Makalah ushul fiqih kel 1 (Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh, Periodisasi Zaman Nabi, Sahabat &...

26
6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu Ushul Fiqh tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, Ushul Fiqh tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rosulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah sahabat. Dan di masa Rasulullah SAW, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum- hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada Rasulullah SAW lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau SAW. Pada masa tabi’in cara mengistinbath hukum semakin berkembang. Di antara mereka ada yang menempuh metode maslalah atau metode qiyas di samping berpegang pula pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada masa tabi’in inilah mulai tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai konskuensi logis dari perbedaan metode yang digunakan oleh para ulama ketika itu. (Abu Zahro : 12 ). Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi’in atau pada masa Al-Aimmat Al- Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath yang digunakan juga semakin jelas beragam bentuknya. Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Transcript of Makalah ushul fiqih kel 1 (Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh, Periodisasi Zaman Nabi, Sahabat &...

6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu

Ushul Fiqh tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak

pada Al-Quran dan Sunnah, Ushul Fiqh tidak timbul

dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada

sejak zaman Rosulullah dan sahabat. Masalah utama yang

menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas,

nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah

sahabat. Dan di masa Rasulullah SAW, umat Islam tidak

memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-

hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk

kepada Rasulullah SAW lewat penjelasan beliau mengenai

Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau SAW.

Pada masa tabi’in cara mengistinbath hukum semakin

berkembang. Di antara mereka ada yang menempuh metode

maslalah atau metode qiyas di samping berpegang pula

pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada masa tabi’in inilah

mulai tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai

konskuensi logis dari perbedaan metode yang digunakan

oleh para ulama ketika itu. (Abu Zahro : 12 ).

Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada

masa sesudah tabi’in atau pada masa Al-Aimmat Al-

Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath

yang digunakan juga semakin jelas beragam bentuknya.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

Abu Hanifah misalnya menempuh metode qiyas dan

istihsan. Sementara Imam Malik berpegang pada amalan

mereka lebih dapat dipercaya dari pada hadis ahad (Abu

Zahro: 12).

Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak

zaman Rasulullah SAW, sahabat, tabi’in dan sesudahnya,

pemikiran hukum Islam mengalami perkembangan. Namun

demikian, corak atau metode pemikiran belum terbukukan

dalam tulisan yang sistematis. Dengan kata lain, belum

terbentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan

diatas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana sejarah perkembangandan periodisasi

Ushul Fiqh zaman Nabi, Sahabat, dan tabi’in?

2. Bagaimana munculnya Ushul Fiqh?

3. Bagaimana aliran-aliran Ushul Fiqh?

4. Apa saja karya-karya ilmiah yang ada dalam

perkembangan Ushul Fiqh?

1.3 TUJUAN

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan

diatas, maka adapun tujuan penulisan makalah ini

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perkembangan dan periodisasi

Ushul Fiqhpada zaman Nabi, Sahabat, dan tabi’in

2. Untuk mengetahui proses munculnya Ushul Fiqh

3. Untuk mengetahui aliran-aliran Ushul Fiqh

4. Untuk mengetahui karya-karya ilmiah yang ada

dalam Ushul Fiqh

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PERIODISASI USHUL FIQH

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

2.1.1 Masa Nabi

Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum Islam hanya

dua, yaitu Al-Quran dan Assunnah. Apabila suatu kasus

terjadi, Nabi SAW menunggu turunnya wahyu yang

menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak

turun, maka Rauslullah SAW menetapkan hukum kasus

tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan

Hadits atau Sunnah.

Hal ini antara lain dapat diketahui dari sabda

Rasulullah SAW sebagai berikut : “Sesungguhnya saya

memberikan keputusan kepada kamu melalui pendapatku dalam hal-hal

yang tidak diturunkan wahyu kepadaku.” (HR. Abu Daud

dari Ummu Salamah).

Hasil ijtihad Rasulullah ini secara otomatis

menjadi sunnah bagi Umat Islam. Hadits tentang

pengutusan Mu’az Ibn Jabal ke Yaman sebagai qadi,

menunjukkan perijinan yang luas untuk melakukan ijtihad

hukum pada masa Nabi. Dalam pengutusan ini Nabi

bersabda :

ال ا ب ال�ل���ه؟ ق����� د ف� ك�ت���� ج��� ا ن� ل�م ت�� ال ق����� ا ب ال�ل���ه ق����� كت���� ض� ب� ال ا ق�� ا ء ؟ ق����� ض���� ك ق�� ر ض� ل���� ض� ادا ع���� ق� ف� ت�� ك�ي���(

و ل ال�ل��ه ع�لى رب رس��� ض��� و ق�� ه��د راى ولا ل��� ت� ال اج� و ل ال�ل��ه ق���� ة� ر س��� ن� ى( س��� د ف� ج�� ان� ل�م ت�� ال ق���� و ل ال�ل��ه ق���� ة� ر س��� س��ن� ب ق��

ق� رس�و ل ال�لهكما ي�(ر ض� ر س�سو ل ال�له ى( و ف� ال ا ا ل�حمد ا ا ل�د� ص�دره وق��“Bagaimana engkau (mu’az) mengambil suatu keputusan hukum

terhadap permasalahan hukum yang diajukan kepadamu? Jawab mu’az

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

saya akan mengambil suatu keputusan hukum berdasarkan kitab Allah

(Al-Quran). Kalau kamu tidak menemukan dalam kitab Allah?JawabMu’az,

saya akan mengambil keputusan berdasarkan keputusan berdasarkan

sunnah Rasulullah. Tanya Nabi, jika engkau tidak ketemukan dalam

sunnah? Jawab Mu’az, saya akan berijtihad, dan saya tidak akan

menyimpang. Lalu Rasulullah menepuk dada Mu’az seraya mengatakan

segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik utusan Rasulnya pada

sesuatu yang diridhai oleh Allah dan rasulnya.”

Hadits ini secara tersurat tidak menunjukkan adanya

upaya Nabi untuk mengembangkan Ilmu Ushul Fiqh, tapi

secara tersirat jelas Nabi telah memberikan keluasan

dalam mengembangkan akal untuk menetapkan hukum yang

belum tersurat dalam Al-Quran dan Sunnah.

Artinya dengan keluwesannya Nabi dalam melakukan

pemecahan masalah-masalah ijtihadiyah telah memberikan

legalitas yang kuat terhadap para sahabat. Dalam

sebuah haditsnya yang mengandung kebolehan bagi manusia

untuk mencari solusi terhadap urusan-urusan keduniaan

Rasulullah bersabda :

ا ك�م ت( ا م�و ر د ن�� م ا ع�لم ب� ت� ا ن��“Kamu lebih mengetahui tentang urusan duniamu.”

Dorongan untuk melakukan ijtihad itu tersirat juga

dalam hadits Nabi yang menjelaskan tentang pahala yang

diperoleh seseorang yang melakukan ijtihad sebagai

upaya yang sungguh-sungguh dalam mencurahkan pemikiran

baik hasil usahanya benar atau salah.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

Selain dalam bentuk anjuran dan pembolehan ijtihad

oleh Nabi di atas, Nabi sendiri pada dasarnya telah

memberikan isyarat terhadap kebolehan melakukan ijtihad

setidak-tidaknya dalam bentuk qiyas sebagaimana dapat

kita temukan dalam hadits-haditnya sebagai berikut :

ا ر ح��� ت�مس��ك ع�لى ال��� و لا ن�( حج� و ه��� ه اح�غ� و ل�م ت�( ه ف� رض� ى اد ر ك�ن� bا ر س�و ل ا ل�له ان� اب ا ل�ت� ب�( ق� ه� ف�� من( ت( hث اب� ا مر ا ه� ح�� ح�عم ا ل�ت� ت�� ه ق��� ه ع�ن�� ن� ي( ض�� nت ن� اق�� )rي ك د ت�( tه و س�لم ار اي�(ت� ل�و ك�ا ن� ع�لى ا ن� ا ل ر س�و ل ال�له ع�لن( ق� ه ؟ ف�� ا ح�ج� ع�ن� ه اق�� له� ل�مر ض�

ض� ق� ن� ا ل�له ا ح�ق� ان� ت�( )rي د ال ق�� ق��“Seorang wanita namanya Khusaimiah datang kepada Nabi dan

bertanya, Ya Rasulullah ayah saya seharusnya telah menunaikan haji, dia

tidak kuat duduk dalam kendaraan karena sakit, Apakah saya harus

melakukan haji untuknya? Jawab Rasulullah dengan bertanya bagaimana

pendapatmu bila Ayahmu mempunyai utang? Apakah engkau harus

membayar? Perempuan itu menjawab, Ya, Nabi berkata utang kepada

Allah lebih utama untuk dibayar.”

Hadits ini menggambarkan upaya qiyas yang dilakukan

oleh Nabi, yaitu ketika seorang sahabat datang kepada

Nabi yang menanyakan tentang keharusan penunaian

kewajiban ibadah haji bapaknya yang mengidap sakit,

Nabi menegaskan keharusan penunaiannya dengan melakukan

pengqiyasan terhadap pembayaran utang antara sesama

manusia.

Ada satu hal yang perlu dicatat, kehadiran Nabi

sebagai pemegang otoritas tunggal dalam permasalahan-

permasalahan hukum membuatNabi sangat berhati-hati

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

disatu pihak, dan terbuka dipihak lain. Sikap hati-hati

yang ditempuh oleh Nabi dalam rangka penerapan hukum

Islam bidang ibadah. Penjelasan Nabi yang berkaitan

dengan ini cukup rinci. Wahyu memegang peranan sangat

penting. Sikap terbuka yang ditempuh oleh Nabi dalam

upaya pengembangan hukum Islam di bidang muamalah.

Berbeda dengan ibadah, dalam muamalah penjelasan

Nabi lebih banyak bersifat garis besar, sedangkan

perincian dan penjelasan pelaksanaannya diserahkan

kepada manusia. Manusia dengan akal yang dianugerahkan

kepadanya diberi peranan lebih banyak. Artinya, ini

pulalah salah satu faktor yang ikut mendukung terhadap

pertumbuhan ilmu ushul fiqh selanjutnya.

Dalam beberapa kasus, Rasulullah SAW juga

menggunakan qiyas ketika menjawab pertanyaan para

sahabat. Misalnya ketika menjawab pertanyaan Umar Ibn

Khatab tentang batal atau tidaknya puasa seseorang yang

mencium istrinya.

Rasulullah SAW bersabda :

“Apabila kamu berkumur-kumur dalam keadaan puasa, apakah puasamu

batal?” Umar menjawab:”Tidak apa-apa” (tidakbatal). Rasulullah

kemudian bersabda “maka teruskan puasamu.”(HR al-Bukhari,

muslim, dan Abu Dawud).

Hadits ini mengidentifikasikan kepada kita bahwa

Rasulullah SAW jelas telah menggunakan qiyas dalam

menetapkan hukumnya, yaitu dengan mengqiyaskan tidak

batalnya seseorang yang sedang berpuasa karena mencium

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

istrinya sebagaimana tidak batalnya puasa karena

berkumur-kumur.

2.1.2 Pada Masa Sahabat

Memang, semenjak masa sahabat telah timbul

persoalan-persoalan baru yang menuntut ketetapan

hukumnya. Untuk itu para sahabat berijtihad, mencari

ketetapan hukumnya. Setelah wafat Rasulullah SAW sudah

barang tentu berlakunya hasil ijtihad para sahabat pada

masa ini, tidak lagi disahkan oleh Rasulullah SAW,

sehingga dengan demikian semenjak masa sahabat ijtihad

sudah merupakan sumber hukum.

Sebagai contoh hasil ijtihad para sahabat, yaitu :

Umar bin Khattab RA tidak menjatuhkan hukuman potong

tangan kepada seseorang yang mencuri karena kelaparan

(darurat/terpaksa). Dan Ali bin Abi Thalib berpendapat

bahwa wanita yang suaminya meninggal dunia dan belum

dicampuri serta belum ditentukan maharnya, hanya berhak

mendapatkan mut'ah. Ali menyamakan kedudukan wanita

tersebut dengan wanita yang telah dicerai oleh suaminya

dan belum dicampuri serta belum ditentukan maharnya,

yang oleh syara' ditetapkan hak mut'ah baginya,

sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :

لى دره وع� غ ق����� موس���� لى ال� ن� ع� وه� ع��� ي� ه� وم� ض���� )rي �ر هن� ف� وا ل� ف�رض����� و ت�� ن� ا� وه� مس��� م ت�� ا ل� اء م���� س��� م ال�ن� ت� ق� ل ن� ط� م ا� ك لت( اح ع� ن���� لا ج�

ي�ن� ست� مح لى ال� ا ع� ق� ح� معروف� ال� ا ب� اع� ت� دره م� ر ق�� ت� مق� ال�Artinya :

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

"Tidak ada sesuatupun (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-

isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu

menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu memberikan mut'ah

(pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut

kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula),

yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan

ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan." (Al-Baqarah :

236).

Dari contoh-contoh ijtihad yang dilakukan oleh

Rasulullah SAW, demikian pula oleh para sahabatnya baik

di kala Rasulullah SAW masih hidup atau setelah beliau

wafat, tampak adanya cara-cara yang digunakannya,

sekalipun tidak dikemukakan dan tidak disusun kaidah-

kaidah (aturan-aturan)nya; sebagaimana yang kita kenal

dalam Ilmu Ushul Fiqh ; karena pada masa Rasulullah

SAW, demikian pula pada masa sahabatnya, tidak

dibutuhkan adanya kaidah-kaidah dalam berijtihad dengan

kata lain pada masa Rasulullah SAW dan pada masa

sahabat telah terjadi praktek berijtihad, hanya saja

pada waktu-waktu itu tidak disusun sebagai suatu ilmu

yang kelak disebut dengan Ilmu Ushul Fiqh karena pada

waktu-waktu itu tidak dibutuhkan adanya. Yang demikian

itu, karena Rasulullah SAW mengetahui cara-cara nash

dalam menunjukkan hukum baik secara langsung atau tidak

langsung, sehingga beliau tidak membutuhkan adanya

kaidah-kaidah dalam berijtihad, karena mereka

mengetahui sebab-sebab turun (asbabun nuzul) ayat-ayat

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

Al-Qur'an, sebab-sebab datang (asbabul wurud) Al-

Hadits, mempunyai ketazaman dalam memahami rahasia-

rahasia, tujuan dan dasar-dasar syara' dalam menetapkan

hukum yang mereka peroleh karena mereka mempunyai

pengetahuan yang luas dan mendalam terhadap bahasa

mereka sendiri (Arab) yang juga bahasa Al-Qur'an dan

As-Sunnah. Dengan pengetahuan yang mereka miliki itu,

mereka mampu berijtihad tanpa membutuhkan adanya

kaidah-kaidah.

2.1.3 Pada Masa Tabi’in

Pada masa tabi'in, tabi'it-tabi'in dan para imam

mujtahid, di sekitar abad II dan III Hijriyah wilayah

kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas, sampai ke

daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan

bangsa Arab atau tidak berbahasa Arab dan beragam pula

situasi dan kondisinya serta adat istiadatnya. Banyak

diantara para ulama yang bertebaran di daerah-daerah

tersebut dan tidak sedikit penduduk daerah-daerah itu

yang memeluk agama Islam. Dengan semakin tersebarnya

agama Islam di kalangan penduduk dari berbagai daerah

tersebut, menjadikan semakin banyak persoalan-persoalan

hukum yang timbul. Yang tidak didapati ketetapan

hukumnya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Untuk itu para

ulama yang tinggal di berbagai daerah itu berijtihad

mencari ketetapan hukumnya.

Karena banyaknya persoalan-persoalan hukum yang timbul

dan karena pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dalam

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

berbagai bidang yang berkembang dengan pesat yang

terjadi pada masa ini, kegiatan ijtihad juga mencapai

kemajuan yang besar dan lebih bersemarak.

Dalam pada itu, pada masa ini juga semakin banyak

terjadi perbedaan dan perdebatan antara para ulama

mengenai hasil ijtihad, dalil dan jalan-jalan yang

ditempuhnya. Perbedaan dan perdebatan tersebut, bukan

saja antara ulama satu daerah dengan daerah yang lain,

tetapi juga antara para ulama yang sama-sama tinggal

dalam satu daerah.Kenyataan-kenyataan di atas mendorong

para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah syari'ah yakni

kaidah-kaidah yang bertalian dengan tujuan dan dasar-

dasar syara' dalam menetapkan hukum dalam berijtihad.

Demikian pula dengan semakin luasnya daerah

kekuasan Islam dan banyaknya penduduk yang bukan bangsa

Arab memeluk agama Islam. Maka terjadilah pergaulan

antara orang-orang Arab dengan mereka. Dari pergaulan

antara orang-orang Arab dengan mereka itu membawa

akibat terjadinya penyusupan bahasa-bahasa mereka ke

dalam bahasa Arab, baik berupa ejaan, kata-kata maupun

dalam susunan kalimat, baik dalam ucapan maupun dalam

tulisan. Keadaan yang demikian itu, tidak sedikit

menimbulkan keraguan dan kemungkinan-kemungkinan dalam

memahami nash-nash syara'. Hal ini mendorong para ulama

untuk menyusun kaidah-kaidah lughawiyah (bahasa), agar

dapat memahami nash-nash syara' sebagaimana dipahami

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

oleh orang-orang Arab sewaktu turun atau datangnya

nash-nash tersebut.

Dengan disusunnya kaidah-kaidah syar'iyah dan

kaidah-kaidah lughawiyah dalam berijtihad pada abad II

Hijriyah, maka telah terwujudlah Ilmu Ushul

Fiqh.Dikatakan oleh Ibnu Nadim bahwa ulama yang pertama

kali menyusun kitab Ilmu Ushul Fiqh ialah Imam Abu

Yusuf -murid Imam Abu Hanifah- akan tetapi kitab

tersebut tidak sampai kepada kita.

Diterangkan oleh Abdul Wahhab Khallaf, bahwa ulama

yang pertama kali membukukan kaidah-kaidah Ilmu Ushul

Fiqh dengan disertai alasan-alasannya adalah Muhammad

bin Idris asy-Syafi'iy (150-204 H) dalam sebuah kitab

yang diberi nama Ar-Risalah. Dan kitab tersebut adalah

kitab dalam bidang Ilmu Ushul Fiqh yang pertama sampai

kepada kita. Oleh karena itu terkenal di kalangan para

ulama, bahwa beliau adalah pencipta Ilmu Ushul Fiqh.

2.2 MUNCULNYA USHUL FIQHDAN TAHAPAN PERKEMBANGNYA

Secara garis besarnya, ushul fiqh dapat di bagi

dalam tiga tahapan yaitu:

2.2.1 Tahap Awal (abad 3H)

Pada abad 3 H di bawah pemerintahan Abassiyah

wilayah Islam semakin meluas kebagian timur.khalifah-

khalifah yang berkuasa dalam abad ini adalah : Al-

Ma'mun(w.218H), Al-Mu'tashim(w.227H), Al Wasiq(w.232H),

dan Al-Mutawakil(w.247H) pada masa mereka inilah

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

terjadi suatu kebangkitan ilmiah dikalangan Islam yang

dimulai dari kekhalifahan Arrasyid. salah satu hasil

dari kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan Islam

ketika itu adalah berkembangnya bidang fiqh yang pada

giliranya mendorong untuk disusunya metode berfikir

fiqih yang disebut Ushul Fiqh.

Seperti telah dikemukakan, kitab Ushul Fiqh yang

pertama-tama tersusun seara utuh dan terpisah dari

kitab-kitab fiqh ialah Ar-Risalah karangan As-Syafi'i.

kitab ini dinilai oleh para ulama sebagai kitab yang

bertnilai tinggi. Ar-Razi berkata "kedudukan As-Syafi'i

dalam ushul fiqh setingkat dengan kedudukan Aristo

dalam ilmu Manthiq dan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad

dalam ilmu Ar-rud".

Ulama sebelum As-Syafi'i berbicara tentang masalah-

masalah ushul fiqh dan menjadikanya pegangan, tetapi

mereka belum memperoleh kaidah-kaidah umum yang menjadi

rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syari'at dan cara

memegangi dan cara mentarjih kanya: maka datanglah Al-

Syafi'i menyusun ilmu ushul fiqih yang merupakan

kaidah-kaidah umum yang dijadikan rujukan-rujukan untuk

mengetahui tingkatan-tingkatan dalil syar'I, kalaupun

ada orang yang menyusun kitab ilmu ushul fiqh sesudah

As-Syafi;I, mereka tetap bergantung pada Asy-Syafi'i

karena Asy-Syafi'ilah yang membuka jalan untuk pertama

kalinya.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

Selain kitab Ar-Risalah pada abad 3 H telah

tersusun pula sejumlah kitab ushu fiqh lainya. Isa Ibnu

Iban (w.221H/835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas.

Khabar Al-Wahid, ijtihad ar-ra'yu. Ibrahim Ibnu Syiar

Al-Nazham (w.221H/835M) menulis kitab An-Nakl dan

sebagainya.

Namun perlu diketahui pada umumnya kitab ushul-fiqh

yang ada pada abad 3 h ini tidak mencerminkan

pemikiran-pemikiran ushul fiqh yang utuh dan mencakup

segala aspeknya kecuali kitab Ar-Risalah itu sendiri.

Kitab Ar-Risalah lah yang mencakup permasalahan-

permasalahan ushuliyah yang menjadi pusat perhatian

Para Fuqoha pada zaman itu.

Disamping itu, pemikiran ushuliyah yang telah ada,

kebanyakan termuat dalam kitab-kitab fiqh, dan inilah

salah satu penyebab pengikut ulama-ulama tertentu

mengklaim bahwa Imam Madzhabnya sebagai perintis

pertama ilmu ushul fiqh tersebut. Golongan Malikiyah

misalnya mengklaim imam madzhabnya sebagai perintis

pertama Ushul Fiqh dikarenakan Imam Malik telah

menyinggung sebagian kaidah-kaidah ushuliyyah dalam

kitabnya Al Muwatha. Ketika ia ditanya tentang

kemungkinan adanya dua hadits shoheh yang berlawanan

yang datang dari Rasulluloh pada saat yang sama, Malik

menolaknya dengan tegas, karena ia berperinsip bahwa

kebenaran itu hanya terdapat dalam satu hadits saja

2.2.2 Tahap Perkembangan (abad 4 H)

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

Pada masa ini abad(4H) merupakan abad permulaan

kelemahan Dinasty abaSsiyah dalam bidang politik.

Dinasty Abasiyah terpecah menjadi daulah-daulah kecil

yang masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun

demikian tidak berpengaruh terhadap perkembangan

semangat keilmuan dikalangan para ulama ketika itu

karena masing-masing penguasa daulah itu berusaha

memajukan negrinya dengan memperbanyak kaum

intelektual.

Khusus dibidang pemikiran Fiqh Islam pada masa ini

mempunyai karakteristik tersendiri dalam kerangka

sejarah tasyri' Islam. Pemikiran liberal Islam

berdasarkan ijtihad muthlaq berhenti pada abad ini.

mereka mengangagap para ulama terdahulu mereka suci

dari kesalahan sehingga seorang faqih tidak mau lagi

mengeluarkan pemikiran yang khas, terkecuali dalam hal-

hal kecil saja, akibatnya aliran-aliran Fiqh semakin

mantap exsitensinya, apa lagi disertai fanatisme

dikalangan penganutnya. Hal ini ditandai dengan adanya

kewajiban menganut madzhab tertentu dan larangan

melakukan berpindahan madzhab sewaktu-waktu.

Namun demikian, keterkaitan pada imam-imam

terdahulu tidak dikatakan taqlid, karena masing-masing

pengikut madzhab yang ada tetap mengadakan kegiatan

ilmiah guna menyempurnakan apa yang dirintis oleh para

pendahulunya.dengan melakukan usaha antara lain:

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

1. Memperjelas ilat-ilat hukum yang di

istinbathkan oleh para imam mereka mereka

disebut ulama takhrij

2. Mentarjihkan pendapat-pendapat yang berbeda

dalam madzhab baik dalam segi riwayat dan

dirayah.

3. Setiap golongan mentarjihkanya dalam berbagai

masalah khilafiyah. Mereka menyusun kitab al-

khilaf.

Akan tetapi tidak bisa di ingkari bahwa pintu

ijtihad pada periode ini telah tertutup, akibatnya

dalam perkembangan Fiqh Islam adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan para ulama terbatas terbatas dalam

menyampaikan apa yang telah ada, mereka

cenderung hanya mensyarahkan kitab-kitab

terdahulu atau memahami dan meringkasnya.

2. Menghimpun masalah-masalah furu yang sekian

banyaknya dalam uaraian yang sungkat

3. Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam

beberapa masalah permasalahan.

Keadaan tersebut sangat, jauh berbeda di bidang

Ushul Fiqh. Terhentinya ijtihad dalam Fiqh dan adanya

usaha-usaha untuk meneliti pendapat-pendapat para ulama

terdahulu dan mentarjihkanya. Justru memainkan peranan

yang sangat besar dalam bidang ushul fiqh.

Sebagai tanda berembangnya ilmu ushul fiqh dalam

abad 4 H ini ditandai dengan munculnya kitab-kitab

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

ushul fiqh yang merupakan hasil karaya ulama-ulama fiqh

diantara kitab yan terekenal adalah:

1. Kitab Ushul Al-Kharkhi, ditulis oleh Abu Al-

Hasan Ubaidillah Ibnu Al-Husain Ibnu Dilal

Dalaham Al-Kharkhi (w.340H.)

2. Kitab Al –Fushul Fi-Fushul Fi-Ushul, ditulis

oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Baker Ar-Razim yang

juga terkenal dengan Al-Jasshah (305H.)

3. Kitab Bayan Kasf Al-Ahfazh, ditulis oleh abu

Muhammad Badr Ad-Din Mahmud Ibnu Ziyad Al-

Lamisy Al-Hanafi.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dalam

perkembangan Ushul Fiqh pada abad 4 H yaitu munculnya

kitab-kitab Ushul Fiqh yang membahas Ushul Fiqh secara

utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi

pada masa-masa sebelumnya. Kalaupun ada yang membahas

hanya kitab-kitab tertentu, hal itu semata-mata untuk

menolak atau memperkuat pandangan tertentu dalam

masalah itu.

Selain itu materi berpikir dan penulisan dalam

kitab-kitab yang ada sebelumnya dan menunjukan bentuk

yang lebih sempurna, sebagaimana dalam kitab fushul-fi

al-ushul karya abu baker ar-razi hal ini merupakan

corak tersendiri corak tersendiri dalam perkembangan

ilmu Ushul Fiqh pada awal abad 4 H, juga tampak pula

pada abad ini pengaruh pemikiranyang bercorak filsafat,

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

khususnya metode berfikir menurut ilmu manthiq dalam

ilmu Ushul Fiqih.

2.2.3 Tahap Penyempurnaan ( 5-6 H )

Kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan

lahirnya beberapa daulah kecil, membawa arti bagi

perkembanangan peradaban dunia Islam. Peradaban Islam

tak lagi berpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota

seperti Cairo, Bukhara, Ghaznah, dan Markusy. Hal itu

disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan,

raja-raja penguasa daulah-daulah kecil itu terhadap

perkembangan ilmu dan peradaban.

Hingga berdampak pada kemajuan dibidang ilmu Ushul

Fiqih yang menyebabkan sebagian ulama memberikan

perhatian khusus untuk mndalaminya, antara lain Al-

Baqilani, Al-Qhandi, abd. Al-jabar, abd. Wahab Al-

Baghdadi, Abu Zayd Ad Dabusy, Abu Husain Al Bashri,

Imam Al-Haramain, Abd. Malik Al-Juwani, Abu Humaid Al

Ghazali dan lain-lain. Mereka adalah pelopor keilmuan

Islam di zaman itu. Para pengkaji ilmu keislaman di

kemudian hari mengikuti metode dan jejak mereka, untuk

mewujudkan aktivitas ilmu ushul fiqih yang tidak ada

bandinganya dalam penulisan dan pengkajian keislaman,

itulah sebabnya pada zaman itu, generasi Islam pada

kemudian hari senantiasa menunjukan minatnya pada

produk-produk ushul fiqih dan menjadikanya sebagi

sumber pemikiran.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

Dalam sejarah pekembangan ilmu Ushul Fiqh pada abad

5 H dan 6 H ini merupakan periode penulisan Ushul Fiqh

terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang

mnjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu Ushul Fiqh

slanjutnya.

Kitab-kitab Ushul Fiqh yang ditulis pada zaman ini,

disamping mencerminkan adanya kitab Ushul Fiqh bagi

masing-masing madzhabnya, juga menunjukan adanya

alioran Ushul Fiqh, yakni aliran hanafiah yang dikenal

dengan aliran fuqoha, dan aliran Mutakalimin

2.3 ALIRAN-ALIRAN USHUL FIQH

2.3.1 Aliran Syafi’iyah dan Jumhur Mutakalimin

(Ahli Kalam)

Membangun usul fiqih secara teoritis murni tanpa

dipengaruhi oleh masalah-masalah cabang keagamaan.

Dalam menetapkan kaidah,menggunakan alasan yang

kuat,baik dari dalil naqli/aqli,tanpa di pengaruhi

masalah furu’ madzhab,sehingga kaidah ada kalanya

sesuai dan sesuai dengan masalah furu’. Permasalahan

yang di dukung naqli dapat di jadikan kaidah.

Terlalu difokuskan pada masalah teoritis,sering

tidak bisa menyentuh permasalahan praktis. Aspek bahasa

sangat dominan seperti penentuan tentang tahsin

(menganggap sesuatu itu baik dan dicapai akal atau

tidak),dan taqbih (menanggap sesuatu itu buruk dan

dicapai akal atau tidak ). Biasanya berkaitan dengan

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

pembahasan tentang hakim (pembuat hukum syara) yang

berkaitan pula dengan masalah aqidah. Seringkali

terjebak terhadap masalah yang tidak mungkin terjadi

dan terhadap kema’shuman Rosulallah SAW.

Kitab : Ar-Risalah (Imam Asy-Syafi’i), Al-Mu’tamad

(Abu Al-husain muhammad ibnu Ali Al-Bashri), Al-Burhabn

fi usul fiqih (Imam Al-Haramain Al-Jawaini),Al-mankhul

min ta’liqat Al-Ushul,Shifa Al-ghalil fi Bayan Asy-

Syabah wa Al-Mukhil wa Masalik At-Ta’lil,Al-Mushfa fi

ilmi Al-Ushul (Imam Abu Hamid Al-Ghazali).

2.3.2 Aliran Fuqaha (Ulama Madzhab Hanafi )

Karena dalam menyusun teorinya aliran ini banyak di

pengaruhi oleh furu’ yang ada dalam mazhab mereka.

Berusaha untuk menetapkan kaidah-kaidah yang mereka

susun terhadap furu’ apabila sulit,mereka mengubah

kaidah baru agar bisa diterapkan pada masalah furu’

tersebut.

Kitab : Al-ushul (Imam Abu Hasan Al-karkhi), Al-

ushul (Abu Bakar Al-Jashshash),Ushul Al-sarakhsi (Imam

Al-sarakhsi), ta’sis n-nazhar (Imam Abu Zaid Al-Dabusi)

dan Al-kasyaf Al-Asrar (Imam Al-Bazdawi).

Kitab-kitab ushul yang menggabungkan kedua teori :

1. At-tahrir disusun oleh kalam Ad-din Ibnu Al-

Humam Al-Hanafi (w.861 H)

2. Tanqih al-ushul ,disusun oleh Shadr Asy-

Syari’ah (w.747.H)

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

3. Jam’u Al-Jawami , disusun oleh Taj Ad-din Abdul

Al-Wahab As-Subki Asy-Syafi’i (w.771 H)

4. Musallam Ats-tsubut, disusun oleh Muhibullah

Ibnu Abd.Al-Syakur (w.1119 H) (Ad-Dimasyqi :

42-43)

2.4 KARYA ILMIAH USUL FIQH

Aliran fuqaha, munculah nama-nama usuiy berikut

karyanya, antara lain, seperti di bawah ini. 1

1. Abu al-hasanUbaidillah al-Karakhi (w.340 H),

dengan karyanya Risalt al-Karakhi fi al Usul.

2. Abu Bakr Ahmad al- Jashhash (w.370), dengan

karyanya al-Usul atan Usul al-Jassas.

3. Abu Zayd Abdillah al-Dabusi (w.430), dengan

karyanya taqwin al-adilllah

4. Abu al- Hasan Ali al-Bazdawi (w.482), dengan

karyanya Kanz al-wusul ila Ma’rifat al-Usul

5. Abu Bakr Muhammad al-Sarkhasi (w.483), dengan

karyanya al-Usul atau Usul al-Sarkhasi

6. Abu al-Barakat Abdillah Hafizudddin al-Nasafi,(

710), dengan karyanya Manar al-Anwar, yang

kemudian diberi syarah oleh beliau sendiri

dengan judul Kasyf al-Asrar Syarh Manar al-

Anwar.

Sementara dari aliran moderat-kompromistis, muncul

pula nama-nama usuliy berikut karyanya antara lain,

seperti di bawah ini. 2

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

1. Muzhafaruddin Ahmad al-Hanafi (w.649H), populer

dengan panggilan Ibnu al-sa’ati, dengan

karyanya Badi’al al-Nizam al-Jami’ bain al-Bazdawi wa al-

Ihkam

2. Shadr al-Syari’ah Ubaidillah al-Hanafi (w. 747

H) dengan karyanya al-tanqih. Kitab ini kemudian

diberi syarah oleh Sa`duddin Mas1ud al-

Taftazani melalui karyanya al-Talwih Syarh al- tanqih.

3. Tajuddin al-Subki (w. 771 H), dengan karyanya

Jam’al-Jawamu’.

4. Kamaluddin Muhammad al-Hanafi (w.861 H),

populer dengan panggilan al-kamal bin al-

Hummam, dengan karyanya al-Tahri.

5. Muhibbuddin al-Bihari al-Hanafi (w.1119 H),

dengan karyanya Musallam al-Tsubut. Kitab ini

kemudian diberi syarah oleh Abdul Ali Muhammad

al-Anshari melalui karyanya Fawatih al-Rahmat.

Varian lain dari aliran moderat-kompromistis ii

ialah pola pikir yang bertumpu pada takhrij al-furu ‘ala al-

usul. Varian poapikir ini dimunculkan oleh ulama usuliy

kondang berikut karyanya, antara lain, yaitu sebagai

berikut:3

1. Syihabudin Mahmud al-zanjani (w.656 H), dengan

karyanya takhrij al-Furu ‘ala al-Usul.

2. Abu Abdillah Muhammad al Maliki al-Tilimsani

(w.771H), dengan karyanya miftah al-Wusul ila Bina al-

Furu ‘ala al-Usul.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

3. Jamaluddin Abdurrahim al-Isnawi al-syafi’i

(w.772H), al-Tamhid fi Takhrij al-Furu ‘ala al-Usul.

4. Muhammad bin Abdillah al-Timirtasyi al-Hanafi

(w.1004 H), dengan karyanya al-Wusul ila Qawa’id al-

Usul.

5. Ali bin Muhammad Al-Hanbali (w. 803 H), populer

dengan panggilan Ibnu al-Lahham, dengan

karyanya al-Qawa’id wa al-Fawai’id al-Usuliyyah.

Demikian sebagian tokoh pemikir Ushul Fiqh berikut

karyanya, yang lahir mengiringi dinamika sejarah Ushul

Fiqh, sebagai salah satu tonggak penting ilmu syariah.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

1. Lihat Musthafa Sa’id al-Khin, Dirasat Tarikhiyah li

al-Fiqh wa Usulihi wa al-Ittijahat Zaharat Fihina.

Hlm. 205-207

2. Lihat Musthafa Sa’id al-Khin, Dirasat Tarikhiyah li

al-Fiqh wa Usulihi wa al-Ittijahat Zaharat Fihina.

Hlm. 209-216

3. Lihat Musthafa Sa’id al-Khin, Dirasat Tarikhiyah li

al-Fiqh wa Usulihi wa al-Ittijahat Zaharat Fihina.

Hlm. 209-216

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari penjelasan-penjelsan di atas dapat disimpulkan

:

1. Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa

sejak zaman Rasulullah SAW, Sahabat, tabi’in

dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami

perkembangan. Namun demikian, corak atau metode

pemikiran belum terbukukan dalam tulisan yang

sistematis. Dengan kata lain, belum terbentuk

sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

2. Karena timbulnya berbagai persoalan yang belum

diketahui hukumnya. Untuk itu, para ulama Islam

sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang

sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam

menggali dan menetapkan hukum maka disusunlah

kitab Ushul Fiqh.

3. Bahwa kegiatan ulama dalam penulisan Ushul Fiqh

merupakan salah satu upaya dalam menjaga

keasrian hukum syara. Dan menjabarkanya

kehidupan sosial yang berubah-ubah itu,

kegiatan tersebut dimuali pada abad ketiga

hijriyah. Ushul Fiqh terus berkembang menuju

kesempurnaanya hingga abad kelima dan awal abad

6H abad tersbut merupakan abad keemasan

penulisan ilmu Ushul Fiqh karena banyak ulama

yang memusatkan perhatianya pada bidang Ushul

Fiqh dan juga muncul kitab-kitab Fiqh yang

menjadi standar dan rujukan untuk Ushul Fiqh

selanjutnya.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

6

DAFTAR PUSTAKA

Rahmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung,

2007

Hasim Kamali, Muhammad, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam,

Pustaka Pelajar Offset, 1996

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I