, sahabat dan lainnya. Sebagian ulama pula kata “atsar” untuk

perkataan tabi’in saja. Di samping itu ada juga yang berpendapat bahwa atsar datangnya dari

sahabat, tabi’in, dan orang sesudahnya dan juga ada yang berpendapat atsar lebih umum

penggunaannya dari pada hadis dan khabar, dan perilaku sahabat, tabi’in dan sebagainya (Riza

Nazlianto, “Hadits Zaman Rasulullah SAW Dan Tatacara Periwayatannya Oleh Sahabat”,

dalam jurnal Al-Murshalah, vol.2, no.2, 2016 h.43) 19 Corak al-adabi wa al-ijtima’i istilah al-adabi wa al-ijtima’i terdiri dari dua kata,

yaitu al-adabi dan al-ijtima’i. Secara harfiah al-adabi bermakna sastra dan kesopanan,

66

halnya dengan kitab Shafwah at-tafsiir, Walaupun Ali Ashabuni mahir

dalam bidang fiqih, beliau tidak banyak membahas masalah fikih jika

bertemu dengan ayat ahkam, adapun beliau banyak mengambil hikmah dari

ayat yang ia bahas dan dikaitkan dengan masyarakat zaman sekarang karena

sesuai dengan latar belakang tujuan penulisan kitanya yaitu memudahkan

manusia untuk mempelajari Al-Qur`an.20-Senada dengan penjelasan di atas.

Berdasarkan latar belakang penulisan Muhammad Ali Ash Shabuni yang

menyebutkan bahwa tujuan ia menulis tafsir Qabas Min Nur Al-Qur`an Al-

Kariim karena ingin memudahkan masyarakat untuk memahami isi

kandungan Al-Qur`an. Di samping itu, ia juga menyebutkan dalam

muqaddimahnya bahwa kitab tafsir tersebut merupakan kajian tematik

analisis dan komprehensif tentang Al-Qur`an yang menjelaskan berbagai

maksud dan tujuannya, yang meliputi adab, hukum, syariat, dan tujuan yang

ingin dicapai, berupa bimbingan petunjuk, dalam rangka memperbaiki

individu dan sosial. Penyajian tafsirnya pun menjelaskan keagungan Al-

Qur`an meliputi mukjizat, makna ayat dan suratnya.21

5. Karakteristik penulisan kitab

Ciri khas Syeikh Ash-Shabuni adalah pada di awal surah ketika hendak

memasuki ayat pertama, beliau memberikan pembukaan tentang kajian

sedangkan al-ijtima’i bermakna sosial. Dengan corak ini, mufassir mengungkap keindahan

dan keagungan Al-Qur`an yang meliputi aspek balaghah, mukjizat, makna dan tujuannya.

Mufassir berusaha menjelaskan masalah-masalah sosial yang diperbincangkan dalam Al-

Qur`n dan mengaitkan dengan fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Ia berusaha

memberikan memecahkan persoalan kemanusiaan pada umumnya dan umat Islam khususnya,

sesuai dengan petunjuk Al-Qur`an yang dipahaminya. (Kadar M.Yusuf, Studi Al-Qur`an,

Amzah: Jakarta, 2012, h. 165) 20 Aji Fatahilah dkk, “Penafsiran Ali-Alshabuni Tentang Ayat-ayat Yang Berkaitan

Dengan Teologi”, dalam jurnal Al-Bayan, vo. 1 no. 2, 2016, 170 21 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. xix

67

surah tersebut meliputi asbabun nuzul jika ada, jumlah ayat pada surah,

menyebutkan golongan makkiyah atau madaniyyah. Penafsiran ayat akan

ditulis ketika selesai menuliskan ayat dengan lengkap atau berupa

potongan-potongan ayat. Berbeda dengan tafsir Rawâ`iul al-Bayân fi Tafsîr

Âyat Ahkâm min al-Qur`ân yang memiliki sistematika penulisan meliputi:

penentuan bab dan ayat Al-Qur`an yang akan ditafsiri, tafsir per kata, makna

global, ragam qiroat dan ragam i’rab, sebab turun ayat, kelembutan tafsir,

kandungan hukum, hikmah tasyri’. 22 Dalam kitab Qabas Min Nûr Al-

Qur`an Al-Karîm Cakupan bahasanya tidak menyentuh mengenai kaidah-

kaidah bahasa (nahwu dan balaghah), ilmu qiraat, perbedaan ulama tentang

masalah hukum atau riwayat hadis dan lain-lain yang sering menjadi

pembahasan dalam kitab-kitab tafsir. Dengan demikian, penyajian bahasan

dalam kitab ini terasa lugas dan jelas sehingga memudahkan pembaca untuk

memahaminya.

Di samping itu, terdapat kesamaan seperti tafsir Rawa’iul bayan, dari

aspek bahasa disebutkan bahwa pada tafsir tersebut merujuk pada syair-

syair Arab dan mufassir pendahulunya. 23 Karena pada tafsirnya, beliau

terkadang menyebutkan syair-syair dalam tafsirnya. Dalam persoalan kalam

menurut Husnul Hakim Imzi, ketika membahas tafsir Shafwat At-Tafâsîr

beliau berpedoman pada ahlussunnah Asy’ariah.24 Di samping itu beliau

mengutip pendapat para mufassir seperti pendapat Ibnu Katsir dalam tafsir

22 Muhammad Ali Ashabuny, Tafsir Ayat al-Ahkam Min Al-Qur`an, terj. Ahmad

Dzulfikar dkk, h. xxx 23 Andi Haryono, Ida Luthfah, “Tafsir Ayat Hijab Analisis Metode Tafsir Rawaiul

Bayan Muhammad Ali Ash Shabuni”, h. 97 24 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h.246

68

Al-Qur`an Al-Adhim25, Imam Ath Thabari dalam kitab Majma’ al-Bayan26,

Al-Qurthuby (Al-Jami Li Ahkam Al-Qur`an) 27 . Di samping itu,

penafsirannya juga ditunjang oleh hadis-hadis Rasul yang shahih dan

pendapat para sahabat. Selanjutnya, ketika menafsirkan. Ketika sudah

sampai pada akhir surah, beliau menutup akhir surah dengan

menyampaikan hikmah-hikmah apa saja yang ada di dalam surah tersebut.

25 Nama lengkapnya adalah Ismail bin Amr al-Quraisy bin Kasir al-Basri ad-

Dimasyqi Imaduddin Abdul Fida al-Hafiz al-Muhaddis asy-Syafi’i. Lahir pada 705 H dan

wafat pada 774 H, sesudah menempuh kehidupan panjang yang sarat keilmuan. Ia adalah

seorang ahli fikih, ahli hadis, sejarawan ulung, dan mufasir. Tafsirnya adalah tafsir Al-Qur`an

al-azhim. Tafsir ini merupakan tafsir yang paling banyak memuat dan memaparkan ayat-ayat

yang bersesuaian maknanaya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadis-hadis

marfu’ yang peringatan-peringatan akan cerita-cerita Israilyat tertolak (munkar) yang banyak

terebar dalam tafsir-tafsir bil-maa’tsur, baik peringatan secara global atau mendetail. Karya-

karyanya antara lain: Al-Nidayah wa Inayah, Al-Kawakibud Darari, Tafsir Al-Qur`an, Al-

Ijtihad fi Talabil Jihad, Jamiul Msanid, Asunanul Hadi li Aqwami Sunan dan Al-Wahidun

Nafis fi Manaqibil Imam Muhammad ibn Idris. (Manna Khalil al-Qathan, Mabahis Fi Ulumil

Qur`an, terj. Mudzakir AS h. 536-537) 26 Nama Lengkapnya Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Kasir Abu Ja’far

at-Tabariat-Tabari, berasal dari Amol, lahir dan wafat di Bagdad. Dilahirkan pada 224 H dan

wafat pada 310 H. Beliau adalah ulama yang sulit dicari bandingnya, banyak meriwayatkan

hadis, luas pengetahuannya dalam bidang penukilan dan pentarjihan (penyeleksian untuk

memilih yang kuat) riwayat-riwayat serta mempunyai pengetahuan luas dalam bidang sejarah

para tokoh dan berita umat terdahulu. Karya Tafsirnya adalah Jamiul Bayan Fi Al-Qur`an

merupakan tafsir paling besar dan utama serta menjadi rujukan penting bagi para mufasir bil

ma’sur. Ibn Jarir memaparkan tafsir dengan menyandarkannya kepada sahabat, tabiin, dan

tabiit tabiin. Ibn Jarir mempunyai keistimewaan tersendiri berupa istinbat yang unggul dalam

pemberian isyarat terhadap kata-kata yang samar i’rabnya. Dengan itulah antara lain tafsir

tersebut berada di atas tafsir-tafsir yang lain. Sehingga banyak mufasir yang menukil darinya.

Karya tulisnya antara lain: Jamiul Bayan fi al-tafsir Al-Qur`an, Tarikhul Umam wal Muluk wa

Akbaruhum, Al-Adabul Hamidah wa Akhlaqum Nafisah, Tarikhur Rijal, Ikhtilaful fuqaha dan

lain-lain. (Manna Khalil al-Qathan, Mabahis Fi Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS, h. 535-

536) 27 Nama lengkap al-Qurthuby adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi

Bakr bin Farrah al-Anshar al-Khazraji al-Qurthuby (W. 671 H). Karya-karyanya diantaranya

adalah: Al-Jami li Ahkam Al-Qur`an, Al-Asna fi Syarh al-Asma al-Husna, At-Tizkar fi Afdhal

al-Azkar dan lain-lain. Tafsir AL-Qurthuby termasuk kategori corak fiqih karena

pembahasannya bersentuhan dengan masalah fiqhiyah. Beliau termasuk pengikut madzhab

Maliki. Beliau memberikan perhatian secara khusus terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan

hukum namun tidak bertele-tele sebagaimana layaknya kitab fikih. Secara umum, tafsir ini

cenderung ke model tafsir bi al-ra’yi, walaupun begitu bukan berarti tidak ada riwayatnya

sama sekali sebagaimana tafsir bil ma’tsur . Hanya saja cara bi al-ra’yi menjadi landasan awal

bagi beliau untuk menjelaskan ayat. Kemudian, diperkuat dengan hadis-hadis marfu’ sampai

ke Rasulullah SAW. (Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h. 111-116)

69

Di akhir penutup surah An-Nas setelah selesai menafsirkan, mufassir juga

menyebutkan rasa syukurnya yang luar biasa kepada Allah Swt karena atas

taufik dan hidayahnya, mufassir dapat menyelesaikan penulisan kitab

tersebut pada pertengahan bulan ramadhan tahun 1413 H.

70

71

BAB IV

ANALISIS PSIKOLOGIS KONFLIK KELUARGA NABI YA’QUB AS

DALAM TAFSIR QABAS MIN NÛR AL-QUR`AN AL-KARÎM

Pada bab keempat, penulis akan mengulas tentang analisis konflik

keluarga Nabi Ya’qub as dalam tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm .

Disini penulis membagi tiga sub bahasan. Pertama, penafsiran ayat yang

termasuk konflik keluarga, berisi tentang penyajian penafsiran mufassir yang

sudah diklasifikasi oleh penulis dan dianalisis tentang konflik yang terjadi.

Kedua, analisis konflik. Ketiga, resolusi konflik yang terjadi pada keluarga

Nabi Ya’qub as ditinjau dari lima macam tipe resolusi konflik yang

disampaikan oleh Harriet Goldhor Lerner dan diakhiri dengan penyajian akhir

kisah Yusuf as pada surah Yusuf ayat 99-101.

A. Penafsiran Ayat Konflik Keluarga Nabi Nabi Ya’qub as

1. Mimpi Yusuf as (QS. Yusuf ayat 4-6)

ي يتهم لقمر را

مس وال الش با و

وك

حد عشر ك

يت ا

ي را

بت ان بيه يا

يوسف لا

٤سجدين اذ قال

ا يبني ل

بين قال سان عدو م

ن ايطن لل يدا ان الش

ك ك

ى اخوتك فيكيدوا ل تقصص رءياك عل

ل يع ٥ى ا يك وعل

حاديث ويتم نعمته عل

اويل ال

مك من تأ

تبيك ربك ويعل ذلك يج

ما وك

قوب ك

ابرهيم واسحق ان ربك عليم حكيم بويك من قبل

ى ا ها عل تم

٦ا

“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku!

Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan;

kulihat semuanya sujud kepadaku.”. Dia (ayahnya) berkata, “Wahai

anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-

saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu.

Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.”. Dan demikianlah,

Tuhan memilih engkau (untuk menjadi Nabi) dan mengajarkan

kepadamu sebagian dari takwil mimpi dan menyempurnakan (nikmat-

Nya) kepadamu dan kepada keluarga Yakub, sebagaimana Dia telah

menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum

72

itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sungguh, Tuhanmu Maha Mengetahui,

Mahabijak-sana”. (QS. Yusuf [12]:4-6)

Penafsiran:

Ayat tersebut menceritakan bahwa pada suatu ketika, Yusuf as

memberitahukan kepada ayahnya , nabi Nabi Ya’qub as bin Ishak bin

Ibrahim bahwa ia bermimpi melihat sebelas bintang dan sebelas matahari

serta bulan dan semuanya bersujud kepadanya. Disebutkan bahwa pada saat

itu Yusuf masih berusia sepuluh tahun, dan mimpi tersebut merupakan

wahyu dari Allah Swt. Dari cerita tersebut Nabi Ya’qub as mengetahui

makna mimpi Yusuf. Bahwa Allah Swt akan menetapkan takdir yang baik

kepada Yusuf dan kemuliaan, kepangkatan serta kedudukan yang tinggi,

yakin bahwa anaknya kelak akan menjadi orang penting dan berkuasa

hingga akan mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah diduga-duga.

Sehingga Nabi Ya’qub as merasa takut dan khawatir saudara-saudaranya iri

kepada Yusuf jika nantinya mereka mengetahui mimpi tersebut. Maka Nabi

Ya’qub as memutuskan memberikan nasehat sekaligus peringatan kepada

Yusuf agar tidak menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Nabi

Ya’qub as juga memahami cahaya kenabian tersimpan dalam mimpi

anaknya. Anak yang paling dicintainya oleh Allah akan diberikan

kepadanya hikmah dan memilihnya di antara saudara-saudaranya untuk

memikul beban kenabian dan risalah serta diberi kenikmatan dan kemuliaan

di dunia dan akherat.1

Di sisi lain, pada ayat 5 terdapat komentar Nabi Ya’qub as atas cerita

mimpi anaknya yang mengandung beberapa pelajaran. Pertama, secara

tidak langsung ayat tersebut menjelaskan realitas hubungan yang

berlangsung antara Yusuf dan saudara-saudaranya bahwa saudara-saudara

1 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 109-113

73

Yusuf tidak memiliki perasaan yang sama seperti ayahnya kepada Yusuf

yang justru mereka ternyata memiliki rasa kedengkian kepada Yusuf

seorang anak yang masih kecil. Karena itulah Nabi Ya’qub as berusaha

melindunginya dengan menyampaikan peringatan tentang kemungkinan

buruk yang akan mereka lakukan kepadanya jika sampai saudara-

saudaranya mengetahui maskud dan rahasia makna mimpinya. Yusuf

merasa tidak aman ketika setelah mendengar kabar kedengkian saudara

Yusuf terhadapnya, maka ayat selanjutnya Allah menyampaikan kabar

gembira mengenai sejumlah kemuliaan dan keistimewaan yang

dianugerahkan Allah kepadanya2

Analisis konflik:

Peristiwa ketika Yusuf menceritakan mimpinya kepada ayahnya, disini

terdapat konflik yang terjadi pada diri Nabi Ya’qub as., ia mengetahui arti

mimpi mimpi Yusuf, sehingga ia takut jika saudara-saudaranya mengetahui

arti mimpi tersebut. Jika dilihat dari sisi tokoh Nabi Ya’qub as, konflik

tersebut disebabkan karena Nabi Ya’qub as sudah tahu jika saudara-

saudaranya dengki terhadap Yusuf AS. Melihat hal seperti itu, Nabi Ya’qub

as sebagai orang tua khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap

Yusuf. Maka dari itu Nabi Ya’qub as meyakinkan kepada Yusuf agar jangan

sampai Yusuf AS menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya.

Karena Nabi Ya’qub as tidak bisa menjamin jika saudara-saudaranya tidak

akan melakukan tindakan buruk terhadapnya. .

Selanjutnya, ketika Nabi Ya’qub as sudah mendengar mimpi yang

disampaikan Yusuf, ia tidak langsung menafsirkan apa maksud mimpinya,

namun ia menasehati untuk tidak menceritakan mimpi tersebut, karena ia

tahu sikap buruk yang akan terjadi kepada saudara-saudara Yusuf.

2 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, (Zaman:

Jakarta Timur, 2013) h.30

74

Kedengkian akan selalu ada di antara manusia, termasuk antara saudara.

Tentunya sebagai orang tua, Nabi Ya’qub as berupaya agar anak-ankanya

tidak saling mendengki satu sama lain. Ia juga tidak melakukan tindakan

yang dapat mengobarkan api di antara anak-anaknya dan berusaha adil.

Setelah itu, Allah Swt memberikan peringatan yang tegas tanpa

pengecualian bahwa setan adalah musuh yang nyata. Karenanya manusia

harus mengetahui taktik setan untuk menjebak dan menjerumuskan

manusia.3

Pada fase kejadian mimpi yang dialami Yusuf, sebenarnya banyak

mengandung pelajaran. Secara tidak langsung ayat ini menjelaskan realitas

hubungan antara Yusuf dan saudara-saudaranya. Dapat dilihat bahwa

saudara-saudara Yusuf tidak memiliki perasaan seperti yang dimiliki

ayahnya terhadap Yusuf. Mereka mengalami rasa dengki terhadap

saudaranya yang masih kecil. Mereka tidak rela jika Yusuf mendapatkan

kedudukan yang mulia. Maka dari itu, Nabi Ya’qub as sebagai sosok ayah

ingin melindungi anaknya yang lemah dari saudara-saudaranya yang

bersikap buruk. Tak lain sikap tersebut semata karena ia mencintai kepada

semua anaknya. Hal ini kadang tidak dipahami oleh saudara-saudara Yusuf

sehingga mereka terus melakukan makar kepada saudaranya yang lemah.4

Saudara-saudara Yusuf adalah sosok yang membiarkan dirinya

mengikuti hawa nafsu. Mereka tidak pernah berusaha melangkah di atas

nilai-nilai sosial yang terpuji. Mereka hanya mendengarkan bisikan setan

yang selalu mengajak keburukan. Akibatnya, mereka mudah melakukan

berbagai perbuatan yang membahayakan orang lain, perbuatan yang

membahayakan orang lain, perbuatan yang mereka sendiri tidak rida jika

3 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 29-32 4 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 30

75

terjadi pada dirinya sendiri. Dari sini kita dapat memahami firman Allah

Swt: “Sebab, mereka bisa membuat makar (untuk menyakiti)mu”.5

Sementara jika dilihat dari sosok Yusuf, pada saat itu masih tergolong

anak kecil yang lemah tidak tahu apa-apa dan belum bisa membela dirinya

sendiri. Ia tidak mengetahui apa arti mimpinya dan bagaimana

sesungguhnya sikap saudara-saudaranya terhadap dirinya. Keadaannya

bergantung kepada rahmat Allah Swt. Namun Quraisy Shihab dalam

tafsirnya menyebutkan bahwa Muhammad al-Ghazali menulis dalam

bukunya Nahwa Tafsir Maudhuiy li Suwar al-Qur`an al-Karim, sewaktu

kecilnya Yusuf merasa bahwa dia mempunyai peranan yang disiapkan

Allah Swt. Boleh jadi dia pun akan termasuk mereka yang dipilih Allah Swt,

memimpin masyarakat di arena kemuliaan dan kebenaran. Memang, dia

adalah yang terkecil (selain Bunyamin, adiknya) dari saudara-saudaranya,

tetapi perangai kakak-kakaknya tidak menampakkan sesuatu yang

istimewa, tidak juga memancarkan kebajikan. Dia justru lebih dekat kepada

ayahnya daripada kakak-kakaknya itu. Agaknya ketika itu hatinya berbisik:

siapa tahu, warisan kenabian jatuh padanya. Ayahnya, Nabi Ya’qub as telah

mewarisinya dari kakeknya Ishaq AS, dan Ishaq AS mewarisinya dari ayah

kakeknya itu Ibrahim AS siapa tahu dia merupakan salah satu mata rantai

itu.6 Selain itu, komunikasi interpersonal yang dibangun Nabi Ya’qub as

menggambarkan rentetan sejarah, nasehat dan pelajaran kepada anaknya

tentang siapa dirinya dan keluarganya atau atau sejarah asal usulnya,

identitas keluarganya sebagai nabi (keturunan nabi).7

5 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h.30 6 Quraish Shihab, Tafsir almisbah, (Lentera Hati: Jakarta, 2004) cet II, h. 382 7 Mariyatul Norhidayati, “Model Komunikasi Interpersonal dalam Kisah Yusuf as”,

dalam jurnal Al-Hiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah, vol. 04, no. 07, 2016, h. 5

76

Resolusi Konflik

Dari hasil analisis konflik, penulis berpendapat bahwa Nabi Ya’qub as

sebagai orang tua sangat memahami sikap dan karakter masing-masing

anaknya. Ketika sudah mendengar cerita mimpi yang dialami oleh Yusuf,

Nabi Ya’qub as menaruh harapan besar kepada Yusuf agar menjadi orang

yang bermanfaat untuk umat dan menjadi anak yang baik dan sholeh. Tidak

salah jika orang tua memiliki harapan yang baik terhadap anaknya, pada

masa itu Yusuf AS juga merespon dengan baik nasihat ayahnya yang

melarang untuk menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Hal

ini menunjukkan bahwa Nabi Ya’qub as sebagai ayah yang penuh

pengertian akan memberikan rasa aman terhadap Yusuf agar suasana

keluarga tetap aman dan terpelihara dengan baik8

Selain itu, Nabi Ya’qub as juga memerankan ayah sebagai pelindung

atau tokoh yang tegas, bijaksana dan mengasihi keluarga. Karena ia adalah

tokoh otoritas dalam keluarga, dengan sikapnya yang tegas dan wibawa, ia

menanamkan sikap yang patuh terhadap Yusuf. Dari situlah, Yusuf

menancapkan dengan baik-baik bahwa ia akan patuh untuk tidak

menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya.9

Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa pribadi Nabi Ya’qub as

dalam memecahkan hal tersebut dengan menjadi individu pemburu. Karena,

Nabi Ya’qub as mengetahui bahwa mimpi tersebut akan menyebabkan

konflik di tengah hubungan antarsaudara dan akan menimbulkan rasa

dengki. Maka Nabi Ya’qub as memberikan nasehat dan melakukan

kompromi kepada Yusuf agar jangan sampai membocorkan mimpinya

kepada saudara-saudaranya. Sebaliknya, respon Yusuf pada saat itu juga

8 Singgih D. Gunarsa dan Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja,

dan Keluarga, h. 37 9 Singgih D. Gunarsa dan Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja,

dan Keluarga, h. 39

77

menjadi bertambah berkesan dan bahagia dengan mimpi itu ketika sang

ayah menjelaskan makna mimpinya, bahwa ia sebagai makhluk pilihan

Allah yang akan diajarkan kepadanya ta’wilul ahâdîts, yaitu penafsiran

tentang mimpi pada surah Yusuf ayat 6, dan Allah Swt akan memberikan

kebahagiaan hidup dunia dan di akherat, yaitu dengan diangkat sebagai nabi

sebagaimana leluhur Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq. 10 Maka dapat

disimpulkan bahwa resolusi konfliknya bersifat konstruktif karena tidak ada

yang dirugikan antara Nabi Ya’qub as dengan Yusuf.

2. Sikap Kedengkian terhadap Yusuf (QS. Yusuf ayat 7-10)

اىلين لس يت ل

ا ان في يوسف واخوته

قد ك

ن ٧ل ح

ا ون بينا من

ى ا حب ال

خوه ا

يوسف وا

وا ل

اذ قال

بين ل مفي ضل

بانا ل

٨عصبة ان ا

لل خ رضا ي

و اطرحوه ا

وا يوسف ا

م اقتل

بيك

م وجه ا

ك

ونوا من بعده قوما صلحين جب ٩وتك

قوه في غيبت ال

لوا يوسف وا

ا تقتل

نهم ل م

قاىل

قال

نتم فعلين ارة ان ك ي تقطه بعض الس

١٠يل

“Sungguh, dalam (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya terdapat

tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang bertanya. Ketika

mereka berkata, “Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya (Bunyamin)

lebih dicintai ayah daripada kita, padahal kita adalah satu golongan

(yang kuat). Sungguh, ayah kita dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah

Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah tertumpah

kepadamu, dan setelah itu kamu menjadi orang yang baik.” Seorang di

antara mereka berkata, “Janganlah kamu membunuh Yusuf, tetapi

masukan saja dia ke dasar sumur agar dia dipungut oleh sebagian

musafir, jika kamu hendak berbuat” (QS. Yusuf [12]: 7-10)

Penafsiran:

Setelah ayat sebelumnya yang menceritakan tabir mimpi Yusuf.

Melalui mimpi Yusuf as tersebut, Nabi Ya’qub as sebagai seorang ayah dan

nabi dengan mudahnya mengetahui tanda-tanda kenabian yang diberikan

10 Hanik Mahliatussikah, “Analisis Kisah Yusuf as Dalam Al-Qur`an Melalui

Pendekatan Interdisipliner Psikologi Sastra”, h. 84

78

Allah Swt kepada Yusuf AS sebagaimana Allah telah memberikan nikmat

dengan menganut dan mengikuti ajaran-ajaran bapak-bapaknya.11

Penafsiran ayat-ayat selanjutnya menjelaskan tentang kedengkian dan

sifat iri dari saudara-saudara Yusuf terhadap dirinya yang begitu dalam,

sehingga timbul rencana makar dan sampai kepada upaya pembunuhan.

Rasa dengki muncul berawal dari sadara-saudaranya sendiri karena Yusuf

adalaah anak yang paling dicintai oleh ayahnya, Nabi Ya’qub as. Beliau

mempunyai duabelas anak, sedangkan yang paling dicintainya adalah

Yusuf dan Bunyamin.12

Ujian pertama yang dilalui oleh Yusuf sosok anak kecil yang umurnya

belum mencapai akil baligh tidak lebih dari duabelas tahun, mereka

saudara-saudara Yusuf membuat konspirasi dan tipudaya secara berencana.

Mereka mengadakan musyawarah untuk mencari cara-cara yang digunakan

agar menyesatkan pandangan atau menipu ayahnya dengan tujuan supaya

Yusuf dapat berpisah dengan ayahnya dan mereka bisa melakukan apa saja

yang mereka kehendaki tanpa ada rasa benci terhadap siapapun.13

Mereka berniat jahat kepada saudara mereka yang masih kecil dan

lemah. Mereka iri kepada Yusuf karena mereka merasa bahwa ayahnya

mencintai Yusuf secara berlebihan. Kedengkian telah merasuk ke dalam

hati mereka, sehingga yang seharusnya mereka menjaga dan mengasuhnya,

justru mereka memiliki keinginan buruk terhadap Yusuf.

Selanjutnya dijelaskan pada ayat 7 terdapat keterangan bahwa huruf

lam pada kata laqad di sini adalah lam al-qasam atau lam untuk menyatakan

sumpah atau demi Allah bahwa dalam kisah Yusuf terdapat tanda-tanda

11 Trisna, “Jejak Keindahan Watak Para Nabi dan Keutamaan Manusia dalam Teks

Butir-butir Mutiara Hikmah, dalam jurnal Pendidikan Humaniora, vol. 2 no. 1, 2013, h.118 12 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h.110 13 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 114

79

yang besar, peringatan dan pelajaran berharga bagi siapapun yang

menanyakan kisah ini karena di dalamnya terdapat pelajaran dan i’tibar.

Ibarat ketika seorang penyair mengatakan,

Mereka iri kepada anak itu karena mereka tidak mendapatkan

keutamaannya

Semuanya memusuhi dan memeranginya

Seperti wanita yang wajahnya cantik jelita,

karena dengki dan marah ia menjadi jelek14

Pada ayat selanjjutnya menjelaskan tentang perangai dan konspirasi.

Perasaan tidak terima nereka ungkapkan kepada ayahnya dengan ungkapan

protes karena ayahnya lebih mencintai Yusuf dan Bunyamin daripada

mereka bersepuluh. Mereka merasa bahwa persaudaraan mereka adalah

kompak dan solid, kuat dan bermanfaat. Jsutru seharusnya mereka lebih

berhak mendapatkan kasih itu daripada Yusuf dan Bunyamin. Mereka

berkata seperti itu seolah menunjukkan bahwa Yusuf dan Bunyamin adalah

saudara kandung, sedangkan mereka adalah saudara sebapak, sehingga

mereka berpendapat, benar, jika ayahnya lebih mencintai mereka berdua

karena mereka merupakan saudara sekandung. Lalu mereka berkata bahwa

ayahnya telah keluar dari kebenaran yang nyata. Dalam hal ini

sesungguhnya mereka tidak ingin mengatakan bahwa Nabi Ya’qub as sesat

dalam agama dan akidah, karena Nabi Ya’qub as adalah seorang nabi,

bagaimana mungkin dia tersesat. Maka yang dimaksudkan mereka adalah

mereka ingin mengatakan bahwa ayahnya salah dan keliru karena memilih

dua daripada sepuluh.15

14 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 114 15 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h.115

80

Pada ayat 9 dijelaskan tentang kedengkian yang disebabkan cinta

ayahnya. Sesungguhnya Nabi Ya’qub as mempunyai alasan mengapa

mereka berdua lebih dicintainya, karena sedari kecil mereka berdua sudah

tidak mendapatkan kasih sayang dari ibunya sebab meninggal. Konspirasi

yang ditunjukkan dalam ayat ini adalah usulan saudara Yusuf untuk

membunuh atau membuang Yusuf ke suatu negeri yang tidak berpenghuni

agar dia mati dimakan binatang buas atau mati di tempat itu dengan tujuan

agar cinta ayahnya hanya tertumpah pada dirinya dan saudara lainnnya,

karena mereka yakin bahwa Yusuf adalah oang yang menyebabkan mereka

terlupakan oleh ayahnya. 16

Pada ayat 10 mereka ingin membinasakan saudara mereka, Yusuf.

Mereka memliki dua rencana untuk membinasakan Yusuf yaitu dengan cara

dibunuh atau dibuang ke tempat yang jauh dan tidak terjamah sehingga

dimakan binatang buas. Ide tersebut muncul dari sebagian mereka dan

belum disepakati bersama. Walaupun sebenarnya jika diamati, kedua ide

tersebut berujung menjadi sebuah pembunuhan. Namun, berhasilnya setan

mengelabui mereka, yang menjadikan perbuatan buruk berubah menjadi

indah dan terkesan menggampangkan. Sehingga mereka menguatkan

kepada sebagian yang lain agar bertaubat setelah melakukan kesalahan.

Karena sesungguhnya Allah Swt Maha pengampun terhadap dosa-dosa

hambanya. Itulah perbuatan setan yang suka merayu manusia untuk

melakukan suatu keburukan.17

Tujuan mereka melakukan rencana jahat tersebut tak lain untuk

menyingkirkan Yusuf disebabkan oleh kedengkian. Tiba-tiba terlintas salah

satu dari mereka yaitu Yahudza menguslukan agar jangan sampai terjadi

16 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 116 17 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 116

81

pembunuhan, karena hal itu merupakan dosa besar apalagi terhadap saudara

sendiri. Cukup dengan memasukkannya ke dalam sumur dan digantungkan

pada timbanya. Sehingga dia nanti akan ditemukan oleh mufasir yang

melewati sumur itu dan dibawa olehnya bersama para musafir. Terlepas itu

hilang sudah tanggungan untuk menyingkirkan Yusuf. Usul tersebut

muncul dari anak Nabi Ya’qub as yang bernama Yahudza, yaitu anak yang

paling tua yang paling baik pendapat dan adabnya. Pada akhirnya ide yang

muncul dari Yahudza pun disepakati karena nantinya mereka berhasil

mewujudkan keinginannya untuk menjauhkan Yusuf dari ayahnya

sekaligus dapat terhindar dai pembunuhan.18

Analisis konflik:

Konflik kedua yang terkandung pada rangkaian ayat-ayat di atas adalah

benarnya dugaan dan ungkapan Nabi Ya’qub as yang disampaikan kepada

Yusuf bahwa saudara-saudaranya sedang merasakan kedengkian hingga

mereka merencanakan pembunuhan kepada Yusuf supaya Nabi Ya’qub as

bisa menumpahkan kasih sayangnya tehadap mereka tanpa kehadiran

Yusuf. Hal ini dapat dilihat dari ayat 9.

Perencanaan pembunuhan yang disebabkan karena adanya sikap

dengki dalam hati saudara-saudara Yusuf AS, berawal ketika salah satu dari

mereka mengungkapkan bahwa “Sesungguhnya Yusuf dan saudara

kandungnya, Bunyamin, lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri,

padahal kita adalah satu kelompok yang kuat. Sungguh, ayah dalam

kekeliruan yang nyata.” Berangkat dari kalimat ini, lalu saudara-saudara

yang lainnya mulai setuju dengan apa yang disampaikan salah satu dari

mereka. Lalu pada saat itu, mereka melanjutkan pembicaraan yang awalnya

dari satu ungkapan rasa kedengkian berakibat menjadi sebuah penyusunan

18 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 117

82

konspirasi untuk membunuh Yusuf. 19 Namun, ketika mereka

bermusyawarah untuk menyingkirkan Yusuf, ada kejadian bahwa Yahudza

selaku anak pertama mengusulkan agar mencegah terjadinya pembunuhan

diganti dengan membuangnya ke sumur saja tanpa harus membunuh, karena

ia takut dosa besar akan ia dapatkan jika membunuh orang. Usulan ini

disetujui oleh semua saudara Yusuf yang lainnya.20

Ketika usulan untuk membunuh disampaikan, tentu saja si pengusul

menyampaikan usulan tersebut tidak mungkin kalau tidak dikarenakan

dikuasai oleh setan. Karena usulannya menghamburkan rasa kebencian

yang sangat dalam sampai menutup mata hatinya. Kalimat perintah untuk

membunuh juga menunjukkan betapa orang tersebut meremehkan nyawa

manusia, padahal seorang manusia sesungguhnya memiliki nilai penting di

sisi Allah sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Maidah ayat 32:

و فساد فى ال

نفسا بغير نفس ا

نه من قتل

اى بني اسراءيل

تبنا عل

جل ذلك ك

نما من ا

رض فكا

ا

قد جاءتهم ر حيا الناس جميعا ول

نما ا

حياها فكا

الناس جميعا ومن ا

نت ثم قتل بي

نا بال

سل

مسرفون رض ل

انهم بعد ذلك فى ال ثيرا م

٣٢ان ك

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa

barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh

orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-

akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara

kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara

kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang

kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas.

Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas

di bumi”. (Al-Ma'idah [5]:32)

19 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 115 20 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 117

83

Karena itu, pembunuhan adalah termasuk perbuatan yang

mengakibatkan dosa besar. Lebih buruknya lagi sasaran orang yang

dibunuh adalah saudara mereka sendiri. Sangat terasa kejam karena

targetnya adalah Yusuf yang masih kecil tidak bisa membela diri, tidak

berahlak buruk, dan tidak menjadi beban mereka, melainkan karena

berlandaskan iri dan dengki terhadapnya karena merasa kehadirannya sudah

membuat ayahnya lebih perhatian dan cinta kepada Yusuf dan tmerasa

sudah berkurang perhatian ayahnya terhadap mereka.21

Mufasir Ali Ashabuni menyebutkah nama tokoh yang mengusulkan

untuk tidak dibunuh yakni Yahudza yang menduduki posisi sebagai anak

sulung atau anak yang dituakan. Menurut Adler, anak sulung kemungkinan

besar memiliki perasaaan berkuasa dan superioritas yang kuat, kecemasan

yang tinggi, serta kecenderungan yang overprotektif. Ia juga

mengungkapkan bahwa anak sulung cenderung melindungi orang lain serta

organisator yang baik, namun anak sulung juga memiliki sifat negatif yaitu

memiliki kecemasan yang tinggi, memiliki perasaan yang berkuasa secara

berlebihan, permusuhan secara tidak sadar, berjuang untuk mendapatkan

pengakuan, harus selalu “benar” sedangkan yang lain selalu “salah”, sangat

mengkritik orang lain dan tidak bisa bekerjasama.22

Senada dengan yang dilakukan oleh Yahudza, ia mengusulkan jangan

ada pembunuhan, karena ia tahu bahwa yang diusulkan oleh saudara-

saudaranya (adik-adiknya) adalah hal yang membahayakan dan berujung

dosa besar. Tentunya sebagai anak pertama, kemungkinan ia memanfaatkan

posisinya dengan memberikan usul yang dirasa cocok dimata saudara-

saudara lainnya untuk menyingkirkan Yusuf tanpa adanya pembunuhan.

Setelah itu, seakan-akan selesai begitu saja tanpa ada rasa khawatir

21 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 58 22 Wa Ode Rahmatun Ummah Wahid dan Ahmad Rifdah, “Rasa Tanggung Jawab

Anak Sulung Di Kota Makassar” dalam jurnal Psikologi Talenta, vol. 2 no. 2 2017

84

bagaimana akibat perbuatan mereka selanjutnya, ia juga berkata bahwa

setelah melakukan pembuangan, hendaklah bertaubat menjadi orang yang

baik. Hal ini sungguh tampak bahwa mereka sudah terjebak dalam

perangkap rayuan setan karena setan telah menjadikan perbuatan yang jelek

dan tercela itu sebagai sesuatu yang indah di mata mereka dan setan

merayunya dengan taubat dan pengampunan, sehingga ia mengerjakan

kejahatan tanpa melihat akibat yang akan terjadi.23

Resolusi Konflik

Setelah dipaparkan sebab dan akibat yang sudah dijelaskan, penulis

juga ingin menyampaikan bahwa, penjelasan di atas merupakan tanda awal

mula terjadinya sebuah konflik keluarga. Selain itu, dapat disimpulkan pula

bahwa munculnya rasa dengki ternyata dapat mengakibatkan perbuatan

buruk yang berantai. Pertama, tentu sebelum salah satu dari mereka yang

mengungkapkan untuk mengusulkan Yusuf dibunuh, tentu mereka telah

melewati proses pengamatan terhadap sikap ayahnya kepada Yusuf dan

Bunyamin berbeda dengan saudara lainnya, akibatnya dari pengamatan

tersebut muncullah rasa iri dan dengki di dalam hatinya. Karena, jika tidak

melalui pengamatan, kemungkinan ia tidak akan mengungkapkan kepada

saudara-sauadara yang lainnya. Kedua, ketika ia mulai ingin

mengungkapkan rasa kesalnya terhadap Yusuf, akibatnya ia mulai nampak

menjadi provokator dalam kelompok itu (sepuluh saudara Yusuf) hingga

mengusulkan sebuah pembunuhan. Ketiga, adanya perbedaan pemikiran

salah satu dari mereka, yaitu Yahudza yang menyangga usulan tersebut

karena menurutnya, terlalu kejam jika melakukan pembunuhan karena akan

berakibat dosa besar, dari sini sebenarnya Yahudza sudah terlihat mulai

bimbang karena ia tidak ingin terjadi pembunuhan dalam keluarga mereka

terlebih mereka merupakan anak dari seorang nabi, namun karena ia juga

23 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h.116

85

setuju jika hadirnya Yusuf dapat membuat perhatian kasih saayang ayahnya

terlimpahkan kepada Yusuf, akibatnya setelah mereka bermusyawarah,

diputuskanlah untuk menyingkirkan Yusuf dengan dibuang ke sumur tanpa

harus membunuh tentunya dengan penyusunan konspirasi yang sudah

disepakati bersama. Di situlah penulis menyimpulkan bahwa sikap

kedengkian24

Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pemecahan yang

dilakukan oleh Yahudza bersifat destruktif, karena dapat dilihat

berdasarkan tipe individu penakluk (overfunctioner) yakni Yahudza sebagai

anak sulung memanfaatkan dan menunjukkan kekuasaan, ia berupaya

mendominasi dan mengedepankan egonya dan pada akhirnya walaupun

dirasa keputusan dengan menyingkirkan Yusuf tidak dengan membunuh

tapi diganti dengan membuang ke sumur, pada akhirnya pemecahan konflik

tersebut berujung dengan pertikaian dan pertengkaran yang berisiko

memunculkan perilaku agresi (Sikap agresi akan penulis bahas pada tema

Yusuf as dibuang ke dalam sumur).25 Sebaliknya, respon saudara-saudara

Yusuf yang lainnya juga menunjukkan kekompakan, karena selama

pengusulan pembunuhan yang disanggah Yahudza dengan diganti menjadi

pembuangan Yusuf ke dalam sumur, tidak ada lagi indikasi sanggahan atau

usulan-usulan yang muncul untuk merubah keputusan konspirasi

24 Iri atau kedengkian (hasad) yang ada padasaudaranya mendorong mereka

melakukan berbuat buruk. Di dalam tulisan M. Raba disebutkan bahwa sifat hasad yang ada

pada saudara Yusuf membuat mereka mempunyai motif yang kuat untuk melakukan kejahatan

terhadap Yusuf dan menjadi sebab bagaimana mereka boleh melakukan sesuatu perkara

terhadap orang yang tidak pernah berbuat jahat terhadapnya. (Roszmalizawati Ab Rashid,

“Pembentukan Jatidiri Insan Melalui Kisah Yusuf as di Dalam Al-Qur`an (Protection Of Injury

Through The Story Of The Prophets Of Yusuf In The Qur`an”, dalam jurnal International

Social Science and Humanities Journal, vol. 2, no.3, 2019, h. 79) 25 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi V agresi adalah perasaan

marah atau tindakan kasar akibat kekecewaan atau kegagalan dalam mencapai pemuasan atau

tujuan yang dapat diarahkan kepada orang atau benda

86

pembuangan Yusuf. Ini menggambarkan bahwa Yahudza belum mampu

mengatasi konflik bersama saudara-saudaranya dengan cara konstruktif.

3. Saudara Yusuf merayu kepada Ayahnya Untuk Mengajak Yusuf Pergi

Bersama (QS. Yusuf ayat 11-14)

ا تأ

ك ل

بانا ما ل

وا يا

نصحون قال

ه لى يوسف وانا ل

ا عل ه ١١من

عب وانا ل

ه معنا غدا يرتع ويل

رسل

ا

حفظون ون ١٢ل

نتم عنه غفل

ئب وا

ه الذ لكن يأ

خاف ا

ن تذهبوا به وا

يحزنني ا

ي ل ان

و ١٣قال

ا قال

سرون خن عصبة انا اذا ل ح

ئب ون

ه الذ لكىن ا

١٤ل

“Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Mengapa engkau tidak

mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami semua

menginginkan kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi bersama kami

besok pagi, agar dia bersenang-senang dan bermain-main, dan kami

pasti menjaganya.” Dia (Yakub) berkata, “Sesungguhnya kepergian

kamu bersama dia (Yusuf) sangat menyedihkanku dan aku khawatir dia

dimakan serigala, sedang kamu lengah darinya.”Sesungguhnya mereka

berkata, “Jika dia dimakan serigala, padahal kami golongan (yang

kuat), kalau demikian tentu kami orang-orang yang rugi.” (QS. Yusuf

[12]: 11-14)

Penafsiran:

Dijelaskan pada ayat 11-12. Setelah membicarakan tentang saudara-

saudara Yusuf dalam membuat konspirasi dan bertukar pikiran untuk

menyingkirkan Yusuf. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk

memisahkan Yusuf dengan bapaknya. Setelah itu mereka merayu ayahnya

agar Yusuf diperbolehkan untuk bermain-main dengan mereka. Dengan

berpura-pura menunjukkan sikap yang baik dan sayang kepada Yusuf dan

meminta Nabi Ya’qub as agar memberikan izin kepada mereka, supaya

diperbolehkan mengajak Yusuf untuk bertamasya keluar kota dengan

saudaranya yang paling kecil Bunyamin Namun mereka menanyakan apa

penyebab tidak diperbolehkannya Yusuf dan Bunyamin tidak

diperbolehkan ikut bersama mereka. Dari situ mereka mencoba untuk

melobi dengan mengatakan bahwa mereka akan menjaganya karena mereka

87

semua mencintai Yusuf sebagai sesama saudara, walaupun sebelumnya

mereka juga mendesak ayahnya dengan mengatakan “Apa yang terjadi pada

dirimu ayah? Sehingga ayah tidak mempercayai kami untuk menjaga

Yusuf?.”26

Pada ayat 13-14, kekhawatiran Nabi Ya’qub as mulai tampak

terhadap Yusuf jika nantinya, Yusuf pergi bersama para saudaranya.

Sebenarnya Nabi Ya’qub as telah mengetahui rasa kedengkian anak-

anaknya terhadap Yusuf. Namun Nabi Ya’qub as tidak menunjukkan sikap

itu kepada mereka. Sebelum mereka bertanya lagi apa alsan kuat yang

membuat Nabi Ya’qub as khawatir ketika pergi bersama mereka. Maka

menjawab dengan dua alasan.

Pertama, Nabi Ya’qub as takut Yusuf dimakan serigala jika mereka

terlalu asyik bermain hingga lalai dalam menjaganya. Kedua, Nabi Ya’qub

as lebih takut lagi mereka memusuhi Yusuf daripada serigala itu sendiri.

Disini Nabi Ya’qub as tidak depenuhnya menunjukkan langsung dan

terarah kepada mereka, jika sebenarnya kekhawatiran yang terjadi bukan

karena lalai penjagaan terhadap Yusuf sehingga takut dimakan serigala.

Melainkan hanya dengan isyarat yang dimaksudkan untuk mereka. Rasa

cinta dan ketakutan beliau merupakan alasan mengapa beliau melarang

saudara-saudara Yusuf untuk mengajak pergi bersama mereka. Namun pada

hal ini, justru mereka menguatkan dan mencoba meyakinkan Yusuf dengan

berkata mengapa ayahnya takut kepada serigala? Mereka berkata bahwa

mereka adalah laki-laki yang tangguh, kuat dan patut untuk disebut sebagai

orang yang lemah jika tidak berhasil menjaga Yusuf dari bahaya.27

Analisis konflik:

26 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 118 27 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 119

88

Konflik selanjutnya terjadi adalah Nabi Ya’qub as merasakan tidak

rela dan sedih ketika Yusuf ikut pergi bersama saudara-saudaranya. Nabi

Ya’qub as tidak bisa berbuat apa-apa ketika saudara-saudaranya merncoba

merayunya agar memberikan izin kepada Yusuf. Hal ini disebabkan karena

sempat terjadi sedikit perdebatan antara saudara-saudara Yusuf dengan

ayahnya, ketika ayahnya mencoba memberikan alasan mengapa ia berat

untuk membolehkan mereka pergi bersama, alasan tersebut tidak diterima

oleh saudara Yusuf. Perdebatan ini dijelaskan pada ayat 14. Sebelumnya,

Nabi Ya’qub as memang mengalami posisi yang dilematis. Mereka

membuat Nabi Ya’qub as berpikir bahwa ia telah mengabaikan hak-hak

Yusuf sebagai anak kecil untuk bermain, pergi bersenda gurau dengan

saudara-saudaranya. Ungkapan si pengujar telah membuat Nabi Ya’qub as

terpojok sehingga seakan-akan ia sangat mencintai Yusuf kurang

memperhatikan hak-hak anak-anaknya. Kondisi seperti ini menyebabkan

merosotnya hubungan keluarga yaitu pertentangan antarsaudara. Anak yang

lebih sering mengkritik penampilan dan perilaku adiknya, yang sebaliknya

senang menggoda dan memerintah adik yang lebih muda lagi. Bila orang

tua berusaha menghentikan hal ini mereka dianggap pilih kasih.28 Anak-

28 Dalam membahas keluarga campuran, memang umunya para nabi juga memiliki

bentuk keluarga campuran. Contohnya seperti keluarga Rasulullah Muhammad Saw yang

memiliki sembilan istri dan dikaruniai anak hingga mendapatkan cucu. Adapun riwayat yang

menjelaskan kejadian dimana Rasulullah Saw ditanya tentang siapa orang yang paling

disayang olehnya.

ث نا يي بن سعايد األ مواي، عن إاساعايل بنا ث نا إاب راهايم بن سعايد اجلوهراي، قال: حد أبا خالاد، عن حدازام، عن عمراو بنا العاصا أنه ، قال: ي رس ول هللاا من أحب الناسا إاليك؟ قال: عائاشة . قال: ق يسا بنا أبا ح

؟ قال: أب وها. مان الر اجالاArtinya: Ibrahim bin said menceritakan kepada kami bahwa ia mengatakan: Yahya bin Sa’id

Al-Umawy, menceritakan kepada kami dari ismail bin Abi Khalid, dari Qais bin Abi Hazim,

dari ‘Amr bin Ash sesungguhnya dia berkata “Siapakah manusia yang paling engkau cintai?”

Rasulullah berkata “Aisyah”, Amru bin Ash bertanya lagi, “Dan dari kalangan laki-laki?”

Beliau menjawab, “Ayahnya”. (Sunan at-Tirmidzi, (Beirut: Dar al-Gharib al-Islami, 1998),

Juz 6, h. 189)

89

anak kemudian bersatu menghadapi orang tua dan saudara yang dianggap

merupakan kesayangan orang tua.29

Kejadian di atas berakibat Nabi Ya’qub as tidak menemukan alasan

kecuali melepas Yusuf bersama saudara-saudaranya, agar mereka tidak

merasa bahwa beliau takut kepada mereka dan berbuat jahat

kepadanya.Nabi Ya’qub as adalah seorang nabi yang dimuliakan oleh Allah

Swt, ia berperilaku dan berjalan dengan petunjuk-Nya. Ia menjalankan

dengan sungguh-sungguh. Kehendak dan ketetapan Allah Swt pasti berlaku.

Seketat apapun penjgaan Nabi Ya’qub as terhadap Yusuf, ia tidak bisa

menghidari ketetapan Allah Swt. Ia sudah berusaha keras agar Yusuf

terhidar dari reka daya saudara-saudaranya. Namun sesungguhnya, semua

itu Allah Swt yang menjalankan renca-Nya sendiri.30

Sebagai orang tua, Nabi Ya’qub as berusaha untuk menyembunyikan

kesedihannya di depan anak-anaknya, karena tahu bahwa anak-anaknya

telah menyimpan dengki kepada Yusuf. Di samping itu, Nabi Ya’qub as

berusaha bersikap adil terhadap anak-anaknya. Sikapnya bertujuan untuk

menjaga perasaan anak-anaknya yang lain. Ia tidak ingin jika rasa hasud

dan dengki timbul dalam diri mereka sehingga terjerumus ke dalam

kejahatan. Kebimbangan yang dialaminya adalah karena kesemua anaknya

Dari hadis di atas, menunjukkan bahwa, sekalipun perasaan cemburu istri-istri Rasulullah

terhadap Aisyah sangat besar, mereka tetap menghargai kedudukan Aisyah yang sangat

terhormat. (Amru Yusuf, Istri Rasulullah Contoh dan Teladan, Depok: Gema Insani,1997,

h.47)

Menurut penulis, kecenderungan kasih sayang memang ada terhadap seseorang dibandingkan

dengan yang orang lainnya. Jika ditarik pada kondisi keluarga Nabi Ya’qub, tentu berbeda

akan respon yang dihadapi oleh anak-anak Ya’qub terhadap Yusuf, mereka enggan

menghargai kedudukan Yusuf yang masih kecil walaupun mereka tahu bahwa Yusuf dan

Bunyamin sudah ditinggal ibunya dan butuh kasih sayang.

29 Elizabeth B Hurlock, Development Pshychology A Life Span Approach Fifth

edition,terj. Istiwidayanti dkk, h.171 30 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 73

90

adalah anak-anak yang harus dilindungi. Itulah bentuk kesamarataan kasih

sayang yang ingin ditunjukkan oleh Nabi Ya’qub as.31

Debibik menyebutkan dalam jurnalnya (2020) dalam kamus al-‘Ain

disebutkan lafadz ẖasad adalah mashdar dari fi’il ẖasada yaẖsudu ẖasadan.

Dalam kamus Lisân al-‘Arab disebutkan asal kata ẖasad adalah Qasyr

(lapisan kulit luar), Ibn Mandzûr mengutip perkataan al-Azharî dari Ibn al-

A’râbî (w. 543 H) bahwa hasad menguliti hati seperti kutu menguliti kulit

kemudian menghisap darahnya. Hasad yaitu ketika seseorang melihat

nikmat yang dimiliki saudaranya, ia berharap nikmat tersebut hilang dari

saudaranya tersebut dan menjadi miliknya seorang. Sedangkan al-Ghabthu

yaitu harapan seseorang memiliki nikmat seperti yang dimiliki saudaranya

tetapi tidak berharap nikmat tersebut hilang dari saudaranya.32 Dalam Syarh

Riyâdh ash-Shâlihîn disebutkan, sesungguhnya hasad adalah bara api di

dalam hati yang akan membakar hatinya setiap kali Allah memberikan

nikmat kepada hamba-Nya, dan membuat hidupnya akan selalu terlihat

dalam kesusahan dan kekhawatiran.

Al-Ghazâlî dalam iẖyâ` ‘ulûm ad-dîn menyebutkan beberapa penyebab

hasad, salah satunya adalah:

a. Permusuhan dan kebencian (al-‘Adâwah wa al-Baghdhâ`) Permusuhan

dan kebencian adalah penyebab hasad yang paling parah, karena hasad

yang disebabkan oleh permusuhan dan kebencian dapat menimbulkan

perselisihan, saling membunuh, menghabiskan umur untuk

menghilangkan nikmat yang dimiliki orang lain dengan menipu,

mengadu domba, dan merusak kehormatan

31 Mastura Bohari dan Farahwaida Mohd Yusuf, “Pendidikan Keibubapaan Melalui

Santunan Fitrah Nabi Ya’qub as Dan Pendekatannta Bagi Menangani Salah Laku Remaja”

dalam jurnal Umran: International Journal Of Islamic And Civilizational Studies, 2020, h.

119 32 Debibik Nabilatul Fauziah, “Hasad Dalam Perspektif Ulama”, dalam jurnal

Hawari Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam, vol. 1, 2020, h. 12

91

b. At-Ta’azzuz (Rasa Paling Mulia) Sifat at-Ta’azzuz adalah merasa

keberatan jika orang lain melebihi dirinya

c. Ketakutan mendapat saingan dalam mencapai suatu tujuan (al-khauf

min fût almaqâshid)33

Setelah dijelaskan mengenai tentang hasad, konflik yang sudah

disebutkan di atas memang termasuk salah satu masalah umum yang terjadi

dalam keluarga campuran. Ketika keluarga campuran terbentuk, perjuangan

kinerja dapat meningkat dan menjadi lebih rumit. Dari sini, mari kita lihat

dari sisi tokoh Saudara-saudara Yusuf, mereka merasa menemukan

perhatian yang terbagi-bagi dengan munculnya Yusuf dan Bunyamin.

Sementara persaingan di antara saudara kandung ada di semua keluarga,

persaingan dengan saudara yang bukan satu ibu juga terasa pahit.34 Mereka

ingin menunjukkan bahwa mereka mempunyai keberanian sebagai seorang

saudara yang lebih tua untuk melindungi adiknya. Penulis melihat, bahwa

ketika mereka menjalankan misinya dengan melobi ayahnya, misi yang

dijalankan sangat teratur, terdapat kondisi kehati-hatian dan rayuan yang

sangat kental. Hal ini dapat diketahui dari gaya bicara mereka kepada

ayahnya yang mengatakan “Jika dia dimakan serigala, padahal kami

golongan (yang kuat), kalau demikian tentu kami orang-orang yang rugi.”

Seolah-olah mereka sudah dapat membaca pikiran ayahnya, jika ayahnya

takut kalau anaknya benar-benar tidak bisa melindungi Yusuf dari ancaman

serigala, maka mereka mengatakan jika benar terjadi, tentu mereka akan

merugi. Maksudnya, sempurna kerugiannya, dengan kehilangan saudara

serta kehilangan kepercayaan dan harga diri sebagai pemuda-pemuda yang

kuat dan kompak di hadapan masyarakat.35

33 Debibik Nabilatul Fauziah, “Hasad Dalam Perspektif Ulama”, h.15-17 34 Karrie Main, Blended Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-

family-challenges, diakses pada tanggal 17 Agustus 2020 pukul 14.40 WIB 35 M. Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir”, Lentera Hati: Jakarta, 2013, h. 393

92

Setelah melihat dari sudut pandang Nabi Ya’qub as dan saudara-

saudara Yusuf, fase ini menunjukkan bahwa konflik antara orang tua-anak,

ketika seseorang sudah menjadi orang tua, tentu ia akan merasa bahwa sikap

mereka harus konsisten dengan perasaan mereka, harus menerima dan

bersikap toleran, harus mengesampingkan kebutuhan diri sendiri dan

berkorban demi anak-anak serta senantiasa adil.36 Menurut penulis, sikap-

sikap tersebut yang memang ditunjukkan Nabi Ya’qub as terhadap anak-

anaknya dengan mengesampingkan rasa khawatirnya terhadap Yusuf AS

dan mengizinkan Yusuf untuk pergi bersama saudara-saudaranya walaupun

sebenarnya Nabi Ya’qub as berat untuk berpisah dengan Yusuf karena

cintanya yang dalam kepada Yusuf, disebabkan karena ia memiliki pertanda

kebaikan yang besar, sifat-sifat kenabian, kesempurnaan akhlak, dan bentuk

jasmani.37

Resolusi Konflik

Dari peristiwa di atas, penulis menyimpulkan bahwa Nabi Ya’qub as

mencoba memecahkan masalah dengan tipe individu pemburu. Karena,

ketika saudara Yusuf mencoba meminta izin kepada ayahnya, ia tidak

langsung diperbolehkan untuk pergi bersama, melainkan sempat terjadi

proses tawar-menawar yang dilakukan oleh ayahnya dengan mengatakan

bahwa ayahnya takut dan khawatir jika mereka membawa Yusuf pergi

(Muhammad Ali Ashabuni (W.1437 H) menyebutkan dengan pergi

bertamasya. Namun, respon saudara Yusuf menunjukkan bahwa ia menolak

alasan Nabi Ya’qub as dengan mengatakan bahwa ia akan berusaha untuk

menjaganya dan menunjukkan rasa aman untuk Yusuf. Akhirnya, sebelum

mereka merasa kesal lebih jauh jika mengetahui Nabi Ya’qub as memang

36 Thomas Gordon, P.E.T Parrent Effectiveness, terj. Farida Lestira Subardja, dkk

h.13 37 Abdullah bin Muhamad, Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar

E M, (Pustaka Imam Syafi’i: Bogor, 2004) jilid 4, h. 405

93

takut untuk melepaskan Yusuf. Maka Nabi Ya’qub as memilih untuk

membiarkan mereka pergi bersama. Seolah-olah menunjukkan tidak ada

perselisihan, walaupun Nabi Ya’qub as tetap merasakan kecemasan, akan

tetapi resolusi yang sudah dilakukan oleh Nabi Ya’qb as bersifat

konstruktif, karena ketika Ya’qub as memutuskan untuk mengizinkan

Yusuf pergi bersama saudra-saudaranya, ia tetap mengaharap perlindungan

Allah Swt.

4. Yusuf as Dimasukkan Ke Dalam Sumur (QS. Yusuf ayat 15-18)

هم ئن تنب يه ل

وحينا ال

وا جب

وه في غيبت ال

عل ج ن ي

جمعوا ا

ا ذهبوا به وا م

مرهم هذا وهم فل

با

ا يشعرون ون ١٥ل

بك باهم عشاء ي

بانا انا ذهبنا ١٦وجاءو ا

وا يا

نا يوسف عند قال

ستبق وترك

ن

ا صدقين نو ك

نا ول

نت بمؤمن ل

ئب وما ا

ه الذ لك ١٧متاعنا فا

ذب قال

ى قميصه بدم ك

وجاءو عل

ا واللهمرا فصبر جميل

م ا

نفسك

م ا

كت ل

ل سو

ى ما تصفون بل

مستعان عل

١٨ل

“Maka ketika mereka membawanya dan sepakat memasukkan ke dasar

sumur, Kami wahyukan kepadanya, “Engkau kelak pasti akan

menceritakan perbuatan ini kepada mereka, sedang mereka tidak

menyadari.”Kemudian mereka datang kepada ayah mereka pada petang

hari sambil menangis. Mereka berkata, “Wahai ayah kami!

Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat

barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan engkau tentu tidak

akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.” Dan mereka

datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Dia

(Yakub) berkata, “Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang

memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah

yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-

Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS. Yusuf [12]: 15-18)

Penafsiran:

Setelah anak-anak Nabi Ya’qub as merayu, pada ayat 15 dijelaskan

bahwa. dengan perasaan berat dan sedih, beliau berpura-pura menerima

perkataan dan alasan mereka, serta melepas Yusuf bersama mereka. Ketika

mereka sudah pergi dari hadapan ayahnya mereka mengumpat, memukul

dan menghina Yusuf dengan perkataan yang keji dan kotor, serta berniat

94

akan memasukkannya ke dalam sumur. Kemudian mengikat kedua

tangannya dengan tali, melepas bajunya dari tubuhnya serta

menggantungnya dengan tali yang telah dipersiapkan sebelumnya, sehingga

Yusuf bisa bergelantungan di dalam sumur, karena di dalam sumur itu

airnya hanya sedikit.38

Ayat selanjutnya menceritakan apa yang dilakukan oleh saudara-

saudara Yusuf setelah mereka meninggalkan ayah mereka, Nabi Ya’qub as.

Mereka mengira bahwa dengan memasukkan Yusuf ke dalam sumur itu

berarti telah bebas darinya.

Setelah mereka meninggalkan sumur itu. Yusuf berteriak dan

memanggil-manggil mereka, namun mereka tidak menggubrisnya. Bahkan

panggilan itu tidak berguna baginya. Kemudian Yusuf menangis seraya

berkata, “Wahai ayah, tahukah kamu apa yang dilakukan oleh anak-anakmu

terhadapku?.” dalam keadaan yang menyedihkan dan mengharukan itu,

tiba-tiba datanglah rahmat dari Allah. Maka Allah mengilhamkan

kepadanya, bahwa dia akan menceritakan apa yang mereka lakukan lepada

dirinya, sementara mereka telah lupa dengan peristiwa itu, sehingga mereka

tidak tahu bahwa kamu adalah Yusuf. Inilah makna firman Allah

“Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan

mereka ini, sedangkan mereka tiada ingat lagi.”

Hasan Al-Basri berkata, “Ketika Yusuf dimasukkan ke dalam sumur,

dia berusia dua belas tahun dan bertemu dengan ayahnya setelah empat

puluh tahun.39 “Diriwayatkan bahwa ketika Yusuf dimasukkan ke dalam

38 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 120 39 Quraish Shihab menyebutkan dalam tafsir Al-Misbah, boleh jadi lebih dari 30

tahun mereka tidak bertemu, karena bukankah belasan tahun Yusuf tinggal di rumah orang

Mesir, kemudian dipenjara sekitar sepuluh tahun, lalu keluar menuju istana, dan setelah tujuh

tahun kemudian baru terjadi paceklik, dan pada tahun kedua paceklik barulah saudara-

saudaranya datang. (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 476)

95

sumur itu dia berkata, “Wahai Dzat yang Tampak, wahai Dzat yang dekat,

dan wahai Dzat yang menang dan tak pernah kalah, berilah jalan keluar

kepadaku.”40

Selanjutnya, mereka pulang dengan sedih dan Isak tangis sambil

tersedu-sedu dengan membawa baju Yusuf yang telah dilumuri dengan

darah domba yang mereka sembelih untuk mengelabuhi ayah mereka

bahwa serigala telah memakan Yusuf. Namun Yaqub merasakan ada

kejanggalan ketika mengetahui baju itu tidak ada robekan atau bekas

gigitan. Disini mereka sudah melakukan misinya namun jauh dari

sempurna. Karena itu penyakit dusta adalah lupa, sehingga mereka tidak

suskes dalam melakukan tipu daya mereka.41

Pada ayat 16-17 saudara-saudara Yusuf masih keras dengan

perkataannya terhadap ayahnya dengan mengungkapkan apakah ayah tidak

akan percaya kepada kami walapun kami mengatakan yang sebenarnya, lalu

mengapa kamu menuduh kami bahwa kami tidak dapat dipercaya?.

Sesungguhnya Darah itu bukanlah darah Yusuf tetapi darah domba yang

mereka sembelih, kemudian mereka lumurkan ke baju Yusuf, untuk

meyakinkan bahwa serigala telah memangsanya. Mereka tidak menghadap

kepada ayah mereka pada waktu siang hari, tetapi mereka menghadap pada

malam hari, karena seperti dikatakan orang bijak bahwa kebohongan malam

hari jarang diketahui.42

Ath-Thabari dalam riwayatnya dari As-Sudi mengatakan, “Mereka

datang menghadap ayah mereka sambil mennagis tersedu-sedu, maka

ketika Nabi Ya’qub as mendengarkan suara mereka, beliau merasa kaget

40 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 120 41 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 121 42 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 122

96

bertanya, “Apa yang terjadi pada kamu wahai anak-anakku, apakah

kambingmu terkena sesuatu?’ Mereka menjawab ‘Tidak’ Beliau bertanya,

‘Lalu di mana Yusuf?’ Mereka menjawab, ‘Wahai ayah, dia dimakan oleh

serigala’. Lalu Nabi Ya’qub as menangis dan bertanya, ‘Mana bajunya?’

Llau mereka membawa bajunya yang telah mereka lumuri dengan darah

domba yang mereka sembelih. Lalu Nabi Ya’qub as pun mengambil baju

itu dan mengusapkannya pada wajahnya, lalu menangis hingga wajahnya

berlumuran darah yang ada pada baju itu. Kemudian ia membalikkan baju

itu dan melihatnya seraya berkata, ‘Demi Allah, aku tidak pernah melihat

serigala lebih santun dari serigala ini, memakan anakku tetapi tidal merobek

bajunya! Wahai anakku Yusuf, apa yang telah dilakukan oleh anak-anak

durhaka ini terhadapmu?” Demikianlah Allah menyingkap kejahatan

mereka sehingga Nabi Ya’qub as yakin bahwa mereka telah merencanakan

tipudaya tersebut.43

Pada ayat 18 menjelaskan bahwa tipu daya yang sudah direncanakan

mereka itu tidak dapat mengelabuhinya dan air mata mereka tidak dapat

meyakinkan kenohongan yang mereka buat-buat, tetapi Nabi Ya’qub as

tahu bahwa merekalah yang telah melakukan kejahatan itu atas saudara

mereka sendiri.

Sebagian para salaf berpendapat. “Tangis orang-orang yang zhalim

itu tidak akan bisa mengelabuhimu, maka betapa banyaknya orang zhalim

yang datang kepadamu dengan pura-pura menagis, seperti yang dilakukan

oleh saudara-saudara Yusuf ketika mereka datang kepada Nabi Ya’qub as

dengan menangis tersedu-sedu.”

Analisis konflik:.

43 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 123

97

Konflik keempat yang terjadi adalah kebohongan yang dilakukan oleh

saudara-saudara Yusuf terhadap ayahnya. Pertama, mereka membuang

Yusuf ke dalam sumur dan sengaja pulang di petang hari sambil menangis

dengan menunjukkan duka yang mendalam. Disampaikan oleh mereka

bahwa Yusuf dimakan serigala. Padahal sebelumnya mereka berjanji tidak

akan menelantarkan Yusuf AS dan akan menjaganya. Hal ini disebabkan

supaya tipu daya yang telah mereka rencanakan itu meyakinkan Kedua,

mereka menunjukkan kepada ayahnya potongan baju yang sudah sengaja

merek lumuri darah supaya ayahnya yakin dan percaya jika Yusuf benar-

benar di makan oleh serigala, namun ayahnya tidak percaya karena baju

yang sudah dilumuri darah tidak ada robekan atau gigitan yang menandakan

gigitan serigala 44 . Disini mereka masih bersikeras untuk menunjukkan

upaya agar ayah mereka percaya, hal ini terdapat pada ayat 17. Sikap

berbohong dan kerasnya mereka mengakibatkan Nabi Ya’qub as kaget dan

bersedih.

Ada tiga objek yang bersangkutan dalam tema ini, yakni Yusuf,

saudara-saudara Yusuf, dan Nabi Ya’qub as. Penulis akan membahas dari

kejadian dibuangnya Yusuf ke dalam sumur dan pribadi Yusuf terlebih

dahulu. Mufassir Ali ashabuni menggambarkan keadaan Yusuf ketika

dibuang ke dalam sumur dengan menyebutkan bahwa ketika Yusuf

berteriak dan memanggil-manggil mereka, namun mereka tidak

menggubrisnya. Bahkan panggilan itu tidak berguna baginya. Kemudian

Yusuf menangis seraya berkata, “Wahai ayah, tahukah kamu apa yang

dilakukan oleh anak-anakmu terhadapku?.” 45 Disini penulis ingin

menyampaikan pendapat dari kitab Ath-Thabary yang menyebutkan bahwa

44 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 120 45 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 121

98

Yusuf memohon pada Rubail, “Engkau adalah saudara sulungku dan

pemimpin bagiku setelah bapakku. Engkau juga saudara paling dekat

denganku. Kasihanilah aku, kasihanilah kelemahanku.”

Namun Rubail justru malah menampanya dengan keras. Lalu berkata,

“Engkau sama sekali tidak dekat denganku. Mintalah bantuan kepada

sebelas bintang agar dia menyelamatkanmu dari kami.” Dari sini Yusuf

baru menyadari, bahwa kedengkian mereka disebabkan oleh mimpinya

tersebut. Yusuf kemudian memeluk Yahudza penuh harap lalu berujar,

“Wahai saudaraku, kasihanilah kelemahanku, ketidakmampuanku, dan

umurku yang masih belia. Sayangilah hati ayahmu, Nabi Ya’qub as. Betapa

cepatnya kalian melupakan wasiatnya dan mengingkari sumpah kalian.”

Hati Yahudza bergetar, lalu ia menjawab, “Demi Allah, selamanya

mereka tidak akan tahan selama kamu masih hidup.” Setelah itu Yahudza

berkata kepada saudara-saudaranya, “Wahai saudaraku, sungguh!

Membunuh jiwa yang diharamkan Allah adalah termasuk dosa yang paling

besar. Kembalikanlah bocah kecil ini kepada ayahnya. Dan kita minta dia

berjanji agar dia tidak menceritakan apa yang terjadi ini pada ayahnya.”

Saudara-saudaranya pun berkata kepada Yahudza, “Demi Allah,

sesungguhnya kamu hanya ingin mencari kedudukan di sisi Nabi Ya’qub

as. Jika tidak kamu biarkan dia, akan kami bunuh kamu bersamanya.” Lalu

ia mengusulkan untuk melemparkan ke dalam sumur, dan mereka

sepakat.46 Proses pembuangan Yusuf ke dalam sumur diceritakan oleh Ibnu

Katsir dalam tafsirnya yaitu dengan cara mengikat Yusuf dengan tali dan

timbanya. Bila ia berusaha bertahan di bibir sumur, mereka pukuli

tangannya, lalu mereka potong talinya di tengah-tengah, sehingga ia jatuh

ke dalam air dan tenggelam, lalu ia merangkak ke atas baru di tengah sumur

46 Tafsir ath-thabary h. 320-321

99

yang disebut dengan Raghufah dan berdiri di atasnya.47 Begitulah kira-kira

proses kejadian pembuangan Yusuf ke dalam sumur.48

Dengan penjelasan gambaran proses pembuangan Yusuf ke dalam

sumur, penulis ingin menunjukkan bahwa kondisi Yusuf sebenarnya ia

berpotensi mengalami gangguan kecemasan berpisah (Separation Anxiety

Disorder) yaitu perasaan cemas atau tertekan akibat berpisah dengan orang

yang sangat dicinta. Yusuf terpisah dengan sang ayah tercinta dan adik

seayah seibu, Bunyamin. Gangguan kecemasan berpisah (Separation

Anxiety Disorder) atau disebut SAD sendiri ketika berpisah dengan figur

lekat ia sedang merasakan rasa khawatir yang berlebihan (Hasanah, 2013).

Kekhawatiran yang berlebihan ini berkaitan dengan pikiran irrasional yang

akan menimpa individu sendiri atau figur lekat seperti akan berpisah

selamanya sehingga menyebabkan ketakutan yang signifikan (Dabkowska,

2011; Lask, 2003).49 Salah satu kriteria dari separation anxiety disorder ini

menurut buku Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders

(DSM V) American Pshychiatric Association (APA, 2013) antara lain;

merasakan stress yang berlebihan ketika meninggalkan rumah atau berpisah

dengan figur lekat, kecemasan yang terus menerus dan berlebihan tentang

kehilangan atau kecelakaan figur lekat, merasa cemas yang berlebihan jika

hal buruk terjadi seperti tersesat atau diculik, menolak pergi ke tempat lain,

merasa takut sendirian tanpa figur lekat, menolak tidur sendiri tanpa figur

47 Abdullah bin Muhamad, Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar

E M, (Pustaka Imam Syafi’i: Bogor, 2004) jilid 4 h. 407 48 Memang para ahli tafsir menyebutkan berbagai versi cerita tentang apa yang

dilakukan oleh saudara-saudara Yusuf terhadap Yusuf sesudah mereka pergi jauh dari

ayahnya, nabi Ya’qub as. Kondisi atau komunikasi yang diceritakan sebenarnya kisah-kisah

tersebut tidak pernah dijelaskan dalam Al-Qur`an maupun hadis. Jadi, itu semua hanyalah

penyebutan dalam pembahasan tentang kitab tafsir. (Imam Al-Qurthuby, Al-Jami li Ahkaam

Al-Qur`an, terj. Muhyidin Masridha, (Pustaka Azzam: Jakarta Selatan, 2008, h. 321) 49 Intan Puspitasari, Dewi Eko Wati, “Strategi Parent-School Partnership: Upaya

Preventif Separation Anxiety Disorder Pada Anak Usia Dini” dalam jurnal Yaa Bunayya :

Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 2, no. 1, Mei 2018, h. 52

100

lekat. Namun itu semua terlewatkan berkat rahmat Allah yang menenagkan

hati Yusuf.50

Ahmad Zaki Salih membagi fase perkembangan anak menjadi tujuh

fase, yaitu: fase sebelum lahir (pranatal), bayi (0-2 tahun), kanak-kanak (3-

5 tahun), pertengahan usia kanak-kanak (6-12 tahun), akhir masa kanak-

kanak (6-12 tahun), masa anak yang hampir baligh (al-murahakah atau

remaja), dan dewasa atau baligh. Dalam Islam penyebutan istilah baligh

tidak disertakan dengan usia yang pasti, karena setiap anak berbeda-beda,

namun pada umumnya untuk laki-laki dibatasi pada usia 15 tahun,

sedangkan untuk perempuan usia 9 tahun atau jika laki-laki dapat diketahui

setelah mimpi basah dan perempuan sudah mulai mengalami fase haid

(menstruasi).51

Berdasarkan teori psikologi perkembangan, dinyatakan bahwa anak

usia 8 -10 tahun berada dalam tahapan katarsis emosional. Ia mampu

memanfaatkan emosi, mengontrol emosi, mengendalikan emosi dalam

rangka pencarian identitas diri. Pencarian jati diri itu dimulai dengan sikap

menyembunyikan emosi, meninggalkan emosi, dan penyesuaian emosi

dengan situasi. Emosi pada masa ini sudah mencapai taraf keseimbangan.

Pada usia 10-13 tahun anak berada dalam tahapan motivasional, yakni

seorang anak memiliki harapan untuk dapat mencapai sesuatu yang

diinginkan. Pada masa ini anak akan melanjutkan pencarian jati diri melalui

penggunaan kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan fisik. Jika Yusuf

as pada waktu dimasukkan ke dalam sumur berada dalam usia sebagaimana

50 Intan Puspitasari, Dewi Eko Wati, “Strategi Parent-School Partnership: Upaya

Preventif Separation Anxiety Disorder Pada Anak Usia Dini”, h. 53 51 Khabibi Muhammad Luthfi dan Muh. Syamsuddin, “Metode Pendidikan Anak

berbasis Qishshah Al-Anbiya’ dan Kontekstualisasinya di Perguruan Tinggi Islam” dalam

jurnal Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, vol. 17, no: 1, 2017, h. 4

101

tersebut, berarti emosi Yusuf as ketika menghadapi perilaku para

saudaranya secara psikologis sudah bisa dikendalikan dan tertata.52

Walaupun sebenarnya, ketika Yusuf dimasukkan ke dalam sumur, ia

berteriak dan memanggil-manggil mereka dan menangis seraya berkata,

“wahai ayah, tahukah kamu apa yang dilakukan oleh anak-anakmu

terhadapku?.” Saat kondisi seperti ini, Yusuf boleh jadi hampir mengalami

nyctophobia (keadaan takut akan situasi yang gelap seperti di hutan dan

semak-semak), namun dalam keadaan menyedihkan itu, tiba-tiba datanglah

rahmat dari Allah Swt. Maka Allah mengilhamkan kepadanya, bahwa dia

akan menceritakan apa yang mereka lakukan kepada dirinya, sementara

mereka lupa dengan peristiwa itu. Sehingga mereka tidak tahu bahwa ia

adalah Yusuf. 53 Ada juga keterangan dalam tafsir almisbah yang

menyebutkan bahwa ketika itu tiba-tiba ia mendengar bisikan dalam hatinya

menyatakan; Jangan khawatir, engkau akan selamat. Kejadian-kejadian

tersebut menunjukkan bahwa Allah Swt memberikan ilham agar Yusuf

tenang hatinya dan tidak risau akan perbuatan yang sudah dilakukan oleh

saudara-saudaranya.

Selanjutnya, penulis akan mengulas konflik kedua dari sisi pribadi

saudara-saudara Yusuf yang melanjutkan misi konspirasi dengan cara

berbohong kepada Nabi Ya’qub as. Mereka sengaja pulang petang dengan

membawa baju Yusuf yang sudah dilumuri darah domba dengan tujuan

untuk meyakinkan ayahnya bahwa Yusuf memang benar telah dimakan

oleh serigala. Boleh jadi menurut mereka konspirasi dan misi yang

dijalankan oleh mereka berjalan sempurna. Namun yang terjadi justru

sebaliknya. Ketika ayahnya menemui mereka tanpa kehadiran Yusuf dan

52 Hanik Mahliatussikah, Analisis Kisah Yusuf as Dalam Al-Qur`an Melalui

Pendekatan Interdisipliner Psikologi Sastra, h.84-89 53 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 120

102

menunjukkan baju Yusuf, Nabi Ya’qub as justru tidak menerima pendapat

penyebab kejadian tersebut. Ini menunjukkan bahwa penyakit dusta adalah

lupa, sehingga mereka tidak sukses dalam melakukan tipu daya.54

Selain itu, Peterson (1995), Zuckerman, Depaulo & Rosental (1981)

dalam Gani (2016) mendefinisikan kebohongan sebagai sebuah aksi

(ekspresi/perkataan/tindakan) tanpa pemberitahuan sebelumnya yang

bertujuan agar menjadi percaya. Aunillah (2011) menyebutkan ada

beberapa faktor yang membuat seseorang berbohong, salah satunya adalah

faktor sosial, yakni kebohongan yang dilakukan atas adanya situasi tertentu

yang membuat seseorang harus melakukan kebohongan. Dalam hal ini

dikatakan sebagai pembohong. Sebab, kebohongan yang dilakukan

sebenarnya merupakan reaksi atas masalah-masalah di sekitar, sehingga

membuat dia harus berbohong. 55 Penulis berpendapat bahwa sikap

berbohong saudara-saudara Yusuf sudah disepakati ketika mereka

bermsyawarah untuk menyingkirkan Yusuf, tentu karena ingin rencana

yang sudah disusun berhasil dan hilangnya Yusuf dari hadapan mereka dan

ayahnya terwujud.

Deaux dkk (1993) menjelaskan bahwa cara-cara berbohong yakni

memaparkan jika pesan yang menipu dapat diciptakan dengan membuat

pernyataan faktual yang dilebihkan sedikit dan yang sebenarnya membuat

suatu pesan yang sifatnya samar-samar, membuat pernyataan yang luas

maknanya. Terbukti dengan pernyataan dan sikap saudara Yusuf yang

sudah menyiapkan skenario dengan mengatakan bahwa Yusuf dimakan

54 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 121 55 Fiqhiyatun Naja dan Nanik Kholifah, “Bias Konfirmasi Terhadap Perilaku

Berbohong” dalam jurnal Psikologi vol. 7 no. 1, maret 2020, h. 25

103

oleh serigala dan menunjukkan bukti baju dipenuhi lumuran darah yang

sudah disiapkan sebelumnya untuk menguatkan kebohongan mereka.56

Selanjutnya, mari kita lihat dari sudut pandang pribadi Nabi Ya’qub

as. Setelah mereka mengatakan bahwa Yusuf telah dimakan serigala karena

lepas kontrol dari penjagaan mereka dilanjutkan dengan menyatakan “dan

kamu (Nabi Ya’qub as) sekali-kali tidak akan percaya kepada kami,

sekalipun kami adalah orang-orang yang benar”, pada akhirnya Nabi

Ya’qub as mengungkapkan dengan menggunakan bahasa tegas untuk

menyangkal pengakuan mereka dengan mengatakan “Sebenarnya diri

kalianlah yang memandang baik perbuatan (buruk) itu.” Dan meneguhkan

perasaannya dengan berkata “Maka kesabaran yang baik itulah

(kesabaranku). Hanya Allah tempat memohon pertolongan atas apa yang

kalian gambarkan.”57

Resolusi Konflik

Sesuai dengan dua konflik yang ditemukan. Pertama, pada kejadian

dibuangnya Yusuf ke dalam sumur, penulis berpendapat bahwa resolusi

konflik yang digunakan saudara Yusuf menggunakan tipe individu

pengutuk (blamer). Tidak lepas dari awal mula menculnya rasa dengki

terhadap Yusuf, mereka menyusun konspirasi berkembang dengan proses

merayu ayahnya untuk membolehkan Yusuf pergi bersama mereka,

perlahan sikap amarah memuncak menuju peristiwa pembuangan Yusuf ke

dalam sumur. Kedengkian dan kebencian mereka kepada Yusuf yang sudah

56 Erik Saut Hatoguan Hutahaean, “Kecenderungan Berbohong, Sasaran Kebohongan

dan Perbedaannya Berdasarkan Jenis Kelamin” dalam jurnal Proceeding PESAT (Psikologi,

Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil), vol. 2, agustus 2007, h. B13 57 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 122

104

dianggap sebagai seorang yang menyebabkan berkurangnya perhatian

ayahnya terhadap anak-anak selain dirinya, kini ditumpahkan dengan

menjalankan konspirasi yang sudah disusun oleh mereka, dengan harapan

hilangnya Yusuf akan menyebabkan kasih sayang ayahnya tertumpah

kepada mereka. Akhirnya, peristiwa tersebut membuat Yusuf tidak bisa

berbuat apa-apa, ketika mencoba melawan justru mereka mengabaikan dan

meninggalkan Yusuf.

Kedua, ketika mereka menunjukkan kepada ayahnya potongan baju

yang sudah sengaja dilumuri darah dengan tujuan agar ayahnya yakin dan

percaya jika Yusuf benar-benar di makan oleh serigala. Terdapat dua obyek

yang mencoba memecahkan konflik. Yaitu Nabi Ya’qub as dan saudara-

saudara Yusuf. Ketika saudara-saudara Yusuf mencoba melakukan

kebohongan terhadap ayahnya dengan menjalankan skenario yang sudah

dirancang sebelumnya dengan mengatakan menyampaikan bahwa Yusuf di

makan serigala. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan supaya mereka tidak

tertuduh menjadi tersangka pembunuhan.

Maka, Nabi Ya’qub as mencoba untuk menjadi individu pemburu

(persuer) dengan menanyakan bagaimana bisa Yusuf tidak pulang bersama

mereka, apa yang menyebabkan mereka melakukan hal buruk terhadap

Yusuf. Ali Ashabuni menyebutkan bahwa Nabi Ya’qub as juga berusaha

mendesak mereka supaya berkata jujur terhadapnya. Namun apa boleh buat,

ketika Nabi Ya’qub as mencoba dengan sabar menghadapi anak-anaknya,

hatinya sudah sakit dan sedih melihat respon mereka justru tetap keras dan

tidak mengakui apa yang sudah dilakukan mereka, walaupun

sesungguhnya, Nabi Ya’qub as tahu akan kebohongan mereka dengan

105

melihat baju Yusuf yang dilumuri darah hewan tidak ada bekas gigitan

serigala. Bukti tersebut adalah bukti kebohongan yang nyata.58

Kunci utama untuk sukses dalam mengatasi masalah keluarga

campuran adalah dengan memiliki kesabaran untuk mengatasi semua situasi

sulit yang muncul59 Sama halnya yang dilakukan oleh Nabi Ya’qub as, ia

tetap bersabar menghadapi anak-anaknya, berdoa dan berserah kepada

Allah Swt agar Dia dapat mengembalikan Yusuf dihadapan Nabi Ya’qub

as, karena sesungguhnya ia tahu jika Yusuf tidak dimakan oleh serigala

melainkan mereka sendiri yang sudah melakukan kejahatan terhadap

Yusuf.60

Pada akhirnya Nabi Ya’qub as sudah tidak ada ruang untuk menyela

dan percuma ketika hendak melakukan tindakan-tindakan lain untuk

membuat mereka jujur terhadapnya. Namun, resolusi konflik ini tetap

bersifat konstruktif, karena saat mereka melakukan kebohongan, Nabi

Ya’qub as tetap memperingatkan mereka bahwa Allah Swt akan tetap

dengan pengawasan-Nya. Pada akhirnya Nabi Ya’qub as hanya bisa

memendam sendiri kesedihanya, memohon dan pasrah kepada Allah Swt.

5. Saudara Yusuf as membujuk ayahnya agar Bunyamin dapat pergi ke

Mesir (QS. Yusuf ayat 63-66)

وا تل

خانا نك

معنا ا

رسل

فا

يل

كا ال بانا منع من

وا يا

بيهم قال

ى ا ا رجعوا ال م

حفظون فل

ه ل

٦٣نا ل

خير ح فاللهخيه من قبل

ى ا م عل

منتك

ما ا

ا ك

يه ال

م عل

منك

ا هل

حمين قال رحم الره

هو ا فظا و

بانا ما نبغي هذه بضاعت ٦٤وا يا

يهم قال

ت ال ا فتحوا متاعهم وجدوا بضاعتهم رد م

ت ول نا رد

58 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 121 59 https://family.lovetoknow.com/blended-family-challenges ditulis oleh Karrie

Main, diakses pada tanggal 5 Agustus 2020 pukul 16.42 WIB 60 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 122

106

بعير يل

خانا ونزداد ك

فظ ا ح

نا ون

هلينا ونمير ا

يسير ال

يل

م ٦٥ ذلك ك

ه معك

رسل

ن ا

لقال

توه موثقهم ا ا م

م فل

اط بك ح ن ي

ا ا

ال ني به

تنتأ ل ن الله ى تؤتون موثقا م ى ما حته

عل الله

قال

وكيل

٦٦نقول

“Maka ketika mereka telah kembali kepada ayahnya (Yakub) mereka

berkata, “Wahai ayah kami! Kami tidak akan mendapat jatah (gandum)

lagi, (jika tidak membawa saudara kami), sebab itu biarkanlah saudara

kami pergi bersama kami agar kami mendapat jatah, dan kami benar-

benar akan menjaganya.” Dia (Yakub) berkata, “Bagaimana aku akan

mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, seperti aku telah

mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?” Maka Allah

adalah penjaga yang terbaik dan Dia Maha Penyayang di antara para

penyayang. Dan ketika mereka membuka barang-barangnya, mereka

menemukan barang-barang (penukar) mereka dikembalikan kepada

mereka. Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Apalagi yang kita

inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita, dan kita

akan dapat memberi makan keluarga kita, dan kami akan memelihara

saudara kami, dan kita akan mendapat tambahan jatah (gandum)

seberat beban seekor unta. Itu suatu hal yang mudah (bagi raja Mesir).”

Dia (Yakub) berkata, “Aku tidak akan melepaskannya (pergi) bersama

kamu, sebelum kamu bersumpah kepadaku atas (nama) Allah, bahwa

kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu

dikepung (musuh).” Setelah mereka mengucapkan sumpah, dia (Yakub)

berkata, “Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan.” (QS.

Yusuf [12]: 63-66)

Penafsiran:

Mereka sampai di tempat tinggal mereka dan menyampaikan apa yang

terjadi kepada ayah mereka. Pada ayat selanjutnya, dijelaskan tentang apa

yang terjadi setelah mereka kembali ke negeri mereka. Setelah sampai,

mereka langsung datang kepada ayah mereka dan mengabarkan kepadanya,

sebelum mebuka makanan yang mereka bawa, tentang peringatan penguasa

Mesir itu, bahwa makanan tidak akan diberikan jika mereka tidak membawa

adik mereka yang paling kecil bersama mereka. Maka mereka meminta

kepada Nabi Ya’qub as agar diperkenankan membawa adik mereka,

107

Bunyamin supaya mendapatkan makanan yang mereka butuhkan. Mereka

berjanji akan menjaga Bunyamin dengan sebaik-baiknya.61

Maksud dari ayat 63 adalah,mereka mengatakan bahwa mereka telah

diperingatkan tidak akan diberi gandum lagi nanti jika tidak datang dengan

saudara mereka, Bunyamin. Raja Mesir mengira bahwa mereka adalah

mata-mata, lalu mereka ceritakan kepadanya tentang kisah mereka, lalu ia

meminta kepada mereka agar membawa Bunyamin untuk mengecek

kebenarannya. Permintaan itu tiba-tiba menusuk perasaan Nabi Ya’qub as,

jangan-jangan ini adalah tipu daya mereka terhadap anaknya yang kedua,

sehingga ia takut dan hatinya gemetar.

Pada ayat 64 maksudnya, bagaimana Yaqub bisa percaya kepada

mereka untuk membawa Bunyamin, sedangkan mereka sebelumnya tidak

dapat dipercaya ketika membawa Yusuf, padahal mereka sudah berjanji

menjaganya, lalu mengkhianatinya? Nabi Ya’qub as takut jangan-jangan

mereka akan berbuat jahat kepadanya sebagaimana yang telah mereka

lakukan kepada saudaranya, Yusuf. Nabi Ya’qub as tidak percaya kepada

mereka dan kepada penjagaan mereka, tetapi Nabi Ya’qub as percaya

kepada penjagaan Allah. Allah lebih sayang kepadanya daripada Nabi

Ya’qub as sebagai ayah dan saudara-saudaranya sendiri. Maka Nabi Ya’qub

as berharap semoga Allah senantiasa menjaganya dan tidak menimpakan

musibah yang lebih berat kepada keluarganya.62

Setelah melewati peristiwa tentang perselisihan dan pertentangan

saudara-saudara Yusuf dengan ayah mereka. Mereka meminta kepada Nabi

Ya’qub as agar mengizinkan Bunyamin pergi bersama mereka, seperti yang

telah mereka lakukan sebelumnya kepada saudaranya, Yusuf. Bunyamin,

61 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 185 62 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 186

108

Yusuf adalah saudara kandung, sedangkan saudara-saudara lainnya adalah

saudara seayah. Maka dari itu Nabi Ya’qub as takut kepada mereka tentang

keselamatan Bunyamin.

Mereka sangat kagum dengan kebaikan dan kemuliaan yang mereka

peroleh dari penguasa Mesir itu, karena ketika mereka membongkar muatan

barang yang dibawa setelah sesampainya dari perjalanan. Ternyata barang-

barang yang mereka berikan sebagai bahan jaminan masih ada di atas

kendaraan mereka. Maka dari itu, mereka meminta ayah mereka

mengizinkan Bunyamin pergi bersama mereka, agar mereka mendapatkan

makanan dan gandum seperti yang mereka peroleh pada perjalanan mereka

yang pertama.

Pada ayat 65 dijelaskan, supaya mereka ketika membujuk ayah mereka

agar Bunyamin diizinkan ikut bersama mereka dengan mengatakan,

“Sesungguhnya kami telah menghadap seseorang yang sangat mulia. Dia

menerima kami sebagai tamu agung dan dihormati. Orang dari Bani Nabi

Ya’qub as tidak akan melakkan hal itu. Lalu apa lagi yang akan kita cari

selain kemuliaan itu? Ia telah memberi kita makanan dan barang-barang

yang kita bawa sebagai pengganti makanan itu dikembalikan semuanya.

Adakah kebaikan yang kebih baik dari ini? Jika kamu mengizinkan

Bunyamin pergi bersama kami, maka kami akan membawakan gandum

yang lebih banyak kepadamu, seberat beban yang bisa dibawa oleh unta-

unta kami. Kami akan menjaga saudara kami dengan baik melebihi

penjagaan kami kepad diri kami sendiri.63

Kemudian setelah itu mereka mengatakan, “Itu adalah sukatan

(gandum) yang mudah (bagi raja Mesir) itu.” gandum sejumlah itu kecil

63 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 187

109

bagi penguasa Mesir yang baik itu, karena kedermawanan dan kegetolannya

dalam beramal. Dari perkataan mereka.

“Dan kami akan mendapat tambahan gandum seberat beban seekor

unta.” Menunjukkan bahwa Yusuf memberikan gandum kepada setiap

orang itu seberat beban seekor unta dan dia tidak menjual makanan it

kepada mereka, supaya mereka bisa tetap bertahan hidup pada masa-masa

paceklik, dan makanan mereka tidak cepat habis.

Selanjutnya Nabi Ya’qub as Mensyaratkan kepada Anak-anaknya

untuk mengucapkan Janji di Hadapannya. Akhirnya setelah mereka

memaksa. Nabi Ya’qub as mengabulkan permintaan mereka walaupun

dengan hati yang sangat berat. Akan tetapi Yusuf menita satu syarat kepada

mereka agar bersumpah kepada Allah untuk tetap berpegang teguh kepad

janji, yaitu mengembalikan Bunyamin kepadnya, dan akan menjaganya

dengan baik.64

Pada ayat 66 maknanya, Nabi Ya’qub as mensyaratkan janji yang tegas,

yang diucapkan dengan kesaksian kepada Allah, seakan-akan dia berkata, “

Hingga kamu mengucapkan janji yang tegas dengan bersaksi kepada Allah

bahwa kamu akan mengembalikan Bunyamin kepadaku.” Sedangkan

perkataannya.

“Kecuali jika kamu dikepung musuh...” merupakan pengecualian janji

atau kecuali jika kamu semua kalahmelawan musuh sehingga kamu

sekalian tidak bisa menyelamatkannya dan tidak ada jalan ataupun cara lai

bagimu untuk menyelamatkannya.

Mujahid berkata “Kecuali jika kamu dikepung musuh.” Arinya kecuali

jika kamu semua mati, itu baru alasan yang dapat saya terima, karena pada

dasarnya orang yang dikepung musuh pasti mati, karena jalan menuju

64 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 188

110

keselamatan telah tertutup. Maka jika ditanyakan tentang orang yang mati

akan dijawab, “Ia terkepung.” Seperti yang difirmankan Allah

“Datanglah angin badai, dan apabila gelombang dari segenap penjuru

menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung bahaya...”

(QS. Yusuf: 22) atau mereka yakin akan mati. Kemudian Allah berfirman,

“Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Nabi Ya’qub as berkata,

“Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan ini.”

Atau ketika mereka telah bersumpah kepadanya dan berjanji akan

melaksanakan janji itu dengan sebaik-baiknya, untuk menjaga dan

memperhatikan saudara mereka, Bunyamin, dia berkata kepada mereka,

“Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan.”65

Analisis konflik:

Konflik kelima yang terjadi adalah pada diri Nabi Ya’qub as yang

terkejut mendapatkan berita dari saudara-saudara Yusuf atas permintaan

raja yang menyuruh mereka membawa Bunyamin kehadapannya. Peristiwa

tentang perselisihan antara mereka dengan Nabi Ya’qub as tidak

terlewatkan disebabkan karena mereka meminta kepada ayahnya agar

Bunyamin diizinkan olehnya untuk pergi bersama mereka. Akibatnya, Nabi

Ya’qub as menunjukkan bahwa dirinya tidak bisa percaya lagi kepada

mereka (saudara-saudara Yusuf) karena ia takut jika kesalahan yang lalu

terulang kembali, namun Nabi Ya’qub as memilih untuk mengharap

penjagaan oleh Allah Swt terhadap keluarganya.66

Dengan demikian, Nabi Ya’qub as tentu tidak mudah begitu saja

melepaskan Bunyamin pergi bersama mereka. Akan tetapi, ia meminta

jaminan bagi keselamatan Bunyamin. Pada episode ini, saudara-saudara

65 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 188 66 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 188

111

Yusuf berusaha meyakinkan ayahnya dengan kebenaran yang sebenarnya

lalu meminta kepada ayahnya agar mereka diberikan kepercayaan untuk

menjaga Bunyamin. Mereka juga menyatakan bahwa mereka tidak akan

bersikap sebagaimana yang dilakukan kepada Yusuf.67

Sampai tahap ini, mereka masih mengira bahwa Yusuf sudah tidak

akan muncul di keluarga mereka. Hubungan keluarga bersifat kekal. Orang

tua akan selalu menjadi orang tua, begitu pun saudara, tidak ada istilah

mantan saudara. Ketika konflik terjadi dalam sebuah keluarga pasti sedikit

banyak akan merasakan dampak yang panjang. Seandainya konflik yang

terjadi sudah terhenti, tentu masih akan terdapat sisa-sisa dampak dari

konflik yang masih membekas.68 Wajar jika Nabi Ya’qub as takut untuk

melepaskan Bunyamin kepada mereka, karena sebelumnya mereka sudah

pernah berbohong kepada ayahnya. Dalam sebuah keluarga, kejujuran itu

penting, karena kejujuran adalah nilai kehidupan mendasar yang harus

ditanamkan pada diri manusia sejak kecil. Jika tidak ada kejujuran dalam

keluarga, maka yang terjadi adalah pertengkaran dan akhirnya rasa

kekeluargaan akan renggang.69

Selanjutnya, ketika Yusuf menjadi seorang menteri yang disegani dan

ditaati di kerajaan Mesir dan Allah telah mengganti kesulitannya dengan

kemudahan, kesempitan dengan kelapangan, ketakutan dengan keamanan

dan dari kehinaan kepada kemuliaan dan kekuasaan. Banyak fase-fase

kehidupan yang telah dilalui Yusuf hingga sampai saat ia menjadi orang

yang dipandang.

67 Neni Noviza, Metode Bibliotherapy Pada Kisah Yusuf as Sebagai Media Konseling

Rasional Emotif, dalam jurnal Wardah, no. XXVI, juni 2013, h. 65 68 Elizabeth B Hurlock, Development Pshychology A Life Span Approach Fifth

edition,terj. Istiwidayanti dkk, h.104 69 David Charilsyah, “Metode Dan Teknik Mengajarkan Kejujuran Pada Anak Sejak

Usia Dini”, dalam jurnal Educhild vol. 5 no. 1, 2016, h. 9

112

Namun berbeda dengan Yusuf, rasa benci yang muncul dari saudara-

saudaranya bukan disebabkan oleh sikap buruk Yusuf, melainkan rasa

cemburu mereka terhadap Yusuf sebab merasa kasih ayahnya lebih

melimpah kepada Yusuf. Yusuf juga bisa melewati masa itu dengan baik,

ia dapat mengelola emosinya. Ia yakin apa yang terjadi pada dirinya akan

mendapatkan jalan keluar dari Allah Swt, karena seperti yang teah

dijelaskan pada ayat 15, jika berkehendak, Allah Swt akan menurunkan

rahmat-Nya kepada seorang hamba meskipun secara lahiriah ia berada

dalam kesulitan.70 Di samping itu, masa remaja hingga dewasa juga ia

habiskan dalam perjalanan kehidupan dengan melewati beberapa episode

yang tidak mudah menjalaninya. Kematangan pribadinya ketika menjadi

menteri penguasa kerajaan Mesir tak lain juga merupakan buah dari

pembelajaran ujian kehidupan yang dialaminya.71

Resolusi Konflik

Penulis menyimpulkan, bahwa Nabi Ya’qub as menggunakan

pemecahan masalah konstruktif yaitu dengan ciri individu pemburu

(persuer). Ia bersama anaknya saling melakukan negosiasi untuk mencapai

kesepakatan. Nabi Ya’qub as meminta anak-anaknya untuk bersumpah dan

berjanji agar membawa Bunyamin dengan selamat dari mulai

keberangkatan hingga kembali pulang sebaliknya, mereka juga

menyepakati persyaratan itu dengan diucapkannya janji dan sumpah kepada

Nabi Ya’qub as dengan kesaksian Allah Swt. Begitu pun sebaliknya,

mereka sepakat dengan perjanjian tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa

Nabi Ya’qub as telah memberikan kesempatan kepada mereka, karena

mereka tahu bahwa mengingat apa yang telah mereka lakukan terhadap

Yusuf, perkataan mereka tidak akan banyak berpengaruh dengan Nabi

70 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h.93

113

Ya’qub as. Tetapi gandum harus dibawa dari Mesir dan untuk tujuan itu,

Bunyamin harus ikut dengan mereka. Maka, dengan menyembunyikan

kebencian mereka, saudara-saudara Yusuf berjanji untuk melindungi

Bunyamin.72

6. Tuduhan Mereka kepada Yusuf dan adiknya (QS. Yusuf ayat 77)

هم ق م يبدها ل

ها يوسف في نفسه ول سر

فا

ه من قبل

خ ل

وا ان يسرق فقد سرق ا

نتم شر قال

اال

م بما تصفون عل ا كانا والله ٧٧م

Mereka berkata, “Jika dia mencuri, maka sungguh sebelum itu

saudaranya pun pernah pula mencuri.” Maka Yusuf menyembunyikan

(kejengkelan) dalam hatinya dan tidak ditampakkannya kepada mereka.

Dia berkata (dalam hatinya), “Kedudukanmu justru lebih buruk. Dan

Allah Maha Mengetahui apa yang kamu terangkan.” (QS. Yusuf

[12]:77) Penafsiran:

Sebelumnya diceritakan bahwa Yusuf menciptakan taktik yang disusun

bersama Bunyamin. Ia memasukkan piala raja ke dalam kantung Bunyamin

dengan tujuan agar Bunyamin tetap tinggal bersama Yusuf. Ditengah

perjalanan ketika hendak kembali ke negeri Kan’an, utusan kerajaan

menemukan bahwa ada piala raja hilang dan menyangka bahwa rombongan

Bunyamin dan saudara-saudaranya adalah pencuri piala tersebut.

Ketika ditemukan tempat minum itu di dalam karung Bunyamin,

saudara-saudara Yusuf merasa terhina dan jatuh martabatnya. Mereka

sangat terpukul dan bingung terhadap perbuatan yang dilakukan oleh

Bunyamin dan mengatakan, “Sungguh aneh, Rahil melahirkan dua anak

pencuri, Yusuf dan Bunyamin.” Kemudian mereka berkata kepada

Bunyamin, “ Wahai anak Rahil, berapa banyak penderitaan yang kami

72 Siti Robikah, “Tafsir Surah Yusuf dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan Sastra

Mustansir Mir”, dalam jurnal Al-Bayan: Studi Al-Qur`an dan Tafsir, vol. 4 no. 1, juni 2019,

h.24

114

terima akibat ulah kalian?” Lalu Bunyamin berkata, “Kami lebih menderita

lagi akibat ulah kalian semua, kamu pergi bersama saudaraku lalu kamu

membinasakannya tanpa merasa bersalah. Sekarang mengapa kamu

memutarbalikkan kata terhadapku?” Mereka bertanya, “Mengapa tempat

minum raja itu ada di dalam karungmu?” Bunyamin menjawab, “Yang

menaruh tempat minum itu di dalam karungku adalah orang yang menaruh

barang-barang di karungmu juga. Dari sini, munculah kedengkian mereka

terhadap Yusuf dan saudara kandungnya, sehingga mereka langsung

mengucap keduanya sebagai pencuri.73

Maksud dari ayat 77 adalah Seakan-akan mereka mengatakan, “Ini

tidak aneh jika terjadi pada dirirnya karena saudaranya yang meinggal, yaitu

Yusuf seorang pencuri. Sementarra mereka tidak tahu bahwa penguasa yang

berada di hadapan mereka adalah Yusuf, yang sedang mereka gunjingkan

itu. Seakan-akan mereka mengatakan, “ Sesungguhnya kami tidak sama

dengan Bunyamin, baik dalam cara maupun jalan yang ditempuh. Dia dan

saudaranya yang hilang itu memeang selalu melakukan pencurian, karena

mereka berdua berasal dari saitu ibu, sedangkan kami berasal dari ibu yang

lain, sedangkan anak-anak Nabi Ya’qub as bebas dari tuduhan pencurian

ini.74

Sebagian para mufassir berpendapat bahwa mereka menuduh Yusuf

sebagai pencuri karena seperti yang disebutkan dalam beberapa kitab tafsir,

adalah Yusuf pernah mengambil beberapa makanan dari rumah bapaknya

untuk diberikan kepada orang-orang fakir, lalu mereka menganggap

tindakan inisebagai pencurian. Ada lagi yang mengatakan bahwa Yusuf

pernah mengambil beberapa patung saudara-saudaranya yang mereka

73 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 201 74 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 201

115

sembah selain Allah, lalu dia menghancurkannya dan memasukkannya ke

dalam lubang, dan sebagainya.

Kita tidak membutuhkan pendapat-pendapat di atas hingga pendapat

mereka benar-benar dapat dipercaya. Yang jelas bahwa mereka mengatakan

kebohongan tentang Yusuf bukan hanya sekali ini saja. Ketika mereka

melemparkan Yusuf ke dalam sumur, kemudian mereka datang kepada ayah

mereka dengan menangis sambil membawa baju Yusuf yang telah dilumuri

dengan darah, juga merupakan kebohongan yang pernah mereka lakukan.

Selanjutnya mereka mengatakan sesuatu yang dusta tentang Yusuf dari

mencelanya, seperti halnya ketika mereka membohongi ayah mereka

dengan mengatakan, “Ia dimakan oleh serigala.” Berarti dalam hati mereka

masih tersimpan rasa iri dan dengki kepada Yusuf, walaupun waktu telah

berjalan sekian lama, sehingga ketika ada kesempatan untuk mencaci, maka

lidah mereka tidak tahan lagi untuk mengucapkan kata-kata kotor dan keji

kepadanya. Mereka mengatakan, “Jika Bunyamin mencuri, maka

sesungguhnya telah mencuri pula saudaranya sebelum itu,” “atau jika

Bunyamin mencuri, itu adalah sesuatu yang wajar, karena itu adalah

kebiasan yang diturunkan kepada anak-anak Rahil. Saudara kandungnya,

Yusuf juga telah melakukan pencurian sebelumnya, maka tidak heran jika

ia melkukan hal yang sama seperti saudaranya.”75

Mereka mengira, menceritakan masalah Bunyamin ini kepada

penguasa Mesir, dan mereka tidak tahu bahwa penguasa Mesir itu sendiri

adalah Yusuf yang mencela-cela itu. Akan tetapi, Yusuf masih bisa

menahan emosinya dan menyembunyikan rasa sakit akibat kebohongan dan

cacian mereka.

75 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 202

116

Selanjutnya, mereka meminta grasi dan keringanan kepada Al-Aziz,

atas nama ayah mereka, Nabi Ya’qub as, dan mereka menawarkan

kepadanya agar diganti dengan salah satu dari mereka, jika tidak

dibebaskan, karena kasihan kepada ayahnya. Mereka terus merajuk kepada

AL-Aziz dengan menyebut-nyebut kebaikan dan kemuliaannya, agar

hatinya tergetar sehingga berbelas kasihan.

Analisis Konflik:

Konflik keenam pada tema ini terdapat dua konflik. Pertama,

munculnya rasa kesal dari salah satu saudara Yusuf kepada Bunyamin

disebabkan karena ia terbukti membawa piala raja yang hilang dengan

mengatakan Wahai anak Rahil, berapa banyak penderitaan yang kami

terima akibat ulah kalian?”, kemudian Bunyamin menjawab “Kami lebih

menderita lagi akibat ulah kalian semua, kamu pergi bersama saudaraku lalu

kamu membinasakannya tanpa merasa bersalah. Sekarang mengapa kamu

memutarbalikkan kata terhadapku?”.Akibat kejadian ini mereka sama-sama

merasa marah dan kesal dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Saudara-

Saudara Yusuf kesal karena Bunyamin terbukti membawa piala raja dalam

kentongnya sehingga mereka merasa terbebani, karena mereka sudah

berjanji untuk membawa Bunyamin pergi dan kembali kepada ayahnya

dengan selamat, namun diluar dugaan mereka mendapatkan masalah berat.

Disisi lain, Bunyamin pun juga merasa marah dan kesal atas respon dan

perlakuan kakak-kakanya yang begitu murka terhadapnya hingga

menampakkan rasa tidak terima karena dulu mereka telah menghilangkan

Yusuf dari hadapannya dan ayahnya. Seakan-akan Bunyamin ingin

mengatakan bahwa tidakkah mereka pernah berbuat kesalahan yang sangat

berat pula.76

76 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 201

117

Perdebatan antara anak yang berbeda ibu pun terjadi, saudara Yusuf

mulai menyebutkan kembali identitas ibu Bunyamin. Seolah-olah mereka

masih belum menerima keadan keluarga yang mereka jalani. Dalam

keluarga campuran yang seharusnya komunikasi dan kepercayaan dalam

keluarga harus mereka tanamkan dengan baik justru saudara-saudara Yusuf

tidak peduli dengan hal itu. Mereka tidak memiliki kesabaran untuk

mengatasi situasi sulit yang muncul. Karena kunci utama lain untuk sukses

mengatasi keluarga campuran adalah dengan kesabaran. Memang setiap

tantangan memiliki kesulitan dengan tingkat yang berbeda. Tapi

nampaknya, saudara-saudara Yusuf sudah terlanjur merasa kesal hingga

muncul kembali rasa dengki yang pernah terjadi pada waktu yang sudah

lalu.77 Dalam kajian psikologis ini menunjukkan bahwa bisa jadi lawan

bicara kita menyimpan kebencian kepada kita dengan menampakkan

kelembutan dan kasih sayang. Ia bisa terus menampakkan perasaan sayang

itu selama masih bisa mengendalikan kesadaran dan gejolak perasaannya.

Namun, dalam keadaan marah besar atau tersudutkan, kendali jiwa itu

melemah sehingga membuka peluang bagi munculya perasaan yang selama

ini ditahan atau disembunyikan. Kebencian yang disembunyikan itu muncul

baik dalam bentuk pengingkaran spontan, ketergelinciran lisan,

menunjukkan sikap yang tidak layak, sekadar berpaling, atau menunjukkan

rasa kesal. Ungkapan dan sikap spontan itu lebih jujur dari pembicaraan

yang panjang lebar78

Kedua, konflik yang terjadi disebabkan munculnya kembali rasa

kedengkian yang ternyata masih tersisa di dalam diri saudara-saudara

Yusuf. Hal ini diketahui ketika salah satu dari mereka mengungkapkan

77Karrie Main, Blended Family Challenges, https://family.lovetoknow.com/blended-

family-challenges diakses pada tanggal 18 Agustus 2020 pukul 10.04 WIB 78 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 425

118

sesuatu yang dusta 79 tentang perihal tuduhan pencurian yang pernah

dilakukan oleh Yusuf. 80 Akibatnya, mereka memohon-mohon agar

melepaskan Bunyamin, ia ceritakan masalah Yusuf yang dulunya pernah

mencuri, padahal tidak sama sekali, dan mereka juga menyampaikan bahwa

tidak heran jika Bunyamin mencuri, karena dulunya saudara kandung

Bunyamin juga pernah mencuri. Itulah cerita kebohongan yang

disampaikan kepada penguasa Mesir. Mereka tidak tahu bahwa penguasa

Mesir itu sendiri adalah Yusuf. Akan tetapi, Yusuf masih bisa menahan

emosinya dan menyembunyikan rasa sakit akibat kebohongan dan cacian

mereka.81

Dalam perspektif Islam, penyakit hati sering diidentikkan dengan

beberapa sifat buruk atau tingkah laku tercela (akhlak madzmumah) seperti

iri, dengki, arogan emosional dll. Sifat hasad (iri dan dengki) bisa menjerat

kepada penyakit hati yang kronis, yang membahayakan diri dan orang di

sekitarnya.82

Kemarahan saudara-saudara Yusuf dan Bunyamin muncul kembali

mengingat rasa iri dan dengkinya ternyata masih terpendam di dalam

hatinya. Ketika mengetahui Bunyamin terbukti bersalah, mereka mencoba

melakukan permohonan kepada penguasa Mesir (Yusuf) agar

membebaskan Bunyamin, namun ketika melakukan permohonan nampak

79 Dalam tafsirnya disebutkan sebagian para mufassir berpendapat bahwa mereka

menuduh Yusuf sebagai pencuri adalah Yusuf pernah mengambil beberapa makanan dari

rumah bapaknya untuk diberikan kepada orang-orang fakir, sehingga mereka menganggap ini

sebaga tindakan pencurian. lalu mengatakan bahwa Yusuf pernah mengambil beberapa patung

saudara-saudaranya yang mereka sembah selain Allah Swt lalu dia menghancurkan dan

memasukkannya ke dalam lubang dan sebagainya. 80 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 202 81 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 202 82 Muhammadin dkk, “Uraian Kebencian Dalam Perspektif Agama Islam Dan Agama

Buddha” dalam jurnal JIA no 1 2019 h. 10

119

bahwa mereka justru mengambil kesempatan untuk menjelek-jelekkan

Bunyamin dan Yusuf. Menurut perspektif perkembangan, konflik

mendorong proses kematangan pribadi sekaligus merupakan hasil dari

proses kematangan emosi. 83 Namun hal ini tidak terjadi pada saudara

Yusuf, terbukti bahwa ketika konflik terjadi dalam keluarga Nabi Ya’qub

as, walaupun sudah dirasa sudah tuntas konflik tersebut, dampak konflik

masih membekas dalam diri saudara-saudara Yusuf sehingga saudara Yusuf

masih mengeluarkan ungkapan untuk menjelek-jelekkan Yusuf dan

Bunyamin.

Resolusi Konflik

Hal di atas menunjukkan bahwa mereka melakukan pemecahan

masalah dengan ciri individu pengutuk (blamer) karena mereka

mengungkit-ungkit masalah yang tidak relevan, mereka menceritakan hal

lain yang tidak seharusnya diceritakan. Mereka menceritakan bahwa tidak

heran jika saudara kandung Bunyamin juga pernah mencuri. Sebaliknya,

ketika Yusuf mendengar apa yang telah diceritakan saudara-saudaranya, ia

cenderung tenang menanggapinya dan tetap menjadi pendengar yang baik

utuk mereka. Yusuf juga tetap menunjukkan sikap menjadi pemimpin yang

konsisten, tidak mudah diombang-ambingkan dengan sesuatu isu yang

terjadi dalam pemerintahannya.84

7. Kesedihan Nabi Ya’qub as Mendengar Bunyamin Terbukti Mencuri

Piala Raja (QS. Yusuf ayat 81-84)

ا بما علمنا وما ك

بانا ان ابنك سرق وما شهدنا ال

وا يا

م فقول

بيك

ى ا غي ارجعوا ال

ا لل ب حفظين ن

صدقون ٨١نا فيها وانا ل

قبل

تي ا

عير ال

ا فيها وال ن

تي ك

قرية ال

ل ال ـ م ٨٢وس

كت ل

ل سو

بل

قال

83 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam Keluarga,

h. 101 84 M. Zainul Arifin, “Kepemimpinan Pendidikan Yusuf as” dalam jurnal Ta’allum,

vol 4 no. 2, 2016, h. 249

120

تيني بهم جميعا ان ن يأ

ا عسى الله

مرا فصبر جميل

م ا

نفسك

حكيم ا

عليم ال

ى ٨٣ه هو ال

هوتول

ظيم حزن فهو ك

ت عينه من ال ى يوسف وابيض

سفى عل

يا

٨٤عنهم وقال

Kembalilah kepada ayahmu dan katakanlah, “Wahai ayah kami!

Sesungguhnya anakmu telah mencuri dan kami hanya menyaksikan apa

yang kami ketahui dan kami tidak mengetahui apa yang di balik itu. Dan

tanyalah (penduduk) negeri tempat kami berada, dan kafilah yang

datang bersama kami. Dan kami adalah orang yang benar.” Dia

(Yakub) berkata, “Sebenarnya hanya dirimu sendiri yang memandang

baik urusan (yang buruk) itu. Maka (kesabaranku) adalah kesabaran

yang baik. Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya

kepadaku. Sungguh, Dialah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”

Dan dia (Yakub) berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata,

“Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf,” dan kedua matanya menjadi putih

karena sedih. Dia diam menahan amarah (terhadap anak-anaknya).

(QS. Yusuf [12]: 81-84)

Penafsiran:

Saudara-saudara Yusuf berkumpul untuk memecahkan masalah yang

genting itu. Saudara mereka yang paling besar berpendapat bahwa dia tidak

akan meninggalkan Mesir hingga masalahnya selesai dan disuruh ayahnya

untuk pulang atau Allah memberi jalan keluar kepada mereka. Sementara

saudara-saudaranya berpendapat sebaiknya mereka pulang kepada ayah

mereka, Nabi Ya’qub as, lalu mengabarkan kepadanya peristiwa

sebenarnya seperti yang mereka lihat tanpa ditambah atau dikurang.85

Pada ayat 81-82 menggambarkan perkumpulan dari musyawarah

mereka dan berkatalah yang tertua di antara mereka. “Tidakkah kamu

ketahui bahwa sesungguhnya ayahmu telah mengambil janji dari kamu

dengan nama Allah dan sebelum kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab

itu aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan

85 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 206

121

kepadaku untuk kembali, atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan

Dia adalah Hakim sebaik-baiknya.”

Saudara mereka yang paling besar berkata, “Pulanglah kalian kepada

ayah kalian kepada ayah kalian dan katakan apa yang sebenarnya telah

tejadi dan katakan kepadanya bahwa putranya, Bunyamin, mencuri dan

bukanna kita menuduh atau memfitnahnya, melainkan kami melihatnya

secara langsung, bahwatempat minum raja ada di dalam karungnya.”86

Adapun perkataan mereka, “Dan sekali-kali kami tidak dapat

mengetahui barang yang ghaib.” Maksudnya kami tidak mengetahui

bahwa dia akan mencuri ketika kami telah mengucapkan janji kepadamu.

Jika seaindainya kami tahu, kami tidak akan mengajaknya pergi ke raja,

sedangkan kami tidak mengetahui apa yang akan terjadi? Dia juga

menasehati mereka seraya berkata, katakan kepadanya, jika kamu ragu ragu

terhadap apa yang kami katakan, maka tanyakan kepada penduduk negeri

yang kami tinggal di dalamnya, yaitu ibu kota Mesir, dan hendaklah Anda

bertanya kepada kafilah yang datang ke Mesir untuk berdagang dan mencari

makanan pada musim paceklik tersebut. Itulah makna perkataan mereka.87

Pada ayat 83 dijelaskan bahwa Nabi Ya’qub as tidak percaya kepada

mereka tentang masalah yang mereka ceritakan, tetapi beliau justru

menuduh mereka telah melakukan tipu daya terhadap Bunyamin seperti

yang mereka lakukan terhadap Yusuf. Maka dari itu Nabi Ya’qub as

berkata, “Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik berharap tipu

daya yang kamu rencanakan terhadap Bunyamin. Kemudian beliau

menyerahkan semuanya atas takdir Allah dan atas kebijaksanaan-Nya

seraya berkata, “Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah

86 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 207 87 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 207

122

sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.”

(QS. Yusuf: 18)88

Sedangkan di sini beliau berkata,

“Maka kesabaran yang baik inilah (kesabaranku). Mudah-mudahan

Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku, sesungguhnya Dia-lah

Yang Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS.Yusuf ayat 83)

Hal ini dikatakan Yusuf, karena keimanannya kepada Allah Swt

menjadikannya berkeyakinan bahwa jika musibah itu besar dan jika Allah

memberikan jalan keluar, maka setiap kesulitan akan membawa

kemudahan. Maka dari itu harapan Nabi Ya’qub as terhadap Allah Swt tidak

terputus, agar Dia mengembalikan semua anak-anaknya. Akan tetapi yang

namanya luka tetap luka, dan musibah itu telah bertumpuk-tumpuk. Maka

dari itu ketika kabar yang menyedihkan itu diterimanya, beliau langsung

ingat kepada musibah masa lalu yang menimpa Yusuf, Nabi Ya’qub as jauh

dari mereka dan selalu menyendiri, hatinya sedih, matanya senantiasa

meneteskan air mata karena kehilangan Yusuf dan matanya hampir kering

berganti dengan darah. Kesedihan dan penderitaannya semakin bertambah

berat dan musibah yang baru itu mengingatkan kembali kepada musibah

yang lama, hingga matanya buta karena kesedihan yang berkepanjangan.89

Pada ayat 84, disampaikan bahwa beliau menjauhi anak-anaknya dan

berkata, betapa sedihnya, betapa menderitanya ia karena Yusuf. Karena

kesedihan itu matanya menjadi memutih dan buta. Sehingga tidak bisa

melihat lgi kecuali berkhayal, karena jika air mata selalu keluar dapat

merusak hitamnya mata. Sedangkan firman Allah. “Dan dia adalah seorang

yang menahan amarahnya.” Atau dia sangat sedih sambil menahan

88 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 208 89 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 208

123

amarahnya, sementara kesedihan dan rasa sakitnya semakin bertambah

parah.90

Analisis konflik:

Konflik ketujuh adalah, rasa sakit bertubi-tubi dan kesedihan yang

mendalam dialami oleh Nabi Ya’qub as yang disebabkan karena mendengar

saudara-saudara Yusuf bercerita bahwa Bunyamin terbukti mencuri piala

raja. Pada kejadian ini Nabi Ya’qub as sama sekali tidak percaya, ia mengira

bahwa mereka telah melakukan tipu daya yang kedua kalinya sama seperti

kejadian hilangnya Yusuf. Nabi Ya’qub as sangat tampak kemarahannya

bukan dengan perlakuan emosi tinggi dan fisik yang ditampakkan. Namun

Nabi Ya’qub as emngungkapkan dengan kalimat yang tegas ia berkata

“Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk)

itu” kemudian ia menyerahkan semuanya atas takdir Allah seraya berkata

“Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah

mendatangkan semuanya padaku, sesungguhnya Dia-lah yang Maha

Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (QS. Yusuf: 83).

Salah satu keniscayaan di kehidupan adalah manusia mengalami

berbagai peristiwa yang mengikutsertakan emosi. Dalam psikologi, setiap

pergolakan emosi akan menimbulkan aneka jenis reaksi yang satu dengan

90 Pendapat mufassir tentang ayat 84: Imam Fakhrurrzai mengatakan, “Nabi Ya’qub

as justru merasa sedih karena perpisahannya dengan Yusuf pada peristiwa ini, karena

kesedihan yang baru itu, menambah kesedihannya yang lama. Musibah yang datang setelah

musibah, penderitaannya lebih pedih, seperti yang dikatakan dalam sebuah syair “ Saudaraku

telah mencelaku karena menangis di atas kubur. Suatu tangis yang mengalirkan air mata. Dia

berkata apakah engkau menangis setiap kali melihat kuburan. Di kuburan antara Liwa dan

Dakadik. Saya jawab, kesedihan menimbulkan kesedihan. Maka tinggalkan aku, karena semua

ini adalah kuburan raja. Fakhrurrazi mengatakan bahwa musibah yang menimpa Yusuf

merupakan musibah awal yang kemdian diikuti dengan musibah-musibah lainnya. Nabi

Ya’qub as tahu bahwa kedua anaknya itu masih hidup di negeri Mesir, tetapi dia tidak tahu

apakah Yusuf masih hidup ataukah sudah mati. Karena itulah, perpisahannya dengan Yusuf

terasa sangat berat baginya, dan musibah itu semakin menguat pada dirinya karena

ketidaktahuannya terhadap keadaan Yusuf.

124

lainnya saling berbeda dan tidak sama. Emosi yang mendominasi pada

tubuh manusia diantaranya adalah emosi dalam keadaan marah. 91 Nabi

Nabi Ya’qub as dalam hal ini menggambarkan marah dengan diam (marah

dalam hati). Dahulu ketika anak-anaknya tidak bisa menepati janji untuk

menjaga adiknya dan kini adiknya yang lain Bunyamin ditahan oleh pihak

kerajaan karena tertangkap membawa piala raja di hadapan mereka tanpa

mampu memberi pembelaan. Ketika disampaikan keajadian itu ia hanya

berpaling dari hadapan puteranya dengan emosi marah, tapi tak

ditampakkannya. Ketiksa menyebut-nyebut dimana putera kesayangannya,

Yusuf, ia malah dicela oleh anak-anaknya.92

Akibatnya, seperti yang disampaikan dala penafsiran di atas, Nabi

Ya’qub as selalu menyendiri dan jauh dari mereka semenjak mengalami

musibah yang bertumpuk-tunpuk, namanya luka akan tetap menjadi luka,

kesedihannya tidak pernah berhenti hingga hampir air matanya kering

berganti darah karena selalu menangis mengingat Yusuf dan

penderitaannya sangat berat. Kendati demikian, Nabi Ya’qub as tetaplah

sabar dalam menghadapi anak-anaknya. Ia tetap memohon kepada Allah

Swt agar semua anaknya kembali dengan lengkap dan berkumpul

bersama.93

Resolusi Konflik

Terbukti sangat jelas bahwa bahwa kesabaran yang dimiliki oleh Nabi

Ya’qub as adalah kesabaran yang sempurna. Ketika ditempa duka yang

amat dahsyat atas penahanan Bunyamin. Ia tidak menampakkan emosi dan

kemarahan yang luar biasa. Ia lebih memilih menyendiri dan menjauh dari

anak-anaknya dan senantiasa mengharapkan pertolongan kepada Allah Swt

91 Miftah Ulya, Konstruk Emosi Marah Perspektif Al-Qur`an, h.25 92 Miftah Ulya, Konstruk Emosi Marah Perspektif Al-Qur`an, h.35 93 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 460

125

agar anaknya dapat kembali semua.94 Hal ini menunjukkan bahwa Nabi

Ya’qub as masih sama dengan sebelumnya, ia memecahkan konflik tersebut

dengan ciri individu penghindar (distancer) karena ia lebih memilih

menarik diri dari kancah konflik. Bukan karena rasa benci terhadap anak-

anaknya dan tidak mau menyelesaikan masalahnya, namun ia berpaling

karena dirundung duka yang sangat berat. Dalam keadaan seperti itu,

manusia memang umumnya ingin menyepi, membutuhkan keheningan

karena keramaian dan hadirnya orang-orang sekitar tidak dapat menghapus

dan menyembunyikan rasa kesedihan.95

Bahkan, kesan yang ingin ditunjukkan oleh Nabi Ya’qub as sehingga

ia tidak sesekali memarahi apa lagi mengutuk anaknya yang telah

melakukan dua kesalahan yang sama, ketika masih kecil dan setelah dewasa

karena Nabi Ya’qub as tetap mengasihi mereka dan menyimpan penderitaan

yang dihadapi seorang diri. 96 Menurut penulis, hasil resolusi konflik

kejadian di atas tetap bersifat konstruktif walaupun menggunakan tipe

individu distancer, karena Ya‘qub as walaupun nampak kesedihannya, ia

ingin menunjukkan bahwa ia hanya butuh ketenangan tanpa maskud untuk

mencampakkan anak-anaknya.

8. Nabi Ya‘qub AS Dicela Oleh Anak-Anaknya (QS. Yusuf ayat 85-87)

هلكين ون من ال

و تك

ون حرضا ا

ى تك ر يوسف حته

تفتؤا تذك وا تالله

وا ٨٥قال

شك

انما ا

قال

م من عل وا ى الله

ي ال ي وحزن

مون بث ا تعل

ما ل خيه ٨٦الله

وسف وا سوا من ي يبني اذهبوا فتحس

فرون كقوم ال

ا ال

ال وح الله س من ر ـ ي

ا يا

انه ل وح الله سوا من ر ـ ي

ا تا

٨٧ول

94 Mastura Bohari dan Farahwaida Mohd Yusuf, “Pendidikan Keibubapaan Melalui

Santunan Fitrah Nabi Ya’qub as Dan Pendekatannya Bagi Menangani Salah Laku Remaja”

dalam jurnal Umran: International Journal Of Islamic And Civilizational Studies, 2020, h. 119 95 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 460 96 Mastura Bohari dan Farahwida Mohd Yusuf, “Pendidikan Keibubapaan Melalui

Santunan Fitrah Nabi Ya’qub as Dan Pendekatannya Bagi Menangani Salah Laku Remaja”,

dalam jurnal Umran, vol. 6, no. 3-2, 2020, h. 119

126

“Mereka berkata, “Demi Allah, engkau tidak henti-hentinya mengingat

Yusuf, sehingga engkau (mengidap) penyakit berat atau engkau

termasuk orang-orang yang akan binasa.” Dia (Yakub) menjawab,

“Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.

Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui. Wahai

anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan

saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.

Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-

orang yang kafir.” (QS. Yusuf [12]: 85-87)

Penafsiran:

Pada ayat 85 menjelaskan bahwa anak-anak Nabi Ya’qub as merasa

cemas dan berbelas kasihan ketika melihat ayahnya ditelan rasa sedih dan

sakit.Lalu mereka berkata dengan penuh cinta dan kasih sayang. Masihkah

ayahnya mengingat Yusuf, hingga merasa bersedih dan menangis

karenanya, sampai jatuh sakit padahal itu sama sekali tidak bermanfaat.

Mengapa ayahnya memilih kesengsaraan dan mati sia-sia. Seakan-akan

mereka mengatakan, “Jika ayah terus seperti ini, kami takut akan binasa

dan mati”.97

Diriwayatkan bahwa kedua mata Nabi Ya’qub as tidak pernah kering

dari air mata, sejak perpisahannya dengan Yusuf hingga bertemu kembali

sekitar empat puluh tahun kemudian. Tidak ada seorang pun di muka bumi

yang lebih dimuliakan Allah daripada Nabi Ya’qub as.98

Pada ayat 86 dijelaskan ketika Nabi Ya’qub as dicela oleh anak-

anaknya karena kesedihan dan kepedihannya dalam memikirkan Yusuf.

Dengan penuh keyakinan, Nabi Ya’qub as berkata bahwa Allah akan

memberikan jalan keluar. Nabi Ya’qub as tidak akan mengadukan

kesalahannya kepada mereka sekalian, tetapi ia mengadukannya kepada

Allah dari rahmat, kelembutan dan kebaikan-Nya, mengetahui apa yang

97 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 210 98 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 210

127

tidak mereka ketahui. Kemudian Nabi Ya’qub as mengarahkan mereka agar

mencari Yusuf dan Bunyamin, serta menyuruh mereka agar mereka tidak

berputus asa dalam mencari keduanya, karena rahmat Allah sangat luas dan

jalan keluar-Nya sangat dekat dan terlihat. Selanjutnya mufassir mejelaskan

maksud ayat 87 adalah yang dimaksud dengan rahmat Allah Swt disini

adalah jalan keluar yang diperoleh setelah melakukan usaha dan kemudahan

setelah kesulitan99.

Analisis Konflik:

Dalam fase ini, konflik ternyata masih berkembang. Konflik

kedelapan adalah adanya kejadian Nabi Ya’qub as yang dicela oleh anak-

anaknya. Mereka menganggap bahwa Nabi Ya’qub as mengalami

kesedihan yang tidak ada henti-hentinya akibat terlalu banyak memikirkan

Yusuf. Mereka berpikir bahwa seharusnya ayahnya sudah tidak perlu lagi

untuk memikirkan Yusuf AS yang sudah tiada. Karena hal tersebut adalah

perbuatan yang sia-sia, dan mereka tidak mau ayahnya sengsara. Akibatnya,

ketika Nabi Ya’qub as dicela oleh anaknya, dengan sikap yang sama, ia

tegas menyampaikan bahwa ia tidak mengadukan kesusahannya kepada

mereka tapi hanya kepada Allah Swt. Diriwayatkan bahwa kedua mata Nabi

Ya’qub as tidak pernah kering dari air mata sejak perpisahannya dengan

Yusuf hingga bertemu kembali sekitar empat puluh tahun kemudian.100

Dijelaskan bahwa cara pandang orang tua dan remaja terhadap konflik

dan ketidaksetujuan di antara mereka sering kali berbeda. Orang tua selalu

melihat dari sudur pandang kewenangan orang tua dan tatanan sosial.101

Maksud dari kata ‘remaja’ tak lain mengkonotasikan bahwa ‘remaja’ juga

99 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 211 100 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 212 101 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam

Keluarga, h. 111-113

128

merupakan seorang anak. Nampaknya, saudara-saudara Yusuf masih belum

menerima keadaan ayahnya yang masih memikirkan Yusuf, karena anak

dengan tempramen yang sulit (misalnya memiliki reaksi emosi negatif yang

tinggi) akan kesulitan mengembangkan konflik yang konstruktif, karena

sumber daya kognitif yang mereka butuhkan untuk diskusi dan telah

terkuras energinya untuk mengatur emosi negatif.102

Resolusi Konflik

Setelah mengetahui analisis konfliknya. Nabi Ya’qub as tidak hanya

diam dalam menanggapi sikap anaknya. Ia juga menyuruh anak-anaknya

untuk tidak berputus asa mencari Yusuf AS dan Bunyamin, karena ia tahu

bahwa anak-anaknya ada di negeri Mesir, tapi ia tidak tahu masih hidup

atau sudah mati. Pada hal ini, Nabi Ya’qub as berusaha untuk tetap bersikap

sabar menghadapi anaknya dan menekankan kemballi kepada anaknya

bahwa hanya kepada Allah Swt ia mengadu dan memohon. Tak lain ia juga

memberikan pesan bahwa ia memberikan contoh kepada anaknya agar

mereka juga senantiasa mencurahkan permasalahan hanya kepada Allah

Swt.103

Maka, senada dengan ciri individu pemburu (persuer), Nabi Ya’qub

as berusaha meningkatkan kualitas relasinya dengan orang-orang

terdekatnya. Ia tetap berusaha sabar dan tenang menghadapi anak-anaknya

dan sejauh ini, pada perkembangan konflik yang sudah berjalan, sudah

mulai melihat tanda-tanda perubahan perilaku saudara-saudara Yusuf yang

berubah menjadi positif, yaitu ditandai dengan yang dahulu berbohong

secara lisan saat meminta izin membawa Yusuf kepada ayahnya, kini

berubah menjadi jujur dengan meminta izin membawa Bunyamin untuk

102 Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam

Keluarga, h. 108 103 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 211

129

mengambil bahan makanan dan berjanji untuk menjaganya, padahal

sebelumnya disebutkan pula bahwa Bunyamin juga termasuk anak yang

yang mereka dengki walaupun tidak sepenuhnya seperti Yusuf.104

Akhirnya, penulis akan menyajikan tabel hasil analisis konflik

keluarga Nabi Ya‘qub as dan resolusi konflik yang ditinjau dari gaya lima

tipe individu menurut Harriet Goldhor Lerner.

Tabel Hasil Analisis Konflik Keluarga Nabi Ya‘qub as

No. Ayat Analisis Konflik

Hasil

Resolusi

Konflik

Resolusi Konflik

Harriet Golder

Lerner

1.

QS.

Yusuf

ayat 4-6

Kejadian Yusuf

ketika

menceritakan

mimpinya AS yang

membuat Nabi

Ya’qub as khawatir

jika saudara-

saudaranya tahu

makna mimpi

Yusuf

Konstruktif

Nabi Ya’qub as

dalam memecahkan

hal tersebut

menggunakan cara

menjadi individu

pemburu (persuer),

karena, Nabi Ya’qub

as mengetahui

bahwa mimpi

tersebut akan

menyebabkan

konflik di tengah

hubungan

antarsaudara dan

akan menimbulkan

rasa dengki. Maka

Nabi Ya’qub as

memberikan nasehat

104 Nani Noviza, “Metode Bibliotherapy Pada Kisah Yusuf as Sebagai Media

Koseling Rasional Emotif”, dalam jurnal wardah, no. XXVII, 2013, h. 66

130

dan melakukan

kompromi kepada

Yusuf agar jangan

sampai

membocorkan

mimpinya kepada

saudara-saudaranya.

2.

QS.

Yusuf

ayat 7-10

Kedengkian

saudara Yusuf

kepada Yusuf

dikarenakan

ayahnya lebih

menyayangi Yusuf

dibanding saudara-

saudaranya yang

mengakibatkan

makar hingga

merencanakan

pembunuhan Yusuf

Destruktif

Resolusi konflik

yang dilakukan oleh

Yahudza bersifat

destruktif, karena

dapat dilihat

berdasarkan tipe

individu penakluk

(overfunctioner)

yakni Yahudza

sebagai anak sulung

memanfaatkan dan

menunjukkan

kekuasaan, ia

berupaya

mendominasi dan

mengedepankan

egonya dan pada

akhirnya walaupun

dirasa keputusan

dengan

menyingkirkan

Yusuf tidak dengan

membunuh tapi

diganti dengan

membuang ke

sumur, pada

akhirnya pemecahan

konflik tersebut

berujung dengan

pertikaian dan

pertengkaran yang

berisiko

131

memunculkan

perilaku agresi.

3.

QS.

Yusuf

ayat 11-

14

Kekhawatiran Nabi

Ya’qub as yang

disebabkan oleh

anak-anaknya

ketika meminta izin

untuk mengajak

Yusuf pergi

bermain bersama

mereka.

Konstruktif

Nabi Ya’qub as

mencoba

memecahkan

masalah dengan tipe

individu pemburu

(persuer). Karena,

Ya’qub as dengan

anaknya melakukan

tawar-menawar

untuk dapat

memberikan izin dan

melakukan

kesepakatan untuk

dapat membawa

pergi Yusuf dengan

pergi dan kembali

dalam keadaan

selamat.

4.

QS.

Yusuf

ayat 15-

18

1, Yusuf dibuang ke

dalam Sumur,

kejadian

pembuangan Yusuf

adalah puncak dari

amarah dan

kedengkian yang

mereka luapkan.

2. Sikap berbohong

kepada ayahnya

dengan mengatakan

bahwa Yusuf sudah

1. Destruktif

2. Konstruktif

1. resolusi konflik

yang digunakan

saudara Yusuf

menggunakan tipe

individu pengutuk

(blamer), karena

ketika Yusuf

mencoba memohon

pertolongan kepada

mereka supaya

dikeluarkan dari

dalam sumur, sikap

amarah mereka

semakin memuncak.

2. Nabi Ya’qub as

mencoba untuk

menjadi individu

pemburu (persuer)

132

meninggal di

makan serigala.

dengan menanyakan

bagaimana bisa

Yusuf tidak pulang

bersama mereka, apa

yang menyebabkan

mereka melakukan

hal buruk terhadap

Yusuf dan mencoba

dengan sabar

menghadapi anak-

anaknya walaupun

hatinya sudah sakit

dan sedih

5.

QS.

Yusuf

ayat 63-

66

Sikap terkejutnya

Nabi Ya’qub as

yang disebabkan

karena mendengar

kabar bahwa

Bunyamin diminta

oleh penguasa

Mesir untuk datang

ke kerajaan sebagai

bukti bahwa

mereka mempunyai

adik.

Konstruktif

Resolusi konflik

yang dilakukan oleh

kedua belah ppihak

antara Ya’qub as dan

saudara-saudara

Yusuf menggunakan

tipe individu

pemburu (persuer),

karena mereka saling

melakukan negosiasi

untuk mencapai

kesepakatan. Nabi

Ya’qub as meminta

anak-anaknya untuk

bersumpah dan

berjanji agar

membawa Bunyamin

dengan selamat dari

mulai keberangkatan

hingga kembali

pulang. Sebaliknya,

mereka juga

menyepakati

persyaratan itu

dengan

diucapkannya janji

133

dan sumpah kepada

Nabi Ya’qub as

dengan kesaksian

Allah Swt.

6.

QS.

Yusuf

ayat 77

1. munculnya rasa

kesal dari salah satu

saudara Yusuf

kepada Bunyamin

disebabkan karena

ia terbukti

membawa piala

raja dari

kerajaan.dan

munculnya kembali

rasa kedengkian

yang ternyata

masih tersisa di

dalam diri saudara-

saudara Yusuf

Destruktif

Saudara Yusuf

melakukan

pemecahan masalah

dengan ciri individu

pengutuk (blamer)

karena mereka

mengungkit-ungkit

masalah yang tidak

relevan dengan

menceritakan hal

lain yang tidak

seharusnya

diceritakan

7.

QS.

Yusuf

ayat 81-

84

kesedihan Nabi

Ya’qub as

mendengar kabar

Bunyamin terbukti

mencuri piala raja

Konsttruktif

Ya’qub as

memecahkan konflik

dengan ciri individu

penghindar

(distancer) karena ia

lebih memilih

menarik diri dari

kancah konflik.

Bukan karena

enggan

menyelesaikan

masalahnya, namun

ia berpaling karena

134

dirundung duka yang

sangat berat dan

ingin menyepi, tanpa

ada niat untuk

memusuhi anaknya.

8.

QS.

Yusuf

ayat 85-

87

Kejadian Nabi

Ya’qub as yang

dicela anak-

anaknya karena

Nabi Ya’qub as

tiada hentinya

merasakan

kesedihan sejak

kepergian Yusuf.

Konstruktif

Resolusi konflik

yang digunakan

Ya‘qub adalah tipe

individu pemburu

(persuer), karena

Nabi Ya’qub as

berusaha

meningkatkan

kualitas relasinya

dengan orang-orang

terdekatnya. Ia tetap

berusaha sabar dan

tenang menghadapi

anak-anaknya seta

tetap memberikan

arahan dan nasehat

supaya jangan putus

asa pergi mencari

Yusuf dan

Bunyamin.

B. Akhir Kisah Surah Yusuf

Setelah peristiwa yang menakjubkan itu berlalu, tibalah pada episode

terakhir dari kisah ini. Dijelaskan pada QS. Yusuf ayat 99-101:

وا مصر ان شاء ادخل

بويه وقال

يه ا

ى ال و

ى يوسف ا

وا عل

ا دخل م

منين فل

ا ى ٩٩الله

بويه عل

ورفع ا

ا ي حق ها رب

قد جعل

رءياي من قبل

ويل

بت هذا تأ

يا

دا وقال ه سج

وا ل عرش وخر

حسن ال

وقد ا

ب ن ال م م

جن وجاء بك خرجني من الس

ي ان بي اذ ا يطن بيني وبين اخوت ن نزغ الش

دو من بعد ا

135

حكيم عليم ال

ما يشاء انه هو ال

طيف ل

ي ل

ويل ١٠٠رب متني من تأ

ك وعل

ملتيتني من ال

رب قد ا

م حاديث فاطر السالحين ال قني بالصه ح

لا ني مسلما و خرة توف

انيا وال ي فى الد نت ول

رض ا

اوت وال

١٠١

“Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, dia merangkul (dan

menyiapkan tempat untuk) kedua orang tuanya seraya berkata, “Masuklah

kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.” Dan dia menaikkan

kedua orang tuanya ke atas singgasana. Dan mereka (semua) tunduk bersujud

kepadanya (Yusuf). Dan dia (Yusuf) berkata, “Wahai ayahku! Inilah takwil

mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya

kenyataan. Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia

membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah

setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sungguh,

Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Yang

Maha Mengetahui, Mahabijaksana. Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah

menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan

kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai Tuhan) pencipta langit dan bumi,

Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam

keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS.

Yusuf [12]: 99-101)

Imam Al-Fakhr berkata, “Diriwayatkan bahwa Yusuf mempersiapkan

jamuan dengan dua ratus karung gandum untuk menyambut kedatangannya

dan orang-orang yang bersamanya. Yusuf dan raja keluar menyambut Nabi

Ya’qub as bersama empat ribu orang yang terdiri dari tentara, pembesar

kerajaan dan para menteri. Sementara Nabi Ya’qub as datang dipapah oleh

Yahudza, dan melihat seekor unta dan di atasnya seorang laki-laki lalu dia

bertanya, ‘Wahai Yahudza, apakah ini Raja Fir’aun Mesir?’ ia menjawab,

‘Bukan, itu adalah anakmua, Yusuf penguasa Mesir bersama ajudan-ajudan

dan pembesar-pembesarnya. Dulu, ketika mereka masuk Mesir, jumlah

mereka tidak lebih dari tujuh puluh dua orang laki-laki dan perempuan. Ketika

136

mereka keluar dari Mesir bersama Musa, jumlah mereka lebih dari enam ratus

ribu orang selain anak-anak dan orang tua.”105

Al-Qur`an menuturkan akhir bahagia ini dalam rangkaian kata yang

menawan, “Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana.

Mereka bersimpuh seraya bersujud kepada Yusuf. Yusuf AS berkata, ‘Wahai

ayahku, inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Sungguh Tuhanku telah

menjadikannya kenyataan.”

Ada beberapa pelajaran penting yang bisa dicermati dari penggalan

ayat di atas, salah satunya adalah penyebutan ibunda Yusuf AS sepanjang

kisah ini yang tidak pernah mendengar cerita ibunda Yusuf AS dan

menimbulkan tanya, “Jika rasa putus asa dan dukacita menerpa Nabi Ya’qub

as akibat kehilangan Yusuf AS begitu luar biasa maka tentu duka yang

dirasakan ibunya jauh lebih pedih, tetapi dalam surah ini tidak diceritakan

kondisi tersebut, karena ibu Yusuf telah lama meninggal dunia sehingga yang

mengurus dan mendidik Yusuf AS serta Bunyamin adalah Nabi Ya’qub as dan

yang menjadi ibu yang dimaksud dalam ayat di atas adalah bibinya, yang

mnjadi ibu tiri Yusuf AS.106

Betapa mulianya sikap Yusuf terhadap kedua orang tuanya. Ketika

Yusuf menaikkan ibu bapaknya ke singgasana, ini menunjukkan sikap utama

seorang anak yang berbakti dan memuliakan kedua orang tuanya. Dalam ayat

di atas diceritakan pula bahwa saudara-saudara Yusuf sujud kepadanya. Para

mufassir sepakat bahwa penghormatan tersebut bukan sujud ibadah, melainkan

sebuah penghormatan. Selain itu, pada peristiwa ini, dinyatakan juga bahwa

Yusuf telah diberikan oleh Allah Swt nikmat dengan mengeluarkan dari

penjara dan tidak menyebut kisah tentang sumur karena menghormatinya,

supaya tidak memalukan saudara-saudaranya dan mengingatkan kepada

105 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 221 106 Fuad Al-Aris, Lathaif al-Tafsir min Surah Yusuf, terj. Fauzi bahrezi, h. 524

137

mereka perbuatan yang jelek setelah memaafkan mereka. Sayyid Qutb

mengatakan dalam kitab Dzilal-nya, “Betapa bahagianya dia setelah tahun

demi tahun dan hari demi hari berlalu, setelah keputusasaan, setelah rasa sakit

dan kesempitan, dan setelah ujian dan cobaan. Betapa mengesankan pertemuan

itu, yang di dalamnya terdapat pengalaman, kerinduan, kebahagiaan air mata.

Betapa indahnya akhir cerita ini, dengan ketaatan Yusuf terhadap Allah Swt

yang tidak pernah pernah melupakan-Nya dan selalu mengingat-Nya dalam

setiap detik dan kejadian-kejadian yang terjadi pada-Nya.”107

Sebelum menyaksikan babak akhir dalam cerita Yusuf, ia

menunjukkan rasa syukur atas kegembiraan, kesenangan dari pertemuan dan

kasih sayang keluarganya. Sebagai hamba yang bersyukur dan berdzikir dia

selalu berdoa agar Allah mewafatkannya dalam keadaan Muslim. Yusuf telah

merasakan manis pahitnya dunia, kenikmatan dan kesengsaraan. Ketika

permasalahan selesai dan dia tahu bahwa tidak ada yang abadi kecuali Allah

Swt. Yusuf pun merindukan pertemuan dengan Rabb-Nya. Tidak jauh berbeda

dengan orang yang akalnya sempurna, lebih senang mati, bukannya untuk

menghindarkan diri dari kehidupan, tetapi karena atas pertimbangan bahwa

kenikmatan yang abadi hanya ada setelah kematian di kampung abadi dan hari

kiamat. Maka dia merasakan kematian telah dekat, dia meminta kepada Allah

Swt agar dipindahkan dari dunia yang fana kepada dunia kebahagiaan yang

abadi dan dikumpulkan bersama para nabi, orang-orang yang bertakwa. 108

Sebelum melantunkan permintaan tersebut, Yusuf AS mengucapkan

berbagai macam pujian-pujian dan bersyukur kepada Allah Swt, pertama, atas

segala nikmat kekuasaan, kedua atas segala nikmat ilmu dan pemahaman

penakwilan mimpi, ketiga atas penjagaan dan pemeliharaan Allah Swt

107 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 213-214 108 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 223

138

terhadapnya secara sempurna. Setelah itu baru beliau meminta kepada Allah

Swt agar dimatikan dalam keadaan Islam dan dikumpulkan bersama orang-

orang saleh, kemudian berkata,

“Yaa Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan

kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian

takwil mimpi. (Wahai Tuhan) pencipta langit dan bumi, Engkaulah

pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim

dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS. Yusuf:101)

Hingga disini selesailah kisah Yusuf AS yang di dalamnya terdapat

peringatan, pelajaran dan peristiwa-peristiwa yang menakjubkan yang

mendorong masnuisa untuk memikirkan dan merenungkan kisah Nabi Ya’qub

as bersama saudara-saudranya, dengan segala peristiwa dan kejadian yang ada

di dalamnya.109

109 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur

Suhardi, h. 223

139

141

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Beberapa kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian ini, utamanya dalam

menjawab rumusan masalah yang telah penulis sebutkan pada bab I penelitian

ini, penulis menemukan bahwa ada delapan tema kejadian konflik yang terjadi

dalam keluarga Nabi Ya’qub as dalam tafsir Qabas Min Nur Al-Qur`an Al-

Kariim beserta bentuk resolusi yang digunakan menurut analisis pendekatan

psikologi, yaitu:

1. Konflik Yang Terjadi Pada Keluarga Nabi Ya’qub as dalam surah Yusuf

yakni:

a. Pada ayat 4-6 terdapat kejadian Yusuf ketika menceritakan mimpinya

AS yang membuat Nabi Ya’qub as AS khawatir jika saudara-

saudaranya tahu makna mimpi Yusuf

b. Pada ayat 7-10 adanya kedengkian saudara Yusuf kepada Yusuf

dikarenakan ayahnya lebih menyayangi Yusuf dibanding saudara-

saudaranya yang mengakibatkan makar hingga merencanakan

pembunuhan Yusuf

c. Pada ayat 11-14 rasa kekhawatiran Nabi Ya’qub as yang disebabkan

oleh anak-anaknya ketika meminta izin untuk mengajak Yusuf pergi

bermain bersama mereka.

d. Pada ayat 15-18 terdapat dua konflik, yaitu: pertama, Yusuf dibuang

ke dalam Sumur, kejadian pembuangan Yusuf adalah puncak dari

amarah dan kedengkian yang mereka luapkan. Kedua, Sikap berbohong

kepada ayahnya dengan mengatakan bahwa Yusuf sudah meninggal di

makan serigala.

141

e. Pada ayat 63-66 muncul sikap terkejutnya Nabi Ya’qub as yang

disebabkan karena mendengar kabar bahwa Bunyamin diminta oleh

penguasa Mesir untuk datang ke kerajaan sebagai bukti bahwa mereka

mempunyai adik.

f. Pada ayat 81-84 adanya rasa kesal dari salah satu saudara Yusuf kepada

Bunyamin disebabkan karena ia terbukti membawa piala raja dari

kerajaan.dan munculnya kembali rasa kedengkian yang ternyata masih

tersisa di dalam diri saudara-saudara Yusuf

g. Pada ayat 85-87 adanya kesedihan Nabi Ya’qub as mendengar kabar

Bunyamin terbukti mencuri piala raja

h. Kejadian Nabi Ya’qub as yang dicela anak-anaknya karena Nabi

Ya’qub as AS tiada hentinya merasakan kesedihan sejak kepergian

Yusuf.

2. Resolusi konflik Keluarga Nabi Ya’qub as

a. Pada kejadian diceritakan mimpi Yusuf. Nabi Yusuf menyembunyikan

kisah mimpinya dari saudara-saudaranya.

b. Kedengkian saudara-saudara Yusuf bersifat destruktif. Karena saudara-

saudara Yusuf setuju untuk membunuh Yusuf.

c. Resolusi yang digunakan oleh Nabi Ya’qub as bersifat konstruktif,

Nabi Ya’qub as mencoba bersikap adil dengan melakukan tawar-

menawar dan meminta jaminan kepada anak-anaknya supaya Yusuf

tetap dalam penjagaan mereka.

d. Ketika Yusuf dibuang ke dalam Sumur, resolusi konflik yang mereka

gunakan bersifat destruktif. Yusuf mencoba untuk meminta

pertolongan kepada saudara-saudaranya, namun mereka tidak

menggubrisnya.

e. Kebohongan lisan saudara-saudara Yusuf yang disampaikan kepada

Nabi Ya’qub as, diatasi dengan cara konstruktif. Ya’qub as tidak

142

menampakkan emosi dengan kemarahan, namun ia tegas menasehati

anak-anaknya.

f. Resolusi yang digunakan oleh Nabi Ya’qub as ketika ia mendengar

kabar bahwa Bunyamin diminta oleh penguasa Mesir untuk datang ke

kerajaan, bersifat konstruktif. Ia meminta anak-anaknya bersumpah

dan berjanji agar membawa Bunyamin selamat dari pergi hingga

kembali pulang.

g. Resolusi konflik dilakukan oleh saudaranya ketika muncul kembali

rasa dengki dan saudara Yusuf kepada Bunyamin, karena terbukti

membawa piala raja, bersifat destruktif. Mereka justru menjadikan

kesempatan itu untuk mencaci Bunyamin.

h. Resolusi konflik yang dilakukan oleh Nabi Ya’qub as ketika dicela

anak-anaknya ketika merasakan kesedihan sejak kepergian Yusuf

bersifat konstruktif. Ia tetap sabar dan tawakkal kepada Allah swt.

Dari poin-poin konflik dan bentuk resolusi yang sudah disebutkan di

atas, penulis juga ingin menyampaikan bahwa konflik memang dapat

terjadi di mana saja dan kapan saja baik terencana maupun tanpa

sepengetahuan kita. Dalam sebuah keluarga, konflik merupakan hal yang

tidak bisa dihindarkan.

Pembahasan tentang konflik yang terjadi dalam keluarga Nabi

Ya’qub as, dapat disimpulkan juga bahwa menjalankan suatu keluarga

campuran memang tidak mudah dan harus mempunyai strategi atau

manajemen konflik dengan benar ketika menghadapi suatu masalah atau

konflik. Dalam ilmu psikologi menjelaskan bahwa komunikasi, saling

pengertian antar anggota keluarga dan kesabaran merupakan bagian kunci

suksesnya dalam menjalankan keluarga campuran. Sikap ikhtiar seorang

hamba, menumbuhkan rasa percaya dan berserah diri kepada Allah Swt

143

juga merupakan hal yang harus dihadirkan dalam menghadapi sebuah

masalah di kehidupan.

B. Saran

Setelah menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tulisan ini

masih jauh dari kata sempurna. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan penulis

dari segi kemampuan maupun referensi buku. Kemudian untuk

menyempurnakan karya ini, kritik dan saran yang membangun penulis sangat

diharapkan. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

khusunya dan pembaca pada umumnya.

145

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah , Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar E M,

(Pustaka Imam Syafi’i: Bogor, 2004) jilid 4

Al-Qur`an dan Tafsirnya

Al-Qur`an dan Tafsirnya. (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1990), Jilid

IV

Amalia Mida, “Pendekatan Psikologi Dalam Kajian Islam”, dalam jurnal El-

Furqania, vol 3 No. 2 Agustus 2016

Azwandi, “Konflik Dan Resolusi Konflik Jama’ah Masjid Kembar Menara

Tunggal Di Desa Banyumulek Kecamatan Kediri Lombok Barat”,

dalam jurnal Pusat Penelitian dan Publikasi LP2M UIN Mataram,

2018

Bohari Mastura dan Yusof Farahwahida, Mohd, “Pendidikan Keibubapaan

Melalui Santunan Fitrah Nabi Nabi Ya’qub as A.S Dan Pendekatannya

Bagi Menangani Salah Laku Remaja” dalam jurnal Umran, Akademi

Tamadun Islam Universiti Teknologi Malaysia, vol. 6, no. 3 – 2

Charilsyah David, “Metode Dan Teknik Mengajarkan Kejujuran Pada Anak

Sejak Usia Dini”, dalam jurnal Educhild Vol. 5 No. 1, 2016

Daulay Nurussakinah, Pengantar Psikologi Dan Pandangan Al-Qur`an

Tentang Psikologi, (Jakarta: Kencana Prenamedia,2014) Cet ke-1

Ediarmo Toto, “Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa Dalam Al-Qur`an”,

dalam jurnal Arabiyat: jurnal pendidikan bahasa Arab dan

Kebahasaaraban, vol. I, no. 1, 2014

Fatahilah Aji dkk, “Penafsiran Ali-Alshabuni Tentang Ayat-ayat Yang

Berkaitan Dengan Teologi”, dalam jurnal Al-Bayan, Vol. 1 No. 2, 2016

Fiqhiyatun Naja dan Nanik Kholifah, “Bias Konfirmasi Terhadap Perilaku

Berbohong” dalam jurnal Psikologi vol. 7 no. 1, maret 2020

Fsieh Rahman dkk, “Analisis Unsur-Unsur Instrinsik Pada Kisah Yusuf as

Dalam Al-Quran Melalui Pendekatan Kesusatraan Modern”, dalam

jurnal Al-Ibrah, vol. VII no. 01, 2019

145

Gordon Thomas, P.E.T Parrent Effectiveness, terj.Farida Lestira Subardja dkk,

(Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2020) cet 5

Hajir, Nonci M., Pembentukan Karakter Anak melalui Keteladanan

Hamsa dkk, “Kajian Kesusatraan Modern Kisah Yusuf as”, (IAIN Pare-Pare

Nusantara Press, Pare-Pare, 2019)

Hanil Mahliatus Sikkah, “Analisis Kisah Yusuf as Dalam Al-Quran Melalui

Pendekatan Interdisipliner Psikologi Sastra” dalam Jurnal Arabi :

Journal of Arabic Studies , Vol. 1 No. 2, 2016

Hanna Julisda,“Hubungan Favoritisme Orangtua Dengan Sibling Rivalry Pada

Remaja Awal”, skripsi (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim, 2019)

Haryono Andi dan Luthfah Ida, “Tafsir Ayat Hijab Analisis Metode Tafsir

Rawaiul Bayan Muhammad Ali Ash Shabuni”, dalam jurnal Al-

Dirayah, vol. 2 no. 1 2019

Hasim, “Etnografi Komunikasi Bisnis Etnis Sunda di Bandung”, dalam thesis

Universitas Pasundan, 2017

http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Sosioreligius/article/view/9575

https://family.lovetoknow.com/blended-family-challenges ditulis oleh Karrie

Main

https://kbbi.kemendikbud.go.id diakses pada tanggal 27 Agustus 2020

Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, (Depok: Lingkar Studi Al-

Qur`an (eLSIQ), 2019), cet ke-2

Hutahaean , Erik Saut Hatoguan, “Kecenderungan Berbohong, Sasaran

Kebohongan dan Perbedaannya Berdasarkan Jenis Kelamin” dalam

jurnal Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek &

Sipil), Vol. 2, agustus 2007

Imamul, Muttaqin M. “Nilai-nilai karakter dalam Surat Yusuf (Studi

Komparatif Para Mufassir)”, skripsi (Malang: UIN Maliki, 2015).

Tidak diterbitkan (t.d.)

Inda Lestari, dkk, “Pengaruh Gadget Pada Interaksi Sosial Dalam Keluarga”,

dalam jurnal Prosiding-KS, Sumedang: Departemen Kesejahteraan

Sosial, vol. 2, no. 2, 2005

146

Intan Puspitasari, Dewi Eko Wati, “Strategi Parent-School Partnership: Upaya

Preventif Separation Anxiety Disorder Pada Anak Usia Dini” dalam

jurnal Yaa Bunayya : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 2, no. 1,

Mei 2018

Jannah Zukhrufatul, “Asbâth Dan Yahudi Dalam Alquran (Melacak Sejarah

dan Korelasi Asbâth dan Yahudi Dalam Alquran”, skripsi, UIN Syarif

Hidayatullah, 2017. h.34 (t.d)

Jannah, Ainun Miftakhul, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Telaah (QS. Yusuf

Ayat 8-18 Dan QS. Al-Hujurat Ayat 11), skripsi, Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Surakarta, 2017. Tidak diterbitkan (t.d.)

Karrie Main, Blanded Family Challenges,

https://family.lovetoknow.com/blended-family-challenges

Khabibi Muhammad Luthfi dan Muh. Syamsuddin, “Metode Pendidikan Anak

berbasis Qishshah Al-Anbiya’ dan Kontekstualisasinya di Perguruan

Tinggi Islam” dalam jurnal Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu

Agama, vol. 17, no: 1, 2017

Khairudin Fiddian, “Paradigma Tafsir Ahkam Kontemporer Studi Kitab

Rawai’ul Bayan Karya Ali al-Shabuniy”dalam Jurnal Syahadah, vol.

V, no. I 2017

Khaled Amr, Yusuf Misteri Baju Yang Robek, (Yogyakarta: Navila, 2009)

Khalil, al-Qathan Manna, Mabahis Fi Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS,

(Ummul Qura: Jakarta, 2018)

Kharomen, Agus Imam. “Keedudukan Dan Relasinya dengan Orang Tua

Perspektif Al-Quran (Perspektif Tafsir Tematik)”, Andragogi: Jurnal

Diklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan: 2019, vol. 7 no. 12.

Kusuma, Rina Sari, “Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Solusi Konflik pada

Hubungan Remaja Dan Orang Tua” dalam jurnal Warta LPM vol. 20

no. 1: 2017.

Lorizzo Carrie, Straight Talk About Divorce And Blended Families, Crabtree

Publishing Company, 2013

147

M. Wahid Nur Tualeka, “Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern”, dalam

Jurnal Al-Hikmah Universitas Muhammadiyah Surabaya, Vol.3 No. 1,

2017

Maimunah, “Konflik Psikologis Kisah Yusuf Dalam Al-Qur`an”, dalam Jurnal

al-iltizam, vol 1, No 2 Desember 2016

Mariah Ulfa, “Nilai-nilai Pendidikan Akidah Akhlak Dalam Kisah Yusuf as

Alaihis Salam”.skripsi univ. Ar-Raniry Banda Aceh tahun 2017.

Miftah Ulya, Konstruk Emosi Marah Perspektif Al-Qur`an.

MS, Saefulloh, Kisah Para Nabi terj. Qashash al-Anbiya, Qisthi Press: Jakarta,

2015.

Muarifah Alif dan Puspitasari Intan, “Hubungan Pola Asuh Demokratis dan

Kecerdasan Emosi Dengan Persaingan Antar Saudara”, Jurnal

Psikologi Insight, Vol 2 No. 1 tahun 2018

Muhammad Ali Ashabuni, Qabasun Min Nur Al-Qur`an Al-Karim, terj.

Kathur Suhardi, Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur, 2002.

Muhammad Ali Ashabuny, Tafsir Ayat al-Ahkam Min Al-Qur`an, terj. Ahmad

Dzulfikar dkk, Keira Publishing: Depok, 2016

Muhammad Barmawi, Konflik Dalam Al-Qur`an https://s3.amazonaws.com/

Muhammad Fahmi ”Potret Pendidikan Nabi Ya’qub as Kepada Yusuf as”

dalam jurnal Syaikhuna vol. 7 no. 2 Oktober 2016

Muhammad Jihad, Umur dan Silsilah Para Nabi, Qisthi Press: Jakarta, 2008.

Muhammadin dkk, “Uraian Kebencian Dalam Perspektif Agama Islam Dan

Agama Buddha” dalam jurnal JIA no 1 2019

Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kualitatif, Kuantitatif, dan Penelitian

Gabungan, Kencana: Jakarta, 2017.

Nazlianto Riza, “Hadits Zaman Rasulullah SAW Dan Tatacara

Periwayatannya Oleh Sahabat”, dalam jurnal Al-Murshalah, vol.2,

no.2, 2016.

148

Norhidayati Mariyatul, “Model Komunikasi Interpersonal dalam Kisah Yusuf

as”, dalam jurnal Al-Hiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah, vol. 04,

no. 07, 2016.

Noviza Neni, Metode Bibliotherapy Pada Kisah Yusuf as Sebagai Media

Konseling Rasional Emotif, dalam jurnal Wardah, no. XXVI, juni

2013.

Nurdin Ali, “Etika Pergaulan Remaja Dalam Kisah Yusuf as (Telaah Tafsir

Tarbawi dalam Surat Yusuf Ayat 23-24”dalam Jurnal Pendidikan

Islam Magister Manajemen Pendidikan Islam Institut Ilmu Al-Qur`an

Jakarta, Vol 1, No 3, Tahun 2019.

Pedhu Yoseph, “Gaya Manajemen Konflik Seminaris”, dalam jurnal IICET

Jurnal Konseling dan Pendidikan, vol. 8, no.1, 2020.

Qalyubi Syihabudin, Stilistika Al-Qur`an: Makna di Balik Kisah Ibrahim,

(Yogyakarta: LKiS, 2008.

Quraish, Shihab M., “Kaidah Tafsir”, Lentera Hati: Jakarta, 2013.

Al-Qurthuby Imam, Al-Jami li Ahkaam Al-Qur`an, terj. Muhyidin Masridha,

Pustaka Azzam: Jakarta Selatan, 2008.

Rashid, Roszmalizawati Ab, “Pembentukan Jatidiri Insan Melalui Kisah Yusuf

as di Dalam Al-Qur`an (Protection Of Injury Through The Story Of

The Prophets Of Yusuf In The Qur`an”, dalam jurnal International

Social Science and Humanities Journal, vol. 2, no.3, 2019

Razzaq Abdur dan Haryono Andy, “Analisis Metode Tafsir Muhammad Ash-

Shabuni dalam Kitab al-Bayan” dalam jurnal Wardah Vol. 18 No. 1,

2017

Rifai Juhdi, “Pendekatan Ilmu Balaghah Dalam Shafwah AL-Tafasir karya

Ali Al-Shabuny” dalam Jurnal Ulunnuha Vol. 8 No.2, Desember 2019

Rini, Agus Riyanti Puspito, “Kemandirian Remaja Berdasarkan Urutan

Kelahiran” dalam jurnal pelopor Pendidikan, Vol. 3 No. 1, 2012

Ristiana, Keuis Rista dan Syamsudin, Adeani Ikin, “Konflik Batin Tokoh

Utama Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2 Karya Asma Nadia

(Kajian Psikologi Sastra), dalam jurnal Literasi, Vol. 1 No. 2, 2017

149

Rohmat, “Keluarga Dan Pola Pengsuhan Anak”, dalam Jurnal Yinyang: Studi

Gender dan Anak: 2010, vol. 5 no. 1

Salim Hadiyah, Qishashul Anbiya Sejarah 25 Rasul, (Bandung: PT. Al-

ma’arif, 1991), cet 12

Salman harun, Mutiara Al-Qur`an Menerapkan Nilai-Nilai Kitab Suci Dalam

Kehidupan Sehari-hari, Qaf: jakarta, 2016 , cet I, h.225

Sarah Rizky Fajri, “Nilai-Nilai Pemdidikan Ahlak Dalam Kisah Yusuf as”,

skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017). Tidak diterbitkan

(t.d.)

Sarwat Ahmad, Pengantar Ilmu Tafsir, Rumah Fiqih Publishing: Jakarta,

2020, cet ke-2

Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2018)

Segal Jeanne dan Robinson Lawrence, “Blended Family and Step-Parenting

Tips”,https://www.helpguide.org/articles/parenting-family/step-

parenting-blended-families.htm?pdf=13583

Shihab Quraish et. al, Sejarah & Ulum Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2013), Cet. Ke-5

Singgih D. Gunarsa dan Y. Singgih D. Gunarsa, “Psikologi Praktis: Anak,

Remaja, dan Keluarga”, PT. BPK Gunung Mulia: Jakarta, cet ke-8,

2008

Siti Himatul Anisah “ Nilai-Nilai Pendidikan Ahlak dalam Al-Qur`an Surat

Yusuf ayat 8-18”, skripsi (Salatiga: IAIN Salatiga, 2018). Tidak

diterbitkan (t.d.)

Siti Robikah, “Tafsir Surah Yusuf dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan Sastra

Mustansir Mir”, dalam jurnal Al-Bayan: Studi Al-Qur`an dan Tafsir,

vol. 4 no. 1, juni 2019

Sobur Alex,“Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah”, (Bandung: Pustaka

Setia, 2003)

Sri Lestari, Psikologi Keluarga Penanaman Nilai & Penanganan Dalam

Keluarga. (Jakarta: Prenamedia Group, 2018), Cet. Ke-5

150

Suhardono Wisnu, “Konflik dan Resolusi”, dalam jurnal Salam: jurnal Sosial

dan Budaya Syar’i, vol. II, no. I, juni 2015

Sukartini Yupi, Konsep Dasar Keperawatan Anak. (Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2004)

Sukatin, Dina Auliah dkk, “Pendidikan Anak Dalam Islam”, dalam jurnal

Institut Agama Islam Nusantara Batanghari, volume VI no. 2, 2019

Supratiknya A. , Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi, (Yogyakarta:

Kanisius (Anggota IKADI), 1995)

Syairal Fahmy, “Manajemen Konflik Dalam Organisasi”, lihat

https://media.neliti.com

Syarqawi Ahmad, Konseling Keluarga: Sebuah Dinamika Dalam Menjalani

Kehidupan Berkeluarga Dan Upaya Penyelesaian Masalah, Al-

Irsyad: Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol. 7, No. 2, Edisi Juli-

Desember 2017

Tafsir ath-thabary h. 320-321

Thoriqul Aziz, “Pendekatan Munasabah Psikologiah Muhammad Ahmad

Khalafullah: Analisis Kisah Luth dan Kaumnya dalam Al-Qur`an”,

dalam jurnal Nun, vol. 5, no. 2, 2019

Trisna, “Jejak Keindahan Watak Para Nabi dan Keutamaan Manusia dalam

Teks Butir-butir Mutiara Hikmah, dalam jurnal Pendidikan

Humaniora, vol. 2 no. 1, 2013

Wahid, Wa Ode Rahmatun Ummah dan Rifdah Ahmad, “Rasa Tanggung

Jawab Anak Sulung Di Kota Makassar” dalam jurnal Psikologi

Talenta, vol. 2 no 2 2017

Nabi Ya’qub as A, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai

International Holy Quran Award

http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa

Yusuf Kadar M., Studi Al-Qur`an, Amzah: Jakarta, 2012

Zainul, Arifin M., “Kepemimpinan Pendidikan Yusuf as” dalam jurnal

Ta’allum, vol 4 no. 2, 2016

151

Zed Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia:

jakarta, 2008

152

BIOGRAFI PENULIS

Aldila Putri Bunga lahir di kota Jember, Provinsi Jawa Timur

pada tanggal 17 Juni 1996. Penulis merupakan anak ke-3 dari

3 bersaudara dari pasangan Bapak Andaka Pratama dan Ibu

Cred Dien Djajaningsih. Hobi penulis yaitu menyanyi dan

travelling.

Berikut adalah riwayat pendidikan penuls:

1. MI MIMA KH. Shiddiq Jember (tahun 2002-208)

2. SMP Negeri 11 Jember (tahun 2008-2011)

3. SMA Al-Munawwariyyah Sudimoro Malang (2011-2014)

4. PP. Al-Munawwariyyah Sudimoro Malang (2014-2016)

5. Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan

Tafsir di Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta (2016-sekarang)

Penulis pernah aktif di beberapa organisasi, antara lain:

1. Tahun 2017-2018 penulis pernah menjadi anggota Kementrian Dalam

Negeri Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (DEMA-F) Ushuluddin

Dan Dakwah IIQ Jakarta dan Anggota Komisi Dua Senat Mahasiswa

(SEMA) IIQ Jakarta

2. Tahun 2018-2019 penulis menjadi anggota divisi kelimuan dalam

organisasi daerah Jam’iyyah Mudarasah Al-Qur`an (JMQ)

3. Tahun 2019-2020 penulis pernah menjabat sebagai bendahara Senat

Mahasiswa (SEMA) IIQ Jakarta dan menjadi wakil ketua organisasi

daerah Jam’iyyah Mudarasah Al-Qur`an (JMQ)