Kitab Ar-risalah dan Kelahiran Ushul Fiqh

31
Makalah Sejarah Ushul Fiqh KITAB AR-RISALAH DAN KELAHIRAN USHUL FIQH Disusun oleh: Maksalmina 25131840-2 Dosen Pembimbing: Dr. Ridwan Nurdin, MCL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY 1

Transcript of Kitab Ar-risalah dan Kelahiran Ushul Fiqh

Makalah Sejarah Ushul Fiqh

KITAB AR-RISALAH DAN KELAHIRAN USHUL FIQHDisusun oleh:

Maksalmina25131840-2

Dosen Pembimbing:Dr. Ridwan Nurdin, MCL

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

1

DARUSSALAM-BANDA ACEH2014

2

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ingin mengucapkan puji dan

syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberi

nikmat pada penulis sehingga makalah ini dapat

diselesaikan. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih

kepada bapak pembimbing dan seluruh pihak yang telah

membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini

dan berbagai sumber yang telah penulis pakai. Penulis

mengakui bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai

keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak

ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna.

Begitu pula dengan makalah ini yang telah penulis

selesaikan. Tidak semua hal dapat penulis deskripsikan

dengan sempurna dalam makalah ini.

Penulis melakukannya semaksimal mungkin sebatas

kemampuan yang penulis miliki. Penulis memiliki

keterbatasan dan juga kekurangan, dan bersedia menerima

kritik juga saran yang membangun dari pembaca yang

budiman, sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki

makalah penulis di masa mendatang. Semoga makalah

berikutnya dan makalah yang lain dapat diselesaikan

dengan hasil yang lebih baik.

3

Dengan menyelesaikan makalah ini penulis

mengharapkan banyak manfaat yang dapat dipetik dan

diambil dari makalah ini. Semoga dengan adanya materi

dalam makalah ini dapat menambah wawasan kita semua.

Banda Aceh, 14 Juni 2014

Penulis

Maksalmina

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................... 2

DAFTAR ISI .......................................... 3

BAB SATU : PENDAHULUAN............................. 4

A. Latar Belakang Masalah 4B. Rumusan Masalah 6C. Tujuan Penelitian 7

BAB DUA : PEMBAHASAN............................. 3A. Keadaan Ushul Fiqh sebelum Adanya Kitab Ar-

risalah 3

4

B. Isi Utama Kitab Ar-Risalah12

C. Perbandingan Isi Kitab Ar-Risalah dengan KitabUshul Fiqh Saat Ini.............................. 17

BAB TIGA : PENUTUP................................. 19

A. Kesimpulan 19

DAFTAR PUSTAKA...................................... 20

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu

ushul fiqh tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak

pada Alquran dan sunnah, ushul fiqh tidak timbul dengan

5

sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman

Rasulullah saw dan sahabat. Masalah utama yang menjadi

bagian ushul fiqh, seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan

takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah saw dan sahabat.

Pada masa Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan

kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-hukum syar’i,

semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada

Rasulullah saw melalui penjelasan beliau mengenai

alquran, atau melalui sunnah beliau.

Pada masa tabi’in cara mengistibath hukum semakin

berkembang. Diantara mereka ada yang menempuh metode

masalah atau metode qiyas di samping berpegang pula pada

fatwa sahabat sebelumnya. Pada masa tabi’in inilah mulai

tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai

konsekuensi logis dari perbedaan metode yang digunakan

oleh para ulama ketika itu.

Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa

sesudah tabi’in atau pada masa Al-a’immat Al-Mujtahidin.

Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath yang

digunakan juga semakin jelas bentuknya. Abu Hanifah

misalnya menempuh metode qiyas dan istihsan. Sementara

imam Malik berpegang pada amalan mereka lebih dapat

dipercaya dari pada hadis ahad.

6

Adapun setelahnya yaitu imam Syafi’i. Imam Syafi’i

adalah imam yang ketiga menurut susunan tarikh kelahiran.

Beliau adalah pendukung terhadap ilmu hadis dan pembantu

dalam agama(mujtahid) dalam abad kedua hijriah.1 Masa

hidup imam Syafi’i ialah semasa pemerintah abbasyiah,

masa ini adalah suatu asal permulaan dalam perkembangan

ilmu pengetahuan sebagaimana telah diketahui, pada masa

ini juga penerjemah kitab mulai banyak. Ilmu filsafat

juga dipindahkan, ilmu yang disusun dan berbagai paham

telah timbul dalam masyarakat Islam. Kerajaan Islam mulai

luas dan berdiri kota yang besar dan megah. Dibangun

gedung-gedung besar sebagai gudang ilmu pengetahuan

seperti di kota Baghdad, Kuffah, Busrah, Damsyik, Fusrat,

Qartubah, Qairawan, dan lainnya.2

Nama lengkap Imam Syafi’i adalah Abu Abdillah

Muhammad Idrisibn Abbas ibn Syafi’i ibn Said ibn ‘Ubaid

bin Yazid ibn Hasyim ibn Abdi Al-Muthalib ibn Abd Al-

Manaf ibn Qushay al-Quraisyiy. Ia dilahirkan di Ghazza

sebelah selatan dari Palestina pada bulan Rajab tahun 150

H (767 M). Menurut satu riwayat, pada tahun itu juga

wafat Abu Hanifah. Imam Syafi’i meninggal di Mesir pada

1 Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Mazhab, Hanafi, Maliki,Syafi’i, Hanbali, Cet. V, (Jakarta: Amzah, 2008), h. 139.

2 Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan....., h. 141.

7

tahun 204 H (819 M).3 Kampung halamannya bukan Ghazza

Palestina, melainkan di Mekkah (Hijaz). Dahulunya ibu-

bapak beliau datang ke Ghazza untuk suatu keperluan, dan

tidak lama kemudian beliau lahir.4

Imam Syafi’i lahir pada malam meninggalnya Abu

Hanifah.5 Ia mempunyai dua prinsip yang dikenal dengan

qaul qadim dan qaul jadid. Ia belajar kepada ulama-ulama

besar yang ada pada zamannya. Ada dua karangan imam

Syafi’i yang cukup terkenal yaitu kitab Al-Umm dan Ar-

Risalah.6

Pada tahun 195 H imam Syafi’i kembali ke Baghdad

setelah ia menguasai semua ilmu bidang fiqh. Oleh sebab

itu, banyak ulama dan orang-orang pandai juga ahli fiqh

datang menemuinya, dimasa itulah beliau mulai menyusun

kitab Ar-Risalah yang dimuatkan di dalamnya beberapa

prinsip tentang ilmu ushul fiqh, 7karena kitab inilah

imam Syafi’i dianggap sebagai bapak ushul fiqh. Fakh al-

3 Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Cet. I,(Jakarta: Logos, 1997), h. 120.

4 Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Cet. XV,(Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2006), h.19.

5 Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan....., h. 141-142.

6 Jalaluddin, Al-Mahalli min Hajith Thalibin, Juz. I, (Semarang: TohaPutra, t.th), h. 20.

7 Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i Biografi dan Pemikirannya dalamMasalah Aqidah, Politik, dan Fiqh, (Jakarta: Lentera, 2005), h. 256.

8

din al-Razi berpendapat bahwa nisbah Syafi’i terhadap

ushul fiqh seperti nisbah aristoteles terhadap ilmu

mantiq, dan nisbah al-Khalil bin Ahmad terhadap ilmu

urudh.8

Adapun sebab beliau menyusun kitab ini dikarenakan

menerima tuntutan dari penguasa pada masa itu, yaitu

Abdurrahman bin Al-Mahdi. Khalifah ini sangat takjub

dengan kitab Ar-Risalah, ia berkata “Aku tidak menyangka

bahwa Allah telah menjadikan orang lain sepertinya

(sangat alim)”.

Imam Syafi’i mengulangi penyusunan kitab Ar-Risalah

ketika beliau mengembara ke Negeri Mesir, pada tahun 199

H, adapaun yang mengatakan pada tahun 200 H. Imam An-

Nawawi membenarkan kedua pendapat tersebut serta beliau

menyatukan antara keduanya dengan kata, bahwa beliau

mengembara pada akhir tahun 199 H yang berarti permulaan

tahun 200 H.9

B. Rumusan Masalah

8

? Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qawl Qadim dan QawlJadid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 44.

9

? Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i....., h. 53.

9

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas

bebeapa hal yang menyangkut dengan kitab Ar-Risalah,

yaitu:

1. Bagaimana keadaan ushul fiqh sebelum adanya kitab

Ar-Risalah?

2. Bagaimana isi pokok kitab Ar-Risalah?

3. Bagaimana perbandingan isi kitab Ar-Risalah dengan

kitab ushul fiqh saat ini?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembahasan ini yaitu:

1. Untuk menjelaskan bagaimana keadaan ushul fiqh

sebelum adanya kitab Ar-Risalah?

2. Untuk menjelaskan bagaimana isi pokok kitab Ar-

Risalah?

3. Untuk menjelaskan bagaimana perbandingan isi kitab

Ar-Risalah dengan kitab ushul fiqh saat ini?

10

BAB DUAPEMBAHASAN

A. Keadaan Ushul Fiqh sebelum Adanya Kitab Ar-risalah

Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang berisikan

tentang kaidah-kaidah yang menjelaskan mengenai cara-cara

mengistinbathkan hukum dari dalil-dalinya. Melalui ushul

fiqhlah para mujtahid mampu mengistinbathkan hukum dari

sumber aslinya, yaitu alquran dan sunnah secara benar.

11

Secara praktis ilmu ushul fiqh lahir bersamaan dengan

ilmu fiqh, meskipun penyusunan ilmu fiqh lebih duluan

lahir daripada ushul fiqh. Fiqh lahir sejak masa sahabat

setelah Rasulullah saw wafat, sejak saat itu ushul fiqh

sudah mulai digunakan sahabat dalam mengistinbathkan

hukum dan melahirkan hukum. Pada masa itu ilmu ini belum

dinamakan ilmu ushul fiqh.10 Pada masa awal ushul fiqh

belum ditadwinkan, hanya dijadikan sebagai metode untuk

mengistinbatkan hukum yang ada dalam alquran dan sunnah

secara pemahaman saja.

Salah satu sahabat yang mulai menggunakan ushul fiqh

yaitu Umar mengenai harta ghanimah.11 Pada masa tabi’in

ushul fiqh semakin berkembang dan sudah mulai digunakan

dalam banyak kesempatan, sehingga akhirnya pada masa imam

Syafi’i mulai dibukukan atas permintaan seorang raja yang

berkuasa pada masa. Di samping itu ada beberapa sebab

lain dibukukan ushul fiqh, antara lain adalah:

1. Adanya perdebatan sengit antara madrasah Irak dan

madrasah Hijaz.

10 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Zikrul MediaIntelektual, 2004), h. 4.

11

? Amir Syarifuddin, Ushul....., h. 12.

12

2. Mulai melemahnya kemampuan bahasa Arab di sebagian

umat Islam akibat interaksi dengan bangsa lain

terutama Persia.

3. Munculnya banyak persoalan yang belum pernah terjadi

sebelumnya dan memerlukan kejelasan hukum, sehingga

kebutuhan akan ijtihad semakin mendesak.12

Kitab ini ditulis dua kali oleh imam Syafi’i, yang

pertama ditulis sebelum beliau dating ke Mesir dan

terkenal dengan sebutan ar-Risalah al-Qadimah (kitab risalah

lama). Yang kedua, ditulis di Mesir dan dinamakan dengan

ar-Risalah al-Jadidah (kitab risalah baru). 13

Istilah qaul qadim dan qaul jadid ini muncul setelah era

kehidupan intelektual imam Syafi’i di Mesir, bagian akhir

dalam perjalanan hidupnya, tepatnya setelah peluncuran

salah satu karya monumentalnya yang berjudul Al-Umm.

Perkembangan fiqh Imam Syafi’i sesungguhnya dapat

dipetakan dalam empat fase penting. Pertama, fase per-

siapan dan pembentukan. Kedua, fase peluncuran dan

pengenalan Madzhab qaul qadim. Ketiga, fase penyempurnaan

dan pengukuhan Madzhab qaul jadid. Keempat, fase verifikasi

dan otentifikasi. Kesemuanya ini berlangsung selama 25

tahun, tepatnya sejak wafatnya imam Malik, salah seorang

12 Amir Syarifuddin, Ushul....., h. 1313 Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi Imam Syafi’i,

(Jakarta: Hikmah, 2008), h. 632.

13

guru imam Syafi’i, hingga akhir hayat sang imam ini.

Khusus fase ke-4, berlangsung sesudah masa hidupnya,

yakni masa kibar at-talamidz (para murid utama).

Sebagai kata, qaul artinya ucapan, perkataan, atau

pendapat. Qadim artinya yang lama, atau yang lalu.

Sedangkan jadid lawan kata qadim, artinya yang baru, atau

yang terkini. Sebagai istilah, qaul qadim adalah buah-buah

pemikiran Imam Syafi’i yang disampaikannya dan

dibukukannya sejak kunjungannya ke Baghdad yang kedua

pada tahun 195 H/811 M, sampai kedatangannya ke Mesir

tahun 199 H/815 M.

Pembukuan pemikirannya di era Baghdad ini terlihat

pada sejumlah karyanya, seperti kitab Al-Hujjah dan Ar-

Risalah. Kitab Ar-Risalah disusun di Baghdad atas permintaan

Abdurrahman bin Mahdi di Makkah, yang mengusulkan kepada

imam Syafi’i untuk menulis sebuah kitab yang menerangkan

al-quran, ijma’, nasikh (penghapusan/pembatalan hukum

syara’), mansukh (nash/hukum yang dibatalkan), dan hadits.

Itulah sebabnya ia dinamakan Ar-Risalah, yang artinya

sepucuk surat. Lantaran, sesudah selesainya didiktekan

kepada murid-muridnya, kitab ini dikirim seperti mengirim

surat kepada Abdurrahman bin Mahdi di Makkah.

Kedatangannya ke Baghdad yang kali kedua ini bukan

sebagai pelajar atau perantau, melainkan sebagai imam

14

mujtahid yang membawa madzhab fiqh baru yang belum pernah

diajarkan ulama sebelumnya.

Karakteristik qaul qadim adalah pemaparan pandangan

atau fatwa Imam Syafi’i yang mengikuti alur corak

pemikiran yang berkembang di Baghdad, yang terkenal

rasional. Di Baghdad, ia menuai ujian ilmiah yang memberi

dampak sangat besar sebagai proses asimilasi dan adaptasi

keilmuan, yang menghasilkan fatwa-fatwa yang disebut qaul

qadim ini. Perdebatan ilmiahnya berlangsung dengan

Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani, murid utama Imam

Nu’man bin Tsabit Al-Hanafi. Hal ini mempertajam pemikir-

an-pemikirannya, yang kemudian disambut dengan antusias

oleh ulama-ulama Baghdad. Akibatnya, banyak ulama yang

meninggalkan madzhab lamanya, dan beralih mengikuti

madzhab Syafi’i, seperti Imam Abu Tsaur, Imam Ahmad bin

Hanbal, Az-Za’farani, Al-Karabisi.14

Ibrahim Al-Harbi, salah seorang pengikut Syafi’i di

Baghdad, berkata, “Tatkala Syafi’i datang ke Baghdad, di

Masjid Jami’ Al-Gharbi terdapat 20 forum pengajian

(halaqah) fiqh rasional. Tetapi ketika hari Jum’at Asy-

Syafi’i menyampaikan pengajian fiqhnya, forum-forum

tersebut menghilang dan hanya tersisa tiga atau empat

forum.” 14 Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi….., h. 634.

15

Sedangkan qaul jadid, pendapat baru yang termaktub

dalam karya-karya baru Imam Syafi’i, terkemukakan selama

sisa hidup Syafi’i, yaitu sejak kedatangannya ke Mesir

tahun 199 H/815 M sampai dengan akhir hayatnya pada tahun

204 H/819M. Pandangan-pandangannya termaktub dalam

karyanya yang berjudul Al-Umm.15

Fase bagi kelahiran pandangan-pandangan baru imam

Syafi’i ini terhitung cukup singkat, yakni empat sampai

lima tahun saja. Namun fase ini termasuk fase yang

teramat penting sepanjang sejarah hidup dan perkembangan

fiqhnya. Bahkan fase ini dianggap sebagai masa

keberhasilan, kematangan, kegemilangan, dan produktivitas

yang tinggi, ditandai dengan semakin berkembangnya ilmu,

produk hukum, dan penggalian hukum menurut Syafi’i. Juga

diwarnai dengan banyaknya karya dan buku-buku imam

Syafi’i yang membuat nama besarnya menjadi lebih harum

lagi.

Di antara karya-karyanya yang memuat pandangan-

pandangan barunya ini ialah kitab Ar-Risalah al-Jadidah, Al-Amali,

Al-Qiyas, Ibthal al-Istihsan, Al-Musnad. Al-Qadhi Al-Marwazi, salah

seorang murid Imam Syafi’i, berkata, “Imam Syafi’i, guru

kami, telah mengarang 113 kitab dalam ilmu ushul, tafsir,

fiqh, hadis, dan sebagainya.” Fase ini merupakan

15 Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi….., h. 634.

16

penyempurnaan bagi pandangan yang telah ada sebelumnya.

madzhab fiqh imam Syafi’i ini disebut sebagai madzhab

fiqh yang pragmatis dan dinamis.

Perbandingan Dua Qaul

Penyebutan qaul qadim dan qaul jadid adalah berdasarkan

periode saja, karena sebenarnya Madzhab Syafi’i itu hanya

satu, bukan dua. Madzhab ini berkembang secara alamiah

sesuai dengan hukum kausalitas (sebab-akibat). Perlu

ditegaskan, pendapat lama dan pendapat baru fiqh Syafi’i

memiliki jumlah yang sangat banyak, karena berkaitan

dengan masalah furu’iyah (cabang agama), yang umumnya

disandarkan pada hasil ijtihad. Sementara ijtihad sendiri

bersifat kondisional, tidak konstan.

Para ulama masih berbeda pendapat mengenai jumlah

masalah yang dimenangkan qaul qadim terhadap qaul jadid.

Intinya, pendapat qaul qadim lebih unggul jumlahnya

daripada qaul jadid, sehingga pendapat qaul qadim lebih layak

untuk difatwakan. Imam An-Nawawi menjelaskan, “Sejumlah

pemuka Madzhab Syafi’i mengecualikan 20 masalah, dan

mereka berfatwa dengan qaul qadim. Mengenai jumlah

tepatnya, masih diperdebatkan.”16

16 Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi…., h. 635.

17

Pendapat Imam Syafi’i dalam versi qaul jadid bukan

berarti menganulir (menasakh) pendapat qaul qadim. Penda-

pat-pendapat itu merupakan perpanjangan ide dan

perkembangan pemikiran yang sesuai dengan hukum sababiyah

(kausalitas) dalam pembentukan suatu madzhab. Karena pada

saat Imam Syafi’i datang dan tinggal di Mesir, ia baru

menemukan dalil-dalil fiqh yang sebelumnya tidak

terpikirkan olehnya dan baru ditemuinya di Mesir. Hal

inilah yang mendorongnya melakukan revisi dan perbaikan

terhadap pendapat-pendapat lamanya.

Alhasil, apa yang dituangkan Imam Syafi’i dalam

pendapat dan pemikirannya itu sesuai dengan semangat yang

dipegangnya, “Al-Muhafazhah ‘alal qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil

ashlah”, menjaga otentisitas pandangan lama yang baik

seraya mengambil pandangan baru yang lebih baik.17

B. Isi Utama Kitab Ar-Risalah

Imam Syafi’i merupakan individu yang pertama

memiliki gagasan dan idea cemerlang berkenaan kaidah

penggalian hukum-hukum Islam, yang disusun dengan begitu

sistematik ke dalam sebuah karyanya yang diberi judul

“Al-Risalah”. Sebuah kitab bidang ushul fiqh, dianggap

sebagai kitab yang pertama disusun dalam bidangnya. Usaha17 Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi….., h. 635.

18

pembukuan ini bertepatan dengan pesatnya perkembangan

ilmu-ilmu pengetahuan dalam dunia Islam, berlangsung di

masa khalifah Harun Ar-Rasyid (145-193 H), dan puncaknya

adalah pada masa khalifah Al-Ma’mun (170-218H).18

Dengan lahirnya kitab ini, fase awal perkembangan

ilmu ushul fiqh pun bermula. Kitab ini menjadi suatu

rujukan utama ushul fiqh pada masa-masa seterusnya. Kitab

Ar-Risalah juga merangkum gambaran metodologi imam

Syafi’i dalam mencari, menyusun dan mengubah hukum-hukum

Islam secara sistematik. Kitab ini sangat cocok dan baik

digunakan sebagai rujukan utama bagi pelajar, mahasiswa,

peneliti, juga digunakan oleh ulama-ulama yang ada pada

masa itu.

Imam Abu Sa’id, Abdul Rahman bin Mahdi (135-198H)

berkata tentang kitab Ar-Risalah “Ketika aku melihat

kitab Ar-Risalah karya Syafi’i, aku tercengang karena aku

sedang melihat susunan bahasa seorang yang bijak, fasih

lagi penuh dengan nasihat sehingga aku memperbanyakkan

doa untuknya”.19

Imam Abu Ibrahim, Ismail bin Yahya bin Ismail al-

Mishri al-Muzani (246 H), yaitu murid imam Syafi’i

berkata: “Saya telah membaca kitab Ar-Risalah karya

18 Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar....., h. 122.19 Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah Karya Imam Syafi’i, (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2008), h. 4.

19

Syafi’i sebanyak 50 kali, setiap kali membacanya saya

selalu mendapat faedah yang berbeda-beda”.

Menurut imam Ahmad bin Hanbal “Kalau bukan karena

Syafi’i saya tidak akan mengetahui fiqh hadis”.

Demikianlah para sahabat sekaligus murid imam Syafi’i

menuturkan kekagumannya terhadap kitab Ar-Risalah, kitab

pertama yang ditulis imam Syafi’i. Imam Badruddin Al-

Zarkasyi dalam kitab Al-Bahr al-Muhith fi al-Ushul

menyatakan:20

“Syafi’i adalah ulama pertama yang menyusun buku

tentang ushul fiqh. Bagi ushul fiqh ini, beliau menulis

kitab Ar-Risalah, Ahkam alquran, Ikhtilaf al-Hadis,

Ibthal al-Istihsan, Jama’ al-‘Ilm dan al-Qiyas. Melalui

berbagai pembahagian bab-bab pembahasan dalam kitab ini,

beliau telah menjelaskan seluk-beluk penghujahan dengan

hadis ahad, membentangkan syarat-syarat kesahihan hadis,

keadilan para perawi hadis, penolakan khabar mursal dan

munqathi, serta perkara-perkara lain yang boleh diketahui

dengan menyimak isi kandungannya.21

20

? http://www.sufiz.com/jejak-wali/imam-syafi’i-ar-risalah-dan-al-umm-dua-karya-agung-yang-terus-dikaji-sampai-saat-ini-bagian-kelima-habis.html

21

? Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 13.

20

Kitab Ar-Risalah ini merupakan kitab perdana di

bidang ushul fiqh, bahkan dapat dikatakan kitab perdana

dibidang ushul hadis. Imam Fakhrurrazi menyebutkan

“sebelum imam Syafi’i para ulama telah membicarakan

masalah-masalah ushul fiqh, mengajukan dalil dan kritik,

tetapi mereka tidak memiliki aturan universal yang

menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syariat,

serta kaedah perbandingan dan tarjihnya. Syafi’i kemudian

menemui ushul fiqh dan meletakkan sebuah aturan universal

yang menjadi rujukan bagi umat untuk mengentahui berbagai

tingkatan dalil syariat. Dengan demikian, kedudukan

Syafi’i terhadap ilmu syari’at sama seperti kedudukan

Aristoteles terhadap ilmu akal.”22

Dahulu, kitab ini tidak bernama Ar-Risalah. Ahmad

Muhammad bin Syakir, penyunting kitab Ar-Risalah dalam

pengantarnya mengungkapkan bahwa Imam Syafi’i tidak

menamakan kitabnya Ar-Risalah, melainkan dengan nama Al-

Kitab. Berkali-kali dalam karyanya, Syafi’i menyebut-

nyebut kata Al-Kitab, apakah itu kata kitabi, atau kitabuna.

Demikian juga dalam kitab Al-Umm, Syafi’i selalu

menisbahkan karya pertamanya itu dengan kata Al-Kitab.23

22 Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum....., h. 45.

23 Imam Syafi’i, Al-Umm, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h.253.

21

Menurutnya, sebab Imam Syafi’i menamakan kitabnya

dengan Ar-Risalah karena surat menyurat dengan Abdurrahman

bin Mahdi. Saat itu, Syafi’i menulis Ar-Risalah atas

permintaan Abdurrahman bin Mahdi di Mekah. Abdurrahman

meminta Imam Syafi’i untuk menuliskan suatu kitab yang

mencakup ilmu tentang Alqur’an, hal ihwal yang ada dalam

alquran dan disertai juga dengan hadis Nabi.

Kitab ini setelah dikarang, disalin oleh murid-

muridnya dan dikirim ke Mekah. Itulah sebabnya kitab itu

dinamai kitab Ar-Risalah. Kitab ini di tulis di Baghdad

selama kunjungan kedua Imam Syafii di kota itu dan kemudiandiperbaiki ketika pindah ke Mesir pada tahun 814 M. setelah

itu, Ar-Risalah kemudian melambungkan namanya sebagai

intelektual muslim yang pertama kali meletakkan azas-azas ilmu

Ushul Fiqh.24

Dalam muqaddimah kitab ini, imam Syafi’i menulis

muqaddimah yang sangat bernilai, yang menunjukkan manhaj

dan aqidah beliau. Imam Syafi’i berkata:

“Segenap puji hanya milik Allah swt yang telah

menciptakan langit dan bumi, serta telah menciptakan

kegelapan dan cahaya. Kemudian orang-orang yang kafir

kepada Rabbnya, mereka melakukan penyimpangan

(berpaling). Segala puji hanya bagi Allah, yang untuk

mensyukuri salah satu nikmat-Nya tidak akan terwujud,24 Imam Syafi’i, Al-Umm….., h. 254.

22

kecuali kesyukuran itu merupakan sebuah nikmat dari-Nya.

Menunaikan nikmat-nikmat-Nya yang telah lalu akan

memunculkan nikmat baru yang juga menunutut rasa syukur

kepada-Nya.25

Orang-orang yang menyifati-Nya tidak akan mencapai

hakikat keagungan-Nya. Hakikat keagungan-Nya itu sesuai

dengan yang disifati-Nya sendiri dan melebihi apa yang

disifati oleh hamba-Nya. Aku memuji Allah dengan pujian

yang sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan-Nya.

Aku memohon pertolongan kepada Allah swt dengan

permohonan pertolongan orang yang tidak mempunyai daya

dan kekuatan, kecuali dengan bantuan-Nya. Aku memohon

kepada Allah swt hidaya/petunjuk yang barang siapa

mendapatkannya, ia tidak akan sesat.

Aku memohon maghfirah dan ampunan-Nyaatas apa yang

telah dan akan perbuat dengan permohonan ampun orang yang

mengakui penghambaan kepada-Nya. Orang yang mengetahui

bahwa tidak ada yang memberi ampunan terhadap dosa dan

tidak ada yang dapat menyelamatkan seseorang darinya,

kecuali Dia. Aku bersaksi bahwa tidak ada Illah, kecuali

Allah. Tunggal tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi

bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya”.

25 Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 20.

23

Dalam kitab inilah, metode pembentukan hukum genius

menurut Syafi’i diketahui. Ia menggunakan empat dasar

dalam mengistinbathkan suatu hukum yaitu: alquran,

sunnah, ijma’ dan qiyas. Syafi’i berkata: “Tidak boleh

bagi seseorang mengatakan suatu masalah dengan kata ini

halal dan ini haram kecuali sudah memiliki pengetahuan

tentang hal itu. Pengetahuan tersebut adalah alquran,

sunnah, ijma’ dan qiyas”.

Imam Syafi’i dalam karya yang didiktekan langsung

kepada muridnya, Al-Rabi’ bin Sulaiman, telah menyamakan

ijtihad dengan qiyas. Ia menyimpulkan bahwa ijtihad

adalah qiyas. Pada saat yang lain, beliau menolak dengan

tegas metode istihsan. Sebuah metode pemikiran yang

dianggap hanya berdasarkan pemikiran bebas manusia atas

dasar kepentingan dan perilaku individual. Kata Syafi’i:

“Istihsan adalah pengambilan hukum yang selalu menuruti

kesenangan semata”.26

Imam Syafi’i memang telah meninggalkan jejak

pemikirang yang sangat luar biasa. Buktinya syarat-syarat

ijtihad yang dirumuskannya dalam Ar-Risalah sampai saat

ini terus dipakai pakar-pakar hukum Islam. Siapapun yang

ingin berijtihad harus memenuhi syarat-syarat ini.

26 ? Imam Syafi’i, Ar-Risalah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h.406-507.

24

Diantaranya: wajib mengetahui bahasa Arab, materi hukum

alquran, bahasa yang bersifat umum dan khusus, dan

mengetahui teori nasakh. Kemudian seorang ahli fiqh,

menurut imam Syafi’i, harus menggunakan hadis dalam

menafsirkan ayat-ayat alquran yang jelas dan tegas.

Ketika ia tidak menemukan dalam hadis, maka ia harus

mengetahui ijma yang menungkin menginformasikan masalah-

masalah yang ada. Terakhir, jelas imam Syafi’i, seorang

ahli fiqh harus dewasa, sehat, dan mampu sepenuhnya

menggunakan kemampuan intelektualnya untuk menyelesaikan

masalah.27

Kriteria ini, kemudian hari menuai puji dan

kritikan. Banyak para pemikir setelah imam Syafi’i yang

menganggap persyaratan ini terlalu ketat, sehingga ramai

ulama yang takut memasuki wilayah ijtihad. Hal ini

dikarenakan kemunduran ilmu fiqh sekitar abad ke-4 H

hingga akhir abad ke-13 H. Ketika itu terkenal dengan

periode “taqlid” atau periode tertutupnya pintu ijtihad.

Pengaruh tersebut begitu dahsyat sampai sekarang ini.28

Melalui kitab ini, imam Syafi’i terkenal sebagai

pemikir yang moderat. Tidak berpihak kepada salah satu

kecenderungan besar sebuah pemikiran, apakah itu ahli27 ? Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 30.

28 ? Moenawar Chalil, Biography Empat Serangkai Imam Mazhab, (Jakarta:N.V Bulan Bintang, 1965), h. 216.

25

hadis (para pemikir muslim yang mengutamakan hadis)

ataupun ahli ra’yu (para pemikir muslim yang mengutamakan

akal). Tidak aneh apabila para intelektual modern sepakat

bahwa imam Syafi’i sangat berjasa sebagai penggagas lmu

ushul fiqh, Ar-Risalah Syafi’i tidak hanya dianggap

sebagai karya pertama yang membahas materi tersebut.

Sebagai model bagi ahli-ahli fiqh dan para teoritis yang

datang kemudian guna mengikutinya. Pada akhirnya imam

Syafi’i menutup karyanya ini dengan bab ikhtilaf. Bab ini

menunjukkan bahwa imam Syafi’i mencintai perbedaan dan

menghargai pendapat orang lain.29

C. Perbandingan Isi Kitab Ar-Risalah dengan Kitab Ushul

Fiqh Saat Ini

Kitab-kitab ushul fiqh ialah kitab-kitab yang

membahas berbagai teori yang digunakan ulama ushul fiqh

dalam mengistinbathkan (mengambil kesimpulan) hukum dari

nash (alquran atau sunnah), baik melalui pendekatan

kebahasan maupun melalui tujuan syar’i (Allah swt dan

Rasul-Nya) dalam menetapkan hukum yang dikandung nash.30

Berbagai kaidah dalam mengistinbathkan hukum Islam

yang menjadi objek ushul fiqh telah muncul sejak zaman

29 ? Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 34.

30 ? Muhammad Yusuf, dkk, Fiqh & Ushul Fiqh, (Yogyakarta: PokjaAkademik, 2005), h.16.

26

Rasulullah saw telah wafat dan persoalan hukum semakin

sempurna, sejalan dengan meluasnya wilayah Islam.

Penggunaan ijtihad mulai berkembang ketika para sahabat

tidak menemukan nash khusus yang menjelaskan hukum suatu

kasus yang sedang mereka hadapi. Para sahabat dan tabi’in

berupaya melakukan ijtihad melalui pendekatan kebahasaan

dan melalui penelitian terhadap tujuan syara’ dalam

menetapkan hukum.

Ushul fiqh sebagai disiplin ilmu mulai dibukukan pad

abad ke-2 H. Kitab ushul fiqh pertama adalah Ar-Risalah

yang disusun oleh imam Syafi’i. Setelah itu bermunculan

kitab-kitab ushul fiqh, baik berupa syarah (penjelasan)

terhadap kitab ushul fiqh imam Syafi’i tersebut, maupun

dalam bentuk tersendiri. Permasalahan yang dibahas dalam

kitab ushul fiqh ar-Risalah meliputi:

1. Bayan

2. Kitabullah

3. Otoritas Nabi saw

4. Nasikh dan Mansukh

5. Kewajiban-kewajiban (faraidh)

6. Alasan-alasan dalam hadis

7. Sifat larangan Allah dan Rasul-Nya

8. Hadis ahad

9. Ijmak

27

10. Qiyas

11. Ijtihad

12. Istihsan

13. Perbedaan pendapat.31

Adapun permasalahan yang dibahas dalam kitab ushul

fiqh kontemporer meliputi:

1. Pengertian, ruang lingkup, dan tujuan ushul fiqh

2. Lafal-lafal yang digunakan syar’i dalam alquran dan

sunnah, seperti lafal hakikat, majas, umum, khusus,

mutlak, muqayyad (terbatas), mujmal (samar), mufassar

(yang ditafsirkan), muhkam (yang pasti), mutasyabih,

dan takwi.

3. Masalah ijtihad, taklid, dan talfiq

4. Metode yang digunakan dalam berijtihad, seperti

qiyas, istihsan, istislah, istishab, dan saddaz-zari’ah

5. Cara yang ditempuh untuk menyelesaikan dalil-dalil

yang bertentangan

6. Ada juga kajian ushul fiqh yang menambahkan uraian

tentang makna huruf (ma’ani al-huruf) seperti ‘ala, fi,

man, min, qabl,kaif, la, laisa, kam, hal, la siyyama, dan iza dalam

kaitannya dengan penetapan hukum.32

BAB TIGA

31 ? Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 1.

32 Amir Syarifuddin, Ushul...., h. 19-21.

28

PENUTUP

A. KesimpulanImam Syafi’i merupakan salah satu imam mazhab fiqh

yang besar dan dikenal oleh penjuru dunia Timur danBarat. Selain ahli dalam ilmu fiqh, beliau juga dikenaldalam ilmu ushul fiqh, sebagaimana yang beliau tuangkandalamkitab Ar-Risalah. Merupakan kitab ushul fiqh pertamayang dibukukan di dunia Islam. Dalam makalah ini penulismembahas mengenai Ar-Risalah, secara ringkas penulismembahas mengenai beberapa hal yang berkaitan sebagaiberikut:1. Keadaan ushul fiqh sebelum adanya kitab Ar-Risalah

sudah mulai dikenal bahkan ulama-ulama pada masa itusudah menggunakan ushul fiqh sebagai dasar dalammenetapkan sebuah hukum. Meskipun belum ada sebuahpedoman berupa kitab, namun jika ada permasalah merekasudah merujuknya. Seperti pada masa Rasulullah, jikaada permasalahan mereka langsung menanyakannya kepadaRasulullah, begitu juga pada masa sahabat.

2. Adapun isi pokok kitab Ar-Risalah adalah khususmembahas masalah ushul fiqh. Dalam kitab ini sang imammembahas secara jelas cara-cara beristinbath,mengambil hukum-hukum dari alquran dan sunnah, jugacara-cara orang beristidlal dari ijjma’ dan qiyas.

3. Mengenai perbandingan isi kitab Ar-Risalah dengankitab ushul fiqh saat ini jelas tampak berbeda,

29

pertama karena perbedaan zaman juga perbedaanpenulisnya. Kitab Ar-Risalah merupakan kitab ushulfiqh yang mebahas mengenai masalah ushul sepertibayan, kitabullah, otoritas nabi saw, nasikh danmansukh, kewajiban-kewajiban (faraidh), alasan-alasandalam hadis, sifat larangan allah dan rasul-nya, hadisahad, ijmak, qiyas, ijtihad, istihsan juga perbedaanpendapat. Dalam kitab ushul fiqh saat ini padadasarnya juga membahas tentang ini, namun ditambahkanbeberapa pembahasan, seperti: lafal-lafal yangdigunakan syar’i dalam alquran dan sunnah, sepertilafal hakikat, majas, umum, khusus, mutlak, muqayyad

(terbatas), mujmal (samar), mufassar (yang ditafsirkan),muhkam (yang pasti), mutasyabih, dan takwi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Mazhab, Hanafi,Maliki, Syafi’i, Hanbali, Cet. V, Jakarta: Amzah, 2008.

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta: Zikrul MediaIntelektual, 2004.

Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Cet.I, Jakarta: Logos, 1997.

Imam Syafi’i, Ar-Risalah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.

Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qawl Qadim danQawl Jadid, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

30

Jalaluddin, Al-Mahalli min Hajith Thalibin, Juz. I, Semarang:Toha Putra, t.th.

Moenawar Chalil, Biography Empat Serangkai Imam Mazhab,Jakarta: N.V Bulan Bintang, 1965.

Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i Biografi dan Pemikirannya dalamMasalah Aqidah, Politik, dan Fiqh, Jakarta: Lentera, 2005.

Muhammad Yusuf, dkk, Fiqh & Ushul Fiqh, Yogyakarta: PokjaAkademik, 2005.

Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Cet. XV,Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2006.

Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah Karya Imam Syafi’i, Jakarta:Pustaka Azzam, 2008.

Situs Web:

http://www.sufiz.com/jejak-wali/imam-syafi’i-ar-risalah-dan-al-umm-dua-karya-agung-yang-terus-dikaji-sampai-saat-ini-bagian-kelima-habis.html

31