Makalah PAI Maulid Nabi

27
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris. Kita mengenal musim itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang persatuan spiritual. Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi –orang Eropa menyebutnya Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub –katakanlah dia setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di 1

Transcript of Makalah PAI Maulid Nabi

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad

SAW pada mulanya diperingati untuk membangkitkan

semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam

sedang berjuang keras mempertahankan diri dari

serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis,

Jerman, dan Inggris. Kita mengenal musim itu

sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun

1099 M tentara salib telah berhasil merebut

Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi

gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat

perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara

politis memang umat Islam terpecah-belah dalam

banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu

khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di

kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang

persatuan spiritual.

Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi –orang

Eropa menyebutnya Saladin, seorang pemimpin yang

pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin

memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590

H pada Dinasti Bani Ayyub –katakanlah dia

setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di

1

kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah

kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah

dan Semenanjung Arabia. Kata Salahuddin, semangat

juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan

cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi

mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh

dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul

Awal kalender Hijriyah, yang setiap tahun berlalu

begitu saja tanpa diperingati, kini harus

dirayakan secara massal.

Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari

khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata

khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan

Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai

penguasa haramain (dua tanah suci, Mekah dan

Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh

jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman

masing-masing segera menyosialkan kepada

masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai

tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal

dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai

kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab

sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak

pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut

ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan

2

Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian

menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah

kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan

perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak

dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan

Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang

pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah

menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi

beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang

seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan

diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut.

Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh

Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai

Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca

masyarakat di kampung-kampung pada peringatan

Maulid Nabi.

Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad,

mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak,

remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul.

Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang

dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa

untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama

Barzanji diambil dari nama pengarang naskah

tersebut yakni Syekh Ja’far al-Barzanji bin Husin

bin Abdul Karim. Barzanji berasal dari nama sebuah

3

tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya tulis tersebut

sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (artinya kalung

permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan

kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih

terkenal dengan nama penulisnya.

Ternyata peringatan Maulid Nabi yang

diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan

hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi

Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin

berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun

1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin

dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa

menjadi masjid kembali, sampai hari ini.

Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara,

perayaan Maulid Nabi atau Muludan dimanfaatkan

oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan

berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar

mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat)

sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya

perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain,

yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.

Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan

dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga bernama

Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang

ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu

perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan

4

tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan

mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu

memasuki pintu gerbang “pengampunan” yang disebut

gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia

mengampuni).

Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan

Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata “gerebeg”

artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para

pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk

mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan

sarana upacara, seperti nasi gunungan dan

sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga

perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri) dan

Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).

Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat

dengan kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hari

Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal (Mulud), sudah

dihapal luar kepala oleh anak-anak NU. Acara yang

disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi

ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan

sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius

Tsany (Bakdo Mulud). Ada yang hanya mengirimkan

masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke

beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang

menyelenggarakan upacara sederhana di rumah

masing-masing, ada yang agak besar seperti yang

5

diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid,

bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara

besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.

Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba’

(kitab sejenis Barzanji). Bisa juga ditambah

dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti

penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil

berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya

ialah mau’izhah hasanah dari para muballigh kondang.

Para ulama NU memandang peringatan Maulid

Nabi ini sebagaibid’ah atau perbuatan yang di zaman

Nabi tidak ada, namun termasukbid’ah hasanah (bid’ah

yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak

memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi

tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam,

antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan

(bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab

Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’izhah

hasanah pada acara temanten dan Muludan.

Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan,

Rasulullah SAW bersabda: “Siapa menghormati hari

lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya di Hari Kiamat.”

Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat

mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir

Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan

Islam!”

6

2. Tujuan

“Kaum muslimin tidak boleh mengadakan

perayaan maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam

pada malam 12 Robi’ul Awwal dan juga pada waktu

yang lain, sebagaimana mereka juga tidak boleh

merayakan hari kelahiran selain Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, karena perayaan

hari-hari kelahiran termasuk bid’ah yang diada-

adakan dalam agama, lebih dari itu, Rasulullah

sendiri tidak pernah merayakan hari kelahirannya

semasa hidup beliau, beliau adalah penebar agama

Islam dan pembuat syari’at mewakili Robb-Nya,

itupun beliau tidak memerintahkan untuk melakukan

perayaan tersebut, demikian pula para kholifah dan

sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan

para pengikut beliau yang baik di masa generasi

yang utama, sehingga jelaslah, bahwa hal ini

adalah bid’ah…” (“Majmu’ fatawa wa Maqolaat al-

Mutanawwi’ah”(4/289).)

7

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Maulid Nabi Muhammad SAW

Maulid Nabi Muhammad SAW terkadang Maulid

Nabi atau Maulud saja (bahasa Arab: ي� ب� د ال�ن����� د، م�ول����� ,(م�ول�����adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW,

yang dalam tahun Hijriyah jatuh pada tanggal 12

Rabiul Awal. Kata maulid atau milad adalah dalam

bahasa Arab berartihari lahir. Perayaan Maulid

Nabi merupakan tradisi yang berkembang di

masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW

8

wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah

ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada

Rasulullah Muhammad SAW.

2. Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW

Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama

kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi,

seorang gubernur Irbil, di Irak, pada masa

pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-

1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya

sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin

sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan

kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta

meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat

itu, yang sedang terlibat dalam Perang

Salibmelawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya

memperebutkan kotaYerusalem.

3. Hukum Memperigati Maulid Nabi Muhammad SAW

Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin

rahimahullah –semoga Allah membalas jerih payahnya

9

terhadap Islam dan kaum muslimin dengan sebaik-

baik balasan- , beliau pernah ditanya tentang

hukumnya memperingati maulid Nabi ?

Maka Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin

rahimahullah menjawab:

1. Malam kelahiran Rasulullah tidak diketahui

secara qath’i (pasti), bahkan   sebagian ulama

kontemporer menguatkan pendapat yang mengatakan

bahwasannya ia terjadi pada malam ke 9

(sembilan) Rabi’ul Awwal dan bukan malam ke 12

(dua belas). Jika demikian maka peringatan

maulid Nabi Muhammad yang biasa diperingati pada

malam ke 12 (dua belas) Rabi’ul Awwal tidak ada

dasarnya, bila dilihat dari sisi sejarahnya.

2. Di lihat dari sisi syar’i, maka peringatan

maulid Nabi  juga tidak ada dasarnya. Jika

sekiranya acara peringatan maulid

Nabi disyari’atkan dalam agama kita, maka

pastilah acara maulid ini telah di adakan oleh

Nabi  atau sudah barang tentu telah beliau

anjurkan kepada ummatnya. Dan jika sekiranya

telah beliau laksanakan atau telah beliau

anjurkan kepada ummatnya, niscaya ajarannya

tetap terpelihara hingga hari ini, karena

Allah ta’ala berfirman :

10

“Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan Al Qur’an dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Q.S; Al

Hijr : 9 .

Dikarenakan acara peringatan maulid

Nabi tidak terbukti ajarannya hingga sekarang

ini, maka jelaslah bahwa ia bukan termasuk dari

ajaran agama. Dan jika ia bukan termasuk dari

ajaran agama, berarti  kita tidak diperbolehkan

untuk beribadah kepada Allah dan mendekatkan

diri kepada-Nya dengan acaraperingatan maulid

Nabi  tersebut.

Allah telah menentukan jalan yang harus

ditempuh agar dapat sampai kepada-Nya, yaitu

jalan yang telah dilalui oleh 

Rasulullah , maka bagaimana mungkin kita

sebagai seorang hamba menempuh jalan lain dari

jalan Allah, agar kita bisa sampai kepada

Allah?. Hal ini jelas merupakan bentuk

pelanggaran terhadap hak Allah, karena kita

telah membuat syari’at baru pada agama-Nya yang

tidak ada perintah dari-Nya. Dan ini pun

termasuk bentuk pendustaan terhadap firman

Allah ta’ala :

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu

dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-

11

ridha’i islam itu jadi agama bagimu“. Q.S; Al-Maidah :

3.

Maka kita perjelas lagi, jika sekiranya

acara peringatan maulid Nabi termasuk bagian

dari kesempurnaan dien (agama), niscaya ia

telah dirayakan sebelum Rasulullah meninggal

dunia.Dan jika ia bukan bagian dari

kesempurnaan dien (agama), maka berarti ia

bukan dari ajaran agama, karena

Allah ta’ala berfirman: “Pada hari ini telah Ku

sempurnakan untuk kamu agamamu“.

Maka barang siapa yang menganggap bahwa ia

termasuk bagian dari kesempurnaan dien (agama),

berarti ia telah membuat perkara baru dalam

agama (bid’ah) sesudah wafatnya 

Rasulullah , dan pada perkataannya terkandung

pendustaan terhadap ayat Allah yang mulia ini

(Q.S; Al-Maidah : 3) .

Maka tidak diragukan lagi, bahwa orang-

orang yang mengadakan acara peringatan maulid

Nabi , pada hakekatnya bertujuan untuk

memuliakan (mengagungkan) dan mengungkapkan

kecintaan terhadap Rasulullah SAW, serta

menumbuhkan ghirah (semangat) dalam beribadah

yang di peroleh dari acara peringatan maulid

Nabi tersebut. Dan ini semua termasuk dari

12

ibadah. Cinta kepada Rasulullah termasuk

ibadah, dimana keimanan seseorang tidaklah

sempurna hingga ia mencintai Nabi  melebihi

kecintaannya terhadap dirinya sendiri, anak-

anaknya, orang tuanya dan seluruh

manusia. Demikian pula bahwa memuliakan

(mengagungkan) Rasulullah termasuk dari ibadah.

Dan juga yang termasuk kedalam kategori ibadah

adalah menumbuhkan ghirah (semangat) dalam

mengamalkan syari’at Nabinya .

4. Sejarah Munculnya Maulid Nabi Muhammad SAW

Sesungguhnya penyelenggaraan perayaan yang

memperingati peristiwa-perisiwa Islam tertentu

yang kemudian dijadikan sebagai perantara untuk

mendapat berkah itu, pada mulanya hanya dikenal

oleh kelompok kebatinan yang buruk. Mereka adalah

Bani Ubaid Al Qaddah yang menamakan dirinya

sebagai Fatimiyyun.1

Upacara maulid adalah termasuk perbuatan yang

dicontohkan oleh para ahli penyimpangan dan

kesesatan, sesungguhnya orang yang pertama yang

memunculkan perayaan upacara maulid adalah orang-

orang dari Bani Fatimiyyun dari golongan

Ubaidiyyun yang hidup dikurun waktu ke-4 Hijriyah.

13

Mereka ini sengaja mengklaim dirinya sebagai

pengikut Fathimah radhiallahu anha secara dzalim

dan untuk mencemarkan nama baiknya padahal

sebenarnya mereka adalah sekelompok orang-orang

Yahudi atau ada yang mensinyalir bahwa mereka dari

orang Majusi (penyembah api) bahkan ada yang

mengatakan mereka berasal dari kelompok Atheis.2

Pendapat lain, seperti Imam As Suyuthi dalam

Husnul Maqshud fi Amal Al Maulid menegaskan:

“Orang yang pertama kali mengadakan

peringatan hari Maulid Nabi adalah penduduk Irbal,

Raja Agung Abu Sa’id Kau Kaburi 3 bin Zainuddin

Ali bin Bakitkin, seorang raja negeri Amjad.4

Dan ini diikuti oleh Syaikh Muhammad bin Abu

Ibrahim Alu Syaikh:

“Bid’ah peringatan Maulid Nabi ini, pertama

kali diadakan oleh Abu Sa’id Kau Kaburi pada abad

ke-6 H”

Syaikh Hamud Tuwaijiri:

“Upacara peringatan maulid adalah bid’ah

dalam Islam yang diadakan oleh sulthan Irbal pada

akhir abd ke-6H atau pada awal abad ke-7H.”

14

Al Ubaidiyyun memasuki Mesir 362H dan raja

terakhirnya Al Adhid meninggal 567H, sedangkan

penguasa Irbal dilahirkan 549H dan meninggal 630H,

ini menjadi bukti bahwa kelompok Ubadiyyun lebih

dahulu daripada penguasa Irbal -Al Malik Al

Mudzaffar- dalam mengadakan upacara peringatan

maulid Nabi.

Bukan tidak sah mengatakan bahwa penguasa

Irbal adalah orang yang pertama kali mengadakan

Maulid Nabi di Maushil, karena yang dilakukan Al

Ubaidiyyun diadakan di negeri sendiri -Mesir,

seperti yang dijelaskan dalam buku-buku sejarah.

Wallahu a’lam.5

5. Maulid Nabi tidak di bolehkan

Jutaan umat Islam di seluruh belahan dunia

memperingati tanggal 12 Rabi’ul Awwal setiap

tahun, memperingati hari kelahiran Rasulullah saw.

Kaum muslimin saling memberi ucapan selamat,

hadiah, dan aneka hidangan yang dipersiapkan untuk

peringatan tersebut, bahkan penjual aneka makanan

mendapatkan pesanan yang beragam dan melimpah,

sesuai kebiasaan dan tradisi khas tempat masing-

masing.

15

Waktu berjalan, peringatan maulid Nabi

berkembang secara resmi di kalangan pejabat, raja

dan pemimpin umat Islam dengan saling memberi

ucapan selamat, do’a-do’a keberkahan, bagi-bagi

hadiah untuk penghafal Al Qur’an, orasi dan pidato

politik.

Pertanyaannya adalah, Kapan peringatan maulid

Nabi bermula ?

Apakah peringatan maulid Nabi di benarkan dalam

Islam ?

Apa hukumnya secara syariah memperingati maulid

ini?

Pertanyaan-pertanyaan yang terus terulang

saat ada peringatan maulid setiap tahunnya.

Bersamaan dengan itu, masih ada perdebatan seputar

hukum memperingati maulid, meskipun Rasulullah saw

sendiri tidak pernah memperingati hari

kelahirannya, begitu juga dengan para sahabat dan

tabi’in yang merupakan generasi pilihan.

6. Tradisi Fathimiyyah

Sumber-sumber sejarah menceritakan bahwa, di

Mesir ada sekelompok pendukung Fathimah putri

Nabi, mereka disebut Fathimiyyin, mereka lah

16

pertama kali yang mengadakan peringatan hari

kelahiran Nabi Muhammad. Mereka mengadakan

peringatan secara besar-besaran, mereka membagi-

bagikan aneka makanan. Di samping memperingati

kelahiran Nabi, mereka juga memperingati hari-hari

kelahiran keluarga “ahlul bait” Nabi saw.

Inilah kenyataan sejarah yang menjadikan

sebagian ulama fiqh menolak mutlak peringatan

Nabi, dan memasukkan katagori bid’ah dalam urusan

agama yang tidak ada dasar hukumnya. Rasulullah

saw tidak pernah memperingati hari kelahirannya

sepanjang hidupnya, begitu juga para sahabat dan

tabi’in.

هو رد ه ف�� س م�ن� ا م�ا ل�ي� ا ه�د� مرن�� ي� ا ح�دث" ف� ه وس�لم: “م�ن% ا ل ص�لي ال�له ع�لن� ائ� ”وه�و ال�ق6

“Barangsiapa yang membuat hal baru dalam urusan

agama kami yang tidak ada dasar hukumnya, maka ia

tertolak.” Artinya tidak termasuk dari ajaran

Islam.

Para penentang perayaan maulid juga bersandar

para praktek perayaan maulid ketika masa

Fathimiyyin yang lebih cenderung berlebihan dalam

menyebarkan ajaran syi’ah. Tujuan dari peringatan

ini, sebagaimana yang dilihat oleh ahli fiqh

sekaligus da’i, Abdul Karim Al Hamdan, adalah

17

penyebaran aqidah syi’ah dengan kedok cinta

keluarga Nabi dan disertai dengan praktek-praktek

yang tidak diperbolehkan hukum, seperti berlebihan

di dalam menghormati pemimpin dengan cara-cara

sufiestik yang sudah menjerus pada kultus

individu, berdo’a kepada selain Allah, bernadzar

kepada selain Allah swt. Inilah bentuk-bentuk

peringatan maulid Nabi semenjak kelomopk

Fathimiyyin sampai sekarang, baik di Mesir atau di

belahan dunia lainnya.

7. Mengapa Kita Tidak Memperingati ?

Dalam sudut pandang yang berbeda, Dr.

Muhammad ‘Alawi Al Maliki Al Husni, seorang ahli

fiqh, memandang bolehnya memperingati maulid Nabi

dengan diisi kegiatan yang bertujuan mendengarkan

sejarah perjalanan hidup Nabi saw dan

memperdengarkan pujian-pujian terhadapnya. Ada

kegiatan memberi makan, menyenangkan dan memberi

kegembiraan terhadap umat Islam. Meskipun ia

menekankan tidak adanya pengkhususan peringatan

pada malam hari tertentu, karena itu termasuk

katagori bid’ah yang tidak ada dasarnya dalam

agama.

18

Riwayat dari Rasulullah saw, bahwa beliau

mengagungkan hari kelahirannya, beliau bersyukur

kepada Allah pada hari itu, atas nikmat diciptakan

dirinya dimuka bumi dengan membawa misi rahamatan

lil’alalmin, mengeluarkan manusia dari kegelapan

menuju cahaya. Ketika Rasulullah saw ditanya

tentang sebab beliau berpuasa pada hari Senin

dalam setiap pekan, beliau bersabda sebagaimana

yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, (

ه ول�دث6 ن� وم ف�� ل�ك? ي�� ”.Itu hari, saya dilahirkan“ .(د�

Terkait bahwa para sahabat dan tabi’in tidak

melaksanakan maulid, Dr Al Husni mengatakan, “Apa

yang tidak dikerjakan oleh salafus shaleh generasi

awal Islam, tidak otomatis menjadi bid’ah yang

tidak boleh dikerjakan. Justru perlu dikembalikan

kepada persoalan aslinya, yaitu sesuatu yang

membawa mashlahat secara syar’i menjadi wajib

hukumnya, sebaliknya sesuatu yang menjerumuskan

kepada haram, maka hukumnya haram.”

Menurut padangan Dr. Al Husni, jika

memperingati maulid Nabi membawa mashlahat secara

syar’i, maka hukumnya dianjurkan, karena di

dalamnya ada kegiatan dzikir, sedekah, memuji

Rasul, memberi makan fakir-miskin, dan kegiatan

lainnya yang diperbolehkan karena membawa manfaat.

19

8. Tergantung Kegiatan

Sebagian ulama mengingkari peringatan maulid,

karena di dalamnya bercampur dengan bid’ah dan

kemungkaran yang terjadi sebelum abad Sembilan

Hijriyah, dengan bersandar pada hukum asli, yaitu

“Menolak kerusakan lebih di dahulukan dari pada

meraih mashalahat.”

Ulama ahli Fiqh dari madzhab Maliki, Tajuddin

Al Fakihani juga membolehkan. Sebagian ada yang

malah menganjurkan, seperti Imam Jalaluddi As

Suyuthi dan Ibnu Hajar Al Asqalani, namun mereka

mengingkari praktek-praktek bid’ah. Pendapat

mereka ini bersandar pada

firman Allah swt, {ام ال�له ن������������������������������� ا ره�م ن�� ك������������������������������ Dan“ {ود�ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah.”

Sejumlah ulama Al Azhar, terutama Syaikh

‘Athiyyah Shaqr rahimahullah, telah berfatwa

tentang dibolehkannya memperingati maulid Nabi

dengan syarat.

Fatwa itu tertuang sebagai berikut,

“Rasulullah saw telah menetapkan bahwa hari di

mana beliau dilahirkan memiliki keutamaan

20

dibanding dengan hari-hari lainnya. Setiap mukmin

hendaknya bersungguh-sungguh dalam meraih

keagungan pahala, mengutamakan amal. Itulah alasan

memperingati hari ini. Dan bersyukur kepada Allah

swt atas pemberian-Nya yang sangat besar, berupa

kelahiran Nabi akhir zaman yang memberi petunjuk

kepada kita menuju syari’at-Nya yang membawa

kelestarian. Namun dengan syarat tidak membuatkan

gambar-gambarnya secara khusus. Bahkan dengan

lebih mendekatkan diri kepada Allah swt atas apa

yang disyariatkan, mengenalkan manusia keutamaan

dan keagungan pribadi Rasul, tidak keluar dari

koridor syariat dan berubah menjadi hal yang

diharamkan secara hukum, seperti ikhthilat atau

campur baur laki-laki dan perempuan, cenderung

kepada kegiatan yang tidak ada gunanya dan hura-

hura, tidak menghormati baitullah, dan termasuk

yang dikatagorikan bid’ah adalah tawasul terhadap

kuburan, sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran

agama dan bertentangan dengan adab.

Jika yang dominan adalah kegiatan-kegiatan

seperti di atas, maka yang diutamakan adalah

mencegah kerusakan sebagaimana kaidah ushul.

“Mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada

meraih maslahat.”

21

Namun jika hal-hal positif lebih dominan dan

manfaat secara syar’i didapatkan, maka tidak ada

larangan memperingati maulid Nabi dengan tetap

mengantisipasi hal-hal negatif sesuai kemampuan.”

Allahu ‘ala.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Kesimpulannya adalah bahwa  mengadakan

peringatan maulid Nabi dengan tujuan untuk

mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, dan

pengagungan terhadap Rasulullah termasuk dari

ibadah. Jika ia termasuk ibadah maka kita tidak

diperbolehkan untuk mengadakan perkara baru pada

agama Allah (bid’ah) yang bukan syari’at-Nya. Oleh

karena itu peringatan maulid Nabi termasuk bid’ah

dalam agama dan termasuk yang diharamkan.

Kemudian kita mendengar informasi bahwasannya

pada acara peringatan maulid Nabir terdapat 

kemunkaran-kemunkaran yang besar, yang tidak

dibenarkan syar’i, indera maupun akal. Dimana

mereka mensenandungkan qashidah yang didalamnya

mengandung pengkultusan terhadap Nabi , hingga

22

terjadi pengagungan yang melebihi pengagungannya

kepada Allah ta’ala–kita berlindung kepada Allah

dari hal ini-.

Dan juga kita mendengar informasi tentang

kebodohan sebagian orang yang mengikuti acara

peringatan maulid Nabi tersebut , dimana ketika

dibacakan kisah maulid (kelahiran)beliau, lalu

ketika sampai pada perkataan (dan lahirlah

Musthafa r), maka mereka semua serentak berdiri.

Mereka mengatakan bahwa ruh Rasulullah telah

datang, maka kami berdiri sebagai penghormatan

terhadap kedatangan ruhnya. Dan ini jelas suatu

kebodohan.

Dan bukan merupakan adab bila mereka berdiri

untuk menghormati kedatangan ruh Nabir, karena

Rasulullah merasa enggan (tidak senang) apabila

ada sahabat yang berdiri untuk menghormatinya.

Padahal kecintaan dan pengagungan para sahabat

terhadap Rasulullah melebihi  yang lainnya, akan

tetapi mereka tidak berdiri untuk memuliakan dan

mengagungkannya, ketika mereka melihat keengganan

Rasulullah dengan perbuatan tersebut. Jika hal ini

tidak mereka lakukan pada saat Rasulullah masih

hidup, lalu bagaimana hal tersebut bisa dilakukan

oleh manusia setelah beliau meninggal dunia?.

23

Bid’ah ini, maksudnya adalah bid’ah maulid,

terjadi setelah berlalunya  3 (tiga) kurun waktu

yang terbaik (masa sahabat, tabi’in dan tabi’ut

tabi’in). sesungguhnya Peringatan maulid

Nabi telah menodai kesucian aqidah dan juga

mengundang terjadinya ikhtilath (bercampur-baurnya

antara laki-laki dan wanita) serta menimbulkan

perkara-perkara munkar yang lainnya.

2. Saran – saran

Implementasi dari syahadat Laa Ilaa illalloh

adalah tauhid yaitu menunggalkan (mentauhidkan)

Alloh di dalam peribadatan dan tidak mensekutukan-

Nya dengan sesuatu apapun, baik di dalam

Rububiyah, Uluhiyah an asma’ wa shifat-Nya. Adapun

konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah

adalah, mentauhidkan Muhammad Shallallahu ‘alaihi

wa Sallam di dalam ittiba’ (peneladanan) dan

tidaklah mengamalkan suatu ibadah melainkan

sebagaimana yang dituntunkan oleh beliau ‘alaihis

Sholatu was Salam.

Rasulullah sendiri menyatakan bahwa amalan bid’ah

itu tertolak, walaupun yang mengamalkannya ikhlas

lillahi Ta’ala, dan setiap bid’ah itu adalah

sesat. Sebagian salaf bahkan mengatakan, bahwa

amalan bid’ah itu lebih dicintai syaithan daripada

24

maksiat, karena orang yang bermaksiat dia faham

bahwa dirinya dalam kesalahan sehingga diharapkan

ia dapat bertaubat. Sedangkan orang yang

mengamalkan bid’ah, menganggap apa yg ia lakukan

adalah baik sehingga sulit baginya bertaubat.

Islam itu agama sempurna dan wajib atas kita

mengamalkannya secara kaafah. Kita wajib

mengingkari kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan

seluruhnya. Bukannya kita hanya mengingkari

kemaksiatan, namun ridha dan mendiamkan dosa yang

lebih besar, yaitu syirik (yg tidak diampuni

Alloh) dan bid’ah (yang dinyatakan sesat oleh

Rasulullah).

Ummat Islam akan maju apabila umat ini mau kembali

kepada agama sebagaimana yang dibawa oleh para

pendahulu mereka yang shalih. Sebagaimana ucapan

Imam Malik rahimahullahu, “Tidak akan sukses

keadaan ummat ini melainkan kembali sebagaimana

suksesnya salaf shalih terdahulu”.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/

12/1/pustaka-172.htm

2. http://www.box.net/encoded/

6870461/67171703/226a37b841e29f599bfb2

3. Al-Hukmul Haqqu fil Ihtifal bi maulid Sayyidil Khalqi Shallallahu

‘alaihi wa Sallam, tulisan dari syaikh kami Ali bin

Hasan al-Halabi – hafidhahullah –

4. Al-Qaulul Fashlu fi Hukmil Ihtifal bi maulidi Khoirir Rasul

Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tulisan al-‘Allamah Ismail

al-Anshariy.

5. Al-Maurid fi ‘Amalil maulid, tulisan dari syaikh

al-‘Allamah al-Fakihany.

26

27