Fiqh Muamalah

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketahuilah bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi makhluk social dan saling tolong-menolong, artinya manusia membutuhkan sesamanya untuk bertukar pikirandan berinteraksi dalam mencukupi segala kebutuhannya. Adapun cara mendapatkan gadai, pinjaman, sewa-menyewa atau upah mengupah yang dapat menyatukan manusia dalam komunitas yang tidak terpisah. Jadi jika manusia hidup secara individual maka ia akan merasakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Islam adalah agama yang sempurna (komperhensif) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik aqidak, ibadah, akhlak maupun muamalah. Salah satu ajaran yang penting adalah bidang muamalah. Kitab- kitab islam tntang muamalah sangat banyak dan berlimpah , jumlahnya lebih dari seribuan judul buu. Para ulama tidak pernah mengabaikan kajian dalam-dalam kita fiqih mereka dan halaqah mereka. Namun dalam waktu yang panjang, materi muamalah (ekonomi islam) cendrung diabaikan kaum muslimin, padahal ajaran muamalah bagian muamalah penting dalam ajara islam , akibatnya, terjadilah kajian islam parsial (sepotong-sepotong). Padahal orang-orang beriman 1

Transcript of Fiqh Muamalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ketahuilah bahwa Allah menciptakan manusia untuk

menjadi makhluk social dan saling tolong-menolong,

artinya manusia membutuhkan sesamanya untuk bertukar

pikirandan berinteraksi dalam mencukupi segala

kebutuhannya. Adapun cara mendapatkan gadai, pinjaman,

sewa-menyewa atau upah mengupah yang dapat menyatukan

manusia dalam komunitas yang tidak terpisah. Jadi jika

manusia hidup secara individual maka ia akan merasakan

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Islam adalah agama yang sempurna (komperhensif) yang

mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik aqidak,

ibadah, akhlak maupun muamalah. Salah satu ajaran yang

penting adalah bidang muamalah. Kitab- kitab islam

tntang muamalah sangat banyak dan berlimpah , jumlahnya

lebih dari seribuan judul buu. Para ulama tidak pernah

mengabaikan kajian dalam-dalam kita fiqih mereka dan

halaqah mereka.

Namun dalam waktu yang panjang, materi muamalah

(ekonomi islam) cendrung diabaikan kaum muslimin,

padahal ajaran muamalah bagian muamalah penting dalam

ajara islam , akibatnya, terjadilah kajian islam parsial

(sepotong-sepotong). Padahal orang-orang beriman

1

diperintahkan untuk memasuki islam secara kaffah

(sempurna). Akibatnya umat islam tertinggal dalam

ekonomi dan banyak kaum muslimin yang melanggar prinsip

ekonomi islamdalam mencari nafkah dengan cara haram dan

batil daik dalam bidang Ijarah, ‘Ariyah, dan Rahn yang

akan kita bahas nanti dan lain-lain. Pembahasan

selanjutnya akan diuraikan dalam pembahasan makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian Ijarah,’Ariyah, dan Rahn

2. Dalil Ijarah, ‘Ariyah, dan Rahn

3. Syarat Ijarah, ‘Ariyah, dan Rahn

4. Rukun-rukun dalam Ijarah, ‘Ariyah, dan Rahn

1.3 Tujuan Penelitian

Agar kita mengetahui pengertian ijarah ‘Ariyah dan

Rahn dalam kehidupan sehari hari dimana kita sering

melakukannya. Kemudian agar kita mengetahui dalil-dalil

atau landasannya didalam sumber hukum islam, serta

syarat-syarat dan rukun-rukun dalam kegiatan ijarah

‘Ariyah dan Rahn

Mengingat suatu perjanjian dalam bermuamalah bertujuan

memberikan hak kepada manusia mengantisipasi kemiskinan

yang ada dalam masyarakat.

Mempermudah atau membantu kelancaran ekonomi dalam

islam. Menjadi bukti yang tertulis atau terikatnya suatu

hubungan sehingga tidak terjadi permasalahn kelak

dikemudian hari.

2

Member kemaslahatan bagi kedua belah pihak dalam

hubungan bermuamalah. Dan menciptakan suasana yang aman,

nyaman, damai, dan tentram

Agar setiap kegiatan muamalah kita berlangsung harus

sesuai dengan ridha Allah SWT dengan cara mempelajari

syarat dan rukun untuk sahnya kegiatan ijarah, ‘ariyah,

dan rahn. Serta memecahkan berbagai macam masalah-

masalah dalam bidang Ijarah, ‘Ariyah dan Rahn

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ijarah dan ‘Ariyah serta Rahn

A. Ijarah

Idris ahmad dalam bukunya yang berjudul fiqh syafi’i1

berpendapat bahwa ijarah berarti upah mengupah. Hal ini

1 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo Persada JakartaTahun: 2011, hlm 114 mengutip tulisan sulaiman rasyid, fiqihislam, Jakarta: attahiriyah. Tahun 1976 hlm,194

3

terlihat ketika beliau menerangkan rukun dan syarat

upah-mengupah, yaitu mu’jir dan mu’tajir ( yang memberi

upah dan yang menerima upah).

Dalam bahasa arab upah dan sewa disebut ijarah. Al-

ijarah brasal dari kata Al-Ajru yang arti menurut bahasanya

iyalah Al-‘Iwadh yang arti dalam bahasa Indonesianya

adalah ganti atau upah.

Sedangkan menurut istilah Hanafiyah, ijarah adalah“

akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja

dari suatu zat yang disewa dengan imbalan”2, sedangkan menurut

Malikiyah ijarah adalah”nama bagi akad-akad untuk

memanfaatkan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat

dipindahkan”3

Menurut salah tulisan yang penulis kutip dari ebook,

ijarah itu ada dua tipe yaitu:

1. The contract is executed for a usufruct of a

particular asset (ayn) e.g some one says to the

other: “ I let you this house”, or the contract

is executed of usufruct of an asset describe on

liability e.g I let you camel whose description

is so and so. (kontrak dijalankan untuk hak pakai

hasil dari asset tertentu (ayn) misalnya

seseorang berkata kepada yang lain: “saya

2 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo PersadaJakarta Tahun: 2011, hlm 114, mengutip tulisan buku Abd al-Rahman al-Jaziri dalam al fiqh ‘ala madzahib al-Arba’ah.Th 1969 hlm.943 Hendi suhendi, fiqh muamalah , PT. RajaGrafindoPesadaJakarta Tahun 2011, hlm 114 mengutip tulisan sayyidsabiq dalam buku fiqh sunnah, hlm 68

4

membiarkan kepadamu rumah ini”, atau kontrak

dijalankan untuk hak pakai hasil dari asset

dijelaskan pada kewajiban. Misalnya: saya

membiarkan sebuah unta dimana deskripsi untanya

begini-begini (menjelaskan deskripsi dari unta)

2. The contract is executed for a particular work,

e.g. some one says to other:” I hire you to build

me this wall or make me this box, or any other

type of contracting with craftsmen as the

contract is made for the work provided by them,

though the ultimate goal of this contracting is

to acquire the result usufruct , but the subject

of the contract which is composed of the work nd

the usufruct comes as a consequence of it akin

to the case of irrigation (musaqat) contract

where the orchard is the subject of the contract

and the ususfruct of fruits comes as a

result.”(kontrak dijalankan untuk pekerjaan

tertentu, misalnya beberapa orang brkata kepada

yang lain: “saya memperkerjakan anda untuk

membangun tembok ini atau buatkan saya kotak ini,

atau jenis lain dari kontrak dengan pengrajin

sebagai kontrak dibuat untuk pekerjaan yang

disediakan oleh mereka, meskipun tujuan akhir

dari kontrak ini adalah untuk memperoleh para

hak pakai hasil dihasilkan , tetapi dari kontrak

yang terdiri dari pekerjaan dan menikmati hasil

5

datang sebagai konnsekunsiny yaitu mirip dengan

kasus irigasi (musaqat) kontrak dimana kebun

adalah subjek kontrak dan hak pakai hasil buah

buahan datang sebagai hasilnya)4

Contoh ijarah:

1. IMBT

Mmerupakan kependekan dari Ijarah Mumtahiya bit

Tamlik. Pembiayaan IMBT tidak sama dengan IMBT,

begitupun IMBT tidak sama dengan sewa beli, dan tidak

sama pula dengan leasing. Dalam sewa beli, lessee

otomatis jadi pemilik barang di akhir masa sewa. Dalam

IMBT, janji pemindahan kepemilikan di awal akad ijarah

adalah wa’ad (janji) yang hukumnya tidak mengikat. Bila

janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad

pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa

ijarah selesai. Sedangkan pada leasing, kepemilikan

lessee tersebut hanya terjadi bila hak opsinya

dilaksanakan oleh lessee. Pada pembiayaan IMBT, bank

sebagai penyedia uang untuk membiayai transaksi

dengan prinsip IMBT paling tidak mempunyai dua pilihan.

Pertama, besarnya angsuran bulanan IMBT yang harus

dibayarkan nasabah kepada bank telah memasukkan komponen

nilai perolehan barang IMBT, sehingga pada akhir masa

ijarah nilai perolehan barang IMBT yang masih

tersisa telah nihil. Dalam hal ini, meskipun secara4 Dr. Abdul sattar abu guddah secretariat general, unifiedsyariah panel dallah al- barakah group.

6

teori fikih dikatakan hukumnya tidak mengikat untuk

memindahkan kepemilikan barang tersebut, namun secara

praktik bisnisnya barang tersebut akan diserahkan

kepemilikannya kepada nasabah. Jadi dalam hal ini

pembiayaan IMBT lebih mirip dengan sewa beli

dibandingkan dengan leasing. Kedua, besarnya angsuran

bulanan IMBT yang harus dibayarkan nasabah kepada

tidak memasukkan komponen nilai perolehan barang IMBT,

sehingga pada akhir masa ijarah nilai perolehan

barang IMBT yang masih tersisa tidak nihil (biasanya

disebut nilai residu). Dalam hal ini, bila nasabah

membayar nilai residu tersebut maka bank akan

memindahkan kepemilikannya pada nasabah. Namun bila

nasabah belum membayar nilai residunya, bank belum

memindahkan kepemilikan tersebut. Jadi dalam hal ini

pembiayaan IMBT lebih mirip dengan leasing

dibandingkan dengan sewa beli.

Pihak lessor dalam leasing hanya bermaksud untuk

membiayai perolehan barang modal oleh lessee, dan

barang tersebut tidak berasal dari pihak lessor, tapi

dari pihak ketiga atau dari pihak lessee sendiri. Pada

sewa beli, lessor bermaksud melakukan semacam

investasi dengan barang yang disewakannya itu dengan

uang sewa sebagai keuntungannya. Karena itu, biasanya

barang tersebut berasal dari milik pemberi sewa sendiri.

Pada IMBT keduanya dapat terjadi, menyediakaan barang

sewa dengan cara menyewa, kemudian menyewakannya

7

kembali. Juga dimungkinkan menyediakan barang sewa

dengan membeli kemudian menyewakannya.

Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai penyedia uang

untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT dapat

saja membiayai penyewaan barang kemudian barang

tersebut disewakan kembali, dan dapat pula membiayai

pembelian barang kemudian barang tersebut disewakan.

Yang jelas pembiayaan IMBT adalah penyediaan uang untuk

membiayai transaksi dengan prinsip IMBT, bukan akad

IMBT itu sendiri. Terakhir, leasing boleh dilakukan

oleh perusahaan pembiayaan sedangkan sewa beli tidak

termasuk kegiatan lembaga pembiayaan. Pembiayaan IMBT

boleh dilakukan oleh bank syariah, sedangkan sewa

beli, leasing, IMBT tidak termasuk kegiatan bank

syariah.

Fatwa MUI tentang IMBT

Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi

al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih

dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual

beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa

Ijarah selesai.

Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di

awal akad Ijarah adalah wa'd (ال�وع�د), yang hukumnya tidakmengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka

8

harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan

setelah masa Ijarah selesai.

2. Pembiayaan Multijasa

Pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah

dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa.

Dalam rangka pembiayaan multijasa tersebut, bank

memperoleh ujrah (imbalan jasa). Besarnya ujrah

disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk

nominal bukan prosentase.

Dalam praktek di dunia perbankan Islam, akad

ijarah ini dibagi menjadi dua yaitu:

1. al-Ijarah dan

2. Ijarahmuntahiyahbi al-tamlik.

Akad ijarah (operationalleasing)yaitu akad

pemindahan guna atas barang atau jasa melalui

pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan

pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas

barang tersebut. Sedangkan ijarah muntahiyahbi al-tamlik

(financial lease with purchase option) adalah sejenis

perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau

lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan

kepemilikan barang ditangan si penyewa, sifat

kepemilikan inilah yang membedakan dengan ijarah biasa.

9

Bank Islam yang mengoperasikan produk ijarah

dapat melakukan leasing baik dalam bentuk operating

leasing maupun financial lease, akan tetapi pada umumnya

bank Syari’ah lebih banyak menggunakan ijarah

muntahiyahbi al-tamlik, dikarenakan lebih sederhana

dari sisipembukuan, selain itu bank tidak direpotkan

untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat

leasing maupun sesudahnya.5

B. ‘Ariyah

Pinjaman atau ‘ariyah menurut bahasa ialah

pinjaman. sedangkan menurut istilah,’ariyah ada

beberapa; yang pertama menurut Hanafiyah ‘ariyah

adalah memilikan “manfaat secara Cuma-Cuma”6. Menurut

Malilkiyah, ’ariyah ialah “memilikan manfaat dalam

waktu tertentu dengan tanpa imbalan”7. Menurut Syafi’iyah,

’ariyah ialah “kebolehan mengambil manfaat dari seseorang

yang apa yang membebaskanya apa yang mungkin untuk di

manfaatkan serta tetap zat barangnya supaya dapat di kembalikan

kepada pemiliknya”.

5

http://ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/asas/article/download/155/1166 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo PersadaJakarta Tahun: 2011 hlm 91 mengutip buku Abd al-Rahman al-Jaziri dalam al fiqh ‘ala madzahib al- Arba’ah.Th 1969 hlm.2707 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo PersadaJakarta Tahun: 2011hlm 91 mengutip buku Abd al-Rahman al-Jaziridalam al fiqh ‘ala madzahib al-Arha’ah.Th 1969 hlm.270

10

Para fuqaha mendefenisikan ‘ariyah sebagai; pembolehan

oleh pemilik akan miliknya untuk dimanfaatkan oleh orang

lain dengan tanpa ganti (imbalan).8

C. Rahn

Menurut bahasanya, (dalam bahasa arab) rahn adalah:

tetap dan lestari, seperti juga dinamai Al-Habsu,

artinya: penahanan. Seperti dikatakan : “Ni’matun Rahinah”,

artinya karunia yang tetap dan lestari. Dan untuk yang

kedua (al-habsu), firman Allah SWT :

“tiap –tiap pribadi terikat (tertahan) dengan atas apa

yang diperbuatnya”. (Q.S:74: ayat 38)

Adapun dalam pengertian syara’, ia berarti: menjadikan

barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan

syara’ sebagai jaminan hutang, sehingga orang yang

bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa

mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu. Demikian

menurut yang didefenisikan para ulama.9

Menurut prof. Dr. Hendi Suhendi mengutip dalam buku

Ahmad Azhar Basyir, berjudul: riba, hutang-piutang dan gadai.

Gadai (rahn) ialah menjadikan suatu benda bernilai

menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan hutang,

dengan adanya benda yang menjadi tanggungan ini seluruh

atau sebagian hutang dapat diterima.10

8 Sayyid sabiq, fiqh sunnah jilid 13 (terjemahan), cetakanke 6, PT. Al-Ma’rifah bandung1996 hlm 679 Sayyid sabiq, fiqh sunnah jilid 12 (terjemahan), cetakanke 11, PT. Al-Ma’rifah Bandung 1997 hlm 13910 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo PersadaJakarta Tahun: 2011,hlm 107

11

2.2 Dalil Ijarah, ‘Ariyah, dan Rahn

A. Ijarah

Sewa-menyewa disyariatkan berdasarkan alquran dan

sunnah dan ijma adalah sebagai berikut

Landasan Al-Qur’an

“apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan-Mu kami

telah menentukan antara penghidupan mereka dalam

kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian

mereka yang lain bebrapa derajat, agar sebagian mereka

dapat mempergunakan yang lain. Da rahmat tuhan-Mu lebih

baik dari pada apa yang mereka kumpulkan”. (Q.S: 43 ayat

32)

Dan juga terdapat pada Q.S: 2 ayat 233 dan Q.S: 28

ayat 26,27 al-thalaq: 6.11

Landasan sunnah

1. Al-bukhari meriwayatkan, bahwa nabi saw, pernah

menyewa seseorang dari bani ad diil12) bernama

Abdullah bin Al-Uraiqith. Orang ini penunjuk jalan

yang professional.

2. Diriwayatkan oleh ibnu majah, bahwa nabi saw,

bersabda: “berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum

keringatnya kering”.

3. Al-bukhari dan muslim meriwayatkan dari ibnu abbas,

bahwa nabi saw., bersabda: “berbekamlah kamu, kemudian

berikanlah olehmu upahnya kepad tukang bekam itu”

11 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo PersadaJakarta Tahun: 2011hlm 11612 Suatu cabang dari kabilah ‘abdu qais

12

Landasan ijma’

Landasan ijma ialah semua umat bersepakat , tidak ada

seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma’)

ini, sekalipun ada beberapa orang di antara mereka yang

berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.13

Contoh Ijarah dalam kehidupan sehari-hari:

Upah perbuatan taat

Ijarah dalam perbuatan taat seperti menyewa orang lain

untuk shalat, atau puasa, atau mengerjakan haji, atau

membaca al-qur’an yang pahalanya dihadiahkan kepada

orang yang menyewa, atau untuk azan, atau untuk menjadi

imam mansuia atau hal-hal lainnya yang serupa itu, tidak

dibolehkan, dan hukumnya haram mengambil upah)14

tersebut, berdalilkan kepada sabda rasul yang berbunyi:

“Bacalah olehmu alquran dan jangan kamu cari makan

dengan jalan itu”.

Dan sabda rasul kepada amru bin ash:

“jika kamu mengankat orang menjadi imamatau mu,azzin

maka janganlah kau pungut dari azan sesuatu upah”.

B. ‘Ariyah

Adapun landasan hukumnya dalam al-quran ialah

13 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo PersadaJakarta Tahun: 2011hlm 117 mengutip dalam buku Sayyid sabiq,fiqh sunnah jilid 13, cetakan ke 6, PT. Al-Ma’rifah bandung 1996, hlm18.14 Mazhab Hanafi

13

1. “Dan tolong-menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan

dan taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong untuk

berbuat dosa dan permusuhan (al-maidah ayat 2)

2. “Sesungguhnya allah memerintahkan kamu agar

menyampaikan amanat kepada orang yang berhak

menerimanya”. (al-nisa: 58). 15

Sebagaimana halnya bidang-bidang lain, selain dari al-

quran, landasan hukum yang kedua ialah al-hadist. Dalam

landasan ini, ‘ariyah dinyatakan sebagai berikut:

1. “Sampaikanlah amanat orang yang meberikan amanat kepadamu

dan janganlah kamu khianat sekalipun dia khianat kepadamu”

(dikeluarkan oleh Abu Daud)

2. “Barang pinjaman adalah benda yang wajib dikembalikan”

(riwayat Abu Daud)

3. “Pinjaman yang berkhianat tidak diwajibkan mengganti kerugian

dan orang yang menerima titipan tidak berkewajioban menganti

kerugian”(riwayat Daruquthni).

4. “Orang kaya yang memperlambat (melalaikan) kewajiban membayar

hutang adalah zalim (berbuat aniaya)”. (riwayat Bukhari dan

Muslim). 16

C. Rahn

15 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo PersadaJakarta Tahun: 2011hlm 9316 hendi suhendi, fiqh muamalah, PT. RajaGrafindoPesadaJakarta Tahun 2011 hlm 93

14

Sebagai referensi atau landasan hukum pinjam-meminjam

dengan jaminan (borg) adalah firman Allah sebagai

berikut:

“apabila kamu dalam perjalanan dan tidak ada orang

yang menuliskan utang, maka hendaklah dengan rungguhan

yang diterima ketika itu.”(al-baqarah 283)

Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu

Majah, dari Anas r.a, ia berkata:

“Rasulullah saw. merungguhkan baju besi kepada seorang yahudi di

Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang yahudi.”

Dari hadist diatas dapat dipahami bahwa agama islam

tidak membeda-bedakan antara oarng muslim dan non muslim

dalam bidang muamalah, maka seorang muslim tetap wajib

membayar utangnya sekalipun kepada non muslim.17

2.3 Syarat-syarat Ijarah,’Ariyah, dan Rahn

A. Ijarah

Menurut yang penulis kutip dari tulisan Sayyid Sabiq

dalam buku fiqh sunnah jilid 13 yaitu:

1. Kerelaan pihak yang melakukan akad berdalilkan

kepada firman Allah: (Q.S: 4 ayat 29)

17 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo PersadaJakarta Tahun: 2011hlm 107

15

mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang

diakadkan, sehingga mencegah terjadinya

perselisihan. 18

Dengan jalan menyaksikan barang itu sendiri, atau

kejelasan sifat-sifat jika dapat hal ini dilakukan,

menjelaskan masa sewa; seperti sebulan atau setahun atau

lebih atau kurang, serta menjelaskan pekerjaan yang

diharapkan.

2. hendaklah barang yang menjadi objek transaksi

(akad) dapat dimanfaatkan kegunaannya menurut

criteria, realita dan syara’.

Sebagian diantara para ulama ahli fiqih ada yang

membebankan persyaratan ini, untuk itu ia berpendapat,

bahwa menyewakan barang yang tidak dapat dibagi-tanpa

dalam keadaan yang lengkap-hukumnya tidak boleh, sebab

manfaat kegunaannya tidak dapat ditentukan. Pendapat ini

adalah pendapat mazhab Abu Hanifah dan sekelompok para

ulama. Akan tetapi jumhur ulama mengatakan:

“Bahwa menyewa barang yang tidak dapat dibagi dalam

keadaan utuh secara mutlak: diperbolehkan, apakah dari

kelengkapan aslinya atau bukan. Sebab barang yang dalam

keadaan tidak lengakap itu termasuk juga dapat

dimanfaatkan dan penyerahannya dalap dilakukan dengan

mempretelinya atau dengan cara mempersiapkannya untuk

kegunaan tertentu, sebagaimana hal ini juga diperbolekan

dalam transaksi jual beli.

18 Sayyid sabiq, fiqh sunnah jilid 13 (terjemahan), cetakanke 6, PT. Al-Ma’rifah bandung1996 hlm 21

16

Dan transaksi sewa-menyewa itu sendiri adalah salah

satu diantara kedua jenis transaksi jual beli. Dan

apabila manfaat (barang yang dipreteli itu) masih belum

jelas kegunaannya, maka transaksi sewa-menyewanya tidak

sah alias batal.

3. Dapat diserahkannya sesuatu yang disewakan berikut

kegunaan (manfaatnya)

Maka tidak sah penyewaan binatang yang buron dan tidak

sah pula binatang yang lumpuh, karena tidak dapat

diserahkan. Begitu juga tanah pertanian yang tandus dan

untuk pengangkutan yang lumpuh, karena tidak

mendatangkan kegunaan yang menjadi objek dari akad ini.

4. Bahwa manfaat, adalah hal yang mubah, bukan yang

diharamkan.

Maka tidak sah sewa-menyewa dalam hal maksiat, karena

maksiat wajib ditinggalkan. Orang yang menyewa seseorang

untuk membunuh seseorang secara aniaya, atau menyewakan

rumahnya kepada orang yang menjual khamar atau untuk

digunakan tempat main judi atau dijadikan gereja, maka

menjadi ijarah fasid. Demikian juga member upah kepada

tukang ramal dan tukang hitung-hitung dan semua

pemberian dlam rangka peramalan19) dan perhitungan-

perhitungan20), karena upah yang ia berikan adalah

19 Orang yang meramalkan berita-berita yang bakal terjadidimasa datang dan ia mengakui rahasia-rahasia.20 Adalah orang yang mengakui bahwa dirinya mengetahuibarang-barang yang dicuri dan mengetahui di mana barangyang hilang berada.

17

penggantian dari hal yang haram dan termasuk kedalam

kategori memakan uang manusia yang batil.

Tidak sah pula ijarah puasa dan sholat, karena ini

termasuk fardhu ’ain yang wajib dikerjakan oleh orang

yang terkena kewajiban.

5. Bahwa imbalan itu harus berbentuk harta yang

mempunyai nilai jelas diketahui, baik dengan

menyaksikan atau dengan menginformasikan cirri-

cirinya. 21

B. ‘Ariyah

Syarat- syarat ;ariyah menurut yang kami kutip dalam

buku fikih sunnah Sayyid Sabiq yaitu:

1. Bahwa orang yang meminjamkan adalah pemilik yang

berhak untuk menyerahkannya.

2. Bahwa materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan

3. Bahwa pemanfaatan itu dibolehkan22

C. Rahn

Menurut dalam buku fikih sunnah Sayyid Sabiq syarat-

syarat rahn yaitu:

1. Berakal

2. Baligh

3. Bahwa barang yang dijadikan borg (jaminan) itu ada

pada saat akad sekalipun tidak satu jenis.

21 Sayyid sabiq, fiqh sunnah jilid 13 (terjemahan), cetakanke 6, PT. Al-Ma’rifah bandung1996 hlm 21-2522 Sayyid sabiq, fiqh sunnah jilid 13 (terjemahan), cetakanke 6, PT. Al-Ma’rifah bandung1996 hlm 67-68

18

4. Bahwa barang tersebut dipegang oleh orang yang

menerima gadian ( murtahin) atau wakilnya23

Asy syafi’i mengatakan: “Allah tidak menjadikan hukum

kecuali dengan borg berkriteria jelas dalam serah

terima. Jika criteria tidak berbeda (dengan aslinya)

maka wajib tidak ada keputusan.”

Mazhab Maliki berpendapat: gadai wajib dengan akad

(setelah akad) orang yang menggadaikan (rahin) dipaksa

untuk menyerahkan bprg untuk dipegang oleh yang memegang

gadaian (murtahin). Jika borg sudah berada di tangan

pemegang gadaian (murtahin), orang yang menggadaikan

(rahin) mempunyai hak memanfaatkan, berbeda dengan

pendapat imam asy syafi’i yang mengatakan: hak

memanfaatkan berlaku selama tidak merugikan/

membahayakan pemegang gadaian (murtahin).

2.4 Rukun Ijarah, ‘Ariyah, dan Rahn

A. Rukun-rukun ijarah

Rukun-rukunya adalah sebagai berikut:

1. Mu’jir dan musta’jir, yaitu orang yang melakukan

akad sewa-menyewa atau upah-mengupah. Mu’jir adalah

yang memberikan upah dan yang menyewakan, musta’jir

adalah orang yang menerima upah untuk melakukan

sesuatu dan yang menyewa sesuatu.

2. Shigat ijab Kabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab

Kabul sewa-menyewa dan upah-mengupahnya.

23 Sayyid sabiq, fiqh sunnah jilid 13 (terjemahan), cetakanke 6, PT. Al-Ma’rifah bandung1996 hlm 141

19

3. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua

belah pihak,baik dalam sewa-menyewa maupun da;am

upah-mengupah.

4. Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan

dalam upah-mengupah. 24

B. Rukun-rukun ‘Ariyah

Menurut syafi’iyah,25 rukun ‘ariyah adalah

sebagai berikut

1. Kalimat mengutangkan (lafadz), seperti seorang

berkata,”saya utangkan benda ini kepada kamu” dan yang

menerima berkata. ”Saya mengaku berutang benda anu kepada

kamu”

2. Mu’ir yaitu orang yang mengutangkan-berpiutang dan

musta’ir yaitu orang yang menerima hutang

3. Benda yang dihutangkan26

C. Rukun-rukun Rahn

Adalah sebagai berikut:

1. Akad ijab dan Kabul

2. Aqid, yaitu yang menggadaikan (rahin) dan yang

menerima gadai (murtahin).

3. Barang yang dijadikan jaminan (borg)

24 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo PersadaJakarta Tahun: 2011hlm 11725 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo PersadaJakarta Tahun: 2011hlm 95 mengutip tulisan Abd Al-Rahman Al-jaziri,dalam; al-Fiqh ‘ala madzahib al-arba’ah,ttp tp. Th.1969, hlm 27226 Hendi Suhendi, fiqh muamalah PT.RajaGrafindo PersadaJakarta Tahun: 2011hlm 95

20

4. Adanya hutang. 27

BAB III

27 Hendi suhendi, fiqh muamalah, PT. RajaGrafindo PesadaJakartaTahun 2011 hlm 107-108

21

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ijarah adalah upah dan sewa disebut ijarah. Al-ijarah

brasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya

iyalah al-‘iwadh yang arti dalam bahasa indonesianya

adalah ganti atau upah.

‘Ariyah adalah pembolehan oleh pemilik akan miliknya

untuk dimanfaatkan oleh orang lain dengan tanpa ganti

(imbalan)

Rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai

harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang,

sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang

atau ia bisa mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu

Dalil ijarah salah satunya terdapat dalam alquran Q.S:

Q.S: 2 ayat 233 dan Q.S: 28 ayat 26,27, Al-thalaq: 6,

Q.S: 43 ayat 32. ‘Ariyah Al-maidah ayat 2, Al-nisa: 58.

Dan Rahn Al-baqarah 283. Dalil ‘ariyah terdapat dan

surat al-maidah ayat 2, dan al-nisa: 58. kemudian dalil

Rahn al-baqarah 283

Syarat Ijarah berdasarkan Q.S: 4 ayat 29, dan

mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang

diakadkan, sehingga mencegah terjadinya perselisihan.

Dan hendaklah barang yang menjadi objek transaksi (akad)

dapat dimanfaatkan kegunaannya menurut criteria, realita

dan syara’. Dapat diserahkannya sesuatu yang disewakan

22

berikut kegunaan(manfaatnya). Kemudian bahwa manfaat,

adalah hal yang mubah, bukan yang diharamkan.

Syarat ‘Ariyah : Bahwa orang yang meminjamkan adalah

pemilik yang berhak untuk menyerahkannya. Dan materi

yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan, serta pemanfaatan

itu dibolehkan

Syarat rahn: Berakal, baligh, bahwa barang yang

dijadikan borg (jaminan) itu ada pada saat akad

sekalipun tidak satu jenis. Kemudian ahwa barang

tersebut dipegang oleh orang yang menerima

gadian( murtahin) atau wakilnya

Rukun ijarah yaitu: adanya Mu’jir dan musta’jir,

adanya Shigat ijab Kabul antara mu’jir dan musta’jir,

adanya ujrah, adanya Barang yang disewakan atau sesuatu

yang dikerjakan dalam upah-mengupah.

Rukun ‘Ariyah : adanya lafadz, adanya mu’ir dan

musta’ir, kemudian adanya barang yang dihutangkan.

Rukun rahn: adanya Akad ijab dan Kabul, adanya Aqid,

adanya barang yang dijadikan jaminan (borg)

3.2 Saran

Semoga dengan selesinya makalah ini, maka penyusun

mengharapkan respon dari para teman-teman mahasiswa

ataupun dari dosen dan saran konstrukstif dari siapapun

datangnya, demi perbaikan makalah ini. semoga makalah

ini dapat bermanfaat adanya, khususnya bagi penyusun

sendiri, umumnya para pembaca lainnya. Amin ya rabbal

‘alamin

23

24

DAFTAR PUSTAKA

Sayyiq sabiq. Fikih sunnah jilid 13 (terjemahan) cet.6,

Bandung: Al-Ma’rifah tahun 1996

Sayyiq sabiq. Fikih sunnah jilid 12(terjemahan) cet.11,

Bandung: Al-Ma’rifah tahun 1997

Prof. Dr. H. Hendi Suhendi. Fiqih Muamalah Ed.1, cet.7.

Jakarta: Rajawali Press tahun 2011Dr. Abdul sattar abu guddah secretariat general, unified

syariah panel dallah al- barakah group.

(http://www.albaraka.com/)http://ejournal.iainradenintan.ac.id/

25