Komunikasi, Negosiasi dan Konflik - MSDM

51
KOMUNIKASI 1. Fungsi Komunikasi Tidak ada individu, kelompok, atau organisasi yang dapat bertahan tanpa berbagi informasi di antara para anggotanya. Hanya dengan demikian, kita dapat menyampaikan informasi dan gagasan. Berkomunikasi lebih dari sekedar menyampaikan makna, tetapi makna tersebut harus dapat dimengerti. Oleh karena itu, komunikasi harus meliputi baik pemindahan maupun pemahaman makna. Dalam komunikasi yang sempurna, suatu pemikiran akan dikirimkan, sehingga si penerima dapat memahami dengan gambaran mental yang sama dengan yang dimaksudkan oleh si pengirim. Komunikasi melakukan empat fungsi utama di dalam kelompok atau organisasi, yaitu: 1. Pengendalian Komunikasi berperan untuk mengendalikan perilaku anggota dalam berbagai cara. Ketika para pekerja mengomunikasikan pekerjaan yang terkait dengan penyampaian keluhan, mengikuti deskripsi pekerjaan mereka, atau mematuhi kebijakan perusahaan, komunikasi melaksanakan fungsi pengendalian. Komunikasi secara informal juga mengendalikan perilaku. Ketika kelompok kerja menggoda atau melecehkan seorang anggota yang terlalu produktif (dan anggota lain dari kelompok itu terlihat buruk),

Transcript of Komunikasi, Negosiasi dan Konflik - MSDM

KOMUNIKASI

1. Fungsi Komunikasi

Tidak ada individu, kelompok, atau organisasi yang

dapat bertahan tanpa berbagi informasi di antara para

anggotanya. Hanya dengan demikian, kita dapat

menyampaikan informasi dan gagasan. Berkomunikasi lebih

dari sekedar menyampaikan makna, tetapi makna tersebut

harus dapat dimengerti. Oleh karena itu, komunikasi

harus meliputi baik pemindahan maupun pemahaman makna.

Dalam komunikasi yang sempurna, suatu pemikiran akan

dikirimkan, sehingga si penerima dapat memahami dengan

gambaran mental yang sama dengan yang dimaksudkan oleh

si pengirim. Komunikasi melakukan empat fungsi utama di

dalam kelompok atau organisasi, yaitu:

1. Pengendalian

Komunikasi berperan untuk mengendalikan perilaku

anggota dalam berbagai cara. Ketika para pekerja

mengomunikasikan pekerjaan yang terkait dengan

penyampaian keluhan, mengikuti deskripsi pekerjaan

mereka, atau mematuhi kebijakan perusahaan,

komunikasi melaksanakan fungsi pengendalian.

Komunikasi secara informal juga mengendalikan

perilaku. Ketika kelompok kerja menggoda atau

melecehkan seorang anggota yang terlalu produktif

(dan anggota lain dari kelompok itu terlihat buruk),

mereka melakukan komunikasi secara informal, dan

mengendalikan perilaku anggota.

2. Motivasi

Komunikasi membantu meningkatkan motivasi dengan

menjelaskan kepada para pekerja mengenai apa yang

harus mereka lakukan, seberapa baik mereka dalam

melakukannya, dan bagaimana mereka dapat

meningkatkan kinerja mereka. Pembentukan tujuan,

memberikan umpan balik atas kemajuan, dan memberikan

imbalan bagi perilaku yang diinginkan semuanya

mendorong motivasi dan memerlukan komunikasi.

3. Pernyataan emosional

Kelompok kerja merupakan sumber utama dari interaksi

sosial bagi banyak pekerja, komunikasi di dalam

kelompok adalah mekanisme dasar para anggota yang

memperlihatkan kepuasan dan frustasi. Oleh karena

itu, komunikasi menyediakan pernyataan emosional

dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial.

4. Informasi

Fungsi terakhir dari komunikasi adalah untuk

memfasilitasi pengambilan keputusan. Komunikasi

memberikan informasi yang diperlukan oleh para

individu dan kelompok untuk mengambil keputusan

dengan mengirimkan data yang diperlukan untuk

mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan.

Untuk melaksanakan secara efektif, kelompok harus

mempertahankan beberapa pengendalian atas para

Pengirim

Pesan yang akan dikirimPengodean pesan (encoding)

Penerima

Isi kode pesan diuraikan (decoding)Pesan diterima

kebisingan

saluran

Umpan balik

anggotanya., menstimulasi para anggota untuk

melaksanakan, memungkinkan pernyataan emosional, dan

mengambil keputusan.

2. Proses komunikasi

Komunikasi memerlukan suatu tujuan, suatu pesan yang

akan disampaikan antara pengirim dan penerima. Pengirim

akan mengodekan pesan dan meneruskannya melalui sebuah

medium (saluran) kepada penerima, yang akan menguraikan

isi kode tersebut. Hasilnya adalah perpindahan makna

dari satu orang ke yang lainnya. Tampilan berikut

menggambarkan proses komunikasi yang merupakan tahapan-

tahapan di antara sumber dengan penerima yang

menghasilkan pemindahan dan pemahaman makna:

Tampilan 1 : Proses Komunikasi

Bagian utama dari model tampilan diatas adalah:

1. Pengirim adalah orang yang ingin menyampaikan pesan.

2. Pengirim memulai suatu pesan dengan mengodekan

pemikirannya.

3. Pesan adalah sebuah tindakan aktual produk fisik

dari pengodean pengirim. Ketika kita berbicara,

ucapan adalah pesan. Ketika kita menulis, maka

tulisan adalah pesannya. Ketika kita melakukan

isyarat gerakan, maka gerakan dari lengan dan

ekspresi wajah kita merupakan pesan.

4. Saluran adalah medium melalui mana pesan-pesan akan

berjalan. Pengirim memilihnya, kemudian menentukan

apakah menggunakan saluran formal atau informal.

Saluran formal ditetapkan oleh organisasi dan

mengirimkan pesan yang terkait dengan aktivitas

profesional dari para anggotanya. Mereka secara

tradisional mengikuti rantai wewenang di dalam

organisasi. Bentuk lainnya dari pesan, seperti

misalnya pribadi atau sosial yang mengikuti saluran

informal, yang mana berlangsung secara spontan dan

berkembang sebagai tanggapan atas pilihan-pilihan

individu.

5. Penerima adalah orang kepada siapa pesan akan

diarahkan.

6. Penerima menguraikan isi kode dari pesan yaitu

menerjemahkan simbol-simbol ke dalam bentuk yang

dapat dipahami.

7. Kebisingan mencerminkan hambatan dalam komunikasi

yang memutarbalikkan kejelasan dari pesan, seperti

misalnya permasalahan persepsi, informasi yang

berlebihan, kesulitan semantik, atau perbedaan

budaya.

8. Umpan balik adalah pemeriksaan mengenai seberapa

berhasilkah kita dalam memindahkan pesan kita

seperti yang dimaksudkan semula. Ini menentukan

apakah pemahaman telah tercapai atau belum.

3. Arah dalam Komunikasi

Komunikasi Vertikal

Dalam komunikasi vertikal, terdapat dua dimensi yaitu:

a. Komunikasi ke arah bawah

Yaitu merupakan komunikasi yang mengalir dari satu

tingkat dari sebuah kelompok atau organisasi menuju

ke level yang lebih rendah. Para pemimpin kelompok

dan para manajer menggunakannya untuk menugaskan

tujuan, memberikan instruksi pekerjaan, menjelaskan

kebijakan dan prosedur, menunjukkan permasalahan

yang memerlukan perhatian, dan menawarkan umpan

balik.

b. Komunikasi ke arah atas

Komunikasi ke arah atas menuju kepada level yang

lebih tinggi di dalam kelompok atau organisasi.

Komunikasi ini digunakan untuk memberikan umpan

balik ke para petinggi, menginformasikan mereka

mengenai perkembangan dari tujuan, dan penyampaian

permasalahan saat ini. Komunikasi ke arah atas

membuat para manajer tetap waspada dengan apa yang

dirasakan oleh para pekerja mengenai pekerjaan

mereka, para rekan sekerja, dan organisasi secara

umum. Para manajer juga bergantung pada komunikasi

ke arah atas untuk gagasan-gagasan mengenai

bagaimana kondisi dapat ditingkatkan, tetapi

komunikasi ke arah atas akan lebih sulit karena para

manajer menjadi kewalahan dan mudah terganggu.

Komunikasi Lateral

Yaitu merupakan komunikasi terjadi diantara para

anggota dari kelompok kerja yang sama, para anggota

dari kelompok kerja pada level yang sama, para manajer

pada level yang sama, atau beberapa pekerja yang setara

secara horizontal lainnya. Komunikasi lateral menghemat

waktu dan memfasilitasi koordinasi. Sering kali, mereka

secara informal menciptakan sirkuit pendek hierarki

secara vertikal dan mempercepat tindakan. Jadi dari

sudut pandang manajemen, komunikasi lateral dapat

menjadi lebih baik atau buruk.

4. Komunikasi Organisasi

Jaringan Kelompok Kecil yang Formal

Jaringan organisasi yang formal dapat menjadi lebih

rumit, meliputi ratusan orang dan setengah lusin atau

lebih banyak level hierarki. Untuk menyederhanakannya,

maka jaringan ini diringkas menjadi tiga kelompok kecil

umum, yaitu:

a. Rantai

Rantai dengan ketat mengikut rantai perintah yang

formal atau resmi, jaringan ini mendekati saluran

komunikasi yang akan anda temukan dalam ketiga level

organisasi yang ketat.

b. Roda

Roda bergantung pada sebuah sosok sentral untuk

bertindak sebagai saluran bagi seluruh komunikasi

kelompok, ini menstimulasi jaringan komunikasi yang

akan ditemukan pada sebuah tim dengan seorang

pemimpin yang kuat.

c. Seluruh saluran

Jaringan seluruh saluran memperbolehkan para anggota

kelompok untuk berkomunikasi satu sama lain secara

aktif, sering dicirikan dalam pelaksanaan tim yang

dikelola sendiri, yang mana para anggota kelompok

bebas untuk memberikan kontribusi dan tidak ada

seorang pun yang mengambil peran pemimpin.

Efektivitas tiap jaringan bergantung pada variable

dependen yang diperhatikan. Berikut adalah tampilan

yang mengarahkan kepada kesimpulan bahwa tidak ada

satupun jaringan yang terbaik bagi seluruh kondisi:

Tampilan 2 : Tiga Jaringan Kelompok Kecil yang Umum

Kriteria Jaringan Rantai Roda Seluruh

SaluranKecepatan Moderat Cepat CepatKeakuratan Tinggi Tinggi Moderat

Munculnya seorang

pemimpin

Moderat Tinggi Tidak ada

Kepuasan anggota Moderat Rendah TinggiTabel 1: JaringanKelompok yang Kecil dan Kriteria yang Efektif

Kabar Selentingan (Gosip)

Jaringan komunikasi informal dalam sebuah kelompok

atau organisasi disebut kabar selentingan. Meskipun

rumor dan gosip dikirimkan melalui kabar selentingan

yang informal, tetapi masih merupakan sumber informasi

yang penting bagi para pekerja dan para kandidat (yaitu

para pekerja yang dicalonkan menerima promosi). Kabar

selentingan atau informasi melalui perkataan mulut dari

para rekan mengenai sebuah perusahaan memiliki pengaruh

yang penting pada apakah para pelamar pekerjaan akan

bergabung dengan organisasi atau tidak.

5. Mode Komunikasi

Komunikasi Lisan

Sarana utama dalam menyampaikan pesan adalah

komunikasi lisan. Keuntungan dari komunikasi lisan

adalah kecepatan dan umpan balik. Jika penerima belum

yakin dengan pesannya, maka umpan balik yang cepat

memungkinkan pengirim untuk mendeteksi secara cepat dan

memperbaikinya. Namun, salah satu kelemahan utama pada

komunikasi lisan muncul saat sebuah pesan harus

melewati sejumlah orang karena semakin besar risiko

terjadi penyimpangan. Berikut merupakan contoh bentuk-

bentuk dari komunikasi lisan:

a. Rapat

Pertemuan dapat menjadi formal atau informal,

meliputi dua atau lebih banyak orang, dan terjadi

dalam hampir setiap kesempatan. Bahkan penyusunan

interaksi bisnis biasa dengan orang lain sebagaimana

pertemuan dapat membantu kita tetap menitikberatkan

perhatian pada perkembangan. Komunikasi

interpersonal yang baik penting untuk membuat

pertemuan berjalan dengan efektif.

b. Videoconferencing

Videoconferencing memungkinkan para pekerja dan para

klien untuk melaksanakan pertemuan secara real-time

dengan orang-orang di lokasi-lokasi berbeda. Live

audio dan videoimage memungkinkan untuk melihat,

mendengar, dan berbicara dengan orang lain tanpa

hadir secara fisik pada lokasi yang sama.

c. Telepon

Komunikasi melalui telepon menawarkan banyak manfaat

seperti pertemuan, dan begitu telepon berbunyi maka

akan segera memberi tanggapan. Panggilan telepon

dapat berupa pertemuan secara formal atau

pembicaraan secara informal, juga dijadwalkan atau

secara spontan.

Komunikasi Tulisan

Berikut merupakan contoh bentuk-bentuk dari komunikasi

tulisan:

a. Surat

Dengan semua teknologi yang tersedia, alasan

seseorang menulis surat adalah ketika ingin

menciptakan suatu catatan yang bertahan lama.

b. PowerPoint

Powerpoint dan format slide dapat menjadi mode

komunikasi yang sangat sempurna karena perangkat

lunak untuk mengumpulkan slide menggabungkan kata-

kata dengan elemen visual untuk melibatkan pembaca

dan membantu dalam menjelaskan gagasan-gagasan yang

kompleks.

c. Surat Elektrik (E-mail)

Pesan e-mail dapat ditulis, diedit, dan disimpan

dengan cepat. E-mail dapat distribusikan kepada salah

satu atau ribuan orang hanya dengan menekan satu

tombol, meskipun beberapa perusahaan telah melarang

fitur “balas ke semuanya”.

d. Pesan Singkat

Pesan singkat (IM) biasanya dilakukan via komputer.

Ini merupakan teknologi yang tersinkronisasi,

artinya seseorang perlu berada disana untuk menerima

pesan. Jika seseorang hadir ketika IM masuk, maka

seseorang tersebut dapat merespon pada saat itu juga

dan terlibat dalam percakapan yang diketik secara

online.

e. Pesan Teks

Pesan teks (SMS) mirip dengan pesan singkat yang

mana keduanya merupakan teknologi yang

tersinkronisasi, tetapi pesan teks biasanya

dilakukan via telepon seluler dan seringkali sebagai

alternatif daripada panggilan telepon.

f. Media Sosial

Tidak ada satupun tempat yang memiliki komunikasi

yang lebih ditransformasikan daripada kenaikan

jejaring sosial seperti misalnya Facebook dan LinkedIn.

Banyak organisasi yang telah mengembangkan aplikasi

jejaring sosial yang mereka bangun sendiri, dikenal

dengan perangkat lunak sosial perusahaan, sebagian

besar dari mereka memiliki halaman facebook dan twitter

sendiri.

g. Blog

Sebuah blog adalah sebuah situs Web mengenai

seseorang atau perusahaan. Banyak organisasi dan

para pemimpin organisasi memiliki blog yang membahas

mengenai organisasi.

h. Lainnya

Contoh lainnya yaitu Flickr, Pinterest, Google+,

Wikis, Jive, Socialtext, dan Social Cast.

Komunikasi Nonverbal

Komunikasi Nonverbal meliputi gerakan tubuh,

intonasi, atau penekanan yang diberikan atas kata-kata,

ekspresi wajah, serta jarak fisik antara pengirim dan

penerima. Bahasa tubuh dapat menyampaikan status,

tingkat keterlibatan, dan keadaan emosional. Banyak

studi mengindikasikan bahwa orang akan lebih banyak

membaca tingkah laku dan emosi orang lain melalui

isyarat nonverbal dibandingkan melalui kata-kata. Jika

isyarat nonverbal bertentangan dengan pesan verbal

pembicara, maka isyarat nonverbal kadang kala lebih

cenderung diyakini oleh pendengar.

6. Pilihan Saluran dalam Komunikasi

Kesempurnaan Saluran

Saluran berbeda dalam kapasitas mereka untuk

menyampaikan informasi. Beberapa yang sempurna dalam

hal mereka mampu untuk : menangani berbagai macam

isyarat secara simultan, memfasilitasi umpan balik yang

cepat, dan menjadi sangat pribadi. Saluran lainnya

memiliki skor endah berdasarkan faktor-faktor tersebut.

Percakapan antarmuka memperoleh skor tertinggi dalam

kesempurnaan saluran karena mengirimkan sebagian besar

informasi per episode komunikasi – banyak isyarat

informasi, umpan balik dengan segera, dan sentuhan

pribadi yang terjadi. Media tulisan yang bersifat umum

seperti misalnya laporan formal dan bulletin memiliki

tingkat kesempurnaan yang rendah.

Memilih Metode Komunikasi

Kesempurnaan saluran merupakan suatu kerangka kerja

yang bermanfaat dalam memilih metode komunikasi kita.

Sebagai contoh, tidak selalu mudah untuk mengetahui

kapan memilih komunikasi secara lisan atau tertulis.

Para ahli mengatakan bahwa komunikasi secara lisan atau

“berhadapan muka” dengan para rekan sekerja, klien, dan

manajemen level atas merupakan kunci keberhasilan.

Namun lain halnya jika berkomunikasi dengan CEO. Dalam

rapat juga misalhnya, dapat dipertimbangkan apakah

komunikasi lebih sesuai disampaikan melalui diskusi

atau dalam bentuk diagram. Surat digunakan dalam bisnis

terutama untuk tujuan jejaring dan ketika tanda tangan

harus autentik. Komunikasi tertulis scara elektronik

seperti e-mail memberikan autentifikasi dengan

mengindikasikan pengirim dan tanggal/ waktu dikirimkan,

namun terdapat beberapa permasalahan ketika memilih

email :

Risiko kesalahan dalam menginterpretasikan pesan

Jika kita mengirimkan sebuah pesan penting, maka

pastikan bahwa kita membaca kembali kejelasan dari

pesan tersebut terlebih dahulu. Amati nadanya,

bahkan pada lini subjeknya. Lini subjek harus secara

langsung dan sederhana. Riset terbaru

mengindikasikan bahwa lini subjek yang pendek (lebih

sedikit dari 50 karakter) lebih mudah dipahami.

Dampak dari pesan-pesan yang negatif

Para pekerja perlu berhati-hati ketika

mengkomunikasikan pesan-pesan yang negatif melalui

e-mail. Kandungan yang tidak layak atau negatif

dapat membahayakan pekerjaan kita saat ini atau

menghilangkan kita dari pertimbangan posisi baru.

Memiliki karakteristik memerlukan banyak waktu

Menyortir dan membaca e-mail memerlukan waktu yang

lama. Menulis e-mail bahkan menghabiskan waktu yang

lebih lama, baik mengetik dengan sepuluh jari pada

papan tombola tau dua ibu jari pada sebuah

smartphone.

Ekspresi emosi yang terbatas

Beberapa peneliti mengatakan bahwa kurangnya pesan

isyarat secara visual dan vokal yang memiliki makna

positif secara emosional, seperti pujian, yang

terlihat lebih netral secara emosional daripada yang

dimaksudkan oleh pengirim.

Kekhawatiran akan privasi

Perusahaan biasanya melakukan investigasi dan

memonitor e-mail dari semua perangkat yang digunakan

oleh perusahaan yang dikirimkan oleh para

pekerjanya, terutama pada e-mail yang dikirimkan

kepada organisasi pesaing. Kita juga tidakselalu

dapat mempercayai si penerima e-mail untuk menjaga

kerahasiaannya.

Profesionalisme

Informalitas dari pesan teks tidak dibiarkan

menyebar ke dalam e-mail bisnis. Banyak yang lebih

menyukai mempertahankan komunikasi bisnis yang

relatif formal.

Keamanan Informasi

Keamanan merupakan suatu kekhawatiran yang sangat

besar oleh hampir semua organisasi dengan informasi

pribadi atau yang dimiliki mengenai para klien,

konsumen, dan pekerja. Organisasi khawatir dengan

keamanan dari informasi secara elektronik yang harus

mereka proteksi, misalnya data pasien rumah sakit,

informasi fisik masih tetap mereka simpan dalam lemari

arsip, dan keamanan atas informasi mereka percayakan

kepada para pekerja mereka dengan mengetahui.

7. Komunikasi yang Persuasif

Pemrosesan yang Otomatis dan Dikendalikan

Pemrosesan otomatis adalah suatu pertimbangan yang

relatif dangkal atas bukti dan informasi yang membuat

penggunaan heuristik. Pemrosesan secara otomatis

memerlukan sedikit waktu dan sedikit upaya, sehingga

masuk akal menggunakannya untuk memproses pesan yang

persuasive yang terkait dengan topik yang tidak banyak

kita pedulikan. Kelemahannya adalah bahwa memungkinkan

kita menjadi lebih mudah dibodohi oleh trik-trik yang

bervariasi, seperti misalnya jingle yang lucu atau

foto-foto yang bergemerlapan.

Pemrosesan yang dikendalikan adalah suatu

pertimbangan yang memerlukan lebih banyak usaha, suatu

pertimbangan yang terperinci mengenai bukti dan

informasi yang terdapat pada kenyataan, gambar, dan

logika. Pemrosesan yang dikendalikan memerlukan usaha

dan tenaga, tetapi lebih sulit untuk membodohi

seseorang yang telah menghabiskan banyak waktu dan

tenaga untuk terlibat dalam hal pengambilan keputusan

tersebut.

Terdapat beberapa aturan praktis dalam menentukan

tipe pemrosesan manakah yang akan digunakan oleh

seseorang, yaitu :

Tingkat ketertarikan

Tingkat ketertarikan mencerminkan dampak suatu

keputusan terhadap kehidupan anda. Ketika orang-

orang sangat tertarik dengan hasil dari keputusan,

mereka akan cenderung memproses informasi dengan

hati-hati. Mungkin inilah mengapa orang mencari

begitu banyak informasi ketika memutuskan sesuatu

hal yang sangat penting daripada sesuatu yang secara

relatif tidak penting.

Pengetahuan sebelumnya

Orang-orang yang berpengetahuan sangat luas mengenai

suatu area subjek lebih condong menggunakan strategi

pemrosesan yang dikendalikan. Sedangkan orang-orang

yang berpengetahuan kurang mengenai suatu topik

dapat lebih siap mengubah pemikiran mereka, bahkan

saat berhadapan dengan argument dangkal.

Kepribadian

Bagi seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam

kebutuhan akan pengetahuan, suatu kepribadian

individu cenderung dipersuasi oleh bukti dan fakta-

fakta. Sedangkan mereka yang memiliki nilai rendah

dalam kebutuhan akan pengetahuan lebih cenderung

untuk menggunakan strategi pemrosesan yang otomatis.

Karakteristik pesan

Pesan disampaikan melalui saluran komunikasi yang

relatif ramping, dengan sedikit peluang bagi para

pengguna untuk berinteraksi dengan isi yang

terkandung dalam pesan, mendorong pemrosesan

otomatis. Sebaliknya, pesan-pesan yang disampaikan

melalui saluran komunikasi yang lebih sempurna

cenderung mendorong pemrosesan yang lebih bersifat

konsultatif.

8. Hambatan-hambatan pada Komunikasi yang Efektif

Penyaringan

Penyaringan mengacu pada tujuan memanipulasi

informasi oleh di pengirim sehingga si penerima akan

melihatnya menjadi leabih menguntungkan. Seorang

manajer yang berbicara kepada bosnya mengenai hal

yang dia rasa ingin didengar bosnya merupakan

penyaringan informasi. Level yang semakin vertical

dalam hierarki organisasi, maka akan semakin membuka

banyak kesempatan untuk melakukan penyaringan,

sehingga mengganggu komunikasi ke arah atas. Tetapi

beberapa penyaringan akan terjadi di manapun yang

terdapat perbedaan status.

Pemilihan Persepsi

Para penerima dalam proses komunikasi melihat dan

mendengar secara selektif berdasarkan pada kebutuhan

mereka, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan

karakteristik personal lainnya. Para penerima juga

memproyeksikan ketertarikan dan ekspektasi mereka ke

dalam komunikasi seperti mereka akan menguraikan isi

pesan mereka. Penerima tidak melihat pada realitas,

namun menginterpretasikan apa yang mereka lihat dan

menamainya realitas.

Informasi yang Berlebihan

Para individu memiliki kapasitas yang terbatas untuk

memproses data. Ketika informasi yang kita miliki

harus bekerja melebihi kapasitas pemrosesan kita,

maka hasilnya adalah informasi yang berlebihan. Jika

para individu memiliki lebih banyak informasi

daripada yang dapat mereka sortir dan gunakan maka

mereka cenderung untuk memilih, mengabaikan,

melewati, atau melupakannya. Informasi yang hilang

dan hasil komunikasi yang kurang efektif membuatnya

menjadi lebih penting untuk menangani kelebihan ini

dengan lebih baik.

Emosi

Kita dapat menginterpretasikan pesan yang sama

secara berbeda ketika sedang marah atau putus asa

disbanding ketika kita sedang bahagia. Orang-orang

yang berada dalam suasana hati yang negatif lebih

cenderung untuk mengkritisi pesan dengan lebih

terperinci, sedangkan mereka yang berada dalam

suasana hati positif cenderung untuk menerima

komunikasi begitu saja.

Bahasa

Ketika kita sedang berkomunikasi dalambahasa

yangsama, kata-kata dapat berarti hal-hal yang

berbeda dengan orang lain. Umur dan konteks adalah

dua dari faktor terbesar yang memengaruhi perbedaan-

perbedaan tersebut.

Keheningan

Hal yang mudah untuk mengabaikan keheningan atau

kurangnya komunikasi karena didefinisikan dengan

ketiadaan informasi. Keheningan dari para pekerja

berarti manajer kurang informasi mengenai

permasalahan operasional yang sedang berlangsung.

Keheningan mengacu pada diskriminasi, gangguan,

korupsi, dan kelakuan buruk yang berarti bahwa para

manajemen puncak tidak dapat mengambil tindakan

untuk menghilangkan perilaku ini. Para pekerja yang

berdiam diri dengan permasalahan yang penting juga

dapat berarti sedang mengalami tekanan secara

psikologis.

Kekhawatiran Komunikasi

Orang-orang yang menderita kekhawatiran komunikasi

mengalami ketegangan dan kecemasan yang tidak

semestinya dalam komunikasi secara lisan, tertulis,

atau kedua-duanya. Mereka menemukannya luar biasa

sulit untuk berbicara antarmuka dengan orang lain

atau menjadi luar biasa cemas ketika mereka harus

menggunakan telepon, bergantung pada memo atau e-

mail ketika panggilan telepon menjadi lebih cepat

dan sesuai.

Berbohong

Hambatan terakhir terhadap komunikasi yang efektif

adalah kesalahan penyajian atas informasi secara

sekaligus, atau berbohong. Sebagian besar orang

sangat tidak ahli dalam mendeteksi penipuan yang

dilakukan oleh orang lain. Permasalahannya adalah

tidak terdapat isyarat secara verbal atau nonverbal

yang khas mengenai kebohongan.

9. Implikasi Global

Hambatan-Hambatan Budaya

Para peneliti telah mengidentifikasi sejumlah

permasalahan yang terkait dengan kesulitan bahasa dalam

komunikasi lintas budaya, antara lain :

Hambatan yang disebabkan oleh semantik

Kata-kata dapat berarti berbeda hal-hal yang berbeda

bagi orang yang berbeda, terutama orang-orang yang

berasal dari budaya nasional yang berbeda. Beberapa

kata tidak diterjemahkan di antara budaya-budaya.

Hambatan yang disebabkan oleh konotasi

Kata memiliki makna berbeda dalam bahasa yang

berbeda. Maka orang-orang yang berasal dari budaya

nasional yang berbeda dapat menjadi salah pengertian

Hambatan yang disebabkan oleh perbedaan nada

Pada beberapa budaya, bahasa adalah formal; pada

budaya lain, tidak formal. Dalam beberapa budaya,

perubahan nada bergantung pada konteks situasi,

orang-orang berbicara secara berbeda di rumah, dalam

situasi sosial, dan di tempat kerja.

Perbedaan dalam toleransi untuk konflik dan metode

untuk menyelesaikan konflik

Individu dari budaya-budaya yang individualis

cenderung menjadi lebih nyaman dengan konflik secara

langsung dan akan membuat sumber dari

ketidaksepakatan menjadi terbuka dengan jelas.

Sedangkan budaya kolektivis cenderung lebihmengakui

konflik hanya secara implicit dan menghindari

perselisihan yang sarat emosional.

Konteks Budaya

Budaya-budaya cenderung berbeda dalam keadaan yang

mana konteks memengaruhi makna yang diambil oleh

individu dari komunikasi. Dalam konteks budaya yang

besar seperti Cina, Korea, Jepang dan Vietnam, orang-

orang sangat bergantung pada isyarat nonverbal dan

isyarat situasional secara halus dalam berkomunikasi

dengan orang lain, status resmi seseorang, kedudukannya

dalam masyarakat, serta reputasi yang dibawa cukup

berat. Sebaliknya, orang-orang dari Eropa dan Amerika

Utara mencerminkan konteks budaya yang rendah.Mereka

pada dasarnya mengandalkan pada kata-kata yang

disampaikan dan ditulis untuk menyampaikan suatu makna;

bahasa tubuh dan gelar yang formal kurang penting.

Pedoman Budaya

Begitu banyaknya budaya bagi seseorang untuk

memahami sepenuhnya, dan para individu

menginterpretasikan budaya mereka sendiri secara

berbeda, komunikasi antarbudaya harus didasarkan pada

sensitivitas dan mengejar tujuan-tujuan umum. Casmir

menemukan bahwa kondisi yang ideal adalah khusus

“budaya ketiga” suatu kelompok yang dapat terbentuk

ketika mereka berusaha menggabungkan aspek kultural

preferensi komunikasi dari masing-masing anggota. Norma

subkultural ini ditetapkan dengan menghargai perbedaan

individu yang menciptakan patokan umum bagi komunikasi

yang efektif. Kelompok antarbudaya yang berkomunikasi

secara efektif dapat menjadi sangat produktif dan

inovatif.

Ketita berkomunikasi dengan orang-orang dari suatu

budaya yang berbeda, yang dapat kita lakukan untuk

mengurangi kesalahpahaman adalah :

Kenali diri anda sendiri

Membantu perkembangan sifat saling menghargai,

keadilan, dan demokrasi

Mempelajari konteks budaya dari setiap orang

Ketika terdapat keraguan, dengarkan

Sampaikan kenyataan, bukan interpretasi anda

Pertimbangkan sudut pandang orang lain

Secara proaktif mempertahankan identitas dari

kelompok

KONFLIK DAN NEGOSIASI

A. KONFLIK

1. Definisi Konflik

Pada dasarnya, konflik itu ada atau tidak ada

merupakan persoalan persepsi. Apabila tidak ada yang

menyadari adanya konflik, maka secara umum

ditetapkan tidak ada konflik yang terjadi. Selain

itu, konflik ditandai dengan adanya pertentangan

atau ketidakcocokan dan beberapa bentuk interaksi.

Konflik dapat didefinisikan sebagai sebuah proses

yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi

bahwa pihak lain telah atau akan memengaruhi secara

negatif sesuatu yang menjadi kepedulian atau

kepentingan pihak pertama. Definisi ini mencakup

beragam konflik yang orang alami dalam organisasi:

ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi

fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh

ekspektasi perilaku, dan sebagainya. Definisi ini

cukup fleksibel untuk mencakup beragam tingkatan

konflik, dari tindakan terang-terangan dan keras

sampai ke bentuk-bentuk ketidaksepakatan yang tidak

terlihat.

2. Perkembangan Pemikiran tentang Konflik

Terdapat tiga pemikiran tentang konflik, yaitu:

1. Pandangan tradisional (traditional view), pemikiran yang

berpendapat bahwa konflik harus dihindari karena

menunjukkan adanya sesuatu yang tidak berfungsi

dalam kelompok.

2. Pandangan interaksionis (interactionist view), pemikiran

yang menyatakan bahwa konflik tidak hanya dapat

menjadi daya positif dalam sebuah kelompok tetapi

juga secara eksplisit berpendapat bahwa konflik

mutlak diperlukan oleh kelompok untuk dapat bekerja

secara efektif.

3. Pandangan konflik yang teratur (managed conflict

view/resolution-focused view), perspektif terbaru ini

berpendapat bahwa lebih penting untuk menyelesaikan

secara produktif konflik yang terjadi, dibandingkan

dengan mengedepankan konflik positif dan menghindari

konflik negatif.

Pandangan Tradisional

Pendekatan paling awal mengenai konflik yang

berpandangan bahwa semua konflik itu buruk. Pandangan

ini sejalan dengan sikap yang dianut banyak orang

menyangkut perilaku kelompok pada tahun 1930-an dan

1940-an. Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional

dari komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan

dan kepercayaan antaranggotam serta ketidakmampuan para

manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi

karyawan mereka.

Pandangan bahwa semua konflik buruk menunjukkan

pendekatan sederhana untuk mengamati perilaku orang

yang menciptakan konflik. Karena semua konflik harus

dihindari, yang diperlukan hanyalah mengarahkan

perhatian pada sebab-sebab konflik serta mengoreksi

malfungsi untuk memperbaiki kinerja kelompok. Meskipun

saat ini studi memberikan bukti yang kuat untuk

menentang bahwa pendekatan terhadap berkurangnya

konflik menghasilkan kinerja kelompok yang tinggi,

banyak orang masih mengevaluasi situasi konflik

menggunakan standar yang sudah usang seperti ini.

Pandangan Interaksionis

Pandangan interaksionis mendorong munculnya

konflik dengan dasar pemikiran bahwa sebuah kelompok

yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif biasanya

menjadi statis, apatis, serta tidak tanggap terhadap

perlunya perubahan dan inovasi. Inti dari pandangan ini

adalah tentang perlunya mempertahankan terjadinya

tingkat konflik minimum yang dapat menjaga kelompok

tetap bisa bekerja, kritis terhadap diri sendiri,

sekaligus kreatif.

Pandangan interaksionis tidak bermaksud mengatakan

bahwa semua konflik adalah baik. Konflik yang

fungsional mendukung pencapaian tujuan kelompok dan

memperbaiki kinerjanya, merupakan bentuk konflik yang

konstruktif. Konflik yang dapat menghambat kinerja

kelompok dan bersifat destruktif adalah konflik yang

disfungsional.

Secara spesifik, ada tiga tipe konflik menurut

pandangan interaksionis: tugas, hubungan, dan proses.

Konflik tugas (task conflict) berhubungan dengan muatan dan

tujuan pekerjaan. Konflik hubungan (relationship conflict)

berfokus pada hubungan antarpersonal. Konflik proses

(process conflict) berhubungan dengan bagaimana suatu

pekerjaan dilaksanakan. Kajian-kajian menunjukkan bahwa

konflik hubungan hampir selalu bersifat disfungsional.

Gesekan dan permusuhan antarpersonal yang melekat di

dalam konflik hubungan dapat mempertajam pertentangan

kepribadian dan mengurangi rasa saling pengertian, yang

pada akhirnya menghambat penyelesaian tugas-tugas

organisasi. Disamping itu, tingkat konflik proses dan

tingkat konflik tugas yang rendah sampai sedang bisa

menjadi konflik fungsional. Agar produktif, konflik

proses harus dijaga tetap dalam tingkat yang rendah.

Perdebatan yang tajam dan panas mengenai “siapa yang

harus melakukan apa” menjadi disfungsional ketika hal

itu justru menciptakan ketidakpastian mengenai peran

tugas masing-masing anggota, memperpanjang waktu

penyelesaian tugas, menyebabkan para anggota bekerja

serampangan, dan munculnya rasa ego dalam diri masing-

masing anggota. Tingkat konflik tugas yang rendah

sampai sedang dapat memperlihatkan efek positif pada

kinerja kelompok karena merangsang munculnya ide-ide

segar yang membantu kelompok berkinerja lebih baik.

Pandangan yang Berfokus pada Resolusi

Peneliti mulai menyadari adanya beberapa masalah

dengan konflik yang berasaskan dorongan. Terdapat

beberapa kasus yang sangat spesifik dimana konflik

dapat menguntungkan. Bagaimanapun, konflik di tempat

kerja tidaklah produktif, konflik memperpanjang waktu

penyelesaian pekerjaan atau interaksi dengan pelanggan,

dan rasa tersinggung dan marah biasanya tetap terasa

walaupun konflik telah selesai. Orang tersebut dapat

menggabungkan perasaannya antara tugas (task) dengan

hubungan (relationship), sehingga konflik tugas kadang

meningkat menjadi konflik hubungan. Konflik menimbulkan

rasa frustasi, yang membuat individu tidak dapat

berpikir terbuka.

Sebagai pencerahan atas penemuan-penemuan baru

mengenai konflik, peneliti mulai untuk lebih fokus

kepada pengaturan ketika konflik terjadi, sebelum

maupun sesudah tahap perilaku dalam konflik muncul.

Penelitian selanjutnya memberi masukan bahwa kita dapat

meminimalisasi efek negatif konflik dengan fokus

membuat anggota kelompok siap akan adanya konflik,

mengembangkan strategi resolusi atas konflik, dan

memfasilitasi diskusi terbuka antar anggota kelompok.

Kesimpulannya, pandangan tradisional dianggap

berpikiran sempit dalam menilai semua konflik harus

dihindari. Pandangan interaksionis menganggap konflik

dapat mendorong diskusi aktif dengan catatan tanpa

adanya emosi bersifat negatif dan merusak. Perspektif

konflik yang teratur menemukan bahwa konflik mungkin

tidak dapat dihindari di sebagian besar organisasi, dan

perspektif ini lebih fokus untuk menciptakan resolusi

(penyelesaian) konflik.

3. Proses Konflik

Proses konflik (conflict process) dapat dipahami sebagai

sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan, potensi

pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan

personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.

Tampilan 3 : The Conflict Process

Tahap 1: Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan

Tahap pertama dalam proses konflik adalah

munculnya kondisi-kondisi yang memberi peluang

terciptanya konflik. Kondisi-kondisi tersebut juga bisa

dianggap sebagai sebab atau sumber konflik dan dibagi

ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan

variabel-variabel pribadi.

a. Komunikasi

Karyawan yang telah nyaman bekerja di bawah

manajernya dan berinteraksi sepanjang hari, tiba-tiba

mengalami pergantian manajer karena manajer

sebelumnya mendapat promosi jabatan. Dibawahi oleh

manajer yang baru, karyawan tidak merasa nyaman

karena berbeda pandangan dan selera, begitupun dengan

cara interaksi manajer baru yang cenderung kasar.

Kasus diatas mengilustrasikan bagaimana komunikasi

dapat menjadi sumber konflik. Konotasi kata yang

menimbulkan makna yang berbeda, jargon, pertukaran

informasi yang tidak memadai, gangguan pada saluran

komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi

potensial awal yang menimbulkan konflik. Potensi

konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau

terlalu banyak komunikasi serta terjadinya

filterisasi informasi yang disampaikan di antara para

anggota.

Komunikasi yang buruk bukan merupakan sumber utama

konflik, melainkan faktor-faktor struktural dan

perbedaan-perbedaan nilai individu. Sehingga sebelum

menilai konflik disebabkan oleh buruknya komunikasi,

kita harus terlebih dahulu memerhatikan penjelasan-

penjelasan struktural atau yang berbasis nilai karena

penjelasan-penjelasan tersebut lebih dapat diterima

dalam organisasi.

b. Struktur

Ketika dua orang atau lebih memiliki tingkat

komunikasi yang baik dan berhubungan erat tetapi

pekerjaan mereka berbeda dan bertolakbelakang satu

sama lain, muncullah potensi konflik yang bersifat

ketentuan kerja, bukan pribadi. Konflik ini bersifat

struktural. Istilah struktur digunakan dalam konteks

ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran,

kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan

kepada anggota kelompok, kejelasan yurisdiksi,

keserasian antara anggota dan tujuan, gaya

kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar

ketergantungan antarkelompok.

Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi

kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan

terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik

berkorelasi terbalik, potensi konflik cenderung

paling tinggi jika anggota kelompok lebih muda dan

tingkat turnover karyawan tinggi.

Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan

secara tepat dimana letak tanggung jawab atas

tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.

Beragamnya tujuan di antara kelompok-kelompok

merupakan salah satu sumber utama konflik.

Misalnya, sutradara ingin menciptakan film yang

artistik, tanpa memerhatikan biaya. Produser ingin

membuat film yang secara finansial menguntungkan

dengan meminimalkan biaya. Ketika dua atau lebih

orang harus bekerja bersama tetapi mengejar tujuan

yang berbeda, timbullah konflik.

Disamping gaya kepemimpinan manajer, partisipasi

anggota kelompok dan konflik sangat berkorelasi,

karena partisipasi mendorong hadirnya perbedaan.

Sistem imbalan menciptakan konflik ketika

perolehan salah seorang anggota dipandang

merugikan anggota lain.

Kelompok yang bergantung pada kelompok lain atau

saling ketergantungan memungkinkan satu kelompok

mendapat hasil yang juga merugikan kelompok lain,

sehingga merangsang daya konflik.

c. Variabel-variabel pribadi

Variabel-variabel pribadi seperti kepribadian, emosi,

dan nilai-nilai adalah sumber potensial konflik.

Jenis kepribadian tertentu, misalnya individu yang

otoriter dan dogmatis, memiliki potensi memunculkan

konflik. Emosi, misalnya karyawan yang terjebak macet

ketika berangkat kerja mungkin membawa amarahnya ke

rapat dan menyebabkan ketegangan dalam rapat, dapat

menyebabkan konflik.

Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap anggota

dapat menjelaskan munculnya konflik. Perbedaan nilai,

contohnya seorang karyawan yang berpikir ia layak

mendapat gaji 5.000.000 rupiah per bulan tetapi

atasannya hanya mau membayar 4.000.000 rupiah.

Tahap 2: Kognisi dan Personalisasi

Dalam definisi mengenai konflik, disyaratkan

adanya persepsi. Karena itu, salah satu pihak atau

lebih harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu.

Namun, karena suatu konflik yang dipersepsi (perceived)

masih merupakan kesadaran akan adanya kondisi-kondisi

yang menciptakan peluang munculnya konflik, tidak

berarti bahwa konflik itu dipersonalisasi. Barulah pada

tingkat perasaan (felt), yaitu ketika orang mulai

terlibat secara emosional, para pihak tersebut

merasakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau rasa

bermusuhan.

Tampilan 4: Generation Differences Cause Some Workplace Conflict

Ada dua hal yang perlu diingat. Pertama, tahap dua

penting karena disinilah isu-isu konflik biasanya

didefinisikan. Pada tahapan proses inilah para pihak

memutuskan konflik itu tentang apa. Dan “sense making”

sangat penting karena cara sebuah konflik didefinisikan

akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian

konflik. Contohnya, jika saya menganggap

ketidaksetujuan menyangkut gaji saya dan anda sebagai

kondisi zero-sum (jika anda mendapatkan sejumlah

kenaikan gaji yang anda inginkan sehingga membuat gaji

saya turun dalam jumlah yang sama), saya akan lebih

tidak bersedia untuk berkompromi, daripada jika saya

menganggap konflik tersebut sebagai situasi yang

memiliki potensi saling untung.

Hal kedua adalah bahwa emosi memainkan peranan

utama dalam membangun persepsi. Emosi yang negatif bisa

menyebabkan peremehan persoalan, menurunnya tingkat

kepercayaan, dan interpretasi negatif atas perilaku

pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif dapat

meningkatkan kemampuan untuk melihat potensi hubungan

di antara elemen-elemen suatu masalah, memandang secara

lebih luas suatu situasi, dan mengembangkan berbagai

solusi yang lebih inovatif.

Tahap 3: Maksud

Maksud (intentions) mengintervensi antara persepsi

serta emosi orang dan perilaku luaran mereka. Maksud

adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.

Kita harus menyimpulkan maksud orang lain untuk

mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya

itu. Selain itu, biasanya ada perbedaan besar antara

maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu

mencerminkan secara akurat maksud seseorang.

Tampilan 5: Dimensions of Conflict-Handling Intentions

Grafik diatas menggambarkan upaya seseorang untuk

mengidentifikasi maksud utama penanganan konflik.

Dengan menggunakan dua dimensi, sifat kooperatif (kadar

sampai mana salah satu pihak berupaya memuaskan

kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai

mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan

kepentingannya sendiri), teridentifikasi lima maksud

penanganan konflik: bersaing (tegas dan tidak

kooperatif), bekerja sama (tegas dan kooperatif),

menghindar (tidak tegas dan tidak kooperatif),

akomodatif (tidak tegas dan kooperatif), dan kompromis

(diantara tegas dan kooperatif).

Bersaing (competing) merupakan hasrat untuk memuaskan

kepentingan pribadi seseorang tanpa memedulikan

dampaknya terhadap orang lain yang berkonflik

dengannya. Contoh dari perilaku ini mencakup maksud

untuk mencapai tujuan seseorang dengan mengorbankan

tujuan orang lain.

Bekerja sama (collaborating) merupakan suatu situasi

dimana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya

memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Dalam

bekerja sama, maksud para pihak adalah menyelesaikan

masalah dengan memperjelas perbedaan daripada

mengakomodasi berbagai sudut pandang. Contohnya

adalah upaya untuk mencari win-win solution yang

memungkinkan tujuan kedua belah pihak tercapai.

Menghindar (avoiding) merupakan hasrat untuk menarik

diri dari atau menekan sebuah konflik. Contohnya

adalah mencoba mengabaikan suatu konflik dan

menghindari orang lain yang tidak bersepakat

dengannya.

Akomodatif (accomodating) merupakan kesediaan salah

satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan

kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri

agar hubungan tetap terpelihara. Contohnya adalah

mendukung pendapat orang lain meskipun sebenarnya

enggan.

Kompromis (compromising) merupakan suatu situasi

dimana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia

mengalah dalam satu atau lain hal. Dalam maksud ini,

tidak jelas siapa yang menang dan siapa yang kalah.

Ciri khas maksud kompromis adalah bahwa masing-

masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau mengalah.

Contohnya mengaku turut bertanggungjawab atas sebuah

pelanggaran.

Maksud-maksud diatas memberikan panduan umum bagi

para pihak yang berada dalam situasi konflik dan

menentukan tujuan masing-masing pihak. Selama

berjalannya konflik, maksud itu bisa saja berubah

karena rekonseptualisasi atau reaksi emosional terhadap

perilaku pihak lain. Jadi, lebih tepat memandang kelima

maksud penanganan konflik itu relatif pasti daripada

memandangnya sebagai sekumpulan pilihan untuk

menyesuaikan dengan situasi yang semestinya.

Tahap 4 : Perilaku

Tahap ini meliputin penyataan, aksi, dan reaksi

yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Prilaku

konflik ini biasanya merupakan upaya terang-terangan

untuk menerapkan maksud dari tujuan mereka sendiri.

Sebagai akibat lah perhitungan atau kurangnya

keterampilan operasional, perilaku tyang tampak

terkadang menyimpang dari maksudnya. Tampilan dibawah

ini menampilkan sebuah cara memvisualisasikan perilaku

konflik dimana semua konflik berada di suatu titik di

sepanjang kontinum ini. Pada bagian bawah kontinum,

kita memiliki konflik yag dicirikan dengan bentuk-

bentuk ketegangan yang tidak kentara, tak langsung, dan

sangat terkendali. Intensitas konflik meningkat ketika

perdebatan bergerak naik di sepanjang kontinum hingga

di titik yang sangat destruktif. Secara umum dapat

diasumsikan bahwa konflik yang mencapai rentang atas

kontinum hampir selalu bersifat disfungsional. Konflik

yang fungsional biasanya terbatas pada kontinum bagian

bawah.

Tampilan 6: Conflict-Intensity Continuu

Selain itu terdapat teknik-teknik manajemen konflik

yang dapat mendorong atau menstimulus untuk mencapai

tinkat konflik yang diinginkan. Teknik-teknik tersebut

antara lain: Teknik-teknik Penyelesaian Konflik Pem ecahan masalah Pertemuan tatap m uka pihak-pihak yang berkonflik untuk mengidentifikasi

masalah dan menyelesaiakan melalui diskusi terbukaTujauan seperordinat M enetapkan tujuan bersama yang idak dapat dicapai tanpa kerj asam a dari setiap

pihak yang berkonflik Ekspansi sumber daya Ketika sebuah konflik timbul karena kelangkaan sum ber daya-katakan uang,

promosi, kesempatan, ruang kantor-ekspansi sumber daya dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan

Penghindaran Penarikan diri dari, atau penyem bunyian, konflikM em perhalus M eminimalkan perbedaan sembari m enekankan kepentngan bersam a di antara

pihak-pihak yang berkonflikBerkompromi M asing-masing pihak yang berkonflik menyerahkan sesuatu yang bernilaiPerintah otoritatif M anajemen menggunakan wewenang form alnya untuk m enyelesaikan konflik dan

kemudian m enyam paikan keinginannya kepada pihak-pihak yang terlibatM engubah variable manusia M enggunakan teknik-teknik perubahan perilaku seperti pelatihan hubungan insani

untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik M engubah variable struktural M engubah struktur organisasi formal dan pola-pola interaksi dari pihak-pihak

yang berkonflik m elalui rancang ulang pekerjaan, pemindahan, penciptaan posisi koordinasi, dan sebagainya

Teknik-teknik Stim ulasi Konflik Kom unikasi M enggunakan pesan-pesan ambigu atau yang sifatnya mengancam untuk

menaikkan tingkat konflikM em asukkan orang luar M enam bahkan karyawan ke suatu kelompok dengan latar belakang, nilai-nilai,

sikap, atau gay m anajerialnya berbeda dari anggota-anggota yang ada sekarangRestrukturisasi organisasi M enata ulang kelompok-kelompok kerja, m engubah aturan dan ketentuan,

meningkatkan kesalingtergnatungan, dan m ebuat perubahan struktural yang diperlukan untuk menggoyang status quo

Appointing a devil's advocate M enunjuk seorang pengritik untuk secara sengaja melawan posisi m ayoritas yang dipegang oleh kelompok

Tabel 2: Teknik-teknik Manajemen Konflik

Tahap 5 : Akibat

Akibat Fungsional

Akibat fungsional ini dimana suatu tingkat konflik

yang rendah atau sedang dapat meningkatkan efektivitas

sebuah kelompok. Konflik bersifat fungsional atau

konstruktif ketika hal tersebut memperbaiki kualitas

keptusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong

minat dan keingintahuan di antara anggota-anggota

kelompok, menyediakan media atau sarana untuk

mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan, serta

menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan

perubahan. Konflik menutup kemungkinan kelompo menjadi

pasif dan sekedar “menjadi lembaga sampel” berbagai

keputusan yang didasarkan atas asumsi yang lemah,

pertimbangan yang kurang memadai terhadap alternatif-

alternatif yang relevan, atau kelemahan kelemahan lain.

Konflik menentang status quo dan , karena itu,

mendorong diciptakan dan dikemukakannya ide-ide baru,

mempromosikan peninjauan ulang atas tujuan dan kegiatan

kelompok, serta meningkatkan kemampuan kelompok itu

untuk menanggapi perubahan. Konflik juga terbukti dapat

meningkatkan produktivitas, kinerja cenderung membaik

ketika timbul konflik antaranggota daripada ketika ada

kesalahpahaman yang tertutup.

Akibat Disfungsional

Konsekuensi destruktif dari konflik terhadap

kinerja sebuah kelompok atau organisasi sudah banyak

diketahui salah satunya adalah pertengakaran yang tak

terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang

menyebabkan ikatan kebersamaan menjadi renggang, dan

pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok. Di

antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan

tersebut, terdapat lambatnya komunikasi, menurunnya

kekompakan kelompok, dan subordinasi tjuan kelompok

oelh dominasi perselisihan antaranggota.

Menciptakan Konflik Fungsional

Kultur-kultur antikonflik mungkin dapat ditoleransi

pada masa lali, tetapi tidak dalam ekonomi global

sekarang ini. Organisasi-organisasi yang tidak

mendorong dan mendukung perbedaan akan terancam

keberlangsungan hidunya. Untuk itu organisasi harus

menciptakan konflik fungsional untuk mempertahankan

eksistensinya, cara menciptakan konflik fungsional

dapat dilakukan dengan cara memberi penghargaan kepada

orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang

suka menghindari konflik. Manajemen juga dinilai harus

menciptakan komunikasi yang efektif untuk dapat

menciptakan konflik fungsional ini.

B. NEGOSIASI

Negosiasi didefinisikan sebagai sebuah proses dimana

dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau

jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.

Dalam hal ini tawar menawar akan menggantikan kata

negosiasi. Dalam bagian in akan dibahas mengenai

strategi tawar menawar, model proses negosiasi,

memastikan perasa suasana hati dan sifat-sifat

kepribadian dalam tawar-menawar, mengulas perbedaan

gander dan kultur dalam negosisasi dan sekilas

mengamati negosisasi pihak ketiga.

1. Strategi Tawar Menawar

Terdapat dua pendekatan umum terhadap negosisasi

yaitu, tawar menawar distributif dan tawar menawar

intergratif. Perbedaan keduanya dapat dilihat dari

tabel berikut:

Karakteristik Tawar-M enawar Tawar M enawar Distributif Tawar M enawar Integratif

Tujuan M endapatkan pie sebanyak mungkin

M emperbesar pie sehingga kedua belah pihak puas

M otivasi M enang - kalah M enang - M enangFokus Posisi ("saya tidak bisa memberi

lebih banyak daripada ini")Kepentingan ("dapatkah anda jelaskan mengapa isu ini begitu penting bagi anda?")

Kepentingan Berlawanan SelarasTingkat berbagi informasi Rendah (berbagi informasi hanya

akan mem ungkinkan pihak lain mengambil keuntungan dari kita

Tinggi (berbagi informasi akan memungkinkan masing-masing pihak untuk menemukan cara yang akan mem uaskan kepentingan kedua belah pihak

Lama hubungan Jangka pendek Jangka panjang

Tabel 3 : Perbedaan Tawar Menawar Ditributif dengan Tewar Menawar

Integratif

Tawar menawar Distributif, adalah menegosisasikan

siapa mendapat bagian apa dari sebuah kue yang besarnya

sama dan tetap (fixed pie). Fixed pie yang dimaksud adalah

keyakinan bahwa hanya ada sejumlah barang atau jasa

untuk dibagi di antara para pihak. Ciri yang paling

jelas adalah bahwa strategi ini berjalan dibawah

kondisi zero sum. Artinya, perolehan apapun yang

diperoleh oleh salah satu pihak adalah dengan

mengorbankan pihak lain dan sebaliknya. Ketika

melakukan tawar menawar distributif, taktik seseorang

terfokus pada usaha untuk mencoba membuat lawannya

menyetujui poin target tertentu atau sedekat mungkin

dengan poin tersebut seperti terlihat pada tampilan di

bawah ini. Tampilan 15-6

Tampilan 7: Staking Out the Bargaining Zone

Pihak A dan B mewakili dua perunding dimana masing-

masing memiliki poin target yang menentukan apa yang

ingin dicapai. Masing-masing juga memiliki poin

resisten, yang menunjukan hasil terendah yang boleh

dicapai-dibawah poin itu, mereka akan menghentikan

negosisasi daripada menerima solusi yang kirang

menguntungkan. Wilayah di antara dua titik temu antara

rentag aspirasi A dan B, di situ ada rentang solusi di

mana aspirasi masing-masing pihak dapat dipenuhi.

Tawar menawar Integratif, adalah negosiasi yang

mencari satu penyelesaian atau lebih yang dapat

menciptakan solusi menang-menang atau saling

menguntungkan, hal ini berkebalikan dengan tawar

menawar distributif. Dalam hal lingkungan

intraorganisasi, segala hal yang merupakan tawar

menawar integratif yang setara lebih dipilih daripada

tawar menawar distributif karena tawar menawar

integratif menjaga hubungan jangka panjang. Tawar

menawar integratif mengikat para perunding sekaligus

memungkinkan merek ameninggalakan meja perundingan

dengan perasaan bahwa mereka mencapai kemenangan.

Sebaliknya, tawar menawar distributif cenderung

membangun kebencian dan memperdalam perpecahan ketika

orang harus bekerja bersama lagi di masa depan.

2. Proses Negosiasi

1. Persiapan dan perencanaan

Sebelum memulai bernegosiasi, pertama kali yang

harus dilakukan adalh memperisapkan strategi apa

yang harus kita lakukan untuk memenangkan

negosisasi. terdapat pertanyaan dasar yang harus

dijawab seperti apa hakikat dari konflik itu,

bagaimana sejarahnya hingga Anda harus melakukan

negosiasi? Siapa yag terlibat dan bagaimana persepsi

mereka tentang konflik tersebut?. selain itu, dalam

proses ini kita harus mampu memprediksi tujuan pihak

lawan, apa saja yang mungkin mereka minta, seberapa

kuat posisi tawar mereka, kepentingan apa yang tak

tampak atau tersembunyi yang barangkali penting bagi

mereka, serta penyelesaian apa yang barangkali

dikehendaki pihak lawan. Pertanyaan-pertanyaan

tersebut dapat membatu kita dalam hal mempersipkan

argumen sanggahan dengan mengemukakan fajta dan

angka-angka yang mendukung posisi kita.

2. Penentuan aturan dasar

Pada proses ini kita menentukan aturan-aturan dan

prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu

sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan,

dimana perundingan berlangsung, kendala apa saja

yang mungkin terjadi, pada persoalan apa saja

negosiasi dibatasi, serta adakah prosedur khusus

yang harus diikuti jika menemukan jalan buntu.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat mendasari kedua

belah pihak dalam menyusun aturan dasar selama

negosiasi berlangsung. Dalam fase ini juga, para

pihak yang bernegosiasi bertukar proposal atau

tuntutan awal mereka.

3. Klarifikasi dan justifikasi

Dalam fase ini, pihak yang bernegosiasi akan saling

memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi,

mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal

mereka serta bagaimana masing-masing pihak sampai

pada tuntutan mereka. ini merupakan titik dimana

kita mungkin perlu memberikan segala dokumentasi

kepada pihak lain atau pihak lawan yang kiranya akan

membantu mendukung posisi kita dalam negosiasi

tersebut.

4. Tawar menawar dan penyelesaian masalah

Dalam tahap ini kedua belah pihak mulai pada

tindakan memberi dan menerima dalam rangka mencari

suatu kesepakatan.

5. Penutupan dan Implementasi

Tahap akhir dalam proses negosiasi adalah

memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta

menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi

dan pengawasan pelaksanaan.

3. Isu-isu dalam Negosiasi

Peran suasana hati dan sifat kepribadian dalam

negosiasi

Suasana hati berperan dalam jalannya negoisiasi.

Para perunding yang suasana hatinya positif memperoleh

hasil yang lebih baik daripada mereka yang suasana

hatinya biasa-biasa saja. Hal ini dikarenakan para

perunding yang ceria atau gembira cenderung mempercayai

pihak lain dan, dengan demikian, mencapai lebih banyak

penyelesaian yang paling menguntungkan.

Sedangkan peran sifat kepribadian dalam negosiasi

dinilai tidak memiliki pengaruh langsung yang

signifikan terhadap proses atau hasil negosiasi, namun

baru-baru ini sebuah penelitian terbaru mengungkapkan

bahwa beberapa dari sifat Model Lima Besar terkait

dengan hasil negosiasi. Sebagai contoh, para perunding

yang menyenangkan atau ekstrovert sering kali gagal

total ketika harus melakukan tawar menawar distributif

karena dinilai orang-orang ekstrovert suka menyenangkan

hati orang lain dan bersahabat, cenderung berbagi lebih

banyak informasi ketimbang yang semestinya. Dan, orang

semacam itu akan lebih tertarik untuk mencari cara-cara

untuk mengembangkan kerja alih-alih berbentrokan satu

sama lain, sehingga orang ekstrovert dinilai lebih

cocok melakukan tawar menawar integratif daripada

distributif.

Perbedaan gander dalam negosiasi

Perbedaan gander akan mempengaruhi hasil negosiasi

yang berbeda pula. Stereotip populer yang dianut banyak

orang mengatakan bahwa kaum perempuan lebih kooperatif

dan menyenangkan dalam negosiasi daripada kaum laki-

laki. Bukti yang ada tidak mendukung keyakinan ini.

Namun, laki-laki ditemukan mampu menegosiasikan hasil

yang lebih baik daripada kaum perempuan, meskipun

perbedaannya relatif kecil. Diasumsikan perbedaan ini

kiranya dikarenakan laki-laki dan perempuan menempatkan

nilai yang berbeda pada hasil negosiasi. “sangat

mungkin bahwa tambahan gaji beberapa ratus rupiah atau

kantor besar kalah penting bagi kaum perempuan daripada

membangun dan mempertahankan hubungan antarpersonal”.

Keyakinan bahwa perempuan “lebih menyenangkan”

daripada laki-laki dalam negosiasi barangkali karena

persoalan gander yang membingungkan dan lebih rendahnya

posisi/kekuasaan yang dipegang perempuan di kebanyakan

organisasi besar. Penelitian menunjukan bahwa para

manajer yang memiliki kekuasaan tidak banyak, tanpa

memandang perbedaan gander, cenderung berusaha

menyenangkan lawan mereka dan menggunakan taktik

persuasif yang lembut ketimbang konfrontasi langsung

dan ancaman. Dalam hal dimana perempuan dan laki-laki

memiliki kekuasaan yang sama, tidak akan ada perbedaan

yang signifikan dalam gaya negosisasi mereka.

Perbedaan kultur dalam Negosiasi

Konteks kultur dalam negosiasi secara signifikan

mempengaruhi jumlah dan jenis persiapan untuk tawar

menawar, penekanan relatif pada tugas dibanding

hubungan antar personal, taktik yang digunakan, dan

bahkan dimana negosiasi akan dilaksanakan. Sebagai

contoh, orang prancis menyukai konflik. Mereka

seringkali mendapatkan pengakuan dan membangun reputasi

dengan cara berpikir dan bertindak berlawanan dengan

orang lain. Alhasil orang prancis cenderung perlu waktu

lama dalam menegosiasikan kesepakatan dan tidak terlalu

peduli apakah lawan mereka suka atau tidak suka dengan

mereka. lain halnya nya dengan perunding Amerika yang

dikenal seluruh dunia karena ketidaksabarannya mereka

dan keinginan mereka untuk disukai. Para perunding

berpengalaman dari negara-negara lain sering

memanfaatkan karakteristik ini demi keuntungan mereka

dengan cara mengulur negosiasi dan menjalin

persahabatan yang bergantung pada penyelesaian akhir.

Negosiasi Pihak Ketiga

Dalam kasus individu atau para pihak yang

bernegosiasi tidak dapat menemukan kesepakatan melalui

negosiasi langsung maka, mereka bisa berpaling ke pihak

ketiga untuk membantu mereka mencari solusi. Ada empat

peran pokok pihak ketiga antara lain:

Mediator, adalah pihak ketiga yang netral yang

memfasilitasi negosiasi solusi dengan menggunakan

penalaran dan persuasi, menyodorkan alternatif dan

semacamnya. Biasanya banyak digunakan dalam

negosiasi buruh-manajemen dan dalam sengketa

perdata.

Arbitrator, adalah pihak ketiga yang memiliki

wewenang untuk menentukan kesepakatan. Arbitrasi

bisa bersifat sukarela (diminta) tau wajib

(dipaksakan kepada para pihak berdasarkan undang-

undang atau kontark yang berlaku).

Konsiliator, adalah pihak ketiga yang dipercaya

untuk memberikan hubungan komunikasi antara

perunding dan lawannya.

Konsultan, adalah pihak ketiga yang terlatih dan

tidak berpihak yang berupaya memfasilitasi pemecahan

masalah melalui komunikasi dan analisis, dengan

dibantu oleh pengetahuan mereka mengenai manajemen

konflik.

4. Ringkasan dan Implikasi untuk Manajer

Dimana telah dibahas bahwa konflik dapat bersifat

konstruktif maupun destruktif terhadap operasi sebuah

atau kelompok. Tingkat konflik bisa sangat tinggi

maupun sangat rendah. Kedua kondisi ekstrem ini memang

dapat menghambat kinerja. Kondisi yang optimal adalah

ketika terdapat cukup konflik untuk mecegah kemalasan,

merangsang kreativitas, memungkinkan berkurangnya

ketegangan, dan menumbuhkan cikal bakal perubahan,

walaupun tidak boleh terlalu tinggi sehingga tidak

mengganggu atau mengahalangin koordinasi kegiatan.

Tingkat konflik yang terlalu rendah atau terlalu

tinggi dapat menghambat kefektifan sebuah kelompok atau

organisasi, sehingga menyebabkan turunnya tingkat

kepuasan anggota, naiknya tingkat keabsenan dan tingkat

turnover pegawai dan pada akhirnya anjloknya

produktivitas. Ketika konflik berada pada tingkat

optimal, rasa puas diri dan apati harus diminamlkan,

motivasi harus di dongkrak melalui penciptaan

lingkungan yang menantag serta sejumlah tingkat

turnover diperlukan untuk menghidari organisasi dari

ketidaksesuaian dan kinerja anggota yang buruk. Untuk

itu organisasi atau kelompok harus memilih cara yang

tepat sesuai denga situasi, cara-cara tersebut antara

lain: persaingan, penghindaran, akomodasi.