Kisah 4 nabi yang menerima kitab suci

84
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam segala peristiwa dan sejarah para nabi yang diutus oleh ALLAH SWT hanya untuk melaksanakan perintahnya menyembah ALLAH SWT. Dan tiada tuhan yang maha esa dan patut dipuji selain NYA. Didalam Al-Quran, banyak terdapat peristiwa penting serta sejarah- sejarah para nabi terdahulu. Sebagai penambahan ilmu pengetahuan agama, makalah ini dibuat berdasarkan dengan materi yang telah ditentukan dan juga, dalam aspek kehidupan manusia terdapat pedoman-pedoman hidup mereka agar tercapai keselaran antara didunia dan diakherat. Dalam keselarasan dari terciptanya nabi Adam AS sampai nabi yang terakhir yaitu ummulul mu’minin Muhammad SAW, ter dapat 25 nabi yang patut kita ketahui, tapi hanya empat nabi yang mendapat wahyu dari ALLAH SWT, seperti 4

Transcript of Kisah 4 nabi yang menerima kitab suci

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam segala peristiwa dan sejarah para

nabi yang diutus oleh ALLAH SWT hanya untuk

melaksanakan perintahnya menyembah ALLAH SWT.

Dan tiada tuhan yang maha esa dan patut

dipuji selain NYA. Didalam Al-Quran, banyak

terdapat peristiwa penting serta sejarah-

sejarah para nabi terdahulu. Sebagai

penambahan ilmu pengetahuan agama, makalah

ini dibuat berdasarkan dengan materi yang

telah ditentukan dan juga, dalam aspek

kehidupan manusia terdapat pedoman-pedoman

hidup mereka agar tercapai keselaran antara

didunia dan diakherat.

Dalam keselarasan dari terciptanya nabi Adam

AS sampai nabi yang terakhir yaitu ummulul

mu’minin Muhammad SAW, ter dapat 25 nabi yang

patut kita ketahui, tapi hanya empat nabi

yang mendapat wahyu dari ALLAH SWT, seperti

4

nabi Musa AS mendapatkan kitab TAURAT, nabi

Daud AS mendapatkan kiaab ZABUR, dan nabi ISA

AS mendapatkan kitab INJIL, dan nabi akhirul

zaman yaitu nabi Muhammad SAW dengan kitab

sucinya AL-QURAN dan ditambah lagi dengan

perilaku yang terpujinya disebutkan dari

berbagai hadist shoheh.

B. TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah

untuk menambah wawasan bagi penulis makalah

dan juga mudah-mudahan bias bermanfaat untuk

semua kalangan yang membutuhkan dari resensi

makalah ini, dan tak lebih pula penulisan

makalah ini berfungsi dalam pengetahuan

setiap makhluk di muka bumi ini untuk lebih

menghargai dan bias berbuat dengan segala

yang baik yang tertulis dari setiap lembaran-

lembaran AL-QURAN dan AL-HADIST.

C. Metode Penulisan

a. Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah para

kisah nabi-nabi yang menerima wahyu

dari ALLAH SWT, termuat dalam

makalah ini beberapa peristiwa

penting sepanjang sejarah dalam

5

perjalan nabi Musa AS dengan

kitabnya TAURAT sampai nabi

Muhammad SAW dengan kitabnya Al-

Quran.

b. Rancangan makalah

i. Jenis makalah

Makalah ini adalah makalah

eksposisi, yaitu terdapat

pemaparan-pemaparan cerita kisah

para nabi terdahulu dalam

menyebarkan perintah-perintah ALLAH

SWT untuk menyembahNYA.

ii. Data makalah

Data yang terdapat dalam makalah

ini berisi berbagai sumber-sumber

pengetahuan perintah ALLAH SWT

kepada utusannya, dan data tersebut

diambil dalam berbagai sumber di

dunia maya”internet”.

6

II. KISAH NABI MUSA ASNabi Musa AS diutus untuk berdakwah di negeri

Mesir, dan mengajak Bani Israil menyembah Allah SWT.

Musa dan Harun adalah keturunan ke-4 dari Nabi Ya'qub

AS yang tinggal di Mesir sejak Nabi Yusuf berkuasa

disana. Mesir saat itu dikuasai oleh Fir'aun.

Penduduknya terdiri dari 2 bangsa, yaitu penduduk asli

Mesir yang disebut sebagai orang Qubti, dan orang Israil,

yaitu keturunan Nabi Ya'qub AS. Kebanyakan orang Qubti

menduduki jabatan-jabatan tinggi, sedang orang Israil

hanya berkedudukan rendah, seperti buruh, pelayan dan

pesuruh. Firaun memerintah dengan tangan besi. Ia

diktator bengis yang tidak berperi kemanusiaan. Mabuk

dan rakus kekuasaan, sampai-sampai ia berani menyebut

dirinya sebagai Tuhan.

A. Kekejaman Fir'aun membunuh bayi laki-laki

Suatu ketika, Fir'aun bermimpi, yang oleh dukun

peramalnya mimpi itu diartikan dengan akan lahirnya

seorang bayi laki-laki dari Bani Israil yang akan

merampas kekuasaan raja. Seketika itu Fir'aun

7

menginstruksikan seluruh pasukannya untuk membunuh

setiap bayi laki-laki yang lahir.

Ibu Musa, Yukabad, istri Imron bin Qahat bin Lewi bin Ya'qub AS,

merasa sangat gelisah karena begitu ketatnya

penyelidikan para petugas. Suatu ketika ibu Musa

mendapat petunjuk melalui mimpinya agar anaknya yang

berusia 3 bulan dimasukkan ke dalam kotak lalu

dihanyutkan ke sungai Nil. Allah SWT menjamin bahwa

bayinya pasti akan selamat, bahkan Yukabad kelak tetap

akan dapat merawatnya.

Isyarat itu dilaksanakan dengan penuh ketabahan dan

tawakal. Kakak Musa diperintahkan untuk mengikuti

kemana peti itu hanyut dan di tangan siapakah Musa

nanti ditemukan. Kotak yang berisi bayi itu tiba-tiba

tersangkut di pohon dan berhenti di belakang rumah

Fir'aun. Puteri Fir'aun menemukan peti tsb, dan ia

adalah seorang yang berpenyakit belang. Ketika

menyentuh Musa, mendadak penyakitnya sembuh. Dengan

perasaan gembira ia membawa peti itu kepada Asiah, istri

Fir'aun, dan memberitahu apa yang telah terjadi. Asiah

mengambil bayi itu dan berniat untuk memeliharanya.

Asiah adalah seorang yang beriman kepada Allah SWT.

Namun lantaran takut oleh kekejaman Fir'aun, ia

menyembunyikan keimanannya. Ketika itu Fir'aun

mendengar adanya wanita cantik bernama Asiah, dan ia

pun menikahinya. Namun tatkala ia hendak menggauli

istrinya itu, seluruh badannya tiba-tiba menjadi kaku

8

sehingga ia pun tidak bisa mendekatinya, hanya bisa

memandangnya.

Fir'aun merasa curiga terhadap bayi yang ditemukan

istrinya, tetapi Asiah tetap bersikeras untuk

memeliharanya karena ia sudah lama mendambakan anak.

Bayi itu oleh Asiah diberi nama Musa, yang artinya air

dan pohon (mu = air, sa = pohon).

di antara sejumlah inang pengasuh pilihan Asiah, bayi

Musa hanya mau menyusu pada Yukabad, sehingga Asiah

akhirnya menerima Yukabad sebagai inang pengasuh Musa.

Dengan demikian janji Allah SWT bahwa Yukabad tetap

akan mendapatkan kembali bayinya terpenuhi.

Kisah ini dapat ditemui dalam surat Al-Qasas: 4-13.

Musa meninggalkan Mesir

Setelah selesai masa penyusuan bersama ibunya, Musa

dikembalikan lagi ke istana Fir'aun. Ia dipelihara

sebagaimana anak-anak raja yang lain. Berpakaian

seperti Fir'aun, mengendarai kendaraan Fir'aun,

sehingga ia dikenal sebagai Pangeran Musa bin Fir'aun.

Walaupun dididik dalam tradisi istana, sejak kecil Musa

memahami bahwa ia bukan anak Fir'aun melainkan

keturunan Bani Israil yang tertindas. Karena prihatin

terhadap nasib rakyat yang dianiaya oleh keluarga raja

dan para pembesar kerajaan, Musa bertekad untuk membela

kaumnya yang lemah.

Suatu saat tindakan Musa membela seorang anggota

kaumnya yang berkelahi melawan seorang dari golongan

9

Fir'aun menyebabkan yang terakhir ini tewas. Seorang

saksi yang melihat kejadian itu lalu melaporkan pada

Fir'aun. Mengetahui bahwa Musa membela orang Israil,

Fir'aun segera memerintahkan orang untuk menangkap

Musa. Akhirnya Musa melarikan diri dan memutuskan untuk

meninggalkan Mesir. Ia bertaubat dan memohon ampun

kepada Allah. Saat itu ia berusia 18tahun. Kisah ini

terdapat dalam surat Al-Qasas: 14-21.

Musa pergi ke Madyan, kota tempat tinggal Nabi Syu'aib

AS. Dari Mesir ke Madyan harus ditempuh berjalan kaki

selama 8 hari. Karena kelelahan dan merasa lapar, Musa

beristirahat di bawah pepohonan. Tak jauh dari

tempatnya beristirahat, ia melihat dua orang gadis

berusaha berebut untuk mendapatkan air di sumur guna

memberi minum ternak yang mereka gembalakan. Kedua

gadis itu berebutan dengan sekelompok pria-pria kasar

yang tampak tidak mau mengalah.

Melihat itu, Musa segera bergerak menolong kedua gadis

tsb. Laki-laki kasar tadi mencoba melawan Musa, tapi

Musa dapat mengalahkan mereka.

B. Musa menikah

Kedua gadis ini tak lain adalah putri-putri Nabi

Syu'aib AS. Mereka lalu melaporkan kejadian yang telah

dialami bersama Musa kepada ayah mereka. Syu'aib lalu

menyuruh kedua putrinya untuk mengundang Musa datang ke

rumah mereka.

10

Musa memenuhi undangan itu. Keluarga Syu'aib sangat

senang melihat Musa. Sikapnya sopan dan tampak sekali

ia seorang pemuda bermartabat dari kalangan bangsawan.

Kepada Syu'aib, Musa menceritakan peristiwa pembunuhan

yang telah dilakukannya, yang menyebabkan ia terusir

dari Mesir. Syu'aib menyarankan agar ia tetap tinggal

di rumahnya agar terhindar dari kejaran orang-orang

Fir'aun.

Syu'aib bermaksud menikahkan Musa dengan salah seorang

putrinya. Sebagai syarat mas kawin, Musa diminta

bekerja menggembalakan ternak-ternak milik Nabi Syu'aib

selama 8 tahun. Musa menyanggupi syarat tsb, bahkan ia

menggenapkan masa kerjanya menjadi 10 tahun. Ia

menjalani pekerjaannya dengan sabar. Selama itu,

nampaklah oleh keluarga Syu'aib bahwa Musa adalah

pemuda yang kuat, perkasa, jujur dan dapat diandalkan.

Tak salah jika Nabi Syu'aib mengambilnya sebagai

menantu. Musa sangat bahagia hidup bersama istrinya.

Nabi Syu'aib juga lega karena anaknya mendapat

pelindung yang dapat dipercaya. Kisah tentang hal ini

terdapat dalam surat Al-Qasas: 22-28.

Musa kembali ke Mesir

Sepuluh tahun setelah meninggalkan Mesir, Musa berniat

kembali ke sana bersama istrinya. Musa sadar, tidak

mustahil bahwa orang-orang Mesir masih akan mencarinya,

11

oleh sebab itu ia dan istrinya tidak berani melalui

jalan biasa melainkan memilih jalan memutar.

Sampai suatu malam, mereka tersesat tak tahu arah mana

yang harus ditempuh untuk meneruskan perjalanan ke

Mesir. Saat itulah Musa melihat ada cahaya api terang

benderang di atas sebuah bukit. Musa berkata kepada

istrinya, "Tunggu disini, aku akan mengambil api itu

untuk menerangi jalan kita."Tatkala Musa menghampiri

api tsb, tiba-tiba terdengar suara menyeru, "Hai Musa!

Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua

terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di lembah suci

Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah

apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya Aku ini

adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah

Aku, dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku."

Inilah wahyu pertama yang diterima langsung oleh Nabi

Musa AS. Dengan diterimanya wahyu ini, maka Musa telah

diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Sebagai rasul, Allah

SWT memberinya mukjizat berupa tongkat yang bisa

berubah menjadi ular dan tangannya yang dapat bersinar

putih cemerlang setelah dikepitkan di ketiaknya. Kisah

ini dapat dilihat pada surat Tâhâ: 9-23.

Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk berdakwah

kepada Fir'aun. Musa masih merasa takut karena dulu ia

pernah membunuh orang Mesir, namun Allah menjanjikan

perlindungan untuknya, maka tentramlah hatinya. Untuk

12

lebih memantapkan dakwahnya, Musa memohon kepada Allah

agar ia ditemani oleh Harun, saudaranya, karena Harun

amat cakap dalam berbicara dan berdebat. Permintaan

Musa dikabulkan. Harun yang masih berada di Mesir

digerakkan hatinya oleh Allah sehingga ia berjalan

menemui Musa. Hal tsb dinyatakan dalam surat Al-Qasas:

32-35 dan surat Tâhâ: 42-47.

Akhirnya bersama-sama Harun, Musa menghadap Fir'aun. Ia

mengadakan dialog dengan Fir'aun tentang Tuhan. Namun

Fir'aun menanggapinya dengan sinis dan mengejek Musa

tak tahu diri. Dulu ia diasuh dan dibesarkan di istana

Mesir, tapi kini ia malah berbalik menentang Fir'aun.

Musa menjawab bahwa semua itu terjadi disebabkan karena

ulah Fir'aun sendiri. Seandainya Fir'aun tidak

memerintahkan membunuh bayi laki-laki, tidak mungkin ia

dihanyutkan di sungai Nil sampai akhirnya ditemukan dan

diangkat anak oleh istri Fir'aun. Musa tidak merasa

berhutang budi pada Fir'aun.

Musa mengatakan bahwa sesungguhnya Fir'aun bukanlah

Tuhan. Ada Tuhan lain yang berhak disembah, Tuhan nenek

moyang mereka, Tuhan seluruh alam semesta. Fir'aun

sangat murka dan meminta Musa untuk menunjukkan tanda-

tanda kebesaran Tuhan.

C. Keberhasilan Musa melawan ahli-ahli sihir Fir'aun

Di depan masyarakat luas, Nabi Musa AS dapat

menunjukkan mukjizatnya menghadapi ahli-ahli sihir

Fir'aun. Musa mempersilakan ahli-ahli sihir Fir'aun

13

untuk mempertunjukkan kebolehan mereka lebih dulu.

Mereka lalu melemparkan tali dan tongkat-tongkatnya.

Tak lama kemudian tali-tali dan tongkat-tongkat itu

berubah menjadi ular yang ribuan ekor banyaknya.

Fir'aun tertawa bangga menyaksikan kebolehan para ahli

sihirnya. Masyarakat yang hadir disana juga terkagum-

kagum.

Dengan tenang Musa melemparkan tongkatnya, tongkat itu

segera berubah menjadi ular yang sangat besar dan

langsung melahap ular-ular para ahli sihir Fir'aun.

Dalam waktu singkat, ular-ular itu habis ditelan oleh

ular Nabi Musa.

Para ahli sihir itu terbelalak heran. Apa yang

diperlihatkan Musa bukanlah seperti sihir yang mereka

pelajari dari syaitan. Sadar akan hal itu, para ahli

sihir tsb berlutut kepada Musa, dan menyatakan diri

sebagai pengikut ajaran yang dibawanya. Mereka

bertaubat dan hanya akan menyembah Allah saja. Kisah

ini dijelaskan dalam surat Asy-Syu'arâ': 18-51

Fir'aun sangat murka melihat pembelotan para ahli sihir

yang telah bertaubat itu. Ia mengancam akan menyiksa

mereka dengan siksaan yang sangat kejam, namun para

ahli sihir itu tetap memilih menjadi pengikut Musa.

Akhirnya Fir'aun memerintahkan untuk memotong tangan

dan kaki mereka, serta menyalib mereka di batang pohon

kurma. Mereka pun menerimanya dengan sabar dan tetap

beriman kepada Allah. Jumlah mereka saat itu 70 orang.

14

Azab bagi Fir'aun dan pengikutnya

Kejengkelan Fir'aun memuncak setelah Nabi Musa AS

memperoleh pengikut yang lebih banyak. Fir'aun menjadi

semakin kejam terhadap Bani Israil. Nabi Musa AS

senantiasa menyuruh kaumnya untuk bersabar menghadapi

kesewenang-wenangan Fir'aun. Fir'aun pun tak henti-

hentinya mengejek dan menghina Musa.

Karena semakin lama tindakan Fir'aun makin merajalela,

Nabi Musa AS berdoa kepada Allah SWT agar Fir'aun dan

pengikutnya diberi azab. Allah SWT mengabulkan doa

Musa. Kerajaan Fir'aun dilanda krisis keuangan. Selain

itu wilayah Mesir dilanda kemarau panjang. Banyak panen

yang gagal, tanaman dan pepohonan banyak yang mati,

disusul badai topan yang merobohkan rumah-rumah mereka.

Jutaan belalang berdatangan menyerbu hewan dan

perkebunan, juga kutu dan katak. Setelah kemarau,

muncul banjir besar. Akibat banjir itu kemudian juga

muncul wabah penyakit. Anak laki-laki bangsa Mesir

mendadak mati, tak terkecuali anak-anak Fir'aun

sendiri, termasuk putra mahkota.

Pengikut Fir'aun mendatangi Nabi Musa AS untuk memohon

agar azab itu dicabut dari mereka dengan janji mereka

akan beriman. Namun ketika Allah SWT mengabulkan

permintaan itu, mereka ingkar terhadap janjinya.

Riwayat ini terdapat dalam surat Al-Mu'minûn: 26, Az-

Zukhruf: 51-54, Yûnus: 88-89, dan Al-A'râf: 130-135.

15

Peristiwa Laut Merah terbelah

Bani Israil yang makin menderita karena ulah Fir'aun

dan pengikutnya meminta Nabi Musa AS untuk membawa

mereka keluar dari Mesir. Setelah mendapat wahyu dari

Allah agar mengajak kaumnya pergi meninggalkan Mesir,

Musa lalu membawa kaumnya ke Baitulmakdis. Mereka pergi

secara diam-diam di malam hari. Ketika sampai di tepi

Laut Merah, mereka baru menyadari bahwa tentara Fir'aun

mengejar mereka. Para pengikut Musa sangat panik karena

tidak bisa lari kemana pun. Saat itulah turun wahyu

agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Laut pun

membelah hingga terbentang jalan bagi Musa dan

pengikutnya untuk menyeberang. Fir'aun dan tentaranya

mengejar rombongan itu, namun ketika Musa dan

pengikutnya telah sampai di tepi sementara Fir'aun dan

tentaranya masih di tengah laut, atas perintah Allah

laut pun kembali menutup hingga Fir'aun dan pasukannya

tenggelam.

Di saat-saat terakhir menjelang kematiannya, Fir'aun

sempat bertaubat dan menyatakan diri beriman kepada

Allah. Namun taubat menjelang ajal yang dilakukan oleh

Fir'aun itu sudah terlambat dan tidak lagi diterima

oleh Allah, sehingga matilah ia dalam keadaan tetap

kafir.Kisah tentang ini terdapat dalam surat Tâhâ: 77-

79, Asy-Syu'arâ: 60-68, dan Yûnus: 90-92.

Ternyata, mayat Fir'aun tetap utuh sebagaimana

disebutkan dalam Al-Qur'an surat Yûnus: 92, sebagai

16

tanda bagi umat yang kemudian. Ini telah terbukti

dengan diketemukannya mummi Fir'aun (Pharaoh) di Mesir

pada abad ke-20 M.

Karunia bagi Bani Israil

Dalam perjalanan ke Mesir, Bani Israil sangat manja.

Saat mereka haus, Musa memukulkan tongkatnya ke batu.

Dari batu tsb, memancarlah 12 mata air, sesuai dengan

jumlah suku (sibith) Bani Israil, sehingga masing-

masing suku memiliki mata air sendiri. Di Gurun Sinai

yang panas terik, tak ada rumah untuk dihuni, tak ada

pohon untuk berteduh, maka Allah menaungi mereka dengan

awan. Ketika bekal makanan dan minuman mereka habis,

mereka pun meminta Musa memohon pada Allah SWT agar

diberikan makanan dan minuman, maka Allah menurunkan

kepada mereka Manna dan Salwa. Manna adalah makanan

yang turun dari udara seperti turunnya embun, turun di

atas batu dan daun pohon. Rasanya manis seperti madu.

Sedang Salwa adalah sejenis burung puyuh yang datang

berbondong-bondong silih berganti sampai-sampai hampir

menutupi bumi lantaran banyaknya.

Mendapat karunia dan rezki yang demikian melimpahnya

dari Allah, Bani Israil bukannya bersyukur, malah

mereka meminta makanan dari jenis yang lain lagi.

Disinilah mulai terlihat betapa Bani Israil itu sangat

kufur terhadap nikmat Allah. Berbagai tuntutan dan

permintaan dari Bani Israil ini diceritakan dalam surat

Al-A'râf: 160 dan Al-Baqarah: 61.

17

D. Turunnya kitab Taurat

Setelah persoalan dengan Fir'aun selesai, Nabi Musa

AS memohon untuk diberikan kitab suci sebagai pedoman.

Allah SWT lalu memerintahkan Nabi Musa AS untuk

berpuasa selama 30 hari dan pergi berkhalwat ke Bukit

Thur Al-Aiman atau Thursina. Sebelum pergi, Musa meminta

Harun menjadi wakilnya untuk mengurus kaumnya.

Setelah berpuasa selama 30 hari, Allah memerintahkannya

berpuasa 10 hari lagi untuk menggenapkan ibadahnya

menjadi 40 hari. Setelah itu Allah berbicara kepadanya

dengan Kalam-Nya yang Azali, sehingga Musa pun memiliki

keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia lain.

Dalam kesempatan bermunajat di Bukit Thursina ini,

timbul kerinduan Musa untuk bertemu Allah SWT. Ia pun

meminta agar Allah SWT mengizinkan dirinya untuk

melihat Zat-Nya. Allah SWT mengatakan bahwa ia telah

meminta sesuatu yang diluar kesanggupannya. Allah SWT

kemudian menyuruh Musa untuk melihat ke sebuah bukit.

Allah akan menampakkan wujudnya kepada bukit itu. Jika

bukit itu tetap tegak berdiri, maka Musa dapat melihat-

Nya, namun jika bukit yang lebih besar darinya itu tak

mampu bertahan, maka lebih-lebih lagi dirinya. Ketika

Musa mengarahkan pandangan ke bukit tsb, seketika itu

juga bukit itu hancur luluh. Melihat itu Musa merasa

terkejut dan ngeri, ia pun jatuh pingsan.

Setelah sadar, ia bertasbih dan bertahmid seraya

memohon ampun kepada Allah SWT atas kelancangannya.

18

Selanjutnya, Allah SWT memberikan kitab Taurat sebagai

kitab suci yang berupa kepingan-kepingan batu. Di

dalamnya tertulis pedoman hidup dan penuntun beribadah

kepada Allah SWT. Kisah munajat Nabi Musa AS di Bukit

Thursina ini diceritakan dalam surat Al-A'râf: 142-145.

Patung anak sapi

Sepeninggal Nabi Musa AS, Bani Israil dihasut oleh

seorang munafik bernama Samiri. Karena keyakinan tauhid

mereka yang memang belum terlalu tebal, dengan mudah

mereka termakan hasutan Samiri. Bani Israil membuat

patung anak sapi yang disembah sebagai tuhan mereka.

Sebelum pergi ke bukit Thursina, Musa berkata kepada

kaumnya bahwa ia akan meninggalkan mereka tidak lebih

dari 30 hari. Ketika Allah memerintahkannya untuk

menambah ibadahnya 10 hari lagi sehingga bertambah lama

kepergiannya, maka mereka menganggapnya telah

melupakannya. Samiri mengatakan kepada Bani Israil

bahwa keterlambatan Musa ini disebabkan karena mereka

telah membuat marah Tuhan dengan mengambil perhiasan-

perhiasan dari kuburan orang-orang Mesir. Maka untuk

meminta ampun kepada Tuhan dan agar Musa mau kembali

pada mereka, mereka harus melemparkan perhiasan-

perhiasan tsb ke dalam api.

Mereka pun percaya dengan hasutan Samiri. Para wanita-

wanita Bani Israil lalu melemparkan perhiasan-perhiasan

emas mereka ke dalam api. Dari emas yang terkumpul itu

Samiri lalu membuat patung anak sapi. Dengan teknik

19

khusus, ia membuat angin bisa masuk dan menimbulkan

suara dari mulut patung itu sehingga seolah-olah patung

itu dapat berbicara. Kemudian Samiri menyuruh Bani

Israil untuk menyembahnya.

Nabi Harun AS tidak berdaya menghadapi kaumnya yang

kembali murtad itu. Ketika Nabi Musa AS kembali, ia

sangat marah dan bersedih hati melihat perilaku

kaumnya. Mula-mula ia pun marah kepada Harun yang

dianggapnya tidak bisa menjaga kaumnya dengan baik,

namun setelah mendengar penjelasan dari Harun, ia pun

tenang kembali. Ia mengusir Samiri dan menjelaskan pada

kaumnya tentang perbuatan mereka yang salah. Sebagai

hukuman, Samiri diberi kutukan oleh Allah, jika ia

disentuh atau menyentuh manusia, maka badannya akan

menjadi panas demam. Itulah azab Samiri di dunia,

seumur hidupnya ia tidak bisa berhubungan dengan siapa

pun.

Setelah Samiri pergi, Musa membakar patung anak sapi

sembahan Bani Israil dan membuang abunya ke laut. Allah

SWT kemudian memerintahkan Musa AS agar membawa

sekelompok kaumnya untuk memohon ampun atas dosa mereka

menyembah patung anak sapi. Musa mengajak 70 orang

terpilih dari Bani Israil ke Bukit Thursina. Setelah

mereka berpuasa menyucikan diri, muncullah awan tebal

di bukit itu. Nabi Musa AS dan rombongannya memasuki

awan gelap itu dan bersujud. Ketika bersujud, 70 orang

itu mendengar percakapan antara Nabi Musa AS dengan

20

Allah SWT. Timbul keinginan mereka untuk melihat Zat

Allah. Bahkan mereka menyatakan tidak akan beriman

sebelum melihat-Nya. Seketika itu pula tubuh mereka

tersambar halilintar hingga mereka pun tewas.

Nabi Musa AS memohon agar kaumnya diampuni dan

dihidupkan kembali. Maka Allah SWT pun membangkitkan

kembali 70 orang pengikut Musa itu. Musa lalu menyuruh

mereka bersumpah untuk berpegang teguh pada kitab

Taurat sebagai pedoman hidup, dan beriman kepada Allah

SWT. Cerita ini terdapat dalam Al Qur'an surat Al-A'râf:

149-155 dan Al-Baqarah: 55, 56, 63, 64.

E. Sapi Betina (Al Baqarah)

Suatu hari terjadi peristiwa pembunuhan di antara

kaum Nabi Musa. Untuk mengetahui siapa pembunuh orang

tsb, atas petunjuk Allah SWT, Musa memerintahkan

kaumnya untuk mencari seekor sapi betina. Dengan lidah

sapi itu nantinya mayat yang terbunuh akan dipukul dan

akan hidup lagi atas kehendak dan izin dari Allah SWT.

Kaum Bani Israil sebenarnya enggan melaksanakan

perintah ini, karenanya mereka sangat cerewet dan

banyak bertanya dengan harapan supaya Allah SWT

akhirnya membatalkannya, sebagaimana dikisahkan dalam

Al Qur'an surat Al-Baqarah: 67-71.

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor

sapi betina. Mereka berkata: Apakah kamu hendak

menjadikan kami buah ejekan? Musa menjawab: Aku

21

berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah

seorang dari orang-orang yang jahil. (QS. 2:67)

Mereka menjawab: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami,

agar dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah

itu? Musa menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa

sapi betina itu adalah sapi yang tidak tua dan tidak

muda, pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang

diperintahkan kepadamu. (QS. 2:68)

Mereka berkata: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami

agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya. Musa

menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi

betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning

tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang

memandangnya. (QS. 2:69)

Mereka berkata: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami

agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi

betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar

bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan

mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu). (QS.

2:70)

Musa berkata: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi

betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai

untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi

tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya. Mereka

berkata: Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi

betina yang sebenarnya. Kemudian mereka menyembelihnya

22

dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.

(QS. 2:71)

Nama surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina diambil

karena dalam surat ini terdapat kisah penyembelihan

sapi betina.

Dapat dilihat pada ayat-ayat tsb bahwa sikap Bani

Israil yang cerewet justru telah menyulitkan mereka

sendiri. Seandainya ketika diperintahkan pertama kali

mereka langsung melaksanakannya, tentulah mereka tidak

akan repot, tetapi mereka malah mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang rumit sehingga hampir saja mereka tidak

dapat menemukan sapi sesuai ciri-ciri yang diterangkan

oleh Musa.

Begitu sapi sudah diperoleh, mereka lalu menyembelihnya

dan lidah sapi itu dipukulkan ke tubuh mayat orang yang

terbunuh. Seketika itu ia menjadi hidup kembali dan

menceritakan bahwa ia telah dibunuh oleh sepupunya

sendiri.

Allah mengharamkan tanah Palestina bagi Bani Israil

Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS membawa kaumnya ke

Palestina, tempat suci yang telah dijanjikan bagi Nabi

Ibrahim AS sebagai tempat tinggal anak cucunya. Bani

Israil yang telah mendapat berbagai karunia dari Allah

SWT adalah kaum yang keras kepala dan tidak bersyukur.

Sebelum mengajak kaumnya berhijrah, Musa mengutus

perintis jalan untuk menyelidiki tentang penduduk

penghuni Palestina. Ketika kembali, para perintis jalan

23

itu mengabarkan bahwa tanah suci tsb dihuni oleh suku

Kana'an yang kuat-kuat, dan kota-kotanya memiliki

benteng yang kokoh. Mengetahui hal itu, merasa

gentarlah Bani Israil dan tidak mau mematuhi perintah

Musa untuk menyerang. Mereka hanya mau kesana jika suku

itu telah disingkirkan terlebih dahulu.

Nabi Musa AS sangat marah terhadap sikap kaumnya itu,

karena sikap tsb mencerminkan bahwa mereka belum benar-

benar beriman kepada Allah SWT, padahal Allah SWT telah

berjanji bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan mampu

mengalahkan suku Kana'an. Di antara Bani Israil itu,

ada 2 orang bertakwa yang menasihati mereka agar masuk

dari pintu kota supaya mereka bisa menang. Akan tetapi

Bani Israil menolak nasihat itu dan melontarkan kepada

Musa kalimat yang menunjukkan pembangkangan dan sifat

pengecut, "Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan

berperanglah, sementara kami menunggu di sini."

Habislah kesabaran Musa. Ia lalu memanjatkan doa agar

Allah SWT memberikan putusan-Nya atas sikap kaumnya.

Sebagai hukuman bagi Bani Israil yang menolak perintah

Allah SWT, Allah SWT mengharamkan wilayah Palestina

selama 40 tahun bagi mereka. Mereka akan tersesat,

padahal tanah yang dijanjikan sudah ada di depan mata.

Selama itu mereka akan berkeliaran di muka bumi tanpa

memiliki tempat bermukim yang tetap.

Hal ini dikisahkan dalam surat Al-Maidah: 20-26.

Pertemuan Musa dengan orang saleh

24

Pada suatu kesempatan berkhutbah di hadapan kaumnya,

Nabi Musa AS mengatakan bahwa dirinyalah yang paling

pandai dan berpengetahuan. Allah SWT menegur sikapnya

ini dan berfirman, "Sesungguhnya Aku mempunyai seorang

hamba di tepi laut yang lebih pandai darimu."

Berkatalah Musa, "Wahai Tuhanku, apa yang harus

kuperbuat untuk bertemu dengannya?"

Allah berfirman, "Ambillah seekor ikan kecil dan

letakkan di dalam keranjang. Dimanapun engkau

kehilangan ikan itu, maka disitulah ia berada."

Musa melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah

kepadanya. Ia mengambil seekor ikan kecil, kemudian ia

pergi dengan ditemani seorang sahayanya. Saat mereka

tiba di pertemuan antara dua buah laut, mereka duduk

sejenak untuk beristirahat. Tertidurlah mereka,

sementara saat itu turun hujan sehingga ikan yang

mereka bawa dapat melompat dan meluncur ke laut.

Sahaya Musa mengetahui hal ini, namun ia lupa

memberitahukannya kepada Musa. Mereka terus melanjutkan

perjalanan. Ketika mereka merasa lapar dan hendak

makan, saat itulah sahaya Musa teringat akan ikan yang

hilang itu, maka ia pun memberitahu Musa. Mendengar itu

Musa sangat gembira. "Inilah yang kita cari. Mari kita

kembali untuk mengikuti jejak dimana ikan itu hilang."

Belum sampai di tempat yang dituju, Musa telah bertemu

dengan orang yang dimaksud. Hamba Allah SWT yang saleh

itu dikenal dengan nama Nabi Khidir AS. Nabi Musa AS yang

25

ingin belajar dari hamba-Nya yang saleh itu meminta

agar diizinkan mengikuti Nabi Khidir. Nabi Khidir

menjawab bahwa ia tidak akan dapat sabar atas

keikutsertaannya, karena ia akan melihat tindakan-

tindakan yang bertentangan dengan syariatnya. Namun

Musa berkata bahwa ia akan bersabar dan tidak akan

menentang urusan Nabi Khidir. Akhirnya Nabi Khidir

mengizinkan Musa untuk mengikutinya, namun dengan

syarat bahwa Musa tidak boleh mempertanyakan tindakan-

tindakan yang akan dilakukannya, karena pada akhirnya

ia akan menceritakan rahasia di balik tindakan-

tindakannya itu.

Pergilah Musa bersama Nabi Khidir menyusuri tepi laut.

Tiba-tiba lewat di depan mereka sebuah kapal, maka

keduanya meminta kepada penumpang-penumpangnya untuk

mengangkut mereka. Mereka diizinkan menumpang, lalu

keduanya pun naik ke kapal itu. Saat para penumpang

lengah, Nabi Khidir melubangi dinding kapal yang

terbuat dari kayu itu sedemikian rupa sehingga

kerusakannya akan mudah untuk diperbaiki. Musa yang

melihat kejadian ini merasa ngeri dan tanpa sadar ia

lupa dengan perjanjiannya untuk tidak mengajukan

pertanyaan apa pun, maka ia pun berkata, "Apakah engkau

merusak kapal orang-orang yang telah menghormati kita?

Engkau telah melakukan sesuatu yang tercela."

Nabi Khidir mengingatkan kepada Musa akan perjanjian

mereka, maka sadarlah Musa, ia meminta supaya jangan

26

dihukum atas kelupaannya ini. Keduanya lalu meneruskan

perjalanan dan bertemu dengan seorang anak yang sedang

bermain bersama kawan-kawannya. Nabi Khidir lalu

membujuk anak itu ikut dengannya dan membawanya ke

tempat yang agak jauh dari teman-temannya, lalu ia

membunuhnya. Panas hati Musa melihat perbuatan yang

keji ini sehingga dengan marah ia berkata, "Apakah

engkau membunuh jiwa yang suci bersih tanpa dosa?

Engkau telah berbuat sesuatu yang mungkar. "Nabi Khidir

kembali mengingatkan Musa akan syarat yang berlaku

antara keduanya. Musa menyesal atas ketidaksabarannya.

Ia pun berkata, "Jika setelah ini aku bertanya lagi

kepadamu, maka janganlah menemani aku, karena sudah

cukup alasan bagiku untuk berpisah denganmu."

Kemudian keduanya pun meneruskan perjalanan kembali.

Saat merasa haus dan lapar, masuklah mereka ke sebuah

desa. Mereka meminta kepada penghuninya supaya bersedia

memberi mereka makan dan menjadikan mereka sebagai

tamu, namun permintaan mereka ini ditolak dengan kasar

oleh penghuni desa tsb. Dalam perjalanan pulang,

mereka mendapati sebuah dinding yang hampir roboh. Nabi

Khidir lalu memperbaiki dinding yang roboh itu dan

mendirikan bangunannya. Melihat ini, Musa tidak tahan

lalu bertanya, "Apakah engkau mau membalas orang-orang

yang telah mengusir kita dengan memperbaiki dinding

rumah mereka? Andaikata engkau kehendaki, engkau bisa

meminta upah atas pekerjaanmu untuk membeli makanan."

27

Dengan timbulnya pertanyaan Musa ini, maka berpisahlah

ia dengan Nabi Khidir. Namun sebelum berpisah, Nabi

Khidir menjelaskan rahasia-rahasia perbuatannya. Ia

berkata, "Mengenai kapal yang aku lubangi dindingnya,

itu adalah kepunyaan beberapa orang miskin yang tidak

punya harta selain itu, dan aku mengetahui bahwa ada

seorang raja yang suka merampas setiap kapal yang baik

dari pemiliknya. Sebab itu aku merusaknya sedikit

supaya nantinya mudah diperbaiki lagi, dan bila raja

melihatnya ia pun menduga kapal itu adalah kapal yang

buruk sehingga ia akan membiarkannya pada pemiliknya

dan selamatlah kapal itu pada mereka.

Mengenai anak kecil yang aku bunuh, ia adalah seorang

anak yang menampakkan tanda-tanda kerusakan sejak

kecil, sedang kedua orangtuanya adalah orang-orang yang

beriman dan saleh. Aku khawatir rasa kasih sayang

orangtua terhadap anaknya akan membuat mereka

menyeleweng dari kesalehan mereka dan menjerumuskannya

ke dalam kekafiran dan kesombongan, maka aku pun

membunuhnya untuk menenangkan kedua orangtua yang

beriman ini, dan anak yang jahat itu semoga akan diberi

gantinya oleh Allah SWT dengan anak yang lebih baik dan

lebih berbakti serta lebih sayang kepada kedua

orangtuanya. Adapun dinding rumah yang kudirikan, itu

adalah milik dua anak yatim di kota itu yang di

bawahnya terdapat harta terpendam kepunyaan mereka, dan

ayah mereka adalah seorang yang saleh. Maka Tuhanmu

28

yang Maha Pemurah ingin menjaga harta itu bagi mereka

sampai mereka dewasa dan mengeluarkannya. Semua yang

kuperbuat itu bukanlah atas usahaku, melainkan itu

adalah wahyu dari Allah SWT. Dan inilah penjelasan dari

kejadian-kejadian yang mana engkau tidak bisa

bersabar."

Kisah pertemuan Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS ini

terdapat dalam surat Al-Kahfi: 60-82.

F. Kisah Qarun dan hartanya

Tersebutlah seorang pengikut Nabi Musa AS yang

sangat kaya, yang bernama Qarun. Meskipun sangat kaya,

namun ia tidak mau menyedekahkan hartanya bagi fakir

miskin. Nasihat-nasihat Nabi Musa AS tidak

dipedulikannya, bahkan ia mengejek dan memfitnah Nabi

Musa AS.

Guna memberi pelajaran pada Qarun dan memberi contoh

pada kaumnya, Musa memanjatkan doa agar Allah SWT

menurunkan azabnya pada diri hartawan itu. Allah SWT

lalu memberi azab dengan menguburkan semua harta

kekayaan beserta diri Qarun melalui bencana tanah

longsor yang dahsyat. Kisah Qarun dan hartanya ini

terdapat dalam surat Al-Qasas: 76-82.

Larangan hari sabath

Sesuai dengan syariat dalam Taurat, Nabi Musa

menentukan hari Sabtu sebagai hari untuk berkumpul dan

29

beribadah. Pada hari itu kaum Bani Israil dilarang

untuk melakukan usaha apa pun, termasuk berniaga dan

mencari ikan. Namun pada hari Sabtu tsb justru ikan-

ikan sangat banyak terlihat di laut. Sesungguhnya ini

merupakan kehendak Allah SWT untuk menguji keimanan dan

ketaatan Bani Israil. Ternyata mereka tidak tahan

dengan ujian ini dan melanggar larangan hari Sabath,

oleh sebab itu Allah kemudian mengutuk sebagian mereka

menjadi kera.

Hal ini disebutkan dalam surat Al-Baqarah: 65 dan Al-A'râf:

166.

III. Daud AS

30

Nabi Daud AS adalah salah seorang nabi dari Bani

Israil, yaitu dari sibith Yahuda. Ia merupakan

keturunan ke-13 dari Nabi Ibrahim AS.

A. Thalut Sang Raja

Sesudah Nabi Harun dan Nabi Musa wafat, kaum Bani

Israil dipimpin oleh Nabi Yusya' bin Nun, yang memang

telah ditunjuk oleh Nabi Musa untuk menggantikan beliau

sesaat sebelum kewafatannya. Berkat kepemimpinan Yusya'

bin Nun mereka dapat menguasai tanah Palestina dan

bertempat tinggal di istana. Namun setelah Yusya bin

Nun wafat, mereka terpecah belah. Isi kitab Taurat

berani mereka rubah dan ditambah-tambah. Mereka sering

bersilang pendapat sesama mereka sendiri, hingga

akhirnya hilanglah kekuatan persatuan mereka. Tanah

Palestina diserbu dan dikuasai bangsa lain.

Bani Israil menjadi bangsa jajahan yang tertindas.

Mereka merindukan datangnya seorang pemimpin yang tegas

dan gagah berani untuk melawan penjajah. Pada suatu

hari, mereka pergi menemui Nabi Samuel untuk meminta

petunjuk. "Wahai Samuel, angkatlah salah seorang di

antara kami sebagai Raja yang akan memimpin kita

berperang melawan penjajah. "Tetapi Nabi Samuel

menjawab, "Aku khawatir bila sudah mendapat pemimpin

yang dipilih Allah, kalian justru tidak mau berangkat

perang”. "Kita sudah lama menjadi bangsa tertindas,"

31

kata mereka. "Kita tidak mau menderita lebih lama

lagi."

Karena didesak oleh kaumnya, Nabi Samuel kemudian

berdoa kepada Allah SWT agar menetapkan satu di antara

mereka menjadi pemimpin. Doa Nabi Samuel dikabulkan,

Allah memilih Thalut sebagai Raja yang memimpin mereka.

Tapi ternyata begitu mendengar nama Thalut diucapkan

oleh Nabi Samuel, mereka justru menolak dengan alasan

bahwa Thalut tidak begitu dikenal, ia hanya seorang

petani biasa yang sangat miskin. Nabi Samuel kemudian

menjelaskan bahwa walaupun Thalut itu petani biasa,

namun ia pandai strategi perang, tubuhnya kekar dan

kuat, dan pandai tentang ilmu tata negara. Baru

akhirnya mereka mau menerima Thalut sebagai Raja

mereka.

B. Kisah Jalut dan Daud

Thalut mengajak orang-orang yang tak punya ikatan

rumah tangga dan perdagangan ke medan perang. Dengan

memilih orang-orang terbaik itu, ia berharap mereka

dapat memusatkan diri pada pertempuran dan tak

terganggu dengan urusan rumah tangga dan perdagangan.

Salah seorang anak muda yang ikut dalam barisan Thalut

adalah seorang remaja bernama Daud. Ia diperintah oleh

ayahnya untuk menyertai kedua kakaknya yang maju ke

medan perang. Daud tidak diperkenankan maju ke garis

depan, ia hanya ditugaskan untuk melayani kedua

32

kakaknya. Tempatnya di garis belakang. Jika kakaknya

lapar atau haus, dialah yang melayani dan menyiapkan

makanan dan minuman bagi mereka.

Tentara Thalut sebenarnya tidak seberapa banyak. Jauh

lebih banyak dan lebih besar tentara Jalut Sang Penindas

(Goliath). Jalut sendiri adalah seorang panglima perang

yang bertubuh besar seperti raksasa. Setiap orang yang

berhadapan dengannya selalu binasa. Tentara Thalut

gemetar saat melihat keperkasaan musuh-musuhnya itu.

Demi melihat tentaranya ketakutan, Thalut berdoa kepada

Allah, "Ya Tuhan kami, curahkanlah kesabaran atas diri

kami, dan kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah

kami terhadap orang-orang yang kafir."

Maka dengan kekuatan doa itu mereka menyerbu tentara

Jalut. Tak mengira lawan yang berjumlah sedikit itu

mempunyai keberanian bagaikan singa terluka, akhirnya

pasukan Jalut dapat diporak-porandakan dan lari

tercerai berai.

Tinggallah Jalut Sang Panglima dan beberapa pengawalnya

yang masih tersisa. Thalut dan pengikutnya tak berani

berhadapan dengan raksasa itu. Lalu Thalut mengumumkan,

siapa yang dapat membunuh Jalut maka ia akan

diangkatnya sebagai menantu. Tak disangka dan diduga,

Daud yang masih berusia remaja tampil ke depan, minta

izin kepada Thalut untuk menghadapi Jalut. Mula-mula

Thalut ragu, mampukah Daud yang masih sangat belia itu

mengalahkan Jalut? Namun setelah didesak oleh Daud,

33

akhirnya ia mengizinkan anak muda itu maju ke medan

perang.

Dari kejauhan Thalut mengawasi sepak terjang Daud yang

menantang Jalut. Jalut memang sombong. Ia telah

berteriak berkali-kali, menantang orang-orang Israil

untuk berperang tanding. Ia juga mengejek bangsa Israil

sebagai bangsa pengecut dan hinaan-hinaan lainnya yang

menyakitkan hati. Tiba-tiba Daud muncul di hadapan

Jalut. Jalut tertawa terbahak-bahak melihat anak muda

itu menantangnya duel. Daud tidak membawa senjata

tajam. Senjatanya hanya ketapel. Berkali-kali Jalut

melayangkan pedangnya untuk membunuh Daud, namun Daud

dapat menghindar dengan gesitnya. Pada suatu

kesempatan, Daud berhasil melayangkan peluru ketapelnya

tepat di antara kedua mata Jalut. Jalut berteriak

keras, roboh dengan dahi pecah, dan tewaslah ia. Dengan

demikian menanglah pasukan Thalut melawan Jalut. Sesuai

janji, Daud lalu diangkat sebagai menantu Raja Thalut.

Ia dinikahkan dengan putri Thalut yang bernama Mikyai.

Daud menjadi Raja

Disamping menjadi menantu Raja, Daud juga diangkat

sebagai penasihatnya. Ia dihormati semua orang, bahkan

rakyatnya seolah lebih menghormati Daud daripada

Thalut. Hal ini membuat Thalut iri hati. Karenanya ia

berusaha mencelakakan Daud ke medan perang yang sulit.

Daud ditugaskan membasmi musuh yang jauh lebih kuat dan

34

lebih besar jumlahnya. Namun Daud justru memenangkan

pertempuran itu dan kembali ke istana dengan disambut

luapan kegembiraan rakyatnya. Thalut makin merasa iri

dan tersaingi atas kepopuleran Daud di mata rakyatnya.

Ia terus mencoba membunuh dan menyingkirkan Daud dengan

berbagai cara, namun selalu menemui kegagalan. Daud

seolah selalu dilindungi Allah.

Akhirnya terjadilah perang Jalbu' antara Thalut dan Daud

serta pendukung mereka. Dalam peperangan itu Thalut

tewas. Setelah kematian Thalut dan putra mahkotanya

yang juga mati dalam pertempuran tsb, maka rakyat

langsung mengangkat Daud sebagai Raja Israil.

C. Mukjizat Nabi Daud AS

Allah SWT menurunkan kitab Zabur bagi Nabi Daud AS.

Selain Zabur, keistimewaan Nabi Daud AS lainnya adalah

setiap pagi dan senja gunung-gunung bertasbih atas

perintah Allah SWT mengikuti tasbihnya. Nabi Daud AS

juga memahami bahasa burung-burung. Binatang juga

mengikuti tasbih Nabi Daud AS.

Keistimewaannya dalam beribadah ini diterangkan dalam

surat Shâd: 17-19 dan Saba': 10.

Selain itu kerajaannya yang kuat belum pernah sekalipun

dapat terkalahkan. Sebaliknya, Nabi Daud AS selalu

mendapat kemenangan dari semua lawannya. Ia menduduki

takhta kerajaan selama 40 tahun.

Diantaranya mukjizatnya adalah Nabi Daud dapat

melunakkan besi seperti lilin, kemudian ia dapat

35

merubah-rubah bentuk besi itu tanpa memerlukan api atau

peralatan apapun. Dari besi itu, ia dapat membuat baju

besi yang dikokohkan dengan tenunan dari bulatan-

bulatan rantai yang saling menjalin secara

berkesinambungan. Jenis baju ini membuat pemakainya

lebih bebas bergerak, karena tidak kaku seperti baju

besi biasa yang dibuat dari besi lembaran.

Tentang mukjizatnya ini disebutkan dalam surat Saba': 10

dan Al-Anbiyâ': 80.

Nabi Daud juga dikaruniai suara yang sangat merdu

sekali. Kitab Zabur yang diturunkan kepadanya selain

berisi pelajaran dan peringatan, juga berisi nyanyian

puji-pujian kepada Tuhan. Nyanyian ini sering juga

disebut dengan Mazmur.

Nabi Daud membagi hari-harinya menjadi 4 bagian. Sehari

untuk beribadah, sehari ia menjadi hakim, sehari untuk

memberikan pengajaran, dan sehari lagi untuk

kepentingan pribadi. Ia juga suka berpuasa. Ia

melakukan puasa dua hari sekali, sehari berpuasa,

sehari lagi tidak.

Peringatan Allah pada Nabi Daud AS

Para nabi adalah manusia yang menjadi contoh teladan

umat. Jika ia melakukan kesalahan, maka Allah segera

memperingatkannya untuk meluruskan kesalahannya itu.

Demikian pula halnya dengan Nabi Daud. Ia memiliki

istri 99 orang. Ketika itu memang tidak ada pembatasan

jumlah istri yang boleh dimiliki oleh seorang lelaki.

36

Seorang lelaki biasa untuk memiliki banyak istri,

terlebih lagi bagi seorang raja. Nabi Daud ingin

menggenapkan istrinya menjadi 100 orang.

Pada suatu hari, datanglah dua orang lelaki mengadu

kepada Nabi Daud. Seorang di antara mereka berkata,

"Saudaraku ini memiliki kambing 99 ekor, sedang aku

hanya memiliki seekor, tetapi ia menuntut dan

mendesakku agar menyerahkan kambingku yang seekor itu

kepadanya, supaya jumlah kambingnya menjadi genap 100

ekor. Ia membawa berbagai alasan yang tak bisa kubantah

karena aku tak pandai berdebat."

Daud lalu bertanya pada lelaki yang satu lagi,

"Benarkah ucapan saudaramu itu?"

"Benar," jawab lelaki itu. Berkatalah Daud dengan

marah, "Jika demikian halnya, maka saudaramu telah

berbuat zalim. Aku tidak akan membiarkanmu meneruskan

perbuatanmu yang semena-mena itu atau engkau akan

mendapat hukuman pukulan pada wajah dan hidungmu!"."Hai

Daud!" kata lelaki itu, "Sebenarnya engkaulah yang

pantas mendapat hukuman yang kau ancamkan kepadaku itu.

Bukankah engkau telah mempunyai 99 istri? Tetapi

mengapa kau masih menyunting lagi seorang gadis yang

sudah bertunangan dengan pemuda yang menjadi tentaramu

sendiri? Padahal pemuda itu sangat setia dan berbakti

kepadamu." Nabi Daud tercengang mendengar ucapan yang

tegas dan berani dari lelaki itu. Ia berpikir keras,

siapakah sesungguhnya kedua orang ini? Tetapi tiba-tiba

37

kedua pria itu sudah hilang lenyap dari pandangannya.

Tahulah Nabi Daud bahwa ia telah diperingatkan Allah

melalui malaikat-Nya. Ia segera bertaubat memohon ampun

kepada Allah, dan Allah menerima taubatnya.

Pelanggaran terhadap Hari Sabath

Suatu ketika rakyat Nabi Daud AS bersepakat untuk

melanggar ketentuan yang menyatakan hari Sabtu (Sabath)

sebagai hari besar untuk Bani Israil, sebagaimana yang

telah diajarkan oleh Nabi Musa AS. Hari Sabat

dikhususkan untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT,

menyucikan hati dan pikiran dengan berzikir dan

bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya,

serta memperbanyak amal dan diharamkan melakukan

kesibukan-kesibukan yang bersifat duniawi. Penduduk

desa Ailat di tepi Laut Merah juga mematuhi perintah

itu. Pada hari Sabtu mereka tidak menangkap ikan,

tetapi pada hari Sabtu itu justru ikan-ikan di laut

banyak menampakkan diri. Akhirnya penduduk Ailat tidak

dapat menahan diri untuk melanggar larangan hari Sabtu

itu. Hari Sabtu mereka gunakan untuk mengumpulkan ikan.

Azab Allah SWT pun turun kepada mereka. Wajah mereka

diubah menjadi wajah yang amat buruk, kemudian terjadi

gempa bumi yang dahsyat. Kisah ini diriwayatkan dalam

surat Al-A'râf: 163-166.

Asal-usul Baitul Maqdis

38

Pada suatu hari, berjangkitlah penyakit kolera di

wilayah kerajaan yang dikuasai Nabi Daud AS. Banyak

rakyat yang mati karena penyakit ini. Nabi Daud

kemudian berdoa kepada Allah agar menghilangkan wabah

ini, maka hilanglah penyakit itu. Untuk menunjukkan

rasa syukurnya kepada Allah, maka Nabi Daud mengajak

putranya, Sulaiman, untuk membangun tempat suci, yaitu

Baitul Maqdis, yang sekarang kita kenal sebagai Masjidil

Aqsha di Yerusalem, Palestina. Tempat inilah yang

menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum beralih ke

Ka'bah.

39

IV. ISA ASKelahiran Isa yang aneh

Di antara kekuasaan Allah adalah menciptakan Adam

tanpa ayah dan ibu, menciptakan Hawa dari tulang rusuk

Adam, serta menciptakan Isa tanpa ayah.

Ya, Nabi Isa AS adalah putra Maryam binti Imran yang

dilahirkan tanpa ayah, karena Maryam hamil tanpa

berhubungan dengan laki-laki. Maryam adalah wanita

salehah yang sehari-hari beribadah kepada Allah SWT di

mihrabnya di Baitulmakdis. Suatu ketika ia didatangi

malaikat yang memberitahukan bahwa ia mengandung atas

seizin Allah SWT. Maryam merasa sangat sedih dan cemas

karena khawatir namanya akan tercemar. Menjelang

kelahiran bayinya, ia segera meninggalkan daerah tempat

tinggalnya. Di bawah sebatang pohon kurma, jauh dari

40

tempat asalnya, Maryam melahirkan. Peristiwa aneh ini

akhirnya diketahui juga oleh penduduk. Mereka menuduh

Maryam berbuat zina, namun keajaiban terjadi, bayi yang

baru dilahirkan itu menyelamatkan ibunya dengan ucapan

yang fasih bahwa ibunya tidak melakukan kesalahan dan

semua ini terjadi semata-mata kehendak Allah SWT. Bayi

Maryam inilah yang kelak menjadi Nabi Isa AS. Kisah

kelahiran Nabi Isa AS terdapat dalam surat Ãli-'Imrân:

45-48, dan 59, surat Maryam: 16-35, Al-Anbiyâ: 91, dan

At-Tahrîm: 12.

A. Mukjizat Nabi Isa AS

Sejak kecil, Isa telah menunjukkan perilaku yang

berbeda dibanding anak-anak sebayanya. Ia sangat haus

ilmu pengetahuan. Sejak usia 12 tahun ia telah

menghabiskan seluruh waktunya untuk menuntut ilmu dan

menghadiri pertemuan serta diskusi para ulama di

Baitulmakdis.

Nabi Isa AS, yang dalam agama Nasrani dikenal dengan

nama Yesus Kristus, menerima tugas kenabian pada usia 30

tahun di Bukit Zaitun. Ia segera memproklamasikan

kerasulannya pada Bani Israil. Saat itu kehidupan

keagamaan Bani Israil sudah jauh menyimpang dari ajaran

Nabi Musa AS. Bahkan sebagian dari mereka telah murtad.

Para pemuka Bani Israil menuntut Isa membuktikan

kenabiannya. Allah SWT memberikan banyak mukjizat bagi

Isa, diantaranya ia dapat menghidupkan orang mati,

menyembuhkan sejumlah penyakit, menyembuhkan mata orang

41

yang buta sejak lahir, membuat burung hidup dari tanah

liat, dan memberitahukan kepada orang-orang tentang apa

yang mereka makan dan mereka simpan di rumah-rumah

mereka.

Mukjizatnya ini ditunjukkan pada Bani Israil, dan dalam

waktu relatif singkat, Nabi Isa AS berhasil memperoleh

banyak pengikut.

Selain mukjizat-mukjizat tsb, Allah SWT juga

menganugerahi kitab Injil.

Sejumlah keistimewaan Nabi Isa AS dikisahkan dalam Al

Qur'an surat Ãli-'Imrân: 49-50 dan Al-Mâ'idah: 110.

B. Kabar tentang akan datangnya Nabi Akhir Zaman

Di antara tugas Nabi Isa AS adalah memberitahukan

tentang akan datangnya utusan Allah di akhir zaman yang

bernama Ahmad, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an

surat Ash-Shâf: 6.

Dan (ingatlah) ketika 'Isa putera Maryam berkata: Hai

Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah

kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku,

yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan

(datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku,

yang namanya Ahmad (Muhammad). Maka tatkala Rasul itu

datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang

nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata.

(QS. 61:6)

Isa menyebut nama Muhammad dengan perkataan Paraclet yang

berasal dari kata Piracletus dalam bahasa Yunani. Kata

42

ini memang terdapat dalam Injil bahasa Yunani. Dalam

bahasa Yunani, Piracletus artinya yang terpuji. Arti ini

sama dengan kata bahasa Arab Ahmad (=terpuji) atau

Muhammad (=orang yang terpuji).

Pengangkatan Isa ke sisi Allah SWT

Nabi Isa AS diutus oleh Allah kepada Bani Israil untuk

meluruskan akhlak kaum Bani Israil yang telah

menyimpang dari ajaran Taurat dan Zabur yang dibawa

oleh Nabi Musa AS dan Nabi Daud AS. Dalam berdakwah,

Nabi Isa AS didampingi para sahabatnya yang disebut al-

Hawâriyyûn, yang jumlahnya 12 orang, sesuai dengan

jumlah suku (sibith) Bani Israil, sehingga masing-

masing hawari ini ditugaskan untuk menyampaikan risalah

Injil bagi masing-masing suku Bani Israil.

C. Nama-nama ke-12 hawari itu menurut Injil adalah

sebagai berikut:

1. Simon bin Yunus (alias Petrus)

2. Andreas bin Yunus

3. Yakub bin Zabdi

4. Yahya bin Zabdi (alias Yohannes)

5. Pilipus

6. Natanael (alias Bartolomius)

7. Thomas

8. Matius bin Alpius (alias Lewi, pemungut cukai dari

Kapernaum)

9. Yakub bin Alpius

43

10. Lebeus (alias Tadius)

11. Simon Zelotes (dari Kanani)

12. Yudas Iskariot

Kisah para sahabat Nabi Isa AS ini terdapat dalam surat

Al-Mâ'idah: 111-115 dan surat Ãli-'Imrân: 52. Dalam surat

tsb diceritakan bahwa al-Hawâriyyûn meminta Nabi Isa AS

menurunkan makanan dari langit. Nama surat Al-Maidah

yang berarti makanan diambil karena mengandung kisah

ini. Kejadian turunnya makanan dari langit ini makin

menambah ketebalan iman para pengikut Isa AS.

Karena makin lama pengikut Isa AS semakin banyak, para

pemuka Yahudi makin kehilangan pengaruh. Mereka lalu

membuat sejumlah tuduhan palsu terhadap Isa yang

mengakibatkan pihak penguasa Romawi memutuskan untuk

menangkap Isa. Allah SWT yang melindungi rasul-Nya

menyelamatkan Isa dengan mengangkatnya ke sisi-Nya.

Sementara itu, Yudas, murid Isa AS yang munafik dan

berkhianat dengan menunjukkan tempat persembunyian Nabi

Isa AS kepada musuh yang mengejarnya, wajahnya dibuat

oleh Allah SWT menjadi serupa dengan Isa AS, sehingga

dialah yang kemudian diambil pasukan raja dan disalib

di tiang kayu. Kisah ini terdapat dalam surat Ãli-'Imrân:

55 dan An-Nisâ: 157-158.

Menurut riwayat, 6 tahun setelah pengangkatan Nabi Isa

AS, Maryam wafat dan dimakamkan di sebuah gereja di

Baitulmakdis. Sementara itu para al-Hawâriyyûn yang

44

selamat dari pengejaran berdakwah menyebarkan ajaran

Nabi Isa AS secara sembunyi-sembunyi.

V. Muhammad SAWNabi Muhammad SAW adalah nabi pembawa risalah

Islam, rasul terakhir penutup rangkaian nabi-nabi dan

rasul-rasul Allah SWT di muka bumi. Ia adalah salah

seorang dari yang tertinggi di antara 5 rasul yang

termasuk dalam golongan Ulul Azmi atau mereka yang

mempunyai keteguhan hati (QS. 46: 35). Keempat rasul

lainnya dalam Ulul Azmi tsb ialah Ibrahim AS, Musa AS,

Isa AS, dan Nuh AS.

A. Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, sebuah

kabilah yang paling mulia dalam suku Quraisy yang

mendominasi masyarakat Arab. Ayahnya bernama Abdullah

Muttalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar

pengaruhnya. Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari Bani

Zuhrah. Baik dari garis ayah maupun garis ibu, silsilah

Nabi Muhammad SAW sampai kepada Nabi Ibrahim AS dan

Nabi Ismail AS.

Tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW dikenal dengan nama

Tahun Gajah, karena pada tahun itu terjadi peristiwa

besar, yaitu datangnya pasukan gajah menyerbu Mekah

dengan tujuan menghancurkan Ka'bah. Pasukan itu

dipimpin oleh Abrahah, gubernur Kerajaan Habsyi di

45

Yaman. Abrahah ingin mengambil alih kota Mekah dan

Ka'bahnya sebagai pusat perekonomian dan peribadatan

bangsa Arab. Ini sejalan dengan keingin Kaisar Negus

dari Ethiopia untuk menguasai seluruh tanah Arab, yang

bersama-sama dengan Kaisar Byzantium menghadapi musuh

dari timur, yaitu Persia (Irak).

Dalam penyerangan Ka'bah itu, tentara Abrahah hancur

karena terserang penyakit yang mematikan yang dibawa

oleh burung Ababil yang melempari tentara gajah. Abrahah

sendiri lari kembali ke Yaman dan tak lama kemudian

meninggal dunia.

Peristiwa ini dikisahkan dalam Al-Qur'an surat Al-Fîl: 1-

5.

Beberapa bulan setelah penyerbuan tentara gajah, Aminah

melahirkan seorang bayi laki-laki, yang diberi nama

Muhammad. Ia lahir pada malam menjelang dini hari

Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20

April 570 M. Saat itu ayah Muhammad, Abdullah, telah

meninggal dunia.

Nama Muhammad diberikan oleh kakeknya, Abdul Muttalib.

Nama itu sedikit ganjil di kalangan orang-orang

Quraisy, karenanya mereka berkata kepada Abdul

Muttalib, "Sungguh di luar kebiasaan, keluarga Tuan

begitu besar, tetapi tak satu pun yang bernama

demikian." Abdul Muttalib menjawab, "Saya mengerti. Dia

46

memang berbeda dari yang lain. Dengam nama ini saya

ingin agar seluruh dunia memujinya."

Masa pengasuhan Haliman binti Abi Du'aib as-Sa'diyah

Adalah suatu kebiasaan di Mekah, anak yang baru lahir

diasuh dan disusui oleh wanita desa dengan maksud

supaya ia bisa tumbuh dalam pergaulan masyarakat yang

baik dan udara yang lebih bersih. Saat Muhammad lahir,

ibu-ibu dari desa Sa'ad datang ke Mekah menghubungi

keluarga-keluarga yang ingin menyusui anaknya. Desa

Sa'ad terletak kira-kira 60 km dari Mekah, dekat kota

Ta'if, suatu wilayah pegunungan yang sangat baik

udaranya.

di antara ibu-ibu tsb terdapat seorang wanita bernama

Halimah binti Abu Du'aib as Sa'diyah. Keluarga Halimah

tergolong miskin, karenanya ia sempat ragu untuk

mengasuh Muhammad karena keluarga Aminah sendiri juga

tidak terlalu kaya. Akan tetapi entah mengapa bayi

Muhammad sangat menawan hatinya, sehingga akhirnya

Halimah pun mengambil Muhammad SAW sebagai anak

asuhnya.

Ternyata kehadiran Muhammad SAW sangat membawa berkah

pada keluarga Halimah. Dikisahkan bahwa kambing

peliharaan Haris, suami Halimah, menjadi gemuk-gemuk dan

menghasilkan susu lebih banyak dari biasanya. Rumput

tempat menggembala kambing itu juga tumbuh subur.

Kehidupan keluarga Halimah yang semula suram berubah

menjadi bahagia dan penuh kedamaian. Mereka yakin

47

sekali bahwa bayi dari Mekah yang mereka asuh itulah

yang membawa berkah bagi kehidupan mereka.

B. Tanda-tanda kenabian

Sejak kecil Muhammad SAW telah memperlihatkan

keistimewaan yang sangat luar biasa. Usia 5 bulan ia

sudah pandai berjalan, usia 9 bulan ia sudah mampu

berbicara. Pada usia 2 tahun ia sudah bisa dilepas

bersama anak-anak Halimah yang lain untuk menggembala

kambing. Saat itulah ia berhenti menyusu dan karenanya

harus dikembalikan lagi pada ibunya. Dengan berat hati

Halimah terpaksa mengembalikan anak asuhnya yang telah

membawa berkah itu, sementara Aminah sangat senang

melihat anaknya kembali dalam keadaan sehat dan segar.

Namun tak lama setelah itu Muhammad SAW kembali diasuh

oleh Halimah karena terjadi wabah penyakit di kota

Mekah. Dalam masa asuhannya kali ini, baik Halimah

maupun anak-anaknya sering menemukan keajaiban di

sekitar diri Muhammad SAW. Anak-anak Halimah sering

mendengar suara yang memberi salam kepada Muhammad SAW,

"Assalamu 'Alaika ya Muhammad," padahal mereka tidak

melihat ada orang di situ. Dalam kesempatan lain,

Dimrah, anak Halimah, berlari-lari sambil menangis dan

mengadukan bahwa ada dua orang bertubuh besar-besar dan

berpakaian putih menangkap Muhammad SAW. Halimah

bergegas menyusul Muhammad SAW. Saat ditanyai, Muhammad

SAW menjawab, "Ada 2 malaikat turun dari langit. Mereka

memberikan salam kepadaku, membaringkanku, membuka

48

bajuku, membelah dadaku, membasuhnya dengan air yang

mereka bawa, lalu menutup kembali dadaku tanpa aku

merasa sakit."

Halimah sangat gembira melihat keajaiban-keajaiban pada

diri Muhammad SAW, namun karena kondisi ekonomi

keluarganya yang semakin melemah, ia terpaksa

mengembalikan Muhammad SAW, yang saat itu berusia 4

tahun, kepada ibu kandungnya di Mekah.

Dalam usia 6 tahun, Nabi Muhammad SAW telah menjadi

yatim-piatu. Aminah meninggal karena sakit sepulangnya

ia mengajak Muhammad SAW berziarah ke makam ayahnya.

Setelah kematian Aminah, Abdul Muttalib mengambil alih

tanggung jawab merawat Muhammad SAW. Namun kemudian

Abdul Muttalib pun meninggal, dan tanggung jawab

pemeliharaan Muhammad SAW beralih pada pamannya, Abi

Thalib.

Ketika berusia 12 tahun, Abi Thalib mengabulkan

permintaan Muhammad SAW untuk ikut serta dalam

kafilahnya ketika ia memimpin rombongan ke Syam

(Suriah). Usia 12 tahun sebenarnya masih terlalu muda

untuk ikut dalam perjalanan seperti itu, namun dalam

perjalanan ini kembali terjadi keajaiban yang merupakan

tanda-tanda kenabian Muhammad SAW.

Segumpal awan terus menaungi Muhammad SAW sehingga

panas terik yang membakar kulit tidak dirasakan

olehnya. Awan itu seolah mengikuti gerak kafilah

rombongan Muhammad SAW. Bila mereka berhenti, awan itu

49

pun ikut berhenti. Kejadian ini menarik perhatian

seorang pendeta Kristen bernama Buhairah yang

memperhatikan dari atas biaranya di Busra. Ia menguasai

betul isi kitab Taurat dan Injil. Hatinya bergetar

melihat dalam kafilah itu terdapat seorang anak yang

terang benderang sedang mengendarai unta. Anak itulah

yang terlindung dari sorotan sinar matahari oleh

segumpal awan di atas kepalanya. "Inilah Roh Kebenaran

yang dijanjikan itu," pikirnya.

Pendeta itu pun berjalan menyongsong iring-iringan

kafilah itu dan mengundang mereka dalam suatu perjamuan

makan. Setelah berbincang-bincang dengan Abi Thalib dan

Muhammad SAW sendiri, ia semakin yakin bahwa anak yang

bernama Muhammad adalah calon nabi yang ditunjuk oleh

Allah SWT. Keyakinan ini dipertegas lagi oleh kenyataan

bahwa di belakang bahu Muhammad SAW terdapat sebuah

tanda kenabian.

Saat akan berpisah dengan para tamunya, pendeta

Buhairah berpesan pada Abi Thalib, "Saya berharap Tuan

berhati-hati menjaganya. Saya yakin dialah nabi akhir

zaman yang telah ditunggu-tunggu oleh seluruh umat

manusia. Usahakan agar hal ini jangan diketahui oleh

orang-orang Yahudi. Mereka telah membunuh nabi-nabi

sebelumnya. Saya tidak mengada-ada, apa yang saya

terangkan itu berdasarkan apa yang saya ketahui dari

kitab Taurat dan Injil. Semoga tuan-tuan selamat dalam

perjalanan."

50

Apa yang dikatakan oleh pendeta Kristen itu membuat Abi

Thalib segera mempercepat urusannya di Suriah dan

segera pulang ke Mekah.

C. Gelar al-Amin

Pada usia 20 tahun, Muhammad SAW mendirikan Hilful-

Fudûl, suatu lembaga yang bertujuan membantu orang-

orang miskin dan teraniaya. Saat itu di Mekah memang

sedang kacau akibat perselisihan yang terjadi antara

suku Quraisy dengan suku Hawazin. Melalui Hilful-Fudûl

inilah sifat-sifat kepemimpinan Muhammad SAW mulai

tampak. Karena aktivitasnya dalam lembaga ini,

disamping ikut membantu pamannya berdagang, namanya

semakin terkenal sebagai orang yang terpercaya. Relasi

dagangnya semakin meluas karena berita kejujurannya

segera tersiar dari mulut ke mulut, sehingga ia

mendapat gelar Al-Amîn, yang artinya orang yang

terpercaya.

Selain itu ia juga terkenal sebagai orang yang adil dan

memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Suatu ketika

bangunan Ka'bah rusak karena banjir. Penduduk Mekah

kemudian bergotong-royong memperbaiki Ka'bah. Saat

pekerjaan sampai pada pengangkatan dan peletakan Hajar

Aswad ke tempatnya semula, terjadi perselisihan.

Masing-masing suku ingin mendapat kehormatan untuk

melakukan pekerjaan itu. Akhirnya salah satu dari

mereka kemudian berkata, "Serahkan putusan ini pada

orang yang pertama memasuki pintu Shafa ini."

51

Mereka semua menunggu, kemudian tampaklah Muhammad SAW

muncul dari sana. Semua hadirin berseru, "Itu dia al-

Amin, orang yang terpercaya. Kami rela menerima semua

keputusannya."

Setelah mengerti duduk perkaranya, Muhammad SAW lalu

membentangkan sorbannya di atas tanah, dan meletakkan

Hajar Aswad di tengah-tengah, lalu meminta semua kepala

suku memegang tepi sorban itu dan mengangkatnya secara

bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian yang

diharapkan, Muhammad SAW meletakkan batu itu pada

tempatnya semula. Dengan demikian selesailah

perselisihan di antara suku-suku tsb dan mereka pun

puas dengan cara penyelesaian yang sangat bijak itu.

Pernikahan dengan Khadijah

Pada usia 25 tahun, atas permintaan Khadijah binti Khuwailid,

seorang saudagar kaya raya, Muhammad SAW berangkat ke

Suriah membawa barang dagangan saudagar wanita yang

telah lama menjanda itu. Ia dibantu oleh Maisaroh,

seorang pembantu lelaki yang telah lama bekerja pada

Khadijah. Sejak pertemuan pertama dengan Muhammad SAW,

Khadijah telah menaruh simpati melihat penampilan

Muhammad SAW yang sopan itu. Kekagumannya semakin

bertambah mengetahui hasil penjualan yang dicapai

Muhammad SAW di Suriah melebihi perkiraannya. Akhirnya

Khadijah mengutus Maisaroh dan teman karibnya, Nufasah

untuk menyampaikan isi hatinya kepada Muhammad SAW.

52

Khadijah yang berusia 40 tahun, melamar Muhammad SAW

untuk menjadi suaminya.

Setelah bermusyawarah dengan keluarganya, lamaran itu

akhirnya diterima dan dalam waktu dekat segera diadakan

upacara pernikahan dengan sederhana. yang hadir dalam

acara itu antara lain Abi Thalib, Waraqah bin Nawfal dan

Abu Bakar as-Siddiq.

Pernikahan bahagia itu dikaruniai 6 orang anak, terdiri

dari 2 anak lelaki bernama Al-Qasim dan Abdullah, dan 4

anak perempuan bernama Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum,

dan Fatimah. Kedua anak lelakinya meninggal selagi

masih kecil. Nabi Muhammad SAW tidak menikah lagi

sampai Khadijah meninggal, saat Muhammad SAW berusia 50

tahun.

Dalam kehidupan rumah-tangganya dengan Khadijah,

Muhammad SAW tidak pernah menyakiti hati istrinya.

Sebaliknya istrinya pun ikhlas menyerahkan segalanya

pada suaminya. Kekayaan istrinya digunakan oleh

Muhammad SAW untuk membantu orang-orang miskin dan

tertindas. Budak-budak yang telah dimiliki Khadijah

sebelum pernikahan mereka, semuanya ia bebaskan, salah

satunya adalah Zaid bin Haritsah yang kemudian menjadi anak

angkatnya.

D. Wahyu pertama

Menjelang usianya yang ke-40, Nabi Muhammad SAW

sering berkhalwat (menyendiri) ke Gua Hira, sekitar 6

km sebelah timur kota Mekah. Ia bisa berhari-hari

53

bertafakur dan beribadah disana. Suatu ketika, pada

tanggal 17 Ramadhan/6 Agustus 611, ia melihat cahaya

terang benderang memenuhi ruangan gua itu. Tiba-tiba

Malaikat Jibril muncul di hadapannya sambil berkata,

"Iqra' (bacalah)." Lalu Muhammad SAW menjawab, "Mâ anâ bi

qâri' (saya tidak dapat membaca)." Mendengar jawaban

Muhammad SAW, Jibril lalu memeluk tubuh Muhammad SAW

dengan sangat erat, lalu melepaskannya dan kembali

menyuruh Muhammad SAW membaca. Namun setelah dilakukan

sampai 3 kali dan Muhammad SAW tetap memberikan jawaban

yang sama, Malaikat Jibril kemudian menyampaikan wahyu

Allah SWT pertama, yang artinya:

Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Menciptakan.

Ia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,

dan Rabbmulah yang Paling Pemurah. yang mengajar

(manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan

kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. 96:

1-5)

Saat itu Muhammad SAW berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari

menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan

berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari

menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan

berdasarkan matahari). Dengan turunnya 5 ayat pertama

ini, berarti Muhammad SAW telah dipilih oleh Allah SWT

sebagai rasul.

Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tsb, dengan

rasa ketakutan dan cemas Nabi Muhammad SAW pulang ke

54

rumah dan berseru pada Khadijah, "Selimuti aku,

selimuti aku." Sekujur tubuhnya terasa panas dan dingin

berganti-ganti. Setelah lebih tenang, barulah ia

bercerita kepada istrinya. Untuk lebih menenangkan hati

suaminya, Khadijah mengajak Nabi Muhammad SAW datang

pada saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang banyak

mengetahui kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi.

Mendengar cerita yang dialami Nabi Muhammad SAW,

Waraqah pun berkata, "Aku telah bersumpah dengan nama

Tuhan, yang dalam tangan-Nya terletak hidup Waraqah,

Tuhan telah memilihmu menjadi nabi kaum ini. An-Nâmûs al-

Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadamu. Kaummu

akan mengatakan bahwa engkau penipu, mereka akan

memusuhimu, dan mereka akan melawanmu. Sungguh,

sekiranya aku dapat hidup pada hari itu, aku akan

berjuang membelamu."

Dakwah Nabi Muhammad SAW

Wahyu berikutnya adalah surat Al-Muddatsir: 1-7, yang

artinya:

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu

berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan

pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah

berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi

(dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.

Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah. (QS.

74: 1-7)

55

Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah

Rasulullah SAW berdakwah. Mula-mula ia melakukannya

secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga dan

rekan-rekannya. Orang pertama yang menyambut dakwahnya

adalah Khadijah, istrinya. Dialah yang pertama kali

masuk Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib,

saudara sepupunya yang kala itu baru berumur 10 tahun,

sehingga Ali menjadi lelaki pertama yang masuk Islam.

Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-

kanak. Baru kemudian diikuti oleh Zaid bin Haritsah,

bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan

Ummu Aiman, pengasuh Nabi SAW sejak ibunya masih

hidup.

Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan

beberapa orang teman dekatnya, seperti, Usman bin Affan,

Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'd bin Abi Waqqas, dan

Talhah bin Ubaidillah. Dari dakwah yang masih rahasia ini,

belasan orang telah masuk Islam.

Setelah beberapa lama Nabi SAW menjalankan dakwah

secara diam-diam, turunlah perintah agar Nabi SAW

menjalankan dakwah secara terang-terangan. Mula-mula ia

mengundang kerabat karibnya dalam sebuah jamuan. Pada

kesempatan itu ia menyampaikan ajarannya. Namun

ternyata hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian

menolak dengan halus, sebagian menolak dengan kasar,

salah satunya adalah Abu Lahab.

56

Langkah dakwah seterusnya diambil Nabi Muhammad SAW

dalam pertemuan yang lebih besar. Ia pergi ke Bukit

Shafa, sambil berdiri di sana ia berteriak memanggil

orang banyak. Karena Muhammad SAW adalah orang yang

terpercaya, penduduk yakin bahwa pastilah terjadi

sesuatu yang sangat penting, sehingga mereka pun

berkumpul di sekitar Nabi SAW.

Untuk menarik perhatian, mula-mula Nabi SAW berkata,

"Saudara-saudaraku, jika aku berkata, di belakang bukit

ini ada pasukan musuh yang siap menyerang kalian,

percayakah kalian?" Dengan serentak mereka menjawab,

"Percaya, kami tahu saudara belum pernah berbohong.

Kejujuran saudara tidak ada duanya. Saudara yang

mendapat gelar al-Amin." Kemudian Nabi SAW meneruskan,

"Kalau demikian, dengarkanlah. Aku ini adalah seorang

nazir (pemberi peringatan). Allah telah memerintahkanku

agar aku memperingatkan saudara-saudara. Hendaknya kamu

hanya menyembah Allah saja. Tidak ada Tuhan selain

Allah. Bila saudara ingkar, saudara akan terkena

azabnya dan saudara nanti akan menyesal. Penyesalan

kemudian tidak ada gunanya."

Tapi khotbah ini ternyata membuat orang-orang yang

berkumpul itu marah, bahkan sebagian dari mereka ada

yang mengejeknya gila. Pada saat itu, Abu Lahab

berteriak, "Celakalah engkau hai Muhammad. Untuk inikah

engkau mengumpulkan kami?" Sebagai balasan terhadap

ucapan Abu Lahab tsb turunlah ayat Al-Qur'an yang

57

artinya: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan

sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah

kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.

Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan

(begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. yang di

lehernya ada tali dari sabut. (QS. 111: 1-5)

Aksi-aksi menentang Dakwah Nabi Muhammad SAW

Reaksi-reaksi keras menentang dakwah Nabi SAW

bermunculan, namun tanpa kenal lelah Nabi Muhammad SAW

terus melanjutkan dakwahnya, sehingga hasilnya mulai

nyata. Hampir setiap hari ada yang menggabungkan diri

dalam barisan pemeluk agama Islam. Mereka terutama

terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-

orang miskin serta lemah. Meskipun sebagian dari mereka

adalah orang-orang yang lemah, namun semangat yang

mendorong mereka beriman sangat membaja.

Tantangan dakwah terberat datang dari para penguasa

Mekah, kaum feodal, dan para pemilik budak. Mereka

ingin mempertahankan tradisi lama disamping juga

khawatir jika struktur masyarakat dan kepentingan-

kepentingan dagang mereka akan tergoyahkan oleh ajaran

Nabi Muhammad SAW yang menekankan pada keadilan sosial

dan persamaan derajat. Mereka menyusun siasat untuk

melepaskan hubungan keluarga antara Abi Thalib dan Nabi

Muhammad SAW dengen cara meminta pada Abu Thalib

memilih satu di antara dua: memerintahkan Muhammad SAW

agar berhenti berdakwah, atau menyerahkannya kepada

58

mereka. Abi Thalib terpengaruh oleh ancaman itu, ia

meminta agar Muhammad SAW menghentikan dakwahnya.

Tetapi Muhammad SAW menolak permintaannya dan berkata,

"Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan

amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan

sanak saudara mengucilkan saya." Mendengar jawaban ini,

Abi Thalib pun berkata, "Teruskanlah, demi Allah aku

akan terus membelamu".

Gagal dengan cara pertama, kaum Quraisy lalu mengutus

Walid bin Mugirah menemui Abi Thalib dengan membawa

seorang pemuda untuk dipertukarkan dengan Muhammad SAW.

Pemuda itu bernama Umarah bin Walid, seorang pemuda yang

gagah dan tampan. Walid bin Mugirah berkata, "Ambillah

dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan kepada kami

Muhammad untuk kami bunuh, karena dia telah menentang

kami dan memecah belah kita".

Usul Quraisy itu ditolak mentah-mentah oleh Abi Thalib

dengan berkata, "Sungguh jahat pikiran kalian. Kalian

serahkan anak kalian untuk saya asuh dan beri makan,

dan saya serahkan kemenakan saya untuk kalian bunuh.

Sungguh suatu penawaran yang tak mungkin saya terima."

Kembali mengalami kegagalan, berikutnya mereka

menghadapi Nabi Muhammad SAW secara langsung. Mereka

mengutus Utbah bin Rabi'ah, seorang ahli retorika, untuk

membujuk Nabi SAW. Mereka menawarkan takhta, wanita,

dan harta yang mereka kira diinginkan oleh Nabi SAW,

asal Nabi SAW bersedia menghentikan dakwahannya. Namun

59

semua tawaran itu ditolak oleh Nabi Muhammad SAW dengan

mengatakan, "Demi Allah, biarpun mereka meletakkan

matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku,

aku tidak akan menghentikan dakwah agama Allah ini,

hingga agama ini memang atau aku binasa karenanya."

Setelah gagal dengan cara-cara diplomatik dan bujuk

rayu, kaum Quraisy mulai melakukan tindak kekerasan.

Budak-budak mereka yang telah masuk Islam mereka siksa

dengan sangat kejam. Mereka dipukul, dicambuk, dan

tidak diberi makan dan minum. Salah seorang budak

bernama Bilal, mendapat siksaan ditelentangkan di atas

pasir yang panas dan di atas dadanya diletakkan batu

yang besar dan berat. Setiap suku diminta menghukum

anggota keluarganya yang masuk Islam sampai ia murtad

kembali. Usman bin Affan misalnya, dikurung dalam kamar

gelap dan dipukul hingga babak belur oleh anggota

keluarganya sendiri. Secara keseluruhan, sejak saat itu

umat Islam mendapat siksaan yang pedih dari kaum

Quraisy Mekah. Mereka dilempari kotoran, dihalangi

untuk melakukan ibadah di Ka'bah, dan lain sebagainya.

Kekejaman terhadap kaum Muslimin mendorong Nabi

Muhammad SAW untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya

keluar dari Mekah. Dengan pertimbangan yang mendalam,

pada tahun ke-5 kerasulannya, Nabi SAW menetapkan

Abessinia atau Habasyah (Ethiopia sekarang) sebagai

negeri tempat pengungsian, karena raja negeri itu

adalah seorang yang adil, lapang hati, dan suka

60

menerima tamu. Nabi SAW merasa pasti rombongannya akan

diterima dengan tangan terbuka.

Rombongan pertama terdiri dari 10 orang pria dan 5

orang wanita. di antara rombongan tsb adalah Usman bin

Affan beserta istrinya Ruqayah (putri Rasulullah SAW),

Zubair bin Awwam, dan Abdur Rahman bin Auf. Kemudian

menyusul rombongan kedua yang dipimpin oleh Ja'far bin Abi

Thalib. Beberapa sumber menyatakan jumlah rombongan ini

lebih dari 80 orang.

Berbagai usaha dilakukan oleh kaum Quraisy untuk

menghalangi hijrah ke Habasyah ini, termasuk membujuk

raja negeri tsb agar menolak kehadiran umat Islam

disana. Namun berbagai usaha itu pun gagal. Semakin

kejam mereka memperlakukan umat Islam, justru semakin

bertambah jumlah yang memeluk Islam. Bahkan di tengah

meningkatnya kekejaman tsb, dua orang kuat Quraisy

masuk Islam, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin

Khattab. Dengan masuk Islamnya dua orang yang dijuluki

"Singa Arab" itu, semakin kuatlah posisi umat Islam dan

dakwah Muhammad SAW pada waktu itu.

Hal ini membuat reaksi kaum Quraisy semakin keras.

Mereka berpendapat bahwa kekuatan Nabi Muhammad SAW

terletak pada perlindungan Bani Hasyim, maka mereka pun

berusaha melumpuhkan Bani Hasyim dengan melaksanakan

blokade. Mereka memutuskan segala macam hubungan dengan

suku ini. Tidak seorang pun penduduk Mekah boleh

melakukan hubungan dengan Bani Hasyim, termasuk

61

hubungan jual-beli dan pernikahan. Persetujuan yang

mereka buat dalam bentuk piagam itu mereka tanda-

tangani bersama dan mereka gantungkan di dalam Ka'bah.

Akibatnya, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan,

dan kesengsaraan. Untuk meringankan penderitaan itu,

Bani Hasyim akhirnya mengungsi ke suatu lembah di luar

kota Mekah.

Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun ke-7

kenabian Muhammad SAW dan berlangsung selama 3 tahun

itu merupakan tindakan yang paling menyiksa.

Pemboikotan itu berhenti karena terdapat beberapa

pemimpin Quraisy yang menyadari bahwa tindakan

pemboikotan itu sungguh keterlaluan. Kesadaran itulah

yang mendorong mereka melanggar perjanjian yang mereka

buat sendiri. Dengan demikian Bani Hasyim akhirnya

dapat kembali pulang ke rumah masing-masing.

Setelah Bani Hasyim kembali ke rumah mereka, Abi

Thalib, paman Nabi SAW yang merupakan pelindung

utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga

hari kemudian, Khadijah, istrinya, juga meninggal

dunia. Tahun ke-10 kenabian ini benar-benar merupakan

Tahun Kesedihan ('Âm al-Huzn) bagi Nabi Muhammad SAW.

Telebih sepeninggal dua pendukungnya itu, kaum Quraisy

tidak segan-segan melampiaskan kebencian kepada Nabi

SAW. Hingga kemudian Nabi SAW berusaha menyebarkan

dakwah ke luar kota, yaitu ke Ta'if. Namun reaksi yang

diterima Nabi SAW dari Bani Saqif (penduduk Ta'if), tidak

62

jauh berbeda dengan penduduk Mekah. Nabi SAW diejek,

disoraki, dilempari batu sampai ia luka-luka di bagian

kepala dan badannya.

E. Peristiwa Isra Mi'raj

Pada tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad SAW

mengalami peristiwa Isra Mi'raj.

Isra, yaitu perjalanan malam hari dari Masjidilharam di

Mekah ke Masjidilaksa di Yerusalem.

Mi'raj, yaitu kenaikan Nabi Muhammad SAW dari

Masjidilaksa ke langit melalui beberapa tingkatan,

terus menuju Baitulmakmur, sidratulmuntaha, arsy (takhta

Tuhan), dan kursi (singgasana Tuhan), hingga menerima

wahyu di hadirat Allah SWT.

Dalam kesempatannnya berhadapan langsung dengan Allah

SWT inilah Nabi Muhammad SAW menerima perintah untuk

mendirikan sholat 5 waktu sehari semalam.

Peristiwa Isra Mi'raj ini terdapat dalam Al-Qur'an

surat Al-Isrâ' ayat 1.

Hijrah

Harapan baru bagi perkembangan Islam muncul dengan

datangnya jemaah haji ke Mekah yang berasal dari Yatsrib

(Madinah). Nabi Muhammad SAW memanfaatkan kesempatan

itu untuk menyebarkan agama Allah SWT dengan mendatangi

kemah-kemah mereka. Namun usaha ini selalu diikuti oleh

Abu Lahab dan kawan-kawannya dengan mendustakan Nabi

SAW.

63

Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan 6 orang dari suku

Aus dan Khazraj yang berasal dari Yatsrib. Setelah Nabi

SAW menyampaikan pokok-pokok ajaran Islam, mereka

menyatakan diri masuk Islam di hadapan Nabi SAW. Mereka

berkata, "Bangsa kami sudah lama terlibat dalam

permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Mereka

benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya kini Tuhan

mempersatukan mereka kembali dengan perantaramu dan

ajaran-ajaran yang kamu bawa. Oleh karena itu kami akan

berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima

dari kamu ini."

Pada musim haji tahun berikutnya, datanglah delegasi

Yatsrib yang terdiri dari 12 orang suku Khazraj dan

Aus. Mereka menemui Nabi SAW di suatu tempat bernama

Aqabah. Di hadapan Nabi SAW, mereka menyatakan ikrar

kesetiaan. Karena ikrar ini dilakukan di Aqabah, maka

dinamakan Bai'at Aqabah. Rombongan 12 orang tsb kemudian

kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah dengan ditemani

oleh Mus'ab bin Umair yang sengaja diutus oleh Nabi SAW

atas permintaan mereka.

Pada musim haji berikutnya, jemaah haji yang datang

dari Yatsrib berjumlah 75 orang, termasuk 12 orang yang

sebelumnya telah menemui Nabi SAW di Aqabah. Mereka

meminta agar Nabi SAW bersedia pindah ke Yatsrib.

Mereka berjanji akan membela Nabi SAW dari segala

ancaman. Nabi SAW menyetujui usul yang mereka ajukan.

64

Mengetahui adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW

dengan orang-orang Yatsrib, kaum Quraisy menjadi

semakin kejam terhadap kaum muslimin. Hal ini membuat

Nabi SAW memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke

Yatsrib. Secara diam-diam, berangkatlah rombongan-

rombongan muslimin, sedikit demi sedikit, ke Yatsrib.

Dalam waktu 2 bulan, kurang lebih 150 kaum muslimin

telah berada di Yatsrib. Sementara itu Ali bin Abi

Thalib dan Abu Bakar as-Sidiq tetap tinggal di Mekah

bersama Nabi SAW, membelanya sampai Nabi SAW mendapat

wahyu untuk hijrah ke Yatsrib.

Kaum Quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad

SAW sebelum ia sempat menyusul umatnya ke Yatsrib.

Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku.

Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang

terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi

SAW, sehingga ia merencanakan hijrah bersama

sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan

segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2

ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk

menggantikan Nabi SAW menempati tempat tidurnya agar

kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.

Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta

Nabi SAW keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para

pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW menemui

Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua

keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3

65

mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di

gua itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.

Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai

menurun karena mengira Nabi SAW sudah sampai di

Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari

persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang

diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2

ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya.

Berangkatlah Nabi SAW bersama Abu Bakar menuju Yatsrib

menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak

pernah ditempuh orang.

Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba

di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib.

Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari.

Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman

rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang

kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid

pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat

peribadatan.

Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi

SAW. Sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu

kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan

perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi

SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi

ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba,

menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan

rombongan. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun

66

tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan

kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan

dan menyanyikan lagu Thala' al-Badru, yang isinya:

Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ'i (celah-celah

bukit).

Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi,

Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu

yang harus kami taati.

Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap

di rumahnya. Tetapi Nabi SAW hanya berkata, "Aku akan

menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia

berjalan sekehendak hatinya." Ternyata unta itu

berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan

Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan

demikian Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai

tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW

tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin

bergotong-royong membangun rumah untuknya.

Sejak itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madînah an-

Nabî (kota nabi). Orang sering pula menyebutnya Madînah

al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari

sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.

F. Terbentuknya Negara Madinah

Setelah Nabi SAW tiba di Madinah dan diterima

penduduk Madinah, Nabi SAW menjadi pemimpin penduduk

kota itu. Ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan

yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru.

67

Dasar pertama yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah

(persaudaraan di dalam Islam), yaitu antara kaum

Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke

Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam

dan ikut membantu kaum Muhajirin). Nabi SAW

mempersaudarakan individu-individu dari golongan

Muhajirin dengan individu-individu dari golongan

Anshar. Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu Bakar

dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan

Mu'az bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing

orang akan terikat dalam suatu persaudaraan dan

kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini

pula, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan

baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama,

menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.

Dasar kedua adalah sarana terpenting untuk mewujudkan

rasa persaudaraan tsb, yaitu tempat pertemuan. Sarana

yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan

ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga

dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai

hal, seperti belajar-mengajar, mengadili perkara-

perkara yang muncul dalam masyarakat, musyawarah, dan

transaksi dagang. Nabi SAW merencanakan pembangunan

masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama

kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian

dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar,

dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub

68

al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat,

sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di

dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW

dan keluarganya.

Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-

pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah,

disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat

golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang

masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar

stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad

SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.

Perjanjian tsb diwujudkan melalui sebuah piagam yang

disebut dengan Mîsâq Madînah atau Piagam Madinah. Isi

piagam itu antara lain mengenai kebebasan beragama, hak

dan kewajiban masyarakat dalam menjaga keamanan dan

ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan

derajat, dan disebutkan bahwa Rasulullah SAW menjadi

kepala pemerintahan di Madinah.

Masyarakat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW di

Madinah setelah hijrah itu sudah dapat dikatakan

sebagai sebuah negara, dengan Nabi Muhammad SAW sebagai

kepala negaranya. Dengan terbentuknya Negara Madinah,

Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang

pesat itu membuat orang-orang Mekah menjadi resah.

Mereka takut kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan

membalas kekejaman yang pernah mereka lakukan. Mereka

69

juga khawatir kafilah dagang mereka ke Suriah akan

diganggu atau dikuasai oleh kaum muslimin.

Untuk memperkokoh dan mempertahankan keberadaan negara

yang baru didirikan itu, Nabi SAW mengadakan beberapa

ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah

pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib

membawa 30 orang berpatroli ke pesisir L. Merah.

Ubaidah bin Haris membawa 60 orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad

bin Abi Waqqas ke Hedzjaz dengan 8 orang Muhajirin. Nabi

SAW sendiri membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil

mengikat perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat

dengan membawa 200 orang Muhajirin dan Anshar, dan ke

Usyairiah. Di sini Nabi SAW mengadakan perjanjian dengan

Bani Mudij.

Ekspedisi-ekspedisi tsb sengaja digerakkan Nabi SAW

sebagai aksi-aksi siaga dan melatih kemampuan calon

pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi

dan mempertahankan negara yang baru dibentuk.

Perjanjian perdamaian dengan kabilah dimaksudkan

sebagai usaha memperkuat kedudukan Madinah.

G. Perang Badr

Perang Badr yang merupakan perang antara kaum muslimin

Madinah dan kaun musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada

tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian

pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin

Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar

70

setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan

Nabi Muhammad SAW gagal.

Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan

perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari

pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi

Muhammad SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum

muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima

perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi

Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam perang itu.

Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang

lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya

14 yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh

merupakan pertolongan Allah SWT (QS. 3: 123).

Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan

kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah

sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara

mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.

Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan

perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk membebaskan

para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-

masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis

dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam

yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak

memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap

dibebaskan juga.

Tidak lama setelah perang Badr, Nabi Muhammad SAW

mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat.

71

Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan

melihat kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku

itu hanya memuja kekuatan semata.

Sesudah perang Badr, Nabi SAW juga menyerang Bani

Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan

orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi

itu ke Suriah.

H. Perang Uhud

Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung

pada tahun 3 H. Perang ini disebabkan karena keinginan

balas dendam orang-orang Quraisy Mekah yang kalah dalam

perang Badr. Pasukan Quraisy, dengan dibantu oleh

kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan

200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid.

Tujuh ratus orang di antara mereka memakai baju

Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah

700 orang.

Perang pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat

memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih besar itu.

Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir

meninggalkan harta mereka. Melihat kemenangan yang

sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan

oleh Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka

dan turun untuk mengambil harta peninggalan musuh.

Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak

meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana pun

sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan

72

gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk

segera melancarkan serangan balik. Tanpa konsentrasi

penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan.

Mereka terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam

berguguran.

Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Sisa-sisa

pasukan Islam diselamatkan oleh berita tidak benar yang

diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal. Berita

ini membuat mereka mengendurkan serangan untuk kemudian

mengakhiri pertempuran itu. Perang Uhuh ini menyebabkan

70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.

I. Perang Khandaq

Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan

perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat

Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu

dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga

disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).

Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara.

Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar

kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian

kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut

sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.

Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tsb mengepung

Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit

hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat

masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka

73

dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu

diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi

Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin

Asad.

Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum

muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan,

persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara

itu pada malam hari angin dan badai turun dengan amat

kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan

seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka

terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri

masing-masing tanpa suatu hasil.

Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi

hukuman mati.

Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-

26.

J. Perjanjian Hudaibiyah

Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah

disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi

Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung

sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada

bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang.

Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa

senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk

berperang.

Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah

yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-

74

orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke

Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk

berjaga-jaga.

Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah

dan Mekah, yang isinya antara lain:

1. Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan

senjata selama 10 tahun.

2. Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak

Muhammad, ia harus dikembalikan. Tetapi bila ada

pengikut Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak

Quraisy, pihak Quraisy tidak harus

mengembalikannya ke pihak Muhammad SAW.

3. Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik

dengan pihak Muhammad SAW maupun dengan pihak

Quraisy.

4. Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada

tahun tsb, tetapi ditangguhkan sampai tahun

berikutnya.

5. Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota

Mekah, orang Quraisy harus keluar lebih dulu.

6. Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak

diizinkan membawa senjata, kecuali pedang di dalam

sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih

dari 3 hari 3 malam.

Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tsb sebenarnya

adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk

kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah

75

lain.

Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini:

Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga

dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam

Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.

Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam

akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-

orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh

yang besar di kalangan bangsa Arab.

Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai

perjanjian. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam

setelah menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum

muslimin, disamping juga melihat kemajuan yang dicapai

oleh masyarakat Islam Madinah.

Penyebaran Islam ke negeri-negeri lain

Gencatan senjata dengan penduduk Mekah memberi

kesempatan kepada Nabi SAW untuk mengalihkan perhatian

ke berbagai negeri-negeri lain sambil memikirkan

bagaimana cara mengislamkan mereka. Salah satu cara

yang ditempuh oleh Nabi SAW kemudian adalah dengan

mengirim utusan dan surat ke berbagai kepala negara dan

pemerintahan.

di antara raja-raja yang dikirimi surat oleh Nabi SAW

adalah raja Gassan dari Iran, raja Mesir, Abessinia,

Persia, dan Romawi. Memang dengan cara itu tidak ada

raja-raja yang masuk Islam, namun setidaknya risalah

Islam sudah sampai kepada mereka. Reaksi para raja itu

76

pun ada yang menolak dengan baik dan simpatik sambil

memberikan hadiah, ada pula yang menolak dengan kasar.

Raja Gassan termasuk yang menolak dengan kasar. Utusan

yang dikirim Nabi SAW dibunuhnya dengan kejam. Sebagai

jawaban, Nabi SAW kemudian mengirim pasukan perang

sebanyak 3.000 orang dibawah pimpinan Zaid bin

Haritsah. Peperangan terjadi di Mu'tah, sebelah utara

Semenanjung Arab.

Pasukan Islam mendapat kesulitan menghadapi tentara

Gassan yang mendapat bantuan langsung dari Romawi.

Beberapa syuhada gugur dalam pertempuran melawan

pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. di antara

mereka yang gugur adalah Zaid bin Haritsah sendiri,

Ja'far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Abi Rawahah.

Melihat kekuatan yang tidak seimbang itu, Khalid bin

Walid, bekas panglima Quraisy yang sudah masuk Islam,

mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan Islam

menarik diri dan kembali ke Madinah.

Perang melawan tentara Gassan dan pasukan Romawi ini

disebut dengan Perang Mu'tah.

Kembali ke Mekah

Selama 2 tahun Perjanjian Hudaibiyah, dakwah Islam

sudah menjangkau Semenanjung Arab dan mendapat

tanggapan yang positif. Hampir seluruh Semenanjung

Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, telah

menggabungkan diri ke dalam Islam. Hal ini membuat

orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian

77

Hudaibiyah ternyata telah menjadi senjata bagi umat

Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu secara

sepihak orang-orang Quraisy membatalkan perjanjian tsb.

Mereka menyerang Bani Khuza'ah yang berada di bawah

perlindungan Islam hanya karena kabilah ini berselisih

dengan Bani Bakar yang menjadi sekutu Quraisy. Sejumlah

orang Kuza'ah mereka bunuh dan sebagian lainnya

dicerai-beraikan. Bani Khuza'ah segera mengadu pada

Nabi Muhammad SAW dan meminta keadilan.

Rasulullah SAW segera bertolak dengan 10.000 orang

tentara untuk melawan kaum musyrik Mekah itu. Kecuali

perlawanan kecil dari kaum Ikrimah dan Safwan, Nabi

Muhammad SAW tidak mengalami kesukaran memasuki kota

Mekah. Nabi SAW memasuki kota itu sebagai pemenang.

Pasukan Islam memasuki kota Mekah tanpa kekerasan.

Mereka kemudian menghancurkan patung-patung berhala di

seluruh negeri. Allah SWT berfirman:

"...Kebenaran sudah datang dan yang bathil telah

lenyap. Sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu

yang pasti lenyap."(QS. 17: 81)

Setelah melenyapkan berhala-berhala itu, Nabi SAW

berkhotbah menjanjikan ampunan bagi orang-orang

Quraisy. Setelah khotbah tsb, berbondong-bondong mereka

datang dan masuk Islam. Ka'bah bersih dari berhala dan

tradisi-tradisi serta kebiasaan-kebiasaan musyrik.

Sejak itu, Mekah kembali berada di bawah kekuasaan Nabi

SAW. Setelah Mekah dapat dikalahkan, masih terdapat

78

suku-suku Arab yang menentang, yaitu Bani Saqif, Bani

Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam. Suku-suku ini

berkomplot membentuk satu pasukan untuk memerangi Islam

karena ingin menuntut bela atas berhala-berhala mereka

yang diruntuhkan Nabi SAW dan umat Islam di Ka'bah.

Pasukan mereka dipimpin oleh Malik bin Auf (dari Bani

Nasr). Dalam perjalanan mereka ke Mekah, mereka

berkemah di Lembah Hunain yang sangat strategis.

Kurang lebih 2 minggu kemudian, Nabi SAW memimpin

sekitar 12.000 tentara menuju Hunain. Saat melihat

banyak pasukan Islam yang gugur, sebagian pasukan yang

masih hidup menjadi goyah dan kacau balau, sehingga

Nabi SAW kemudian memberi semangat dan memimpin

langsung peperangan tsb. Akhirnya umat Islam berhasil

menang. Pasukan musuh yang melarikan diri ke Ta'if

terus diburu selama beberap minggu sampai akhirnya

mereka menyerah. Pemimpin mereka, Malik bin Auf,

menyatakan diri masuk Islam.

Dengan ditaklukannya Bani Saqif dan Bani Hawazin, kini

seluruh Semenanjung Arab berada di bawah satu

kepemimpinan, yaitu kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.

Melihat kenyataan itu, Heraclius, pemimpin Romawi,

menyusun pasukan besar di Suriah, kawasan utara

Semenanjung Arab yang merupakan daerah pendudukan

Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Gassan

dan Bani Lachmides.

79

Dalam masa panen dan pada musim yang sangat panas,

banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri untuk

berperang bersama Nabi SAW. Pasukan Romawi kemudian

menarik diri setelah melihat betapa besarnya pasukan

yang dipimpin Nabi SAW. Nabi SAW sendiri tidak

melakukan pengejaran, melainkan ia berkemah di Tabuk.

Disini Nabi SAW membuat beberapa perjanjian dengan

penduduk setempat. Dengan demikian daerah perbatasan

itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam.

Perang yang terjadi di Tabuk ini merupakan perang

terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.

Pada tahun 9 dan 10 H banyak suku dari seluruh pelosok

Arab yang mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad SAW

untuk menyatakan tunduk kepada Nabi SAW. Masuknya orang

Mekah ke dalam agama Islam mempunyai pengaruh yang amat

besar pada penduduk Arab. Oleh karena itu, tahun ini

disebut dengan Tahun Perutusan atau 'Âm al-Bi'sah. Mereka

yang datang ke Mekah, rombongan demi rombongan,

mempelajari ajaran-ajaran Islam dan setelah itu kembali

ke negeri masing-masing untuk mengajarkan kepada

kaumnya. Dengan cara ini, persatuan Arab terbentuk.

Peperangan antar suku yang berlangsung selama ini

berubah menjadi persaudaraan agama. Pada saat itu

turunlah firman Allah SWT:

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,

dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan

berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji

80

Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia

adalah Maha Penerima taubat. (QS. 110: 1-3) Kini apa

yang ditugaskan kepada Nabi Muhammad SAW sudah

tercapai. Di tengah-tengah suatu bangsa yang tenggelam

dalam kebiadaban, telah lahir seorang nabi. Ia telah

berhasil membacakan ayat-ayat Allah SWT kepada mereka

dan mensucikannya serta mengajarkan kitab dan hikmah

kepada mereka, padahal sebelumnya mereka berada dalam

kegelapan yang pekat. Pada awalnya Nabi Muhammad SAW

mendapati mereka bergelimang dalam ketakhyulan yang

merendahkan derajat manusia, lalu ia mengilhami mereka

dengan kepercayaan kepada satu-satunya Tuhan yang Maha

Besar dan Maha Kasih Sayang. Saat mereka bercerai-

berai dan terlibat dalam peperangan yang seolah tak ada

habisnya, dipersatukannya mereka dalam ikatan

persaudaraan. Kalau sebelumnya Semenanjung Arab berada

dalam kegelapan rohani, maka ia datang membawa cahaya

terang-benderang untuk menyinari rohani mereka.

Pekerjaannya selesai sudah, dan seluruhnya dikerjakan

dengan baik semasa hidupnya. Disinilah letak

keunggulan Nabi Muhammad SAW dibanding dengan nabi-nabi

yang lain.

K. Ibadah haji terakhir

Pada tahun 10 H, Nabi SAW mengerjakan ibadah haji

yang terakhir, yang disebut juga dengan haji wada'. Pada

tanggal 25 Zulkaidah 10/23 Februari 632 Rasulullah SAW

81

meninggalkan Madinah. Sekitar seratus ribu jemaah turut

menunaikan ibadah haji bersamanya.

Pada waktu wukuf di Arafah, Nabi Muhammad SAW

menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi

khotbah itu antara lain:

larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq

(benar) dan mengambil harta orang lain dengan

bathil (salah), karena nyawa dan harta benda adalah

suci.

larangan riba dan larangan menganiaya

perintah untuk memperlakukan para istri dengan

baik serta lemah lembut

perintah menjauhi dosa

semua pertengkaran di antara mereka di zaman

Jahiliah harus dimaafkan

pembalasan dengan tebusan darah sebagaimana yang

berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan

persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus

ditegakkan

hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, yaitu

mereka memakan apa yang dimakan majikannya dan

memakai apa yang dipakai majikannya

dan yang terpenting, bahwa umat Islam harus selalu

berpegang teguh pada dua sumber yang tak akan

pernah usang, yaitu Al-Qur'an dan Sunah Nabi SAW.

Setelah itu Nabi SAW bertanya kepada seluruh jemaah,

"Sudahkan aku menyampaikan amanat Allah, kewajibanku,

82

kepada kamu sekalian?"

Jemaah yang ada di hadapannya segera menjawab, "Ya,

memang demikian adanya." Nabi Muhammad SAW kemudian

menengadah ke langit sambil mengucapkan, "Ya Allah,

Engkaulah menjadi saksiku." Dengan kata-kata seperti

itu Rasulullah SAW mengakhiri khotbahnya.

Kembali ke Madinah

Setelah upacara haji yang lain disempurnakan, Nabi

Muhammad SAW kembali ke Madinah. Disinilah ia

menghabiskan sisa hidupnya. Ia mengatur organisasi

masyarakat di kabilah-kabilah yang telah memeluk Islam

dan menjadi bagian dari persekutuan Islam. Petugas

keamanan dan para da'i dikirimnya ke berbagai daerah

untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur

peradilan Islam, dan memungut zakat. Salah seorang di

antara petugas itu adalah Mu'az bin Jabal yang dikirim

oleh Nabi SAW ke Yaman. Ketika itulah hadist Mu'az yang

terkenal muncul, yaitu perintah Nabi SAW agar Mu'az

menggunakan pertimbangan akalnya dalam mengatur

persoalan-persoalan agama apabila ia tidak menemukan

petunjuk dalam Al-Qur'an dan hadist Nabi SAW.

Pada saat-saat itu pula wahyu Allah SWT yang terakhir

turun:

"... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu

agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nimat-Ku, dan

telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu ..." (QS. 5: 3)

83

Mendengar ayat ini, banyak orang yang bergembira karena

telah sempurna agama mereka, tetapi ada pula yang

menangis, seperti Abu Bakar, karena mengetahui bahwa

ayat itu jelas merupakan pertanda berakhirnya tugas

Rasulullah SAW.

L. Wafatnya Nabi SAW

Dua bulan setelah menunaikan ibadah haji wada' di

Madinah, Nabi SAW sakit demam. Meskipun badannya mulai

lemah, ia tetap memimpin shalat berjamaah. Baru setelah

kondisinya tidak memungkinkan lagi, yaitu 3 hari

menjelang wafatnya, ia tidak mengimami shalat

berjamaah. Sebagai gantinya ia menunjuk Abu Bakar

sebagai imam shalat. Tenaganya dengan cepat semakin

berkurang.

Pada tanggal 13 Rabiulawal 11/8 Juni 632, Nabi Muhammad

SAW menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah

istrinya, Aisyah binti Abu Bakar, dengan wasiat

terakhir, "Ingatlah shalat, dan taubatlah...".

M. Ummul Mukminin

Setelah Khadijah meninggal, Nabi Muhammad menikah

lagi sebanyak 10 kali, sehingga jumlah wanita yang

menjadi istrinya ada 11 orang. Kesebelas wanita ini

disebut sebagai Ummul Mukminin (ibu dari orang-orang

yang beriman). Sebutan tsb menunjukkan bahwa para istri

Nabi SAW adalah wanita-wanita yang terpilih dan

dimuliakan Allah SWT.

84

Nabi SAW menikahi para wanita itu karena beberapa

alasan, antara lain untuk melindungi mereka dari

tekanan kaum musyrikin, membebaskannya dari status

tawanan perang, dan mengangkat derajatnya. Tidak jarang

pernihakan yang dilakukan Nabi SAW menciptakan hubungan

perdamaian antara dua suku yang sebelumnya saling

bermusuhan.

Para Ummul Mukminin itu adalah:

1. Khadijah binti Khuwailid

2. Sa'udah binti Zam'ah

3. Aisyah binti Abu Bakar as-Sidiq

4. Zainab binti Huzaimah bin Abdullah bin Umar

5. Juwairiyah binti Haris

6. Sofiyah binti Hay bin Akhtab

7. Hindun binti Abi Umaiyah bin Mugirah bin Abdullah

bin Amr bin Mahzum

8. Ramlah binti Abu Sufyan

9. Hafsah binti Umar bin Khattab

10. Zainab binti Jahsy bin Ri'ah bin Ja'mur bin

Sabrah bin Murrah

11. Maimunah binti Haris

Beberapa dari istri Nabi SAW ini juga menjadi periwayat

hadist, yaitu Aisyah, Hafsah, dan Zainab binti Jahsy.

85

SIMPULAN DAN SARAN

Kita sebagai umat yang beragama haruslah

mempercainya segala kitab yang diturunkan melalui

utusannya masing-masing, dan setiap makhluk yang

beragama biasanya mengetahui tata tertib setiap

86

sesuatunya. dan apalagi kita sebagai umat islam

wajiblah bagi kita untuk menyembah ALLAH SWT dan

beriman kepadanya dan tak ada sekutu bagiNYA.

Saran, selalu mengingat ALLAH SWT dan bersyukur

terhadapnya, Karena tiada tuhan melainkan ALLAH SWT

yang menciptakan segala apa yang ada dimuka bumi ini.

Subhanallah.

87