KOMUNIKASI
1. Fungsi Komunikasi
Tidak ada individu, kelompok, atau organisasi yang
dapat bertahan tanpa berbagi informasi di antara para
anggotanya. Hanya dengan demikian, kita dapat
menyampaikan informasi dan gagasan. Berkomunikasi lebih
dari sekedar menyampaikan makna, tetapi makna tersebut
harus dapat dimengerti. Oleh karena itu, komunikasi
harus meliputi baik pemindahan maupun pemahaman makna.
Dalam komunikasi yang sempurna, suatu pemikiran akan
dikirimkan, sehingga si penerima dapat memahami dengan
gambaran mental yang sama dengan yang dimaksudkan oleh
si pengirim. Komunikasi melakukan empat fungsi utama di
dalam kelompok atau organisasi, yaitu:
1. Pengendalian
Komunikasi berperan untuk mengendalikan perilaku
anggota dalam berbagai cara. Ketika para pekerja
mengomunikasikan pekerjaan yang terkait dengan
penyampaian keluhan, mengikuti deskripsi pekerjaan
mereka, atau mematuhi kebijakan perusahaan,
komunikasi melaksanakan fungsi pengendalian.
Komunikasi secara informal juga mengendalikan
perilaku. Ketika kelompok kerja menggoda atau
melecehkan seorang anggota yang terlalu produktif
(dan anggota lain dari kelompok itu terlihat buruk),
mereka melakukan komunikasi secara informal, dan
mengendalikan perilaku anggota.
2. Motivasi
Komunikasi membantu meningkatkan motivasi dengan
menjelaskan kepada para pekerja mengenai apa yang
harus mereka lakukan, seberapa baik mereka dalam
melakukannya, dan bagaimana mereka dapat
meningkatkan kinerja mereka. Pembentukan tujuan,
memberikan umpan balik atas kemajuan, dan memberikan
imbalan bagi perilaku yang diinginkan semuanya
mendorong motivasi dan memerlukan komunikasi.
3. Pernyataan emosional
Kelompok kerja merupakan sumber utama dari interaksi
sosial bagi banyak pekerja, komunikasi di dalam
kelompok adalah mekanisme dasar para anggota yang
memperlihatkan kepuasan dan frustasi. Oleh karena
itu, komunikasi menyediakan pernyataan emosional
dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial.
4. Informasi
Fungsi terakhir dari komunikasi adalah untuk
memfasilitasi pengambilan keputusan. Komunikasi
memberikan informasi yang diperlukan oleh para
individu dan kelompok untuk mengambil keputusan
dengan mengirimkan data yang diperlukan untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan.
Untuk melaksanakan secara efektif, kelompok harus
mempertahankan beberapa pengendalian atas para
Pengirim
Pesan yang akan dikirimPengodean pesan (encoding)
Penerima
Isi kode pesan diuraikan (decoding)Pesan diterima
kebisingan
saluran
Umpan balik
anggotanya., menstimulasi para anggota untuk
melaksanakan, memungkinkan pernyataan emosional, dan
mengambil keputusan.
2. Proses komunikasi
Komunikasi memerlukan suatu tujuan, suatu pesan yang
akan disampaikan antara pengirim dan penerima. Pengirim
akan mengodekan pesan dan meneruskannya melalui sebuah
medium (saluran) kepada penerima, yang akan menguraikan
isi kode tersebut. Hasilnya adalah perpindahan makna
dari satu orang ke yang lainnya. Tampilan berikut
menggambarkan proses komunikasi yang merupakan tahapan-
tahapan di antara sumber dengan penerima yang
menghasilkan pemindahan dan pemahaman makna:
Tampilan 1 : Proses Komunikasi
Bagian utama dari model tampilan diatas adalah:
1. Pengirim adalah orang yang ingin menyampaikan pesan.
2. Pengirim memulai suatu pesan dengan mengodekan
pemikirannya.
3. Pesan adalah sebuah tindakan aktual produk fisik
dari pengodean pengirim. Ketika kita berbicara,
ucapan adalah pesan. Ketika kita menulis, maka
tulisan adalah pesannya. Ketika kita melakukan
isyarat gerakan, maka gerakan dari lengan dan
ekspresi wajah kita merupakan pesan.
4. Saluran adalah medium melalui mana pesan-pesan akan
berjalan. Pengirim memilihnya, kemudian menentukan
apakah menggunakan saluran formal atau informal.
Saluran formal ditetapkan oleh organisasi dan
mengirimkan pesan yang terkait dengan aktivitas
profesional dari para anggotanya. Mereka secara
tradisional mengikuti rantai wewenang di dalam
organisasi. Bentuk lainnya dari pesan, seperti
misalnya pribadi atau sosial yang mengikuti saluran
informal, yang mana berlangsung secara spontan dan
berkembang sebagai tanggapan atas pilihan-pilihan
individu.
5. Penerima adalah orang kepada siapa pesan akan
diarahkan.
6. Penerima menguraikan isi kode dari pesan yaitu
menerjemahkan simbol-simbol ke dalam bentuk yang
dapat dipahami.
7. Kebisingan mencerminkan hambatan dalam komunikasi
yang memutarbalikkan kejelasan dari pesan, seperti
misalnya permasalahan persepsi, informasi yang
berlebihan, kesulitan semantik, atau perbedaan
budaya.
8. Umpan balik adalah pemeriksaan mengenai seberapa
berhasilkah kita dalam memindahkan pesan kita
seperti yang dimaksudkan semula. Ini menentukan
apakah pemahaman telah tercapai atau belum.
3. Arah dalam Komunikasi
Komunikasi Vertikal
Dalam komunikasi vertikal, terdapat dua dimensi yaitu:
a. Komunikasi ke arah bawah
Yaitu merupakan komunikasi yang mengalir dari satu
tingkat dari sebuah kelompok atau organisasi menuju
ke level yang lebih rendah. Para pemimpin kelompok
dan para manajer menggunakannya untuk menugaskan
tujuan, memberikan instruksi pekerjaan, menjelaskan
kebijakan dan prosedur, menunjukkan permasalahan
yang memerlukan perhatian, dan menawarkan umpan
balik.
b. Komunikasi ke arah atas
Komunikasi ke arah atas menuju kepada level yang
lebih tinggi di dalam kelompok atau organisasi.
Komunikasi ini digunakan untuk memberikan umpan
balik ke para petinggi, menginformasikan mereka
mengenai perkembangan dari tujuan, dan penyampaian
permasalahan saat ini. Komunikasi ke arah atas
membuat para manajer tetap waspada dengan apa yang
dirasakan oleh para pekerja mengenai pekerjaan
mereka, para rekan sekerja, dan organisasi secara
umum. Para manajer juga bergantung pada komunikasi
ke arah atas untuk gagasan-gagasan mengenai
bagaimana kondisi dapat ditingkatkan, tetapi
komunikasi ke arah atas akan lebih sulit karena para
manajer menjadi kewalahan dan mudah terganggu.
Komunikasi Lateral
Yaitu merupakan komunikasi terjadi diantara para
anggota dari kelompok kerja yang sama, para anggota
dari kelompok kerja pada level yang sama, para manajer
pada level yang sama, atau beberapa pekerja yang setara
secara horizontal lainnya. Komunikasi lateral menghemat
waktu dan memfasilitasi koordinasi. Sering kali, mereka
secara informal menciptakan sirkuit pendek hierarki
secara vertikal dan mempercepat tindakan. Jadi dari
sudut pandang manajemen, komunikasi lateral dapat
menjadi lebih baik atau buruk.
4. Komunikasi Organisasi
Jaringan Kelompok Kecil yang Formal
Jaringan organisasi yang formal dapat menjadi lebih
rumit, meliputi ratusan orang dan setengah lusin atau
lebih banyak level hierarki. Untuk menyederhanakannya,
maka jaringan ini diringkas menjadi tiga kelompok kecil
umum, yaitu:
a. Rantai
Rantai dengan ketat mengikut rantai perintah yang
formal atau resmi, jaringan ini mendekati saluran
komunikasi yang akan anda temukan dalam ketiga level
organisasi yang ketat.
b. Roda
Roda bergantung pada sebuah sosok sentral untuk
bertindak sebagai saluran bagi seluruh komunikasi
kelompok, ini menstimulasi jaringan komunikasi yang
akan ditemukan pada sebuah tim dengan seorang
pemimpin yang kuat.
c. Seluruh saluran
Jaringan seluruh saluran memperbolehkan para anggota
kelompok untuk berkomunikasi satu sama lain secara
aktif, sering dicirikan dalam pelaksanaan tim yang
dikelola sendiri, yang mana para anggota kelompok
bebas untuk memberikan kontribusi dan tidak ada
seorang pun yang mengambil peran pemimpin.
Efektivitas tiap jaringan bergantung pada variable
dependen yang diperhatikan. Berikut adalah tampilan
yang mengarahkan kepada kesimpulan bahwa tidak ada
satupun jaringan yang terbaik bagi seluruh kondisi:
Tampilan 2 : Tiga Jaringan Kelompok Kecil yang Umum
Kriteria Jaringan Rantai Roda Seluruh
SaluranKecepatan Moderat Cepat CepatKeakuratan Tinggi Tinggi Moderat
Munculnya seorang
pemimpin
Moderat Tinggi Tidak ada
Kepuasan anggota Moderat Rendah TinggiTabel 1: JaringanKelompok yang Kecil dan Kriteria yang Efektif
Kabar Selentingan (Gosip)
Jaringan komunikasi informal dalam sebuah kelompok
atau organisasi disebut kabar selentingan. Meskipun
rumor dan gosip dikirimkan melalui kabar selentingan
yang informal, tetapi masih merupakan sumber informasi
yang penting bagi para pekerja dan para kandidat (yaitu
para pekerja yang dicalonkan menerima promosi). Kabar
selentingan atau informasi melalui perkataan mulut dari
para rekan mengenai sebuah perusahaan memiliki pengaruh
yang penting pada apakah para pelamar pekerjaan akan
bergabung dengan organisasi atau tidak.
5. Mode Komunikasi
Komunikasi Lisan
Sarana utama dalam menyampaikan pesan adalah
komunikasi lisan. Keuntungan dari komunikasi lisan
adalah kecepatan dan umpan balik. Jika penerima belum
yakin dengan pesannya, maka umpan balik yang cepat
memungkinkan pengirim untuk mendeteksi secara cepat dan
memperbaikinya. Namun, salah satu kelemahan utama pada
komunikasi lisan muncul saat sebuah pesan harus
melewati sejumlah orang karena semakin besar risiko
terjadi penyimpangan. Berikut merupakan contoh bentuk-
bentuk dari komunikasi lisan:
a. Rapat
Pertemuan dapat menjadi formal atau informal,
meliputi dua atau lebih banyak orang, dan terjadi
dalam hampir setiap kesempatan. Bahkan penyusunan
interaksi bisnis biasa dengan orang lain sebagaimana
pertemuan dapat membantu kita tetap menitikberatkan
perhatian pada perkembangan. Komunikasi
interpersonal yang baik penting untuk membuat
pertemuan berjalan dengan efektif.
b. Videoconferencing
Videoconferencing memungkinkan para pekerja dan para
klien untuk melaksanakan pertemuan secara real-time
dengan orang-orang di lokasi-lokasi berbeda. Live
audio dan videoimage memungkinkan untuk melihat,
mendengar, dan berbicara dengan orang lain tanpa
hadir secara fisik pada lokasi yang sama.
c. Telepon
Komunikasi melalui telepon menawarkan banyak manfaat
seperti pertemuan, dan begitu telepon berbunyi maka
akan segera memberi tanggapan. Panggilan telepon
dapat berupa pertemuan secara formal atau
pembicaraan secara informal, juga dijadwalkan atau
secara spontan.
Komunikasi Tulisan
Berikut merupakan contoh bentuk-bentuk dari komunikasi
tulisan:
a. Surat
Dengan semua teknologi yang tersedia, alasan
seseorang menulis surat adalah ketika ingin
menciptakan suatu catatan yang bertahan lama.
b. PowerPoint
Powerpoint dan format slide dapat menjadi mode
komunikasi yang sangat sempurna karena perangkat
lunak untuk mengumpulkan slide menggabungkan kata-
kata dengan elemen visual untuk melibatkan pembaca
dan membantu dalam menjelaskan gagasan-gagasan yang
kompleks.
c. Surat Elektrik (E-mail)
Pesan e-mail dapat ditulis, diedit, dan disimpan
dengan cepat. E-mail dapat distribusikan kepada salah
satu atau ribuan orang hanya dengan menekan satu
tombol, meskipun beberapa perusahaan telah melarang
fitur “balas ke semuanya”.
d. Pesan Singkat
Pesan singkat (IM) biasanya dilakukan via komputer.
Ini merupakan teknologi yang tersinkronisasi,
artinya seseorang perlu berada disana untuk menerima
pesan. Jika seseorang hadir ketika IM masuk, maka
seseorang tersebut dapat merespon pada saat itu juga
dan terlibat dalam percakapan yang diketik secara
online.
e. Pesan Teks
Pesan teks (SMS) mirip dengan pesan singkat yang
mana keduanya merupakan teknologi yang
tersinkronisasi, tetapi pesan teks biasanya
dilakukan via telepon seluler dan seringkali sebagai
alternatif daripada panggilan telepon.
f. Media Sosial
Tidak ada satupun tempat yang memiliki komunikasi
yang lebih ditransformasikan daripada kenaikan
jejaring sosial seperti misalnya Facebook dan LinkedIn.
Banyak organisasi yang telah mengembangkan aplikasi
jejaring sosial yang mereka bangun sendiri, dikenal
dengan perangkat lunak sosial perusahaan, sebagian
besar dari mereka memiliki halaman facebook dan twitter
sendiri.
g. Blog
Sebuah blog adalah sebuah situs Web mengenai
seseorang atau perusahaan. Banyak organisasi dan
para pemimpin organisasi memiliki blog yang membahas
mengenai organisasi.
h. Lainnya
Contoh lainnya yaitu Flickr, Pinterest, Google+,
Wikis, Jive, Socialtext, dan Social Cast.
Komunikasi Nonverbal
Komunikasi Nonverbal meliputi gerakan tubuh,
intonasi, atau penekanan yang diberikan atas kata-kata,
ekspresi wajah, serta jarak fisik antara pengirim dan
penerima. Bahasa tubuh dapat menyampaikan status,
tingkat keterlibatan, dan keadaan emosional. Banyak
studi mengindikasikan bahwa orang akan lebih banyak
membaca tingkah laku dan emosi orang lain melalui
isyarat nonverbal dibandingkan melalui kata-kata. Jika
isyarat nonverbal bertentangan dengan pesan verbal
pembicara, maka isyarat nonverbal kadang kala lebih
cenderung diyakini oleh pendengar.
6. Pilihan Saluran dalam Komunikasi
Kesempurnaan Saluran
Saluran berbeda dalam kapasitas mereka untuk
menyampaikan informasi. Beberapa yang sempurna dalam
hal mereka mampu untuk : menangani berbagai macam
isyarat secara simultan, memfasilitasi umpan balik yang
cepat, dan menjadi sangat pribadi. Saluran lainnya
memiliki skor endah berdasarkan faktor-faktor tersebut.
Percakapan antarmuka memperoleh skor tertinggi dalam
kesempurnaan saluran karena mengirimkan sebagian besar
informasi per episode komunikasi – banyak isyarat
informasi, umpan balik dengan segera, dan sentuhan
pribadi yang terjadi. Media tulisan yang bersifat umum
seperti misalnya laporan formal dan bulletin memiliki
tingkat kesempurnaan yang rendah.
Memilih Metode Komunikasi
Kesempurnaan saluran merupakan suatu kerangka kerja
yang bermanfaat dalam memilih metode komunikasi kita.
Sebagai contoh, tidak selalu mudah untuk mengetahui
kapan memilih komunikasi secara lisan atau tertulis.
Para ahli mengatakan bahwa komunikasi secara lisan atau
“berhadapan muka” dengan para rekan sekerja, klien, dan
manajemen level atas merupakan kunci keberhasilan.
Namun lain halnya jika berkomunikasi dengan CEO. Dalam
rapat juga misalhnya, dapat dipertimbangkan apakah
komunikasi lebih sesuai disampaikan melalui diskusi
atau dalam bentuk diagram. Surat digunakan dalam bisnis
terutama untuk tujuan jejaring dan ketika tanda tangan
harus autentik. Komunikasi tertulis scara elektronik
seperti e-mail memberikan autentifikasi dengan
mengindikasikan pengirim dan tanggal/ waktu dikirimkan,
namun terdapat beberapa permasalahan ketika memilih
email :
Risiko kesalahan dalam menginterpretasikan pesan
Jika kita mengirimkan sebuah pesan penting, maka
pastikan bahwa kita membaca kembali kejelasan dari
pesan tersebut terlebih dahulu. Amati nadanya,
bahkan pada lini subjeknya. Lini subjek harus secara
langsung dan sederhana. Riset terbaru
mengindikasikan bahwa lini subjek yang pendek (lebih
sedikit dari 50 karakter) lebih mudah dipahami.
Dampak dari pesan-pesan yang negatif
Para pekerja perlu berhati-hati ketika
mengkomunikasikan pesan-pesan yang negatif melalui
e-mail. Kandungan yang tidak layak atau negatif
dapat membahayakan pekerjaan kita saat ini atau
menghilangkan kita dari pertimbangan posisi baru.
Memiliki karakteristik memerlukan banyak waktu
Menyortir dan membaca e-mail memerlukan waktu yang
lama. Menulis e-mail bahkan menghabiskan waktu yang
lebih lama, baik mengetik dengan sepuluh jari pada
papan tombola tau dua ibu jari pada sebuah
smartphone.
Ekspresi emosi yang terbatas
Beberapa peneliti mengatakan bahwa kurangnya pesan
isyarat secara visual dan vokal yang memiliki makna
positif secara emosional, seperti pujian, yang
terlihat lebih netral secara emosional daripada yang
dimaksudkan oleh pengirim.
Kekhawatiran akan privasi
Perusahaan biasanya melakukan investigasi dan
memonitor e-mail dari semua perangkat yang digunakan
oleh perusahaan yang dikirimkan oleh para
pekerjanya, terutama pada e-mail yang dikirimkan
kepada organisasi pesaing. Kita juga tidakselalu
dapat mempercayai si penerima e-mail untuk menjaga
kerahasiaannya.
Profesionalisme
Informalitas dari pesan teks tidak dibiarkan
menyebar ke dalam e-mail bisnis. Banyak yang lebih
menyukai mempertahankan komunikasi bisnis yang
relatif formal.
Keamanan Informasi
Keamanan merupakan suatu kekhawatiran yang sangat
besar oleh hampir semua organisasi dengan informasi
pribadi atau yang dimiliki mengenai para klien,
konsumen, dan pekerja. Organisasi khawatir dengan
keamanan dari informasi secara elektronik yang harus
mereka proteksi, misalnya data pasien rumah sakit,
informasi fisik masih tetap mereka simpan dalam lemari
arsip, dan keamanan atas informasi mereka percayakan
kepada para pekerja mereka dengan mengetahui.
7. Komunikasi yang Persuasif
Pemrosesan yang Otomatis dan Dikendalikan
Pemrosesan otomatis adalah suatu pertimbangan yang
relatif dangkal atas bukti dan informasi yang membuat
penggunaan heuristik. Pemrosesan secara otomatis
memerlukan sedikit waktu dan sedikit upaya, sehingga
masuk akal menggunakannya untuk memproses pesan yang
persuasive yang terkait dengan topik yang tidak banyak
kita pedulikan. Kelemahannya adalah bahwa memungkinkan
kita menjadi lebih mudah dibodohi oleh trik-trik yang
bervariasi, seperti misalnya jingle yang lucu atau
foto-foto yang bergemerlapan.
Pemrosesan yang dikendalikan adalah suatu
pertimbangan yang memerlukan lebih banyak usaha, suatu
pertimbangan yang terperinci mengenai bukti dan
informasi yang terdapat pada kenyataan, gambar, dan
logika. Pemrosesan yang dikendalikan memerlukan usaha
dan tenaga, tetapi lebih sulit untuk membodohi
seseorang yang telah menghabiskan banyak waktu dan
tenaga untuk terlibat dalam hal pengambilan keputusan
tersebut.
Terdapat beberapa aturan praktis dalam menentukan
tipe pemrosesan manakah yang akan digunakan oleh
seseorang, yaitu :
Tingkat ketertarikan
Tingkat ketertarikan mencerminkan dampak suatu
keputusan terhadap kehidupan anda. Ketika orang-
orang sangat tertarik dengan hasil dari keputusan,
mereka akan cenderung memproses informasi dengan
hati-hati. Mungkin inilah mengapa orang mencari
begitu banyak informasi ketika memutuskan sesuatu
hal yang sangat penting daripada sesuatu yang secara
relatif tidak penting.
Pengetahuan sebelumnya
Orang-orang yang berpengetahuan sangat luas mengenai
suatu area subjek lebih condong menggunakan strategi
pemrosesan yang dikendalikan. Sedangkan orang-orang
yang berpengetahuan kurang mengenai suatu topik
dapat lebih siap mengubah pemikiran mereka, bahkan
saat berhadapan dengan argument dangkal.
Kepribadian
Bagi seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam
kebutuhan akan pengetahuan, suatu kepribadian
individu cenderung dipersuasi oleh bukti dan fakta-
fakta. Sedangkan mereka yang memiliki nilai rendah
dalam kebutuhan akan pengetahuan lebih cenderung
untuk menggunakan strategi pemrosesan yang otomatis.
Karakteristik pesan
Pesan disampaikan melalui saluran komunikasi yang
relatif ramping, dengan sedikit peluang bagi para
pengguna untuk berinteraksi dengan isi yang
terkandung dalam pesan, mendorong pemrosesan
otomatis. Sebaliknya, pesan-pesan yang disampaikan
melalui saluran komunikasi yang lebih sempurna
cenderung mendorong pemrosesan yang lebih bersifat
konsultatif.
8. Hambatan-hambatan pada Komunikasi yang Efektif
Penyaringan
Penyaringan mengacu pada tujuan memanipulasi
informasi oleh di pengirim sehingga si penerima akan
melihatnya menjadi leabih menguntungkan. Seorang
manajer yang berbicara kepada bosnya mengenai hal
yang dia rasa ingin didengar bosnya merupakan
penyaringan informasi. Level yang semakin vertical
dalam hierarki organisasi, maka akan semakin membuka
banyak kesempatan untuk melakukan penyaringan,
sehingga mengganggu komunikasi ke arah atas. Tetapi
beberapa penyaringan akan terjadi di manapun yang
terdapat perbedaan status.
Pemilihan Persepsi
Para penerima dalam proses komunikasi melihat dan
mendengar secara selektif berdasarkan pada kebutuhan
mereka, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan
karakteristik personal lainnya. Para penerima juga
memproyeksikan ketertarikan dan ekspektasi mereka ke
dalam komunikasi seperti mereka akan menguraikan isi
pesan mereka. Penerima tidak melihat pada realitas,
namun menginterpretasikan apa yang mereka lihat dan
menamainya realitas.
Informasi yang Berlebihan
Para individu memiliki kapasitas yang terbatas untuk
memproses data. Ketika informasi yang kita miliki
harus bekerja melebihi kapasitas pemrosesan kita,
maka hasilnya adalah informasi yang berlebihan. Jika
para individu memiliki lebih banyak informasi
daripada yang dapat mereka sortir dan gunakan maka
mereka cenderung untuk memilih, mengabaikan,
melewati, atau melupakannya. Informasi yang hilang
dan hasil komunikasi yang kurang efektif membuatnya
menjadi lebih penting untuk menangani kelebihan ini
dengan lebih baik.
Emosi
Kita dapat menginterpretasikan pesan yang sama
secara berbeda ketika sedang marah atau putus asa
disbanding ketika kita sedang bahagia. Orang-orang
yang berada dalam suasana hati yang negatif lebih
cenderung untuk mengkritisi pesan dengan lebih
terperinci, sedangkan mereka yang berada dalam
suasana hati positif cenderung untuk menerima
komunikasi begitu saja.
Bahasa
Ketika kita sedang berkomunikasi dalambahasa
yangsama, kata-kata dapat berarti hal-hal yang
berbeda dengan orang lain. Umur dan konteks adalah
dua dari faktor terbesar yang memengaruhi perbedaan-
perbedaan tersebut.
Keheningan
Hal yang mudah untuk mengabaikan keheningan atau
kurangnya komunikasi karena didefinisikan dengan
ketiadaan informasi. Keheningan dari para pekerja
berarti manajer kurang informasi mengenai
permasalahan operasional yang sedang berlangsung.
Keheningan mengacu pada diskriminasi, gangguan,
korupsi, dan kelakuan buruk yang berarti bahwa para
manajemen puncak tidak dapat mengambil tindakan
untuk menghilangkan perilaku ini. Para pekerja yang
berdiam diri dengan permasalahan yang penting juga
dapat berarti sedang mengalami tekanan secara
psikologis.
Kekhawatiran Komunikasi
Orang-orang yang menderita kekhawatiran komunikasi
mengalami ketegangan dan kecemasan yang tidak
semestinya dalam komunikasi secara lisan, tertulis,
atau kedua-duanya. Mereka menemukannya luar biasa
sulit untuk berbicara antarmuka dengan orang lain
atau menjadi luar biasa cemas ketika mereka harus
menggunakan telepon, bergantung pada memo atau e-
mail ketika panggilan telepon menjadi lebih cepat
dan sesuai.
Berbohong
Hambatan terakhir terhadap komunikasi yang efektif
adalah kesalahan penyajian atas informasi secara
sekaligus, atau berbohong. Sebagian besar orang
sangat tidak ahli dalam mendeteksi penipuan yang
dilakukan oleh orang lain. Permasalahannya adalah
tidak terdapat isyarat secara verbal atau nonverbal
yang khas mengenai kebohongan.
9. Implikasi Global
Hambatan-Hambatan Budaya
Para peneliti telah mengidentifikasi sejumlah
permasalahan yang terkait dengan kesulitan bahasa dalam
komunikasi lintas budaya, antara lain :
Hambatan yang disebabkan oleh semantik
Kata-kata dapat berarti berbeda hal-hal yang berbeda
bagi orang yang berbeda, terutama orang-orang yang
berasal dari budaya nasional yang berbeda. Beberapa
kata tidak diterjemahkan di antara budaya-budaya.
Hambatan yang disebabkan oleh konotasi
Kata memiliki makna berbeda dalam bahasa yang
berbeda. Maka orang-orang yang berasal dari budaya
nasional yang berbeda dapat menjadi salah pengertian
Hambatan yang disebabkan oleh perbedaan nada
Pada beberapa budaya, bahasa adalah formal; pada
budaya lain, tidak formal. Dalam beberapa budaya,
perubahan nada bergantung pada konteks situasi,
orang-orang berbicara secara berbeda di rumah, dalam
situasi sosial, dan di tempat kerja.
Perbedaan dalam toleransi untuk konflik dan metode
untuk menyelesaikan konflik
Individu dari budaya-budaya yang individualis
cenderung menjadi lebih nyaman dengan konflik secara
langsung dan akan membuat sumber dari
ketidaksepakatan menjadi terbuka dengan jelas.
Sedangkan budaya kolektivis cenderung lebihmengakui
konflik hanya secara implicit dan menghindari
perselisihan yang sarat emosional.
Konteks Budaya
Budaya-budaya cenderung berbeda dalam keadaan yang
mana konteks memengaruhi makna yang diambil oleh
individu dari komunikasi. Dalam konteks budaya yang
besar seperti Cina, Korea, Jepang dan Vietnam, orang-
orang sangat bergantung pada isyarat nonverbal dan
isyarat situasional secara halus dalam berkomunikasi
dengan orang lain, status resmi seseorang, kedudukannya
dalam masyarakat, serta reputasi yang dibawa cukup
berat. Sebaliknya, orang-orang dari Eropa dan Amerika
Utara mencerminkan konteks budaya yang rendah.Mereka
pada dasarnya mengandalkan pada kata-kata yang
disampaikan dan ditulis untuk menyampaikan suatu makna;
bahasa tubuh dan gelar yang formal kurang penting.
Pedoman Budaya
Begitu banyaknya budaya bagi seseorang untuk
memahami sepenuhnya, dan para individu
menginterpretasikan budaya mereka sendiri secara
berbeda, komunikasi antarbudaya harus didasarkan pada
sensitivitas dan mengejar tujuan-tujuan umum. Casmir
menemukan bahwa kondisi yang ideal adalah khusus
“budaya ketiga” suatu kelompok yang dapat terbentuk
ketika mereka berusaha menggabungkan aspek kultural
preferensi komunikasi dari masing-masing anggota. Norma
subkultural ini ditetapkan dengan menghargai perbedaan
individu yang menciptakan patokan umum bagi komunikasi
yang efektif. Kelompok antarbudaya yang berkomunikasi
secara efektif dapat menjadi sangat produktif dan
inovatif.
Ketita berkomunikasi dengan orang-orang dari suatu
budaya yang berbeda, yang dapat kita lakukan untuk
mengurangi kesalahpahaman adalah :
Kenali diri anda sendiri
Membantu perkembangan sifat saling menghargai,
keadilan, dan demokrasi
Mempelajari konteks budaya dari setiap orang
Ketika terdapat keraguan, dengarkan
Sampaikan kenyataan, bukan interpretasi anda
Pertimbangkan sudut pandang orang lain
Secara proaktif mempertahankan identitas dari
kelompok
KONFLIK DAN NEGOSIASI
A. KONFLIK
1. Definisi Konflik
Pada dasarnya, konflik itu ada atau tidak ada
merupakan persoalan persepsi. Apabila tidak ada yang
menyadari adanya konflik, maka secara umum
ditetapkan tidak ada konflik yang terjadi. Selain
itu, konflik ditandai dengan adanya pertentangan
atau ketidakcocokan dan beberapa bentuk interaksi.
Konflik dapat didefinisikan sebagai sebuah proses
yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi
bahwa pihak lain telah atau akan memengaruhi secara
negatif sesuatu yang menjadi kepedulian atau
kepentingan pihak pertama. Definisi ini mencakup
beragam konflik yang orang alami dalam organisasi:
ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi
fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh
ekspektasi perilaku, dan sebagainya. Definisi ini
cukup fleksibel untuk mencakup beragam tingkatan
konflik, dari tindakan terang-terangan dan keras
sampai ke bentuk-bentuk ketidaksepakatan yang tidak
terlihat.
2. Perkembangan Pemikiran tentang Konflik
Terdapat tiga pemikiran tentang konflik, yaitu:
1. Pandangan tradisional (traditional view), pemikiran yang
berpendapat bahwa konflik harus dihindari karena
menunjukkan adanya sesuatu yang tidak berfungsi
dalam kelompok.
2. Pandangan interaksionis (interactionist view), pemikiran
yang menyatakan bahwa konflik tidak hanya dapat
menjadi daya positif dalam sebuah kelompok tetapi
juga secara eksplisit berpendapat bahwa konflik
mutlak diperlukan oleh kelompok untuk dapat bekerja
secara efektif.
3. Pandangan konflik yang teratur (managed conflict
view/resolution-focused view), perspektif terbaru ini
berpendapat bahwa lebih penting untuk menyelesaikan
secara produktif konflik yang terjadi, dibandingkan
dengan mengedepankan konflik positif dan menghindari
konflik negatif.
Pandangan Tradisional
Pendekatan paling awal mengenai konflik yang
berpandangan bahwa semua konflik itu buruk. Pandangan
ini sejalan dengan sikap yang dianut banyak orang
menyangkut perilaku kelompok pada tahun 1930-an dan
1940-an. Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional
dari komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan
dan kepercayaan antaranggotam serta ketidakmampuan para
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi
karyawan mereka.
Pandangan bahwa semua konflik buruk menunjukkan
pendekatan sederhana untuk mengamati perilaku orang
yang menciptakan konflik. Karena semua konflik harus
dihindari, yang diperlukan hanyalah mengarahkan
perhatian pada sebab-sebab konflik serta mengoreksi
malfungsi untuk memperbaiki kinerja kelompok. Meskipun
saat ini studi memberikan bukti yang kuat untuk
menentang bahwa pendekatan terhadap berkurangnya
konflik menghasilkan kinerja kelompok yang tinggi,
banyak orang masih mengevaluasi situasi konflik
menggunakan standar yang sudah usang seperti ini.
Pandangan Interaksionis
Pandangan interaksionis mendorong munculnya
konflik dengan dasar pemikiran bahwa sebuah kelompok
yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif biasanya
menjadi statis, apatis, serta tidak tanggap terhadap
perlunya perubahan dan inovasi. Inti dari pandangan ini
adalah tentang perlunya mempertahankan terjadinya
tingkat konflik minimum yang dapat menjaga kelompok
tetap bisa bekerja, kritis terhadap diri sendiri,
sekaligus kreatif.
Pandangan interaksionis tidak bermaksud mengatakan
bahwa semua konflik adalah baik. Konflik yang
fungsional mendukung pencapaian tujuan kelompok dan
memperbaiki kinerjanya, merupakan bentuk konflik yang
konstruktif. Konflik yang dapat menghambat kinerja
kelompok dan bersifat destruktif adalah konflik yang
disfungsional.
Secara spesifik, ada tiga tipe konflik menurut
pandangan interaksionis: tugas, hubungan, dan proses.
Konflik tugas (task conflict) berhubungan dengan muatan dan
tujuan pekerjaan. Konflik hubungan (relationship conflict)
berfokus pada hubungan antarpersonal. Konflik proses
(process conflict) berhubungan dengan bagaimana suatu
pekerjaan dilaksanakan. Kajian-kajian menunjukkan bahwa
konflik hubungan hampir selalu bersifat disfungsional.
Gesekan dan permusuhan antarpersonal yang melekat di
dalam konflik hubungan dapat mempertajam pertentangan
kepribadian dan mengurangi rasa saling pengertian, yang
pada akhirnya menghambat penyelesaian tugas-tugas
organisasi. Disamping itu, tingkat konflik proses dan
tingkat konflik tugas yang rendah sampai sedang bisa
menjadi konflik fungsional. Agar produktif, konflik
proses harus dijaga tetap dalam tingkat yang rendah.
Perdebatan yang tajam dan panas mengenai “siapa yang
harus melakukan apa” menjadi disfungsional ketika hal
itu justru menciptakan ketidakpastian mengenai peran
tugas masing-masing anggota, memperpanjang waktu
penyelesaian tugas, menyebabkan para anggota bekerja
serampangan, dan munculnya rasa ego dalam diri masing-
masing anggota. Tingkat konflik tugas yang rendah
sampai sedang dapat memperlihatkan efek positif pada
kinerja kelompok karena merangsang munculnya ide-ide
segar yang membantu kelompok berkinerja lebih baik.
Pandangan yang Berfokus pada Resolusi
Peneliti mulai menyadari adanya beberapa masalah
dengan konflik yang berasaskan dorongan. Terdapat
beberapa kasus yang sangat spesifik dimana konflik
dapat menguntungkan. Bagaimanapun, konflik di tempat
kerja tidaklah produktif, konflik memperpanjang waktu
penyelesaian pekerjaan atau interaksi dengan pelanggan,
dan rasa tersinggung dan marah biasanya tetap terasa
walaupun konflik telah selesai. Orang tersebut dapat
menggabungkan perasaannya antara tugas (task) dengan
hubungan (relationship), sehingga konflik tugas kadang
meningkat menjadi konflik hubungan. Konflik menimbulkan
rasa frustasi, yang membuat individu tidak dapat
berpikir terbuka.
Sebagai pencerahan atas penemuan-penemuan baru
mengenai konflik, peneliti mulai untuk lebih fokus
kepada pengaturan ketika konflik terjadi, sebelum
maupun sesudah tahap perilaku dalam konflik muncul.
Penelitian selanjutnya memberi masukan bahwa kita dapat
meminimalisasi efek negatif konflik dengan fokus
membuat anggota kelompok siap akan adanya konflik,
mengembangkan strategi resolusi atas konflik, dan
memfasilitasi diskusi terbuka antar anggota kelompok.
Kesimpulannya, pandangan tradisional dianggap
berpikiran sempit dalam menilai semua konflik harus
dihindari. Pandangan interaksionis menganggap konflik
dapat mendorong diskusi aktif dengan catatan tanpa
adanya emosi bersifat negatif dan merusak. Perspektif
konflik yang teratur menemukan bahwa konflik mungkin
tidak dapat dihindari di sebagian besar organisasi, dan
perspektif ini lebih fokus untuk menciptakan resolusi
(penyelesaian) konflik.
3. Proses Konflik
Proses konflik (conflict process) dapat dipahami sebagai
sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan, potensi
pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan
personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
Tampilan 3 : The Conflict Process
Tahap 1: Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama dalam proses konflik adalah
munculnya kondisi-kondisi yang memberi peluang
terciptanya konflik. Kondisi-kondisi tersebut juga bisa
dianggap sebagai sebab atau sumber konflik dan dibagi
ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan
variabel-variabel pribadi.
a. Komunikasi
Karyawan yang telah nyaman bekerja di bawah
manajernya dan berinteraksi sepanjang hari, tiba-tiba
mengalami pergantian manajer karena manajer
sebelumnya mendapat promosi jabatan. Dibawahi oleh
manajer yang baru, karyawan tidak merasa nyaman
karena berbeda pandangan dan selera, begitupun dengan
cara interaksi manajer baru yang cenderung kasar.
Kasus diatas mengilustrasikan bagaimana komunikasi
dapat menjadi sumber konflik. Konotasi kata yang
menimbulkan makna yang berbeda, jargon, pertukaran
informasi yang tidak memadai, gangguan pada saluran
komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi
potensial awal yang menimbulkan konflik. Potensi
konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau
terlalu banyak komunikasi serta terjadinya
filterisasi informasi yang disampaikan di antara para
anggota.
Komunikasi yang buruk bukan merupakan sumber utama
konflik, melainkan faktor-faktor struktural dan
perbedaan-perbedaan nilai individu. Sehingga sebelum
menilai konflik disebabkan oleh buruknya komunikasi,
kita harus terlebih dahulu memerhatikan penjelasan-
penjelasan struktural atau yang berbasis nilai karena
penjelasan-penjelasan tersebut lebih dapat diterima
dalam organisasi.
b. Struktur
Ketika dua orang atau lebih memiliki tingkat
komunikasi yang baik dan berhubungan erat tetapi
pekerjaan mereka berbeda dan bertolakbelakang satu
sama lain, muncullah potensi konflik yang bersifat
ketentuan kerja, bukan pribadi. Konflik ini bersifat
struktural. Istilah struktur digunakan dalam konteks
ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran,
kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan
kepada anggota kelompok, kejelasan yurisdiksi,
keserasian antara anggota dan tujuan, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar
ketergantungan antarkelompok.
Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi
kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan
terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik
berkorelasi terbalik, potensi konflik cenderung
paling tinggi jika anggota kelompok lebih muda dan
tingkat turnover karyawan tinggi.
Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan
secara tepat dimana letak tanggung jawab atas
tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.
Beragamnya tujuan di antara kelompok-kelompok
merupakan salah satu sumber utama konflik.
Misalnya, sutradara ingin menciptakan film yang
artistik, tanpa memerhatikan biaya. Produser ingin
membuat film yang secara finansial menguntungkan
dengan meminimalkan biaya. Ketika dua atau lebih
orang harus bekerja bersama tetapi mengejar tujuan
yang berbeda, timbullah konflik.
Disamping gaya kepemimpinan manajer, partisipasi
anggota kelompok dan konflik sangat berkorelasi,
karena partisipasi mendorong hadirnya perbedaan.
Sistem imbalan menciptakan konflik ketika
perolehan salah seorang anggota dipandang
merugikan anggota lain.
Kelompok yang bergantung pada kelompok lain atau
saling ketergantungan memungkinkan satu kelompok
mendapat hasil yang juga merugikan kelompok lain,
sehingga merangsang daya konflik.
c. Variabel-variabel pribadi
Variabel-variabel pribadi seperti kepribadian, emosi,
dan nilai-nilai adalah sumber potensial konflik.
Jenis kepribadian tertentu, misalnya individu yang
otoriter dan dogmatis, memiliki potensi memunculkan
konflik. Emosi, misalnya karyawan yang terjebak macet
ketika berangkat kerja mungkin membawa amarahnya ke
rapat dan menyebabkan ketegangan dalam rapat, dapat
menyebabkan konflik.
Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap anggota
dapat menjelaskan munculnya konflik. Perbedaan nilai,
contohnya seorang karyawan yang berpikir ia layak
mendapat gaji 5.000.000 rupiah per bulan tetapi
atasannya hanya mau membayar 4.000.000 rupiah.
Tahap 2: Kognisi dan Personalisasi
Dalam definisi mengenai konflik, disyaratkan
adanya persepsi. Karena itu, salah satu pihak atau
lebih harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu.
Namun, karena suatu konflik yang dipersepsi (perceived)
masih merupakan kesadaran akan adanya kondisi-kondisi
yang menciptakan peluang munculnya konflik, tidak
berarti bahwa konflik itu dipersonalisasi. Barulah pada
tingkat perasaan (felt), yaitu ketika orang mulai
terlibat secara emosional, para pihak tersebut
merasakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau rasa
bermusuhan.
Tampilan 4: Generation Differences Cause Some Workplace Conflict
Ada dua hal yang perlu diingat. Pertama, tahap dua
penting karena disinilah isu-isu konflik biasanya
didefinisikan. Pada tahapan proses inilah para pihak
memutuskan konflik itu tentang apa. Dan “sense making”
sangat penting karena cara sebuah konflik didefinisikan
akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian
konflik. Contohnya, jika saya menganggap
ketidaksetujuan menyangkut gaji saya dan anda sebagai
kondisi zero-sum (jika anda mendapatkan sejumlah
kenaikan gaji yang anda inginkan sehingga membuat gaji
saya turun dalam jumlah yang sama), saya akan lebih
tidak bersedia untuk berkompromi, daripada jika saya
menganggap konflik tersebut sebagai situasi yang
memiliki potensi saling untung.
Hal kedua adalah bahwa emosi memainkan peranan
utama dalam membangun persepsi. Emosi yang negatif bisa
menyebabkan peremehan persoalan, menurunnya tingkat
kepercayaan, dan interpretasi negatif atas perilaku
pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif dapat
meningkatkan kemampuan untuk melihat potensi hubungan
di antara elemen-elemen suatu masalah, memandang secara
lebih luas suatu situasi, dan mengembangkan berbagai
solusi yang lebih inovatif.
Tahap 3: Maksud
Maksud (intentions) mengintervensi antara persepsi
serta emosi orang dan perilaku luaran mereka. Maksud
adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Kita harus menyimpulkan maksud orang lain untuk
mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya
itu. Selain itu, biasanya ada perbedaan besar antara
maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu
mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
Tampilan 5: Dimensions of Conflict-Handling Intentions
Grafik diatas menggambarkan upaya seseorang untuk
mengidentifikasi maksud utama penanganan konflik.
Dengan menggunakan dua dimensi, sifat kooperatif (kadar
sampai mana salah satu pihak berupaya memuaskan
kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai
mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan
kepentingannya sendiri), teridentifikasi lima maksud
penanganan konflik: bersaing (tegas dan tidak
kooperatif), bekerja sama (tegas dan kooperatif),
menghindar (tidak tegas dan tidak kooperatif),
akomodatif (tidak tegas dan kooperatif), dan kompromis
(diantara tegas dan kooperatif).
Bersaing (competing) merupakan hasrat untuk memuaskan
kepentingan pribadi seseorang tanpa memedulikan
dampaknya terhadap orang lain yang berkonflik
dengannya. Contoh dari perilaku ini mencakup maksud
untuk mencapai tujuan seseorang dengan mengorbankan
tujuan orang lain.
Bekerja sama (collaborating) merupakan suatu situasi
dimana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya
memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Dalam
bekerja sama, maksud para pihak adalah menyelesaikan
masalah dengan memperjelas perbedaan daripada
mengakomodasi berbagai sudut pandang. Contohnya
adalah upaya untuk mencari win-win solution yang
memungkinkan tujuan kedua belah pihak tercapai.
Menghindar (avoiding) merupakan hasrat untuk menarik
diri dari atau menekan sebuah konflik. Contohnya
adalah mencoba mengabaikan suatu konflik dan
menghindari orang lain yang tidak bersepakat
dengannya.
Akomodatif (accomodating) merupakan kesediaan salah
satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan
kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri
agar hubungan tetap terpelihara. Contohnya adalah
mendukung pendapat orang lain meskipun sebenarnya
enggan.
Kompromis (compromising) merupakan suatu situasi
dimana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia
mengalah dalam satu atau lain hal. Dalam maksud ini,
tidak jelas siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Ciri khas maksud kompromis adalah bahwa masing-
masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau mengalah.
Contohnya mengaku turut bertanggungjawab atas sebuah
pelanggaran.
Maksud-maksud diatas memberikan panduan umum bagi
para pihak yang berada dalam situasi konflik dan
menentukan tujuan masing-masing pihak. Selama
berjalannya konflik, maksud itu bisa saja berubah
karena rekonseptualisasi atau reaksi emosional terhadap
perilaku pihak lain. Jadi, lebih tepat memandang kelima
maksud penanganan konflik itu relatif pasti daripada
memandangnya sebagai sekumpulan pilihan untuk
menyesuaikan dengan situasi yang semestinya.
Tahap 4 : Perilaku
Tahap ini meliputin penyataan, aksi, dan reaksi
yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Prilaku
konflik ini biasanya merupakan upaya terang-terangan
untuk menerapkan maksud dari tujuan mereka sendiri.
Sebagai akibat lah perhitungan atau kurangnya
keterampilan operasional, perilaku tyang tampak
terkadang menyimpang dari maksudnya. Tampilan dibawah
ini menampilkan sebuah cara memvisualisasikan perilaku
konflik dimana semua konflik berada di suatu titik di
sepanjang kontinum ini. Pada bagian bawah kontinum,
kita memiliki konflik yag dicirikan dengan bentuk-
bentuk ketegangan yang tidak kentara, tak langsung, dan
sangat terkendali. Intensitas konflik meningkat ketika
perdebatan bergerak naik di sepanjang kontinum hingga
di titik yang sangat destruktif. Secara umum dapat
diasumsikan bahwa konflik yang mencapai rentang atas
kontinum hampir selalu bersifat disfungsional. Konflik
yang fungsional biasanya terbatas pada kontinum bagian
bawah.
Tampilan 6: Conflict-Intensity Continuu
Selain itu terdapat teknik-teknik manajemen konflik
yang dapat mendorong atau menstimulus untuk mencapai
tinkat konflik yang diinginkan. Teknik-teknik tersebut
antara lain: Teknik-teknik Penyelesaian Konflik Pem ecahan masalah Pertemuan tatap m uka pihak-pihak yang berkonflik untuk mengidentifikasi
masalah dan menyelesaiakan melalui diskusi terbukaTujauan seperordinat M enetapkan tujuan bersama yang idak dapat dicapai tanpa kerj asam a dari setiap
pihak yang berkonflik Ekspansi sumber daya Ketika sebuah konflik timbul karena kelangkaan sum ber daya-katakan uang,
promosi, kesempatan, ruang kantor-ekspansi sumber daya dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan
Penghindaran Penarikan diri dari, atau penyem bunyian, konflikM em perhalus M eminimalkan perbedaan sembari m enekankan kepentngan bersam a di antara
pihak-pihak yang berkonflikBerkompromi M asing-masing pihak yang berkonflik menyerahkan sesuatu yang bernilaiPerintah otoritatif M anajemen menggunakan wewenang form alnya untuk m enyelesaikan konflik dan
kemudian m enyam paikan keinginannya kepada pihak-pihak yang terlibatM engubah variable manusia M enggunakan teknik-teknik perubahan perilaku seperti pelatihan hubungan insani
untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik M engubah variable struktural M engubah struktur organisasi formal dan pola-pola interaksi dari pihak-pihak
yang berkonflik m elalui rancang ulang pekerjaan, pemindahan, penciptaan posisi koordinasi, dan sebagainya
Teknik-teknik Stim ulasi Konflik Kom unikasi M enggunakan pesan-pesan ambigu atau yang sifatnya mengancam untuk
menaikkan tingkat konflikM em asukkan orang luar M enam bahkan karyawan ke suatu kelompok dengan latar belakang, nilai-nilai,
sikap, atau gay m anajerialnya berbeda dari anggota-anggota yang ada sekarangRestrukturisasi organisasi M enata ulang kelompok-kelompok kerja, m engubah aturan dan ketentuan,
meningkatkan kesalingtergnatungan, dan m ebuat perubahan struktural yang diperlukan untuk menggoyang status quo
Appointing a devil's advocate M enunjuk seorang pengritik untuk secara sengaja melawan posisi m ayoritas yang dipegang oleh kelompok
Tabel 2: Teknik-teknik Manajemen Konflik
Tahap 5 : Akibat
Akibat Fungsional
Akibat fungsional ini dimana suatu tingkat konflik
yang rendah atau sedang dapat meningkatkan efektivitas
sebuah kelompok. Konflik bersifat fungsional atau
konstruktif ketika hal tersebut memperbaiki kualitas
keptusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong
minat dan keingintahuan di antara anggota-anggota
kelompok, menyediakan media atau sarana untuk
mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan, serta
menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan
perubahan. Konflik menutup kemungkinan kelompo menjadi
pasif dan sekedar “menjadi lembaga sampel” berbagai
keputusan yang didasarkan atas asumsi yang lemah,
pertimbangan yang kurang memadai terhadap alternatif-
alternatif yang relevan, atau kelemahan kelemahan lain.
Konflik menentang status quo dan , karena itu,
mendorong diciptakan dan dikemukakannya ide-ide baru,
mempromosikan peninjauan ulang atas tujuan dan kegiatan
kelompok, serta meningkatkan kemampuan kelompok itu
untuk menanggapi perubahan. Konflik juga terbukti dapat
meningkatkan produktivitas, kinerja cenderung membaik
ketika timbul konflik antaranggota daripada ketika ada
kesalahpahaman yang tertutup.
Akibat Disfungsional
Konsekuensi destruktif dari konflik terhadap
kinerja sebuah kelompok atau organisasi sudah banyak
diketahui salah satunya adalah pertengakaran yang tak
terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang
menyebabkan ikatan kebersamaan menjadi renggang, dan
pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok. Di
antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan
tersebut, terdapat lambatnya komunikasi, menurunnya
kekompakan kelompok, dan subordinasi tjuan kelompok
oelh dominasi perselisihan antaranggota.
Menciptakan Konflik Fungsional
Kultur-kultur antikonflik mungkin dapat ditoleransi
pada masa lali, tetapi tidak dalam ekonomi global
sekarang ini. Organisasi-organisasi yang tidak
mendorong dan mendukung perbedaan akan terancam
keberlangsungan hidunya. Untuk itu organisasi harus
menciptakan konflik fungsional untuk mempertahankan
eksistensinya, cara menciptakan konflik fungsional
dapat dilakukan dengan cara memberi penghargaan kepada
orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang
suka menghindari konflik. Manajemen juga dinilai harus
menciptakan komunikasi yang efektif untuk dapat
menciptakan konflik fungsional ini.
B. NEGOSIASI
Negosiasi didefinisikan sebagai sebuah proses dimana
dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau
jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.
Dalam hal ini tawar menawar akan menggantikan kata
negosiasi. Dalam bagian in akan dibahas mengenai
strategi tawar menawar, model proses negosiasi,
memastikan perasa suasana hati dan sifat-sifat
kepribadian dalam tawar-menawar, mengulas perbedaan
gander dan kultur dalam negosisasi dan sekilas
mengamati negosisasi pihak ketiga.
1. Strategi Tawar Menawar
Terdapat dua pendekatan umum terhadap negosisasi
yaitu, tawar menawar distributif dan tawar menawar
intergratif. Perbedaan keduanya dapat dilihat dari
tabel berikut:
Karakteristik Tawar-M enawar Tawar M enawar Distributif Tawar M enawar Integratif
Tujuan M endapatkan pie sebanyak mungkin
M emperbesar pie sehingga kedua belah pihak puas
M otivasi M enang - kalah M enang - M enangFokus Posisi ("saya tidak bisa memberi
lebih banyak daripada ini")Kepentingan ("dapatkah anda jelaskan mengapa isu ini begitu penting bagi anda?")
Kepentingan Berlawanan SelarasTingkat berbagi informasi Rendah (berbagi informasi hanya
akan mem ungkinkan pihak lain mengambil keuntungan dari kita
Tinggi (berbagi informasi akan memungkinkan masing-masing pihak untuk menemukan cara yang akan mem uaskan kepentingan kedua belah pihak
Lama hubungan Jangka pendek Jangka panjang
Tabel 3 : Perbedaan Tawar Menawar Ditributif dengan Tewar Menawar
Integratif
Tawar menawar Distributif, adalah menegosisasikan
siapa mendapat bagian apa dari sebuah kue yang besarnya
sama dan tetap (fixed pie). Fixed pie yang dimaksud adalah
keyakinan bahwa hanya ada sejumlah barang atau jasa
untuk dibagi di antara para pihak. Ciri yang paling
jelas adalah bahwa strategi ini berjalan dibawah
kondisi zero sum. Artinya, perolehan apapun yang
diperoleh oleh salah satu pihak adalah dengan
mengorbankan pihak lain dan sebaliknya. Ketika
melakukan tawar menawar distributif, taktik seseorang
terfokus pada usaha untuk mencoba membuat lawannya
menyetujui poin target tertentu atau sedekat mungkin
dengan poin tersebut seperti terlihat pada tampilan di
bawah ini. Tampilan 15-6
Tampilan 7: Staking Out the Bargaining Zone
Pihak A dan B mewakili dua perunding dimana masing-
masing memiliki poin target yang menentukan apa yang
ingin dicapai. Masing-masing juga memiliki poin
resisten, yang menunjukan hasil terendah yang boleh
dicapai-dibawah poin itu, mereka akan menghentikan
negosisasi daripada menerima solusi yang kirang
menguntungkan. Wilayah di antara dua titik temu antara
rentag aspirasi A dan B, di situ ada rentang solusi di
mana aspirasi masing-masing pihak dapat dipenuhi.
Tawar menawar Integratif, adalah negosiasi yang
mencari satu penyelesaian atau lebih yang dapat
menciptakan solusi menang-menang atau saling
menguntungkan, hal ini berkebalikan dengan tawar
menawar distributif. Dalam hal lingkungan
intraorganisasi, segala hal yang merupakan tawar
menawar integratif yang setara lebih dipilih daripada
tawar menawar distributif karena tawar menawar
integratif menjaga hubungan jangka panjang. Tawar
menawar integratif mengikat para perunding sekaligus
memungkinkan merek ameninggalakan meja perundingan
dengan perasaan bahwa mereka mencapai kemenangan.
Sebaliknya, tawar menawar distributif cenderung
membangun kebencian dan memperdalam perpecahan ketika
orang harus bekerja bersama lagi di masa depan.
2. Proses Negosiasi
1. Persiapan dan perencanaan
Sebelum memulai bernegosiasi, pertama kali yang
harus dilakukan adalh memperisapkan strategi apa
yang harus kita lakukan untuk memenangkan
negosisasi. terdapat pertanyaan dasar yang harus
dijawab seperti apa hakikat dari konflik itu,
bagaimana sejarahnya hingga Anda harus melakukan
negosiasi? Siapa yag terlibat dan bagaimana persepsi
mereka tentang konflik tersebut?. selain itu, dalam
proses ini kita harus mampu memprediksi tujuan pihak
lawan, apa saja yang mungkin mereka minta, seberapa
kuat posisi tawar mereka, kepentingan apa yang tak
tampak atau tersembunyi yang barangkali penting bagi
mereka, serta penyelesaian apa yang barangkali
dikehendaki pihak lawan. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dapat membatu kita dalam hal mempersipkan
argumen sanggahan dengan mengemukakan fajta dan
angka-angka yang mendukung posisi kita.
2. Penentuan aturan dasar
Pada proses ini kita menentukan aturan-aturan dan
prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu
sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan,
dimana perundingan berlangsung, kendala apa saja
yang mungkin terjadi, pada persoalan apa saja
negosiasi dibatasi, serta adakah prosedur khusus
yang harus diikuti jika menemukan jalan buntu.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat mendasari kedua
belah pihak dalam menyusun aturan dasar selama
negosiasi berlangsung. Dalam fase ini juga, para
pihak yang bernegosiasi bertukar proposal atau
tuntutan awal mereka.
3. Klarifikasi dan justifikasi
Dalam fase ini, pihak yang bernegosiasi akan saling
memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi,
mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal
mereka serta bagaimana masing-masing pihak sampai
pada tuntutan mereka. ini merupakan titik dimana
kita mungkin perlu memberikan segala dokumentasi
kepada pihak lain atau pihak lawan yang kiranya akan
membantu mendukung posisi kita dalam negosiasi
tersebut.
4. Tawar menawar dan penyelesaian masalah
Dalam tahap ini kedua belah pihak mulai pada
tindakan memberi dan menerima dalam rangka mencari
suatu kesepakatan.
5. Penutupan dan Implementasi
Tahap akhir dalam proses negosiasi adalah
memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta
menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi
dan pengawasan pelaksanaan.
3. Isu-isu dalam Negosiasi
Peran suasana hati dan sifat kepribadian dalam
negosiasi
Suasana hati berperan dalam jalannya negoisiasi.
Para perunding yang suasana hatinya positif memperoleh
hasil yang lebih baik daripada mereka yang suasana
hatinya biasa-biasa saja. Hal ini dikarenakan para
perunding yang ceria atau gembira cenderung mempercayai
pihak lain dan, dengan demikian, mencapai lebih banyak
penyelesaian yang paling menguntungkan.
Sedangkan peran sifat kepribadian dalam negosiasi
dinilai tidak memiliki pengaruh langsung yang
signifikan terhadap proses atau hasil negosiasi, namun
baru-baru ini sebuah penelitian terbaru mengungkapkan
bahwa beberapa dari sifat Model Lima Besar terkait
dengan hasil negosiasi. Sebagai contoh, para perunding
yang menyenangkan atau ekstrovert sering kali gagal
total ketika harus melakukan tawar menawar distributif
karena dinilai orang-orang ekstrovert suka menyenangkan
hati orang lain dan bersahabat, cenderung berbagi lebih
banyak informasi ketimbang yang semestinya. Dan, orang
semacam itu akan lebih tertarik untuk mencari cara-cara
untuk mengembangkan kerja alih-alih berbentrokan satu
sama lain, sehingga orang ekstrovert dinilai lebih
cocok melakukan tawar menawar integratif daripada
distributif.
Perbedaan gander dalam negosiasi
Perbedaan gander akan mempengaruhi hasil negosiasi
yang berbeda pula. Stereotip populer yang dianut banyak
orang mengatakan bahwa kaum perempuan lebih kooperatif
dan menyenangkan dalam negosiasi daripada kaum laki-
laki. Bukti yang ada tidak mendukung keyakinan ini.
Namun, laki-laki ditemukan mampu menegosiasikan hasil
yang lebih baik daripada kaum perempuan, meskipun
perbedaannya relatif kecil. Diasumsikan perbedaan ini
kiranya dikarenakan laki-laki dan perempuan menempatkan
nilai yang berbeda pada hasil negosiasi. “sangat
mungkin bahwa tambahan gaji beberapa ratus rupiah atau
kantor besar kalah penting bagi kaum perempuan daripada
membangun dan mempertahankan hubungan antarpersonal”.
Keyakinan bahwa perempuan “lebih menyenangkan”
daripada laki-laki dalam negosiasi barangkali karena
persoalan gander yang membingungkan dan lebih rendahnya
posisi/kekuasaan yang dipegang perempuan di kebanyakan
organisasi besar. Penelitian menunjukan bahwa para
manajer yang memiliki kekuasaan tidak banyak, tanpa
memandang perbedaan gander, cenderung berusaha
menyenangkan lawan mereka dan menggunakan taktik
persuasif yang lembut ketimbang konfrontasi langsung
dan ancaman. Dalam hal dimana perempuan dan laki-laki
memiliki kekuasaan yang sama, tidak akan ada perbedaan
yang signifikan dalam gaya negosisasi mereka.
Perbedaan kultur dalam Negosiasi
Konteks kultur dalam negosiasi secara signifikan
mempengaruhi jumlah dan jenis persiapan untuk tawar
menawar, penekanan relatif pada tugas dibanding
hubungan antar personal, taktik yang digunakan, dan
bahkan dimana negosiasi akan dilaksanakan. Sebagai
contoh, orang prancis menyukai konflik. Mereka
seringkali mendapatkan pengakuan dan membangun reputasi
dengan cara berpikir dan bertindak berlawanan dengan
orang lain. Alhasil orang prancis cenderung perlu waktu
lama dalam menegosiasikan kesepakatan dan tidak terlalu
peduli apakah lawan mereka suka atau tidak suka dengan
mereka. lain halnya nya dengan perunding Amerika yang
dikenal seluruh dunia karena ketidaksabarannya mereka
dan keinginan mereka untuk disukai. Para perunding
berpengalaman dari negara-negara lain sering
memanfaatkan karakteristik ini demi keuntungan mereka
dengan cara mengulur negosiasi dan menjalin
persahabatan yang bergantung pada penyelesaian akhir.
Negosiasi Pihak Ketiga
Dalam kasus individu atau para pihak yang
bernegosiasi tidak dapat menemukan kesepakatan melalui
negosiasi langsung maka, mereka bisa berpaling ke pihak
ketiga untuk membantu mereka mencari solusi. Ada empat
peran pokok pihak ketiga antara lain:
Mediator, adalah pihak ketiga yang netral yang
memfasilitasi negosiasi solusi dengan menggunakan
penalaran dan persuasi, menyodorkan alternatif dan
semacamnya. Biasanya banyak digunakan dalam
negosiasi buruh-manajemen dan dalam sengketa
perdata.
Arbitrator, adalah pihak ketiga yang memiliki
wewenang untuk menentukan kesepakatan. Arbitrasi
bisa bersifat sukarela (diminta) tau wajib
(dipaksakan kepada para pihak berdasarkan undang-
undang atau kontark yang berlaku).
Konsiliator, adalah pihak ketiga yang dipercaya
untuk memberikan hubungan komunikasi antara
perunding dan lawannya.
Konsultan, adalah pihak ketiga yang terlatih dan
tidak berpihak yang berupaya memfasilitasi pemecahan
masalah melalui komunikasi dan analisis, dengan
dibantu oleh pengetahuan mereka mengenai manajemen
konflik.
4. Ringkasan dan Implikasi untuk Manajer
Dimana telah dibahas bahwa konflik dapat bersifat
konstruktif maupun destruktif terhadap operasi sebuah
atau kelompok. Tingkat konflik bisa sangat tinggi
maupun sangat rendah. Kedua kondisi ekstrem ini memang
dapat menghambat kinerja. Kondisi yang optimal adalah
ketika terdapat cukup konflik untuk mecegah kemalasan,
merangsang kreativitas, memungkinkan berkurangnya
ketegangan, dan menumbuhkan cikal bakal perubahan,
walaupun tidak boleh terlalu tinggi sehingga tidak
mengganggu atau mengahalangin koordinasi kegiatan.
Tingkat konflik yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi dapat menghambat kefektifan sebuah kelompok atau
organisasi, sehingga menyebabkan turunnya tingkat
kepuasan anggota, naiknya tingkat keabsenan dan tingkat
turnover pegawai dan pada akhirnya anjloknya
produktivitas. Ketika konflik berada pada tingkat
optimal, rasa puas diri dan apati harus diminamlkan,
motivasi harus di dongkrak melalui penciptaan
lingkungan yang menantag serta sejumlah tingkat
turnover diperlukan untuk menghidari organisasi dari
ketidaksesuaian dan kinerja anggota yang buruk. Untuk
itu organisasi atau kelompok harus memilih cara yang
tepat sesuai denga situasi, cara-cara tersebut antara
lain: persaingan, penghindaran, akomodasi.